BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Propinsi Jawa Barat. Propinsi ini merupakan salah satu pusat produksi pertanian penting dan merupakan propinsi penghasil padi utama di Indonesia 3.2 Data dan Pengolahan Penelitian ini menggunakan data hujan harian dari 90 stasiun pengamatan curah hujan di Jawa Barat. Lokasi stasiun umumnya menyebar di pantai utara dan bagian tengah wilayah propinsi Jawa Barat ( Gambar 6)
Gambar 6. Lokasi Sebaran Pos Hujan di Jawa Barat Data curah hujan yang digunakan berasal dari 2 kelompok stasiun pengamatan yakni stasiun yang dikelola oleh instansi BMKG dan stasiun kerja sama. Stasiun kerjasama adalah stasiun pengamatan yang dititipkan ke instansi diluar BMKG atau perseorangan.
11
Stasiun hujan dipilih berdasarkan kelengkapan data curah hujan dengan panjang pengamatan minimal 10 tahun. Posisi geografis statisun yang digunakan disajikan di Lampiran 1. Data yang dikumpulkan dari berbagai titik pengamatan sudah melewati ‘quality control’. Hal ini sangat diperlukan karena kemungkinan masih ada kesalahan data baik yang disebabkan oleh manusia, misalnya dalam proses pencatatan, dapat juga dari peralatannya itu sendiri, diantaranya waktu pemindahan tempat kegiatan pengamatan tidak dilakukan pencatatan (meta data), prosedur pengamatan, penggantian alat dan lain-lain. Anguler et al, (2003). Pengecekan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1. Cara manual yaitu data yang telah tersusun diplot dalam bentuk grafik, dari gambar grafik tersebut akan bisa dideteksi data yang tidak sesuai (error), 2. Memakai pengalaman pengamat setempat atau pengetahuan lokal, dengan cara memeriksa data yang dicurigai terjadi kesalahan dengan histori data dari stasiun setempat. 3. Membandingkan data yang dicurigai salah dari suatu pos pengamatan dengan data dari pos pengamatan terdekat yang dianggap homogen Bates (2004). 4. Menggunakan program aplikasi RClimdex yang otomatis dapat mendeteksi data curah hujan yang nilainya negative dan data yang diluar batas toleransi atas maupun bawah. Batas toleransi dirumuskan sebagai berikut : Nilai rata-rata ± 4 x standard deviasi ( Sx ) dari pos pengamatan setempat, Sx = Standar deviasi dari data pos pengamatan setempat. Apabila terdapat data diluar nilai batas tersebut, maka perlu dilakukan pengecekan. Persamaan dari Standart Deviasi ( Sx ) adalah sebagai berikut :
12
Nilai 4 dapat dapat diganti dengan nilai lain disesuaikan dengan data maksimum dan minimum yang telah tercatat di pos pengamatan setempat.
3.3 Metode Analisis Data Penelitian ini dibagi ke dalam dua bentuk analisis. Pertama ialah analisis tren sifat hujan ekstrim dan kedua analisis bentuk sebaran statistik hujan ekstrim. Stasiun kemudian dikelompokkan berdasarkan trend dan sifat sebaran statistiknya dengan menggunakan teknik analisis gerombol (cluster analysis) metode Ward (Nur. 2006). Diagram alir analisis disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir proses pengolahan data
13
Sifat hujan ekstrim yang dianalisis ialah dry spell atau deret hari kering (DHK) dan wet spell atau deret hari basah (DHB) maksimum. Sifat hujan ini telah digunakan oleh lembaga internasional seperti komisi untuk klimatologi WMO (CCI), World Climate Research Program (WCRP), Climate Variability and Predictability (CLIVAR), Expert Team on Climate Change Detection Monitoring and Indices (ETTCDMI) untuk pengembangan analisis indeks perubahan iklim.
DHB adalah jumlah hari basah (hari hujan) berurutan yang tidak diselingi oleh hari kering (hari tidak ada hujan). DHK adalah jumlah hari kering (hari tidak ada hujan) berurutan yang tidak diselingi oleh hari basah (hari hujan). Hari basah didefinisikan sebagai hari yang tinggi hujannya mencapai 1 mm atau lebih mengikuti definisi yang digunakan Albert dan Tank (2009). Perhitungan panjang DHK dan DHB dilakukan dengan menggunakan program aplikasi RClimDex. ). Dalam menentukan hari hujan ada beberapa kriteria sesuai dengan keperluan. Deni et.al (2008) menentukan hari basah (wet day) adalah hari dengan jumlah curah hujan paling sedikit sebesar 0.1 mm. Program aplikasi mengubah data hujan ke dalam bentuk bilangan binary, yaitu data yang nilainya sama atau lebih besar 1 mm dirubah menjadi angka 1, sedangkan yang nilainya kurang dari 1 mm dirubah dengan angka 0. Kemudian dihitung jumlah data yang nilainya 1 berturut-turut tanpa diselingi angka nol sebagai DHB atau angka 0 berturut-turut tanpa diselingi angka 1 sebagai DHK. Selanjutnya program memilih nilai terpanjang dalam setiap tahun sebagai DHB atau DHK maksimum. Sebagai ilustrasi, penentuan panjang DHB maksimum disajikan pada Tabel 4.
14
Tabel 4. Tabel Penghitungan DHB Tahun
Bulan
Tanggal
RR
1985
1
1
0,5
0
1985
1
2
30.5
1
1985
1
3
9.0
1
1985
1
4
10.5
1
1985
1
5
1
0
1
1985
….
….
….
……..
………
Panjang Maximum untuk 1985
1 3
10
3.3.1. Analisis Tren Sifat Hujan Ekstrim Tren sifat hujan ekstrim dianalisis dengan menggunakan teknik regresi linier sederhana, Y= α+βX Y = merupakan pubah bebebas; α = intersep / perpotongan dengan sumbu tegak β = Kemiringan / gradient Nilai kemiringan ini merupakan tren (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Kemudian pola kecenderungan perubahan DHK dan DHB spasial ditentukan dengan menggunakan teknik kriging melalui program aplikasi SIG (Eddy, 2004)
3.3.2. Analisis Sebaran Sifat Hujan Ekstrim Sebaran statistik sifat hujan ekstrim, dianalisis dengan menggunakan beberapa model sebaran yaitu Normal, LogNormal, 3-Parameter LogNormal, Gamma, 3-Parameter Gamma, Exponential, 2-Parameter Exponential, Smallest Extreme Value, Weibull, 2 Parameter Weibull, Largest Extreme Value, Logistic, Log Logitic, dan 3-Parameter LogLogistic dengan menggunakan program aplikasi MINITAB. Untuk menentukan sebaran statistic yang dianggap paling sesuai dengan sebaran data sifat hujan
15
esktrim digunakan nilai P-value. Selanjutnya mengidentifikasi nilai sebaran dengan P-Value sama atau lebih lebih besar dari 0.5, kemudian nilai tersebut diganti dengan angka 1, untuk nilai P-Value yang kurang dari 0.5 diganti dengan angka 0. Demikian dilakukan untuk pos pengamatan yang lain. Langkah selanjutnya dengan menjumlah angka satu tersebut pada masing-masing model sebaran. Model sebaran yang memperoleh angka terbesar dipilih sebagai model sebaran yang paling sesuai untuk wilayah tersebut. Model sebaran yang terpilih dipakai untuk mencari nilai parameter dari DHB dan DHK dari masing-masing pos pengamatan yang kemudian digunakan untuk menentukan pengelompokan stasiun menurut sifat hujan ekstrim dengan menggunakan analisis gerombol metode Ward .
16