EFEK PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONALYANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea sp.) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526 TERHADAP KESEIMBANGAN MIKROBIOTA FEKAL TIKUS Sprague Dawley BETINA USIA TUA
YULIA INDAH LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1 Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS27526Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Yulia Indah Lestari NRP. I151090131
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRACT
YULIA INDAH LESTARI. The Effect of Feeding Diet Containing Functional Biscuit Enriched with Catfish (Clarias gariepinus), Sweet Potatoes (Ipomoea sp.) Flours and ProbioticEnterococcus faecium IS-27526 Cream on the Profile of Fecal Microbiota of Female Aged Sprague Dawley Rats. Supervised by CLARA M. KUSHARTO, RIMBAWAN, and INGRID S. SURONO. Administration of probiotic E. faecium IS-27526 cream of biscuit is expected to inhibit the growth of E.coli in the rats‟ intestine. Sweet potatoes may have prebiotic effect and helps the growth of good bacteria in the intestine. The aim of the study is to observe the effect of feeding diet containing functional biscuit cream probiotic E. faecium IS-27526 enriched with sweet potatoes and catfish flour on fecal microbiota of rats. Different composition of biscuit cream with and without sweet potatoes flour were administrated and 4 weeks feeding trial using Sprague Dawley rat was conducted in this study. The study assessed profile of fecal microbiota of rats. Administration of probiotic E. faecium IS27526 on biscuit cream tends to reduce the number of fecal coliform regardless of the presence of sweet potatoes flour. The presence of probiotic E. faecium IS27526 and sweet potato flour tend to increase fecal lactic acid bacteria as well as to reduce the fecal coliform of rats. Keywords: functional biscuit, probiotic cream, E. faecium IS-27526, sweet potatoes, fecal microbiota
RINGKASAN
YULIA INDAH LESTARI. Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO, RIMBAWAN, dan INGRID S. SURONO.
Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia menyebabkan lansia mudah terserang berbagai penyakit, diantaranya diare. Penyakit diare yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan kecacatan dan kematian, sehingga kesadaran masyarakat akan pencegahan terhadap penyakit tersebut perlu ditingkatkan. Pencegahan terhadap kejadian diare pada lansia salah satunya dapat dilakukan dengan mengkonsumsi produk pangan yang mengandung probiotik. Keberadaan probiotik dalam pencernaan mampu mempertahankan usus atau pencernaan dari serangan bakteri patogen. Selain probiotik, penambahan prebiotik dalam suatu produk pangan juga dapat menjaga kesehatan pencernaan, sehingga diharapkan penambahan serat ubi jalar yang merupakan prebiotik ke dalam biskuit fungsional dapat membantu probiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap keseimbangan mikrobiota fekal pada tikus Sprague Dawley betina usia tua. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Mikrobiologi Pangan BPPT, Laboratorium Mikrobiologi, Institut Teknologi Indonesia (ITI), Laboratorium Hewan, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2012-Februari 2013. Penelitian terdiri atas beberapa tahap, yaitu modifikasi produk biskuit krim Clarias dengan penyesuaian dengan AKG lansia dan substitusi tepung terigu dengan tepung ubi jalar, uji organoleptik untuk mengetahui preferensi konsumen, analisis sifat kimia biskuit, analisis mikrobiologi krim probiotik, serta percobaan hewan untuk menganalisis efek pemberian perlakuan terhadap total bakteri asam laktat fekal tikus, total bakteri koliform fekal tikus, dan total bakteri anaerob fekal tikus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan hewan di laboratorium. Penelitian menggunakan 30 ekor tikus betina jenis Sprague Dawley dengan usia 5 bulan. Tikus dibagi ke dalam 6 kelompok masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu kelompok A1 (Ransum Standar-Placebo), A2 (Ransum Standar-E.coli), A3 (Ransum Standar-Biskuit F1-Placebo), A4 (Ransum StandarBiskuit F1-E.coli), A5 (Ransum Standar-Biskuit F2-Placebo), A6 (Ransum Standar-Biskuit F2-E.coli). Pencekokan dilakukan selama 7 hari, dengan dosis
cekok 107 cfu/g per hari (sebanyak 0.1 ml kultur E. coli dengan viabilitas 108 log cfu/g), dan pemberian perlakuan berlangsung selama 4 minggu. Pengamatan terhadap berat badan tikus dilakukan setiap 2 hari sekali, dan pengamatan terhadap total bakteri asam laktat (BAL) fekal, bakteri anaerob fekal, serta bakteri koliform fekal dilakukan dalam 3 periode pengamatan, yaitu sebelum perlakuan (minggu 0), minggu ke-2, dan minggu ke-4. Berdasarkan hasil uji organoleptik, biskuit dengan substitusi ubi jalar dengan rasio tepung terigu:tepung ubi jalar sebesar 1:1 palling diminati oleh panelis, dan kemudian biskuit dengan formula ini yang digunakan pada perlakuan sebagai biskuit F2 untuk dibandingkan dengan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar (biskuit F1). Pemberian perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus selama 4 minggu pengamatan. Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari selisih antara berat badan rata-rata tikus pada akhir masa percobaan dengan awal percobaan. Peningkatan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok F1 yang dipapar oleh E. coli (23.0 g), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dipapar tidak terjadi peningkatan, sebaliknya terjadi penurunan berat badan (2.0 g). Hasil sidik ragam terhadap pengaruh pemberian probiotik terhadap berat badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli, jumlah total BAL relatif stabil, bahkan cenderung meningkat pada perlakuan yang menggunakan substitusi tepung ubi jalar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah total BAL fekal tikus antar perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Secara keseluruhan, BAL fekal pada minggu ke-2 cenderung meningkat, dan cenderung menurun pada minggu ke-4. Hasil sidik ragam total bakteri anaerob antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hasil perhitungan viabilitas terhadap kelompok perlakuan kontrol yang dicekok placebo menunjukkanrata-rata jumlah total bakteri anaerob pada minggu ke-2 mengalami cenderung menurun dari 7.17 log cfu/g menjadi 6.82 log cfu/g, dan cenderung meningkat menjadi 7.43log cfu/g pada minggu ke-4. Pola yang sama juga terlihat pada kelompok perlakuan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar yang dicekok placebo, dimana rata-rata jumlah bakteri anaerob cenderung menurun pada minggu ke-2 dari 7.51 log cfu/g menjadi 7.07 log cfu/g, dan cenderung meningkat pada minggu ke-4 menjadi 7.11 log cfu/g. Hasil uji sidik ragam total bakteri koliform fekal menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05). Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan bakterikoliform fekal pada semua perlakuan cenderung menurun. Pada kelompok yang diberi placeebojumlah bakteri koliform yang terdapat dalam fekal tikus mengalami penurunan sejak minggu ke-2 hingga minggu ke-4. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian A6, biskuit krim probiotik E. faecium IS-27526 dengan substitusi sebagian formula dengan tepung ikan lele (Clarias gariepinus)dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.)cenderung meningkatkan total bakteri asam laktat (BAL)fekal dalam tubuh dan cenderung mengurangi total bakteri koliform fekal pada tikus (Sprague Dawley) betina usia tua. Kata kunci: biskuit krim, probiotik, E. faecium IS-27526, fekal mikrobiota, ubi jalar
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL YANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea sp.) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526 TERHADAP KESEIMBANGAN MIKROBIOTA FEKAL TIKUS Sprague Dawley BETINA USIA TUA
YULIA INDAH LESTARI I 151090131
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
Judul Penelitian
Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariep inus) dan Tepung Ubi Jal ar (Ipomo ea sp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus fa ecium IS-27526 terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua
Nama
Yulia Indah Lestari
NIM
1151090131
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr
Dr. Rimbawan
Anggota
MSc. Ketua
Ir. Ingrid Surono, MSc., Ph.D.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
F d?::>
c
j rh. M. Rizal M. Damanik,
-----Z
M~
:mggal Ujian: 11 September 2013
TanggalLulus:
16 SEP 2013
IX
Judul Penelitian :
Nama NIM
: :
Efek Pemberian Biskuit Fungsionalyang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoeasp.) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526terhadapKeseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Sprague Dawley Betina Usia Tua Yulia Indah Lestari I151090131
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc. Ketua
Dr. Rimbawan Anggota
Ir. Ingrid Surono, MSc., Ph.D. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
a.n Dekan Sekretaris Program Magister
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD
Prof. Dr. Ir.Nahrowi, MSc.
Tanggal Ujian: 11 September 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, Msc.; Bapak Dr. Rimbawan; dan Ibu Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. Selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan selama ini, serta perhatian dan dukungannya yang luar biasa dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan studi 2. Bapak drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku Ketua Program Studi Pascasarjana yang telah bersedia menjadi moderator dalam Ujian Tesis, dan memberikan masukan-masukan dalam perbaikan tesis 3. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi yang telah bersedia menjadi Penguji Luar Komisi Pembimbing dalam Ujian Tesis, dan memberikan saran dan masukan yang amat berharga bagi penyempurnaan tesis ini. 4. Ibu Ir.Darti Nurani, MSi, selaku kepala Laboratorium Mikrobiologi ITI, yang telah membantu dan memfasilitasi analisis mikrobiologi di laboratorium ITI selama pengambilan data 5. Mbak Ari, Bapak Taufik, Ibu Sri, Bapak Adi dan staff Laboratorium Mikrobiologi Pangan SEAFAST yang telah membantu penulis selama proses pengambilan data 6. Seluruh dosen Ilmu Gizi Masyarakat yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan 7. Papa Wibowo Luhtadi, Mama Erna Handayani, Mbak Trully, Mbak Aline, Mbak Anggi dan Saudara-saudara atas do‟a, dan dorongannya selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB 8. Yusuf WiraTamtama atas segala dukungan, motivasi, semangat, do‟a, perhatian dan kasih sayang, serta kepercayaannya selama ini kepada penulis
x
9. Rekan-rekan mahasiswa S2 GM-IPB 2009 khususnya Dian Savitri, yang telah banyak membantu penulis selama proses pengambilan data dan pengolahan data. Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, namun semoga karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang gizi masyarakat. Terima kasih.
Bogor, September 2013 Yulia Indah Lestari
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1985 dari bapak Wibowo Luhtadi dan ibu Erna Handayani dengan tiga orang kakak (Trullia Veranny S.Sos, Aline Prilareza S.Sos, dan Anggia Miranti SE, Ak). Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Berdikari Jakarta Selatan. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 04 pagi Cilandak Barat, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 68 Cipete Jakarta Selatan. Pada tahun 2000-2003 penulis menempuh pendidikan di SMUN 34 Pondok Labu, Jakarta Selatan. Pada tahun 2003, penulis sempat mengambil studi di D3 Farmasi Universitas Indonesia, namun kemudian di tahun selanjutnya pindah ke jurusan Biologi di universitas yang sama, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis masuk di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Jurusan Biologi, dan menyelesaikan perkuliahan S1 pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Program Pascasarjana IPB pada Fakultas Ekologi Manusia Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat. Saat ini penulis bekerja sebagai guru kelas di Sekolah SD Cikal, Cilandak.
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA ................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................... 1 Tujuan................................................................................................ 3 Hipotesis............................................................................................ 3 Manfaat.............................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Probiotik………................................................................................. 4. Enterococcus faecium IS-27526........................................................ 4 Escherichia coli................................................................................. 5 Ubi Jalar (Ipomoea sp.) ..................................................................... 5 Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) ............................................ 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 10 Bahan dan Alat .................................................................................. 10 Metode............................................................................................... 12 Modifikasi Biskuit Krim Probiotik…................................................ 12 Pembuatan Krim Probiotik................................................................ 13 Percobaan pada Hewan..................................................................... 14 Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Tikus Percobaan......... 14 Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan............................. 15 Analisis Bakteri Fekal Koliform Tikus Percobaan............................ 15 Rancangan Percobaan........................................................................ 16 Pengolahan dan Analisis data ........................................................... 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Probiotik…….................................................. 17 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Berat Badan Tikus...... 18 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL)……………………………………………. . 19 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Anaerob.............................................................................................. 21 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri Fekal Koliform........... 23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... 26
xiii
Saran ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
26 27
LAMPIRAN..................................................................................................
31
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman 1. FormulaBiskuit Probiotik...................................................................... 13 2. Komposisi Krim Probiotik.................................................................... 13 3. Pengelompokan Tikus Berdasarkan Jenis Perlakuan...........................
14
4. Karakteristik Biskuit ........................................................................... 17 5. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan.............. 37 6. Perubahan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada Minggu ke-2 terhadap Minggu ke-0........................................................................... 38 7. Perubahan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2........................................................................... 38 8. Perubahan Total Bakteri Fekal Anaerob pada Minggu ke-2 terhadap Minggu ke-0........................................................................................... 39 9.
Perubahan Total Bakteri Fekal Anaerob pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2.................................................................................................
39
10. Perubahan Total Bakteri Fekal Koliform pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2.................................................................................................
40
11. Perubahan Total Bakteri Fekal Koliform pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2.................................................................................................
40
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Tikus Percobaan dan Kandang……....................................................
11
2. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ..........
19
3. Peningkatan Total Bakteri Fekal Asam Laktat pada Minggu ke-0, 2 dan 4.. .......................................................................
21
5. Peningkatan Total Bakteri Fekal Anaerob pada Minggu Ke-0, 2, dan 4..... ...................................................................
23
6. Penurunan Total Bakteri Fekal Koliform pada Minggu Ke-0, 2, dan 4....... .................................................................
xvi
24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Metode Analisis Sifat Kimia Biskuit................................................
31
2.
Kuesioner Uji Organoleptik Biskuit untuk Panelis Lansia.............
34
3.
Pembuatan Ransum Tikus Percobaan...............................................
35
4.
Metode Analisis Mikrobiologi Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL), Bakteri Fekal Anaerob, dan Bakteri Fekal Koliform Tikus............
36
5.
Peningkatan Berat Badan Tikus Selama 4 Minggu............................. 38
6.
Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Bakteri Fekal Asam Laktat Tikus.................................. 39
7.
Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Bakteri Fekal Anaerob Tikus......................................... 40
8.
Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Fekal Koliform Tikus....................................................
9.
41
Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap Bakteri Fekal Asam Laktat...............................................................
42
10. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap Bakteri Fekal Asam Laktat................................................................
43
11. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan terhadap Bakteri Fekal Asam Laktat................................................................. 44
xvii
PENDAHULUAN Latar Belakang Penurunan bertambahnya
fungsi
usia.
tubuh
secara
alamiah
terjadi
sejalan
dengan
Penurunan
fungsi
fisiologis
tubuh
sejalan
dengan
pertambahan usia dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan yang dikenal dengan penyakit degeneratif, selain itu juga akan berdampak pada mudahnya terkena infeksi, karena sistem kekebalan tubuh yang mulai menurun. Penurunan fungsi internal umumnya terjadi pada sistem kardiovaskular, pernafasan, syaraf, sensori, dan pencernaan. Penurunan fungsi organ pencernaan dapat menyebabkan lansia mudah terserang penyakit diare, baik dikarenakan oleh bakteri, maupun penyebab lainnya. Kesadaran akan pentingnya mengatasi diare pada lansia perlu ditingkatkan, mengingat banyaknya kecacatan dan kematian pada lansia yang dapat disebabkan oleh diare (Greenough, 2005). Penyakit diare disebabkan oleh lingkungan dan penggunaan air yang tidak bersih, serta infeksi bakteri atau virus seperti Rotavirus, Escherichia coli, dan Campylobacter (Solis et al. 2002). Kurangnya akses terhadap air bersih menyebabkan bakteri enteropatogen, seperti E. coli pada air yang tidak bersih mampu menginfeksi dan menyebabkan diare pada manusia. Di Indonesia, akses terhadap air bersih masih rendah, sehingga salah satu usaha pencegahan terjadinya diare antara lain dengan meningkatkan sistem imun manusia itu sendiri. Peningkatan sistem imun tubuh dapat diperoleh dengan menerapkan gaya hidup sehat, seperti makanan tambahan dengan konsep makanan fungsional yang sekarang ini mulai diminati masyarakat (Rieuwpassa, 2006). Penambahan probiotik sebagai salah satu komponen makanan fungsional dapat memberikan berbagai manfaat untuk kesehatan, antara lain penurunan dan pencegahan diare, peningkatan keseimbangan mikroba usus dan stimulasi sistem imun. Beberapa penelitian mengenai probiotik sebelumnya telah banyak dilakukan. Rieuwpassa (2006) telah menambahkan isolat Enterococcus faecium IS-27526 yang diisolasi dari dadih ke dalam krim probiotik pada biskuit. Demikian pula dengan penelitian Collado et al. pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa E. faecium IS-27526 mampu menempel dengan baik pada mukosa usus. Selanjutnya Harianti (2009) yang melakukan pengembangan produk 1
probiotik dengan memanfaatkan metode mikroenkapsulasi Fluid Bed Dryer (FBD) yang bertujuan untuk mempertahankan viabilitas probiotik. Pada tahun 2011, Surono et al.melaporkan pengaruh pemberian probiotik E. faecium IS27526 terhadap peningkatan berat badan dan kandungan sIgA pada saliva anak pra-sekolah, di mana penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada peningkatan berat badan dan kadar sIgA saliva maupun sekretori responden yang mengkonsumsi susu UHT yang mengandung probiotik E. faecium IS-27526. Penurunan fungsi saluran pencernaan pada lansia dapat menyebabkan para lansia mudah terserang penyakit, salah satunya diare. Keberadaan bakteri penyebab diare dari berbagai sumber dapat dengan mudah menginfeksi saluran pencernaan lansia, sehingga penambahan probiotik atau prebiotik dalam produk pangan sehari-hari diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sistem pencernaan. Ubi jalar merupakan pangan yang berasal dari benua Amerika, termasuk family convolvulaceae. Sebagai tanaman sumber karbohidrat, ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang cukup tinggi, tetapi memiliki kandungan protein rendah yaitu 1,47 g per 100 g bahan (Juanda & Cahyono, 2000). Penggunaan ubi jalar sebagai prebiotik dalam pangan telah umum dilakukan, sehingga penambahan tepung ubi jalar pada biskuit probiotik kemungkinan dapat membantu mengurangi kejadian diare pada lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemberian krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap keseimbangan mikrobiota fekal tikus Sprague Dawley betina usia tua. Tujuan khususnya antara lain mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 terhadap total bakteri fekal asam laktat (BAL); mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 terhadap total bakteri fekal koliform; dan mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 terhadap total bakteri fekal anaerob.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemberian krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) terhadap keseimbangan mikrobiota fekal tikus Sprague Dawley betina usia tua.
Tujuan Khusus 1. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar terhadap total bakteri fekal asam laktat (BAL) tikus 2. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar terhadap total bakteri fekal anaerob tikus 3. Mengkaji pengaruh E. faecium IS-27526 maupun kombinasi dengan ubi jalar terhadap total bakteri fekal koliform tikus
Hipotesis penelitian 1. Ubi jalar memberikan efek prebiotik 2. E. faecium IS-27526 menjaga keseimbangan mikrobiota fekal
Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti ilmiah dan informasi mengenai kemampuan ubi jalar dalam memberikan efek prebiotik pada bakteri asam laktat (BAL) dalam usus, sehingga dapat diterapkan dalam produk konsumsi sehari-hari yang mampu berperan dalam menjaga keseimbangan mikrobiota dalam sistem pencernaan lansia, mencegah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan
diare, dan menjaga status kesehatan dan gizi, khususnya para
lansia.
3
TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh secara aktif dalam meningkatkan kesehatan manusia dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup, yaitu 107 – 108 koloni per gram. Pengertian probiotik yang dianggap paling tepat dan sering digunakan sampai sekarang adalah kultur tunggal ataupun campuran dari mikrobia hidup yang dikonsumsi manusia atau hewan yang memiliki efek menguntungkan bagi inangnya dengan cara menjaga keseimbangan mikroflora alami yang ada dalam tubuh (Havenaar et al. 1992). Beberapa kriteria dan persyaratan suatu mikroorganisme dikatakan sebagai probiotik yang efektif dan menguntungkan bagi kesehatan adalah berasal dari manusia (human origin), stabil terhadap asam maupun cairan empedu, dapat menempel (adhesi) pada usus manusia, membentuk koloni pada manusia, bersifat antagonis terhadap bakteri patogen, meningkatkan sistem imun, secara klinis terbukti efektif terhadap kesehatan, dan aman untuk dikonsumsi. Viabilitas dari bakteri probiotik dalam suatu produk sangat mempengaruhi efikasi dari probiotik. Bakteri probiotik harus bisa bertahan selama proses pembuatan, penyimpanan produk dan bertahan terhadap kondisi asam lambung, enzim dan garam empedu yang terdapat dalam usus halus. Untuk meningkatkan viabilitas selama menempuh jalur pencernaan dan meningkatkan stabilitas saat penyimpanan, dapat digunakan teknik mikroenkapsulasi probiotik (Siro et al., 2008)
Enterococcus faecium IS-27526 Enterococcus faecium IS-27526 adalah probiotik yang diisolasi dari dadih fermentasi tradisional susu kerbau asal Sumatera Barat (Akuzawa dan Surono, 2002).
Escherichia coli
4
Escherichia coli (E. coli) merupakan spesies dari genus Escherichia yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. E.coli memiliki bentuk batang, bersifat motil dan gram negatif (Nataro & Kaper 1998). E. coli merupakan flora normal usus besar manusia dan bersifat anaerob fakultatif. Menurut modifikasi bagan Kauffman, serotype E.coli dibagi berdasarkan profil antigen permukaan O (somatic), H (flagellar) dan K (capsullar)-nya (Nataro & Kaper 1998). Seluruhnya terdapat 170 antigen O yang berbeda dimana masing-masing didefinisikan sebagai satu serogrup. Analisis serotype ini yang dijadikan factor virulensi spesifik untuk identifikasi strain E.coli penyebab diare. Antigen O dan K merupakan polisakarida yang melindungi mikroba dari efek bakterisidal dari komplemen dan sel pagosit pada kondisi tidak adanya antibody spesifik (Gross 1995). Nataro & Kaper (1998) membagi E.coli penyebab diare ke dalam 6 strain, yaitu enteropatogenic E.coli (EPEC), enterotoxigenic E.coli (ETEC), enterohemorrhagic E.coli (EHEC), enteroaggregative E.coli (EAEC), enteroinvasive E.coli (EIEC) dan diffusely adherent E.coli (DAEC).
Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Ubi jalar (Ipomoea sp.) termasuk ke dalam divisi subdivisi
Spermatophyta,
Angiospermae, kelas Dicothyledone, ordo Solanaceae, family
Convolvulaceae, genus Ipomeae dan spesies Ipomoea sp. Pada umumnya ubijalar dibagi dalam dua genus yaitu ubi jalar yang bermubi lunak karena banyakmengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati (Lingga
et al.
1986). Menurut Palmer (1982), jenis
oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar adalah rafinosa. Pada ubi jalar yang sudah dimasak juga masih terdapat rafinosa dan tidak dapat dicerna. Adijuwana (2005) mengidentifikasi kandungan rafinosa dari tiga jenis varietas ubi jalar (ubi jalar putih varietas Jago dan Sukuh serta ubi jalar merah klon BB00105.10) dengan metode kromatografi kertas. Hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa kadar rafinosa pada ubi jalar yang tidak dikukus berturutturut adalah 2.97% (varietas Sukuh), 2.27% (varietas Jago), 1.26% (ubi jalar merah). Sedangkan pada ubi jalar dengan pengukusan tidak diperoleh spot yang memiliki Rf sebanding dengan Rf standar rafinosa. Identifikasi lanjut ekstrak
5
oligosakarida pada ubi jalar Sukuh yang memiliki kadar rafinosa tertinggi, menunjukkan bahwa selain rafinosa juga terdapat sukrosa, maltosa dan maltotriosa. Hasil penelitian Suryadjaya (2005), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi jalar pada tikus Sprague Dawley selama 10 hari dapat menekan jumlah E.coli dalam feses sebesar 2.35 log cfu/g namun meningkatkan jumlah BAL sebesar 0.28 log cfu/g. Oligosakarida dapat berubah setelah mengalami proses pengolahan. Menurut Jood et al. (1985), kadar sukrosa, rafinosa, stakiosa dan verbakosa yang terkandung dalam lima jenis leguminose yang diuji (Phaseolus vulgaris, Cicer areitinium, Phaseolus mungo, Cajanus cajan dan Vicia vaba) mengalami penurunan setelah dilakukan proses perendaman air maupun larutan sodium bikarbonat, pemasakan, pemasakan dengan otoklaf pada biji yang sudahdirendam, germinasi maupun penggorengan biji yang sudah berkecambah. Senyawa prebiotik idak dapat dicerna oleh usus halus dan akan mencapai usus besar, kemudian difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan
BAL.
Fermentasi
oligosakarida
oleh
bakteri
usus
akan
menghasilkan energi metabolisme dan asam lemah rantai pendek (terutama asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994). Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan seperti
Bifidobacterium dan
Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase
bakteri pembusuk seperti E. coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan menurun. Menurut Tomomatsu (1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella
dan
E. coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat
antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat: menunda pengosongan lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan,
6
meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid atau SCFA), menurunkan pH dan produksi amonia. Kombinasi dan efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare), penyakit kardiovaskuler dan kanker usus (Zietner dan Gibson 1998). Sumber prebiotik alami terdapat dalam air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung colostrum, yaitu N-acetyl glucosamine (Ballongue 2004), yang dicerna dalam usus kurang dari 5% dan dapat mendukung pertumbuhan
Bifidobacteria (Ballongue 2004 dan Surono 2004). Sumber
prebiotik lain dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran seperti bawang merah, bawang putih, pisang, asparagus, oligosakarida kedelai. Selain terdapat dalam buah dan sayuran, prebiotik juga terdapat dalam umbi-umbian seperti rafinosa dalam ubi jalar (Palmer 1982, Adijuwana 2005), oligofruktosa dan rafinosa dalam ubi garut dan ganyong (Krisnayudha 2007). Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida (seperti: rafinosa, stakiosa, GOS, FOS, inulin), beberapa disakarida dan alternative sumber prebiotik lain (seperti: laktitol, sorbitol) dan serat makanan yang tidak diserap oleh usus halus.
a. Oligosakarida Oligosakarida merupakan gula-gula yang terdiri dari 2 sampai 20 unit sakarida atau karbohidrat sederhana (Manning dan Gibson 2004). Menurut Oku (1994), oligosakarida terutama terdiri dari verbakosa, stakiosa dan rafinosa yang memiliki ikatan
α-galakto-glukosa dan
α-galakto-galaktosa. Oligosakarida yang tidak
dicerna dan diserap dalam usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus. Rafinosa. Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak dapat dicerna oleh enzimenzim pencernaan manusia, yaitu α-galaktosidase, sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energy metabolisme yang lebih rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan efek pada sekresi insulin dari pankreas,
7
mencegah penyakit gigi dan dapat meningkatkan mikroflora usus (Oku 1994). Di dalam kolon, rafinosa dapat menstimulir pertumbuhan Bifidobacterium spp dan Bacteriodes spp. Menurut Benno et al. (1987) diacu dalam Salminen et al. (1998), menunjukkan bahwa pemberian rafinosa pada manusia sebesar 15 g/hari dapat menaikkan jumlah bifidobakteria feses secara signifikan dan menurunkan jumlah Clostridium spp dan Bacteriodaceae, terjadi penurunan pH fekal selama mengkonsumsi rafinosa. Rafinosa dapat diperoleh dari purifikasi beberapa tanaman Oligosakarida kedelai. Dalam oligosakarida kedelai terdapat rafinosa, stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa. Oligosakarida kedelai dibuat dari kedelai atau whey kedelai melalui proses ekstraksi dan purifikasi. Oligosakarida bersifat stabil terhadap panas maupun asam, stabilitasnya lebih baik dibandingkan dengan sukrosa. Hayakawa et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), membuktikan bahwa secara in vitro, stakiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh Bifidobacterium spp. Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan, menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya. Fruktooligosakarida (FOS). FOS merupakan oligosakarida yang tidak dapat dicerna. Konsumsi FOS sebesar 4-20 g/hari dapat meningkatkan pertumbuhan bifidobacteria, menurunkan jumlah bacteroides dan clostridia fekal, meningkatkan berat feses, mudah buang air besar, menurunkan pembentukan bahan-bahan putrefaktif (Gibson et al. 1995 diacu dalam Salminen et al. 1998). Galaktooligosakarida (GOS).
Galaktooligosakarida yang terdapat dalam susu
sapi, air susu ibu (ASI) dan yoghurt dapat menstimulir pertumbuhan bifidobacteria. Menurut Ito et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), enzim β-D-galaktosidase dari Aspergillus oryzae dan Streptococcus thermophillus dapat memecah laktosa menjadi galaktooligosakarida. Terjadi perubahan mikroflora usus secara nyata apabila mengkonsumsi galaktooligosakarida sebesar 10 g/hari. Galaktosil Laktosa (GL). GL merupakan trisakarida yang terdapat dalam ASI. GL yang dibuat secara komersial dan ditambahkan dalam infant formula mampu menstimulir pertumbuhan bifidobacteria pada pencernaan balita (Salminen et al. 1998). Palatinosa. Palatinosa digunakan sebagai bahan pemanis
8
non karsinogen. Palatinosa dapat dicerna, namun daya cerna palatinosa kondensat belum diketahui dengan jelas. Khasimura et al. (1989) diacu dalam Salminen et al. (1998), pemberian palatinosa dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses.
b. Disakarida dan alternatif sumber prebiotik lainnya Laktulosa, laktitol, xilitol, sorbitol dan mannitol merupakan bahan pengganti atau alternatif oligosakarida. Bahan-bahan tersebut dapat dicerna namun lambat dan dapat difermentasi oleh BAL dalam kolon. Laktolosa, laktitol dan xilitol berpengaruh sangat baik terhadap peningkatan mikroflora usus. Namun demikian konsumsi laktulosa, laktitol, xilitol, dan mannitol yang tinggi dapat menurunkan toleransinya (Salminen dan Salminen 1989 diacu dalam Salminen et al. 1998).
Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan harga yang relatif terjangkau. Protein dalam ikan lele cukup tinggi yaitu sebesar 17%. Kandungan asam amino ikan lele juga cukup lengkap terutama kandungan asam amino lisinnya yang tinggi, yaitu 10.5%. Tingginya kandungan air pada ikan lele menyebabkan daging ikan mudah rusak, sehingga pengolahannya yang tepat untuk digunakan dalam berbagai jenis produk pangan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Kandungan protein ikan lele setelah diolah menjadi tepung cukup tinggi, yaitu berkisar 56-64% (Mervina 2009). Penambahan tepung ikan lele telah terbukti memberikan banyak manfaat, diantaranya hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2011), yang menunjukkan adanya peningkatan kadar protein pada produk pangan berupa mie ubi jalar. Ferazuma (2012) melaporkan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada crackers yang diberi tepung ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai sumber kalsium.
9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni 2012-Februari 2013, merupakan bagian dari Penelitian payung berjudul: Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia, yang dibiayai oleh Program Penelitian Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu formula biskuit fungsional dan perlakuan pada tikus percobaan. Formula biskuit fungsional dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan pada hewan percobaan dengan lama perlakuan 4 minggu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Mikrobiologi Pangan BPPT Serpong, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Percobaan Hewan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian terdiri atas 2 tahapan, yaitu formulasi biskuit krim ikan lele fungsional yang disesuaikan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia, dan perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu. Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula, telur, tepung ikan lele, tepung kedelai, tepung terigu, tepung ubi jalar, dan butter. Bahan untuk pembuatan krim probiotik antara lain biomassa Enterococcus faecium IS-27526, butter, margarine, susu, gula halus, putih telur, dan air jeruk nipis. Bahan-bahan yang digunakan dalam perlakuan pada tikus adalah kultur Escherichia coli, tikus betina Sprague Dawley usia tua,bahan untuk pembuatan ransum (CMC, kasein, minyak kelapa, tepung maizena, vitamin dan mineral mix, dan air), dan bahan analisis mikrobiologi (MRSA, PCA, VRBA, NaCl, Buffer Phosphat).
10
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah untuk membuat biskuit yaitu mixer, alat cetak kue, oven, dan alat pendukung lainnya. Peralatan lainnya yang juga digunakan dalam penelitian ini diantaranya alat timbang, alat cekok, laminar flow, vortex, shaker incubator, autoclave, fermentor, dan cool centrifuge, neraca analitik, refrigerator, bunsen, gelas ukur, tabung slinder kimia, pipet tetes, Erlenmeyer, cryotube, tabung reaksi dan rak tabung. Peralatan untuk uji mikrobiologi antara lain menggunakan cawan petri, mikropipet, oven, autoklaf, vortex, dan alat penghitung koloni (colony counter).
Gambar 1. Tikus Percobaan dan Kandang
11
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan hewan di laboratorium. Penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu formulasi biskuit krim ikan lele fungsional yang disesuaikan dengan AKG lansia, dan perlakuan kepada tikus percobaan selama 4 minggu untuk menganalisis pengaruh pemberian perlakuan terhadap perubahan berat badan tikus, total bakteri asam laktat, bakteri anaerob, dan koliform fekal tikus.
Modifikasi Biskuit Fungsional Pembuatan biskuit fungsional mengacu pada resep biskuit untuk balita (Kusharto et al, 2012; Mervina 2009) dengan penyesuaian terhadap nilai AKG untuk lansia. Bahan yang digunakan dalam biskuit fungsional Kusharto dkk. (2012) adalah tepung terigu protein rendah, gula bubuk, tepung susu, telur, mentega, margarin, baking powder, dan soda kue. Modifikasi dilakukan dengan tidak menggunakan bahan margarin, tepung susu, soda kue, dan baking powder serta substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar. Dengan tidak digunakannya margarin, maka jumlah mentega yang digunakan menjadi bertambah. Soda kue dan baking powder tidak digunakan karena kesan “after taste” pahit yang ditinggalkan. Pada formula yang ini digunakan garam yang bertujuan untuk membantu menciptakan tekstur biskuit yang tidak terlalu padat. Selanjutnya, substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar bertujuan untuk menambah kadar serat pangan dalam biskuit, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan probiotik karena ubi jalar termasuk prebiotik. Proses pembuatan biskuit diawali dengan mencampur gula bubuk dan mentega, lalu dihomogenkan menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi hingga warnanya memucat. hingga
agak
Kemudian tambahkan telur, dan kembali dihomogenkan
mengembang.
Selanjutnya,
bahan-bahan
berbentuk
tepung
ditambahkan ke dalam adonan sambil dihomogenkan menggunakan mixer dengan kecepatan rendah hingga kalis, dan adonan didiamkan selama beberapa menit agar lebih mudah dibentuk dan dicetak. Setelah didiamkan beberapa menit, adonan dipipihkan setebal ± 0.5 cm, lalu dicetak. Pemanggangan dilakukan selama ± 20 menit dengan suhu awal 140°C dan suhu akhir 160°C.
12
Terdapat beberapa formula awal dengan variasi rasio antara tepung terigu dan tepung ubi jalar. Biskuit fungsional yang dibuat kemudian diuji organoleptik kepada 30 orang lansia, dan diuji sifat fisik dan kimianya. Selanjutnya, dari beberapa formula dipilih satu formula yang paling diminati oleh panelis untuk kemudian diujikan kepada tikus percobaan. Pemberian biskuit krim kepada tikus dilakukan dengan menghancurkan biskuit krim dan mencampurkannya ke dalam ransum mereka setiap hari. Tabel 1. Formula Biskuit Probiotik per 500 g No.
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Gula Telur Tepung Kepala Tepung Badan Isolat Kedelai Tepung Terigu Tepung Ubi Jalar Butter Oil Substitute (BOS)
Biskuit Balita (Kusharto 2012) 100 1 6 14 40 100 20
F1 125 1 7.5 17.5 50 150 150
F2 125 1 7.5 17.5 50 75 75 15
Pembuatan Krim Probiotik Formula yang digunakan dalam pembuatan krim probiotik mengacu pada hasil penelitian Rieuwpassa (2006). Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. faecium IS-27526 yang telah memenuhi syarat bakteri sebagai probiotik, yaitu aman dikonsumsi, tahan asam, garam empedu, dan lisozim, memiliki kemampuan menempel dan berkolonisasi dengan cukup baik dan mampu berkompetisi dengan patogen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan (Surono 2003). Komposisi krim yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 2. Komposisi Krim No.
Bahan
Jumlah
1
Mentega (unsalted)
10 g
2
Margarin
10 g
3
Gula Halus
75 g
4
Susu Cair
5 ml
Menurut Tannock (1999), salah satu syarat produk probiotik adalah kandungan mikroba hidup sebesar 106-108 cfu/g. Oleh karena hal tersebut, maka
13
pada penelitian ini, dalam setangkup biskuit krim terdapat 108 cfu/g probiotik E. faecium IS-27526 yang telah terintegrasi dalam krim. Penghitungan banyaknya pasta probiotik yang digunakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Berat krim yang dibuat (1000 g) x Jumlah Probiotik yang diinginkan (108 cfu/g) Hasil Uji Viabilitas pasta BAL (4.8 x 1010 cfu/g) Percobaan pada Hewan Penelitian selanjutnya adalah pemberian biskuit krim kepada tikus melalui beberapa perlakuan.
Masing-masing tikus mendapatkan biskuit sebanyak 1
biskuit lalu ditambahkan ke dalam ransum standar. Penelitian ini menggunakan hewan sebanyak 30 ekor tikus betina Sprague Dawley usia 5 bulan dengan syarat sehat, dan berat badan yang hampir sama. Tikus ditempatkan pada kandang per individu dan diadaptasikan selama 5-7 hari dengan memberikan ransum standar. Pemberian ransum standar dilakukan setiap pagi. Komposisi dan cara pembuatan ransum standar dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah masa adaptasi, tikus ditimbang dan dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Pembagian Kelompok Perlakuan Tikus Kelompok A1 = A2 = A3 = A4 = A5 = A6 =
Perlakuan Ransum Standar + Placebo Ransum Standar + E. coli Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + Placebo Ransum Standar + Biskuit Krim F1 + E. coli Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + Placebo Ransum Standar + Biskuit Krim F2 + E. coli
Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Tikus Percobaan Perhitungan jumlah bakteri asam laktat bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri asam laktat pada feses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran tertentu pada medium deMan Rogosa Agar (MRSA) steril yang
14
diberi indicator bromocresol purple ke dalam cawan petri. Perhitungan jumlah koloni bakteri asam laktat yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 48 jam.
Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan Perhitungan jumlah bakteri anaerob bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian E. faecium IS-27526 terhadap jumlah total bakteri anaerob pada feses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran tertentu pada medium Plate Count Agar (PCA) steril dalam cawan petri, yang kemudian diberi lapisan Bacto Agar pada lapisan atas, untuk memberi kondisi anaerob. Perhitungan jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24-48 jam.
Analisis Bakteri Fekal Koliform Tikus Percobaan Analisis bakteri koliform fekal tikus dilakukan dengan menanam sampel pada medium yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri koliform Violet Red Bile Agar (VRBA) dan menghitung total bakteri koliform yang tumbuh setelah diinkubasi selama 24 jam. Koloni tipikal bakteri koliform adalah koloni dengan warna hijau metalik, permukaannya mengilat, conveks, diameter 1-2 mm, sel berbentuk batang, gram negative, dan katalase positif.
15
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL). Model matematika
rancangan
penelitian adalah sebagai berikut: Yij = µ + αi + єij Dimana Yij
: variabel yang dianalisis
µ
: pengaruh rata-rata yang sebenarnya
αi
: pengaruh perlakuan ke-i
Єij
: pengaruh pengacakan unit j dari perlakuan ke-i
Banyaknya jumlah tikus Sprague dawley yang digunakan dalam percobaan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: (t-1) (r-1) ≥ 15
dimana : t : banyaknya kelompok perlakuan r: jumlah ulangan
Dengan 6 kelompok perlakuan, maka hasil perhitungan untuk banyaknya jumlah tikus Sprague dawley yang digunakan adalah 4 ekor untuk setiap kelompok. Kemudian dengan kemungkinan adanya tikus yang mati, maka banyaknya tikus menjadi 5 ekor pada setiap kelompok.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel for Windows dan SPSS 16.0.Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA,untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Probiotik Formulasi awal biskuit dilakukan dengan memodifikasi formula dasar biskuit fungsional Kusharto, et. al. (2012) dan Mervina (2009), dengan menyesuaikan dengan AKG lansia, dan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung ubi jalar. Setelah membuat formula, dan menguji organoleptik beberapa formula biskuit, selanjutnya dipilih dua formula biskuit yang akan digunakan dalam penelitian. Terdapat dua formula biskuit yang digunakan dalam perlakuan, yaitu F1 merupakan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar, sedangkan biskuit F2 merupakan biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar dengan perbandingan 1:1. Berikut adalah karakteristik kedua biskuit.
Tabel 4. Karakteristik Biskuit per 500 g No. 1 2 3 4 5
Zat Gizi
Biskuit F1
Biskuit F2
Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Serat (g) Energi (kkal/100 g)
255.59 142.26 54.34 0.45 617.35
213.14 141.81 47.89 3.23 535.42
Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Kadar air produk berada di bawah batas SNI (maksimal 5%). Kadar abu produk masih berada di atas SNI 01-2973-1992. Besarnya kadar abu tersebut disebabkan oleh tepung kepala ikan dan tepung badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang ditambahkan dalam formula biskuit (Mervina, 2009). Kadar lemak produk sudah memenuhi syarat SNI.Kadar karbohidrat produk berada dibawah persyaratan SNI (min. 70%) yang disebabkan substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ikan, isolat protein kedelai, serta tepung ubi jalar.
17
Secara keseluruhan, karakteristik biskuit belum memenuhi standar SNI untuk biskuit tepung terigu. Hal tersebut dikarenakan formula biskuit masih merupakan formula awal yang disesuaikan dengan AKG lansia, dan dikarenakan adanya penggunaan tepung ubi jalar sebagai substitusi tepung terigu. Pemberian probiotik kepada tikus selama perlakuan diberikan dalam bentuk krim probiotik yang terintegrasi dalam krim biskuit. Jumlah yang diberikan sebesar 108 per hari. Viabilitas probiotik dalam biomassa didapatkan 1010 CFU/gr, sehingga untuk mendapatkan krim dengan viabilitas 108 cfu/gr krim jumlah pasta biomassa yang ditambahkan ke dalam adonan krim adalah 5 gr/kg krim. Berdasarkan hasil uji terhadap krim biskuit, jumlah total probiotik setelah diaplikasikan ke dalam biskuit adalah 108 cfu/gr krim.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Berat Badan Tikus Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari selisih antara berat badan rata-rata tikus pada akhir masa percobaan dengan awal percobaan. Peningkatan berat badan yang tertinggi terjadi pada kelompok F1 yang dipapar oleh E. coli(23.0 g), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dipapar tidak terjadi peningkatan, sebaliknya terjadi penurunan berat badan (2.0 g). Pengukuran terhadap berat badan pada kelompok kontrol yang dicekok larutan placebo menunjukkan adanya kestabilan dalam berat badan, sedangkan pada kelompok Kontrol yang dipapar E. coli berat badan tikus percobaan mengalami peningkatan dan kemudian penurunan selama perlakuan. Berat badan tikus percobaan pada kelompok biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar), baik perlakuan dengan placebo maupun E. coli menunjukkan adanya penurunan berat badan pada beberapa hari pertama, namun juga meningkat selama perlakuan. Pada kelompok biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok placebo seperti terlihat pada tabel, menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan yang terjadi selama perlakuan. Sebaliknya, perlakuan biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) yang dicekok E. coli perlahan menunjukkan adanya peningkatan berat badan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan keberadaan tepung ubi jalar cenderung meningkatkan total bakteri fekal asam laktat (BAL) yang mampu melekat baik dengan dinding mukosa usus tikus,
18
sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal, sehingga tetap dapat meningkatkan berat badan tikus selama perlakuan.
Peningkatan Berat Badan Tikus Selama 4 Minggu Berat Badan (g)
320
A1
300 280
A2
260
A3
240
A4
220
A5
200 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Gambar 2 .
A6
Berat badan tikus percobaan selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2Buffer‟ ( )
Hasil sidik ragam terhadap pengaruh pemberian probiotik terhadap berat badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surono et. al. (2011) yang menunjukkan adanya peningkatan berat badan pada kelompok anak yang diberi perlakuan probiotik. Hal tersebut dikarenakan kemampuan BAL untuk menempel dengan baik pada dinding mukosa usus, mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan menjaga usus tetap utuh sehingga penyerapan zat gizi menjadi optimal.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Total fekal bakteri asam laktat tikus diperoleh dari perhitungan jumlah koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media deMan Rogosa Sharp Agar (MRSA). Bakteri asam laktat yang secara normal tumbuh di saluran pencernaan dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh melalui kemampuannya menekan pertumbuhan pathogen (Purwandhani 1998). Rata-rata jumlah bakteri asam laktat fekal tikus pada awal penelitian berkisar antara log 6.85-log 8.57 pada ketiga perlakuan, sedangkan pada akhir penelitian sebagian mengalami penurunan, yaitu berkisar antara log 6.95-log 7.89. Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli, jumlah total BAL cenderung stabil dan
19
terlihat adanya peningkatan pada perlakuan yang menggunakan substitusi tepung ubi jalar. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa formula dan perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap peningkatan fekal BAL tikus (p= 0.082 dan 0.200). Namun, secara keseluruhan nilai rata-rata fekal BAL pada kelompok yang dipapar E. coli lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak dipapar (diberi placebo). Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang dipapar E. coli memiliki nilai sebesar 7.69 log cfu/g sedangkan rata-rata pada kelompok yang tidak dipapar sebesar 7.31 log cfu/g. Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi susbtitusi tepung ubi jalar memiliki nilai yang tertinggi jika dibandingkan dengan rata-rata dari kelompok formula lainnya. Pada kelompok yang diberi substitusi tepung ubi jalar, rata-rata fekal BAL sebesar 7.63 log cfu/g, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 7.53 log cfu/g dan pada kelompok dengan pemberian biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar sebesar 7.34 log cfu/g. Rata-rata fekal BAL pada kelompok yang diberi biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada kelompok
tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang berasal dari ikan lele, dan tanpa adanya antioksidan tambahan dari tepung ubi jalar sehingga menyebabkan ransum menjadi mudah terkontaminasi bakteri dari luar, sehingga BAL dalam pencernaan tikus percobaan kelompok tersebut tidak hanya berkompetisi dengan E. coli yang berasal dari pencekokan, tetapi juga bakteri lainnya yang berasal dari luar sehingga jumlah BAL cenderung menurun dibandingkan kelompok lainnya. Secara keseluruhan, viabilitas fekal BAL pada minggu ke-2 cenderung meningkat, dan kembali mengalami penurunan pada minggu ke-4. Pada kelompok perlakuan yang dicekok dengan E. coli, hasil perhitungan pada kelompok kontrol menunjukkan adanya penurunan jumlah BAL pada minggu ke-2 kemudian meningkat kembali pada minggu ke-4. Sedangkan pada kelompok perlakuan biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar) dan F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar), jumlah BAL meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-4. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan biskuit F1 (tanpa substitusi tepung ubi jalar) dan F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar), terdapat penambahan
20
BAL dalam pencernaan tikus yang berasal dari probiotik pada krim biskuit, sehingga mampu meningkatkan total fekal BAL pada minggu ke-2. Selanjutnya, penurunan jumlah yang terjadi pada minggu ke-4 kemungkinan terjadi karena adanya proses kompetisi antara E. coli dan BAL. Menurut Scheinbach (1998), proses penghambatan yang dilakukan oleh bakteri baik terhadap bakteri pathogen terjadi melalui kompetisi dalam pengambilan substrat atau nutrisi. Kemungkinan lainnya terjadinya penurunan fekal BAL pada minggu ke-4 pada perlakuan F1 dan F2 disebabkan oleh pemberian probiotik yang secara kontinu sejak minggu ke-0 hingga ke-4, sehingga kompetisi yang terjadi pun akan semakin besar.
Viabilitas (log cfu/g)
9 8.5
A1 A2
8
A3 7.5
A4 A5
7
A6
6.5 0
Gambar 3 .
2
4
Total Bakteri fekal Asam Laktat (BAL) selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2-Buffer‟ ( )
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Anaerob Hasil sidik ragam total bakteri anaerob antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hasil perhitungan viabilitas terhadap kelompok perlakuan kontrol yang dicekok placebo menunjukkan rata-rata total bakteri fekal anaerob pada minggu ke-2 mengalami penurunan dari 7.17 log cfu/g menjadi 6.82 log cfu/g, dan kembali meningkat menjadi 7.43 log cfu/g pada minggu ke-4. Pola yang sama juga terlihat pada kelompok perlakuan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar yang dicekok placebo, di mana rata-rata total bakteri fekal anaerob
21
menurun pada minggu ke-2 dari 7.51log cfu/g
menjadi 7.07 log cfu/g, dan
kembali meningkat pada minggu ke-4 menjadi 7.11 log cfu/g. Rata-rata total bakteri fekal anaerob yang terus meningkat sejak minggu ke-0 hingga ke-4 terlihat pada hasil perhitungan kelompok perlakuan F2 yang dicekok placebo yaitu sebesar 6.44 log cfu/g pada minggu ke-0 hingga 7.84 log cfu/g pada minggu ke-4. Pada kelompok perlakuan kontrol yang dicekok E.coli, rata-rata total bakteri anaerob meningkat sejak minggu ke-0 hingga ke-4, yaitu sebesar 6.67 log cfu/g hingga 7.84 log cfu/g. Rata-rata jumlah total bakteri fekal anaerob pada kelompok perlakuan biskuit tanpa susbtitusi tepung ubi jalar yang dicekok E. coli mengalami peningkatan pada minggu ke-2, namun kembali menurun pada minggu ke-4, yaitu dari 6.96 log cfu/g menjadi 7.43 log cfu/g kemudian menjadi 6.63 log cfu/g. Hasil perhitungan pada kelompok perlakuan biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar yang dicekok E. coli menunjukkan penurunan sejak minggu ke-2 hingga ke-4, yaitu sebesar 8.18 log cfu/g pada minggu ke-0 menjadi 6.63 log cfu/g pada minggu ke-2 dan menjadi 6.34 pada minggu ke-4. Rata-rata pengaruh perlakuan terhadap bakteri fekal anaerob pada kelompok placebo (7.15) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pada kelompok E. coli (7.083). Rata-rata pengaruh formula terhadap bakteri fekal anaerob menunjukkan nilai yang tertinggi terdapat pada kelompok kontrol (7.29), sedangkan terendah terdapat pada kelompok formula biskuit dengan substitusi tepung ubi jalar (6.93).
22
Viabilitas (Log cfu/g)
9 8
A1 A2
7
A3 6
A4 A5
5
A6
4 0
Gambar 4 .
2
4
Total Bakteri fekal Anaerob selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2Buffer‟ ( )
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Fekal Koliform Hasil uji sidik ragam total bakteri fekal koliform menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05). Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan viabilitas bakteri fekal koliform pada semua perlakuan cenderung menurun. Pada kelompok yang tidak dipapar E. coli total bakteri koliform yang terdapat dalam fekal tikus mengalami penurunan sejak minggu ke-2 hingga minggu ke-4. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi substrat yang terjadi antara koliform dengan BAL. Pada kelompok ini, koliform berasal dari dalam pencernaan tikus, tanpa ada penambahan dari luar (cekok). Pada kelompok yang dicekok E. coli, hasil perhitungan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pada perlakuan kontrol, total bakteri fekal koliform pada minggu kedua mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada minggu ke-4. Peningkatan tersebut terjadi karena tidak adanya tambahan bakteri baik atau BAL dari luar, sehingga BAL hanya berasal dari dalam pencernaan tikus itu sendiri. Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan dengan biskuit tanpa substitusi tepung ubi jalar ditunjukkan pada minggu ke-4. Sedangkan pada perlakuan dengan biskuit yang disubstitusi ubi jalar, penurunan total bakteri fekal koliform sudah terlihat sejak minggu ke-2.
23
Penurunan total bakteri fekal koliform yang terjadi pada kedua perlakuan dengan probiotik menunjukkan hasil yang sejalan dengan total BAL yang meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa probiotik dalam krim biskuit mampu meningkatkan jumlah BAL dalam pencernaan tikus, sehingga mampu menekan atau mengurangi jumlah koliform dalam fekal tikus, seperti yang terjadi pada hasil penelitian Dwiari (2008). Penurunan total bakteri fekal koliform pada perlakuan yang dicekok terjadi karena adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. pada tahun 2000 menunjukkan adanya proses penghambatan yang dilakukan oleh BAL (E. faecium 18C23) dengan menghambat atau mempersulit proses pelekatan bakteri E. coli dengan reseptor pada dinding mukosa usus. Meski tidak memiliki situs pengikatan yang sama dengan E. coli pada mukosa usus, namun penghambatan dapat terjadi karena nilai pH dan rintangan sterik yang terjadi dengan adanya BAL di dalam usus bersama-sama dengan bakteri E.coli. 8
Viabilitas (Log cfu/g)
7.5 7
A1
6.5
A2
6
A3
5.5
A4
5
A5
4.5
A6
4 0
Gambar 5 .
2
4
Total Bakteri fekal Koliform selama 4 minggu dengan perlakuan „Kontrol- E.coli‟ ( ), „Kontrol-Buffer’( ), „Biskuit F1-E.coli’ ( ), „Biskuit F1-Buffer’ (×), „Biskuit F2-E.coli’(×), „Biskuit F2Buffer‟ ( )
Penurunan total bakteri fekal koliform yang dikompetisikan dengan E. faecium dikarenakan E. faecium mampu berkompetisi dengan patogen untuk mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa BAL mampu menghasilkan asamasam organik sebagai hasil fermentasi gula seperti asam asetat dan laktat (Scheinbach 1998, Makinen dan Bigret 2004), asam propionat, diasetil, reuterin 24
(Ouwehand dan Vesterlund 2004). Asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan oleh BAL dapat menghambat bakteri patogen sedangkan asam propionat lebih baik dalam menghambat pertumbuhan kapang dan yeast. Sebagai salah satu asam lemah, asam laktat mampu menurunkan jumlah patogen dikarenakan akumulasi anion dalam sel yang akan menurunkan kecepatan sintesa makromolekul mikroba sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba (Eklund 1980,1985 dan Russell 1992 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004). Asam lemah yang tidak terdisosiasi bersifat lebih toksik dibandingkan dalam bentuk terdisosiasi. Asam lemah yang tidak terdisosiasi mampu menembus dinding sel mikroba, karena larut dalam lemak. Keberadaan asam lemah dalam sel mikroba akan menyebabkan terurainya asam organik menjadi RCOO- dan H+, yang kemudian akan menyebabkan turunnya pH di dalam sel akibat adanya pelepasan proton. Menurut Eklund (1985, diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004), penghambatan pertumbuhan mikroba bukan dikarenakan adanya pelepasan proton melainkan terjadinya akumulasi anion dalam sel.
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pemberian krim probiotik E. faecium IS-27526 pada tikus cenderung meningkatkan total bakteri asam laktat (BAL) fekal selama perlakuan. Viabilitas BAL pada perlakuan biskuit F2 (dengan substitusi tepung ubi jalar) cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Terjadi
penurunan total bakteri fekal koliform pada hampir semua perlakuan, namun perlakuan dengan biskuit F2 menunjukkan hasil yang lebih cepat dalam penurunan total bakteri fekal koliform.
Saran Penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan krim probiotik E. faecium IS-27526 pada biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) dapat menjaga keseimbangan mikrobiota dalam saluran pencernaan tikus usia tua, maka dalam aplikasinya disarankan dapat dicoba pada hewan coba dengan hirarki yang lebih tinggi dan hasilnya diharapkan memperkuat anjuran untuk dapat dilakukan uji pada manusia untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi para lansia.
26
DAFTAR PUSTAKA Adijuwana NT. 2005. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) untuk Mendukung Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ballongue J. 2004. Bifidobacteria and Probiotic Action. Di dalam: Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 67-124. Collado MC, Surono IS, Meriluoto J, Salminen S. 2007. Potential probiotic characteristics of Lactobacillus and Enterococcus strains isolated form traditional dadih fermented milk against pathogen intestinal colonization. Journal of Food Protection, Vol 70, No 3, p. 700-705. Dwiari SR. 2008. Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies dan Sweet Potato Flakes). [tesis]. Bogor: Dept Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Gibson GR. 2004. Fibre and effects on probiotics (die probiotic concept). Clinical Nutrition Supplements, I: 25-31. Greenough WB. 2005. Diarrhea and Hypovolemia in Older Individuals, Johns Hopkins Advanced Studies in Medicine (5): 528-534. Gross R.J. 1995. Escherichia. Di dalam: Greenwood D,Slack R.C.B & Peutherer J.F., editor. Medical Microbiology. A Guide to Microbial Infections: Pathogenesis, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. 14th Ed. Hongkong: ELBS with Churchill Livingstone. Harianti R. 2009. Pengaruh pemberian biskuit tinggi protein berisi krim probiotik fungsional terhadap profil mikrobiota fekal dan berat badan tikus. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Havenaar, Veld HI. 1992. Di dalam : Lee YK, Salminen S. 2009. Handbook of Probiotics and Prebiotics. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Jood S, Mehta U, Singh R, Bhat CM. 1985. Effect of Processing on Flatus Producing Factors in Legumes, J Agric Food Chem (33): 268-271. Krisnayudha K. 2007. Mempelajari Potensi Garut (Maranta arundiacea L.) dan Ganyong (Canna edulis, Kerr) untuk Mendukung Pertumbuhan Bakteri
27
Asam Laktat [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM, SA Marliyati, Mervina. 2012. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max) sebagai Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol XXIII No.1. Lingga et al. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: Penebar Swadaya. Makinen AM, Bigret M. 2004. Industrial Use and Production of Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacfteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcell Dekker, Inc. hlmn 175-198. Manning TS and Gibson GR. 2004. Prebiotics. Best Practice & Research Clinical Gastroenterology 18(2): 287-298. Manning TS, Rastall R, Gibson G. 2004. Prebiotics and Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 407-418. Mervina. 2009. Formula biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. [skripsi]. Bogor: Dept. Gizi Masyarakat, FEMA Institut Pertanian Bogor. Nataro JP, Kaper JB. 1998. Diarrheagenic Escherichia coli. Clinical Microbiology Reviews, 11 (1): 142-201 Oku T. 1994. Special Physiology Functions of Newly Develop Mono and Oligosaccharides. Di dalam: Goldberg, I. (Ed). Function Foods Designer Foods, Pharmafoods, Neutraceuticals. New York: Chapman and Hall. Ouwehand AC, Vesterlund S. 2004. Antimicrobial Components from Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed. Ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 375-396.
28
Palmer JK. 1982. Carbohydrates in sweet potato. Di dalam: Villareal RL dan Griggs TD (ed.). Sweet Potato Proceedings of The First International Symposium. Taiwan: AVRDC. Purwandhani,SN. 1998. Isolasi dan Seleksi Lactobacillus yang Berpotensi Sebagai Agensia Probiotik. [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Rieuwpassa F. 2006. Biskuit konsentrat protein ikan dan probiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Salminen S, Roberfroid M, Ramos P, Fonden R. 1998. Prebiotic Substrates and Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright A. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-2, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker , Inc. hlmn 343-358. Scheinbach S. 1998. Probiotics: Functionality and Commercial Status. Biotechnology Advances 3: 581-608. 1998 Siro I, Kapolna E, Kapolna B, Lugasi A. 2008. Functional food, Product development, marketing and consumer acceptance-A review. Elsevier Appetite Vol 51,No 3,p. 456-467. Surono IS. 2003. In vitro Probiotic properties of indigenous dadih lactic bacteria Asian-Aust J. of Anim. Sci. 16 (5): 726-731. Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta: YAPMMI (Yayasan Pengasuh Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia). Surono, et. al. 2011. Novel Probiotic Enterococcus faecium IS-27526 Suplementation Increased Total Salivary sIgA Level and Bodyweight of Pre-School Children: A Pilot Study. Anaerobe 17: 496-500. Suryadjaya A. 2005. Potensi Ubi Garut dan Merah (Ipomoea batatas L.) untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tannock GW. 1999. Probiotic: A Critical Review. Editor. Wymondham: Horison Scientific Press. Elsevier. Biotech Adv 17: 691-693. Tomomatsu H. 1994. Health Effects of Oligosaccharides. J Food Tech Oct: 61-64.
29
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Zietner CJ, Gibson GR. 1998. An Overview of Probiotics, Prebiotics and Synbiotics in the Functional Food Concept: Perspectives and Future Strategies. J Int Dairy 8:473-479.
30
Lampiran 1. Analisis Sifat Kimia Biskuit
Penentuan Kadar Air (Apriyantono et. al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam di dalam oven pada suhu 105ºC, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya ditimbang (x). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram (y), dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 4-6 jam pada suhu 105ºC, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan diulang hingga 3 kali, hingga dicapai berat yang konstan (z). Rumus penentuan kadar air sampel adalah sebagai berikut. Kadar air (%bb) Kadar bahan kering sampel kemudian dapat diketahui dengan rumus: Bahan kering (bk) = (
)%
Penentuan Kadar Abu Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan dalam oven selama 30 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600°C selama 4-5 jam. Sampel lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Pengabuan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang relative konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel kering yang ditimbang ≤0.0003 gram) % kadar abu =
Penentuan Kadar Protein (AOAC 1995) Penentuan kadar protein sampel menggunakan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g. Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 10 g Selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat kemudian didestruksi selama 1 jam (sampai larutan berwarna jernih). Labu Kjeldahl kemudian didinginkan dan dipindahkan ke labu didih sambil ditambah air. (250-300 ml) lalu
31
diberi indicator mm-mb sebanyak 3 tetes. Setelah itu, sampel ditambahkan larutan NaOH 30% sampai berubah warna menjadi hijau, lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi. Digunakan asam borat yang telah ditambahkan indicator campuran metil merah dan metil biru 3 tetes. Destilasi sampai mendapatkan 75 ml destilat. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari hijau menjadi ungu. Kadar protein dihitung dengan rumus: %N= Kadar Protein = 6.25 x % N
Penentuan Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Penentuan kadar lemak sampel menggunakan metode ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet. Sampel ditimbang ± 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas dan disumbat dengan kapas. Setelah itu dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam menggunakan pelarut heksan. Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C. Labu lemak dimasukkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak. Kadar lemak dihitung dengan rumus Kadar lemak (%) =
Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan perhitungan Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut: % Karbohidrat = 100% - % (protein + lemak + abu + air)
32
Perhitungan Jumlah Energi Jumlah energi dapat dihitung dengan mengkonversikan kandungan kimia (kadar karbohidrat, protein, dan lemak) biskuit dengan faktor konversi masingmasing kandungan. Karbohidrat dan protein memiliki faktor konversi sebesar 4 kkal/g, sedangkan faktor konversi lemak adalah 9 kkal/g. Hasil konversi kemudian dijumlah dan hasil penjumlahannya merupakan kandungan energi dari biskuit. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. Jumlah energy/100 gram = (4 x A) + (4 x B) + (9 x C) Dengan : A = Kadar karbohidrat B = Kadar protein C = Kadar lemak
33
Lampiran 2. Kuesioner Uji Organoleptik Biskuit untuk Panelis Lansia
Lembar Uji Kesukaan Biskuit
Nama Panelis : Nama Produk :
Tanggal Pengujian :
Di hadapan Anda terdapat empat biskuit . Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan dari produk ini berdasarkan skala penilaian berikut ini : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Biasa / Netral 4 = Suka 5 = Sangat suka Kode
34
Rasa
Aroma
Warna
Tekstur
Keseluruhan
Lampiran 3. Pembuatan Ransum Tikus Percobaan
Ransum standar yang diberikan terdiri dari kasein, minyak jagung, campuran vitamin, campuran mineral, serat, air, dan pati (maizena) (AOAC, 1984). Komposisi masing-masing ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel. Persentase jumlah biskuit yang ditambahkan ke dalam ransum ditentukan berdasarkan pada persentase atau komposisi zat gizi yang terdapat dalam ransum standar.
Tabel. Komposisi Ransum per 100 g Bahan Kasein CMC Vitamin Mineral Minyak Air Maizena Biskuit F1 Biskuit F2
Kontrol 12.2 0.82 1 4.53 7.8 4.2 70 -
Biskuit F1 11.96 0.82 1 4.53 7.8 4.2 46.1 23.9 -
Biskuit F2 12.02 0.82 1 4.53 7.8 4.2 45.53 24.47
35
Lampiran 4. Metode Analisis Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL), Bakteri Fekal Anaerob dan Bakteri Fekal Koliform Tikus
Persiapan Sampel Feses Tikus Sebelum dilakukan analisis mikrobiologi, sampel berupa feses segar dari tikus dipersiapkan dengan cara mengeluarkan langsung feses dari anus tikus pada pagi hari dengan mengurut secara perlahan pada bagian perut, kemudian menyimpannya dalam wadah berupa tabung steril.
Persiapan Analisis Mikrobiologi Sampel feses tikus yang akan dianalisis diencerkan sesuai dengan yang diinginkan, dengan tujuan agar jumlah koloni bakteri tidak menumpuk sehingga jumlah koloni bakteri dapat dihitung dengan jelas. Bakteri dibiakkan dengan melakukan pemupukan menggunakan media yang sesuai untuk pertumbuhannya, yaitu bakteri asam laktat menggunakan MRSA, bakteri anaerob menggunakan PCA yang dilapisi Bacto Agar pada lapisan atasnya dan bakteri koliform menggunakan media VRBA. Pemupukan dilakukan menggunakan metode tuang (pour plate). Sampel yang sudah diencerkan (sebanyak 1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril ke dalam cawan petri yang telah didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyang agar sampel tersebar merata dalam cawan. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC dengan posisi terbalik selama 48 jam.
Analisis Total Bakteri Fekal Asam Laktat (BAL) Metode SPC Sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer (buffer phosphate saline) steril dengan pH 7,2 sebanyak 9 ml. Larutan kemudian
dihomogenisasi
dengan
vortex,
diperoleh
pengenceran
10-1.
Selanjutnya, dengan cara yang sama dilakukan pengenceran hingga 10-7. Pemupukan dilakukan pada pengenceran 10-6-10-8 menggunakan media deMan Rogosa Agar (MRSA) steril yang diberi indikator bromocresol purple ke dalam cawan petri dan digoyang agar sampel tersebar merata. Cawan petri selanjutnya
36
diinkubasi pada suhu 37ºC dengan posisi terbalik selama 48 jam. Pemupukan dilakukan duplo pada setiap pengenceran. Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan setelah inkubasi 48 jam.
Analisis Bakteri Fekal Anaerob Tikus Percobaan Perhitungan jumlah bakteri anaerob bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian E. faecium terhadap jumlah total bakteri anaerob padafeses tikus. Analisis dilakukan dengan menumbuhkan sampel dengan pengenceran tertentu pada medium
Plate Count Agar (PCA) steril ke dalam cawan petri, yang
kemudian dilapisi dengan
Bacto Agar untuk memberikan kondisi anaerob.
Perhitungan jumlah koloni bakteri anaerob yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam.
Analisis Total Bakteri Fekal Koliform Metode SPC Untuk melihat pertumbuhan bakteri koliform, prinsipnya sama dengan analisis bakteri asam laktat, namun media pertumbuhan yang digunakan adalah Violet Red Bile Agar (VRBA) dan diinkubasi pada suhu 37ºC dengan posisi terbalik selama 48 jam. Pemupukan dilakukan duplo pada setiap pengenceran. Koloni bakteri koliform tumbuh berwarna merah kehijauan metalik atau koloni berwarna merah muda berlendir untuk kelompok koliform lainnya.
37
Lampiran 5. Peningkatan Berat Badan
Tabel 5. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan Hari ke- (dalam g) Perlakuan
A1
A2
A3
A4
A5
A6
Ulangan 0
2
4
6
8
1
223
226
232
223
227
2
239
242
240
236
3
335
337
347
4
208
215
5
188
1
12
14
16
18
20
22
24
26
226
233
236
233
224
233
231
225
230
225
221
235
236
230
237
237
239
244
244
236
238
230
229
342
346
347
345
350
347
346
348
345
342
332
324
327
216
208
214
212
218
218
219
218
221
221
218
211
210
212
184
189
190
188
194
194
198
199
201
206
208
205
203
199
198
217
230
228
229
217
202
195
189
186
216
223
223
206
218
221
222
2
240
240
245
240
242
240
241
249
251
249
259
256
251
244
240
236
3
242
239
247
242
247
252
250
255
256
251
260
264
251
242
233
236
4
197
220
242
243
250
258
260
275
277
269
280
282
276
268
263
260
5
199
198
204
203
206
202
204
208
208
213
214
219
212
209
204
198
1
286
278
295
298
304
311
306
312
316
319
324
328
324
325
326
309
2
289
290
286
282
286
287
286
291
289
289
294
293
287
291
286
285
3
286
290
297
287
297
300
299
305
309
312
318
316
313
308
306
307
4
284
289
286
284
286
278
288
291
297
296
301
301
285
294
291
292
5
289
294
297
294
300
300
300
310
311
316
319
322
318
310
305
312
1
301
304
310
308
311
313
315
304
315
319
331
332
328
324
319
314
2
300
307
309
307
312
312
312
322
320
321
324
326
321
322
316
318
3
281
287
285
284
291
291
294
297
298
300
301
304
300
299
265
292
4
304
311
317
310
318
319
323
335
333
328
336
337
337
337
332
329
5
223
215
201
189
225
228
238
252
254
254
256
268
267
266
262
267
1
239
242
255
264
271
271
272
260
279
279
288
292
288
288
278
280
2
268
275
274
273
280
278
279
284
278
283
290
290
286
286
284
288
3
238
245
240
234
234
243
225
237
235
233
235
225
213
206
206
202
4
270
268
273
270
275
275
274
276
274
275
282
284
280
276
277
278
5
225
227
212
198
191
187
218
227
233
235
242
250
251
251
253
251
1
265
273
272
273
270
277
258
263
267
274
267
265
258
260
263
272
2
251
234
265
268
277
282
285
292
290
295
303
302
295
287
292
291
3
267
268
270
267
273
275
275
278
276
278
281
284
282
280
278
274
4
252
255
258
257
264
268
265
270
274
275
275
277
277
275
272
272
5
260
264
263
263
253
236
218
207
191
181
179
214
217
220
229
231
38
10
28
30
Lampiran 6. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Bakteri Fekal Asam Laktat Tabel 6. Perubahan Total BAL pada Minggu ke-2 terhadap Minggu ke-0 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
JK
db
KT
F
Sig.
10.711 2.623 3.278 50.583 64.668
2 1 1 26 30
5.355 2.623 3.278 1.946
2.753 1.348 1.685
0.082 0.256 0.206
Tabel 7. Perubahan Total BAL pada Minggu ke-4 terhadap Minggu ke-2 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
JK
db
KT
F
Sig.
5.984 0.153 0.131 45.383 51.520
2 1 1 26 30
2.992 0.153 0.131 1.745
1.714 0.087 0.075
0.200 0.770 0.786
39
Lampiran 7. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Peningkatan Bakteri Fekal Anaerob Tabel 8. Perubahan Total Bakter Fekal Anaerob pada minggu ke-2 terhadap minggu ke-0 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
JK
db
KT
F
Sig.
3.720 0.348 0.087 31.960 36.730
2 1 1 26 30
1.860 0.348 0.087 1.229
1.513 0.283 0.071
0.239 0.599 0.793
Tabel 9. Perubahan Total Bakteri Fekal Anaerob pada minggu ke-4 terhadap minggu ke-2 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
40
JK
db
KT
F
Sig.
2.249 0.628 0.366 21.692 24.784
2 1 1 26 30
1.125 0.628 0.366 0.834
1.348 0.753 0.439
0.277 0.394 0.514
Lampiran 8. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh Perlakuan Terhadap Penurunan Bakteri Fekal Koliform
Tabel 10. Perubahan Total Bakteri Fekal Koliform pada minggu ke-2 terhadap minggu ke-0 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
JK 2.148 0.494 1.221 31.806 36.368
db
KT
F
Sig.
2 1 1 26 30
1.074 0.494 1.221 1.223
0.878 0.404 0.998
0.428 0.531 0.327
Tabel 11. Perubahan Total Bakteri Fekal Koliform pada minggu ke-4 terhadap minggu ke-2 Sumber Formula Perlakuan Interaksi Galat Total
JK
db
KT
F
Sig.
0.044 2.023 0.276 38.244 47.099
2 1 1 26 30
0.022 2.023 0.276 1.471
0.015 1.375 0.188
0.985 0.252 0.668
41
Lampiran 9. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan Terhadap Bakteri FekalAsam Laktat
PengaruhPerlakuanTerhadap Peningkatan BAL Minimum Maximum Rata-Rata
Std. Deviation
Perlakuan
N
E.coli
BAL
15
6.62
8.87
7.6893
.73492
Placebo BAL
15
6.30
8.36
7.3140
.53932
Mean
Std. Deviation
Pengaruh Formula Terhadap Peningkatan BAL Formula Kontrol
N 10
6.87
8.45
7.5330
.54164
Biskuit F1 BAL
10
6.30
8.69
7.3390
.74788
Biskuit F2 BAL
10
6.74
8.87
7.6330
.71251
42
BAL
Minimum Maximum
Lampiran 10. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan Terhadap Bakteri Fekal Anaerob Pengaruh Perlakuan Terhadap Bakteri Anaerob
Perlakuan
N
E.coli Anaerob Placebo Anaerob
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
15
6.13
8.03
7.0827
.66274
15
6.20
7.74
7.1460
.45054
Mean
Std. Deviation
Pengaruh Formula Terhadap Bakteri Anaerob Formula
N
Kontrol Anaerob Biskuit F1 Anaerob Biskuit F2 Anaerob
Minimum Maximum
10
6.70
7.74
7.2850
.36737
10
6.19
8.03
7.1330
.59861
10
6.13
8.03
6.9250
.66064
43
Lampiran 11. Deskriptif Pengaruh Formula dan Perlakuan Terhadap Bakteri Fekal Koliform Pengaruh Perlakuan Terhadap Bakteri Koliform
Perlakuan
N
E.coli Koliform Placebo Koliform
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
15
3.85
7.15
6.1560
.84160
15
4.57
7.17
6.1693
.66341
Mean
Std. Deviation
Pengaruh Formula Terhadap Bakteri Koliform
Formula
N
Kontrol Koliform Biskuit F1 Koliform Biskuit F2 Koliform
44
Minimum Maximum
10
4.57
7.11
6.2290
.70575
10
5.60
7.15
6.3450
.56297
10
3.85
7.17
5.9140
.92790