Forestry Research and Development Agency (FORDA) Ministry of Forestry In cooperation with: Forest Carbon Partnership Facility
FOREST
CARBON PARTNERSHIP
F
A
C
I
L
I
T
Y
REDD+ READINESS PREPARATION The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
Prosiding Workshop
Strategi
Monitoring & Pelaporan
Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Bogor, Oktober 2013
Forestry Research and Development Agency (FORDA) Ministry of Forestry In cooperation with: Forest Carbon Partnership Facility
FOREST
CARBON PARTNERSHIP
F
A
C
I
L
I
T
Y
REDD+ READINESS PREPARATION The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
Prosiding Workshop
Strategi
Monitoring & Pelaporan
Plot Sampel Permanen
di Propinsi Nusa Tenggara Barat Bogor, Oktober 2013
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Editor: 1. Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga 2. Ir. Achmad Pribadi, M.Sc 3. M. Zahrul Muttaqin, M.Sc.For 4. Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc 5. Mega Lugina, S.Hut, M.Sc.For ISBN: 978-602-7672-41-3 © 2013 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau nonkomersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut:
Ginoga, K.L., Pribadi, A., Muttaqin, M.Z., Arifanti, V.B., dan Lugina, M. (eds). 2013. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia. Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Kementerian Kehutanan Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, Indonesia Telp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924 Email:
[email protected]; website: http://www.puspijak.org
ii
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding “Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat”. Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi yang dilaksanakan di Mataram pada tanggal 7-8 Mei 2013.
Kegiatan workshop ini merupakan kelanjutan kegiatan kerjasama FCPF sebagaimana telah disampaikan dalam surat No. S. 360/VIII/P3PIK-2/2012 dan Surat Perintah Kerja Swakelola No. 360/SPK/VIII/P3PIK-DIPA/2012 tentang pelaksanaan kegiatan kerjasama FCPF REDD+ Readiness Preparation “Pembuatan Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan Data dan Monitoring Perubahan Carbon Stock di HKm Santong, KHDTK Rarung dan Hutan Mangrove Propinsi Nusa Tenggara Barat” yang merupakan upaya penyediaan data dan monitoring stok karbon di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tujuan dari workshop ini adalah mendukung strategi dan kebijakan daerah dalam implementasi pencapaian RAD dan SRAP Propinsi Nusa Tenggara Barat. Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan prosiding ini. Semoga prosiding ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin. Ambon,
Oktober 2013
Kepala Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan,
Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc NIP. 19640118 199003 2 001
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
iii
Daftar Isi Kata Pengantar..............................................................................iii Daftar Isi........................................................................................v Rumusan Workshop.....................................................................vii 1. Pendahuluan..............................................................................1 1.1 Latar belakang................................................................................................... 3 1.2 Tujuan workshop.............................................................................................. 4
1.3 Hasil yang diharapkan..................................................................................... 4
1.4 Pembicara dan tema.......................................................................................... 4 1.5 Penyelenggaraan workshop.............................................................................. 5 1.6 Sambutan-sambutan......................................................................................... 5
2. Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi..................................................................13 2.1 Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ......... 15 2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk monitoring karbon hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012 ...................................................... 17 2.3 Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/PSP) ...................................................................... 19 2.4 Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem perhitungan karbon nasional ........................................................................ 20
3. Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi......................................................23 3.1 Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat ................................................. 25 3.2 Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan ............ 26
3.3 Dukungan data kegiatan untuk menyusun Strategi Monitoring PSP ....... 28
3.4 Peran masyarakat dalam monitoring karbon ................................................ 29
4. Kesimpulan dan Rekomendasi.................................................31 4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 33 4.2 Rekomendasi.................................................................................................. 33
Lampiran..................................................................................... 35 Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
v
Rumusan Workshop Ringkasan hasil diskusi panel dan Focus Group Discussion yang dilaksanakan selama dua hari pelaksanaan Workshop adalah sebagai berikut:
1. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi yang sebenarnya harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi penurunan REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara untuk membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi yang terpercaya dan transparan.Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat untuk pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan bahwa suatu negara secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masingmasing. Prinsip MRVharus diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam pelaksanaan REDD+, yang didekati dari tingkat nasional dengan implementasi di tingkat sub-nasional. 2. Pada tahun 2012 Puspijak dan Dinas Kehutanan dalam rangka FCPF telah membangun 33 Plot Sample Permanent yang tersebar di tiga lokasi di pulau Lombok yaitu di Hkm Santong sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung sebanyak 15 plot, dan di Hutan Mangrove Jerowaru sebanyak 9 plot. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan ditingkat provinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di update secara berkala. 3. Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga monitoring carbon stock setiap tahun dan selanjutnya dapat diketahui perubahannya untuk wilayah Nusa Tenggara Barat.
4. Peran Workshop Strategi Monitoring PSP ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa kontribusi PSP untuk perhitungan stok karbon, bagaimana metode monitoring PSP tersebut , bagaimana persepsi para pihak, apakah laporan monitoring emisi/ serapan karbon dapat mendukung penyusunan RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu dekat. 5. Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/ GRK melalui perencanaan strategis, pembuatan konsensus dan koordinasi, selain itu Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
vii
pemerintah daerah juga dapat mendorong keterlibatan publik maupun swasta dari berbagai sektor untuk concern terhadap Perubahan Iklim.
6. Upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sudah diusulkan oleh pemerintah daerah yang mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian. Untuk sektor kehutanan, usulan mitigasi berupa moratorium logging (Perda No. 3/2010 (RTRWP)), penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam (Inpres No. 10 / 2011), rehabilitasi lahan seluas 63.000 ha, Pengamanan hutan dan upaya lainnya dalam mitigasi perubahan iklim. 7. Dari PSP yang dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Cadangan karbon terbesar di HKm Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan hutan terdegradasi. Untuk lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar terdapat pada plot yang mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot vegetasi campuran. Untuk PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru Lombok Timur karbon tertinggi terdapat pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti hutan mangrove vegetasi sedang dan karbon terendah terdapat di mangrove vegetasi rusak. 8. Strategi yang diperlukan dalam rangka keberlanjutan PSP adalah menyediakan alokasi anggaran APBD bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan PSP yang lebih mewakili NTB. 9. INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System) memiliki tujuan untuk membuat informasi karbon nasional yang sesuai dengan kriteria international dan mengintegrasikan seluruh inisiatif karbon di semua unit. Modul INCAS terdiri dari empat komponen yaitu 1) Biomass Classification, 2) Land cover change analysis 2000-2009; 3) Bagaimana hutan terdegradasi (hutan primer sekunder) didasarkan pada intensitas gangguan; 4) Carbon Stock Estimation (5 carbon pool). Data yang diperlukan meliputi remote sensing data dan ground data (PSP).
10. Progres kegiatan INCAS yang sudah dilakukan yaitu meliputi wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua. Sementara itu, Sulawesi serta Maluku dan Jawa sudah hampir selesai. Saat ini sudah ada estimasi awal emisi dan removal di Kalimantan seperti kelas biomassa per tahun. INCAS juga bisa digunakan untuk MRV REDD+ dan mendukung Forest Monitoring System serta mendesain kuantifikasi impact perubahan lahan.
11. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) merupakan lembaga yang mengembangkan Bank Data penginderaan jauh dengan tujuan untuk membentuk bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan metadata dan penginderaan jauh wilayah Indonesia. Melalui Inpres No. 6 Tahun 2012 tentang tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian, LAPAN diperintahkan
viii
Rumusan Workshop
untuk menyediakan data satelit inderaja resolusi tinggi dengan lisensi pemerintah Indonesia.
12. Salah satu prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/ Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya. Dari hasil analisis citra dapat diketahui perubahan lahan baik clearing maupun replanting, groundcheck diperlukan untuk memastikan apakah lahan tes masih memiliki kesesuaian dengan analisis citranya. Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana PSP berikutnya, dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP 13. Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh IAFCP. Kegiatan INCAS meliputi:Land cover data, Climate data, Biomass and growth, Soil including peat, Land use and land management.
14. Peran LAPAN dalam INCAS, yaitu: 1) Mengumpulkan data dari tahun 90an sampai dengan tahun 2012, 2) Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung, 3) Penguatan SDM (kursus ke Australia dan sebaliknya).
15. National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan lahan/penggunaan lahan. Komponen NFI meliputi Penaksiran (Pembuatan PSP dan TSP diseluruh tipe kawasan hutan), Pemantauan dan Pemetaan Sumber Daya Hutan. 16. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan di NTB, meliputi:
a. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal dari hutan b. Mengacu pada Rencana Aksi Daerah Prov. NTB c. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021
d. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll
17. BPKH bertugas untuk memberikan dukungan data. Kepastian data dari PSP/ TSP membutuhkan kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Adanya kepastian kawasan hutan
b. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang
c. Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupan d. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll
18. Saat ini BPKH Wilayah VIII Denpasar telah melakukan Inventarisasi Biogeofisik. Inventarisasi biogeofisik bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi mengenai potensi, karakteristik, bentang alam, serta informasi lainnya pada suatu wilayah KPH, maka dilaksanakan kegiatan Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
ix
inventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei yang merupakan salah satu kegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP, hasil inventarisasi tersebut dapat digunakan antara lain sebagai dasar untuk pembagian blok dan petak serta untuk penyusunan rencana pengelolaan. Plot biogeofisik yang telah dibangun di Pulau Lombok yaitu dalam rangka pembangunan KPH Rinjani Timur dan di Sumbawa dalam rangka pembangunan KPH Ampang.
19. Persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena ada keterbatasan berupa kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara pemahaman dengan pengelolaan.
20. Peran masyarakat dalam monitoring karbon adalah sebagai “penguasa hutan” di NTB. Peran masyarakat menjadi kunci dalam monitoring dan evaluasi karbon dengan meneliti lahannya sendiri. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat bisa dijadikan simpul dalam monitoring karbon.
x
Rumusan Workshop
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Deforestasi dan degradasi hutan belakangan ini sangat erat dikaitkan dengan isu lingkungan, khususnya isu pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi dengan proses yang panjang akibat meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) di atmosfer. Sekitar 20% dari seluruh emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO 2 diatmosfir melalui aktivitas fisiologi-nya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Heriansyah,2005).
Pengukuran stok karbon dapat dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan dan/atau memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Untuk memperoleh data stok karbon dan perubahannya dengan pengukuran langsung di lapangan, maka perlu dibangun Petak Ukur Permanen/Permanent Sampling Plot (PSP) yang dapat merepresentasikan dinamika pertumbuhan biomasa dari berbagai penggunaan lahan khususnya hutan. Informasi mengenai karbon hutan menjadi penting dalam kegiatan REDD+. Hal tersebut terkait dengan salah satu persyaratan dalam mekanisme perdagangan karbon dalam REDD+ untuk menghitung potensi karbon secara Measureable, Reportable danVerifiable (MRV) yang comparable, koheren, lengkap dan akurat. Untuk menanggapi hal tersebut maka diperlukan suatu sistem atau mekanisme pengelolaan karbon hutan secara berkelanjutan.
Pada tahun 2012, Indonesia melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) telah membangun sejumlah PSP di 5 (lima) lokasi kegiatan FCPF, yaitu di Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Pengukuran biomassa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di kelima lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dengan atau tanpa dana bantuan dari FCPF. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan di tingkat Propinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-update secara berkala. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
3
Untuk itu diperlukan suatu lokakarya yang melibatkan stakeholder di daerah untuk membahas strategi monitoring PSP secara berkelanjutan serta untuk merancang blue print usulan sistem dan mekanisme monitoring PSP dan karbon hutan di tingkat Propinsi.
1.2 Tujuan Workshop Tujuan lokakarya ini adalah untuk (1) merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, (2) merancang blue print sistem monitoring karbon hutan, (3) merumuskan pengintegrasian data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang akan dibangun, (4) menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan (5) memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat propinsi.
1.3 Hasil yang Diharapkan Tersusunnya strategi pengelolaan PSP berkelanjutan, terancangnya blue print sistem monitoring karbon hutan, terintegrasinya data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang akan dibangun, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab para pihak di tingkat propinsi dalam pemantauan karbon hutan dan adanya masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat propinsi.
1.4 Pembicara dan Tema 1.4.1 Sesi Pertama 1. Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) oleh Ir. Akhmad Makchul, M.Si 2. Lesson Learned dari Pembangunan PSP Untuk Monitoring Karbon Hutan Pada Kegiatan FCPF Tahun 2012 oleh Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc 3. Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/PSP) oleh Ir. Andi Pramaria, M.Si 4
Pendahuluan
4. Data dan Informasi Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional oleh Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.
1.4.2 Sesi Kedua 1. Integrasi NFI Ke Dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun DiProvinsi Nusa Tenggara Barat oleh Ir. Iman Santosa, M.Sc 2. Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring Karbon Hutan oleh Dr. Haruni Krisnawati 3. Dukungan Data Kegiatan untuk Menyusun Strategi Monitoring PSP oleh I Gusti Rakha Wisnu 4. Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon oleh Dr. Markum
1.5 Penyelenggaraan Workshop Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Propinsi Nusa Tenggara Barat ini di ikuti oleh peserta yang berasal dari unsur pemerintah, swasta, LSM dan perguruan tinggi. Pada acara ini narasumber-narasumber yang mempresentasikan makalahnya adalah: Dr. Ir. Kirsfianti L . Ginoga (Kapuspijak Kementerian Kehutanan), Ir. Abdul Hakim, MM (Kadishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir. Akhmad Makchul, MSi (BAPPEDA Propinsi Nusa Tenggara Barat), Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc (Peneliti pada Puspijak Kementerian Kehutanan), Ir. Andi Pramaria, M.Si (Dishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si (LAPAN), Ir. Iman Santosa, M.Sc (Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan), Dr. Haruni Krisnawati (Forda/IAFCP), BPKH Wil VIII Denpasar, Dr. Markum (Transform). Moderator sesi pertama pada workshop ini yaitu Ir. Achmad Pribadi, M.Sc sedangkan pada sesi kedua yaitu Ir. Andi Pramaria, M.Si
1.6 Sambutan-sambutan 1.6.1 Sambutan Kepala Dinas Kehutanan provinsi NTB Yth Ibu Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok, Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten, Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai Wilayah Kerja di NTB, Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
5
Rekan-Rekan LSM, Dan Masyarakat Pengelola HKm, serta Bapak Dan Ibu, hadirin sekalian, Ass. Wr. Wb, Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan yang telah memfasilitasi lokakarya “Strategi Monitoring PSP untuk Perhitungan Karbon di Pulau Lombok”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan kegiatan terdapat beberapa kekurangan. Hadirin sekalian, Luas kawasan hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan hasil tata batas tercatat ±1.070.000 ha atau mencapai 53% dari luas wilayah daratan NTB. Kawasan hutan tersebut, kaya akan keanekaragaman hayati dan karbon. Karbon yang tersimpan di hutan memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Deforestasi dan degradasi hutan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan iklim global, sementara konservasi karbon dan peningkatan stok karbon melalui penanaman, akan mempertahankan dan meningkatkan stok karbon, serta menekan emisi gas rumah kaca terutama CO2 di atmosfer. Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) telah mengembangkan mekanisme karbon terkait untuk pasar wajib. Setelah konsep ARCDM yang dianggap kurang berhasil, mekanisme saat ini yang sedang dikembangkan adalah menyertakan REDD (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi) sebagai mekanisme karbon terkait penanganan pemanasan global. REDD awalnya difokuskan pada pencegahan deforestasi dan degradasi, tetapi kemudian juga termasuk konservasi hutan, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon sebagai REDD+. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi yang sebenarnya harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi penurunan REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara untuk membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi yang terpercaya dan transparan. Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat untuk pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan bahwa suatu negara secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masing-masing. Prinsip MRV harus diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam pelaksanaan REDD+, yang didekati dari tingkat nasional dengan implementasi di tingkat sub-nasional. 6
Pendahuluan
Hadirin sekalian, Sampai 2012, REDD+ masih dalam fase persiapan. Selama fase ini indonesia telah menunjukkan kemajuan untuk pengembangan mekanisme REDD+. Beberapa inisiatif telah dilaksanakan untuk mendukung REDD+ termasuk pengembangan kegiatan percontohan (Demonstration Activity/DA) dan penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara pemerintah RI dan Pemerintah Norwegia. Indonesia juga telah membuat komitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% dari BAU (businnes as usual) pada tahun 2020, termasuk kontribusi dari mekanisme REDD+. Di bawah koordinasi UKP4 (Unit Kerja Pembantu Presiden untuk Pengawasan Pembangunan), Indonesia masih dalam proses pengembangan sistem MRV untuk tingkat nasional. Melalui kerjasama dengan PUSPIJAK, pada tahun 2012 telah dibangun 33 plot sample permanent yang tersebar di tiga lokasi di Pulau Lombok yaitu di Santong sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung 15 plot, dan di Jerowaru di lokasi Mangrove 9 plot. Pengukuran biomasa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di ketiga lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomasa dan karbon hutan di tingkat provinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-up date secara berkala. Untuk itu maka diselenggarakan lokakarya ini yang bertujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, merancang sistem monitoring karbon hutan, merumuskan pengintegrasian data sistem pemantauan hutan nasional (NFMS) dengan sistem monitoring karbon hutan tingkat provinsi yang akan dibangun, menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan, memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat provinsi. Hadirin sekalian, Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menuangkan kebijakan moratorium logging dengan pembatasan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam. Produksi hasil hutan kayu hanya dimungkinkan dari kegiatan penanaman. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong upaya-upaya rehabilitasi, restorasi dan konservasi sehingga akan meningkatkan carbon stock. Pada dasarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan penyimpanan karbon, seperti upaya reboisasi, pembangunan Hkm, pembangunan HTR, pembangunan HTI, upaya restorasi hutan, dan lain-lain. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
7
Di sisi lain kita juga telah berupaya untuk menahan laju degradasi dan deforestasi hutan dan lahan melalui pengamanan hutan, penyuluhan, penyadaran masyarakat, dan lain-lain. Permasalahannya adalah kita belum mempunyai kemampuan untuk menghitung carbon stock serta peningkatan carbon yang berasal dari kegiatan rehabilitasi, restorasi dan konservasi. Berkenaan dengan hal-hal tersebut, maka melalui lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sample Permanent ini, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga dapat dimonitor carbon stock setiap tahun dan selanjutnya diketahui perubahan kondisi karbon di wilayah NTB. Akhirnya, sekali lagi saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Kapuspijak serta seluruh jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memfasilitasi pertemuan ini. Semoga dapat bermanfaat. Demikian, terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. KEPALA DINAS KEHUTANAN PROV. NTB,
Ir. ABDUL HAKIM, MM
1.6.2 Sambutan Kapuspijak Yth Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok, Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten, Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai Wilayah Kerja di NTB, Rekan-Rekan LSM, dan Masyarakat Pengelola HKm, serta Bapak dan Ibu, hadirin sekalian, Ass. Wr. Wb, Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB yang telah memberikan ijin kami untuk mengadakan 8
Pendahuluan
lokakarya “Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan kegiatan terdapat beberapa kekurangan. Hadirin sekalian, Lokakarya Monitoring Dan Pelaporan Permanen Sampel Plot Di Propinsi NTB dilaksanakan untuk mendukung visi Kementerian Kehutanan Tahun 2011-2014 dalam penyelenggaraan pembangunan hutan yang lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dalam mencapai tujuan tersebut, telah dibuat 6 kebijakan prioritas (2011-2014) yang tertuang dalam Permenhut No. P.57/Menhut-II/2011 Tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Tahun 2012. Visi ini sejalan dengan tujuan kegiatan REDD+ di Indonesia yaitu Hutan lestari masyarakat sejahtera berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut, Kementerian Kehutanan sudah membuat 6 (enam) kebijakan prioritas terkait pembangunan kehutanan dan kaitannya dengan REDD+ di Indonesia. Ke-6 kebijakan tersebut adalah: 1. Pemantapan kawasan hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah semakin mantap kawasan hutan baik dari aspek informasi geospasial dan tematik kehutanan, ijin pinjam pakai kawasan hutan, rencana makro perlindungan dan konservasi SDA, tata batas, penunjukkan kawasan hutan provinsi serta penetapan wilayah KPH, maka semakin mudah untuk dilakukan pemantauan dan resiko yang rendah dalam melaksanakan kegiatan REDD+. 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). Kaitan program ini dengan REDD+ adalah dengan dilaksanakannya program ini, diharapkan adanya peningkatan serapan dan simpanan karbon untuk mendukung kegiatan REDD+.
3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah dengan terjaminnya keamanan hutan dari kegiatan perambahan dan illegal logging serta kebakaran hutan, diharapkan akan terjadi penurunan emisi dari terjaganya hutan.
4. Konservasi keanekaragaman hayati/biodiversity. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah keanekaragaman hayati merupakan penyangga ketahanan ekologis dan penggerak ekonomi riil sehingga dapat berperan dalam meningkatkan simpanan karbon, terjaganya flora dan fauna dari kepunahan (menjaga keseimbangan ekosistem) dan meningkatkan nilai jasa lingkungan. 5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah hasil ekonomi dari pemanfaatan hutan, demand kayu dan perijinan usaha pemanfaatan hutan. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
9
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah meningkatkan produktivitas lahan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai tenaga kerja. Hadirin sekalian, Tantangan bagi REDD+ merupakan tantangan bagi pembangunan kehutanan Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. Pemanasan global bukan hanya masalah lokal, namun juga masalah global. Indonesia terus berupaya dalam mengatasi masalah perubahan iklim yang ditandai dengan meratifikasi UNFCCC dan Kyoto Protokol. Beberapa instansi/ lembaga baik pemerintah maupun swasta pada tingkat internasional sudah menyusun dan melakukan berbagai penelitian maupun kajian dalam rangka implementasi REDD+. Beberapa Lembaga/ instansi tersebut diantaranya: CIFOR, WRI, Down To Earth, dan Puspijak (Kementerian Kehutanan). Kajian mengenai REDD+ dari masing-masing Lembaga/ instansi tersebut adalah: 1. CIFOR (2009), mengkaji tentang teknologi, pembayaran, akuntabilitas dan pendanaan dari kegiatan REDD+
2. WRI (2010), mengkaji tentang Real/Emission additionality, leakage, permanent/ temporary, MRV dari kegiatan REDD+ 3. Down to Earth (2010), mengkaji tentang politik, konservasi vs masyarakat, hak, konflik dan keadilan, korupsi dari kegiatan REDD+ 4. Puspijak (2010), mengkaji tentang status lahan, kapasitas lokal (Pemerintah dan Masyarakat), distribusi manfaat, dan kelembagaan dari kegiatan REDD+.
Keputusan COP-16 Tentang REDD+adalah berupa perangkat implementasi REDD+ yang dielaborasi pada COP-17. Kegiatan awal dalam menyusun perangkat tersebut adalah perlu diketahui lebih dahulu National Forest Reference Level (NFRL)/National Forest Reference Emission Level (NFREL) yang merupakan penyatuan dari FRL/FREL dari setiap daerah (Sub-national level/ Demonstrastion Activities/DA). Dasar penilaian kegiatan REDD+ yang kredibel dan transparan adalah dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaporan REDD+. Hal tersebut perlu memperhatikan bagaimana pengalihan emisi ditangani dan perlu adanya pengintegrasian sistem monitoring di level sub-nasional ke sistem monitoring hutan nasional. 10
Pendahuluan
Tahap selanjutnya adalah dengan membuat rancangan Strategi Aksi Nasional (STRANAS)/ National Action Plan (NAP). Tahap berikutnya yang juga merupakan mandat dalam COP 16 adalah pembangunan Sistem Informasi Safeguards. Safeguard yang dilaksanakan dapat melalui penerapan hukum adat dan penyuluhan agar masyarakat terjamin kesejahteraannya. Tahap terakhir dalam penyusunan perangkat ini adalah mekanisme pembayaran/payment mechanism yaitu pendanaan berkelanjutan untuk pembiayaan/investasi dan mekanisme distribusi pembayaran REDD+, dimana perlu dipastikan siapa saja yang menikmati manfaat dari REDD+. Secara keseluruhan, perangkat ini harus didukung dengan efektivitas kebijakan dan kelembagaan, penegakan aturan, pembangunan sistem insentif, sistem pengaman dan efisiensi sistem administrasi. Hadirin sekalian, Peta kebijakan yang mendukung kegiatan REDD+ berupa kebijakan kehutanan dan non kehutanan. Berbagai lembaga dan kebijakan sudah dibentuk untuk mendukung komitmen pengurangan emisi meskipun kita sebagai negara berkembang bukan merupakan kontributor emisi terbesar. Perangkat hukum yang tersedia dalam upaya mendukung kegiatan REDD+ di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. E M EN T ER I A NKehutanan K E HU T A N A N PetaKKebijakanè dan Non Kehutanan Permenhut No. 14 /2004 ttg AR CDM Permenhut No. 68 ttg DA
2008 DNPI: Inpres 46/2008
Permenhut No. 30/20 09 (REDD+)dan 36/2009 (panrap karbon)
2009
Permenhut No. 10/2010 dan 51/2010 ttg KebijakanPrioritas dan Renstra Kmnhut
2010
Inpres 10/2011
2011
Permenhut No. 20/2012 ttg Penyelenggaraan Karbon Hutan
2012
Fase 1
Kepres 19, Kepres 25/2011 Kepres 5/2013è Satgas REDD+
2013 Fase 2
2014 Fase 3
Perpres Perpres 61/2011 71/2011 Inventarisasi NAP Perpres 32/2011 MP3EI
Bagaimana konkretnya pada 2014? Perlu sinergi semua sumber daya dan energi, nasional maupun sub nasional. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
11
Saat ini telah dibentuk beberapa strategi nasional REDD+ yang dibentuk oleh Satgas REDD+, dimana strategi ini menganalisis gap dan usulan tindak lanjut untuk mengatasi gap tersebut. Gap dan Usulan tindak lanjut tersebut tersaji pada Tabel 1 berikut. No
Gap
Usulan Tindak Lanjut
1
Institutions/Instrument
• Lembaga REDD+ • Instrumen Pendanaan • Lembaga MRV
2
Penguatan Kebijakan dan • Peraturan • • • •
3
Program Strategis
• Manajemen lanskap berkelanjutan • ImpleEkon bdsk Man sberdaya berkl • Konservasi dan Rehabilitasi
4
Paradigma dan Budaya
• Penguatan hutan dan tatakelola lahan • Kampanye nasional: “Selamatkan hutan indonesia” • Pengembangan insentif
5
Partisipasi Masyarakat
• • • •
Reform RTR Reform tenurial Managemen hutan dan gambut Monitoring dan Penguatan Hutan Moratorium 2 tahun
Interaksi dan Strategi utk Stakeholder Partisipasi Implementasi Padiatapa Kerangka Safeguards dan Sistem Informasi Benefit Sharing
Peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada: bagaimana metode monitoring, bagaimana persepsi dari para pihak, apa dukungan monitoring emisi/ serapan karbon dalam mendukung RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/ teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu dekat.
12
Pendahuluan
BAB 2
Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
13
2.1 Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Oleh: Ir. Akhmad Makchul, M.Si (Kabid Tata Ruang dan Rencana Bappeda Provinsi NTB) RAD merupakan turunan dari RAN Penurunan GRK. NTB sudah menindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur No.51/2013. Ada tiga dokumen perencanaan yang merupakan turunan rencana nasional: 1. RPJP 2005-2025: mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah yang didukung kelestarian dan keberlanjutan lingkungan 2. RPJMD 2009-2013: menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya alam dan lingkungan hidup 3. RTRW Provinsi NTB: NTB sebagai pusat agribisnis dan pariwisata (yang bisa berhasil bila pengelolaan ekologi berhasil dengan baik) mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan
NTB sudah memiliki PERDA tentang tata ruang yang berfokus pada dua sektor unggulan yaitu agrobisnis dan pariwisata. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan pusat pengembangan agrobisnis, kawasan pengembangan pariwisata, pusat pengembangan kelautan dan perikanan. Untuk pembangunan daerah berbasis SDA berkelanjutan, diwujudkan dengan program pembangunan daerah NTB berbasis SDA berkelanjutan tahun 2009-2013 seperti:
1. Gerakan NTB hijau dengan sasaran tidak menambah luas lahan kritis di provinsi NTB. Penutupan lahan kritis meningkat 315.000 ha melalui HTR, HKm, yang diharapkan meningkatkan produk hutan dan jasa lingkungan. 2. Gerakan ruang hijau dengan sasaran memperbesar ruang terbuka hijau.
3. Gerakan kawasan PERMATA (Perlindungan Mata Air) pada tahun 1987 sekitar 70-an, tahun 2008 menjadi 178. 4. Memantapkan program “Desa Mandiri Pangan” 5. Pengembangan “Desa Mandiri Energi”
6. Pencanangan NTB sebagai “Provinsi Bumi Sejuta Sapi” 7. Meluncurkan “Pasar Tani”
8. Revitalisasi Penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan perikanan. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
15
Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/GRK melalui perencanan strategis, pembuatan konsesus dan koordinasi. Pemda dapat mendorong keterlibatan publik, swasta untuk konsen terhadap Perubahan Iklim Sumber emisi di NTB per sektor adalah sebagai berikut:
1. Sektor pertanian (gas metan karbon dioksida dll), 2. Sektor kehutanan (lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, alih fungsi lahan), 3. Sektor energi (emisi gas buang kendaraan bermotor, kebakaran hutan dll), tranportasi (pembakaran bahan bakar fosil), sektor industri dan limbah Untuk mengatasi hal tersebut, disampaikan usulan mitigasi di bawah ini yang mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian.
2.1.1 Sektor Energi 1. 2. 3. 4. 5.
Program kemitraan konservasi energi Efisiensi peralatan rumah tangga Penyediaan dan pengelolaan energi baru dan terbarukan dan konservasi energi Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi Pengalihan minyak tanah ke energi dan lain-lain
2.1.2 Sektor Transportasi 1. 2. 3. 4. 5.
Peremajaan angkutan umum Penerapan manajemen parkir Pengadaan sistem BRT/Semi BRT Car free day Membangun non motorized transport dan lain-lain
2.1.3 Sektor Kehutanan 1. 2. 3. 4.
Moratorium logging Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam Rehabilitasi seluas 63 000 ha Pengamanan hutan dan lain-lain
2.1.4 Sektor Pertanian: Penggunaan Lahan dengan Sedikit Air dan lain-lain Strategi implementasi untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
1. Memetakan lembaga yang dimiliki oleh Provinsi NTB 2. Identifikasi sumber pendanaan yang mungkin
3. Jadwal implementasi masing-masing usulan aksi 4. Strategi sosialisasi aksi mitigasi
Yang sekarang dilakukan adalah sosialisasi RAD ke kabupaten dan kota sehingga dalam monev bisa dilihat masing-masing kabupaten harus mengurangi emisi.
2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk Monitoring Karbon Hutan pada Kegiatan FCPF Tahun 2012 Oleh: Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc Pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan GRK 60% emisi di Indonesia disebabkan oleh perubahan lahan dan kebakaran gambut. Perpres No. 61/2011 tentang RAN-GRK mengamanatkan Pemerintah Provinsi untuk menyusun RAD GRK. Hampir semua provinsi sudah selesai menyusun RAD GRK. Dalam rangka mendukung pelaksanaan REDD+, perhitungan cadangan karbon harus memiliki akurasi yang dapat diterima termasuk oleh dunia internasional. Puspijak mendapat dana dari FCPF untuk mendukung pembangunan kesiapan REDD+ di Indonesia. Dalam kerangka ini jarus dapat diketahui berapa cadangan karbon hutan, untuk itu telah dibangun PSP dalam rangka menghitung cadangan karbon. Telah dibangun beberapa PSP di berbagai tipe hutan di Indonesia dan akan dibangun data base cadangan karbon dari berbagai tipe hutan. Tujuan pembangunan PSP yang dilakukan oleh FCPF-Puspijak tahun 2012 adalah: 1. Membangun PSP di berbagai tipe hutan di tingkat provinsi
2. Membangun database cadangan karbon untuk setiap tipe hutan di tingkat provinsi 3. Melakukan monitoring cadangan karbon hutan di tingkat provinsi Output dari kegiatan pembangunan PSP ini adalah: 1. Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan karbon di tingkat provinsi 2. Tersedianya database pertumbuhan pohon pada berbagai tipe hutan
3. Tersedianya database cadangan biomasa dan karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB, serasah, nekromas, tanah) di tingkat provinsi Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
17
Terdapat 5 kriteria dalam pemilihan lokasi PSP, yaitu: aman, aksesibilitas, keterwakilan, keberlanjutan, status kawasan. Pada tahun 2012, FCPF-Puspijak telah melaksanakan pembangunan PSP di lima provinsi dengan berbagai tipe hutan. Kelima provinsi tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Provinsi Sumatera Barat telah membuat 15 PSP yang mewakili tipe hutan sekunder, agroforestry dan semak belukar. 2. Provinsi Sumatera Selatan telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam primer, sekunder, hutan rakyat dan hutan gambut sekunder. 3. Provinsi Sulawesi Utara telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan pantai, hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut. 4. Provinsi Nusa Tenggara Barat telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan pantai, hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut. 5. Provinsi Maluku telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam primer dan sekunder. Metode pelaksanaan pembangunan PSP yaitu: 1) Stratifikasi lapangan, 2) Pembangunan PSP, 3) Pengukuran biomasa pada 5 karbon pool (permukaan atas tanah, permukaan bawah tanah, serasah dan tumbuhan bawah, tanah, dan kayu mati/ nekromas). Monitoring PSP akan dilaksanakan dari DIPA Puspijak 2013, tahun berikutnya dapat dilaksanakan oleh daerah. Paska 2014 siapa yang mendanani dan siapa yang menglelola pasca 2014.
Cadangan karbon di Nusa Tenggara Barat. Cadangan karbon terbesar di HKm Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan hutan terdegradasi. Untuk lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar terdapat pada plot yang mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot vegetasi campuran. Untuk PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru, Lombok Timur karbon tertinggi terdapat pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti hutan mangrove vegetasi sedang dan karbon terendah terdapat di mangrove vegetasi rusak. Cadangan karbon di Ambon. Cadangan karbon terbesar yaitu di hutan primer Pulau Ambon sebesar 445 ton C/ha dan karbon terendah di hutan sekunder Pulau Seram.
Cadangan karbon di Sumatera Selatan. Hasil perhitungan yang dilaporkan belum selesai dan masih merupakan hasil dalam bentuk berat basah biomasa. Masih perlu menyelesaikan perhitungan biomasa kering dan cadangan karbon dari kelima pool karbon. 18
Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Monitoring PSP atau pengukuran ulang di tahun 2013 akan dilaksanakan dengan sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013. Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSP diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait dengan pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.) Untuk itulah besok kita akan melakukan FGD pasca 2014, akan sayang sekali jika PSP tidak dilakukan pengukuran ulang. Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015) dilakukan setiap 3 tahun sekali. Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para pihak terkait dan Puspijak.
Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran biomasa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
2.3 Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/ PSP) Oleh: Ir. Andi Pramaria, M.Si Ada beberapa kesepakatan tingkat internasional terkait dengan komitmen penurunan emisi. Indonesia sepakat untuk menurunkan emisinya sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan internasional. Untuk menjaga komitmen tersebut dibuatlah RAN (Perpres No. 61/2011). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat ditindaklanjuti dengan dibuatnya RAD (ditetapkan dengan Keputusan Gubernur No. 51/2012). Oleh karenanya RAD GRK perlu didukung oleh semua pihak Sumber emisi di sektor kehutanan: kebakaran hutan, penebangan pohon, perubahan penggunaaan kawasan hutan.
1. Besaran emisi sektor kehutanan 14,89 juta ton CO2/tahun. 2. Baseline emisi 2011 14892550 emisi CO2 per tahun. 3. Skenario penurunan: mengembalikan 30% hutan lahan kering sekunder dan penggunaan lain menjadi hutan lahan kering primer; 4. 225 sekitr 5jutaan CO2 5. Skenario kebijakan: moratorium logging, penundaan izin baru Implementasi untuk mengurangi emisi di Provinsi Nusa Tenggara Barat: 1. Moratorium logging tertuang dalam Perda No. 3/2010 (RTRWP). Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
19
2. Penundaan izin penggunaan kawasan hutan alam (Inpres No. 10 / 2011) 3. Mempertahankan luas kawasan hutan (Perda No. 1 / 2010) 4. Penurunan kebakaran hutan. Permasalahan dan solusi: 1. Kebijakan masih bersifat temporary belum bersifat permanen (RPJMD,INPRE, RTRW, dll) 2. Kebijakan dan program belum bersifat pengarusutamaan penurunan emisi GRK 3. Perubahan kondisi hutan primer dan hutan sekunder ke penggunaan lain akibat gangguan keamanan hutan, masih berlangsung karena kebutuhan lahan dan kebutuhan kayu, sementara kemampuan masih terbatas (dana, SDM). Implementasi pengukuran karbon di HKm Santong. Luas Hkm Santong ijinnya 700 ha tetapi kenyataannnya 1056 ha. Luas hutan mangrove di Jerowaru 75.98 ha. Cadangan karbon pada hutan mangrove rapat sebesar 2888,9 ton. Masukan yang diperoleh selama pembangunan PSP adalah:
1. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan, 2. Penambahan PSP pada kawasan lainnya untuk akurasi data, 3. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna menjaga komitmen Strategi keberlanjutan yang diperlukan adalah menyediakan alokasi anggaran APBD bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan PSP yang lebih mewakili NTB
2.4 Data dan Informasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional Oleh: Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si. Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh bertujuan untuk membentuk bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan meta data dan penginderaan jauh wilayah Indonesia.
LAPAN dapat menyediakan data satelit dari resolusi rendah sampai dengan tinggi (di bawah 4 meter), menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk meta data/riwayat data, memberi supervisi terkait penginderaan jauh, dan memberi masukan kepada pemerintah mengenai pengadaan, pengelolaan terkait penginderaan jauh. 20
Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Inpres No. 6 tahun 2012: tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian. Inpres ini memerintahkan kepada LAPAN menyediakan data satelit inderaja resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia. Data yang diterima di Stasiun Bumi Pare-Pare dan Jakarta sudah sejak tahun 80-an dan sudah dapat mengakuisisi data dari beberapa satelit penginderaan jauh. Saat ini dengan tiga stasiun bumi (Rumpin, Jakarta dan Pare-pare) dapat dicover seluruh wilayah Indonesia. Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh IAFCP. Kegiatan INCAS meliputi: land cover data, climate data, biomass and growth, soil including peat, land use and land management. Peran LAPAN dalam INCAS:
1. Mengumpulkan data dari tahun 90-an sd. 2012
2. Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung 3. Penguatan SDM (kursus ke Asutralia dan sebaliknya)
Kelompok kerja dalam INCAS, dimulai sejak tahun 2012. Ada dua working group dalam kegiatan ini, yaitu1) remote sensing dan 2) perubahan penutupan lahan. Untuk land cover change diambil data dari landsat (yang telah diseleksi) dengan beberapa langkah: 1. Scene selection
2. Ortho-rectification & terrain illmunitaion correction 3. Cloud masking and mosaicing 4. Tresholding to map
2.4.1 Pengumpulan Data Pemetaan land cover change dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Wall-to-wall coverage (forest and non-forest estate)
2. Perubahan penutup lahan tahunan (to produce accurate change products at 25 m for Indonesia) 3. Ketersediaan data yang kontinyu terkait dengan konsistensi time-series 4. Verifiable and transparent
5. Konsistensi dalam penggunaan istilah-istilah kehutanan atau metodologi Prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya, diantaranya: Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
21
1. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009 (dilaksanakan pada 2009-2013), 2. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan 1990-1999 (dilaksanakan pada 2013-2014). Dari hasil analisis citra dapat diketahui perubahan lahan baik clearing dan replanting, groundcheck diperlukan untuk memastikan apakah lahan tes masih memiliki keseuaian dengan analisis citranya. Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana PSP berikutnya, dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP. Tahun 2012 keluar Inpres No.6/2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian kualitas, penggunaan dan distribusi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi. Cakupan citra landsat Indonesia yaitu 225 scene. Lingkup pekerjaan pada bulan Mei 2012 Sumatera, November 2011 Kalimantan, Desember 2012 Papua. Data penginderaan jauh memiliki peran sangat penting dalam mendukung kegiatan perhitungan karbon secara nasional.
22
Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
BAB 3
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
23
3.1 Integrasi NFI ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Barat Oleh: Ir. Iman Santosa, M.Sc National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan lahan/penggunaan lahan.
3.1.1 Komponen NFI 1. Penaksiran, 2. Pemantauan dan 3. Pemetaan SDH
3.1.2 Penaksiran SDH Penaksiran SDH, dilakukan dengan:
1. Pembuatan PSP dan TSP, 2. Dibangun di seluruh tipe kawasan hutan Pemantauan SDH adalah kegiatan untuk menyediakan data spasial penutupan/ penggunaan lahan dengan batuan teknologi penginderaan jauh (menggunakan landsat 7 ETM+, penafsiran dilakukan tiap 3 tahun, penutupan/penggunaan lahan menggunakan 23 kelas). Pemetaan SDH dilakukan dengan pemetaan dengan skala 1:250000
3.1.3 Pemantauan Hutan Nasional 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dilatarbelakangi oleh Cancun Agreement (COP ke-16 tahun 2010) Data yang tersedia: batas NKRI, penutupan/penggunaan lahan, laju deforestasi Penyebaran PSP/TSP Peta citra satelit Dapat diakses di www.dephut.go.id Sejalan dengan UU ketersediaan informasi publik
Pengembangan Sistem Monitoring karbon Hutan di NTB, meliputi: 1. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal dari hutan Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
25
2. Mengacu pada RAD Provinsi NTB
3. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021
4. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll
3.1.4 Sinkronisasi Data 1. Spasial,
2. Numerik,
3. Tipe vegetasi,
4. Periodisasi data harus disinkronisasi Analisis data untuk RAD GRK menggunakan stock different analysis.
3.2 Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring Karbon Hutan Oleh: Dr. Haruni Krisnawati INCAS atau Indonesia Carbon Accounting System adalah sebuah sistem perhitungan karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah Australia, dimulai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhitungan karbon Australia NCAS (Full Carbon Accounting Model) yang dikembangkan di Australia dan sudah mendapat pengakuan internasional. Saat ini metode tersebut dikalibrasi, disesuaikan dengan kondisi hutan di Indonesia. Untuk skala nasional yang dihasilkan dari INCAS dapat menjadi input bagi pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan atau untuk mendukung kebijakan dan untuk memantau kondisi hutan berdasarkan stok karbon. Dari PSP kita bisa mendapatkan banyak informasi tidak hanya karbon tetapi juga kenakeragaman hayati (flora dan fauna).Untuk skala internasional hasil dari INCAS ini dapat menjadi bahan pelaporan kepada UNFCCC. Peran PSP adalah memberikan informasi terkait faktor emisi, yang dilakukan melalui inventarisasi hutan.
3.2.1 Desain INCAS 1. Desain utk skala nasional.
2. Mampu mengukur/menghitung emisi setiap tahun. 3. Mencakup 5 karbon pools.
4. Menghasilkan pengukuran untuk semua green house gasses (ke depan).
5. Informasi bisa digunakan untuk skala internasional, nasional, sub nasional, district, site. 6. Memberikan ruang untuk beberapa skenario manajemen aktivitas yang dilaksanakan di lapangan. 7. Berusaha konsisten secara spasial dan temporal.
3.2.2 Modul INCAS 1. Klasifikasi biomasa, yaitu INCAS didesain untuk memonitor emisi melalui perubahan tutupan lahan dan karbon stok. Terdapat 23 klasifikasi lahan (Kementerian Kehutanan), inilah yang diadopsi di INCAS. Bonita similar dengan klasifikasi biomasa yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memonitor perubahan tutupan lahan. 2. Analisis perubahan lahan, untuk melihat perubahan tutupan lahan tahunan, dimulai tahun 2000 mencakup seluruh wilayah Indonesia. 3. Pemetaan kelas gangguan hutan, untuk melihat bagaimana hutan itu mengalami gangguan. 4. Pendugaan stok karbon, pada lima pool karbon.
3.2.3 Data yang Dibutuhkan 1. Remote sensing data utk analisis perubahan lahan secara tahunan, 2. Ground data/ data lapangan/data pengukuran yang minimal diperlukan untuk INCAS: 3. Iklim (curah hujan, suhu, lamanya penyinaran) 4. Data inventarisasi: MRV – baplan, IMP – BUK 5. Tanah soil/peat: kementan, wetland 6. Iklim: BMKG 7. Landuse and management: pemanenan, kebakaran Data dari PSP dibutuhkan dalam kelompok data “biomass and growth”, sedapat mungkin data dari lapangan tetap digunakan karena lebih akurat dibandingkan data dari sumber sekunder dari peneliti lain. INCAS berusaha membangun sistem dengan mengintegrasikan sistem yang sudah ada. Di Australia penyusunan NCAS dilaksanakan selama 10 tahun, status kemajuannya sebagai berikut:
1. Sudah diselesaikan analisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua (2000-2009). 2. Ke depan akan dikerjakan analisis tutupan lahan untuk Maluku dan Jawa. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
27
3. Pilot system peta dan klasifikasi biomassa di Kalimantan.
4. Membangun kelas biomasa dan peta biomasa untuk Kalimantan. 5. Mengintegrasi analisis tutupan lahan tahunan dan klasifikasi biomasa untuk Kalimantan. 6. Menduga gain and loss kelas biomasa tahunan di Kalimantan. 7. Menduga emisi dan removal tahunan melalui kelas biomasa tahunan di Kalimantan. 8. Beberapa kali menyelenggarakan workshop mengenai penggunaan model-model karbon untuk mengintegrasikan pengelolaan skenario untuk membangun full carbon accounting untuk perhitungan emisi. Perhitungan karbon dan model pelaporan, meliputi: 1. Mengintegrasikan perubahan tutupan lahan dan data perubahan stok karbon. 2. Perangkat pendugaan yang fleksibel 3. Menghitung emisi GRK total tahunan menggunakan skenario-skenario
3.2.4 Output Inventarisasi GRK nasional untuk sektor lahan. Hasil INCAS dapat digunakan untuk:
1. Sentral komponen kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar untuk perdagangan karbon. 2. Dapat mendukung pemantauan hutan nasional dengan memberikan pengambil keputusan bagaimana mengelola emisi GRK dan mengelola lahan/hutan. 3. Mengkuantifikasi dampak kebijakan pengelolaan lahan pada masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. 4. Memberikan dasar scientific dan teknik bahwa Indonesia mampu menghasilkan dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendiri di forum internasional. 5. Dapat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hutan nasional. 6. Menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan internasional UNFCCC, REDD+, inventarisasi Gas Rumah Kaca nasional. 7. Memberikan input yang diperlukan untuk membangun skenario REL. 8. Memonitor perubahan tahunan emisi dan penyerapan sektor lahan
3.3 Dukungan data Kegiatan untuk Menyusun Strategi Monitoring PSP Oleh: I Gusti Rakha Wisnu 28
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Tupoksi BPKH adalah Dukungan data. Luas kawasan hutan di Bali 130.686 ha, NTB I juta ha. Untuk memperoleh kepastian data dari PSP/TSP dibutuhkan kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Adanya kepastian kawasan hutan Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupan Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll
3.3.1 National Forest Inventory 1. Telah dimulai sejak 1989 2. Melalui new inisitif akan terdapat 88 plot, yang sudah dikerjakan 70 plot (PSP/ TSP) 3. Perbedaan dengan plot Puspijak karena BPKH menggunan pendekatan kisi grade setiap 20 km, melalui new inisiatif menjadi setiap 10 km.
3.3.2 Inventarisasi Biogeofisik Pelaksanaannya hampir mirip dengan TSP/PSP, perbedaannya hanya dilakukan pada PSP nya, tujuannya adalah untuk penyusunan rencana pengelolaan KPH. Jarak antar plot biogeofisik adalah 5 km x 5 km. Pembangunan plot biogeofisik di P. Lombok dalam rangka pembangunan KPH Rinjani Timur dan di Sumbawa adalah dalam rangka pembangunan KPH Ampang. Pembangunan plot biogeofisik di NTB dianggap sudah mencukupi. Rencana tahun 2013 akan dilaksanakan re enumerasi terhadap plot-plot yang ada di Lombok, Sumbawa dan Bali.
3.4 Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon Oleh: Dr. Markum Diperkirakan minimal 60% luas kawasan hutan (500 000 ha) sudah dikelola masyarakat. Masyarakat sudah menjadi bagian dari penguasa hutan di daerah karena masyarakat yang sepenuhnya memiliki akses dan kekuasaan di kawasan hutan di daerah dengan sistem relasi dan aturan hukum lokal. Persepsi dengan pengetahuan masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena ada keterbatasan berupa kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara pemahaman dengan pengelolaan. Perubahan cadangan karbon turun di tahun 2009 pada beberapa jenis tutupan lahan hutan. Terbesar di hutan primer. Faktor emisi di Lombok 3,35 ton per hektar, di DAS Jangkok yang kondisinya relatif masih baik. Perubahan penggunaan lahan akan berakibat pada perubahan cadangan karbon dan keanekaragaman hayati Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
29
Tantangan ke depan:
1. Mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan yang baik 2. Menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang memiliki nilai dan dihargai dengan baik 3. Persepsi dan pengetahuan masyarakat menjadi motivasi dalam praktek HKm 4. Menentukan kriteria yang bisa diterima berupa cadangan karbon ideal 5. Daerah dengan cadangan karbon yang tinggi belum tentu dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Peluang dan peran masyarakat dalam transaksi karbon 1. Permenhut No. 20/2012 memberikan ruang untuk mengembangkan Demonstration Activities 2. Tersedianya inisiatif untuk pasar karbon 3. Pengembangan best practices untuk daerah yang berhasil baik Peran masyarakat dalam monitoring karbon: 1. Peran masy sebagai “penguasan hutan” di NTB maka peran masyarakat menjadi kunci 2. Peran masyarakat dengan peran monitoring dan evaluasi karbon 3. Meneliti dengan lahannya sendiri 4. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat bisa dijadikan simpul
30
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
BAB 4
Kesimpulan dan Rekomendasi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
31
4.1 Kesimpulan Lokakarya ini telah berhasil merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab para pihak di tingkat Provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat Provinsi.
4.2 Rekomendasi 1. Perlu adanya sosialisasi RAD baik di daerah kabupaten maupun di kota dalam rangka monitoring dan evaluasi, sehingga dapat diketahui penurunan emisi yang harus dilakukan oleh setiap wilayah. 2. Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya. 3. Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya. 4. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan stok, tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid) untuk akurasi data. 5. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna menjaga komitmen. 6. Perlu melibatkan masyarakat dalam pengamanan maupun monitoring PSP. Masyarakat pun dapat dilibatkan dalam perhitungan karbon melalui training/ transfer teknologi dari pusat ke daerah. 7. Perlu mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan yang baik, menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang memiliki nilai dan dihargai dengan baik. 8. Perlu adanya capacity building terkait REDD+ di daerah untuk menyiapkan stakeholder dalam implementasi sistem monitoring karbon hutan. 9. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara keseluruhan). 10. Pembangunan aplikasi sistem monitoring harus dibuat fleksibel atau dinamis sesuai dengan perkembangan regulasi. Selain itu sistem yang dibuat juga harus user friendly. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
33
11. Perlu dibentuk Bank Data/ Pusat Data dan Web Karbon PSP Provinsi NTB. 12. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan. 13. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran serta tanggungjawab para pihak.
34
Kesimpulan dan Rekomendasi
Lampiran
Lampiran 1. Agenda Kegiatan AGENDA KEGIATAN LOKAKARYA STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI MATARAM, 7-8 MEI 2013 The Santosa Villas & Resort, Jl. Raya Sengigi Km. 8, Senggigi, Lombok Waktu
Agenda
Pembicara
Penanggungjawab
Hari I: 7 Mei 2013 08.00 – 08.30
Registrasi
Panitia
08.30 – 09.00
AcaraPembukaan: • Doa • Sambutan Pembukaan • Pengantar
Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Barat Kepala Dinas Kehutanan Kepala Puspijak
Panitia
09.00 – 12.00 Sesi 1: Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi 09.00 – 10.40
Presentasi: 1. Strategi dan Kebijakan Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Ir. Makchul, M.Si (BAPPEDA Propinsi NTB)
2. Overview Pembangunan PSP FCPF tahun 2012
Tim Peneliti Puspijak (Virni Budi Arifanti, S.Hut., M.Sc)
3. Program dan Kegiatan Daerah untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman Pembangunan PSP di Propinsi NTB
Dinas Kehutanan
4. Data dan Informasi untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional (INCAS)
LAPAN (Rubini Yusuf, Msi dan Sukentyas Estuti Siwi, S.Si
10.40 – 12.00
Diskusi
12.00 – 13.30
Ishoma
Moderator: Ir. Achmad Pribadi, M.Sc. Notulis: Bayu Subekti, SIP, M.Hum Mega Lugina
Panitia
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
37
Waktu
Agenda
Pembicara
Penanggungjawab
13.30 – 16.35 Sesi 2: Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi 13.30 – 15.00
Presentasi: 1. Integrasi National Forest Inventory (NFI) ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang akan dibangun di Daerah
Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
2. Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan
IAFCP (Dr. Haruni Krisnawati)
3. Dukungan data kegiatan untuk menyusun Strategi Monitoring PSP
BPKH Wilayah VIII Denpasar
4. Peran dan tanggungjawab masyarakat di tingkat Provinsi dalam pelaksanaan sistem monitoring karbon hutan
Suyono, SE (Transform)
15.00 – 16.00
Diskusi
16.00 – 16.35
Pembentukankelompok FGD dan briefing untukhari ke-2
Moderator: Ir. Andi Pramaria, Mm Notulis: Virni Budi Arifanti, S.Hut., M.Sc Galih Kartika Sari
Dinas Kehutanan Propinsi NTB
Hari II: 8 Mei 2013 09.00 – 12.00
FGD Kelompok 1: Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi
FasilitatorKelompok 1 Notulis: Bayu Subekti, S.IP, M.Hum
Kelompok 2: Rancangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi
FasilitatorKelompok 2 Notulis: Galih Kartika Sari, S.Hut, MAP
12.00 – 13.00
Ishoma
Panitia
13.00 – 14.00
Sidang Pleno
Moderator: Ir. Andi Pramaria, Mm
14.00 – 14.15
Perumusan Hasil Lokakarya
Bayu Subekti, SIP, M.Hum Virni Budi Arifanti, S.Hut, MSc
14.15 – 14.30
Penutupan
Panitia
38
Agenda Kegiatan
Lampiran 2. Presentasi 1. Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)
Oleh: Ir. Akhmad Makchul, MSi. Bappeda Provinsi NTB
ISU TERKAIT PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI NTB
Lahan kritis Ilegal Logging Tingginya alih fungsi lahan Kerusakan ekosistem hutan, lahan dan pesisir Penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya air. Bencana banjir dan kekeringan
Perubahan Iklim & Pemanasan Global meningkatnya suhu maksimum sebesar 0,70 C dan suhu rata-rata minimum terjadi peningkatan sebesar 1,20 C. Nusa Tenggara Barat merupakan Provinsi dengan kenaikkan suhu sangat tinggi di Indonesia. Degradasi lingkungan Kemiskinan khususnya di daerah pertanian lahan kering, kawasan sekitar hutan dan pesisir
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
39
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
RPJPD 2005 - 2025
Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah, yaitu terwujudnya
kemampuan dinamis mengembangkan diri dan profesionalisme masyarakat yang didukung kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta berkembangnya kearifan lokal, sebagai daya mampu keunggulan relatif terhadap wilayah lain.
■ Mewujudkan pembangunan berkelanjutan,
yaitu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, lingkungan hidup dan sumberdaya buatan bagi keberhasilan pembangunan kesejahteraan generasi masa kini dengan memperhitungkan secara cermat dan bertanggungjawab bagi kelangsungan hidup dan kehidupan generasi mendatang.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
RPJMD 2009 - 2013
40
Menumbuhkan Ekonomi Berbasis Sumberdaya Lokal dan Mengembangkan Investasi dengan mengedepankan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan;
Melakukan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Strategis dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Presentasi
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
RTRW PROVINSI NTB PROVINSI NTB SEBAGAI
PUSAT PENGEMBANGAN AGROBISNIS DAN PARIWISATA diwujudkan dalam bentuk : - pusat pengembangan agrobisnis; - kawasan pengembangan pariwisata; - pusat pengembangan kelautan dan perikanan; - simpul transportasi regional, nasional dan internasional.
Program Pembangunan Daerah NTB BERBASIS SDA BERKELANJUTAN Tahun 2009 – 2013 ■ Gerakan NTB Hijau Program Sekolah Hijau dan pengembangan Hutan Cadangan Energi. ■ Gerakan Ruang Hijau Ruang Hijau merupakan singkatan dari “Ruang Hunian Ideal (yang dibentuk dengan) Jalan mantap, Air lestari, dan Utilitas yang memadai” ■ Gerakan Kawasan PERMATA Gerakan Kawasan PERMATA adalah suatu upaya PERlindungan MATa Air (PERMATA) ■ Memantapkan program "Desa Mandiri Pangan“ ■ Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) ■ Pencanangan NTB sebagai Provinsi Bumi Sejuta Sapi. ■ Meluncurkan "Pasar Tani", sebagai model pengembangan pasar khusus bagi produk unggul ■ Revitalisasi penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan perikanan.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
41
Peningkatan hasil hutan bukan kayu & jasa lingkungan
Peningkatan lapangan kerja 400 ribu orang
Peningkatan kualitas & kuantitas sumberdaya air
Pendukung pembangunan sektor lain Penutupan lahan kritis meningkat 315 ribu Ha (HTR, HKm Ha, HTI, Sylopasture dll
Pengurangan pemanasan global & efek rumah kaca
KEBIJAKAN NASIONAL Peraturan Presiden No. 61, tentang Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk pengurangan GRK (RAN-GRK), dapat dianggap sebagai Strategi Pembangunan nasional yang Rendah Emisi. Peraturan Presiden No.71 sebagai Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca tingkat Nasional.
42
Presentasi
PERGUB 51/2012 Ttg. RAD GRK Provinsi NTB Ketentuan Umum Ruang Lingkup Kedudukan RAD GRK dlm Kebijakan Pembangunan Daerah Dokumen RAD Monev RAD GRK Ketentuan Penutup
SUMBER-SUMBER GAS RUMAH KACA (GRK)
Sumber: WRI/WBCSD GHG Protocol Corporate Standard, Chapter 4 (2004).
Jenis – jenis Emisi GRK : CO2, SF6, CH4, N2O, HFCs, PFCs
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
43
KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM, SEKTOR KEHUTANAN DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI PENGEMISI KARBON (EMITTER) DAN PENYERAP KARBON (SINKER),
Sumber : emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006)
Mengapa perlu....?? Perubahan iklim merupakan perubahan yang terjadi pada iklim baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfir secara global dan berakibat terjadinya variasi iklim alami dalam periode waktu tertentu Jumlah emisi CO2 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 1,55 ton karbon (5,67 ton CO2 – eq) per kapita. Angka ini dapat mencapai sebesar 3,22 ton karbon per kapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan peningkatan PDRM jika tidak dilakukan mitigasi atau kegiatan berjalan seperti biasanya (business as usual). Pada sektor-sektor yang memproduksi emisi CO2 yang tinggi, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk mengurangi emisi GRK sampai menjadi 26% pada tahun 2020 (Kesepakatan Internasional Copenhagen, 2009). Pemerintah daerah dapat berperan serta dalam pengurangan emisi GRK dalam konteks pembangunan berkelanjutan di daerah melalui perencanaan strategis, pembuatan konsensus dan peran koordinasi. Pemerintah daerah dapat mendorong keterlibatan publik dan swasta untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap dampak perubahan iklim.
44
Presentasi
Sumber Emisi di Provinsi NTB Sektor Pertanian
Sumber emisi (1) emisi metana (CH4), (2) emisi karbondioksida (CO2) dan (3) emisi dinitrogen oksida (N2O).
Sektor Kehutanan
Sumber emisi : lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar dan perambahan hutan serta alih fungsi lahan (land use change).
Sektor Energi
Emisi gas buang dari kendaraan bermotor (60-70%) , industri (10-15% ) dan dari permukiman atau rumah tangga, kebakaran hutan maupun pembakarn sampah (3035%).
Untuk Provinsi NTB, sumber emisi berasal dari penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik oleh PLN dan PT. Newmont (pertambangan).
Sektor Transportasi
Sumber emisi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan minyak pelumas dan penggunaan refrigeran di sistem pengkondisian udara pada kendaraan.
Sektor Industri
Emisi dari industri : pembakaran bahan bakar untuk melakukan proses produksi
Emisi dari sektor energi : pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan listrik
Sektor Pengelolaan Limbah
berasal dari sampah domestik dan limbah cair domestik.
Usulan Mitigasi Energy : Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga. Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Konservasi Energi Pemanfaatan Kotoran Ternak menjadi energi Pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG secara penuh Penyusunan klasifikasi data potensi dan cadangan panas bumi untuk ketenagalistrikan dan pemanfaatan langsung energi panas bumi Penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi Penyusunan kebijakan tentang panas bumi dan air tanah Penggunaan bahan bakar nabati (BBN) Perhitungan dan pembaruan faktor emisi pada sistem grid ketenagalistrikan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
45
Usulan Mitigasi Transportasi : Pengembangan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas/TIC Peremajaan Armada Angkutan Umum Membangun Non Motorized Transport /NMT (Pedestrian dan Jalur Sepeda) Campaign Education at School Penerapan Manajemen Parkir Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing Pelatihan dan Sosialisasi Eco Driving Pengadaan Sistem BRT/semi BRT Pemasangan Converter Kit pada Mobil Dinas Menaikkan Uang Muka Kredit Sepeda Motor dan Pajak Progresif Kendaraan Pribadi Car Free Day dan Menutup Transportasi Bermotor di Pusat Keramaian
Usulan Mitigasi Industri Strategi inti Aksi mitigasi yang dicanangkan untuk sektor industri NTB ini terdiri atas 3 kegiatan inti yakni: (a) Peningkatan Teknologi Proses, (b) Pengusahaan Bahan Bakar Alternatif terutama mengarah ke gasifikasi, dan (c) Peningkatan Efisiensi dan Mutu Proses Produksi.
46
Presentasi
Usulan Mitigasi Kehutanan Moratorium logging. Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam. Rehabilitasi hutan dan lahan seluas 63.000 ha/3 tahun. Pengamanan hutan. Penurunan kebakaran hutan. Implementasi NTB Hijau.
Usulan Mitigasi Pertanian (1) Perluasan areal penanaman padi dengan sistem tanpa (sedikit) penggenangan (sistem SRI-system rice intensification), (2) Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar, (3) Penerapan precission farming atau pemupukan sesuai kebutuhan, (4) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon dalam tanah, (5) Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi dan pupuk organik, (6) Optimasi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman, termasuk pemanfaatan lahan secara optimal, (7) Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/ terdegradasi berkelanjutan melalui tatakelola air dan ameliorasi yang menurunkan emisi GRK, (8) Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisi GRK dari ternak, dan (9) Perluasan penggunaan varietas padi rendah emisi gas CH4.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
47
Usulan Mitigasi
Pengelolaan Limbah Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Persampahan Minimasi Sampah dengan prinsip 3R Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah Pembangunan prasarana Waste Water Treatment Pemukiman Pengendalian Banjir Pengelolaan Badan Air Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat Monitoring dan Evaluasi Program/Kegiatan Non-teknis RAD-GRK Sektor Limbah
Upaya MITIGASI MENURUNKAN EMISI 1.
2.
3.
Aktivitas mitigasi, mengembalikan fungsi lahan ke fungsi aslinya (terutama mengembalikan fungsi lahan ke hutan lahan kering primer) akan berpotensi men-squester karbon dalam tubuh tanaman/tanah dalam jumlah yang sangat signifikan (1.030.633 ton CO2/th) Jika 30% lahan penggunaan lain dikembalikan ke fungsi ke pertanian lahan kering campuran dan agroforestry, maka paling tidak akan mengurangi emisi sebesar masing-masing 19.561,8 ton CO2 eq/th (30% dari 65.206 ton/th) dan 13.169,1 ton CO2 eq/th (30% dari 43.897 ton/th) Jika penurunan emisi masing-masing ditargetkan 30% pada perubahan penggunaan lahan ke original landuse ke hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, lahan kering campuran, semak belukar, pertanian lahan kering dan perkebunan, maka diperkirakan akan terjadi
pengurangan emisi sebesar 490.632,3 ton CO2/th. Jika angka ini diproyeksi selama 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua, maka akan terjadi penurunan emisi sebesar 22% (4.906.323 ton) dari prediksi total emisi tahun 2021, yaitu dari 22.338.825 ton (prediksi emisi tanpa upaya mitigasi) menjadi 17.432.502 ton CO2 eq
48
Presentasi
Strategi Implementasi memetakan lembaga-lembaga yang dimiliki Provinsi NTB, (2) mengidentifikasi sumber dana yang mungkin, (3) menyusun jadwal implementasi masingmasing usulan aksi mitigasi, dan (4) strategi sosialisasi aksi mitigasi. (1)
HASIL ANALISIS BAU BASELINE BERBASIS LAHAN POKJA KEHUTANAN (PERGUB 51 / 2012)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
49
Permasalah : Alih fungsi lahan hutan Analisis Emisi : Total emisi CO2 eq 1.747.754 ton/ha (soft ware abacus, 2012) hasil dari perubahan penggunaan lahan hutan Lembaga/stakeholders (Kemenhut, Pemda Prov./Kab, Dinas Kehutanan Pertanian, UPT Kemenhut, PDAM, Ponpes,Pengusaha kayu, NGO, PT, Sekolah dan masy
Jumlah dan sumbangan emisi dari perubahan penggunaan lahan yang dikelompokkan berdasarkan original land use Original land use (yang berada dalam zona kawasan hutan)
No
Sumbangan emisi (%)
1
Hutan lahan kering primer
2
Hutan Lahan Kering Sekunder
3
Pertanian Lahan Kering Campur
171.689
9,82
4
Semak Belukar
150.958
8,64
5
Pertanian Lahan Kering
65.206
3,73
6
Perkebunan
43.897
2,51
7
Sawah
2.503
0,14
8
Hutan Mangrove Primer
707
0,04
1.747.754
100
9
Total Emisi CO2 eq/tahun
10
Total Sequestrasi CO2 eq/tahun
11
Net Emisi CO2 eq/tahun
Sumber Data : SOFTWARE ABACUS
50
Emisi (ton CO2 eq/Th) ke penggunaan lahan lain
Presentasi
1.030.633
58,97
282.161
16,14
258.499 1.489.255
2. Lesson Learned dari pembangunan PSP untuk monitoring karbon hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012
LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012
Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Mataram, 7-8 Mei 2013
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN KEMENTERIAN KEHUTANAN
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
51
LATAR BELAKANG • Perubahan iklim pemanasan global terjadi akibat peningkatan emisi GRK • Emisi Indonesia pada 2006: 1,76 Gt CO2e • 60% emisi di Indonesia berasal dari perubahan tutupan lahan dan kebakaran gambut • Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional • Perpres No. 61/2011 tentang RAN GRK mengamanatkan Pemprov untuk menyusun RAD GRK • Pentingnya informasi cadangan karbon dalam penyusunan RAD GRK
LATAR BELAKANG The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) adalah program yang didanai oleh 18 lembaga donor dan dikoordinasikan oleh World Bank. Dalam rangka mendukung pelaksanaan REDD+ , perhitungan cadangan karbon harus berdasarkan tingkat kerincian yang tinggi untuk meningkatkan akurasi perhitungan. Pembangunan Petak Ukur Permanen/Permanent Sampling Plots (PSPs) dilakukan untuk meningkatkan kualitas data nasional dan regional dalam rangka mendukung sistem MRV dalam perhitungan karbon dan emisi.
52
Presentasi
TUJUAN • Membangun PSP di berbagai tipe hutan di tingkat Provinsi • Membangun database cadangan karbon untuk setiap tipe hutan di tingkat Provinsi • Melakukan monitoring cadangan karbon hutan di tingkat Provinsi
OUTPUT • Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan karbon di tingkat Provinsi • Tersedianya database pertumbuhan pohon pada berbagai tipe hutan • Tersedianya database cadangan biomasa dan karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB, serasah, nekromas, tanah) di tingkat Provinsi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
53
KRITERIA PEMILIHAN LOKASI PSP (1) keamanan (2) aksesibilitas (3) keterwakilan (4) keberlanjutan (5) status kawasan
LOKASI PEMBANGUNAN PSP FCPF 1. SUMATERA BARAT
3. SULAWESI UTARA
5. MALUKU
2. SUMATERA SELATAN
4. NTB
54
Presentasi
JUMLAH DAN TIPE LOKASI PSP (2012) SUMATERA BARAT
• 15 PSP • Ht. sekunder, agroforestry, semak belukar
SUMATERA SELATAN
• 12 PSP • Hutan alam primer, sekunder, hutan rakyat, hutan gambut sekunder
SULAWESI UTARA
• 22 PSP • Hutan pantai, ht. dat. tinggi, ht. dat. rendah, ht. lumut
NTB
• 33 PSP • HKm, KHDTK dan hutan mangrove
MALUKU
• 12 PSP • Hutan alam primer dan sekunder
METODE • Stratifikasi Lapangan • Pembangunan Permanent Sampling Plot (PSP) • Pengukuran biomasa 5 pool karbon : 1. Permukaan atas tanah 2. Permukaan bawah tanah 3. Serasah dan Tumbuhan bawah 4. Tanah 5. Kayu mati (nekromas)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
55
20 m
Plot establishment for trees inventory and destructive sampling of selected trees
10 m
1m
1m x 1m = litter, undergrowth 2m x 2m = seedlings (DBH < 2,5 cm) 5m x 5m = saplings (DBH 2,5 – 9,9 cm) 10m x 10m = poles (DBH 10,0 – 19,9 cm) 20m x 20m = trees (DBH ≥ 20,0 cm) = canopy coverage measurement
20 m
5m 2m 1 m 2 m5 m
10 m
20 m
10 m
1m
5m 2m 1 m 2 m5 m
20 m 10 m
20 m
= transect line for dead wood 10 m
1m
5m 2m 1 m 2 m5 m
Hutan Nagari Simancuang, Kab. Solok Selatan
56
Presentasi
50 m
20 m 10 m
HASIL PEMBANGUNAN PSP SUMATERA BARAT
50 m
SUMATERA BARAT
C stock (MgC/ha) 21.26 85.69
Hutan Sekunder muda
198.08
95.59
Hutan Sekunder 1200 mdpl Hutan Sekunder 800 mdpl
139.34
Agroforestri kayu manis Semak belukar/kebun tradisional
HASIL PEMBANGUNAN PSP SULAWESI UTARA CA Tangkoko-Dua Saudara, KPHP Poigar dan HL Gunung Tumpa
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
57
SULAWESI UTARA C stock (tC/ha) 142.72
120.83
Hutan pantai Hutan Dataran Rendah
135.94
153.38
Hutan Pegunungan Hutan Lumut
HASIL PEMBANGUNAN PSP NUSA TENGGARA BARAT HKm Santong, Kab. Lombok Utara; KHDTK Rarung, Kab. Lombok Tengah; dan hutan mangrove di Jerowaru, Kab. Lombok Timur
58
Presentasi
NUSA TENGGARA BARAT
Cadangan Karbon di HKm Santong
Cadangan Karbon di hutan mangrove Jerowaru
HASIL PEMBANGUNAN PSP MALUKU KPHP Unit IV Kab. Seram Bagian Barat dan KPHL Unit XIV Kota Ambon
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
59
MALUKU C stock (tC/ha) 224.941
251.806
185.013 455.573
Hutan Primer P. Seram Hutan Sekunder P. Seram Hutan Primer Ambon Hutan Sekunder Ambon
HASIL PEMBANGUNAN PSP SUMATERA SELATAN Kota Pagar Alam, Kab. Empat Lawang, Kab. Banyuasin, Kab. Musi Banyuasin dan PT REKI
60
Presentasi
SUMATERA SELATAN Hasil perhitungan yang dilaporkan BELUM SELESAI dan masih merupakan hasil dalam bentuk berat basah biomassa. Masih perlu menyelesaikan perhitungan biomassa kering dan cadangan karbon dari kelima pool karbon
MONITORING PSP • Monitoring PSP tahun 2013 akan dilaksanakan dengan sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013 • Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSP diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait dengan pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.) • Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015) dilakukan setiap 3 tahun sekali • Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para pihak terkait dan Puspijak
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
61
SISTEMATIKA PELAPORAN • • • • •
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan
SISTEMATIKA PELAPORAN BAB 2. METODOLOGI BAB 3. KONDISI UMUM PSP A. Deskripsi lokasi dan spesifikasi PSP B. Aksesibilitas dan keamanan C. Tipe ekosistem D. Status kawasan dan kepemilikan E. Kondisi sosekbud masyarakat F. Keberlanjutan Pengelolaan PSP BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Persamaan alometrik lokal
62
Presentasi
SISTEMATIKA PELAPORAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Biomassa Atas Permukaan B. Perhitungan Biomassa Bawah Permukaan (Nisbah Pucuk Akar) C. Perhitungan Serasah D. Perhitungan Nekromas E. Perhitungan Karbon Organik Tanah F. Perhitungan Total Biomassa BAB 5. PENUTUP
DATABASE PSP : Biomasa atas permukaan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
63
DATABASE PSP :Biomasa bawah permukaan
DATABASE PSP : Biomasa Nekromas
64
Presentasi
DATABASE PSP : Biomasa Serasah
DATABASE PSP : Biomasa Tanah
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
65
DATABASE PSP : Cadangan karbon 5 pool karbon
SARAN • Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomasa hutan di tingkat masyarakat • Perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik • Perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya • Perlu membangun PSP di kawasan yang belum terwakili ekosistemnya
66
Presentasi
TERIMAKASIH
3. Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi: pengalaman pembangunan Plot Sample Permanen (PSP
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
67
LATAR BELAKANG KESEPAKATAN INTERNASIONAL (PROTOKOL KYOTO, COP 12 MONTREAL, COP 13 BALI, COP 15 DI COPENHAGEN, G-20 DI PITTBURG, DLL), ADANYA KESADARAN TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN (CLIMATE CHANGE), SEHINGGA PERLU MENURUNKAN EMISI GAS RUMAH KACA INDONESIA BERKOMITMEN UNTUK MENURUNKAN EMISI GRK SEBESAR 26% DENGAN KEMAMPUAN SENDIRI ATAU 41% DENGAN BANTUAN INTERNASIONAL KOMITMEN TERSEBUT DIWUJUDKAN PADA TAHUN 2020 SHG PERLU DIBUAT ROAD MAP (RENCANA AKSI) PENURUNAN EMISI GRK PERPRES NO 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK, MENGAMANATKAN PEMPROV DAN PEMKAB/PEMKOT UNTUK MENYUSUN RAD GRK SEKTOR KEHUTANAN SANGAT POTENSIAL KARENA PENYUMBANG TERBESAR (74-86%) PENGHASIL EMISI SEHINGGA PERUBAHAN KONDISI HUTAN AKAN BERPENGARUH BESAR RAD GRK PERLU DIDUKUNG KEBIJAKAN YANG BERSIFAT JANGKA PANJANG UNTUK MENUNJUKAN KOMITMEN PEMPROV NTB.
IDENTIFIKASI SUMBER EMISI SEKTOR KEHUTANAN KEBAKARAN HUTAN PENEBANGAN POHON PERUBAHAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN (LEGAL DAN ILLEGAL)
68
Presentasi
BESARAN EMISI SEKTOR KEHUTANAN (DARI PENGGUNAAN LAHAN) No
Original land use (yang berada dalam zona kawasan hutan)
Emisi (ton CO2 eq/Th) ke penggunaan lahan lain
Sumbangan emisi (%)
1
Hutan lahan kering primer
10.306.330
58,97
2
Hutan Lahan Kering Sekunder
2.821.610
16,14
3
Pertanian Lahan Kering Campur
1.716.890
9,82
4
Semak Belukar
1.509.580
8,64
5
Pertanian Lahan Kering
652.060
3,73
6
Perkebunan
438.970
2,51
7
Sawah
25.030
0,14
8
Hutan Mangrove Primer
7.070
0,04
9
Total Emisi CO2 eq/tahun
17.477.540
100
10
Total Sequestrasi CO2 eq/tahun
11
Net Emisi CO2 eq/tahun
2.584.990 14.892.550
BASELINE EMISI
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
69
SKENARIO PENURUNAN
MENGEMBALIKAN 30% HUTAN LAHAN KERING SEKUNDER DAN PENGGUNAAN LAIN KE HUTAN LAHAN KERING PRIMER (FUNGSI). MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN LAIN KE HUTAN LAHAN KERING SEKUNDER (REKLAMASI & KEWAJIBAN PENANAMAN). MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN LAIN KE PERTANIAN LAHAN KERING CAMPURAN (PEMBANGUNAN AGROFORESTRY). MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN LAIN KE PERKEBUNAN.
TARGET PENURUNAN EMISI Original land use
Skenario usulan penurunan emisi (ton CO2 eq/tahun)
10.306.330
22% dari emisi = 2.267.393
Hutan Lahan Kering Sekunder
2.821.610
22% dari emisi = 620.754
Pertanian Lahan Kering Campuran
1.716.890
22% dari emisi = 377.716
Semak Belukar
1.509.580
22% dari emisi = 332.108
Hutan lahan kering primer
Pertanian Lahan Kering
652.060
Perkebunan
438.970
Sawah Hutan Mangrove Primer
70
Emisi (ton CO2 eq/tahun) dari original landuse ke penggunaan lain
25.030 7.070
Total Emisi (ton CO2 eq/tahun)
17.477.540
Net Emisi (ton CO2 eq/tahun)
14.892.550
Presentasi
4.914.542
SKENARIO KEBIJAKAN
MORATORIUM LOGGING PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UTAMANYA HUTAN ALAM MEMPERTAHANKAN KAWASAN HUTAN (LUAS DAN KONDISI) PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN MENINGKATKAN UPAYA RHL MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN
IMPLEMENTASI MORATORIUM LOGGING, TERTUANG DALAM PERDA N0 3 TAHUN 2010 (RTRWP). TIDAK MEMBERI IZIN ATAU MEREKOMENDASIKAN PENEBANGAN DALAM KAWASAN HUTAN (IPK, IUPHHK, DLL) PENEBANGAN HANYA DIMUNGKINKAN DARI HASIL PENANAMAN (HTI, HTR DAN HKm) PENGAWASAN PEREDARAN HASIL HUTAN, SVLK DAN PENGETATAN PENERBITAN IPKTM PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN ALAM (INPRES 10 TAHUN 2011) TIDAK MEMBERI IZIN ATAU REKOMENDASI PENGGUNAAN/ PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PADA HUTAN ALAM PENGAWASAN IZIN YANG TELAH DITERBITKAN SESUAI DENGAN YANG DIIZINKAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN/PENGGUNAAN HUTAN NON PROSEDURAL
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
71
IMPLEMENTASI
MEMPERTAHANKAN LUAS KAWASAN HUTAN (PERDA NO 1 TAHUN 2010, RPJMD) PENGUATAN STATUS YURIDIS KAWASAN HUTAN MELALUI PROSES PENGUKUHAN HUTAN (PENUNJUKAN, TATA BATAS, PEMETAAN DAN PENETAPAN) PENGUATAN BATAS FISIK KAWASAN HUTAN (PEMASANGAN PAL BATAS, REKONSTRUKSI DAN PENEGASAN BATAS) PEMASANGAN TANDA LARANGAN, PETUNJUK DAN RAMBU-RAMBU SOSIALISASI BATAS KAWASAN HUTAN PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN OPERASI PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN KERJASAMA BERBAGAI PIHAK
IMPLEMENTASI
72
Presentasi
MENINGKATKAN RHL (PERDA NO 1 TAHUN 2010, RPJMD) PENGEMBANGAN HKm, HTR, HTI, DLL KERJASAMA BERBAGAI PIHAK BIDANG RHL JIFPRO, KOICA, WWF, DLL REHABILITASI (PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN) DENGAN DANA DAK PENYEDIAAN BIBIT (KBR, KBS, PONPES, BAKTI SOSIAL, BANSOS, PENGHIJAUAN LINGKUNGAN, DLL) MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN PRE-EMPTIF, PREVENTIF, REPRESIF (SOSIALISASI, PATROLI, OPERASI) KERJASAMA MASYARAKAT (LANG-LANG) PENEGAKAN HUKUM (PROSES HUKUM PELANGGARAN)
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI Baseline dan Perkiraan Penurunan Emisi CO2 Sektor Kehutanan di NTB 25.000.000 22.338.825
Emisi CO2 eq (Ton)
20.000.000
22 % 14.892.550
17.424.284
15.000.000 14.892.550
10.000.000
7.446.275
Baseline Emisi
5.000.000
Emisi hasil Mitigasi
2006-2011
2011-2016
2016-2021
Tahun
PERMASALAHAN DAN SOLUSI KEBIJAKAN MASIH BERSIFAT TEMPORER, BELUM BERSIFAT PERMANEN (RPJMD, INPRES, RTRW, DLL). DIPERLUKAN PERDA SEBAGAI REGULASI JANGKA PANJANG. KEBIJAKAN DAN PROGRAM MASIH BELUM BERSIFAT PENGARUSUTAMAAN PENURUNAN EMISI GRK (PERTAMBANGAN, PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN, DLL). PRIORITAS PROGRAM PADA KEGIATAN YANG MEMPERTIMBANGKAN PENURUNAN EMISI GRK PERUBAHAN KONDISI HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER KE PENGGUNAAN LAIN AKIBAT GANGGUAN KEAMANAN HUTAN, MASIH BERLANGSUNG KARENA KEBUTUHAN LAHAN DAN KEBUTUHAN KAYU, SEMENTARA KEMAMPUAN MASIH TERBATAS (DANA, SDM). PENUNDAAN IZIN, PENINGKATAN PENGAMANAN HUTAN, PENGEMBANGAN AGROFORESTRY. MENINGKATKAN FUNGSI HUTAN SEKUNDER KE PRIMER DAN PENGGUNAAN LAIN KE FUNGSI HUTAN PERLU PEMAHAMAN DAN PARTISIPASI SEMUA PIHAK. SOSIALISASI DAN PEMASANGAN PSP UNTUK PERHITUNGAN KARBON (BASELINE)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
73
IMPLEMENTASI PENGUKURAN KARBON LOKASI HKm SANTONG KHDTK RARUNG MANGROVE JEROWARU
METODOLOGI STRATIFIKASI (PENUTUPAN VEGETASI) PRIMER B. SEKUNDER C. TERDEGRADASI TERKECUALI PADA KHDTK RARUNG DIDASARKAN PADA JENIS 2. BENTUK PLOT BUJUR SANGKAR UKURAN 20X20 M UNTUK POHON, 10X10 M UNTUK TIANG, 5X5 M UNTUK PANCANG DAN 1X1M UNTUK SEMAI, SERESAH DAN TUMBUHAN BAWAH 3. PENGUKURAN BIOMASSA A. ATAS PERMUKAAN TANAH BIOMASSA POHON, TIANG DAN PANCANG BIOMASSA TUMBUHAN BAWAH BIOMASSA SERESAH BIOMASSA POHON MATI DAN KAYU MATI B. KARBON ORGANIK TANAH TANAH MINERAL KERING TANAH MINERAL MANGROVE 1.
A.
74
Presentasi
BENTUK PSP 20X20 M TINGKAT POHON 10X10 M TINGKAT TIANG 5X5 M TINGKAT PANCANG 1X1 M TINGKAT SEMAI DAN TUMBUHA N BAWAH
LOKASI HKm SANTONG
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
75
LOKASI KHDTK RARUNG
LOKASI HUTAN MANGROVE JEROWARU
76
Presentasi
HASIL SANTONG LUAS KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KAWASAN SANTONG. No 1 2 3
Kawasan Hutan Kawasan Hutan Primer Kawasan Hutan Sekunder Kawasan Hutan Terdegradsasi Total Luas
Luas (Ha) 50,78 962,85 42,96 1.056,59
Luas (%) 4,80 91,12 4,06 100
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI KAWASAN HKM SANTONG. No. Plot 1 2 3 4 5 6 7 8
9
Klasifikasi Plot Sampling Permanent
Lokasi Koordinat PSP
X
Santong Primer 1
8 ° 19’ 20,1’’
Santong Primer 3
8° 19’ 23,4’’
8 ° 19’ 12,7’’
Santong Primer 2 Santong Sekunder 1
8° 19’ 33,2’’
Salut Sekunder 3
8° 17’ 47,8’’
Salut Sekunder 2
8° 17’ 27,1’’
Santong Terdegradasi 1
8° 19’ 35,7’’
Santong Terdegradasi 2
8° 19’ 44,9’’
Salut Terdegradasi 3
8° 17’ 42,2’’
Y
Keterangan
116° 18’ 30,4’’
Kawasan Hutan Primer
116° 18’ 33,4’’
Kawasan Hutan sekunder
116° 18’ 57,4’’
Kawasan Hutan terdegradasi
116° 18’ 45,0’’ 116° 18’ 43,2’’ 116° 19’ 52,2’’ 116° 19’ 47,3’’
116° 18’ 24,9’’ 116° 19’ 48,6’’
HASIL SANTONG
CADANGAN KARBON TERTINGGI PADA HUTAN SEKUNDER (962,85HA) SEBESAR 91.737,14 HA CADANGAN KARBON PADA HUTAN PRIMER (50,78 HA) SEBESAR 8.221,28 TON CADANGAN PADA KAWASAN TERDEGRADASI (42,96 HA) SEBESAR 3.537,18 TON TOTAL CADANGAN HKm SANTONG (1.056,59 HA) SEBESAR 103.495,60 TON
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
77
HASIL KHDTK RARUNG LUAS KAWASAN HUTAN KHDTK RARUNG BERDASARKAN JENIS VEGETASI. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kawasan Hutan Berdasarkan Vegetasi Mahoni (Swietenia macrophylla) Gaharu (Gyrinops vesteegii) Klicung (Dyospiros malabarica) Bajur (Pterospermum javanicum) Rajumas (Duabanga moluccana) Cendana (Santallum album) Jukut (Euginia polyantha) Ampupu (Eucalypthus urophylla) Kemiri (Aleurites moluccana) Vegetasi Campuran Jumlah
Luas (Ha) 5,00 4,53 3,29 1,41 5,00 0,54 0,92 7,92 1,37 295,88 325,86
Luas (%) 1,53 1,39 1,01 0,43 1,53 0,17 0,28 2,43 0,42 90,80 100
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI KAWASAN KHDTK RARUNG. No. Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
78
Presentasi
Klasifikasi Plot Sampling Permanent Mahoni Vegetasi Campuran 1 Klicung Bayur Rajumas Sonokeling Jukut Ampupu 1 Vegetasi Campuran 2 Waru Vegetasi Campuran 3 Dadap Kemiri Vegetasi Campuran 4 Ampupu 2
Lokasi Koordinat PSP Y X 9053840 422343 9054067 422167 9054193 422225 9054234 422394 9054141 422418 9054977 422806 9054591 422468 9054608 422551 9056324 424192 9056905 424205 9056793 424245 9056211 423988 9054871 422635 9055448 423168 9055097 422911
Keterangan
Vegetasi Homogen Vegetasi Campuran Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Campuran Vegetasi Homogen Vegetasi Campuran Vegetasi Homogen Vegetasi Homogen Vegetasi Campuran Vegetasi Homogen
HASIL KHDTK RARUNG cadangan karbon di Kawasan Hutan KHDTK Rarung sebesar 47.566 Ton dengan luas keseluruhan kawasan hutan seluas 325,86 Ha
SUMBANGAN KARBON SETIAP KOMPONEN BIOMASSA DI KAWASAN KHDTK RARUNG No 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Plot Mahoni
Vegetasi Campuran 1 Klicung Bayur Rajumas Sonokeling Jukut Ampupu 1 Vegetasi Campuran 2 Waru Vegetasi Campuran 3 Dadap Kemiri Vegetasi Campuran 4 Ampupu 2
(Pohon, Tiang, Pancang) 55,37 25,14 39,05 68,85 53,58 25,50 61,28 74,38 43,25 33,90 46,47 26,55 50,06 42,77 37,93
Kontribusi Sumber Karbon (%) Tumbuhan Seresah Bawah Tegakan 2,72 0,66 0,44 0,13 0,41 0,64 1,16 0,67 0,20 0,76 0,33 0,13 0,35 0,97 0,58 0,97
2,98 4,88 2,35 1,81 1,53 1,69 1,27 2,76 0,90 1,44 2,68 1,44 1,04 1,61
Tanah 41,24
71,43 55,94 28,40 43,97 71,80 36,36 24,15 53,23 64,86 51,95 70,41 47,53 55,60 59,49
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
79
HASIL MANGROVE JEROWARU LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU No
Kawasan Hutan Mangrove
2
Hutan Mangrove Sekunder
1
3
Luas (Ha)
Hutan Mangrove Primer
28,65 31,5
Hutan Mangrove Terdegradsasi
15,83
Total Luas
75,98
Luas (%)
37,71
41,46
20,83 100
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU No. Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Klasifikasi Plot Sampling Permanent Mangrove Vegetasi Rapat 1 Mangrove Vegetasi Rapat 2 Mangrove Vegetasi Rapat 3 Mangrove Vegetasi Sedang 1 Mangrove Vegetasi Sedang 2 Mangrove Vegetasi Sedang 3 Mangrove Vegetasi Rusak 1 Mangrove Vegetasi Rusak 2 Mangrove Vegetasi Rusak 3
Lokasi Koordinat PSP X Y 444586 9016945 444784 9016943 445066 9017512 444987 9017589 444969 9017730 445562 9017837 445580 9017966 445471 9017953 444700 9016942
Keterangan Kawasan Hutan mangrove Primer
Kawasan Hutan Mangrove sekunder Kawasan Hutan Mangrove terdegradasi
HASIL JEROWARU
80
Presentasi
CADANGAN KARBON PADA MANGROVE RAPAT/PRIMER 2.888,6 TON CADANGAN KARBON PADA MANGROVE RAPAT SEDANG 2.658,2 TON CADANGAN KARBON PADA MANGROVE TERDEGRADASI SEBESAR 793,8 TON. TOTAL CADANGAN KARBON UNTUK MANGROVE JEROWARU SEBESAR 6.340,6 TON
MASUKAN
DIPERLUKAN PENGUKURAN STOK KARBON SECARA TIME SERIES UNTUK MELIHAT PERUBAHAN PENAMBAHAN PSP PADA KAWASAN LAINNYA UNTUK AKURASI DATA INTERVENSI KEBIJAKAN YANG LEBIH KUAT DALAM RANGKA PENURUNAN EMISI GRK, GUNA MENJAGA KOMITMEN NEGARA MEMASUKAN MEKANISME CARBON TRADE SECARA VALUNTARY DENGAN MEMBANGUN WEB KHUSUS
STRATEGI KEBERLANJUTAN MENYEDIAKAN ALOKASI ANGGARAN (APBD) BAGI KEGIATAN MONITORING PSP, DAN PERLUASAN PEMBUATAN PSP YG LEBIH MEWAKILI NTB MENGINTEGRASIKAN MONITORING PSP DENGAN KEGIATAN INVENTARISASI MENDORONG KETERLIBATAN BERBAGAI PIHAK TERKAIT
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
81
TERIMA KASIH
4. Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem perhitungan karbon nasional
Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Disampaikan pada “Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ditingkat Propinsi” Mataram, Nusa Tenggara Barat 7 Mei 2013
82
Presentasi
OUTLINE • Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional di LAPAN • Inpres No. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi • Fasilitas dan data satelit penginderaan jauh yang diterima oleh LAPAN saat ini. • Peran LAPAN dalam Indonesia’s National Carbon Accounting (INCAS) • Penutup
Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh di LAPAN
Akuisisi data dan Teknologi Stasiun Bumi Penginderaan Jauh
Pengolahan Data Penginderaan Jauh
Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN)
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
83
Tujuan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional 1. Mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan, dan mendistribusikan metadata dan data penginderaan jauh wilayah Indonesia. 2. Menyediakan data satelit (resolusi spasial rendah sampai tinggi) dengan tutupan awan minimal/bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia. 3. Menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk metadata dan/atau riwayat data, seperti sistem proyeksi dan sistem koordinat, level koreksi geometri, level koreksi radiometri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, cakupan pemotretan, persentase tutupan awan, dan hak cipta. 4. Memberi supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh. 5. Memberi masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan pengadaan, pemanfaatan, dan penguasaan teknologi dan data penginderaan jauh satelit. 6. Membangun sistem akses data spasial yang terintegrasi dengan sistem akses Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan menyediakan akses data spasial kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 7. Menjadi wakil nasional dalam kerjasama penyediaan data penginderaan jauh secara internasional. 8. Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna diluar LAPAN.
Inpres No.6 Tahun 2012 Tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi
84
Presentasi
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...) Kepada: 1.
Para Menteri;
2.
Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
4.
Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
5.
Para Gubernur;
6.
Para Bupati dan Walikota;
Untuk sesuai tugas dan fungsi masing-masing PERTAMA: Menggunakan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi yang disediakan oleh Badan Informasi Geospasial berdasarkan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan ukuran piksel lebih kecil dan/atau sama dengan 4 (empat) meter yang disediakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. KEDUA: Menyampaikan rencana kebutuhan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi untuk pelaksanaan program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya kepada Badan Informasi Geospasial melalui Rapat Koordinasi Penyediaan Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi.
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...) KETIGA: Khusus kepada: 1. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional untuk: a.
menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia;
b.
meningkatkan kapasitas dan operasi sistem akuisisi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi;
c.
melaksanakan penyediaan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d.
melakukan pengolahan atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi berupa koreksi radiometrik dan spektral;
e.
membuat metadata atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia;
f.
melakukan penyimpanan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi; dan
g.
bersama Kepala Badan Informasi Geospasial melakukan pengendalian kualitas terhadap data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
85
Persyaratan permohonan Citra Tegak Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CRSPJRT) • Surat permohonan yang ditandatangani oleh pejabat minimal Eselon-2 atau setara; • ToR/Proposal kegiatan untuk penggunaan data tsb; • Lokasi dan cakupan (koordinat) data yang dibutuhkan; • Tanggal akuisisi data yang dibutuhkan; • Copy RKAKL/Dokumen anggaran; • Kontak person yang dapat dihubungi.
Data yang diterima di Stasiun Bumi Parepare dan Jakarta
86
Presentasi
Data penginderaan jauh yang diterima LAPAN saat ini •
• Terra
Data sumberdaya alam (SB Parepare dan SB Rumpin): • Terra/Aqua MODIS • NPP VIIRS • Landsat-7 • SPOT-5 dan SPOT-6 • Landsat Data Continuity Mission (LDCM)/Landsat-8 Data lingkungan dan cuaca (SB Jakarta): Landsat-7 • NOAA-19 • Feng Yung-3A • MTSAT-1R SPOT-6
Aqua
LDCM
SPOT-5
Stasiun Bumi Penginderaan Jauh LAPAN
SB Jakarta BPJ Parepare SB Rumpin
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
87
Informasi Tingkat Kehijauan Vegetasi (Sumber: data Aqua/Terra MODIS, res. 250 m)
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009)
88
Presentasi
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009, Kadipaten, Jawa Barat)
Data SPOT-6 (res. 1.5 m, 17 Mar 2013, Kadipaten, Jawa Barat)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
89
Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Jakarta
Peran LAPAN dalam INCAS 1. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit Landsat (tahun 1990-2012) untuk seluruh wilayah Indonesia sebagai data utama. 2. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit resolusi tinggi sebagai data pendukung. 3. Melaksanakan pengolahan data Landsat untuk penutupan lahan hutan/nonhutan serta perubahan penutupan lahan hutan/non-hutan tahunan. 4. Melaksanakan peningkatan kapasitas SDM, litbang, serta infrastruktur terkait metodologi dan pengolahan data penginderaan jauh satelit Landsat. 5. Berperan aktif dalam mensosialisasikan kegiatan INCAS dalam pertemuan/seminar/lokakarya baik di dalam maupun luar negeri 6. Berperan aktif memberi serta memberi masukan pada Pemerintah terkait pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk mendukung peta penutupan lahan di Indonesia. 7. Dalam melaksanakan kegiatan di atas, LAPAN bekerjasama dengan CSIRO (Australia).
90
Presentasi
Kelompok kerja dalam INCAS
Jangka waktu program 2009-2014.
LAPAN Remote Sensing Working Group Perubahan penutupan lahan (Land Cover)
Kementerian Kehutanan (Badan Litbang Kehutanan dan Dirjen Planologi) menghitung biomasa dan karbon pada berbagai jenis penutupan lahan (Land Cover) dan perubahannya berdasarkan waktu.
Land Cover Change Processing
Requirements: • Spatial resolution of 25 m • Accuracy of ≥ 95% (for Carbon tracking) • Pass international verification
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
91
1. Pengumpulan Data
…
Citra Resolusi Tinggi (aerial photos, Ikonos, Quickbird, Worldview1/2, SPOT5/6) … membantu dalam survey Cakupan citra Landsat Indonesia 225 validasi scene lapangandan …
Data Landsat Indonesia (tahun 1990-2012), sumber : 1. Thailand (GISTDA), 2. USA (USGS), 3. Geoscience Australia (GA), 4. LAPAN Data resolusi tinggi (Ikonos, Quickbird, WorldView, dan Geo-Eye) dari berbagai sumber cek lapangan dan validasi
Ketersediaan Data • Landsat (1990-1999): 4000 scene • Landsat (2000-2009): 4300 scene • Landsat (2010-2012): 2100 scene • Citra Resolusi Tinggi Kalimantan : 53 scene • Citra Resolusi Tinggi Sumatera : 70 scene • Citra Resolusi Tinggi Papua : 62 scene • Citra Resolusi Tinggi Sulawesi : 79 scene Citra Resolusi Tinggi Quickbird Pankromatik
2. Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya
Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009 (dilaksanakan pada 2009-2013), Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan 1990-1999 (dilaksanakan pada 2013-2014). MAY 2012
NOV 2011
DEC 2012
Selesai
92
Presentasi
Sedang berlangsung
Persiapan
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan (Kalimantan, 2000-2009)
Perubahan Penutupan Lahan Kalimantan (2000-2009)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
93
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan (Sumatera, 2000-2009)
94
Presentasi
Perubahan Penutupan Lahan Sumatera (2000-2009)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
95
Contoh Monitoring Permanent Sampling Plot (PSP)
Citra Landsat Tahun 2009
Klasifikasi Hutan/Non-Hutan Tahun 2009
Citra Quickbird Tahun 2009
Citra SPOT-6 Tahun 2013
Penutup • Data penginderaan jauh memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung kegiatan perhitungan karbon secara nasional. • LAPAN memiliki kemampuan dari sisi infrastruktur dan SDM serta siap membantu dan bekerjasama dengan instansi lain untuk tercapainya tujuan kegiatan ini.
96
Presentasi
PUSAT TEKNOLOGI DAN DATA PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. LAPAN NO. 70, PEKAYON, PASAR REBO JAKARTA TIMUR 13710 TEL: (021) 871-0786. FAX: (021) 871-7715 Website: www. lapan.go.id Email:
[email protected]
5. Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat
INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN YANG AKAN DIBANGUN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Iman Santosa Tj. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan Ditjen Planologi Kehutanan – Kementerian Kehutanan
LOKAKARYA STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI Mataram, 7-8 Mei 2013 1
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
97
OUTLINE
I. II. III. IV.
Pendahuluan Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan (SMKH) NTB
V. VI.
Integrasi NFI – PSP Balitbang – SMKH NTB Penutup
2
I. Pendahuluan
1. Invetarisasi Hutan nasional (NFI) merupakan kegiatan untuk memperoleh data tentang kondisi sumberdaya hutan di tingkat nasional, yang mencakup perubahan penutupan/penggunaan lahan, potensi SDH, pertumbuhan riap, analisis citra digital serta pemetaannya. 2. Hasil kegiatan NFI dapat membantu pemantauan karbon hutan, baik tingkat nasional maupun provinsi. 3. Data NFI perlu diintegrasikan dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan di tingkat provinsi.
3
98
Presentasi
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) Terdiri dari 3 komponen pokok: 1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment ) 2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring) 3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS)
4
1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment ) a. Dilakukan dengan membuat Permanent Sample Plot (PSP) dan Temporary Sample Plot (TSP) b. Tujuan: TSP : Pendugaan potensi sumberdaya hutan (volume, kondisi tegakan, distribusi dan keanekaragaman jenis) PSP : Pemantauan perubahan SDH dan Riap pertumbuhan c. Letak: Di seluruh kawasan hutan, prioritas pada ketinggian dibawah 1000 m dpl, pada hutan lahan kering dataran rendah, rawa, dan mangrove dan tersebar sistematik ( 20 km x 20 km).
5
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
99
2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring) a. Bertujuan untuk menyediakan data spasial (data citra) penutupan/penggunaan lahan dengan bantuan teknologi penginderaan jauh. b. Citra Satelit yang terutama digunakan ialah Citra Landsat 7 ETM +. c. Penafsiran dilaksanakan setiap 3 tahun (2000 sd 2009), setiap tahun (2011 dst). d. Penutupan/Penggunaan Lahan : 23 kelas. (Hutan : 7, Non Hutan:15)
6
3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS) a. Menganalisis dan memetakan tutupan hutan serta menghitung/ rekalkulasi dan memetakan deforestasi dan degradasi hutan b. Pemetaan dengan skala 1 : 250.000.
7
100
Presentasi
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) 1. Latar belakang pengembangan SPHN (NFMS) Cancun Agreements (COP 16 Tahun 2010) Section at Decision 1/CP.16 (I) Developing Country Parties
a. National strategy/action plan b. National forest reference emission level/ reference level c. Develop modalities on robust and transparent national forest monitoring system (NFMS) d. System Information Safeguards 8
2. Sistem Pemantauan Hutan Nasional Indonesia Dibangun berdasarkan keputusan Cancun Agreements
Data yang tersedia: - Batas NKRI - Penutupan/Penggunaan Lahan (2000, 2003, 2006, 2009, 2011) - Laju Deforestasi (2003-2006, 2006-2009, 2009-2011) - Penyebaran PSP/TSP - Peta Citra Satelit (Landsat 2009 & 2011, MODIS)
Tersedia Buku Tamu
Ditampilkan secara on line: www.dephut.go.id
Sejalan dengan UU No. 14 tahun 2008 ttg Keterbukaan Informasi Publik
9
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
101
3. Indonesian NFMS on line (www.dephut.go.id)
10
IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Provinsi NTB 1
Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal dari hutan (5 CPs ?) di Provinsi NTB.
2.
Mengacu pada RAD Penurunan Emisi GRK Prov. NTB. (Pergub NTB No. 51 Tahun 2012)
3.
Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021 (?).
4.
Memerlukan kesiapan SDM, Perangkat Keras, Perangkat Lunak, Data, Prosedur dan keterlibatan masyarakat.
5.
Mengintegrasikan seluruh data yang diperlukan.
11
102
Presentasi
Skema Pengembangan SMKH Prov. NTB PSP BALITBANG
NFI
SISTEM MONITORING KARBON HUTAN PROV. NTB
INCAS
SSUMBER LAIN
12
V. Integrasi NFI – PSP Balitbanghut - SMKH NTB Tujuan: Tersedianya satu data/informasi mengenai karbon hutan di Provinsi NTB yang lengkap, akurat, tepat waktu serta diacu bersama oleh semua instansi dan masyarakat.
Tahapan: 1.
Identifikasi Kebutuhan Data
2.
Identifikasi Ketersediaan Data
3.
Sinkronisasi Data
4.
Pengolahan/Analisis Data
(Format, Periodisasi dll).
5.
Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi
13
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
103
1 dan 2. Identifikasi Kebutuhan & Ketersediaan Data NO
Kebutuhan Data Pokok SMKH Prov. NTB
1
2
Ketersediaan Data NFI
PSP Balitbanghut
3
4
Sumber Lain 5
-
-
Pemda Prov/Kab.
1
Wil. Administrasi Pemerintahan
2
Status Kawasan Hutan
V
V
BPKH VIII Denpasar
3
Penutupan/Penggunaan Lahan
V
V
LAPAN/INCAS
4
-
V
LIPI (?)
5
Tipe Vegetasi/Ekosistem (termasuk HKm, Agroforestri dll) Potensi SDH
V
-
-
6
Pertumbuhan pohon
V
V
-
7
Cadangan Biomasa (5 CPs)
-
V
-
8
Cadangan Karbon (5 CPs)
-
V
-
9
Deforestasi & Degradasi
V
-
-
10
Reforestasi/Revegetasi
V
-
BPDAS PROV. NTB
11
Kebakaran Hutan/Titik panas
-
-
Kemhut Pusat, Dishut Prov/Kab. TNGR, BKSDA Prov. NTB
12
Perambahan kawasan/Ladang berpindah
-
-
s.d.a.
13
Penebangan Liar
-
-
s.d.a.
14
Jenis tanah
-
-
Kemtan/BBPSDLP
14
3. Sinkronisasi Data: a. Spasial : Koreksi citra, Proyeksi peta, skala peta, legenda dll. b. Numerik : Satuan data: - Penanaman: Batang => luas tanaman (ha) - Hotspots => jumlah kebakaran, luas areal terbakar. - Emisi/serapan/stok karbon (ton CO2 eq.) c. Tipe vegetasi/Ekosistem vs Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan. d. Periodisasi Data: (1). SMKH :
Setiap tahun
(2). PSP (Balitbang) :
Setiap tahun (2013-2014) Setiap 3 tahun (2015 dst)
(3). NFI
:
Setiap tahun ( PL, Enumerasi) Setiap 5 tahun (Re- Enumerasi)
15
104
Presentasi
Matriks Sandingan/Reklasifikasi Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi dan Kelas Penutupan Lahan No
1
Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi PSP di Prov. NTB Badan Litbang Kehutanan Kawasan hutan primer
Kelas Penutupan Lahan Ditjen Planologi Kehutanan
Hutan lahan kering primer
Vegetasi homogen Vegetasi campuran 2
Kawasan hutan sekunder
Hutan lahan kering sekunder
Kawasan hutan terdegradasi 3
Kawasan hutan mangrove primer
Hutan mangrove primer
4
Kawasan hutan mangrove sekunder
Hutan mangrove sekunder
Kawasan hutan mangrove terdegradasi 17
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
105
4. Pengolahan/Analisis Data => Metode “Stock Difference” a. Pendugaan Cadangan Karbon
= X
DA
Cadangan Karbon/Ha
Dugaan Cadangan Karbon
CO 2 eq.
b. Pendugaan Emisi Karbon
DA
FE
EMISI CO2 eq. 18
5.
Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi a. Instansi berwenang -> BAPPEDA Prov. NTB b. Periodisasi : Tahunan c. Cara penyajian : Cetakan dan Digital/Media on line (www.ntbprov.go.id)
19
106
Presentasi
VI. P e n u t u p Keberhasilan Integrasi NFI dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi dari semua pihak yang terlibat. Komitmen dan dedikasi tersebut akan tercermin dari kordinasi dan
sinkronisasi
pembangunan
data/informasi,
maupun
lintas
baik
adminstrasi
lintas
sektor
pemerintahan
(instansi vertikal dan dinas otonom).
20
Terimakasih, Selamat berdiskusi
21
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
107
6. Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan
Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan Haruni Krisnawati FORDA/IAFCP
Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Mataram, 7-8 Mei 2013
INCAS: what is it? •
INCAS is carbon accounting system designed to Measure (M) emissions from Indonesia’s forests at the national scale (wall-to-wall) on an annual basis.
•
Depending on the Indonesian Government’s desires - these can then be Reported (R) to organisation who have an interest in managing GHG emissions. Reporting can be:
•
-
Domestically – to support policy development, implementation and monitoring; and/or;
-
Internationally – eg. UNFCCC, REDD+, carbon markets or emissions reductions treaties.
These reported emissions levels can then be Verified (V) to support the credibility of these numbers. -
108
The level of verification and credibility depends on the purpose of the reporting – eg. Carbon markets will likely require high-level of reporting and credibility; domestic reporting could be less stringent.
Presentasi
INCAS Characteristics To ensure the system will meet international and domestic policy requirements, the INCAS design includes: • Wall-to-wall coverage • Ability to report emissions annually • All carbon pools and greenhouse gases • Reporting at fine spatial scales • Scalable to allow nesting • Able to test different land use and management scenarios • Spatially and temporally consistent The goal of INCAS is to provide monitoring and reporting for the land sector components of Indonesian MRV System
Accounting for Emission Profile – land based sector
Activity data
X
Satellite land monitoring system
Changes in Carbon stocks (land-uses and management activities) Forest inventory/Field measurement
=
Changes in Forest Area (land-uses and management activities)
Net emission
Emission factor
CO2-eq
GHG inventory
IPCC GPG, 2003; IPCC GL 2006
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
109
INCAS modules A
Biomass Classification
B
Land Cover Change Analysis
Classification of forests into groups (biomass classes) that best explain the variation of biomass in undisturbed forest condition
Annual time-series defining areas of:
▪ Deforestation (permanent loss of forest cover) Degradation (forest clearance and regeneration or partial removal)
E C
Forest Disturbance Class Mapping
Carbon Accounting and Reporting Model (ICARM)
D
Carbon Stock Estimation Carbon stock estimates for each biomass class (incl. growth/loss rate): • Aboveground biomass • Belowground biomass • Litter • Debris • Soil
Map forest disturbance classes at known date - Minimal disturbance - Moderate disturbance - Heavy disturbance
INCAS – Methodology Internationally reviewed carbon accounting model
A
B C
Annual Land Cover Change Disturbance
Biomass Class
Calibrate to Indonesian conditions
E
Map change in forest area for each year by biomass class
Indonesian Carbon Accounting and Reporting Model (ICARM)
Develop ICARM scenarios (management activities) Run & check ICARM scenarios (management activities) ICARM output C stock change by biomass class
Area change by biomass class by year
INCAS output C stock change by year
110
Presentasi
C-stock Estimates
D
Data needed • •
Remote sensing data Ground data
Land cover change
Land use and mngement
Climate
Carbon accounting model
Biomass and Growth
Soil including peat
System - Progress • Annual land cover change analysis has been completed for Kalimantan, Sumatra, Papua and nearly Sulawesi, showing land-cover change through time for the period 2000-09 - Aim to complete national level, ‘wall-to-wall’, processing from 2000 to the present day (year) • Development of the Pilot System over Kalimantan • Development of the biomass class and map for Kalimantan – key input to pilot system • Integration of annual land cover change analysis and biomass classification for Kalimantan • Early estimates of annual gain and loss by biomass class for Kalimantan • Early estimates of annual emissions and removals by biomass class for Kalimantan • Training workshops on the use of carbon models – incorporating management scenarios to generate a full account for carbon emissions
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
111
Annual land cover change analysis Forest in 2000 Clearing in 2000-2001 Clearing in 2001-2002 Clearing in 2002-2003 Clearing in 2003-2004 Clearing in 2004-2005 Clearing in 2005-2006 Clearing in 2006-2007 Clearing in 2007-2008 Clearing in 2008-2009 Replanting in 2000-2001 Replanting in 2001-2002 Replanting in 2002-2003 Replanting in 2003-2004 Replanting in 2004-2005 Replanting in 2005-2006 Replanting in 2006-2007 Replanting in 2007-2008 Replanting in 2008-2009 Multiple Changes Non Forest Lake
Biomass classification analysis
Data used for analysis:
112
Presentasi
-
Biomass data (Forest inventory/ field measurement data)
-
Landsat satellite imageries
-
Land use/land cover map
-
Land system map
-
Digital elevation map
-
Soil and peatland map
-
Climate data
-
Research data (monograph on allometrics)
Early estimates of annual emissions & removals for Kalimantan emissions
removals
(CO2 Mt)
Carbon Accounting & Reporting Model Annual Land Cover Change Area 2000
2001
2002
2003
2004
Mangrove Swamp Dryland
Carbon Stock Change
2005
2005
2005
2008
• Integrates land cover change and carbon stock change data • Flexible forecasting tool • Calculates total annual greenhouse gas emissions using land management scenarios • Output: Land sector account of Indonesia’s national greenhouse gas inventory
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
113
What can INCAS be used for? • •
• • • • •
Central component of a MRV framework for REDD+ - regulatory basis for carbon trading Support National Forest Monitoring System to make informed decisions on how best to manage Indonesia’s GHG emissions and forest/land management Designed to quantify impact of past, current and future Indonesian policies and land management practices Provide scientific and technical basis to promote Indonesia’s national interests in international forums and policy development Designed to produce outputs required for international emissions reporting (UNFCCC, REDD+, National GHG Inventories) Provide inputs required to establish credible Reference Emission Level scenarios Designed to monitor annual changes in emissions and removals for the land sector.
Thank You The INCAS team
114
Presentasi
7. Dukungan data untuk menyusun strategi monitoring PSP
Oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VIII
BPKH mempunyai tugas melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan fungsi hutan serta penyajian data dan informasi sumber daya hutan. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar menangani 2 Wilayah Provinsi yakni : 1. Provinsi Bali dengan luas Kawasan Hutan dan Perairan yang telah ditunjuk dan ditetapkan olah Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 433/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 seluas 130.686,01 Ha
2. Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai kawasan hutan seluas 1.046.959 yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 598/Menhut-II/2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
115
Ciri kawasan hutan mantap : 1. Adanya kepastian kawasan hutan 2. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang. 3. Diketahui letak, lokasi, luas dan kondisi penutupan lahannya. 4. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan yang permanen. 5. Diakui secara de-jure dan de-facto (legal dan legitimate) oleh seluruh pemangku kepentingan, 6. Adanya rencana pengelolaan serta pengelola kawasan (KPH).
116
Presentasi
National Forest Inventory (NFI) Kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional Indonesia telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1989. Salah satu komponen dari IHN adalah pengumpulan data lapangan melalui pembuatan Temporary Sample Plots/Permanent Sample Plots (TSP/PSP) pada setiap grid 20 km x 20 km di seluruh kawasan hutan Indonesia (kecuali P. Jawa) dengan ketinggian sampai dengan 1000 dpl. Di dalam plot IHN terdapat plot contoh sementara (Temporary Sample Plot – TSP) dan plot contoh permanen (Permanent Sample Plot – PSP). TSP diukur hanya 1 (satu) kali untuk mengetahui kondisi potensi tegakan pada saat itu (current standing stock). Sedangkan PSP diukur ulang dalam selang waktu 4 sampai 5 tahun untuk memperoleh gambaran kondisi hutan yang terus berubah secara dinamis.
Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) Tujuan NFI : Untuk menyediakan informasi lokasi dan distribusi tipe hutan dan penggunaan lahan Untuk membangun dan mengembangkan Sistem NFI dalam pemantauan sumber daya hutan Untuk menaksir volume kayu, pertumbuhan dan hasil hutan dan dinamikanya per tipe hutan, jenis pohon atau kelompok jenis
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
117
Kerangka Plot Contoh 9 tract – klaster plot 7
4
1
118
Presentasi
8
9
5
6
2
3
Perencanaan dan Pembinaan Prakondisi Penge
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
119
Inventarisasi Biogeofisik Untuk mengetahui dan memperoleh data dan
informasi mengenai potensi, karakteristik, bentang alam, serta informasi lainnya pada suatu wilayah KPH maka dilaksanakan kegiatan inventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei yang merupakan salah satu kegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP, hasil inventarisasi tersebut dapat digunakan antara lain sebagai dasar untuk pembagian blok dan petak serta untuk penyusunan rencana pengelolaan.
• Penempatan Plot Contoh di lapangan dilakukan dengan teknik sistematik sampling dengan awal random (Systematic Sampling with Random Start) • Jarak antar plot sejauh 5 km x 5 km, baik pada easting maupun northing. Apabila sudah terdapat permanent sample plot inventarisasi hutan nasional di wilayah KPH maka peletakan plot sampling lapangan inventarisasi hutan wilayah kelola KPH dapat berjarak 2,5 km x 2,5 Km, 1,25 Km x 1,25 Km atau sampai maksimal 625 m x 625 m dari PSP inventarisasi hutan nasional yang telah ada • Plot contoh diletakkan pada semua stratifikasi hutan yang ada dengan jumlah plot proporsional dengan luas stratanya.
120
Presentasi
Peta Sebaran PSP Pada Penutupan Lahan Tahun 2010 di Provinsi NTB
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
121
ENUMERASI TAHUN 2012 No
KPH
1
Fungsi
2
Grid UTM x
Grid UTM y
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Keterangan
7
8
9
10
11
12
Pulau Lombok 1 KPHL Rinjani Timur
Hutan Lindung
460000
9075000
Sambilia
Sambilia
Lombok Timur
2 KPHK TN Gn. Rinjani
Taman Nasional
430000
9075000
Akar-akar
Bayan
Lombok Tengah
1 KPHP Batulanteh
Hutan Produksi
530000
9055000
Sape
Hutan Rhee
Sumbawa
2 KPHP Batulanteh
Hutan Produksi
545000
9050000
Mokong
Moyo Hulu
Sumbawa
3 KPH Serojang
Hutan Lindung
490000
9000000
Sekongkang Atas
Jereweh
Sumbawa Barat
4 KPH Serojang
Hutan Lindung
480000
9010000
Sekongkang Bawah
Jereweh
Sumbawa Barat Sumbawa Barat
Pulau Sumbawa
122
5 KPHL Matayang
Hutan Lindung
495000
9025000
Kalimantong
Taliwang
6 KPHL Brang Rea
Hutan Lindung
505000
9035000
Bakat Monteh
Taliwang
Sumbawa Barat
7 KPHL Brang Rea
Hutan Lindung
495000
9035000
Tepas
Taliwang
Sumbawa Barat
8 KPHP Orong Telu
Hutan Produksi
520000
9035000
Klawis
Lunyuk
Sumbawa
9 KPHP Orong Telu
Hutan Produksi
540000
9005000
Mohong
Moyo Hulu
Sumbawa
10 KPHP Brang Beh
Hutan Produksi
515000
9005000
Padasuka
Lunyuk
Sumbawa
11 KPHP Brang Beh
Hutan Produksi
535000
9005000
Lunyuk Ode
Lunyuk
Sumbawa
12 KPHP Plampang
Hutan Produksi
570000
9015000
Lebangkar
Ropang
Sumbawa
13 KPHL Ampang Riwo
Hutan Lindung
620000
9025000
Jotang
Empang
Sumbawa
14 KPHL Ampang Riwo
Hutan Lindung
630000
9035000
Mata
Empang
Sumbawa
15 KPHL Ampang Riwo
Hutan Lindung
645000
9040000
Riwo
Woja
16 KPHL Ampang Riwo
Hutan Lindung
645000
9050000
Kwangko
Kempo
Dompu
17 KPHL Tofo Pajo
Hutan Lindung
655000
9025000
Huu
Huu
Dompu
18 KPHL Tofo Pajo
Hutan Lindung
665000
9035000
Adu
Huu
Dompu
19 KPHK Tambora
Cagar Alam
635000
9070000
Boro
Sanggar
Bima
20 KPHP Tambora Utara
Hutan Produksi
600000
9095000
Kawinda Nae
Sanggar
Bima
21 KPHL Soromandi
Hutan Lindung
650000
9070000
Mbuju
Kilo
Dompu
Dompu
22 KPHL Soromandi
Hutan Lindung
665000
9080000
Sampongu
Donggo
Bima
23 KPHP Madapangga Rompu
Hutan Produksi
675000
9025000
Paradowane
Monta
Bima
Presentasi
RENCANA ENUMERASI TAHUN 2013 No
KPH
1
2
Fungsi
Grid UTM x
Grid UTM y
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Keterangan
7
8
9
10
11
12
Pulau Lombok 1 KPHK TN G. Rinjani 2 KPHL Mareje Aikbulak
Taman Nasional
445000
9065000
Karang banu
Aikmel
Lombok Tengah
Hutan Lindung
425000
9065000
Tanah Beak
Batukliang
Lombok Tengah
Pulau Sumbawa 1 KPHP Batulanteh
Sempe
Moyo Hulu
2 KPHP Batulanteh
Hutan Lindung
525000
9045000
Batu Dulang
Batu Lanteh
Sumbawa
3 KPHL Brang Rea
Hutan Lindung
Hutan Lindung
495000
535000
9045000
9045000
Bakat Monteh
Taliwang
Sumbawa Barat
Sumbawa
4 KPHP Orong Telu
Hutan Produksi
505000
9025000
Kalimantong
Taliwang
Sumbawa Barat
5 KPHP Brang Beh
Hutan Produksi
515000
9015000
Jamu
Lunyuk
Sumbawa
6 KPHL Ropang
Hutan Lindung
545000
9015000
Lebangkar
Ropang
Sumbawa
7 KPHL Ropang
Hutan Lindung
545000
9025000
Lebin
Ropang
Sumbawa
8 KPHL Ropang
Hutan Lindung
555000
9015000
Lebangkar
Ropang
Sumbawa Sumbawa
9 KPHP Plampang
Hutan Produksi
575000
9030000
Maronge
Plampang
10 KPHL Tambora Selatan
Hutan Lindung
635000
9065000
Taa
Kempo
Dompu
11 KPHL Tambora Selatan
Hutan Lindung
630000
9065000
Tolo Lako
Kempo
Dompu
12 KPHK Tambora
Cagar Alam
610000
9080000
Doro Peti
Pekat
Dompu
13 KPHK Tambora
Suaka Marga Satwa
605000
9075000
Doro Peti
Pekat
Dompu
14 KPHK Tambora
Dompu
Suaka Marga Satwa
600000
9085000
Doro Peti
Pekat
15 KPHP Madapangga Rompu
Hutan Produksi
675000
9045000
Campa
Woha
Bima
16 KPHP Madapangga Rompu
Hutan Produksi
670000
9045000
Woro
Bolo
Bima
17 KPHP Waworada
Hutan Produksi
690000
9040000
Doro
Belo
Bima
18 KPHP Waworada
Hutan Produksi
705000
9025000
Karumbu
Wawo
Bima
19 KPHL Donggomasa
Hutan Lindung
700000
9055000
Teta
Wawo
20 KPHL Donggomasa
Hutan Lindung
700000
9045000
Tarlawi
Wawo
Bima
21 KPHL Donggomasa
Hutan Lindung
710000
9045000
Mangge
Sape
Bima
Bima
22 KPHP Maria
Hutan Produksi
710000
9065000
Ntoke
Wera
Bima
23 KPHP Maria
Hutan Produksi
715000
9065000
Pai
Wera
Bima
RENCANA RE ENUMERASI TAHUN 2013 No
KPH
Fungsi
Grid UTM x
Grid UTM y
Kabupaten
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
HL
290000
9075000
Tabanan
HL
330000
9085000
Karangasem
HPT
220000
9100000
Buleleng
HL
240000
9090000
Jembrana
HL
250000
9090000
Jembrana
HL
410000
9065000
Lombok Barat
HL
450000
9080000
Lombok Timur
CA
600000
9080000
Dompu
HL
540000
9020000
Sumbawa
HL
560000
9020000
Sumbawa
HL
550000
9010000
Sumbawa
HPT
580000
9020000
Sumbawa
HL
520000
9055000
Sumbawa
HL
510000
9050000
Sumbawa
1 2 3 4 5
1 2
1 2 3 4 5 6 7
Batu Kau (RTK.4)
Pulau Bali
Abang Agung (RTK.8) Bali Barat (RTK.19) Bali Barat (RTK.19) Bali Barat (RTK.19) Pulau Lombok Gunung Rinjani (RTK.1) Gunung Rinjani (RTK.1) Pulau Sumbawa G.Tambora (RTK.53) Dodo jaranpusang (RTK.64) Dodo jaranpusang (RTK.64) Dodo jaranpusang (RTK.64) Dodo jaranpusang (RTK.64) Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72) Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
123
Penutupan Lahan Provinsi NTB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Penutupan Lahan Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Tanaman Belukar Belukar Rawa Pemukiman Transmigrasi Tanah Terbuka Pertambangan Savana Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Sawah Tambak Bandara Tubuh Air Jumlah
PL ID 2001 2002 2004 20041 2006 2007 20071 2012 20122 2014 20141 3000 20091 20092 20093 20094 20121 5001
Luas (hektar) 454.394,62 308.739,89 4.509,14 7.455,91 2.598,16 567.138,06 694,83 13.505,84 190,51 18.349,77 1.572,13 5.805,54 109.275,09 300.821,16 151.413,51 12.860,10 477,92 5.336,39 1.965.138,55
Perbedaan PSP Sistem Inventarisasi Hutan Nasional dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan No. 1
Kegiatan Pengumpulan Data
PSP Sistem Pemantauan Hutan Nasional di daerah
PSP Sistem Monitoring Karbon Tingkat Provinsi
Jenis Pohon, Tinggi Pohon, Bentuk a. Lahan, Pertumbuhan dan Volume.
b.
124
Permukaan Tanah
(Biomassa Pohon, Tumbuhan Bawah, Nekromassa, Seresah)
Di Dalam Tanah (Biomassa Akar, Bahan Organik Tanah)
2
Penempatan PSP
Ditempatkan pada areal berhutan dengan jarak tertentu
Plot permanen (transek pengukuran) terutama di hutan yang dipilih untuk diusulkan dalam REDD+
3
Ukuran PSP
100 x 100 m
100 x 20
4
Monitoring
5 Tahun sekali
2 Tahun sekali
5
Pelaksana Monitoring
UPT. Pusat (BPKH)
-
6
Sumber Dana Monitoring
DIPA Pusat
-
Presentasi
Pengintegrasian Sistem NFI dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi Menggunakan kajian yang telah di akui hasilnya,
terhadap perhitungan perkiraan cadangan Karbon Hutan di atas permukaan tanah, sehingga data PSP Sistem NFI dapat digunakan. BPKH selaku pelaksana kegiatan NFI di daerah mensupport data Enumerasi PSP dan Inventarisasi Biogeofisik.
TERIMAKASIH
BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VIII DENPASAR
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
125
8. Peran masyarakat dalam monitoring karbon
Presentasi Acara Lokakarya Dinas Kehutanan Prov NTB Mataram – Selasa, 7 Mei 2013
PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON
Oleh
Markum
MATERI PENYAJIAN 1. 2. 3. 4. 5.
126
Presentasi
FAKTA-FAKTA PENTING MASALAH AKTUAL TANTANGAN KE DEPAN PELUANG BISA DIAMBIL PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON
1. FAKTA-FAKTA PENTING SAAT INI DI NTB TELAH DIBERIKAN IJIN
PENCADANGAN AREAL HKm SELUAS 14.836,5 Ha, dan 15.252,3 MASIH DALAM PROSES USULAN
DIPERKIRAKAN 60 % LUAS HUTAN
LINDUNG DAN PRODUKSI SAAT INI SUDAH DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (SEBAGIAN BESAR NON IJIN)
MASYARAKAT SAAT INI SUDAH
MENJADI BAGIAN DARI “PENGUASA” HUTAN DI DAERAH (NILAI EMPIRIS LEBIH KUAT DARIPADA NORMATIF)
PERKEMBANGAN PRAKTIK HKM (KASUS DI KAWASAN HUTAN SESAOT) Perkembangan perluasan HKm 4000 3500 3000
Dari luas total HKm 3672 Ha, 90 % adalah luas Hkm non program
Luas (Ha)
2500 2000 1500 1000 500 0 1996
1998
2010
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
127
FAKTA-FAKTA PENTING (LANJ) PERSEPSI DAN PENGETAHUAN
MASYARAKAT TENTANG KONSERVASI HUTAN CUKUP BAIK (HUTAN SEBAGAI FUNGSI HIDROLOGI, PENAHAN EROSI, STABILITAS LINGKUNGAN)
BEBERAPA LOKASI MENUNJUKKAN
PRAKTIK HKm YANG BAIK, TERUTAMA DALAM HAL NILAI CADANGAN KARBON (DI ATAS 150 TON/HA)
RATA-RATA CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN LOMBOK (DAS JANGKOK) Tutupan Hutan
Cadangan Karbon (ton/ha)
Hutan Primer
457
Hutan Primer Terganggu
261
Hutan Tegakan Mahoni Rapat
462
Hutan Tegakan Kemiri
170
Agroforestri Kompleks
150
Agroforestri sederhana
68
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
128
Presentasi
Komposisi Penyusun Cadangan C 1% 1% 2% Pohon
26%
Tanah 70%
Seresah Bawah Tegakan Nekromasa
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
MASALAH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DARI HUTAN PRIMER ATAU SEKUNDER KE PHBM SELALU BERDAMPAK PADA PENAMBAHAN EMISI PRAKTIK HKM SEBAGIAN BESAR DI DOMINASI OLEH TANAMAN DENGAN NILAI KARBON RENDAH (TANAMAN YANG MEMILIKI BJ RENDAH) PRAKTIK HKM MEMILIKI TINGKAT KEANEKARAGAMAN VEGETASI RENDAH SAMPAI SEDANG IMPLIKASINYA ADALAH CADANGAN KARBON DAN TINGKAT SEKUESTRASI KARBON RENDAH
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
129
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
Perubahan Jumlah cadangan karbon Aktual di DAS Jangkok tahun 1995 dan 2009 4,500,000 4,000,000 3,500,000
Juml C (ton)
3,000,000
Lahan Terbuka
2,500,000
VegJarang/Belukar 2,000,000
Agroforestri/HKm Hutan Pinus
1,500,000
Hutan Alam
1,000,000 500,000 0
1995
2009
Tahun
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
130
Presentasi
b. Estimasi Jumlah Emisi akibat perubahan tutupan lahan (1995-2009) Tutupan Lahan
EMISI TAHUN 1995-2000
2000-2006
2006-2009
1995-2009
84,739
60,132
250,821
120,496
Emisi, ton Sequestrasi, ton
(9,289)
(4,200)
(1,690)
(12,625)
Net emisi, ton
99,927
60,846
39,971
223,485
6
3.61
2.40
12.79
1.2
0.60
0.60
0.91
4.3
2.21
2.20
3.35
Tingkat emisi, ton/ha Faktor emisi, ton/ha/th Faktor emisi, tonCO2/ha/th
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
KLASIFIKASI BJ SPESIES 45 40
BJ > 0.9
35 BJ 0.75-0.9
Jumlah spesies
30 25
BJ 0.6-0.75
20 15
BJ < 0.6
10 5 0 HP
HPT
HK HM Penggunaan Lahan
AGM
AGS
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
131
PERUBAHAN RAGAM SPESIES PADA BERBAGAI TUTUPAN LAHAN AGS HM AGM HK HPT HP
39 Jumlah Spesies
1
68
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
Tanaman yang di tanam pada HKm Nama Tanaman Pisang Kopi Kakao Duku Rambutan Durian Dadap Mahoni Aren Kemiri Nangka Alpukat Kaliandra Kepundung Piling Kelapa Sengon Mangga
132
Presentasi
Berat Jenis (gr/cm3)
0,05 0,6 0,45 0,80 0,90 0,56 0,31 0,6 0.3 0,36 0,70 0,6 0,7 0,79 0,80 0,3 0,37 0,68
INP (0-200%) 55.7 16.9 19.6 8.7 16.2 21.4 29.0 4.2 11.3 7.4 2.0 1.2 0.6 1.0 0.6 1.2 2.3 0.3
TANTANGAN KE DEPAN BAGAIMANA MEWUJUDKAN
PRAKTEK HKM DENGAN MENGINTRODUSIR TANAMAN YANG MEMILIKI LAYANAN LINGKUNGAN YANG BAIK (AIR KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARBON) DAN MENDUKUNG NILAI EKONOMI BAGAIMANA MENJADIKAN PRAKTEK PHBM YANG BERHASIL, SEBAGAI KAWASAN YANG MEMILIKI NILAI DAN DIHARGAI BAGAIMANA PERSEPSI DAN PENGETAHUAN MASYARKAAT TENTANG KONSERVASI MENJADI MOTIVASI DALAM PRAKTEK HKM BAGAIMANA MENENTUKAN KRITERIA YANG BISA DITERIMA BERAPA CADANGAN KARBON IDEAL UNTUK HKM
Pengalaman Masyarakat Mengukur Karbon (Sesaot dan Batukliang)
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
133
Contoh HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Rendah (70 – 100 ton/ha)
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Sedang (100 – 150 ton/ha)
134
Presentasi
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Tinggi (>150 – 225 ton/ha)
PELUANG PERAN MASY DALAM TRANSAKSI KARBON PERMENHUT No. P.20/Menhut.II/2012 tentang
Penyelenggaraan Karbon Hutan, dimana ada ruang untuk mengembangkan “Demonstration Activities” Dukungan dan tersedianya inisiatif untuk “Pasar Karbon” dari beberapa lembaga dalam konteks penghargaan terhadap Praktik pengelolaan hutan yang baik. Pengembangan Best Practices untuk Lokasi-lokasi yang berhasil baik, sebagai Pusat Informasi dan Pembelajaran layanan lingkungan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
135
PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON SEBAGIAN BESAR KAWASAN HUTAN DI NTB SUDAH DIKELOLA
OLEH MASYARAKAT, MAKA PERAN MASYARAKAT MENJADI KUNCI UTAMA DALAM PROSES PENINGKATAN NILAI CADANGAN KARBON DAN MENGURANGI TINGKAT EMISI
DALAM KAITAN DENGAN PERAN MONEV KARBON, (1)
PENYEDIA DAN SUMBER DATA EMPIRIS DENGAN MENETAPKAN LOKASI-LOKASI TERTENTU (PADA BERBAGAI KERAGAMAN PENGGUNAAN LAHAN) SEBAGAI DEMPLOT DAN BASIS DATA
(2) PENELITI DI LAHANNYA SENDIRI, DENGAN MEMBEKALI
PENGETAHUAN PRAKTIS DAN SEDERHANA MENGENAI CARA MENGUKUR DAN MENGHITUNG KARBON
(3) KELEMBAGAAN YANG SUDAH EKSIS DI MASYARAKAT
(TERKAIT DENGAN PHBM) BISA DIJADIKAN SIMPUL UNTUK UPDATE INFORMASI KARBON DI LOKASI/KAWASAN MASINGMASING
TERIMA KASIH
136
Presentasi
Lampiran 3. Notulensi Diskusi Sesi Pertama Pertanyaan: 1. Lolita (Universitas Mataram)
a. Pada tahun 2020 reforestasi akan turun 22%, dikhawatirkan target penurunan forestasi tidak tercapai pada 2020. Padahal pendanaan masih berasal dari dana dalam negeri b. Strategi monitoring dan pelaporan, datanya sulit. Bagaimana provinsi memfasilitasi kabupaten untuk perolehan data. Padahal teknik perolehannya sama dan pelaporan hanya dari kabupaten.
2. Nana (Unram)
a. Program bumi sejuta sapi, kebijakan sejuta sapi menimbulkan ekses bagi upaya mitigasi PI. Bagaimana upaya mengatasinya? b. Ada kriteria pemilihan monitoring PSP, sepertinya perlu dibuat indikator dengan bobot dan skoring c. Perlu ada citra tahun 1990-2012 adalah citra yang dibutuhkan untuk mengukur abrasi. Apakah data yang dimilki LAPAn dapat dikases secara gratis
3. Yus Andana (BLH Prov.) Pengembalian 30% hutan sekunder ke primer, berapa luasan aktualnya? 4. Haerudin (perwakilan Masyarakat Kec. Jero Waru) Alih fungsi hutan di Kecamatan Jero Waru, Hutan lindung dirambah menjadi lahan perkebunan dan pertanian bahkan menanam tembakau. Terjadi kebijakan yang bertolak belakang antara Dinas Kehutanan (menanam pohon) dan Dinas Pertanian (pertanian tembakau). Banyak terjadi penebangan liar karena strategi konversi peralihan minyak tanah kurang berhasil. Mohon ada sinkronisasi kebijakan agar ada solusi bagi masyarakat. 5. Dul Basid (Fahutan Unram) Ada beberapa sektor yang berperan menurunkan emisi, yang diturunkan menjadi aksi. Namun ada beberapa kegiatan yang overlaping. Dengan adanya overlapping ini, Pemda dapat memberikan prioritas kegiatan yang utama, misalnya bila sektor energi lebih potensial maka prioritas diarahkan kepada yang lebih potensial tersebut. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
137
TN Rinjani sudah membangun 3 plot, yang tidak hanya menghitung karbon tapi juga kekayaan hayatinya. 6. Firman (Dishut NTB) Khawatir karena plot dibuat di kawasan HKm dapat terjadi kerusakan sehingga sulit diperoleh data series yang tepat. Jawaban 1. Machful (Bappeda)
a. Ada hal-hal yang masih dianggap data yang diinput untuk strategi mitigasi, belum sepenuhnya diyakini. Karena data yang diperoleh adalah data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dibutuhkan waktu.
b. Tim yang ada saat itu, yang dilatih oleh sektor-sektor yang ada masih belum banyak yang memahami, kebanyakan tenaga birokrat, belakangan baru melibatkan akademisi. c. RAD-GRK bersifat kejar tayang sehingga waktu itu yang penting jadi dulu dengan dukungan data yang ada. d. Data-data yang ada akan terus dievaluasi agar sesuai dengan standar validasi data.
e. Standar monev sudah ada, setiap kabupaten harus menggunakan standar monev yang sudah ada tersebut.
f. Permasalahan benturan antar sektor : 1) Terkait dengan kebijakan 1000 sapi, sedang diupayakan upaya untuk mengatasi sendawa sapi sebagai sumber emisi. Direncanakan akan dibuat plot (program BSS) dalam pengelolaan sapi untuk kesejahteraan masyarakat, sendawa diabaikan. Perlu ada pilihan yang menguntungkan masyarakat. 2) Pengembangan potensi panas bumi dengan mengorbankan sektor kehutanan. Pilihannya adalah geotermal yang beroptensi dapat tetap menjaga kelestarian hutan. Pilihannya pada kawasan tertentu saja (kawasan yang dipilih adalah kawasan Rinjani, Mangrove di Sumbawa) 3) Pertentangan kebijakan dapat diatasi dengan kesepakatan-kesepkatan dan analisis data yang berkelanjutan dengan alat-alat analisis yang ada.
g. Sepanjang tidak mengganggu kawasan hutan oleh masyarakat Jero Waru tidak dapat dilakukan tindakan, kecuali bila ada kegiatan masyarakat tidak dapat diatasi. 138
Notulensi Diskusi
2. Virni (Puspijak) Pemilihan lokasi diserahkan kepada daerah, disesuaikan dengan kriteria pemilihan daerah yang sudah ada/disediakan. Alangkah baiknya di kemudian hari dapat dibuat kriteria indikator untuk pembangunan PSP. Disadari PSP yang berhasil dibangun, tidak mewakili semua tipe hutan di NTB diharapkan ke depan daerah dapat berinisiatif membangun PSP dengan dukungan dana dari daerah masing-masing. 3. Rubini (LAPAN) Data resolusi rendah gratis, data reslosi menengah dengan skala 50.000 masih gratis, data Landsat 4 dengan resolusi 20 meter tidak gratis (lebih murah dibandingkan dengan membeli di luar), data resolusi tinggi dengan pesyaratan yang disesuaiakan selama ada permohonan dan persyaratan dipenuhi. 4. Andi (Dishut) FCPF tidak memiliki dana yang cukup, sistem monitoring masih dan sedang dicari. Dengan program BSS permasalahan sendawa sapi dapat diatasi. Untuk menjaga plot di HKm adalah masyarakat (sudah ada komitmen masyarakat untuk menjaga PSP yang dibangun). Sesi Kedua Pertanyaan: 1. Nana
a. Kepada Bu Haruni, INCAS adalah suatu tool apakah bersifat dinamik ataukah spasial? Apa kelebihannya dibandingkan dengan tools yang lainnya? b. Sebaiknya bu Haruni mengadakan pelatihan khusus untuk mengoperasikan INCAS. c. Untuk Pak Wisnu terkait data jarak antar PSP 5 km, bagaimana jika di lapangan kita tidak memungkinkan mengambil jarak antar plot 5 km? d. Untuk Pak Markum hasil disertasi yang didasari scientific based yang kuat, data yang diperoleh Pak Markum sebaiknya dilengkapi.
2. Kemas UNTB
a. Pertanyaan ditujukan untuk Bu Haruni, kami melihat tugas INCAS ada 5, yang disoroti yaitu pengukuran emisi secara umum. Menurut kami yang banyak dihasilkan adalah emisi dari industri transportasi. INCAS harusnya Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
139
dapat menghitung emisi yang disebabkan oleh transportasi karena sepertinya pemerintah membiarkan masuknya kendaraan-kendaraan dengan alasan agar pemasukan pajak meningkat. Pertanyaan kedua untuk pak Gusti menyangkut masalah data, kami melihat areal kosong tapi diklaim oleh Kementerian Kehutanan sebagai kawasan hutan, sepertinya itu bias dikembangkan untuk komoditi perkebunan.
b. Bu Leni Di Sintong mengajukan tebang pilih untuk IUPHHK. Meskipun pada awalnya ada kesepakatan pemeliharaan PSP. Apa yang menjadi solusi agar masyarakat tidak mengalihfungsikan PSP tersebut untuk penebangan? Kelompok sudah mulai dibekali dengan pengukuran karbon. 3. Samsudin Bappeda
Kepada SKPD lainnya kami memohon masuknya data untuk perbaikan RAD. Kami di Bappeda sebagagai Sekretariat RAD untuk melakukan update data, jangan sampai kita melakukan kira-kira. Kita perlu memperbaiki data yang sudah ada di RAD GRK. 4. Marwih Lombok Tengah Terkait masalah karbon khusunya PSP ada kriteria perwakilan, sangat sulit jika kita ingin memperoleh plot yang dapat mewakili.Berapa jarak yang ideal. Ada 2 karakteristik ekosistem di NTB di barat lebih basah, sedangkan di timur lebih kering. Klarifikasi untuk Pak Markum di Kecamatan Koppang, pelaksanaan PSP kemarin, ada di luar HKm berijin. Terkait sosialisasi masih perlu dilakukan ke tingkat bawah (kabupaten). 5. Agus Terkait penghitungan karbon, setelah masyarakat tahu kandungan karbon di tempat yang bapak ukur tadi. Apa manfaat yang diperoleh masyarakat dari karbon yang dimiliki oleh masyarakat? Saya dengar karbon bisa dijual US$ 45-75 per ton. 6. Virni
a. Ditujukan untuk Pak Iman dan Bu Haruni: bagaimana hubungan antara INCAS dan NFMS? Jika INCAS sudah selesai apakah datanya bisa dishare dengan provinsi yang bersangkutan? b. Untuk Pak Iman tadi bagan link, menurut bapak untuk mengkonkretkan bagan tersebut apa yang harus dilakukan?
Jawaban 1. Bu Haruni INCAS dikembangkan sebagai suatu sistem menggunakan best approach berdasarkan data yang kita punya. Memang INCAS bersifat dinamis baik secara spasial maupun temporal agar dinamika yang terjadi di alam seperti deforestasi, regenerasi, growth, mortality, masih banyak gap. INCAS tidak akan pernah berakhir sebagai suatu sistem, memang jika melihat iNCAS sebagai suatu proyek maka akan berakhir pada tahun 2014. Sesudah berdiskusi dengan Pak Iman bagaimana mensinergikan INCAS dan NFMS paling tidak untuk land based. Pelatihan memang sudah direncanakan, tapi jika tidak ada pendanaan dari kerjasama ini, mungkin bisa dicari dari pendanaan lainnya. Bahwa memang inventarisasi GRK bisa mencakup semuanya. Untuk INCAS desainnya memang untuk LULUCF. INCAS dikembangkan dengan pendekatan secara bertahap dan improvable dengan data yang tersedia di Indonesia sebagai basis data. INCAS bersifat dinamik dalam skala spasial maupun temporal, yang didesain agar dinamika yang ada di alam (aforestasi, deforestasi, dll) dimasukan ke dalam sistem. Sebagai sebuah sistem mestinya INCAS tidak akan berakhir (bila tidak dilihat sebagai proyek), bila bantuan dari Australia selesai, Kementerian akan tetap melanjutkan. INCAS dan NFMS dapat dibangun secara bersinergi. Pelatihan sudah dimasukkan ke dalam work plan. Inventarisasi GRK seharusnya dapat mencakup semuanya, tidak hanya yang berbasis lahan. INCAS dibangun dengan basis LULUCF. Di Australia dikoordinasi oleh satu lembaga, namun dikoordinasi menjadi satu national report. 2. Iman INCAS ini tidak berhenti sebagai suatu proyek tetapi ke depan akan kita kembangkan bersama, dimana INCAS akan kita kembangkan untuk mengisi NFMS. Masalah konkritnya data, sebaiknya insiatif datang dari daerah, dimana daerah merumuskan monitoring data, jika SDM kurang di sebelah mana kurangnya dan agar kebutuhan tersebut disampaikan ke pusat agar pusat bisa mengajukan usulan anggaran. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
141
3. Wisnu
a. Dalam pembangunan PSP/TSP diupayakan di kluster yang bervegetasi. Dalam pelaksanaan pembangunan PSP ini berpegang kepada juknis yang telah ditetapkan. b. Terdapat perbedaan kawasan hutan dengan hutan, kawasan hutan adalah kawasan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai hutan tetap.
4. Markum
a. Dalam konteks tertentu hutan bersifat dinamis, karena setiap waktu terjadi perubahan. Justru tanaman muda 3-5 tahun memiliki sequestrasi yang tinggi. Manfaat setelah mengukur karbon; mencerdaskan masyarakat, saling terkait antara karbon, fungsi hidrologis. Ada beberapa lembaga yang mulai berinisiatif memberikan kompensasi misalnya Plan Vivo. b. Cadangan karbon selalu dinamis. IPCCC memiliki software demikian juga ICRAF punya REDD Abacus untuk menilai dinamika cadangan karbon c. Karbon jangan diartikan sebagai sesuatu yang steril, pohon yang makin tua akan berkurang kemampuan penyerapan karbonnya. Tidak masalah bila ditebang asal manajemen pemulihannya baik. d. Usia prima bagi suatu pohon dalam hal skuentrasinya ialah pada pohon berusia 5 tahun. Pohon berusia 20 tahun berkurang e. Bila cadangan karbon baik, maka tata air dan keanekaragaman hayatinya akan baik f. Orientasi masyarakat harus diluruskan jangan melulu pada carbon trade, bila hutan kita baik
Hasil FGD Kelompok 1 : Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi Strategi : 1. Langkah-langkah 2. Kiat/ Cara 3. Teknik/ Taktik 4. Siasat 5. Pola/ Model Strategi adalah sekumpulan langkah untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah 142
Notulensi Diskusi
Untuk mencapai itu memerlukan langkah, cara, teknik dan model. Pengelolaan: 1. Cara kerja 2. Proses 3. Mengatur 4. Penanganan Pengelolaan adalah proses dalam mengatur suatu kegiatan melalui cara kerja yang teratur. Strategi Monitoring PSP PSP adalah plot yang mempunyai ukuran tertentu dan bersifat permanen. Masalah pengelolaan PSP: 1. Lokasi dan luasan
a. PSP yang dibuat Dishut 33 PSP b. PSP yang dibuat BPKH 88 PSP c. Ukuran yang dibuat 20x20 m
2. Bagaimana strategi pengelolaan selanjutnya setelah FCPF berakhir?
a. Perlu adanya komitmen untuk menurunkan emisi 26 % b. Perlu diketahui jumlah cadangan karbon yang terkandung dalam setiap PSP untuk monitoring/ pengukuran selanjutnya c. Siapa dan kapan? Siapa yg akan melakukan monitoring? Kapan pengukuran sebaiknya dilakukan? Apakah 1 tahun sekali atau 5 tahun sekali? Pengukuran sudah disepakati 3 tahun sekali. Tanggungjawab pengelolaan mungkin Dinas Kehutanan bersama Litbang dengan waktu 3 tahun sekali d. Winarti dari UNRAM Peran universitas dalam pengelolaan PSP? Peran Universitas: pendidikan, pengabdian dan penelitian. PSP melibatkan UNRAM dan dominan dalam pengukuran dan pengolahan data Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
143
e. Kapan dan siapa? Yang paling memungkinkan untuk mengawal monitoring PSP ini adalah dengan melibatkan masyarakat. Sangat baik jika dapat melibatkan masyarakat. f. Masalah anggaran yang bertanggungjawab adalah Dinas Kehutanan Provinsi. g. Bagaimana Dishut memasukkan anggaran untuk kegiatan ini selanjutnya? Akan dianggarkan dimana?
Leading sector yaitu dari pihak Dishut Provinsi, namun dalam penganggaran perlu adanya penganggaran juga di tingkat Dinas Kota dan Provinsi (bagaimana jika terjadi overlap). Untuk menghindari overlapping anggaran perlu dilakukan: koordinasi untuk pembagian peran Plot dalam KHDTK dan Jerowaru akan litbang bantu untuk monitoringnya Penanggung jawab terkait anggaran: a. - Apakah metode sudah ada? Apakah kota dan kabupaten sudah siap? b. - Siapa yang akan terus memonitoring plot ini?
c. - Apakah PSP ini yang akan menjadi basis data dalam penurunan GRK? Metode pengukuran sesuai SNI. Adakah suatu sistem yang bisa langsung memasukkan nilai karbon tanpa rumusrumus agar memudahkan dalam pengukuran karbon? Ada, seperti REDD Abacus. 1. Lebih baik dibuat dulu SOP-nya, lalu bagaimana dengan anggarannya. PSP diditipkan pada pengelola di daerah lokasi dimana PSP dibangun. 2. Pemeliharaan PSP terkait dengan keberlangsungan PSP. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara keseluruhan).
Table 1. No 1
144
Matriks Strategi Monitoring PSP Masalah
Strategi
Pembiayaan
FCPF akan berakhir - Pemerintah provinsi dan - APBD Provinsi dan pada tahun 2014, tidak kabupaten bertanggung kabupaten bisa membiayai keberjawab atas keberlajutan - Litbang lanjutan monitoring monitoring PSP. PSP
Notulensi Diskusi
Stakeholder - Dinas Kehutanan Provinsi - Dishut Kabupaten - Litbang - Masyarakat - Perguruan Tinggi
No
Masalah
Strategi
Pembiayaan
Stakeholder
2
Kesiapan SDM dalam pengukuran karbon, pengambilan sampel dan analisis data
- Sosialisasi - Pelatihan (pengambilan sampel, pengukuran, pengolahan dan analisis)
- APBD Provinsi - IAFCP
- Dishut Provinsi - Perguruan Tinggi - Bakorluh NTB - Transform - Masyarakat (Santong dan Jerowaru = @20 orang) - LAPAN
3
PSP belum mewakili seluruh tipe ekosistem di NTB
- Penambahan PSP pada tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid)
- FCPF - APBD Provinsi - UKP4 - NGO
- Dishut Prov & Kab - Litbang - UKP4 - NGO - Masyarakat
4
Pasca FCPF ada kemungkinan PSP tidak terpelihara
Menugaskan petugas terdekat dan masyarakat yang mengelola
APBD Provinsi
Dishut Prov & Kab
5
Kurangnya koordinasi pemanfaatan data PSP
- Membentuk Bank Data/ APBD Provinsi Pusat Data PSP Provinsi NTB - Membangun Web karbon PSP NTB
- Dishut Prov
- BPKH - Litbang - Perguruan Tinggi - NGO - Masyarakat - LAPAN
Kelompok 2 Rancangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi 1. Data biofisik: a. Tutupan lahan : BPDAS, Dishut Prov, BPKH. b. Biomasa 5 pool karbon : Dishut Provinsi (33 PSP), TN Rinjani, Transform,
Program Studi Kehutanan UNRAM, Fauna Flora International (DAS
Renggung tengah & hilir DAS, Kab. Lombok Tengah), BPKH, Dishut
Provinsi bekerjasama dg ICRAF di HKm Sesaot tahun 2010, KOICA (Dishut Provinsi cq. Pak Burhan).
c. Tanah : Dishut Provinsi (33 PSP), UNRAM (PSP), Transform, FFI, BPTP Narmada, Dinas Pertanian, BPKH, BPDAS.
d. Gangguan hutan: kebakaran, hama penyakit, penebangan liar, dll. : Dishut
Provinsi, KPH Rinjani Barat, Dishut Kabupaten, BPTH, KPH, TN, BKSDA.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
145
e. Pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan, rehabilitasi, dll): BLHP, BPDAS, Dishut Provinsi/kabupaten, Konsepsi, Samantha, Santiri, Transform, FFI, WWF, Bakorluh. f. Hidrologi : BPDAS, BWS, BISDA Provinsi.
g. Perencanaan wilayah (RTRW) : Bappeda Provinsi/kabupaten.
h. Iklim: urah hujan, suhu, kelembaban, angin : BMKG, BISDA, Dishut Provinsi.
2. Data sosial ekonomi:
a. Demografi (jumlah, pertumbuhan, sebaran, kerapatan penduduk, sex ratio) : BPS Provinsi/Kabupaten, Dishut, KPH Rinjani Barat, TN Gunung Rinjani b. Pendapatan penduduk: BPS c. Angkatan kerja : BPS
d. Pendidikan : BPS, Dinas Pendidikan e. Kesehatan : BPS, Dinas Kesehatan f. Infrastruktur : BPS, PU, Bappeda
Leading instansi untuk manajemen Sistem Monitoring Karbon Hutan Provinsi NTB : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB dan Bappeda Provinsi. OUTPUT yang diinginkan: a. Dinamika karbon hutan b. Peta tutupan lahan
c. Luasan tutupan lahan d. Citra satelit
e. Peta sebaran dan potensi karbon
f. Model proyeksi karbon berdasarkan tipe ekosistem g. Sistem monitoring yg dinamis
3. Aplikasi harus fleksibel/dinamis dengan perkembangan regulasi. 4. Sistem harus user friendly. SDM : 1. Perlu supervisi dari PUSAT ke Provinsi dan Kabupaten. 2. Dalam proses pembangunan sistem perlu ada pelibatan masyarakat daerah agar ada transfer teknologi. 3. Perlu capacity building tentang REDD+. 146
Notulensi Diskusi
Mekanisme updating dan protokol database: 1. Admin : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB. 2. Data yang masuk adalah data mentah, output adalah data hasil analisis. 3. Untuk meminta data mentah perlu ada permintaan resmi ke Admin. 4. Sumber data yang berbeda perlu diatur dengan menunjuk wali data oleh Pokja RAD GRK. 5. Updating data menyesuaikan dengan ketersediaan data. 6. Perlu ada komitmen updating data secara reguler kepada Pokja RAD GRK 7. Stakeholder yang mendapak hak akses :
a. Semua SKPD b. Hasil analisis menjadi milik publik (open access) c. Permintaan raw data harus mendapat ijin dari Admin
8. Perlu ada clustering data : open access dan restricted Kesimpulan: 1. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan. 2. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran serta tanggungjawab para pihak. 3. Telah berhasil mengidentifikasi sumber data bagi SMKH yang akan dibangun. 4. PPID (Pejabat Pengolah Informasi Data) di tiap SKPD anggota Pokja RAD GRK bertindak sebagai wali data SMKH. 5. Perlu dilaksanakan capacity building untuk menyiapkan stakeholder dalam implementasi sistem monitoring karbon hutan.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
147
Lampiran 4. Dokumentasi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
149
150
Dokumentasi
Prosiding Workshop
Strategi
Monitoring & Pelaporan
Plot Sampel Permanen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924 Email:
[email protected]; Website: www.puspijak.org