PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BISKUIT YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine max)
ARDHITA RUKMI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SKRIPSI PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BISKUIT YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine max)
ARDHITA RUKMI
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Penyimpanan terhadap Mutu Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max) : Ardhita Rukmi : I14061261
Menyetujui: Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M. Sc) NIP: 19510719 198403 2 001
(Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS) NIP: 19600205 198903 2 002
Mengetahui Ketua Departemen Gizi Masyarakat
(Dr. Ir. Budi Setiawan, MS) NIP. 19621218 198703 1 001 Tanggal Lulus:
ABSTRACT ARDHITA RUKMI. The Effect of Storage on Quality of Biscuits Enriched With Catfish Flour (Clarias gariepinus) and Soybean’s Protein Isolate (Glycine max). Under Direction of CLARA M.KUSHARTO and SRI ANNA MARLIYATI. The objective of this research was to study the effect of storage on organoleptic, chemical, and total microbial values of biscuits enriched with catfish flour (Clarias gariepinus) and soybean’s protein isolate (Glycine max). The storage method was used ESS (Extended Storage Studies) method for 0-28 weeks. The products were packaged in polypropylene (PP) keep in stoples and nonstoples. The study showed that there were significant differences in acceptance (hedonic and hedonic quality), water content, total carbohydrate, value of free fatty acid, and peroxide value between biscuits keep in stoples and nonstoples with the length time of storage (p<0,05), while the packaging had significant differences effect on hedonic quality and water content (p<0.05). No differences exist in ash, protein, and fat content, and total microbial values of biscuits keep in stoples and nonstoples. The interaction between length time of storage and packaging wasn’t significant influenced on acceptance, chemical, and total microbial values of biscuits during storage. During 28 weeks of storage at room temperature (27-290C), biscuits were justified safe to be consumed. Based on observation, biscuits keep in stoples had a slower decrease of quality rather than biscuits keep in nonstoples during storage. Key word: Storage, biscuits, catfish flour, soybean’s protein isolate, quality
RINGKASAN ARDHITA RUKMI. Pengaruh Penyimpanan terhadap Mutu Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max). Dibimbing oleh Clara M. Kusharto dan Sri Anna Marliyati. Makanan yang bermutu sangat penting untuk kebutuhan semua orang agar dapat hidup sehat. Oleh karena itu sangat penting adanya jaminan mutu pangan, baik dari segi kandungan gizi, sensori, maupun keamanan pangan untuk dikonsumsi. Biskuit fungsional untuk balita rawan gizi yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai sangat tinggi kandungan proteinnya dan sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan balita (Kusharto 2008). Di sisi lain, kandungan zat gizi yang tinggi ini dapat menjadi faktor yang mendukung terjadinya penurunan mutu fisik, kimiawi, serta biologi biskuit yang akhirnya akan mengurangi umur simpannya. Oleh karena itu studi tentang pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit dengan penambahan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai sangat penting dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat dari biskuit tersebut. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max). Tujuan khusus penelitian ini antara lain mengkaji pengaruh penyimpanan suhu ruang (stoples dan nonstoples) terhadap 1) sifat organoleptik biskuit (warna, aroma, rasa, dan tekstur), 2) sifat kimiawi biskuit (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida), 3) total mikroba biskuit (Total Plate Count / TPC). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Kusharto, dkk (2008) yang berjudul ’Makanan Fungsional Berbasis Protein Ikan dan Prebiotik untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Anak Balita Rawan Gizi’. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 sampai Februari 2010. Metode penyimpanan yang digunakan adalah metode ESS (Extended Storage Studies). Penelitian ini meliputi tahap penyimpanan sampel penelitian pada suhu ruang (27-290C) selama selang waktu 28 minggu dengan 15 kali titik uji organoleptik serta 8 kali titik uji proksimat (kadar air, abu, protein, lemak), ketengikan (kadar asam lemak bebas/ALB dan peroksida), dan mikrobiologi (Total Plate Count/TPC). Berat setiap bungkus biskuit setara dengan 50 g. Biskuit dalam kemasan plastik polipropilen ini kemudian diberi perlakuan penyimpanan stoples (polietilen) (S) dan nonstoples (NS). Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu waktu penyimpanan dan kemasan. Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excell for Windows, kemudian dianalisis menggunakan SAS System for Windows v 9.3. Data hasil uji kimia, mikrobiologi, dan mutu hedonik dianalisis dengan uji beda “Analysis of Variance (Anova)”, apabila hasil uji menunjukkan adanya perbedaan perlakuan maka dilakukan uji lanjutan “Duncan’s Multiple Range Test”. Data hedonik biskuit dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan jika perlakuan berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Dunn. Kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan biskuit selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Secara umum, panelis lebih menyukai biskuit S daripada biskuit NS, kecuali untuk parameter warna biskuit. Faktor lama penyimpanan kedua jenis kemasan biskuit berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma,
tekstur, dan penerimaan keseluruhan biskuit selama penyimpanan 28 minggu (p<0.05). Berdasarkan persentase penerimaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan, biskuit masih dapat diterima pada akhir penyimpanan, kecuali untuk tekstur biskuit NS. Hasil uji mutu hedonik biskuit selama penyimpanan cenderung berfluktuasi, tetapi jika dibandingkan antara kondisi biskuit pada titik awal dengan titik akhir penyimpanan, maka rerata skor mutunya berkurang. Skor mutu hedonik biskuit S lebih tinggi daripada NS. Faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu aroma, rasa, dan tekstur, sedangkan untuk mutu warna hanya dipengaruhi secara nyata oleh faktor kemasan saja (p<0.05). Faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air biskuit, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak biskuit kedua kemasan. Faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit, sedangkan kemasan tidak berpengaruh nyata. Interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat biskuit. Mulai minggu ke-12, kadar air biskuit pada kedua kemasan biskuit melebihi persyaratan SNI. Kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat selama penyimpanan cenderung stabil. Faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas dan kadar peroksida biskuit, sedangkan faktor kemasan dan interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata. Kadar asam lemak bebas biskuit pada penyimpanan minggu ke-12 telah melebihi persyaratan biskuit menurut Standar Malaysia. Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan masih di bawah persyaratan SNI. Berdasarkan hasil uji kadar air dan kadar asam lemak bebas pada biskuit kedua jenis kemasan, maka mutu kimiawi biskuit masih dapat memenuhi persyaratan sampai penyimpanan 10 minggu. Hasil TPC biskuit kedua kemasan selama penyimpanan cenderung stabil, kecuali pada minggu ke-20 untuk biskuit NS. Meskipun demikian, jumlah mikroba sampai akhir penyimpanan masih di bawah persyaratan SNI. Berdasarkan hasil sidik ragam, faktor lama penyimpanan dan faktor kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah koloni mikroba. Secara mikrobiologi, biskuit kedua jenis kemasan dengan lama penyimpanan 28 minggu masih aman untuk dikonsumsi. Hasil observasi uji organoleptik, kimiawi, dan mikrobiologi menunjukkan bahwa biskuit pada penyimpanan 28 minggu suhu ruang masih aman untuk dikonsumsi.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max)”. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta (Mami, Om John, Mbak Dhian, Mas Prihat, Mas Bowo, Dex Dhias, Aretha, Nathania) serta Yulius Andri yang selalu setia dan penuh kesabaran menemani, membantu, dan memberi dukungan moril. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak lain yang telah banyak membantu: 1. Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M. Sc dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan asuhan, masukan, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir 2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir ini 3. Pak Mashudi serta Fitria Dwinanda (teman seperjuangan) atas saran, arahan, bantuan, dukungan, dan kebersamaan selama ini, terutama selama penelitian 4. Teman-teman Koplag (Komunitas Penelitian Laboratorium Gizi) dan para panelis, para pembahas seminar, kakak-kakak S2 (Mbak Rati, Mbak Maripat, Mbak Vera, dan Mbak Reisi), serta para laboran yang telah banyak membantu dan memberi masukan 5.
Keluarga Bapak Sa’ad yang telah bersedia membuatkan biskuit penelitian ini, serta Bapak Anis, Kak Mpin dan Kak Kokom yang telah banyak membantu pada awal penelitian ini
6. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis ucapkan banyak terima kasih Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua yang membaca. Terima kasih.
Bogor, Januari 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo, 8 Juli 1987. Penulis merupakan putri dari pasangan Bapak Mikael Arwadi dan Ibu Christina Maria Roosmini. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Pangudi Luhur 3 (tahun 2000), SMP PL Bintang Laut (tahun 2003), dan SMA PL St. Yosef Solo pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi anggota Divisi Eksternal KeMaKI 2007-2008 dan anggota KorMa (Koor Mahasiswa) KeMaKI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (IBM) untuk tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, Evaluasi Nilai Gizi untuk tahun ajaran 2009/2010, serta Penilaian Status Gizi untuk tahun ajaran 2010/2011. Penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang
pengabdian
masyarakat
tahun
2009.
Selain
itu,
penulis
juga
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Rancamaya, Bogor Selatan serta Internship di bidang Dietetik di RSUD Cibinong tahun 2010. Penulis juga aktif dalam kepanitian acara seperti FUNNY FAIR 2008 dan The Power of Diet 2009. Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penyimpanan terhadap Mutu Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max)”.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan ..................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai ...................................................................................... Syarat Mutu Biskuit ............................................................................... Penyimpanan Pangan .......................................................................... Suhu Penyimpanan ..................................................................... Umur Simpan ............................................................................... Penentuan Umur Simpan ............................................................ Pengemasan ........................................................................................ Kerusakan Pangan ............................................................................... Deteriorasi ................................................................................... Penyebab Kerusakan Pangan .................................................... Ketengikan .................................................................................. Mutu Pangan ......................................................................................... Mutu Organoleptik Pangan .......................................................... Mutu Kimiawi Pangan .................................................................. Mutu Mikrobiologik Pangan .........................................................
3 3 4 5 6 7 7 9 9 9 11 12 12 13 13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ............................................................................... Bahan dan Alat .................................................................................... Tahapan Penelitian ............................................................................... Rancangan Percobaan ......................................................................... Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
14 14 14 17 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Sifat Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan ............... Perubahan Sifat Kimia Biskuit Selama Penyimpanan........................... Perubahan Total Mikroba Biskuit Selama Penyimpanan ......................
18 27 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... Saran ..................................................................................................
38 39
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
40
LAMPIRAN ...................................................................................................
43
ii
DAFTAR TABEL Halaman Syarat mutu biskuit .........................................................................................
4
Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhan .........................
5
Pengaruh faktor terhadap reaksi deteriorasi produk pangan .........................
9
Hasil uji organoleptik terhadap warna biskuit selama penyimpanan ..............
19
Hasil uji organoleptik terhadap rasa biskuit selama penyimpanan .................
21
Hasil uji organoleptik terhadap aroma biskuit selama penyimpanan..............
23
Hasil uji organileptik terhadap tekstur biskuit selama penyimpanan ..............
25
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Diagram alir tahapan penelitian ......................................................................
15
Penerimaan panelis terhadap warna biskuit selama penyimpanan ..............
19
Penerimaan panelis terhadap rasa biskuit selama penyimpanan ..................
21
Penerimaan panelis terhadap aroma biskuit selama penyimpanan ...............
22
Penerimaan panelis terhadap tekstur biskuit selama penyimpanan ..............
25
Penerimaan panelis terhadap keseluruhan biskuit selama penyimpanan......
26
Kadar air biskuit selama penyimpanan...........................................................
28
Kadar abu biskuit selama penyimpanan ........................................................
29
Kadar protein biskuit selama penyimpanan ...................................................
30
Kadar lemak biskuit selama penyimpanan .....................................................
31
Kadar karbohidrat biskuit selama penyimpanan.............................................
32
Kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan ................................
33
Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan ...............................................
35
Total mikroba biskuit selama penyimpanan ...................................................
37
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Formula biskuit yang diperkaya tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai……………………………………………............
44
Lembar uji organoleptik ..................................................................................
44
Prosedur uji kimia ...........................................................................................
46
Prosedur analisis mikrobiologi........................................................................
49
Data uji kesukaan panelis terhadap warna biskuit S ....................................
50
Data uji kesukaan panelis terhadap warna biskuit NS ...................................
50
Data uji kesukaan panelis terhadap rasa biskuit S .........................................
51
Data uji kesukaan panelis terhadap rasa biskuit NS ......................................
51
Data uji kesukaan panelis terhadap aroma biskuit S .....................................
52
Data uji kesukaan panelis terhadap aroma biskuit NS ...................................
52
Data uji kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit S .....................................
53
Data uji kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit NS ..................................
53
Data uji kesukaan panelis terhadap keseluruhan biskuit S ............................
54
Data uji kesukaan panelis terhadap keseluruhan biskuit NS .........................
54
Hasil uji Kruskal Wallis biskuit S selama penyimpanan .................................
55
Hasil uji Kruskal Wallis biskuit NS selama penyimpanan ...............................
55
Hasil uji lanjut Dunn untuk warna biskuit S ....................................................
56
Hasil uji lanjut Dunn untuk warna biskuit NS ..................................................
57
Hasil uji lanjut Dunn untuk rasa biskuit S .......................................................
58
Hasil uji lanjut Dunn untuk rasa biskuit NS.....................................................
59
Hasil uji lanjut Dunn untuk aroma biskuit S ....................................................
60
Hasil uji lanjut Dunn untuk aroma biskuit NS .................................................
61
Hasil uji lanjut Dunn untuk tekstur biskuit S ...................................................
62
Hasil uji lanjut Dunn untuk tekstur biskuit NS .................................................
63
v Hasil uji lanjut Dunn untuk keseluruhan biskuit S ...........................................
64
Hasil uji lanjut Dunn untuk keseluruhan biskuit NS ........................................
65
Data rerata uji mutu hedonik biskuit S selama penyimpanan ........................
66
Data rerata uji mutu hedonik biskuit NS selama penyimpanan ......................
66
Hasil sidik ragam mutu warna biskuit selama penyimpanan ..........................
67
Hasil sidik ragam mutu rasa biskuit selama penyimpanan .............................
67
Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu rasa biskuit ........................................
67
Hasil sidik ragam mutu aroma biskuit selama penyimpanan .........................
68
Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu aroma biskuit .....................................
68
Hasil sidik ragam mutu tekstur biskuit selama penyimpanan .........................
68
Hasil uji lanjut Duncan terhadap mutu tekstur biskuit.....................................
69
Kadar air biskuit selama penyimpanan ..........................................................
69
Hasil sidik ragam kadar air biskuit selama penyimpanan ...............................
69
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar air biskuit .........................................
70
Kadar abu biskuit selama penyimpanan ........................................................
70
Hasil sidik ragam kadar abu biskuit ................................................................
70
Kadar protein biskuit selama penyimpanan ...................................................
70
Hasil sidik ragam kadar protein biskuit ..........................................................
70
Kadar lemak biskuit selama penyimpanan .....................................................
71
Hasil sidik ragam kadar lemak biskuit ...........................................................
71
Kadar total karbohidrat biskuit selama penyimpanan .....................................
71
Hasil sidik ragam kadar total karbohidrat biskuit ............................................
71
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar total karbohidrat biskuit .....................
72
Kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan ................................
72
Hasil sidik ragam kadar asam lemak bebas biskuit ........................................
72
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar asam lemak biskuit ...........................
73
Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan ...............................................
73
vi Hasil sidik ragam kadar peroksida biskuit ......................................................
73
Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar peroksida ..........................................
74
Total mikroba biskuit selama penyimpanan ...................................................
74
Hasil sidik ragam total mikroba biskuit ...........................................................
74
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan yang bermutu sangat penting untuk kebutuhan semua orang agar dapat hidup sehat. Oleh karena itu sangat penting adanya jaminan mutu pangan, baik dari segi kandungan gizi, sensori, maupun keamanan pangan untuk dikonsumsi. Hal ini masih sangat rendah di Indonesia, terbukti dengan masih banyaknya kasus keracunan pangan yang terjadi. Menurut data Badan POM, pada bulan Januari-September 2004, terdapat 3734 kasus keracunan pangan, 30% disebabkan oleh makanan olahan rumah tangga, 28,8% dari catering, 11% dari makanan jajanan, dan 16,4% dari industri (BPOM 2004 di dalam Nurjanah 2006). Keracunan ini sebagian besar disebabkan oleh adanya cemaran mikrobiologi pada makanan yang dipicu oleh berbagai hal seperti cara pemilihan dan penanganan bahan baku, proses produksi, pengemasan, pendistribusian, dan penyimpanan produk akhir yang kurang baik. Biskuit fungsional yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai untuk balita rawan gizi sangat tinggi kandungan proteinnya dan sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan balita (Kusharto 2008). Di sisi lain, kandungan protein yang tinggi ini dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung terjadinya penurunan mutu fisik, kimiawi, serta biologi biskuit yang akhirnya akan mengurangi umur simpannya. Sangat penting melakukan penanganan yang tepat pada produk biskuit ini untuk mencegah penurunan mutu akibat kontaminasi mikroba maupun kontaminan lain dan mencegah bahaya yang ditimbulkan akibat kontaminasi tersebut. Herawati (2008) menyebutkan bahwa pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan dan distribusi. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan faktor penyimpanan maupun umur simpan produk pangan itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi umur simpan biskuit antara lain adalah bahan baku pangan, cara pengemasan, dan suhu penyimpanan. Oleh karena itu studi tentang pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai sangat penting dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat dari biskuit tersebut.
2 Tujuan Tujuan Umum: Tujuan
umum
penelitian
ini
adalah
untuk
mengkaji
pengaruh
penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max). Tujuan Khusus: 1. Mengkaji pengaruh penyimpanan suhu ruang (stoples dan nonstoples) terhadap sifat organoleptik biskuit (warna, aroma, rasa, dan tekstur) 2. Mengkaji pengaruh penyimpanan suhu ruang (stoples dan nonstoples) terhadap sifat kimiawi biskuit (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida) 3. Mengkaji pengaruh penyimpanan suhu ruang (stoples dan nonstoples) terhadap total mikroba biskuit (Total Plate Count / TPC) Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi data mengenai mutu biskuit
yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai selama penyimpanan pada suhu kamar kepada pengguna. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberi data mutu biskuit ini selama penyimpanan kepada produsen sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam penentuan masa simpan produk ini.
3
TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai merupakan salah satu makanan fungsional berbasis protein ikan yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak balita rawa gizi (Kusharto 2008). Biskuit ini mempunyai kadar air 4.13% (bk), kadar abu 2.52% (bk), kadar protein 19.55% (bk), kadar lemak 21.99% (bk) dan kadar karbohidrat 55.94% (bk). Biskuit juga mengandung 480 kkal energi per 100 gram biskuit. Daya cerna protein biskuit secara in vitro sebesar 89.34%. Rendemen biskuit sebesar 84,29%, daya serap air 1.79 ml/g, kerenyahan 246.60 sedangkan untuk kekerasan adalah 397.82. Secara umum tekstur biskuit renyah dan tidak terlalu rapuh (Mervina 2009). Biskuit ini dapat dikatakan sebagai pangan tinggi protein karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk memenuhi target tersebut, jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah 4 keping biskuit atau setara dengan 50 gram biskuit, yang dapat memberikan 280 kkal energi, 9.8 gram protein, 26.9 gram karbohidrat dan 10.6 gram lemak (Mervina 2009). Tepung ikan lele dumbo yang ditambahkan ke dalam biskuit ini mempunyai karakteristik, yaitu untuk tepung kepala ikan kadar air 9.63% (bk), Aw 0.6612, kadar abu 18.10% (bk), kadar protein 56.04% (bk), kadar lemak 9.39% (bk), kadar karbohidrat
7.84% (bk), densitas kamba 0.45 g/ml, dan
derajat putih 29%, sedangkan untuk tepung badan ikan adalah kadar air 8.68% (bk), Aw 0.7068, kadar abu 4.83% (bk) kadar protein 63.83% (bk), kadar lemak 10.83% (bk), kadar karbohidrat 11.83% (bk), densitas kamba 0.37 g/ml, dan derajat putih 30.96% (Mervina 2009). Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar protein minimumnya 95% dalam berat kering. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung atau bubuk kedelai (Koswara 1995). Syarat Mutu Biskuit Syarat mutu biskuit yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 seperti yang terdapat dalam Tabel 1. Selain itu biskuit umumnya berwarna coklat keemasan,
4 permukaan agak licin, bentuk dan ukuran seragam, kering, renyah, dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Menurut Standar Malaysia MS 1434:1998 untuk semi-sweet biscuits and cookies syarat mutu biskuit antara lain kadar air maks. 4%, kadar protein min. 4.5%, kadar lemak 7% - 18%, kadar asam lemak bebas maks. 1%, dan kadar peroksida maks. 6 mEq/kg. Tabel 1 Syarat mutu biskuit SNI 1992 01-2973-1992 Komponen Syarat mutu Air Maks. 5% Protein Min. 9% Lemak Min. 9.5% Karbohidrat Minimum 70% Abu Maks. 1.5% Logam Berbahaya Negatif Serat Kasar Maks. 0.5% Kalori (per 100 gr) Min. 400 Jenis Tepung Terigu Bau dan Rasa Normal Warna Normal Tekstur Normal Cemaran mikroba (TPC) Maks 104 Menurut Vail et al (1978) mutu biskuit tergantung pada komponen pembentuknya dan penanganan bahan sebelum dan sesudah proses produksi. Penyimpangan mutu produk akhir dapat terjadi akibat penggunaan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan proporsi dan cara pembuatan yang tepat. Tipikal biskuit dalam kemasan biasanya mempunyai umur simpan 6 bulan, tapi sebenarnya umur simpan produk cenderung jauh lebih besar. Biskuit yang berbahan baku sumber lemak biasanya berusia 6 bulan. Biskuit yang mengandung banyak gula berumur satu tahun dan yang berbahan baku tepung biji-bijian dapat disimpan sampai satu tahun atau lebih (Baigrie 1993 dan Manley 2000). Penyimpanan Pangan Cara penyimpanan bahan pangan selama berbagai proses pengolahan dan tingkat penjualan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan dan mutu dari aspek mikrobiologi. Bakteri patogen yang berhubungan dengan bahan pangan tidak dapat tumbuh di luar kisaran suhu antara 4–600C, sehingga bahan pangan yang berada di luar kisaran tersebut akan aman. Penyimpanan pangan harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakteristik masingmasing pangan (Syarief & Halid 1993).
5 Kondisi penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan susut zat gizi pangan tersebut, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Faktor penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah suhu penyimpanan. Kondisi penyimpanan ini sedikit mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme
oksidatif,
sedangkan
pengemasan
secara
vakum
akan
memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau falkutatif anaerob (Syarief & Halid 1993). 1. Suhu Penyimpanan Suhu
merupakan
salah
satu
faktor
lingkungan
terpenting
yang
mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Jika suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya jika suhu turun, kecepatan metabolisme turun dan pertumbuhan diperlambat. Jika suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati (Buckle et al 1985). Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme dapat digolongkan menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Jika suhu di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi. Suhu optimum adalah suhu dimana pertumbuhan mikrooragnisme paling cepat. Suhu ini selalu lebih mendekati suhu maksimum daripada suhu minimum. Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya Kelompok Suhu pertumbuhan Suhu pertumbuhan Suhu pertumbuhan optimum (0C) maksimum (0C) minimum (0C) Psikrofil -15 10 20 Psikrotrof -5 25 35 Mesofil 5 smpai 10 30 sampai 37 45 Thermofil 40 45 sampai 55 60 sampai 80 Thermotrof 15 42 sampai 46 50 Sumber: Buckle et al 1985 Suhu simpan membantu menghasilkan umur simpan yang diperlukan untuk tingkat gizi tertentu. Suhu simpan maksimum bergantung pada zat gizi, karena setiap zat gizi mempunyai energi pengaktifan tertentu.
6 2. Umur Simpan Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Beberapa negara maju telah menetapkan peraturan bahwa produk makanan harus menentukan tanggal minimum dimana produk tersebut mulai rusak. Best before merupakan tanggal yang menunjukkan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai produk tidak dapat diterima lagi secara fisik dan kualitasnya, sedangkan use by date merupakan tanggal yang menunjukkan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai mengalami kerusakan mikrobiologis yang berbahaya bagi kesehatan (Ellis 1994 di dalam Kusumaningrum 2002). Menurut Ellis (1994) di dalam Kusumaningrum (2002), penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktorfaktor yang menyebabkan perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Menurut Syarief et al (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan dan kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.
7 3. Penentuan Umur Simpan Menurut Syarief et al (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (Extended Storage Studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (Accelerated Storage Studies, ASS atau Accelerated Storage Shelf Life ). Umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep tersebut (Floros 1993). Penentuan umur simpan dengan metode konvensional atau ESS adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi lingkungan sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penentuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan análisis parameter mutu yang relatif banyak. Dewasa ini metode ini sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ESS ini dapat juga diterapkan pada produk yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih dari tiga bulan, tetapi akan lebih baik jika digunakan bersamaan dengan metode ASS dengan bantuan Weibull Hazard Analysis, dengan demikian akan dapat menyingkat waktu penentuan kadaluarsa. Metode ini biasanya juga digunakan untuk mengukur produk yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan (deteriorasi). Keuntungan dari metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat (3-4 bulan), serta ketepatan dan akurasinya tinggi, tetapi relatif mahal. Metode ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. Kesempurnaan model ini secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh dengan nilai ESS. Hasil yang bervariasi dapat terjadi akibat ketidaksempurnaan model dalam mendeskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan, pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Pengemasan Biskuit merupakan produk yang mudah menyerap air dan oksigen, oleh sebab itu bahan pengemasnya harus memenuhi beberapa syarat antara lain kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil, terutama baubauan, kedap terhadap sinar, dan mampu melindungi produk dari kerusakan
8 mekanis. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (Manley 1998). Pengemasan produk untuk memberikan perlindungan yang aman hingga penyajian. Beberapa sifat fisika-kimia produk dipastikan akan sangat erat berkaitan dengan penyimpanan dan masa simpan. Aspek keamanan pangan yang mungkin terjadi berkaitan dengan pengemasan adalah bahan kimia pengawet, kebocoran, kegagalan pengawetan, kontaminasi container, pengaruh atmosfer bebas, dan kemungkinan respirasi produk (Syarief et al 1989). Fungsi-fungsi suatu kemasan antara lain harus dapat mempertahankan produk
agar
bersih
dan
memberikan
perlindungan
terhadap
kotoran,
pencemaran lainnya, kerusakan fisik, air, oksigen, dan sinar, harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan, harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan (bentuk, ukuran, dan berat pangan), dan harus memberi pengenalan, keterangan, dan daya tarik penjualan (Syarief et al 1989). Kemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan dengan cara mengatur derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan, dan penanganan zat yang dapat bereaksi dengan komponen bahan pangan. Faktorfaktor tersebut antara lain cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, kontaminasi, dan serangan makhluk hayati (Syarief et al 1989). Bahan pengemas yang digunakan antara lain plastik, aluminium foil, kertas minyak, karton berlipat dan kaleng berbentuk persegi atau bulat. Aluminium foil, plastik, dan kertas minyak termasuk dalam kemasan primer, yaitu kemasan yang melapisi, melindungi atau kontak langsung dengan produk, sedangkan karton berlipat termasuk kemasan sekunder, yaitu kemasan yang melapisi,
melindungi
kemasan
primer.
Fungsi
kemasan
kaleng
dapat
dikategorikan sebagai kemasan primer maupun sekunder. Jenis-jenis plastik antara lain selofan, selulosik, poliolefin, turunan vinil, poliester, pliofilm, dll (Syarief et al 1989). Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen antara lain ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. Polipropilen mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen (PE). Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk
9 murni pada suhu -300C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanannya terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. Polipropilen bersifat lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 1500C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi. Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim yang bagus. Mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silikon, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat (Syarief et al 1989). Kerusakan Pangan 1. Deteriorasi Kerusakan pangan dimulai dengan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yang disebut sebagai deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali dengan hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan abrasi (Arpah 2001). Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan Faktor Utama Effek Deterioratif Oksigen Oksidasi lipid, kerusakan vitamin, kerusakan protein, dan oksidasi pigmen Uap air Kehilangan/kerusakan vitamin, perubahan organoleptik, reaksi pengcoklatan (browning), dan oksidasi lipid Cahaya Oksidasi, pembentukan bau/perubahan flavor, kerusakan vitamin, dan kerusakan pigmen/perubahan warna Mikroorganisme Pembentukan racun, kehilangan nutrisi, dan keracunan/alergi Kompresi/bantingan, vibrasi, Perubahan organoleptik dan kebocoran pada abrasi, dan penanganan pengemas secara kasar Bahan kima toksik/bahan Off-flavour, perubahan organoleptik, perubahan kimia off-flavour kimia, dan pembentukan racun Sumber: Floros 1993
10 2. Penyebab Kerusakan Pangan Penyebab kerusakan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja, dan yang tergantung dari lingkungan sekitar dan mungkin dapat dikendalikan hampir semuanya oleh pengemasan. Penyebab utama kerusakan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim, dan perubahan kimia (Buckle et al 1985). Golongan pertama penyebab kerusakan pangan meliputi perubahan fisik karena
suhu
dan
perubahan-perubahan
biokimia
dan
kimia
karena
mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai komponen dalam produk pangan. Golongan kedua penyebab kerusakan pangan meliputi kerusakan secara mekanis, perubahan kadar air pangan, penyerapan dari dan interaksi dengan oksigen, dan hilang atau bertambahnya cita rasa. Mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme antara lain adalah berjamur, pembusukan, berlendir, perubahan warna, berlendir kental seperti tali, kerusakan fermentatif, dan pembusukan bahan-bahan berprotein (Buckle et al 1985). Populasi mikroorganisme yang berada dalam suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia, atau biologis. Menurut Mossel dalam Buckle et al 1985 faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 4, yaitu faktor intrinsik (sifat-sifat dari bahan pangan itu sendiri), faktor pengolahan, perubahan dari mikroflora awal sebagai akibat dari cara pengolahan bahan pangan (pemanasan, pengeringan, pengawetan, dan pembekuan), faktor ekstrinsik (kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan), dan faktor implisit sifat-sifat dari organisme itu sendiri
(laju
pertumbuhan
spesifik,
simbiosis,
dan
antagonisme
antarmikroorganisme). Faktor intrinsik pada kerusakan bahan pangan, antara lain aktivitas air, derajat keasaman, potensial redoks, zat-zat gizi, dan struktur biologis. Bahan pangan dengan kadar air tinggi (aw 0,95 – 0,99) dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme, tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat daripada kapang dan khamir, maka kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai. Bahan
11 pangan dengan kadar gula tinggi sering dirusak oleh khamir. Bahan pangan yang lebih kering cenderung mengalami kerusakan akibat kapang yang dapat tumbuh pada nilai aktivitas air yang lebih rendah lagi. Nilai pH bahan pangan umumnya berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0, maka hanya jenis-jenis tertentu saja yang ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai pH rendah (Buckle et al 1985). Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu indeks dari tingkat oksidasinya. Potensial redoks ini berhubungan dengan komposisi kimia dari bahan pangan dan tekanan parsial oksigen selama penyimpanan. Zat-zat gizi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah zat hidrat arang, lemak, dan protein. Zat-zat ini dipecah oleh mikroorganisme dengan enzim amilolitik, lipolitik, dan proteolitik yang dihasilkannya. Struktur biologis seperti lapisan kulit dan kulit telur, testa dari biji-bijian, dan kutikula dari bagian-bagian tanaman mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pangan (Buckle et al 1985). 3. Ketengikan Ketengikan diartikan sebagai kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu absorbsi bau oleh lemak, aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, aksi mikroba, dan oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut (Ketaren 2008). Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, dan ketengikan oleh proses hidrolisa. Sebelum proses ketengikan berbagai jenis minyak dan lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau. Hal ini dikenal dengan reversion. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari reversion adalah suhu, cahaya/penyinaran, tersedianya oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Jika suhu penyimpanan lemak atau minyak dinaikkan, maka waktu untuk menghasilkan flavor reversion akan lebih singkat (Ketaren 2008). Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity) terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak dan sejumlah kecil persenyawaan yang merupakan konstituen yang cukup penting. Sebagai contoh adalah persenyawaan yang membuat bahan pangan menjadi
12 menarik, misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma, flavor, warna, dan sejumlah vitamin. Proses oksidasi oleh oksigen udara secara spontan dapat terjadi jika bahan pangan yang berlemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses oksidasi tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan, misal suhu dan cahaya (Ketaren 2008). Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, seperti enzim lipoclastic yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Semua enzim yang termasuk golongan lipase mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida yang dapat menyebabkan ketengikan. Selain itu enzim ini juga dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom β, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya membentuk metil keton (Ketaren 2008). Mutu Pangan Mutu pangan didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor pada pangan yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas (penerimaan) dari pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen. Mutu bahan pangan yang dinyatakan tidak dapat diterima oleh seorang konsumen, mungkin masih dapat diterima oleh konsumen lainnya, sehingga definisi dari kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme menjadi sangat subyektif. Menurut Syarief dan Halid (1993) mutu pangan dapat dibedakan menjadi: 1. Mutu Organoleptik Pangan Mutu organoleptik pangan merupakan sifat-sifat produk pangan yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan, yaitu dengan menggunakan pancaindera. Mutu organoleptik ini meliputi bentuk, ukuran, warna, tekstur, aroma, dan rasa. Pengujian indrawi/organoleptik ini penting dan harus dilakukan pada produk pangan untuk pemeriksaan mutu pangan, pengendalian proses selama pengolahan berlangsung, dan sebagai metode pengukuran sifat mutu dalam penelitian. Perubahan organoleptik dan zat gizi terjadi
selama
penyimpanan,
yang
besarnya
tergantung
penyimpanan, sistem pengemasan, dan sifat produknya.
pada
suhu
13 2. Mutu Kimiawi Pangan Mutu kimiawi pangan berhubungan dengan zat-zat kimia baik makro maupun mikro yang menyusun pangan tersebut. Zat kimia makro penyusun pangan adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Komponen kimia lain yang juga penting dalam mempengaruhi mutu stabilitas, terutama pada produk pangan kering adalah air. Sifat-sifat kimia yang penting dalam pengawasan pangan meliputi komposisi kimia dan gizi, kandungan kimia aktif, zat kimia yang berhubungan dengan kesehatan, zat tambahan, zat kimia yang berkaitan dengan pengolahan, dan zat kimia yang berhubungan dengan pencemaran. Karena zat kimia mempengaruhi mutu produk pangan maka perlu adanya pengawasan mutu yang dapat dilakukan baik dengan metode kuantitatif maupun kualitatif. 3. Mutu Mikrobiologik Mikroba dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dan penurunan mutu produk pangan, tetapi tidak semua mikroba merugikan. Pada produk pangan basah dan semibasah mikroba berada dalam bentuk vegetatif, sedangkan bentuk spora mikroba terdapat pada hampir semua produk pangan. Produk pangan kering biasanya tidak atau sedikit mengandung bakteri tetapi dapat mengandung kapang dalam jumlah besar, terutama dalam bentuk spora yang memberi pengaruh negatif pada mutu pangan. Suatu produk yang ditumbuhi mikroba mula-mula akan mengalami perubahan sifat-sifat produk. Perubahan sifat ini tergantung pada jenis produk pangan dan jenis mikroba yang tumbuh. Perubahan ini mengarah pada penurunan mutu dan kerusakan pangan yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu adanya mikroba ini juga akan mempengaruhi daya awet atau daya simpan produk pangan.
14
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 28 minggu mulai bulan Agustus, 2009 sampai Februari, 2010, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan penulisan hasil sampai bulan November, 2010. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik, uji kimia dan mikrobiologis adalah sampel yang akan diteliti yaitu biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai dalam kemasan siap edar, hasil penelitian Kusharto, dkk (2008). Bahan lain untuk uji organoleptik adalah air putih. Formula biskuit disajikan pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan untuk uji kimia (proksimat dan ketengikan) adalah selenium mix, H2SO4 pekat, indikator mm:mb 2:1, NaOH 30%, H3BO3 3%, HCl, aquades, heksan, pelarut asam asetatkloroform 1:1, kalium-iodid, larutan pati 1%, sodium tiosulfat 0,1 N, etanol 95%, indikator fenolftalein 1%, dan larutan NaOH 0,1 N. Bahan lain yang digunakan untuk uji mikrobiologis dengan metode Total Plate Count (TPC) adalah larutan pengencer NaCl, dan Plate Count Agar (PCA). Uji
proksimat
menggunakan
peralatan
seperti
desikator,
cawan
alumunium, oven, timbangan analitik, sudip, cawan porselen, tanur, labu kjedahl, alat destruksi, alat destilasi, erlenmeyer, labu semprot, corong, pipet volumetrik 25 mL, labu lemak, soxhlet, buret, stirer, dan pipet. Peralatan yang digunakan untuk uji mikrobiologis antara lain cawan petri steril, pipet mikro, oven, autoclaf, vortex, dan alat penghitung koloni (colony counter). Peralatan untuk uji organoleptik antara lain piring saji, pensil, dan lembar kuisioner. Tahapan Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Kusharto, dkk (2008) yang berjudul ’Makanan Fungsional Berbasis Protein Ikan dan Prebiotik untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Anak Balita Rawan Gizi’. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ESS (Extended Storage Studies). Penelitian ini meliputi tahap penyimpanan sampel penelitian selama selang waktu 28 minggu dengan 15 kali titik uji organoleptik serta 8 kali titik uji kimiawi
15
dan mikrobiologi. Penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan penelitian dan dua kali ulangan analisis (duplo) untuk setiap perlakuan sampel dan uji-uji yang dilakukan. Sampel biskuit siap edar menggunakan plastik dengan jenis plastik PP (polypropylene). Biskuit dalam kemasan plastik ini kemudian diberi perlakuan penyimpanan stoples (S) dan nonstoples (NS) pada suhu ruang. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Biskuit Pengemasan
Penyimpanan stoples
Penyimpanan nonstoples
Penyimpanan selama 28 minggu pada suhu kamar
Uji organoleptik
Uji kimiawi dan mikrobiologi,
setiap 2 minggu
setiap 4 minggu
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian 1.
Pengemasan Kemasan primer yang digunakan adalah kemasan plastik berjenis PP
dengan ketebalan rata-rata 0,069088 mm dan berukuran 15,2 cm x 7,7 cm. Berat biskuit dalam setiap kemasan plastik setara 50 g. Kemasan sekunder (stoples) yang digunakan selama penyimpanan biskuit terbuat dari plastik PP dengan ukuran volume 10 liter dan ketebalan 1 mm. 2.
Penyimpanan Penyimpanan
dilakukan
dengan
metode
konvensional
atau
ESS
(Extended Storage Studies) yaitu penyimpanan pada suhu ruang. Kondisi ruang penyimpanan bersuhu antara 27-290C dan kelembaban udara antara 75-80%. Suhu di dalam stoples berkisar antara 26.5-29.90C, sedangkan kelembabannya berkisar 75-82%.
16
3.
Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap
warna, rasa, aroma, dan tekstur sampel yang diteliti. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) dengan menggunakan skala angka 1-5 dan uji mutu hedonik dengan menggunakan skala garis 1-9. Panelis dianggap menerima biskuit jika memberikan skor 3-5 (biasa sampai sangat suka) untuk uji kesukaan dan skor lebih besar sama dengan 5 (normal) untuk uji mutu hedonik. Biskuit dapat dikatakan masih diterima jika minimal 50% panelis memberikan skor tersebut pada saat pengujian hedonik (Taub & Singh 1998). Kuesioner uji organoleptik disajikan pada Lampiran 2. Pengujian organoleptik ini menggunakan sepuluh orang panelis tetap semiterlatih. Kriteria pemilihan panelis antara lain pernah mengikuti pelatihan organoleptik, tidak alergi terhadap makanan yang diujikan, bersedia mengikuti pengujian organoletik secara berkala selama penelitian berlangsung, dan panelis tidak dalam keadaan lapar atau kenyang pada saat uji organoleptik. Setiap mencicipi sampel yang diuji, panelis diharuskan meminum air putih terlebih dahulu sebagai penetral rasa makanan yang telah dimakan sebelumnya. 4.
Uji Kimia Uji kimia meliputi uji proksimat dan uji ketengikan. Uji proksimat dilakukan
untuk melihat kestabilan kandungan zat gizi makro, terutama lemak dan protein biskuit selama penyimpanan. Uji ini dilakukan empat minggu sekali sehingga total uji proksimat selama penyimpanan adalah 8 kali. Uji proksimat yang dilakukan adalah uji kadar air (metode oven), abu (metode tanur), protein (metode micro-Kjeldahl), dan lemak (metode Soxhlet). Prosedur uji proksimat dan cara perhitungannya disajikan pada Lampiran 3. Uji ketengikan ini dilakukan untuk melihat penurunan kualitas lemak (kerusakan lemak) yang terjadi pada sampel selama penyimpanan. Uji ketengikan yang digunakan adalah uji asam lemak bebas (ALB) dan uji kadar peroksida. Prosedur uji ketengikan dan cara perhitungannya disajikan pada Lampiran 3f dan 3g. 5.
Uji Mikrobiologis Uji mikrobiologis yang dilakukan adalah pengujian total mikroba yang
dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan (Plate Count). Pemupukan biakan mikroba dilakukan dari 10-1 sampai 10-5 (tergantung jenis sampel) dengan cara metode tuang dengan menggunakan media PCA. Prosedur
17
uji mikrobiologis dengan metode Total Plate Count (TPC) dan perhitungannya disajikan pada Lampiran 4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu waktu penyimpanan dan kemasan. Peubah respon yang diamati adalah hasil uji organoleptik (uji kesukaan dan mutu hedonik), hasil uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein), hasil uji ketengikan (asam lemak bebas dan peroksida), dan hasil uji mikrobiologi (TPC) biskuit. Secara sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk Yijk
: peubah respon akibat faktor A taraf ke-i , faktor B taraf ke-j dengan ulangan ke-k
µ
: nilai tengah populasi
Ai
: pengaruh faktor kemasan pada taraf ke-i
Bj
: pengaruh faktor lama penyimpanan pada taraf ke-j
ABij
: pengaruh interaksi antara faktor kemasan dan lama penyimpanan
Єijk
:galat pada faktor kemasan taraf ke-i, faktor lama penyimpanan taraf ke-j pada ulangan ke-k
i
: banyaknya taraf pada faktor kemasan (i=stoples, nonstoples)
j
: banyaknya taraf pada faktor lama penyimpanan (j=0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, dan 28 minggu)
k
: banyaknya ulangan (k=1,2) Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excell for Windows,
kemudian dianalisis menggunakan program SAS System for Windows v 9.3. Data hasil uji kimia, mikrobiologi, dan mutu hedonik dianalisis dengan uji parametrik menggunakan uji beda “Analysis of Variance (Anova)”, apabila hasil uji menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan maka dilakukan uji lanjutan “Duncan’s Multiple Range Test” untuk menentukan mana perlakuan yang memberikan respon yang berbeda dan yang sama. Hasil uji kesukaan biskuit selama penyimpanan dianalisis dengan uji nonparametrik menggunakan uji peringkat Kruskal Wallis dan jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Dunn (Hollander 1973).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 28 minggu penyimpanan biskuit. Hal ini dilakukan karena perubahan mutu sensori biskuit selama penyimpanan lebih cepat dideteksi daripada perubahan mutu zat gizinya. Baigrie (2003) menyatakan bahwa uji sensori menghasilkan respon yang lebih cepat dalam mendeteksi off flavor dari suatu produk. Penurunan signifikan pada kualitas sensori makanan berprotein dapat terjadi selama penyimpanan dengan minimal perubahan zat gizi (Taub & Singh 1998). Secara umum selama penyimpanan 28 minggu terjadi penurunan penerimaan panelis dan skor mutu hedonik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan biskuit kedua jenis kemasan (K). Persentase penerimaan dan rerata skor mutu hedonik biskuit S selama penyimpanan cenderung lebih tinggi daripada biskuit NS. Keseluruhan biskuit S dan NS masih dapat diterima pada penyimpanan 28 minggu. Berikut ini uraian tiap parameter organoleptik. Warna. Hasil penilaian penerimaan panelis terhadap warna biskuit selama penyimpanan berfluktuasi. Penerimaan panelis terhadap warna biskuit S sebanyak 65% sampai 100% dengan deskripsi warna biskuit normal sampai cerah (rerata skor mutu 5.4 sampai 7.1), sedangkan untuk biskuit NS penerimaan panelis terhadap warna sebesar 70% sampai 100% dengan deskripsi warna biskuit agak gelap sampai agak cerah (rerata skor mutu 4.4 sampai 6.5) (Gambar 2 dan Tabel 4). Biskuit bermutu baik jika berwarna normal (kuning kecoklatan). Selama penyimpanan, penerimaan panelis terhadap warna biskuit mengalami penurunan dengan deskripsi warna biskuit cenderung lebih gelap daripada warna awalnya. Berdasarkan parameter warna biskuit dapat dikatakan bahwa warna biskuit uji sampai akhir penyimpanan 28 minggu masih diterima oleh panelis. Sebagian besar panelis memberi skor suka untuk warna biskuit.
19
Penerimaan (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0
stoples
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
10 95 10 10 90 80 10 95 90 85 80 75 75 65 85
nonstoples 10 85 95 10 90 95 10 90 95 85 70 80 80 90 75 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 2 Penerimaan panelis terhadap warna biskuit selama penyimpanan Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap warna kedua biskuit uji (p<0.05) (Lampiran 10a dan 10b). Berdasarkan uji lanjut Dunn, tingkat kesukaan panelis untuk biskuit S tidak berbeda nyata selama penyimpanan, sedangkan untuk biskuit NS kesukaan panelis pada minggu ke-0 dan 28 berbeda nyata (Lampiran 11a dan 11b). Penilaian panelis terhadap mutu warna biskuit menunjukkan bahwa sampel biskuit pada minggu ke-28 berwarna agak gelap. Tabel 4 Hasil uji organoleptik terhadap warna biskuit selama penyimpanan Hedonik Modus Rerata
Lama Penyimpanan (minggu)
K 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
S
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
28 3
NS
4
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
3
S
6.4
7.1
6.5
6.4
7.0
5.4
6.0
6.0
5.6
6.3
6.6
5.8
6.9
5.9
5.9
NS
6.4
5.5
5.8
5.1
6.5
5.6
4.9
5.8
5.7
5.5
4.5
5.1
6.0
6.3
5.1
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap mutu warna biskuit, sedangkan faktor kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu warna biskuit (p<0.05) (Lampiran 17). Hal ini sesuai dengan pernyataan Taub dan Singh (1998) bahwa warna makanan antara lain dipengaruhi oleh pengolahan, kemasan, dan cahaya. Warna biskuit dapat dipengaruhi oleh faktor pengolahan. Kondisi oven mempengaruhi suhu dan waktu pemanggangan biskuit. Menurut Manley (2000), pemanggangan biskuit dalam oven akan menghasilkan warna coklat pada permukaan biskuit akibat reaksi Maillard. Pemanggangan dalam suhu tinggi dan waktu terlalu lama akan menyebabkan kelembaban biskuit rendah dan warnanya
20 menjadi lebih gelap. Biskuit uji ini dipanggang selama 20 menit dengan suhu awal pemanggangan 140 0C dan suhu akhir 160 0C. Selama penyimpanan, biskuit yang dikemas dengan kemasan NS mempunyai warna lebih gelap dibandingkan dengan biskuit S. Hal ini diduga karena oksidasi lemak pada biskuit NS lebih besar daripada biskuit S. Oksidasi lemak menyebabkan makanan berwarna coklat atau gelap. Oksidasi ini dapat terjadi selama penyimpanan dan pengolahan produk (Ketaren 2008). Kerusakan lemak terutama akibat oksidasi terjadi jika produk kontak dengan oksigen dan bila ditambah kontak dengan uap air maka kerusakan lemak akan semakin besar karena terjadi pula hidrolisis lemak. Oksidasi lemak selama penyimpanan sangat erat hubungannya dengan kemasan. Perbedaan jenis kemasan mempengaruhi kontak atau penetrasi uap air dan oksigen dari luar kemasan ke dalam kemasan. Wadah yang terbuat dari plastik kurang baik karena secara perlahan-lahan masih terjadi perembesan udara melalui pori-pori plastik (Winarno 1980). Penetrasi gas maupun uap air dalam kemasan S lebih lambat karena terhalang oleh kemasan sekunder. Hal ini didukung dengan hasil uji kadar air biskuit S yang cenderung lebih rendah daripada biskuit NS (Lampiran 21). Rasa. Persentase penerimaan panelis dan skor mutu rasa biskuit selama penyimpanan
cenderung
menurun
jika
dibandingkan
dengan
titik
awal
penyimpanan dengan deskripsi rasa biskuit semakin tidak enak. Persentase penerimaan panelis dan skor mutu rasa biskuit S selama penyimpanan cenderung lebih tinggi daripada biskuit NS. Panelis yang menyukai rasa biskuit S selama penyimpanan berkisar antara 60% sampai 100% dengan deskripsi rasa biskuit agak tidak enak sampai agak enak (rerata skor mutu 4.4 sampai 6.9), sedangkan penerimaan untuk biskuit NS berkisar antara 35% sampai 100% dengan deskripsi rasa biskuit tidak enak sampai agak enak (rerata skor mutu 3.7 sampai 6.5) (Gambar 3 dan Tabel 5). Biskuit bermutu baik jika rasanya normal (enak). Rasa biskuit NS pada minggu ke-18 sampai minggu ke-24 dapat dikatakan tidak diterima (penerimaan kurang dari 50%). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kedua biskuit uji (p<0.05) (Lampiran 10a dan 10b). Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit S pada lama penyimpanan minggu ke-14 dengan minggu ke-0, 2, 4, dan 12 serta minggu ke-28 dengan minggu ke-0, 2, dan 12 berbeda nyata berdasarkan uji
21 lanjut Dunn. Berdasarkan penilaian panelis terhadap mutu rasa biskuit S, pada titik awal penyimpanan biskuit mempunyai rasa agak enak, minggu ke-28 mempunyai rasa normal, dan pada minggu ke 14 biskuit mempunyai rasa agak tidak enak. Penerimaan (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0
stoples
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
10 10 10 75 85 80 80 60 70 75 65 80 75 70 60
nonstoples 10 90 95 85 65 85 90 70 50 45 35 40 40 75 55 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 3 Penerimaan panelis terhadap rasa biskuit selama penyimpanan Uji lanjut Dunn pada penyimpanan biskuit NS menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit minggu ke-0 dengan minggu ke-16, 18, 20, 22, 24, dan 28, minggu ke-2 dan 4 dengan minggu ke-20, 22, dan 24, minggu ke-18 dengan minggu ke-4, minggu ke-24 dengan minggu ke-6 dan 10 berbeda nyata (Lampiran 12a dan 12b). Uji mutu rasa biskuit NS menunjukkan bahwa biskuit mempunyai rasa agak enak pada minggu ke-0, 2, dan 4, rasa normal pada minggu ke-6, 10, dan 14, serta rasa agak tidak enak pada minggu ke-16 sampai akhir penyimpanan. Tabel 5 Hasil uji organoleptik terhadap rasa biskuit selama penyimpanan Hedonik
Modus
Rerata
Lama Penyimpanan (minggu)
K 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
S
4
4
3
4
3
3
4
3
3
3
4
4
4
3
3
NS
4
4
4
4
3
4
3
3
2
2
2
2
2
3
3
S
6.3
7.0
6.9
5.0
6.4
5.7
5.9
4.4
5.6
5.5
5.6
6.0
5.7
5.6
5.3
NS
6.3
6.5
6.1
5.0
6.0
5.5
4.5
5.2
4.7
4.6
3.8
4.4
4.1
4.8
4.7
Perbedaan mutu rasa biskuit dapat dipengaruhi oleh faktor pengolahan dan penyimpanan. Pemanggangan berlebih akan menyebabkan pengeringan pada produk berlanjut, warna produk akan semakin gelap, dan rasa produk berkembang menjadi pahit (Manley 2000). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa biskuit, sedangkan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata (Lampiran 18a). Hasil uji
22 lanjut Duncan memperlihatkan bahwa mutu rasa biskuit pada minggu ke-10 sampai minggu ke-28 tidak berbeda nyata. Mutu rasa biskuit minggu ke-0, 2, 4, dan 8 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke-10 sampai ke-28 (Lampiran 18b). Faktor kemasan berpengaruh terhadap penurunan mutu rasa. Biskuit NS mempunyai rasa yang lebih tidak enak daripada biskuit S. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, hal ini diduga akibat perbedaan jenis kemasan yang mempengaruhi kontak atau penetrasi uap air dan oksigen dari luar kemasan ke dalam
kemasan
yang
menyebabkan
kerusakan
lemak
dan
akhirnya
mempengaruhi rasa biskuit. Penurunan mutu rasa biskuit diduga akibat kerusakan lemak selama penyimpanan, terutama oksidasi lemak. Hasil uji kadar asam lemak bebas dan peroksida biskuit menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan lemak secara signifikan selama penyimpanan. Menurut Ketaren (2008), asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil dapat mengakibatkan rasa tidak lezat. Ketika proses ketengikan dimulai, rasa getir juga mulai muncul pada produk. Aroma. Persentase penerimaan panelis dan skor mutu aroma biskuit berfluktuasi dan cenderung menurun jika dibandingkan dengan titik awal penelitian dengan deskripsi aroma biskuit semakin amis. Sebanyak 60% sampai 100% panelis menyukai aroma biskuit S dengan deskripsi aroma biskuit dari agak amis sampai tidak amis (rerata skor mutu 4.6 sampai 7.1), sedangkan penerimaan untuk biskuit NS berkisar antara 35% sampai 100% panelis dengan deskripsi aroma biskuit agak amis sampai tidak amis (rerata skor mutu 4.1 sampai 7.1) (Gambar 4 dan Tabel 6). Biskuit dikatakan bermutu baik jika beraroma normal (beraroma
Penerimaan (%)
menyenangkan). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
stoples
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
100 100 100 65 65 80 60 65 90 75 65 85 75 70 65
nonstoples 100 95 100 75 75 80 65 70 60 60 40 35 55 60 65 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 4 Penerimaan panelis terhadap aroma biskuit selama penyimpanan
23 Secara umum, setelah minggu ke-4 persentase penerimaan terhadap aroma biskuit menurun pada kedua jenis biskuit, tetapi persentase penerimaan terhadap aroma biskuit S cenderung lebih tinggi daripada biskuit NS. Pada minggu ke-20 dan 22 persentase penerimaan terhadap aroma biskuit NS kurang dari 50%. Hal ini didukung oleh skor mutu aroma biskuit yang kurang dari 5 pada minggu tersebut. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kedua biskuit uji (p<0.05) (Lampiran 10a dan 10b). Hasil uji lanjut Dunn tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit S menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan lama penyimpanan 14 dan 20 minggu. Uji mutu hedonik terhadap aroma biskuit S memperlihatkan bahwa biskuit beraroma tidak amis pada minggu ke-0, agak amis pada minggu ke-14, dan beraroma normal pada minggu ke-20. Pada biskuit NS, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit pada lama penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan 12, 16, 18, 20, 24, dan 26 minggu, demikian juga lama penyimpanan 22 minggu berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, dan 4 (Lampiran 13a dan 13b). Berdasarkan penilaian mutu aroma biskuit NS, pada minggu ke-0 biskuit beraroma tidak amis dan pada minggu ke-22 beraroma agak amis. Tabel 6 Hasil uji organoleptik terhadap aroma biskuit selama penyimpanan Hedonik
Modus
S NS
Rerata
Lama Penyimpanan (minggu)
K 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
4
4
4
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3
2
2
2
2
3
3
S
7.2
7.1
6.4
5.5
5.3
6.0
5.3
4.6
6.3
5.7
5.3
5.2
6.1
6.3
6.1
NS
7.2
6.4
6.2
5.1
5.8
4.7
5.2
5.2
5.6
4.2
4.6
4.9
6.4
5.9
5.3
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu aroma biskuit (p<0.05), tetapi tidak terdapat pengaruh nyata antara interaksi keduanya terhadap mutu aroma biskuit (Lampiran 19a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mutu aroma biskuit berbeda nyata pada minggu-minggu tertentu. Minggu ke-0 dengan minggu ke-2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan ke-4 sampai ke-28 penyimpanan. Minggu ke-2, 4, dan 24 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan minggu ke 6 sampai 22 serta minggu ke-28 penyimpanan. Minggu ke-4, 16, 24, 26, dan 28 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke-
24 0, 8, 6, 10, 12, 14, 18, 20, dan 22. Minggu ke-8, 16, 24, 26, dan 28 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 4, 6, 10, 12, 14, 18, 20, dan 22. Minggu ke-6, 8, 10, 12, 16, dan 28 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke 0, 2, 4, 14, dan minggu ke-18 sampai ke-26. Minggu ke-6, 8, 10, 12, 28 dan 22 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke 0, 2, 4, 16, 24, dan 26. Minggu ke-6, 8, 10, 12, 14, 18, 20, dan 22 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 4, 16, 24, 26, dan 28 (Lampiran 19b). Aroma yang tidak enak diduga disebabkan oleh kerusakan lemak akibat oksidasi selama penyimpanan.
Bau amis antara lain ditimbulkan dari
terbentuknya trimetil amin dari lesitin mentega dan susu bubuk yang digunakan sebagai bahan pembuatan biskuit ini. Pembentukan trimetil amin dari lesitin bersumber pada pemecahan ikatan C-N gugus choline dalam molekul lesitin yang disebabkan oleh zat pengoksidasi, seperti gugus peroksida dalam lemak (Ketaren 2008). Penurunan aroma juga diduga disebabkan oleh kemasan biskuit yang digunakan. Selain lama penyimpanan, permeabilitas kemasan dan volume gas dalam kemasan turut mempengaruhi kadar air sehingga kualitas lemak juga akan terpengaruh. Menurut Wijaya dkk (1994), pada plastik, uap air masih dapat menembus kemasan ini sehingga selama penyimpanan produk menyerap air cukup tinggi yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lemak karena hidrolisis yang akhirnya dapat mempengaruhi aroma biskuit. Tekstur. Selama penyimpanan, penerimaan panelis terhadap tekstur biskuit berfluktuasi, tetapi cenderung menurun dibanding dengan titik awal penyimpanan (Gambar 5) dengan deskripsi tekstur biskuit semakin tidak renyah. Tekstur biskuit NS mempunyai penerimaan dan skor mutu yang lebih rendah daripada biskuit S. Panelis yang dapat menerima tekstur biskuit S selama penyimpanan berkisar antara 60% sampai 100% dengan deskripsi tekstur biskuit normal sampai agak renyah (rerata skor mutu 5.5 sampai 6.8), sedangkan penerimaan biskuit NS berkisar antara 25% sampai 100% dengan deskripsi tekstur biskuit agak keras sampai agak renyah (rerata skor mutu 4.4 sampai 6.5) (Tabel 8). Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit S lebih renyah daripada biskuit NS. Biskuit dikatakan bermutu baik jika teksturnya normal (renyah). Mulai minggu ke-20 penerimaan tekstur biskuit NS kurang dari 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa tekstur tersebut tidak diterima oleh panelis.
25
Penerimaan (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0
stoples
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
90 95 95 100 85 75 90 60 85 75 60 75 90 60 60
nonstoples 90 80 100 80 80 70 75 65 50 55 40 40 35 25 35 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 5 Penerimaan panelis terhadap tekstur biskuit selama penyimpanan Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur kedua biskuit uji (p<0.05) (Lampiran 10a dan 10b). Hasil uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit S tidak berbeda nyata selama penyimpanan, sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit NS berbeda nyata pada minggu ke-0, 4, dan 8 dengan minggu ke-20, 26, dan 28, demikian pula minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-26 (Lampiran 14a dan 14b). Hasil penilaian mutu tekstur biskuit NS menunjukkan bahwa biskuit bertekstur agak renyah pada minggu ke-0 sampai ke-4, agak tidak renyah pada minggu ke-20, dan normal pada minggu ke-26. Tabel 8 Hasil uji organoleptik terhadap tekstur biskuit selama penyimpanan Hedonik
Modus
S NS
Rerata
Lama Penyimpanan (minggu)
K 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3
2
4
4
2
3
4
4
3
3
4
3
3
2
2
2
1
2
2
2
2
S
6.6
6.6
6.9
5.9
5.8
6.4
5.7
5.7
5.7
5.5
6.0
6.2
6.5
5.9
5.9
NS
6.6
6.6
6.1
5.7
6.2
5.9
5.0
5.3
4.7
5.1
4.4
5.3
5.1
5.5
5.4
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur biskuit, sedangkan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata (p>0.05) (Lampiran 20a). Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa mutu tekstur biskuit pada minggu ke-0, 2, dan 4 tidak berbeda nyata. Minggu ke-12, 14, 16, 18, dan 20 tidak berbeda nyata. Mutu tekstur biskuit pada lama penyimpanan 0, 2, dan 4 berbeda nyata dengan minggu ke-12, 14, 16, 18, dan 20 (Lampiran 20b). Penurunan
mutu
tekstur
diduga
disebabkan
oleh
pertambahan
kelembaban biskuit selama penyimpanan. Menurut Taub dan Singh (1998),
26 pertambahan kelembaban pada makanan kering akan menyebabkan hilangnya kerenyahan dan bertambahnya kekerasan (kurang mudah untuk dipatahkan). Peningkatan kelembaban biskuit uji dapat dilihat dari peningkatan kadar airnya. Penurunan skor mutu tekstur (kerenyahan menurun) biskuit secara signifikan terjadi pada minggu ke-12, dimana pada minggu tersebut terjadi pula peningkatan kadar air secara signifikan. Kemasan S lebih dapat menghambat penurunan mutu tekstur daripada kemasan NS karena penetrasi uap air ke dalam biskuit menjadi lebih terhambat. Penerimaan
keseluruhan.
Modus
tingkat
kesukaan
panelis
terhadap
penerimaan keseluruhan biskuit S dan NS selama penyimpanan berkisar antara 2 sampai 4 (Lampiran 9a dan 9b). Penilaian organoleptik keseluruhan biskuit ini merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap warna, aroma, rasa, tektur, serta penampakan biskuit. Menurunnya penilaian terhadap minimal satu faktor di atas diduga akan mempengaruhi penilaian organoleptik secara keseluruhan. Persentase panelis yang menerima keseluruhan parameter organoleptik biskuit
Penerimaan (%)
selama penyimpanan disajikan pada Gambar 6. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
stoples
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
100 100 100 95 95 80 90 65 90 85 60 80 80 75 70
nonstoples 100 90 100 100 80 85 75 90 55 55 45 40 50 65 60 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 6 Penerimaan panelis terhadap keseluruhan biskuit selama penyimpanan Kesukaan panelis terhadap keseluruhan parameter organoleptik kedua biskuit
berfluktuasi
selama
penyimpanan
dan
cenderung
menurun
jika
dibandingkan dengan titik awal penelitian. Penerimaan terhadap keseluruhan parameter sensori biskuit NS lebih rendah daripada biskuit S. Panelis yang menerima keseluruhan parameter organoleptik biskuit S selama penyimpanan berkisar antara 60% sampai 100%, sedangkan untuk biskuit NS berkisar antara 40% sampai 100%. Keseluruhan parameter sensori biskuit NS mempunyai
27 penerimaan kurang dari 50% pada minggu ke-20 dan 22. Pada akhir penyimpanan kedua jenis biskuit masih diterima oleh panelis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap
penerimaan
panelis
terhadap
keseluruhan
parameter
organoleptik kedua biskuit uji (p<0.05) (Lampiran 10a dan 10b). Berdasarkan uji lanjut Dunn penerimaan panelis terhadap biskuit S berbeda nyata pada minggu ke-2 dan 4 dengan minggu ke-14 dan 28, minggu ke-0 dengan minggu ke-14, serta minggu ke-2 dengan minggu ke-20 penyimpanan. Pada biskuit NS, penerimaan panelis minggu ke-0 berbeda nyata dengan minggu ke-16, 18, 20, 22, 24, 26, dan 28, minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-22 dan 24, minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-16, 20, 22, 24, dan 28, serta minggu ke-22 dengan minggu ke-6 dan 10 penyimpanan (Lampiran 15a dan 15b). Karena penilaian hedonik keseluruhan ini meliputi semua parameter organoleptik dan penampakan biskuit, maka perbedaan penilaian yang signifikan beberapa
parameter
organoleptik
biskuit
selama
penyimpanan
turut
mempengaruhi penilaian organoleptik keseluruhan biskuit.
Perubahan Sifat Kimia Biskuit Selama Penyimpanan Kandungan Zat Gizi Kadar Air. Mutu bahan pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh kandungan airnya. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya tahan pangan. Winarno (1997) menyatakan bahwa kadar air umumnya berbanding lurus dengan aw. Semakin kecil kadar air, maka semakin kecil aw, sehingga semakin awet bahan pangan tersebut karena pertumbuhan mikroba menjadi terhambat. Selama penyimpanan, kadar air biskuit yang disimpan dalam kemasan S maupun NS mengalami peningkatan. Kadar air biskuit selama penyimpanan 28 minggu pada suhu ruang dengan kemasan NS berkisar antara 3,30% sampai 6,92% (bb), sedangkan untuk biskuit kemasan S berkisar antara 3,69% sampai 5,76% (bb) (Gambar 7). Syarat kadar air biskuit pada SNI 01-2973-1992
adalah maksimum sebesar 5% (bb), sehingga dapat dikatakan kadar air biskuit mulai minggu ke-12 sampai pada akhir titik penyimpanan tidak memenuhi persyaratan tersebut.
28
Kadar Air (% bb)
stoples
8 7 6 5 4 3 2 1 0
0
4
8
12
16
20
24
28
3.79 3.78 3.69 5.41 5.39 5.70 5.57 5.76
nonstoples 3.79 3.82 3.30 5.96 6.23 6.92 6.55 6.32 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 7 Kadar air biskuit selama penyimpanan Peningkatan kadar air selama penyimpanan ini diduga akibat faktor lama penyimpanan dan kemasan yang digunakan. Semakin lama waktu penyimpanan maka kadar air kedua biskuit cenderung meningkat, dengan peningkatan kadar air biskuit NS yang lebih tinggi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air biskuit (p<0,05), sedangkan interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air biskuit (Lampiran 22a). Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar air biskuit menunjukkan bahwa peningkatan signifikan kadar air biskuit terjadi pada penyimpanan 12 minggu dan pada kedua kemasan (Lampiran 22b). Kadar air biskuit pada minggu ke-12 sampai 28 pada kemasan NS lebih tinggi daripada kemasan S. Biskuit merupakan makanan yang telah mengalami pemanggangan sehingga bersifat lebih higroskopis. Hal ini akan memungkinkan biskuit lebih mudah menyerap uap air dari lingkungannya sampai terjadi keseimbangan dengan
kelembaban
tempat
penyimpanannya.
Hal
ini
diduga
dapat
meningkatkan kadar air biskuit. Selain itu permeabilitas kemasan dan volume udara yang tersedia juga akan mempengaruhi kadar air bahan pangan. Plastik jenis polipropilen mempunyai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang (Syarief et al 1989). Tetapi meskipun demikian lama penyimpanan akan memungkinkan perembesan udara melalui pori-pori plastik. Winarno (1980) menyatakan bahwa wadah yang terbuat dari plastik kurang baik karena secara perlahan-lahan masih terjadi perembesan udara melalui pori-pori plastik. Permeabilitas kemasan yang kurang baik akan dapat memudahkan penetrasi uap air dan gas dari luar ke dalam kemasan, sehingga kadar air akan meningkat.
29 Biskuit yang dikemas dengan kemasan S mempunyai kadar air lebih rendah diduga karena volume udara yang tersedia di dalam S terbatas dan penetrasi gas maupun uap air lebih lambat karena terhalang oleh kemasan sekunder selain oleh kemasan plastik biskuit itu sendiri. Kadar Abu. Kadar abu dalam bahan pangan dapat menjadi indikator kandungan mineral dalam bahan pangan. Fowale et al (2007) menyebutkan bahwa mineral yang banyak terdapat dalam ikan lele dumbo adalah kalsium, fosfor, dan kalium. Kandungan kalsium pada tepung ikan lele dumbo sebesar 6.22% (bk) dan fosfor 4.14% (bk) (Ferazuma 2009). Kadar abu biskuit selama penyimpanan cenderung tetap. Kadar abu biskuit S berkisar antara 2.78% sampai 2.99% (bk), sedangkan untuk biskuit NS 2.78% sampai 3.01% (bk) (Gambar 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan, kemasan, maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu biskuit selama penyimpanan (Lampiran 24). Menurut Desroiser (1979), kadar abu merupakan mineral-mineral anorganik yang
memiliki
ketahanan
cukup
tinggi
terhadap
suhu
maupun
waktu
penyimpanan sehingga keberadaannya dalam pangan walaupun bisa mengalami perubahan namun cenderung tetap.
Kadar Abu (% bk)
4
stoples
3 2 1 0
0
4
8
12
16
20
24
28
2.78 2.83 2.82 2.89 2.99 2.91 2.86 2.86
nonstoples 2.78 2.86 2.79 2.94 2.87 3.01 2.90 2.91 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 8 Kadar abu biskuit selama penyimpanan Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar abu maksimum pada biskuit adalah 1.5% (bb). Kadar abu biskuit S dan NS selama penyimpanan tetap berada di atas persyaratan mutu SNI biskuit, yaitu berkisar antara 2.3% sampai 2.8% (bb). Hal ini disebabkan karena kadar abu awal penyimpanan biskuit yang sudah tinggi akibat penambahan tepung ikan dan tepung kedelai dalam formula biskuit tersebut. Kadar abu tepung kepala ikan
30 adalah 16.52% (bb), kadar abu tepung badan ikan 4.44% (bb), dan kadar abu isolat protein kedelai adalah 4.36% (bb) (Mervina 2009). Kadar Protein. Kandungan protein di dalam bahan pangan umumnya ikut menentukan mutu bahan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar protein suatu bahan pangan maka akan semakin baik pula mutunya. Biskuit uji dibuat dengan penambahan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai yang merupakan bahan pangan tinggi protein, sehingga kadar protein biskuit inipun lebih tinggi jika dibandingkan dengan biskuit biasa yang berbahan baku tepung terigu saja. Kadar protein biskuit selama penyimpanan berkisar antara 18,30% sampai 19,95% (bk) untuk biskuit dengan kemasan S dan 18,15% sampai 19,83% (bk) untuk biskuit dengan kemasan NS (Gambar 9). Menurut syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar protein minimum dalam biskuit adalah 9.00% (bb). Kadar protein biskuit sampai akhir penyimpanan berkisar 17% sampai 19% (bb) yang berarti tetap lebih tinggi daripada yang disyaratkan SNI.
Kadar Protein (% bk)
25 20 15 10
stoples
5 0
0
4
8
12
16
20
24
28
19.6 19.8 18.3 18.6 18.3 19.9 19.9 19.6
nonstoples 19.6 18.4 18.6 18.5 18.1 19.3 19.7 19.8 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 9 Kadar protein biskuit selama penyimpanan Kerusakan protein dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor pemanasan, reaksi kimia dengan asam atau basa, aktivitas mikroba, dan lama penyimpanan. Kerusakan protein biasanya dapat menyebabkan protein terdenaturasi atau terdegradasi (Winarno 1997). Kadar protein biskuit uji sedikit mengalami penurunan pada minggu ke-4 sampai 16. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein biskuit (Lampiran 26). Taub dan Singh (1998) menyatakan bahwa penurunan nilai gizi protein tidak
31 signifikan meskipun nilai sensori makanan berprotein menurun secara signifikan dan produk menjadi tidak diterima lagi. Kadar Lemak. Lemak dalam makanan antara lain berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan tekstur. Semakin banyak lemak yang ditambahkan pada adonan, semakin rapuh biskuit yang dihasilkan (Manley 1998). Lemak dalam biskuit uji ini terutama berasal dari mentega dan margarine. Kadar lemak biskuit selama penyimpanan berfluktuasi yaitu berkisar antara 21,64% sampai 22,48% (bk) untuk biskuit dengan kemasan S dan 21,46% sampai 23,49% (bk) untuk biskuit dengan kemasan NS (Gambar 10). SNI 012973-1992 mensyaratkan kadar lemak minimum dalam biskuit adalah 9.5% (bb) sehingga kadar lemak biskuit uji yang berkisar antara 20% sampai 22% (bb) sampai dengan akhir penyimpanan masih memenuhi persyaratan tersebut. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak biskuit (Lampiran 28).
Kadar Lemak (% bk)
30 25 20 15 10
stoples
5 0
0
4
8
12
16
20
24
28
22.4 22.4 21.8 21.8 22.2 21.6 21.7 21.6
nonstoples 22.4 22.7 21.4 22.8 22.5 23.4 23.1 22.1 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 10 Kadar lemak biskuit selama penyimpanan Kadar Total Karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi sebagai sumber tenaga. Kadar karbohidrat selama penyimpanan pada biskuit uji dihitung secara kasar menggunakan metode by difference. Dalam metode by difference ini, diasumsikan sistem pangan yang terdiri dari komponen zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak), abu dan air dianggap seratus persen, sehingga kadar karbohidrat dapat diperoleh dengan pengurangan seratus persen dengan komponen lainnya dalam sistem pangan. Taub dan Singh (1998) mengemukakan bahwa stabilitas karbohidrat dalam
32 sistem pangan dapat juga dilihat dari kontribusinya sebagai komponen dari formulasi makanan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit selama penyimpanan berkisar antara 49.80% sampai 53.27% (bk) untuk biskuit S dan 47.26% sampai 53.82% (bk) untuk biskuit NS (Gambar 11). Kadar karbohidrat selama penyimpanan sekitar 50%-57% (bb), lebih rendah daripada persyaratan kadar karbohidrat minimum biskuit terigu menurut SNI 01-2973-1992 sebesar 70% (bb). Hal ini dikarenakan pada formulasi biskuit uji dilakukan penambahan tepung terigu dengan tepung ikan dan isolat protein kedelai yang tinggi
Kadar Karbohidrat (% bk)
kandungan protein. 60 50 40 30 20 10
stoples
0
0
4
8
12
16
20
24
28
51.3 51.0 53.2 51.1 51.1 49.8 49.9 50.0
nonstoples 51.3 52.0 53.8 49.7 50.2 47.2 47.6 48.7 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 11 Kadar karbohidrat biskuit selama penyimpanan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit (p<0.05), sedangkan faktor kemasan serta interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit (Lampiran 30a). Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar karbohidrat biskuit menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit minggu ke-0, 4, 12, dan 16 tidak berbeda nyata dengan minggu ke-8, 20, 24, dan 28. Kadar karbohidrat biskuit pada minggu ke-8 penyimpanan berbeda nyata dengan minggu ke-20, 24, dan 28 penyimpanan (Lampiran 30b). Perbedaan ini diduga karena pada penentuan kadar karbohidrat dengan metode by difference sehingga variasi kadar komponen-komponen lain (air, abu, lemak, dan protein) dalam biskuit selama penyimpanan membuat kadar karbohidrat juga bervariasi.
33 Parameter Kerusakan Biskuit Kadar Asam Lemak Bebas (ALB). Kadar asam lemak bebas biskuit merupakan salah satu indikator untuk mengetahui penurunan kualitas biskuit selama penyimpanan. Asam lemak bebas pada biskuit dapat dihasilkan dari penambahan langsung bahan-bahan yang memang telah mengandung asam lemak bebas dan dari hidrolisis lemak oleh air atau oleh enzim serta dari oksidasi lemak. Bahan-bahan yang kemungkinan memang telah mengandung asam lemak bebas yang ditambahkan ke biskuit ini adalah margarin, mentega, tepung susu, telur, dan tepung ikan lele. Jenis asam lemak yang paling tinggi dalam biskuit kemungkinannya adalah asam lemak yang berasal dari margarin dan mentega karena keduanya merupakan sumber lemak yang memberi kontribusi cukup besar dalam formulasi biskuit ini . Menurut Buckle et al (1987) jenis asam lemak yang paling banyak terdapat dalam margarin dan mentega adalah asam palmitat. Oleh karena itu kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan dihitung sebagai asam palmitat. Kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan suhu ruang cenderung menurun. Kadar asam lemak bebas biskuit kemasan S berkisar antara 0.16% sampai 1.15% (bk), sedangkan untuk biskuit kemasan NS berkisar antara 0.19% sampai 1.09% (bk) (Gambar 12). Standar Malaysia (1998) untuk semi-sweet biscuits and cookies masing-masing mensyaratkan kadar asam lemak biskuit maksimal 1%, sehingga kadar asam lemak bebas pada minggu ke-
Kadar ALB (% bk)
12 tidak memenuhi persyaratan tersebut. 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
stoples
0
4
8
12
16
20
24
28
0.91 0.75 0.71 1.15 0.46 0.29 0.25 0.16
nonstoples 0.90 0.74 0.74 1.09 0.44 0.35 0.25 0.19 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 12 Kadar ALB biskuit selama penyimpanan
34 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas biskuit (p<0.05), tetapi kemasan serta interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas biskuit (Lampiran 32a). Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar asam lemak bebas biskuit menunjukkan bahwa pada minggu ke-4 dengan 8, minggu ke-20 dengan 24, serta minggu ke24 dengan 28 penyimpanan kadar ALB biskuit tidak berbeda nyata, sedangkan kadar ALB biskuit pada minggu ke-0, 4, 12, 16, 20, 24, dan 28 penyimpanan berbeda nyata (Lampiran 32b). Faktor yang mempengaruhi tingginya kadar ALB adalah lama dan suhu pemanasan, kontaminasi, pengemasan, serta penyimpanan produk akhir yang kurang baik (Taub & Singh 1998). Pada minggu ke-0, kadar ALB biskuit tinggi yang diduga diakibatkan oleh proses pengolahan, yaitu pemanggangan biskuit. Biskuit uji dipanggang selama 20 menit dengan suhu awal 1400C dan suhu akhir 1600C (Mervina 2009). Pada lama penyimpanan 4 dan 8 minggu kadar ALB biskuit menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh efek antioksidan alami yang terdapat dalam bahan-bahan penyusun biskuit uji. Menurut Ketaren (2008), margarin dan mentega mengandung antioksidan alami yaitu vitamin A (beta karoten), selain itu juga mengandung vitamin E (tokoferol). Kadar ALB biskuit mulai meningkat setelah minggu ke-8 penyimpanan dan mencapai nilai tertinggi pada minggu ke-12 penyimpanan. Hal ini diduga karena fungsi antioksidan dalam biskuit rusak akibat proses oksidasi. Antioksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah besar (Ketaren 2008). Selain itu peningkatan kadar ALB diduga pula diakibatkan oleh proses hidrolisis lemak. Adanya air dalam lemak akan mengakibatkan kerusakan lemak karena hidrolisis (Manley 2000). Hal ini didukung oleh peningkatan kadar air biskuit yang signifikan pada minggu ke-12 penyimpanan. Setelah minggu ke-12 penyimpanan, kadar ALB biskuit terus menurun sampai akhir penyimpanan. Hal ini diduga disebabkan reaksi oksidasi lanjutan dari asam lemak bebas, sehingga asam lemak bebas terurai menjadi peroksida ataupun hidroperoksida. Peruraian asam lemak bebas ini akan menyebabkan kadar peroksida meningkat. Kadar Peroksida. Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatis maupun nonenzimatis (Sudarmadji dkk 2007). Pengukuran kadar peroksida merupakan salah satu
35 parameter untuk mengetahui penurunan kualitas biskuit akibat kerusakan oksidatif pada lemak. Persenyawaan hidroperoksida merupakan produk primer yang terbentuk dari hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen (Ketaren 2008). Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan suhu ruang dengan kemasan S berkisar antara 0 mg Eq/kg sampai 4,29 mg Eq/kg, sedangkan untuk biskuit kemasan NS berkisar antara 0,14 mg Eq/kg sampai 3,72 mg Eq/kg. Kadar peroksida biskuit uji selama penyimpanan masih di bawah standar. SNI 01-23471991 untuk analisa angka peroksida yaitu di bawah 10 mg Eq/kg, sedangkan Standar Malaysia (1998) untuk semi-sweet biscuits and cookies masing-masing mensyaratkan angka peroksida sebesar maks. 6 mg Eq/kg. Kadar peroksida biskuit uji terus meningkat sampai minggu ke-16 (biskuit S) dan ke-20 (biskuit NS), kemudian menurun sampai akhir penyimpanan (Gambar 13). Besarnya peningkatan kadar peroksida tergantung pada kecepatan reaksi oksidasi yang antara lain dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan (kelembaban udara, oksigen, dan cahaya). Semakin tinggi angka peroksida sampai pada titik puncaknya dan kemudian dilanjutkan dengan penurunan angka
Kadar Peroksida (mg Eq/kg)
peroksida, maka kerusakan lemak semakin besar.
stoples
6 5 4 3 2 1 0
0
4
8
12
16
20
24
28
0.00 1.45 1.52 2.45 4.29 3.70 2.13 1.58
nonstoples 0.14 1.29 1.59 2.09 3.11 3.72 3.14 1.71 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 13 Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar peroksida biskuit (p<0,05), tetapi kemasan serta interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar peroksida biskuit (Lampiran 34a). Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar peroksida biskuit menunjukkan bahwa peningkatan
36 signifikan kadar peroksida biskuit terjadi pada lama penyimpanan 0, 4, dan 16, sedangkan penurunan signifikan kadar peroksida biskuit terjadi pada lama penyimpanan 24 minggu. Kadar peroksida biskuit pada minggu ke-20 dengan 16 tidak berbeda nyata, demikian juga pada minggu ke-24 dengan 12, serta minggu ke-12 dengan minggu ke-28, 8, dan 4. Kadar peroksida biskuit pada minggu ke4, 8, 12, dan 28 berbeda nyata dengan minggu ke-0, 24, 16, dan 20 (Lampiran 34b). Peningkatan kadar peroksida setelah minggu ke-0 menunjukkan bahwa jumlah lemak yang teroksidasi semakin banyak. Seiring berlanjutnya proses oksidasi, maka kadar peroksida akan meningkat sampai mencapai puncaknya, kemudian menurun (Taub & Singh 1998). Penurunan kadar peroksida biskuit setelah minggu ke-16 (biskuit S) dan minggu ke-20 (biskuit NS) diduga disebabkan karena peroksida tersebut telah mengalami degradasi. Menurut Ketaren
(2008),
hasil
dari
degradasi
produk
primer
oksidasi
adalah
persenyawaan alkohol, aldehida dan asam serta persenyawaan tidak jenuh dengan bobot molekul lebih rendah. Bau tengik terutama disebabkan oleh aldehid dan keton, dan bukan oleh peroksida. Ketengikan dimulai ketika senyawa aldehid atau keton telah terbentuk.
Perubahan Total Mikroba (TPC) Biskuit Selama Penyimpanan Kerusakan bahan pangan selain akibat kerusakan fisik-mekanik dan kerusakan kimiawi, dapat juga akibat kerusakan biologi, terutama mikrobiologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain sifatsifat dari bahan pangan itu sendiri, faktor pengolahan, kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan, serta sifat-sifat dari organisme itu sendiri (Buckle et al 1987). Total mikroba biskuit selama penyimpanan berkisar antara 60 koloni/g sampai 141 koloni/g untuk biskuit dengan kemasan S dan 66 koloni/ml sampai 583 koloni/g untuk biskuit dengan kemasan NS. Jika dibandingkan dengan persyaratan SNI 01-2973-1992 yang mensyaratkan TPC biskuit maksimal 104, maka hasil TPC biskuit sampai akhir penyimpanan masih memenuhi persyaratan tersebut. Grafik pada Gambar 14 menunjukkan bahwa hasil TPC biskuit uji selama penyimpanan cenderung tidak berbeda jauh dari waktu ke waktu, kecuali pada minggu ke-20 penyimpanan biskuit NS. Hal ini diduga karena sampel biskuit uji
37 yang digunakan bukan berasal dari satu kemasan yang sama, sehingga kemungkinan sampel biskuit NS minggu ke-20 telah terkontaminasi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor lama penyimpanan dan kemasan, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap total mikroba (Lampiran 36). Hal ini diduga karena siklus hidup mikroba selama penyimpanan 28 minggu pada biskuit yang rendah kadar airnya masih berada dalam fase lag. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa pada fase lag, mikroba-mikroba yang ada berada dalam
tahap
penyesuaian
diri
dengan
lingkungannya,
sehingga
belum
Jumlah koloni/g
mengalami pertumbuhan secara signifikan. 700 600 500 400 300 200 100 0
stoples
0
4
8
12
16
20
24
28
135.0 125.0 60.00 110.0 85.00 67.50 141.0 125.0
nonstoples 135.0 127.5 95.00 110.0 162.5 582.5 66.25 225.0 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 14 Total mikroba biskuit selama penyimpanan
Karakteristik dari biskuit uji antara lain adalah tinggi protein dan rendah
kandungan air, serta disimpan dalam suhu ruang. Kondisi ini terutama sangat sesuai untuk pertumbuhan kapang. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada cawan petri sampel biskuit yang menunjukkan bahwa mikroba yang ada pada biskuit selama penyimpanan adalah jenis kapang dan bakteri Basillus sp, dengan dominasi kapang. Produk pangan kering biasanya tidak atau sedikit mengandung bakteri tetapi dapat mengandung kapang dalam jumlah besar. Kondisi untuk pertumbuhan kapang antara lain kadar air rendah, suhu udara 25300C, makanan berkarbohidrat, protein, ataupun lemak (Baigrie 2003 dan Fardiaz 1992). Keberadaan Bacillus sp dalam biskuit ini dikarenakan bakteri ini mampu membentuk spora yang tahan terhadap suhu pemanasan dan kemudian akan tumbuh jika kondisi untuk pertumbuhannya memungkinkan.
38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Biskuit S mempunyai penerimaan dan perubahan mutu organoleptik yang lebih kecil daripada biskuit NS. Penerimaan panelis dan skor mutu warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan biskuit selama penyimpanan
cenderung
mengalami penurunan dibandingkan dengan titik awal penyimpanan. Secara umum, panelis lebih menyukai biskuit S daripada biskuit NS, kecuali untuk parameter warna biskuit. Faktor lama penyimpanan pada kedua jenis biskuit berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan biskuit selama penyimpanan 28 minggu. Biskuit S masih dapat diterima sampai akhir penyimpanan. Pada minggu ke-20 dan 22 keseluruhan biskuit NS tidak diterima oleh panelis dengan persentase penerimaan kurang dari 50% panelis. Faktor lama penyimpanan dan faktor kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu aroma, rasa, dan tekstur, sedangkan untuk mutu warna hanya dipengaruhi secara nyata oleh faktor kemasan saja. Secara sensori, biskuit pada lama penyimpanan 28 minggu masih diterima oleh panelis. Faktor lama penyimpanan dan kemasan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air biskuit, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak biskuit kedua kemasan. Faktor lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat, kadar asam lemak bebas dan kadar peroksida biskuit, tetapi faktor kemasan tidak berpengaruh. Interaksi antara lama penyimpanan dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, total karbohidrat, asam lemak bebas, dan peroksida biskuit. Mulai minggu ke-12, kadar air biskuit pada kedua kemasan meningkat melebihi 5% (bb), yang berarti melebihi persyaratan biskuit menurut SNI 01-2973-1992. Kadar asam lemak bebas (dinyatakan sebagai asam palmitat) biskuit selama penyimpanan cenderung menurun, kecuali pada minggu ke-12 dimana mengalami peningkatan melebihi persyaratan biskuit menurut Standar Malaysia (1%). Kadar peroksida biskuit selama penyimpanan masih di bawah persyaratan SNI (10 mg Eq/kg) maupun persyaratan Standar Malaysia (6 mg Eq/kg). Secara kimiawi, biskuit dengan lama penyimpanan 28 minggu masih aman untuk dikonsumsi.
39 Hasil Total Plate Count biskuit kedua kemasan selama penyimpanan cenderung stabil, kecuali pada minggu ke-20 untuk biskuit NS. Meskipun demikian, jumlah mikroba sampai akhir penyimpanan masih di bawah persyaratan biskuit menurut SNI 01-2973-1992, yaitu maksimal 104 koloni/g. Faktor lama penyimpanan dan faktor kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah koloni mikroba. Secara mikrobiologi, biskuit dengan lama penyimpanan 28 minggu masih aman untuk dikonsumsi. Saran Produsen diharapkan mencantumkan dalam kemasan primer biskuit bahwa sebaiknya biskuit disimpan dalam kemasan sekunder, misalnya stoples untuk mengurangi penurunan mutu biskuit selama penyimpanan. Selain faktor lama
penyimpanan,
deteriorisasi
biskuit
juga
dipengaruhi
oleh
kondisi
penyimpanan produk, sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai berbagai macam kondisi pengemasan dan penyimpanan untuk biskuit ini, baik dengan metode konvensional maupun akselerasi, sehingga penentuan umur simpan biskuit ini dapat ditentukan dengan pasti.
40
DAFTAR PUSTAKA Anonim.
2003. Your foods real shelf-life. http://www.geocities.com/Axiom43/shelflife.html [20 September 2009]
AOAC.
1995. Official Methods Gaithersburg, Maryland.
of
Analysis,
16th.
AOAC
International,
Apriyantoro A, dkk. 1989. Analisis Pangan [petunjuk laboratorium]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Baigrie B, editor. 2003. Taints and Off Flavours in Food. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. Buckle KA, et al. 1985. Ilmu Pangan. penerjemah Purnomo H dan Adiono. Food science. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Department of Standards Malaysia. 1998. MS 1434:1998; Specification for SemiSweet Biscuits and Cookies. Malaysia: Department of Standards Malaysia. Desroiser NW. 1979. Elements of Food Technology. Westport: AVI Publishing Company. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. _______ . 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Ferazuma H. 2009. Substitusi tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp) untuk meningkatkan kandungan kalsium crackers [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Chemical, Biological, Physical, and Nutritional Aspects, (Charalambius G, ed.). London: Elsevier Publisher. Fowale et al. 2007. Proximate and mineral composition in some selected fresh water fishes in Nigeria. J of Food Safety 9:52-55. Harris R, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan Edisi II. penerjemah Achmadi S. Nutritional evaluation of food processing. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian: 27(4). Hollander M. 1973. Nonparametric Statistical Methods. USA: John Wiley & Sons,Inc.
41 Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kusharto, CM. 2008. Makanan fungsional berbasis protein ikan dan prebiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak balita rawan gizi [laporan hibah penelitian]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kusumaningrum A. 2002. Mempelajari cara penentuan umur simpan produk biskuit di PT. Sanghiang Perkasa [laporan magang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manley D, editor. 1998. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third Edition. Washington: CRC Press . 2000. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for the Food Industry. Washington: CRC Press Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press. Mervina. 2009. Formulasi biskuit fungsional dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mossel DAA. 1971. Physiological and metabolic attributes of microbial groups associated with foods. J. Appl.Bacteriol. 34:95-118 Nurjanah S. 2006. Kajian sumber dan analisis bahaya mikrobiologis pangan pada rumah makan di lingkar kampus IPB [laporan akhir penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: IPB Press. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1991a. Analisis Angka Peroksida SNI 012347. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. ___________________________. 1991b. Petunjuk Pengujian Organoleptik. Jakarta : Badan Standarisasi nasional. ___________________________. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI 01-2973. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Sudarmadji dkk. 2007. Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: UGM Press. Suparjo. 2007. Analisis kimiawi. http://jajo66.files.wordpress.com [19 Juli 2009] Syarief R, Santausa S, Isyana S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: IPB Press.
42 Taub IA, Singh RP, editor. 1998. Food Storage Stability. New York: CRC Press. Vail GE, JA Philips, LO Rust, RM Griswold, M Justin. 1978. Foods 7th edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Whisley PR. 1971. Biscuit Manufacture Fundamental of In-live Production. London: Applied Science Publishers. Winarno FG, S Fardiaz, D Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, dkk. 1992. Pengaruh jenis pengemas dan penambahan anticaking terhadap mutu bubuk bawang putih (Allium sativum L) selama penyimpanan. Di dalam Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol.V No.3/1994.
43
LAMPIRAN
43
44 Lampiran 1 Formula biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai Komponen Tepung ikan lele dumbo Tepung kepala ikan lele dumbo Isolat protein kedelai Tepung terigu Gula bubuk Telur Margarine Mentega Tepung susu Total Baking powder Soda kue
Jumlah (g) 35 15 100 250 180 180 90 90 60 1000 8 4
Lampiran 2 Lembar Uji Organoleptik Biskuit Nama panelis : __________________
Tanggal pengujian :__________
Jenis kelamin : L / P Nama produk :Biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai Di hadapan Anda disajikan beberapa produk biskuit, Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan dari produk biskuit tersebut berdasarkan skala berikut: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = biasa/netral 4 = suka 5 = sangat suka Keterangan: Mohon untuk tidak membandingkan antarsampel Kode
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Keseluruhan
Komentar/saran :
44
45 Lembar Uji Organoleptik Biskuit Nama panelis : __________________
Tanggal pengujian :__________
Jenis kelamin : L / P Nama produk : Biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai Di hadapan Anda disajikan beberapa produk biskuit, Anda diminta untuk memberikan penilaian mutu hedonik terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur dari produk biskuit dengan membuat tanda garis tegak lurus ( | ) pada skala garis sesuai dengan kode biskuit. Mohon tidak membandingkan antarsampel. Rasa 1
5
Amat sangat tidak enak
9 Amat sangat enak
Warna 1
5
Amat sangat gelap
9 Amat sangat cerah
Aroma 1
5
Amat sangat amis
9 Amat sangat tidak amis
Tekstur 1
5
Amat sangat keras
9 Amat sangat renyah
Komentar/saran :
45
Terima kasih
46 Lampiran 3 Prosedur Uji Kimia 1. Uji Proksimat a. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Cawan
aluminium
dikeringkan
dalam
oven,
didinginkan
dalam
desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 3 g) dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dimasukan ke dalam oven bersuhu 100°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: 100%
Kadar air (%bb) = Keterangan : a = berat sampel awal (g) b = berat cawan (g)
c = berat cawan dan sampel akhir (g) b. Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995) Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600°C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik bersuhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel selanjutnya didinginkan dalam
desikator,
kemudian
ditimbang.
Perhitungan
kadar
abu
dengan
menggunakan rumus:
Kadar Abu (%bb ) =
c−b × 100% a
Keterangan: a = berat sampel awal (g) b = berat cawan (g) c = berat cawan dan sampel akhir (g)
46
47 c. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldhal (AOAC 1995) Sejumlah kecil sampel yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan dalam labu kjeldhal 30 ml, ditambahkan ½ sdk selenium mix dan 7 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi. Kemudian labunya dibilas sekitar 5-6 kali dengan akuades, air bilasannya dipindahkan ke dalam labu destilasi, tambahkan indikator metil merah dan larutan NaOH sampai berubah warna. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai tertampung kira-kira 75 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Destilat dalam erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0,0964 N sampai berubah warna. Perhitungan kadar protein dengan menggunakan rumus:
Kadar Nitrogen (%bb ) =
VtitrasixN HClx14,007 × 100 % mgsampel
Kadar Protein (% bb) = %N x faktor konversi (6.25) d. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100110°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksan). Refluks dilakukan sampai pelarut yang ada di dalam labu lemak disulingkan kembali atau sampai pelarut berubah warna menjadi bening kembali. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C hingga beratnya kostan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar Lemak (%bb ) =
c−b × 100 % a
Keterangan: a = berat sampel awal (g) b = berat labu kosong (g) c = berat labu dan sampel akhir (g) 47
48 e. Kadar Total Karbohidrat (AOAC 1984) Kadar karbohidrat biskuit dihitung secara by difference, yaitu dengan mengurangi 100% kandungan gizi bahan dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat (%bb)
= 100% - ((%bb) k. air + (%bk)k. abu + (%bk) k.protein + (%bk) k. lemak)
f. Bilangan Peroksida (Apriyantono et al. 1989) Lemak sampel ditimbang dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 25 ml pelarut kloroform asetat 1:1, kocok sampai semua minyak sampel larut. Ditambahkan 1 ml larutan kalium iodida, didiamkan selama 2 menit di ruang gelap sambil digoyang, tambahkan 20 ml aquadest dan indikator kanji. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan Na tiosulfat 0,1 N atau 0,01 N tergantung banyaknya iod yang dibebaskan. Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu: Miliekivalen per 1000 g contoh = A x N x 1000/G Milimol per 1000 g contoh = 0,5 x N x A x 1000/G Milligram oksigen per 100 g contoh = A x N x B x 100/G A
= ml sodium tiosulfat yang digunakan sampel – ml sodium tiosulfat yang digunakan untuk penetapan blanko
N
= normalitas sodium tiosulfat
G
= berat contoh lemak/minyak (gram) g. Kadar Asam Lemak Bebas (Apriyantono et al 1989) Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram didalam Erlenmeyer
250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit di atas hot plate sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah jambu konsisten selama 10 detik. Setelah itu, dihitung jumlah mL NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak dalam gram minyak atau lemak. % kadar asam lemak bebas = V
= volume titrasi NaOH (ml)
N
= normalitas larutan NaOH
G
= berat sampel (g)
M
= berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak/lemak (256
48
untuk asam palmitat)
49 Lampiran 4 Prosedur Uji Total Mikroba Uji Mikrobiologi Total Plate Count (Fardiaz 1992) Sebanyak
1
gram
sampel
ditimbang
secara
aseptik,
kemudian
dimasukkan ke dalam larutan pengencer (0,85% NaCl). Pengenceran dilakukan secara berseri, sehingga diperoleh tiga macam pengenceran, yaitu 1:10, 1:100, dan 1:1000. Setelah itu sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sesuai dan telah didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml. Setelah itu digoyangkan supaya sampel menyebar rata. Media agar yang digunakan untuk inokulasi total mikroba adalah PCA (Plate Count Agar). Inokulasi biakan dilakukan pada suhu 25-30oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh sebagai jumlah mikroorganisme per gram sampel. Perhitungan: Koloni per gram sampel = jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran)
49
50
A. Data Sifat Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Lampiran 5a Data uji kesukaan panelis terhadap warna biskuit S selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 3 15 2 20 20 100
2 0 1 7 11 1 20 19 95
4 0 0 3 16 1 20 20 100
6 0 0 8 10 2 20 20 100
8 0 2 11 6 1 20 18 90
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 1 0 0 0 1 3 0 1 2 2 7 10 8 9 9 8 6 10 9 8 1 4 1 0 0 20 20 20 20 20 16 20 19 18 17 80 100 95 90 85
20 0 4 6 8 2 20 16 80
22 0 5 5 10 0 20 15 75
24 0 5 4 11 0 20 15 75
26 0 7 4 9 0 20 13 65
28 0 3 9 8 0 20 17 85
22 0 4 7 8 1 20 16 80
24 0 4 6 10 0 20 16 80
26 0 2 6 11 1 20 18 90
28 0 5 9 6 0 20 15 75
Lampiran 5b Data uji kesukaan panelis terhadap warna biskuit NS selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 3 15 2 20 20 100
2 1 2 9 8 0 20 17 85
4 0 1 14 5 0 20 19 95
6 0 0 11 7 2 20 20 100
8 0 2 9 8 1 20 18 90
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 0 0 0 0 1 0 2 1 3 10 16 6 12 9 7 4 11 7 6 2 0 1 0 2 20 20 20 20 20 19 20 18 19 17 95 100 90 95 85
20 0 6 6 7 1 20 14 70
50
51
Lampiran 6a Data uji kesukaan panelis terhadap rasa biskuit S selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18
0
2
4
6
8
20
22
24
26
28
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
2
1
1
2
0 6 14 0 20 20 100
0 6 13 1 20 20 100
0 9 9 2 20 20 100
5 3 11 1 20 15 75
3 11 6 0 20 17 85
4 7 7 2 20 16 80
4 2 11 3 20 16 80
8 11 1 0 20 12 60
6 8 6 0 20 14 70
4 8 7 0 20 15 75
5 6 7 0 20 13 65
2 6 10 0 20 16 80
4 7 8 0 20 15 75
5 8 6 0 20 14 70
6 10 2 0 20 12 60
22 3 9 5 3 0 20 8 40
24 2 10 8 0 0 20 8 40
26 2 3 13 2 0 20 15 75
28 3 6 9 2 0 20 11 55
Lampiran 6b Data uji kesukaan panelis terhadap rasa biskuit NS selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 6 14 0 20 20 100
2 0 2 7 10 1 20 18 90
4 0 1 8 11 0 20 19 95
6 0 3 7 10 0 20 17 85
8 0 7 8 5 0 20 13 65
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 2 0 1 2 3 0 6 9 9 7 14 8 8 7 8 4 6 2 1 2 0 0 0 1 20 20 20 20 20 17 18 14 10 9 85 90 70 50 45
20 2 11 4 3 0 20 7 35
51
52
Lampiran 7a Data uji kesukaan panelis terhadap aroma biskuit S selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 5 14 1 20 20 100
2 0 0 8 12 0 20 20 100
4 0 0 7 12 1 20 20 100
6 0 7 5 7 1 20 13 65
8 0 7 6 7 0 20 13 65
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 0 0 0 1 4 8 7 2 4 8 4 10 12 8 8 7 3 5 7 0 1 0 1 0 20 20 20 20 20 16 12 13 18 15 80 60 65 90 75
20 0 7 9 4 0 20 13 65
22 0 3 10 7 0 20 17 85
24 0 5 10 5 0 20 15 75
26 0 6 9 5 0 20 14 70
28 0 7 5 8 0 20 13 65
22 2 11 5 2 0 20 7 35
24 2 7 7 3 1 20 11 55
26 1 7 9 3 0 20 12 60
28 2 5 8 5 0 20 13 65
Lampiran 7b Data uji kesukaan panelis terhadap aroma biskuit NS selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 5 14 1 20 20 100
2 0 1 8 10 1 20 19 95
4 0 0 9 11 0 20 20 100
6 0 5 9 5 1 20 15 75
8 0 5 8 7 0 20 15 75
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 1 0 0 0 0 3 7 6 8 8 11 10 6 9 8 3 3 8 3 4 2 0 0 0 0 20 20 20 20 20 16 13 14 12 12 80 65 70 60 60
20 0 12 4 4 0 20 8 40
52
53
Lampiran 8a Data uji kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit S selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 2 7 11 0 20 18 90
2 0 1 7 12 0 20 19 95
4 0 1 10 9 0 20 19 95
6 0 0 10 8 2 20 20 100
8 0 3 11 6 0 20 17 85
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 1 0 2 0 0 4 2 6 3 5 5 13 5 10 8 8 4 7 6 7 2 1 0 1 0 20 20 20 20 20 15 18 12 17 15 75 90 60 85 75
20 1 7 6 6 0 20 12 60
22 0 5 6 8 1 20 15 75
24 0 2 6 12 0 20 18 90
26 1 7 5 7 0 20 12 60
28 1 7 9 3 0 20 12 60
22 1 11 6 2 0 20 8 40
24 2 11 3 4 0 20 7 35
26 1 14 4 1 0 20 5 25
28 3 10 5 2 0 20 7 35
Lampiran 8b Data uji kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit NS selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 2 7 11 0 20 18 90
2 0 4 6 10 0 20 16 80
4 0 0 13 7 0 20 20 100
6 0 4 11 5 0 20 16 80
8 1 3 4 12 0 20 16 80
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 0 0 1 3 6 5 7 9 6 10 13 5 9 5 2 2 7 1 6 2 0 1 0 0 20 20 20 20 20 14 15 13 10 11 70 75 65 50 55
20 6 6 5 3 0 20 8 40
53
54
Lampiran 9a Data uji kesukaan panelis terhadap keseluruhan biskuit S selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 6 14 0 20 20 100
2 0 0 5 13 2 20 20 100
4 0 0 5 14 1 20 20 100
6 0 1 11 6 2 20 19 95
8 0 1 11 8 0 20 19 95
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 0 0 0 0 4 2 7 2 3 7 11 10 11 10 9 4 3 7 6 0 3 0 0 1 20 20 20 20 20 16 18 13 18 17 80 90 65 90 85
20 0 8 6 6 0 20 12 60
22 0 4 8 8 0 20 16 80
24 0 4 8 8 0 20 16 80
26 0 5 10 5 0 20 15 75
28 0 6 11 3 0 20 14 70
24 2 8 8 2 0 20 10 50
26 0 7 11 2 0 20 13 65
28 1 7 11 1 0 20 12 60
Lampiran 9b Data uji kesukaan panelis terhadap keseluruhan biskuit NS selama penyimpanan Skor Modus 1 2 3 4 5 N Jumlah Penerimaan % Penerimaan
0 0 0 6 14 0 20 20 100
2 0 2 7 10 1 20 18 90
4 0 0 9 11 0 20 20 100
6 0 0 14 6 0 20 20 100
8 0 4 10 6 0 20 16 80
Lama Penyimpanan (minggu) 10 12 14 16 18 0 0 0 0 1 3 5 2 9 8 7 13 11 10 6 10 2 7 1 4 0 0 0 0 1 20 20 20 20 20 17 15 18 11 11 85 75 90 55 55
20 0 11 6 3 0 20 9 45
22 3 9 7 1 0 20 8 40
54
55 Lampiran 10a Hasil uji Kruskal Wallis biskuit S selama penyimpanan Variabel Chi-square Df Asymp. Sig.
Warna 28.7614 14 0.0113
Rasa 50.8360 14 <.0001
Aroma 39.3081 14 0.0003
Tekstur 28.5023 14 0.0122
Keseluruhan 50.4152 14 <.0001
Lampiran 10b Hasil uji Kruskal Wallis biskuit NS selama penyimpanan Variabel Chi-square Df Asymp. Sig.
Warna 25.8358 14 0.0272
Rasa 82.4664 14 <.0001
Aroma 60.7890 14 <.0001
Tekstur 65.8004 14 <.0001
Keseluruhan 84.7340 14 <.0001
55
56
Lampiran 11a Hasil uji lanjut Dunn untuk warna biskuit S Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 202.40 163.95 198.40 171.40 129.50 134.08 167.00 157.75 137.90 127.33 145.20 133.75 139.95 120.65 128.25 15 300 3.49 95.59
0
2 38.45
4 4.00 34.45
6 31.00 7.45 27.00
8 72.90 34.45 68.90 41.9
10 68.33 29.88 64.33 37.32 4.57
Waktu (minggu) 12 14 16 35.40 44.65 64.50 3.05 6.20 26.05 31.40 40.65 60.50 4.4 13.65 33.5 37.50 28.25 8.40 32.93 23.68 3.83 9.25 29.10 19.85
18 75.08 36.63 71.08 44.08 2.18 6.75 39.68 30.43 10.58
20 57.20 18.75 53.20 26.2 15.70 11.13 21.80 12.55 7.30 17.88
22 68.65 30.20 64.65 37.65 4.25 0.32 33.25 24.00 4.15 6.43 11.45
24 62.45 24.00 58.45 31.45 10.45 5.88 27.05 17.80 2.05 12.63 5.25 6.20
26 81.75 43.30 77.75 50.75 8.85 13.43 46.35 37.10 17.25 6.68 24.55 13.10 19.30
28 74.15 35.70 70.15 43.15 1.25 5.82 38.75 29.50 9.65 0.92 16.95 5.50 11.70 7.6
56
57
Lampiran 11b Hasil uji lanjut Dunn untuk warna biskuit NS Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 215.18 138.30 128.48 164.58 152.95 160.43 126.30 171.93 141.13 145.80 130.03 144.65 147.65 171.93 118.20 15 300 3.49 95.59
0
2 76.88
4 86.70 9.83
6 50.60 26.28 36.10
8 62.23 14.65 24.48 11.63
10 54.75 22.13 31.95 4.15 7.48
Waktu (minggu) 12 14 16 88.88 43.25 74.05 12.00 33.63 2.82 2.18 43.45 12.65 38.28 7.35 23.45 26.65 18.98 11.83 34.13 11.50 19.30 45.63 14.83 30.80
18 69.38 7.50 17.33 18.78 7.15 14.63 19.50 26.13 4.68
20 85.15 8.28 1.55 34.55 22.93 30.40 3.73 41.90 11.10 15.78
22 70.53 6.35 16.18 19.93 8.30 15.78 18.35 27.28 3.53 1.15 14.63
24 67.53 9.35 19.18 16.93 5.30 12.78 21.35 24.28 6.53 1.85 17.63 3.00
26 43.25 33.63 43.45 7.35 18.98 11.50 45.63 0.00 30.80 26.13 41.90 27.28 24.28
28 96.98 20.10 10.28 46.38 34.75 42.23 8.10 53.73 22.93 27.60 11.83 26.45 29.45 53.73
57
58
Lampiran 12a Hasil uji lanjut Dunn untuk rasa biskuit S Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 198.60 201.78 188.00 169.98 141.10 160.30 191.73 92.35 128.80 136.93 127.10 156.35 142.58 127.18 94.75 15 300 3.49 95.59
0
2 3.18
4 10.60 13.78
6 28.63 31.80 18.03
8 57.50 60.68 46.90 28.88
10 38.30 41.48 27.70 9.67 19.20
12 6.88 10.05 3.72 21.75 50.63 31.43
Waktu (minggu) 14 16 106.25 69.80 109.43 72.98 95.65 59.20 77.63 41.18 48.75 12.30 67.95 31.50 99.38 62.93 36.45
18 61.68 64.85 51.08 33.05 4.17 23.38 54.80 44.58 8.13
20 71.50 74.68 60.90 42.88 14.00 33.20 64.63 34.75 1.70 9.83
22 42.25 45.43 31.65 13.63 15.25 3.95 35.38 64.00 27.55 19.43 29.25
24 56.03 59.20 45.43 27.40 1.47 17.73 49.15 50.23 13.78 5.65 15.48 13.78
26 71.43 74.60 60.83 42.80 13.93 33.13 64.55 34.83 1.63 9.75 0.08 29.18 15.40
28 103.85 107.03 93.25 75.23 46.35 65.55 96.98 2.40 34.05 42.18 32.35 61.60 47.83 32.43
58
59
Lampiran 12b Hasil uji lanjut Dunn untuk rasa biskuit NS Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 226.00 203.23 206.05 191.15 146.35 195.40 161.30 156.30 114.10 108.88 101.85 104.40 91.80 136.45 114.25 15 300 3.49 95.59
0
2 22.78
4 19.95 2.83
6 34.85 12.08 14.90
8 79.65 56.88 59.70 44.80
10 30.60 7.82 10.65 4.25 49.05
12 64.70 41.93 44.75 29.85 14.95 34.10
Waktu (minggu) 14 16 18 69.70 111.90 117.13 46.93 89.13 94.35 49.75 91.95 97.18 34.85 77.05 82.28 9.95 32.25 37.48 39.10 81.30 86.53 5.00 47.20 52.43 42.20 47.43 5.22
20 124.15 101.38 104.20 89.30 44.50 93.55 59.45 54.45 12.25 7.03
22 121.60 98.83 101.65 86.75 41.95 91.00 56.90 51.90 9.70 4.47 2.55
24 134.20 111.43 114.25 99.35 54.55 103.60 69.50 64.50 22.30 17.08 10.05 12.60
26 89.55 66.78 69.60 54.70 9.90 58.95 24.85 19.85 22.35 27.58 34.60 32.05 44.65
28 111.75 88.98 91.80 76.90 32.10 81.15 47.05 42.05 0.15 5.38 12.40 9.85 22.45 22.20
59
60
Lampiran 13a Hasil uji lanjut Dunn untuk aroma biskuit S Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 214.53 194.60 203.18 142.78 134.20 153.60 138.20 111.50 154.30 141.65 117.18 152.50 132.00 127.43 139.88 15 300 3.49 95.59
0
2 19.93
4 11.35 8.58
6 71.75 51.83 60.40
8 80.33 60.40 68.98 8.58
10 60.93 41.00 49.58 10.83 19.40
Waktu (minggu) 12 14 16 76.33 103.03 60.23 56.40 83.10 40.30 64.98 91.68 48.88 4.58 31.28 11.53 4.00 22.70 20.10 15.40 42.10 0.70 26.70 16.10 42.80
18 72.88 52.95 61.53 1.13 7.45 11.95 3.45 30.15 12.65
20 97.35 77.43 86.00 25.60 17.03 36.43 21.03 5.68 37.13 24.48
22 62.03 42.10 50.68 9.72 18.30 1.10 14.30 41.00 1.80 10.85 35.33
24 82.53 62.60 71.18 10.78 2.20 21.60 6.20 20.50 22.30 9.65 14.83 20.50
26 87.10 67.18 75.75 15.35 6.77 26.18 10.78 15.93 26.88 14.23 10.25 25.08 4.58
28 74.65 54.73 63.30 2.90 5.68 13.73 1.68 28.38 14.43 1.78 22.70 12.63 7.88 12.45
60
61
Lampiran 13b Hasil uji lanjut Dunn untuk aroma biskuit NS Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 229.15 204.03 206.78 158.80 161.55 158.75 131.40 161.55 126.38 131.40 111.30 91.58 124.00 124.05 136.80 15 300 3.49 95.59
0
2 25.13
4 22.38 2.75
6 70.35 45.23 47.98
8 67.60 42.48 45.23 2.75
10 70.40 45.28 48.03 0.05 2.80
12 97.75 72.63 75.38 27.40 30.15 27.35
Waktu (minggu) 14 16 67.60 102.78 42.48 77.65 45.23 80.40 2.75 32.43 0.00 35.18 2.80 32.38 30.15 5.03 35.18
18 97.75 72.63 75.38 27.40 30.15 27.35 0.00 30.15 5.03
20 117.85 92.73 95.48 47.50 50.25 47.45 20.10 50.25 15.08 20.10
22 137.58 112.45 115.20 67.23 69.98 67.18 39.83 69.98 34.80 39.83 19.73
24 105.15 80.03 82.78 34.80 37.55 34.75 7.40 37.55 2.38 7.40 12.70 32.43
26 105.10 79.98 82.73 34.75 37.50 34.70 7.35 37.50 2.33 7.35 12.75 32.48 0.05
28 92.35 67.23 69.98 22.00 24.75 21.95 5.40 24.75 10.43 5.40 25.50 45.23 12.80 12.75
61
62
Lampiran 14a Hasil uji lanjut Dunn untuk tekstur biskuit S Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 175.65 185.78 168.38 184.55 142.33 161.40 143.88 123.45 151.15 139.48 119.18 154.10 181.45 124.98 101.78 15 300 3.49 95.59
0
2 10.13
4 7.28 17.40
6 8.90 1.22 16.18
8 33.33 43.45 26.05 42.23
10 14.25 24.38 6.97 23.15 19.08
Waktu (minggu) 12 14 16 31.78 52.20 24.50 41.90 62.33 34.63 24.50 44.93 17.23 40.68 61.10 33.40 1.55 18.88 8.83 17.53 37.95 10.25 20.43 7.28 27.70
18 36.18 46.30 28.90 45.08 2.85 21.93 4.40 16.03 11.68
20 56.48 66.60 49.20 65.38 23.15 42.23 24.70 4.28 31.98 20.30
22 21.55 31.68 14.28 30.45 11.78 7.30 10.23 30.65 2.95 14.63 34.93
24 5.80 4.33 13.08 3.10 39.13 20.05 37.58 58.00 30.30 41.98 62.28 27.35
26 50.68 60.80 43.40 59.58 17.35 36.43 18.90 1.52 26.18 14.50 5.80 29.13 56.48
28 73.88 84.00 66.60 82.78 40.55 59.63 42.10 21.68 49.38 37.70 17.40 52.33 79.68 23.20
62
63
Lampiran 14b Hasil uji lanjut Dunn untuk tekstur biskuit NS Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 209.08 194.35 201.18 171.73 200.50 160.90 153.05 171.95 120.13 142.05 104.48 114.45 115.50 94.63 103.55 15 300 3.49 95.59
0
2 14.73
4 7.90 6.83
6 37.35 22.63 29.45
8 8.57 6.15 0.68 28.78
10 48.18 33.45 40.28 10.83 39.60
12 56.03 41.30 48.13 18.68 47.45 7.85
Waktu (minggu) 14 16 18 37.13 88.95 67.03 22.40 74.23 52.30 29.23 81.05 59.13 0.22 51.60 29.68 28.55 80.38 58.45 11.05 40.78 18.85 18.90 32.93 11.00 51.83 29.90 21.93
20 104.60 89.88 96.70 67.25 96.03 56.43 48.58 67.48 15.65 37.58
22 94.63 79.90 86.73 57.28 86.05 46.45 38.60 57.50 5.68 27.60 9.98
24 93.58 78.85 85.68 56.23 85.00 45.40 37.55 56.45 4.63 26.55 11.03 1.05
26 114.45 99.73 106.55 77.10 105.88 66.28 58.43 77.33 25.50 47.43 9.85 19.83 20.88
28 105.53 90.80 97.63 68.18 96.95 57.35 49.50 68.40 16.58 38.50 0.92 10.90 11.95 8.93
63
64
Lampiran 15a Hasil uji lanjut Dunn untuk keseluruhan biskuit S Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 197.90 210.15 207.08 163.03 156.88 149.70 155.58 99.83 146.35 145.00 113.70 143.60 143.60 120.88 104.25 15 300 3.49 95.59
0
2 12.25
4 9.17 3.08
6 34.88 47.13 44.05
8 41.03 53.28 50.20 6.15
10 48.20 60.45 57.38 13.33 7.18
12 42.33 54.58 51.50 7.45 1.30 5.88
Waktu (minggu) 14 16 98.08 51.55 110.33 63.80 107.25 60.73 63.20 16.68 57.05 10.53 49.88 3.35 55.75 9.22 46.53
18 52.90 65.15 62.08 18.03 11.88 4.70 10.58 45.18 1.35
20 84.20 96.45 93.38 49.33 43.18 36.00 41.88 13.88 32.65 31.30
22 54.30 66.55 63.48 19.43 13.28 6.10 11.98 43.78 2.75 1.40 29.90
24 54.30 66.55 63.48 19.43 13.28 6.10 11.98 43.78 2.75 1.40 29.90 0.00
26 77.03 89.28 86.20 42.15 36.00 28.83 34.70 21.05 25.48 24.13 7.18 22.73 22.73
28 93.65 105.90 102.83 58.78 52.63 45.45 51.33 4.43 42.10 40.75 9.45 39.35 39.35 16.63
64
65
Lampiran 15b Hasil uji lanjut Dunn untuk keseluruhan biskuit NS Waktu N (minggu) 0 20 2 20 4 20 6 20 8 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20 20 22 20 24 20 26 20 28 20 k N z Pembanding
Rataan Rangking 225.95 201.18 209.68 182.55 161.45 188.43 134.48 177.43 107.95 129.68 108.25 86.05 104.05 123.93 111.20 15 300 3.49 95.59
0
2 24.78
4 16.28 8.50
6 43.40 18.63 27.13
8 64.50 39.73 48.23 21.10
10 37.53 12.75 21.25 5.88 26.98
12 91.48 66.70 75.20 48.08 26.98 53.95
Waktu (minggu) 14 16 18 48.53 118.00 96.28 23.75 93.23 71.50 32.25 101.73 80.00 5.13 74.60 52.88 15.98 53.50 31.78 11.00 80.48 58.75 42.95 26.53 4.80 69.48 47.75 21.73
20 117.70 92.93 101.43 74.30 53.20 80.18 26.23 69.18 0.30 21.43
22 139.90 115.13 123.63 96.50 75.40 102.38 48.43 91.38 21.90 43.63 22.20
24 121.90 97.13 105.63 78.50 57.40 84.38 30.43 73.38 3.90 25.63 4.20 18.00
26 102.03 77.25 85.75 58.63 37.53 64.50 10.55 53.50 15.98 5.75 15.68 37.88 19.88
28 114.75 89.98 98.48 71.35 50.25 77.23 23.28 66.23 3.25 18.48 2.95 25.15 7.15 12.73
65
66
Lampiran 16a Data rerata uji mutu hedonik biskuit S selama penyimpanan Mutu hedonik Rerata warna Rerata aroma Rerata rasa Rerata tekstur
Waktu (minggu) 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
6.4 7.2 6.3 6.6
7.1 7.1 7.0 6.6
6.5 6.4 6.9 6.9
6.4 5.5 5.0 5.9
7.0 5.3 6.4 5.8
5.4 6.0 5.7 6.4
6.0 5.3 5.9 5.7
6.0 4.6 4.4 5.7
5.6 6.3 5.6 5.7
6.3 5.7 5.5 5.5
6.6 5.3 5.6 6.0
5.8 5.2 6.0 6.2
6.9 6.1 5.7 6.5
5.9 6.3 5.6 5.9
5.9 6.1 5.3 5.9
Lampiran 16b Data rerata uji mutu hedonik biskuit NS selama penyimpanan Mutu Hedonik Rerata warna Rerata aroma Rerata rasa Rerata tekstur
Waktu (minggu) 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
6.4 7.2 6.3 6.6
5.5 6.4 6.5 6.6
5.8 6.2 6.1 6.1
5.1 5.1 5.0 5.7
6.5 5.8 6.0 6.2
5.6 4.7 5.5 5.9
4.9 5.2 4.5 5.0
5.8 5.2 5.2 5.3
5.7 5.6 4.7 4.7
5.5 4.2 4.6 5.1
4.5 4.6 3.8 4.4
5.1 4.9 4.4 5.3
6.0 6.4 4.1 5.1
6.3 5.9 4.8 5.5
5.1 5.3 4.7 5.4
66
67 Lampiran 17 Hasil sidik ragam mutu warna biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 14 9.7344 0.6953 Kemasan 1 6.5142 6.5142 Waktu * Kemasan 14 6.8435 0.4888 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 1.66 15.56 1.17
Pr > F 0.1191 0.0004 0.3471
Lampiran 18a Hasil sidik ragam mutu rasa biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 14 25.0959 1.7926 Kemasan 1 7.4061 7.4061 Waktu * Kemasan 14 6.9809 0.4986 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 5.53 22.83 1.54
Pr > F <.0001* <.0001* 0.1574
Lampiran 18b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap mutu rasa biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan
B B B B B
A A A A A A A
Nilai Tengah 6.7725
N
Waktu
40
2
6.4950
40
4
6.2800
40
0
6.2100
40
8
C 5.5750 40 10 C C 5.2225 40 12 C C 5.2100 40 22 C C 5.1850 40 26 C C 5.1050 40 16 C C 5.0375 40 28 C C 5.0250 40 18 C C 5.0225 40 6 C C 4.8925 40 24 C C 4.8000 40 14 C C 4.6825 40 20 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
67
68 Lampiran 19a Hasil sidik ragam mutu aroma biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 14 27.5111 1.9651 Kemasan 1 2.0981 2.0981 Waktu * Kemasan 14 5.0417 0.3601 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 9.80 10.47 1.80
Pr > F <.0001* 0.0030 0.0872
Lampiran 19b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap mutu aroma biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan Nilai Tengah N Waktu A 7.1800 40 0 A B A 6.7725 40 2 B B C 6.2850 40 4 B C B C D 6.2200 40 24 C D C D 6.0650 40 26 C D E C D 5.9575 40 16 E C D F E C D 5.7160 40 28 F E D F G E D 5.5425 40 8 F G E F G E 5.3300 40 6 F G E F G E 5.3250 40 10 F G E F G E 5.2500 40 12 F G F G 5.0325 40 22 G G 4.9775 40 20 G G 4.9200 40 18 G G 4.8975 40 14 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
Lampiran 20a Hasil sidik ragam mutu tekstur biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 14 12.1328 0.8666 Kemasan 1 4.6593 4.6593 Waktu * Kemasan 14 3.8965 0.2783 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 2.63 14.15 0.85
Pr > F 0.0128 0.0007 0.6189
68
69 Lampiran 20b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap mutu tekstur biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan Nilai Tengah N Waktu A 6.5850 40 2 A A 6.5550 40 0 A A 6.4825 40 4 A B A 6.1325 40 10 B A B A 6.0125 40 8 B A B A 5.8225 40 6 B A B A 5.7825 40 24 B A B A 5.7325 40 22 B A B A 5.7200 40 26 B A B A 5.6600 40 28 B B 5.5150 40 14 B B 5.3375 40 18 B B 5.3150 40 12 B B 5.2350 40 20 B B 5.2125 40 16 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
B. Data Sifat Kimia Biskuit Selama Penyimpanan Lampiran 21 Kadar air (%bb) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 3.90 3.67 3.79 3.90 3.67 3.79
4 2.95 4.61 3.78 3.74 3.89 3.82
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 3.89 4.89 4.97 5.19 3.49 5.93 5.82 6.22 3.69 5.41 5.39 5.70 3.76 6.02 5.78 6.77 2.83 5.89 6.68 7.07 3.30 5.96 6.23 6.92
24 5.34 5.80 5.57 6.36 6.74 6.55
28 5.55 5.98 5.76 5.92 6.73 6.32
Lampiran 22a Hasil sidik ragam kadar air biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 40.5486 5.7926 Kemasan 1 1.7813 1.7813 Waktu * Kemasan 7 2.1204 0.3029 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 20.86 6.41 1.09
Pr > F <.0001* 0.0222* 0.4139
69
70 Lampiran 22b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar air biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan A A A A A A A A A
Nilai Tengah 6.3125
N 4
Waktu 20
6.0600
4
24
6.0450
4
28
5.8125
4
16
5.6825
4
12
B 3.7975 4 4 B B 3.7850 4 0 B B 3.4925 4 8 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
Lampiran 23 Kadar abu (%bk) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 2.72 2.84 2.78 2.72 2.84 2.78
4 2.82 2.83 2.83 2.94 2.78 2.86
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 2.85 2.94 3.13 2.84 2.79 2.85 2.85 2.99 2.82 2.89 2.99 2.91 2.88 3.02 2.89 3.12 2.69 2.87 2.85 2.89 2.79 2.94 2.87 3.01
24 2.86 2.86 2.86 2.94 2.87 2.90
28 2.89 2.83 2.86 2.93 2.88 2.91
Lampiran 24 Hasil sidik ragam kadar abu biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 0.1109 0.0158 Kemasan 1 0.0066 0.0066 Waktu * Kemasan 7 0.0393 0.0056 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 1.93 0.81 0.68
Pr > F 0.1304 0.3825 0.6838
Lampiran 25 Kadar protein (%bk) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 19.2 20.05 19.63 19.2 20.05 19.63
4 20.12 19.56 19.84 17.72 19.23 18.48
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 18.69 18.68 18.58 19.28 18.05 18.65 18.01 20.62 18.37 18.67 18.30 19.95 18.86 18.8 17.78 20.64 18.41 18.28 18.51 18 18.64 18.54 18.15 19.32
24 19.74 20.06 19.90 21.06 18.51 19.78
28 19.93 19.44 19.68 19.39 20.27 19.83
Lampiran 26 Hasil sidik ragam kadar protein biskuit selama penyimpanan
F Hitung 2.38 0.70 0.39
Pr > F 0.0711 0.4138 0.8916
70
Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 11.5636 1.6519 Kemasan 1 0.4876 0.4876 Waktu * Kemasan 7 1.9152 0.2736 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
71 Lampiran 27 Kadar lemak (%bk) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 23.31 21.62 22.47 23.31 21.62 22.47
4 23.55 21.40 22.48 23.82 21.69 22.76
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 22.55 21.93 22.89 21.97 21.15 21.76 21.53 21.30 21.85 21.84 22.21 21.64 23.33 24.25 23.93 25.09 19.59 21.48 21.08 21.89 21.46 22.86 22.51 23.49
24 22.43 21.08 21.75 25.05 21.28 23.16
28 22.16 21.23 21.69 23.28 21.04 22.16
Lampiran 28 Hasil sidik ragam kadar lemak biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 3.1283 0.4469 Kemasan 1 3.0443 3.0443 Waktu * Kemasan 7 3.9590 0.5656 Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 0.18 1.20 0.22
Pr > F 0.9866 0.2893 0.9740
Lampiran 29 Kadar total karbohidrat (%bk) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 50.86 51.81 51.34 50.86 51.81 51.34
4 50.56 51.59 51.07 51.77 52.41 52.09
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 52.03 51.56 50.43 50.72 54.52 50.81 51.79 48.87 53.27 51.19 51.11 49.80 51.16 47.92 49.61 44.38 56.48 51.48 50.88 50.15 53.82 49.70 50.25 47.26
24 49.64 50.20 49.92 44.60 50.60 47.60
28 49.48 50.53 50.00 48.48 49.09 48.78
Lampiran 30a Hasil sidik ragam kadar karbohidrat (%bk) biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 77.2460 11.0352 Kemasan 1 5.8824 5.8824 Waktu * Kemasan 7 11.6699 1.6671 Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 2.74 1.46 0.41
Pr > F 0.0451 0.2446 0.8799
71
72 Lampiran 30b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar karbohidrat biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan Nilai Tengah N Waktu A 53.548 4 8 A B A 51.583 4 4 B A B A 51.335 4 0 B A B A 50.678 4 16 B A B A 50.443 4 12 B B 49.395 4 28 B B 48.760 4 24 B B 48.530 4 20 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
Lampiran 31 Kadar asam lemak bebas (%) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 0.91 0.91 0.91 0.88 0.91 0.90
4 0.76 0.74 0.75 0.72 0.76 0.74
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 0.66 1.20 0.49 0.40 0.77 1.10 0.44 0.18 0.71 1.15 0.46 0.29 0.74 1.00 0.42 0.34 0.74 1.18 0.45 0.36 0.74 1.09 0.44 0.35
24 0.26 0.24 0.25 0.22 0.28 0.25
28 0.18 0.14 0.16 0.16 0.21 0.19
Lampiran 32a Hasil sidik ragam kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 3.2150 0.4593 Kemasan 1 0.0000 0.0000 Waktu * Kemasan 7 0.0097 0.0014 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 124.87 0.00 0.38
Pr > F <.0001* 0.9771 0.9033
72
73 Lampiran 32b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar asam lemak bebas biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan A
Nilai Tengah 1.1200
N 4
Waktu 12
B
0.9025
4
0
C C C
0.7450
4
4
0.7275
4
8
D
0.4500
4
16
E E E
0.3200
4
20
F 0.2500 4 24 F F 0.1725 4 28 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
Lampiran 33 Kadar peroksida (mg Eq/kg) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.27 0.14
4 1.55 1.34 1.45 0.96 1.63 1.29
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 1.73 2.12 4.34 3.27 1.31 2.78 4.23 4.13 1.52 2.45 4.29 3.70 1.56 1.85 2.74 4.87 1.62 2.33 3.47 2.57 1.59 2.09 3.11 3.72
24 2.59 1.66 2.13 3.86 2.42 3.14
28 1.84 1.31 1.58 1.83 1.59 1.71
Lampiran 34a Hasil sidik ragam kadar peroksida biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 42.4653 6.0665 Kemasan 1 0.0124 0.0124 Waktu * Kemasan 7 2.6041 0.3720 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 17.24 0.04 1.06
Pr > F <.0001* 0.8535 0.4328
73
74 Lampiran 34b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar peroksida biskuit selama penyimpanan Pengelompokan Duncan A A A
C C C C C C C
B B B
Nilai Tengah 3.7100
N 4
Waktu 20
3.6950
4
16
2.6325
4
24
2.2700
4
12
1.6425
4
28
1.5550
4
8
1.3700
4
4
D 0.0675 4 0 Nilai tengah dengan huruf sama, tidak berbeda nyata
C. Data Total Mikroba Biskuit Selama Penyimpanan Lampiran 35 Total mikroba (koloni/g) biskuit selama penyimpanan Kemasan S NS
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0 115 155 135 115 155 135
4 160 90 125 125 130 128
Lama Penyimpanan (minggu) 8 12 16 20 55 135 45 55 65 85 125 80 60 110 85 68 100 120 150 1095 90 100 175 70 95 110 163 583
24 82 200 141 105 28 66
28 180 70 125 340 110 225
Lampiran 36 Hasil sidik ragam total mikroba biskuit selama penyimpanan Sumber Variasi df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Waktu 7 166655 23808 Kemasan 1 53669 53669 Waktu * Kemasan 7 234381 33483 *Signifikansi lebih kecil dari α = 0.05, berbeda nyata
F Hitung 0.66 1.49 0.93
Pr > F 0.7022 0.2403 0.5114
74
75
Lampiran 35 Gambar biskuit selama penyimpanan
Biskuit uji tanpa kemasan
Biskuit dengan kemasan primer (PP)
Biskuit dengan kemasan sekunder (stoples)
75