III. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan posisi geografis wilayah terletak pada posisi 01º 42’ LU s/d 01º 46’ LU dan 98º 44’ BT s/d 98º 48’ BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebelah barat berbatasan dengan teluk Tapian Nauli/Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi penelitian.
20 Waktu Penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Nopember 2012. 3.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Dalam meningkatan perekonomian daerah dan peningkatan peluang kerja dapat dilakukan melalui integrasi berbagai sektor yang ada di dalam wilayah. Ini berarti bahwa peningkatan perekonomian wilayah harus dilakukan dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada di wilayah itu sendiri. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan sebaik-baiknya diharapkan dapat meningkatkan proses income multiplication (pendapatan berganda) dan dapat meningkatkan nilai tambah produk sumber daya yang ada. Dengan karakteristik wilayah yang memiliki sumber daya yang berbedabeda, baik jenis maupun kuantitasnya maka keterbatasan sumber daya yang dimiliki suatu wilayah mengharuskan perlunya perencanaan pembangunan dengan menetapkan suatu skala prioritas. Penetapan skala prioritas pembangunan dikarenakan beberapa alasan, antara lain: (1) Setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan; (2) Setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; (3) Aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya (Rustiadi et al., 2011). Sektor prioritas yang unggul di kota Sibolga yang dipilih merupakan suatu upaya dalam mewujudkan perekonomian yang lebih baik dengan harapan akan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan sektor lain. Sektor prioritas tersebut akan memiliki kekuatan untuk menarik sektor-sektor lainnya untuk bergerak secara sinergis sehingga dapat meningkatkan perekonomian di kota Sibolga. Penekanan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi, potensi, peranan, dan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor perekonomian lain sehingga dapat dijadikan dasar perencanaan pengembangan wilayah kota Sibolga untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan. Untuk melihat peranan aktif sektor ekonomi wilayah dianalisa melalui kontribusi peyediaan PDRB untuk tiap sektoral yang nantinya akan di didapatkan
21 sektor dominan yang berperan aktif dalam perekonomian wilayah. Peran subsektor perikanan sendiri dalam struktur perekonomian kota Sibolga dapat dikaji melalui analisis Tabel Input-Output. Peran tersebut dapat dilihat berdasarkan pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral, keterkaitan dan kepekaan antar sektor, dampak terhadap multiplier output, pendapatan dan nilai tambah bruto. Analisis keterkaitan ini digunakan untuk melihat hubungan suatu sektor dengan sektor yang lain dalam perekonomian dengan melihat keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke belakang akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap total pembelian input semua sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ke depan akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor dalam perekonomian. Sehingga dari hasil analisis ini nantinya didapatkan sektor-sektor pendukung yang langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas sektor-sektor tersebut. Tingkat kepekaan suatu sektor akan dianalisis melalui mekanisme pasar output yang akan dilihat melalui analisis penyebaran. Analisis yang lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis multiplier. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan dan penurunan output, seberapa besar peningkatan pendapatan akibat perubahan output dalam perekonomian. Di kota Sibolga pelaku-pelaku pembangunan yang terlibat secara langsung terhadap subsektor perikanan di terdiri atas; (1) instansi teknis, yang terdiri atas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); (2) unsur legislatif, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); (3) pihak swasta (pengusaha perikanan); (4) masyarakat (nelayan); dan (5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diambil pendapatnya mengenai pengembangan subsektor perikanan. Di dalam penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) untuk dimintai pendapatnya dalam penentuan prioritas pembangunan perikanan yang terpilih
22 dianggap memiliki pemahaman yang baik terhadap permasalahan pembangunan subsektor perikanan. Untuk pengembangan
subsektor perikanan
baik
berupa
budidaya,
penangkapan dan pengolahan hasil produk ikan diidentifikasi lokasi-lokasi yang tepat dan sesuai untuk dikembangkan. Proses analisa lokasi-lokasi-lokasi pengembangan subsektor perikanan ini dilakukan deskriptif informasi stakeholder yang berkepentingan. Dengan melakukan identifikasi terhadap kondisi, potensi, peranan, serta keterkaitan subsektor perikanan menghasilkan gambaran subsektor perikanan aktual dan potensial. Dari hasil analisis yang disintesiskan dengan persepsi stakeholders (pelaku-pelaku pembangunan) dan kebijakan pemerintah serta analisa lokasi-lokasi pengembangan subsektor perikanan, akan menghasilkan arahan pembangunan kota Sibolga untuk perencanaan pembangunan dimasa yang akan datang. Dapat digambarkan kerangka alur berfikir yang digunakan dalam penelitian ini pada Gambar 2. Kegiatan Pembangunan Sektor-Sektor Ekonomi
Kondisi Sumber Daya Perikanan
Keadaan Pembangunan Subsektor Perikanan
ANALISA
INTERPRETASI
Persepsi Stakeholder Prioritas Pembangunan Subsektor Perikanan
Keterkaitan Antar Sektor-Sektor Ekonomi Wilayah Dampak Terhadap Pendapatan Masyarakat
ARAHAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Persepsi Stakeholder Lokasi Pengembangan Subsektor Perikanan
Gambar 2 Kerangka alur berfikir penelitian. 3.3 Jenis Data dan Alat Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan kota Sibolga, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Sibolga, Badan Pusat Statistik serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian pada
23 instansi terkait. Data primer dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara terkait dengan pendapat responden mengenai kebijakan pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga serta kegiatan survei untuk analisis input-output. Untuk tujuan, jenis, sumber data, dan cara pengumpulan data serta analisisnya dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1 Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan data serta analisis data No.
Tujuan
1.
Mengidentifikasi pengembangan subsektor perikanan di kota Sibolga Menganalisis peran subsektor perikanan dan keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian kota Sibolga Menggali persepsi stakeholders terhadap pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga Merumuskan arahan pembangunan subsektor perikanan di Kota Sibolga
2.
3.
4.
Jenis Data
Data yang dikumpulkan
Sumber Data
Analisis Data
Sekunder
Hasil-hasil survey dan penelitian sebelumnya
BPS KKP Bappeda DKPP
Deskriptif
Sekunder dan Primer
Tabel InputOutput Kota Sibolga Tahun 2010 (Semi Survei)
BPS
InputOutput
Primer
Kuesioner
Pendapat responden (expert)
AHP
Ramuan dari seluruh analisis sebelumnya
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan software pembantu alat analisa berupa GAMS, Input Output Analysis for Practitioners (IOAP), MS-Office dan ArcGIS. 3.4 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan pengolahan data dengan menggunakan tiga metode analisis, yaitu; analisis deskriptif, Input-Output (I-O) dan Analytical Hierarcy Process (AHP). Analisis deskriptif untuk mengetahui kondisi dan potensi perikanan serta peranannya dalam pembangunan; analisis Input-Output (IO) untuk mengetahui peranan subsektor perikanan dan keterkaitannya dengan
24 sektor-sektor lain; dan Analytical Hierarcy Process (AHP) untuk analisis penetapan prioritas pembangunan subsektor perikanan. 3.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui kondisi
subsektor
perikanan, potensi pengembangannya, peranannya dalam perekonomian wilayah serta kajian analisa lokasi-lokasi pengembangan subsektor perikanan. Kondisi aktual subsektor perikanan dianalisis dari data produksi hasil perikanan, sarana dan prasarana pendukung, serta data-data lain yang mencerminkan keragaan data subsektor perikanan di kota Sibolga. Potensi pengembangan subsektor perikanan dianalisis berdasarkan data kondisi perikanan dan peluang yang tersedia serta faktor-faktor lain yang mendukung. Untuk melihat peranan subsektor perikanan dalam perekonomian dianalisis dari struktur produk domestik regional bruto (PDRB) kota Sibolga. Analisis terhadap struktur PDRB dapat menunjukkan peranan masing-masing sektor perekonomian. Hasil analisis terhadap kondisi perikanan tersebut selanjutnya dihubungkan dengan peluang dan faktor-faktor lain yang berpengaruh, sehingga diperoleh potensi subsektor perikanan secara umum. 3.4.2 Analisis Peranan Subsektor Perikanan Untuk melihat peranan subsektor perikanan terhadap keterkaitannya dengan sektor-sektor lain di kota Sibolga dilakukan menggunakan analisis Input-Output (I-O). Secara teknis analisis I-O ini dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah itu sendiri. Dari analis ini juga dapat menentukan sektor unggulan pada perekonomian di kota Sibolga. Metode penyusunan tabel I-O kota Sibolga tahun 2010, menggunakan tehnik semi survei dimana subsektor perikanan akan dipecah menjadi dua sektor lagi yaitu perikanan tangkap dan perikanan bididaya. Tabel I-O kota Sibolga tahun 2010 diagregasi menjadi 16 sektor (Tabel 2) yang didapatkan dari penurunan tabel I-O dari tabel I-O provinsi Sumatera Utara tahun 2003 atas dasar harga produsen di update ke tahun 2010 dan diturunkan menjadi tabel I-O kota
25 Sibolga tahun 2010 atas dasar harga produsen dengan menggunakan metode RAS. Untuk melakukan metode ini, data yang diperlukan berupa PDRB provinsi Sumatera Utara tahun 2003 dan 2010, PDRB kota Sibolga tahun 2010, total input provinsi Sumatera Utara tahun 2003 dan 2010. Data yang terkait juga yang sangat penting dalam melakukan metode RAS adalah data PDRB penggunaan provinsi Sumatera Utara dan PDRB penggunaan kota Sibolga yang berisikan data ekspor dan impor wilayah. Tahapan metode RAS update tabel I-O kota Sibolga semi survei dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 2 Sektor-sektor perekonomian Tabel I-O kota Sibolga hasil update tahun 2010 (16 sektor) Kode I-O 1 2 3 4
Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pertambangan dan Penggalian
Kode I-O 9 10 11 12
5 6 7
Industri Bukan Migas Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan
13 14 15
8
Perdagangan Besar & Eceran
16
Tabel I-O Provinsi SUMUT 2003 (71 X 71 sektor)
Sektor Perhotelan Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Perintah dan Swasta
Tabel I-O SUMUT 2010 (21 X 21 sektor)
Matriks A SUMUT 2010 (21X21 sektor)
RAS
Disesuaikan dengan Sektor Sibolga (15X15)
Agregasi (21 X21 sektor)
Matriks A SUMUT 2003 (21X21 sektor)
Survei Lapang Keterkaitan Subsektor Perikanan
Survei Lapang 1. Perikanan Tangkap 2. Perikanan Budidaya
Tabel I-O SIBOLGA 2010 (15 X 15 sektor)
Tabel I-O Kota Sibolga 2010 (16X16 sektor)
Penyeimbangan Keterkaitan Matriks A (15X15)
Analisis Tabel I-O Kota Sibolga Tahun 2010
Gambar 3 Tahapan metode RAS update tabel I-O kota Sibolga semi survei.
26 Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung; (2) pengaruh tidak langsung; dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dalam produksi sektor yang bersangkutan. Pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dalam sektor yang bersangkutan. Sedangkan pengaruh total atau total effect adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Berdasarkan ketiga pengaruh diatas, dengan model I-O kita bisa menelusuri ke mana saja output dari suatu sektor itu didistribusikan dan input apa saja yang digunakan oleh sektor tersebut secara langsung. Tabel 3 Struktur Tabel Input-Output
1
1 X11
2 …
… …
j X1j
… …
n X1n
C C1
G G1
I I1
Permintaan Eksternal Wilayah E E1
X21
…
…
X2j
…
X2n
C2
G2
I2
E2
X2
:
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
Permintaan Internal Wilayah
Output
Permintaan Antara
Total Output X1
Input Antara
Permintaan Akhir
2
n
Xn1
…
…
Xnj
…
Xnn
Cn
Gn
In
En
Xn
Nilai Tambah
Input Internal Wilayah
Input
W
W1
…
…
Wj
…
Wn
CW
GW
IW
EW
W
T
T1
…
…
Tj
…
Tn
CT
GT
IT
ET
T
S
S1
…
…
Sj
…
Sn
CS
GS
IS
ES
S
M
M1
…
…
…
…
Mn
CM
GM
IM
-
M
X1
…
…
Xj
…
Xn
C
G
I
E
X
Input Eksternal Wilayah Total Input
i
…
…
…
Xij
…
…
Ci
Gi
Ii
Ei
Xi
:
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
Sumber : Rustiadi et al., (2011) Keterangan : ij : sektor ekonomi Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : total output sektor i Xj : total output sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), total output sama dengan total input Ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i Gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap output sektor i Ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i; output sektor i yang menjadi barang modal
27 Ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor/dijual ke luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i ( Yi=Ci+Gi+Ii+Ei) Wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j Tj : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j Sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier). Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis diformulasikan sebagai rumus berikut:
di mana : : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (
atau disebut pula sebagai
koefisien input. Beberapa parameter teknis yang dapat diperoleh melalui analisis I-O adalah: 1. Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) ( ) yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. ∑ untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized
yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke
belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya.
28
∑
∑ Nilai
> 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang
yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi turunan permintaan yang ditimbulkan oleh sektor ini. 2. Keterkaitan
langsung
ke
depan
(direct
forward
linkage)
yang
menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain. ∑ Normalized
atau
∑
dirumuskan sebagai berikut : ∑
∑ Nilai
> 1 menunjukkan bahwa sektor i memiliki keterkaitan ke depan yang
kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah. 3. Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) (
) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan
permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. ∑ di mana
adalah elemen-elemen matriks B atau
yang merupakan
matriks Leontief. 4. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect forward linkage) (
), yaitu peranan suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir dari
seluruh sektor perekonomian. ∑ 5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward linkages effect ratio) ( ) yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu
29 sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. ∑ ∑ ∑ Besaran nilai
∑ ∑ ∑
dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar dari 1
atau lebih kecil dari 1. Bila
=1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran
sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai
>1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-
rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan sebaliknya
<1
menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. 6. Indeks derajat kepekaan atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan kedepan (forward linkage). ∑ ∑ ∑ Nilai
∑ ∑ ∑
>1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari
rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya
<1
menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata seluruh sektor ekonomi. 7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah.
b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB berhubungan dengan output secara linier.
30 ̂ dimana
: matriks NTB ̂ : matriks diagonal koefisien NTB :matriks output, X = (I-A)-1.Fd
c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. ̂ dimana
: matriks income ̂ : matriks diagonal koefisien income :matriks output, X = (I-A)-1.Fd
3.4.3 Analytical Hierarcy Process (AHP) Analytical Hierarcy Process (AHP), yang artinya dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Jenjang Keputusan (AJK). Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan diambil. Analisis ini akan menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Model AHP digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan. Dalam perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria) tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi. Metode sampling yang dipakai adalah purposive sampling dengan respondennya
yang
merupakan
stakeholder
terkait
kegiatan
perikanan.
31 Respondennya terdiri atas unsur-unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat nelayan, anggota legislatif, pengurus organisasi nelayan (LSM), dan pihak swasta. Pemilihan responden dilakukan sedemikian rupa terhadap pihak-pihak yang memiliki pemahaman baik terkait dengan pembangunan perikanan di kota Sibolga. Langkah awal proses AHP ini adalah merinci tujuan atau permasalahan kedalam komponen-komponen, kemudian diatur kedalam tingkatan-tingkatan hirarki. Hirarki yang paling atas diturunkan kedalam beberapa set kriteria atau elemen, sehingga diperoleh elemen-elemen spesifik yang mempengaruhi alternatif pengambilan keputusan. Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas elemen-elemen pada masing-masing tingkatan. Kemudian dibangun set matriksmatriks perbandingan dari semua elemen pada suatu tingkat hirarki dan pengaruhnya terhadap elemen pada tingkatan yang lebih tinggi untuk menentukan prioritas serta mengkonversi penilaian komparatif individu ke dalam pengukuran skala rasio. Penentuan tingkat kepentingan pada tiap hirarki dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang menghasilkan suatu matriks peringkat relatif untuk masing-masing tingkat hirarki. Pembangunan Perikanan Kota Sibolga
Tujuan Level-1
Faktor
Level-2
Kegiatan
Sumber Daya Ikan
Sumber Daya Manusia
Penangkapan
Sarana dan Prasarana
Budidaya
Modal
Pasar
Pengolahan
Level-3
Gambar 4 Struktur AHP untuk penentuan kebijakan (diadopsi dan dimodifikasi dari Saaty 2008). Struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti yaitu pemilihan prioritas pembangunan perikanan di kota Sibolga didasarkan atas lima faktor, yaitu potensi sumber daya perikanan (SDI), sumber daya manusia (SDM), sarana
32 dan prasarana (Sarpras), ketersediaan Modal dan faktor pemasaran atau permintaan konsumen (Pasar) (Gambar 4). Level 1 merupakan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakukan pada level 3. Faktor-faktor pada level 2 diukur dengan perbandingan berpasangan berarah ke level 1. Misalnya di dalam pemilihan kegiatan pembangunan, mana yang lebih penting antara sumber daya perikanan dan sumber daya manusia, antara sumber daya perikanan dengan sarana prasarana, pasar, modal dan seterusnya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 2 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Faktor SDI, menunjukkan ketersediaan dan potensi sumber daya ikan meliputi beraneka macam jenis ikan dan wilayah laut yang menjadi area kegiatan penangkapan nelayan.
2.
Faktor SDM, sebagai pelaku utama berbagai aktivitas perikanan meliputi nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah hasil perikanan.
3.
Faktor Sarpras, merupakan fasilitas pendukung untuk kelancaran usaha perikanan, antara lain; tempat pendaratan ikan, pabrik es, cold storage, docking dan slipway serta unit pengolahan ikan.
4.
Faktor Modal, merupakan komponen untuk investasi dan operasional pelaksanaan kegiatan usaha perikanan; dapat disediakan oleh lembaga keuangan Bank maupun non Bank.
5.
Faktor Pasar, menentukan tingkat permintaan produk hasil perikanan. Pasar dapat berupa pasar lokal, regional maupun internasional. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai
dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang paling absolut dibandingkan yang lainnya. Tabel skala banding secara berpasangan menurut Saaty (2008) disajikan pada Tabel 4. Langkah selanjutnya dilakukan pengolahan untuk menyusun prioritas elemen keputusan dan prioritas pengaruh tiap elemen pada tingkat hirarki tertentu terhadap tujuan utama. Untuk evaluasi dan estimasi keabsahan nilai matriks berpasangan dilakukan dengan menghitung nilai rasio konsistensi.
33 Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah
karena saling
berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Notasi n merupakan banyaknya elemen atau faktor dalam setiap level. Oleh karena itu pada level 2 terdapat 10 pertanyaan perbandingan berpasangan untuk 5 faktor yang tersedia, sedangkan pada level 3 terdapat masing-masing 3 pertanyaan. Penjelasan penentuan skala perbandingan berpasangan menurut Saaty (2008) dapat dilihat pada Tabel 4 defenisi dari tiap-tiap tingkat kepentingan dari masing-masing skor yang di tanyakan kepada responden. Dari Tabel 4 ini juga dijelaskan keterwakilan skor yang mewakili skor yang ada. Tabel 4 Skala perbandingan berpasangan (Saaty 2008) Tingkat Definisi Kepentingan 1 Kedua elemen pentingnya
Penjelasan
sama Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuannya 3 Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan penilaian sedikit lebih penting dari elemen mendukung satu elemen dibanding yang lain elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih Pengalaman dan penilaian sangat penting dari elemen yang kuat mendukung satu elemen lain dibanding yang lain 7 Elemen yang satu jelas Satu elemen dengan kuat lebih penting dari elemen didukung dan dominan terlihat yang lain dalam praktek 9 Elemen yang satu mutlak Bukti yang mendukung elemen lebih penting dari elemen yang satu terhadap elemen yang yang lain lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada pertimbangan yang kompromi diantara dua pilihan berdekatan Kebalikan Reciprocals Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i Sumber: Saaty (2008) Alur analisis penelitian baik secara deskriptif terhadap kondisi dan potensi pengembangan subsektor perikanan, analisis I-O untuk mengetahui peranan dan
34 keterkaitan subsektor perikanan terhadap sektor lain, serta AHP untuk mengetahui persepsi stakeholders perikanan disajikan pada Gambar 5. Kajian Kondisi Pemanfaatan dan Potensi SDI
Kajian Pembangunan Sektor Perikanan
Analisis Deskriptif - Perikanan Tangkap - Perikanan Budidaya - Pengolahan Hasil Perikanan
Hasil Analisis Pembangunan Berbasis Potensi
Sudah Sesuai
Kajian Perencanaan Pembangunan
Analisis I-O - Peranan Sektoral - Keterkaitan Sektor - Multiplier Effect
Kondisi Pembangunan Eksisting
Belum Sesuai
Arahan Kegiatan Pembangunan
- Analisis Persepsi Stakeholders - Analisis Deskriptif Lokasi
Gambar 5 Kerangka analisis penelitian.