III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan mulai bulan November 2011 hingga Juli 2012. Lokasi penelitian merupakan dusun Sunda yang masih menjalankan aktivitas kehidupan berdasarkan adat istiadat budaya Sunda. Dalam penelitian ini, kajian difokuskan pada lokasi penelitian berdasarkan pendekatan sejarah, etimologi, dan daerah alirah sungai (DAS) terkait aspek pertanian (zona agroklimat). Berdasarkan hal tersebut, dipilih tiga dusun Sunda yang memiliki keterkaitan kuat dengan sejarah Kerajaan Sunda, perkembangan kawasan Parahiyangan, dan termasuk ke dalam DAS Citanduy, yaitu Dusun Ciomas, Mandalare, dan Kertabraya di Desa Ciomas, Mandalare, dan Kertamandala, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis (Gambar 3).
Dusun Ciomas Dusun Mandalare Dusun Kertabraya
U
Peta Wilayah Sungai Citanduy, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Kecamatan Panjalu
Lokasi Penelitian S 070 20’ – 070 40’ dan E 1080 15’ – 1090 15’
Gambar 3. Lokasi Penelitian
Kabupaten Ciamis
18
3.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian difokuskan pada kajian karakteristik lanskap pertanian di kawasan
Sunda
Parahiyangan.
Obyek
penelitian
dipilih
berdasarkan
keterkaitannya dengan konsep lanskap pertanian Sunda Parahiyangan baik secara etimologi, sejarah, dan pendekatan daerah aliran sungai (DAS). Dusun terpilih diduga memiliki keterkaitan kuat dengan konsep Sunda Parahiyangan, yaitu berada di kawasan pegunungan atau dataran tinggi lebih dari 600 mdpl. (Miskinis, 2011), terkait sejarah Kerajaan Sunda dan perkembangan Parahiyangan, serta masyarakatnya yang masih menjalankan budaya Sunda (kearifan lokal) dalam aktivitas kehidupan terutama dalam aktivitas pertanian. Sistem pertanian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sistem pertanian masyarakat Sunda yang meliputi kebun-talun, sawah, dan pekarangan dalam kawasan permukiman. Analisis karakteristik lanskap pertanian dibatasi pada aspek karakter fisik lanskap (ekologi), karakter masyarakat (sosial-ekonomi dan spiritual-budaya), dan aspek kebijakan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi sistem internal lanskap pertanian. Untuk memperoleh karakteristik fisik lanskap pertanian yang kuat, dalam penelitian dilakukan kajian terhadap tiga lokasi berbeda berdasarkan ketinggian tempat dalam satu DAS yang sama. Berdasarkan pembagian zona DAS, kawasan Parahiyangan termasuk ke dalam zona DAS hulu (> 600 mdpl.). Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam DAS Citanduy dan daerah studi berada dalam daerah hulu DAS (Sub-DAS Cimuntur). Berdasarkan konsep ruang Sunda luhur-handap, Dusun Ciomas (> 600 mdpl.) ditetapkan sebagai daerah handap, Dusun Mandalare di daerah tengah (800-1.000 mdpl.), dan Dusun Kertabraya di daerah luhur (> 1.000 mdpl.). Kajian aspek ekologi dibatasi pada kondisi unsur pembentuk lahan pertanian, yaitu tanah dan topografi, hidrologi, unsur iklim (suhu, kelembaban nisbi, curah hujan, dan lama penyinaran), serta vegetasi dan satwa. Perbedaan unsur pembentuk lahan berdampak pada perbedaan karakter lanskap pertanian. Kajian aspek sosial-ekonomi dibatasi pada kondisi sistem sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan melihat tingkat kesejahteraan secara kualitatif berdasarkan ukuran kebahagiaan masyarakat (Fellman (2003) dalam Jayadinata dan Pramandika (2006)).
19
Kajian aspek sistem spiritual-budaya dibatasi pada sistem pengetahuan ekologik tradisional tentang pertanian berdasarkan pemahaman masyarakat lokal. PET yang dikaji bukan secara murni sistem pengetahuan asli dari masyarakat lokal, karena sulit membedakan antara pengetahuan lokal yang murni hasil proses belajar masyarakat setempat atau merupakan adopsi, adaptasi, atau akulturasi dari pengetahun lain. Dengan demikian, sistem pengetahuan yang dikaji merupakan pengetahuan yang diketahui, diyakini, dan masih dijalankan atau sudah ditinggalkan oleh masyarakat lokal. 3.3. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian, di antaranya, adalah GPS (Global Positioning System), meteran, kamera, lembar panduan wawancara dan kuesioner, serta perangkat lunak pengolah data spasial dan statistik. Bahan yang dibutuhkan dalam studi adalah peta rupa bumi digital Indonesia lembar 1308-441 (Kawali) dengan skala 1:25.000 dan peta Wilayah Sungai Citanduy. 3.4. Tahapan dan Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan sebagai upaya untuk dapat memperoleh informasi terkait obyek penelitian sehingga dapat memberikan jawaban yang relevan bagi pertanyaanpertanyaan dalam rumusan penelitian. Penelitian dilakukan melalui kegiatan prapenelitian, penelitian, analisis, sintesis, dan penyusunan rekomendasi pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal masyarakat Sunda Parahiyangan (Gambar 4). 3.4.1. Metode Penentuan Sampel Kampung Penentuan sampel kampung (dusun) merupakan tahap awal dalam penelitian. Dusun yang dijadikan sebagai obyek penelitian dipilih berdasarkan kajian pustaka terhadap konsep lanskap pertanian Sunda Parahiyangan (Priangan atau Prianger dalam Bahasa Belanda) dan pendekatan daerah aliran sungai (DAS). Dusun yang dipilih berada dalam kawasan Parahiyangan (Kabupaten Ciamis) dengan ketinggian rata-rata lebih dari 600 mdpl.
20
Kajian Karakteristik Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan sebagai Model Lanskap Pertanian Berkelanjutan ! Sunda Parahiyangan! (Kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalayan, dan Ciamis)!
Kampung/dusun Sunda dengan ketinggian > 600 mdpl. dalam kawasan DAS Citanduy (Sub-DAS Cimuntur) dan termasuk wilayah administrasi ! Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat!
Aspek Ekologi
1. Terrain (lereng dan topografi) 2. Iklim 3. Tanah 4. Hidorologi 5. Vegetasi dan Satwa Pertanian 6. Batas Ekologi 7. Land cover 8. Land use
Aspek Sosial-Ekonomi
1. 2. 3. 4. 5.
Kependudukan Pendidikan Pekerjaan Kesehatan Kelembagaan Sosial 6. Kelembagaan Ekonomi
Aspek Spiritual-Budaya
1. Agama dan Kepercayaan 2. Elemen Budaya (Simbol, Nilai, dan Norma) 3. Persepsi dan Harapan 4. Sikap dan Perilaku 5. Adat Istiadat 6. Kesejarahan
Aspek Legal
1. Kebijakan Pelestarian 2. Aturan Adat 3. Konsep Keberlanjutan Fisik Lanskap dan Masyarakat 4. Batas Administrasi
Analisis Karakteristik Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan (Metode Karakterisasi Lanskap Landscape Characteristic Assessment/LCA (Swanwick, 2002))
Analisis Ragam Pengetahuan Ekologi Tradisional Masyarakat Pertanian Sunda Parahiyangan (Metode Pengetahuan Berbasis Sistem (Walker et al., 1997))
Analisis Keberlanjutan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan (Faktor Fisik dan Masyarakat) (Metode Keberlanjutan Fisik Lanskap National Research Council/NRC (NRC, 2010) dan Keberlanjutan Masyarakat Community Sustainability Assessment/CSA (GEN, 2008))
Konsep Pengelolaan Lanskap Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Parahiyangan
Gambar 4. Tahapan dan Metode Penelitian
21
Kawasan Parahiyangan yang berada di Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam jajaran pegunungan Sunda Parahiyangan (Gunung Galunggung, Sawal dan Cakrabuana). Berdasarkan daerah aliran sungan (DAS) termasuk ke dalam satuan Wilayah Sungai Citanduy yang berhulu di Gunung Cakrabuana dan bermuara di Danau Segara Anakan. Terkait aspek pertanian, ketinggian suatu tempat sangat mempengaruhi keberagaman produksi pertanian. Hal tersebut terkait dengan perbedaan suhu yang berkorelasi dengan ketinggian tempat (zona agroklimat). Dengan pendekatan tersebut, dalam penelitian ditentukan kampung dengan ketinggian berbeda (600-800 mdpl; 800-1.000 mdpl; > 1.000 mdpl). Di samping itu, pembagian tersebut merupakan upaya pencerminan dari konsep luhur-handap dalam budaya masyarakat Sunda (Gambar 5).
Luhur (> 1000 mdpl.) Sejarah Kerajaan Sunda, perkembangan Parahiyangan/ Priangan, etimologi, dan DAS
Cianjur Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Ciamis
Konsep Parahiyangan
Berdasarkan administrasi dan sejarah
Tengah (800-1000 mdpl.) Handap (600-800 mdpl.)
DAS Hulu > 600 mdpl. DAS Tengah DAS Hilir
Kabupaten
Kampung (Dusun) Berdasarkan karakter lanskap Sunda Parahiyangan (Gunung)
Berdasarkan daerah aliran sungai (DAS)
Berdasarkan zona agroklimat dan interpretasi konsep luhur-handap
Gambar 5. Metode Penentuan Sampel Kampung (Dusun) Berdasarkan kriteria tersebut, ditentukan tiga dusun, yaitu Dusun Ciomas di Desa Ciomas (729-750 mdpl. dan termasuk daerah luhur), Dusun Mandalare di Desa Mandalare (737-866 mdpl. dan termasuk daerah tengah), dan Dusun Kertabraya di Desa Kertamandala (898-1203 mdpl. dan termasuk daerah handap). Ketiga dusun tersebut berada dalam kawasan Gunung Sawal, kawasan DAS Citanduy (Sub-DAS Cimuntur), dan termasuk ke dalam satuan wilayah administrasi Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat (Gambar 6).
22
Peta Insert: Peta Kabupaten Ciamis
Keterangan Dusun Ciomas, Desa Ciomas Dusun Mandalare, Desa Mandalare Dusun Kertabraya, Desa Kertamandala
Sumber: Peta Rupabumi Digital Indonesia - Kawali Skala 1:25.000 - Bakosurtanal
Gambar 6. Lokasi Dusun di Daerah Studi 3.4.2. Metode Pengumpulan Data dan Informasi Penelitian dipandu oleh rincian jenis dan sumber data yang digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian (Tabel 1). Data diperoleh melalui partisipasi aktif masyarakat lokal dengan pendekatan metode Rapid Partisipatory Rural Appraisal (rPRA)
(Muleler,
Assanou,
Guimbo,
dan
Almedom,
2009)
menggunakan sistem wawancara semi terstruktur, Focus Group Discussion (FGD), observasi lapang (Huntington, 2000; Mulyoutami, Rismawan, dan Joshi, 2009), dan telaah pustaka. Wawancara dilakukan dengan menyajikan pertanyaan yang mengacu kepada aspek penilaian keberlanjutan fisik lanskap National Research Council/NRC
(NRC,
2010)
dan
keberlanjutan
masyarakat
Community
Sustainability Assessment/CSA (GEN. 2008). Wawancara dilakukan kepada narasumber (informan kunci) yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan rekomendasi yang valid (purposive). Wawancara dilakukan terhadap beberapa tokoh masyarakat, di antaranya, adalah kokolot (sesepuh masyarakat), ajengan/kyai (tokoh agama), kuwu (kepala desa), dan mantri tani (ahli pertanian).
23
Dalam FGD disajikan beberapa permasalahan secara topikal terkait proses pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan untuk memperoleh data yang beragam dari berbagai macam responden (informan kunci). Topik kajian dalam FGD mengacu kepada penilaian keberlanjutan fisik lanskap NRC dan keberlanjutan masyarakat CSA. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan permasalahan pertanian yang dilihat dari sisi ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya (Lampiran 1 dan 2). Selanjutnya, data dan informasi hasil wawancara dan FGD disesuaikan dengan kondisi aktual melalui observasi lapang bersama masyarakat. Dengan proses tersebut, dapat diperoleh data dan informasi yang valid mengenai lanskap pertanian Sunda Parahiyangan berdasarkan pengetahuan ekologi tradisional masyarakatnya. Tabel 1. Jenis Data dan Sumber Perolehannya No. 1.
2.
Jenis Data Sunda Parahiyangan
Aspek Keberlanjutan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan
Unsur Data a. Kesejarahan: Sejarah Sunda Parahiyangan, latar belakang dan sumber utama sejarah dan budaya. b. Kondisi Umum: Peta tanah, peta topografi, peta tata guna lahan, data hidrologi, data iklim, data demografi, data geografis, data/peta sirkulasi dan aksesibilitas, view, elemen lanskap alami, serta data vegetasi dan satwa. c. Kondisi Masyarakat Setempat: Sistem kehidupan, ragam aktivitas masyarakat (sosial, budaya dan ekonomi), kepentingan penggunaan tapak, persepsi, harapan, dan intervensi masyarakat.
Sumber Data Observasi lapang, wawancara semi terstruktur Observasi lapang, Bappeda, BMG, Puslitbang Tanah, Bakosurtanal, BPS, BP DAS Citanduy.
a. Sistem Pertanian Masyarakat Sunda Parahiyangan: Karakteristik ekologi, sosial dan ekonomi, serta spiritual dan budaya. b. Kebijakan Pengelolaan/Aspek Legal Sistem pengelolaan saat ini, kebijakan pengelolaan, kebijakan tata ruang, dukungan pemerintah, swasta dan masyarakat, serta rencana pengembangan kawasan berbasis pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
Observasi lapang, wawancara semi terstruktur, BPS, Potensi Desa. Observasi lapang, wawancara semi terstruktur, BPS, BP DAS Citanduy, Potensi Desa.
Observasi lapang, wawancara semi terstruktur, BPS, Potensi Desa.
24
3.4.3. Metode Inventarisasi Tanaman Inventarisasi tanaman dilakukan dengan menggunakan sistem plot survei tanaman (Fridley, Senf, dan Peet, 2009) dengan metode garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Plot dibuat berukuran 1.000 m2 (50x20 m) untuk tanaman dalam agroekosistem kebun-talun dan sawah (Gambar 7). Kajian pada agroekosistem pekarangan, disesuaikan dengan kepemilikan luasan pekarangan (< 200 m2, 200-500m2, dan > 500 m2). Contoh plot ditentukan secara acak dan dipastikan sebelumnya berdasarkan dugaan (purposive random sampling). Masing-masing agroekosistem di setiap dusun ditentukan tiga contoh yang representatif. Hasil inventarisasi tanaman dominan (tiga jenis tanaman dalam setiap
agroekosistem)
digunakan
sebagai
dasar
perhitungan
tingkat
keanekaragaman jenis tanaman berdasarkan perhitungan indeks Shannon-Wienner (Finotto, 2011).
Gambar 7. Bentuk dan Ukuran Plot dalam Pengamatan Tanaman 3.4.4.
Metode Analisis Karakteristik Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Metode yang digunakan adalah Landscape Characteristic Assessment/LCA
(Swanwick, 2002) yang meliputi tahap penentuan ruang lingkup analisis, pengumpulan dan pengolahan data, pengamatan lapang, serta klasifikasi dan deskripsi karakter lanskap. Analisis dilakukan secara deskriptif dan spasial terhadap aspek ekologi, sosial-ekonomi, spiritual-budaya, dan aspek legal berdasarkan pendekatan pengetahuan ekologik tradisional (PET). PET merupakan
25
spesifikasi dari pengetahuan lokal yang fokus pada konseptualisasi suatu budaya lokal dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungannya (Becker dan Ghimire, 2003). PET digunakan untuk mengkaji aspek ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya berdasarkan pemahaman para ahli (tokoh masyarakat) mengenai masalah pertanian dengan pendekatan pengetahuan masyarakat lokal. Hasil karakterisasi
berupa
deskripsi
dari
karakter
lanskap
pertanian
Sunda
Parahiyangan. 3.4.5.
Metode Analisis Keberlanjutan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Analisis keberlanjutan dilakukan pada aspek fisik dan masyarakat, serta
aspek intervensi kebijakan dengan pendekatan metode National Research Council/NRC (NRC, 2010) dan Community Sustainability Assessment/CSA (GEN, 2008). Analisis keberlanjutan lanskap pertanian menjadi salah satu faktor penting dalam menunjang tercapainya pembangunan pertanian berkelanjutan. Sebagai media utama yang mewadahi aktivitas pertanian, lanskap pertanian harus memiliki struktur dan fungsi sistem ekologi pertanian (agroekosistem) dengan daya lentur (resilience) yang optimal sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika pembangunan. Untuk mengetahui tingkat keberlanjutan suatu lanskap pertanian, dilakukan analisis terhadap tiga unsur utama keberlanjutan (ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya) guna mencapai empat tujuan dari pertanian berkelanjutan USDA (USDA-NAL, 2007), yaitu (1) menyediakan kebutuhan pangan, pakan, dan serat, serta berkontribusi dalam penyediaan biofuel, (2) memperkaya kualitas lingkungan dan sumber daya, (3) mempertahankan kelangsungan ekonomi pertanian, dan (4) meningkatkan kualitas hidup bagi petani, buruh tani, dan masyarakat secara keseluruhan. Hasil analisis keberlanjutan NRC dan CSA disesuaikan dengan kriteria keberlanjutan USDA membentuk matriks hubungan pengelolaan lanskap pertanian ke arah keberlanjutan. Matriks tersebut menjadi acuan
dalam
menyusun
strategi
Parahiyangan yang berkelanjutan.
pengelolaan
lanskap
pertanian
Sunda
26
3.4.5.1. Analisis Keberlanjutan Fisik Analisis keberlanjutan fisik lanskap pertanian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan penilaian keberlanjutan National Research Council/NRC. Kriteria penilaian fokus pada tiga aspek utama, yaitu (1) praktik produksi, (2) sosial-ekonomi, dan (3) sosial kemasyarakatan. Aspek produksi diarahkan kepada pencapaian keberlanjutan ekologi. Penilaian difokuskan kepada aktivitas pertanian yang dilakukan masyarakat, seperti sistem pertanian, penggunaan alat dan bahan pertanian (benih, pupuk, insektisida, dan teknologi), pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan pertanian (tanah, air, udara, dan iklim), pendekatan isu jejak karbon (carbon footprint), dan pemanfaatan sumber daya energi. Aspek sosial-ekonomi difokuskan pada penilaian penjualan hasil produksi, seperti tingkat penjualan, metode penjualan (waktu, lokasi, pekerja, dan cara), produk yang dijual (organik atau nonorganik), dan manajemen resiko. Aspek sosial kemasyarakatan difokuskan pada pencapaian keberlanjutan sosial, spiritual, dan budaya. Penilaian dilakukan pada kelembagaan masyarakat dalam bidang pertanian, hubungan antarmasyarakat petani dan antara petani dengan masyarakat umum, kearifan lokal dalam bidang pertanian, keberlanjutan sosial pertanian (regenerasi), mitigasi dan adaptasi terhadap dinamika sosial-spiritual-budaya, dan pemahaman terhadap isu keamanan pangan (food safety). Dalam mencapai keberlanjutan lanskap pertanian, eksistensi keragaman tanaman pertanian sebagai sumber daya hayati pertanian utama perlu dianalisis berdasarkan stuktur, fungsi, dan tingkat keanekaragamannya. Struktur dan fungsi dianalisis berdasarkan analisis vertikal dan horizontal. Analisis vertikal dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tanaman berdasarkan ketinggian dan jenis tanaman. Tanaman diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu (1) 0-1 m (herba), (2) 1-2 m (semak pendek), (3) 2-5 m (semak), (4) 5-10 m (perdu), dan (5) > 10 m (pohon) (Arifin, Sakamoto, dan Chiba, 1997). Analisis
horizontal
dilakukan
dengan
mengidentifikasi
dan
mengklasifikasikan tanaman berdasarkan fungsi tanaman. Secara umum tanaman diklasifikasikan ke dalam delapan fungsi, yaitu (1) tanaman hias (ornamentals), (2) tanaman sayuran (vegetables), (3) tanaman buah (fruits), (4) tanaman obat
27
(medicinals), (5) tanaman bumbu (spices), (6) tanaman penghasil pati (cash crops), (7) tanaman industri (building materials and fuelwoods), dan (8) tanaman fungsi lainnya (additional functions) (Abdoellah, Hadikusumah, Takeuchi, Okubo, dan Perikesit, 2006; Arifin et al., 1997). Hasil analisis vertikal dan horizontal berupa analisa deskriptif dan spasial dengan mengintegrasikan struktur dan fungsi tanaman dalam setiap sistem pertanian dengan elemen lanskap pertanian lainnya secara ekologi, sosial, ekonomi, dan spiritual-budaya (Abdoellah, Takeuchi, Parikesit, Gunawan, dan Hadikusumah, 2001) sehingga membentuk pola lanskap pertanian Sunda Parahiyangan yang khas. Analisis keanekaragaman tanaman dilakukan dengan menggunakan pendekatan indeks keanekaragaman Shannon’s-Wienner (Finotto, 2011). Indeks keanekaragaman
Shannon’s-Wienner
digunakan
untuk
mengetahui
keanekaragaman jenis dalam satu lokasi penelitian. Dengan pendekatan tersebut, dapat diperoleh hasil analisis baik deskriptif maupun spasial terkait dengan keanekaragaman jenis tanaman pada lanskap pertanian Sunda Parahiyangan secara umum. Rumus dari indeks Shannon-Wienner adalah sebagai berikut,
H , dengan, H
= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner ;
pi
= persentase kehadiran jenis I;
ni
= jumlah nilai penting satu jenis;
i
= jumlah nilai penting seluruh jenis; dan
S
= jumlah jenis yang yang hadir.
Nilai perhitungan indeks keanekaragaman (H) dapat diinterpretasi bahwa nilai kurang dari 1 menunjukkan keragaman spesies rendah; nilai di antara 1 dan 3 menunjukkan keragaman spesies sedang; nilai indeks keragaman di atas 3 menunjukkan keragaman spesies tinggi.
28
3.4.5.2. Analisis Keberlanjutan Masyarakat Manusia (masyarakat) memiliki peranan penting dalam mengintervensi suatu lanskap sehingga menghasilkan lanskap budaya dengan karakteristik yang khas dan beragam. Lanskap pertanian sebagai salah satu bentuk lanskap budaya memberikan representasi mengenai pengaruh cipta, rasa, dan karsa manusia dalam mengolah sumber daya alam dan lingkungan guna menjaga kelangsungan hidupnya. Sebagai penerima manfaat dari sumber daya alam dan lingkungan, keberlanjutan suatu masyarakat perlu diperhatikan untuk menunjang pemanfaatan secara lestari (GEN, 2008). Untuk menunjang pertanian berkelanjutan, analisis keberlanjutan masyarakat dilakukan dengan pendekatan metode Community Sustainability Assessment/CSA. CSA melakukan penilaian terhadap tiga unsur utama keberlanjutan, yaitu ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya dari sudut pandang masyarakat. Aspek ekologi dinilai berdasarkan pemahaman masyarakat terhadap rasa kepemilikan (sense of belonging), ketersediaan pangan, produksi, dan distribusi, infrastruktur fisik, pola konsumsi, manajemen limbah, dan pengelolaan sumber daya dan energi. Penilaian aspek sosial-ekonomi difokuskan kepada pemahaman masyarakat
terhadap
hubungan
antarmasyarakat,
seperti
keterbukaan,
kepercayaan, keselamatan, komunikasi, pendidikan, kesehatan, serta keberlanjutan sosial dan ekonomi. Penilaian aspek spiritual-budaya dilakukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap bingkai utama dari cipta, rasa, dan karsa manusia, yaitu spiritualitas dan budaya. Penilaian difokuskan kepada hal keeratan dan kelenturan komunitas, paradigma global, manifestasi unsur budaya (nilai, norma, dan simbol), obyek dan atraksi seni dan budaya, wisata, serta keberlanjutan spiritual dan budaya. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penjumlahan skor tingkat komponen aspek, tingkat aspek, dan total ketiga aspek (Lampiran 3). Dalam analisis keberlanjutan lanskap pertanian Sunda Parahiyangan dengan pendekatan kearifan lokal, diperoleh hasil berupa tingkat keberlanjutan dari masing-masing aspek keberlanjutan (ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritualbudaya). Setiap tingkat keberlanjutan diduga dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kearifan masyarakat lokal. Semakin tinggi tingkat keberlanjutan, diduga semakin
29
tinggi nilai kearifan lokal yang diaplikasikan. Semakin rendah tingkat keberlanjutan, diduga semakin rendah pula nilai kearifan lokal yang dilaksanakan oleh masyarakat. Dengan menganalisis tingkat keberlanjutan yang dikaitkan dengan nilai kearifan lokal yang ada, diperoleh dasar dalam penyusunan strategi pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan berbasis kearifan masyarakat Sunda Parahiyangan. 3.4.6 Konsep Pengelolaan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Produk akhir penelitian berupa rekomendasi dan saran dalam bentuk strategi rencana pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan berbasis kearifan masyarakat Sunda Parahiyangan. Hasil analisis disajikan secara deskriptif (narasi, tabel atau diagram) dan spasial (foto, gambar peta, atau ilustrasi). Dari hasil sintesis diperoleh rekomendasi dan saran berupa konsep pengelolaan lanskap pertanian secara deskriptif dan spasial dengan beberapa strategi pengelolaan berbasis kearifan masyarakat Sunda Parahyangan. Rekomendasi dan saran berorientasi kepada pencapaian empat tujuan utama dari pertanian berkelanjutan USDA (USDA-NAL, 2007).