PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN FERMENTASINYA TERHADAP PROFIL LIPID DAN PENANDA BIOLOGIS FUNGSI KOGNITIF MONYET EKOR PANJANG BETINA USIA TUA
ISKARI NGADIARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid, dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang Betina Usia Tua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Iskari Ngadiarti NIM I162090011
ii
RINGKASAN ISKARI NGADIARTI. Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid, dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang Betina Usia Tua. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO, DODIK BRIAWAN, SRI ANNA MARLIYATI, dan DONDIN SAJUTHI. Penyebab penurunan kognitif dan demensia sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kondisi ini dapat dicegah. Gizi merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi kognitif pada usia lanjut. Asupan asam lemak jenuh dan kolesterol berhubungan dengan demensia yang diawali dengan penurunan kognitif, sementara asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) terlihat dapat melindungi dari gangguan kognitif, dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) diduga mempengaruhi thrombosis (Kalmijn et al. 2004; Solfrizzi et al. 2005; Panza et al. 2004). Minyak ikan lele (MIL) yang merupakan hasil samping penepungan ikan lele dan produk pengembangannya yaitu minyak ikan lele terfermentasi (MILT) diduga mempunyai kandungan asam lemak yang mungkin mempengaruhi fungsi kognitif. Kandungan tersebut diantaranya adalah SFA, MUFA, dan PUFA. Namun, kedua minyak ini belum banyak dipelajari dan dikembangkan. Tujuan penelitian adalah menilai MIL dan MILT dari komposisi asam lemak dan sifat fisiko kimia serta pengaruhnya terhadap profil lipid, dan fungsi kognitif. Jenis penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap digunakan untuk melihat pengaruh MIL dan MILT terhadap profil lipid dan fungsi kognitif. Subjek yang digunakan adalah 12 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina dengan umur 10-15 tahun dan telah diovariektomi. Penentuan umur ditentukan dengan menggunakan sertifikat lahir dan dibantu dengan pengujian susunan gigi Molar 3 / Molar 3. Kriteria lain adalah sehat dan tidak menderita penyakit infeksi. Dua belas ekor monyet ekor panjang (MEP) dibagi dalam 4 kelompok yaitu 2 kelompok sebagai subjek penelitian yaitu kelompok MIL dan MILT dan 2 kelompok sebagai kontrol yaitu kelompok beef tallow (BFT) sebagai kontrol positif dan kelompok minyak kedelai (MKD) sebagai kelompok kontrol negatif. Penentuan kelompok didasarkan pada hasil penilaian profil lipid sebelum intervensi dimulai. Masing-masing kelompok mendapatkan diet isokalori dengan kandungan kolesterol 0.2% dan lemak 12% (w/w), 3% berasal dari MKD dan 9% berasal dari sumber lemak yang berbeda tergantung dari kelompoknya. Kelompok Beef tallow (BFT), misalnya, 9% lemak berasal dari BFT, demikian pula dengan kelompok minyak ikan lele (MIL), minyak ikan lele terfermentasi (MILT), dan minyak kedelai (MKD). Lama pemberian intervensi adalah 3 bulan. Semua prosedur penelitian telah mendapatkan persetujuan komisi etik dan kesejahteraan hewan PT. Bimana Indomedical Bogor pada tanggal 11 Mei 2012 dengan nomor ACUC p.03_12.IR. Parameter penelitian meliputi bobot badan, profil lipid (kadar trigliserida, kolesterol total, LDL, dan HDL), peroksidasi lipid (kadar MDA dalam LDL), dan penanda biologis kognitif (kadar beta amiloid dan tau protein). Penimbangan bobot badan, dan pengambilan darah dilakukan setiap 1 bulan sekali, sedangkan
iii
untuk analisis peroksidasi lipid dan penanda biologis kognitif diambil sebelum dan setelah intervensi. Hasil identifikasi komposisi asam lemak pada MIL secara berurutan adalah MUFA (36%) > PUFA (32%) > SFA(31%), sedangkan pada MILT adalah MUFA (43%) > SFA (42%) > PUFA (15%). Asam lemak jenuh (SFA) pada MILT yang mengalami peningkatan diantaranya asam lemak stearat, dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) adalah asam linoleat dan linolenat sehingga menyebabkan kadar asam arakhidonat dan Conjugated linoleic acid (CLA) meningkat. Sifat fisik dan kimia MIL dan MILT hampir sama. Ada pengaruh nyata (P<0.05) pemberian intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD terhadap bobot badan monyet ekor panjang (MEP). Nampak ada hubungan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan bobot badan, yaitu jika konsumsi diatas 80% dapat menaikkan berat badan, jika konsumsi kurang lebih 70% bobot badan relatif tetap dan jika konsumi sekitar 60% menurunkan bobot badan. Pemberian intervensi MIL, MILT, BFT dan MKD tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap kenaikan kadar trigliserida darah dan penurunan kadar HDL kolesterol MEP, tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap peningkatan kadar kolesterol total, kadar LDL kolesterol dan rasio LDL/HDL kolesterol. Pengujian lanjut menunjukkan bahwa intervensi MIL sama dengan BFT (kontrol positif) yaitu sama-sama menaikkan kadar kolesterol total, namun berbeda nyata dengan intervensi MKD (kontrol negatif) yang cenderung konstan. Selain itu intervensi dengan MIL juga menunjukkan sama dengan intervensi MILT dan BFT yaitu sama-sama menaikkan kadar LDL kolesterol, namun berbeda nyata dengan MKD. Rasio LDL/HDL yang berbeda nyata hanya intervensi MIL dan MKD yaitu intervensi MIL meningkatkan kadar rasio LDL/HDL sedangkan intervensi MKD konstan. Berdasarkan lama pemberian terlihat Intervensi MIL sama dengan BFT yaitu nyata mempengaruhi kenaikan LDL kolesterol dan penurunan kadar HDL darah setelah pemberian 1 bulan dan menaikkan rasio LDL/HDL setelah pemberian 2 bulan. Hasil sidik ragam juga menyatakan tidak ada pengaruh nyata (p>0.05) intervensi terhadap kadar malondialdehide (MDA) dalam LDL dari empat intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD. Namun ada kecenderungan bahwa intervensi MIL menyebabkan peroksidasi lipid lebih tinggi dibanding kelompok BFT dan MILT. Intervensi dengan MIL, MILT, BFT, dan MKD tidak mempengaruhi peningkatan kadar beta amiloid, kadar tau dan rasio tau/beta amiloid pada cairan serebrospinal. Namun ada kecenderungan MEP yang diberikan MIL, dan MILT mampu menaikkan kadar beta amiloid dan menurunkan kadar tau dan rasio keduanya, dibandingkan dengan MEP yang diberikan BFT dan MKD. Dapat disimpulkan bahwa pemberian minyak ikan lele terfermentasi (MILT) lebih lambat menunjukkan efek aterogenik, dan lebih cepat meningkatkan kadar beta amiloid pada cairan serebrospinal (penanda biologis fungsi kognitif) dibandingkan dengan minyak ikan lele (MIL). Hal ini diduga karena kandungan MUFA dan CLA pada MILT lebih tinggi daripada MIL. Kata kunci: minyak ikan lele, Macaca fascicularis, profil lipid, peroksidasi lipid, dan fungsi kognitif
iv
SUMMARY ISKARI NGADIARTI. Effects of Catfish Oil (Clarias gariepinus) and Its Fermented Intervention on Lipid Profile and Biological Biomaker of Cognitive Function in Female Aged Cynomolgus Monkey. Supervised by CLARA M. KUSHARTO, DODIK BRIAWAN, SRI ANNA MARLIYATI, and DONDIN SAJUTHI The cause of cognitive decline and dementia until now is still unknown, but some studies suggest that the results of these conditions can be prevented. Nutrition is one of the factors that might impact on cognition in old age (Kalmijn et al. 2004; Solfrizzi et al. 2005; Panza et al. 2004). Intake of saturated fatty acids and cholesterol associated with dementia that begins with cognitive decline, while monounsaturated fatty acids (MUFA) shown to protect from cognitive impairment, and polyunsaturated fatty acids (PUFA) was thought to affect thrombosis. Catfish oil (CFO) which is a by product from processing catfish flour and its product development which is fermented catfish oil (FCFO) have fatty acids that may affect cognitive function. But both these oils have not been developed and commercialized. The aim of study was to evaluate the fat composition and physic-chemical of both CFO and FCFO and also to observe the effect of CFO and FCFO on the lipid profile, lipid peroxidation, and cognitive function in female aged cynomolgus monkey (Macaca fascicularis). The study of its effect was done by experimental study with complete randomized design. Subjects used in this study was 12 female cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) with ages range over 10 years and has been ovariectomized from PT. Indo Anilab Bogor. Subjects used in this study was 12 female cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) with ages range over 10 years and has been ovariectomized from PT. Indo Anilab Bogor. Aged determination was defined by using birth certificate and was assested with teeth arrangement of M3/M3. The other requirements were healthy and not suffering from infectious diseases. Twelve of cynomolgous were divided into 4 groups those were CFO group, FCFO group, and two groups BFT and SBO as a control groups. The groups formation were based on lipid profile evaluation result before beginning of intervention. Each group was given isocalory diet feed containing 0.2% cholesterol and 12% (w/w) of fat content: 3% from soybean oil, while 9% are from different fat sources each with beef tallow (BFT), catfish oil (CFO), fermented catfish oil (FCFO), and soybean oil (SBO). The intervention length was three months. All procedures were approved by the research ethics committee and animal welfare from PT. Bimana Indomedical Bogor on May 11, 2012 with ACUC number of p.03.12_IR. Parameter used in this study included body weight, lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL, and triglycerides), lipid peroxidation (MDA levels in LDL), and cognitive biomarkers (amyloid beta levels and tau protein). Body weight measurement and blood sampling performed every 1 month, whereas for lipid peroxidation and biological markers of cognitive taken before and after the intervention.
v
Result showed that the fatty acid composition in sequence for CFO is MUFA (36%) > PUFA (32%) > SFA (31%), while FCFO is MUFA (43%) > SFA (42%) > PUFA (15%). The process of fermentation with lactic acid bacteria increase the content of stearic acid, arachidonic acid and CLA and decrease the content of linoleic acid and leinolenic acid. Physical characteris-tic and chemical Of CFO and FCFO are almost same. There was significant influence (P<0.05) of intervention feeding of CFO, FCFO, BFT and SBO with body weight of cynomolgous. It seemed there was a tendency of feed consumption with body weight, that if consumption ± 70% body weight is constant relative and if consumption was about 60% to decrease of body weight. Intervention feeding of CFO, FCFO, BFT and SBO were not influenced to the increasing of blood triglyceride and decreasing of cholesterol HDL level (p>0.05), but it was significant influence (p<0.05) to the total cholesterol level, cholesterol LDL level and ratio of LDL/HDL cholesterol. Next examination indicated that intervention of CFO was not significant different with BFT those were similar to increase total cholesterol level and significant different with the SBO intervention which tend to be constant. Beside that intervention of CFO also indicated was not significant different with intervention of FCFO and BFT those were similar to increase the LDL cholesterol level and significant different with the SBO. The significant different in increasing the cholesterol LDL/HDL ratio among the four interventions is only CFO and SBO intervention. It means that CFO intervention tends to raise the level of LDL/HDL ratio, while the SBO intervention tends to be constant. The length of CFO dan BFT intervention affect cholesterol LDL level, cholesterol HDL level, and cholesterol LDL/HDL ratio. Increased cholesterol LDL level and decreased cholesterol HDL significantly after 1 (one) month intervention, while increased LDL/HDL ratio after 2 months intervention. The ratio of LDL/HDL currently used as best predictor of the risk of coronary heart disease (Fernandez 2008) Based on ANOVA test, there was no effect of the intervention on level of MDA in LDL of four intervention CFO,FCFO,BFT and SBO (p>0.05). However it appears that intervention CFO tend cause increased levels of MDA in LDL higher than BFT and FCFO groups. Changes in level of amyloid beta, tau protein, and ratio of tau protein and amyloid beta were not statistically significant in the cynomolgous group four that were fed with CFO,FCFO, BFT, and SBO, despite a trend toward increased levels of amyloid beta and decreased level of the tau protein/amyloid beta ratio were found in the group given with FCFO and CFO. Hence, the giving of dietary fat predominately derived from FCFO is slower to cause aterogenic effect and faster to improve cognitive function based on biological biomaker than CFO. It was presumed that FCFO contains higher MUFA and CLA than CFO. Keywords: catfish oil, lipid profile, lipid peroxidation, cognitive function
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN FERMENTASINYA TERHADAP PROFIL LIPID DAN PENANDA BIOLOGI FUNGSI KOGNITIF MONYET EKOR PANJANG BETINA USIA TUA
ISKARI NGADIARTI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Gizi Manusia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. dr. Irma H. Suparto, M.Sc. 2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. dr. Martina Wiwi Setiawan, SpKJ (K) Ahli Psikiatri Geratric FKUI-RSCM Jakarta 2. Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si. Staf Pengajar di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor
iii
Judul Disertasi
Nama NIM
: Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang Betina Usia Tua : Iskari Ngadiarti : I162090011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh.Clara M. Kusharto, MSc Ketua
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si Anggota
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Anggota
Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Gizi Manusia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Drh. Rizal Damanik, M.Rep.Sc., PhD
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 27-12-2013 (tanggal pelaksanaan ujian disertasi)
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih untuk penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid, dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Betina Usia Tua. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Clara Meliyanti Kusharto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Dodik Briawan MCN, Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi, dan Prof. Drh. Dondin Sayuthi MS, PhD, yang telah membimbing, memberikan masukan mengarahkan, dan bahkan memberikan dorongan baik moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Irma H. Suparto, M.Sc dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi dan Dr. dr. Martina WS Nasrun, SPKJ (K) selaku penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Penulis tetap mengharapkan kesediaan para pembimbing dan penguji untuk memberikan kesempatan bertukar fikiran di masa mendatang. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS sebagai Dekan Fakultas Ekologi Manusia (periode 2006-2010), Dr. Ir. Arif Satria, MS sebagai Dekan Fakultas Ekologi Manusia (periode 2010-2014), Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku Kepala Departemen Gizi Masyarakat (periode 2006-2009) dan Dr. Ir Hadi Riyadi, Dr Ir. Lilik K, MSi selaku sekretaris kadep pada saat itu, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS periode 2010-2013, dan Dr. Rimbawan (periode 2013-sekarang) dan drh. M. Rizal Damanik, MRepSc,PhD selaku Ketua Program Studi Gizi Masyarakat FEMA IPB, yang telah memberikan dukungan moral maupun material sehingga penulis bisa mengikuti program strata 3 di IPB dan dapat menyelesaikan desertasi ini, dan penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan pula kepada Guru Besar dan Bapak/Ibu Dosen Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB yang telah memberikan wawasan keilmuan selama penulis menuntut ilmu di IPB. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Jakarta II Kementrian Kesehatan RI (Anton Sri Hartono, MPS) dan staf yang telah menyiapkan dana beasiswa dan Ketua Jurusan Gizi (Nils Area Zulvianto, M.Sc.) berserta teman-teman dosen dan staf jurusan gizi yang telah mengizinkan dan memberi dukungan serta menggantikan tugas mengajar selama penulis melanjutkan S3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Esa Unggul (Dr. Ir. Arief Kusuma AP., MBA) dan Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (Idrus Jus’at, M.Sc., PhD) dan seluruh staf yang tetap memberikan dukungan moral dan material selama penulis mengikuti pendidikan strata 3 di IPB. Terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada PT. Carmelitha Lestari, Pusat Penelitian Kimia LIPI. PUSPITEK. Serpong (Agustine Susilowati, Ir, M.M dan staf), PT. Indo Anilab Bogor yang telah memfasilitasi
v
penyediaan bahan baku minyak ikan lele, minyak ikan lele terfermentasi dan penyediaan hewan coba sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf PT. Bimana Indomedical Bogor, Laboratorium Pusat Studi Primata, Laboratorium Terpadu IPB, Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi Pangan IPB, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini mulai dari proses penyediaan bahan baku sampai pelaksanaan pada hewan coba. Terimakasih yang setingginya disampaikan pula kepada drh devi dan drh Dyah yang dengan sabar melakukan pengambilan darah setiap bulan dan cairan serebrospinal pada macaca serta memantau kesehatan hewan coba secara periodik, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Program Hibah Kompetensi (HIKOM) Dikti dan Yayasan Supersemar yang telah membantu dana penelitian sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Demikian pula ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti Program Sandwich-Like di University of Adelaide Australia dan bantuan pembeayaan penulisan artikel internasional. Terima kasih tak terhingga penulis sampaikan juga kepada adik-adikku bimbingan Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc. (Mia Srimiati, S.Gz; Risti Rosmiati, S.Gz; Azni, S.Gz; Mahmud Aditya Rifki, S.Gz; Tari MSi; Rahmi Khalida, S.Gz; Nunung Ciptadainy, M.Si), dan Fahrudin S.Gz yang telah mendukung dan terlibat penuh dalam proses penelitian maupun penyusunan disertasi ini. Semoga amal kebaikan mendapat balasan dari Allah SWT, dan mudah-mudahan dapat mencapai asa yang setinggi-tingginya. Penulis mengucapkan terima kasih atas kebaikan dari para sahabat dan saudara seperjuangan di kancah pendidikan strata 3 khususnya Bu Wiwik, Bu Dewi, Bu Katrin, Pak Ali Rosidi, Pak Arif, dan Pak Mansur dan adik kelasku terutama bu Teti dan Bu beti yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu (Sri Sumarmi), Suami (Bakri Butami), Anak-anakku (Ika dan Dita), menantu (Dafi dan Diki), dan cucu (Uko) atas segala pengorbanan, dukungan, ketulusan serta doa yang tak putusputus terutama selama penulis mengikuti program S3 di IPB. Demikian kakak dan adikku (Yu Ninik dan almarhum Mas Kowo, Mas Nono dan Mbak Gati, Mas Bambang Dan Mbak Eni, Mas Anto dan Mbak Yuni, Dik Nana dan Dik Joko, Dik Yani dan Dik Agus beserta putera-puterinya terima kasih atas doa, dukungan dan perhatiannya sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini bermanfaat. Saran dan kririk yang sifatnya membangun, penulis selalu nantikan. Tiada gading yang tak retak, demikian dengan desertasi ini. Bogor, Januari 2014 Iskari Ngadiarti
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Monyet Ekor Panjang Ikan Lele Minyak Ikan Lele Fermentasi Minyak Ikan Lele Pembentukan Conjugated Linoleic Acid oleh Bakteri Asam Laktat Aterosklerosis Penuaan Fungsi Kognitif Pengangkutan Lemak Pangan di dalam Tubuh Asam Lemak Esensial dan Fungsi Kognitif
viii viii ix xi 1 1 3 3 4 4 4 5 6 7 8 10 11 13
15 Kerangka Pemikiran 17 3 METODE 19 Waktu dan Tempat Penelitian 19 Bahan 19 Alat 20 Hewan Percobaan 20 Bahan Pakan 20 Disain Penelitian 21 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 Pengolahan dan Analisis Data 24 Etika Penelitian 24 4 KANDUNGAN ASAM LEMAK DAN KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN MINYAK IKAN LELE TERFERMENTASI 25 Pendahuluan 25 Metode 26 Hasil 28 Pembahasan 30 Simpulan 33 Saran 33 Daftar Pustaka 34 5 PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN FERMENTASINYA TERHADAP PROFIL LIPID MONYET EKOR PANJANG BETINA USIA TUA 36 Pendahuluan 36 Metode 37
viii
Analisis Statistik 41 Hasil 41 Profil Lipid 42 Pembahasan 51 Saran 56 Daftar Pustaka 57 6 PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN MINYAK IKAN LELE TERFERMENTASI TERHADAP PENANDA BIOLOGIS FUNGSI KOGNITIF MONYET EKOR PANJANG 60 Pendahuluan 60 Metode 61 Hasil 62 Pembahasan 65 Simpulan 68 Saran 68 Daftar Pustaka 68 7 PEMBAHASAN UMUM 70 8 SIMPULAN DAN SARAN 77 Simpulan 77 Saran 77 DAFTAR PUSTAKA 77 LAMPIRAN 88 RIWAYAT HIDUP 98
ix
DAFTAR TABEL 1. Tabel 1 Komposisi zat gizi ikan lele dan tepung ikan lele 2. Tabel 2 Jenis data, frekuensi dan waktu pengumpulan data, serta
5
metode Tabel 3 Karakteristik asam lemak minyak ikan lele, minyak ikan lele terfermentasi, beef tallow, dan minyak kedelai (% asam lemak) Tabel 4 Karakteristik fisik MIL dan MILT Tabel 5 Karakteristik kimia MIL dan MILT Tabel 6 Komposisi bahan dalam pakan penelitian Tabel 7 Kandungan zat gizi dan energi dalam pakan berdasarkan daftar komposisi bahan makanan Tabel 8 Kandungan asam lemak BFT, MKD, MIL, dan MILT dalam pakan (% asam lemak) Tabel 9 Rata-rata dan persentase konsumsi pakan per hari selama intervensi Tabel 10 Perubahan bobot badan MEP setelah diberikan intervensi (kg) Tabel 11 Rata-rata profil lipid (mg/dl) MEP selama penelitian
23
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
28 29 30 39 39 40 41 41 43
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1 Struktur CLA dengan cis-9, trans-11, dan CLA trans-10 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
dan cis-12 Gambar 2 Diagram alir proses pembentukan asam stearat Gambar 3 Proses LDL teroksidasi (McCance et al. 2010) Gambar 4 Patogenesis terjadinya penurunan fungsi kognitif dan demensia Gambar 5 Kerangka pikir penelitian Gambar 6 Diagram alir metode penelitian utama Gambar 7 Persentase perubahan bobot badan Gambar 8 Grafik kadar trigliserida selama 3 bulan Gambar 9 Grafik kadar kolesterol total selama 3 bulan Gambar 10 Grafik kadar LDL selama 3 bulan Gambar 11 Grafik kadar HDL selama 3 bulan Gambar 12 Grafik rasio LDL/HDL selama intervensi Gambar 13 Kadar MDA dalam LDL sebelum dan setelah intervensi Gambar 14 Kadar beta amiloid sebelum dan setelah intervensi Gambar 15 Kadar tau protein sebelum dan setelah intervensi Gambar 16 Rasio tau protein dan beta amiloid sebelum dan setelah intervensi
7 8 9 12 18 22 42 44 45 46 48 49 50 63 64 65
x
DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
trigliserida darah MEP Lampiran 2 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MIL Lampiran 3 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MILT Lampiran 4 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan BFT Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan BFT Lampiran 6 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MKD Lampiran 7 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol total Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol total Lampiran 9 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MIL Lampiran 10 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MIL Lampiran 11 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MILT Lampiran 12 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan BFT Lampiran 13 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan BFT Lampiran 14 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MKD Lampiran 15 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap LDL Lampiran 16 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap LDL Lampiran 17 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MIL Lampiran 18 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MIL Lampiran 19 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MILT Lampiran 20 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan BFT Lampiran 21 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MKD Lampiran 22 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap HDL Lampiran 23 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan MIL
88 88 88 89 89 89 89 90 90 90 90 91 91 91 91 92 92 92 92 93 93 93 94
xi
24. Lampiran 24 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap
HDL untuk perlakuan MIL
94
25. Lampiran 25 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL
untuk perlakuan MILT
94
26. Lampiran 26 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL
untuk perlakuan BFT
94
27. Lampiran 27 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap
HDL untuk perlakuan BFT
95
28. Lampiran 28 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL
untuk perlakuan MKD
95
29. Lampiran 29 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
LDL/HDL Lampiran 30 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap rasio LDL/HDL Lampiran 31 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MIL Lampiran 32 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MIL Lampiran 33 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MILT Lampiran 34 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan BFT Lampiran 35 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan BFT Lampiran 36 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MKD
95 95 96 96 96 96 97 97
xii
DAFTAR SINGKATAN APP = amyloid β protein precursor ATP = adenosin triphosphat BFT = beef tallow CLA = conjugated linoleic acid CRP = C-reactive protein CSF = cerebrospinal fluid CTF = C-terminal fragment DHA =docosahexaenoic acid EPA = eicosapentaenoic acid HDL = high density lipoprotein IDL = intermediate density lipoprotein IU = international unit LDL = low density lipoprotein LDH=laktat dehidrogenase LXR = liver x receptor LTP = Long-term potentiation MAP-tau = microtubule associated protein tau MCI = mild cognitive impairment MDA = malondialdehida MIL = minyak ikan lele MILT = minyak ikan lele terfermentasi MKD = minyak kedelai MUFA = monounsaturated fatty acid NCEP = National Cholesterol Education program NFT = neurofibrillary tangles P/S = PUFA/SFA PAEC = porcine aorta endothellium cell PHF = paired helical filaments PPAR = peroxisomeproliferator-activated receptor PUFA = polyunsaturated fatty acid RXR = retinoid x receptor SCD = steroyl – CoA desaturase SFA = saturated fatty acid SREBP = sterol regulatory element-binding proteins TBA=thiobarbituric acid TG = triacilglycerol TNF-α = tumor necrosis factor VCI = vascular cognitive impairment VLDL = very low density lipoprotein
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan di bidang kesehatan dan transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif membawa dampak besar terhadap status kesehatan dan peningkatan populasi usia lanjut. Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) melaporkan bahwa proporsi penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun terakhir. Pada tahun l971, jumlah lanjut usia adalah 5.3 juta jiwa (4.48% dari keseluruhan penduduk Indonesia), tahun 2005 meningkat menjadi 16.8 juta jiwa (7.78% dari keseluruhan penduduk Indonesia), tahun 2007 meningkat lagi menjadi 18.96 juta jiwa (8.42% dari keseluruhan penduduk Indonesia) dan tahun 2009 menjadi 19.32 juta jiwa (8.37% dari keseluruhan penduduk Indonesia). Pada tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 28.8 juta (11.34% dari keseluruhan penduduk Indonesia), dan Chernoff l991 memprediksi 70% nya adalah wanita. Salah satu implikasi peningkatan jumlah lanjut usia adalah meningkatnya masalah kesehatan khususnya penyakit degeneratif termasuk gangguan fungsi kognitif dan demensia yang muncul seiring dengan proses penuaan (Sikoki et al. 2011). Beberapa penelitian melaporkan bahwa angka morbiditas pada lansia meningkat dari 9.20% pada tahun 1995 menjadi 29.98% pada tahun 2005 (SKRT 1995 dan SUSENAS 2005). Penyakit yang mendominasi lansia adalah penyakit sendi, jantung, diabetes melitus, hipertensi dan stroke. Besaran prevalensi penyakit degeneratif berbanding lurus dengan kenaikan usia. Hasil laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 menyatakan bahwa prevalensi penyakit jantung adalah sebesar 7.2%, penyakit diabetes melitus 1.1%, hipertensi 28.8%, dan stroke 0.8%. ADI (Alzheimer Disease International) tahun 2000 menyatakan dua pertiga dari seluruh penyandang demensia berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi demensia diperkirakan kurang lebih satu juta orang pada saat ini dan akan meningkat terus selaras dengan peningkatan jumlah lansia. Gangguan kognitif merupakan masalah klinis utama pada demensia dan ganggunan fungsi kognitif akan berlanjut menjadi demensia memerlukan waktu kurang lebih empat tahun. Nasrun (2007) melaporkan bahwa gangguan kognitif dapat ditemukan pada derajat ringan maupun berat. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa proses penuaan akan berdampak pada meningkatnya penyakit yang terkait dengan cardio-cerebrovascular dan meningkatnya insiden demensia yang diawali dengan gangguan kognitif. Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa seseorang yang menderita tekanan darah tinggi dalam kurun waktu 10-15 tahun akan menjadi penyebab demensia, dan penggunaan obat anti hipertensi dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif (Skoog et al. 1996; Qiu et al. 2005; Freitag et al. 2006; Gregg et al. 2001). Craft (2009) menyatakan bahwa risiko demensia meningkat delapan kali pada penderita diabetes melitus dan stroke. Penebalan dinding arteri dan aterosklerosis merupakan faktor risiko yang kuat terhadap terjadinya penurunan fungsi kognitif. Proses degeneratif sendiri merupakan proses akumulasi yang dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan di dalam sel maupun jaringan berkenaan dengan penambahan umur sehingga meningkatkan risiko sakit dan
2
kematian (Lee et al. 2004). Fratiglioni et al. (2010) menyatakan bahwa proses degeneratif dapat dicirikan dengan profil aterosklerosis dan hypoperfusi yang menjadi pemicu terjadinya penurunan fungsi kognitif. Umur, genetik, dan gaya hidup termasuk perilaku makan juga dapat mempengaruhi proses tersebut. Strategi sederhana dan efektif menghambat proses degeneratif pada lansia selain perbaikan kesejahteran sosial adalah perbaikan kesehatan dan gizi termasuk pola makan. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa asupan antioksidan dapat menurunkan gangguan kognitif, sedangkan asupan lemak jenuh dan kolesterol dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif. Penelitian epidemiologi yang menunjukkan hasil paling konsisten menyatakan bahwa kolesterol dan lemak jenuh sangat positif serta ikan laut dan asam lemak tidak jenuh ganda sangat negatif dalam mempengaruhi gangguan kognitif dan demensia. Laporan lain mengemukakan bahwa asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan gangguan fungsi kognitif, karena asam lemak tersebut dapat menurunkan risiko aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan stroke (Kalmijn et al. 2004). Asam lemak tidak jenuh mempunyai kandungan asam lemak esensial, dimana asam lemak esensial dapat berperan sebagai zat anti inflamasi dengan menghambat sintesis sitokin dan mitogen. Proses inflamasi mungkin dapat menyebabkan penumpukan β-amyloid di dalam otak yang kemudian akan membentuk plak amiloid di pembuluh darah otak sehingga menyebabkan hipoperfusi dan akhirnya terjadi demensia. Selain itu, lemak esensial dapat mempertahankan fluidity membran, neurotransmissi dan synaptic plasticity yang dapat memperlambat proses gangguan kognitif juga. Dengan kata lain bahwa lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh dan asam lemak esensial selain menurunkan risiko aterosklerosis juga meningkatkan neuroplasticity membran saraf. Minyak hasil samping penepungan ikan lele dapat digunakan sebagai salah satu alternatif, dimana saat ini masih belum dimanfaatkan dengan baik, hanya dibuang atau digunakan sebagai bahan pakan ikan. Rendeman minyak ikan lele adalah 2.9% (w/w) dari total bahan baku yang dikonsumsi oleh industri penepungan ikan lele dimana penepungan 1 ton ikan lele akan diperoleh 29 kg minyak ikan lele (Srimiati 2011). Wanasundara & Sahidi (1995) dan Kaban & Daniel (2005), menyatakan bahwa minyak ikan lele mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh yaitu MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated) lebih dari 50%. Srimiati (2011) juga menyatakan bahwa ikan lele jenis “Sangkuriang” mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh, yaitu MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated) sebesar 51.52% dari total asam lemak yang terdapat dalam minyak ikan lele. Kandungan yang dominan dari asam lemak tak jenuh tersebut diantaranya asam lemak oleat (C18:1) sebesar 22.82% dan linoleat (C18:2) sebesar 17.8%. Proses fermentasi dengan asam laktat dapat mengubah kandungan asam linoleat menjadi asam linoeat terkonjugasi (Hidayati 2005; Xu et al. 2004; Ogawa et al. 2001). Asam linoleat terkonjugasi saat ini merupakan salah satu pangan fungsional yang diduga mempunyai efek kesehatan yang positif, diantaranya sebagai anti inflamasi, anti aterosklerosis, anti karsinogenik, dan immunomodulator (Tricon et al. 2004). Selain itu keadaan krisis pangan global nampaknya tidak bisa
3
dipungkiri akan terjadi sehingga perlu digali potensi bahan pangan baru yang saat ini belum dipergunakan atau dibuang untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia termasuk usia lanjut untuk mempertahankan kehidupan yang lebih baik. Minyak ikan lele maupun fermentasi minyak ikan lele dengan bakteri asam laktat sebagai bahan pangan alternatif masih perlu pembuktian baik dari aspek cita rasa maupun kesehatan khususnya dalam memperlambat proses degeneratif. Pembuktian kesehatan akan dilakukan pada hewan dengan melihat efek aterosklerosis khususnya profil lemak, peroksida lipid, sedangkan efek hipoperfusi dilakukan dengan uji kognitif melalui penanda biologis, yaitu kadar beta ameloid dan tau protein di cairan serebrospinal. Hewan coba yang digunakan adalah monyet ekor panjang (MEP) spesies Macaca fascicularis yang populasinya masih banyak di alam bebas Indonesia. Kelebihan Macaca fasicicularis adalah mempunyai kesamaan dalam sistem saraf dan sistem kardiovaskuler mirip dengan manusia (Bennet et al. 1995).
Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) terhadap profil lipid dan penanda biologis fungsi kognitif pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua. Tujuan Khusus : 1. Mengidentifikasi kandungan asam lemak pada minyak ikan lele (MIL) dan minyak lele terfermentasi (MILT). 2. Menilai pengaruh minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) terhadap profil lipid pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua. 3. Menilai pengaruh minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) terhadap penanda biologis fungsi kognitif monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan yang terkait dengan bidang pangan bahwa minyak hasil samping proses penepungan ikan lele dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak baik untuk diversifikasi pangan maupun sebagai pangan fungsional. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang peran minyak ikan lele dalam memperlambat proses penuaan pada lansia. melalui penghambatan proses aterosklerosis dan hipoperfusi sehingga kesehatan lansia dapat dipertahankan. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan nilai produk pengolahan ikan dan memicu peningkatan penggunaan produk berbasis ikan yang saat ini masih rendah di Indonesia.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Monyet Ekor Panjang Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis adalah salah satu hewan primata asli Indonesia yang mempunyai panjang ekor kurang lebih sama dengan panjang tubuh berkisar antara 385 mm sampai 648 mm, dan panjang ekornya antara 400 mm sampai 655 mm. Bobot badan monyet betina 3-4 kg, dan kedewasaan kelamin betina pada umur 4 tahun (Cawthon 2006). Monyet ekor panjang termasuk golongan kingdom animalia, filum chordata, subfilum vertebrata, kelas mamalia, ordo primates, dan subordo anthropoida (Sayekti 2008). Pada umumnya monyet ekor panjang hanya melahirkan satu ekor anak, dengan jarak kelahiran sekitar 13 bulan dan dapat melahirkan sepanjang tahun, siklus menstruasi kurang lebih 28 hari dan secara alami mengalami menopause. Lama hidup monyet ekor panjang adalah 25 sampai 30 tahun (Bonadio 2000). Pertama kali monyet betina bereproduksi adalah pada usia 3.9 tahun. Usia maksimum monyet ekor panjang dapat mencapai di atas 25 tahun, dan bahkan sampai 37 tahun bagi monyet yang hidup di dalam sangkar atau laboratorium (Adiyanto 2010). Monyet ekor panjang termasuk kelompok omnivora yaitu pemakan segala jenis makanan, tetapi sebagian besar (60%) adalah buah, sisanya berupa bunga, daun muda, biji, dan umbi. Secara umum kebiasaan makan monyet ini tergantung dari lingkungannya, sebagai contoh monyet yang hidup di rawa-rawa, dia akan menyukai makanan yang ada di rawa seperti kepiting, yuyu, dan sejenisnya. Demikian pula monyet yang hidup di hutan primer dia akan menyukai buah dari jenis Ficus (Moraceae) dan Halfordia papuana (Rutaceae) sebagai makanan favorit (Sayekti 2008). Kelebihan monyet ekor panjang mempunyai hubungan filogenetik yang sangat dekat dengan manusia, sehingga banyak mempunyai kesamaan dari segi fisiologi maupun anatomi. Keunggulan lainnya adalah ukuran hewannya kecil tetapi mempunyai informasi lengkap tentang reaksi diet dengan hormon, sebagai contoh jika monyet ekor panjang diovariektomi dan diberi pakan aterogenik minimal tiga bulan maka akan mengalami peningkatan konsentrasi total kolesterol dalam plasma dan penurunan kolesterol densitas tinggi (William & Suparto 2004).
Ikan Lele Ikan lele merupakan jenis ikan air tawar dengan tubuh memanjang dan licin. Habitat ikan lele adalah di sungai dengan arus air yang perlahan, atau perairan yang tenang misalnya rawa, danau, telaga, waduk, dan genangan-genangan kecil seperti kolam. Ikan lele selain dapat hidup di air bersih, hidup juga di air kotor atau tercemar, dan ikan ini seringkali digunakan sebagai pembersih kotoran. Ikan lele bersifat nocturnal yang artinya aktif bergerak mencari makan pada malam hari, sedangkan siang hari ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap (Simanjutak 1996).
5
Spesies anggota marga lele atau Clarias di Indonesia baru dikenal sekitar 10-20 spesies, sedangkan di negara lain lebih dari 50 spesies (Sudarpo 2002). Nama latin ikan lele dumbo adalah Clarias gariepinus, dan jenis ini yang terbanyak dibudidayakan, walaupun sebenarnya bukan asli Indonesia melainkan persilangan lele yang berasal dari Taiwan dengan yang berasal dari Afrika. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik ikan lele tersebut menjadi ikan lele dumbo strain baru yang diberi nama “Sangkuriang” sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele (Widyaya 2011). Kelebihan ikan lele dumbo strain baru adalah mempunyai fekunditas dan derajat penetasan lebih tinggi, sedangkan sifat yang lain sama dengan ikan lele dumbo sebelumnya. Berdasarkan Keputusan Menteri No. KEP26/MEN/2004 ikan lele Sangkuriang ditetapkan sebagai salah satu jenis ikan lele unggulan pada Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan boleh dijual bebas (Mahyudin 2007). Komposisi kimia utama ikan lele adalah air, dan bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50% dari berat badan ikan. Ikan lele dikenal sebagai ikan yang mempunyai kandungan protein tinggi yaitu 17.7 g/100 g, dan kadar lemak relatif rendah yaitu 4.8 g/100 g. Selain itu ikan lele mengandung asam amino lisin, sistin, dan metionin yang relatif tinggi dibanding dengan susu dan daging (Astawan 2008; Osibona 2006). Kadar mineral yang ada pada ikan lele adalah kalsium, fosfor, dan kalium. Komposisi zat gizi ikan lele dan tepung ikan lele disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi zat gizi ikan lele dan tepung ikan lele Zat gizi Ikan lele Tepung ikan lele Protein (%) 17.7 56.04 Lemak (%) 4.8 9.39 Karbohidrat (%) 0.3 16.46 Air (%) 73 8.72 Kalsium 50 6.22 Fosfor 255 4.14 Sumber : ikan lele (FAO 1972 dalam Astawan 2008)
Minyak Ikan Lele Minyak ikan lele merupakan hasil ektraksi limbah cair dari proses penepungan ikan lele pada tahap pra pemasakan (pre cooking). Minyak ikan lele sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Asam lemak ikan terdiri dari tiga tipe yaitu asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, dan asam lemak tidak jenuh ganda. Sifat fisik yang jelas dari minyak adalah tidak larut dalam air, karena adanya asam lemak berantai karbon yang panjang dan tidak mempunyai gugus polar (Buckle 1987). Secara alamiah asam lemak jenuh yang terdapat pada minyak ikan adalah palmitat dan stearat. Bentuk minyak ikan lele adalah cair dalam suhu ruang karena lebih dari 50% terdiri dari asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat dengan titik cair yang rendah. Ikan lele mengandung asam oleat 22.46%, asam linoleat 17.7%. Ketaren (2008) menyatakan bahwa ikan hasil budidaya air tawar mengandung asam lemak
6
tidak jenuh relatif lebih tinggi dibanding dengan kandungan lemak jenuhnya. Selain itu minyak ikan lele mempunyai kandungan asam linoleat relatif tinggi dibanding dengan kadar asam linolenat. Banyak faktor yang mempengaruhi komponen asam lemak minyak ikan diantaranya proses asal minyaknya, umur simpan, jenis atau spesies, letak geografis, dan musim pada saat ikan tersebut dipelihara/dipanen. Asam lemak linoleat merupakan salah satu jenis asam lemak esensial. Asam lemak esensial diperlukan juga untuk membentuk asam lemak lain. Asam arakhidonat merupakan salah satu contoh proses elongasi dan desaturasi dari asam lemak linoleat, sedangkan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dari asam lemak linolenat atau omega 3 (McGuire and Beerman 2007). Asam lemak ini bermanfaat jika tersedia dalam jumlah cukup. Kelebihan dosis akan membawa efek buruk diantaranya meningkatkan risiko kesehatan termasuk penyakit degeneratif, penyakit kardiovaskuler, kanker dan diabetes. Gejala defisiensi asam lemak esensial adalah penyakit kulit, lemas, menurunnya imunitas, lemah, gangguan saluran cerna, sirkulasi jantung, gangguan pertumbuhan dan gangguan reproduksi. Akibat yang lain adalah pemicu kanker payudara, kanker prostate, arthritis rheumatoid, arthritis, asma, preeklampsia, depresi, schizophrenia dan menurunnya konsentrasi dan hiperaktif (Yehuda et al. 2002). Sumber utama asam lemak linoleat selain dari minyak ikan air tawar seperti minyak ikan lele, juga berasal dari minyak nabati (minyak kacang kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan lain-lain).
Fermentasi Minyak Ikan Lele Fermentasi adalah pemanfaatan senyawa organik untuk pembentukan energi melalui transfer elektron di sitoplasma atau pembentukan energi melalui fosforilasi tingkat substrat (Purwoko 2009). Pengertian lain dari fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang telah ada secara alami ataupun yang ditambahkan ke dalam bahan pangan Buckle (1987). Organisme yang memegang peranan dalam proses fermentasi diantaranya bakteri, khamir, dan kapang. Bakteri-bakteri tersebut diantaranya bakteri asam laktat, bakteri asam propionat, dan bakteri asam asetat. Fermentasi minyak ikan lele merupakan fermentasi tidak spontan, karena terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk starter atau ragi. Mikroba tersebut berasal dari bakteri asam laktat yang akan berkembangbiak dan aktif mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Ray 2004). Proses fermentasi dapat mengubah flavor, bentuk dan tekstur yang bagus dari bahan pangan yang difermentasi. Dampak dari fermentasi minyak ikan lele dengan asam laktat akan menurunkan pH serta menimbulkan rasa asam (Muchtadi et al. 1993). Salah satu jenis bakteri asam laktat adalah bakteri L.plantarum. Bakteri tersebut merupakan bakteri penghasil hidrogen peroksida tertinggi dibandingkan bakteri asam laktat lainnya dan juga menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa polipeptida atau protein yang bersifat bakterisidal (James et al. 1992). Kelebihan lain dari L.plantarum adalah lebih tahan terhadap keadaan asam dan
7
bersifat homo fermentatif sehingga tidak menghasilkan gas (Buckle 1987). Bakteri ini sering digunakan dalam fermentasi susu, sayuran, dan daging (sosis). Pembentukan Conjugated Linoleic Acid (CLA) oleh Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat secara umum merupakan katalis yang baik untuk sintesis CLA dengan menggunakan substrat yang mengandung asam linoleat. Bakteri Lactobacillus sp. mampu mengisomerasi asam linoleat seperti yang terjadi pada bakteri Butyrivibrio fibrisolvens di dalam rumen. Pada bakteri Lactobacillus sp, pembentukan CLA lebih baik digunakan pada temperatur pertumbuhan yang rendah. Mekanisme mendalam pembentukan CLA oleh bakteri asam laktat masih belum jelas. Transformasi asam linoleat menjadi CLA tidak hanya satu langkah isomerisasi diene yang tidak terkonjugasi menjadi diene yang terkonjugasi, namun melalui produksi hidroksi asam lemak. Asam linoleat terkonjugasi atau disingkat CLA adalah suatu kelompok isomer asam linoleat dengan pasangan tunggal ikatan rangkap yang berkonjugasi atau berdampingan. Ikatan rangkap yang berkonjugasi letaknya berdekatan dan tidak dipisahkan oleh gugus metil (-CH2). Dua ikatan rangkap tersebut bisa terletak pada posisi karbon ke-8 dan 10, 10 dan 12, atau 11 dan 13. Struktur CLA dengan cis-9, trans-11, dan CLA trans-10 dan dan cis-12 disajikan pada Gambar 1.
Sumber: Ogawa et al. 2001.
Gambar 1 Struktur CLA dengan cis-9, trans-11, dan CLA trans-10 dan cis-12 Asam linoleat oleh bakteri gram negatif yaitu Butyrivibrio fibrisolvents diisomerisasi menjadi CLA (Kritchevsky et al. 2004). Isomer cis-9, trans-11 mungkin diserap atau dibiohidrogenasi menjadi asam vaccenat (trans-11-asam oktadekanoat). Setelah diserap, asam vaccenat dapat diubah menjadi CLA cis-9, trans-9 oleh ∆9 desaturase Isomer trans-10, cis-12 CLA dihasilkan oleh mikrobia rumen lainnya. Isomer-isomer tersebut sesungguhnya merupakan senyawa antara (intermediate) dari tahapan biohidrogenasi asam linoleat menjadi asam oleat dan stearat, tetapi dapat terabsorpsi masuk ke dalam aliran darah dan terdistribusi ke jaringan tubuh inang. Jalur biohidrogenasi oleh bakteri rumen meliputi isomerisasi asam linoleat menghasilkan cis-9, trans-11 CLA, dilanjutkan dengan reduksi CLA
8
yang menghasilkan trans-11 asam oktadekanoat dan asam stearat. Diagram alir proses pembentukan asam stearat disajikan pada Gambar 2. Asam linoleat (cis-9, cis 12 octadecadienoic acid) ↓ CLA (cis-9, trans-11 conjugated diene) ↓ TFA (trans-11 octadecenoic acid) ↓ Asam stearat Sumber: Mcintosh et al. 2009
Gambar 2 Diagram alir proses pembentukan asam stearat Shanta et al. (1995) menunjukkan bahwa peningkatan suhu dalam proses dan penambahan whey dapat meningkatkan kandungan CLA pada keju. Penggunaan kultur starter yang berbeda maupun pada proses aging dalam pembuatan keju cheddar dapat meningkatkan konsentrasi CLA. Bakteri gram negatif yaitu Butyrivibrio fibrisolvents yang mengisomerasi asam linoleat menjadi CLA (Kepler and Tove 1966). Isomer cis-9, trans-11 mungkin diserap atau dibiohidrogenasi menjadi asam vaccenat (trans-11-asam oktadekanoat). Setelah diserap, asam vaccenat dapat diubah menjadi CLA cis-9, trans-9 oleh ∆9 desaturase. CLA diduga bersifat relatif stabil pada pemanasan (Lin et al. 2002). Selama proses pasteurisasi yang merupakan proses pendahuluan sebelum fermentasi yang dilakukan pada suhu 800C selama 30 menit, diduga terjadi reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan konsentrasi CLA (Lin et al. 2002). Selanjutnya karena adanya agitasi dalam proses pemanasan tersebut menyebabkan meningkatnya interaksi antara protein dengan globula lemak. Adanya reaksi interaksi tesebut, protein akan berperan sebagai donor hidrogen sehingga mengubah asam linoleat radikal menjadi CLA. Proses produksi CLA memerlukan komponen medium yang bervariasi seperti albumin, zat tepung, kolesterol dan lesitin karena dapat melindungi bakteri dari asam lemak bebas selama pertumbuhannya.
Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan proses penebalan dan pengerasan bagian muskuler arteri akibat adanya akumulasi lemak, kolesterol, unsur-unsur darah, jaringan ikat dan kalsium yang mengakibatkan dinding arteri menjadi lipoidotik, fibrotik, dan kalsifik (Peckenpaugh 2010). Akibatnya terjadi penyempitan pada lubang arteri yang menyebabkan adanya pembatasan aliran darah dan elastisitas pembuluh darah. Efek dari kejadian ini dapat merangsang pembekuan darah, dan menghambat aliran darah sehingga sel-sel yang ada di sekitar pembuluh tersebut, termasuk sel jantung, dapat rusak dan mengalami gangguan fungsi (Caterina 2006). Ada tiga hipotesa yang mendasari terjadinya aterosklerosis, yaitu hipotesa lipid, hipotesa respon terhadap luka, dan hipotesa gabungan atau modifikasi oksidatif. Hipotesis lipid menyatakan bahwa dislipidemia atau hiperkolesterolemia merupakan penyebab utama terjadinya aterosklerosis.
9
Dislipidemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL) meningkat dan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) menurun, atau LDL normal tetapi kadar trigliserida meningkat. Hipotesa kedua adalah respon terhadap luka. Hal ini diawali dengan adanya luka pada endotel yang disebabkan adanya kumpulan LDL yang menempel di permukaan endotel yang lama kelamaan menyebabkan disfungsi sel endotel. Hipotesa yang ketiga adalah gabungan yang menyatakan bahwa kerusakan endotel disebabkan efek sitotoksik dari lipid peroksida akibat reaksi oksidasi pada lipid. Steinberg (1997) menyatakan bahwa LDL teroksidasi merupakan pangkal awal terjadinya inflamasi pada dinding arteri. Penyebab yang diduga adalah merokok, hipertensi, diabetes, kadar LDL yang tinggi, kadar HDL yang rendah dan auto immun. Penyebab yang lain adalah peningkatan C-reactive protein (CRP), meningkatnya serum fibrinogen, insulin resistan, oxidative stress, infeksi dan penyakit periodontal. Namun dari semua itu langkah yang paling penting adalah LDL teroksidasi, baru diikuti dengan stres oksidatif, dan aktivasi makrofag. Proses LDL teroksidasi disajikan pada Gambar 3.
Sumber: McCance et al. 2010
Gambar 3 Proses LDL teroksidasi (McCance et al. 2010) Secara normal LDL dapat masuk dan keluar dari dinding pembuluh darah melalui endotel, dan masuknya LDL ke endotel seiring dengan meningkatnya jumlah LDL dalam plasma. Kadar kolesterol LDL plasma yang berisiko adalah kurang lebih 160 mg/dl (4.14 mmol/l) dan kolesterol HDL kurang dari 35 mg/dl (0.91 mmol/l). Kondisi ini akan meningkatkan permeibilitas di dinding arteri sehingga lipoprotein dan ester kolesterol terakumulasi di dinding pembuluh darah. Partikel LDL ini selanjutnya akan mengalami proses oksidasi awal pada daerah sub-endotel. Akibatnya partikel ini akan merangsang sel endotel untuk mensekresikan beraneka sitokin dan merangsang munculnya sel limposit T ke permukaan pembuluh darah. Sitokin akan meningkatkan aktivitas permukaan sel
10
endotel, sedangkan sel sel limfosit T akan masuk ke dalam sel endotel dan bergabung dengan makrofag (McCance et al. 2010). Molekul-molekul tersebut menyebabkan terjadinya adhesi monosit pada endotel dan migrasi monosit ke dalam sub-endotel. Monosit tersebut kemudian dirangsang untuk berdeferensiasi menjadi makrofag. Makrofag ini akan mengoksidasi lebih lanjut partikel LDL dan kemudian menangkapnya melalui reseptor scavenger. Akumulasi kolesterol dalam makrofag menyebabkan pembentukan sel busa. Sel busa ini kemudian mensekresikan faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin sehingga merangsang proliferasi sel otot polos. Selain itu makrofag menstimulasi pengambilan LDL teroksidasi oleh sel otot polos melalui kontak antar sel. Pengaturan umpan balik yang tidak terdapat pada sel otot polos menyebabkan proses pengambilan LDL tersebut berlangsung terus dan menyebabkan akumulasi kolesterol ester dan pembentukan sel busa, yang lamalama mengeras menjadi plak, dan merupakan permulaan terjadinya aterosklerosis (Jung 2008).
Penuaan Penuaan adalah proses akumulasi yang dapat mengakibatkan bermacammacam perubahan di dalam sel maupun jaringan berkenaan dengan penambahan umur sehingga meningkatkan risiko sakit dan kematian (Lee et al. 2004). Proses ini biasanya diikuti dengan menurunnya kapasitas fungsional organ tubuh secara bertahap yang menyebabkan menurunnya kemampuan untuk memelihara keseimbagan dalam tubuh terutama saat menghadapi stress fisik maupun psikologi (Lubis 1993). Ada tiga komponen dasar yang bisa memperlambat proses penuaan yaitu tidak ada atau terhindar dari penyakit atau faktor risiko penyakit, fungsi fisik dan kognitif yang terpelihara, dan tetap aktif dalam kehidupan (Darmojo & Martono 2000). Penyebab utama terjadinya penyakit pada proses penuaan ada hubungannya dengan senyawa oksigen reaktif atau radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atom atau lebih yang tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif menyerang molekul di sekitarnya dan dapat mengakibatkan kerusakan struktur sel dan fungsinya. Terbentuknya radikal bebas bisa terjadi di dalam tubuh misalnya karena efek dari proses metabolisme sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas oksidasi di dalam tubuh, sedangkan pembentukan di luar tubuh disebabkan karena faktor pollutan, makanan, dan penyerapan kulit (Achmad 2003). Lumbantobing (2000) menjelaskan bahwa dampak proses penuaan adalah terjadi kemunduran kemampuan otak khususnya daya ingat (memory) diantaranya adalah kemampuan penamaan (naming), dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam memori (speed information retrival from memory). Secara umum sel otak terdiri dari dua tipe yaitu neuron dan sel glia. Neuron berperan sebagai penyampai informasi, sedangkan glia menunjang dan melindungi struktur neuron. Sinapsis adalah penghubung antara neuron yang satu dengan lainnya. Hilangnya sinapsis dapat menghambat proses informasi, sedangkan degradasi meylin memperlambat proses informasi dengan mengurangi kecepatan sinyal pada bundel akson. Hampir semua sinapsis dalam
11
menyampaikan informasi memerlukan neurotransmitter. Asetilkolin adalah salah satu jenis transmitter yang membantu fungsi otak mencakup proses belajar dan memori. Transmitter yang lain diantaranya norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonim. Prekursor dari neurotransmitter adalah asam amino (Wardhani 2005).
Fungsi Kognitif Kognitif secara sederhana diartikan sebagai aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan mempergunakan bahasa. Fungsi kognitif dapat mengalami evolusi mulai dari perubahan kognitif normal sesuai usia atau senescene, gangguan kognitif ringan atau senelity dan demensia. Pada dasarnya gangguan kognitif merupakan hal yang wajar terjadi pada lansia, namun mempunyai implikasi yang serius karena bersifat tetap (irreversible) dan mengganggu kesehatan (Sudja 2009). Penurunan fungsi kognitif ini merupakan faktor penentu lansia mulai mengalami ketidakberdayaan dalam melakukan aktivitas fisik harian. Gangguan fungsi kognitif berdasarkan tingkat keparahan dibagi tiga yaitu a) tidak ada gangguan fungsi kognitif, b) gangguan kognitif ringan, dan c) gangguan kognitif berat (Kurlowicz & Wallace 1999). Diantara fungsi otak yang menurun secara linier dengan bertambahnya usia adalah fungsi memori (daya ingat) yang berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dari pusat memori. Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada aspek tertentu, sebagai contoh, memori primer (memori jangka pendek) relatif tidak mengalami perubahan pada penambahan usia, sedangkan memori sekunder (memori jangka panjang) mengalami perubahan bermakna. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kemampuan untuk mengirimkan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang mengalami kemunduran dengan penambahan usia. Nasrun (2007) menyatakan bahwa demensia sering terlambat didiagnosis karena gejala awalnya sering dianggap proses penuaan wajar, padahal tahap pra klinis demensia merupakan saat yang tepat melakukan identifikasi dini faktor risiko demensia maupun melakukan intervensi memperkecil risiko. Gangguan fungsi kognitif dapat ditemukan pada derajat ringan maupun berat. Gangguan kognitif ringan ada dua katagori yaitu mild cognitive impairment (MCI) atau dikenal gangguan kognitif amnestik atau Alzheimer dan vascular cognitif impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskuler, serta gangguan kognitif yang lebih berat (demensia ringan, sedang, dan berat), masing-masing memerlukan pendekatan diagnosis dan terapeutik sendiri. Pada kondisi MCI dan VCI kemampuan fungsional masih utuh sedangkan pada demensia ditandai dengan mundurnya faal kognitif. Penapisan gangguan kognitif pada lanjut usia dapat dilakukan dengan menggunakan Mini Mental State (MMSE), Wisconsin Card Sorting Test (WCTS) (Mansouri et al. 2006), dan penanda biologis seperti pengukuran microtubuleassociatedprotein tau (MAP-tau) dan amyloid β-protein (Aβ).Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti etiologi demensia Alzheimer. Namun beberapa peneliti memberikan teori kemungkinan sebagai penyebab dan faktor risiko seperti pada Gambar 4.
12
Progresi
Faktor risiko vaskuler Struk, hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, dan aterosklerosis
Host factors Umur Genetik Gaya hidup
Demensia
ALzaimer Neurofibrillary
Perubahan dinding pembuluh darah Struk Iskemia otak Neuroinflamasi
Lesi jaringan putih Fluiditas membran menurun
Demensia vaskuler
pathology
↑APP/Aβ Sumber : Klaria 2010.
Gambar 4 Patogenesis terjadinya penurunan fungsi kognitif dan demensia Gambar 4 menjelaskan bahwa gangguan kognitif baik demensia Alzheimer maupun gangguan kognitif vaskuler disamping dipengaruhi oleh faktor risiko seperti umur, genetik dan gaya hidup, juga dipengaruhi oleh penyakit-penyakit vaskuler seperti stroke, hipertensi, diabetes, dislipidimia, kegemukan dan aterosklerosis. Dampak dari penyakit ini, dan faktor lainnya menyebabkan iskemia otak, sehingga terjadi neuro inflamasi, yang diikuti oleh proses neurodegenerasi atau perubahan struktur sehingga mengakibatkan lesi pada jaringan putih otak yang mengakibatkan fluiditas membran menurun dan dicirikan dengan peningkatan kadar beta amiloid, dan akhirnya ada gangguan fungsi otak baik gangguan kognitif vaskuler dan gangguan kognitif Alzheimer (Kalaria 2010). Gangguan neurotransmitter berpengaruh pada gerak, atensi, tingkah laku, siklus makan, dan agresi. Saat ini telah dikenal istilah “amyloid cascade hypothesis” walaupun masih kontroversial. Hipotesis ini menjelaskan bahwa terjadinya pembelahan APP yang merupakan cikal bakal terjadinya gangguan kognitif akibat dari ketidakseimbangan antara familial AD (genetik) dan sporadis AD (lingkungan, polutan, makanan, stress oksidatif, dan lain-lain). Ketidakseimbangan kedua gangguan ini menyebabkan penguraian APP baik melalui jalur pertama maupun kedua seperti yang diuraikan diatas yang hasilnya terjadi dua bentuk amiloid yang mudah larut dan tidak mudah larut (Blennow et al. 2010). Beta amiloid yang mudah larut diyakini mengalami perubahan konformasi dan membuat mudah rentan terhadap agregasi ke oligomer larut. Fibril tidak larut ditemukan juga dalam plak dalam jumlah lebih besar. Mekanisme molekuler spesifik yang mendasari terjadinya perubahan konformasi masih belum diketahui
13
dengan pasti. Data terbaru melaporkan bahwa oligomerAβ mudah larut dapat menghambat LTP di hippocampus dan menggangu plastisitas kerja sinap. Aβ42 lebih neurotoksik daripada Aβ40 karena mudah menyebabkan terjadinya pembentukan H2O2 (Walsh et al. 2002). MAP-tau adalah suatu fosfoprotein otak manusia normal yang terletak di axon atau dikenal dengan protein aksonal normal. Protein ini berikatan dengan tubulin di mikrotubulus sehingga membuat mikrotubulus menjadi kuat dan mempunyai stabilitas tinggi. Jika ada gangguan kognitif seperti penyakit Alzheimer, akan terjadi perubahan konformasi dan fosforilasasi tidak normal maka ada kecenderungan MAP-tau akan memperbanyak dengan membentuk paired helical filaments (PHF). PHF merupakan cikal bakal terbentuknya neurofibrillary tangles (NFT). Pembentukan NFT menyebabkan MAP-tau tidak berada lama di stabilasi di skeleton saraf otak sehingga skeleton saraf otak menjadi disorganisasi yang kemudian berkontribusi terhadap malfungsi neuron (pemberi informasi). Kematian sel neuron, dan kemudian demensia (Fillit & Refolo 2002). Hiper fosforilasasi MAP-tau diakui sebagai salah satu mekanisme pencetus pembentukan NFT. Dua enzim yang aktif dalam fosforilasasi MAP tau adalah glycogen syntase kinase 3 (GSK-3) dan cyclin – dependent kinase 5 (cdk5) (Lau et al. 2002). Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada subjek penderita Alzheimer terjadi penurunan Aβ42 dan peningkatan kadar total MAP-tau dan P-MAP-tau di CSF secara nyata dibandingkan dengan subjek yang normal. Sensitifitas dan spesifitas dari penanda biologis tersebut mencapai 80% lebih dan jika dilakukan kombinasi MAP-tau dan beta miloid rasio sensitifitas dan spesifitas melebihi 90%. Salah satu kelemahan adalah CSF bukan suatu matriks yang dengan mudah digunakan untuk tujuan diagnosis karena memerlukan keterampilan dan sumberdaya khusus. Oleh karena itu, masih perlu dikembangkan penanda yang terjadi secara perifer sehingga mudah dilakukan deteksi misalnaya dalam urin, atau darah (Sobow et al. 2004).
Pengangkutan Lemak Pangan di dalam Tubuh Triasilgliserol merupakan komponen utama lemak termasuk minyak dari pangan, diikuti oleh kolesterol, kolesterol ester, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Secara umum proses pencernaan lemak tergantung pada serangkaian enzim lipase, yang melibatkan mulut, lambung dan usus halus. Proses pertama pencernaan minyak terjadi di rongga mulut yang dilakukan oleh enzim lipase lingual yang dikeluarkan oleh kelenjar di dasar lidah. Enzim ini mendegradasi asam lemak rantai pendek dan asam lemak rantai sedang dari triacylglycerol. Mark et al. (2002) menyatakan bahwa enzim ini paling aktif terjadi pada bayi dan anak kecil yang masih minum susu sapi. Proses pencernaan minyak dilanjutkan di lambung, dengan bantuan gerakan mekanis lambung terbentuklah emulsifikasi minyak dalam air. Pada saat itu lambung melepaskan lipase lambung yang dikeluarkan mukosa lambung. Kedua enzim yaitu lipase lambung dan lipase lingual hanya menghidrolisis asam lemak rantai pendek dan sedang dari triasilgliserol atau secara khusus hanya melepas asam lemak dari posisi α-1 (Groopper et al. 2009;
14
Muchtadi et al. 1993). Proses hidrolisis ini dilakukan pada pH optimum antara 4 sampai dengan 6. Setelah itu minyak masuk dalam duodenum, pada saat itu kantung empedu dirangsang oleh kolesistokinin untuk melepaskan cairan empedu dan pankreas dirangsang untuk mengeluarkan lipase pankreas. Fungsi cairan empedu adalah melakukan emulsifikasi kimus sehingga memudahkan enzim lipase menghidrolisis minyak. Peran cairan empedu adalah sebagai emulsifier bukan sebagai enzim. Dalam cairan pankreas, selain lipase pankreas, terdapat juga lipid esterase, dan fosfolipase. Lipase pankreas secara khusus memotong asam lemak posisi α-1 dan posisi α-3 dari triasilgliserol dan lebih menyukai memotong asam lemak rantai sedang. Trigliserida yang mengandung asam lemak rantai panjang seperti EPA dan DHA pada posisi α-1 dan posisi α-3 relatif tahan terhadap lipolisis oleh enzim lipase pankreas, tetapi sekali mereka terhidrolisis penyerapannya akan sempurna. Lipid esterase akan bereaksi pada ester kolesterol, monogliserida, dan ester lipid yang lain seperti vitamin A dengan asam karboksilat, sedangkan fosfolipase akan bereaksi pada fosfolipid. Lipid esterase akan mengkonversi ester kolesterol menjadi kolesterol dan asam lemak bebas. Fosfolipase akan mengkonversi fosfolipid menjadi fosfolipid dan asam lemak bebas. Penyerapan hasil pencernaan sangat ditentukan oleh proses hidrolisis, miselarisasi dan bentuk asam lemak. Penyerapan minyak dalam bentuk ester etil berbeda dengan bentuk triasilgliserol. Dalam bentuk asam lemak bebas penyerapan EPA dan DHA dapat lebih dari 95%, sedangkan dalam bentuk triacylglyserol tingkat penyerapan EPA dan DHA masing-masing hanya mencapai 68% dan 57% serta dalam bentuk ester etil yang diserap 20 dan 21% (Hardoko 1998). Semua asam lemak seperti mono, di, dan triasilgliserol dan gliserol akan diserap oleh enterocyt (sel mukosa usus halus). Beberapa peneliti menyatakan bahwa jenis minyak mempengaruhi proses penyerapan, dan sebagian menyatakan bahwa jenis minyak tidak mempengaruhi (Manorama & Rukmini 1991; Schrijver et al. 1991). Hasil pencernaan yang menghasilkan asam lemak rantai pendek dan menengah langsung masuk asam lemak bebas dan monoasilgliserol diserap oleh sel-sel usus halus dan akhirnya masuk ke dalam sirkulasi tubuh. Proses penyerapan asam lemak melewati usus atau membran mikrovillus sebagian besar berlangsung secara difusi pasif dan beberapa hal terjadi secara aktif yaitu menggunakan mekanismea zat pembawa (Groopper et al. 2009). Asam lemak yang diangkut ini akan dibawa ke venaportae untuk menuju organ hati. Asam lemak yang diangkut dalam darah akan terikat dengan protein, albumin, yang meningkatkan solubilitas asam-asam lemak (Bowman & Russel 2006). Asam lemak rantai panjang akan mengalami esterifikasi trigliserida rantai panjang. Penyerapan kolesterol kurang lebih 30-40%. Penyerapan kolesterol akan tergantung dari beberapa hal diantaranya kandungan serat dalam diet, jumlah kolesterol yang ada, dan waktu perjalanan di saluran cerna. Penyerapan kolesterol sangat lambat jika dibandingkan dengan asam lemak dan asilgliserol, diperkirakan kolesterol ada di dinding mukosa usus halus sekitar 12 jam.Asupan tinggi serat dapat menghambat penyerapan kolesterol, karena sebagian serat berfungsi sebagai penghisap kolesterol khususnya selulosa, lignin, dan hemiselulosa (Bernadier 2009).
15
Bersama dengan kolesterol dan fosfolipid dalam mukosa usus, trigliserida rantai panjang yang baru terbentuk akan bergabung dengan protein untuk membentuk lipoprotein kilomikron, yang merupakan partikel kaya akan lemak dan merupakan bentuk utama transport lemak yang terdapat dalam makanan. Lipoprotein kilomikron ini tidak hanya mengangkut lemak hasil pencernaan melainkan membawa juga lemak hasil sintesis dari organ dan simpanan lemak. Kemudian lipoprotein kilomikron ini akan masuk dalam sistem limfa melalui lacteal yang terdapat dalam villi usus. Pembuluh darah limpa biasanya mendeposit isinya ke dalam sirkulasi darah melalui ductus thoracicus, yaitu suatu jalur tempat masuknya kilomikron ke dalam sirkulasi, yang kemudian oleh arteri dan akan di bawa ke hati (Piliang et al. 2006).
Asam Lemak Esensial dan Fungsi Kognitif Otak adalah salah satu organ tubuh yang bertangung jawab menghantarkan impuls saraf dan semua fungsi-fungsi khusus yang berhubungan dengan sistem saraf seperti berpikir, berbicara, mengontrol aktivitas otot, dan mengatur kerja kelenjar. Otak juga merupakan organ tubuh yang mempunyai kandungan lemak sangat tinggi yaitu mencapai 50% berat kering dan 10 % berat basah (Crawford 1993). Kondisi ini menyebabkan otak dikategorikan sebagai organ yang mempunyai konsentrasi lipid terbesar kedua setelah jaringan adiposa (Bourre 2004). Selama proses penuaan, kadar kolesterol di membran saraf dan kadar metabolik toksik kolesterol (24-OH-kolesterol) meningkat, selain itu membran saraf mengalami kekakuan. Fungsi fisiologi membran saraf tergantung dari struktur, dan komposisinya. Lemak dalam jaringan otak terdiri dari kolesterol dan fosfolipid. Fosfolipid yaitu trigliserida yang satu asam lemaknya digantikan oleh satu gugus yang mengandung fosfat. Asam lemak yang mengikat pada atom karbon nomor 1 pada umumnya adalah asam lemak jenuh, dan yang terikat pada atom karbon nomor 2 adalah asam lemak tidak jenuh. Fosfolipid mempunyai karakteristik amfipatik, yaitu dia mempunyai sifat polar dan non polar, yang tersusun dengan kepala hidrofiliknya menghadap lingkungan cair di kedua sisi membran dan ekor asil lemak membentuk bagian tengah membran hidrofobik. Komposisi umum fosfolipid di otak mengandung asam linoleat sangat kecil. Asam arakidonat merupakan komponen penting, tetapi DHA merupakan komponen utamanya. Kadar DHA yang tinggi ditemukan juga di subsel seperti sinaptosom, gelembung sinap, mitokondria, mikrosom, dan nerve growth cones. Kadar asam lemak tidak jenuh ganda menurun sesuai dengan bertambahnya umur, hal ini mungkin berkaitan dengan: 1) menurunnya kadar penyatuan membran; 2) menurunnya aktivitas enzim desaturase delta 6 dan 9; 3) memburuknya kecepatan perjalanan melalui darah ke barrier otak, dan 4) oksidatif stress dapat meningkatkan kadar radikal bebas, yang akhirnya dapat menurunkan fluiditas membran, dan mempengaruhi komposisi membran normal (Peckenpaugh 2010). Asam lemak tidak jenuh khususnya DHA atau EPA (eikosapentaenoat) berasal dari asam linolenat atau omega 3, sedangkan asam arachidonat dari asam linoleat atau omega 6 melalui proses perpanjangan rantai (elongasi) dan desaturasi.
16
Lemak ini tidak digunakan sebagai sumber energi, melainkan sebagai komponen struktural yang merupakan bagian integral dari jaringan otak yang berperan dalam memodifikasi struktur, fluiditas dan fungsi membran otak. Modifikasi komposisi asam lemak membran otak dapat dilakukan dengan suplementasi berbagai minyak pangan. Perkembangan otak hewan muda dapat diatur dengan pemberian suplementasi asam lemak hanya beberapa minggu, hal ini telah dilaporkan penelitian pada tikus (Lui et al.1995), dan ayam (Anderson et al.1994). Namun modifikasi komposisi lemak pada membran otak pada usia tua dengan pemberian suplementasi asam lemak memerlukan waktu lebih lama, banyak penelitian yang melaporkan waktu yang diperlukan sekurang-kurangnya 8 minggu (Bourre 2004 ; McGee 1994). Kisaran suplementasi asam lemak adalah 5 sampai 20% dari diet. Asam lemak dapat terlibat dalam gangguan fungsi kognitif melalui berbagai mekanisme seperti aterosklerosis dan inflamasi. Berbagai studi epidemilogi melaporkan bahwa makanan atau diet tinggi lemak jenuh berhubungan dengan peningkatan risiko demensia dan gangguan kognitif, sedangkan diet dengan tinggi asam lemak tidak jenuh ganda dan lemak yang berasal dari ikan berhubungan dengan penurunan risiko penyakit vaskuler dan pencegahan demensia (Laitinen et al. 2006). Studi kohort Farmingharm juga melaporkan bahwa bahwa DHA plasma yang tinggi berhubungan demgam penurunan risiko demensia dan penyakit Alzheimer, serta konsumsi lebih dari 2 potong ikan per minggu berhubungan dengan penurunan 50% risiko demensia (Schaefer et al. 2006). Namun penelitian Rotterdam kohort melaporkan bahwa diet tinggi lemak jenuh dan rendah lemak tidak jenuh ganda tidak berhubungan dengan risiko demensia, hal ini dilaporkan pula oleh penelitian di Kanada (Kroger et al. 2009). Namun pada kelompok masyarakat yang tidak mengalami demensia ternnyata kadar DHA plasmanya tinggi.
17
Kerangka Pemikiran Minyak ikan lele (MIL) dari hasil samping pembuatan tepung ikan lele dan hasil pengembangannya yaitu minyak ikan lele terfermentasi (MILT samasama mempunyai kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Perbedaan keduanya hanya di persentasi proporsi asam lemaknya. Sebagai contoh pada minyak ikan lele proporsi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan CLA berturut turut adalah 6.1%, 32%, 25% dan 0.52%, sedangkan minyak ikan lele terfermentasi berturut –turut sebagai berikut 9.7%, 38%, 9.96%. dan 0.98%. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk pengujian efek diet lemak terhadap kadar kolesterol sejak tahun l950 dan menunjukkan bahwa diet dengan jenis lemak yang berbeda dapat mempengaruhi kadar kolesterol, tergantung dari komposisi asam lemaknya (Astrup et al. 2011). Czernichow et al. (2010) menyatakan bahwa dengan mengganti 5% energi berasal dari lemak jenuh dengan energi dari asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA), akan menurunkan risiko penyakit jantung sampai dengan 42%. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa bahwa lemak jenuh dan kolesterol diduga mempengaruhi penumpukan beta amiloid di membran sel dan lemak tidak jenuh mempengaruhi penurunan penumpukan beta amiloid di membran sel, dan menurunkan kadar tau protein di cairan cerebrospinal. Kemajuan di bidang kesehatan dan transisi epidemiologi telah meningkatkan populasi lansia, 70% dari populasi tersebut adalah perempuan (Chernoff 1991). Salah satu implikasi dari masalah kesehatan perempuan adalah menurunnya perlindungan kesehatan, diantaranya kepadatan tulang, antioksidan, perlindungan saraf, dan pelindung dinding arteri (Krummel & Kris 1996). Hormon estrogen juga mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipid, menurunkan kadar lipid darah, memperbaiki aliran darah, menurunkan fibrinogen plasma, meningkatkan metabolisme glukosa dan meningkatkan sensitifitas insulin (Zhu et al. 1999). Gaya hidup termasuk kebiasaan makan merupakan salah satu contoh dari faktor eksogen. Kebiasaan makan yang tidak seimbang dalam komposisi, jumlah dan waktu juga dapat memicu meningkatkan penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes mellitus, dan penyakit jantung. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengamati efek kedua minyak tersebut jika dikonsumsi pada populasi lanjut usia, terutama pada kejadian aterosklerosis dan gangguan fungsi kognitif. Efeknya terhadap aterosklerois diuji berdasarkan profil lipid dan peroksidasi lipid, sedangkan fungsi kognitif dilihat dari penanda biologi yaitu kadar beta amiloid dan tau protein di cairan cerebrospinal hewan coba yaitu Monyet Ekor Panjang (MEP) usia tua. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
18
Konsumsi Lemak
Minyak Lele
Minyak Lele Fermentasi
Penyerapan
Tau Protein Metabolisme
Fluiditas Membran Otak Beta Amiloid
Menopause
Dislipidemia
Peroksidasi Lipid
- Antioksidan - Dinding arteri - Neuroprotektif
Lansia
Penurunan Hormon Estrogen
Inflamasi
LDL Teroksidasi (MDA) Penurunan Fungsi Kognitif
Aterosklerosis Keterangan Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Mempengaruhi secara langsung Mempengaruhi tidak langsung
Gambar 5 Kerangka pikir penelitian
19
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012–April 2013. Tempat penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Mikrobiologi Kimia LIPI Serpong untuk pembuatan minyak ikan lele terfermentasi, Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi Pangan IPB untuk analisis sifat fisiko-kimia, Laboratorium Terpadu IPB untuk uji kandungan asam lemak dan CLA, Laboratorium Hewan Bimana untuk intervensi pakan terhadap monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan Laboratorium Pusat Studi Primata IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan untuk analisis profil lipid, peroksidasi lipid, dan penanda biologis kognitif.
Bahan dan Alat a. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair minyak ikan lele yang diperoleh dari PT. Carmelitha Lestari Bogor. Bahan kimia yang digunakan proses pemurnian minyak ikan lele adalah bentonit teknis yang berwarna cokelat dan kertas saring whatmann 42 untuk proses pemucatan (Bleaching). Bahan yang digunakan untuk menyiapkan minyak ikan lele terfermentrasi, yaitu bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong, susu skim steril, sukrosa, de Man Rogosa Sharpe (MRS) Broth dan aquades. Bahan yang digunakan untuk uji komposisi asam lemak adalah NaOH, metanol, BF3, standar internal asam lemak, NaCl, heksana, dan Na2SO4 anhidrat, sedangkan untuk uji fisiko-kimia menggunakan cupric acetat, piridin, asam oleat, kloroform, metanol, Fe Cl3, xylenol orange, FeSO47H2O, BaCl2.2H20, whatman 42, HCL, aquades, asam asetat glasial. Bahan yang digunakan untuk analisis karakteristik fisiko-kimia menggunakan bahan-bahan diantaranya akuades, heksana, alkohol, KI, cupric acetat, piridin, asam oleat, kloroform, metanol, FeCl3, xylenol orange, FeSO4.7H2O, BaCl2.2H20, HCl, aquades, asam asetat glasial, , KOH 0,1 N, Na2S2O3 0.01 N, Na2S2O3 0.1 N, alkohol 95 % netral, air bebas ion dan indikator PP. Bahan yang digunakan untuk analisis profil lipid adalah kit kolesterol. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis peroksidasi lipid adalah bovine serum albumin (BSA), natrium karbonat (Na2CO3), natrium bikarbonat (NaHCO3), tembaga sulfat (CUSO4.5H20), kalium tartrat, natrium hidroksida (NaOH), asam etilendiamina– tetrasetat (EDTA), natrium klorida (NaCl), reagen Folin-fenol, kalium bromida (KBr), 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP), asam trikloroasetat (TCA), asam tiobarbiturat (TBA), asam asetat, glasiat, etanol, dan kantong dialisis. Bahan yang digunakan untuk analisis penanda biologis kognitif adalah reagen standar Hu Aβ42, standar Hu Tau, buffer standar (0.1% NaN3), deteksi antibodi Hu Tau, deteksi antibosi Aβ42, Hu Tau Antibody Coated Wells, Aβ42 Antibody Coated Wells, Anti-Rabbit IgG HRP, tetrametil benzidin (TMB), dan Stop Solution.
20
b. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah viskometer, spektrofometer, gelas piala, oven, erlenmeyer, pipet tetes, buret, deodorizer, kertas saring whatman 42, labu takar, gelas volumetrik, homogenizrer, spray dryer, separator, timbangan digital, penangas air, tabung reaksi, gelas piala, pipet tetes, kromatografi gas SHIMADZU seri 2010 plus dengan fase diam Cyanpropil metil silikon dan spektrofometer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis profil lipid adalah fotometer 5010 Robert Riele GmbH dan Co Kg Berlin Jerman. Untuk peroksidasi lipid alat yang digunakan adalah sentrifus berkecepatan rendah Beckman dengan rotor Swing Bucket 3750 rpm, ultrasentrifus Beckman XL-90 dengan rotor SW-40, tabung polialomer (14x95 mm), pisau pengiris tabung, alatalat gelas, spektrofotometer UV-VIS DMS 100 (Varian), vorteks, filter milipore 0.45 µm, penangas air, pipet tip, dan pipet mikro.
Hewan Percobaan Penentuan hewan percobaan mulanya ditentukan menggunakan rumus Federer yaitu : (T-1) (n-1) > 15 (4-1) (n-1) > 15 Keterangan: T : Jumlah Perlakuan n : Jumlah Hewan Coba Berdasarkan rumus di atas, didapatkan n= 6. Hewan coba yang digunakan adalah monyet ekor panjang (MEP). Namun karena ada keterbatasan, maka jumlah monyet dengan umur 10-15 tahun yang diperoleh dari PT. Indo Anilab Bogor hanya ada 13 ekor. Kriteria yang digunakan adalah hewan dalam kondisi sehat dan tidak menderita penyakit infeksi (dilakukan tes bebas tuberculosis). Setelah dilakukan pemeriksaan klinis, ditemukan 1 ekor yang menderita penyakit infeksi sehingga yang layak mengikuti penelitian hanya 12 ekor. Kedua belas ekor tersebut digunakan untuk 4 perlakuan, jadi per perlakuan ada 3 ekor. Umur subjek ditentukan dengan menggunakan sertifikat lahir dan dibantu pengujian susunan gigi Molar 3 / Molar 3. Bobot badan subjek berkisar antara 2.7-3.6 kg. Semua hewan diletakkan dalam kandang individu tetapi masih dalam ruangan yang sama dan saling berhadapan sehingga subjek dapat berkomunikasi.
Bahan Pakan Bahan baku dalam penelitian ini adalah pakan yang dalam setiap 100 g mengandung 400 kkal dengan kandungan lemak sebesar 30% energi atau mengandung 12% (w/w) lemak yaitu 3% berasal dari minyak kedelai, 9% berasal dari 4 jenis lemak yang berbeda yaitu beef tallow (BFT), minyak ikan lele (MIL), minyak ikan lele terfermentasi (MILT), dan minyak kedelai (MKD). Komposisi pakan adalah 63% sumber karbohidrat (tepung 48%, sugar 10%,
21
dedak/serat 3%, CMC 2%), 22.8% protein (susu kim 10%, bungkil kedelai 5.8%, tepung ikan 7%), 2% mineral mix, dan 0.2% cholesterol. Semua bahan dicampur menjadi satu sehingga bentuknya mirip seperti gethuk singkong. Produksi pakan di lakukan di PT Carmelitha Bogor. Pembuatan pakan dilakukan setiap 1 minggu sekali. Jumlah pakan yang diproduksi per minggu adalah 11.600 g untuk 4 jenis pakan. Lama produksi adalah 2 hari, yaitu 1 hari untuk pakan BFT dan MIL, dan 1 hari untuk pakan MKD dan MILT. Masingmasing pakan diberi kode dengan warna yang berbeda, tetapi dengan rasa yang sama yaitu menggunakan rasa pisang. Pengecekan homogenitas pakan, setiap bulan dilakukan pemeriksaan proksimat pakan. Disain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap. Jumlah kelompok penelitian terdiri atas 4 kelompok MEP, dua kelompok dijadikan sebagai kelompok kontrol (BFT dan MKD), dan dua kelompok lain sebagai kelompok perlakuan (MIL dan MILT). Kontrol positif adalah monyet yang diberi BFT, sedangkan kontrol negatif adalah monyet yang diberi MKD. Penentuan kelompok didasarkan hasil penilaian profil lipid sebelum intervensi dimulai. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan berupa identifikasi kandungan asam lemak dan karakteristik fisiko-kimia dari MIL dan MILT. Masing-masing kelompok mendapatkan pakan aterogenik yang mengandung 0.2% kolesterol dan isokalori. Kandungan lemak pakan dalam 100 g adalah 12% (w/w), 3% berasal dari MKD, sedangkan 9% berasal dari sumber lemak yang berbeda masing-masing yaitu beef tallow (BFT), minyak ikan lele (MIL), minyak ikan lele terfermentasi (MILT), dan minyak kedelai (MKD). Penimbangan jumlah pakan yang tersisa dilakukan setiap hari. Penimbangan bobot badan, dan pengambilan darah dilakukan setiap 1 bulan sekali. Sebelum dilakukan pengambilan darah, monyet ekor panjang dibius dengan menggunakan ketamin 10 mg/ kg BB. Darah diambil melalui vena femoralis kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan dijaga pada suhu -40C untuk dianalisis kadar kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida setiap bulan, serta peroksidasi lipid pada saat sebelum dan setelah intervensi. Analisis beta amiloid dan tau protein monyet ekor panjang diambil dari cerebro spinal fluid (CSF) melalui suboccipital. Hasil cairan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung. Setelah itu tabung diberi label tanggal pengambilan, kode sampel, dan kelompok. Setelah itu disimpan pada suhu -200C, dan akan dikeluarkan jika akan dianalisis. Analisis beta amiloid dan tau protein menggunakan Invitrogen, Tau ELISA Kit, dan Aβ42 ELISA Kit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 450 nm dengan koreksi pada 540 nm dan 570 nm. Semua sampel diuji duplo, dan koefisien intra-assay variasi adalah 3.9% untuk Aβ42 assay dan 4.1% untuk p-tau assay. Diagram alir penelitian utama disajikan pada Gambar 6.
22
12 monyet betina
Adaptasi Pakan standar (2 bln) – 100 g/hr
Ovariektomi Tes bebas TB Diet standar
Pengambilan data: BB, pengambilan darah (profil lipid, peroksidasi lipid), CSF
Lemak 30% energi dan Isokalori untuk masing-masing kelompok
MEP (3 ekor) 9% BFT;3% MKD
MEP (3 ekor) 9% MIL;3% MKD
Dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan profil lipid
MEP (3 ekor) 9% MILT, 3% MKD
Bulan ke-1
Pengambilan data: BB, pengambilan darah (profil lipid)
Bulan ke-2
Pengambilan data: BB, pengambilan darah (profil lipid)
Bulan ke-3
MEP (3 ekor) (MKD) 12%
Pengambilan data: BB, pengambilan darah (profil lipid, peroksidasi lipid), CSF
Gambar 6 Diagram alir metode penelitian utama Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik umum, data profil lipid, data peroksidasi lipid dan penanda biologis kognitif. Data karakteristik umum meliputi bobot badan, tinggi badan. Data profil lipid meliputi kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL, dan rasio LDL/HDL, sedangkan untuk data peroksidasi lipid diambil data MDA dalam LDL. Penanda biologis gangguan kognitif diambil melalui indikator konsentrasi tau protein dan beta amiloid di
23
CSF. Jenis data, frekuensi, waktu pengambilan dan metode yang digunakan diuraikan dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2 Jenis data, frekuensi dan waktu pengumpulan data, serta metode No.
1
Jenis data
Frekuensi pengumpulan data
Waktu pengumpulan data
Metode
120 hari
Setiap hari
Comstock
2
Kepatuhan terhadap konsumsi Bobot badan
4 kali
Setiap bulan
3
Kolesterol total
4 kali
Setiap bulan
4
Trigliserida
4 kali
Setiap bulan
Timbangan digital merk excellent scale XK 3190-A12E Uji kolometri enzimatis metode CHODPAP Uji kolometri enzimatis metode GPOPAP
5
HDL
4 kali
Setiap bulan
6
LDL
4 kali
Setiap bulan
7 8
LDL/HDL Peroksidasi lipid
4 kali 2 kali
Setiap bulan
9
Beta amyloid
2 kali
10
Tau protein
2 kali
11
Rasio tau protein/beta amiloid
2 kali
Sebelum (awal) dan setelah 3 bulan Sebelum (awal) dan setelah 3 bulan Idem
Cholesterol Test Kit (cat. no: 101592) Perhitungan persamaan Fridewald Perhitungan Sulistyani dan St Clair 1991 Invitrogen, Beta amiloid ELISA kit Invitrogen, Tau ELISA kit kit Perhitungan
Pengukuran parameter status gizi, profil lipid, peroksidasi lipid, dan penanda biologis gangguan kognitif dilakukan pertama kali sebelum intervensi yaitu (bulan 0). Pengukuran dan pengambilan darah serum dilakukan pada akhir bulan pertama, akhir bulan ke dua dan akhir bulan ke tiga. Untuk menghindari efek diurnal, maka pengambilan darah dan pengukuran bobot badan dilakukan pada pagi hari antara 09.00-10.00 (Albert et al. 2005). Setelah pengambilan 10 ml darah, maka darah dibagi sesuai peruntukannya. Untuk profil lipid ditempatkan pada tabung tanpa EDTA (plain tabung), sedangkan untuk peroksidasi lipid, darah diletakkan pada tabung dengan EDTA. Setelah dipisahkan masing-masing, langsung dilakukan pemeriksaan pada semua tabung untuk profil lipid. Untuk analisis peroksidasi lipid, darah disimpan dahulu
24
menunggu hasil intervensi karena pemeriksaan akan dilakukan bersamaan. Darah yang telah diletakkan pada tabung masing-masing, diberi kode tanggal pengambilan, kode kelompok, dan kode darah. Sampel darah dibungkus dengan plastik dan disimpan dalam lemari pendingin khusus (-40C) di Laboratorium Pusat Studi Primata IPB. Pengambilan CSF tidak dilakukan bersamaan dengan pengambilan darah, tetapi dilakukan pada hari yang berbeda. Pengambilan cairan ini dilakukan oleh dokter hewan anestesi. Setelah diambil, cairan diletakkan dalam tabung, yang sudah diberi nama, kode monyet, tanggal pengambilan, dan tanda tangan petugas. Sampel kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -200C. Tata cara pengumpulan, penanganan dilakukan sesuai dengan standar operasional laboratorium yang berlaku.
Pengolahan dan Analisis Data Prosedur analisis yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data karakteristik minyak ikan lele dan minyak ikan lele terfermentasi dilakukan dengan cara deskriptif yaitu membandingkan dengan data literatur. Data profil lipid, peroksidasi lipid, dan penanda biologis kognitif disajikan dalam bentuk angka rata-rata dan standar deviasi. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam pada taraf uji 5%. Uji beda Duncan dilakukan jika perlakuan memberikan pengaruh nyata (p<0.05). Data penanda biologis kognitif hanya menggunakan dua ekor monyet karena terdapat data pencilan dari data monyet ke tiga. Etika Penelitian Persetujuan etik penelitian dikeluarkan oleh Komisi Etik dan Kesejahteraan hewan PT. Bimana Indomedical Bogor dengan No. ACUC p.03.12_IR tanggal 12 Mei 2012. Sebelum dilakukan pengambilan darah, subjek dipastikan dalam kondisi tenang.
25
4 KANDUNGAN ASAM LEMAK DAN KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN MINYAK IKAN LELE TERFERMENTASI PENDAHULUAN Asia merupakan benua terbesar penghasil ikan di dunia. FAOStat (2010) mencatat bahwa pada tahun 2008, Asia mampu memproduksi ikan hingga 60 juta ton. Nilai tersebut mendominasi 91% bagian dari total keseluruhan produksi ikan di dunia. Dari jumlah tersebut, tingkat peningkatan produksi ikan lele menempati posisi teratas sebesar 19.3% (2003-2008). Indonesia sebagai negara produsen ikan terbesar ke-4 di benua Asia pada tahun 2008 turut menyumbangkan produksi ikan lele yang cukup besar bagi benua Asia yaitu sebanyak 1.7 juta ton (Hall et al. 2011). Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menyebutkan bahwa produksi ikan lele dapat mencapai 10% dari total perikanan budidaya nasional dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 39.66% per tahun. Oleh karena itu, pemerintah menyatakan ikan lele sebagai produk perikanan unggulan Indonesia yang perlu didukung dan dikembangkan. Keputusan Menteri dalam KEP26/MEN/2004 menetapkan bahwa ikan lele merupakan salah satu komoditi unggulan pada Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan dan boleh diperjualbelikan. Saat ini, ikan lele banyak diperjualbelikan dalam bentuk segar, namun minyak ikan lele (MIL) yang merupakan produk turunan bernilai jual tinggi belum banyak dikembangkan dan dikomersialkan. Hal itu karena ikan lele tergolong ikan air tawar yang dinilai mengandung lebih sedikit Omega-3 dibandingkan dengan ikan air laut seperti ikan tuna, ikan salmon, dan ikan mackerel, padahal MIL dapat dimanfaatkan sebagai sumber asam linoleat yang potensial (Piccolo 2009). Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang memiliki dua ikatan rangkap yang dapat membantu menghambat risiko thrombosis, menurunkan tekanan darah, memelihara membran sel, dan menjaga keseimbangan kolesterol. Recommended Dietary Allowance menyebutkan bahwa konsumsi asam linoleat minimum adalah 12-17 g per harinya (Harris et al. 2009). Asam linoleat pada MIL bila difermentasi lebih lanjut dapat digunakan sebagai sumber asam lemak linoleat terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acid). Asam lemak terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acid) atau CLA adalah suatu kelompok isomer posisi dan geometrik asam linoleat yang dicirikan adanya ikatan rangkap yang berdampingan. Pada saat ini diketahui bahwa CLA mempunyai manfaat bagi kesehatan, khususnya dalam menghambat perkembangan plak atherosclerosis khususnya di penelitian hewan, dan memperbaiki sensitifitas insulin (Bhattacharya et al. 2006, Raff et al. 2007 Ringseis & Eder 2009;). Secara alami, isomer CLA yang utamanya cis 9 dan trans 11 ada dalam makanan khususnya daging, susu dan hasil olahnya. Isomer ini aslinya dari biohidrogenasi asam linoleat ke asam stearat oleh bakteri rumen (Park 2009). Beberapa peneliti menyatakan bahwa bahan pangan yang mengandung asam linoleat dapat ditingkatkan kandungan CLA melalui berbagai cara, salah satunya dengan fermentasi dengan bakteri asam laktat (Lin et al. 2002).
26 Proses fermentasi MIL menjadi minyak ikan lele terfermentasi (MILT) diduga dapat meningkatkan potensinya sebagai pangan fungsional, yaitu pangan yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis atau mencegah penyakit tertentu. Konsumsi pangan fungsional dalam jumlah yang cukup dan rutin dapat menurunkan risiko penyakit degeneratif (Wildman 2001; Winarsi 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan asam lemak dan karakteristik fisiko-kimia minyak ikan lele dan minyak ikan lele terfermentasi.
METODE Waktu, dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012-September 2012. Lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat. Pembuatan MIL dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) dan Seafast IPB, sedangkan fermentasi MIL dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi LIPI Serpong. Uji kandungan asam lemak MIL dan MILT dilakukan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor dan uji fisiko kimia kedua minyak dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan IPB.
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair minyak ikan lele jenis Sangkuriang yang diperoleh dari PT. Carmelitha Lestari Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah bentonit teknis yang berwarna cokelat dan kertas saring whatmann 42 untuk proses pemucatan (bleaching). Bahan yang digunakan untuk menyiapkan minyak ikan lele terfermentrasi, yaitu bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi LIPI Cibinong, susu skim steril, sukrosa, de Man Rogosa Sharpe (MRS) Broth dan akuades. Bahan untuk uji komposisi asam lemak adalah NaOH, metanol, BF3, standar internal asam lemak, NaCl, heksana, dan Na2SO4 anhidrat, standar asam lemak campuran 37 komponen Sigma. Uji karakteristik fisiko-kimia menggunakan bahan-bahan diantaranya akuades, heksana, alkohol, KI, cupric acetat, piridin, asam oleat, kloroform, metanol, FeCl3, xylenol orange, FeSO4.7H2O, BaCl2.2H20, HCl, aquades, asam asetat glasial, , KOH 0,1 N, Na2S2O3 0.01 N, Na2S2O3 0.1 N, alkohol 95 % netral, air bebas ion dan indikator PP. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah viskometer, spektofometer, gelas piala, oven, erlenmeyer, pipet tetes, buret, deodorizer, kertas saring whatman 42, labu takar, gelas volumetrik, homogenizer, spray dryer, separator, timbangan digital, penangas air, tabung reaksi, gelas piala, pipet tetes, dan kromatografi gas Shimadzu seri 2010 plus dengan fase diam Cyanpropil metil silicon.
27 Prosedur Penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan mencakup preparasi MIL dan MILT. MIL dipisahkan dari limbah cair ikan lele dengan menggunakan separator berkapasitas 1 L. Rendemen MIL yang diperoleh sebanyak 500 ml dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC. Setelah itu, ditambahkan bentonit sebanyak 2% dari total bobot minyak untuk memurnikan minyak. Selanjutnya, minyak hasil pemurnian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman 42. Tahapan berikutnya adalah deodorisasi dengan menempatkan minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46±2oC untuk menghomogenkan. Minyak kemudian dipanaskan hingga suhu 1200C selama 20 menit, dan didinginkan hingga 600C, baru dipindahkan dalam botol atau tempat penyimpanan (Srimiati 2011). MILT diperoleh dengan melakukan proses fermentasi terhadap MIL. Penggunaan bakteri asam laktat dalam proses fermentasi adalah bakteri ini mampu mengaktifkan enzim linoleat isomerase sehingga dapat menghasilkan hidroksi asam lemak sebagai prekursor pembentukan isomer CLA (Ogawa et al. 2001). Selain itu asam laktat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mampu menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang patogen maupun mikroba pembusuk. Bakteri yang digunakan dalam proses ini adalah Lactobacillus plantarum (10% (w/w). Substrat berupa 22.5% (w/w) MIL yang telah disterilkan pada suhu 1210C selama 20 menit dan didinginkan pada suhu ±350C. Substrat tersebut diperkaya dengan starter 10% (w/w) susu skim 10% (w/w), sukrosa 12.5% (w/w), dan air 45% (w/w). Proses fermentasi berlangsung selama 32 jam pada suhu 40oC dan pH 7. Pada akhir proses fermentasi, MILT diseparasi menggunakan separator berkapasitas 1 L (Hidayati 2005). Penelitian utama mencakup analisis asam lemak dengan metode kromatografi gas. Sebanyak 20-30 mg sampel MIL dan MILT ditambahkan ke dalam 1 mL NaOH 0.5 N dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Sampel ditambahkan juga 2 ml BF3 16% dan 5 mg/mL standar internal. Setelah itu, sampel dipanaskan selama 20 menit, didinginkan, dan ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana. Selanjutnya, lapisan heksana dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0.1 g Na2SO4 anhidrat dan didiamkan selama 15 menit. Pada prosedur ini terjadi proses metilasi yang mengubah bentuk lemak menjadi fatty acid metil ester. Fase cair dipisahkan (berupa metil ester) dan diinjeksikan pada kromatografi gas. Kromatografi gas yang digunakan adalah SHIMAZDU seri 2010 plus dengan fase diam Cyanpropil metal silicon. Selain itu MIL dan MILT dianalisis sifat fisiknya meliputi titik cair, viskositas, kejernihan (AOAC 1995), warna, dan aroma. Sifat kimia yang dianalis meliputi kadar lemak, persentase asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan peroksida serta bilangan TBA (AOAC 1995).
28
HASIL Karakteristik Asam Lemak MIL dan MILT Tabel 3 menyajikan karakteristik asam lemak minyak ikan lele, minyak ikan lele terfermentasi, beef tallow, dan minyak kedelai (% asam lemak) dari lele Sangkuriang. Komposisi asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA), asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), dan asam lemak jenuh (SFA) berbeda pada MIL dan MILT. Secara berurutan komposisi asam lemak pada MIL adalah MUFA > PUFA > SFA. Meskipun demikian, jenis asam lemak yang mendominasi pada MIL tidak berbeda jauh dengan MILT. Tabel 3 Karakteristik asam lemak minyak ikan lele, minyak ikan lele terfermentasi, beef tallow, dan minyak kedelai (% asam lemak dalam total asam lemak) Kandungan asam lemak (% terhadap total asam)
Jenis asam lemak C8:0 Asam kaprilat C10:0 Asam kaprat C12:0 Asam laurat C14:0 Asam miristat C16:0 Asam palmitat C18:0 Asam stearat C20:0 Asam arachidat C22:0 Asam behenat C24:0 Asam lignoserat ∑asam lemak jenuh (SFA) C14:1 Asam miristoleat C16:1 Asam palmitoleat C18:1 Asam oleat C22:1 Asam erusat ∑asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) C18:2 Asam linoleat C18:3 Asam linolenat C20:4 Asam arachidonat C20:5 EPA C22:6 DHA Conjugated linoleic acid (CLA) ∑asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA)
MIL 0.00 0.00 0.13 1.99 22.75 6.14 0.22 0.10 0.11 31.44 0.04 3.96 32.05 0.07 36.12
MILT 0.03 0.07 0.24 3.02 28.53 9.72 0.21 0.09 0.12 42.03 0.16 3.59 38.25 0.67 42.67
BFT 0.00 0.07 0.25 5.07 28.86 37.11 0.35 0.07 0.00 71.78 0.36 2.14 22.79 0.04 25.33
MKD 0.00 0.00 0.00 0.07 10.55 3.55 0.34 0.46 0.00 14.97 0.00 0.10 23.02 0.00 23.12
25.00 1.72 0.06 0.77 4.37 0.52 32.44
9.96 0.77 0.51 0.92 2.16 0.98 15.30
2.07 0.00 0.03 0.00 0.00 0.79 2.89
55.20 6.36 0.00 0.00 0.00 0.35 61.91
Komposisi asam lemak pada MIL terdiri atas SFA (31.44%), MUFA (36.12%), dan PUFA (32.44%). Setelah dilakukan tahap fermentasi pada MIL, komposisi asam lemak pada produk akhir (MILT) mengalami perubahan. Secara berurutan komposisi jenis asam lemak tersebut adalah MUFA > SFA > PUFA. Nilai SFA (42.67%), MUFA (42.03%) dan PUFA (15.30%). Pada kelompok SFA yang mengalami peningkatan adalah asam stearat (MIL: 6.14%, MILT: 9.72%),
29 pada PUFA adalah asam arakhidonat (MIL: 0.06 %, MILT: 0.51%) dan CLA (MIL: 0.52%, MILT: 0,98%). Kelompok asam lemak yang mengalami penurunan asam linoleat (MIL: 25%, MILT: 9.96%) dan asam linolenat (MIL: 1.72%, MILT: 0.77%). Komposisi kedua minyak nampak berbeda, namun jenis asam lemak yang mendominasi kedua minyak tersebut tidak berbeda. Pada MIL dan MILT jenis SFA yang mendominasi adalah asam palmitat (C16:0), jenis MUFA yang mendominasi adalah asam oleat (C18:1), dan jenis PUFA yang mendominasi adalah asam linoleat (C18:2).
Karakteristik Fisik MIL dan MILT MIL yang telah difermentasi mengalami perubahan karakteristik fisik. Perubahan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik fisik MIL dan MILT Karakter fisik Titikcair Viskositas Kejernihan
MIL 23-30o C 63.5 Pa.s 211 NTU
Warna
Kuning
Aroma
Amis
Standar Mutu*)
MILT 29-30oC 120.4 Pa.s 93.5 NTU Putihkekuningkuningan Asam
Max 24oC 2-54 Pa.S Putih, kuning pucat sampai kuning Normal
*) Sumber: SNI 01-3394-1198 dan SNI 01-3741-2002
Berdasarkan Tabel 4, terlihat ada perbedaan secara fisik MIL yang telah difermentasi menjadi MILT. Perbedaan pada titik cair sebelum difermentasi adalah berkisar antara 23-30oC dan setelah difermentasi menjadi 29-30oC. Analisis viskositas MIL dan MILT dilakukan dengan menggunakan viskometer. MIL memiliki viskositas 63.5 Pa.s, sedangkan MILT nilai viskositasnya 120.4 Pa.s. Nilai kejernihan pada MIL adalah 211 NTU, sedangkan pada MILT adalah 93.5 NTU. Warna dan aroma pada MILT adalah putih kekuning-kuningan dan bau asam sedangkan MIL warnanya kuning, bau amis ikan.
Karakteristik Kimia MIL dan MILT Selain karakteristik fisik, MIL dan MILT juga dianalisis karakteristik kimia untuk dilihat perubahan mutu kimianya setelah MIL difermentasi. Tabel 5 berikut menggambarkan karakteristik kimia MIL dan MILT.
30 Tabel 5 Karakteristik kimia MIL dan MILT Karakter kimia MIL MILT Lemak (g/100 g lemak) 97.76 94.41 Asam lemak bebas (%) 0.05 0.08 Bilangan asam (mg 0.06 0.14 KOH/100g) Bilangan peroksida (mg 0.21 1.90 O2/100 g) Bilangan TBA (mg/kg) 0.68 0.83
Standar mutu 95 -65 * 3-5 Maksimum 3 5-5.92 0.33
Sumber: * SNI 01-4473-1998
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa kadar lemak MIL dalam 100 g minyak adalah 97.76 g, sedangkan MILT 94.41 g. Asam lemak bebas pada MIL adalah 0.05 % dan asam lemak bebas pada MILT adalah 0.08%. Bilangan asam 0.06 pada pada MIL, dan 0.14 pada MILT. Bilangan peroksida, dan bilangan TBA berturut-turut yaitu 0.21, 0.68 pada MIL dan 1.90 dan 0.83.pada MILT.
PEMBAHASAN Secara umum komposisi asam lemak yang berbeda pada beberapa jenis minyak ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis pakan, spesies, jenis kelamin, kematangan seksual, ukuran tubuh, lokasi penangkapan, suhu perairan, dan musim (Visentainer et al. 2007). Komposisi asam lemak minyak ikan lele pada penelitian ini mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh lebih tinggi (68%) dibanding dengan asam lemak jenuhnya (32%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Sathivel et al. 2002 maupun Kaban & Danil 2005 yaitu kebalikannya komposisi asam lemak jenuhnya lebih tinggi dibanding asam lemak tidak jenuhnya. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan spesies, komposisi pakan, dan bagian tubuh ikan yang diekstrak. Pada penelitian ini minyak ikan lele diperoleh dari mengekstrak seluruh bagian tubuh, dan pakannya diperkaya dengan omega 3, sedangkan Kaban & Danil 2005 hanya mengekstrak kepala dan jeroan. Ikan lele yang digunakan pada penelitian Sathivel et al. 2002 adalah ikan lele liar yang berasal dari Sungai Visera di wilayah Amerika Serikat. Minyak ikan lele atau MIL berdasarkan sumbernya merupakan minyak hewani tetapi komposisi asam lemaknya hampir menyerupai minyak nabati. Hasil pengujian di laboratorium terpadu 2012 dengan menggunakan minyak sapi (BFT) sebagai minyak hewani dan minyak kedelai (MKD) sebagai minyak nabati menunjukkan bahwa kadar lemak jenuh (SFA) pada minyak sapi masih lebih tinggi (71.78%) dibanding MIL dan MILT dan kadar PUFA dari MIL dan MILT masih lebih rendah dibanding minyak kedelai (MKD) yaitu (61.91%). Demikian pula dengan MUFA pada MIL (36.12) dan MILT (42.67%) lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase MUFA pada BFT (25.33%) dan MKD (23.12%). Proses fermentasi dengan bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum menyebabkan perubahan komposisi asam lemak. Asam lemak jenuh (SFA) dan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan CLA mengalami peningkatan, dan
31 asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) mengalami penurunan. Hal ini selaras dengan pendapat Jiang et al. 1998 yang menyatakan proses fermentasi dengan bakteri asam laktat dapat menyebabkan terjadinya lipolisis dan hidrogenasi khususnya asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) yaitu asam linoleat dan asam lemak linolenat. Hidrogenasi terjadi karena aktivitas bakteri yang dimulai dengan isomerisasi dan reduktase. Asam linolenat (C18:3 n-3) umumnya mengalami hidrogenasi sempurna menjadi asam stearat (C18:0), sedangkan asam linoleat berlangsung tidak sempurna sehingga menghasilkan asam stearat dan asam transvaksenat (C18:1 n-7). Proses fermentasi juga mengaktifkan kerja enzim 9 desaturase sehingga terjadi peningkatan asam arakhidonat (McGuire & Kathy 2007) dan CLA dari asam trans vaksenat (Jiang et al. l998). Peningkatan CLA yang tidak begitu tinggi diduga disebabkan oleh keadaan kultur starternya. Shanta et al. (1995) menyatakan bahwa penambahan protein dalam kultur starter-nya dapat meningkatkan kandungan CLA pada keju. Selain itu pada penelitian ini tidak ada penambahan asam linoleat dari luar, asam linoleat murni diperoleh dari minyak ikan lele sendiri, tidak ada penambahan padahal penambahan asam linoleat 1% menurut Hidayati (2005) dapat meningkatkan pembentukan CLA. Namun Lin (2000) menyarankan untuk berhati-hati dalam menambahkan jumlah asam linoleat dari luar karena masingmasing strain bakteri asam laktat memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam linoleat sehingga konsentrasi optimum asam linoleat untuk produksi CLA berbeda untuk strain bakteri asam laktat yang berbeda. Namun konsentrasi yang sering dilakukan berkisar antara 0.5-2%. Keterkaitan dengan peningkatan kadar SFA dan MUFA pada MIL dan MILT, nampaknya membawa efek menguntungkan karena kedua asam lemak tersebut mempunyai peran yang berlawanan untuk kesehatan tubuh. Thomas & Bishop (2007) menyatakan bahwa lemak jenuh mengatur penurunan LDL reseptor dan menurunkan kecepatan LDL pindah dari sirkulasi. Hasilnya adalah lemak jenuh (SFA) cenderung meningkatkan kadar LDL kolesterol dan kolesterol total. Miristat dan palmitat adalah SFA utama yang diduga menyebabkan meningkatnya kolesterol darah, sedangkan stearat tidak berpengaruh. MUFA yang tinggi diakui sebagai sumber lemak yang tidak mempunyai efek meningkatkan kadar kolesterol dalam darah dan jika digunakan untuk menggantikan SFA tidak mempengaruhi penurunan kadar HDL kolesterol (kolesterol baik). FAO (2010) menyarankan konsumsi lemak MUFA per hari dapat diberikan hingga 15%, PUFA 6-11%, dan SFA 7-10% dari asupan total energi. PUFA terbukti dapat menurunkan risiko coronary heart disease (CHD), diduga dapat menurunkan risiko diabetes dan kanker. Jakobsen et al. (2009) menyebutkan bahwa PUFA juga dapat menurunkan risiko jantung hingga 13%. Namun salah satu kelemahan asupan PUFA yang tinggi cenderung menurunkan HDL kolesterol dan mempunyai risiko tinggi terhadap peroksidasi lipid (Thomas & Bishop 2007). Berdasarkan karakteristik fisik nampak MIL mempunyai titik cair lebih rendah dibanding MILT. Namun jika dibandingkan dengan BFT dan MKD, BFT mempunyai titik cair lebih tinggi dibanding MILT, dan MKD mempunyai titik cair lebih rendah dibanding dengan MILT (Kowalska et al. 2005). Perbedaan pada titik cair minyak berkaitan dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang terkandung didalamnya, makin tinggi ikatan tidak jenuhnya makin rendah titik cairnya.
32 Titik cair asam lemak jenuh akan semakin meningkat dengan meningkatnya panjang rantai, sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh akan semakin rendah titik cairnya seiring meningkatnya ikatan rangkap asam lemaknya Sathivel et al. (2008). Sifat fisik lainnya adalah nilai viskositas yaitu ukuran yang menyatakan kekentalan suatu minyak. Analisis viskositas MIL dan MILT dilakukan dengan menggunakan viskometer. MIL memiliki viskositas yang lebih rendah (63.5 Pa.s) dibandingkan nilai viskositas pada MILT (120.4 Pa.s). Semakin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak maka akan semakin cair. Hal ini sejalan data pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa MIL memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi dari MILT sehingga nilai viskositasnya lebih rendah. Semakin tinggi nilai kekentalan minyak tersebut, maka semakin rendah nilai kejernihannya. Hal itu diperlihatkan dengan nilai kejernihan MIL (211 NTU) yang turun menjadi 93.5 NTU pada MILT. Kekentalan pada MILT dipengaruhi oleh tingginya asam lemak jenuh (SFA) yang memiliki rantai lebih panjang. SFA dengan atom C1-C8 berwujud cair dan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat. MILT mengandung sebagian besar SFA dengan atom C10-C24. Warna dan aroma pada MILT juga mengalami perubahan menjadi putih kekuningan dan asam. Zhang et al. (2010) mengemukakan bahwa perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi menghasilkan senyawa flavor dan aroma. Hal ini berhubungan dengan proses fermentasi yang bersifat sangat kompleks dan beragam, tergantung pada bahan baku dan starter yang digunakan. Minyak ikan lele dengan bantuan organisme yang bersifat lipolitik dapat menguraikan lemak, fosfolipid dan material lainnya sehingga meningkatkan reaksi tengik, bau, bentuk, maupun tekstur dari bahan pangan yang difermentasi. Dalam penelitian ini nampak bahwa proses fermentasi dengan bakteri asam laktat dapat mengubah bau yang awalnya amis menjadi asam, warna menjadi putih kekuningan. Salminen et al. 2004 menyatakan bahwa fermentasi dengan bakteri asam laktat menimbulkan rasa dan aroma asam, namun derajat keasaman masing-masing strain bakteri berbeda, contohnya adalah Lactobacillus bulgaricus memberikan derajat keasaman 1.5-2%, sedangkan Streptococcus thermophillus hanya 0.8-10 %. Secara kimia, baik MIL dan MILT mempunyai asam lemak bebas, bilangan asam dan bilangan peroksida, masih dalam ambang baik menurut SNI 01-44731998. Asam lemak bebas meskipun dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa yang tidak lezat. Asam lemak bebas dapat menguap dengan atom C4, C6, C8 dan C10 menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak (Ketaren 2008). Bilangan peroksida dalam batas normal, belum tentu menunjukkan tidak ada proses oksidasi dalam minyak, karena pada tahap inisiasi dan propagasi proses oksidasi masih terus berlangsung dan tergantung ada tidaknya oksigen. Nilai TBA yang ditunjukkan dengan nilai malondialdehida merupakan parameter yang lebih jelas menunjukkan bahwa kedua minyak ini telah mengalami oksidasi. Nilai malondialdehida merupakan produk akhir/terminal dari reaksi peroksida. Proses pembentukan peroksidasi lipid akan terus berlanjut sepanjang ada oksigen. Pembentukan endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap akan mendorong pembentukan malondialdehida sebagai produk akhir dari reaksi peroksida tersebut (Kolakowska 2003). Dampak dari telah terjadinya oksidasi lipid pada kedua minyak ini dapat membawa efek yang tidak diinginkan. Efek yang tidak diinginkan diantaranya
33 akan terjadi perubahan rasa, bau, warna dan aroma, kehilangan zat gizi diantaranya PUFA, vitamin A; kerusakan protein; pembentukan aldehid, lemak trans dan lain-lain. Efek yang baik adalah meningkatnya kandungan CLA, memutihkan minyak. Liu et al. (2011) berpendapat bahwa proses fermentasi juga dapat meningkatkan nilai keamanan pangan. Antimikroba yang dihasilkan selama fermentasi termasuk bacteriocin, dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dari hasil proses fermentasi membantu dalam penyerapan kalsium, fosfor, besi, vitamin D dan terjadi degradasi laktosa menjadi galaktosa sehingga dapat membantu dalam pertumbuhan otak. Proteinase yang terdapat pada bakteri asam laktat dapat memecah protein menjadi molekul pendek (ikatan peptida) yang mudah untuk dicerna. Menurut Gordon (2001) ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi lemak dan sangat potensial mengalami dekomposisi secara autoksidasi. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut adalah pemakaian bumbu yang mengandung antioksidan atau menambahkan zat gizi tertentu seperti vitamin E untuk menghambat oksidasi lemak.
SIMPULAN Komposisi asam lemak pada MIL secara berurutan adalah MUFA (36%) > PUFA (32 %)>SFA (31%), sedangkan pada MILT adalah MUFA (43%) > SFA (42%) > PUFA (15%). Peningkatan SFA pada MILT adalah asam lemak stearat, dan penurunan PUFA adalah asam linoleat dan linolenat sehingga menyebabkan kadar asam arakhidonat dan CLA meningkat. Sifat fisik dan kimia MIL dan MILT hampir sama. Titik cair, viskositas, dan bilangan TBA pada MIL secara berurutan adalah 23-30o C, 63.5 Pa.s, 0.68, sedangkan MILT adalah 29-30oC, 120.4 Pa.s dan 0.83.
SARAN Kedua minyak ini masih mempunyai potensi digunakan sebagai sumber lemak maupun minyak fungsional sepanjang di dalam pengolahannya ditambahkan additive yang mengandung antioksidan atau diperkaya pengolahannya dengan penambahan zat gizi yang mempunyai fungsi antioksidan seperti vitamin E, vitamin A, dan selenium. Selain itu, kajian mengenai daya simpan yang optimal untuk mempertahankan kualitas minyak masih perlu dilakukan.
34
DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. Official Method of The Analytical. 1995. Chemist. Washington: AOAC Int Bhattacharya A, Banu J, Rahman M, Causey J, Fernandes G. 2006. Biological effect of conjugated linoleic acids in health and disease. J Nutr Biochemist. 17: 789-810. Dewan Ketahanan Pangan. 2011. Indonesia dan Negara Asia. www.dkp.go.id. [19 April 2011]. Food and Agruculture Organization of the United nations. 2010. Fats and fatty acids in human nutrition. Food and Nutr Pap. Rome(IT): FAO. Gordon MH. 2001. The development of oxidative rancidity in foods. Di dalam: Antioxidant in food., M.H. Gordon N. Yanishlieva, and J.Pokorny, eds., Part 1(2), Woodhead Publishing, 2001, vol.7, p20 Hall SJ, Delaporte A, Phillips MJ, Beveridge M, O’Keefe M. 2011.Report Blue frontiers: managing the environmental costs of aquaculture.Penang (MY): The World Fish Center. Harris WS, Mozaffarian D, Rimm E. 2009. Omega-6 fatty acids and risk for cardiovascular disease: a science advisory from the American Heart Association Nutrition Subcommittee of the Council on Nutrition, Physical Activity, and metabolism : Council on Cardiovascular Nursing; and Council on Epidemiology and Prevention. American Heart association, Circulation. 119 (6): 902-907., doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.108.191627. Hidayati D.2005. Pembentukan conjugated linoleic acid (CLA) oleh bakteri asam laktat pada fermentasi susu kedelai [thesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Jakobsen MU, O’Reilly EJ, Heitmann BL. 2009. Major types of dietary fat and risk of coronary heart disease: a pooled analysis of 11 cohort studies. Am J Clin Nutr 89: 1425-1432. Jiang J, Bjorck L, Fonden R. 1998. Production of conjugated linoleic acid by dairy starter cultures. J of Applied Microbiol. 85: 95-102. Kaban J, Daniel. 2005. Sintesis n-6 ester asam lemak dari beberapa minyak ikan air tawar. J Komunikasi Penelitian. 17(2): 16-21. Ketaren S. 2008. Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta (ID): UI Press. Hal 17-30. Kołakowska, A. 2003.Lipid Oxidation in Food Systems. In : Chemical and Functional Properties of Food Lipids (edited by Z. E. Sikorski and A. Kołakowska). p133-166. Kowalska M, Kowalski B, Bekas W, Stepniak S.2005. Modification of Beef Tallow Stearin and Olein by Chemical and Enzymatic Interesterification with Soybean Oil. Journal of Food Technology 3 (2). Poland: Grace Publication Network. p247-254 Lin TY. 2000. Cojugated Linoleic Acid concentration as affected by lactic cultures and additives. Food Chemistry 69: 27-31 Lin TY, Lin CW, Wang YJ. 2002. Linoleic acid isomerase activity in enzym extract from Lactobacillus Acidophilus and Propionibacterium freudenreichii ssp. Shermanii. J Food Sci.67: 1502-1505.
35 Liu S, Han Y, Zhou Z. 2011. Lactic acid bacteria in traditional fermented Chinese foods. J Food Res Intern. 44: 643-651. McGuire & Kathy. 2007. Lipid in Nutritional Sciences from Fundamentals to Food, Chapter 7 (14),Thomson Higher Education:Belmont USA,p 259-267 Ogawa J, Matsumura K, Kishino S, Omura Y, Shimizu S. 2001. Conjungated linoleic acid accumulation via 10-hydroxy-12-octasecaenoic acid during microaerobic transformation of linoleic acid by lactobacillus acidophilus.J App Environ Microbiol. 67: 1246-1252. Park Y. 2009. Conjugated linoleic Acid (CLA): good or bad trans fat?.J Food Comp Anal.22 :S4-S12 Piccolo T. 2009. Framework analysis of fish waste to bio-diesel production – aquafinca – case study. Master of Business Administration (Energy and Sustainable Development) [thesis], University of Malta 2009 (diunduh 25 juli2013dari http;//aquaticbiofuel,files,wordpress.com/2009/08/fishwaste). Raff M, Tholstrup T, Basu S, Nonboe P, Sorensen,MT, Straarup. 2007. A diet rich in conjugated linoleic acid and butter increases lipid peroxidation but does not affect atherosclerotic, inflammatory, or diabetic risk markers in healthy young men. J Nutr. 138 (3):509-514. Ringseis R, Eder K. 2009. Influence of conjugated linoleic acids on functional. Brit J Nutr. 102(8):1099-116. Salminen, S., M. A. Deighton, Y. Benno, dan S. L. Gorbach. 1998. Lactic acid bacteria in fish and fish farming in Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects Third Edition, Revised and Expanded., Salminen S., Wright Av., Ouwehand A (editors)., Chapter 21 (22) Marcel Dekker Inc., New York. p581-595 Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Grimm CC, King JM, Llyod S. 2002. FA Composition of crude oil recovered from catfish viscera. J of Am Oil Chem Society (JAOCS). 79(10): 989-992. Shanta N. C., L. N. Ram, J. O’Leary, C. L. Hicks, and E. A. Decker.1995 Conjugated linoleic acid concentration in dairy product as affected by processing and storage. J. Food Sci ; 60:695-697 Srimiati M. 2011. Studi penambahan antioksidan pada proses pemurnian minyak hasil samping penepungan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Skripsi Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Thomas B & Bishop J. 2007. Dietary fat and fatty acids in manual of dietetic practice. Section 2 (6), Fourth edition, Blackwell Publising p163-171 Visentainer JV, Noffs MDA, Carvalho PO, Almeida VV, Oliveira CC, Souza NE. 2007. Lipid content and fatty acid composition of 15 marine fish species fromthe south coast of brazil. J of Am Oil Chem Society. (84):543-547. Wildman REC. 2001. Handbook of Nutraceuticals and Functional Foods. Washington DC (US): CRC Press. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID): Kanisiushal. 20-30 Zhang W, Xiao S, Samaraweera H, Lee EJ, Ahn Du. 2010. Improving functional value of meat products.J Meat Sci. 86: 15-31.
36
5 PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN FERMENTASINYA TERHADAP PROFIL LIPID MONYET EKOR PANJANG BETINA USIA TUA PENDAHULUAN Penyakit jantung merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas usia dewasa baik di dunia maupun di Indonesia (WHO 2003). Aterosklerosis dan trombosis merupakan faktor penyebab utamanya. Proses ini dapat diawali dari kebiasaan makan yang tidak seimbang seperti kebiasan mengkonsumsi lemak berlebihan baik dalam jumlah maupun jenisnya. Dampak dari kebiasaan tersebut dapat meningkatkan kadar LDL kolesterol darah. Peningkatan kadar kolesterol darah khususnya LDL kolesterol merupakan target utama dalam terapi penurunaan kolesterol dalam rangka menurunkan risiko penyakit jantung. Diet merupakan salah satu faktor penting dalam mengendalikan penyakit jantung. Sampai saat ini, masih banyak penelitian yang melaporkan bahwa asupan diet yang berbeda dapat mempengaruhi perubahan kadar kolesterol darah tergantung dari komposisi asam lemaknya (Cintra et al. 2006). Hasil meta analisis dari 14 studi kohort dan 5 studi kasus kelola melaporkan bahwa mengkonsumsi ikan berhubungan dengan penurunan 20% pada kelompok berisiko dan 10% pada kelompok tidak berisiko aterosklerosis (Hamer & Steptoe 2006). Morries et al. 2004 juga melaporkan bahwa asupan lemak jenuh atau SFA yang tinggi berhubungan dengan pembentukan plak aterosklerotik. Namun asupan asam lemak tidak jenuh tunggal atau MUFA khususnya asam oleat dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) berhubungan dengan penurunan risiko kematian karena penyakit jantung. Penelitian oleh Cintra et al. 2006 juga melaporkan bahwa diet yang sumber lemaknya dari SFA digantikan dengan MUFA dan PUFA ternyata membawa efek menurunkan kadar kolesterol darah. Walaupun PUFA terbukti dapat menurunkan kadar LDL kolesterol darah namun asupan yang berlebihan (>8-10% E) akan menurunkan kadar HDL kolesterol darah yang dikenal dengan kolesterol baik. Disamping itu PUFA adalah rentan terhadap oksidasi metabolik dan asupan yang tinggi dapat meningkatkan peroksidasi lipid dan produksi radikal bebas dan berpotensi aterogenesis dan karsinogenesis (Thomas & Bishop 2007). Minyak ikan lele merupakan hasil ekstraksi limbah cair dari proses penepungan ikan lele pada tahap pra pemasakan (pre cooking). Hasil penelitian pendahuluan melaporkan bahwa minyak ikan lele mempunyai kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Kandungan asam lemak tidak jenuh minyak ikan lele yang terbanyak adalah asam oleat dan linoleat. Asam lemak linoleat merupakan salah satu jenis asam lemak esensial. Asam lemak linoleat mempunyai ikatan karbon C18:2 ikatan rangkap Cis dan dikenal dengan asam lemak omega-6. Asam lemak esensial lainnya adalah asam lemak linolenat yang mempunyai ikatan karbon C18:3 ikatan rangkap Cis dan dikenal dengan asam lemak omega-3 (Groopper 2009).
37 Kelebihan kandungan asam lemak linoleat dapat didesaturasi dan elongasi menjadi asam lemak esensial lain seperti asam arakhidonat dan gamma asam linolenat, dan jika difermentasi dengan bakteri asam laktat akan meningkatkan kandungan asam linoleat terkonjugasi atau CLA (Hidayati 2005; Xu et al. 2004; dan Ogawa et al. 2001). CLA merupakan senyawa lemak aktif yang dapat menghambat pembentukan plak atherosklerotik pada penelitian hewan (Ringseis & Eder 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pofil lipid dan peroksidasi lipid pada monyet ekor panjang betina usia tua yang diberi intervensi minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) selama tiga bulan. Monyet ekor panjang merupakan satwa primata genus Macaca khususmya Macaca fascicularis masih banyak jumlah populasinya di alam bebas di Indonesia. Studi terkini tentang anatomi, pertumbuhan dan perkembangan psikologi dan respon terhadap penyakit menunjukkan bahwa satwa primata mempunyai kesamaan dengan manusia dalam hal sistem saraf, dan sistem kardiovaskular. Katup jantung, vena koronaria dan arteri koronaria satwa primata mempunyai kemiripan dengan manusia (Bennet et al.1995). Kedekatan hubungan kekerabatan antara satwa primata dengan manusia menjadikan satwa primata banyak digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis dan sudah menjadi hewan laboratorium untuk primata dalam skala internasional (Fortman et al. 2002).
METODE Disain, Waktu, dan Tempat Penelitian bersifat eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang menganalisis pengaruh pemberian minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) terhadap profil lipid pada hewan percobaan yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) usia tua. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012-April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Bimana Indomedical Bogor untuk pemeliharaan hewan dan intervensi pakan, Laboratorium Pusat Studi Primata Institut Pertanian Bogor untuk analisis profil lipid, serta Laboratorium FKH Institut Pertanian Bogor untuk analisis peroksidasi lipid.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan baku untuk pakan dalam penelitian ini adalah lemak sapi (BFT), minyak kedelai (MKD), minyak ikan lele (MIL), dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT). Minyak ikan lele diperoleh dari PT. Carmelitha Lestari Bogor. Minyak ikan lele terfermentasi adalah minyak ikan lele yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus plantarum dengan metode Hidayati (2005). Minyak lemak sapi diperoleh dari PT. Garuda Mas Lestari Bekasi, dan minyak kedelai diperoleh dari PT. Indofood Jakarta.
38 Bahan untuk analisis profil lipid adalah Bavaria Cholesterol Liquicolor Test Kit. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam analisis peroksidasi lipid adalah bovine serum albumin (BSA), natrium karbonat (Na2CO3), natrium bikarbonat (NaHCO3), tembaga sulfat (CUSO4.5H20), kalium tartrat, natrium hidroksida (NaOH), asam etilendiamina–tetrasetat (EDTA), natrium klorida (NaCl), reagen folin-fenol, kalium bromida (KBr), 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP), asam trikloroasetat (TCA), asam tiobarbiturat (TBA), asam asetat, glasiat, etanol, dan kantong dialisis. Alat-alat yang digunakan untuk analisis profil lipid dan peroksidasi lipid adalah sentrifus berkecepatan rendah Beckman dengan rotor Swing Bucket 3750 rpm, ultrasentrifus Beckman XL-90 dengan rotor SW-40, tabung polialomer (14 x 95 mm), pisau pengiris tabung, alat-alat gelas, spektrofotometer UV-VIS DMS 100 (Varian), vorteks, filter milipore 0.45 um, penangas air dan pipet tip.
Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua dengan usia di atas 10 tahun dan telah diovarektomi yang diperoleh dari PT. Indo Anilab Bogor, Indonesia. Proses adaptasi dilakukan terlebih dahulu kepada monyet ekor panjang (MEP) sebelum intervensi dengan kandang individu. Selama dua bulan MEP diberikan pakan standar Purina Monkey Chow sebanyak 100 g per ekor setiap hari. Monyet ekor panjang (MEP) dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan pakan aterogenik yang mengandung 0.2% kolesterol dan isokalori. Semua kelompok MEP mendapat diet yang mengandung 12% (w/w) lemak yang terdiri dari 3% (w/w) berasal dari MKD, dan 9% (w/w) berbeda tergantung dari kelompoknya. Kelompok BFT, sebagai contoh, mendapat 9% (w/w) lemak yang berasal dari BFT, kelompok MIL mendapat 9% (w/w) dari MIL, kelompok MILT mendapat 9% (w/w) dari MILT, dan kelompok MKD mendapat 9% (w/w) dari MKD. Semua prosedur penelitian telah mendapatkan persetujuan komisi etik dan kesejahteraan hewan PT. Bimana Indomedical Bogor dengan nomer ACUC P.03.12_IR.
Komposisi Pakan Hewan Percobaan Pakan dan air minum diberikan setiap hari selama 12 minggu. Jumlah pakan yang diberikan adalah 60 g pada pagi hari dan 60 g pada sore hari. Komposisi pakan berdasarkan analisis zat gizi per 100 g mengandung kurang lebih 400 kkal, kadar lemak berkisar antara 30-31%, dan kadar protein ±13%. Tabel 6 dan Tabel 7 berikut menggambarkan komposisi dan kandungan zat gizi dalam keempat jenis pakan.
39 Tabel 6 Komposisi bahan dalam pakan penelitian Bahan pakan (g) Tepung terigu Tepung maizena Tepung susu skim Tepung ikan Bungkil kedelai Dedak padi Gula Minyak kedelai Minyak lemak sapi Minyak ikan lele Minyak ikan lele terfermentasi Agar-agar CMC Mineral mix Mineral Kolesterol Total
MIL
MILT
BFT
MKD
38 10 10 7 5.8 3 10 3 9
38 10 10 7 5.8 3 10 3 9 1 1 1 1 0.2 100
38 10 10 7 5.8 3 10 3 9
38 10 10 7 5.8 3 10 12 1 1 1 1 0.2 100
1 1 1 1 0.2 100
1 1 1 1 0.2 100
Keterangan: MIL = Minyak ikan lele, MILT = Minyak ikan lele terfermentasi, BFT = beef tallow, MKD = minyak kedelai,
Tabel 7 Kandungan zat gizi dan energi dalam pakan berdasarkan daftar komposisi bahan makanan Komposisi Energi (kkal) protein ( g) lemak(g) karbohidrat (%energi) protein (% energi) Lemak (% energi) CHO (%energi)
MIL 396 13.5 30 56.5
MILT 400 13.4 30.8 53.8
BFT 398 13.5 30. 56
MKD 397 13.5 30.1 56.4
13.5 30 56.5
13.4 30.8 53.8
13.5 30. 56
13.5 30.1 56.4
Keterangan: MIL = Minyak ikan lele, MILT = Minyak ikan lele terfermentasi, BFT = beef tallow, MKD = minyak kedelai,
Pakan yang diberikan kepada semua kelompok mengandung sejumlah SFA, MUFA, dan PUFA. Kandungan asam lemak dalam berbagai jenis pakan digambarkan dalam Tabel 8.
40 Tabel 8 Kandungan asam lemak BFT, MKD, MIL, dan MILT dalam pakan (% asam lemak) Jenis Asam Lemak MIL MILT BFT MKD C 12:0 Asam laurat 0.1 C 14:0 Asam miristat 0.2 0.3 0.5 0 C 16:0 Asam palmitat 3 2.9 2.9 1.3 C 18:0 Asam stearat 0.7 1 3.4 0.4 1.7 ∑SFA 3.2 4.2 6.8 C14:1 Asam miristoleat C16:1 Asam palmitoleat 1.1 0.3 0.2 0 C18:1 Asam oleat 3.0 4.2 2.7 2.7 2.7 ∑MUFA 4.1 4.5 2.9 C18:2 Asam linoleat 4 2.6 1.9 6.6 C18:3 Asam linolenat 0.3 0.3 0.2 0.8 C20:4 Asam arachidonat C20:5 EPA 0.1 0.1 C22:6 DHA 0.4 0.1 CLA 0.02 0.05 0.1 0.01 7.5 ∑PUFA 4.7 3.3 2.2 10.2 ∑ MUFA+PUFA 8.9 7.8 5.2 11.9 ∑SFA+MUFA+PUFA 12 12 12 4.4 P/S 1.5 0.8 0.3 W6:W3 15 : 1 13:1 9:1 Keterangan : MIL = Minyak ikan lele, dan MILT = Minyak ikan lele terfermentasi, BFT = beef tallow, MKD = minyak kedelai,
Pengumpulan Data Penimbangan jumlah pakan yang tersisa dilakukan setiap hari. Penimbangan bobot badan, dan pengambilan darah dilakukan setiap 1 bulan sekali. Sebelum dilakukan pengambilan darah, monyet ekor panjang dibius dengan menggunakan ketamin 10 mg/Kg BB. Darah diambil melalui vena femoralis kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan dijaga pada suhu 40C untuk dianalisis profil lipid dan peroksidasi lipid. Profil lipid meliputi kadar trigliserida serum, kolesterol total, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan rasio LDL/HDL. Peroksidasi lipid dilakukan pengukuran kadar MDA dalam LDL plasma. Uji profil lipid menggunakan tes kit yang dikeluarkan oleh Bavaria Diagnostica. Kadar kolesterol LDL dihitung dari konsentrasi kolesterol total, kolesterol HDL, dan trigliserida dengan menggunakan persamaan berikut: Kolesterol LDL (mg/dl) = Total kolesterol – HDL – Trigliserida/5. Peroksidasi lipid di LDL plasma dilakukan dengan metode Sulistyani dan St Clair 1991.
41 Analisis Statistik Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk angka rata-rata dan standar deviasi. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam pada taraf uji 5%. Uji beda Duncan hanya dilakukan bila perlakuan memberikan pengaruh nyata (p<0.05).
HASIL Konsumsi dan Bobot Badan Konsumsi pakan MEP selama intervensi berbeda-beda. Tabel 9 berikut menggambarkan rata-rata konsumsi per hari dan persentase konsumsi pakan terhadap penyediaannya selama intervensi. Tabel 9 Rata-rata dan persentase konsumsi pakan per hari selama intervensi Berat pakan Rata-rata Persentase Perlakuan (gram) konsumsi (gram) konsumsi(%) MIL 120 98.78 ± 16.48 82.32 MILT 120 75.08 ± 11.53 62.57 BFT 120 107.00 ± 5.90 89.17 MKD 120 85.89 ± 18.63 71.57 Keterangan : BFT = beef tallow, MIL = Minyak ikan lele, MILT = Minyak ikan lele terfermentasi, MKD = minyak kedelai
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa daya terima terhadap MIL cukup baik dibanding dengan MILT. Konsumsi MIL mencapai lebih dari 80% dari pakan yang disajikan, tidak jauh berbeda dengan konsumsi pakan yang mengandung BFT. Perlakuan intervensi berbagai jenis pakan menyebabkan terjadinya perubahan fisik pada MEP terutama bobot badan. Perubahan bobot badan MEP setelah diberikan intervensi (kg) disajikan pada Tabel 10, dan Gambar 7 yang menggambarkan persentase perubahan fisik monyet ekor panjang. Tabel 10 Perubahan bobot badan MEP setelah diberikan intervensi (kg)
0 1 2 3 Rata-rata
MIL
MILT
BFT
MKD
3.27±0.261 3.27±0.451 3.36±0.391 3.53±1.401 3.40±0.96 a
3.00±0.341 2.99±0.531 2.80±0.2812 2.51±0.232 2.74±0.29 a
2.87±0.261 2.54±0.301 3.23±0.481 3.15±0.661 3.13±0.50a
2.78±0.061 2.85±0.091 2.83±0.121 2.73±0.181 2.79±0.11a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji sebelum dan sesudah intevensi berbeda nyata (p<0.05), sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil uji antar perlakuan berbeda nyata (p<0.05).
42 15% 10%
Berat Badan10% 8%
5% 0% MIL (82%)
MILT (63%)
BFT (89%)
-5%
MKD (72%) -2%
-10% -15% -20%
-17% BobotBadan Badan Berat
Gambar 7 Persentase perubahan bobot badan Data pada tabel 10 menunjukkan bahwa intervensi MIL, MILT, BFT dan MKD mempengaruhi bobot badan. Namun setelah dilakukan uji Duncan ternyata keempat intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata bobot badan MEP yang diberikan intervensi MIL, BFT, dan MKD tidak berbeda nyata sebelum intervensi dan setelah intervensi, hanya kelompok MILT yang mengalami penurunan berat badan secara nyata pada bulan ke tiga. Gambar 7 menunjukkan bahwa perubahan bobot badan berhubungan dengan jumlah konsumsi pakan. Kelompok MEP selama intervensi mengkonsumsi pakan antara 82-89% seperti kelompok MIL dan BFT mengalami peningkatan berat badan yaitu sebanyak 8% dan 10 %, sedangkan kelompok yang mengkonsumsi pakan hanya 63% dan 72% seperti kelompok MILT dan MKD mengalami penurunan bobot badan yaitu 17% dan 2%.
Profil Lipid Profil lipid dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya gangguan lipid di dalam tubuh atau yang dikenal dengan istilah dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis. Profil lipid meliputi kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL. Tabel 11 berikut menggambarkan rata-rata profil lipid MEP selama intervensi.
43 Tabel 11 Rata-rata profil lipid (mg/dl) MEP selama penelitian Peubah Trigliserida
Rata-rata Kolesterol total
Rata-rata LDL
Bulan 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
Rata-rata HDL
0 1 2 3
Rata-rata LDL/HDL
0 1 2 3
MIL
MILT 1
52.67 ± 16.92 61.67 ± 20.501 84.33 ± 66.861 97.00 ± 67.511 83.42 ± 53.99a 157.67±19.553 255.33±62.682 260.33±72.882 372.67±10.971 301.21 ± 39.8a 37.00±10.003 86.33±56.703 164.33±85.102 306.00±18.081 197.96 ± 9.946a 120.00±22.272 171.00±22.001 79.00 ± 26.893 47.00 ± 16.464 90.00 ± 19.55a 0.33 ± 0.152 0.53 ± 0.362 2.42 ± 1.582 7.27 ± 3.251 2.63 ± 1.26a
BFT 1
42.67 ± 9.29 72.67 ± 68.731 57.00 ± 19.281 108.67±23.801 80.29 ± 26.71a 141.00±40.781 263.33±87.951 228.67±33.851 211.67±79.001 230.96 ± 21.02ab 36.33±30.111 152.00±123.261 170.00 ± 73.181 133.33±98.741 151.75 ± 49.98a 102.33±23.801 97.00±51.221 49.33 ± 47.431 56.33±27.541 63.875 ± 35.41a 0.40 ± 0.411 2.98 ± 4.051 2.31 ± 3.311 3.24 ± 2.741 2.23 ± 1.00ab
MKD 23
56.00 ± 1.00 50.00 ± 3.003 74.00 ± 18.002 152.50 ± 5.501 97.44 ± 8.06a 173.50±12.502 266.00±32.0012 271.00±92.001 276.00±111.001 271.63± 84.13a 53.50±11.502 78.50±13.5012 112.50±6.512 194.00±116.001 134.56± 49.313a 109.00±24.0012 177.50 ± 19.501 144.00 ± 82.001 51.50 ± 6.502 117.69 ± 33.19a 0.52 ± 0.232 0.44 ± 0.032 1.01 ± 0.6212 4.00 ± 2.781 1.49 ± 0.51ab
67.00 ± 42.581 61.33 ± 23.181 69.00 ± 24.631 84.00 ± 41.681 72.71 ± 29.88a 139.33±15.041 119.00±50.691 121.67±37.871 117.67±23.441 119.5 ± 34.56b 38.33±27.321 10.67±10.021 40.6±1.271 39.20±13.001 32.59 ± 10.56b 87.33±33.251 112.67±55.721 106.67±50.331 61.67±21.501 91.29 ± 33.60a 0.58 ± 0.561 0.08 ± 0.041 0.37 ± 0.081 0.71 ± 0.361 0..44± 0.19b
Rata-rata Keterangan :Angka yang diikuti oleh angka yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan hasil uji antar bulan berbeda nyata (p<0.05), sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada peubah yang sama menunjukkan hasil uji antar perlakuan berbeda nyata (p<0.05).
Kadar Trigliserida Trigliserida merupakan salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan organ tubuh lainnya. Trigliserida merupakan lemak utama dalam tubuh yang sangat erat kaitannya dengan kolesterol karena keduanya mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses metabolisme (McGuire & Kathy 2007). Gambar 8 berikut menggambarkan grafik perubahan kadar trigliserida selama 3 bulan intervensi.
44
Gambar 8 Grafik kadar trigliserida selama 3 bulan Intervensi dengan pakan BFT dan MKD menunjukkan perubahan yang sama terhadap kadar trigliserida pada MEP. Gambar 8 menunjukkan bahwa pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT dan MKD rata-rata kadar trigliserida sebelum intervensi secara berturut-turut adalah 56.00±1.00 mg/dl dan 67.00±42.58 mg/dl. Rata-rata kadar trigliserida kemudian menurun menjadi 50.00±3.00 mg/dl (BFT) dan 61.33±23.18 mg/dl (MKD) pada bulan ke-1. Setelah bulan ke-1, rata-rata kadar trigliserida terus meningkat hingga akhirnya pada bulan ke-3 rata-rata kadar trigliserida menjadi 152.50±5.50 mg/dl (BFT) dan 84.00±41.68 mg/dl (MKD). Pada kelompok MEP yang diberi pakan MIL, selama intervensi rata-rata kadar trigliserida terus mengalami peningkatan. Sebelum intervensi, rata-rata kadar trigliserida adalah 52.67±16.92 mg/dl. Kadar trigliserida meningkat secara kontinu selama intervensi hingga mencapai 97.00±67.51 mg/dl pada bulan ke-3. Intervensi dengan MILT menunjukkan perubahan yang berbeda dengan kelompok MEP lainnya. Pada kelompok ini, rata-rata kadar trigliserida meningkat dari 42.67±9.29 mg/dl sebelum intervensi menjadi 72.67±68.73 mg/dl pada bulan ke-1. Namun, pada bulan ke-2, rata-rata kadar trigliserida mengalami penurunan menjadi 57.00±19.28 mg/dl. Penurunan ini tidak berlanjut karena pada bulan ke-3 rata-rata kadar trigliserida meningkat kembali dengan tajam hingga mencapai 108.67±23.80 mg/dl. Hasil sidik ragam pada masing-masing kelompok perlakuan hanya kelompok intervensi BFT yang menunjukkan ada pengaruh nyata waktu perlakuan dengan peningkatan kadar trigliserida darah. Perbedaan nyata belum terlihat pada bulan ke-1 intevensi (p>0.05), namun peningkatan kadar trigliserida bulan ke-2 dan bulan ke-3 intervensi sudah menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). Dengan kata lain intervensi dengan MIL, MILT, dan MKD selama 3 bulan belum/tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap kenaikankadar trigliserida darah (p>0.05). Hasil uji antar perlakuan juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata kenaikan kadar trigliserida dengan pemberian intervensi MIL, MILT, BFT dan MKD (p>0.05).
45 Kadar Kolesterol Total Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks yang ditemukan pada makanan hewani dan sebagian besar dibuat oleh tubuh. Kenaikan kadar kolesterol dalam darah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Intervensi dengan BFT, MIL, MILT, dan MKD menunjukkan terjadinya perubahan kadar kolesterol total pada MEP. Gambar 9 berikut menggambarkan grafik perubahan kadar kolesterol total MEPselama 3 bulan intervensi.
Gambar 9 Grafik kadar kolesterol total selama 3 bulan Profil kolesterol total pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT dan MIL menunjukkan perubahan yang hampir serupa. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar kolesterol MEP pada kedua kelompok hewan tersebut terus meningkat. Rata-rata kolesterol total pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT dan MIL sebelum intervensi secara berturut-turut adalah 173.50±12.50 mg/dl dan 157.67±19.55 mg/dl. Pada bulan ke-3 intervensi, rata-rata kadar kolesterol total meningkat tajam hingga mencapai 276.00±111.00 mg/dl pada kelompok yang diberi pakan BFT dan 372.67±10.97 mg/dl pada kelompok yang diberi pakan MIL. Berbeda dengan kelompok yang diberi pakan BFT dan MIL, kelompok MEP yang diberi pakan MILT menunjukkan peningkatan hanya pada bulan ke-1. Pada bulan ke-1 intervensi, rata-rata kadar kolesterol total MEP meningkat dari 141.00±40.78 mg/dl menjadi 263.33±87.95 mg/dl. Namun, rata-rata kadar kolesterol total menurun kembali menjadi 228.67±33.85 mg/dl pada bulan ke-2, dan terus menurun menjadi 211.67±79.00 mg/dl pada bulan ke-3. Profil kadar kolesterol total yang terus menurun ditunjukkan oleh kelompok MEP yang diberi pakan MKD. Pada kelompok ini, rata-rata kadar kolesterol total terus menurun dari 139.33±15.04 mg/dl sebelum intervensi hingga 117.67±23.44 mg/dl pada bulan ke-3. Hasil sidik ragam pada masing-masing perlakuan dengan waktu intervensi nampak bahwa hanya kelompok intervensi dengan MIL dan BFT yang
46 menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05), sedangkan kelompok MILT dan MKD tidak berpengaruh nyata. Pada kelompok MIL perbedaan nyata terjadi setelah MEP diberikan intervensi 1 bulan, sedangkan kelompok BFT, kadar kolesterol berbeda nyata setelah diberikan intervensi 2 bulan (P<0.05). Hasil uji sidik ragam antar perlakuan menunjukkan ada pengaruh nyata (p<0.05) intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD terhadap kadar kolesterol total. Setelah dilakukan uji Duncan, ternyata kadar kolesterol total antara yang diberikan BFT dan MIL tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan MEP yang diberi intervensi MKD berbeda nyata (p<0.05). Kadar kolesterol total pada intervensi MILT tidak berbeda nyata dengan intervensi MIL dan BFT, serta MKD (p>0.05).
Kadar Low Density Lipoprotein Kolesterol low density lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol terbanyak dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam darah. Kolesterol LDL lebih atoregenik dari lipoprotein lainnya (McGuire & Beerman 2007). Pemberian pakan aterogenik yang berbeda terlihat memberikan perubahan terhadap kadar LDL pada MEP. Gambar 9 berikut menggambarkan grafik kadar LDL kelompok MEP selama diintervensi pakan aterogenik. 350 306
300
Kadar LDL (mg/dl)
250 200
194
170
152
150
164 139
100
86
112
53
50 0
78
38 37
39
41
36 11
Bulan 0
Bulan 1 MIL
MILT
Bulan 2 BFT
Bulan 3 MKD
Gambar 10 Grafik kadar LDL selama 3 bulan Profil LDL pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT dan MIL menunjukkan terjadinya peningkatan kadar LDL secara kontinu sejak awal hingga akhir intervensi. Gambar 10 menunjukkan bahwa sebelum intervensi rata-rata kadar LDL kelompok MEP yang diberi pakan BFT dan MIL secara berturut-turut adalah 53.50±11.50 mg/dl dan 37.00±10.00 mg/dl. Rata-rata kadar LDL pada kedua kelompok ini terus meningkat tajam hingga mencapai 194.00±116.00 mg/dl (BFT) dan 306.00±18.08 mg/dl (MIL) pada bulan ke-3. Peningkatan rata-rata kadar LDL setelah 3 bulan intervensi juga terjadi pada kelompok MEP yang diberi pakan MILT dan MKD. Namun, kedua
47 kelompok ini menunjukkan perubahan yang berbeda dengan kelompok MEP lainnya. Pada kelompok MEP yang diberi pakan MILT, sebelum intervensi ratarata kadar LDL adalah 36.33±30.11 mg/dl. Rata-rata LDL kemudian meningkat tajam hingga 152.00±123.26 mg/dl pada bulan ke-1 dan naik terus hingga 170.00±73.18 mg/dl pada bulan ke-2. Kemudian pada bulan ke-3 rata-rata kadar LDL menurun lagi menjadi 133.33±98.74 mg/dl. Kelompok MEP yang diberi pakan MKD menunjukkan perubahan kadar LDL yang sebaliknya dengan kelompok MEP lainnya. Sebelum intervensi, ratarata kadar kolesterol MEP adalah 38.33±27.32 mg/dl. Rata-rata kadar LDL mengalami penurunan hingga 10.67±10.02 mg/dl pada bulan ke-1. Namun setelah itu rata-rata kembali meningkat pada bulan ke-2 menjadi 24.64±1.27 mg/dl, kemudian meningkat lagi menjadi 39.20±13.00 mg/dl pada bulan ke-3. Hasil uji sidik ragam pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa kelompok yang diberi MIL dan BFT berpengaruh dalam menaikkan kadar LDL kolesterol. Namun dengan uji lanjut Duncan, kadar LDL terlihat berbeda nyata pada bulan ke-2 dan bulan ke-3 (p<0.05) pada intervensi MIL, sedangkan intervensi BFT terlihat berbeda nyata pada intervensi (p<0.05) bulan ke-3. Pada kelompok yang diberi perlakuan MILT dan MKD, hasil uji tidak menunjukkan pengaruh nyata kadar LDL pada saat sebelum dan setelah intervensi selama 3 bulan (p>0.05). Hasil uji sidik ragam antar perlakuan menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian perlakuan BFT, MKD, MIL, dan MILT dengan kadar LDL kolesterol. Uji lanjut dengan Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kadar LDL antara kelompok yang diberi BFT, MIL, dan MILT. Perbedaan LDL yang nyata hanya terlihat pada kelompok yang diberi MKD (p<0.05).
Kadar High Density Lipoprotein High density lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein dengan partikel terkecil dan densitas terpadat karena sebagian besar komponennya protein (Garg & Simha 2007). Salah satu fungsi HDL adalah mengambil kolesterol yang tidak terestifikasi untuk dibawa kembali ke hati. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pengamatan kadar HDL merupakan salah satu komponen penting. Gambar 11 berikut menggambarkan perubahan kadar HDL selama 3 bulan intervensi.
48 200
177
180 160
Kadar HDL (mg/dl)
140
120
120
109
100
102
80
171 2
144
112
107 79
97
87
62 56 47 52
60 40
49
20 0 Bulan 0
Bulan 1 MIL
MILT
Bulan 2 BFT
Bulan 3 MKD
Gambar 11 Grafik kadar HDL selama 3 bulan Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar HDL pada semua kelompok MEP mengalami penurunan setelah diberi intervensi semua jenis pakan. Kelompok MEP yang diberi pakan MIL, BFT dan MKD menunjukkan perubahan yang serupa yaitu pada bulan ke-1 mengalami kenaikan, dan seterusnya mengalami penurunan. Sebagai contoh, rata-rata kadar HDL pada kelompok yang diberi pakan MIL, BFT, dan MKD secara berturut-turut adalah 120.00±22.27 mg/dl, 109.00±24.00 mg/dl, dan 87.33±33.25 mg/dl. Pada bulan ke-1 rata-rata kadar HDL pada kelompok MEP yang diberi pakan MIL, BFT dan MKD naik secara berturut-turut adalah 171.00±22.00 mg/dl, 177.50±19.50 mg/dl, 112.67±55.72 mg/dl, dan bulan selanjutnya terus menurun. Kelompok MIL, BFT dan MKD pada bulan ke-3 menurun, masing-masing menjadi 47.00±16.46 mg/dl, 56.33 ± 27.54 mg/dl dan 61.67±21.50 mg/dl. Kelompok MEP yang diberi pakan MILT menunjukkan perubahan yang berbeda dengan kelompok MEP lainnya. Rata-rata kadar HDL kelompok ini sebelum intervensi adalah 102.33±23.80 mg/dl. Rata-rata kadar HDL kelompok ini terus menurun hingga 49.33±47.43 mg/dl, dan mengalami sedikit peningkatan pada bulan ke-3 menjadi 56.33±27.54 mg/dl. Hasil sidik ragam pada masing-masing kelompok perlakuan, hanya kelompok MIL dan BFT yang menunjukkan ada pengaruh penurunan yang nyata (p<0.05). Kelompok MIL, kadar HDL mengalami kenaikan nyata setelah diberikan intervensi selama 1 bulan, namun setelah intervensi 2 dan 3 bulan menurunkan kadar HDL secara nyata (p<0.05). Kelompok BFT baru nyata menurunkan kadar HDL setelah intervensi 3 bulan (p<0.05). Kelompok yang diberi perlakuan MILT dan MKD, hasil uji sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap penurunan kadar HDL pada saat sebelum dan setelah intervensi (p>0.05). Hasil uji sidik ragam antar perlakuan menunjukkan tidak ada pengaruh nyata (p<0.05) dari intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD terhadap kadar kolesterol HDL MEP.
49 Rasio LDL/HDL Pengukuran kadar kolesterol LDL dan HDL merupakan bagian yang umum dilakukan dalam menentukan profil lipid darah. Fernandez (2008) menyatakan bahwa beberapa penelitian klinis dan epidemiologis menemukan bahwa rasio kolesterol LDL/HDL dapat menjadi prediktor yang baik terhadap risiko coronary heart disease (CHD) dan sebagai monitor yang baik untuk terapi diet rendah lemak. Gambar 12 berikut menggambarkan grafik rasio LDL/HDL kelompok MEP selama intervensi.
Gambar 12 Grafik rasio LDL/HDL selama intervensi Grafik pada Gambar 12 menunjukkan bahwa saat sebelum intervensi rasio LDL/HDL semua kelompok berada pada kisaran 0.33 hingga 0.58. Rasio LDL/HDL ini kemudian mengalami perubahan yang berbeda-beda pada setiap perlakuan intervensi. Grafik menunjukkan bahwa kelompok MEP yang diberi pakan MIL secara konsisten terus mengalami peningkatan rasio LDL/HDL dari 0.33 saat sebelum intervensi hingga 7.27 setelah bulan ke-3 intervensi. Kelompok yang diberi pakan BFT dan MKD mengalami perubahan yang serupa yaitu rasio LDL/HDL sempat mengalami penurunan pada bulan ke-1 intervensi dan kemudian meningkat lagi hingga akhir intervensi yaitu pada bulan ke-3. Meskipun perubahan kedua kelompok tersebut serupa, namun peningkatan yang dialami oleh kelompok berbeda cukup jauh. Pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT rasio sebelum intervensi adalah 0.30 kemudian setelah intervensi menjadi 4.00 sedangkan pada kelompok MEP yang diberi pakan MKD, rasio pada sebelum intervensi adalah 0.58 kemudian setelah intervensi hanya mengalami sedikit perubahan yaitu menjadi 0.71. Pada kelompok yang diberi pakan MILT sebelum mendapat intervensi rasio LDL/HDL adalah 0.40, kemudian meningkat pada bulan ke-1 menjadi 2.98, dan menurun kembali pada bulan ke-2 menjadi 2.32. Namun pada bulan ke-3 rasio ini meningkat kembali menjadi 3.24 sehingga rasio LDL/HDL kelompok ini lebih rendah daripada kelompok yang diberi pakan BFT dan MIL.
50 Hasil uji sidik ragam pada masing-masing kelompok perlakuan, nampak kelompok MIL dan BFT yang menunjukkan bahwa waktu pemberian intervensi berpengaruh nyata terhadap peningkatan rasio LDL/HDL tertama pada intervensi bulan ke3 (uji lanjut Duncan). Kelompok dengan intervensi MILT dan MKD selama 3 bulan tidak berpengaruh nyata dengan peningkatan rasio LDL/HDL MEP (p>0.05). Hasil uji antar perlakuan menunjukkan bahwa rasio LDL/HDL antara BFT dan MILT tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (p>0.05), tetapi rasio LDL/HDL antara MIL dan MKD menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).
Peroksidasi lipid Peroksidasi lipid adalah sautu mekanisme cedera seluler yang digunakan sebagai indikator terjadinya stres oksidatif pada sel dan jaringan. Oksidasi LDL pada prinsipnya merupakan reaksi rantai peroksidasi lipid yang dirangsang oleh radikal bebas. Salah satu produk dari oksidasi lipid adalah malondialdehida (MDA). Pengaruh pemberian BFT, MIL, MILT, dan MKD terhadap oksidasi LDL pada MEP dapat dilihat pada Gambar 13. 0,9
0,81
Kadar MDA (mmol/mg)
0,8 0,7 0,6 0,5 0,38
0,4 0,3
0,29 0,21
0,2
0,21
0,19
0,11
0,16
0,1 0 MIL
MILT
BFT Pre
MKD
Post
Gambar 13 Kadar MDA dalam LDL sebelum dan setelah intervensi Pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa kadar MDA dalam LDL mengalami perubahan setelah intervensi. Semua kelompok perlakuan terlihat mengalami peningkatan kadar MDA dalam LDL. Peningkatan kadar MDA dalam LDL tertinggi dialami oleh kelompok MEP yang diberi pakan MIL yaitu dari 0.21 nmol/mg sebelum intervensi menjadi 0.815 setelah intervensi. Sebaliknya, peningkatan terendah dialami oleh kelompok MEP yang diberi pakan MKD dari 0.11 nmol/mg sebelum intervensi menjadi 0.155 nmol/mg setelah intervensi. Namun secara statistik tidak ada pengaruh perlakuan dengan kenaikan kadar MDA dalam LDL.
51
PEMBAHASAN Minyak ikan lele (MIL) maupun minyak ikan lele terfermentasi (MILT) dapat dikatakan sebagai sumber energi karena menyumbang energi sama dengan minyak yang lain yaitu setiap 1 g minyak menyumbang ±9 Kal. Peckenpaugh (2010) menyatakan bahwa lemak menyumbang energi lebih tinggi dibanding dengan protein dan karbohidrat karena mempunyai ikatan karbon lebih banyak dalam strukturnya. Fungsi lain dari lemak sangat baik untuk meningkatkan palatabilitas makanan (Piliang et al. 2006). Hal ini terbukti dari kelompok MEP yang mengonsumsi pakan lebih banyak (≥80%) menyumbang kenaikan bobot dibandingkan dengan MEP yang mengonsumsi lebih rendah (<70%). Bowman & Russel (2006) menyatakan bahwa asupan energi ±70% pada lanjut usia khususnya pada penelitian hewan, dapat memperlambat proses penuaan, memperpanjang usia harapan hidup, dan menghambat penyakit kronik yang terkait dengan umur. Mekanisme secara rinci di dalam tubuh belum jelas, namun diduga bahwa pengurangan energi ±30%, dapat menurunkan metabolic rate pada individu yang mengalami oksidatif stres, memperbaiki sensitivitas insulin, dan mengubah neuro endokrin dan fungsi sistem saraf simpatik. Tidak ada pengaruh intervensi diet MIL, dan MILT dengan kenaikan kadar trigliserida darah dan penurunan kadar HDL kolesterol, demikian pula dengan pemberian diet kontrol yaitu diet BFT dan MKD. Hal ini nampak bahwa trigliserida adalah bentuk dari lemak yang tersimpan dalam tubuh dan banyak ditemukan di jaringan adiposa. Beberapa trigliserida yang bersirkulasi di dalam darah digunakan sebagai energi bagi otot untuk bekerja. Kenaikan kadar trigliserida darah dari semua kelompok perlakuan berkisar antara 4.44-39.17 mg/dl. Oberman (2000) menyatakan bahwa peningkatan kadar trigliserida sebesar 90 mg/dl dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskuler sebesar 32%. Kenaikan trigliserida serum sering berkaitan dengan sintesis dan pengeluaran VLDL oleh hati. Sintesis trigliserida hepatik diatur oleh tersedianya asam lemak bebas baik yang berasal dari besarnya simpanan glikogen di dalam hati dan status kerja hormon khususnya insulin dan glukagon. Tidak ada faktor tunggal yang mempengaruhi peningkatan trigliserida, faktor lain adalah adanya hubungan antara gangguan metabolisme asam empedu dan produksi trigliserida berlimpah, kegemukan, asupan karbohidrat dan asam lemak jenuh yang berlebih, kurang aktivitas, dan hiperglikemia (Stipanuk 2000). Pada metabolisme lipid dalam tubuh, HDL memiliki hubungan berlawanan dengan LDL, yaitu mengangkut kolesterol bebas dari jaringan ke hati untuk disingkirkan dari tubuh atau diubah menjadi asam empedu melalui mekanisme yang dikenal dengan transport balik kolesterol. HDL juga berperan dalam memperbaiki endotelial dan menurunkan trombosis. HDL dapat dipecah ke dalam beberapa densitas partikel (HDL2 dan HDL3) atau berdasarkan ukuran (besar, sedang, dan kecil). HDL2 paling efektif mengangkut balik kolesterol dari jaringan ke hati, dan HDL2 lebih baik sebagai indikator aterogenik daripada total HDL (Murray et al. 2004). Hasil uji menunjukkan bahwa kelompok MIL dan MILT mengalami penurunan terhadap kadar HDL, demikian pula dengan kelompok kontrol baik kelompok BFT dan MKD. Salah satu penyebab terjadinya penurunan kadar HDL
52 adalah tingginya kadar CHO dalam diet yaitu melebihi 60% energi. Brehm et al. (2003), menyatakan bahwa diet rendah CHO yaitu 15% energi, 28% protein dan 60% lemak (20% dari SFA) selama 6 bulan akan meningkatkan kadar HDL hingga 13%. Setelah pemberian intervensi 2 bulan, nampak pemberian MIL mirip dengan pemberian BFT yaitu nampak nyata mempengaruhi penurunan kadar HDL kolesterol dibanding dengan MILT dan MKD. Hal ini diduga MILT mempunyai kandungan MUFA lebih tinggi dan MKD disamping mempunyai kandungan asam linoleat dan kandungan linolenat, juga mempunyai fitosterol yang dapat mempengaruhi penyerapan kolesterol. Selain itu MKD merupakan minyak kedelai komersial kemungkinan sudah difortifikasi dengan vitamin E (tocopherol) sehingga dapat menurunkan peroksidasi lipid dalam minyak tersebut (Peng et al. 2008). Mitruka & Rawnsky (1977) menyatakan kadar normal total serum kolesterol pada MEP berkisar antara 100-150 mg/dl, sedangkan kadar LDL kolesterol normal adalah 68±9 mg/dl (Lubis 1993). Hasil menunjukkan bahwa hanya kelompok yang diberi pakan MKD yang memiliki kadar kolesterol dan LDL yang tergolong normal yaitu 117.67±23.44 mg/dl untuk kadar kolesterol dan 39.20+13 mg/dl untuk kadar LDL. Tabel 8 menunjukkan bahwa pakan perlakuan mengandung 12% (w/w) energi dengan komposisi asam lemak berbeda-beda. BFT dengan komposisi asam lemak SFA (6.8%) > MUFA (2.9%) > PUFA (2.2%), MIL dengan komposisi asam lemak PUFA (4.7%) > MUFA (4.1%) > SFA (3.2%), MILT dengan komposisi asam lemak MUFA (4.5%) > SFA (4.2%) > PUFA (3.3%), dan MKD dengan komposisi asam lemak PUFA (7.5%) > MUFA (2.7%) > SFA(1.7%) . Berdasarkan rasio P/S, maka BFT, MKD, MIL, dan MILT berturut-turut adalah 4.4, 0.3, 1.5, dan 0.8 sementara Kang et al. (2005) menyatakan bahwa rasio P/S antara 1-1.5 adalah rasio yang terbaik untuk menurunkan risiko aterogenesis. Pendapat ini didukung oleh Muller et al. (2003) yang menyatakan bahwa menurunkan total SFA tanpa diimbangi dengan perubahan rasio P/S tidak akan menurunkan kadar LDL kolesterol, dan rasio P/S adalah titik maksimum yang dapat mempengaruhi pengaturan serum total kolesterol. Dalam penelitian ini terlihat bahwa kenaikan kolesterol total tidak dipengaruhi oleh rasio P/S. Contohnya adalah minyak ikan lele yang mempunyai rasio P/S 1.5 ternyata tidak bisa menekan kenaikan total kolesterol dan LDL. Hal ini diduga karena ada faktor lain yang mempengaruhi seperti jumlah SFA yang terlalu tinggi. IOM (2002) menyebutkan bahwa batasan SFA adalah maksimum 7%, sedangkan pakan yang mempunyai SFA kurang dari 7% hanya pakan MKD. Peningkatan kadar total serum kolesterol dan LDL kolesterol serum, merupakan salah satu indikator kuat dari risiko penyakit jantung koroner (Garg & Simha 2007). Fungsi LDL kolesterol adalah membawa kolesterol dari hati ke jaringan. Kadar LDL kolesterol secara normal dikontrol oleh LDL reseptor hepatik yang akan mengikat LDL dan membatasi sintesis lipoprotein di hati. Menurunnya pembentukan reseptor LDL menyebabkan jumlah kolesterol yang beredar dalam darah juga akan melebihi normalnya (Kasim et al. 1997). LDL mempunyai beberapa tipe. Partikel LDL yang mempunyai densitas rendah adalah yang paling aterogenik, namun dalam penelitian tidak dilakukan pengukuran. Krummel & Kris (1996) menyatakan bahwa MEP betina yang sudah
53 menopause umumnya mempunyai partikel LDL lebih kecil dibanding wanita belum menopause. Selain itu, tidak adanya hormon estrogen juga akan mempengaruhi laju kenaikan LDL dan total kolesterol serum. Hal ini akan mengakibatkan kondisi hiperglikemik tidak dapat dikendalikan sehingga metabolisme lipid dan lipoprotein tidak normal (Peckenpaugh 2010). Binkoski (2005) melaporkan bahwa sumber PUFA dari nabati dapat menurunkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. MIL, MILT, BFT adalah minyak berasal dari hewani. Binkoski et al. (2005) juga menyatakan pula bahwa meskipun jumlah dan tipe lemak mirip tetapi jika sumber lemak jenuh maupun tidak jenuh berbeda, maka akan memberikan hasil yang juga berbeda. Kromhout et al. (2011) menambahkan bahwa batasan jumlah lemak tidak memberikan pengaruh penting, yang penting adalah rendahnya kandungan asam lemak jenuh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya pakan yang mengandung MKD yang mampu mempertahankan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol tetap dalam kisaran normal. Telah disepakati oleh The Current National Cholesterol Education Program (NCEP) bahwa rasio LDL/HDL merupakan salah satu prediktor aterogenik yang paling akurat untuk melihat risiko dan alat ukur terbaik untuk melihat efek perlakuan dalam menurunkan kadar kolesterol. Setiap partikel aterogenik terdiri dari satu molekul apoB yang mengukur langsung jumlah partikel potensial untuk menjadi aterogenik termasuk VLDL, IDL dan LDL. Demikian pula konsentrasi apo A-I merujuk pada sejumlah partikel HDL sebagai antiaterogenik. Jumlah aterogenik versus non-aterogenik yang beredar di dalam darah memberikan evaluasi risiko penyakit kardiovaskuler lebih komprehensif. Nilai rasio LDL/HDL yang dianjurkan adalah 2.5 sedangkan risiko kematian karena penyakit jantung dimulai jika rasio meningkat dari 3.3-3.7 (Fernandez 2008). Hasil intervensi dengan pakan BFT, MIL, MILT, dan MKD selama tiga bulan menunjukkan bahwa MIL dengan rasio 7.27 dan BFT dengan rasio 4.0 merupakan prediktor aterogenik dan mempunyai risiko kematian karena penyakit jantung, sedangkan MILT sudah menunjukan aterogenik dan nyaris mempunyai risiko kematian karena penyakit jantung, dan MKD mempunyai risiko paling rendah. Menurut Muller (2003), rasio LDL/HDL dapat dipertahankan normal jika sebagian asam lemak jenuh (SFA) digantikan oleh asam lemak tidak jenuh. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian ini karena MIL mempunyai proporsi SFA (8.1%) lebih rendah dari PUFA (12.2%). Jumlah asam lemak juga tidak sesuai karena MKD mempunyai jumlah PUFA lebih tinggi, namun mempunyai rasio yang dianjurkan. Hal ini diduga karena minyak kedelai merupakan sumber lemak yang berasal dari nabati. Beberapa penelitian menyatakan bahwa diet tinggi lemak nabati dapat menurunkan kadar serum kolesterol dan fosfolipid, dan substitusi dengan jumlah isokalori dari lemak hewani justru meningkatkan kadar tersebut. Penelitian yang diadakan pada tahun 1952 juga melaporkan bahwa diet yang mengandung lemak tinggi (43%) lemak nabati ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol. Penelitian lain juga melaporkan bahwa menggunakan minyak nabati non-hidrogenasi seperti minyak canola, minyak zaitun yang kaya MUFA dapat menurunkan risiko penyakit jantung dibandingkan dengan minyak hewani (Astrup et al. 2011).
54 Salah satu kelebihan lemak nabati termasuk MKD adalah mempunyai kandungan fitosterol. Fitosterol adalah sterol utama yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan termasuk kacang kedelai. Secara struktural fitosterol mirip dengan kolesterol yang terdapat pada mamalia namun mempunyai fungsi biologis yang berbeda (Trautwein & Demonty 2007). Selain itu, asam lemak essensial yang terdapat pada MKD (lemak nabati) diduga mampu mempengaruhi pembentukan LDL dan HDL yang berkaitan dengan liver x receptor (LXR) dan proliferator activated receptor (PPAR). MILT mempunyai kandungan asam lemak jenuh dari hewani juga, tetapi peningkatan rasio aterogenik pada kelompok MEP yang diberi pakan MILT relatif lebih lambat dibandingkan dengan MIL dan BFT. Hal ini diduga karena MILT mempunyai kandungan MUFA, SFA khususnya asam stearat, serta asam linoleat terkonjugasi yang relatif lebih tinggi dibanding MIL dan BFT. MUFA, khususnya asam stearat dan conjugated linoleic acid (CLA) mempunyai efek netral terhadap profil lipid darah (Hayes 2002). Kemungkinan lain penyebab MIL dan MILT memberikan efek negatif terhadap profil lipid adalah karena mengandung oksidasi by product sehingga meningkatkan peroksidasi lipid yang hasilnya dapat meningkatkan ekspresi molekul adhesi melalui jalur NF-kB (Hamer & Steptoe 2006) yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Peroksidasi lipid merupakan proses yang terkait erat dengan radikal bebas. Umumnya peroksidasi lipid merupakan penyatuan molekul oksigen ke dalam PUFA pada membran biologis. PUFA oleh radikal bebas terjadi pada atom H yang bersifat labil, terutama yang terikat olah atom C dekat dengan ikatan rangkap, sehingga terbentuk radikal bebas yang baru yang sangat peka terhadap oksigen (Sunil & Dinesh 2009). Kolesterol LDL sangat mudah teroksidasi dibanding yang lain, karena komposisinya sebagian besar mengandung PUFA (Grundy 2004). Malondialdehida atau disingkat MDA merupakan salah satu produk akhir dari peroksidasi lipid yang terbentuk setelah senyawa radikal menyerang membran lipid yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). MEP adalah salah satu hewan coba yang memiliki filogenetik yang sangat dekat dengan manusia sehingga mempunyai kesamaan dari aspek fisiologi dan anatomi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai MDA dalam LDL tidak dipengaruhi oleh perlakuan (p>0.05). Namun secara deskriptif terlihat bahwa kadar MDA pada kelompok MEP yang diberi pakan MIL, MILT, dan kelompok MEP kontrol yaitu kelompok BFT dan MKD meningkat meskipun kenaikan masih dalam batas normal, namun yang paling tinggi peningkatannya adalah diet MIL. Pengaruh CLA terhadap peroksidasi lipid nampaknya sangat lemah, mengingat kandungan CLA dalam diet pada masing-masing diet relatif rendah. Walaupun CLA diduga mempunyai efek ateroprotektif melalui modulasi pelepasan mediator vasoaktif yang terlibat di dalam pengaturan denyut nadi, tekanan darah, dan inflamasi. Beberapa penelitian dari kelompok independen melaporkan bahwa isomer dari CLA maupun campuran isomerik CLA pada konsentrasi 2.6-50 µm mampu memodulasi pelepasan substansi vasoaktif eikosanoid dan endotelin-1 (ET-1) yang potensial. Selain itu, CLA juga dilaporkan dapat menurunkan aktivasi AP-1 pada jenis sel yang berbeda. Efek ateroprotektif dari CLA di sel endotel mungkin juga ditunjukkan oleh enzim antioksidan intrinsik seperti glutation peroksidase, katalase, dan superoksida
55 dismutase (Ringseis & Eder 2009), namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran. Kelompok MIL menunjukkan mempunyai kadar MDA dalam LDL tertinggi kemungkinan kelompok ini juga mempunyai kadar LDL serum tinggi. Kolesterol LDL sangat mudah teroksidasi dibanding yang lain, karena komposisinya sebagian besar mengandung PUFA (Grundy 2004). LDL yang sudah teroksidasi tidak akan dikenali oleh reseptor LDL, karena telah terjadi modifikasi pada bagian apolipoprotein (apo B-100), dan sebaliknya LDL teroksidasi dikenali oleh reseptor scavenger. LDL teroksidasi merupakan bagian dari reaksi peroksidasi lipid yang terjadi karena adanya serangan radikal bebas pada asam lemak tidak jenuh yang ada pada LDL kolesterol. Kadar MDA dalam LDL yang tinggi pada kelompok MEP yang diintervensi dengan MIL dapat memberikan efek yang tidak baik pada proses metabolisme dalam tubuh. McCance et al. (2010) dan Crawford (1993) menyatakan bahwa LDL yang teroksidasi ini akan menyebabkan peningkatan adhesi monosit ke endotil diikuti dengan kemotaksis ke dalam subendotil (intima). Dalam intima, monosit akan teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Aktivasi monosit ini terjadi karena monosit menganggap LDL teroksidasi sebagai partikel asing. Selain itu, LDL teroksidasi tidak lagi dikenal oleh reseptor LDL. Justru sebaliknya, LDL teroksidasi ini akan berikatan dengan reseptor scavenger dari makrofag dan menyebabkan terbentuknya sel-sel busa. Hal ini akan merangsang ekspresi gen sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan dan menyebabkan terjadinya proliferasi sel otot polos di bagian intima. Akibatnya dinding pembuluh darah akan menggembung karena terjadinya penimbunan plak pada bagian media (Crawford 1993, McCance et al. 2010). Peng et al. 2008 yang melakukan penelitian pada ikan untuk mengevaluasi efek mengganti sebagian minyak ikan dengan minyak kedelai pada komposisi biokimia organ hati. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menggantikan 60-80% minyak ikan dengan minyak kedelai ternyata dapat meningkatkan kandungan α tocoferol di organ hati dan menurunkan peroksidasi lipid di ikan. Gaytan et al. 2011 yang melakukan penelitian pada ayam yaitu dengan diberikan pakan dengan sumber lemaknya masing-masing berasal dari minyak ikan dan minyak nabati (campuran minyak jagung dan minyak kedelai) dan 2% nya CLA. Masing-masing kelompok tersebut dibagi dua lagi yaitu satu kelompok pakan ditambahkan vitamin E 42 mg/kg pakan dan satu kelompok diberikan penambahan vitamin E 200 mg/kg pakan. Hasilnya menunjukkan pemberian suplementasi 200 mg vitamin E/kg pakan lebih efektif menghambat oksidasi lipid daripada 42 mg/kg pakan.
56
SIMPULAN Ada pengaruh nyata (P<0.05) pemberian intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD dengan bobot badan MEP. Kenaikan bobot badan ditentukan dengan jumlah yang dikonsumsinya. Sebagai contoh jika konsumsi diatas 80% dapat menaikkan berat badan dan jika konsumsi kurang lebih 70% bobot badan relatif tetap dan jika konsumi sekitar 60% menurunkan bobot badan. Pemberian intervensi MIL, MILT sama dengan pemberian intervensi BFT dan MKD sebagai kelompok kontrol yaitu tidak berpengaruh terhadap kenaikan kadar trigliserida darah dan penurunan kadar HDL kolesterol (p>0.05) MEP tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar kolesterol total, kadar LDL kolesterol dan rasio LDL/HDL kolesterol. Pengujian lanjut menunjukkan bahwa intervensi MIL sama dengan BFT yaitu menaikkan kadar kolesterol total, sama dengan BFT, MIL, dan MILT dalam menaikkan kadar LDL kolesterol dan menaikkan rasio LDL/HDL serta berbeda dengan intervensi MKD yang berpengaruh sebaliknya. Dengan kata lain intervensi MIL mempengaruhi kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar LDL kolesterol dan meningkatkan rasio LDL/HDL, intervensi MILT hanya nyata mempengaruhi peningkatan kadar LDL kolesterol saja. Pemberian intervensi MIL, MILT, BFT, dan MKD pada masing-masing kelompok selama 3 bulan, hanya kelompok intervensi dengan MIL dan BFT yang menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kenaikan kadar kolesterol total, kadar LDL kolesterol, rasio LDL/HDL dan penurunan kadar HDL kolesterol. Intervensi MIL nyata (p<0.05) mempengaruhi kenaikan kadar kolesterol total yaitu setelah intervensi 1 bulan, peningkatan kadar LDL kolesterol darah dan penurunan kadar HDL darah setelah intervensi 2 bulan dan peningkatan rasio LDL/HDL setelah pemberian 2 bulan. Pengaruh intervensi MIL dan MILT maupun BFT dan MKD selama 3 bulan terhadap kenaikan kadar MDA dalam LDL pada MEP tidak nyata (p>0.05). Namun ada kecenderungan intervensi MIL menyebabkan kenaikan kadar MDA dalam LDL lebih tinggi dibanding kelompok BFT dan MILT. Secara umum dapat disimpulkan minyak ikan lele hanya nyata bersifat aterogenik di serum yaitu meningkatkan kadar kolesterol total. LDL kolesterol, rasio LDL kolesterol/HDL kolesterol dan penurunan kadar HDL kolesterol darah, tetapi belum nyata menyebabkan peroksidasi lipid di LDL plasma. Minyak ikan lele terfermentasi nampak lebih samar dalam mempengaruhi profil lipid dan atau peroksidasi lipid di LDL plasma.
SARAN Penggunaan minyak ikan lele sebagai sumber lemak untuk lanjut usia belum mempunyai risiko aterogenik jika digunakan dalam rentang waktu 1-2 bulan. Selain itu, masih perlu dilakukan penelitian penggunaan minyak ikan lele dengan penambahan probiotik untuk mencari cara lain selain fermentasi.
57
DAFTAR PUSTAKA Astrup A, Dyerberg J, Elwood P, Hermansen K, Hu FB, Jakbsen MU, Kok FJ, Krauss RM, Lecerf JM, LeGrand P, et al. 2011. The role of reducing intakes of saturated fat in the prevention of cardiovascular disease: where does the evidence stand in 2010. Am J Clin Nutr. 93: 684-8. Bennet BT, Abee CR, Hendrickson R. 1995.Non human primates in biomedical research. San Diego(US): Biology and Management Academic Press. Binkoski AE, Kris-Etherton PM, Wilson TA, Mountain ML, Nicolosi RJ.2005; Balance of unsaturated fatty acids is important to a cholesterol-lowering diet: comparison of mid-oleic sunflower oil and olive oil on cardiovascular disease risk factors. J Am Diet Assoc. 105(7):1080-6. Bowman BA, Russel RM. 2006.Atherosclerotic Cardiovascular disease. Present knowledge in nutrition. Washington DC (ID): International Life Science Institute, p.649-667 Brehm BJ, Seeley RJ, Daniels SR, D’alessio DA. 2003. A randomized trial comparing a very low carbohydrate diet and a calorie-restricted low fat diet on body weight and cardiovascular risk factor in healthy women. J Clin Endocrinal Metab. 88:1617-1623. Cintra DEC, Costa AGV, Peluzio MCG, Matta SLP, Silva MTC, dan Costa NMB; 2006. Lipid profile of rats fed high-fat diets based on flaxseed, peanut, trout, or chicken skin; Nutrion 22 : l97-205 Crawford MA, l993. The role of essential fatty acids in neural development: implication for perinatal nutrition. Am J Clin Nutr. 57:703-710 Fernandez ML. 2008. The LDL to HDL Cholesterol Ratio as a Valuable Tool to Evaluate Coronary Heart Disease Risk.J Am Coll Nutr. 27(1): 1-5. Fortman JD, Hewwett TA, Bennet BT. 2002. The laboratory nonhuman primate. Bosca Raton(US): CRC Press. Garg A, Simha. 2007. Update on dyslipidemia. J Clin Endocrin Metabol. 92: 1581-1589. Gaytan GN, Shin D, Sam AR, Keeton JT, Miller, K, Smith SB, dan Plata S 2011; Lipid oxidation stability of omega 3 and conjugated linoleic acid-enriched sous vide chicken meat; Poultry Science. 90: 473-480 /doi :10.3382/ps.2010-1002 Groopper, Sareen S; Jack L. Smith, dan James L. Groff. 2009. Advanced nutrition and human metabolism. Canada (CA): Nelson Education, Ltd. Grundy SM. 2004; Obesity, metabolic syndrome, and cardiovascular disease. J. Clin Endocrinol Metab. 2004; 89:2595-2600 Hamer M, Steptoe A. 2006. Influence of specific nutrients on progression of atherosclerosis, vascular function, haemostatis and inflammation in coronary heart disease patients: a systematic review. Br J Nutr. 95: 849-859. Hayes KC. 2002. Dietary fat and heart health: in search of the ideal fat. Asia Pacific J Clin Nutr. 11: 394–400. Hidayati D. 2005. Pembentukan conjugated linoleic acid (CLA) oleh bakteri asam laktat pada fermentasi susu kedelai [thesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
58 IOM 2002; Dietary Intakes for energy, carbohydrate, Fiber, Fat, fatty acids, Cholesterol , protein and Amino Acids. Kasim-Karakas SE, Lane E, Almario R, Mueller W, Walzem R.1997. Effects of dietary fat restriction on particle size of plasma lipoproteins in postmenopausal women.Metabolism. 46(4):431-6. Kromhout D, Geleijnse JM, Menotti A, Jacob DR. 2011.The confusion about dietary acids recommendations for CHD prevention.Br J Nutr. 106: 627-632. Krummel DA, Kris-Etherton PM. 1996. Nutrition in women’s health.Maryland(US): Aspen Publisher Inc. Lee JN, Koo, Min DB. 2004.Reactive oxygen species, aging, and antioxidative nutraceuticals: comprehensive reviews. Food Science and Food Safety. 3: 21-33 Lubis MI. 1993. Pengaruh minyak ikan lemuru dalam pakan terhadap respons vaskuler kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hipokolesterolemik [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. 2010. Pathophysiology : the biology basis for diseases in adults and children 6th edition. St.Louis (US): Mosby Inc. McGuire M & Kathy. 2007. Nutritional sciences from fundamentals to food. China(CN): Thomson Wadsworth,Chapter 7(14),p259-267 Mitruka BM, Rawnsky HM. 1997. Clinical, Biochemcical, and Hematological Refference Values in Normal Experimental Animals.New York (US): Masson. Morries MC, Evans DA, Beinias JL, Tangney CC, Wilson RS. 2004. Dietary fat intake and 6-years cognitive change in older biracial community population. Neurology 62 (9): 1573-1579 Muller H, Lindman AS, Brantsaeter AL, Pedersen JI 2003. The serum LDL/HDL cholesterol ratio is influenced more favorably by exchanging saturated with unsaturated fat than by reducing saturated fat in the diet of women. J Nutr. 133:78-83. Murray MD, Harris LE, Overhage JM, Zhou XH, Eckert GJ, Smith FE, Buchanan NN, Wolinsky FD, McDonald CJ, Tierney WM. 2004. Failure of computerized treatment suggestions to improve health outcomes of outpatients with uncomplicated hypertension results of a randomized controlled trial. Pharmacotherapy.24(3):324–37. Oberman A. 2000. Hypertriglyceridemia and coronary heart disease.J Clin Endocrinal Meta.(85)6: 2098-2105. Ogawa J, Matsumura K, Kishino S, Omura Y, Shimizu S. 2001. Conjungated linoleic acid accumulation via 10-hydroxy-12-octasecaenoic acid durimg microaerobic transformation of linoleic acid by lactobacillus acidophilus.J App Environ Microbiol. 67: 1246-1252. Ringseis R, Eder K. 2009. Influence of conjugated linoleic acids on functional.Brit J Nutr. 102(8):1099-116. Peckenpaugh. 2010. Cardiovascular Disease. Nutrition Essentials and Diet Therapy. China: Saunders Elsevier p. 255-293 Peng S, Chen L, Qin JG, Hou J, Yu N, Long Z, Ye J Sun X.2008.www.elsevier.com/locate/aqua-online p154-161 Piliang WG, Al Haj SD. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Bogor (ID): IPB Press.
59 Stipanuk MH. 2000. Nutrition,Lipids, and Cardiovascular Disease. Biochemical and physiological aspects of human nutrition. WB. Saunders Company, p.927-936. Sunil K, Dinesh K. 2009. Antioxidant dan free radical scavenging activities of edible weeds. Afjand Online 9:1-17. Thomas B, & Bishop J. 2007. Dietary fat and fatty acids; manual of dietetic practice. Fourth edition, Blackwell Publising p163-171 Trautwein EA, Demonty. 2007. Phytosterols, natural compounds with established and emerging health benefits. OCL. 14: 259-266. Xu, S., Boylston, T.D., Glatz, B.A. 2004. Effect lipid source on probiotic bacteria and conjugated linoleic acid formation in milk model systems. Journal of the American Oil Chemists’ Society. 61: 589-595. World Health Organization 2003. Diet, Nutrition and the prevention of Chronic Diseases. Report of a Joint WHO/FAO Expert Consultation, p 5
60
6 PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN FERMENTASINYA TERHADAP PENANDA BIOLOGIS FUNGSI KOGNITIF MONYET EKOR PANJANG PENDAHULUAN Kesehatan merupakan masalah utama pada lanjut usia karena berkaitan dengan kerusakan fisik dan fisiologis alami yang terjadi selama penuaan (Sikoki et al. 2011). Penurunan kognitif merupakan komponen utama dari masalah kesehatan dan mempengaruhi kemampuan individu untuk berfungsi secara independen (Quiles et al. 2006). Seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia, prevalensi gangguan kognitif diperkirakan meningkat pula. Penyakit Alzheimer (AD) dianggap sebagai penyebab paling umum dari progresif gangguan kognitif dan demensia pada pasien lanjut usia (Salmon & Bondi 2009). Penelitian untuk tanda-tanda diagnosis biokimia yang dapat digunakan untuk diagnosis awal AD telah mengarah kepada konsentrasi tau protein dan beta amiloid (Aβ42) dalam cairan serebrospinal (CSF). Penegakan diagnosanya ditandai dengan adanya penurunan kadar beta amiloid dan peningkatan konsentrasi tau protein (Mulder et al. 2010). Pengukuran CSF-tau dan Aβ42 telah disarankan untuk meningkatkan diagnosis AD. Sebagai bagian dari rutinitas klinis, penanda tersebut telah ditemukan untuk menjadi sangat sensitif dan spesifik. Sensitivitas CSF-tau untuk AD dalam beberapa penelitian cukup tinggi, bahkan hingga 80-90%. Pada Monyet Ekor Panjang (MEP), rata-rata tingkat Aβ42 di CSF dilaporkan secara konsisten menurun sekitar 30-50% diikuti oleh peningkatan protein tau di CSF pada individu dengan Alzheimer tipe demensia (Darusman et al. 2013). Beberapa faktor diet dapat mempengaruhi risiko penyakit kardiovaskular sehingga dapat diasumsikan bahwa diet juga mempengaruhi risiko demensia (Panza et al. 2004). Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa asam lemak dalam diet diduga memainkan peran dalam perkembangan penurunan kognitif yang terkait dengan penuaan atau demensia (Solfrizzi et al. 2005, Freeman & Granholm 2012). Ada beberapa mekanisme biologis yang sesuai untuk hubungan antara asam lemak dan fungsi kognitif, termasuk mekanisme adanya senyawa antioksidan dalam kelompok makanan yang kaya asam lemak, melalui aterosklerosis dan trombosis, inflamasi, akumulasi beta amiloid atau melalui efek dalam mempertahankan integritas struktural membran saraf (Solfrizzi et al.2005). Minyak hasil samping penepungan ikan lele dapat digunakan sebagai salah satu alternatif, dimana saat ini masih belum dimanfaatkan dengan baik. Minyak ikan lele mempunyai kandungan asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh yaitu MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated fatty acid). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemberian minyak ikan lele (MIL), minyak ikan lele terfermentasi (MILT), beef tallow (BFT), dan minyak kedelai (MKD) terhadap fungsi kognitif. Pengukuran kognitif hanya dilihat dari penanda Alzheimer yaitu β amiloid dan tau protein di cairan serebrospinal.
61
METODE Disain, Waktu, dan Tempat Penelitian bersifat eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang menganalisis pengaruh pemberian minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) terhadap kognitif pada hewan percobaan yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) usia tua. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012-April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Bimana Indomedical Bogor untuk pemeliharaan hewan dan intervensi pakan, Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor untuk analisis beta amiloid dan tau protein.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan baku untuk pakan dalam penelitian ini adalah lemak sapi (BFT), minyak ikan lele (MIL), minyak ikan lele terfermentasi (MILT), dan minyak kedelai (MKD). Minyak ikan lele diperoleh dari PT. Carmelitha Lestari Bogor. Minyak ikan lele terfermentasi adalah minyak ikan lele yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus plantarum dengan metode Hidayati (2005). Minyak lemak sapi diperoleh dari PT. Garuda Mas Lestari Bekasi, dan minyak kedelai diperoleh dari PT. Indofood Jakarta. Analisis tau protein dan beta amiloid menggunakan Invitrogen, Aβ42 ELISA Kit, Tau ELISA Kit. Bahan yang digunakan adalah reagen standar Hu Aβ42, standar Hu Tau, buffer standar (0,1% NaN3), deteksi antibodi Hu Tau, deteksi antibosi Aβ42, Hu Tau Antibody Coated Wells, Aβ42 Antibody Coated Wells, Anti-Rabbit IgG HRP, tetrametilbenzidin (TMB), dan Stop Solution.
Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua dengan usia di atas 10 tahun dan telah diovariektomi yang diperoleh dari PT. IndoAnilab Bogor, Indonesia. Proses adaptasi dilakukan terlebih dahulu kepada Monyet ekor panjang (MEP) sebelum intervensi dengan kandang individu. Selama dua bulan MEP diberikan pakan standar Purina Monkey Chow sebanyak 120 g per ekor setiap hari. MEP dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan pakan aterogenik yang mengandung 0.2% kolesterol dan isokalori selama 3 bulan. Kandungan lemak pakan dalam 100 g adalah 12% (w/w), 3% berasal dari MKD, sedangkan 9% berasal dari sumber lemak yang berbeda tergantung dari kelompok masing-masing. Kelompok beef tallow mendapatkan 9% lemak yang berasal dari beef tallow, kelompok MKD mendapat 9% lemak berasal dari MKD, kelompok minyak ikan lele (MIL) mendapat 9% minyak ikan lele, dan kelompok minyak ikan lele terfermentasi (MILT) mendapat 9 % MILT.
62 Pengumpulan Data Pengumpulan data hanya dilakukan dua kali yaitu sebelum dan setelah diberikan intervensi. Intervensi diberikan dalam bentuk pemberian pakan sebanyak 120 g yang dibagi dua kali pemberian, yaitu 60 g pada pagi hari dan 60 g pada sore hari. Pemberian pakan dilakukan selama 12 minggu. Komposisi pakannya terdiri dari tepung terigu, tepung maizena, tepung kedelai, tepung susu skim, tepung ikan, dan dedak padi. Selain itu, ditambahkan gula, minyak, agaragar, CMC, mineral mix, dan kolesterol seperti yang tercantum dalam Tabel 6 pada pembahasan sebelumnya. Komposisi pakan berdasarkan proksimat per 100 g mengandung kurang lebih 320 kkal, kadar lemak berkisar antara 27-31%, dan kadar protein +10%. Pakan yang diberikan kepada semua kelompok mengandung sejumlah SFA, MUFA, dan PUFA. Kandungan asam lemak dalam berbagai jenis pakan digambarkan dalam Tabel 8 pada pembahasan sebelumnya. Data yang dikumpulkan meliputi data beta amiloid dan tau protein dari cairan cerebrospinal fluid (CSF). Sebelum dilakukan pengambilan CSF, monyet ekor panjang dibius dengan menggunakan ketamin 10 mg/ kg bobot badan. CSF diambil melalui suboccipital kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan dijaga pada suhu -200C untuk dianalisis kadar tau protein dan beta amiloid. Tau protein dan beta amiloid dianalisis menggunakan Invitrogen, tau ELISA Kit dan Aβ42 ELISA Kit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 450 nm dengan koreksi pada 540 nm dan 570 nm. Semua sampel diuji duplo, dan koefisien intra-assay variasi adalah 3,9% untuk Aβ42 assay dan 4,1% untuk p-tau assay. Semua prosedur penelitian telah mendapatkan persetujuan komisi etik dan kesejahteraan hewan PT. Bimana Indomedical Bogor dengan nomor ACUC P.03.12_IR. Analisis Statistik Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk angka rata-rata dan standar deviasi. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam pada taraf uji 5%. Uji beda Duncan hanya dilakukan bila perlakuan memberikan pengaruh nyata (p<0.05).
HASIL Kadar Beta Amiloid Meningkatnya kadar beta amiloid di CSF merupakan salah satu indikator terjadinya perbaikan fungsi kognitif, sehingga dapat menjadi penanda biologis fungsi kognitif. Hasil perubahan kadar beta amiloid MEP sebelum dan setelah intervensi disajikan dalam Gambar 14 berikut.
63 600
Kadar beta amiloid (ρg/ml)
500
487,96 431,46
400 361,16
422,86 340,36
354,26 334,76
299,86
300 200
147,6
123
70,3
100 0 MIL
MILT
BFT
-100 Pre
Post
MKD -19,5
Perubahan
Gambar 14 Kadar beta amiloid sebelum dan setelah intervensi Gambar 14 menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada kadar beta amiloid setelah Monyet ekor panjang (MEP) diberi intervensi BFT, MIL, MILT, dan MKD. Sebelum diberi intervensi, rata-rata kadar beta amiloid pada kelompok yang diberi pakan BFT, MIL, dan MILT secara berturut-turut adalah 299.86 ρg/ml, 361.16 ρg/ml, dan 340.36 ρg/ml. Setelah 3 bulan intervensi, kadar beta amiloid pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT, MIL, dan MILT mengalami peningkatan hingga 422.86 ρg/ml, 431.46 ρg/ml, dan 487.95 ρg/ml. Peningkatan kadar amiloid tertinggi dialami oleh kelompok MEP yang diberi intervensi MILT mencapai 43% dengan peningkatan sebesar 147.6 ρg/ml. Sebaliknya, pada kelompok MEP yang diberi pakan MKD, rata-rata kadar amiloid mengalami sedikit penurunan dari 354.26 ρg/ml menjadi 334.76 ρg/ml. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian jenis pakan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar beta amiloid (p>0.05) MEP.
Kadar Tau Protein Selain beta amiloid, kadar tau protein juga merupakan salah satu penanda biologi yang dapat digunakan pada hewan dan manusia untuk melihat fungsi kognitif. Dalam penelitian ini, kadar tau protein MEP dianalisis sebelum dan setelah intervensi berlangsung. Gambar 15 berikut menggambarkan perbedaan kadar tau protein antara sebelum dan setelah intervensi.
64 600 497 469,14
500
Kadar tau protein (ρg/ml)
400 300
256,64
282,71 230,93 237
210,57 224
200 100
27,86
26,07
6,07
14,29
0 MIL
MILT Pre
BFT Post
MKD
Perubahan
Gambar 15 Kadar tau protein sebelum dan setelah intervensi Grafik rata-rata kadar tau protein yang dapat dilihat pada Gambar 15 menunjukkan bahwa intervensi selama 3 bulan dengan pakan BFT, MIL, MILT, dan MKD dapat meningkatkan kadar tau protein MEP. Sebelum intervensi, kadar tau protein kelompok MEP yang diberi pakan BFT, MIL, MILT, dan MKD secara berturut-turut adalah 230.93 ρg/ml, 256.64 ρg/ml, 469.14 ρg/ml, dan 210.57 ρg/ml. Kadar tau protein tersebut meningkat pada bulan ke-3 menjadi 237.00 ρg/ml (BFT), 282.71 ρg/ml (MIL), 497 ρg/ml (MILT), dan 224.86 ρg/ml (MKD). Persentase peningkatan rata-rata kadar tau pada kelompok MEP yang diberi pakan MIL, MILT, BFT dan MKD hampir sama dan cenderung konstan, karena relatif kecil yaitu berkisar 2-10%. Hasil uji sidik ragam tidak terdapat perbedaan nyata kadar tau protein antara masing-masing perlakuan (p>0.05).
Rasio Tau Protein dan Beta Amiloid Setelah menganalisis penanda biologi fungsi kognitif yaitu beta amiloid dan tau protein pada MEP, gangguan kognitif juga dapat didiagnosis dengan melihat nilai rasio tau protein dan beta amiloid. Nilai rasio tau protein dan beta amiloid kelompok MEP sebelum dan setelah intervensi disajikan dalam Gambar 16.
65 2 1,48
1,5
1,03 1
0,77
0,71 0,66
0,71 0,69
0,56
Rasio
0,5 0 MIL -0,02
MILT
MKD -0,02
BFT -0,21
-0,5
-0,45
-1 Pre
Post
Perubahan
Gambar 16 Rasio tau protein dan beta amiloid sebelum dan setelah intervensi Diagram pada Gambar 16 menunjukkan terjadinya perubahan rasio tau protein dan beta amiloid setelah MEP diberi intervensi. Pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT, MIL, MILT, dan MKD terlihat bahwa rasio tau protein dan beta amiloid mengalami penurunan. Penurunan rasio tertinggi terlihat pada kelompok yang diberi pakan MILT, yaitu dari 1.48 sebelum diberi intervensi menjadi 1.03 setelah diberi intervensi, sedangkan kelompok yang diberi pakan MKD hanya mengalami sedikit perubahan rasio dari 0.71 menjadi 0.69. Kelompok MEP yang diberi pakan MIL mengalami penurunan dari 0.71 menjadi 0.66 dan BFT mengalami penurunan dari 0.77 menjadi 0.56. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara rasio tau protein dan beta amiloid pada masing-masing kelompok perlakuan (p>0.05).
PEMBAHASAN Gangguan kognitif baik demensia Alzheimer maupun gangguan kognitif vaskuler selain dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko seperti umur, genetik, dan gaya hidup, serta penyakit-penyakit vaskuler seperti stroke, hipertensi, diabetes, dislipidemia, kegemukan dan aterosklerosis. Instrumen yang digunakan untuk mengukur gangguan kognitif pada penelitian ini adalah penanda biologi pengukuran microtubule-associatedprotein tau (MAP-tau) dan amyloid β-protein (Aβ42). Cairan serebrospinal (CSF) adalah cairan yang menggenangi otak dan akord tulang belakang, dan merupakan satu dari tiga komponen utama di dalam tengkorak selain pembuluh darah dan otak. Fungsi utama CSF berfungsi sebagai bantalan otak di dalam tengkorak, mengangkut zat gizi ke jaringan otak dan mengeluarkan limbah. Cairan serebrospinal mengandung glukosa terlarut, protein termasuk beta amilod, tau protein, garam, dan beberapa limfosit (Clayman l989).
66 Secara deskriptif nampak bahwa pemberian intervensi MIL, MILT, dan BFT meningkatkan kadar beta amiloid, sedangkan pemberian MKD menyebabkan penurunan kadar beta amiloid. Ada beberapa dugaan tentang meningkatnya kadar beta amiloid di CSF MEP antara lain adalah penurunan penumpukan beta amiloid, meningkatnya pembersihan beta amiloid di otak, tidak adanya gangguan metabolisme amyloid –beta protein precursor (APP) sehingga tidak terjadi disfungsi di neuron (Sobow et al. 2004), sedangkan konsentrasi tau protein yang relatif konstan menunjukkan tidak ada perubahan konformasi dan fosforilasasi tidak normal pada pembentukan paired helical filaments (PHF) di mikrotubulus MEP. Sobow et al. (2004) menyatakan bahwa dengan menggabungkan dua penanda antara beta amiloid dan tau protein lebih baik untuk mengindikasi gangguan kognitif. Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok MEP yang diberi pakan BFT, MILT, dan MKD mengalami penurunan rasio tau protein/beta amiloid. Penurunan rasio tertinggi terlihat pada kelompok yang diberi pakan MILT, yaitu dari 1.48 sebelum intervensi menjadi 1.03 setelah intervensi. Kelompok yang diberi pakan MKD hanya mengalami sedikit perubahan rasio dari 0.71 menjadi 0.69, kelompok MIL mengalami penurunan dari 0.71 menjadi 0.66 dan kelompok BFT mengalami penurunan dari 0.77 menjadi 0.56. Dengan demikian nampak bahwa diet yang mengandung MILT dan MIL mempunyai kemampuan memperbaiki fungsi kognitif MEP dari penanda biologi khususnya beta amiloid dan rasio tau protein/beta amiloid. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran tes perilaku. Menurut Darusman et al. (2013) ada hubungan yang positif antara kadar beta amiloid dengan tes perilaku pada MEP, yaitu jika MEP mengalami kenaikan kadar beta amiloid, diikuti dengan perbaikan tes perilakunya. Penelitian terkini banyak yang menitikberatkan komponen yang berbeda dari asupan lemak terhadap kognitif. Asupan asam lemak jenuh atau SFA dan kolesterol berkaitan dengan demensia vaskuler dan demensia Alzheimer dan menurunnya kognitif, sedangkan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) nampak melindungi dari penurunan kognitif. Pada penelitian ini, diet yang menggunakan MILT mempunyai kandungan lemak 11.2%E MUFA, 10.6%E SFA, 8.3%E PUFA (MUFA>SFA>PUFA) sedangkan MIL adalah 12.2%E PUFA, 9.8%E MUFA, dan 8.1%E SFA( PUFA>MUFA>SFA). Dengan demikian kandungan MUFA pada MILT, dan MIL yang diduga dapat memperbaiki kadar beta amiloid di CSF. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Arsenault et al. (2012) bahwa pemberian diet lemak yang normal (30% energi) selama 6 bulan dengan sumber asam lemak utamanya berasal dari MUFA secara nyata memperbaiki dan memelihara fungsi kognitif terutama di saraf korteks enthorthinal dan hippocampus. Hwang et al. (2011) melaporkan bahwa PUFA bukan SFA di phospholipid membran merupakan target kritis dari reactive oxidative species (ROS) seperti radikal hidroksil dan anion superoksida. Produksi ROS meningkat diduga dipacu oleh diet yang mempunyai komposisi asam lemak linoleat dan oleat dibanding dengan asam stearat (linoleat>asam oleat>asam stearat). Asam oleat kurang kuat dibanding dengan asam linoleat dalam menstimulasi produksi ROS di limposit manusia. Asam oleat adalah salah satu jenis MUFA, dimana di dalam tubuh sifatnya netral dan lebih stabil dan mungkin
67 berperan sebagai suatu penghambat oksidasi PUFA. Kemungkinan lain adalah asam oleat memberikan efek antioksidan dengan memperlambat oksidasi cepat LDL teroksidasi. Diniz et al. (2004) juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laktat dehidrogenase (LDH) pada tikus yang diberikan diet SFA dan MUFA selama 5 minggu, tetapi diet yang diberikan PUFA menunjukkan kadar lipoperoksida miokard dan hidrokperoksida lipid yang lebih tinggi dan menurunnya aktivitas dismutase superoksida dan katalase. Gu et al. (2012) menyatakan bahwa, diet yang tinggi omega 3 berhubungan dengan penurunan kadar beta amiloid plasma atau peningkatan kadar beta amiloid CSF. Profil ini berkaitan dengan menurunnya insiden penyakit alzheimer dan memperlambat penurunan kognitif. Lim et al. (2005) juga menyatakan bahwa asupan diet omega 3 ada hubungannya dengan peningkatan kadar beta amiloid CSF. Data dari transgenik model hewan Alzheimer secara konsisten menunjukkan pemberian diet yang diperkaya dengan DHA secara nyata menurunkan total detergent beta amiloid yang tidak larut lebih dari 70% dibanding dengan diet yang rendah DHA atau diet standar. Penelitian Hooijman et al. (2007) pada tikus yang diberikan diet tinggi lemak dan kolesterol 1% serta diet yang diperkaya dengan DHA selama 12 bulan. menunjukkan volume darah di bagian serebral meningkat sehingga terjadi sirkulasi besar di otak, dampaknya terjadi vasodilatasi dan menurunnya jumlah penumpukan beta amiloid di membran saraf, dan hasil akhirnya nilai beta amiloid di CSF meningkat. Penelitian lain melaporkan bahwa supelementasi omega 3 selama 6 bulan pada pasien manusia dengan Alzheimer tingkat ringan dan sedang tidak menunjukkan efek pada peningkatan kadar beta amiloid (Aβ42) CSF. Studi kohort, menunjukan kadar beta amiloid yang tinggi di serum dan rendah di CSF berkaitan dengan risiko insiden AD dan terjadi penuruan domain kognitif dengan cepat. Hasil penelitian selaras dengan penelitian yang terjadi pada hewan, namun berbeda dengan pada manusia, yaitu pemberikan pakan yang mengandung MILT, dimana sumber lemaknya sebagian besar MUFA dan SFA dapat meningkatkan kadar beta amiloid di CSF lebih tinggi dibanding dengan MIL. Pada hasil ini mendukung bahwa pemberian diet khususnya sumber lemak MUFA dan SFA berhubungan dengan kenaikan kadar beta amiloid di CSF yang merupakan penanda adanya perbaikan fungsi kognitif. Solfrizzi et al. 2005 menyatakan bahwa belum ditetapkan batasan jumlah konsumsi asam lemak tidak jenuh, asam lemak jenuh kaitannya terhadap penurunan risiko kognitif karena masih belum jelasnya hubungan tersebut terutama pada manusia.
68
SIMPULAN Intervensi dengan MIL dan MILT meningkatkan kadar beta amiloid, dan menurunkan rasio tau dan beta amiloid tetapi tidak dengan tau protein pada kelompok MEP yang diberi pakan BFT, MIL, MILT, dan MKD. Namun intervensi MILT nampak lebih tinggi dalam meningkatkan beta amiloid maupun dalam menurunkan rasio tau protein/beta amiloid dibanding MIL walaupun secara statistik tidak nyata. Hal ini diduga karena MILT mempunyai kandungan asam oleat dan stearat yang lebih tinggi dibanding dengan MIL.
SARAN Untuk melihat efek pemberian diet lemak terhadap fungsi kognitif sebaiknya penelitian dilakukan dengan waktu lebih dari 3 bulan yaitu kurang lebih 1 tahun. Selain itu, pemeriksaan kadar asam lemak di masing-masing organ seperti hati dan otak, sehingga dapat diketahui keterkaitan jenis asam lemak yang mana yang berperan terhadap peningkatan kadar beta amiloid di CSF sebagai penanda biologi fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA Arsenault D, Julien C, Chen CT, Bazinet RP, Calon F. 2012. Dietary intake of unsaturated fatty acids modulates physiological properties of entorhinal cortex neurons in mice. J Neurochem. 122: 427-443. Clayman, Charles B; 1989; Encyclopedia of Medicine ; The American Medical Association, p.249 Darusman HS, Sayuthi D, Kalliokoshi O, Jacobsen KR. Call J, Schapiro SJ, Gjedde A, Abelson KSP, Hau J. 2013. Correlation between serum levels of beta amyloid, cerebrospinal levels of tau and phosphor tau, and delayed response tasks in young and aged cynomolgous monkeys (Macaca fascicularis). J Med Primatol. Doi 10 111/jmp 12044: 1-10. Diniz Ys, Cicogna AC, Padovani CR, Santana LS; Faine LA; Novelli El; 2004; Diets rich in saturated and polyunsaturated fatty acids: metabolic shiffing and cardiac health.Nutrition. 20:230-234. Freeman LR, Granholm AC. 2012. Vascular changes in rat hippocampus following a high saturated fat and cholesterol diet. J Cereb Blood Metab. 32: 643-653. Gu Y, Schupf N, Cosentino. 2012. Neurology. Am Acad Neurol. 1832-1840. Hidayati D. 2005. Pembentukan conjugated linoleic acid (CLA) oelh bakteri asam laktat pada fermentasi susu kedelai (thesis). Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Hooijman CR, Rutters F, Dederen PJ. 2007. Changes in cerebral blood volume and amyloid pathology in aged Alzheimer APP mice on docosahexaenoic
69 acid (DHA) diet or cholesterol enriched typical western diet. Neurobiol Dis. 28: 16-29. Hwang J, Chang YY, Park JH, Kim SY, Chung H, Shim E, Hwang HJ. 2011. Dietary saturated and monounsaturated fats protect against acute acetaminophen hepatotoxicity by altering fatty acid composition of liver microsomal membrane in rats. Lipids in Health and Disease. 10:184, p 1-8. Lim GP, Calon F, Morihara T. 2005. A diet enriched with the omega-3 fatty acid docosahexaenoic acid reduces amyloid burden in an aged Alzheimer mouse model. The Journal of Neuro science 25(12):3032-3040; doi:10.1532/JNE UROSCI, 4225.04.2005 Mulder C, Vervey NA, Van der Flier WM, Bouwman FH, Kok A, Van Elk EJ, Scheltens P, Blankenstein MA. 2010. Amyloid –β (1-42), total tau, and phosphorylated tau as cerebrospinal fluid biomarkers for the diagnosis of alzheimer disease. Clin Chem. 56(2): 248-253. Panza F, Solfrizzi V, Colacicco AM, D’Introno A. Capurso C, Torres F, Del Parigi A, Capurso S, Capurso A. 2004. Mediterranean and cognitive decline. Public Health Nutr. 7: 959-963. Quiles JL, Barja G, Battino M, Mataix J, Solfrizzi V. 2006. Role of olive oil and monounsaturated fatty acids in mitochondrial oxidative stress and aging. Nutr Rev. 64(10): 31-39. Salmon DP, Bondi MW. 2009. Neuropsychological assesment of dementia. Annu Rev Psychol. 60: 257-282. Sikoki B, Kim Y, Strauss J, Witoelar F. 2011. Well being and support for the elderly in Indonesia: a challenge to policy for elderly, international conference on the population aging explosion: opportunities and challenges. Bali (ID). Sobow T, Flirski M, Liberski PP. 2004. Amyloid-beta and tau proteins as biochemical markers of Alzheimer’s disease. Acta Neurobiol Exp. 64:53-70. Solfrizzi V, Colacicco AM, D’Introno A. Capurso C, Torres F, Rizzo C, Capurso A, Panza F. 2005. Dietary inake of unsaturated fatty acids and age-related cofnitive decline: a 8.5-year-follow-up of the Italian longitudonal study on aging. Neurobiol Aging. 27: 1694-1704
70
7 PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini menilai minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) dari komposisi asam lemak dan sifat fisiko kimia serta pengaruhnya terhadap profil lipid, peroksidasi lipid dan fungsi kognitif. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua. Penentuan usia tua didasarkan pada umur yaitu diatas 10 tahun, susunan gigi Molar3/Molar 3, dan dilakukan ovariektomi terlebih dahulu. Kelebihan Macaca fascicularis adalah mempunyai hubungan filogenik yang sangat dekat dengan manusia baik dari segi anatomi maupun fisiologi serta merupakan hewan model untuk aterosklerosis (Bennet et al. 1995). Pemilihan subjek Macaca fasciculasris betina usia tua terkait dengan kondisi populasi di Indonesia saat ini dan yang akan datang, dimana populasi lanjut usia meningkat cepat yaitu pada tahun 2020 diperkirakan ada sekitar 30 juta usia lanjut (Komisi Nasional Lanjut Usia 2010 dan Chernoff 1991 melaporkan bahwa 70% lansia adalah wanita (Chernoff l991). Risiko tertinggi untuk menderita gangguan kognitif dan demensia adalah individu berpendidikan rendah (Yaffe et al. 1998). Salah satu implikasi dari gangguan kognitif adalah kemampuan individu untuk mandiri menurun. Penyebab penurunan kognitif dan demensia sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kondisi ini dapat dicegah. Gizi merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi kognitif pada usia lanjut (Kalmijn et al. 2004; Solfrizzi et al. 2005; Panza et al. 2004). Penelitian saat ini masih memfokuskan pada komposisi lemak. Contohnya adalah penelitian tentang asupan asam lemak jenuh dan kolesterol dengan demensia vaskuler dan penurunan kognitif (Ortega et al. l997, Kalmijn et al. 2007). Asupan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) berhubungan dengan perlindungan terhadap fungsi kognitif, dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) diduga mempengaruhi risiko trombosis (Panza et al. 2004). Berdasarkan hasil kajian komposisi asam lemak dari MIL dan MILT adalah MUFA (36%) > PUFA (32%) > SFA (31%) untuk MIL dan MUFA (43%) > SFA (42%) > PUFA (15%) untuk MILT. Proses fermentasi menyebabkan terjadinya peningkatan SFA terutama asam lemak stearat, dan penurunan PUFA terutama asam linoleat dan linolenat sehingga menyebabkan kadar asam arachidonat dan CLA meningkat. Sifat fisik (viskositas dan titik cair) dan kimia (bilangan TBA) MIL dan MILT hampir sama yaitu menunjukkan sudah ada proses oksidasi. Gordon (2001) menyatakan bahwa kondisi oksidasi tersebut dapat diantisipasi dengan pemakaian bumbu yang mengandung antioksidan atau menambahkan zat gizi tertentu seperti vitamin E, vitamin C, atau zat gizi lainnya. Minyak ikan lele maupun minyak ikan lele terfermentasi jika memungkinkan akan digunakan sebagai salah satu sumber lemak khususnya untuk usia lanjut yang mempunyai keterbatasan daya beli. Minyak ikan lele mempunyai harga terjangkau karena tidak memerlukan biaya untuk membeli bahan baku. Biaya yang diperlukan hanya untuk pemurnian, pengemasan, dan tenaga kerja. Contohnya, dalam industri rumah tangga dapat memproduksi 400 kg minyak ikan lele per hari. Produksi ini berdasarkan kapasitas mesin yang hanya mampu bekerja 8 jam per hari. Kemampuan mesin satu jamnya 50 kg, jadi 8 jam sama dengan 400 kg minyak. Permurnian tersebut
71 memerlukan 8 kg bentonit (2%) dan 0.8 kg BHT (0.2%). Harga 8 kg bentonit per kilogram adalah Rp 88.000 sedangkan harga 0.8 kg BHT Rp 800.000. Sewa mesin per delapan jam adalah Rp 800.000, dan biaya tenaga kerja untuk dua orang adalah Rp 200.000 per hari. Jadi, untuk memproduksi minyak ikan lele sebanyak 400 kg adalah sebanyak Rp 1.888.000. Rendemen dari 400 kg minyak hasil pemurnian adalah 280 kg (70%), maka dapat dihitung harga produk minyak ikan lele per kg sebesar Rp 6.743. Kemudian harga produk yang dikemas adalah Rp 9.743 dengan mempertimbangkan harga kemasan sebesar Rp 3.000 per botol. Jika, industri mengambil profit sebesar 50% dan pajak 10%, maka harga akhir yang diterima konsumen ditambah dengan pajak adalah sebesar Rp 16.077 per kg. Jika dilakukan fermentasi minyak ikan lele, maka biaya menjadi dua kali lipatnya, yaitu Rp 13.486 (tanpa botol), Rp 16.486 (dengan botol), Rp 27.201 (dengan profit 50% dan pajak 10%). Asumsi penambahan biaya fermentasi adalah untuk tenaga, bahan (starter, gula, dan susu), dan alat. Dibandingkan dengan minyak tak jenuh yang beredar di pasar, harga minyak ikan lele dan fermentasinya dapat dikatakan lebih ekonomis. Saat ini, minyak tak jenuh yang ada di pasar (happy salad oil) harganya adalah Rp 36.000 per kg. Hasil kajian in vivo dengan menggunakan Macaca fascicularis sebagai hewan percobaaan melaporkan bahwa pemberian diet yang mengandung 9% (w/w) dari minyak ikan lele (MIL) mempengaruhi peningkatan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan penurunan kadar HDL kolesterol serta menunjukkan indeks aterogenik dengan nyata, sedangkan MILT hanya nyata mempengaruhi peningkatan kadar LDL kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol total, penurunan HDL kolesterol, dan peningkatan rasio LDL/HDL masih samar untuk intervensi dengan MILT. Namun MIL dan MILT belum nyata menyebabkan peroksidasi lipid dalam LDL kolesterol plasma. Jika dibandingkan dengan diet kontrol yaitu BFT dan MKD ternyata minyak BFT mirip dengan MIL dan MILT, sedangkan MKD menunjukkan hasil yang berlawanan atau cenderung tidak mempengaruhi. Namun secara deskriptif jika dilihat dari kecepatan mempengaruhi aterogenik diantara ketiga lemak tersebut, MILT terlihat relatif lebih lambat walaupun secara statistik tidak nyata (P>0.05). Kajian berdasarkan subjek menunjukkan bahwa subjek mempunyai kondisi yang hampir sama yaitu sama-sama mengalami proses oksidasi terkait dengan penambahan umur serta tidak adanya hormon estrogen. Padahal hormon estrogen mempunyai efek perlindungan terhadap kesehatan perempuan diantaranya sebagai hormon reproduktif, antioksidan, neuroprotektif, kepadatan tulang dan pelindung dinding arteri (Krummel & Kris 1996). Zhu et al. (1999) juga menyebutkan bahwa sebagai pelindung dinding arteri, hormon estrogen mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipid, menurunkan kadar lipid darah, memperbaiki aliran darah, menurunkan fibrinogen plasma, meningkatkan metabolisme glukosa dan meningkatkan sensitifitas insulin. Peningkatan jumlah kolesterol dalam serum diatur oleh keseimbangan antara jumlah asupan kolesterol dan lemak, sintesis kolesterol endogen, reseptor LDL dan ekskresi dalam tinja (McCance et al. 2010). Jumlah asupan kolesterol dan lemak dalam penelitian ini sama, hanya jenis dan sumbernya yang berbeda. IOM (2002) dan PERKENI (2011) menyatakan bahwa anjuran diet untuk pencegahan penyakit degeneratif adalah diet tinggi CHO >60%E, total lemak
72 <30%E tetapi tinggi MUFA (>20%E MUFA, >10%E PUFA, dan SFA <7%E). Dari keempat diet ini adalah hanya diet MKD yang mempunyai komposisi SFA kurang dari 7%E. Kromhout et al. (2011) menyatakan bahwa jumlah lemak tidak memberikan pengaruh penting, yang penting adalah rendahnya kandungan asam lemak jenuh. Beberapa studi menyatakan bahwa lemak jenuh khususnya 12:016:0 mempunyai potensi meningkatkan tekanan darah, disfungsi endotel melalui peningkatan faktor VII, fibrinogen, meningkatkan ekspresi sitokin khususnya IL-6 dan TNFα serta meningkatkan aktifasi NFkβ yang menyebabkan proinflammatory genes (Jung et al. 2008; Hall 2009). Binkoski et al. (2005) melaporkan bahwa sumber PUFA dari nabati dapat menurunkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Binkoski et al. (2005) juga menyatakan bahwa meskipun jumlah dan tipe lemak mirip tetapi jika sumber lemak jenuh maupun tidak jenuh berbeda, maka akan memberikan hasil yang juga berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya pakan yang mengandung MKD yang mampu mempertahankan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol tetap dalam kisaran normal. Penelitian yang diadakan pada tahun 1952 juga melaporkan bahwa diet yang mengandung lemak tinggi (43%) dari lemak nabati ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol. Penelitian lain juga melaporkan bahwa menggunakan minyak nabati non hidrogenasi seperti minyak kanola, minyak zaitun yang kaya MUFA dapat menurunkan risiko penyakit jantung dibandingkan dengan minyak hewani (Astrup et al. 2011). Salah satu kelebihan lemak nabati termasuk MKD adalah mempunyai kandungan fitosterol. Fitosterol adalah sterol utama yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan termasuk kacang kedelai. Secara struktural fitosterol mirip dengan kolesterol yang terdapat pada mamalia namun mempunyai fungsi biologis yang berbeda (Trautwein & Demonty 2007). Penyerapan, transportasi, dan ekskresi fitosterol terjadi bersamaan dengan kolesterol. Proses penyerapan di dalam lumen usus diawali dengan larutnya fotosterol bebas dalam misel dengan bantuan asam empedu sebelum diserap. Faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas fitosterol antara lain bentuk ikatan dengan asam lemak atau ester. Mekanisme fitosterol dalam menurunkan kolesterol adalah mampu berkompetisi dengan kolesterol untuk masuk ke dalam misel. Fitosterol juga mampu menurunkan pembentukan kilomikron. Keadaan ini disebabkan berkurangnya kadar kolesterol lumen intestinal yang disebabkan kompetisi dengan fitosterol, vitamin larut lemak, dan karetonoid sehingga kolesterol yang tersedia intraseluler untuk pembentukan kolimikron menjadi berkurang (Trautwein & Demonty 2007). Selain itu fitosterol mampu bertidak sebagai ligan yang dapat mengaktivasi liver x receptor atau LXR sehingga dapat membentuk heterodimer dengan retinoid x receptor atau RXR. Selanjutnya akan memodulasi gen dan sintesis protein yang berperan dalam penyerapan, metabolisme, dam ekresi kolesterol (Jones et al. 2012). Tidak hanya itu, asam lemak essensial yang ada pada MKD (lemak nabati) mungkin mampu mempengaruhi pembentukan LDL dan HDL yang berkaitan dengan liver x receptor (LXR) dan proliferator activated receptor (PPAR).
73 LXR merupakan salah satu reseptor dalam inti sel yang meregulasi metabolisme kolesterol, terdiri dari dua jenis yaitu LXRα dan LXRβ, dimana LXRβ terdapat pada berbagai jaringan, sedangkan LXR α hanya pada ginjal, usus halus, kelenjar adrenal, dan terutama hati. Kedua jenis LXR tersebut dapat membentuk heterodimer dengan retinoid x receptor (RXR) dalam proses transkripsi. PUFA yang ada pada MKD, terutama omega 6 atau asam linoleat, mempunyai mekanisme kerja menurunkan kolesterol salah satunya berikatan dengan LXR, kemudian membentuk heterodimer dengan RXR. Komplek LXRRXR akan berikatan dengan sekuens DNA, LXR response element (LXRE) sehingga terjadi transkirpsi gen enzim cholesterol 7 α-hydroxylase (Cyp7ai) dan dua transporter, yaitu ATP binding cassette (ABCA1 dan ABCG1). Enzim cyp7a1 merupakan enzim yang berperan dalam konversi kolesterol menjadi garam empedu, yang selanjutnya dapat dikeluarkan melalui feses. Pengeluaran kolesterol melalui garam empedu terutama terjadi di hati, sehingga kolesterol yang berlebih dalam jaringan lain dapat dibawa ke hati yang disebut proses transport kolesterol kembali ke hati (reverse cholesterol transport) untuk dikatabolisme lebih lanjut. ATP binding cassette 1 merupakan transporter yang membawa kolesterol keluar dari makrofag dan usus halus, sedangkan ABCG 1 hanya berada di makrofag sehingga tidak terjadi penumpukan kolesterol dalam makrofag . PUFA dalam MKD juga dapat berperan sebagai ligan dari PPAR, dimana PUFA akan berikatan dengan PPAR α sehingga PPAR α teraktivasi kemudian PPARα membentuk heterodimer dengan retinoid x receptor (RXR) yang selanjutnya berikatan dengan response element (RE) spesifik memebentuk PPRE sehingga terjadi transkripsi gen diantaranya gen apolipoprotein A-1 (APO A-1). Apo A-1 yang meningkat akan menyebabkan HDL meningkat sehingga kolesterol yang dibawa kembali ke hati menjadi lebih banyak dan kolesterol yang di plasma menjadi berkurang (Demonty et al. 2009). MILT dapat menyebabkan aterogenik, namun kecepatan sifat aterogeniknya tidak secepat MIL. Hal ini diduga karena MILT mempunyai kandungan MUFA, asam stearat, dan CLA. Binkoski et al. 2005 menyatakan diet yang kaya MUFA menghasilkan partikel LDL yang sulit teroksidasi dibanding partikel LDL yang diisolasi dari seseorang yang mengkonsumsi diet tinggi PUFA. Peran CLA adalah berkaitan dengan kerja peroxisome-proliferator activated receptor (PPAR). CLA mampu berikatan dengan PPAR α sehingga PPAR α teraktivasi kemudian PPAR α membentuk heterodimer dengan retinoid x receptor (RXR) yang selanjutnya CLA mampu menghambat NFkB mengatur transkripsi gen pro inflamasi sehingga dapat memimpin penurunan pelekatan sel endotel monosit dan inflamasi endotel. Hasil peneltian menunjukkan bahwa Macaca fascicularis yang diberikan diet MIL cenderung mempunyai hasil peroksidasi lipid dalam LDL yang lebih tinggi dibandingkan BFT dan MILT. Telah diketahui bahwa lipoprotein utama yang menyebabkan aterosklerosis adalah LDL. Komposisi inti LDL adalah kolesterol ester (40%), dan lapisan permukaannya terdiri dari kolesterol yang tidak teresterifikasi (10%), fosfolipid (20%), apo B 100 (20%), dan trigliserida (10%). Kolesterol LDL sangat mudah teroksidasi dibanding yang lain karena sebagian besar komposisinya mengandung PUFA (Grundy 2004). LDL yang sudah teroksidasi tidak akan dikenali oleh reseptor LDL karena telah terjadi
74 modifikasi pada bagian apolipoprotein (apo B-100), dan sebaliknya LDL teroksidasi dikenali oleh reseptor scavenger. McCance et al. (2010) menyebutkan bahwa LDL yang teroksidasi ini akan menyebabkan peningkatan adhesi monosit ke endotil diikuti dengan kemotaksis ke dalam subendotil (intima). Dalam intima, monosit akan teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Aktivasi monosit ini terjadi karena monosit menganggap LDL teroksidasi sebagai partikel asing. Justru sebaliknya, LDL teroksidasi ini akan berikatan dengan reseptor scavenger dari makrofag dan menyebabkan terbentuknya sel-sel busa. Hal ini akan merangsang ekspresi gen sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan dan menyebabkan terjadinya proliferasi sel otot polos di bagian intima. Akibatnya dinding pembuluh darah akan menggembung karena terjadinya penimbunan plak pada bagian media (McCance 2010). Dengan demikian ada tendensi bahwa MIL dan MILT mempunyai kecenderungan menyebabkan aterogenesis berdasarkan dua pembuktian yaitu melalui profil lipid dan peroksidasi lipid, walaupun proses di dalam tubuh kemampuan aterogenik MILT lebih lambat dibanding dengan MIL. Fungsi kognitif yang dilihat berdasarkan penanda biologi menunjukkan bahwa intervensi dengan pemberian MILT dan MIL mampu secara deskriptif meningkatkan kadar beta amiloid di cerebrospinal fluid atau CSF, dan mempertahankan kadar tau relative konstan. Hal ini sama dengan penelitian Darusman et al. (2013) yang melaporkan tidak ada perbedaan nyata kadar tau MEP yang tua dan muda, sedangkan kadar beta miloid nampak nyata berbeda antara MEP tua dan muda. Selain dilaporkan pula bahwa peningkatan kadar beta amiloid berhubungan nyata dengan perbaikan hasil tes perilaku MEP. Sobow et al. (2004) menyatakan bahwa kombinasi dari dua penanda biologi (tau protein dan beta amiloid) sangat berguna untuk mengidentifikasi subjek dengan risiko tinggi dari gangguan kognitif ringan sampai dengan Alzheimer. Dari hasil gabungan dua parameter tersebut nampak MILT menunjukkan penurunan rasio tau beta amiloid sedikit lebih tinggi, dibanding dengan MIL, walaupun secara statistik tidak nyata. Hasil menunjukkan bahwa MILT cenderung mempunyai kemampuan memperlambat pembentukan plak amiloid dibandingkan dengan MIL. Hal ini diduga karena proporsi MUFA dalam asam lemak MILT lebih tinggi, dan SFA khususnya asam stearat lebih tinggi juga. Kedua asam lemak ini mempunyai sifat yang sama yaitu netral dalam mempengaruhi fungsi vaskuler. Namun beberapa penelitian mengemukan bahwa MUFA mempunyai sifat lebih stabil di membran otak. Selain itu, MUFA diduga dapat meningkatkan G-protein dan protein kinase dan C walaupun kandungan MUFA hanya 2% di membran otak (Arsenault 2012). Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian kadar asam lemak di area tersebut sehingga hasil yang diperoleh itu kebetulan atau karena memang dipengaruhi oleh kondisi asam lemak di daerah tersebut. Kemampuan minyak ikan lele (MIL) dalam meningkatkan kadar beta amiloid di CSF diduga karena minyak ini mempunyai kandungan asam linolenat dan DHA. Banyak penelitian melaporkan bahwa pemberian DHA dapat memperbaiki kemampuan belajar yang ditandai dengan peningkatan kadar beta amiloid di CSF (Hashimoto et al. 2005). Penelitian pada hewan transgenik juga menunjukkan bahwa pemberian DHA mampu mencegah apoptosis di neuron akibat dari peptide beta amiloid yang larut (Florent et al. 2006); mampu
75 menurunkan akumulasi intraneural beta amiloid dan tau protein (Green et al. 2007). Penelitian klinis pada manusia yang dilakukan oleh Freund-Levi et al. (2009), melaporkan bahwa pemberian omega 3 selama 6 bulan tidak menunjukkan perubahan pada kadar beta amiloid di CSF pada pasien dengan Alzheimer tingkat ringan dan sedang. Berdasarkan hasil studi tersebut yang juga diperkuat dengan studi yang lain, disimpulkan bahwa suplementasi omega 3 tidak dianjurkan untuk memperbaiki kondisi yang sudah menderita demensia, tetapi dianjurkan untuk mencegah dan menjaga fungsi kognitif pada gejala predemensia (Solfrizzi et al. 2005). Masih banyaknya hasil penelitian yang belum selaras antara hubungan asam lemak dengan kognitif, khususnya pada manusia maka rekomendasi penentuan batasan konsumsi ikan, asam lemak tidak jenuh, asam lemak jenuh dengan kaitannya terhadap penurunan risiko kognitif belum ditetapkan.
Implikasi Hasil Penelitian Ektrapolasi hasil penelitian hewan ke manusia merupakan isu yang paling sulit, karena manusia mempunyai variasi genetik, budaya, diet dan lingkungan yang beragam. Jayo (1996) menyatakan bahwa pemilihan hewan model sangat penting agar hasilnya jelas dan dapat digunakan sebagai rujukan. Pemilihan Monyet ekor panjang (MEP) sebagai hewan model untuk penelitian yang terkait dengan asupan lemak dihubungkan dengan kejadian aterosklerosis dan kognitif adalah tepat mengingat hewan mempunyai kesamaan dengan manusia yaitu sama-sama kelompok omnivora, dan mempunyai anatomi dan fisiologi yang hampir sama pula (Bennet et al 1995). MEP mempunyai organ internal yang mirip dengan manusia seperti saluran cerna termasuk liver dan kantung empedu, sistem sirkulasi atau pembuluh darah seperti jantung lengkap dengan empat katup untuk mengatur aliran darah dan system saraf pusat yaitu mempunyai sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer (Berringer et al. 1974 & Parker 2007). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan urat saraf tulang belakang, dan system saraf perifer terdiri dari saraf dan reseptor sensori yang terletak di luar sistem yaraf pusat (Gunstream 2000). Oleh karena itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak ikan lele (MIL) nyata mempunyai sifat aterogenik setelah digunakan 2 bulan setiap hari sebagai sumber lemak utama (75% dari total kebutuhan lemak) tetapi tidak menurunkan fungsi kognitif meskipun mempunyai kandungan minyak lemak tidak jenuh lebih dari 50%. Sargent & Tacon (l999) melaporkan bahwa asam lemak tidak jenuh pada ikan atau pangan hewani mempunyai keterbatasan mengaktifkan enzim yang mampu melakukan proses elongasi dan desaturasi dari PUFA dengan 18 atom karbon ke PUFA dengan atom karbon lebih panjang lagi. Selain itu, minyak ikan tidak mempunyai fitosterol yang mampu mempengaruhi penyerapan kolesterol. Peng et al. 2008 melaporkan bahwa pemberian diet minyak kedelai 60% dari total lemak paling nyata dapat meningkatkan vitamin E dan menurunkan peroksidasi lipid di organ hati. Kesimpulan dari kajian ini menunjukkan bahwa minyak ikan lele maupun minyak ikan lele terfermentasi lebih tepat jika dikatakan sebagai sumber asam lemak jenuh daripada sebagai sumber asam lemak tidak jenuh. Dengan kata lain
76 penggunaan minyak ikan lele akan menurun sifat aterogeniknya jika penggunaannya dikombinasikan dengan minyak nabati, proporsinya kurang lebih hanya 40%. Sebagai contoh kebutuhan sehari lansia adalah 1550 kkal (AKG 2012), lemak adalah 25% dari kebutuhan energi total perhari (PUGS) yaitu 388 kkal atau 43 g lemak. Jika sumber lemak berasal dari bahan makanan diasumsikan 20 g, berarti 23 g berasal dari minyak, dan minyak ikan lele yang dapat digunakan adalah kurang lebih 9 g, atau satu kali waktu makan. Pemanfaatan minyak ini sebaiknya digunakan sebagai minyak salad,bukan minyak untuk menggoreng. Kelebihan minyak salad adalah penggunaannya menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang putih, gula, dan garam selain dapat menurunkan aroma, juga mempunyai nilai gizi dan manfaat kesehatan lain. Penggunaan minyak salad dalam aplikasi sehari-hari tentu digunakan bersama sayur dan buah dan tidak dimasak dengan api. Dengan demikian, proses kerusakan karena proses oksidasi dapat dihindarkan. Sayur dan buah disamping mempunyai kandungan serat, mempunyai kandungan vitamin C, beta karoten dan berbagai jenis karetonoid yang baik sebagai sumber antioksidan (Gordon 2001 & Insel et al. 2003). Keterbatasan Penelitian Terdapat perbedaan bahan baku minyak, yaitu untuk kontrol digunakan minyak yang telah diproduksi komersial, terutama minyak kedelai (MKD) yang dalam produksinya sudah mengklaim minyak baik untuk kolesterol dan harganya relatif mahal dibanding dengan minyak sejenis, sedangkan MIL dan MILT diproduksi secara laboratorium yang dalam proses pembuatannya memerlukan beberapa tempat. Penyebab MIL dan MILT memberikan efek negatif terhadap profil lipid diduga mengandung oksidasi by product sehingga meningkatkan peroksidasi lipid yang hasilnya dapat meningkatkan ekspresi molekul adhesi melalui jalur NF-kB (Hamer & Steptoe 2006) yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Waktu penelitian yang relatif singkat untuk menilai fungsi kognitif. Berdasarkan rekomendasi dari beberapa penelitian terdahulu menyatakan waktu 6 bulan sampai dengan 1 tahun belum cukup untuk menyatakan hubungan zat gizi dengan kognitif (Arsenault 2012; Ochoa et al. 2002). Lokasi penelitian dilakukan di berbagai laboratorium sehingga kemungkinan ada kerusakan sampel dapat terjadi walaupun sudah dicoba untuk diantisipasi. Masih sulitnya mendapatkan bahan kimia dan peralatan untuk melakukan penelitian laboratorium, sehingga memerlukan waktu tenggang dengan pengampilan sampelnya, sehingga kemungkinan mempengaruhi hasil bisa terjadi.
77
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Minyak ikan lele (MIL) dan minyak ikan lele terfermentasi (MILT) mempunyai komposisi asam lemak yang hampir sama hanya berbeda pada proporsi masing-masing jenis asam lemaknya. Minyak ikan lele (MIL) komposisi asam lemak nya MUFA (36%) > PUFA (32%) > SFA (31%) dan Minyak Ikan Terfermentasi (MILT): MUFA (43%) > SFA (42%) > PUFA (15%). Proses fermentasi menyebabkan terjadinya peningkatan SFA (asam stearat), dan penurunan PUFA (asam linoleat dan linolenat) serta meningkatkan kadar asam arachidonat dan CLA meningkat. Sifat fisik (viskositas dan titik cair) dan kimia (bilangan TBA) MIL dan MILT hampir sama. 2. Minyak ikan lele (MIL) nampak nyata pengaruhnya setelah pemberian 2 bulan terhadap profil lipid yaitu kenaikan kadar kolesterol total, LDL kolesterol, rasio LDL/HDL kolesterol dan penurunan kadar HDL kolesterol sedangkan MILT hanya nyata mempengaruhi kenaikan LDL kolesterol darah. Namun, kedua minyak ini secara statistik tidak nyata mempengaruhi peroksidasi lipid di LDL. 3. Ada kecenderungan intervensi MIL dan MILT dapat meningkatkan kadar beta amiloid, menstabilkan tau protein dan menurunkan rasio tau protein dan beta amiloid di cairan cerebrospinal sebagai penanda biologis terjadinya peningkatan fungsi kognitif. Namun, secara statistik pengaruh nya tidak nyata . Saran Minyak ikan lele berpotensi sebagai pangan fungsional yaitu sebagai sumber energi dan sumber lemak untuk lanjut usia. Penggunaan minyak ikan lele sebagai sumber lemak utama (75% dari kebutuhan total lemak sehari) tidak nyata menyebabkan aterogenik jika dikonsumsi tidak melebihi durasi 2 bulan. Oleh karena itu jika minyak ikan lele akan dikonsumsi setiap hari sebaiknya digunakan dosis satu kali makan (<75% kebutuhan lemak perhari, dan pemenuhan kebutuhan lemak satu harinya perlu ditambahkan dari lemak nabati sesuai anjuran pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Mutu minyak ikan lele masih perlu dikembangkan dengan proses fermentasi atau dengan penambahan antioksidan dan probiotik, dan proses pengadaannya (pembuatan, penyimpanan dan pelabelan) mengikuti kaidah “Good Manufacturing Practices” (GMP). Selain itu masih diperlukan penelitian lanjutan “human trial “ tentang uji pengaruh minyak ikan lele (MIL) maupun minyak ikan lele terfermentasi (MILT) sebagai pangan fungsional untuk menjaga fungsi kognitif pada lanjut usia.
78
DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. Official Method of The Analytical. 1995. Chemist. Washington: AOAC Int [Depkes]. Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Balitbangkes Dep Kes RI: Jakarta [Perkeni]. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta (ID): PB Perkeni. Achmad RA. 2003. Antioksidan penemuan revolusioner bagi kesehatan. Majalah Gizi Mindo. 2(5): 4. Adiyanto, AH. 2010. Studi perkembangan korteks serebri fetus monyet ekor panjang pada umur 120 hari, 150 hari, dan neonatus [skripsi]. Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada. Albert R. et al. 2005. Market to Measure Immunomodulation in Human Nutrition Study. British Journal of Nut. 94: 452-481 Anderson GJ, Connor WE. 1994. Accretion of n-3 fatty acids in brain and retina of Chick fed a low linolenic acid diet supplemented with docosahexaenoic acid. AJCN. 59(6): 1338-1346. Arsenault D, Julien C, Chen CT, Bazinet RP, Calon F. 2012. Dietary intake of unsaturated fatty acids modulates physiological properties of entorhinal cortex neurons in mice. J Neurochem. 122: 427-443. Astawan M. 2008. Lele bantu pertumbuhan janin. http:www.wilystra 2007. Multiply.com/information/clarias_gariepinus. [29 April 2011] Astrup A, Dyerberg J, Elwood P, Hermansen K, Hu FB, Jakbsen MU, Kok FJ, Krauss RM, Lecerf JM, LeGrand P, et al. 2011. The role of reducing intakes of saturated fat in the prevention of cardiovascular disease: where does the evidence stand in 2010. Am J Clin Nutr. 93: 684-8. Bhattacharya A, Banu J, Rahman M, Causey J, Fernandes G. 2006. Biological effect of conjugated linoleic acids in health and disease. J Nutr Biochemist. 17: 789-810. Bennet BT, Abee CR, Hendrickson R. 1995. Non human primates in biomedical research. San Diego(US): Biology and Management. Academic Press. Berdanier, Carolyn D dan Janos Zempleni 2009; Advanced Nutrition; Macronutrients, Micronutrients and Metabolism; CRC Press. 262-296. Binkoski AE, Kris-Etherton PM, Wilson TA, Mountain ML, Nicolosi RJ. 2005. Balance of unsaturated fatty acids is important to a cholesterol-lowering diet:comparison of mid-oleic sunflower oil and olive oil on cardiovascular disease risk factors. J Am Diet Assoc. 105(7):1080-6. Blennow K, Hampel H, Weiner M, Zettebeg H. 2010. Cerebrospinal fluid and plasma biomarkers in Alzheimer disease. Nature review neurology. 6 : 131143. Bonadio, C. 2000. “Macaca Fascicularis” (Online). Animal Diversity Web. http://animaldiversityummz.edu/site/account/information/Macacafascicu laris.html. [29 April 2013]. Bourre JM. 2004. Roles of unsaturated fatty acids (especially omega3 fatty acids) in the brain at various ages and during ageing, The journal of nutrition Health and Aging, vol:8:3, 163-173
79 Bowman BA, Russel RM. 2006. Present knowledge in nutrition. WashingtonDC (ID): International Life Science Institute. nd
Branen AL. 1993. Antimicrobials in foods 2 edition. New York (US): Marcell Dekker Inc. Brassart D, Schiffrin EJ. 2000. Pre-and probiotics. Dalam: M.K. Schimild dan T. P. Labuza (Editors). Essentials of Functional Foods. Maryland(US) : Aspen Publisher, Inc. Brehm BJ, Seeley RJ, Daniels SR, D’alessio DA. 2003. A randomized trial comparing a very low carbohydrate diet and a calorie-restricted low fat diet on body weight and cardiovascular risk factor in healthy women. J Clin Endocrinal Metab. 88:1617-1623. Buckle KA.1987. Food Science. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Caterina R, Basta R, Pasta G. 2006. ”n-3 Fatty acids and the inflammatory response-biological background” (PDF). Cawthon Lang KA. 2006. Primate Factsheets: Long-tailed macaque (Macaca fascicularis) Taxonomy, Morphology, & Ecology. http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/entry/long-tailed_macaque Chernoff R. 1991. Demographics of aging. In:Chernoff R. Geriatric Nutrition:The health Professional’s Handbook. Gaithersburg,Md: Aspen Publishers; 1-10 Cintra DEC, Costa AGV, Peluzio MCG, Matta SLP, Silva MTC, dan Costa NMB; Lipid profile of rats fed high-fat diets based on flaxseed, peanut, trout, or chicken skin; Nutr. 22 : l97-205 Clayman, Charles B; 1989; Encyclopedia of Medicine ; The American Medical Association, p.249 Craft S. 2009. The role of metabolic disorders in Alzheimer disease and vascular demensia: two roads converged. Arch Neurol.66:300-305. Crawford MA. 1993. The role of essential fatty acids in neural development: implication for perinatal nutrition. Am J Clin Nutr. 57: 703-710. Czernichow S, Thomas D, Bruckert E. 2010. n-6 fatty acids and cardiovascular health: a review of the evidence for dietary intake recommendations. Br J Nutr. 104: 788-796. Darmojo, Martono. 2000. Mild Cognitive Impairment (MCI) gangguan kognitif ringan. Jurnal Berkala Neuro Sains. 1(1):11-15. Darusman HS, Sayuthi D, Kalliokoshi O, Jacobsen KR. Call J, Schapiro SJ, Gjedde A, Abelson KSP, Hau J. 2013. Correlation between serum levels of beta amyloid, cerebrospinal levels of tau and phosphor tau, and delayed response tasks in young and aged cynomolgous monkeys (Macaca fascicularis). J Med Primatol. Doi 10 111/jmp 12044: 1-10. Demonty I, Ras RT, van der Knaap HC, Duchateau GS; Meijer L, Zock P.L., Geleijnse J.M & Trautwein E.A.2009; Continuous doseresponserelationship of the LDL-cholesterol – lowering effect of phytosterol intake.Journal of Nutrition, 139, 271-84. Departemen Kesehatan RI. SKRT 1995. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 1997. Departemen Kesehatan. Survey Kesehatan Nasional. Laporan. Depkes RI Jakarta. 2004.
80 Diniz YS, Cicogna AC, Padovani CR, Santana LS; Faine LA; Novelli El; 2004; Diets rich in saturated and polyunsaturated fatty acids: metabolic shiffing and cardiac health.Nutr. 20:230-234. Dewan Ketahanan Pangan. 2011. Indonesia dan Negara Asia. www.dkp.go.id. [19 April 2011]. FAO. Fats and fatty acids in human nutrition. 2010. FAO Food and Nutr Pap. Rome(IT): FAO. Fernandez ML. 2008. The LDL to HDL Cholesterol Ratio as a Valuable Tool to Evaluate Coronary Heart Disease Risk. J Am Coll Nutr. 27(1): 1-5. Florent S, Malaplate-Armand C, Youssef I, Kriem B, Koziel V, Escanye M, Fifre A, Sponne I, Leininger-Muller, Olivier J, Pillot T, Oster T. 2006. Docosahexaenoic acid prevents neuronal apoptosis induced by soluble amyloid oligomers. J. Neurochem. 96, 385-395. Fortman JD, Hewwett TA, Bennet BT. 2002. The Laboratory Nonhuman Primate. Bosca Raton(US): CRC Press. Fratiglioni L, Mangialasche F, Qiu C. 2010. Brain aging: lessons from community studies. Nutr Rev. 68(12):119-127. Freeman LR, Granholm AC. 2012. Vascular changes in rat hippocampus following a high saturated fat and cholesterol diet. J Cereb Blood Metab. 32: 643-653. Freitag MH, Peila R, Masaki K, Petrovich H, Ross GW, White LR. 2006. Midlife pulse pressure and incidence of demensia: the honolulu –Asia Aging Study. Neurobiol Aging. 21 : 57-62. Freund-Levi Y, Hjorth E, Lindberg C, Cederholm T, Faxen Irving G, Vedin I, Palmblad J, Wahlund L, Schultzberg M, Basun H, Eriksdotter. 2009. Effects of omega-3 fatty acids on inflamatory markers in cerebrospinal fluid and plasma in Alzheimer’s disease: the Omega AD study. Dement. Geriatr. Cogn. Disord. 27, 481-490.Hall SJ, Delaporte A, Phillips MJ, Beveridge M, O’Keefe M. 2011. Report Blue frontiers: managing the environmental costs of aquaculture. Penang (MY): The WorldFishCenter. Garg A, Simha. 2007. Update on dyslipidemia. J Clin Endocrin Metabol. 92: 1581-1589. Gaytan GN, Shin D, Sam AR, Keeton JT, Miller, K, Smith SB, dan Plata S 2011; Lipid oxidation stability of omega 3 and conjugated linoleic acid-enriched sous vide chicken meat; Poultry Science. 90 : 473-480 /doi :10.3382/ps.2010-1002 Gordon MH. 2001. The development of oxidative rancidity in foods. Di dalam: Antioxidant in food., M.H. Gordon N. Yanishlieva, and J.Pokorny, eds., Part 1(2), Woodhead Publishing, 2001, vol.7, p20 Gu Y, Schupf N, Cosentino. 2012. Neurology. Am Acad Neurol. 1832-1840. Green K, Martinez, Khaswji H, Hall E, Yurko-Mauro, Ellis L, LaFerla. 2007. Dietary docosahexaenoic acid and docosapentaenoic acid ameliorate amyloid-beta and tau pathology via a mechanism involving presinilin 1 levels. J. Neurosci. 27, 4385-4395. Gregg EW, Yaffe K, Cauley J. 2001. Is diabetes associated with cognitive abilities over a 4-year period are unfavorably affected in elderly diabetic subjects? Diabetes Care. 24: 366 -70.
81 Groopper, Sareen S, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced nutrition and human metabolism. Canada (CA): Nelson Education, Ltd.Grundy SM. 2004; Obesity, metabolic syndrome, and cardiovascular disease. J. Clin Endocrinol Metab; 89:2595-2600 Grundy SM. 2006. Nutrition and diet in the management of hyperlipidemia and atherosclerosis. Philadelpia(US). Hall SJ, Delaporte A, Phillips MJ, Beveridge M, O’Keefe M. 2011.Report Blue frontiers: managing the environmental costs of aquaculture.Penang (MY): The World Fish Center. Hall WL. 2008. Dietary saturated and saturated fats as determinants of blood pressure and vascular function. Nutr Res Rev. 22(1): 18-38. Hamer M, Steptoe A. 2006. Influence of specific nutrients on progression of atherosclerosis, vascular function, haemostatis and inflammation in coronary heart disease patients: a systematic review. Br J Nutr. 95: 849-859. Harris WS, Mozaffarian D, Rimm E. 2009. Omega-6 fatty acids and risk for cardiovascular disease : a science advisory from the American Heart Association Nutrition Subcommittee of the Council on Nutrition, Physical Activity, and metabolism : Council on Cardiovascular Nursing; and Council on Epidemiology and Prevention. American Heart association, Circulation. 119 (6): 902-907., doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.108.191627. Hashimoto M, Tanabe Y, Fujji Y, Kikuta T, Shibata H, Shido O. 2005. Chronic administration of docosahexaenoic acid ameliorates the impairment of spatial cognition learning ability in amyloid (beta)-infused rats. J. Nutr. 135, 549-555. Hayes KC. 2002. Dietary fat and heart health: in search of the ideal fat. Asia Pacific J Clin Nutr. 11: 394–400. Hidayati D. 2005. Pembentukan conjugated linoleic acid (CLA) oleh bakteri asam laktat pada fermentasi susu kedelai [thesis]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada. Hooijman CR, Rutters F, Dederen PJ. 2007. Changes in cerebral blood volume and amyloid pathology in aged Alzheimer APP mice on docosahexaenoic acid (DHA) diet or cholesterol enriched typical western diet. Neurobiol Dis. 28: 16-29. Hwang J, Chang YY, Park JH, Kim SY, Chung H, Shim E, Hwang HJ. 2011. Dietary saturated and monounsaturated fats protect against acute acetaminophen hepatotoxicity by altering fatty acid composition of liver microsomal membrane in rats. Lipids in Health and Disease. 10:184, 1-8. IOM 2002; Dietary Intakes for energy, carbohydrate, Fiber, Fat, fatty acids, Cholesterol , protein and Amino Acids. Insel P, TurnerRE, Ross D. 2003. Discovering nutrition. Stranz JM, editor. Massachusetts(US) : Jones and BartlettSudbury. Jakobsen MU, O’Reilly EJ, Heitmann BL. 2009. Major types of dietary fat and risk of coronary heart disease: a pooled analysis of 11 cohort studies. AJCN. 89: 1425-1432. James RC, Lazdunski, Pattus F. 1992. Bacteriocins, microcins, and lantibiotics. Berlin(GN): Springer-Verlag Heidelberg. Jiang J, Bjorck L, Fonden R. 1998. Production of conjugated linoleic acid by dairy starter cultures. J of Applied Microbiol. 85: 95-102.
82 Jones, Repa JJ, Russell DW, Dietschy JM, and Turley SD 2012; Delineation of biochemical, molecular, and physiological changes accompanying bile acid pool size restoration in Cyp7a1(-/-) mice fed low levels of cholic acid; Am, J. Physiol Gastrointest Liver Physiol, :303 (2): G263-74 Jung UJ. 2008; N-3 fatty acids and cardiovascular disease: mechanisms underlying beneficial effects. American J of Clin Nutr. 87:2003S-9S, Kaban J, Daniel. 2005. Sintesis n-6 ester asam lemak dari beberapa minyak ikan air tawar. J Komunikasi Penelitian. 17(2):16-21 Kalaria RN. 2010. Vascular basis for brain degeneration:faltering controls and risk factors for dementia. Nutr Rev. 68: 574-578. KalmijnS, van Boxtel MP,Ocke M, Verschuren WM, Kromhout D, Launer LJ. 2004. Dietary intake of fatty acids and fish in relation to cognitive performance at middle age. Neurology. 2: 275-280. Kang MJ, Shin MS, Park JN, Lee SS 2005; The effects of PUFA s ratios & peroxidisability index values of dietary fats on serum lipid profiles and hepatic enzyme activities in rats; British Journal of Nutrition :94 -526-532. Kasim-Karakas SE, Lane E, Almario R, Mueller W, Walzem R.1997. Effects of dietary fat restriction on particle size of plasma lipoproteins in postmenopausal women. Metabolism. 46(4):431-6. Kelly GS. 2001. Conjugated linoleic acid: a review. Alt Med Rev. 6(4): 367-382. Kepler CR & Tove SB. 1966. Linoleat Δ12-cis Δ11 trans-isomerase. Meth. 14transisomerase. Meth. Enzymol 14: 105-109 Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Komisi Nasional Lanjut Usia 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta Kolakowska, A. 2003. Lipid Oxidation in Food System. In: Chemical and Functional Properties of Food Lipids (edited by Z. E. Sikorski and A. Kolakowska), p133-166 Kowalska M, Kowalski B, Bekas W, Stepniak S.2005. Modification of Beef Tallow Stearin and Olein by Chemical and Enzymatic Interesterification with Soybean Oil. Journal of Food Technology 3 (2).Poland : Grace Publication Network. 247-254 Kritchevsky D, Tepper SA, Wright S, Tso P, Czarnecki SK. 2004. Influence of conjugated linoleic acid (CLA) on establishment and progression of atheroclerosis in rabbits. J Am Coll Nutr. 19(4): 472S-477S. Kroger E, Verreault R, Carmichael PH. 2009. Omega-3 fatty acids and risk of dementia: the canadian study of health and aging. Am J Clin Nutr. 90:184192. Kromhout D, Geleijnse JM, Menotti A, Jacob DR. 2011.The confusion about dietary acids recommendations for CHD prevention. Br J Nutr. 106: 627632 Krummel DA, Kris-Etherton PM. 1996. Nutrition in women’s health.Maryland(US): Aspen Publisher Inc.Hlm 499-508 Kurlowicz L, Wallace M. 1999. The Mini Mental State Examination. J geriatr nurs. 3(1):10-11. Lau LF, Schachter JB, SeymourPA, Sanner MA. 2002. Tau protein phosphorylation as a therapeutic target in Alzheimer’s disease. Curr Top Med Chem. 2: 395-415.
83 Lee JN, Koo, Min DB. 2004. Reactive oxygen species, aging, and antioxidative nutraceuticals: comprehensive reviews. Food Science and Food Safety. 3: 21-33. Laitinen MH, Ngandu T, Rovio S, et al. 2006. Fat intake at midlife and risk of dementia and Alzheimer’s disease : a population based study. Dement Geriatric Cognitive Disorders 22: 99-107 Lin TY. 2000. Cojugated Linoleic Acid concentration as affected by lactic cultures and additives. Food Chemistry, vol. 69: 27-31 Lim GP, Calon F, Morihara T. 2005. A diet enriched with the omega-3 fatty acid docosahexaenoic acid reduces amyloid burden in an aged Alzheimer mouse model. The Journal of Neuro science 25(12):3032-3040; doi:10.1532/JNE UROSCI, 4225.04.2005 Lin H et al. 1999. Conjugated Linoleic Acid Content of Cheddar Type of Cheese as Affected by Processing. J Food Sci. 64 (5):874-878. Lin TY, Lin CW, Wang YJ. 2002. Linoleic acid isomerase activity in enzym extract from Lactobacillus Acidophilus and Propionibacterium freudenreichii ssp. Shermanii. J Food Sci.67: 1502-1505. Liu S, Han Y, Zhou Z. 2011. Lactic acid bacteria in traditional fermented Chinese foods.J Food Res Intern. 44: 643-651. Lubis MI. 1993. Pengaruh minyak ikan lemuru dalam pakan terhadap respons vaskuler kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hipokolesterolemik [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Lui Y, Longmore RB. 1995. Dietary sandalwood seed oil modifies fatty acid composition of mouse adipose tissue, brain and glycerophospholipids. Compara Biochem Physiol. 112(2): 331-343. Lumbantobing SM. (2006). Demensia. Paper dipresentasikan dalam seminar lokal SRUPN. Manorama, Rukmini C. 1991. Nutritional evaluation of crude plam oil in rats. AJCN. 53(4): 1031-1038. Mansouri FA, Matsumoto K, Tanaka K. 2006. Prefrontal cell activities related to monkey's success and failure in adapting to rule changes in a wisconsin card sorting test analog. J Neurosci. 26: 2745-2756. Mark, Dawn B, Allan D. Mark, Colleen M. 2002. Biokimia Kedokteran Dasar: sebuah pendekatan klinis. Jakarta(ID): Penerbit buku kedokteran. McCance KL Huether SE, Brashers VL, Rote NS. 2010. Pathophysiology : the biology basis for diseases in adults and children 6th edition. Philadelphia (USA): Mosby,Inc. p1093-114 McGee,C.D., Greenwood, C,E. and Cinader, B., l994. Dietary fat composition and age affect synaptosomal and retinal phospholipid fatty composition in C57BL/6 mice. Lipids, 29(9),605-610 McGuire & Kathy. Lipid .Nutritional Sciences from Fundamentals to Food 2007, Thomson Higher Education, Belmont USA, p222-250 Mcintosh FM, Shingfield KJ, Devillard E, Russell WR, dan Wallace RJ. 2009. Mechanism of conjugated linoleic acid and vaccenic acid formation in human faecal suspensions and pure cultures of intestinal bacteria. Microbiology, 155, 285-294 or DOI 10.1099/mic 0.022921-0
84 Mitruka BM, Rawnsky HM. 1997. Clinical, Biochemcical, and Hematological Refference Values in Normal Experimental Animals. New York (US): Masson. Morries MC, Evans DA, Beinias JL, Tangney CC, Wilson RS. 2004. Dietary fat intake and 6-years cognitive change in older biracial community population. Neurology 62 (9): 1573-9 MuchtadiD, PalupiNS, Astawan M. 1993. Metabolisme zat gizi : sumber, fungsi, dan kebutuhan bagi tubuh manusia. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Mulder C, Vervey NA, Van der Flier WM, Bouwman FH, Kok A, Van Elk EJ, Scheltens P, Blankenstein MA. 2010. Amyloid –β (1-42), total tau, and phosphorylated tau as cerebrospinal fluid biomarkers for the diagnosis of alzheimer disease. Clin Chem. 56(2): 248-253. Muller H, Lindman AS, Brantsaeter AL, Pedersen JI 2003. The serum LDL/HDL cholesterol ratio is influenced more favorably by exchanging saturated with unsaturated fat than by reducing saturated fat in the diet of women. J Nutr. 133:78-83. Murray MD, Harris LE, Overhage JM, Zhou XH, Eckert GJ, Smith FE, Buchanan NN, Wolinsky FD, McDonald CJ, Tierney WM. 2004. Failure of computerized treatment suggestions to improve health outcomes of outpatients with uncomplicated hypertension results of a randomized controlled trial. Pharmacotherapy.24(3):324–37. Nasrun, Martina WS. 2007. Deteksi Dini hendaya kognitif non demensia pada penyandang diabetes mellitus tipe 2; pendekatan epidemilogi klinis, psikometrik dan spektroskopi resonansi magnetic [disertasi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Oberman A. 2000. Hypertriglyceridemia and coronary heart disease. J Clin Endocrinal Meta.(85)6: 2098-2105. Ochoa, Yulio J, Quiles, Jose L, Tortosa R, Mataix J, Huertas JR. 2002. Dietary Oils High in Oleic Acid but with different Effects in Fatty AcidComposition and Peroxidation in Rabbit LDL. Nutr.18:60-65. Ogawa J, Matsumura K, Kishino S, Omura Y, Shimizu S. 2001. Conjungated linoleic acid accumulation via 10-hydroxy-12-octasecaenoic acid durimg microaerobic transformation of linoleic acid by lactobacillus acidophilus. J App Environ Microbiol. 67: 1246-1252. Ortega RM, Requejo AM, Andres P, Lopez-Sobalar AM, Quintas ME, Redondo MR, Navia B, and Rivaste. 1997. Dieatry intake and cognitive function in a group of elderly people. Am. J. Clin Nutr. 66: 803-809 Osibona, Kusimeja, Akande GR. 2006. Proximate composition and fatty acid profile of the African catfish (Clarias gariepinus). J Life Phys Sci. 3:23. Panza F, Solfrizzi V, Colacicco AM, D’Introno A. Capurso C, Torres F, Del Parigi A, Capurso S, Capurso A. 2004. Mediterranean and cognitive decline. Public Health Nutr. 7: 959-963. Park Y. 2009. Conjugated linoleic Acid (CLA): good or bad trans fat?.J Food Comp Anal.22 :S4-S12 (supplement) Peckenpaugh. 2010. Cardiovascular Disease. Nutrition Essentials and Diet Therapy. China: Saunders Elsevier. Hlm: 255-293 Peng S, Chen L, Qin JG, Hou J, Yu N, Long Z, Ye J Sun X. 2008.Effects of supplement of dietary fish oil by soybean oil on growth performance and
85 liver biochemical composition in juvenile black seabream.Acanthopagrusschlegeli. www. elsevier. com/ locate/ aqua -online. 154-161 Piccolo T. 2009. Framework analysis of fish waste to bio-diesel production – aquafinca – case study. Master of Business Administration (Energy and Sustainable Development) [thesis], University of Malta 2009 (diunduh 25 juli2013dari http;//aquaticbiofuel,files,wordpress.com/2009/08/fishwaste). Piliang WG dan Al Haj SD. 2006. Fisiologi Nutrisi Voumel 1. Bogor (ID): IPB Press. Hlm: 210-233 Purwoko T. 2009. Fisiologi mikroba. Jakarta (ID): Bumi Aksoro. Qiu CWB. 2005. The age–dependent relation of blood pressure to cognitive function and dimentia. Lancet Neurol. 4:487-499. Quiles JL, Barja G, Battino M, Mataix J, Solfrizzi V. 2006. Role of olive oil and monounsaturated fatty acids in mitochondrial oxidative stress and aging. Nutr Rev. 64(10): 31-39. Raff M, Tholstrup T, Basu S, Nonboe P, Sorensen,MT, Straarup. 2007. A diet rich in conjugated linoleic acid and butter increases lipid peroxidation but does not affect atherosclerotic, inflammatory, or diabetic risk markers in healthy young men. J Nutr. 509-514. rd
Ray B. 2004. Fundamental food microbiology 3 edition. New York (ID): CRC Press. Ringseis R, Eder K. 2009. Influence of conjugated linoleic acids on functional.Br J Nutr. 102(8):1099-116. Robinson RK, Tamime AY. 1981. Microbiology of fermented milk. Dalam: Robinson RK (Editor). Dairy Microbiology 2Edition. The Microbiology of Milk Products. London (GB): Applied Science Pub. Salminen, S., M. A. Deighton, Y. Benno, dan S. L. Gorbach. 1998. Lactic acid bacteria in fish and fish farming in Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects Third Edition, Revised and Expanded., Salminen S., Wright Av., Ouwehand A (editors)., Chapter 21 (22) Marcel Dekker Inc., New York. P 581-595 Salmon DP, Bondi MW. 2009. Neuropsychological assesment of dementia. Annu Rev Psychol. 60: 257-282. Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Grimm CC, King JM, Llyod S. 2002. FA Composition of crude oil recovered from catfish viscera. JAOCS. 79(10): 989-992. Sargent JR, TaconAGJ. 1999. Development of farmed fish:nutritionally necessary to meat. Pro. Nutr Soc. 58: 377-383. Schaefer EJ, Bongard V, BeiserAS. 2006. Plasma phosphatidylcholine docosaahexaenoic acid content and risk of dementia and Alzheimer disease: the framingham heart study. Arch Neurol. 63: 1545-1550. Schrijver RD, Vermulen S, BackxR. De-schrijer. 1991 Shanta NCLN. Ram, J. O’Leary, C. L. Hicks, and E. A. Decker. 1995. Conjugated linoleic acid concentration in dairy product as affected by processing and storage. J. Food Sci ; 60:695-697 Sikoki B, Kim Y, Strauss J, Witoelar F. 2011. Well being and support for the elderly in Indonesia : a challenge to policy for elderly, international
86 conference on the population aging explosion: opportunities and challenges. Bali (ID). Skoog I, Lernfelt B, Landahl S. 1996. 15-year longitudinal study of blood pressure and dimentia. Lancet. 347: 1141-1145. Sobow T, Flirski M, Liberski PP. 2004. Amyloid-beta and tau proteins as biochemical markers of Alzheimer’s disease. Acta Neurobiol Exp. 64:53-70. Solfrizzi V, Colacicco AM, D’Introno A. Capurso C, Torres F, Rizzo C, Capurso A, Panza F. 2005. Dietary inake of unsaturated fatty acids and age-related cofnitive decline: a 8.5-year-follow-up of the Italian longitudonal study on aging. Neurobiol Aging. 27: 1694-1704 Srimiati M. 2011. Studi penambahan antioksidan pada proses pemurnian minyak hasil samping penepungan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Steinberg D. 1997. Low Density Lipoprotein Oxidation and Its Phatobiological Significance. J. Bio. Chem 272: 20965-20966 Stipanuk MH. 2000. Biochemical and physiological aspects of human nutrition. Philadelphia (USA): WB. Sauders Company, Hlm 920-936. Sudja MFA. 2009. Hubungan antara konsumsi tempe dan tahu dengan fungsi kognitif lanjut usia [disertasi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Sunil K, Dinesh K. 2009. Antioxidant dan free radical scavenging activities of edible weeds. Afjand Online 9:1-17. Sulistiyani & St Clair RW. 1991. The method of isolation of primary cell statements of LDL receptors on pigeon and chicken embrio cells. Atherosclerosis, 91: 123-135 Thomas B & Bishop J. 2007. Dietary fat and fatty acids; manual of dietetic practice. Fourth edition, Iowa: Blackwell Publising. Hlm: 163-171 Tricon S, Burdge GC, Kew S, Banerjee T, Russell JJ, Jones EL, Grimble RF, Williams CM, Yaqoob p and Calder PC, 2004. Opposing effects of cis-9, trans-11 and trans-10, cis-12 conjugated linoleic acid on blood lipids in healthy human. Am J Clin Nutr.; 80:614-620 Trautwein EA, Demonty. 2007. Phytosterols, natural compounds with established and emerging health benefits. OCL. 14: 259-266. Visentainer JV, Noffs MDA, Carvalho PO, Almeida VV, Oliveira CC, Souza NE. 2007. Lipid content and fatty acid composition of 15 marine fish species fromthe south coast of brazil. J of Am Oil Chem Society. (84):543-547. Walsh DM, Klyubin I, Fadeeva JV, Rowan MJ, Selkoe DJ. 2002. Amyloid βoligomers: their production, toxicity and therapeutic inhibition. Biochem Soc Trans. 30: 552-557. Wanasundara UN, Sahidi E. 1995. Storagest ability of microencapsulated seal blubber oil. J Food Lipid. 2: 73 – 80. Wardhani AI. 2005. Proporsi dan sebaran faktor risiko gangguan fungsi kognitif ringan pada pasien usia lanjut di departemen ilmu penyakit dalam FKUI/RS Cipto Mangunkusumo. [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Wildman REC. 2001. Handbook of Nutraceuticals and Functional Foods.WashingtonDC (US): CRC Press. William JK, Suparto. 2004. Hormon replacement therapy and cardiovascular disease: Lesson from a monkey model of postmenopausal women. ILAR 45: 139-146.
87 Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID): Kanisius. World Health Organization 2003. Diet, Nutrition and the prevention of Chronic Diseases. Report of a Joint WHO/FAO Expert Consultation, p 5 Xu S, Boylston TD, Glatz BA. 2004. Effect lipid source on probiotic bacteria and conjugated linoleic acid formation in milk model systems. JAOCS. 61: 589595. Yaffe K, Sawayage, Lieberburg I, Grady D. 1998; Estrogen therapy in postmenoupausal women. Effects on cognitive function and dementia.JAMA; 279:688-95 Yehuda S, Rabinovitz S, Carasso RL, Mostofsky DI. 2002. The role of polyunsaturated fatty acids in restoring the aging neuronal membrane. Neurobiol Aging. 23: 843-853. Zhang W, Xiao S, Samaraweera H, Lee EJ, Ahn Du. 2010. Improving functional value of meat products. J Meat Sci. 86: 15-31. Zhu X, Bonet B, Gillenwater H, Kopp RH. 1999 .Opposing effects of estrogenand Progestin on LDL Oxidation and vascular wall cytotoxicity: Implication for Atherogenesis. Society for Atherogenesis. Sociociety for experimental Biology and medicine. 99: 214-21
88
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar trigliserida darah MEP Peubah dependen : kadar trigliserida darah SK Db JK KT F Sig Perlakuan 3 963.0270182 321.0090061 0.22 0.8762 r 2 590.7623698 295.3811849 0.21 0.8190 error 6 8583.30794 1430.55132 Total 11 10137.09733 R-Square Koef. Var Akar MSE Rata-rata Trigilserida 0.153278 15.31635 37.82263 83.46354 Lampiran 2 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MIL Peubah dependen : MIL SK Db JK KT F Sig Waktu (bulan) 3 3728.91667 1242.97222 1.31 0.3546 r 2 13780.66667 6890.33333 7.27 0.0249 Error 6 5687.33333 947.88889 Total 11 23196.91667 R-Square Koef. Var Akar MSE MIL Rata-rata 0.754824 21.65205 30.78780 73.91667 Lampiran 3 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MILT Peubah dependen : MILT SK Db JK KT F Sig Waktu (bulan) 3 7254.250000 2418.083333 1.94 0.2243 r 2 4023.500000 2011.750000 1.61 0.2747 Error 6 7474.50000 1245.75000 Total 11 18752.25000 R-Square Koef. Var Akar MSE MILT Rata-rata 0.601408 20.24225 35.29518 70.25000
89 Lampiran 4 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT SK Db JK KT F Sig Waktu (bulan) 3 20187.56250 6729.18750 81.18 <.0001 r 2 231.12500 115.56250 1.39 0.3182 Error 6 497.37500 82.89583 Total 11 20916.06250 R-Square Koef. Var Akar MSE BFT Rata-rata 0.976220 10.95304 9.104715 83.12500 Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT Kelompok Duncan Rata-rata N Waktu A 152.500 3 bulan3 B 74.000 3 bulan2 C B 56.000 3 bulan0 C 50.000 3 bulan1 Lampiran 6 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar trigliserida darah untuk perlakuan MKD Peubah dependen : MKD SK Db JK KT F Sig Waktu (bulan) 3 842.000000 280.666667 1.77 0.2529 r 2 8436.166667 4218.083333 26.57 0.0010 Error 6 952.50000 158.75000 Total 11 10230.66667 R-Square Koef. Var Akar MSE MKD Rata-rata 0.906898 17.91413 12.59960 70.33333 Lampiran 7 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol total Peubah dependen : kadar kolesterol total SK JK Db KT F Sig Perlakuan 57035.18099 3 19011.72700 5.94 0.0314 r 1402.08073 2 701.04036 0.22 0.8094 error 19193.72135 6 3198.95356 Total 77630.98307 11
R-Square Koef. Var Akar MSE Kolesterol Rata-rata 56.55929 230.8229 0.752757 24.50333
90 Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar kolesterol total Kelompok Duncan Rata-rata N perlakuan A 301.21 3 P2 A 271.63 3 P1 A 230.96 3 P3 B 119.50 3 P4 B Lampiran 9 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MIL Peubah dependen : MIL SK Db JK KT F Sig 3 69536.33333 23178.77778 10.28 0.0089 Waktu (bulan) 2 5955.50000 2977.75000 1.32 0.3349 r 6 13533.16667 2255.52778 Error 11 89025.00000 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MIL Rata-rata 47.49240 261.5000 0.847985 18.16153 Lampiran 10 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MIL Kelompok Duncan Rata-rata N bulan 372.67 3 bulan3 A 260.33 3 bulan2 B 255.33 3 bulan1 B 157.67 3 bulan0 C Lampiran 11 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MILT Peubah dependen : MILT SK Db 3 Waktu (bulan) 2 r 6 Error 11 Corrected Total
JK 23853.66667 843.16667 32726.83333 57423.66667
KT 7951.22222 421.58333 5454.47222
R-Square Koef. Var Akar MSE P3 Rata-rata 73.85440 211.1667 0.430081 34.97446
F Sig 1.46 0.3171 0.08 0.9265
91 Lampiran 12 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT SK Db JK KT F Sig 3 30628.12500 15314.06250 6.91 0.0278 Waktu (bulan) 2 21539.06250 7179.68750 3.24 0.1027 r 6 13302.37500 2217.06250 Error 11 65469.56250 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE BFT Rata-rata 47.08569 246.6250 0.796816 19.09202 Lampiran 13 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan BFT Kelompok Duncan Rata-rata N bulan A 276.00 3 bulan3 A 271.00 3 bulan2 A 266.00 3 bulan1 B 173.50 3 bulan0 B Lampiran 14 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap kadar kolesterol total untuk perlakuan MKD Peubah dependen : MKD SK Db JK KT F Sig 3 914.916667 304.972222 0.91 0.4907 Waktu (bulan) 2 7543.166667 3771.583333 11.23 0.0094 r 6 2014.83333 335.80556 Error 11 10472.91667 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MKD Rata-rata 18.32500 124.4167 0.807615 14.72873 Lampiran 15 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap LDL Dependent Variable: LDL SK Db JK KT F Sig 3 43794.40921 14598.13640 6.59 0.0250 perlakuan 2 1788.79945 894.39973 0.40 0.6845 r 6 13282.36919 2213.72820 Error 11 58865.57785 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE LDL Rata-rata 47.05027 129.2156 0.774361 16.41222
92 Lampiran 16 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap LDL Kelompok Duncan Rata-rata N perlakuan 197.96 3 P2 A 151.75 3 P3 A 134.56 3 P1 A 32.59 3 P4 B Lampiran 17 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MIL Peubah dependen : MIL SK Db JK KT F Sig 3 124061.5833 41353.8611 27.86 0.0006 Waktu (bulan) 2 12860.1667 6430.0833 4.33 0.0685 r 6 8907.1667 1484.5278 Error 11 145828.9167 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE P2 Rata-rata 38.52957 148.4167 0.938920 23.96041 Lampiran 18 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MIL Kelompok Duncan Rata-rata N bulan 306.00 3 bulan3 A 164.33 3 bulan2 B 86.33 3 bulan1 C 37.00 3 bulan0 C Lampiran 19 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MILT Peubah dependen : MILT SK Db JK KT F Sig 3 32003.58333 10667.86111 1.27 0.3675 Waktu (bulan) 2 11816.16667 5908.08333 0.70 0.5328 r 6 50593.16667 8432.19444 Error 11 94412.91667 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MILT Rata-rata 91.82698 122.9167 0.464129 24.70670
93 Lampiran 20 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT SK D JK KT F Sig b 3 33738.56250 11246.18750 3.40 0.0946 Waktu (bulan) 2 7750.12500 3875.06250 1.17 0.3724 r 6 19875.37500 3312.56250 Error 61364.06250 Corrected Total 11 R-Square Koef. Var Akar MSE BFT Rata-rata 57.55487 109.6250 0.676107 22.50159 Lampiran 21 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap LDL untuk perlakuan MKD Peubah dependen : MKD SK Db JK KT F Sig 3 1862.586667 620.862222 1.56 0.2945 Waktu (bulan) 2 516.660000 258.330000 0.65 0.5562 r 6 2392.673333 398.778889 Error 4771.920000 Corrected Total 11 R-Square Koef. Var Akar MSE MKD Rata-rata 19.96945 32.20000 0.498593 22.01692 Lampiran 22 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap HDL Peubah dependen : HDL SK Db JK KT F Sig 3 4346.235352 1448.745117 2.10 0.2016 perlakuan 2 3594.598307 1797.299154 2.61 0.1533 r 6 4138.48242 689.74707 Error 11 12079.31608 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE HDL Rata-rata 26.26304 90.71354 0.657391 18.95162
94 Lampiran 23 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan MIL Peubah dependen : MIL SK Db JK KT F Sig 3 25856.25000 8618.75000 78.17 <.0001 Waktu (bulan) 2 3286.50000 1643.25000 14.90 0.0047 r 6 661.50000 110.25000 Error 11 29804.25000 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MIL Rata-rata 10.50000 104.2500 0.977805 10.07194 Lampiran 24 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan MIL Kelompok Duncan Rata-rata N bulan 171.000 3 bulan1 A 120.000 3 bulan0 B 79.000 3 bulan2 C 47.000 3 bulan3 D Lampiran 25 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan MILT Peubah dependen : MILT SK Db JK KT F Sig 3 6696.250000 2232.083333 2.26 0.1823 Waktu (bulan) 2 6456.500000 3228.250000 3.26 0.1099 r 6 5937.50000 989.58333 Error 11 19090.25000 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MILT Rata-rata 31.45764 76.25000 0.688977 21.25593 Lampiran 26 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT SK Db JK KT F Sig 3 26083.50000 8694.50000 6.24 0.0283 Waktu (bulan) 2 7080.50000 3540.25000 2.54 0.1588 r 6 8364.50000 1394.08333 Error 11 41528.50000 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE BFT Rata-rata 37.33743 120.5000 0.798584 20.98542
95 Lampiran 27 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan BFT Kelompok Duncan Rata-rata N Waktu (bulan) A 177.50 3 bulan1 A 144.00 3 bulan2 A 109.00 3 bulan0 B 51.50 3 bulan3 B Lampiran 28 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap HDL untuk perlakuan MKD Peubah dependen : MKD SK Db JK KT F Sig 3 4752.250000 1584.083333 1.93 0.2258 Waktu (bulan) 3 4752.250000 1584.083333 1.93 0.2258 bulan 6 4920.50000 820.08333 Error 11 19162.91667 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MKD Rata-rata 28.63710 92.08333 0.743228 21.09911 Lampiran 29 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio LDL/HDL Peubah dependen : rasio LDL/HDL SK Db JK KT F Sig 3 8.40324092 2.80108031 3.24 0.0102 perlakuan 2 0.57707032 0.28853516 0.33 0.7288 r 6 5.18999672 0.86499945 Error 11 14.17030796 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE LDL/HDL Rata-rata 0.930053 1.700217 0.633741 24.70205 Lampiran 30 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap rasio LDL/HDL Kelompok Duncan Rata-rata N perlakuan A 2.6356 3 P2 A 2.2359 3 P3 B A 1.4925 3 P1 B 0.4369 3 P4 B
96 Lampiran 31 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MIL Peubah dependen : MIL SK Db 3 Waktu (bulan) 2 r 6 Error 11 Corrected Total
JK 93.78830064 12.63836772 13.7989845 120.2256529
KT F 31.26276688 13.59 6.31918386 2.75 2.2998308
Sig 0.0044 0.1422
R-Square Koef. Var Akar MSE MIL Rata-rata 1.516519 2.635573 0.885224 21.54040 Lampiran 32 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MIL Kelompok Duncan Rata-rata N Waktu (bulan) 7.268 3 bulan3 A 2.417 3 bulan2 B 0.531 3 bulan1 B 0.327 3 bulan0 B
Lampiran 33 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MILT Peubah dependen : MILT SK Db JK KT F Sig 3 122.2512332 40.7504111 1.89 0.2319 Waktu (bulan) 2 123.8516366 61.9258183 2.88 0.1331 r 6 129.1818441 21.5303074 Error 11 375.2847138 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MILT Rata-rata 17.8905 4.640076 3.935921 0.655776 Lampiran 34 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan BFT Peubah dependen : BFT SK Db JK KT F Sig 3 25.71396052 8.57132017 3.60 0.0450 Waktu (bulan) 2 2.05733197 1.02866598 0.43 0.6677 r 6 14.27207284 2.37867881 Error 11 42.04336533 Corrected Total
R-Square Koef. Var Akar MSE P1 Rata-rata 10.3356 1.542297 1.492513 0.660539
97 Lampiran 35 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan BFT Kelompok Duncan Rata-rata N Waktu (bulan) A 4.000 3 bulan3 A 1.006 3 bulan2 B 0.524 3 bulan0 B 0.440 3 bulan1 B
Lampiran 36 Hasil sidik ragam pengaruh waktu terhadap rasio LDL/HDL untuk perlakuan MKD Peubah dependen : MKD SK Db JK KT F Sig 3 0.68395674 0.22798558 2.33 0.1741 Waktu (bulan) 2 0.30057026 0.15028513 1.53 0.2895 r 6 0.58749258 0.09791543 Error 11 1.57201957 Corrected Total R-Square Koef. Var Akar MSE MKD Rata-rata 0.312914 0.436861 0.626282 21.62796
98
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora pada tanggal 11 Mei l958 sebagai anak ke delapan dari 12 bersaudara dari pasangan Bapak H.M. Soebakri (Alm) dan Ibu Hj. Sadi’ah Sri Sumarmi. Penulis menikah pada tahun 1984 dengan Bakri Bustami dan dikaruniai dua anak yang bernama Ika Maulidhika dan Nindia Nahardita. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Kayen, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri I Pati, dan pendidikan menengah atas di SMA negeri Pati. Pendidikan Sarjana Muda Gizi ditempuh di Akademi Gizi Depkes Jakarta dan lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1980 penulis bekerja di Akademi Gizi Depkes Jakarta sampai saat ini. Pada tahun 1983 penulis mengikuti pendidikan Diploma Gizi di SEAMEO-TROPMED Universitas Indonesia. Pada tahun l986-l988, penulis menyelesaikan pendidikan Strata I di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pada tahun l992 mengikuti short-course nutrition and dietetics di Lambton College Sarnia, Kanada. Selanjutnya pada tahun l995-l997, penulis melanjutkan pendidikan Strata II Nutrition and Dietetics di University of Wollongong, Australia. Setelah itu tahun 1999 s/d sekarang penulis membantu Universitas Esa Unggul Jakarta sebagai pengajar tidak tetap. Pada tahun 2002 penulis mengikuti short course Food and Nutrition Planning and Management at University of the Philippines Los Banos. Pada tahun 2009, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke program Doktor pada Program Studi Gizi Manusia, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mendapat beasiswa dari DIPA Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi pengurus DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia dan pengurus DPP AsDi. Selain itu, pada tahun 2012 penulis mendapat kesempatan mengikuti program “Sandwich” di University of Adelide Australia selama 2 bulan dari Kemendiknas. Penulis menyajikan karya ilmiah yang berjudul “Potensi ikan lele sebagai sumber CLA” pada Seminar Gizi Nasional 2012 di Balai Kartini dan “Effect of fermentation by L. Plantarum on Physico-chemical characteristics and fatty acid composition of catfish oil” pada The third International Symposium on Probiotics and prebiotics MicrobiomeGutbrain Axis health and Desease, Mechanis, Function, and Regulation, Jakarta, 30 October 1, 2013. Selain itu, ada 3 artikel yaitu 1 buah artikel artikel yang berjudul “Kandungan Asam lemak dan Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Ikan lele dan Minyak Ikan Lele Terfermentasi akan diterbitkan di Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan periode Desember 2013; 36 (2), satu artikel yang berjudul “Fermented catfish oil on cognitive function” diterbitkan di Pakistan Journal of Nutrition 12 (9) : 827-832, 2013 dan satu artikel yang berjudul “Effect of Catfish Oil Intervension on Lipid Profile and Lipid Peroxidation in Female Aged Cynomolgous Monkey (Macaca fascicularis) akan diterbitkan di Malaysian Journal of Health Science.