INVENTARISASI EMISI CO2 DARI PROSES KALSINASI PADA INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BERDASARKAN IPCC GUIDELINES 2006 INVENTORY OF CO2 EMISSION FROM CALCINATION IN CEMENT INDUSTRY IN INDONESIA BASED ON IPCC GUIDELINES 2006 Seny Damayanti1,Puji Lestari2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl.Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected],
[email protected] Abstrak Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai upaya menghadapi pemanasan global yang ditindak lanjuti dengan adanya Rencana Aksi penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dari beberapa sektor. Industri semen termasuk dalam sektor industri yang dianggap sebagai kontribusi utama emisi gas rumah kaca khususnya gas CO2. Emisi CO2 pada industri semen dihasilkan dari proses kalsinasi dan konsumsi bahan bakar. Dalam studi ini dilakukan inventarisasi emisi CO2 dari proses kalsinasi yang mengacu pada IPCC Guideline tahun 2006 metode Tier 1 dan Tier 2 untuk periode 2002-2011. Studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat emisi CO2 dan tren perubahan emisi gas rumah kaca dari proses kalsinasi pada industri semen di Indonesia. Hasil studi menunjukkan emisi CO2 dari proses kalsinasi menggunakan kedua Tier IPCC Guideline 2006 selama tahun 20022011 mengalami fluktuasi. Penurunan emisi CO2 terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 5.2% (Tier 1) dan 5.3% (Tier 2) dari tahun 2008 sedangkan peningkatan emisi paling tinggi terjadi tahun 2011 yaitu 13% (Tier 1) dan 8.8% (Tier 2) dari tahun 2010. Walaupun berfluktuasi namun tren menunjukkan bahwa emisi CO2 dari proses kalsinasi di industri semen di Indonesia selama tahun 2002-2011 mengalami peningkatan. Emisi CO2 menggunakan metode Tier 2 menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan Tier 1. Berdasarkan analisis ketidakpastian data yang merujuk pada IPCC Guideline 2006 menunjukkan bahwa ketidakpastian data pada perhitungan Tier 1 lebih tinggi dibandingkan Tier 2. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan Tier akan menghasilkan inventarisasi yang semakin baik. Diperlukan dokumentasi dari setiap industri semen mengenai data-data spesifik yang diperlukan sehingga dapat menghasilkan inventarisasi emisi yang representatif dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya pelaksanaan aksi penurunan GRK di Indonesia. Kata Kunci : Gas CO2, Industri Semen , IPCC Guideline 2006, Inventarisasi emisi, Proses Kalsinasi Abstract Indonesia has committed to reduce greenhouse gas emissions as an effort to deal with global warming that followed up with the Action Plan for Greenhouse Gas reduction (RAN-GRK) from several sectors. Cement industry included in the industrial sector which is considered as the main contribution of greenhouse gas emissions especially CO 2. CO2 emissions in the cement industry is produced from calcination and fuel consumption. In this study conducted an inventory of CO2 emissions from the calcination process refers to the 2006 IPCC Guidelines Tier 1 and Tier 2 period 2002-2011. This study aims to determine the level of CO 2 emissions and CO2 emissions of changing trends from calcination process of the cement industry in Indonesia. The study shows CO 2 emissions from calcination process using both Tier IPCC 2006 Guidelines for the year 2002-2011 fluctuated. CO2 emission reduction was greatest in 2009 is 5.2% (Tier 1) and 5.3% (Tier 2) from 2008, while the highest increase in emissions occurred in 2011 at 13% (Tier 1) and 8.8% (Tier 2) from 2010 . Although fluctuating, but the trend shows that the CO2 emissions from the calcination process in cement industry in Indonesia during the years 2002 to 2011 has increased. CO2 emissions using the Tier 2 method showed a lower than Tier 1. Based on the analysis of data uncertainty refers to the IPCC Guideline 2006 showed that the uncertainty in the calculation of Tier 1 data is higher than Tier 2. This suggests that higher levels of tier will result in a better inventory. Required documentation from each of the cement industry specific data are needed in order to produce a representative inventory of emissions and can be used as a reference in the implementation of GHG reduction actions in Indonesia. Keywords : Calcination, Cement Industry, CO2, Emission, Inventory, IPCC Guideline 2006 1
PENDAHULUAN Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai upaya menghadapi pemanasan global yang ditindak lanjuti dengan adanya Rencana Aksi penurunan Gas Rumah Kaca (RANGRK) dari beberapa sektor. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011, lima bidang prioritas dalam RAN-GRK yaitu pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri,
pengelolaan limbah dan kegiatan pendukung lainnya. Salah satu sub sektor industri yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia adalah industri semen yang merupakan kontributor utama dari sub sektor industri mineral. Berdasarkan laporan Indonesia Second National Communication (2010), pada tahun 2000 industri semen mengemisikan 25006.12 Gg CO2 dari total 28923.82 Gg CO2. Emisi CO2 dalam pembuatan semen dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan kalsinasi batu kapur dalam campuran mentah (raw mix) (Worrell et al., 2003). Dalam proses kalsinasi untuk memproduksi klinker, batu kapur yang bahan utamanya adalah kalsium karbonat (CaCO3) dipanaskan untuk menghasilkan CaO dan CO2. CaO kemudian bereaksi dengan silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3) untuk membentuk klinker. Reaksi yang terjadi pada proses kalsinasi yaitu (Hanle et al., 2006): CaCO3 + Panas CaO + CO2
Berdasarkan Peraturan Presiden No.71 Tahun 2011 inventarisasi GRK adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan karbon (carbon stock). Pada penelitian ini dilakukan inventarisasi emisi CO2 dari proses kalsinasi di industri semen di Indonesia untuk mengetahui tingkat dan kecenderungan emisi CO2 dalam jangka waktu 2002-2011. Inventarisasi emisi CO2 mengacu pada Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) Guideline 2006, menurut Thamrin (2011) dalam pedoman RAN-GRK metode ini merupakan metodologi standar yang digunakan Indonesia dalam melakukan inventarisasi GRK. Pedoman yang digunakan adalah IPCC Guideline 2006 volume 2 chapter 2 mengenai industri mineral.
METODOLOGI Metodologi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.
Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder (Industri semen, IPCC GL, Jurnal, dll) Penentuan Tier (Tingkat Ketelitian) dari IPCC GL 2006 (Menyesuaikan data yang tersedia dengan data yang diperlukan suatu Tier) Perhitungan Emisi CO2 Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
Gambar 1. Metodologi Penelitian 2
Pengumpulan Data Data yang digunakan berupa data sekunder yang didapatkan dari dokumentasi Asosiasi Semen Indonesia (ASI), website masing-masing industri semen yang ada di Indonesia, IPCC Guidelines 2006 dan jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian inventarisasi emisi CO2. Data yang diperoleh diantaranya produksi semen, data produksi klinker, data klinker ekspor dan impor tahun 2002-2011, fraksi klinker dalam semen, faktor emisi klinker, faktor emisi karbonat, dan data lain yang diperlukan. Penentuan Tingkat Ketelitian (Tier) untuk Inventarisasi Emisi CO2 Terdapat 3 tingkat ketelitian (Tier) berdasarkan IPCC Guideline 2006 untuk menghitung emisi CO2 dari proses kalsinasi di industri semen. Penentuaan Tier dilakukan dengan menyesuaikan antara data yang diperoleh dengan data yang diperlukan pada perhitungan suatu tier. Data yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan untuk perhitungan Tier 1 dan Tier 2 sehingga dipilih 2 metode tersebut untuk menghitung emisi CO2 dari proses kalsinasi pada industri semen di Indonesia. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan untuk menghitung estimasi emisi CO2 dari proses kalsinasi pada industri semen menggunakan metode Tier 1 dan Tier 2. Perhitungan emisi CO2 menggunakan Tier 1 berdasarkan IPCC Guideline 2006 ditunjukkan pada Persamaan (1): [∑ (
Dimana : Emisi CO2 Mci Ccli Im Ex EFclc
)
]
(1)
: Emisi CO2 dari produksi semen (ton) : Massa produksi semen (ton) : Fraksi klinker dalam semen : Klinker impor (ton) : Klinker ekspor (ton) : Faktor emisi klinker dalam semen (ton CO2/ton klinker)
Nilai default faktor emisi dari produksi klinker adalah 0.51 ton CO2/ton klinker. Faktor emisi ini perlu dikoreksi dengan adanya cement kiln dust (CKD) yang tidak tercatat dalam data produksi (KLH, 2012). Pada Tier-1 faktor koreksi CKD adalah 2% sehingga nilai faktor emisi klinker ditunjukkan pada Persamaan 2. Sedangkan nilai untuk fraksi klinker adalah 95% berdasarkan IPCC Guideline 2006. (2) Sedangkan perhitungan estimasi emisi CO2 menggunakan Tier 2 berdasarkan IPCC Guideline 2006 ditunjukkan pada Persamaan (3) : (3) Dimana: Emisi CO2
: Emisi CO2 dari produksi semen (ton) 3
Mcl EFcl CFckd
: Massa produksi klinker (ton) : Faktor emisi klinker (ton CO2/ton klinker) : Faktor koreksi emisi untuk cement kiln dust (CKD)
Nilai faktor koreksi untuk CKD dihitung menggunakan Persamaan (4) dibawah ini: ((
)
(
) (4)
Dimana: CFckd : Faktor koreksi emisi untuk CKD, tidak berdimensi Md : Massa CKD yang tidak digunakan kembali ke kiln (ton) Mcl : Massa produksi klinker (ton) Cd : Fraksi original karbonat pada CKD sebelum kalsinasi (fraksi) Fd : Fraksi kalsinasi dari original karbonat pada CKD (fraksi) Efc : Faktor emisi karbonat (ton CO2/ton karbonat) Efcl : Faktor emisi klinker yang belum dikoreksi CKD Nilai fraksi original karbonat pada CKD sebelum kalsinasi yaitu Cd = 0.89 dan Fraksi kalsinasi dari original karbonat pada CKD berdasarkan IPCC Guideline 2006 Fd = 0.5. Faktor emisi CO2 pada karbonat EFc = 0.4397 ton CO2/ton karbonat dan faktor emisi CO2 pada klinker menggunakan nilai default yaitu 0.51 ton CO2/ton klinker.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data, estimasi emisi CO2 dari proses kalsinasi dapat menggunakan metode Tier 1 dan Tier 2 dari IPCC Guideline 2006. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing Tier. 1. Metode Tier 1 IPCC Guidelines 2006 Pada dasarnya menghitung estimasi emisi CO2 untuk inventarisasi yaitu dengan menggunakan data aktivitas dikali dengan faktor emisi. Dalam Tier 1 yang digunakan sebagai data aktivitas adalah jumlah klinker yang diestimasi dari jumlah produksi semen. Data produksi semen didapatkan dari dokumentasi Asosiasi Semen Indonesia dalam Indonesia Cement Statistic 2011. Jumlah klinker dikoreksi dengan jumlah klinker ekspor dan impor karena emisi yang dihasilkan dari produksi klinker impor tidak termasuk dalam emisi nasional, sebaliknya untuk emisi yang dihasilkan dari ekpor klinker termasuk dalam emisi nasional atau emisi yang dihasilkan di Indonesia. Faktor emisi default berdasarkan IPCC Guidelines 2006 yaitu 0.52 ton CO2/ton klinker. Estimasi produksi klinker dari produksi semen yang telah dikoreksi oleh klinker impor dan ekspor ditunjukkan pada Tabel 1. Sedangkan estimasi emisi CO2 berdasarkan Tier 1 ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 1. Hasil perhitungan estimasi emisi CO2 berdasarkan Tier 1 menunjukkan hanya ada 2 tahun dimana emisi CO2 mengalami penurunan yaitu tahun 2005 sebesar 1,7% dan 2009 sebesar 5.2% sedangkan selain 2 tahun tersebut emisi CO2 meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan emisi CO2 paling besar terjadi pada tahun 2004 sebesar 8.5% dan tahun 2011 yang mencapai 13.1%.
4
Tabel 1 Estimasi Massa Klinker Dari Produksi Semen
Ekspor Klinker (Ton)
Klinker yang diproduksi di Indonesia (Ton)
29184000
4184000
33368000
0.95
29114650
4270000
33384650
33230000
0.95
31568500
4673000
36241500
2005
33917000
0.95
32221150
3407000
35628150
2006
33032000
0.95
31380400
5023000
36403400
2007
35033000
0.95
33281350
4873000
38154350
2008
38533000
0.95
36606350
3301000
39907350
2009
36884000
0.95
35039800
2797000
37836800
2010
37844000
0.95
35951800
2141000
38092800
2011
45238000
0.95
42976100
959000
43087100
Tahun
Produksi Semen (Ton)
Fraksi Klinker
Massa Klinker (Ton)
2002
30720000
0.95
2003
30647000
2004
Impor Klinker (Ton)
848000
Tabel 2 Estimasi Emisi CO2 dari Proses Kalsinasi di Industri Semen di Indonesia berdasarkan Metode Tier 1 IPCC Guidelines 2006 Klinker yang diproduksi di Indonesia (Ton)
Faktor Emisi Klinker (Ton CO2/Ton klinker)
Emisi CO2 (Ton CO2)
Emisi CO2 (Gg CO2)
33368000
0.52
17351360
17351.36
33384650
0.52
17360018
17360.018
36241500
0.52
18845580
18845.58
35628150
0.52
18526638
18526.638
36403400
0.52
18929768
18929.768
38154350
0.52
19840262
19840.262
39907350
0.52
20751822
20751.822
37836800
0.52
19675136
19675.136
38092800
0.52
19808256
19808.256
43087100
0.52
22405292
22405.292
Fluktuasi naik turunnya emisi CO2 sangat dipengaruhi oleh produksi klinker. Pada tahun 2011 emisi mengalami kenaikan yang paling tinggi karena jumlah produksi klinker yang diproduksi di Indonesia pun paling tinggi. Jika melihat kecenderungannya emisi CO2 dari proses kalsinasi selama tahun 2002-2011 menggunakan metode Tier 1 cenderung meningkat.
5
25000000
Emisi CO2 (Ton)
20000000
15000000
10000000
5000000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 1 Estimasi Emisi CO2 dari Proses Kalsinasi di Industri Semen di Indonesia berdasarkan
Metode Tier 1 IPCC Guidelines 2006
2. Metode Tier 2 IPCC Guidelines 2006 Estimasi emisi CO2 dengan metode Tier 2 menggunakan data aktivitas yang lebih akurat yaitu data produksi klinker dan faktor koreksi CKD yang dihitung berdasarkan data yang tersedia dan diestimasi dengan beberapa asumsi yang disesuaikan dengan industri semen di Indonesia. Data spesifik massa debu yang digunakan pada perhitungan faktor koreksi CKD (massa debu yang tidak dikembalikan ke kiln) tidak tersedia dari industri semen sehingga perlu dilakukan perhitungan. Massa debu yang dihasilkan selama proses produksi semen dapat diestimasikan dari jumlah raw material. Pada proses produksi klinker dibutuhkan sekitar 1.7 ton raw material per ton klinker (Van Oss & Padovani, 2003). Berdasarkan neraca massa dari salah satu industri semen terbesar di Indonesia oleh Lestari (2011), untuk memproduksi 1 ton klinker dibutuhkan sekitar 1.8 ton raw material. Dalam studi ini digunakan nilai 1.8 ton raw material/ton klinker dengan mempertimbangkan data tersebut merupakan data spesifik dari industri semen Indonesia. Menurut Marku et al (2012) 5-10% dari raw material merupakan debu yang dihasilkan dari dryer, kilns, cooler. Sedangkan berdasarkan neraca massa dari data penelitian di industri semen Indonesia, sekitar 9,6% dari raw material akan menjadi debu yang sebagian besar akan dikembalikan lagi ke proses pembuatan klinker (return dust). Return dust tersebut kemudian akan masuk ke alat pengendali udara yang ada di masing-masing plant. Salah satu alat pengendali udara yang umum digunakan pada industri yaitu electrostatic precipitator (ESP). Selama 10 tahun terakhir, ESP diaplikasikan salah satunya adalah untuk menyisihkan CKD. Keunggulan dari ESP yaitu memiliki efisiensi sangat tinggi meskipun untuk partikel yang sangat kecil. ESP modern didesain untuk efisiensi penyisihan lebih besar dari 99.9% (Cooper & Alley,1994). Pada penelitian ini diasumsikan industri semen di Indonesia mengaplikasikan ESP sebagai alat pengendali udara yang memiliki efisiensi 99.9% efisiensi penyisihan dan debu yang 6
tertangkap pada ESP tersebut akan dikembalikan lagi pada kiln. Jumlah debu yang tidak dikembalikan pada kiln merupakan emisi yang keluar dari cerobong yaitu sebesar 0.1 %. Maka didapatkan estimasi massa debu yang tidak dikembalikan ke kiln seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Estimasi Massa Debu dari Proses Kalsinasi pada Kiln
Tahun
Produksi Klinker (Mcl) (Ton)
Jumlah Raw Material (Ton)
Massa debu yang dihasilkan (Ton)
Massa debu yang tidak dikembalikan ke kiln (Md) (Ton)
2002
33248000
59846400
10772352
10772.352
2003
32629000
58732200
10571796
10571.796
2004
34886000
62794800
11303064
11303.064
2005
34004000
61207200
11017296
11017.296
2006
34970000
62946000
11330280
11330.28
2007
35914000
64645200
11636136
11636.136
2008
37630000
67734000
12192120
12192.12
2009
35639000
64150200
11547036
11547.036
2010
34515000
62127000
11182860
11182.86
2011
37539000
67570200
12162636
12162.636
Berdasarkan Persamaan 4 maka didapatkan nilai faktor koreksi CKD sebagai berikut : (
(
)
= 1.0001
Nilai faktor koreksi CKD tersebut berlaku untuk tahun 2002-2011 karena fraksi massa debu dalam klinker pada tahun-tahun tersebut memiliki nilai yang tetap yaitu 0.0001728. Faktor koreksi yang didapatkan dari persamaan menunjukkan bahwa ada tambahan 0.01% emisi CO2 dari CKD. Nilai tersebut jauh lebih kecil dari default IPCC Guideline yaitu 2%, hal ini karena beberapa industri semen di Indonesia telah melakukan langkah minimasi limbah salah satunya dengan recycle debu sehingga dapat mengurangi emisi debu ke lingkungan yang juga berpengaruh terhadap emisi CO2. Estimasi beban emisi CO2 berdasarkan metode Tier 2 ini didapatkan dari hasil kali produksi klinker, faktor emisi klinker dan faktor koreksi CKD. Hasil perhitungan estimasi beban emisi CO2 ditunjukkan pada Tabel 4. Emisi CO2 dari proses kalsinasi di industri semen berdasarkan perhitungan dengan metode Tier 2 ditunjukkan pada Gambar 2. Penurunan emisi CO2 terjadi tahun 2003 yaitu 1,9% dari tahun 2002, tahun 2005 sekitar 2.5% dari tahun 2004, tahun 2010 emisi CO2 turun 3,1% dari tahun 2009. Penurunan paling signifikan selama tahun 2002-2011 terjadi tahun 2009 yaitu mencapai 5.3%. Tahun 2004 emisi meningkat 6.9% dari tahun 2003, selanjutnya 2006-2008 pun emisi CO2 meningkat antara 2-4%. Level tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu meningkat hingga 1632725 ton CO2 atau 8.8% dari tahun 2010. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa emisi CO2 selama tahun 2002-2011 menggunakan metode Tier 2 ini lebih fluktuatif dibandingkan menggunakan Tier 1. Hal ini kembali
7
dipengaruhi oleh jumlah klinker yang diproduksi yang mengalami naik turun sepanjang tahun 2002-2011. Tabel 4 Estimasi Emisi CO2 dari Proses Kalsinasi di Industri Semen di Indonesia berdasarkan Metode Tier 2 IPCC Guidelines 2006
Tahun
Produksi Klinker (Ton)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
33248000 32629000 34886000 34004000 34970000 35914000 37630000 35639000 34515000 37539000
Faktor Emisi Klinker (Ton CO2/Ton Klinker) 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51 0.51
Faktor Koreksi CKD 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001 1.0001
FE Klinker Terkoreksi (Ton CO2/Ton Klinker) 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101 0.5101
Emisi CO2 (Ton CO2) 16958587.79 16642858.55 17794071.63 17344195.72 17836916.96 18318416.8 19193685.59 18178149.37 17604838.11 19147269.82
Emisi CO2 (Gg CO2) 16958.58779 16642.85855 17794.07163 17344.19572 17836.91696 18318.4168 19193.68559 18178.14937 17604.83811 19147.26982
25000000
Emisi (Ton CO2)
20000000 15000000 10000000 5000000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun
Gambar 2 Estimasi Emisi CO2 dari Proses Kalsinasi di Industri Semen di Indonesia berdasarkan
Metode Tier 2 IPCC Guidelines 2006 Berdasarkan hasil perhitungan dari kedua metode, estimasi emisi CO2 pada Tier 2 lebih rendah dibandingkan hasil perhitungan menggunakan Tier 1 seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Perbedaan dari setiap tahun dari kedua metode tersebut antara 2-14%. Emisi CO2 pada tahun 2002 berdasarkan Tier 2 memiliki nilai 2.26 % lebih rendah dari emisi CO2 tahun 2002 berdasarkan Tier 1, sedangkan tahun 2011, CO2 berdasarkan Tier 2 mencapai nilai 14.54 % lebih 8
rendah dari emisi CO2 berdasarkan Tier 1. Nilai Faktor emisi yang digunakan pada kedua Tier pada dasarnya sama yaitu 0.51 ton CO2 /ton klinker, yang membedakan adalah nilai faktor koreksi CKD dimana pada Tier 1 digunakan nilai default IPCC yaitu 1.02 sedangkan Tier 2 menggunakan hasil perhitungan yaitu 1.001. Disamping nilai faktor koreksi CKD, produksi klinker sangat mempengaruhi emisi CO2 dimana keduanya memiliki nilai sebanding.
24000000.00 22000000.00
Emisi CO2 (ton)
20000000.00 18000000.00 Tier 1
16000000.00
Tier 2
14000000.00 12000000.00 10000000.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun
Gambar 3 Emisi CO2 Tahun 2002-2011 berdasarkan Tier 1 dan Tier 2 IPCC Guideline 2006 Kenaikan produksi klinker akan menambah jumlah emisi CO2, dan berlaku sebaliknya. Hubungan antara produksi klinker dengan emisi CO2 ditunjukkan pada Gambar 4. Data jumlah produksi klinker yang digunakan pada Tier 2 lebih kecil dibandingkan estimasi produksi klinker dari produksi semen pada Tier 1 sehingga menyebabkan hasil perhitungan emisi dengan metode Tier 2 lebih rendah dari Tier 1.
Emisi CO2 (Ton)
25000000.00 23000000.00 21000000.00
y = 0.3553x + 7E+06 R² = 0.9358
Tier1 tier 2
19000000.00
y = 0.5101x R² = 1
17000000.00
Linear (Tier1) Linear (tier 2)
15000000.00 29000000
34000000
39000000
44000000
Produksi Klinker (Ton)
Gambar 4 Hubungan Jumlah Produksi Klinker dan Emisi CO2 9
Analisis Ketidakpastian Data Salah satu kelengkapan inventarisasi adalah analisis ketidakpastian data. Ada dua area ketidakpastian dalam memperkirakan emisi GRK yaitu ketidakpastian karena metoda yang digunakan dan ketidakpastian karena data (data aktivitas maupun para,eter terkait faktor emisi) (KLH, 2012). Berdasarkan IPCC Guide line 2006, komponen utama yang mempengaruhi ketidakpastian pada Tier 1 adalah fraksi klinker dalam semen. Ketika data impor dan ekspor klinker tidak tersedia maka ketidakpastian estimasi produksi klinker akan lebih tinggi. Nilai default faktor koreksi CKD yaitu 1.02 memiliki ketidakpastian yang tinggi namun pengaruh terhadap estimasi emisi secara keseluruhan tidak begitu signifikan dibandingkan dengan ketidakpastian dari fraksi klinker. Sedangkan metode Tier 2, komponen yang menjadi sumber ketidakpastian utama adalah penentuan kandungan CaO pada klinker. Merujuk pada nilai ketidakpastian untuk produksi semen berdasarkan IPCC Guideline 2006, ketika jumlah produksi klinker diestimasi dari produksi semen maka ketidakpastian data aktivitas tersebut akan mencapai 35% sedangkan pada Tier 2 ketidakpastian data pada data produksi klinker yang tersedia hanya 1-2 % saja. Salah satu prinsip dalam inventarisasi emisi GRK menurut KLH yaitu keakuratan data, dalam hal ini semakin spesifik data yang tersedia maka hasil inventarisasinya akan semakin akurat. Pengumpulan data dari masing-masing industri semen akan lebih baik dibandingkan data nasional karena dapat mengurangi ketidakpastian data. Untuk emisi CO2 dari CKD yang menggunakan nilai default yaitu 2% memiliki ketidakpastian 25-35%. Sedangkan pada penentuan faktor koreksi CKD Tier 2, asumsi komponen CKD sama dengan raw mix dan asumsi seluruh karbonat pada CKD berasal dari CaCO3 memiliki nilai ketidakpastian 1%. Dari angka ketidakpastian tersebut menunjukkan bahwa hasil estimasi emisi CO2 dari proses kalsinasi pada industri semen menggunakan metode Tier 2 menunjukkan hasil yang lebih akurat dibandingkan metode Tier 1 karena memiliki nilai ketidakpastian yang lebih kecil.
KESIMPULAN Inventarisasi menunjukkan bahwa emisi CO2 dari proses kalsinasi menggunakan Tier 1 dan Tier 2 IPCC Guideline 2006 selama tahun 2002-2011 mengalami fluktuasi. Penurunan emisi CO2 terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 5.2% (Tier 1) dan 5.3% (Tier 2) dari tahun 2008 sedangkan peningkatan emisi paling tinggi terjadi tahun 2011 yaitu 13% (Tier 1) dan 8.8% (Tier 2) dari tahun 2010. Walaupun berfluktuasi namun kecenderungan emisi CO2 dari proses kalsinasi di industri semen di Indonesia selama tahun 2002-2011 mengalami peningkatan. Emisi CO2 sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi klinker, keduanya memiliki hubungan sebanding. Emisi CO2 menggunakan metode Tier 2 menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan Tier 1. Berdasarkan analisis ketidakpastian data yang merujuk pada IPCC Guideline 2006 menunjukkan bahwa ketidakpastian data pada perhitungan Tier 1 lebih tinggi dibandingkan Tier 2. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan Tier akan menghasilkan inventarisasi yang semakin baik. Diperlukan dokumentasi dari setiap industri semen mengenai data-data spesifik yang diperlukan sehingga dapat menghasilkan inventarisasi emisi yang representatif dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya pelaksanaan aksi penurunan GRK di Indonesia.
10
UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini merupakan proyek penelitian dari Ibu Ir.Puji Lestari, Ph.D bekerjasama dengan PT.GIZ, industri semen di Indonesia melalui PT. Ganesha Environmental and Energy Services (GEES). Yang berhak atas publikasi atas penelitian ini adalah Ibu Ir. Puji Lestari, Ph.D. Pihakpihak lain yang hendak menggunakan sebagian atau seluruh data penelitian harus mendapatkan izin terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Alley, F.C. & Cooper, David.C. (1994). Air Pollution Control. Waveland Press Inc: USA Asosiasi Semen Indonesia. (2011). Indonesia Cement Statistic. Asosiasi Semen Indonesia: Jakarta Hanle, Lisa., Maldonado, Pedro., Onuma, Eiichi., Tichy, Milos. & G. van Oss, Hendrik. (2006). 2006 IPCC Guideline For National Greenhouse Gas Inventories Chapter 2 Mineral Industry Emission. Japan: IGES (diakses tanggal 14 Februari 2013 dari http://www.ipccnggip.iges.or.jp/public/2006gl/pdf/3_Volume3/V3_2_Ch2_Mineral_Industry.pdf ) Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Volume 2 : Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi GRK Proses Industri dan Penggunaan Produk: Kementerian Lingkungan Hidup Dewi, Retno Gumilang., Boer, Rizaldi., Wibowo, Ari., Suryahadi., Ardiansyah, Muhammad., Buono, Agus., Hidayati, Rini., Hariati, Feril., Setyanto, Prihasto., Surmaini, Elza., Heryansyah, Arien., Kartikasari, Kiki., Permana, Idat G., June, Tania., Purwanto, Yanuar J. & Faqih, Akhmad. (2010). Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Hendriks, C.A., Worrell, E., de Jager., D., Blok, K. & Riemer, P. (2003). Emission Reduction of Greenhouse Gases from the Cement Industry. Greenhouse gas control technologies conference paper – cement. Ecofys Energy and Environment, Utrecht, the Netherlands, and Berkeley National Laboratory, Berkeley,California. Lestari, Febrianti. (2012). Minimisasi Limbah Pada Industri Semen Dalam Rangka Implementasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Jurnal Agriplus, 22 (02): 110-116 Marku, J., Dumi, I., Lico, E., Dilo, T., Cakaj, O. (2012). The Characteristic and the Utilization of CKD As Partial Replacement of Portland Cement in Mortar and Concrete Production, pg 334-344. Faculty of Natural Sciences, University of Tirana, Albania. Thamrin, Syamsidar., Luepke, Heiner von., Haeruman, Herman., Lubis, Saut M., Jinca, Arimbi., Sakamoto, Ko., Susanto, Anandita Laksmi., Abdul Kadir, Mariati., Wulan, Yuliana C., Guizol, Philippe., Sari, Novita., Rafika, Dea., Munzinger, Philipp., Rosenberg, Anja., Sagala, Saut. &
11
Lesilolo, Lutfi. (2011). Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Van Oss, Hendrik & Padovani, Ami C. (2003). Cement Manufacture and the Environment. Journal of Industrial Ecology, pg 95-126. Massachusetts Institute of Technology and Yale University, USA.
12