METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta (DKI Jakarta) yang secara geografis terletak pada 106°20'00' Bujur Timur (BT) hingga 106°57'00' BT dan 5°10'00' Lintang Selatan (LS) hingga 5°57'00' LS.
Lokasi ini dipilih karena merupakan lokasi
dilaksanakannya sea ranching/sea farming. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2010 sampai dengan September 2010. Lokasi studi disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. Kerangka Pemikiran Salah satu keberhasilan sea farming adalah optimalnya hasil panen ikan budidaya dalam KJA serta adanya hasil dari perikanan tangkap dalam sea ranching. Berdasarkan pengamatan pendahuluan, di perairan Semak Daun terjadi penurunan
tangkapan
ikan
kerapu
macan.
Padahal,
dilihat
dari
32
kondisi lingkungan perairan tersebut layak untuk kehidupan kerapu macan (SPKKAKS 2008). Oleh karena itu, dalam rangka kelestarian lingkungan dan peningkatan pemanfaatan perairan Semak Daun perlu dibuat model restocking dalam sistem sea ranching. Pola pendekatannya disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Pola pendekatan penentuan daya dukung perairan Semak Daun dan restocking. KJA = keramba jaring apung, P = fosfor.
33
Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survey post facto. Sementara, ruang lingkup yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah model restocking dalam perairan sea ranching di Semak Daun. Pertama kali dikaji pendugaan daya dukung perairan sea ranching sebagai pembatas. Daya dukung ini dikaji berdasarkan metode beban total-P dan produktivitas primer yang ditentukan oleh kandungan Chl-a. Pada satu sisi, P diperlukan sebagai elemen penting yang diperlukan oleh semua ikan untuk pertumbuhan dan metabolisme.
Pada sisi lain, P juga
merupakan elemen pembatas yang mengontrol kelimpahan fitoplankton (Hecky & Kilham 1988).
Dalam beberapa studi di daerah tropis maupun subtropis,
bagaimanapun juga posfor (P) dibuktikan sebagai nutrien pembatas pertumbuhan yang utama. Bahkan, biomasa fitoplankton (yakni konsentrasi klorofil) di kolom perairan berhubungan proporsional dengan asupan nutrien (Guildford & Hecky 2000).
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini penentuan daya
dukung sumberdaya didasarkan kepada kandungan P.
Secara umum, P yang
berasal dari pakan dapat ditentukan dengan cara menghitung P dalam pakan, P yang ada dalam tubuh ikan karena memakan pakan, dan P yang tersedimentasi kedalam kolom perairan. Setiap hari di perairan Semak Daun terjadi pasang surut. Lewat proses ini berarti tersedia sejumlah volume air yang dapat mengencerkan limbah P yang terbuang ke perairan. Adanya pengetahuan tentang pola pasang surut dan ketinggiannya serta luas wilayah, ditambah dengan diketahuinya baku mutu P bagi pertumbuhan terumbu karang sebagai tempat hidup ikan kerapu macan akan membantu menentukan daya dukung bagi KJA melalui proses pengenceran. Pada sisi lain ikan yang hidup di alam makanannya berasal dari alam juga. Untuk itu menduga daya dukung bagi kerapu macan di alam sebagai sistem sea ranching dapat dilakukan melalui Chl-a. Besarnya Chl-a ini memiliki hubungan dengan produktivitas primer. Padahal, apabila diketahui trophic level dari kerapu macan, maka lewat produktivitas primer dapat diduga daya dukung kerapu macan. Belum lagi, P yang terbuang ini akan meningkatkan kesuburan perairan yang bertampak pada peningkatan fitoplankton yang muaranya berpengaruh pada
34
kandungan Chl-a.
Akibatnya, penambahan P ke perairan akan menambah
produktivitas primer dan berpengaruh pada besarnya daya dukung. Selain itu, dikaji dinamikanya terkait rekrutmen, pertumbuhan, laju mortalitas alami, dan mortalitas tangkapan. Rekrutmen dibatasi pada banyaknya ikan kerapu macam yang direstocking. Berdasarkan informasi tersebut, dibuat model restocking baik dari segi dinamika populasi maupun dampak ekonomi. Ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu memenuhi daya dukung, menguntungkan secara ekonomi, dan dapat membantu memulihkan keadaan stok. Hal ini akan dijadikan landasan untuk merumuskan model pengelolaan. Untuk memudahkan penerapan hasil penelitian ini program dengan menggunakan Visual Basic. Desain Waktu Penelitian ini dilakukan mulai awal 5 Januari 2010 sampai dengan 26 September 2010. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada Januari-Februari 2010. Wawancara terkait dengan partisipatori stock assessment (PSA) dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2010. Sementara data panjang dan bobot ikan kerapu diamati setiap hari selama bulan Maret sampai dengan Agustus 2010. Teknik Pengumpulan Data Pengukuran produktivitas primer dilakukan berdasarkan kandungan Chl-a. Data ini merupakan data sekunder. Contoh nelayan yang diwawancara diambil melalui penarikan contoh berlapis. Nelayan yang mencari ikan di perairan Semak Daun umumnya tinggal di pulau Panggang. Di sana terdapat tiga kelompok nelayan, yakni nelayan yang sekarang bergabung menjadi anggota sea farming, nelayan yang menjadi anggota perhimpunan nelayan kepulauan Seribu, dan nelayan bebas. Diantara mereka yang sering menangkap ikan kerapu macan ke beberapa daerah ada 30 orang. Dari masing-masing kelompok tersebut diambil proporsional sehingga jumlah contoh total sebanyak 20 orang. Adapun contoh ikan kerapu macan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di pengumpul. panjangnya (cm).
Tiap ikan yang dijual ke pengumpul diukur bobot (g) dan
35
Variabel Variabel/peubah biologi yang diukur adalah: a) panjang ikan kerapu (cm) b) bobot ikan kerapu (g) Variabel/peubah eksploitasi yang diukur adalah: a) hasil tangkapan per hari secara historis b) ukuran ikan yang ditangkap secara historis c) jenis alat tangkap d) lama penangkapan (hari) e) jumlah alat tangkap f) jumlah hari penangkapan sebulan Metode Pengukuran 1
Data panjang ikan kerapu macan diukur menggunakan mistar dengan ketelitian 0.1 cm, dari ujung mulut sampai ujung ekor (panjang total).
2
Bobot ikan kerapu macan diukur menggunakan timbangan pegas dengan ketepatan 0.1 kg dan bobot maksimal 10 kg.
3
Data peubah eksploitasi diperoleh dari wawancara (Lampiran 1)
4
Data batimetri diperoleh dari data sekunder.
5
Kandungan total-P diperoleh dari data sekunder. Penentuan Daya Dukung Salah satu cara untuk menghitung daya dukung adalah berdasarkan
pengenceran.
Pendekatan ini pernah dilakukan oleh Widigdo dan Pariwono
(2003) untuk menduga daya dukung tambak di pesisir (Gambar 9).
36
Gambar 9 Volume air laut di pantai (Sumber: Widigdo dan Pariwono (2003))
Keterangan: V 0 : volume air laut yang tersedia (m3) h : tinggi pasang surut setempat (m) y : lebar areal tambak yang sejajar garis pantai (m) θ : kemiringan dasar laut x
: jarak dari garis pantai (waktu pasang) hingga lokasi intake air laut (m)
Metode pendugaan daya dukung dalam penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi terhadap apa yang dilakukan oleh Widigdo dan Pariwono (2003). Hal ini dilakukan untuk menghitung ketersediaan air laut setiap hari berdasarkan proses pasang surut yang dapat mengencerkan sisa limbah yang terbuang ke laut. Berikutnya, hasil modifikasi ini dipadukan dengan pendekatan Tookwinas (1998) yang juga dimodifikasi.
Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui berapa
besarnya beban yang ditanggung oleh kolom perairan di dalam perairan karang (gosong).
Untuk itu maka perlu diketahui beban P maksimum yang dapat
diterima oleh perairan tersebut dan banyaknya air yang tersedia untuk mengencerkan beban limbah tersebut. Besarnya beban yang dapat ditanggung oleh kolom perairan dapat digambarkan oleh baku mutu masing-masing parameter. Baku mutu beberapa parameter untuk kehidupan terumbu karang yang merupakan habitat ikan kerapu macan dicantumkan dalam Tabel 5 berikut.
37
Tabel 5 Baku mutu air laut untuk terumbu karang No
Parameter Satuan Baku Mutu Fisika 1 Kecerahan m >5 2 Kebauan Alami 3 Padatan tersuspensi mg/l 20 4 Sampah Nihil o 5 Suhu C 28-30 Kimia 1 pH 7 – 8.5 o 2 Salinitas /oo 33 – 34 3 DO mg/l >5 4 BOD5 mg/l 20 5 Ammonia Total mg/l 0.3 6 Fosfat mg/l 0.015 Biologi 1 Patogen sel/100 ml Nihil 2 Plankton sel/100 ml Tidak bloom Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa baku mutu fosfat adalah 0.015 mg/l. Nilai ini dijadikan sebagai nilai maksimum beban fosfat yang dapat diterima oleh perairan Semak Daun sehingga ekosistem tetap lestari. Adapun penentuan banyaknya volume air yang dapat mengencerkan fosfat dan membawa keluar perairan Semak Daun dapat dilihat pada Gambar 10. Volume air yang tersedia untuk mengencerkan beban limbah dan membawanya keluar dapat dihitung dengan mengalikan luas wilayah perairan gosong Semak Daun dengan selisih antara tinggi air saat pasang tertinggi (HWL) dengan tinggi air saat surut terrendah (LWL). Namun, oleh karena tinggi HWL dan LWL berfluktuasi setiap hari maka perlu dicari rata-rata volume harian. dengan menjumlahkan
Caranya
volume harian tersebut lalu dibagi banyaknya hari
pengamatan, yaitu: V0 =
1 n ∑ A.(HWLi − LWLi ) n i =1 ................................................................ [40]
38
h
Gambar 10 Volume air pada saat pasang surut. HWL merupakan tinggi pada saat pasang, LWL tinggi pada saat surut, h adalah elevasi pasang surut harian. Hal ini berlaku bila pasang surut terjadi sekali dalam sehari. Namun, bila terjadi lebih dari sekali pasang surut maka persamaan tadi perlu dikalikan frekuensi pasang surut dalam sehari (f). Berdasarkan hal ini, maka volume air yang tersedia untuk mengencerkan beban limbah adalah: V0 =
1 n 1 n f . A.(HWLi − LWLi ) V0 = ∑ f . A.hi ∑ n i =1 n i =1 atau
dengan
hi = (HWLi − LWLi ) .............................................................................[41] Keterangan:
39
Bila diketahui beban maksimum fosfor (atau baku mutu P) yang dapat diterima kolom perairan adalah q mg/l (ppm) maka jumlah maksimum P yang dapat masuk ke dalam perairan (P maks) adalah: 1 n ∑ f . A.hi n i =1
, dengan P maks adalah P maksimum yang
diperbolehkan ada di dalam perairan (kg) atau P-acceptable.
Berdasarkan
penelitian terhadap kegiatan budidaya yang dilakukan dapat diketahui besarnya P yang berasal dari KJA (U kgP/kg ikan). Besaran U ini ditentukan oleh pola pemberian pakan. Pemberian pakan berbeda-beda banyaknya disesuaikan dengan bobot ikan. Dari pola pemberian pakan ini diketahui banyaknya ransum pada bobot w selama masa pembesaran (R w). Pada kondisi kandungan P dalam pakan k persen dan banyaknya pakan terbuang ke dalam perairan b persen dari total pakan maka banyaknya P yang masuk ke dalam perairan pada masa pembesaran bobot ikan w dan banyak ikan N adalah: ………………………………………………………..[42] …………………………….…………………………….…[43] Dengan demikian, banyaknya fosfat selama masa pembesaran ikan (untuk ikan kerapu macan sampai mencapai w=0.5 kg) dapat diketahui sebagai: ………………………………………………….[44] Banyaknya ikan yang hidup dipengaruhi oleh survival rate (SR). Bila survival rate ikan sebesar SR (%) maka banyaknya fosfat yang masuk ke kolom perairan selama masa pembesaran ikan menjadi: ……………………………...…..[45] Keterangan:
40
Oleh karena itu, daya dukung perairan untuk KJA secara lestari (K L ) berdasarkan pengenceran adalah: …….……………………………………………[46] Bila tiap keramba dapat menghasilkan (N.SR. (0.5)) kg/keramba maka banyaknya keramba yang diperkenankan adalah: keramba …………….………………………[47] luas kawasan efektif yang dijadikan KJA adalah: ha …...…………………………………………[48] Kondisi Stok Pertama kali dilakukan pendugaan model untuk kajian stok. Model yang hendak diduga adalah: .......................................................... [49] ................................................................. [50] ............................................................................................ [51] Keterangan: B t = biomassa stok pada waktu t B t+1 = biomassa stok pada waktu t+1 B ∞ = biomassa maksimal yang dapat dicapai C t = total tangkapan = mortalitas penangkapan = catchability = upaya untuk alat g Model ini memerlukan tiga parameter populasi, yaitu B now (kondisi saat proyeksi dimulai, pada waktu pengamatan), r (laju pertumbuhan populasi), dan B ∞ (ukuran stok yang tidak dieksploitasi), dan untuk alat tangkap yang lebih dari satu jenis diperlukan tipe alat tangkap.
Keadaan stok didefinisikan sebagai
41
biomassa (B t ) dibagi dengan biomassa yang tidak dieksploitasi (B ∞ ).
Jika
keadaan stok berada dibawah tangkapan maksimum lestari (0.5), maka stok dikatagorikan telah mengalami tangkap lebih (overvishing). Analisis Data 1
Hubungan panjang dan bobot ikan kerapu diduga dengan regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Selain itu, untuk memasukkan unsur ketidakpastian (uncertainty) dibandingkan dengan metode Bayes. Pendekatan melalui metode Bayes ini dilakukan dengan membuat program dan dimasukkan kedalam software Winbugs14.
2
Penduga parameter pertumbuhan (L∞ , K, dan t 0 ) dihitung dengan menggunakan metode ELEFAN I yang terdapat dalam software FISAT II. Parameter pertumbuhan juga diduga dengan memasukkan unsur ketidakpastian (uncertainty) menggunakan metode Bayes.
Pendekatan
melalui metode Bayes ini dilakukan dengan membuat program dan dimasukkan kedalam software Winbugs14. 3
Penduga laju mortalitas total (Z) dihitung dengan kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (Sparre & Venema 1998). Laju mortalitas alami diduga dengan persamaan empiris Pauly (1980).
4
Penentuan waktu/pola tebar, banyaknya ikan kerapu yang ditebar, dan ukuran panjang tebar untuk mendapatkan keuntungan optimum dengan tetap memperhatikan daya dukungnya dilakukan dengan menetapkan model dan melakukan simulasi.
Hal ini dilakukan dengan membuat
program dengan bantuan Winbugs14 yang dikombinasikan dengan bahasa QBasic dan Visual Basic.