3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dengan pengumpulan data di lapangan sejak
tanggal 16 Agustus 2011 hingga 31 September 2011 di Desa Kertajaya, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 9).
Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian
3.2
Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1 unit perahu
nelayan bercadik, 1 unit bubu lipat sebanyak 18 buah, timbangan (mengukur berat (gram) per ekor hasil tangkapan), penggaris, alat tulis, tabel lapang, thermometer, refraktometer, 2 buah ember dan dokumentasi berupa camera digital. Bahan yang digunakan adalah umpan yang terbuat dari ikan tembang dan kanikil. Peralatan dan bahan serta spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.
20
Tabel 2 Alat dan bahan penelitian utama No 1
Alat dan Bahan Perahu
2
Alat tangkap bubu lipat penelitian ; (1) 6 buah bubu lipat modifikasi pintu samping (2) 6 buah bubu lipat modifikasi pintu atas (3) 6 buah bubu standar Umpan ; (1) Ikan tembang
3
(2) Kanikil Timbangan
4
Spesifikasi 9 m x 1,2 m x 0,8 m (pxlxt) Ukuran bubu lipat 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt). Frame bubu besi galvanis dia. 6 mm. Jaring bubu (cover net) PE ms 1,5 inci 210 d/18.
Kegunaan Operasional kegiatan experimental fishing
Ikan tembang dengan berat 1 kg = 15-17 ekor dan Kanikil dengan jumlah 36 ekor
Umpan pada bubu lipat
Kapasitas 2 kg
Mengukur berat
Perolehan data respon hasil experimental fishing
Tabel 3 Spesifikasi alat tangkap bubu penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bagian alat tangkap Pelampung tanda (floating buoy) Tali pelampung (floating line ) Pemberat (sinker) (2 buah dan 4 buah) Tali pemberat (sinker line ) (2 buah) Tali utama (main line ) (1 set) Tali cabang (branch line ) (18 buah) Bubu lipat modifikasi pintu samping (6 buah) Bubu lipat modifikasi pintu atas (6 buah) Bubu lipat standar (6 buah)
Spesifikasi Plastik, diameter 30 cm PE dimeter 10 mm; panjang 25 m Batu ± 30 kg dan Batu ±0,125 kg PE dia 10 mm; panjang 5 mm PE dia 10 mm; panjang 130 mm PE dia 6 mm; panjang 5 mm Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt)
3.2.1 Deskripsi bubu lipat penelitian Dalam penelitian ini menggunakan tiga macam konstruksi bubu lipat yang memiliki fungsi sebagai perolehan data dalam kegiatan operasi penangkapan. Bubu lipat rajungan (bubu standar) adalah bubu yang dijadikan acuan untuk dimodifikasi, dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat rajungan yang biasa dioperasikan di Indonesia (Gambar 10). Ukuran bubu lipat standar yang digunakan nelayan untuk penangkapan rajungan adalah 50 cm x 30 cm x 20 cm (p x l x t). Bubu lipat dan kegunaannya masing-masing dijelaskan pada Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13
21
Sumber: Zulkarnain, 2012.
Gambar 10 Konstruksi bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar.
Gambar 11 Bubu lipat rajungan (bubu standar)
Bubu lipat rajungan (bubu standar) merupakan bubu lipat yang berbentuk kotak dan biasanya digunakan untuk menangkap rajungan dan kepiting. Bubu lipat standar yang digunakan dalam penelitian ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat standar yang biasa digunakan nelayan. Spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu standar atau kontrol untuk dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi atau bubu yang menjadi perlakuan dalam proses perolehan data hasil tangkapan.
22
Gambar 12 Bubu lipat pintu samping
Bubu lipat pintu samping merupakan bubu lipat modifikasi atau bubu lipat pintu samping berbentuk kotak dengan pemicu pintu masuk berbentuk kisi-kisi. Bubu lipat ini merupakan modifikasi dari bubu lipat standar yang ditambahkan funnel (kisi-kisi) atau Pemicu pintu masuk yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1,5 mm. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu yang menjadi perlakuan untuk dibandingkan dengan bubu rajungan (bubu standar) dalam proses perolehan data hasil tangkapan.
23
Gambar 13 Bubu lipat pintu atas
Bubu lipat pintu atas merupakan bubu lipat modifikasi atau bubu lipat pintu atas berbentuk trapesium dengan pemicu pintu masuk berbentuk kisi-kisi. Pemicu pintu masuk ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1,5 mm. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu yang menjadi perlakuan untuk dibandingkan dengan bubu rajungan (bubu standar) dalam proses perolehan data hasil tangkapan. Tabel 4 Kegunaan bagian alat tangkap bubu penelitian No
Bagian alat tangkap
Spesifikasi
1
Pelampung tanda (floating buoy)
Plastik, diameter 30 cm
2
Tali pelampung (floating line)
PE dimeter 10 mm; panjang 25 m
3
Pemberat (sinker) (2 buah dan 4 buah)
Batu ± 30 kg dan Batu ±0,125 kg
4
Tali pemberat (sinker line) (2 buah)
PE dia 10 mm; panjang 5 mm
5
Tali utama (main line) (1 set)
PE dia 10 mm; panjang 130 mm
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan berupa ikan tembang (Sardinella fimbriatta) dan kanikil (Chiton sp). Ikan tembang dapat diperoleh di lokasi penelitian dengan mudah dan merupakan jenis umpan yang
24
biasa digunakan untuk menangkap lobster. Kanikil banyak terdapat di pantai lokasi penelitian dan hidup di celah-celah batuan karang namun belum ada penggunaan kanikil untuk umpan oleh nelayan di lokasi penelitian (Gambar 14).
Gambar 14 Kanikil atau Chiton sp di lokasi penelitian
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji coba penangkapan (experimental fishing). Dalam penelitian ini menggunakan tiga macam konstruksi bubu lipat dengan jenis pintu masuk yang berbeda dan pemberian dua jenis umpan yang berbeda pada masing-masing jenis konstruksi bubu lipat tersebut sebanyak 24 kali trip (ulangan). Rancangan percobaan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Jumlah hasil tangkapan dari ketiga konstruksi bubu lipat tersebut dibandingkan untuk mengetahui efektivitas (kemampuan konstruksi bubu lipat) dan jenis umpan dalam memberikan hasil tangkapan lobster. Bubu dioperasikan dengan metode longline yaitu dengan panjang tali utama 154 m, rangkaian bubu dipasang dengan jarak masing-masing 8 m, dengan panjang tali cabang 3 m. Jarak antara bubu pertama dengan ujung-ujung tali utama adalah 5 m, pada kedua ujung tali utama diikatkan jangkar atau pemberat dari batu dan tali pelampung tanda yang disesuaikan dengan kedalaman daerah operasi, dalam hal ini dipersiapkan tali pelampung dengan panjang 20 m dan 50 m (Gambar 15).
25
Tabel 5. Rancangan percobaan yang diterapkan dalam penelitian bubu di desa Kertajaya, Palabuanratu 16 Agustus – 31 September 2011. Bubu standar
Ikan tembang Jenis umpan Kanikil
xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
Jenis bubu Bubu pintu samping xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
Bubu pintu atas xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
Tabel 6. Rancangan percobaan per trip (ulangan) untuk setiap jenis bubu dan umpan dalam mengetahui hasil tangkapan.
Jenis umpan
Ikan Tembang
Kanikil
Trip
Jenis bubu S PS PA Ekor Gram Ekor Gram Ekor Gram
1 2 … 24 1 2 …. 24
Dari rancangan di atas diketahui bahwa dalam setiap masing-masing bubu (Bubu standar, bubu pintu samping dan bubu pintu atas) diberikan 2 Jenis umpan (Ikan tembang dan Kanikil) yaitu S (Ikan), S (Kanikil), PS (Ikan), PS (Kanikil), PA (Ikan), dan PA (Kanikil) yang dilakukan percobaan atau operasi sebanyak 24 kali trip (ulangan). Penempatan umpan pada jenis bubu ditentukan dengan urutan ganjil dan genap nomor jenis bubu, pada jenis bubu dengan kode bubu ganjil maka digunakan jenis umpan ikan, sedangkan jenis bubu dengan kode angka genap digunakan jenis umpan kanikil. Pemasangan umpan pada bubu dilakukan dengan cara, yaitu pada jenis umpan ikan, badan ikan ditusukkan pada besi yang khusus untuk pemasangan umpan yang berada di tengah-tengah bagian dalam bubu, digunakan sebanyak tiga
26
sampai lima ekor tergantung dengan ukuran ikan dan untuk umpan kanikil relatif sama digunakan sebanyak tiga sampai lima ekor. Urutan penempatan bubu yang dirangkaikan pada tali utama, ditempatkan pada posisinya dengan cara random, (pengundian ) hal ini dilakukan untuk memberikan peluang yang sama pada alat tangkap dalam memberikan hasil tangkapan karena secara umum yang berkaitan dengan posisi penempatan sebuah alat tangkap mempunyai unsur ketidakpastian dalam memperoleh sebuah data . Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) informasi parsial yang diperoleh dari sebuah data mengandung unsur ketidakpastian,
untuk
mengimbangi
ketidakpastian
tersebut
diperlukan
pemahaman pengacakan atau random dalam menjelaskan respon dari perlakuan yang dibangkitkan oleh percobaanya. Kemudian hasil dari pengundian diambil satu persatu dan ditempatkan sesuai urutan angka nomor urut mulai dari nomor 1 hingga 18. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Urutan dan penempatan bubu pada tali utama No. Urut
Kode Bubu
Jenis Umpan
1
PS6
Kanikil
2
PS5
Ikan
3
PS1
Ikan
4
PA2
Kanikil
5
S2
Kanikil
6
S4
Kanikil
7
PS3
Ikan
8
S6
Kanikil
9
PA6
Kanikil
10
S3
Ikan
11
PS2
Kanikil
12
PS4
Kanikil
13
PA5
Ikan
14
PA4
Kanikil
15
S1
Ikan
16
PA3
Ikan
17
S5
Ikan
18
PA1
Ikan
Keterangan:
S = Jenis bubu standar; PS = Jenis bubu modifikasi pintu samping; PA = jenis bubu modifikasi pintu atas.
27
Gambar 15 Rangkaian bubu saat operasi
3.3.1
Metode pengumpulan data dan pengoperasian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data utama dan data
tambahan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi langsung dalam pengoperasian bubu lipat standar dan modifikasi. Data sekunder diperoleh dari nelayan, pengumpul lobster, serta pustaka lainnya. Pengoperasian alat tangkap bubu lipat dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1) Persiapan yang meliputi pemeriksaan perahu penangkapan, kondisi mesin, bahan bakar, alat tangkap, dokumentasi dan alat-alat yang digunakan untuk mengukur dan menyimpan hasil tangkapan. Persiapan mulai dilakukan pada pukul 15.30. 2) Perjalanan ke daerah penangkapan yang dilakukan di perairan pesisir pada kedalaman perairan antara 5-12 meter. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 10 menit. 3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan umpan pada masing bubu dan penurunan bubu lipat yang dipasang secara longline dilakukan pada sore hari kurang lebih pukul 17.00-18.00 dimulai dari pelampung tanda pertama, tali pemberat, pemberat dan satu-persatu bubu
28
lipat diturunkan dan bagian terakhir pelampung tanda kedua (setting), perendaman bubu lipat selama ± 12 jam, yaitu mulai sore hari hingga keesokan pagi (soaking), pengangkatan alat tangkap bubu lipat penelitian dilakukan pada pagi hari kurang lebih antara pukul 06.00-07.30 dimulai dengan pengangkatan pelampung tanda pertama, alat tangkap satu-persatu hingga pelampung tanda kedua. 4) Penanganan hasi tangkapan dimulai dengan mengeluarkan hasil tangkapan dari alat tangkap bubu lipat, pengukuran hasil tangkapan, yaitu jumlah (ekor) lobster per bubu, berat (gram) lobster per ekor, panjang karapas lobster, dan dilakukan pengukuran yang sama terhadap hasil tangkapan lain (Gambar 14).
(b)
(a)
(c)
(d)
Gambar 16 Pengukuran (a) panjang karapas, (b) panjang total, (c) panjang mantel, dan (d) lebar karapas hasil tangkapan
3.4 Analisis data Sesuai dengan rancangan percobaan yang diterapkan, metode analisis data dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Sebagai faktor adalah desain bubu dan jenis umpan. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang diolah adalah jumlah (ekor). Data berat
29
(gram) dan panjang karapas (mm) dikelompokkan dalam selang kelas panjang karapas (mm) dan selang berat (gram). Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari dua faktor atau lebih. Model linier aditif dari rancangan ini secara umum (misal komposisi perlakuan disusun oleh taraf-taraf faktor A dan faktor B) adalah sebagai berikut : Y𝑖𝑗𝑘 = µ +αi + βj + (αβ)ij+ εijk dimana: Y𝑖𝑗𝑘 nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k, (µ,αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B, (αβij) merupakan komponen interaksi dari faktor A dan faktor B sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal (0,𝜎 2 ). Tabel 8 Struktur data dibuat sebagai berikut Ulangan
U1 1 Y111 2 Y112
B1 …
B2
…. 24 Y1124 total (Yij) Y11. 1 Y211 2 Y212 …
… 24 Y2124 total (Yij) Y21. 1 Y311 2 Y312
B3 …
.. 24 Y3124 total (Yij) Y31. Total (Y j)
Y1
U2 Y121
Total (Yi) Y1
Y122 … Y1224 Y12. Y221
Y2
Y222 … Y2224 Y22. Y321 Y322
Y3
… Y3224 Y32. Y2
Y…
Keterangan Y1 = pengamatan pada perlakuan ke- 1 ulangan ke-j Yi = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-1 Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j; dan Y.. = total pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j
30
Data hasil tangkapan diuji dengan menggunakan dua metode, yaitu statistik parametrik dan nonparametrik. Metode Parametrik yaitu Uji F pada analisis ragam. Uji F atau ANOVA akan berlaku jika data tersebut menyebar normal atau homogenitasnya (Steel dan Torrie, 1989). Metode nonparametrik yaitu metode selain uji F pada analisis ragam yang dilakukan apabila data tidak menyebar normal (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Uji normalitasnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan aplikasi statistik MINITAB dan untuk melihat perbedaan hasil dari perlakuan digunakan aplikasi statistik SAS 9.1 dan MINITAB14. Asumsi pokok dalam analisis ragam tidak terpenuhi maka dapat diatasi melalui transformasi data (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Dalam penelitian ini data hasil tangkapan lobster dalam jumlah (ekor) dari uji normalitas tidak menyebar normal disebabkan banyak data bernilai nol dan telah dilakukan transformasi data namun tetap tidak menyebar normal sehingga tidak dapat dilakukan penarikan asumsi. Oleh karena itu harus menggunakan metode non parametrik, yaitu Uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis digunakan karena dalam penelitian ini menggunakan RAL. Dalam uji Kruskal –Wallis, menurut Daniel (1990) penghitungannya diperoleh melalui rumus : 1
H = 𝑆 2 [∑
ᴿ𝑖 2 𝑟𝑖
–
𝑁 𝑁+1 2 4
]
dengan : ri = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i N= jumlah pengamatan ᴿ𝑖= jumlah peringkat (rank) dari perlakuan ke-i dan 1
𝑆 2 = 𝑛−1 [
𝑖
𝑅𝑖𝑗 2 −
𝑁 𝑁+1 2 4
]
Rij adalah peringkat dari pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-J. Jika ada ties, statistik uji perlu dikoreksi sehingga Kruskal-Wallis terkoreksi menjadi Hc = 𝐻/1 − 𝑇/(𝑁 2 − 𝑁)
31
Dari perhitungan melalui rumus-rumus di atas, kemudian dilakukan kajian hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengaruh utama faktor a (desain Bubu) ; H0 ; 𝛼1 = ……=αa = 0 ( perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster Pengaruh utama faktor b (umpan) ; H0 ; β1 = ……=βa = 0 ( perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster Pengaruh sederhana (interaksi) faktor a (desain bubu) dengan faktor b (umpan) H0
:
𝛼𝛽 11 = 𝛼𝛽 12 = ⋯ = (βα)ab
=
0 (Interaksi perlakuan desain bubu
dengan umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Kaidah keputusan: Jika H > χ2 𝛼, 𝑡 − 1 maka tolak Ho, selainnya terima Ho, nilai χ2 pada table Chi-Square dengan taraf nyata atau nilai α, disini digunakan nilai α = 0,05. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster faktor A (desain bubu), Jika H> X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa perlakuan desain bubu memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi Jika H< X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster faktor b (umpan), Jika H> X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa perlakuan jenis umpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi Jika H< X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster dari interaksi faktor a (bubu lipat) dan faktor b (umpan), Jika H> X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster.
32
Akan tetapi Jika H< X 2 𝛼, 𝑡 − 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Data hasil tangkapan total (dalam satuan ekor), yaitu data hasil tangkapan lobster dengan hasil tangkapan samping (by-catch) banyak bernilai nol. Oleh karena itu dari uji normalitas data tidak menyebar normal sehingga dilakukan transformasi data akar kuadrat (Y + ½)1/2, dengan Y adalah nilai yang ditransformasi data. Pada hasil transformasi data dilakukan uji normalitas kembali dan data menyebar normal sehingga dapat dilakukan penarikan asumsi. Dalam analisis data apabila data menyebar normal maka dilakukan analisis ragam atau anova. Sidik ragam yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Sidik ragam terhadap data yang menyebar normal Sumber Keragaman Faktor A (Desain bubu) Faktor B (Jenis umpan) Interaksi AxB Sisa Total
Derajat bebas Jumlah Kuadrat (JK) a-1 JKA b-1 JKB (a-1) (b-1) JKAB ab(r-1) JKS abr-1 JKT
(KT) KTA KTB KTAB KTS
F hitung KTA/KTS KTB/KTS
Keterangan A = perlakuan 1 dan B = perlakuan 2 r = ulangan, SK = sumber keragaman db = derajat bebas, JKT = Jumlah kuadrat total JKS = Jumlah kuadrat sisa JKA = Jumlah kuadrat perlakuan faktor A; JKB = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor B; KTA = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor A; KTB = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor B.
Langkah- Langkah Perhitungannya 𝑦2
FK = Faktor koreksi adalah FK = 𝑎𝑏𝑟 JKT = Jumlah kuadrat total adalah JKT = ∑∑∑ Yijk 2 - FK JKA =Jumlah kuadrat faktor A adalah JKA = ∑ Yi..2/br – FK JKB = Jumlah kuadrat faktor B adalah JKB = ∑ Yj..2/ar – FK
33
JKAB = Jumlah kuadrat interaksi faktor A dan B adalah JKAB = JKP- JKA- JKB Dimana : JKP = ∑∑ Yij. 2/ r – FK JKG = Jumlah kuadrat galat adalah JKG = JKT – JKP Dari perhitungan melalui rumus-rumus diatas, kemudian dilakukan kajian hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut : Pengaruh utama faktor a (desain bubu) ; H0 ; 𝛼1 = …= αa = 0 ( perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total Pengaruh utama faktor b (umpan) ; H0 ; β1 = ……= βa = 0 ( perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total Pengaruh sederhana (interaksi) faktor a (desain bubu) dengan faktor b (umpan) H0 :
𝛼𝛽 11 = 𝛼𝛽 12 = ⋯ = (βα)ab = 0 (Interaksi perlakuan desain bubu dengan
umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total.