3
3.1
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012 bertempat di PPN
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Gambar 3).
Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 3.2
Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan teknik survei yang
ditujukan untuk mengkaji permasalahan implementasi program minapolitan perikanan
tangkap
di
Palabuhanratu.
Permasalahan
tersebut
dianalisis
menggunakan pendekatan sistem dan dibatasi pada komoditas unggulan minapolitan yaitu tuna dan layur. Pendekatan teknik survei juga digunakan untuk
32 menganalisis model integrasi pengembangan minapolitan yang dibatasi pada 3 aspek, yaitu 1) pasar ikan tuna dan layur, 2) supply chain komoditas tuna dan layur, serta 3) kelembagaan kemitraan minapolitan. Model integrasi pasar dibatasi pada data perubahan harga ikan tuna dan layur di tingkat TPI dan harga ikan di negara tujuan ekspor dengan asumsi faktor penentu
harga ceteris paribus.
Analisis supply chain komoditas tuna dan layur dibatasi pada 4 aspek, yaitu 1) struktur rantai, 2) manajemen rantai, 3) proses bisnis rantai, dan 4) sumber daya rantai. Analisis kelembagaan kemitraan minapolitan dibatasi pada analisis peran dan fungsi dari 3 sektor kelembagaan, yaitu 1) pemerintah atau instansi terkait, 2) industri atau swasta, 3) lembaga pendidikan dan penelitian. Perumusan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap menggunakan analisis SWOT dan balanced scorecard. 3.3
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan berupa data primer dan sekunder (Tabel 1). Data
sekunder diperoleh dari dokumen terkait sedangkan data primer diperoleh dari hasil servei lapangan. Cara pengumpulan data menggunakan pendekatan desk study, observasi lapangan, kuisioner, dan wawancara semi terstruktur. Desk study ini berupa penelusuran dan telaah terhadap berbagai data sekunder yang berhubungan dengan implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Sumber-sumber data sekunder diperoleh dari instansi terkait, TPI, PPN, dan informasi yang relevan lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi saat ini dari implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan kondisi lapangan secara langsung di lokasi kawasan minapolitan yang dilakukan secaca sistematis. Kuisioner dilakukan untuk mengidentifikasi gap implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Wawancara secara lebih mendalam dilakukan terhadap informan kunci (Pokja Minapolitan, industri penangkapan, dan dinas terkait lainnya) berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Penentuan sampel responden survei berdasarkan pendekatan purposive sampling.
Tabel 1 Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian Tujuan
Jenis data
Cara pengumpulan data
Metode Analisis
Identifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.
-
Dokumentasi: - Penelusuran data-data yang ada pada tiap TPI, Dinas terkait dan industri terkait. - Penelusuran dokumen terkait melalui koran, artikel, jurnal, maupun penelitianpenelitian ilmiah yang mendukung Observasi - Pengamatan dan pencatatan data-data yang telah diperoleh secara sistematis Wawancara terstruktur: - tanya jawab dengan pihak-pihak terkait, seperti Kepala PPN/TPI, Dinas Perikanan, dan kelompok nelayan
Analisis sistem minapolitan perikanan tangkap
-
Kondisi umum wilayah Kondisi umum perikanan Kondisi sistem minapolitan perikanan tangkap Data dan informasi industri penangkapan Data industri pemasok: industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan Data pembeli: industri ekspor, pasar lokal, industri pengolahan ikan Data lembaga pendukung: Bappeda, PPN, instansi terkait, koperasi nelayan, asosiasi nelayan Data industri pendukung: perbankan Pustaka pendukung
Memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek ekonomi/industri dan aspek kelembagaan
- Data time series harga ikan tiap TPI di Kawasan Palabuhanratu dan negara tujuan ekspor - Hasil analisis sistem minapolitan - Data deskriptif rantai pasok komoditas tuna dan layur - Pustaka pendukung
Merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu
- Hasil analisis sistem minapolitan - Hasil analisis model integrasi pasar, supply chain management dan kelembagaan kemitraan - Pendapat pakar - Pendapat pengkaji sistem - Pustaka pendukung
- Desk study - Wawancara
Kuisioner: - Anggota Pokja Minapolitan - Kelompok nelayan - Industri tuna dan layur - Asosiasi nelayan - Akademisi bidang perikanan dan kelautan
- Analisis index of market connection - Analisis supply-chain management - Analisis kelembagaan dan kemitraan SWOT dan balanced scorecard
33
34 3.4
Metode Analisis Secara diagramatik, diagram alir tahapan penelitian yang dikembangkan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Mulai Komoditas Unggulan (Tuna dan Layur)
Pengumpulan Data Minapolitan ANALISIS SISTEM - Identifikasi pelaku sistem - Formulasi masalah - Identifikasi sistem
Analisis Model Integrasi
Aspek Pasar
Aspek Ekonomi
Aspek Kelembagaan
Index of Market Connection (IMC)
Supply-Chain Management
Peran dan Fungsi Antar Lembaga Terkait
Keterpaduan pasar ikan antar TPI Connection (IMC)
Proses Integrasi Produsen-Konsumen Connection (IMC)
Kelembagaan Kemitraan
SWOT dan Balanced Scorecard
Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap
Selesai
Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian.
Tabel 1 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini akan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Permasalahan implementasi konsep minapolitan (tujuan 1) diidentifikasi dengan
35 menggunakan pendekatan analisis sistem. Penentuan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap (tujuan 2) diperoleh dengan menggunakan pendekatan konsep index of market connection, analisis supplychain management, dan analisis kelembagaan kemitraan. Analisis SWOT dan balanced scorecard digunakan untuk merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap (tujuan 3). 3.4.1
Identifikasi permasalahan implementasi minapolitan Analisis
sistem
digunakan
untuk
mengidentifikasi
permasalahan
implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Menurut Nurani (2010) analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu: 1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem (stakeholder). Pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap akan dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu (1) industri inti (industri penangkapan), (2) pembeli, (3) industri pemasok, (4) industri pendukung, dan (5) lembaga pendukung. Batasan industri inti berdasarkan pada industri/unit usaha yang melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan target utamanya adalah tuna dan layur. Industri pemasok terdiri atas industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan. Pembeli terdiri atas industri ekspor tuna/layur, pasar lokal, pasar domestik, dan industri pengolahan ikan. Lembaga pendukung terdiri atas Bappeda, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, dinas terkait (dinas kelautan dan perikanan, pekerjaan umum, dan pariwisata), koperasi nelayan, asosiasi nelayan, dan universitas/peneliti. Industri pendukung adalah pihak perbankan yang memiliki skim pendanaan untuk pengembangan kawasan minapolitan Palabuhanratu. Identifikasi pelaku sistem dilakukan melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur;
36 2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem; 3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai
hubungan
antara
kebutuhan-kebutuhan
dan
permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output. Ketiga tahapan tersebut digunakan untuk menganalisis sistem minapolitan perikanan tangkap sebagai satu kesatuan yang holistik. Artinya pemahaman sistem minapolitan secara menyeluruh sebagai dasar dalam melakukan analisis sistem perikanan tangkap di Palabuhanratu. 3.4.2 Analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan Model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap dianalisis
berdasarkan pada aspek integrasi pasar, manajemen rantai pasok
(supply chain management) dan kelembagaan kemitraan minapolitan. 1) Analisis integrasi pasar Langkah awal dalam menyusun model integrasi pasar adalah identifikasi pasar-pasar ikan yang memiliki keterkaitan dengan komoditas unggulan minapolitan di Palabuhanratu. Berdasarkan ketersediaan data yang ada, pasar ikan yang dipilih sebagai sampel adalah (1) pasar ikan layur di TPI/PPI di sekitar Palabuhanratu yaitu TPI Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Minajaya dan Ujung Genteng, (2) pasar ikan layur dan bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu, (3) pasar ikan layur di CFR Cina, dan (4) pasar ikan bigeye tuna segar di Tokyo Central Wholesaler Market (TCWM). Data yang digunakan dalam penyusunan model integrasi pasar adalah (1) data harga ikan layur bulanan tahun 2011 di TPI/PPI Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Minajaya dan Ujung Genteng, (2) data harga ikan layur bulanan tahun 20102011 di PPN Palabuhanratu, (3) data harga ikan layur bulanan tahun 20102011 di CFR Cina, (4) data harga ikan bigeye tuna segar bulanan tahun
37 2008-2011 di PPN Palabuhanratu, dan 5) data harga ikan bigeye tuna segar bulanan tahun 2008-2011 di TCWM. Pada dasarnya, Korea merupakan pasar acuan utama bagi perusahaan eksportir layur di Palabuhanratu namun karena akses informasi harga yang sangat tertutup maka sampel yang dipilih adalah pasar layur di CFR Cina. Pada analisis ini (Gambar 5) akan menghasilkan 7 model integrasi pasar ikan dimana ketujuh model tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu model integrasi pasar ikan lokal (model A) dan model integrasi pasar ikan ekspor (model B). Model A menunjukkan suatu hubungan saling mempengaruhi antara perubahan harga ikan layur di PPN Palabuhanratu dengan harga ikan layur di 5 TPI lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu. Model B menunjukkan suatu hubungan saling mempengaruhi antara perubahan harga ikan (bigeye tuna segar dan layur) di PPN Palabuhanratu dengan harga ikan (bigeye tuna segar dan layur) di negara tujuan ekspor (Jepang dan Cina). TPI Pendukung 1. Cisolok 2. Cibangban 3. Ujung Genteng 4. Ciwaru 5. Minajaya
Model A
PPN Palahubanratu
Model B
Pasar tujuan ekspor
Gambar 5 Model integrasi pasar tuna dan layur di Palabuhanratu dengan pendekatan index of market connection. Penyusunan model integrasi pasar ikan menggunakan Model Ravalon diacu dalam Clenia (2009) dengan formulasi regresi berganda sebagai berikut: Pi t
b1 Pi t
1
b2 Pjt
Pj t
1
b3 Pj t
1
et ...............................(1)
dimana: Pit
= Harga ikan unggulan di TPI i (pasar sekunder) pada bulan t (Rp/kg)
Pit-1 = Harga ikan unggulan di TPI i (pasar sekunder) pada bulan t-1 (Rp/kg)
38 Pjt
= Harga ikan unggulan di pasar acuan pada bulan t (Rp/kg)
Pjt-1 = Harga ikan unggulan di pasar acuan pada bulan t-1 (Rp/kg) bi
= Parameter estimasi
et
= Error model Analisis statistik yang digunakan untuk validasi model adalah uji
normalitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas, uji korelasi dan uji F. Pengolahan data menggunakan software SPSS 17. Berdasarkan hasil penyusunan model tersebut dapat dihitung index of market connection (IMC). IMC merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur integrasi pasar dengan rumus sebagai berikut : IMC
b1 ...................................................................................(2) b3
dimana: IMC < 1 : terdapat derajat integrasi jangka panjang yang relalif tinggi antara harga di tingkat pasar akhir atau pasar semakin terintegrasi dalam jangka panjang. IMC = 0 : harga di tingkat ke-i pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pedagang pada pasar ke-i sekarang. IMC > 1 : antara pasar acuan dengan pasar ke-i tidak terintegrasi atau tidak saling mempengaruhi Dua pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar (TPI) mempengaruhi ke pasar lainnya. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar yang lain. Dengan demikian perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat dengan segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama. 2) Analisis supply-chain management Analisis supply-chain management untuk komoditas tuna dan layur difokuskan untuk menjelaskan beberapa aspek seperti struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumber daya rantai. Mengacu
39 pada Marinin dan Maghfiroh (2011), definisi operasional aspek-aspek kajian supply-chain management sebagai berikut: (1) Struktur rantai menerangkan siapa saja anggota-anggota yang terlibat beserta peranannya dalam rantai pasok, dan bentuk kesepakatan yang digunakan di antara berbagai pihak; Anggota primer rantai pasok yang dikaji untuk komoditas tuna terdiri atas unit penangkapan tuna, TPI, distributor, perusahaan ekspor tuna segar, perusahaan ekspor tuna beku, agen luar negeri, pasar luar negeri dan konsumen. Anggota primer rantai pasok untuk komoditas layur terdiri atas unit penangkapan layur, TPI, distributor, pasar lokal, perusahaan ekspor layur, agen luar negeri, pasar luar negeri, dan konsumen. Di samping itu, juga akan dikaji anggota sekunder rantai pasok yang meliputi a) industri pemasok yaitu industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan, b) industri pendukung yaitu perbankan, dan c) lembaga pendukung yaitu Bappeda, PPN, dinas terkait, koperasi nelayan, universitas, dan asosiasi nelayan. Berdasarkan hasil identifikasi anggota rantai komoditas tuna dan layur kemudian dianalisis model struktur rantai pasok yang ada saat ini. Hal lain yang akan dikaji adalah a) kualitas komoditas tuna dan layur yang dihasilkan oleh nelayan, b) asal unit-unit penangkapan terkait yang mendarat di PPN Palabuhanratu, c) pangsa pasar komoditas tuna dan layur, serta d) bentuk kemitraan yang terjalin antara nelayan dengan perusahaan. (2) Manajemen rantai menerangkan struktur manajemen yang digunakan di antara mata rantai, kesepakatan kontraktual yang dibuat, dan peranan pemerintah dalam rantai pasok; Manajemen rantai lebih difokuskan untuk menjelaskan model struktur rantai pasok yang memiliki andil besar dalam peningkatan pendapatan nelayan kecil dan menengah, ikatan kontraktual di dalam rantai pasok, sistem pelelangan ikan, dan sistem transaksi yang dilakukan antara nelayan dan perusahaan maupun antara nelayan dan juragan.
40 (3) Sumber daya rantai menerangkan sumberdaya yang digunakan dalam setiap proses pada setiap anggota rantai; Aspek kajian sumber daya rantai tuna dan layur difokuskan untuk menjelaskan produktivitas, dan prospek pengembangannya. Sumberdaya fisik juga dikaji seperti infrastruktur transportasi, dan infrastruktur pelabuhan perikanan. (4) Proses bisnis rantai menerangkan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasok, pihak-pihak yang terlibat, dan tingkat integrasi dari prosesproses yang ada dalam rantai pasok. Proses bisnis rantai mengkaji hubungan keterkaitan yang terjadi di antara anggota rantai pasok serta pengaruhnya bagi proses bisnis. Proses bisnis yang terjadi di dalam rantai pasok komoditas tuna dan layur ditinjau dari segi hubungan proses bisnis dan pola distribusi. 3) Analisis kelembagaan kemitraan Berdasarkan pada kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan (Gambar 6), analisis kelembagaan kemitraan difokuskan pada identifikasi peran dan fungsi kelembagaan minapolitan, model interaksi antar lembaga yang bermitra (pemerintah, industri/swasta dan akademisi) serta model kemitraan dan aturan main (rule of the game) yang disepakati dalam kemitraan. Pihak pemerintah yang terkait dengan pengembangan minapolitan perikanan tangkap adalah Pemda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, PPN Palabuhanratu, dan Dinas Pariwisata. Pihak swasta adalah nelayan, perbankan, dan perusahaan yang terkait dengan pengembangan perikanan tuna dan layur. Pihak akademisi mencakup lembaga pendidikan tinggi dan lembaga kajian yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Selanjutnya, dilakukan penyempurnaan masing-masing model kemitraan minapolitan yang sudah berjalan serta pengembangan model integrasi kemitraan kelembagaan minapolitan.
41
PERMASALAHAN KEMITRAAN USAHA ASPEK PRODUKSI -
Kelembagaan nelayan rendah Didominasi oleh jenis usaha skala kecil Adopsi teknologi rendah Produktivitas rendah Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas belum terjamin - Informasi pasar kurang
ASPEK PEMASARAN - Pengelolaan TPI belum efektif dan efisien - Kelembagaan pasar belum efektif - Kelembagaan industri pengolahan belum optimal - Belum mampu mengembangkan segmentasi pasar
ANALISIS KELEMBAGAAN KEMITRAAN -
Identifikasi peran dan fungsi kelembagaan minapolitan Permasalahan kelembagaan kemitraan minapolitan Model kelembagaan kemitraan minapolitan Model interaksi antar kelembagaan kemitraan minapolitan Aturan main (rule of the game) kemitraan
PENYEMPURNAAN MODEL KEMITRAAN YANG BERDAYA SAING
JARINGAN KEMITRAAN YANG BERDAYA SAING, TERINTEGRASI DALAM SISTEM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP SECARA BERKELANJUTAN
Gambar 6 Kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap.
3.4.3
Strategi pengembangan model minapolitan perikanan tangkap Dalam rangka penerapan model minapolitan perikanan tangkap dalam suatu
sistem yang nyata dibutuhkan suatu analisis perencanaan implementasi model. Dalam penelitian ini, perumusan strategi dilakukan dengan pendekatan analisis SWOT dan balanced scorecard. Kerangka perumusan strategi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
42
Visi/misi & Tujuan
Analisis Internal
Analisis Eksternal Analisis SWOT
Tema-Tema Strategis: ……………………………………………….. ……………………………………………….. ………………………………………………..
Persepsi Keuangan: ………………… ………………… …………………
Persepsi Persepsi Bisnis Pelanggan dan Internal: Stakeholder : ………………… ………………… ………………… ………………… ………………… ………………… Sumber: diadopsi dari Yuwono et al. (2007) dan Imelda (2004)
Persepsi Kapasitas SDM: ………………… ………………… …………………
Gambar 7 Kerangka perumusan strategi dengan pendekatan SWOT dan balanced scorecard. 1) SWOT Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal program minapolitan. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunities) dan tantangan (threaths). Dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Marimin 2004, diacu dalam Nazdan et al. 2008); (1) Tahap evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan menganalisis data-data yang relevan dengan lingkup penelitian.
43 (2) Tahap analisis (analisis SWOT), yaitu pembuatan matrik internal dan matriks eksternal serta matriks SWOT. Bobot (B) setiap unsur faktor internal dan eksternal merupakan kunci keberhasilan (Key Success Factor/KSF) yang memiliki nilai antara 0 (tidak penting) sampai 1 (sangat penting). Bobor KSF tersebut ditentukan dengan membandingkan derajat kepentingan setiap KSF yang satu dengan KSF yang lain dengan mengunakan pendekatan matrik banding berpasangan. Faktor-faktor kunci keberhasilan tersebut kemudian diberi rating (R) yang menandakan nilai dukungan masing-masing faktor dalam pencapaian tujuan. Penilaian menggunakan skala Likert yang dimulai dari rating 4 (sangat perpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 ( kurang berpengaruh) dan 1 (tidak berpengaruh). Bobot faktor dan rating akan menentukan skor (BxR) atau nilai bobot dukungan terhadap pencapaian tujuan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Dalam tahap ini peneliti membuat justifikasi sendiri terhadap nilai tingkat kepentingan dan rating dari setiap KSF berdasarkan data dan kondisi aktual di lapangan yang berpengaruh terhadap pencapaian pengelolaan minapolitan yang optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya dari jumlah skor dalam setiap faktor SWOT diperoleh total skor faktor internal dan skor faktor eksternal yang
digunakan
untuk
mengetahui
posisi
strategi
pengembangan
minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu pada posisi kuadran tertentu dalam kuadran strategi SWOT. (3) Tahap pengambilan keputusan (penentuan alternatif strategi). Dalam tahap ini dilakukan dengan merujuk kembali terhadap KSF yang memiliki bobot yang paling berpengaruh terhadap pencapaian tujuan. Stretegi pada matriks hasil SWOT dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan peluang yang ada untuk menghadapi ancaman (ST), penggunaan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan penggunaan kelemahan untuk mengadapi ancaman yang akan datang (WT). Strategi yang dihasilkan terdiri dari berbagai alternatif (tema-tema) strategi yang dibuat berdasarkan posisi kuadran SWOT. Tema-tema strategi tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam analisis balanced scorecard.
44 2) Balanced Scorecard Pada penelitian ini, analisis balanced scorecard digunakan untuk menterjemahkan misi program minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu ke dalam strategi, tujuan, ukuran serta target yang ingin dicapai. Selanjutnya, diharapkan dapat dikomunikasikan dengan baik kepada unit-unit yang ada untuk dapat dilaksanakan sehingga semua unit mempunyai tujuan yang sama yaitu mensejahterakan masyarakat nelayan. Pengelola minapolitan (Pokja Minapolitan) dapat diasumsikan sebagai organisasi publik yang tidak berorientasi kepada profit tetapi melayani kebutuhan masyarakat nelayan. Oleh karena itu, dalam penggunaan balanced scorecard diperlukan beberapa perubahan konsep seperti (1) perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard adalah misi untuk melayani masyarakat, (2) perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan, (3) perspektif pelanggan menjadi perspektif pelanggan dan stakeholder, dan (4) perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif kapasitas pengelola program minapolitan (Gambar 8). Misi
Pelanggan dan Stakeholders
Finansial
Strategi
Proses bisnis internal Financial
Kapasitas kelembagaan pengelola minapolitan Sumber: diadopsi dari Imelda (2004)
Gambar 8 Perubahan konsep balanced scorecard yang digunakan dalam perumusan strategi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.
Berdasarkan Gambar 8, perspektif pelanggan dan stakeholder bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan program
45 minapolitan yang berdaya saing dan berkelanjutan. Perspektif finansial bertujuan untuk mengurangi biaya jasa pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan lebih efisien dan efektif. Perspektif bisnis internal bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Adapun perspektif kapasitas
kelembagaan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
kompetensi kelembagaan minapolitan supaya minapolitan memiliki daya saing yang optimal dan berkelanjutan. Mengacu Nurani et al. (2011), tahapan yang digunakan dalam penyusunan balanced scorecard minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu sebagai berikut: (1) Perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT Tahapan ini pada dasarnya telah dilakukan pada saat melakukan analisis SWOT. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan anggota Pokja Minapolitan. Berdasarkan analisis SWOT tersebut, pengelola minapolitan diharapkan mampu menempatkan diri, melalui misi dan strateginya, untuk menggali dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang yang ada dengan kekuatan yang dimilikinya. Pada saat yang sama, pengelola minapolitan harus mampu memaksimalkan kapasitas kelembagaan minapolitan untuk mengatasi atau meminimalisasi kelemahan dan ancaman yang ada melalui strategi yang tepat. (2) Perumusan strategi dalam perspektif balanced scorecard Pada tahap ini, perumusan strategi dari hasil analisis SWOT akan diplotkan ke dalam perspektif balanced scorecard yaitu a) perspektif pelanggan dan stakeholder, b) perspektif finansial, c) perspektif proses bisnis internal, serta d) perspektif kapasitas kelembagaan minapolitan. Jika perspektif ini dirasa belum memadai, memungkinkan untuk penambahan perspektif lain berdasarkan pada alasan-alasan strategis yang kuat dan relevan dengan pencapaian misi minapolitan. (3) Perumusan sasaran strategi Pada tahapan ini akan merinci visi pada tiap-tiap perspektif dan merumuskan sasaran strategis (indikator ukuran hasil atau indikator akibat).
46 Selanjutnya, memformulasikan diagram hubungan sebab akibat sasaran strategis dari keempat perspektif tersebut. (4) Identifikasi faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur) Pada tahapan ini akan menetapkan apa yang dibutuhkan visi untuk berhasil dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh besar dalam pencapaian hasil. Artinya, pada tahapan ini akan menentukan faktor-faktor apa saja yang paling penting bagi kesuksesan, kemudian menyusun prioritasnya. Faktor-faktor kunci keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang seharusnya dilakukan pengelola program dalam pengembangan bisnis minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. (5) Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan Tolok ukur sebagaimana telah dirumuskan pada tahap sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam target-target yang dapat dijangkau pada periode waktu tertentu. Target-target tersebut dapat dicapai melalui langkahlangkah tindakan atau inisiasi (indikator sebab). Nurani et al. (2011) menjelaskan bahwa indikator sebab merupakan langkah-langkah untuk pencapaian indikator akibat. Mengacu Yuwono et al. (2007) inisiasi tersebut harus
mencakup
keseimbangan
orang-orang
dalam
yang
balanced
bertanggung
scorecard
jawab
artinya
sedangkan
mencerminkan
keseimbangan antar berbagai eleman penting dalam kinerja pengelola program minapolitan. Setelah program minapolitan dilaksanakan, problem selanjutnya adalah bagaimana menjaga dan memelihara keberlanjutan program itu sendiri. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan mengkaji model pemeliharaan program yang mengadopsi dari konsep siklus pengelolaan program dan siklus manajemen kendali mutu. Gambar 9 menggambarkan proses pencapaian visi dan misi program dengan cara continous improvement (PDCA = Plan Do Check Act) dan menggunakan manajemen berbasis proses. Secara teknis, perbaikan berkelanjutan merupakan salah satu mekanisme evaluasi program untuk membandingkan antara standar mutu program (indikator program yang telah dirumuskan dalam balanced scorecard) dengan pencapaian hasil pelaksanaan program (input, proses, output
47 dan dampak). Secara sistematis, perbaikan atau pemeliharaan berkelanjutan seperti terlihat pada Gambar 10. Monitoring Pengelola Program
D
Pelaksanaan (4)
(Do) 1. 2.
1. Ada ridak peningkatan kinerja terhadap tahun lalu 2. Apa upaya-upaya yang telah dilakukan.
Evaluasi Kinerja Pengelola Program
Visi Misi melalui standar mutu (indikator) Kepuasan Beneficaries Organisasi dan tupoksinya (1) Pelaksanaan program & dokumen BSC (2) Strategi Pengembangan Program (3)
C (Check)
P (Plan)
A
Perbaikan, tindak lanjut dan Peningkatan mutu program
(6)
(Act)
Evaluasi Independen (5) Rumusan Koreksi (Rumusan Tindakan Koreksi)
Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010)
Gambar 9 Konsep siklus perbaikan program minapolitan.
STANDAR Spesifikasi Indikator Program
PERBAIKAN PROGRM
CAPAIAN INDIKATOR INPUT
CAPAIAN INDIKATOR PROSES
CAPAIAN INDIKATOR OUTPUT
CAPAIAN INDIKATOR DAMPAK
PENILAIAN CAPAIAN INDIKATOR
ANALISIS GAP
Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010)
Gambar 10 Pemeliharaan program secara berjenjang dan berkelanjutan.
48 Pada penelitian ini, analisis gap dibatasi hanya mengidentifikasi gap berdasarkan beberapa indikator kunci seperti pada Tabel 2. Indikator-indikator kunci tersebut dinilai menurut persepsi responden dan peneliti. Mengadopsi konsep
Moenandir
(2010),
range
penjumlahan
bobot
pada
Tabel
2
diklasifikasikan dalam 3 katagori penilaian sebagai berikut: 1. 75% - 100%
:
Pengelola
program
relatif
siap
untuk
menjamin
pemeliharaan program 2. 50% - 74%
:
Pengelola program masih harus memperbaiki kinerja
3. 1% - 45%
:
Sistem manajemen pengendalian kualitas program sangat butuh perbaikan agar capaian indikator program optimal
Tabel 2 Indikator kunci analisis gap dan bobot skor penilaian Indikator Kunci
Skor
Pengelola program minapolitan tidak memahami apa yang diperlukan untuk pengembangan program
0
Pengelola program minapolitan memahami kebutuhan program, tetapi tidak melakukan rencana aksi untuk memenuhi kebutuhan tersebut
1
Pengelola program minapolitan memahami rencana aksi ini adalah suatu hal yang baik untuk dilakukan, tetapi tidak melakukannya
2
Pengelola program minapolitan melakukan rencana aksi terkadang saja
3
Pengelola program melakukan rencana aksi tetapi belum sempurna
4
Pengelola program melakukan rencan aksi dengan baik
5
Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010)