III METODOLOGI Penelitian ini dimasudkan sebagai kajian pemanfaatan ruang PPK untuk budidaya rumput laut yang berkelanjutan sesuai potensi dan daya dukung lingkungan dengan pendekatan ecological footprint. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu pertama mengidentifikasi kesesuaian ruang perairan untuk budidaya rumput laut dilakukan dengan cara menentukan kesesuaian perairan untuk budidaya berdasarkan perhitungan kebutuhan ruang (ecological footprint rumput laut) dan ketersediaan ruang (biocapacity). Untuk menghitung kebutuhan ruang didasarkan pada tiga komponen meliputi tingkat konsumi, produktivitas dan kegiatan impor – ekspor. Hasil yang diperoleh berupa besaran ha/kapita, yang berarti setiap orang membutuhkan area perairan untuk budidaya rumput laut didasarkan pada pemanfaatan saat ini. Sedangkan perhitungan ketersediaan ruang perairan didasarkan pada metode skoring dan tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang mendukung untuk budidaya rumput laut. Kemudian hasil yang diperoleh berupa besaran ha. Adapun masing-masing nilai EF dan BC dinormalisasikan dengan equivalence factor (EqF). Nilai EqF adalah 0,06 merupakan nilai EqF berdasarkan tipe ekosistem laut (Warren-Rhodes dan Koenig 2001) Selanjutnya kedua mengestimasi daya dukung ruang ekologi perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut didasarkan pada perbedaan tingkat kebutuhan ruang (EF) terhadap ketersediaan ruang (BC) yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Jika nilai EF > BC maka disebut overshoot dimana tingkat kebutuhan ruang telah melebihi kemampuan ruang untuk mendukung budidaya rumput laut, demikian pula sebaliknya jika nilai EF < BC maka disebut undershoot (Schaefer et.al 2006). Alur kerangka analisis disajikan pada Gambar 4. 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dimulai bulan Maret – Mei 2007, di Gugus Pulau
Salabangka, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.
21
Ruang Ekologi Pulau-Pulau Kecil (Gugus Pulau Salabangka)
Analisis Kebutuhan Rumput Laut (Ecological Footprint/EF Rumput Laut)
Data Footprint Rumput Laut : - Data Tingkat Konsumsi (Domestic Extraction/DE) - Data Produktivitas (Y) - Data Impor (IM) – Ekspor (EX)
Identifikasi Pemanfaatan Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
Oseanografi : - Kecepatan arus - Kecerahan - Kedalaman - Keterlindungan - Dasar perairan - Salinitas - Suhu - pH - Oksigen Terlarut - Nutrient
Analisis Ketersediaan Ruang (Biocapacity/BC Budidaya Rumput Laut)
Data Primer
Data Digital
Data Sekunder
Interpolasi Data
Peta Tematik -i
Peta Tematik -ii
Peta Tematik -n
Basis Data
Kriteria Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
Analisis Data
Analisis Spasial
Peta Kesesuaian Peraian untuk Budidaya Rumput Laut
Kebutuhan Rumput Laut (Ecological Footprint/EF Rumput Laut)
Ketersediaan Ruang (Biocapacity/BC Budidaya Rumput Laut)
Analisis Ruang Ekologi Budidaya Rumput Laut EF > BC (Overshoot) atau EF < BC (Undershoot)
Keberlanjutan Budidaya Rumput Laut Gugus Pulau Salabangka
Gambar 4 Alur Kerangka Analisis
22
3.2
Metode Penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mempertimbangkan kondisi
wilayah penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dalam pemanfaatan sumberdaya PPK khususnya untuk budidaya rumput di Gugus Pulau Salabangka. 3.3
Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Untuk data primer diperoleh langsung pada lokasi penelitian melalui wawancara, pengamatan langsung dan observasi terencana (menggunakan kuisioner). Sedangkan data sekunder dilakukan melalui penelusuran kepustakaan dari jurnal dan laporan, baik yang berasal dari instansi terkait (seperti BPS, Dinas Kelautan dan Perikanan) maupun lembaga pendidikan. Jenis data dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kelompok data primer terdiri dari data oseanografi (parameter fisika- kimia) dan data sosial ekonomi, yang meliputi tempat tinggal, jenis kelamin, umur, sumber pendapatan, pengalaman dan pengeluaran, kedua data tersebut bertujuan dalam identifikasi kesesuaian ruang budidaya rumput laut,. Sedangkan data sekunder mencakup data monografi, dan laporan hasil penelitian. 3.3.2 Metode Pengambilan Data Metode pengukuran parameter fisika-kimia (Lampiran 1) perairan dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan tempat budidaya rumput laut dengan jumlah stasiun pengamatan adalah 15 buah (Gambar 4). Dalam metode ini, parameter yang dilakukan pengukuran meliputi parameter kecepatan arus, kecerahan dan kedalaman, dasar perairan/substrat, suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan pengukuran in situ. Sedangkan parameter nitrat dan fosfat dilakukan pengukuran di laboratorium. Dalam pengambilan data sosial ekonomi, responden yang menjadi contoh dalam penelitian ini adalah pembudidaya dan pengumpul rumput laut di Gugus Pulau Salabangka yaitu pembudidaya 253 orang, dan pengumpul rumput laut sejumlah 38 orang, serta
23
didasarkan pada batas administrasi desa (Gambar 5). Dengan pertimbangan kondisi pengambilan sampel bersifat homogen, maka teknik pengambilan responden menggunakan teknik acak sederhana. Tabel 1 Jenis Data dan Parameter yang diukur No 1.
Jenis Data
Parameter
Data Fisika
Data Kimia
2.
Budidaya rumput laut
-
Kedalaman (m) Kecepatan arus (cm/detik) Keterlindungan Dasar perairan Kecerahan (%) Suhu (oC) Salinitas (ppt) Derajat keasaman/pH Oksigen terlarut (mg/l) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l)
-
Jumlah petani rumput laut Tenaga kerja Jenis bibit rumput laut Hasil panen (ton) dalam bentuk basah dan kering Keuntungan (Rp/orang) Luas lahan budidaya (ha) Harga jual per kg (basah dan kering) Produksi rumput laut (ton) Luas lahan (ha) Jumlah Pembudidaya (kapita) Permintaan (ton) Tempat tinggal Umur Sumber pendapatan Pengalaman Pengeluaran pembudiaya
3.
Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)
4.
Sosial Ekonomi
-
–
-
Alat/Metode -
Batu Duga dan Data Sekunder Layang-layang arus (drift float), stop watch dan kompas geologi Data Sekunder Visual Secchi Disk Termometer Salinometer pH meter Titrasi Spektrofotometer (Laboratorium) Spektrofotometer (Laboratorium)
Kuisioner
12 2 °1 9 '3 0 "
12 2 °2 1 '4 0 "
12 2 °2 3 '5 0 "
12 2 °2 6 '0 0 "
G U G U S P U L A U S A B A L AN G K A K AB U P A T E N M O R O W AL I S U L AW E S I TE N G A H 2°59'20"
2°59'20" 1
0
1
2 km
S k a l a 1 : 80 . 0 0 0 Tg . L a bo P . P ad op ad o
c
Ko l o n o
D o ng k a l a
Pe t a I n d e k s 11 9
12 3
12 4
12 5
-1
b
b
Bo e t a l is e
b
b
W a ru w a ru
P . W a ru w ar u
c
-2
-2 PR OV. S UL A WE S I B AR AT
-3 -4
Ke p. S al ab an gk a
-3 LA U T BA N D A
PR OV. S ULA WE S I SE L AT AN
-4
PR OV. S UL A WE S I T ENGGA R A
TE LU K B O N E
-5
Ba k a la
-5
-6
Bu a j a n gk a
b
Pa k u Po
b
c
P. P ak u
La k o m b u lo
b
b
l Se
bc
-7
LA U T FL O RE S
11 9
12 0
12 1
12 2
12 3
12 4
12 5
12 2 ° 0 0 '
12 2 ° 2 0 '
L e g e n d a Pe t a
c
Bu n g i n ke l a
c
S ta s iu n P ar a m e t e r B io fi sik
b
S ta s iu n S o s e k G a r is pa n tai J a la n la in
Bu to n
P. K a le ro an g
b
J a la n s e t a p a k
Ja w i ja w i
3°3'40"
ka ng ba la a tS a
Ka l e ro a n g
B el uk a r D ar a t S u la w e s i Hu t an La ut P as i r /Ke r a ka l P em u k im a n
P. K a ra ntu
c
PR O V . SU L A WE SI T EN G G A R A
-6
-7
Ko b u ru
c
Ke p. Sa l aba ng k
P ROV. SUL A WES I T E NGAH
Le m o
c
0 3°00'
LA U T M AL U K U
3°20'
b
Pa d a b a le
c
12 2 ° 2 0 '
1 PR O V . SU L A WE SI T EN G A H
P . T a di n an g
P . P ad ab al e
12 2 ° 0 0 ' 2
PR OV. S UL A WE S I U TAR A
PR OV. GO R ONT ALO
3°1'30"
3°1'30"
12 2
LA U T SU LA W E SI
0 -1
Tg . K e e s a ha
c
3°3'40"
12 1
1
c
c
P . B ap a
12 0
2
Tg . L o tor e n de
3°00'
b
Tg . K a da ng a
3°20'
b
Pa d o p a d o Ka m p u h b a u
S EL A T MAK A SSA R
c
c
Te ga l/L a d a n g Su m b e r : 1. P e ta R u p a B u m i I nd o n e s i a , l e m b ar 2 2 1 2- 5 4 K a le ro a n g , B A K O S U R T A N AL , ta h un 1 9 9 2 2. S u r v ey l a p a n g a n t a hu n 2 0 0 6
c
Si ng ka t an
3°5'50"
3°5'50"
P : P u la u T g : T a n ju ng
K A B U P A TE N M O R O W A L I
LA U T B A ND A
M A ' SIT A S A R I C 2 5 1 0 5 0 12 1
12 2 °1 9 '3 0 " U
PE T A LO KA S I P EN E LIT IA N
12 2 °2 1 '4 0 "
12 2 °2 3 '5 0 "
12 2 °2 6 '0 0 "
Pr o g r a m S tu d i Pe n g e l o la a n S u m b er d a y a Pe s is i r d an L a u ta n Se k o la h P ar c a s a rj a na In s titut Pe r ta n ia n B og o r B o g or 20 0 7
24
Gambar 5 Lokasi Penelitian Analisis Ruang Ekologis Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil untuk Budidaya Rumput Laut Gugus Pulau Salabangka, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah
25
3.4
Analisis Data Menurut Wilson dan Anielski (2005), ruang ekologis merupakan dampak
yang ditimbulkan dari setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat
kemajuan
terhadap
keberlanjutan
masyarakat
dalam
pemanfaatan sumberdaya alam dengan pendekatan ecological footprint. Keberlanjutan dalam konteks ini, berarti untuk mencapai hidup yang memuaskan tanpa melampaui kapasitas regeneratif suatu lingkungan. Lebih lanjut Wackernagel menggunakan konsep ecological footprint untuk menghitung tingkat konsumsi terhadap sumberdaya, dan didasarkan pada pemikiran bahwa ketersediaan sumberdaya alam hayati (ruang) dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, dihasilkan oleh suatu luasan bumi yang produktif secara biologis (Ludvianto 2001). Selanjutnya Adrianto (2006a) menyebutkan bahwa pendekatan ecological footprint
merupakan
suatu
konsep
daya
dukung
lingkungan
dengan
memperhatikan tingkat konsumsi populasi, dimana perbedaan kebutuhan area dengan ketersedian ecological capacity dapat menunjukkan overshoot atau undershoot terhadap pemanfaatan sumberdaya. Analisis daya dukung ruang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ecological footprint berdasarkan kebutuhan ruang ekologi untuk pengembangan rumput laut dimana perhitungan ecological footprint didasarkan tingkat kebutuhan rumput laut terhadap biocapacity yang didasarkan pada ketersediaan ruang yang secara ekologi mendukung budidaya rumput laut (Adrianto 2006a). 3.4.1 Analisis Kebutuhan Ruang Perairan Analisis kebutuhan ruang ini didasarkan pada tingkat kebutuhan rumput laut untuk menunjukkan area perairan dalam kegiatan budidaya (rumput laut) yang digunakan per kapita dari perhitungan terhadap populasi (pembudidaya) suatu wilayah. Model Haberl’s digunakan sebagai model dasar perhitungan ecological footprint rumput laut (Haberl et al. 2001 in Ditya 2007 ), yaitu sebagai berikut :
26
EFi =
DEi IM i EX i + − Ylok i Yreg i Ylok i
dimana EFlok =
∑ EF EqF i
Dimana : EFi EFlok DEi IMi EXi Ylok i Yreg i EqF
: Ecological Footprint rumput laut pulau ke-i (Ha/kapita) : Total Ecological Footprint (lokal) (Ha/kapita) : Tingkat Konsumsi rumput laut pulau ke-i (Ton/kapita) : Produksi rumput laut yang ”di impor” dari pulau lain (Ton/Ha) : Produksi rumput laut yang ”di ekspor” ke pulau lain (Ton/Ha) : Produktivitas rumput laut di pulau ke-i(Ton/Ha) : Produktivitas di gugus ke-i (Ton/Ha) : Equivalence Factor
3.4.2 Analisis Ketersediaan Ruang Analisis ketersedian ruang (biocapacity) ini didasarkan pada kesesuaian perairan yang mendukung budidaya rumput laut. Kesesuaian ruang perairan untuk budidaya rumput laut secara spasial menggunakan konsep evaluasi lahan. Konsep ini didasarkan pada parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang secara ekologi merupakan prasyarat kelayakan dalam budidaya rumput laut. Untuk itu digunakan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG), guna melihat luas perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut di Gugus Pulau Salabangka. Dalam menentukan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ditentukan dengan metode skoring dengan mengambil beberapa parameter dan menggunakan
teknik
tumpang
susun
(overlay)
bertingkat.
Selanjutnya
menentukan tingkat kelayakan dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka dan informasi dari para pakar. Matriks kesesuaian perairan dapat dilihat pada Tabel 2. Bobot terbesar sampai terkecil diberikan berdasarkan besarnya pengaruh parameter terhadap kegiatan budidaya rumput laut. Nilai skor diperoleh dari hasil perkalian batasan nilai (setiap kategori) dan bobot, sehingga nilai skor yang diperoleh merupakan hasil kelayakan lokasi tersebut. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian lahan/perairan dibedakan pada tiga tingkatan (FAO 1976 yang diacu oleh Hardjowigeno et.al 2001) dan didefinisikan sebagai berikut :
27
Kelas S1 :
sangat sesuai, yaitu perairan tidak mempunyai faktor pembatas yang berat atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti (minor) dan secara nyata tidak akan menurunkan produktivitas perairan untuk budidaya rumput laut. Nilai scoring untuk kelas S1 sebesar 3.
Kelas S2 :
sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang agak berat dan akan mempengaruhi produktivitas perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Untuk itu, dalam pengelolaannya diperlukan tambahan masukan (input) teknologi dan tingkat perlakuan. Nilai scoring untuk kelas S2 sebesar 2.
Kelas N :
tidak sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang sifatnya permanen, sehingga tidak sesuai untuk budidaya rumput laut. Nilai scoring untuk kelas N sebesar 1.
Nilai kesesuaian perairan yang diperoleh berkisar antara 0 – 300. Selanjutnya kisaran nilai ini di bagi ke dalam 3 kelas, sehingga diperoleh kisaran nilai kesesuaian sebagai berikut : •
Nilai 251 – 300 (S1) = sangat sesuai
•
Nilai 151 – 250 (S2) = sesui
•
Nilai 0 – 150
(N) = tidak sesuai
Kategori kelas kesesuaian yang digunakan untuk menghitung biocapacity meliputi kelas sangat sesuai dan kelas sesuai, dengan menggunakan rumus :
BC k = Ak EqF Keterangan :
dimana
BC lok =
∑ BC
k
Ak = Luas perairan budidaya rumput laut kategori ke - k(Ha) EqF = Equivalence Factor
28
Tabel 2 Matriks Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut No 1. 2.
Parameter Kecepatan arus (cm/detik) Terlindung dari pengaruh angin dan gelombang
Kategori dan Skor S2 Skor
Bobot (%)
S1
Skor
15
20-30
3
11-19 atau 31-45
11
Sangat terlindung
3
Terlindung
N
Skor
2
< 11 atau > 45
1
2
Tidak terlindung
1
2
< 0,1 atau > 3,5
1
2
< 0,1 atau > 3,5
1
3
0,1-< 0,9 atau 3-3,5 0,01-<0,02 atau 1,02,0 60 - 79
2
32 – 34
3
25 – 31
2
11
Karang Berpasir
3
Pasir – pasir berlumpur
Derajat Keasaman/pH
5
7.5 – 8,5
3
9.
Suhu (oC)
9
29 – 31
10
DO (mg/L) Kedalaman air (m) Jumlah
5 15
3.
Nitrat (ppm)
5
0,9-3
3
4.
Phosphat (ppm)
5
0,02-1,0
3
5.
Kecerahan (%)
11
80 - 100
6.
Salinitas (ppt)
8
7.
Dasar perairan
8.
11.
< 60 < 25 atau > 35
1
2
Lumpur
1
7,5 – 6,8
2
< 6,8
1
3
25 – 28
2
>4
3
2
3 – 30
3
2–4 1 – 3 atau 31 – 40
2
< 25 atau > 32 <2 <0,5 atau >40
100
Sumber :Sulistijo (2002), Amarullah (2007), Besweni (2002), FAO (1989) (diolah kembali).
1
1 1 1