EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)
Oleh: KHRISNA PRATAMA A14304082
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN KHRISNA PRATAMA. Efektivitas Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. DPM-LUEP yang diberlakukan tahun 2003 berusaha meminimisasi fluktuasi harga gabah di tingkat petani. Program DPM-LUEP bertujuan agar harga gabah yang diterima petani tidak pernah berada pada level di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 diharapkan juga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Pembelian gabah oleh LUEP dengan harga minimal sama dengan HPP diharapkan dapat menjadi insentif petani agar tetap berproduksi. Efektivitas LUEP juga akan meningkatkan pendapatan petani ketika kondisi panen raya. Efektivitas ini diukur dari sejauhmana dampak DPM-LUEP terhadap stabilitas harga petani sehingga tidak jatuh di bawah HPP pada saat terjadi panen raya. Alokasi DPMLUEP Tahun 2007 untuk pembelian gabah/beras sebesar Rp 232,43 milyar. Untuk Propinsi Jawa Barat sendiri dialokasikan dana sebesar Rp 24,03 milyar. Terdapat 15 kabupaten dan satu kota di Jawa Barat yang mendapatkan program DPMLUEP. Namun diantara tiap kabupaten/kota tersebut, belum semua kecamatan yang sudah mendapatkan program ini. Penting untuk diketahui apakah kecamatan yang sudah mendapat program DPM-LUEP dapat memberikan jaminan kestabilan harga gabah yang lebih baik dibandingkan kecamatan yang belum mendapatkan program DPM-LUEP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat; menganalisis dampak kebijakan program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Penelitian dilakukan di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat berdasarkan pertimbangan bahwa, Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP. Tujuan pertama dijawab dengan membandingkan perkembangan harga yang diterima petani di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan yang tidak mendapat program (with and without project). Selanjutnya secara statistika akan dilakukan uji stasioneritas terhadap series harga di kedua lokasi tersebut dan uji tanda serta uji t untuk melihat signifikansi perbedaan harga yang diterima petani di kedua lokasi. Tujuan selanjutnya dijawab dengan menganalisis harga dan
pendapatan yang diterima petani antara yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani padi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Tujuan terakhir dijawab dengan menggunakan metode regresi logistik (Binary Logistic Regression) dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Harga rata-rata GKP pada bulan April sampai Oktober tahun 2007 di lokasi program DPM-LUEP sebesar Rp 2.292, sedangkan harga rata-rata gabah di lokasi non-program sebesar Rp 2.246. Hal ini menunjukkan harga rata-rata GKP di kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP lebih tinggi daripada di kecamatan yang tidak mendapatkan program. . Pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang ada DPM-LUEP menunjukkan bahwa berdasarkan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) terlihat disparitas harga tersebut stasioner. Sementara pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang tidak ada DPMLUEP menunjukkan disparitas harga yang tidak stasioner. Uji tanda terhadap perbedaan harga GKP antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dan tidak ada menghasilkan nilai Z-hitung sebesar 3,402. Karena Z-hitung ini lebih dari Zα (1,645), maka disimpulkan bahwa median harga GKP di kecamatan penerima DPM-LUEP memang secara statistik lebih tinggi dari median harga GKP di kecamatan non-LUEP. Uji t menghasilkan nilai t-hitung sebesar 1,35 dengan Pvalue sebesar 0,184. Hal ini menunjukkan bahwa harga rata-rata GKP tidak berbeda secara signifikan antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dengan yang tidak ada DPM-LUEP. Harga yang diterima oleh petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 2.907 per Kg dan harga yang diterima petani yang tidak menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 2.663 per Kg. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP lebih besar dari pada pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 11.710.355 dan pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP Rp 9.499.682. Pendapatan hanya dipengaruhi secara nyata oleh hasil produksi dan biaya saprodi pada taraf lima persen, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Sedangkan untuk variabel dummy LUEP berpengaruh nyata pada taraf lima persen yang menunjukkan hal terpenting bahwa ada perbedaan pendapatan yang nyata antara petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak menjual gabahnya ke LUEP. Variabel yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke LUEP yaitu variabel harga yang diterima. Identifikasi dapat dilihat dari nilai P-value variabel tersebut. Nilai P-value variabel harga sebesar 0,031 atau lebih kecil dari lima persen. Sedangkan variabel tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, serta hasil produksi tidak secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke LUEP karena nilai P-value lebih besar dari lima persen. Perbedaan harga lebih tinggi yang dapat diberikan oleh LUEP mendorong petani untuk menjual gabahnya ke LUEP.
EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)
Oleh: KHRISNA PRATAMA A14304082
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
Nama NRP
:
EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) : Khrisna Pratama : A14304082
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, April 2008
Khrisna Pratama A14304082
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Khrisna Pratama, dilahirkan pada 21 September 1986 di Tangerang sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Agus Priyana dan Anih Sumiati. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parapat Tangerang. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 9 Tangerang pada tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun 2004. Penulis aktif di beberapa organisasi seperti MPK dan OSIS serta kegiatan ekstra kurikuler. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) pada tahun 2005/2006, Pers Kampus Gema Almamater IPB (GA) pada tahun 2005-2007, serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian. Selain itu, penulis juga menjadi asisten dosen dalam mata kuliah ekonomi umum selama tiga semester pada tahun 2007-2008.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan segala keajaiban di muka bumi. Diantaranya terdapat kekayaan alam yang sangat potensial, sehingga mampu membantu keberlanjutan hidup manusia dalam berkreasi dan berkarya di alam semesta. Shalawat serta salam kepada Muhammad SAW semoga selalu mengalir sehingga keberkahan selalu disisi beliau. Sebuah kebanggaan bagi penulis ketika membuat skripsi yang berjudul “Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2008
Khrisna Pratama
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik atas bimbingan, saran, kritik, dan perhatiannya selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen penguji utama dan Ibu Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah bersedia untuk menguji penulis, serta atas saran, masukan dan perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Mamah, Papah, dan Ucal serta semua keluarga besar yang selalu mendoakan, menyemangati, mendukung, serta membantu secara moral dan materil. 4. Owin (My Everything) terima kasih buat semuanya. Teman-teman yang banyak membantu, mendukung dan peduli: Yudi, Deli, Pipih, Aji Pafet, Pamz, Maya, Risti, Ade, Mayang, Zae, Ella, Tita, Aghiez, Ngkong, Evie, Toto, Sari, Mba Pini, Teh Fitri, Erfan, Deasy, Ricky, Morin, Asti, Wulan, Ucie, Ave, Irna, Achy, Etha, Santi, Kostan ACC, Kostan Maharani, serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya. “It feels great to have friends who care and believe in you”. 5. Segenap Dosen dan staf pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, LPPM IPB, dan Bagian Sarana Produksi, Biro Ekonomi Pemda Jabar. 6. Bapak Mahpudin, Bapak Beni, Ibu Reni, Bapak Kustana serta Neng dan Ipay yang banyak membantu selama penulis turun lapang. 7. Kalian dari masa lalu dan semua pihak yang luput dari ingatan, terima kasih.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI..............................................................................................
i
DAFTAR TABEL......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................
1 6 10 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program DPM-LUEP ..................................................................... 2.2 Maksud dan Tujuan Program DPM-LUEP .................................... 2.3 Sasaran Program DPM-LUEP ....................................................... 2.4 Indikator Kinerja DPM-LUEP ....................................................... 2.5 Kinerja DPM-LUEP Tahun 2003-2006 ........................................ 2.6 Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu .............................................. 2.6.1 Studi Mengenai Kebijakan Harga Dasar dan HPP ............... 2.6.2 Studi Mengenai Dampak Suatu Program Terhadap Pendapatan ...........................................................
12 14 14 16 17 20 21 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis........................................................................... 3.1.1 Teori Harga Dasar ................................................................. 3.1.2 Teori Pendapatan................................................................... 3.2 Kerangka Operasional....................................................................
28 28 30 31
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 4.3 Metode Pengambilan Sampel......................................................... 4.4 Metode Analisis Data .................................................................... 4.4.1 Identifikasi Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Gabah ......................................................... 4.4.2 Analisis Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Terhadap Tingkat Pendapatan Petani ................................................... 4.4.3 Pengujian Hipotesis .............................................................. 4.4.4 Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual ke LUEP ....................................
37 37 38 39 39 42 45 46
i
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................ 5.2 Karakteristik Responden ............................................................... 5.2.1 Umur Responden .................................................................. 5.2.2 Tingkat Pendidikan Responden ............................................ 5.2.3 Luas Lahan Garapan Responden .......................................... 5.3 Gambaran Umum LUEP Mulya Kencana, Desa Sukamulya, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ...... VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Propinsi Jawa Barat.... 6.2 Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga ....... 6.2.1 Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKP ........................................................................... 6.2.2 Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKG ..................................................................................... 6.2.3 Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Beras........................................................................... 6.3 Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi.......................................... 6.3.1 Harga yang Diterima dan Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat .............................................................. 6.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat .............................................................. 6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Menjual Gabahnya ke LUEP .............................................
49 53 53 54 54 55 59 61 62 64 65 66
67
69 74
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .................................................................................... 7.2 Saran...............................................................................................
78 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
80
LAMPIRAN...............................................................................................
82
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Teks
Halaman
Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di Indonesia Berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2007 ......................
3
Perkembangan Jumlah Lokasi Pelaksana LUEP, di Indonesia Tahun 2003-2007 .......................................................................
4
Perubahan Harga Gabah dan Input Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM 2005 ...................
9
Perkembangan Jumlah Alokasi, Pencairan, dan Sisa DPM di Indonesia Tahun 2003-2006 ..................................................
19
Perkembangan Jumlah Pengembalian dan Tunggakan DPM oleh LUEP di Indonesia Tahun 2003-3006 .............................
19
6.
Ringkasan Sumber Data dan Metode Penelitian yang Digunakan
38
7.
Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Umur ..............
53
8.
Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .....
54
9.
Jumlah Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ...
55
10.
Uji Stasioneritas Disparitas Harga Gabah (Produsen) dengan Beras (Konsumen) di Propinsi Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 ..............................................................
63
Harga Diterima dan Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi yang Menjual ke LUEP dan Tidak di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 .............................................
68
Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 ..................................
70
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah Ke LUEP di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 .................................................
75
2. 3. 4. 5.
11.
12. 13.
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Teks
Halaman
Disparitas Harga Gabah dan Harga Beras Eceran di Jawa Barat, 2004-2005 ..................................................................
7
2.
Penetapan Harga Minimum (Harga Dasar) ...................................
29
3.
Alur Kerangka Pemikiran .............................................................
36
4.
Perkembangan Harga GKP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 .................................................................
59
Perkembangan Harga GKG di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 .................................................................
60
Perkembangan Harga Beras di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 .................................................................
61
Perkembangan Harga GKP di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 ............
62
Perkembangan Harga GKG di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 ............
64
Perkembangan Harga Beras di Kecamatan DPM-LUEP dan Non-DPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 ............
66
5. 6. 7. 8. 9.
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun 2007 ..............
82
2. Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Non Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun 2007 ..............
83
3. Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi .........................................
84
4. Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah ke LUEP .................................
85
5. Hasil Output Minitab Uji t ............................................................
86
6. Hasil Output Eviews Uji Stasioneritas ..........................................
87
7. Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan LUEP, Jawa Barat April-Oktober 2007 .....................................................
88
8. Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan Non-LUEP, Jawa Barat April-Oktober 2007 ....................................................
88
9. Kuisioner Penelitian Efektivitas Program DPM-LUEP ................
89
10. Kuisioner Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani ....................................................
92
v
EFEKTIVITAS PROGRAM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PERDESAAN (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur)
Oleh: KHRISNA PRATAMA A14304082
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sektor
pertanian
memegang
peranan
yang
sangat
besar
dalam
pertumbuhan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan produktivitas usahatani. Sektor pertanian memberikan kontribusi dalam hal peningkatan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja serta memperluas pasar dalam negeri dan luar negeri melalui pertanian yang tangguh. Salah satu hasil dari produk pertanian adalah gabah yang kemudian dapat dijadikan sebagai beras. Beras merupakan komoditas pangan bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Menurut Amang dan Sawit (1999), pembangunan sub sektor pangan khususnya padi, sebelum krisis, telah mampu mengurangi jumlah orang miskin secara signifikan di pedesaan Jawa. Peningkatan pendapatan pada komoditas tersebut telah menarik sektor lain untuk berkembang di desa. Kebutuhan akan beras sebagai makanan pokok terus meningkat seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemerintah sudah berusaha untuk meningkatkan produksi beras nasional agar dapat menjamin ketersediaan akan beras. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional akan beras adalah dengan dilakukan kegiatan seperti pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Petani merupakan salah satu pelaku terkait yang berperan dalam meningkatkan produksi. Petani seharusnya mendapatkan perhatian terutama dari
1
pemerintah. Pada perkembangannya petani selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal ini ditunjukan dengan biaya produksi yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan harga jual hasil panen yang tinggi sehingga pendapatan petani tidak meningkat atau bahkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat panen raya pendapatan petani justru semakin turun karena harga jual yang semakin rendah. Pada masa Orde Baru, untuk melindungi petani padi dari turunnya harga padi pada saat panen raya, pemerintah menetapkan kebijakan harga dasar gabah. Kebijakan harga dasar gabah (HDG) mewajibkan pemerintah membeli kelebihan suplai beras pada saat ditetapkannya harga dasar ketika panen raya. Begitu juga pada saat masa reformasi saat ini, pemerintah menetapkan Harga gabah Pembelian Pemerintah (HPP). HPP yang ditetapkan melalui Inpres No. 2 Tahun 2005 telah dilaksanakan sekitar dua tahun sejak Maret 2005. Sebagaimana diketahui, HPP tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut terlihat bahwa pemberlakuan HPP bersamaan dengan penetapan kenaikan harga BBM. Perubahan HDG menjadi HPP sangat mendasar karena dengan kebijakan HPP, pemerintah tidak lagi berkewajiban dan bertanggung jawab secara formal dan juridis untuk menjamin harga dasar gabah pada tingkat harga tertentu. Kebijakan HPP bukan menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani sebagaimana lazimnya pada konsep kebijakan HDG. Dengan kebijakan HPP Pemerintah tidak wajib membeli gabah dari petani. Hingga saat ini, Inpres No. 2 Tahun 2005 mengandung beberapa perubahan mendasar dibanding rancangan sebelumnya. Perubahan mendasar
2
tersebut memuat tentang penetapan harga pembelian untuk gabah kering panen dan rasionalisasi struktur harga antara Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan beras. Kedua hal tersebut mengandung pengertian agar kebijakan HPP lebih efektif dalam mengangkat harga gabah petani. Melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 pada tanggal 1 April, pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan HPP, yang semula Rp 1.730,00 per kilogram GKG naik menjadi Rp 2000,00 per kilogram GKG. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan harga pembelian pemerintah (HPP) dua tahun terakhir. Tabel 1. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di Indonesia Berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2007 HPP Jenis
2005
2006
2007
Gabah Kering Panen
Rp 1.330
Rp 1.730
Rp 2.000
Gabah Kering Giling
Rp 1.765
Rp 2.280
Rp 2.575
Beras
Rp 2.790
Rp 3.550
Rp 4.000
Sumber
: Departemen Pertanian (2007)
Pemerintah selain menetapkan kebijakan HPP juga memberikan Dana Penguat Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk menolong petani, kegiatan ini dilakukan oleh Departemen Pertanian dalam rangka stabilisasi harga gabah terutama pada saat panen raya. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pemberian dana talangan kepada LUEP untuk meningkatkan kemampuannya dalam membeli gabah/beras petani, dengan harga yang wajar dan mengacu pada HPP. 1 Berdasarkan program ini diharapkan petani dapat menjual gabahnya ke LUEP sesuai dengan HPP yang ditetapkan sehingga kebijakan HPP dapat efektif. 1
http://www.deptan.go.id/HomePageBBKP/pdp/luep/profil_LUEP.htm.29 Agustus 2007.
3
LUEP merupakan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menstabilkan harga beras agar tidak merugikan petani padi. LUEP merupakan lembaga pedesaan seperti KUD, koperasi tani, gabungan kelompok tani atau kelompok tani yang bertugas menampung hasil panen dari petani-petani padi di daerah tersebut. LUEP sangat diperlukan petani padi karena pada umumnya petani padi tidak mampu menjual gabah pada harga yang wajar. Lembaga ini sangat penting untuk meningkatkan posisi tawar petani dan melindungi petani dari penjual-penjual besar. Tabel 2. Perkembangan Jumlah Lokasi Pelaksana LUEP di Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun
Jumlah Propinsi
Jumlah Kabupaten
Jumlah LUEP
2003
15
121
1.149
Pencairan APBN (Rp.000) 159.743.887
2004
19
145
1.332
160.791.799
2005
19
125
842
89.931.420
2006
25
175
1.583
225.732.064
2007*)
27
-
319
265.524.000
Sumber : Departemen Pertanian (2008) Keterangan : *) Jumlah kabupaten dan LUEP tahun 2007 berdasarkan laporan yang masuk per Agustus 2007 Kegiatan DPM-LUEP telah berlangsung sejak tahun 2003 dan telah memasuki tahun keenam. Pada tahun 2003 dan 2004, penggunaan DPM hanya untuk membeli gabah atau beras petani, namun sejak tahun 2005 ditambah komoditas jagung dan komoditas kedelai sejak tahun 2007. Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah lokasi pelaksana DPM-LUEP selama tahun 2003-2007. Terlihat bahwa jumlah propinsi, jumlah kabupaten, dan jumlah LUEP yang mendapatkan DPM cenderung meningkat setiap tahun sesuai dengan alokasi APBN yang semakin meningkat. Penurunan jumlah kabupaten dan LUEP yang
4
mendapat DPM terjadi pada tahun 2005. Hal ini disebabkan alokasi dari APBN yang lebih sedikit pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya. Stabilisasi harga gabah hasil panen petani pada saat panen raya merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan pendapatan dan ketahanan pangan petani padi. Peningkatan pembelian gabah oleh LUEP dengan harga yang tinggi diharapkan dapat mempengaruhi harga gabah di wilayah, serta menggerakkan agribisnis perberasan secara keseluruhan. Pengalaman beberapa propinsi yang telah melaksanakan program LUEP menunjukkan bahwa dana talangan ini efektif untuk menjaga stabilitas harga gabah pada harga yang wajar. Berdasarkan keberhasilan beberapa daerah tersebut, Komisi III DPR-RI mendukung usulan Departemen Pertanian untuk pendanaan kegiatan ini dari APBN, melalui dana penguatan modal (DPM) LUEP. Program DPM-LUEP bertujuan agar pada saat panen raya petani dapat menjual gabahnya dengan harga yang stabil atau sesuai dengan HPP. Selain itu, meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan mengembangkan usaha bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya merupakan sasaran dari program ini. Dengan demikian perlu diketahui apakah dengan adanya LUEP harga gabah di tingkat petani dapat stabil dan mengacu pada HPP yang ditetapkan. Selain itu apakah dengan adanya program ini pendapatan petani dapat meningkat sehingga kesejahteraan petani dapat terjamin. Jawa Barat adalah daerah penghasil beras terbesar di Indonesia, dengan produksi beras yang dihasilkan mencapai 20 persen dari total produksi nasional (BPS, 2006). Propinsi Jawa Barat sebagai sentra produksi padi terbesar di Indonesia memperoleh dana DPM-LUEP setiap tahunnya. Namun, sampai saat ini
5
program DPM-LUEP belum dilaksanakan di seluruh kecamatan di Jawa Barat. Oleh karena itu penting untuk diketahui efektivitas program ini dalam menolong harga gabah petani di tiap kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dibandingkan dengan kecamatan yang belum mendapatkan DPM-LUEP dan apakah LUEP dikatakan sudah dapat membantu petani dengan menstabilkan harga gabah yang diterima. Disamping itu, petani padi di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat diduga sangat sensitif dari adanya perubahan kebijakan HPP tersebut sehingga peranan DPM-LUEP sangat dibutuhkan. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi padi yang memasok sekitar tujuh persen kebutuhan padi di pulau Jawa pada tahun 2005 dan memiliki beras dengan ciri khas tersendiri (BPS, 2006). Dengan demikian penelitian ini akan mengambil kasus dampak dari program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
1.2.
Perumusan Masalah Kondisi perberasan di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak
masalah, salah satunya menyangkut kesejahteraan petani. Sebagai pelaku utama sektor pertanian, kesejahteraan petani masih belum menjadi prioritas. Pada saat panen raya, harga gabah seringkali turun sampai di bawah harga dasar bahkan sampai titik terendah sehingga merugikan petani. Sebaliknya pada musim paceklik, produksi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga harga gabah meningkat dan tidak terjangkau oleh petani yang tidak lagi memiliki produksi gabah.
6
Petani seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seringkali petani selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal ini ditunjukan dengan biaya produksi yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan harga jual hasil panen yang tinggi sehingga pendapatan petani tidak meningkat atau bahkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari karena, selain untuk biaya produksi selanjutnya petani juga perlu memikirkan keberlangsungan hidupnya. Berbagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan petani telah dijalankan oleh pemerintah seperti subsidi terhadap input pertanian, perbaikan sistem penyimpanan, pemberian bantuan kredit, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya mampu meningkatkan pendapatan petani padi. Hal ini disebabkan relatif rendahnya harga gabah yang diterima petani padi terhadap harga komoditi lain bahkan terhadap harga beras sendiri.
3500
Harga
3000 2500 2000 1500 1000 0
5 Variab le G KP (P ro d u sen ) Beras (Ko n su men ) Disp aritas
10
15
20
25
Bulan
Gambar 1. Disparitas Harga Gabah dan Harga Beras Eceran di Jawa Barat, 2004-2005 Sumber: Badan Pusat Statistik (2005)
7
Permasalahan tingginya disparitas antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen di Propinsi Jawa Barat ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 1. Sepanjang tahun 2004 sampai dengan 2005, secara nominal disparitas tersebut semakin menyolok dan menunjukkan tren yang meningkat. Hal ini mengindikasikan secara relatif harga yang diterima petani masih rendah. DPM-LUEP yang diberlakukan tahun 2003 berusaha meminimisasi fluktuasi harga gabah di tingkat petani. Program DPM-LUEP bertujuan agar harga gabah yang diterima petani tidak pernah berada pada level di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 diharapkan juga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Pembelian gabah oleh LUEP dengan harga minimal sama dengan HPP diharapkan dapat menjadi insentif petani agar tetap berproduksi. Efektivitas LUEP juga akan meningkatkan pendapatan petani ketika kondisi panen raya. Efektivitas ini diukur dari sejauhmana dampak DPM-LUEP terhadap stabilitas harga petani sehingga tidak jatuh di bawah HPP pada saat terjadi panen raya. Namun yang menjadi permasalahan adalah kenaikan HPP juga diikuti dengan kenaikan biaya produksi pertanian. Hal ini dapat dilihat dari data perubahan harga gabah dan input usahatani padi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM 2005. Selain efektivitasnya dalam menjaga kestabilan harga gabah di tingkat petani, DPM-LUEP juga diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan petani. Apakah dengan adanya program ini pendapatan petani dapat meningkat ?, sehingga kesejahteraan petani juga meningkat.
8
Tabel 3. Perubahan Harga Gabah dan Input Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM di Indonesia Tahun 2005 Uraian
Satuan
Sebelum
Sesudah Perubahan
% Perubahan
Benih
Rp/kg
3.000
3.300
300
10,00
Pupuk
Rp/kg
3.480
3.980
500
14,37
Pestisida
Rp/liter
200.000
236.000
36.000
18,00
Traktor
Rp/ha
350.000
430.000
80.000
22,86
Pompa air
Rp/ha
120.000
150.000
30.000
25,00
Mesin rontongan
Rp/ha
530.000
604.000
74.000
13,96
Upah TK
Rp/HOK
16.500
20.000
3.500
21,21
Gabah
Rp/kg
1.150
1.300
150
13,04
Sumber : Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 3 No.3, September 2005 Alokasi DPM-LUEP tingkat nasional Tahun 2007 untuk pembelian gabah/beras sebesar Rp 299,93 milyar. Untuk Propinsi Jawa Barat sendiri dialokasikan dana sebesar Rp 24,03 milyar. Terdapat 15 kabupaten dan satu kota di Jawa Barat yang mendapatkan program DPM-LUEP. Namun diantara tiap kabupaten/kota tersebut, belum semua kecamatan yang sudah mendapatkan program ini. Penting untuk diketahui apakah kecamatan yang sudah mendapat program DPM-LUEP dapat memberikan jaminan kestabilan harga gabah yang lebih baik dibandingkan kecamatan yang belum mendapatkan program DPMLUEP. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang mendapat program DPM-LUEP. Terdapat empat kecamatan yang mendapat DPM-LUEP di Kabupaten Cianjur yaitu Kecamatan Cibeber, Karang Tengah, Warungkondang, dan Ciranjang. Kebijakan kenaikan HPP yang telah ditetapkan tanggal 1 April 2007 melalui Inpres No.3 Tahun 2007 serta program DPM-LUEP yang dapat mendukung efektivitas HPP mempengaruhi tingkat pendapatan petani padi di
9
Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP. Efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga dan pendapatan petani tentunya dipengaruhi oleh keinginan petani untuk menjual gabahnya ke LUEP. Dengan pembelian gabah petani oleh LUEP maka tujuan dari program ini dapat dicapai. Masih banyaknya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak tentunya membuat LUEP harus mampu memberikan insentif yang lebih baik agar petani bersedia untuk menjual gabahnya kepada lembaga ini. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah program DPM-LUEP dapat menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat? 2. Apakah program DPM-LUEP dapat meningkatkan pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat? 3. Apa saja yang mempengaruhi keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis dampak program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP.
10
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberi informasi dan pemahaman
kepada pembaca mengenai efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah dan pendapatan petani. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan berpikir, mengkaji dan menulis suatu permasalahan serta memberikan solusinya.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Program DPM-LUEP Salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk menjaga fairness
tingkat harga gabah dan beras yang terjadi adalah dengan memberikan bantuan modal bagi usaha perdesaan untuk membeli gabah/beras dari petani. Pada Tahun Anggaran 2003, Departemen Pertanian dengan dukungan Komisi III DPR-RI, telah mengembangkan kegiatan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk melakukan pembelian gabah/beras petani pada saat panen raya. Melalui penguatan modal ini, kemampuan LUEP untuk membeli gabah/beras petani dengan harga yang wajar menjadi meningkat. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi upaya stabilisasi harga gabah di tingkat petani. Selanjutnya, melalui pelaksanaan kegiatan ini diharapkan pula dapat meningkatkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, wilayah, dan nasional. Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPMLUEP) adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membantu petani memperoleh harga sesuai HPP. Melalui kegiatan ini pemerintah mengalokasikan sejumlah dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dana talangan kepada LUEP untuk membeli gabah petani pada saat panen raya minimal sesuai HPP. Kegiatan DPM-LUEP telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan anggaran Rp 162,19 milyar yang disalurkan kepada 1.149 LUEP di 15 propinsi, tahun 2004 sebesar Rp 161,55 milyar bagi 1.328 LUEP di 19 propinsi, tahun 2005 sebesar Rp
12
99,92 milyar bagi 841 LUEP di 19 propinsi, tahun 2006 sebesar Rp 238,50 milyar di 25 propinsi dan tahun 2007 sebesar 299,93 milyar di 27 propinsi. Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan yang memperoleh DPM, dapat berbentuk gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi, koperasi tani (Koptan), Koperasi Unit Desa (KUD), lumbung pangan, dan pengusaha penggilingan padi yang bergerak dalam pengolahan, penyimpanan, maupun pemasaran gabah. Manfaat dari diterimanya DPM-LUEP tidak boleh berhenti sampai pada penguatan modal, tetapi harus diteruskan kepada petani berupa pembelian gabah pada waktu yang tepat dan harga yang lebih baik. Penggunaan DPM oleh LUEP harus memenuhi “Lima Tepat” yakni : 1. Tepat Pemanfaatan: DPM-LUEP hanya dapat dimanfaatkan untuk pembelian gabah dari petani – bukan untuk keperluan lain. 2. Tepat Sasaran: pembelian dengan dana DPM harus langsung kepada petani/kelompok tani – bukan dari pedagang atau pihak lain. 3. Tepat Waktu: LUEP bertanggungjawab dalam pembelian gabah/beras ke petani pada saat harga jatuh, terutama pada panen raya dan mengembalikan dana talangan tepat pada waktunya. 4. Tepat Harga: Pembelian gabah petani oleh LUEP pada harga sesuai dengan kontrak dan mengacu kepada HDPP. 5. Tepat Jumlah: LUEP menggunakan DPM minimal sesuai dengan kontrak. Diharapkan dapat menggunakan secara berulang-ulang untuk membeli gabah dan mengembalikan dana tersebut dalam jumlah yang utuh.
13
2.2.
Maksud dan Tujuan Program DPM-LUEP Maksud penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP sebagai berikut: a. Menjaga stabilitas harga gabah/beras, jagung dan kedelai produksi petani agar tidak jatuh pada saat panen raya b. Memfasilitasi pengembangan ekonomi di pedesaan melalui usaha pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/beras, jagung, dan kedelai ; c. Memperkuat kelembagaan petani sebagai sarana kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk mencapai maksud tersebut, maka tujuan penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP adalah: a. Melakukan pembelian gabah/beras petani dengan harga serendahrendahnya sesuai HPP, dan pembelian jagung serta kedelai sesuai harga referensi daerah; b. Meningkatkan kemampuan para pelaku usaha pertanian di pedesaan dalam mengakses modal untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/beras, jagung atau kedelai; c. Mengembangkan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan usaha bersama yang lebih komersil.
2.3.
Sasaran Program DPM-LUEP Sasaran DPM-LUEP terdiri dari: a. Sasaran Umum:
14
(1)
Terlaksananya pembelian gabah/beras, jagung, dan kedelai oleh LUEP serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras atau harga referensi daerah untuk jagung dan kedelai;
(2)
Meningkatnya
kemampuan
permodalan
unit
usaha
milik
kelompoktani/ gapoktan, Koptan, atau KUD untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan dan pemasaran beras/gabah, jagung atau kedelai; (3)
Meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan
mengembangkan
usaha
bersama
untuk
meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. b. Sasaran Kegiatan: (1)
Petani dalam poktan yang tergabung dalam Gapoktan atau petani anggota Koptan atau KUD;
(2)
Penerima DPM, adalah LUEP yang dapat berbentuk unit usaha dalam Gapoktan, Koptan atau KUD untuk membeli gabah/beras, jagung, atau kedelai petani dalam poktan; serta mengembalikan DPM secara tepat waktu dan jumlah;
(3)
Propinsi pelaksana kegiatan DPM-LUEP yaitu: (a) padi di 27 propinsi sentra produksi padi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
15
Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua; (b) jagung di 9 propinsi sentra produksi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Gorontalo; serta (c) kedelai di 4 sentra produksi di propinsi yaitu Jambi, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2.4.
Indikator Kinerja DPM-LUEP Untuk mengukur nilai keberhasilan kegiatan ini, digunakan beberapa
indikator kinerja, yaitu: a. Indikator Output: Volume pembelian gabah/beras oleh LUEP meningkat minimal sebesar alokasi dana yang diterima, dan waktu pengembalian lunas tepat waktu. Dalam pelaksanaannya indikator output diukur melalui: •
Pencairan DPM oleh LUEP tepat waktu, jumlah, dan sasaran;
•
Pemanfaatan DPM untuk pembelian gabah/beras petani sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah;
•
Putaran DPM untuk pembelian gabah/beras oleh LUEP minimal satu kali ;
•
Pengembalian DPM tepat waktu dan tepat jumlah.
b. Indikator Outcome: Harga yang diterima petani daerah sentra produksi semakin baik dan usaha LUEP di pedesaan semakin berkembang. Dalam pelaksanaannya indikator outcome diukur melalui: •
Harga yang diterima petani padi di wilayah sasaran kegiatan DPM-LUEP dibandingkan Harga Dasar Pembelian oleh Pemerintah (HDPP). 16
•
Meningkatnya aktivitas penjualan dan pemasaran LUEP.
c. Indikator Benefit: Harga gabah/beras semakin stabil dan agribisnis perberasan semakin berkembang. Dalam pelaksanaannya lebih ditekankan pada harga gabah/ beras yang terkendali di wilayah sasaran kegiatan DPM-LUEP. d. Indikator Dampak: Pendapatan petani padi meningkat yang dapat memantapkan ketahanan pangan wilayah.
2.5.
Kinerja DPM-LUEP Tahun 2003-2006 Kegiatan DPM-LUEP tahun 2003 di 15 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar,
Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar dan Kalsel meliputi 121 kab, 1.148 LUEP, dan ± 11.480 petani. Alokasi APBN sebesar Rp 162.190 juta, pencairan sebesar Rp 159.744 juta (98%), pembelian sebesar Rp 600.983 juta (376% dari nilai yg dicairkan), penjualan sebesar Rp 531.019 juta (88% dari nilai pembelian) serta pengembalian sebesar Rp 150.054 juta (93,93% dari nilai pencairan). Pelaksanaan DPM-LUEP tahun 2004 di 19 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DI. Yogya, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar, Kalsel, Jambi, NTT, Sulteng dan Gorontalo. Meliputi 145 kab, 1.327 LUEP, dan ± 12.780 petani. Alokasi APBN sejumlah Rp 161.550 juta, pencairan senilai Rp 157.545 (97% dari alokasi), pembelian sejumlah Rp 624.954 juta (397% dari nilai yg dicairkan), penjualan sejumlah Rp 603.079 juta (97%
17
dari nilai pembelian), serta pengembalian sejumlah Rp 144.988 juta (92,03% dari nilai pencairan). Kegiatan DPM-LUEP tahun 2005 di 19 propinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Sulsel, Kalbar, Kalsel, Jambi, NTT, Sulteng dan Gorontalo meliputi 125 kab, 842 LUEP, dan ± 8.920 petani. Alokasi APBN sebesar Rp 99.921 juta, pencairan sebesar Rp 89.932 juta (90%), pembelian sebesar Rp 304.867 juta (339% dari nilai yg dicairkan), penjualan sebesar Rp 301.818 juta (99% dari nilai pembelian) serta pengembalian pada sebesar Rp 88.083 juta (97,95% dari nilai pencairan). Pelaksanaan DPM-LUEP tahun 2006 di 25 propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Jambi, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Papua. Meliputi 175 kab, 1.583 LUEP, dan ± 15.150 petani. Alokasi APBN sejumlah Rp 239.195 juta, pencairan senilai Rp 225.732 (94% dari alokasi), pembelian sejumlah Rp 1.440.170 juta (638% dari nilai yg dicairkan), penjualan sejumlah Rp 1.598.589 juta (111% dari nilai pembelian), serta pengembalian sejumlah Rp 218.197 juta (96,66% dari nilai pencairan). Kegiatan DPM-LUEP dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 dapat dikatakan cukup berhasil. Perkembangan kegiatan DPM-LUEP dari tahun 2003 sampai tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Secara umum persentase pencairan DPM oleh LUEP dari tahun 2003-2006 telah mencapai lebih
18
94 persen dari alokasi DPM. Sisa DPM di propinsi dari tahun 2003-2006 hanya sekitar 4,24 persen dari alokasi DPM. Selain itu, pengembalian dari tahun 20032006 sampai dengan akhir maret 2007 telah mencapai lebih 93 persen dari nilai pencairan. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Alokasi, Pencairan, dan Sisa DPM di Indonesia Tahun 2003-2006
Tahun 2003 2004 2005 2006 Jumlah Sumber
Penyediaan, Pencairan, dan Sisa DPM yang tidak Dicairkan Alokasi DPM Pencairan DPM oleh Sisa DPM di Propinsi (Rp.000) LUEP (Rp.000) % (Rp.000) % 162.189.645 159.743.887 98,49 2.445.758 1,51 161.549.825 160.791.799 99,53 758.026 0,47 99.920.448 89.931.420 90,00 9.989.027 10,00 239.195.229 225.732.064 94,37 13.463.165 5,63 662.855.147 636.199.170 94,78 26.655.971 4,24 : Departemen Pertanian (2008)
Selanjutnya diharapkan kegiatan ini dapat melibatkan semaksimal mungkin peran pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Peranan masingmasing pihak dibutuhkan dalam rangka membangun ketahanan pangan wilayah yang berbasis pada pengembangan sistem dan usaha agribisnis perberasan yang efisien, dan berkelanjutan. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Pengembalian dan Tunggakan DPM oleh LUEP di Indonesia Tahun 2003-3006 Tahun 2003 2004 2005 2006 Jumlah Sumber
Pencairan Pengembalian DPM (Rp.000) (Rp.000) % 159.743.887 150.054.737 93,93 160.791.799 153.542.278 95,49 89.931.420 88.083.477 97,95 225.732.064 218.197.501 96,66 636.199.170 609.877.992 95.86 : Departemen Pertanian (2008)
Tunggakan DPM (Rp.000) % 9.689.151 6,07 7.249.521 4,51 1.847.944 2,05 7.534.563 3,34 26.321.179 4,14
19
Evaluasi Tim Teknis Pusat mengidentifikasi beberapa kendala di lapangan antara lain: (1) masih ada penggunaan DPM-LUEP untuk pembelian di luar ketentuan; (2) Pencairan selalu terlambat; (3) pelaporan Form A, B dan C terlambat dan tidak lengkap; (4) belum ada penyelesaian tunggakan pengembalian tahun 2003 dan tahun 2004; serta (5) belum ditemukannya sistem pengembalian ke daerah yang tidak bertentangan dengan perundangan yang berlaku. Indikator pencapaian kegiatan ini dengan sasaran terkendalinya harga gabah petani sesuai HPP telah dicapai dengan indikator kinerja harga gabah stabil. Namun sasaran menguatnya lembaga usaha ekonomi pedesaan dan menguatnya posisi daerah dalam ketahanan pangan belum tercapai. Masalah utama kegiatan DPM-LUEP setelah lima tahun berjalan adalah pencairan dana yang belum tepat waktu, karena pencairan dana masih menggunakan mekanisme APBN. Perdagangan beras antar daerah dan antar pulau belum berjalan seperti yang diharapkan, walaupun kebijakan pemerintah untuk melarang impor beras sudah dikeluarkan sampai dengan 31 Desember 2005. Kendala lain yang masih dirasakan adalah pemasaran oleh LUEP yang secara nasional masih tergantung pada DOLOG dan ke pasar umum yang pada saat itu diketahui situasinya stagnan. Pelaksanaan DPM LUEP telah berjalan sejak tahun 2003 dengan tujuan membantu LUEP untuk dapat menolong petani. Perkembangan pelaksanaan DPM LUEP hingga tahun 2006 mengalami peningkatan jumlah propinsi dan kabupaten penerima dari 15 propinsi di 121 kabupaten menjadi 25 propinsi di 175 kabupaten penerima.
20
2.6.
Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai program DPM-LUEP belum banyak
dilakukan. Namun penelitian tentang kebijakan HPP atau harga dasar gabah serta tingkat pendapatan petani telah banyak dilakukan. Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas akan diuraikan seperti di bawah ini. 2.6.1. Studi Mengenai Kebijakan Harga Dasar dan HPP Penelitian mengenai dampak kebijakan harga gabah terhadap produksi padi di pulau Jawa dilakukan oleh Dohana (2006). Dalam penelitian tersebut menggunakan model persamaan simultan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di pulau Jawa, kemudian melakukan simulasi historis (1984-2004) guna menganalisis dampak kebijakan terhadap produksi padi. Data diolah menggunakan SAS v6.12. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga dasar gabah, harga pupuk urea, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Respon luas areal panen padi di pulau Jawa pada jangka pendek inelastis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan pada jangka panjang luas areal panen padi lebih elastis terhadap perubahan harga dasar gabah, harga pupuk urea, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya. Produktivitas padi dipengaruhi secara signifikan oleh harga dasar gabah, harga pupuk urea, jumlah penggunaan pupuk kimia, curah hujan, dan produktivitas padi tahun sebelumnya. Respon produktivitas padi terhadap faktor-faktor di atas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang kecuali perubahan produktivitas
21
padi tahun sebelumnya yang direspon lebih elastis dalam jangka panjang oleh produktivitas padi. Hasil simulasi menunjukan bahwa kebijakan harga dasar gabah berdampak positif terhadap produksi padi di pulau Jawa. Namun perlu pertimbangan simulasi Harga Pupuk Urea (HPU), dan Harga Beras Eceran di Indonesia (HBEI) sebelum penetapan harga dasar gabah. Hasil simulasi peningkatan harga pupuk urea menunjukan terjadi peningkatan harga gabah dan penurunan produksi padi di pulau Jawa. Sedangkan peningkatan harga dasar gabah dan harga pupuk urea secara bersama-sama mendorong peningkatan produksi. Harga beras eceran di Indonesia (HBEI) mewakili pengaruh harga beras impor terhadap perilaku produksi padi di pulau Jawa. Hasil simulasi peningkatan HBEI menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi padi di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul (1989) tentang efektivitas pelaksanaan harga dasar gabah di propinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan harga dasar gabah di wilayah penelitian (kabupaten Pinrang dan Bone) selama tahun pengadaan 1997/1998 berjalan efektif. Demikian pula kebijakan harga dasar gabah ditinjau dari sisi stabilitas harga selama tahun 1984,1985, dan 1986 di seluruh propinsi Sulawesi Selatan cukup efektif. Beberapa faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat usahatani Sulawesi Selatan adalah jumlah produksi gabah, jumlah KUD yang beroperasi, jumlah pengadaan DOLOG, harga eceran beras kualitas medium di pasaran kota Ujung Pandang. Faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat harga jual gabah petani di Sulawesi Selatan adalah volume penjualan gabah oleh petani,
22
jarak lokasi petani dari KUD, kualitas gabah yang dijual oleh petani. Usaha para petani di lokasi penelitian dalam meningkatkan kualitas gabahnya sebelum dijual ternyata telah memberikan nilai tambah yang cukup berarti. Demikian pula KUD yang membeli gabah dari petani pada berbagai peningkatan kualitas kering giling (GKG) turut memperoleh nilai tambah (NTA dan NTR) untuk setiap kilogram gabah yang dijual ke DOLOG. Tinggi rendahnya nilai tambah yang diperoleh KUD sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya harga jual gabah petani, besar kecilnya isentif harga yang diberikan BULOG serta besarnya biaya di dalam merawat gabah. Dalam penelitiannya, Ritongga (2004) menganalisis efektivitas dari kebijakan harga dasar beras. Pada dasarnya, kebijakan tata niaga beras ditunjukkan untuk mengatur keseimbangan antara pasokan dan permintaan beras agar tercapai peningkatan pendapatan petani, semakin meningkatnya peranan KUD, dan terjaminnya keberlanjutan pasokan beras. Masalah pemberlakuan harga dasar beras diduga kurang efektif, tambahan pula subsidi pupuk dihapuskan yang berakibat petani semakin terpuruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan harga dasar gabah atau beras cukup efektif bagi produsen dan konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras. Untuk menganalisis jawaban permasalahan, disusunlah suatu model ekonometrika permintaan dan penawaran beras dalam bentuk persamaan simultan. Kebijakan peningkatan harga dasar gabah atau beras memang telah meningkatkan kesejahteraan petani di satu pihak. Namun di lain pihak, diikuti oleh meningkatnya harga beras eceran, yang telah mengakibatkan menurunnya
23
kesejahteraan konsumen. Secara keseluruhan kebijakan tersebut telah menurunkan agregasi tingkat kesejahteraan rakyat. Pendapatan petani bersih per hektar dari usaha tanaman padi sawah di Bekasi tercatat lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani di Karawang. Standar kemiskinan tidak terlalu berbeda yaitu kurang dari 0,8 hektar. Kebijakan harga dasar gabah atau beras apabila tidak atau kurang didukung implementasinya yang ketat di lapangan seperti adanya kelembagaan operasi yang baru, maka fenomena peningkatan kesejahteraan rakyat yang diharapkan tidak akan terwujud, sebaliknya kondisi sosial ekonomi petani semakin terpuruk. Penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan HPP Gabah juga telah diteliti oleh Pantjar Simatupang, Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan M. Maulana (2005). HPP yang ditetapkan melalui Inpres No. 2 Tahun 2005, sudah dilaksanakan sekitar lima bulan (sejak Maret 2005), sehingga sudah waktunya untuk dievaluasi. Kajian ini dilaksanakan dengan memadukan data empiris dari lapang (kasus di Propinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan) dengan data pemantauan BPS, data pasar domestik dan pasar internasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa HPP gabah yang ditetapkan melalu Inpres No. 2 Tahun 2005 dapat terlaksana secara efektif dan berjalan relatif stabil. 2.6.2. Studi Mengenai Dampak Suatu Program Terhadap Pendapatan Petani Analisis tingkat pendapatan petani padi organik dan padi anorganik berdasarkan status kepemilikan lahan yang dilakukan Marhamah (2007) di Kelurahan Situgede Kota Bogor
menunjukkan petani dengan status pemilik
memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani dengan status bagi hasil. Selain itu jumlah pendapatan bersih yang diterima petani padi organik lebih tinggi 24
dibandingkan dengan yang diterima oleh petani padi anorganik. Penelitian yang dilakukan ini membandingkan tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan dari padi organik dan padi anorganik berdasarkan status kepemilikan lahan. Alat analisis data yang dilakukan meliputi analisis produktivitas, analisis pendapatan usahatani dan analisis faktor adopsi dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) Petani dengan status sebagai penggarap pada usahatani padi organik mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan status pemilik. Hal ini disebabkan oleh adanya pemeliharaan yang lebih intensif dari petani bagi hasil dibandingkan petani pemilik. Pada usahatani padi anorganik, petani pemilik mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi usahatani padi organik menunjukkan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai dalam menjalankan usahatani padi organik adalah meningkatkan pendapatan usahatani. Tujuan adopsi padi organik yang ingin dicapai adalah menghasilkan pangan yang sehat, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan produktivitas. Faktor prioritas yang mempengaruhi adopsi usahatani padi organik adalah cirri pribadi petani. Prioritas selanjutnya adalah faktor luar usahatani, informasi teknologi dan kondisi usahatani. Dirmansyah (2004) melakukan penelitian tentang tingkat pendapatan petani lahan kering di lokasi program PIDRA di Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Dari analisis pendapatan usahatani petani program PIDRA, nilai R/C rasio petani program lebih besar daripada petani non program (3,62 / 3,47). Pendapatan bersih petani program PIDRA lebih besar daripada petani non program. Dari analisis
25
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani program, secara statistik program PIDRA tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani di lokasi program. Artinya perbedaan pendapatan petani program PIDRA dengan petani non PIDRA tidak jauh berbeda. Di sisi lain adanya program ini cukup efektif dalam usaha meningkatkan pendapatan petani yang bermukim di lahan kering. Dalam studinya, Nasution (2003) menganalisis perbandingan pendapatan dan efisiensi usahatani padi program PTT dengan petani non-PTT di Kabupaten Karawang. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) menganalisis pendapatan usahatani, produktivitas usahatani yang dilakukan oleh petani program dibandingkan dengan petani non-program, (2) menganalisis keefektifan program dilihat dari peranannya dalam meningkatkan produksi petani dan (3) menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan petani program dibandingkan dengan petani non-program. Analisis yang digunakan yaitu analisis efisiensi dan pendapatan usahatani serta analisis incremental net benefit. Produktivitas tanaman per hektar petani program lebih besar dibandingkan petani non program, akan tetapi perbedaan produktivitas yang diperoleh relatif kecil dan pendapatan rata-rata per hektar yang diperoleh petani non program lebih tinggi dibandingkan dengan petani program. Meskipun demikian dilihat dari segi pengeluaran biaya tunai dan baya total, maka biaya yang dikeluarkan petani program lebih rendah diabndingkan petani non-program. Hal ini terjadi karena petani program PTT melakukan masa tanam serentak yang dapat mengurangi resiko hama, pemberantasan hama secara bersama sehingga mengurangi biaya tunai.
26
Dilihat dari R/C rasio, usahatani petani program maupun non-program masih menguntungkan untuk diusahakan, akan tetapi nilai R/C petani program lebih tinggi dibandingkan petani non-program. Hasil ini menunjukkan bahwa dari segi analisis pendapatan, petani program lebih efisien dibandingkan dengan petani non-program. Berdasarkan analisis incremental net benefit yang dilakukan, nilai B-C yang diperoleh petani program dengan ikut serta dalam program PTT lebih besar daripada nol, akan tetapi kentungan tambahan per hektar yang diperoleh relatif kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Sumiati pada tahun 2003 mencoba mengkaji dampak dari program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kabupaten Cianjur Jawa Barat terhadap pendapatan petani. Kesimpulan yang dihasilkan adalah program SLPHT dapat meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani dapat dilihat bahwa untuk petani non SLPHT penerimaan totalnya lebih besar daripada penerimaan total petani SLPHT. Nilai RC rasio petani SLPHT lebih besar daripada petani Non SLPHT (3,24 / 2,54). Hal tersebut menunjkkan bahwa usahatani petani SLPHT lebih efisien daripada petani Non SLPHT. Berbeda dengan beberapa tinjauan studi terdahulu yang telah diuraikan, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk menganalisis efektivitas dari program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di propinsi Jawa Barat. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari adanya program ini terhadap pendapatan petani. Kasus yang diambil adalah pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian yang memiliki tujuan seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
27
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Teoritis
3.1.1. Teori Harga Dasar Pada waktu panen, penawaran beras atau gabah cenderung melimpah sehingga harganya merosot. Bahkan pada tingkat harga tertentu membuat petani menjadi rugi. Keadaan ini akan membuat petani enggan menanam padi dan beralih pada tanaman lain yang lebih menguntungkan. Hal ini akan menggangu stabilitas nasional. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mempertahankan tingkat harga yang layak baik bagi produsen maupun konsumen. Tingkat harga dapat dikatakan layak apabila harga tersebut dapat memberikan insentif bagi petani untuk tetap berproduksi dan masih dalam batas jangkauan daya beli konsumen. Upaya yang ditempuh pemerintah dalam menangani kasus ini adalah menetapkan harga minimum (harga dasar atau price floor) untuk komoditi gabah dan beras. Tujuan dari penetapan harga minimum ini adalah untuk melindungi petani dengan menetapkan harga yang layak sehingga mereka tetap memproduksi gabah atau beras. Mekanisme pelaksanaan kebijakan harga minimum ini dapat di terangkan dengan bantuan Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat ditunjukkan bahwa jika tidak ada campur tangan pemerintah maka harga keseimbangan berada pada P0 dan jumlah yang diperdagangkan sebesar Q0.. Pemerintah menetapkan harga minimum untuk melindungi petani. Ini akan dilakukan pemerintah jika harga keseimbangan yang terjadi di pasar kurang menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu, agar sasaran
28
pemerintah dapat tercapai seharusnya harga minimum ditetapkan di atas harga keseimbangan. Harga produk C B
A
P1
D
Harga minimum
P0
0
Qb
Q0
Qa
Jumlah produksi
Gambar 2. Penetapan Harga Minimum (Harga Dasar) Sumber : Pengantar Mikroekonomi, Lipsey 1995
Apabila harga minimum telah ditetapkan misalnya sebesar P1 maka akan terjadi excess supply (Qa – Qb). Apabila keadaan ini dibiarkan maka harga akan turun sehingga pemerintah perlu turun tangan untuk membeli excess supply tersebut. Dalam prakteknya kegiatan ini dilakukan pemerintah melaui BULOG beserta DOLOG dan SUB-DOLOG serta LUEP. Pada waktu panen raya, BULOG melakukan operasi pasar untuk mengamankan harga dasar gabah atau beras yang dibeli tersebut disimpan di gudang-gudang milik pemerintah. Masuknya pemerintah ke pasar untuk membeli harga gabah atau beras membuat kurva permintaan menjadi patah (C-B-A-D). Pada waktu paceklik komoditi ini akan di jual ke pasar dalam bentuk beras.
29
3.1.2
Teori Pendapatan Menurut Badan Pusat Statistik (2005), pendapatan dan penerimaan
keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri dari : 1. Pendapatan dari upah atau gaji yang mencakup upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa. 2. Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota keluarga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksi. 3. Pendapatan lainnya yaitu, pendapatan di luar upah hasil gaji yang menyangkut usaha lain dari (a) Perkiraan sewa rumah milik sendiri (b) bunga, deviden, royalti, paten sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, dan lain-lain, (c) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan), (d) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, (e) kiriman dari famili/pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa dan sebagainya. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses), didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Selisih antara pendapatan
30
kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi,dkk 1986). Menurut teori ekonomi, secara matematis pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut. Pendapatan = penerimaan - pengeluaran Penerimaan yang diperoleh petani dihitung dari hasil perkalian antara harga produk dengan jumlah produksi. Pengeluaran meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Hal ini secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Pengeluaran = biaya variabel + biaya tetap Biaya variabel meliputi biaya pengadaan benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, sewa alat mesin pertanian dan lain-lain. Sedangkan biaya tetap meliputi pajak bumi dan bangunan dari lahan yang diusahakan, iuran irigasi teknis, sewa lahan dan lain-lain.
3.2.
Kerangka Operasional Salah satu tujuan dari program revitalisasi pertanian adalah peningkatan
kesejahteraan petani melaui aspek pendapatan. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah cukup besar dalam memberikan subsidi bahan bakar. Untuk itu, pemerintah berupaya mengurangi subsidi BBM agar APBN tidak mengalami defisit yang cukup besar. Kebijakan pengurangan subsidi BBM tersebut memicu kenaikan harga BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga barang lain seperti harga pangan, harga input pertanian dan lain-lain. Demi mengimbangi kenaikan harga-harga input pertanian, pemerintah memberlakukan kebijakan kenaikan HPP agar pendapatan petani tetap stabil.
31
Adanya kebijakan HPP tersebut masih diragukan belum efektif dalam meningkatkan pendapatan petani. Agar kebijakan HPP dapat terlaksana secara efektif, pemerintah melaksanakan program DPM-LUEP. Pemberian dana penguatan modal terhadap LUEP ini diharapkan dapat membantu lembaga ini dalam membeli gabah petani mengacu pada HPP yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal di atas penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan yaitu menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah dengan mengidentifikasi perbedaan harga gabah yang diterima petani antara kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP dan yang tidak di Propinsi Jawa Barat. Sehingga dapat diketahui apakah dengan adanya program DPMLUEP dapat menolong harga gabah petani di tiap kecamatan. Kecamatan yang diteliti adalah kecamatan-kecamatan penerima DPM-LUEP dan bukan penerima DPM-LUEP yang berada di enam kabupaten produsen beras di Jawa Barat. Enam kabupaten tersebut adalah Bandung, Cianjur, Garut, Cirebon, Karawang, dan Subang. Terdapat 19 kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan 18 kecamatan yang tidak mendapat DPM-LUEP. Hipotesis yang dapat dikemukakan adalah keberadaan LUEP efektif dalam menolong harga petani, yaitu harga jual gabah oleh petani tidak jatuh di bawah harga referensi yaitu HPP pada saat terjadi panen raya serta harga di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP lebih tinggi dari kecamatan yang tidak mendapat program. Terdapat dua metode yang digunakan untuk membuktikan hipotesis tersebut. Pendekatan pertama adalah membandingkan perkembangan harga yang diterima petani di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan yang tidak mendapat program (with and without project). Selanjutnya secara statistika akan
32
dilakukan uji stasioneritas terhadap series harga di kedua lokasi tersebut dengan bantuan software Eviews 4.1 dan uji tanda serta uji T untuk melihat signifikansi perbedaan harga yang diterima petani di kedua lokasi menggunakan software Minitab 14. Tujuan selanjutnya akan menganalisis dampak kebijakan program DPMLUEP terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Untuk menjawab tujuan ini maka dianalisis harga dan pendapatan yang diterima petani antara yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dengan demikian dapat dilihat apakah dengan menjual gabahnya ke LUEP mengacu pada HPP maka pendapatan petani berbeda secara signifikan dengan petani yang tidak menjual gabahnya ke LUEP serta program DPM-LUEP dapat dikatakan berjalan efektif. Analisis harga dan pendapatan yang diterima petani bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani yang menjual gabahnya ke LUEP dengan petani yang menjual ke non-LUEP. Dalam hal perbedaan pendapatan antara petani yang menjual ke LUEP dan menjual ke non-LUEP, faktor lain selain LUEP memang dianggap ceteris paribus. Berdasarkan hal ini bisa saja tingginya pendapatan petani yang mendapatkan DPM-LUEP bukan karena LUEP-nya tetapi karena faktor lain seperti produktivitas yang tinggi dan biaya yang lebih rendah. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa perbedaan pendapatan tersebut disebabkan terutama karena perbedaan harga yang diterima petani antara yang menjual ke LUEP dan tidak, yang dalam hal ini LUEP diduga berperan langsung.
33
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang diformulasikan model ekonometrika pendapatan petani padi yang merupakan persamaan linear berganda. Kemudian dilakukan metode OLS (Ordinary Least Square) untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi dengan software Minitab 14. Faktorfaktor yang diduga mempengaruhi pendapatan petani adalah tingkat pendidikan (tahun), keikutsertaan dalam kelompok tani, luas lahan, hasil produksi, biaya tenaga kerja, biaya saprodi, harga jual, dan keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP atau non-LUEP. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis apakah LUEP berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani padi pada taraf nyata lima persen serta memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan. Tujuan terakhir dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Untuk menjawab tujuan ini digunakan metode regresi logistik (Binary Logistic Regression) dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP adalah tingkat pendidikan, hasil produksi, status kepemilikan lahan dan harga yang diterima. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1. Harga gabah di kecamatan program DPM-LUEP di atas HPP dan lebih tinggi secara rata-rata dari harga di kecamatan non program serta berbeda secara signifikan pada taraf nyata lima persen.
34
2. Harga yang diterima dan pendapatan petani yang menjual ke LUEP lebih tinggi dari petani yang menjual ke non LUEP. Dengan asumsi faktor lain selain harga yang diterima dari LUEP dianggap ceteris paribus. 3. Dummy apakah menjual ke LUEP atau tidak memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan petani dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. 4. Faktor yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP adalah harga yang diterima.
35
Kebijakan kenaikan HPP bertujuan menstabilkan harga gabah dan meningkatkan pendapatan petani
Program DPM-LUEP mendukung efektivitas kebijakan kenaikan HPP
Efektivitas DPM-LUEP terhadap stabilitas harga dan perbedaan harga gabah petani antara kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan yang tidak
Keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP Perubahan pendapatan petani
DPM-LUEP efektif dalam stabilitas harga gabah dan harga di kecamatan penerima DPM-LUEP di atas HPP serta lebih tinggi dari kecamatan yang tidak mendapat DPM-LUEP
Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP
Faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan
Pendapatan petani yang menjual ke LUEP berbeda nyata dengan yang tidak menjual ke LUEP
Efektivitas program DPM-LUEP
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
36
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten yang sangat bergantung pada sektor pertanian dan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat dan Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama bulan Januari sampai Februari 2008.
4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan petani padi dan pengelola LUEP menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder yaitu data harga gabah dan beras harian di tingkat kecamatan di enam kabupaten di Jawa Barat (Bandung, Cianjur, Garut, Subang, Cirebon, dan Karawang) periode April-Oktober 2007 serta data kecamatan di Jawa Barat yang ada program DPM-LUEP dan yang tidak ada. Data harga harian diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB). Data kecamatan yang ada program DPM-LUEP dan yang tidak ada program DPM-LUEP diperoleh dari Bagian Sarana Produksi Biro Ekonomi Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Barat.
37
Data sekunder lain diperoleh dari Pusat Informasi Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional dan Badan Pusat Statistik. Ringkasan sumber data dan metode yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat dari Tabel 6. Tabel 6. Ringkasan Sumber Data dan Metode Penelitian yang Digunakan Tujuan Penelitian 1. Menganalisis efektivitas program DPMLUEP terhadap stabilitas harga gabah
Jenis Data Data perkembangan harga gabah dan beras harian di 6 kabupaten, Propinsi Jawa Barat April-Oktober 2007
2. Menganalisis dampak program DPMLUEP terhadap pendapatan petani padi.
Pendapatan petani, harga gabah di tingkat petani, tingkat pendidikan, luas lahan, biaya saprodi, biaya tenaga kerja, produk yang di hasilkan (gabah) dan data hasil regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani menjual gabahnya ke LUEP
Harga gabah di tingkat petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, produk yang di hasilkan (gabah)
4.3.
Sumber Data LPPM IPB, Bagian Sarana Produksi Biro Ekonomi Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Barat serta Pusat Informasi Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional. Data primer petani responden.
Data primer petani responden.
Metode Analisis deskriptif, uji tanda, uji T dan uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller (ADF) Analisis pendapatan dan harga yang diterima, OLS (Ordinary Least Square) dengan model Regresi Linier Berganda dan analisis deskriptif dari hasil uji hipotesis. Analisis regresi logistik
Metode Pengambilan Sampel Jumlah petani padi Pandan Wangi di tiga desa yang menjadi lokasi
penelitian adalah ± 420 orang. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan survei petani padi Pandan Wangi sebanyak 30 orang petani. 15 orang
38
merupakan petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan 15 orang petani yang menjual gabahnya ke non-LUEP. Petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan petani yang menjual gabahnya ke non-LUEP diambil sebagai sampel secara accidental sampling.
4.4.
Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah dan perbedaan harga gabah di tingkat petani antara kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dengan yang tidak mendapat DPM-LUEP di Propinsi Jawa Barat serta perbedaan pendapatan dan harga yang diterima antara petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. 4.4.1. Identifikasi Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Gabah Untuk Mengetahui efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah serta perbedaan harga gabah petani antara kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP dan yang tidak mendapat DPM-LUEP, analisis dilakukan secara deskriptif dan statistik. Analisis deskriptif menjelaskan bagaimana data harga di tingkat petani di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP lebih tinggi dari HPP dan harga di kecamatan yang tidak mendapat DPM-LUEP. Harga di tingkat petani diperbandingkan dengan HPP yang telah ditetapkan. Jika rata-rata harga di tingkat petani di kecamatan yang mendapat 39
DPM-LUEP berada di atas HPP maka program DPM-LUEP ini mampu menjaga stabilitas harga di tingkat petani sehingga sebaiknya semua kecamatan mendapat DPM-LUEP dan sebaliknya jika rata-rata harga di tingkat petani berada di bawah HPP maka program ini belum mampu menjaga stabilitas harga di tingkat petani. Metode analisis statistik yang digunakan adalah uji stasioneritas khususnya dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF), uji tanda dan uji t. Uji stasioneritas dilakukan terhadap disparitas antara data harga gabah di tingkat petani dengan harga beras di tingkat konsumen secara serie di kedua lokasi (kecamatan yang ada DPM-LUEP dan yang tidak ada). Program DPM-LUEP dikatakan sudah dapat membantu petani dan meningkatkan harga gabah di tingkat petani bila disparitas tersebut stasioner, sebaliknya jika disparitas tidak stasioner berarti mengindikasikan DPM-LUEP belum dapat menolong harga petani. Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut : t-1 +
Dimana
α1
adalah white noise dan
adalah apakah
= Pt-1 – Pt-2. Pada ADF yang akan diuji
= 0 dengan hipotesis alternatif
> 0. Jika t hitung untuk
lebih
kecil dari nilai ADF, maka hipotesis nol yang menyatakan data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya. Sedangkan pada software Eviews 4.1, data dikategorikan sudah stasioner apabila nilai mutlak ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical (Enders dalam Trisna, 2006). Uji tanda dan uji t (t-test) digunakan untuk melihat apakah program DPMLUEP efektif dalam meningkatkan harga gabah dengan melihat adanya perbedaan yang nyata antara harga rata-rata gabah petani di daerah yang ada DPM-LUEP
40
dan yang tidak ada. Uji tanda dilakukan untuk melihat apakah median dari dua populasi sama atau berbeda. Hipotesis yang dipakai dalam uji tanda adalah : H0 : Median harga rata-rata wilayah DPM-LUEP = wilayah non DPM H1 : Median harga rata-rata wilayah DPM-LUEP > wilayah non DPM Di = (YA – Yb)1, (YA – Yb)2,..., (YA – Yb)i, (YA – Yb)N Z-hitung = (s – 0,5N)/0,5√N Dimana : N S YA Yb
= banyaknya Di yang tidak bernilai nol = banyaknya Di yang bernilai positif = Harga di wilayah DPM-LUEP = Harga di wilayah non DPM-LUEP
Uji T pada dua sampel akan menguji apakah rata-rata (mean) dua populasi sama ataukah berbeda. Kedua sampel yang diuji bersifat bebas. Ciri utama Uji T adalah jumlah sampel yang relatif kecil yaitu kurang dari 30 sampel. Asumsi yang digunakan dalam melakukan uji t yaitu: 1. Varian kedua populasi yang diuji sama, dan 2. Sampel yang diambil berdistribusi normal atau mendekati normal atau dapat dianggap normal. Hipotesis yang diuji pada uji T adalah: H0 : Mean harga rata-rata wilayah DPM-LUEP = wilayah non DPM-LUEP H1 : Mean harga rata-rata wilayah DPM-LUEP > wilayah non DPM-LUEP Pengujian Statistik :
Keterangan:
ū1 = rata-rata harga gabah dari LUEP ū2 = rata-rata harga gabah dari non-LUEP s = estimator terkumpul dari varians bersama n1 = jumlah sampel wilayah LUEP 41
n2 = jumlah sampel wilayah non-LUEP Apabila nilai T-hitung > Tα atau nilai P-value < α, dimana α = 0,05 maka disimpulkan tolak H0 pada tingkat kepercayaan 95 persen untuk kedua uji tersebut. Dan dapat disimpulkan bahwa DPM-LUEP efektif dalam meningkatkan harga. Untuk memudahkan perhitungan, maka uji T dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14. 4.4.2. Analisis Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Untuk menganalisis dampak kebijakan program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani dilakukan analisis harga yang diterima dan analisis pendapatan. Analisis harga yang diterima dan pendapatan petani dalam penelitian ini menggunakan analisis sederhana karena hanya dilihat dari faktor pendapatan dan faktor pengeluaran dalam kegiatan pertanian seperti pengolahan tanah, pemakaian sarana produksi, serta proses panen dan pasca panen. Penerimaan usahatani merupakan nilai total dari hasil produksi usahatani baik tunai maupun tidak tunai. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Kriteria efisiensi usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar R/C rasio maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C rasio >1 artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan 42
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C rasio <1. Secara matematis R/C rasio dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: R/C rasio = TR TC Dimana: TR = Total Penerimaan TC = Total biaya Selain itu data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisa dengan metode tabulasi serta metode ekonometrika. Analisis data primer dan sekunder menggunakan metode regresi linier berganda dan parameter regresi diduga dengan metode pendugaan kuadrat kecil biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan pada beberapa alasan pemilihan metode ini dengan pertimbangan; metode ini mempunyai sifat dan karakteristik yang optimal, sederhana dalam perhitungan. Beberapa asumsi OLS adalah : 1. Nilai rata-rata pengganggu sama dengan nol, yaitu E (εi) = 0, untuk setiap i, di mana i = 1,2,3,…,n. artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Varian (εi ) = (εi2 ) = σ2, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedastisitas), artinya varian εi untuk setiap i yaitu varian bersyarat untuk εi adalah suatu angka konstan positif yang sama dengan σ2. 3. Variabel bebas X1, X2,…, Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas dari kesalahan pengganggu εi, E ( Xiεi) = 0
43
4. Tidak ada multikolinearitas yang berarti tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel bebas. Dengan dipenuhinya asumsi-asumsi di atas, maka koefisien regresi yang diperoleh merupakan pendugaan linier terbaik yang tidak bias. Penelitian ini akan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi pendapatan petani adalah tingkat pendidikan (X1), keikutsertaan dalam kelompok tani (D1X2), luas lahan (X3), hasil produksi (X4), biaya tenaga kerja (X5), biaya saprodi (X6), dan harga jual (X7). Variabel lain yang digunakan adalah variabel dummy untuk menjual ke LUEP dan tidak (D2 X8). Variabel dummy bernilai satu untuk petani yang menjual gabahnya ke LUEP, dan nol untuk yang tidak menjual ke LUEP. Y = b0 + b1 X1 + b2D1 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8D2X8 + ei Keterangan :
Y = Pendapatan petani padi (Rp) X1 = Tingkat Pendidikan (thn) D1 X2 = Keikutsertaan dalam Kelompok Tani X2 =1, ikut kelompok tani X2 =0, tidak ikut kelompok tani = Luas Lahan (ha) X3 X4 = Hasil Produksi (ton) X5 = Biaya Tenaga Kerja (Rp) X6 = Biaya Saprodi (Rp) X7 = Harga Jual (Rp) D2 X8 = Dummy LUEP X7=1, menjual ke LUEP X7=0, tidak menjual ke LUEP b0 = konstanta bi = parameter variabel bebas ei = error term
44
4.4.3. Pengujian Hipotesis Model akan diuji berdasarkan hipotesis yang diajukan. Pengujian berdasarkan statistik bertujuan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel tidak bebas, hal tersebut dapat dilihat dari nilai P (P-value). Pada penelitian ini diterapkan suatu variabel bebas signifikan terhadap pendapatan petani padi pada taraf nyata lima persen. Berdasarkan nilai-P diketahui sampai berapa persen variabel-variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Untuk pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi adalah : H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Untuk menguji variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas pada model, digunakan uji P-value, adapun statistiknya : Bila
1. P-value > α (5 % ) artinya terima H0 2. P-value < α (5 % ) artinya tolak H0 Jika H0 diterima berarti variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, apabila H0 ditolak berarti variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, minimal sampai taraf kepercayaan 95 persen. Untuk mengetahui apakah secara statistik variabelvariabel bebas yang dipilih secara bersama-sama atau tidak mempengaruhi variabel tidak bebas dapat dilihat dari nilai P pada uji F. F hit =
jumlahkuadratregresi /(k − 1) jumlahkuadratsisa /(n − k )
Dimana: n = jumlah pengamatan; k = jumlah parameter 45
Hipotesis yang diuji untuk pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi adalah H0 : b1 = b2 = b3 = ….. bi = 0 H1 : paling sedikit ada 1 nilai b yang ≠ 0 Untuk menguji variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas pada model digunakan uji F. adapun statistiknya adalah Bila : 1. F hit > Ftabel (k-1, n-k) artinya tolak H0 2. F hit < Ftabel (k-1, n-k) artinya terima H0 Jika H0 diterima berarti secara bersama-sama variabel bebas yang digunakan dalam model tidak dapat menjelaskan variabel tidak bebas. Sebaliknya apabila H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap variabel tidak bebas pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk melihat tingkat kebaikan suatu model digunakan ukuran Goodness of Fit (R2) yang dapat memperlihatkan kemampuan variabel bebas (faktor-faktor yang dipilih sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan petani padi) secara bersama-sama dalam menjelaskan variabel tidak bebas (pendidikan, luas lahan, keikutsertaan dalam kelompok tani, biaya tenaga kerja, biaya saprodi, jumlah gabah yang dihasilkan, dummy LUEP). Jika R2 yang diperoleh tinggi berarti model yang digunakan cukup baik. 4.4.4. Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual ke LUEP Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan Petani Menjual ke LUEP yang dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik atau model logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model tersebut bersifat dikotomi (Hosmer dan 46
Lameshow, 1989). Model logit didasarkan pada fungsi peluang kumulatif logistik (Pyndick dan Rubenfield, 1998) Pi = F (Zi) = F (
)=
Dimana : Pi Xi e α β
= peluang petani menjual gabahnya ke LUEP = peubah penjelas yang diduga mempengaruhi keputusan petani = bilangan natura = intersep = nilai parameter yang diduga bentuk fungsi dari model logit adalah sebagai berikut :
Model dugaan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP adalah sebagai berikut : Z = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b2D1 X3 + b3 X4 + ei Keterangan :
Z
X1 X2 D1X3
X4
= Keputusan petani menjual ke LUEP Z =1, menjual ke LUEP Z =0, tidak menjual ke LUEP = Tingkat Pendidikan (thn) = Hasil produksi (ton) = Status kepemilikan lahan X3 =1, milik sendiri X3 =0, bukan milik sendiri = Harga yang diterima (Rp)
Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis regresi logistik diuraikan sebagai berikut : 1.
Uji seluruh model (rasio likelihood)
Untuk melihat kesesuaian model digunakan uji rasio likelihood dengan membandingkan nilai G hitung dengan nilai chi square (Hosmer dan Lameshow, 1989). 47
G Hitung
= 2 (nilai log likelihood – (n1 ln (n1) + n0 ln (n0) – n ln (n)))……..()
G n1 n0 n
= nilai rasio likelihood = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y = 1) = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y = 0) = jumlah total sampel 2.
Uji signifikansi tiap parameter (uji wald)
H0 : βj = 0 untuk suatu j tertentu ; j = 0, 1, …, p H1 : βj ≠ 0 Statistik uji yang digunakan adalah Wj = βj / SE (βj) ; j = 0, 1, …, p 3.
Interpretasi model atau parameter Ukuran yang digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas
dan peubah terikat dalam model logit adalah nilai odds ratio . nilai ini didapat dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (βi) atau exp (βj) Odds didefinisikan sebagai :
atau exp (β)
Dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa (Z = 1) yaitu bila petani menjual ke LUEP, dan 1-P menyatakan tidak terjadinya peristiwa (Z = 0) yaitu bila petani tidak menjual ke LUEP.
48
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN
5.1.
Keadaan Umum Daerah Penelitian Propinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah 34.816,96 km2 terdiri dari 16
kabupaten dan sembilan kota. Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang hasil padi terbesar di Indonesia, keadaan tersebut didukung oleh kesuburan tanah yang cukup baik sehingga produksi dan produktivitas cukup tinggi. Sektor pertanian merupakan sektor dominan terbesar ketiga dalam struktur perekonomian Jawa Barat, setelah sektor industri dan perdagangan (BPS, 2006). Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dalam pembangunan perekonomian di Jawa Barat yang dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil produksi padi di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005 sekitar 9,7 juta ton dengan produktivitas rata-rata 5,2 ton per hektar. Produksi padi di Jawa Barat didominasi oleh enam kabupaten yaitu Bandung, Cianjur, Subang, Karawang, Garut, dan Cirebon. Enam kabupaten penghasil padi terbesar di Jawa Barat menghasilkan padi sebesar 4,3 juta ton pada tahun 2005 (BPS, 2006). Hal ini menunjukkan enam kabupaten ini menghasilkan sekitar 45 persen produksi padi di Jawa Barat. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari enam kabupaten penghasil padi terbesar di Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Cianjur meliputi areal seluas 350.148 hektar terdiri dari 30 kecamatan, enam kelurahan dan 348 Desa. Masingmasing wilayah mempunyai ciri-ciri khusus baik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya. Secara geografis Kabupaten Cianjur berada di
49
tengah Propinsi Jawa Barat dengan jarak sekitar 65 kilometer dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 kilometer dari ibukota negara (Jakarta). Kabupaten Cianjur terletak diantara 6 derajat 21 detik Lintang Selatan – 7 derajat 25 detik Lintang Selatan dan 106 derajat 42 detik Bujur Timur – 107 derajat 25 detik Bujur Timur. Posisi tersebut menempatkan Kabupaten Cianjur berada di tengah-tengah wilayah Propinsi Jawa Barat, memenjang dari utara ke selatan. Disebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kabupaten Purwakarta, disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bandung dan kabupaten Garut, sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan samudra Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sukabumi. Pembangunan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh besar kecilnya sumbangan atau kontribusi sektor lapangan usaha dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Bila sektor pertanian kontribusinya paling besar, maka pembangunan ekonomi daerah tersebut didominasi oleh sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2003 sebesar 49,9 persen dan sebesar 49,3 persen di tahun berikutnya (BPS, 2004). Sektor pertanian Kabupaten Cianjur sendiri memberikan kontribusi sebesar 7 persen terhadap produksi padi Propinsi Jawa Barat dengan menghasilkan padi sebesar 686.619 ton (BPS, 2006). Berdasarkan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi di Kabupaten Cianjur sangat bergantung kepada sektor pertanian. Pembangunan sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh para pelaku di sektor tersebut yaitu petani. Lapangan atau pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu
50
sekitar 62,99 persen. Untuk memajukan sektor pertanian diperlukan kebijakankebijakan yang dapat membangun sektor ini. Program DPM-LUEP merupakan salah satu instrumen kebijakan yang diharapkan dapat menjaga fairness tingkat harga gabah dan beras yang terjadi di tingkat petani. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi upaya stabilisasi harga gabah di tingkat petani. Selanjutnya,
melalui
pelaksanaan
kegiatan
ini
diharapkan
pula
dapat
meningkatkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, wilayah, dan nasional. Alokasi DPM-LUEP untuk propinsi Jawa Barat berasal dari APBN dan APBD. Propinsi Jawa Barat mendapatkan DPM sebesar Rp. 24,03 milyar yang berasal dari APBN dan Rp. 1,18 milyar berasal dari APBD pada tahun 2007. Terdapat empat kecamatan yang mendapat DPM-LUEP di Kabupaten Cianjur yaitu kecamatan Cibeber, Karang Tengah, Warungkondang, dan Ciranjang. Dalam penelitian ini diambil kasus pendapatan petani di Kecamatan Warungkondang sebagai salah satu kecamatan penerima DPM-LUEP di Kabupaten Cianjur. Wilayah Kecamatan Warungkondang secara administratif termasuk wilayah utara Kabupaten Cianjur, dengan batas-batas : Sebelah Barat
: Kecamatan Gekbrong
Sebelah Timur
: Kecamatan Cibeber
Sebelah Utara
: Kecamatan Cugenang
Sebelah Selatan
: Kecamatan Campaka
Luas Kecamatan Warungkondang adalah 48,75 km2 dengan ketinggian 101-500 meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng Kecamatan
51
Warungkondang
8-15
persen.
Karakteristik
topografi
di
Kecamatan
Warungkondang yaitu perbukitan berelief halus. Iklim di Kecamatan Warungkondang yaitu tipe iklim Afa. Sedangkan untuk curah hujan, wilayah ini memiliki rata-rata curah hujan yang paling rendah di Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 1.247 mm per tahun. Jenis tanah di Kecamatan Warungkondang adalah latosol. Jumlah penduduk di Kecamatan Warungkondang pada tahun 2004 adalah sebanyak 62.507 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 31.458 jiwa dan perempuan sebanyak 31.049 jiwa. Sex ratio Kecamatan Warungondang sebesar 101,32 (BPS, 2005). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling berpotensi di Kecamatan Warungkondang, terutama untuk produksi padi. Hasil Produksi padi di Kecamatan Warungkondang sebesar 23.349 ton dengan rata-rata produksi 5,5 ton per hektar. Jenis beras yang paling terkenal di Warungkondang adalah beras Pandan Wangi yang memiliki ciri biji padi yang besar dan wanginya seperti pandan. Penghasil padi varietas Pandan Wangi tersebar di lima desa, yaitu : Desa Ciwalen, Jambudipa, Bunisari, Bunikasih, dan Tegallega. Luas lahan potensial yang bisa ditanami Pandan Wangi seluas 1.358 Ha dengan jumlah petani ± 702 orang. Dalam penelitian ini, responden yang diteliti berasal dari tiga desa penghasil Pandan Wangi yaitu Bunisari, Bunikasih, dan Tegallega.
52
5.2.
Karakteristik Responden Responden yang diambil sebagai sampel dalam pengkajian mengenai
dampak program DPM-LUEP terhadap pendapatan petani adalah 30 petani padi di desa Bunisari, desa Bunikasih dan desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Jenis varietas padi yang dominan ditanam oleh responden adalah varietas pandan wangi. Karakteristik responden pada umumnya terdiri dari seorang kepala keluarga dan beberapa anggota keluarga lainnya. Kepala keluarga merupakan orang yang bertanggung jawab atas kebutuhan hidup anggota keluarga dan banyak mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. 5.2.1. Umur Responden Responden berusia antara 28-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi responden berumur kurang dari 30 tahun, 30-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun dan lebih dari 60 tahun. Berdasarkan Tabel 7 sebagian besar responden berumur antara 41-50 tahun, yaitu sekitar 40 persen (6 orang) untuk responden yang menjual gabahnya ke LUEP dan Non LUEP. Tabel 7. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Umur No.
Tingkat Usia Responden (thn)
Menjual ke LUEP
Menjual ke Non LUEP
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
1.
< 30
0
0
1
6,67
2.
30-40
4
26,67
3
20
3.
41-50
6
40
6
40
4.
51-60
4
26,67
4
26,67
5.
>60
1
6,67
1
6,67
15
100
15
100
jumlah
53
5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden Sebagian besar responden hanya mengalami pendidikan formal setingkat SD, bahkan tidak sampai menamatkan pendidikannya di tingkat SD tersebut. Pendidikan responden yang paling tinggi adalah tingkat SMP. Berdasarkan Tabel 8 responden yang menjual gabahnya ke LUEP sebagian besar menyelesaikan pendidikan dasar sebanyak 46,67 persen (7 orang). Responden yang menjual gabahnya ke non-LUEP sebagian besar tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya yaitu sebesar 60 persen (9 orang). Tabel 8. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat
No.
Pendidikan
Menjual ke LUEP
Menjual ke Non LUEP
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
1.
Tidak tamat SD
6
40
9
60
2.
SD
7
46,67
6
40
3.
SMP
2
13,33
0
0
4.
SMA
0
0
0
0
15
100
15
100
jumlah
5.2.3. Luas Lahan Garapan Responden Luas lahan garapan petani responden berkisar antara 0,16 hektar sampai 2 hektar. Tabel 9 memperlihatkan sebagian besar responden memiliki luas lahan garapan yang tergolong sempit yaitu 0,1-0,5 hektar. Sebanyak 66,67 persen (10 orang) petani responden yang menjual gabahnya ke LUEP dan 80 persen (12 orang) petani responden yang menjual gabahnya ke non-LUEP memiliki luas lahan garapan sebesar 0,1-0,5 hektar.
54
Tabel 9. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan No.
Luas Lahan (Ha)
Menjual ke LUEP
Menjual ke Non LUEP
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
1.
0,1-0,5
10
66,67
12
80
2.
0,51-1,00
5
3,33
2
13,33
3.
1,01-1,50
0
0
0
0
4.
1,51-2,00
0
0
1
6.67
jumlah
15
100
15
100
5.3.
Gambaran Umum LUEP Mulya Kencana, Desa Sukamulya, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur LUEP Mulya Kencana merupakan satu dari dua LUEP yang mendapatkan
program DPM-LUEP di Kecamatan Warungkondang. Mulya Kencana berbentuk CV yang bergerak di bidang usaha penggilingan padi dan perdagangan beras. LUEP ini diketuai oleh Kustana. CV. Mulya Kencana mendapatkan Dana Penguatan Modal (DPM-LUEP) dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur sejak tahun 2006. Dana yang diperoleh CV Mulya Kencana sebesar Rp 200 juta yang dapat menampung sekitar 66,7 ton gabah petani. Awal CV ini mendapatkan program DPM-LUEP adalah dengan membuat permohonan kepada Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan menyerahkan jaminan tak bergerak senilai 150 persen dari total pinjaman DPMLUEP. Proses pengajuan proposal yang dijalani tidak menjadi hambatan bagi LUEP ini, hanya masalah pencairan dana yang terlambat dan pengembalian yang terlalu cepat membuat mereka tidak dapat memutar uang pembelian gabah lebih banyak. Kedua LUEP tersebut hanya dapat melakukan perputaran pembelian 2-3
55
kali. Pengembalian dana yang harus tepat tanggal 15 bulan desember juga membuat mereka tidak dapat membeli gabah ketika harga tinggi di bulan tersebut. CV. Mulya Kencana berkoordinasi dengan gapoktan Citra Swargi dan kelompok tani Mulyatani dalam pengalokasian dana yang didapat untuk pembelian gabah dari petani. Berdasarkan dana yang didapat sebesar Rp. 200 juta, seluruhnya dipakai untuk pembelian gabah dari petani. Hanya saja dana tersebut tidak cukup untuk membeli seluruh gabah yang dihasilkan oleh petani di kecamatan Warung Kondang karena jumlah petani yang sangat banyak. Struktur organisasi LUEP terdiri dari ketua/direktur, sekretaris dan bendahara. Administrasi juga bersifat sederhana, hanya sebatas buku pencatatan transaksi serta laporan keuangan. Laporan transaksi disusun setiap bulan sesuai aturan tim teknis kabupaten. Selain itu, proses perencanaan untuk setiap kegiatan tidak dilakukan dalam arti pembelian gabah dan penjualan beras tidak dijadwalkan pada waktu-waktu tertentu. Semua transaksi atau kegiatan berjalan fleksibel. Sistem pembelian yang dilakukan oleh CV. Mulya Kencana dalam membeli gabah petani yaitu dengan sistem kontrak melalui gapoktan Citra Swargi dan kelompok tani Mulyatani, sehingga petani yang dapat menjual gabahnya ke CV. Mulya Kencana merupakan anggota gapoktan dan kelompok tani tersebut. Kestabilan harga juga terjamin dengan adanya sistem kontrak tersebut. Setiap transaksi pembelian yang dilakukan adalah dengan pembayaran tunai. Namun terkadang pembayaran uang di muka juga dilakukan karena telah adanya kepercayaan antara LUEP dan anggotanya.
56
Beberapa kendala yang dirasakan oleh pengelola LUEP adalah masalah keterlambatan pencairan dana DPM dan waktu pengembalian yang dirasa terlalu cepat. Selain itu adanya biaya administrasi yang harus dikeluarkan oleh LUEP ketika akan mendapatkan DPM. Biaya seperti ini tidak ada pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu petani yang selalu ingin mendapat harga yang tinggi atas gabahnya sementara kualitas tidak diperhatikan menjadi kendala tersendiri bagi LUEP. Berdasarkan hal ini LUEP dapat menderita kerugian karena beras yang dihasilkan akan berkualitas jelek karena gabahnya juga tidak baik kualitasnya. Dapat disimpulkan LUEP yang diamati menyambut program ini dengan baik bahkan berharap program ini terus ada. LUEP berpendapat bahwa program ini sangat membantu petani pada saat panen karena mereka dapat menetapkan harga yang wajar dan diatas HPP. Petani pun senang dan tidak mengeluh dengan harga yang mereka terima. Mereka juga mengharapkan waktu pengembalian dana yang tidak terlalu cepat. Hal ini dimaksudkan agar perputaran uang dapat dilakukan dengan lebih banyak serta LUEP dapat membeli gabah ketika harga sedang baik. Keberadaan LUEP juga dinilai baik oleh responden yang menjual gabahnya ke lembaga ini. Faktor-faktor yang menyebabkan responden menjual gabahnya ke LUEP selain karena mereka mengetahui adanya program DPMLUEP yaitu kesesuaian harga yang mereka anggap cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga yang ditetapkan tengkulak. Selain itu rasa saling percaya antara gapoktan dan anggotanya juga menyebabkan responden mau menjual gabahnya ke LUEP.
57
Sebagian besar responden yang menjual gabahnya ke LUEP merasa puas dengan harga yang ditetapkan oleh LUEP. Sehingga mereka menganggap bahwa program DPM-LUEP ini cukup efektif dalam menjaga kestabilan harga. Saransaran yang dikemukakan oleh responden yang menjual gabahnya ke LUEP terutama mengenai tetap terjaganya perbedaan harga yang ditetapkan oleh LUEP dan tengkulak sehingga mereka akan tetap menjual gabahnya ke LUEP. Responden juga banyak yang mengharapkan perbedaan harga LUEP dan tengkulak yang lebih besar serta keberlanjutan pembelian gabah oleh LUEP.
58
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1.
Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Propinsi Jawa Barat Data perkembangan harga gabah dan beras di Propinsi Jawa Barat
diperoleh dari data harian harga gabah dan beras di enam kabupaten penghasil padi utama yaitu kabupaten Bandung, Cianjur, Garut, Cirebon, Karawang, dan Subang. Perkembangan harga gabah dan beras di Propinsi Jawa Barat selama bulan April sampai Oktober tahun 2007 mengalami tren yang meningkat. Perkembangan harga Gabah Kering Panen (GKP) dapat dilihat pada Gambar 4. Harga GKG di Propinsi Jawa Barat berada di atas HPP sejak bulan April sampai Oktober 2007. Harga rata-rata GKP di Propinsi Jawa Barat sekitar Rp 2.266 per Kg. Harga rata-rata ini sudah berada di atas HPP yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 2.000 per Kg.
2500 2400
Harga
2300 2200 2100 2000 2
4
Variable GKP HPP GKP
6
8
10
12
14 16 Minggu
18
20
22
24
26
28
Gambar 4. Perkembangan Harga GKP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB (2007)
59
Harga GKG di Propinsi Jawa Barat masih berada di bawah HPP yang ditetapkan yaitu Rp 2.575 per Kg pada beberapa minggu di bulan April sampai Juni 2007. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa harga GKG di Propinsi Jawa Barat sejak bulan Juli terus naik di atas HPP sampai bulan Oktober 2007. Harga rata-rata GKG di Propinsi Jawa Barat sedikit berada di atas HPP yaitu sebesar Rp 2.599 per Kg.
2800
Harga
2700
2600
2500
2400 0
5 Variable GKG HPP GKG
10
15 Minggu
20
25
30
Gambar 5. Perkembangan Harga GKG di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB (2007) Untuk harga beras, pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa harga beras di Propinsi Jawa Barat pada setiap minggu di bulan April sampai Oktober 2007 selalu berada di atas HPP. Harga beras rata-rata di Propinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp 4.420 per Kg. Harga rata-rata ini berada di atas HPP yang ditetapkan yaitu sebesar Rp. 4.000 per Kg.
60
4700 4600
Harga
4500 4400 4300 4200 4100 4000 0
5 Variable Beras HPP Beras
10
15 Minggu
20
25
30
Gambar 6. Perkembangan Harga Beras di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB(2007) Tingkat harga GKP, GKG, dan beras di Propinsi Jawa Barat secara ratarata sudah berada di atas HPP yang ditetapkan oleh pemerintah. Selanjutnya akan dilakukan analisis perbedaan tingkat harga tersebut antara kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan tidak. Berdasarkan hal ini akan dianalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Propinsi Jawa Barat.
6.2.
Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Analisis efektivitas program DPM-LUEP dilakukan dengan menggunakan
data harian harga GKP (Gabah Kering Panen), GKG (Gabah Kering Giling) dan beras setiap kecamatan di Jawa Barat periode April sampai Oktober 2007. Analisis dilakukan dengan metode grafik dan pengujian secara statistik.
61
6.2.1. Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKP Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Harga Gabah Kering Panen di Tingkat Petani
dapat dilihat pada Gambar 7. Melalui gambar ditunjukkan
perkembangan harga GKP di lokasi yang mendapat DPM-LUEP dan tidak. Terlihat bahwa rata-rata harga GKP tahun 2007 di Propinsi Jawa Barat selalu berada di atas HPP yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 2.000 per Kg.
2500
Harga GKP
2400 2300 2200 2100 2000 0
5 Variable GKP LU EP GKP NO N LU EP HPP GKP
10
15 MINGGU
20
25
30
Gambar 7. Perkembangan Harga GKP di Kecamatan DPM-LUEP dan NonDPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB (2007) Harga rata-rata GKP pada bulan April sampai Oktober tahun 2007 di lokasi program DPM-LUEP sebesar Rp 2.292, sedangkan harga rata-rata gabah di lokasi non-program sebesar Rp 2.246. Hal ini menunjukkan harga rata-rata GKP di kecamatan yang mendapat program DPM-LUEP lebih tinggi daripada di kecamatan yang tidak mendapatkan program. Pengujian kestasioneran disparitas antara harga GKP di tingkat petani dan harga beras di tingkat konsumen dilakukan sebagai indikator lain efektivitas 62
program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah petani. Pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang ada DPM-LUEP menunjukkan bahwa berdasarkan uji Augmented Dickey-fuller (ADF) terlihat disparitas harga tersebut stasioner. Hal ini terjadi karena nilai mutlak ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical 5 persen. Sementara pengamatan terhadap harga GKP di kecamatan yang tidak ada DPM-LUEP menunjukkan disparitas harga yang tidak stasioner. Pengujian kestasioneran disparitas ini menunjukkan bahwa program DPM-LUEP efektif dalam menolong harga gabah petani. Tabel 10. Uji Stasioneritas Disparitas Harga Gabah (Produsen) dengan Beras (Konsumen) di Propinsi Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Daerah
t-statistic
Value (5%)
Prob.
Keterangan
-3.002387
-2.97626348
0.0473
Stasioner
-2.6337404
-2.97626348
0.0988
Tidak stasioner
Kecamatan DPM-LUEP Parameter Kecamatan Non-DPM-LUEP Parameter
Secara statistik dilakukan pengujian terhadap perbedaan harga gabah dan beras di daerah yang mendapat DPM-LUEP dan yang tidak mendapat program. Pengujian dilakukan dengan uji tanda dan uji t (t-test). Uji tanda terhadap perbedaan harga GKP antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dan tidak ada menghasilkan nilai Z-hitung sebesar 3,402. Karena Z-hitung ini lebih dari Zα (1,645), maka disimpulkan bahwa median harga GKP di kecamatan penerima DPM-LUEP memang secara statistik lebih tinggi dari median harga GKP di kecamatan non-LUEP. Hal ini mengindikasikan program DPM-LUEP efektif dalam meningkatkan harga yang diterima petani.
63
Uji t menghasilkan nilai t-hitung sebesar 1,35 dengan P-value sebesar 0,184. Hal ini menunjukkan bahwa harga rata-rata GKP tidak berbeda secara signifikan antara kecamatan yang ada DPM-LUEP dengan yang tidak ada DPMLUEP. Hasil pengujian statistik ini menegaskan bahwa walaupun harga GKP di tingkat petani di wilayah DPM-LUEP secara rata-rata lebih tinggi dari harga GKP di wilayah non-LUEP, namun perbedaannya tidak signifikan. 6.2.2. Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga GKG Untuk harga GKG, dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa harga rata-rata GKG yang diterima petani di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP sekitar Rp 2.587 per Kg diatas HPP yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 2.575. Untuk kecamatan yang tidak mendapat DPM-LUEP, harga rata-rata GKG-nya sebesar Rp 2.600 per Kg. Dari sini terlihat bahwa harga rata-rata gabah di lokasi program DPM-LUEP lebih rendah daripada di lokasi non-program.
2800
Harga GKG
2700
2600
2500
2400 0
5 Variab le G KG LU E P G KG N O N LU E P HPP G KG
10
15 MINGGU
20
25
30
Gambar 8. Perkembangan Harga GKG di Kecamatan DPM-LUEP dan NonDPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB (2007)
64
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa harga GKG di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP jatuh di bawah HPP pada minggu ke empat bulan April s.d. minggu pertama bulan Juni 2007. Meskipun kemudian harga GKG naik di atas HPP, namun harga GKG di kecamatan LUEP kembali jatuh di bawah HPP pada beberapa minggu di bulan Agustus dan Oktober 2007. Sedangkan harga GKG di kecamatan non-LUEP terus naik di atas HPP sejak bulan Juli sampai bulan Oktober 2007. Hasil dari pengujian secara statistik terhadap perbedaaan harga rata-rata GKG menunjukkan bahwa median harga di kedua lokasi tidak berbeda secara signifikan. Hal ini ditunjukkan melalui hasil dari uji tanda dengan nilai mutlak Zhitung sebesar 0,392 yang lebih kecil dari Zα (1,645). Hasil dari uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara harga rata-rata GKG di kecamatan LUEP dengan non-LUEP. Nilai t-hitung yang diperoleh sebesar -0,53 dimana P-value diperoleh sebesar 0,600. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan untuk menyatakan bahwa harga rata-rata GKG berbeda di kedua lokasi sangat rendah yaitu hanya sekitar 40 persen. 6.2.3. Efektivitas Program DPM-LUEP Terhadap Stabilitas Harga Beras Analisis terhadap perkembangan harga beras di kecamatan DPM-LUEP dan non-DPM-LUEP di Propinsi Jawa Barat juga menunjukkan hal yang serupa dengan harga GKG. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa harga beras ratarata di lokasi program lebih rendah dari lokasi non program. Harga beras rata-rata di lokasi program sekitar Rp 4.389 per Kg dan harga beras rata-rata di lokasi non program sebesar Rp 4.451 per Kg. Meskipun demikian, harga beras rata-rata di kecamatan yang mendapat DPM-LUEP dan
65
kecamatan yang tidak mendapat DPM-LUEP pada setiap minggu selalu lebih besar dari HPP yang ditetapkan yaitu Rp 4.000 per Kg.
5000
Harga Beras
4800 4600 4400 4200 4000 0
5 Variab le BE RA S LU E P BE RA S N O N LU E P H P P BE RA S
10
15 MINGGU
20
25
30
Gambar 9. Perkembangan Harga Beras di Kecamatan DPM-LUEP dan NonDPM-LUEP di Jawa Barat, April s.d. Oktober 2007 Sumber : LPPM IPB (2007) Hasil dari uji tanda terhadap median harga di kedua lokasi menghasilkan nilai mutlak Z-hitung sebesar 1,347. Z-hitung ini lebih rendah dari Zα (1,645), sehingga dapat disimpulkan median harga beras di kedua lokasi tidak berbeda secara signifikan. Hasil dari uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara harga rata-rata beras di kecamatan LUEP dan non-LUEP. Nilai t-hitung yang diperoleh yaitu sebesar -1,89 dan P-value sebesar 0,067.
6.3.
Dampak Kebijakan Program DPM-LUEP Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi
Terhadap
Tingkat
Dampak program ini terhadap petani padi pandan wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dapat dilihat dari harga yang diterima serta pendapatan yang diperoleh petani. Analisis ini dilakukan untuk melihat perbedaan harga yang diterima dan pendapatan yang diperoleh 66
antara petani yang menjual gabah ke LUEP dengan petani yang menjual gabah ke non LUEP. Selain itu untuk pengujian apakah LUEP memang efektif dalam meningkatkan pendapatan petani dilakukan analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. 6.3.1. Harga yang Diterima dan Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Perbedaan harga yang diterima dan pendapatan antara petani yang menjual ke LUEP dan yang tidak menjual ke LUEP dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel ini menunjukkan perbandingan antara petani yang menjual ke LUEP dan yang tidak menjual ke LUEP. Harga yang diterima oleh petani yang menjual ke LUEP ratarata sebesar Rp 2.907 per Kg dan harga yang diterima petani yang tidak menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 2.663 per Kg. Terdapat perbedaan harga yang diterima antara petani yang menjual ke LUEP dan yang tidak menjual ke LUEP sebesar Rp 244 per Kg. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di lokasi ini keberadaan LUEP efektif dalam menolong harga gabah di tingkat petani. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP lebih besar dari pada pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP. Pendapatan petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 11.710.355 dan pendapatan petani yang tidak menjual ke LUEP Rp 9.499.682. Dapat dilihat dari Tabel 11 penerimaan petani yang menjual ke LUEP rata-rata sebesar Rp 16.826.547 sedangkan penerimaan petani yang tidak menjual ke LUEP hanya Rp 14.345.558. Rata-rata biaya total petani yang menjual ke LUEP sedikit lebih besar dari petani yang tidak menjual ke LUEP yaitu Rp 5.116.192, sementara biaya total petani yang tidak menjual ke LUEP sebesar Rp 4.845.875. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani yang
67
menjual gabahnya ke LUEP secara rata-rata lebih besar dari petani yang tidak menjual gabahnya ke LUEP. Bila dilihat dari efisiensi usahatani, rasio R/C petani yang menjual ke LUEP lebih besar dibandingkan petani yang tidak menjual ke LUEP. Nilai rasio R/C untuk petani yang menjual ke LUEP sebesar 3.289 dan petani yang tidak menjual ke LUEP sebesar 2.663. Artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3.289 untuk petani yang menjual ke LUEP dan Rp 2.663 untuk petani yang tidak menjual ke LUEP. Secara deskriptif ini menunjukkan bahwa petani yang menjual gabahnya ke LUEP lebih efisien dalam melaksanakan aktivitas usahataninya. Tabel 11. Harga Diterima dan Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi yang Menjual ke LUEP dan Tidak di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 Uraian
Penjualan Jual ke LUEP
Tidak jual ke LUEP
Penerimaan Usahatani (Rp/Ha/MT)
16.826.547
14.345.558
Biaya Total Usahatani (Rp/Ha/MT)
5.116.192
4.845.875
Pendapatan Usahatani (Rp/Ha/MT)
11.710.355
9.499.682
R/C
3,289
2,960
Harga yang diterima(Rp)
2.907
2.663
Dalam hal perbedaan pendapatan antara petani yang menjual ke LUEP dan menjual ke non-LUEP, faktor lain selain LUEP memang dianggap ceteris paribus. Berdasarkan hal ini bisa saja tingginya pendapatan petani yang mendapatkan DPM-LUEP bukan karena LUEP-nya tetapi karena faktor lain seperti produktivitas yang tinggi dan biaya yang lebih rendah. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa perbedaan pendapatan tersebut disebabkan terutama
68
karena perbedaan harga yang diterima petani antara yang menjual kke LUEP dan tidak, yang dalam hal ini LUEP berperan langsung. 6.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Untuk mengetahui dampak program ini terhadap pendapatan petani dilakukan analisis regresi berganda. Melalui analisis regresi berganda akan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani padi di Kecamatan Warungkondang. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi pendapatan petani adalah tingkat pendidikan (X1), keikutsertaan dalam kelompok tani (D1X2), luas lahan (X3), hasil produksi (X4), biaya tenaga kerja (X5), biaya saprodi (X6) dan harga jual (X7). Variabel lain yang digunakan adalah variabel dummy untuk menjual ke LUEP dan tidak (D2 X8). Variabel dummy bernilai satu untuk petani yang menjual gabahnya ke LUEP, dan nol untuk yang tidak menjual ke LUEP. Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode “Ordinary Least Square (OLS)” memberikan output regresi sebagai berikut : Pendapatan (Y) = - 2976 + 37 X1 – 1213 X2 – 1914 X3 + 2.736 X4 – 0,880 X5 – 1,2 X6 + 1.260 X7 + 1961 X8 Dari fungsi dugaan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 98,7 persen dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-Sq adj) sebesar 98,3 persen. Angka (R-Sq adj) tersebut menunjukkan bahwa 98,3 persen keragaman dari variabel tak bebas (pendapatan petani) dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model, sedangkan sisanya yaitu sebesar 2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Hal ini bermakna bahwa model sudah fit (baik).
69
Tabel 12. Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 Variabel
Koef
SE Koef
T
P
VIF
Konstanta
-2.976
2.047
-1,45
0,161
Pendidikan
37
78,84
0,47
0,644
1,2
Keikutsertaan KT
-1.213
748,1
-1,62
0,120
5,5
Luas lahan
-1.914
1.062
-1,80
0,086**
6,3
Hasil produksi
2.736
121
22,61
0,000*
5,4
Biaya tenaga kerja
-0,880
0,5675
-1,55
0,136
7,8
Biaya saprodi
-1,200
0,2137
-5,60
0,000*
1,8
Harga Jual
1.260
722,3
1,74
0,096**
1,5
Dummy LUEP
1.961
784,5
2,50
0,021*
6,3
S = 897.630
R-Sq = 98.6%
R-Sq(adj) = 98.1%
statistik Durbin-Watson = 2.01115 Keterangan: * nyata pada taraf 5% ** nyata pada taraf 10% Tidak adanya masalah multikolinearitas pada model terlihat dari nilai VIF setiap variabel yang tidak lebih besar dari sepuluh. Setelah dilakukan pengujian heteroskedastisitas maka diketahui tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, sedangkan pengujian terhadap masalah autokorelasi ditunjukkan dengan hasil pengujian Durbin Watson sebesar 2,011. Nilai d terletak pada daerah tidak adanya autokorelasi. Cara
pengujian
untuk
mengetahui
ada
tidaknya
masalah
heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Jika nilai probabilitas dalam uji yang digunakan lebih kecil dari taraf nyata lima persen maka
dalam
model
terdapat
heteroskedastisitas.
Hasil
pengujian
heteroskedastisitas (probabilitas Obs*R-square) untuk model adalah sebesar
70
0,076. Berdasarkan nilai tersebut maka pada taraf nyata lima persen, model tersebut memenuhi asumsi homoskedastisitas. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat nilai koefisien regresi dugaan serta Pvalue. Nilai P-value yang menunjukkan bahwa pendapatan hanya dipengaruhi secara nyata oleh hasil produksi dan biaya saprodi pada selang kepercayaan 95 persen serta luas lahan dan harga jual pada selang kepercayaan 90 persen, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Sedangkan untuk variabel dummy LUEP berpengaruh nyata pada taraf lima persen yang menunjukkan hal terpenting bahwa ada perbedaan pendapatan yang nyata antara petani yang menjual gabahnya ke LUEP dan yang tidak menjual gabahnya ke LUEP. a. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan total petani dengan nilai koefisien regresi sebesar 37 artinya setiap lama pendidikan petani lebih tinggi satu tahun maka pendapatan akan meningkat sebesar Rp 37.000, ceteris paribus. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan karena teknologi budidaya yang digunakan adalah sama antara petani berpendidikan lebih tinggi dengan petani yang berpendidikan lebih rendah. b. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Keikutsertaan kelompok tani tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan total petani dengan nilai koefisien regresi sebesar -1.213. Artinya, perbedaaan pendapatan petani anggota kelompok tani dengan yang bukan anggota kelompok tani sebesar Rp. 1.213.000, ceteris paribus. Dimana petani yang bukan anggota kelompok tani memiliki pendapatan yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena tidak semua anggota kelompok tani dapat menjual gabahnya ke LUEP karena
71
keterbatasan dana talangan yang diterima. Sehingga ada responden yang menjual gabahnya ke non-LUEP tetapi merupakan anggota kelompok tani. Petani yang menjual gabahnya ke LUEP semuanya merupakan anggota kelompok tani dan jumlah petani anggota kelompok tani yang menjual gabahnya ke non-LUEP sebanyak 4 orang. c. Luas Lahan Luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan total petani pada taraf nyata sepuluh persen dengan nilai koefisien regresi sebesar -1.914, artinya jika luas lahan bertambah sebesar satu hektar maka pendapatan justru akan berkurang sebesar Rp 1.914.000, ceteris paribus. Biaya pengolahan lahan yang tinggi menyebabkan biaya usahatani juga tinggi seiring bertambahnya luas lahan sehingga pendapatan berkurang. d. Biaya Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan total petani dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,880, artinya setiap penambahan biaya untuk tenaga kerja sebesar seribu rupiah hanya akan menyebabkan penurunan pendapatan sebesar Rp 880, ceteris paribus. Pengaruh tidak nyata biaya tenaga kerja terhadap pendapatan karena setiap petani hampir seluruhnya mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja yang relatif sama yaitu ratarata Rp 2.008.947 per hektar. e. Hasil Produksi Hasil produksi mempunyai nilai koefisien sebesar 2.736 dan berpengaruh nyata pada taraf lima persen. Artinya bahwa setiap peningkatan hasil produksi sebesar satu ton, akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp 2.736.000, ceteris
72
paribus. Sehingga untuk dapat meningkatkan pendapatannya, petani harus berupaya untuk dapat meningkatkan hasil produksinya. f. Biaya Saprodi Biaya untuk saprodi berpengaruh nyata pada taraf lima persen dan memiliki nilai koefisien sebesar -1,196. Artinya penambahan biaya untuk penggunaan saprodi sebesar seribu rupiah akan menurunkan pendapatan sebesar Rp 1.196, ceteris paribus. Maka dalam melakukan proses produksi, petani diharapkan dapat meminimumkan biaya untuk penggunaan saprodi agar pendapatan yang diperoleh dapat tinggi. g. Harga Jual Harga jual berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen dengan koefisien sebesar 1.260. Artinya peningkatan harga jual sebesar seribu rupiah akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp 1.260.000, ceteris paribus. Semakin tinggi harga jual yang diterima petani, maka pendapatan mereka akan semakin tinggi. Berdasarkan hal ini, maka harga jual yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh LUEP dapat menolong pendapatan petani. h. Dummy LUEP Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa peubah dummy LUEP berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen dengan nilai koefisien 1.961. Artinya pendapatan petani yang menjual gabahnya ke LUEP lebih besar Rp 1.961.000 dibandingkan dengan petani yang tidak menjual gabahnya ke LUEP untuk setiap satu hektar usahatani yang mereka lakukan. Maka dapat dikatakan bahwa keberadaan LUEP untuk membeli gabah di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur efektif dalam meningkatkan pendapatan petani.
73
6.4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Menjual Gabahnya ke LUEP Efektivitas program DPM-LUEP terhadap pendapatan petani pada
akhirnya dipengaruhi oleh keputusan petani menjual gabahnya. Sehingga dilakukan analisis regresi logistik untuk menduga faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk menjual gabahnya ke LUEP adalah tingkat pendidikan (X1), hasil produksi (X2), status kepemilikan lahan (X3), dan harga yang diterima (X4). Sedangkan variabel respon yaitu penjualan gabah oleh petani ke LUEP dan ke non LUEP (Z). Variabel dependen bernilai 1 untuk petani yang menjual ke LUEP dan bernilai 0 untuk petani yang menjual ke non LUEP. Model yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi petani menjual gabah ke LUEP yaitu model regresi logistik dengan menggunakan metode maksimum likelihood. Hasil pengolahan data dan uji Goodness of Fit dapat dilihat pada Tabel 13. Pada taraf lima persen, nilai uji G untuk model regresi logistik ini adalah 12,111dengan nilai P-value sebesar 0,017. Hal ini menjelaskan minimal ada satu di antara variabel tingkat pendidikan, hasil produksi, status kepemilikan lahan dan harga yang diterima berpengaruh nyata terhadap keputusan petani menjual gabahnya ke LUEP. Dari hasil uji Goodness of Fit yang terdiri dari uji Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow menunjukkan bahwa semua nilai P lebih besar dari lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa model yang diperoleh dari analisis regresi logistik sudah baik (fit). Hasil pengolahan data yang telah diperoleh menunjukkan satu-satunya variabel yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke 74
LUEP yaitu variabel harga yang diterima (X4). Identifikasi dapat dilihat dari nilai P-value variabel tersebut. Nilai P-value variabel harga sebesar 0,031 atau lebih kecil dari lima persen. Sedangkan variabel tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, serta hasil produksi tidak secara nyata mempengaruhi keputusan petani menjual gabah ke LUEP karena nilai P-value lebih besar dari lima persen. Tabel 13. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah Ke LUEP di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 Prediktor
Koefisien
SE Koef
Z
P
Konstanta
-25,4342
11,4440
2,22
0,026
Pendidikan
0,165441
0,257747
0,64
0,521
1,18
Hasil produksi
0,245444
0,232567
1,06
0,291
1,28
Kepemilikan lahan
0,719681
1,07201
0,67
0,502
2,05
Harga
8,31255
3,85802
2,15
0,031*
4.047,69
Odds Ratio
Log-Likelihood = -14,739 Test that all slopes are zero: G = 12,111, DF = 4, P-Value = 0,017 Pearson = 26,5169, DF = 24, P-Value = 0,327 Deviance = 29,4778, DF = 24, P-Value = 0,203 Hosmer-Lemeshow = 5,0813, DF = 8, P-Value = 0,749 Keterangan: * nyata pada taraf nyata 5 % a. Variabel Tingkat Pendidikan Koefisien variabel tingkat pendidikan dari hasil regresi logistik adalah positif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan menyebabkan peluang petani menjual gabah ke LUEP semakin besar. Hubungan tersebut tidak signifikan karena nilai P-value variabel tingkat pendidikan lebih besar dari lima persen sehingga belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan petani menjual gabah ke LUEP. Nilai odds ratio untuk variabel tingkat pendidikan sebesar 1,18. Berdasarkan hal ini maka tidak
75
terdapat perbedaan yang signifikan untuk peluang petani menjual gabah ke LUEP bila terdapat perbedaan tingkat pendidikan karena nilai odds ratio mendekati satu. b. Variabel Status Kepemilikan Lahan Koefisien variabel status kepemilikan lahan dari hasil regresi logistik adalah positif, artinya peluang petani yang memiliki lahannya sendiri lebih besar untuk menjual gabahnya ke LUEP dibandingkan petani yang tidak memiliki lahan. Hubungan tersebut tidak signifikan karena nilai P-value variabel status kepemilikan lahan lebih besar dari lima persen. Nilai odds ratio untuk variabel status kepemilikan lahan sebesar 1,28 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk peluang petani menjual gabah ke LUEP antara petani yang memiliki lahan sendiri dan yang tidak. c. Variabel Hasil Produksi Koefisien variabel hasil produksi dari hasil regresi logistik adalah positif, artinya bertambahnya hasil produksi menyebabkan peluang petani menjual gabah ke LUEP semakin besar. Nilai odds ratio untuk variabel hasil produksi sebesar 2,05. Berdasarkan hal ini maka peluang petani menjual gabah ke LUEP akan meningkat 2,05 kali jika hasil produksi meningkat sebesar satu ton karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Hubungan tersebut tidak signifikan karena nilai Pvalue variabel hasil produksi lebih besar dari lima persen sehingga belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa hasil produksi berpengaruh terhadap keputusan petani menjual gabah ke LUEP. d. Variabel Harga Koefisien variabel harga yang diterima petani dari hasil regresi logistik adalah positif, artinya jika harga semakin tinggi menyebabkan peluang petani
76
menjual gabah ke LUEP semakin besar. Hubungan tersebut signifikan karena nilai P-value variabel harga lebih kecil dari lima persen. Nilai odds ratio untuk variabel harga yang diterima petani sebesar 4.047,69. Berdasarkan hal ini maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk peluang petani menjual gabah ke LUEP bila harga yang diterima petani berbeda. Peluang petani menjual gabah ke LUEP akan meningkat sebesar 4.047,69 kali jika harga yang diterima petani meningkat sebesar seribu rupiah. Harga yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh LUEP menjadi insentif bagi petani untuk menjual gabahnya ke lembaga ini. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa LUEP efektif dalam menolong harga gabah di tingkat petani.
77
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan 1. Harga rata-rata GKP Propinsi Jawa Barat di wilayah DPM-LUEP lebih tinggi dari HPP dan lebih tinggi dibandingkan wilayah non-DPM-LUEP. Hasil dari uji stasioneritas dan uji tanda juga menunjukkan kesimpulan yang serupa. Untuk harga GKG dan beras menunjukkan hal yang sebaliknya dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. 2. DPM-LUEP sudah dapat menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani terlihat dari efektivitas program ini terhadap stabilitas harga GKP tingkat petani di Propinsi Jawa Barat. 3. Tingkat harga yang diterima dan pendapatan petani yang menjual gabahnya ke LUEP di Kecamatan Warungkondang lebih tinggi dari petani yang menjual gabahnya ke non-LUEP. Faktor-faktor yang secara nyata pada taraf lima persen mempengaruhi pendapatan petani di Kecamatan Warungkondang adalah hasil produksi, biaya saprodi dan dummy apakah menjual ke LUEP atau tidak. Luas lahan dan harga jual yang diterima petani mempengaruhi pendapatan petani pada selang kepercayaan 90 persen. 4. Satu-satunya faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani untuk menjual gabahnya ke LUEP adalah harga yang diterima petani.
78
7.2.
Saran 1. Melihat hasil baik yang timbul dari adanya program DPM-LUEP, maka sebaiknya program ini terus dipertahankan dan semakin luas dilaksanakan, khususnya di kecamatan yang belum memperoleh program ini. Berdasarkan hasil dari wawancara dengan pihak LUEP, sebaiknya diperhatikan masalah pencairan dana yang terkadang terlambat dan pengembalian yang dirasa terlalu cepat. 2. Agar dapat lebih menyempurnakan program ini, perbaikan sistem administrasi waktu pencairan dan pengembalian dana serta monitoring kegiatan pembelian gabah petani oleh LUEP di lapangan harus selalu diperhatikan. Selain itu pemilihan pihak-pihak yang memang berhak memperoleh DPM-LUEP dilakukan dengan selektif dan sesuai. 3. Selain untuk komoditas padi, mulai tahun 2007 program DPM-LUEP ini juga dilaksanakan untuk komoditas jagung dan kedelai. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian atau penelitian tentang efektivitas program ini terkait dengan komoditas selain padi tersebut.
79
DAFTAR PUSTAKA Amang, B. dan M. H. Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Kabupaten Cianjur Dalam Angka. Jakarta. _________________. 2006. Jawa Barat Dalam Angka. Jakarta. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons, Inc. New York. Femina, V. D. 2006. Dampak Kebijakan Harga Gabah Terhadap Produksi Padi di Pulau Jawa. Skripsi. IPB, Bogor. Hosmer, D. W. dan Lameshow, S. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons. New York. Hutauruk, J. 1996. Dampak Kebijakan Harga dasar Padi dan Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. Skripsi. IPB,Bogor. Leo, S. A. 2000. Respon Penawaran Padi Indonesia. Skripsi. IPB, Bogor. Lipsey, R. G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Marhamah, M. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik: Studi Kasus di Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. IPB, Bogor. Mulyana, A. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas. Disertasi. IPB, Bogor. Nasution, M. I. 2003. Studi perbandingan pendapatan dan efisiensi usahtani padi program PTT dengan petani non-PTT (Kasus: Implementasi pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) di kabupaten karawang). Skripsi. IPB, Bogor. Noor, A. A. 1989. Efektivitas Pelaksanaan Harga Dasar Gabah di Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. IPB, Bogor. Pindyck, R. S. dan D. Rubinfeld. 1998. Economic Forecast 4th Edition. Mc GrawHill. New York.
80
Ramanathan, R. 1998. Introductory Econometrics with Application, Fourth edition. The Dryden Press , New York. Ritonga, E. 2004. Efektivitas Kebijakan Harga Dasar Beras. Tesis. IPB, Bogor. Simatupang, P. 2005. Evaluasi Pelaksanaan HPP Gabah Tahun 2005. Jurnal. Penelitian Sosial Ekonomi. Soekartawi, A. S., L. D. Jhon dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press, Jakarta. Soekartawi, A. S. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumiati, I. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani SLPHT dan Non SLPHT di Desa Cisalak Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. IPB, Bogor. Trisna, A. 2006. Analisis Kointegrasi Harga Sayuran Penting Berdasarkan Wilayah. Skripsi. IPB, Bogor.
81
Lampiran 1. Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun 2007 Periode April-IV Mei-I Mei-II Mei-III Mei-IV Mei-V Juni-I Juni-II Juni-III Juni-IV Juli-I Juli-II Juli-III Juli-IV Agustus-I Agustus-II Agustus-III Agustus-IV Agustus-V September-I September-II September-III September-IV Oktober-I Oktober-II Oktober-III Oktober-IV Oktober-V
Harga GKP 2038,10 2075,60 1995,55 2029,76 2207,41 2068,37 2260,71 2376,39 2347,22 2372,78 2287,50 2339,29 2375 2255,56 2350 2366,67 2240 2405,56 2268,06 2426,39 2393,06 2413,34 2355,56 2412,50 2430 2519,44 2364,44 2211,11
Harga GKG 2514,29 2511,67 2444,10 2393,04 2490,48 2468,38 2646,35 2651,39 2577,78 2606,95 2550 2614,29 2664,29 2650 2650 2566,67 2540,00 2588,89 2486,11 2677,78 2661,11 2670 2594,72 2666,67 2673,34 2811,11 2596,67 2472,22
Harga Beras 4269,84 4280,95 4191,37 4230 4420,90 4427,08 4476,98 4494,45 4411,11 4283,34 4293,75 4378,57 4442,86 4500 4516,67 4366,67 4326,67 4433,33 4441,67 4438,89 4386,11 4426,67 4413,89 4400 4463,34 4311,11 4456,67 4405,56
82
Lampiran 2. Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Kecamatan Non Program DPM-LUEP, Propinsi Jawa Barat Tahun 2007 Periode April-IV Mei-I Mei-II Mei-III Mei-IV Mei-V Juni-I Juni-II Juni-III Juni-IV Juli-I Juli-II Juli-III Juli-IV Agustus-I Agustus-II Agustus-III Agustus-IV Agustus-V September-I September-II September-III September-IV Oktober-I Oktober-II Oktober-III Oktober-IV Oktober-V
Harga GKP 1979,90 1984,89 2059,52 2155,36 2159,53 2172,22 2206,67 2107,15 2255,56 2216,67 2254,27 2316,67 2270,35 2230 2306,25 2309,17 2231,06 2304,70 2328,57 2333,33 2316,67 2300 2350 2350 2300 2362,50 2300 2450
Harga GKG 2398,44 2405,36 2468,89 2625 2566,66 2527,78 2560 2489,29 2572,22 2541,67 2550,00 2567,54 2666,67 2650 2675 2687,50 2683,33 2650 2650 2666,67 2600 2595,83 2600 2700 2600 2700 2600 2800
Harga Beras 4156,96 4229,02 4264,44 4433,33 4352,38 4455,55 4344,44 4317,86 4377,78 4366,67 4413,89 4333,33 4325 4500 4500 4337,50 4425 4666,67 4700 4700 4491,67 4500 4450 4500 4500 4500 4500 5000
83
Lampiran 3. Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Pandan Wangi Regression Analysis: Pendapatan k versus Pendidikan, Kelompok Tan, ... The regression equation is Pendapatan kotor (ribu rupiah) = Tani + +
Predictor Constant Pendidikan Kelompok Tani Luas Lahan(ha) Hasil Produksi(ton) Tenaga Kerja(Ribu rupiah) Saprodi(Ribu rupiah) LUEP Harga Jual/kg(Ribu Rupiah)
S = 858.632
1914 Luas Lahan(ha) 2736 Hasil Produksi(ton) 0.880 Tenaga Kerja(Ribu rupiah) 1.20 Saprodi(Ribu rupiah) + 1961 LUEP 1260 Harga Jual/kg(Ribu Rupiah)
Coef -2976 36.96 -1213.2 -1914 2735.9 -0.8800 -1.1962 1961.3 1260.1
R-Sq = 98.7%
PRESS = 92852012
2976 + 37.0 Pendidikan - 1213 Kelompok
SE Coef 2047 78.84 748.1 1062 121.0 0.5675 0.2137 784.5 722.3
T -1.45 0.47 -1.62 -1.80 22.61 -1.55 -5.60 2.50 1.74
P 0.161 0.644 0.120 0.086 0.000 0.136 0.000 0.021 0.096
VIF 1.2 5.5 6.3 5.4 7.8 1.8 6.3 1.5
R-Sq(adj) = 98.3%
R-Sq(pred) = 92.41%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 8 21 29
SS 1208482357 15482228 1223964585
Source Pendidikan Kelompok Tani Luas Lahan(ha) Hasil Produksi(ton) Tenaga Kerja(Ribu rupiah) Saprodi(Ribu rupiah) LUEP Harga Jual/kg(Ribu Rupiah)
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
MS 151060295 737249
F 204.90
P 0.000
Seq SS 35157354 138637918 604101594 382898066 12167347 22924636 10351397 2244045
Durbin-Watson statistic = 2.01115 Uji White Heteroscedasticity White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
37.33015 29.64267
Probability Probability
0.000002 0.075854
84
Lampiran 4. Hasil Output Minitab Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Gabah ke LUEP Binary Logistic Regression: LUEP versus Pendidikan, Hasil Produk, ... Link Function: Logit Response Information Variable LUEP
Value 1 0 Total
Count 15 15 30
(Event)
CI Predictor Lower Constant Pendidikan 0.71 Hasil Produksi(ton) 0.81 Kepemilikan Lahan 0.25 Harga Jual/kg(Ribu Rupiah) 2.12 Predictor Constant Pendidikan Hasil Produksi(ton) Kepemilikan Lahan Harga Jual/kg(Ribu Rupiah)
Coef
SE Coef
Z
P
Odds Ratio
-25.4342 0.165441
11.4440 0.257747
-2.22 0.64
0.026 0.521
1.18
0.245444
0.232567
1.06
0.291
1.28
0.719681
1.07201
0.67
0.502
2.05
8.31255
3.85802
2.15
0.031
4074.69
Upper 1.96 2.02 16.79 7836297.73
Log-Likelihood = -14.739 Test that all slopes are zero: G = 12.111, DF = 4, P-Value = 0.017 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 26.5169 29.4778 5.0813
DF 24 24 8
P 0.327 0.203 0.749
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 183 42 0 225
Percent 81.3 18.7 0.0 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.63 0.63 0.32
85
Lampiran 5. Hasil Output Minitab Uji t Two-Sample T-Test and CI: GKG LUEP, GKG NON LUEP Two-sample T for GKG LUEP vs GKG NON LUEP
GKG LUEP GKG NON LUEP
N 28 28
Mean 2587.1 2599.9
StDev 91.8 90.4
SE Mean 17 17
Difference = mu (GKG LUEP) - mu (GKG NON LUEP) Estimate for difference: -12.8425 95% CI for difference: (-61.6806, 35.9957) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.53 = 53
P-Value = 0.600
DF
Two-Sample T-Test and CI: BERAS LUEP, BERAS NON LUEP Two-sample T for BERAS LUEP vs BERAS NON LUEP
BERAS LUEP BERAS NON LUEP
N 28 28
Mean 4384.4 4451
StDev 86.0 167
SE Mean 16 32
Difference = mu (BERAS LUEP) - mu (BERAS NON LUEP) Estimate for difference: -67.0741 95% CI for difference: (-138.9752, 4.8270) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.89 = 40
P-Value = 0.067
DF
Two-Sample T-Test and CI: GKP LUEP, GKP NON LUEP Two-sample T for GKP LUEP vs GKP NON LUEP
GKP LUEP GKP NON LUEP
N 28 28
Mean 2292 2247
StDev 139 112
SE Mean 26 21
Difference = mu (GKP LUEP) - mu (GKP NON LUEP) Estimate for difference: 45.5129 90% CI for difference: (-11.0354, 102.0611) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.35 = 51
P-Value = 0.184
DF
86
Lampiran 6. Hasil Output Eviews Uji Stasioneritas (AUGMENTED DICKEY FULLER TEST) : Level Kecamatan LUEP Null Hypothesis: DISPARITAS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.002387 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0473
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DISPARITAS) Method: Least Squares Date: 03/15/08 Time: 07:29 Sample(adjusted): 2 28 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DISPARITAS(-1) C
-0.517805 1082.340
0.172465 361.5287
-3.002387 2.993788
0.0060 0.0061
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.265016 0.235616 105.9462 280614.7 -163.1715 2.025417
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-1.381111 121.1796 12.23493 12.33091 9.014325 0.006004
Kecamatan non-LUEP Null Hypothesis: DISPARITASNON has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.633740 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0988
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DISPARITASNON)
87
Lampiran 7. Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan LUEP, Jawa Barat April-Oktober 2007
4500 4000
Harga
3500 3000 2500 2000 0
5
10
Variable GKP LUEP BERAS LUEP Disparitas LUEP
15 MINGGU
20
25
30
Lampiran 8. Disparitas Harga Beras dan Gabah di Kecamatan Non-LUEP, Jawa Barat April-Oktober 2007
5000 4500
Harga
4000 3500 3000 2500 2000 0
5 Variable GKP NON LUEP BERAS NON LUEP Disparitas non-LUEP
10
15 MINGGU
20
25
30
88
Lampiran 9 KUISIONER PENELITIAN EFEKTIVITAS PROGRAM DPM-LUEP Nama Lembaga
:
Jenis Lembaga
: Koperasi/ Pabrik Penggilingan/ Gapoktan
Alamat
:
Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten
:
Propinsi
:
Pertanyaan: 1. Dari mana Bapak/Ibu mendapat informasi program DPM LUEP? ................................................................................................................................................. 2. Bagaimana proses pengajuan proposal lembaga ini? (berapa jumlah dana yang diajukan, berapa lama proses persetujuan proposal, hambatan/kesulitan yang dihadapi selama pengajuan proposal) ................................................................................................................................................. 3. Bagaimana syarat yang diharuskan oleh Pemda? apakah memberatkan atau tidak? apa pendapat Bapak/Ibu mengenai syarat tersebut? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 4. Berapa jumlah dana yang diperoleh? berapa lama dana tersebut diberikan setelah persetujuan proposal? Puaskah Bapak/Ibu terhadap dana yang diperoleh? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 5. Dialokasikan kemana saja dana tersebut? ................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................
89
6. Apakah ada kegiatan perencanaan sebelum membeli gabah dari petani? (berapa gabah yang akan dibeli? Waktu pembelian? /………….) ................................................................................................................................................. 7. Apakah ada struktur organisasi yang jelas (pembagian tugas yang jelas)? ................................................................................................................................................. 8. Apakah ada proses pencatatan yang lengkap (administrasi)? Apa saja buku organisasi yang dimiliki? ................................................................................................................................................. 9. Bagaimana Bapak/Ibu mengelola dana program ini? ................................................................................................................................................. 10. Bagaimana cara Bapak/Ibu mencari gabah dari petani? (bekerjasama dengan Gapoktan/membuat pengumuman dari kecamatan/…………………..) ................................................................................................................................................. 11. Berapa harga yang dibayar ke petani? ................................................................................................................................................ 12. Bagaimana
sistem
pembelian
yang
dilakukan?(kontrak/bebas/……………..…) ................................................................................................................................................ 13. Bagaimana
sistem
pembayaran
yang
dilakukan?
(tunai/bayar
kemudian/……….…..) ................................................................................................................................................ 14. Dimana tempat transaksi dilakukan? (di lahan petani saat panen/di tempat LUEP/……….) ................................................................................................................................................. 15. Apakah ada kesulitan dalam proses pembelian gabah ke petani? Sebutkan jika ada! ................................................................................................................................................. 16. Berapa total dana yang digulirkan untuk pembelian hasil panen (gabah) dari petani? Berapa ton gabah yang dibeli? berapa orang petani yang menjual gabahnya? 17. Apakah dana seluruhnya telah terpakai untuk membeli gabah petani? Jika tidak kenapa? Dan apa yang Bapak/Ibu lakukan?
90
18. Strategi apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mengumpulkan dana pinjaman kembali? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 19. Bagaimana
mekanisme
pengembalian
dana?
Berapa
jumlah
yang
dikembalikan? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 20. Apakah hambatan/kesulitan yang ditemui pada saat proses pengembalian? Sebutkan jika ada! ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 21. Apakah pengembalian sudah tepat waktu? Jika tidak mengapa? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 22. Apakah Bapak/Ibu sudah puas terhadap program ini tahun 2007? Jika tidak mengapa? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 23. Apalah Bapak/Ibu mengajukan kembali proposal pada tahun ini? Jia Ya, apa harapan Bapak/Ibu untuk kegiatan tahun ini? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 24. Pendapat Bapak/Ibu terhadap program DPM LUEP? ................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................. 25. Saran dan Kritik untuk program ini? ................................................................................................................................................. .................................................................................................................................................
91
Lampiran 10 KUISIONER EFEKTIVITAS PROGRAM DPM-LUEP TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI NAMA PETANI DESA KECAMATAN KABUPATEN PROPINSI
: : : : :
I. Identitas Petani 1. Umur:………tahun 2. Pendidikan terakhir:……………….. 3. Pengalaman berusahatani:…………………. 4. Pekerjaan sampingan:…………………………… 5. Jika anggota kelompok tani, sebutkan namanya:……………………. 6. Jasa-jasa yang diperoleh dari kegiatan tersebut:…………………. 7. Jika ada koperasi petani di wilayah anda, sebutkan namanya:………………….. 8. Jika menjadi anggota koperasi, jasa apa saja yang anda peroleh dari koperasi tsb:………. II. Gambaran Umum 1. Total luas areal tanam padi:…………Ha a. Milik sendiri:…………Ha b. Lainnya (sewa/bagi hasil/………….):……………….Ha 2. Jika bagi hasil, sistem bagi hasilnya:…………………… 3. Jenis/varietas padi yang biasa ditanam: a. ………………………, dengan luas ………………Ha b. ………………………, dengan luas ………………Ha c. ………………………, dengan luas ………………Ha 4. Frekuensi tanam padi/tahun:…………..kali; pola tanam:……………… 5. Masa tanam padi: MT I bulan ………………………..--……………………… MT II bulan ……………………….--……………………… MT III bulan ………………………--……………………… III.
Biaya Usahatani 3.1 Musim Tanam Terakhir a. Penggunaan dan upah tenaga kerja Jumlah Tenaga Kerja (TK) dan Hari Kerja Jenis Kegiatan (HK) Keluarga Luar Keluarga LK PR LK PR ∑TK HK TK HK TK HK TK HK Pengolahan tanah Penyemaian Pencabutan bibit Penanaman
Upah (Rp)1)
Total HOK LK
PR
LK
Pemupukan Penyiangan
92
PR
Penyemprotan Panen Pasca panen: Pengangkutan Penjemuran ………………….. Total Keterangan: 1) termasuk upah natura (diperhitungkan) b. Penggunaan saprodi dan biaya lain Jenis Saprodi Jumlah Benih Pupuk : Urea TSP KCL NPK ZA Ponska Pupuk kandang Obat-obatan (HPT): ……………………. Sewa Lahan Sewa traktor dan penyemprot Pengairan (irigasi) PBB Iuran desa Transportasi utk saprodi ……………………….. Total c. Peralatan Jenis peralatan
Jumlah/Luas
Harga/satuan (Rp)
Harga/unit (Rp)
Umur ekonomis
Total (Rp)
Penyusutan/th
Traktor Cangkul Arit Golok Garpu Alat penyemprot Mesin giling ………………….
93
IV. Produksi, Penjualan dan harga 1. Volume Produksi, penjualan dan konsumsi dalam satu tahun terakhir Varietas padi Produksi (ton) Penjualan (ton) Konsumsi (ton) Musim Tanam I 1. 2. Musim Tanam II 1. 2. Total 2. Perlakuan terhadap padi hasil panen yang dijual, sebelum dijual: a. Dijemur : ya/tidak, jika ya……………….. b. Dikemas : ya/tidak; jika ya, dikemas dengan…………..dan berat/kemasan……….. c. Disimpan : ya/tidak;jika ya, disimpan di……….ukuran……….m2 3. Penjualan hasil produksi : a. Dijual sekaligus setelah panen b. Dijual bertahap tergantung kebutuhan c. Dijual bertahap tergantung harga d. Dijual sekaligus setelah harga tinggi 4. Penjualan dalam bentuk: a. Gabah kering panen (GKP) b. Gabah kering giling (GKG) c. Sebagian besar GKP, sebagian kecil GKG d. Sebagian besar GKG, sebagian kecil GKP e. Beras 5. Menurut anda berapa rendeman padi gabah yang anda jual?........% - Apakah tingkat rendeman padi yang anda jual menurut pembeli sama dengan menurut anda? Ya/tidak; jika tidak…………….% 6. Penjualan dilakukan : a. Secara individu b. Melalui kelompok c. Melalui koperasi d. ………………… 7. Volume dan harga penjualan dalam satu tahun terakhir Harga tinggi Harga normal Harga rendah Varietas Bulan………….. Bulan…………… Bulan………… Volume Harga Volume Harga Volume Harga (Kg) (Rp/Kg) (Kg) (Rp/Kg) (Kg) (Rp/Kg) 1. 2. 3. 8. a. Faktor apa saja yang menyebabkan harga tinggi ?...................................................... b. Faktor apa saja yang menyebabkan harga rendah ?...................................................... 9. Apakah harga jual yang anda terima sesuai harga pasar yang berlaku saat itu ?ya/tidak
94
- jika tidak, lebih rendah……..rupiah/Kg; lebih tinggi…………………….rupiah/Kg - Alasan tidak sama dengan harga pasar………………………………………………. 10. - Apakah terdapat perbedaan harga menurut kualitas gabah? Ya/tidak - Apakah terdapat perbedaan harga menurut volume? Ya/tidak Perbedaan harga menurut kualitas (varietas tertentu) Grade/kualitas Kriteria* Tingkat harga (Gabah/Beras) (Rp/Kg) 1. 2. 3. * untuk gabah:rendemen, kematangan, keseragaman dll; untuk beras: tingkat patahan, kebersihan dll. V. PROGRAM DPM-LUEP 1. Apakah Anda mengetahui program DPM-LUEP di daerah Anda? Ya/Tidak Jika Ya, darimana Anda mengetahui program ini:…………………….. 2. Apakah Anda menjual hasil panen ke LUEP:Ya/Tidak Jika Ya, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Anda menjual Ke LUEP:…………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………….. …………………………………………………………………………………… …………………………….. Jika Tidak, kemana Anda menjual hasil panen:………………………… Alasan Anda menjual ke pihak tersebut:……………………………….. Tata cara penjualan Uraian (1) 1. 2. 3.
Kegiatan penjualan (2) (3)
(4)
Varietas padi Produksi (Kg) Tujuan
penjualan*) a. Pedagang pengumpul tingkat/kecamatan b. Pengusaha pnggilingan padi/huller c. LUEP 3. Tempat penjualan a. Lahan b. Tempat penjual (rumah, gudang, huller, dll) 4. Volume yang dijual (Kg) 5. Harga (Rp/Kg) 6. Volume yang tidak dijual (Kg)
95
7. Cara penjualan (%) a. Kontrak b. Bebas 8. Cara pembayaran a. Tunai b. Bayar di muka c. Bayar kemudian 9. Cara penyerahan barang (%) a. Di tempat penjual b. Di tempat pembeli 10. Cara menentukan harga jual (%) a. Didominasi oleh pembeli b. Didominasi oleh penjual c. Tawar menawar 11. Informasi harga diperoleh dari Keterangan: *) Penjualan terbesar/tersering 3. Apakah Anda puas dengan harga yang ditetapkan LUEP:……………………….……….. 4. Menurut Anda apakah program DPM-LUEP efektif dalam menjaga kestabilan harga di tingkat petani?....................................................................................................................... ............ 5. Saran Anda untuk program DPM-LUEP:……………………………………….
96