i
PENGARUH PEMBERIAN BISKUIT LELE (Clarias gariepinus) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526 TERHADAP PROFIL LIPID DAN BERAT BADAN WANITA LANSIA
HARDYANTI PRATIWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015
Hardyanti Pratiwi NRP I151130131
iv
RINGKASAN HARDYANTI PRATIWI. Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia. Dibimbing oleh CLARA M KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, dan INGRID S SURONO. Persentase populasi lanjut usia semakin meningkat di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk lansia berdampak pada munculnya masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah kesehatan pada lansia adalah penyakit jantung koroner yang ditandai dengan kadar profil lipid yang tidak normal seperti kolesterol dalam darah. Masalah gizi lainnya yang kerap terjadi pada lansia adalah perubahan berat badan. Oleh karena itu, lansia membutuhkan asupan zat gizi yang cukup, tidak hanya dari makanan utama tetapi juga dari makanan selingan untuk mencegah terjadinya permasalahan gizi tersebut. Salah satu makanan selingan yang telah disesuaikan dengan kecukupan gizi lansia dan telah teruji manfaatnya adalah biskuit dari tepung ikan lele dengan krim mengandung probiotik. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) dan berat badan wanita lansia. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hibah Kompetensi IPBDIKTI 2012-2014 berjudul "Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By-Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia". Penelitian ini mendapatkan bantuan dana dari PT Kreasi Inovasi Prosana. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Januari 2015 di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dan Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan krim probiotik dan persiapan biskuit intervensi. Intervensi dilakukan di Pos Lansia Dahlia Senja Kelurahan Limo Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial (RCT) single blind study dan mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subjek penelitian ini adalah 34 wanita berusia 45-75 tahun dengan hasil tahapan skrining awal, salah satu kadar profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL atau trigliserida) yang cenderung tidak normal. Subjek dialokasikan menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (P00) diberikan biskuit tanpa tepung lele dengan krim tanpa probiotik, (P10) biskuit lele dengan krim tanpa probiotik, (P01) biskuit tanpa tepung lele dengan krim probiotik, dan (P11) biskut lele dengan krim probiotik. Intervensi dilakukan selama 60 hari. Bahan utama yang diberikan ke subjek adalah 50 g biskuit yang terbuat dari subtitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ikan lele, dan krim yang mengandung probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dengan dosis 108 cfu/hari. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik subjek sebelum penelitian, data antropometri, konsumsi pangan, kepatuhan konsumsi biskuit, dan profil lipid sebelum dan setelah intervensi. Analisis data menggunakan Microsoft Excel dan program IBM SPSS Statistic versi 22. Sebelum analisis, dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk. Uji homogenitas karaktersitik menggunakan sidik ragam untuk data parametrik dan uji Kruskal Wallis untuk data non parametrik.
v
Untuk menganalisis pengaruh perlakuan terhadap berat badan dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) antar kelompok perlakuan menggunakan sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Untuk melihat perbedaan parameter dalam kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi dianalisis dengan uji-t berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi perubahan kadar kolesterol yang signifikan pada kelompok P00 dan P10 (p<0.05), namun tidak terjadi perubahan yang signifikan (p>0.05) pada kelompok P01 dan P11. Dengan selisih kadar kolesterol cenderung lebih rendah pada kelompok P11 (biskuit lele+krim probiotik) dibanding kelompok lain. Tidak ada pengaruh dari perlakuan yang signifikan terhadap kadar LDL dan HDL (p>0.05). Terjadi penurunan kadar TG pada kelompok (P11) dan peningkatan pada kelompok lainnya, namun tidak signifikan (p>0.05). Rata-rata selisih berat badan sebelum dan selama intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Kata kunci: berat badan, biskuit lele, probiotic E. faecium IS-27526, profil lipid, wanita lansia.
vi
SUMMARY HARDYANTI PRATIWI. Effect of Catfish Biscuit (Clarias gariepinus) with Probiotic Enterococcus faecium IS-27526 Cream on Lipid Profile and Body Weight of Elderly Women. Guided by CLARA M KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, and INGRID S SURONO. Indonesia has experienced an increase in the number of elderly. A Higher population of elderly will be resulted in nutrition and health problems. One of the problems is coronary heart disease which is characterized by abnormal cholesterol levels in the blood. Other nutritional problems in the elderly are weight loss and weight gain. Therefore, the elderly require sufficient nutritional intake not only from the main meal but also from the snack to prevent this problem. One of snacks has been adapted to the nutritional adequacy of elderly was biscuits from catfish flour with cream containing probiotics. The purposes of this study was to assess the effect of catfish biscuit with probiotic E. faecium IS-27526 cream on the lipid profile and body weight of elderly women. The study was part of the Competitive Research Grant of IPB-DIKTI, 2012-2014 entitled “Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak ByProduct Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia”, and funded by PT Kreasi Inovasi Prosana. This study was conducted from November 2014 until January 2015. Biscuit and cream preparation was made in Food Processing and Experiment Laboratory, Department of Community Nutrition, Faculty of Human Ecology, and Laboratory of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University. Intervention was conducted in Service Post of Elderly (Pos lansia) Dahlia Senja, Depok City. The study design was randomized, single-blind, controlled trial and was approved by the Health Research Ethics Committee Faculty of Medicine University of Indonesia. The subjects were 34 women aged 45-75 years with inclusion criteria having abnormality in either one of lipid profile levels (total cholesterol, LDL, HDL, or triglyceride). Subjects were divided into one control group (P00) and three intervention groups, namely: catfish biscuit plus cream without probiotic (P10), biscuit without catfish flour plus probiotic cream (P01), and catfish biscuit plus probiotic cream (P11). The intervention lasted for sixty days. Subjects were supplemented 50 g biscuit made from partial substitution of flour with catfish flour, and a cream containing probiotic Enterococcus faecium IS-27526 at a dose of 108 cfu/day. The data collected include characteristics of subject that colected before the study. Data of anthropometric, dietary intake, biscuit intake, lipid profile were collected pre and post the study. Analysis of data used statistical software Microsoft Excel and IMB SPSS Statistic version 22. Before analysis, the normality test beforehand on all variables used Shapiro Wilk test. The homogeneity test of characteristic used Analysis of Variance (ANOVA) for the parametric data and Kruskal Wallis test for non-parametric data. To analyze the effect of treatment on lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL, and triglyceride) and body weight between groups used ANOVA and Duncan multiple range tests. Whereas, to determine differences in variables within the group before and after the study were analyzed by paired sample t-test.
vii
The results showed that total cholesterol levels significantly increased in control (P00) and catfish biscuit plus cream without probiotic group (P10) (p<0.05), and no significant changes were observed in others intervention group (p>0.05). The difference in cholesterol level before and after study tend to be lower in the group of catfish biscuits plus probiotics cream (P11) than other groups. There was no significant change of treatment on LDL and HDL levels (p>0.05). Triglyceride levels tend to decrease in the group (P11) and an increase in other groups, but not significant (p>0.05). There was no significant change on difference of body weight before and after intervention (p>0.05). Keywords: body weight, catfish biscuit, elderly women, lipid profiles, probiotic E. faecium IS-27526
viii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
PENGARUH PEMBERIAN BISKUIT LELE (Clarias gariepinus) DENGAN KRIM PROBIOTIK Enterococcus faecium IS-27526 TERHADAP PROFIL LIPID DAN BERAT BADAN WANITA LANSIA
HARDYANTI PRATIWI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
x
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS
xi
xii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias gariepinus) dengan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap Profil Lipid dan Berat Badan Wanita Lansia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof Dr Clara M Kusharto, MSc; Bapak Dr Ir Budi Setiawan, MS; dan Ibu Dr Ir Ingrid S Surono, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan serta saran yang sangat membangun kepada penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan berbagai saran dalam penyempurnaan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri selama penulis menjalankan studi dan kepada Ketua Program Studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen, dan seluruh staf yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh studi sehingga semua dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Tim Peneliti Hibah Kompetensi IPB- DIKTI 2012-2014 berjudul "Makanan Fungsional Kaya Protein, Mineral dan Minyak By-Product Tepung Ikan Lele sebagai Nutritious and Emergency Food untuk Lansia" yang telah mengizinkan penulis dalam menggunakan sebagian data penelitian tersebut. Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur PT Kreasi Inovasi Prosana beserta staf yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis untuk penelitian ini. Terima kasih kepada PT Carmelitha Lestari Bogor, Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, dan Sefast Center IPB atas bantuan dalam sarana dan prasana penelitian, serta kepada Ibu Hj Ratna selaku ketua Pos Lansia Dahlia Senja Limo Kota Depok, kader, dan anggota pos lansia yang telah bersedia berpartisipasi aktif dan bekerjasama dengan baik dalam penelitian. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada kedua orang tua, Bapak Drs Bandi (alm) dan Ibu Arwiah, SPd, kedua adik (Muhammad Arfan, SPd dan Muhammad Dirga Luthfi), dan Firmansyah Ibrahim, MKom beserta keluarga yang selalu mendoakan dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan Pascasarjana Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat 2013, teman-teman Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Selatan (Ika Wirya Wirawanti, SGz; Astri Ayunovaria, SGz, dan Alfia Ansarullah, SGz), teman-teman asisten praktikum PSG tahun 2014/2015, dan tim penelitian (Nunung Cipta Dainy, SP Msi; Mia Srimiati, SGz, Rahmadini Emil, dan Kiranannisa) atas semangat kebersamaan, persahabatan, dan dukungannya selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga tesis ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan bermanfaat. Bogor, September 2015 Hardyanti Pratiwi
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Hipotesis Manfaat 2 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Lansia Biskuit sebagai Pangan Fungsional Manfaat Probiotik bagi Kesehatan 3 KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODOLOGI Desain Penelitian Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Subjek Penelitian Tahapan Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Kepatuhan Konsumsi Biskuit Konsumsi Pangan Profil Lipid Berat Badan 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiv xv xv 1 1 3 3 3 3 4 4 5 6 10 12 12 12 12 13 14 17 18 19 20 20 23 26 40 46 49 49 49 50 55 64
xiv
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Angka kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat untuk wanita usia 45-80 tahun Beberapa hasil penelitian terkait pengembangan biskuit Clarias dan krim probiotik E. faecium IS-27526 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek Kandungan zat gizi dan energi per 50 g biskuit intervensi Komposisi dasar krim per 100 g Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data Jenis dan kategori variabel pengolahan data Definisi operasional Karakteristik subjek berdasarkan usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan suku Karakteristik subjek berdasarkan IMT dan riwayat penyakit jantung dan stroke keluarga Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi Rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian selama intervensi Rata-rata kontribusi energi dan protein harian biskuit intervensi terhadap kecukupan gizi Rata-rata asupan zat gizi sebelum dan selama intervensi Frekuensi konsumsi pangan sumber energi tertinggi satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pembangun satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) Frekuensi konsumsi minyak goreng satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali / bulan) Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pengatur satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) Kadar kolesterol total (mg/dl) sebelum dan setelah intervensi Kadar LDL sebelum dan setelah intervensi Kadar HDL sebelum dan setelah intervensi Kadar trigliserida sebelum dan setelah intervensi Berat badan (kg) sebelum dan setelah intervensi Sebaran subjek berdasarkan status gizi sebelum dan setelah intervensi
5 9 13 14 15 17 18 19 20 22 23 24 25 27 33 35 37 38 41 43 44 45 47 48
xv
DAFTAR GAMBAR 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Mekanisme perananan probiotik dalam penurunan kadar kolesterol (Surono 2004) 7 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan subjek 11 Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian 16 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional per dua minggu selama intervensi 23 Tingkat kecukupan energi (TKE) sebelum dan selama intervensi 28 Tingkat kecukupan protein (TKP) sebelum dan selama intervensi 29 Tingkat kecukupan lemak (TKL) sebelum dan selama intervensi 30 Tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) sebelum dan selama intervensi 31 Tingkat kecukupan serat (TKS) sebelum dan selama intervensi 32 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber energi sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) 34 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pembangun sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) 36 Total frekuensi konsumsi minyak goreng dan gorengan sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) 37 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pengatur sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) 39 Total frekuensi konsumsi teh tawar dan biskuit lainnya sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) 39
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Persetujuan Etik Prosedur persiapan penelitian Prosedur penelitian Hasil Analisis Stastistik Dokumentasi Kegiatan
55 56 58 59 62
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut usia merupakan fase akhir dalam daur kehidupan manusia, disertai adanya proses penuaan. Proses tersebut terjadi secara alamiah dan berkesinambungan meliputi perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2010). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996). Berdasarkan data Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) persentase penduduk Indonesia berusia diatas 60 tahun pada tahun 2000 sebanyak 14.4 juta orang (7.18%). Pada tahun 2012 jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan menjadi 7.56%, berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan (8.2%) dibandingkan dengan laki-laki (6.9%) (Kemenkes RI 2013; WHO 2014). Menurut WHO (2014), persentase populasi lansia di Indonesia semakin meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 8.1% dari total penduduk di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka meningkat pula tantangan dalam pembangunan yang selanjutnya meningkatkan kebutuhan kesehatan agar dapat tetap sehat pada proses penuaan. Menurut Fatmah (2010) menua sehat dapat dicapai melalui usaha-usaha preventif terhadap faktor risiko sejak dini seperti pemeriksaan laboratorium secara lengkap, mempertahankan berat badan normal, memperhatikan konsumsi pangan, mengonsumsi suplemen, dan berolahraga ringan. Mengonsumsi suplemen penting untuk memperbaiki atau mempertahankan metabolisme dan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Salah satu bentuk suplemen pangan yang dapat ditemukan adalah zat prebiotik serta probiotik, karena sudah banyak dikembangkan dan diproduksi seiring dengan pengetahuan dalam bidang gizi (Hartono 2006). Probiotik merupakan salah satu golongan dari komponen pangan fungsional, yaitu mikroorganisme hidup yang saat dikonsumsi dengan jumlah yang memadai, tetap hidup sampai mencapai saluran gastrointenstinal serta memberikan manfaat kesehatan (FAO 2001). Manfaat probiotik untuk kesehatan adalah sebagai anti hipertensi, meningkatkan ketersediaan biologis mineral, meningkatkan kandungan vitamin B, penurunan serum kolesterol (Surono 2004), anti kanker, mengobati intoleransi laktosa, berperan dalam reaksi alergi, mengurangi konstipasi, masalah jantung seperti aterosklerosis dan arteriosklerosis (Suvarna dan Boby 2005). Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit degeneratif pada lansia yang menyangkut gangguan dari pembuluh darah koroner. Rata-rata kadar kolesterol total pada penduduk lanjut usia di wilayah Jakarta adalah 212±44.8 mg/dl, termasuk dalam kategori ambang batas tinggi (Khairani dan Sumiera 2005). Berkaitan dengan permasalahan pada lansia tersebut, beberapa strain probiotik berperan dalam menurunkan kolesterol melalui mekanisme pengikatan kolesterol untuk metabolismenya dan dekonjugasi garam empedu (Surono 2004, Suvarna dan Boby 2005). Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai
2
efektivitas probiotik terhadap metabolisme lipid. Penelitian oleh Rifqi (2014) yaitu pemberian pakan formulasi biskuit lele dengan probiotik E. faecium IS27526 pada hewan coba monyet ekor panjang betina usia tua mampu menekan peningkatan kolesterol total dan LDL kolesterol. Penelitian Rajkumar et al. (2014) menyebutkan bahwa suplementasi dengan probiotik pada orang dewasa secara signifikan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida, LDL, dan very low-density lipoprotein (VLDL) serta meningkatkan high-density lipoprotein (HDL). Masalah gizi lainnya pada lansia adalah berat badan. Berdasarkan pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI (2013), prevalensi obesitas sentral kelompok usia 55 sampai 64 tahun adalah 23.1% lebih tinggi dari prevalensi tingkat nasional (18.8%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada wanita lansia (83.7%) dibandingkan dengan laki-laki lansia (38.5%) (Patriasih et al. 2013). Masalah gizi kurang, juga kerap terjadi pada lansia dan jauh lebih serius daripada kelebihan berat badan. Status gizi kurang telah berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit, meskipun menurut Brown (2011) kejadian gizi kurang tidak diketahui pasti apakah gizi kurang mendahului atau mengikuti kejadian penyakit. Secara keseluruhan, efek dari gizi kurang berdampak negatif pada respon imun, fungsi otot dan pernapasan, dan penyembuhan luka pada lansia yang bukan disebabkan oleh proses penuaan. Oleh karena itu, kelompok lansia membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mencegah terjadinya permasalahan gizi tidak hanya dari makanan utama tetapi juga dari makanan selingan. Salah satu bentuk pemberian makanan selingan yang baik adalah produk pangan fungsional. Pangan fungsional dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur (kecuali bayi) dari balita sampai lanjut usia. Salah satu pangan fungsional yang telah dikembangkan adalah biskuit dari tepung ikan lele dengan penambahan krim probiotik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, biskuit lele mempunyai kandungan zat gizi cukup tinggi dibandingkan dengan syarat SNI yaitu karbohidrat 55.94%, protein 19.55% dan lemak 21.99%, dan merupakan bahan pangan berprotein tinggi karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) balita (Mervina et al. 2012). Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai dampak pemberian biskuit konsentrat protein ikan plus probiotik, diantaranya oleh Kusharto et al. (2005) menunjukkan adanya peningkatan status gizi berdasarkan berat badan terhadap umur pada balita. Didukung penelitian Adi (2010) yaitu biskuit lele mampu meningkatkan status gizi, menanggulangi wasting, dan aman untuk balita sehingga memungkinkan untuk dapat dikonsumsi oleh kelompok usia lain seperti orang lanjut usia. Berdasarkan hasil uji organoleptik, formulasi biskuit tepung ikan lele dapat diterima oleh panelis lansia (Lestari 2013). Pada hewan coba monyet ekor panjang betina usia tua, formula biskuit lele dengan probiotik E. faecium IS-27526 terbukti menstabilkan lipatan kulit perut dan berat badan (Jayanti 2014). Susu suplementasi probiotik E. faecium IS-27526 telah diteliti mampu meningkatkan respon humoral dan berat badan anak usia pra sekolah (Surono et al. 2011) dan meningkatkan respon imun IgA pada lansia (Rusilanti 2006). Oleh karena itu, dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan wanita lansia.
3
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan wanita lansia.
Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 27526 108 cfu/hari terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida), dan berat badan wanita lansia. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi kontribusi biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probitoik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap asupan wanita lansia. 2. Menganalisis tingkat kecukupan konsumsi pangan wanita lansia. 3. Menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) wanita lansia. 4. Menganalisis pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari terhadap berat badan wanita lansia.
Hipotesis 1. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari dan biskuit kontrol terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) wanita lansia. 2. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari dan biskuit kontrol terhadap berat badan wanita lansia.
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 terhadap berat badan dan profil lipid sehingga dapat dijadikan sebagai pangan fungsional alternatif untuk mengendalikan profil lipid dan berat badan lansia.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Lansia Pengertian lansia, dikategorikan menjadi dua yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis berdasarkan tanggal kelahiran sehingga mudah diketahui, sedangkan lansia biologis berdasarkan pada keadaaan jaringan tubuh. Terdapat tiga dasar yang fundamental yang digunakan dalam menyusun teori penuaan, yaitu: (1) pola penuaan hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama; (2) laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies; (3) laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau dicegah. Departemen Kesehatan RI memberikan batasan lansia sebagai berikut: (1) virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun); (2) usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60 – 64 tahun); dan (3) lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, usia di atas 65 tahun (Fatmah 2010), sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996). Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usianya. Sejumlah sistem tubuh lansia mengalami penurunan, salah satunya adalah sistem kardiovaskular. Seiring pertambahan usia akan terjadi penurunan elastisitas dinding aorta. Organ jantung pada lansia tidak mengalami penurunan ukuran, namun perubahan secara fisiologis dapat terjadi pada katupkatup jantung dimana inti sel pada sel-sel katup jantung ini terjadi penurunan jaringan fibrosa stroma jantung dan penumpukan lipid (Fatmah 2010). Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler adalah hipertensi, jantung pulmonik, dan penyakit jantung koroner. Permasalah lainnya yang kerap terjadi pada lansia adalah pertambahan berat badan atau peningkatan status gizi. Studi cross-sectional menunjukkan bahwa terjadi kenaikan berat badan secara bertahap selama masa dewasa. Gizi lebih (overweight) banyak terjadi daripada gizi kurang (deficient) pada lansia, dan prevalensi obesitas sentral lebih tinggi daripada indeks massa tubuh (IMT) yang normal (Patriasih et al. 2013). Penuaan juga dikaitkan dengan peningkatan berat badan. Menurut Bales et al (2015), setelah usia 30 tahun, massa bebas lemak yang sebagain besar adalah otot secara bertahap menurun, sedangkan massa lemak meningkat. Massa bebas lemak mencapai puncaknya pada dekade ketiga kehidupan, sedangkan massa lemak pada dekade ketujuh. Selanjutnya, setelah usia 70 tahun massa bebas lemak dan massa lemak menurun. Selain perubahan jumlah massa bebas lemak dan massa lemak, penuan juga terkait dengan pendistribusian lemak tubuh dan massa bebas lemak. Lemak intra-abdominal meningkat sedangkan lemak subkutan dan total lemak dalam tubuh menurun. Lemak dalam tubuh terakumulasi ketika asupan energi melebihi energi yang dikeluarkan. Asupan energi tidak berubah atau bahkan menurun dengan bertambahnya usia. Keluaran energi terdiri dari laju metabolisme saat istirahat
5
(sekitat 70%), efek termal makanan (sekitar 10%), dan aktivitas fisik (20%). Proses penuaan dikaitkan dengan ketiga komponen tersebut. Aktivitas fisik menurun dengan bertambahnya usia dan menyumbang sekitar satu setengah penurunan energi keluaran yang terjadi karena penuaan. Proses tersebut di atas merupakan patogenesis terjadinya obesitas seiring dengan bertambahnya usia (Bales et al. 2015). Perubahan berat badan pada lansia juga terkait dengan asupan pangan. Saat ini telah ditetapkan angka kecukupan gizi untuk membantu dalam perencanaan penyusunan menu dan mengevaluasi tingkat kecukupan asupan pangan lansia. Angka kecukupan energi dan gizi lainnya untuk wanita lansia disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Angka kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat untuk wanita usia 45-80 tahun BB TB Energi Protein Lemak KH Serat Umur (kg) (cm) (kkal) (gr) (gr) (gr) (gr) 30-49 tahun 55 159 2150 57 60 323 30 50-64 tahun 55 159 1900 57 53 285 27 65-80 tahun 54 159 1550 56 43 252 22 Sumber: Hardinsyah et al. (2012)
Biskuit sebagai Pangan Fungsional Definisi pangan fungsional menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen pangan fungsional dikelompokkan dalam golongan vitamin, mineral, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, peptida dan protein tertentu, asam amino, serat pangan, prebiotik, probiotik, kolin, lesitin dan inositol, karnitin dan skualen. Komponen dalam pangan fungsional saat ini banyak diklaim memiliki manfaat bagi kesehatan, dikutip dari Hasler (2002), dibawah NLEA (Nutrition Labeling and Education Act), FDA (Food and Drug Administration) telah diberi mandat untuk meninjau hubungan diet pada pangan fungsional dengan penyakit dan disetujui sebagai klaim kesehatan yaitu: (1) Olahraga teratur dan diet yang sehat dengan cukup kalsium membantu wanita remaja dan dewasa muda kulit putih dan Asia dalam menjaga kesehatan tulang dan dapat mengurangi risiko osteoporosis; (2) Diet rendah natrium dapat mengurangi resiko tekanan darah tinggi serta penyakit yang berhubungan dengan berbagai faktor; (3) Diet rendah lemak total dapat mengurangi risiko beberapa jenis kanker; (4) Diet rendah lemak jenuh dan kolesterol dapat mengurangi risiko penyakit ini; (5) Diet rendah lemak dan kaya serat dari produk biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran dapat mengurangi risiko beberapa jenis kanker, penyakit terkait dengan banyak faktor; (6) Diet rendah lemak jenuh dan kolesterol serta kaya buah-buahan, sayuran dan produk biji-bijian yang mengandung beberapa jenis serat makanan, khususnya serat larut, dapat mengurangi risiko penyakit jantung, penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor; (7) Diet rendah lemak yang kaya akan buah-buahan dan
6
sayuran dapat mengurangi risiko beberapa jenis kanker, penyakit terkait dengan banyak faktor; (8) Diet sehat dengan folat harian yang memadai dapat mengurangi risiko seorang wanita memiliki anak dengan otak atau sumsum tulang belakang yang cacat saat lahir. Salah satu pangan fungsional yang popular dikonsumsi adalah biskuit dengan berbagai variasi rasa, daya simpan yang tahan lama, dan harga yang relatif murah. Akibat tingginya persaingan di pasaran dan meningkatnya permintaan untuk kesehatan, saat ini telah banyak dikembangkan biskuit yang bergizi dan fungsional dengan memodifikasi komposisi zat gizinya dan mensubstitusi tepung terigu sebagai resep dasar dengan tepung lainnya. Salah satu biskuit fungsional yang dikembangkan oleh Hassan et al. (2012) yang mensubstitusi tepung terigu dengan gandum, mustard, defatted mustard, makanan biji rami dan minyak biji rami telah dievaluasi dapat mengurangi serum kolesterol total, trigliserida, LDL, VLDL dan rasio total kolesterol/ kolesterol-HDL, kolesterol LDL/HDL, indeks aterogenik dan peningkatan LDL. Biskuit fungsional lainnya adalah biskuit lele (Clarias gariepinus) yang merupakan formulasi dari tepung badan ikan lele, tepung kepala ikan lele dan isolat protein kedelai. Menurut Mervina et al. (2012), biskuit Clarias mengandung tinggi protein dan dapat memenuhi 20% AKG balita sesuai syarat yang dikeluarkan BPOM (2005) serta nilai energinya 480 kkal per 100 gram dimana menurut SNI, syarat kandungan energi pada biskuit terigu minimal 400 kkal per 100 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengonsumsi biskuit Clarias dapat meningkatkan status gizi dan menurunkan angka morbiditas pada balita status gizi kurang dan gizi buruk (Nugraha 2012).
Manfaat Probiotik bagi Kesehatan Menurut BPOM Indonesia (2005) probiotik merupakan salah satu golongan dari komponen pangan fungsional, yaitu berupa bakteri yang baik atau ramah yang dijumpai dalam suplemen pangan yang memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan sistem pencernaan khususnya usus halus dan mencegah gangguan khusus gastrointestinal. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) (2001) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan jika dalam jumlah yang cukup. Probiotik dikatakan baik jika bersifat non-patogenik, tidak beracun, tahan terhadap asam lambung, melekat pada jaringan epitel usus halus dan memproduksi zat antibakteri serta dapat bertahan dalam saluran gastrointestinal meskipun dalam jangka pendek yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti asimilasi kolesterol, aktivitas laktosa, dan produksi vitamin (Suvarna dan Boby 2005). Probiotik memiliki banyak manfaat positif bagi kesehatan manusia diantaranya berperan dalam aktivitas antibakteri, metabolisme laktosa, penurunan serum kolesterol, aktivitas antikarsinogenik, anti hipertensi, meningkatkan ketersediaan mineral, meningkatkan kandungan vitamin B, dan menstimulir sistem kekebalan tubuh (Surono 2004). Kaitannya dengan salah satu peranan probiotik yaitu dalam penurunan kadar kolesterol total, beberapa strain probiotik tertentu menunjukkan efek penerunan kolesterol. Seperti yang dikutip dari Yani (2012) beberapa mekanisme penurunan kolestertol oleh probiotik yang telah memiliki bukti eksperimental yaitu adanya dekonjugasi garam empede oleh enzim
7
BSH (Bile Salt Hydrolase) dari probiotik, asimilasi kolesterol dengan probiotik, dan konversi kolesterol menjadi koprostanol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh probiotik (Gambar 2) yang diadaptasi dari Surono (2004), menunjukkan bahwa: (a) beberapa jenis bakteri probiotik bahkan dinding selnya mampu mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh. Selain itu, (b) adanya dekonjugasi garam empedu yaitu kadar kolesterol dapat berkurang secara tidak langsung melalui mekanisme enzimatik oleh enzim BSH. Garam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol. Garam empedu terkonjugasi seperti asam taurokolat dapat ditransfomasi oleh aktivitas enzimatik beberapa bakteri usus selama sirkulasi enterohepatik. Bile Salt Hydrolase dimiliki oleh beberapa strain probiotik seperti Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptosterptococcus, dan Bacteroides. Enzim BSH memisahkan glisin ataun taurin (pembentuk asam taurokolat) dari steroid, dan menghasilkan asam empedu terdekonjugasi dalam bentuk asam kholat bebas yang sifatntya kurang diserap oleh usus halus dibanding asam empedu terkonjugasi. Selanjutnya, asam empedu terbuang melalui feses dan mengakibatkan semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensitesis garam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol di dalam darah (Surono 2004).
(a)
Pengikatan kolesterol oleh dinding sel bakteri
(b)
Dekonjugasi garam empedu
Oligosakarida Glikolipid
Asam taurokholat
Fosfolipid
Membran selular
Enzim BSH Kolesterol Asam kholat
Penurunan kolesterol pada serum darah manusia
Gambar 1 Mekanisme perananan probiotik dalam penurunan kadar kolesterol (Surono 2004)
8
Secara umum, probiotik yang banyak digunakan dan yang diterima penggunaannya dalam bahan pangan adalah bakteri, khususnya dari famili Lactobacilliceae seperti Enterococcus, Bifidobacterium, dan Lactobacillus. Salah satu galur bakteri probiotik lokal Indonesia adalah Enterococcus faecium IS27526 terdapat pada dadih susu kerbau fermentasi yang merupakan makanan tradisional masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat). Susu kerbau segar dan mentah ini difermentasi secara spontan, masyarakat Minangkabau memproses susu yang baru diperah tanpa dimasak dengan cara memasukkannya ke dalam potongan bambu, kira-kira sebanyak 150 ml, yang ditutup dengan daun pisang atau plastik dan didiamkan satu malam penuh pada suhu ruang hingga produk akhirnya menjadi kental menyerupai yoghurt dan yang mendominasi adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat indigenus dalam susu kerbau berperan dalam proses fermentasi dadih dan mengalahkan bakteri kontaminan. Jumlah bakteri asam laktat yang hidup diakhir fermentasi mencapai 108 koloni/gram (Surono 2004). Enterococcus faecium IS-27526 pada dadih mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menghambat pelekatan mikroorganisme patogen (Collado et al. 2007) dan secara signifikan menurunkan mutagenisitas kotoran pada hewan coba tikus (Surono et al. 2009). Serta telah banyak teruji manfaatnya, terbukti meningkatan respon imun, status gizi, bakteri asam laktat feses, serta memperbaiki kadar profil lipid baik pada hewan coba maupun pada manusia, seperti yang telah disajikan pada Tabel 2 berikut.
9
Tabel 2 Beberapa hasil penelitian terkait pengembangan biscuit lele (Clarias gariepinus) dan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 No 1
Nama
Produk
3
Koestomo (2004), publikasi Surono et al. (2011) Rieuwpassa , Publikasi Kusharto et al. (2005) Rusilanti (2006)
4
Harianti (2009)
5
6
Mervina (2009), Publikasi Mervina et al. (2012) Adi (2010)
Formulasi biskuit substitusi tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai Biskuit Clarias dan krim probiotik E. faecium IS27526.
7
Savitri (2012)
Biskuit Clarias dan krim probiotik E. faecium IS27526
4 bulan
8
Lestari (2013)
Biskuit fungsional diperkaya tepung ikan lele dan tepung ubi jalar dengan krim probiotik E. faecium IS-27526
9
Nugraha (2013)
Formula biskuit lele dengan probiotik E. faecium IS-27526
Hewan coba tikus Sprague Dawley usia 5 bulan, 4 minggu Hewan coba MEP usia tua, 3 bulan
2
10 Rifqi (2014)
11 Jayanti (2014)
Susu suplementasi probiotik E. faecium IS27526
Sasaran & Lama Perlakuan Balita, 3 bulan
Biskuit konsentrat protein ikan teri dan probiotik E. faecium IS27526. Susu plus probiotik E. faecium IS-27526 Biskuit lele dengan pasta probiotik E. faecium IS27526
Formula biskuit lele, minyak ikan lele dan probiotik E. faecium IS27526 Formula biskuit lele, minyak ikan lele dan probiotik E. faecium IS27526
Sumber: Rifqi (2014), modifikasi
Hasil Meningkatkan respon humoral dan berat badan balita
Balita, 3 bulan
Pertambahan berat badan, tinggi badan
Lansia, 6 minggu Hewan coba tikus Sprague dawley, 21 hari Balita
Meningkatkan respon imun IgA Peningkatan BAL feses dan penurunan jumlah bakteri koliform feses Biskuit memenuhi target 20% protein AKG balita
Balita 2-5 tahun, 90 hari
Peningkatan status gizi dan IgA saliva, dan penurunan diare Penyimpanan terbaik: kemasan metalized, dan pada suhu dingin 4-60C Peningkatan berat badan, BAL feses
Hewan coba MEP usia tua, 3 bulan Hewan coba MEP usia tua, 3 bulan
Peningkatan jumlah bakteri asam laktat dan penurunan bakteri koliform fekal Memperlambat peningkatan BB serta kolesterol dan trigliserida Menstabilkan lipatan kulit perut
10
3 KERANGKA PEMIKIRAN Lanjut usia merupakan suatu fase yang tidak dapat dihindari. Pada fase ini telah terjadi perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Di Indonesia jumlah penduduk lansia semakin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada timbulnya masalah gizi dan kesehatan seperti status gizi lebih atau bahkan status gizi kurang dan beberapa penyakit lainnya seperti anemia, osteoporosis, dan penyakit jantung koroner. Hal ini yang menyebabkan lansia termasuk dalam kelompok rentan gizi. Beberapa upaya agar tetap sehat saat lansia adalah dengan melakukan upaya preventif, misalnya pemeriksaan laboratorium rutin, mempertahankan berat badan normal, dan memperhatikan konsumsi pangan harian dan makanan selingan padat gizi. Bentuk makanan selingan padat gizi berupa biskuit lele dengan krim probiotik mengandung zat gizi energi dan protein yang cukup tinggi sehingga akan membantu memenuhi asupan gizi harian lansia. Namun besar terpenuhinya asupan gizi, juga tergantung pada tingkat kepatuhan konsumsi biskuit. Asupan gizi merupakan penyebab langsung terjadinya perubahan berat badan, maka dengan pemberian makanan selingan ini diharapkan dapat membantu mempertahankan berat badan lansia. Penambahan probiotik E. faecium IS-27526 dalam krim diharapkan dapat memperbaiki kadar profil lipid dalam darah. Salah satu manfaat probiotik untuk kesehatan adalah mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah melalui mekanisme pengikatan kolesterol oleh sel bakteri probiotik dan adanya dekonjugasi garam empedu. Aktivitas probiotik dalam pengikatan kolesterol pada saluran perncernaan mempunyai pengaruh positif karena kolesterol menjadi tidak tersedia untuk diserap ke dalam tubuh sehingga akan menurunkan konsentrasi kolesterol yang beredar dalam pembuluh darah. Selain itu, mekanisme dekonjugasi garam empedu membantu menurunkan kolesterol karena adanya enzim bile salt hidrolase yang dihasilkan oleh bakteri probiotik. Enzim tersebut menghasilkan garam empedu yang tidak terikat (dekonjugasi) dan tidak diserap oleh usus sehingga lebih mudah terbuang dibanding dengan yang terkonjugasi. Akibatnya, lebih banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk sintesis garam empedu baru untuk menggantikan garam empedu yang hilang. Dengan demikian jumlah kolesterol yang tersedia untuk diserap ke dalam tubuh menjadi berkurang (Surono 2004). Kolesterol yang tidak terkendali merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit degeneratif yang biasa terjadi pada lansia. Masalah kesehatan berupa kejadian penyakit dan perubahan berat badan pada lansia sering dikaitkan dan keberadaannya saling mempengaruhi. Kejadian penyakit infeksi atau degeneratif dapat menyebabkan penurunan berat badan dan sebaliknya penurunan berat badan akan menyebabkan penyakit infeksi, sedangkan kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit degeneratif. Maka, dengan adanya pemberian makanan selingan berupa biskuit fungsional yang mengandung zat gizi tinggi dan probiotik diharapkan membantu lansia untuk mempertahankan berat badan dan mengendalikan metabolisme lipid di dalam darah.
11
Biskuit Lele (Clarias gariepinus) + Krim Probiotik E. faecium IS-27526 108 cfu/hari
Tingkat kepatuhan
Sistem imun (IgA) Makanan Selingan
Profil lipid Penyakit Infeksi & Penyakit Degeneratif
Asupan Makanan Berat badan
Makanan Utama Ketersediaan pangan
Aktivitas fisik
Perilaku kesehatan
Karakteristik subjek: sosial & budaya Gambar 2
Kerangka pemikiran penelitian pengaruh biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid dan berat badan subjek
Keterangan : = Peubah yang dianalisis = Peubah yang tidak dianalisis
= Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis
12
4 METODOLOGI Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi efikasi sebagai bagian dari penelitian payung Hibah Kompetensi IPB-Dikti 2012-2014 yang diketuai oleh Prof. Dr. Clara M Kusharto, MSc dan mendapatkan bantuan dana dari PT Kreasi Inovasi Prosana. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama persiapan biskuit intervensi berupa produk biskuit dengan krim yang mengandung probiotik. Tahap kedua adalah melakukan experimental trial dengan desain penelitian adalah randomized controlled trial (RCT) single blind study untuk menilai efikasi pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) dan berat badan subjek. Dalam pelaksanaan penelitian, subjek tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima. Protokol pelaksanaan penelitian telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 93/UN2.F1/ETIK/2015 (Lampiran 1).
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai Oktober 2014 untuk persiapan biskuit intervensi dan skrining subjek, sedangkan intervensi dilakukan mulai November 2014 sampai Januari 2015. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia untuk pembuatan krim kontrol dan Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan krim probiotik. Persiapan atau pengemasan biskuit intervensi dilakukan di PT Carmelitha Lestari Bogor. Uji viabilitas probiotik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Seafast Center IPB. Intervensi dilakukan di Pos Lansia Dahlia Senja Kelurahan Limo Kota Depok. Dasar pemilihan lokasi adalah keaktifan poslansia dan kesediaan untuk bekerjasama sehingga memudahkan pelaksanaan di lapangan. Selanjutnya analisis profil lipid di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biskuit lele dan biskuit kontrol yang diproduksi pada skala industri rumah tangga oleh PT Carmelitha Lestari Bogor P-IRT No. 2023201010144-19, sedangkan biomassa probiotik E faecium IS-27526 diperoleh dari Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Biotek BPPT) dan telah melalui proses mikroenkapsulasi oleh salah satu industri farmasi. Bahan lainnya yang digunakan untuk pembuatan krim terdiri atas mentega, margarin, gula halus dan susu, bahan yang digunakan untuk uji
13
viabilitas yaitu media MRSA, serta bahan untuk pengambilan darah dan analisis profil lipid yaitu sampel plasma darah dan reagen tes. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk pembuatan krim probiotik seperti laminar air flow, hand-mixer. Peralatan yang digunakan pada saat intervensi seperti timbangan berat badan, microtoise, formulir recall 24 jam dan food frequency, serta food model. Peralatan untuk pengambilan darah seperti tabung untuk sampel darah, alat pengambil darah dan peralatan untuk analisis profil lipid darah.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah wanita lansia yang merupakan peserta Pos Lansia Dahlia Senja, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, dengan kriteria inklusi dan ekslusi disajikan pada Tabel 3 berikut:
No. 1 2
3 4
1 2 3 4 5
Tabel 3 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek Kriteria Inklusi: Wanita berusia 45-74 tahun Hasil skrining awal salah satu kadar profil lipid tidak normal (kolesterol total > 200 mg/dL, trigliserida > 150 mg/dL, HDL < 40mg/dL, LDL > 130 mg/dL) Mampu melakukan aktivitas dasar harian dengan normal Telah mendapat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani informed consent Eksklusi: Berpartisipasi dalam penelitian lain Rutin mengonsumsi suplemen (dalam pengawasan dokter) Rutin mengonsumsi makanan atau minuman berprobiotik Rutin mengonsumsi obat penurun kolesterol Memiliki riwayat atau sedang mengalami PJK dan stroke.
Untuk penentuan jumlah sampel, penelitian yang membandingkan antara beberapa perlakuan ini, menggunakan rumus uji beda (Lameslow 1999; Kuntoro 2008). Dengan rumus perhitungan jumlah sampel sebagai berikut: 2 2 (Z1-α + Z 1-β)2 n= -----------------------------------(μ1- μ2)2 Keterangan : n = besar sampel Z1-α = suatu nilai sehingga P(Z > Zα) = 1-α, Z adalah peubah acak normal baku Z1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rajkumar et al. (2014), pengaruh pemberian suplementasi probiotik terhadap profil lipid (salah satunya kadar kolesterol total) dewasa usia 40-64 tahun, dengan mengambil salah jenis
14
pertama (tingkat kesalahan) α = 0.05, dan power test sebesar 1-β = 0.90, σ = 5.85 (standar deviasi kolesterol total), perubahan kolesterol total (mg/dl) perlakuan kontrol adalah meningkat (μ2) = 0.11 dan perlakuan suplemen probiotik menurun (μ1)= -9.04, kemudian tersubstitusikan ke dalam rumus diatas, maka diperoleh : 2(5.85)2(1.64+ 1.28)2 n = -------------------------------- = 6.97 [(-9.04)- 0.11)]2 Antisipasi dropout = 10% 6.97 + 0.697 = 7.667 ≈ 8 sampel 10% x 6.97 = 0.697 Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut maka diperoleh n contoh sebesar 8. Karena terdapat 4 perlakuan, maka jumlah total contoh minimal adalah 8 x 4 = 32 lansia.
Tahapan Penelitian Tahap Pertama Tahapan pertama yang dilakukan adalah persiapan produk intervensi. Produk tersebut berupa biskuit fungsional yaitu modified biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 yang telah digunakan dalam berbagai penelitian di masyarakat dan teruji manfaatnya. Biskuit merupakan formulasi dari bahan tepung terigu, tepung ikan lele dumbo, tepung kepala ikan lele dumbo, isolat protein kedelai dan bahan lainnya. Perbandingan yang digunakan untuk tepung badan ikan dan tepung kepala ikan, serta isolat protein kedelai adalah 3.5 : 1.5 : 10 yang merupakan hasil formulasi terbaik yang telah dilakukan oleh Mervina et al. (2012). Namun, produk biskuit yang digunakan pada penelitian ini telah dimodifikasi oleh Lestari (2013) yaitu mensubtitusi sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar dan dimodifikasi kembali dengan penambahan tepung mocaf, untuk menyesuaikan AKG wanita lansia (Lampiran 2). Biskuit diproduksi pada skala industri rumah tangga oleh PT Carmelitha Lestari Bogor P-IRT No. 2023201010144-19. Kandungan energi dan zat gizi lainnya per 50 g biskuit intervensi disajikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4 Kandungan zat gizi dan energi per 50 g biskuit intervensi Biskuit lele Energi dan modified biskuit lele (Mervina et Biskuit Kontrol* zat gizi (Lestari 2013)* al. 2012) Energi (kkal) 240 235 238 Protein (g) 9.78 9.02 2.28 Karbohidrat (g) 26.87 28.93 36.04 Lemak (g) 10.56 9.20 9.37 Serat (g) 0.89 0.92 *)
Sumber: Laboratorium Embrio Biotekindo
Untuk pembuatan krim probiotik sesuai dengan formulasi yang mengacu pada hasil penelitian Savitri (2012), dengan komposisi krim per 100 gram disajikan pada Tabel 5 berikut:
15
Tabel 5 Komposisi dasar krim per 100 g Komposis Bahan (g) Krim probiotik Mentega 15 Margarin 15 Gula Halus 27 Susu Cair 5 Adonan Icing - Gula halus 36 - Putih telur 2.7 - Air jeruk nipis 1 Biomasaa Probiotik : 1.8 Enterococcus faecium IS-27526
Krim kontrol 15 15 27 5 36 2.7 1 Tidak ada
Semua bahan utama (Tabel 5) dicampur hingga homogen menggunakan hand mixer. Kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit adonan icing yang telah dibuat terpisah. Terakhir, stok biomassa probiotik E. faecium IS-27526 sebanyak 1.8 g ditambahkan ke dalam adonan krim. Perhitungan banyaknya (g) biomassa yang ditambahkan ke dalam krim disajikan pada Lampiran 2. Krim probiotik ini dibentuk menjadi krim diantara dua biskuit. Setelah biomassa probiotik ditambahkan ke dalam krim dan telah diaplikasikan diantara dua biskuit dilakukan empat kali uji viabilitas selama intervensi berlangsung. Hasil uji viabilitas (Lampiran 2) menunjukkan jumlah bakteri probiotik E. faecium IS-27526 yang diberikan pada subjek berkisar 2.4 – 6.2 x 108 cfu/hari. Selain itu, pentingnya uji viabilitas dilakukan adalah untuk meningkatkan jaminan keamanan. Pembuatan krim probiotik dilakukan setiap sekali seminggu dan hasilnya disimpan pada suhu dingin 4-50C. Disimpan pada suhu dingin kemasan metalized adalah cara penyimpanan terbaik. Berdasarkan hasil uji viabilitas yang dilakukan oleh Savitri (2012), penurunan viabilitas lebih lambat dengan cara penyimpanan suhu dingin kemasan metalized plastic dibandingkan dengan penyimpanan suhu kamar kemasan polipropilen, pada suhu kamar viabilitas probiotik sudah menurun pada bulan pertama hingga 102-103 cfu/g krim. Viabilitas probiotik tersebut jauh dari hasil penelitian ini atau acuan yang disarankan yaitu 108 cfu/hari. Hasil uji klinis suplementasi E. faecium IS-27526 pada dosis 108 cfu/hari selama 90 hari dapat memberikan manfaat yang signifikan (Surono et al. 2011). Tahap Kedua Tahapan selanjutnya yang merupakan penelitian utama adalah intervensi dengan pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526. Pada Lampiran 3, menjelaskan sebelum intervensi dilakukan pengambilan data awal berupa pemeriksaan profil lipid dan wawancara (N=49). Selanjutnya dilakukan skrining subjek berdasarkan kriteria insklusi. yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil skirining diperoleh 34 subjek yang kemudian secara acak dialokasikan dalam 4 kelompok perlakuan yaitu: P00 : Biskuit kontrol + krim kontrol P10 : Biskuit lele + krim kontrol P01 : Biskuit kontrol + krim probiotik E. faecium IS-27526 P11 : Biskuit lele + krim probiotik E. faecium IS-27526
16
Dalam tahapan ini, subjek diberikan biskuit intervensi selama 60 hari. Pemberian biskuit yang telah disesuaikan dengan angka kecukupan gizi lansia. Angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan untuk wanita lansia adalah 2150 kkal untuk usia 45-49 tahun, 1900 kkal untuk usia 50-64 tahun, dan 1550 kkal untuk usia 65-75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Sumbangan energi dari makanan selingan adalah 10-15%, sehingga diharapkan dari pemberian biskuit intervensi mampu menyumbang energi sebesar 183-234 kkal. Berdasarkan informasi kandungan zat gizi dalam per takaran penyajian atau sebesar 50 g biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 dapat diperoleh 235 kkal energi, 9.02 g protein dan 28.93 g karbohidrat. Jadi untuk mencapai kebutuhan energi jumlah biskuit intervensi yang diberikan telah disesuaikan dengan kecukupan gizi lansia. Biskuit intervensi didistribusikan setiap minggu kepada koordinator kader pos lansia yang selanjutnya didistribusikan ke sejumlah kader-kader pos lansia pendamping. Mekanisme distribusi dari kader pendamping ke subjek diantarkan langsung setiap dua kali dalam seminggu. Untuk melihat kepatuhan subjek dalam mengonsumsi biskuit intervensi, bersamaan dengan distribusi biskuit setiap kader membantu peneliti mengawasi dan mencatat jumlah biskuit yang dikonsumsi dan yang tidak dikonsumsi. Selain itu untuk meningkatkan kepatuhan dan menjaga kelangsungan keikutsertaan dalam kegiatan penelitian subjek diberikan edukasi atau penyuluhan gizi dan pengenalan biskuit intervensi serta pemberian reward diawal penelitian. Populasi (N=49) Hasil skrining berdasarkan kriteria inklusi (n= 34 orang)
P00 Biskuit kontrol + krim kontrol (n=9)
drop out n=1
P10 Biskuit lele + krim kontrol (n=9)
P01 Biskuit kontrol + krim probiotik (n=8) drop out n=1
P11 Biskuit lele + krim probiotik (n=8)
drop out n=1
n = 31 dianalisis Gambar 3 Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian
17
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa selama penelitian terdapat tiga orang subjek yang dikeluarkan dari penelitian dengan berbagai alasan yaitu satu orang menjalani perawatan di rumah sakit akibat penyakit deman typhoid. Subjek tersebut tidak mengonsumsi biskuit yang diberikan selama lebih dari tiga hari sehingga dikeluarkan dari penelitian. Selain itu, satu orang dikeluarkan dari karena tidak hadir pada saat pengambilan darah akhir untuk analisis profil lipid. Satu orang lainnya karena berdasarkan hasil cleaning data memiliki data outlier yang menyebabkan sebaran data tidak normal. Sehingga dari 34 total subjek diperoleh 31 orang yang memiliki sebaran yang normal (Lampiran 4) dan dianalisis dalam penelitian. Penyebaran subjek yang dikeluarkan dari penelitian tersebar masing-masing satu disetiap kelompok, sehingga masih memenuhi jumlah sampel minimal tiap kelompok yaitu sebanyak 7 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer meliputi karakteristik subjek yaitu usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku, data antropometri, status gizi dan kesehatan, data konsumsi pangan (intake) dan kepatuhan konsumsi biskuit intervensi, data profil lipid (kadar kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), serta data jumlah bakteri probiotik yang terkandung dalam krim selama intervensi. Proses kegiatan pengumpulan data disajikan pada Lampiran 5. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6 berikut.
No 1
Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data Cara pengukuran atau FreWaktu Data pengumpulan kuensi pengumpulan Jumlah bakteri probiotik Identitas lansia (nama, umur, dll) Konsumsi pangan - Kuantitatif
Uji viabilitas probiotik
5
- Kualitatif Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit - Jumlah yang diberikan - Jumlah yang dikonsumsi - Jumlah sisa - Alasan tidak dikonsumsi Berat badan
6
Tinggi badan
7
Kadar Profil lipid (Kolesterol total, HDL, LDL, & TG)
2 3
4
4 kali
Wawancara menggunakan kuesioner
1 kali
Metode food recall 2x24 jam
4 kali
Wawancara dengan FFQ
2 kali
Observasi & wawancara langsung Ditimbang dan dicatat Dicatat dalam form isian dan logbook Penimbangan mengguna-kan timbangan berat badan Pengukuran dengan microtoise metode enzymatic colorimetric test
Setiap hari
2 kali 2 kali 2 kali
Sekali/dua minggu intervensi Awal intervensi Dua kali sebelum & selama Awal dan akhir intervensi
Sekali seminggu selama intervensi
Awal dan akhir intervensi Awal dan akhir Intervensi Awal dan akhir intervensi
18
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap mencakup memasukan data, mengodekan data, dan cleaning data. Data yang terkumpul di lapangan telah diperiksa oleh peneliti dan kekurangan data telah diantisipasi dengan melakukan wawancara kembali kepada subjek. Jawaban pertanyaan diberikan kode untuk mempermudah proses memasukkan data. Setelah itu, dilakuan proses cleaning data dengan cara melihat normalitas penyebaran data setiap variable (Hasil uji normalitas pada Lampiran 4). Subjek yang memiliki data tidak lengkap atau data ekstrim dikeluarkan dari penelitian. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut semua data disajikan dalam bentuk statistik elementer (minimal, maksimal, rata-rata,dan standar deviasi). Jenis dan kategori variabel pengolahan data disajikan pada Tabel 7 berikut: Tabel 7 Jenis dan kategori variabel pengolahan data Variabel Kategori Variabel Usia, berdasarkan tanggal Klasifikasi WHO (Webb dan Copeman 1996) : lahir pada kartu tanda 45 - 59 tahun (middle age) penduduk 60 - 74 tahun (elderly) Statu gizi, berdasarkan (Departemen Kesehatan 2011) indeks massa tubuh Kurus sekali (IMT < 17) (IMT) yaitu hasil Kurus (IMT 17 - 18.4) perhitungan berat badan Normal (IMT 18.5 – 25.0) (kg) dibagi tinggi badan Gemuk (IMT 25.1 – 27) (m2). Gemuk sekali (IMT > 27.1) Tingkat kecukupan energi, Klasifikasi Depkes (1996) protein, lemak, dan (Kusharto dan Supariasa 2014): karbohidrat. Defisit berat : < 70% AKG Defisit sedang : 70-79 AKG Defisit ringan : 80-89% AKG Normal : 90-119% AKG Kelebihan : ≥ 120% AKG Asupan serat (Muchtadi 2009) Kurang (< 20 g); Cukup (20-30 g); Lebih (>30 g) Profil lipid (NCEP 2001) Kadar kolesterol total Normal : < 200 mg/dl Ambang batas atas : 200-239 mg/dl Tinggi : ≥ 240 mg/dl Kadar HDL Rendah :< 50 mg /dl Normal :≥ 50 mg/dl Kadar LDL Normal : <100 mg/dl; Mendekati normal : 100-129 mg/dl; Ambang batas atas : 130-159 mg/dl Tinggi : 160-189 mg/dL Sangat tinggi : ≥ 190 mg/dl Trigliserida Normal : < 150 mg/dl Ambang batas atas : 150-199 mg/dl Tinggi : > 200 mg/dl
19
Analisis data identitas subjek, data konsumsi, profil lipid, dan berat badan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan program IBM SPSS Statistic versi 22. Uji homogenitas data awal dianalisis dengan sidik ragam untuk data parametrik dan uji Kruskal Wallis untuk data non parametrik. Normalitas data dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk. Pengaruh perlakuan terhadap profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) dan berat badan antar kelompok perlakuan dianalisis dengan uji statistik menggunakan sidik ragam. Perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata dianalisis dengan uji lanjut Duncan. Untuk melihat perbedaan parameter dalam kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi dilakukan analisis dengan uji-t berpasangan.
Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian disajikan pada Tabel 8 berikut.
No Variabel 1. Biskuit lele
2.
Krim probiotik
3.
Profil lipid
4
Berat badan
5
Wanita lansia
Tabel 8 Definisi operasional Definisi Formulasi biskuit dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolat protein kedelai (Glycine max), tepung ubi jalar, dan tepung mocaf. Krim yang mengandung probiotik E. faecium IS-27526 (diberikan dengan dosis 108 cfu/hari). E. faecium salah satu galur bakteri probiotik lokal Indonesia yang terdapat pada dadih susu kerbau fermentasi yang merupakan makanan tradisional masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat). Kadar kolesterol total, trigliserida, high density lipoproten (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) dalam serum darah Hasil pengukuruan berat badan yang aktual diperoleh dengan cara menimbang langsung. Berdasarkan kriteria WHO seorang wanita yang berusia 45-59 tahun (usia pertengahan) dan 60-74 tahun (lanjut usia).
20
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Karakteristik berdasar Usia, Status Perkawinan, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan dan Suku Berdasarkan hasil cleaning data, dari 34 total subjek diperoleh 31 orang subjek yang memiliki data lengkap, karena satu orang menjalani perawatan di rumah sakit saat intervensi, satu orang tidak hadir saat pengambilan darah akhir intervensi dan satu orang lainnya berdasarkan hasil uji normalitas memiliki data outlier yang menyebabkan sebaran data tidak normal. Tabel 9 menunujukkan data karakteristik subjek yang meliputi usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan suku, serta data kesehatan subjek (Tabel 10) yaitu status gizi dan riwayat penyakit jantung dan stroke keluarga. Hasil uji homogenitas menunjukkan tidak terdapat perbedaan karakteristik yang nyata (p>0.05) antara setiap kelompok perlakuan, membuktikan bahwa data hasil penelitian memenuhi syarat dianalisis dengan sidik ragam. Tabel 9 Karakteristik subjek berdasarkan usia, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan suku Kelompok Pelakuan P Variabel P00 P10 P01 P11 value n % n % n % n % 61.7±7.6 56.2±4.9 59.7±7.7 60±9.8 Usia (tahun) 45 – 59 4 50 7 77.8 3 42.9 4 57.1 60 - 74 4 50 2 22.2 4 57.1 3 42.9 Status perkawinan Kawin 6 75 8 88.9 3 42.9 5 71.4 Cerai mati 2 25 1 11.1 4 57.1 2 28.6 Pendidikan terakhir Tidak pernah dan tidak 6 75 5 55.6 2 28.6 1 14.3 tamat SD Pendidikan dasar 1 12.5 4 44.4 2 28.6 4 57.1 Pendidikan tinggi 1 12.5 0 0 3 42.9 2 28.6 Pekerjaan Tidak bekerja 6 75 6 66.7 5 71.4 4 57.2 Bekerja 2 25 3 71.4 2 28.6 3 42.9 Suku Sunda 2 25 1 11.1 2 28.6 0 0 Betawi 4 50 8 88.9 4 57.1 5 71.4 Jawa 2 25 0 0 0 0 2 28.6 Minang 0 0 0 0 1 14.3 0 0 Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; Uji homogenitas (p>0.05)
0.164
0.260
0.073
0.910
0.468
Data usia diperoleh berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada kartu identitas, kartu tanda penduduk (KTP) subjek. Pengelompokan usia yang
21
digunakan berdasarkan klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Webb dan Copeman 1996). Rata-rata usia subjek adalah 59 tahun, usia terendah 46 tahun dan tertinggi 74 tahun, dengan persentase subjek terbesar ada pada kelompok usia 45 sampai 59 tahun (58.1%). Status perkawinan sebagian besar subjek adalah kawin (71%) sejalan dengan usia subjek yang sebagian besar masih berada dalam golongan middle age. Untuk wanita berusia lebih dari 60 tahun, berdasarkan hasil susenas tahun 2009 persentase yang paling tinggi dengan status cerai mati (Komnas lansia 2010). Pendidikan terakhir sebagian besar subjek adalah tidak pernah sekolah ataupun tidak tamat sekolah dasar (45.2%), dan hanya sebagian kecil yang menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah atas ataupun perguruan tinggi (19.3%). Didukung oleh data Komnas Lansia (2010) menyebutkan bahwa pendidikan terakhir yang ditamatkan penduduk Indonesia lansia relatif rendah, yaitu tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD, hanya (2.5%) yang tamat perguruan tinggi. Jenis pekerjaan subjek sejalan dengan pendidikan terakhirnya, yaitu lebih dari separuh yang tidak bekerja, hanya mengurus rumah tangga, menjaga cucu ataupun merupakan pensiunan pegawai (67.7%), sedangkan sebagian kecil lainnya bekerja, dengan jenis pekerjaan seperti menjaga warung, menjual makanan atau menjahit. Didukung pula oleh data profil lansia Indonesia 2009, bahwa sebagian besar penduduk wanita lansia di Indonesia (45.8%) yang mengurus rumah tangga (Komnas Lansia 2010). Dari segi budaya, sebagian besar subjek bersuku Betawi (67.7%), hal ini karena sebagian besar merupakan penduduk asil kota Depok, Jawa Barat. Diketahui bahwa suku Betawi merupakan suku asli kota Jakarta yang penyebarannya dari seluruh kota Jakarta hingga area pinggiran Jakarta termasuk wilayah Depok. Karakteristik berdasar Indeks Massa Tubuh dan Riwayat Penyakit Jantung dan Stroke Keluarga Data indeks massa tubuh (IMT) diperoleh berdasarkan hasil perhitungan berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m2). Pengkategorian IMT yang digunakan berdasarkan batas ambang IMT untuk Indonesia oleh Departemen Kesehatan (2011) yang mengkategorikan menjadi kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0 kg/m2, kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 – 18.4 kg/m2, normal 18.5 – 25.0, kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1 – 27.0 kg/m2 dan kelebihan berat badan tingkat berat > 27.0 kg/m2. Rata-rata berat badan subjek adalah 57.6 kg, dengan berat badan terendah 35.2 kg dan tertinggi 79.0 kg. Rata-rata tinggi badan subjek adalah 150.9 cm, dengan tinggi badan terendah 139.5 cm, dan tertinggi 167 cm. Rata-rata indeks massa tubuh subjek adalah 25.29 kg/m2, IMT terendah 14.39 kg/m2 tergolong dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat, dan tertinggi 32.66 kg/m2 dalam kategori kelebihan berat badan tingkat berat. Pada Tabel 10, secara keseluruhan sebagian besar IMT subjek berada dalam kategori gemuk (51.6%). Untuk persentase kelebihan berat badan tingkat berat (IMT >27 kg/m 2) dan
22
kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25.1-27.0 kg/m2) masing masing sebesar 25.8%. Tabel 10
Karakteristik subjek berdasarkan indeks massa tubuh dan riwayat penyakit jantung dan stroke keluarga Kelompok Pelakuan pva Variabel P00 P10 P01 P11 lue n % n % n % N %
27.2±4.7 23.4±4.2 26.3±2.7 24.4±1.5 0.138 Status gizi berdasarkan IMT Kurus 0 0 1 11.1 0 0 0 0 Normal 3 37.5 5 55.6 2 28.6 4 57.1 Gemuk 5 62.5 3 33.3 5 71.4 3 42.9 0.468 Riwayat penyakit jantung dan stroke dalam keluarga Ada 2 25 1 11.1 2 28.6 1 14.3 Tidak ada 6 75 8 88.9 5 71.4 6 85.7 Ket : P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi, Tes homogenitas (p > 0.05)
Rata-rata berat badan subjek adalah 57.6 kg, dengan berat badan terendah 35.2 kg dan tertinggi 79.0 kg. Rata-rata tinggi badan subjek adalah 150.9 cm, dengan tinggi badan terendah 139.5 cm, dan tertinggi 167 cm. Rata-rata indeks massa tubuh subjek adalah 25.29 kg/m2, IMT terendah 14.39 kg/m2 tergolong dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat, dan tertinggi 32.66 kg/m2 dalam kategori kelebihan berat badan tingkat berat. Pada Tabel 10, secara keseluruhan sebagian besar IMT subjek berada dalam kategori gemuk (51.6%). Untuk persentase kelebihan berat badan tingkat berat (IMT >27 kg/m 2) dan kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25.1-27.0 kg/m2) masing masing sebesar 25.8%. Sejalan dengan penelitian Patriasih et al. (2013) bahwa gizi lebih (overweight) banyak terjadi daripada gizi kurang (deficient) pada lansia dan prevalensi obesitas sentral lebih tinggi daripada indeks massa tubuh (IMT) yang normal. Menurut Brown (2011), peningkatan berat badan terjadi bersamaan dengan penurunan massa tubuh tanpa lemak dan peningkatan lemak tubuh. Secara keseluruhan perubahan berat badan dan komposisi tubuh disebabkan oleh aktivitas fisik. Lansia dengan tingkat aktivitas fisik yang sedang atau tinggi (dibandingkan dengan yang kurang aktif) terjadi peningkatan massa tubuh tanpa lemak dan penurunan jumlah serta persentase lemak tubuh bersamaan meningkatnya usia. Oleh karena itu, kurangnya aktivitas fisik lansia menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan. Pada Tabel 10, sebagian besar subjek (80.6%) tidak memiliki riwayat penyakit jantung maupun stroke keluarga. Riwayat penyakit jantung koroner keluarga atau genetik merupakan salah satu faktor penentu terhadap pembentukan kadar kolesterol di dalam darah (NCEP 2001). Sebagian kecil subjek (19.4%) yang memiliki riwayat penyakit jantung maupun stroke keluarga mengaku dari orang tua dan saudara kandung, meskipun demikian berdasarkan hasil penyaringan awal dan sesuai dengan kriteria eksklusi tidak terdapat subjek yang memiliki riwayat atau sedang mengalami penyakit jantung berdasarkan hasil diagnosis oleh medis sebelum penelitian.
23
Kepatuhan Konsumsi Biskuit Tingkat Kepatuhan Konsumsi Biskuit Tingkat kepatuhan dihitung dengan cara menjumlahkan semua biskuit yang dikonsumsi subjek selama 60 hari intervensi dibagi dengan jumlah biskuit yang seharusnya dikonsumsi oleh subjek selama 60 hari intervensi, yaitu 3000 g (50 g/hari x 60 hari) dikalikan 100(%). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa selama 60 hari intervensi, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit cukup tinggi pada semua kelompok yaitu berkisar antara 79.77 % hingga 100% dengan rata-rata tingkat kepatuhan 97.27%. Tingkat kepatuhan tertinggi pada kelompok perlakuan P00 (98.47±1.9) dan terendah pada kelompok P10 (95.60±7.1). Tabel 11 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi Kelompok Perlakuan Tingkat kepatuhan (%) P00 98.47 ± 1.9 P10 95.60 ± 7.1 P01 98.08 ± 2.1 P11 97.25 ± 3.0 Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi, tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok (p > 0.05).
Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit yang dicapai cukup tinggi, hal ini berkaitan dengan alasan pemilihan lokasi penelitian, yaitu Poslansia Dahlia Senja Limo Kota Depok dari berbagai informasi bahkan dari media diketahui sangat aktif baik dalam kegiatan internal maupun kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak swasta, sehingga anggota poslansia yang menjadi subjek penelitian dapat lebih kooperatif. Pada Gambar 4, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit intervensi antar waktu pemantauan minggu ke-2 hingga minggu ke-10.
Tingkat kepatuhan (%)
105 100 95
100 98.25 95.55 94.85
99.57 97.17
99.65
100
96.09
95.71
93.67
100 97.60 94.81 93.39
90
P00 P10 P01 P11
85 80 Minggu 2
Minggu 4
Minggu 6
Minggu 8
Minggu 10
Gambar 4 Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional per dua minggu selama intervensi. P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik.
24
Pada Gambar 4 menunjukkan tidak adanya perubahan, hasil uji-t berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05), baik dalam kelompok kontrol maupun dalam semua kelompok perlakuan. Sama halnya dengan hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan yang signifikan antar kelompok (p>0.05). Kepatuhan konsumsi biskuit yang paling tinggi dicapai hingga 100% pada beberapa minggu. Berdasarkan hasil wawancara alasan subjek mengonsumsi biskuit karena suka dengan biskuit, terbiasa dengan makanan cemilan, dan merasakan manfaat bagi kesehatannya seperti buang air besar yang lancar. Konsumsi biskuit yang mengandung probiotik secara efektif membantu memulihkan dysbiosis pada lansia yaitu ketidakseimbangan mikroorganisme pada saluran pencernaan (Rampelli et al. 2013). Pada beberapa minggu, tingkat kepatuhan konsumsi biskuit tidak mencapai 100% disebabkan oleh faktor kebosanan, lupa, sedang berpuasa, tidak sempat karena bepergian atau dalam keadaan sakit sehingga kurang nafsu makan. Kontribusi Biskuit terhadap Asupan Subjek Jumlah biskuit intervensi yang diberikan kepada subjek yang dianjurkan untuk habis adalah berkisar 50 g biskuit dan 6 g krim (3 sandwich/bungkus) per hari. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung pada subjek mengenai cara atau waktu mengonsumsi biskuit, menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu biskuit dikonsumsi sekaligus 3 sandwich dipagi hari sebelum sarapan, biskuit dikonsumsi 1 sandwich setelah setiap tiga kali makan utama, dan biskuit dikonsumsi 1 sandwich setiap diatara waktu makan utama. Sebagian subjek menjadikan biskuit bernilai portable yaitu selalu membawa biskuit kemanapun mereka pergi seperti pada saat pengajian atau senam agar tidak terlewat waktu mengonsumsi biskuit. Namun, beberapa subjek mengonsumsi biskuit tidak bergantung pada waktu tetapi tergantung keinginan mereka. Berdasarkan data pada Tabel 12, rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian sekitar 48.6 g pada semua kelompok perlakuan, dengan rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan biskuit kontrol dan krim kontrol (P00) sebesar 49.25 g dan rata-rata terendah pada kelompok perlakuan biskuit lele dan krim kontrol (P10) sebesar 47.81 g. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05), yang berarti jumlah total biskuit yang dikonsumsi harian atau selama 60 hari intervensi oleh subjek pada semua kelompok, baik kontrol maupun perlakuan relatif sama atau tidak terdapat perbedaan jumlah yang berarti. Tabel 12 Rata-rata jumlah biskuit yang dikonsumsi harian selama intervensi Rata-rata Kelompok Perlakuan pbiskuit yang va P00 P10 P01 P11 dikonsumsi lue Berat (gram) 49.25 ± 0.97 47.81 ± 3.56 49.09 ± 1.07 48.64 ± 1.48 0.549 Per hari Per 60 hari 2954.13 ± 58.82 2868 ± 213.22 2942.57 ± 64.67 2917.71 ± 90.03 0.548 Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi, Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok (p > 0.05).
25
Biskuit yang diberikan merupakan makanan selingan, disebut makanan selingan karena disarankan untuk dikonsumsi diantara dua waktu makan utama yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan malam dan pada malam hari sebelum tidur, bukan untuk menggantikan makanan utama. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa makanan selingan berfungsi sebagai makanan yang dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurunkan daya kerja dan agar tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktu makanan utama tiba. Rata-rata kontribusi energi dari biskuit intervensi adalah 226.13 kkal atau 12.6% dari kecukupan energi. Angka tersebut sudah mencapai sumbangan energi dari makanan selingan yaitu 10-15% kebutuhan wanita lansia atau 190-285 kkal. Angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan untuk wanita lansia adalah 2150 kkal untuk usia 45-49 tahun, 1900 kkal untuk usia 50-64 tahun dan 1550 kkal untuk usia 65-75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Pada Tabel 13, kontribusi terhadap asupan energi yang tertinggi pada kelompok P00 sebesar 230.38 kkal per hari atau 13.46% dari kecukupan energi, sedangkan yang terendah pada kelompok P10 sebesar 220.89 kkal per hari atau 11.87% dari kecukupan energi. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan kontribusi energi dari biskuit yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05). Tabel 13
Rata-rata kontribusi energi dan protein harian biskuit intervensi terhadap kecukupan gizi Kelompok Perlakuan
Kontribusi
P00
P10
P01
P11
Energi E (kkal) 230.38 ± 4.65 220.89±16.49 229.57±5.02 224.57± 6.97 AKE (%) 13.46 ± 1.86 11.87 ± 1.31 12.58 ± 1.78 12.62 ± 1.17 Protein P (g) 2.17 ± 0.04a 8.32 ± 0.63b 2.15 ± 0.05a 8.47 ± 0.24b a AKP (%) 3.92 ± 0.46 15.11±1.60b 3.77 ± 0.13a 14.92 ± 0.46b Ket: AKE = Angka kecukupan energi; AKP= Angka Kecukupan Protein; P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. ab Hasil sidik ragam terdapat perbedaan nyata (p < 0.01).
pva lue 0.214 0.248 0.000 0.000
Kontribusi energi dari makanan selingan ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil survei lansia di Malaysia dan Amerika, yaitu kontribusi energi dari makanan selingan pada lansia di Malaysia mencapai 14.3% dari total asupan energi (Zalilah et al. 2008). Sebagian besar lansia di Amerika menyempatkan dua kali waktu makan selingan perhari dengan rata-rata kontribusi energi 150 kkal setiap makan selingan atau 300 kkal per hari (Zizza et al. 2007). Pada Tabel 13 juga dapat dilihat rata-rata kontribusi protein biskuit terhadap asupan harian adalah 2.16 g atau 3.86% angka kecukupan protein pada kelompok yang diberikan biskuit kontrol (P00 dan P01), dan 8.38 g atau 15.04% AKP pada kelompok perlakuan yang diberikan biskuit lele (P10 dan P11). Kontribusi protein dari biskuit lele sebagai makanan selingan sejalan dengan hasil survei oleh Zizza et al. (2007) yaitu makanan selingan berkontribusi 14% untuk
26
asupan protein harian lansia di Amerika. Hasil sidik ragam menunjukkan terdapat perbedaan kontribusi protein biskuit yang sangat nyata antar kelompok perlakuan (p<0.001). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara kelompok P00 dan P01 terhadap kelompok P10 dan P11. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan protein pada biskuit, berdasarkan hasil analisis zat gizi (Tabel 4), kandungan protein lebih tinggi pada biskuit lele yang diberikan pada kelompok P10 dan P11 yaitu 9.02 g protein per 50 g biskuit dibandingkan dengan biskuit kontrol yang diberikan pada kelompok P00 dan P01 yaitu 2.28 g protein per 50 g biskuit.
Konsumsi Pangan Asupan Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Metode pengukuran asupan gizi yang digunakan adalah metode recall 24 jam. Metode ini merupakan salah satu pengukuran konsumsi pangan tingkat individu yang umumnya dilakukan pada masyarakat rentan gizi salah satunya adalah lansia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24 jam yang lalu baik berupa makanan utama dan makanan selingan maupun minuman yang nyata dikonsumsi 24 jam yang lalu. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi yang umum diketahui yang dapat menggambarkan kuantitas dan kualitas makanan seperti energi (kkal), protein (g), lemak (g) dan karbohidrat (Kusharto dan Supariasa 2014). Pengambilan data asupan gizi dilakukan sebelum dan selama intervensi masing-masing 2 x 24 jam yaitu pada saat hari biasa dan pada saat hari libur. Hasil sidik ragam menunjukkan, selisih rata-rata asupan pada hari biasa dan hari libur baik sebelum maupun selama intervensi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05). Oleh karena itu, data yang disajikan dalam penelitian ini adalah rata-rata asupan hari biasa dan hari libur. Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 4), asupan zat gizi subjek pada saat hari biasa cenderung bervariasi atau terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p<0.05), sedangkan asupan gizi pada hari libur menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan (p>0.05). Berdasarkan hasil wawancara diduga meskipun subjek tidak bekerja saat hari biasa, dihari libur subjek memiliki aktivitas sosial yang sama karena berada dalam satu lingkungan dibawah asuhan Poslansia Dahlia Senja Depok. Beberapa kegiatan poslansia pada hari libur meliputi senam, pengajian, atau arisan keluarga yang merupakan kegiatan rutin subjek diakhir pekan. Sehingga subjek mengonsumsi jenis pangan yang sama diakhir pekan. Hasil analisis asupan zat gizi subjek yang diperoleh dari hasil recall 2x24 jam sebelum dan selama intervensi disajikan pada Tabel 14 berikut. Pada table, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-rata asupan zat gizi subjek sebelum intervensi adalah 1312 kkal energi, 40.6 g protein, 49.6 g lemak, 180.1 g karbohidrat, dan 13.9 g serat. Selama intervensi terjadi peningkatan rata-rata asupan energi, protein, lemak, dan karhodirat masing-masing menjadi 1699 kkal energi, 47.7 g protein, 63.6 g lemak dan 235.4 g karbohidrat, dan penurunan ratarata asupan serat menjadi 13.1 g.
27
Tabel 14 Rata-rata asupan zat gizi sebelum dan selama intervensi Kelompok Perlakuan pTotal value P00 P10 P01 P11 E Sebelum 1405.2±367.9 1293.1±287.9 1135.4±175.6 1410.5±566.3 1312.9±368.7 0.470 Selama 1715.0±234.7 1695.2±177.99 1589.2±426.8 1798.7±391.2 1699.7±305.8 0.666 Selisih 309.7±170.7* 402.1±344.4* 453.8±394.6* 388.1±433.3 386.8±331.4* 0.877 p- value 0.001 0.008 0.023 0.056 0.000 P Sebelum 40.1±12.3 39.3±11.0 40.2±11.82 43.2±23.5 40.6±14.4 0.961 Selama 46.5±8.9 50.1±6.0 40.3±12.0 53.5±14.8 47.7±11.1 0.136 Selisih 6.3±8.0 10.8±16.3 0.1±9.0 10.2±18.8 7.1±13.8 0.445 p- value 0.060 0.083 0.958 0.200 0.007 L Sebelum 46.8±15.0 45.5±23.1 36.5±11.3 71.0±41.4 49.4±26.8 0.081 Selama 61.7±9.7 62.0±9.3 57.8±21.2 73.8±27.2 63.6±17.8 0.376 Selisih 14.9±14.7* 16.7±18.4* 21.5±25.6 2.8±21.5 14.2±20.2* 0.365 p- value 0.024 0.026 0.068 0.750 0.000 KH Sebelum 207.6±64.7 184.8±32.4 163.7±29.5 158.5±37.4 180.0±45.7 0.140 Selama 241.1±43.9 234.6±48.7 230.1±55.9 235.1±39.4 235.4±45.1 0.976 Selisih 33.5±38.0* 49.8±50.1* 66.4±50.2* 76.6±62.8* 55.4±50.7* 0.385 p- value 0.041 0.017 0.013 0.018 0.000 S Sebelum 13.5±5.9 13.7±7.6 12.9±5.2 15.6±5.8 13.9±6.0 0.867 Selama 13.2±3.7 13.8±6.4 10.1±2.6 15.0±5.0 13.1±4.9 0.278 Selisih -0.31±4.9 0.18±10.3 -2.84±5.2 -0.61±4.6 -0.81±6.7 0.844 p- value 0.859 0.958 0.203 0.735 0.580 Ket : E= energi; P= protein; L=lemak; KH=karbohidrat; S= serat; P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik; Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. *) Hasil uji-t berpasangan, terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam kelompok (p < 0.05). Zat gizi / Fase
Hasil sidik ragam menunjukkan asupan energi dan zat gizi lainnya sebelum dan selama intervensi, serta selisih sebelum dan selama intervensi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p>0.05). Hasil uji-t berpasangan menunjukkan secara keseluruhan terdapat perbedaan asupan energi, lemak, dan karbohidrat subjek sebelum dan selama intervensi (p<0.05). Angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan untuk wanita lansia yaitu 2250 kkal untuk usia 45-49 tahun, 1900 kkal untuk usia 50-64 tahun dan 1550 kkal untuk usia 65-75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Tingkat kecukupan zat gizi dinilai dengan membandingkan asupan energi dan zat gizi lainnya yang diperoleh dari perhitungan recall makanan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang telah dikoreksi dengan berat badan subjek. Berdasarkan angka kecukupan tersebut, diperoleh rata-rata persentase tingkat kecukupan energi (TKE) subjek sebelum intervensi adalah 73.48% dan berdasarkan klasifikasi Depkes (1996) tergolong defisit sedang. Selama intervensi, TKE meningkat menjadi 94.8% sehingga tergolong normal. Gambar 5 menunjukkan adanya peningkatan tingkat kecukupan energi selama intervensi pada semua kelompok perlakuan. Namun berdasarkan data pada Lampiran 4, hasil sidik ragam menunjukkan selisih TKE selama dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Untuk hasil uji-t berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan TKE sebelum dan selama intervensi yang signifikan pada kelompok P00, P10, dan P10 (p<0.05).
28
Tinglat Kecukupan Energi (%)
110 100 90
101.28
99.37 91.44
87.42
81.5
80
79 70.55 62.57
70 60
Sebelum
50
Selama
40 30 20 10 0 P00
P10 P01 Kelompok Perlakuan
P11
Gambar 5 Tingkat kecukupan energi (TKE) sebelum dan selama intervensi. P00= biskuit kontrol dan krim kontrol; P10= biskuit lele dan krim kontrol; P01= biskuit kontrol dan krim probiotik; P11= biskuit lele dan krim probiotik Selama pemberian biskuit sebagai makanan selingan, terjadi peningkatan persentase tingkat kecukupan energi dari yang defisit sedang menjadi normal. Hal ini karena adanya kontribusi energi dari biskuit sebesar 10.7 sampai 15.9% (Tabel 11). Tercapainya angka kecukupan energi pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Pratiwi et al. (2013) pada lansia disalah satu panti werdha Kota Bogor dimana AKE juga tergolong cukup (100-119% AKE). Protein mempunyai fungsi utama untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengatur zat-zat gizi, dan sebagai sumber energi (Almatsier 2009). Angka kecukupan protein (AKP) yang dianjurkan untuk wanita lansia yaitu 57 g untuk usia 45 sampai 64 tahun dan 57 g untuk usia 65 sampai 75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Berdasarkan AKP tersebut dan telah dikoreksi dengan berat badan, diperoleh rata-rata persentase tingkat kecukupan protein (TKP) subjek sebelum intervensi adalah 72.65% tergolong defisit sedang. Selama pemberian produk intervensi, secara keseluruhan terjadi peningkatan TKP sebesar 85.28% dan tergolong dalam defisit ringan. Gambar 6 menunjukkan terjadi peningkatan TKP pada semua kelompok. Peningkatan terbesar pada subjek yang diberikan perlakuan biskuit lele yaitu 18.83% pada kelompok P10 dan 17.51% pada kelompok P11. Sehingga TKP pada kelompok yang diberikan biskuit lele telah mencapai angka kecukupan gizi yang normal (90-120% AKG) yaitu 91.13% pada kelompok biskuit lele dengan krim kontrol (P10), dan 93.92% pada kelompok biskuit lele dengan krim probiotik (P11). Untuk kelompok kontrol peningkatannya hanya 12.16%, dari 71.90% menjadi 84.06% dan pada kelompok biskuit kontrol dengan krim probiotik peningkatannya sebesar 0.31%, dari 70.21% menjadi 70.52%, belum
29
memenuhi angka kecukupan protein yang normal. Tingkat kecukupan protein pada kelompok P10 dan P11 lebih tinggi peningkatannya dari kelompok kontrol dan P01 karena biskuit lele sebagai makanan selingan menyumbang protein yang lebih tinggi yaitu 15.04% AKP dibandingkan kelompok kontrol yang hanya 3.86% AKP (Tabel 11). Protein pada biskuit diperoleh dari kandungan protein yang berasal dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung kepala dan badan ikan lele serta isolat protein kedelai, sehingga biskuit lele tersebut berpotensi untuk meningkatkan asupan protein.
100 84.6
Tingkat Kecukupan Protein (%)
90 80
93.92
91.13
71.9
72.3
76.41 70.21 70.52
70 60 50
Sebelum
40
Selama
30 20 10
0 P00
P01 P10 Kelompok Perlakuan
P11
Gambar 6 Tingkat kecukupan protein (TKP) sebelum dan selama intervensi. P00= biskuit kontrol dan krim kontrol; P10= biskuit lele dan krim kontrol; P01= biskuit kontrol dan krim probiotik; P11= biskuit lele dan krim probiotik Hasil sidik ragam menunjukkan selisih TKP selama dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan, menunjukkan tidak terdapat perbedaan TKP yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam kelompok perlakuan (p>0.05). Tingkat kecukupan protein yang dicapai dalam penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Patriasih et al. (2013) yaitu rata-rata TKP lansia yang tinggal bersama keluarga di Bandung masih tergolong defisit ringan (72.4%). Berbeda dengan hasil penelitian Rusilanti (2006), yaitu rata-rata TKP lansia di masyarakat sekitar Bogor relatif normal (97.48%). Untuk angka kecukupan zat gizi lemak yang dianjurkan untuk wanita lansia adalah 60 g untuk usia 45 sampai 49 tahun, 53 g untuk usia 50 sampai 64 tahun, dan 43 g untuk usia 65 sampai 75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Berdasarkan angka tersebut, diperoleh total rata-rata persentase tingkat kecukupan lemak (TKL) subjek sebelum intervensi adalah 99.51% tergolong dalam kategori cukup (90-120% AKL). Selama intervensi, terjadi peningkatan rata-rata TKL
30
menjadi 127.8% sehingga diklasifikasikan sebagai kelebihan angka kecukupan lemak. Gambar 7 menunjukkan adanya peningkatan TKL pada semua kelompok perlakuan.
Tingkat Kecukupan Lemak (%)
148.38 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
142.2 129.05 98.21
121.12
114.38
89.87 70.7 Sebelum Selama
P00
P10
P01
P11
Kelompok Perlakuan
Gambar 7 Tingkat kecukupan lemak (TKL) sebelum dan selama intervensi. P00= biskuit kontrol dan krim kontrol; P10= biskuit lele dan krim kontrol; P01= biskuit kontrol dan krim probiotik; P11= biskuit lele dan krim probiotik. Peningkatan persentase tingkat kecukupan lemak tertinggi pada kelompok P11 baik sebelum intervensi (142.2%) maupun selama intervensi (149.3%) dan tergolong kelebihan angka kecukupan lemak. Hasil sidik ragam menunjukkan selisih TKL selama dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Untuk hasil uji-t berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan persentase TKL sebelum dan selama intervensi yang signifikan pada kelompok P00 dan P10 (p<0.05) (Lampiran 4). Tingginya persentase TKL, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan minyak goreng selama intervensi (hasil FFQ Gambar 12) yang merupakan salah satu bahan makanan sumber lemak tertinggi. Zat yang gizi lainnya yang dianalisis pada penelitian ini adalah asupan karbohidrat. Karbohidrat mempunyai fungsi utama yaitu menyediakan energi bagi tubuh. Angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan untuk wanita lansia yaitu 323 g untuk usia 45 sampai 49 tahun, 285 g untuk usia 50 sampai 64 tahun, dan 252 g untuk usia 65 sampai 75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Berdasar angka tersebut yang telah dikoreksi dengan berat badan, diperoleh rata-rata persentase tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) subjek sebelum intervensi 65.61%, tergolong dalam defisit berat. Selama intervensi terjadi peningkatan menjadi 85.45% dan masih tergolong dalam defisit ringan. Gambar 8 menunjukkan adanya peningkatan TKK pada semua kelompok perlakuan. Namun, hasil sidik ragam menunjukkan selisih TKK selama dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Untuk hasil uji-t
31
berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan persentase TKK sebelum dan selama intervensi yang signifikan pada semua kelompok perlakuan (p<0.05). Perubahan persentase tertinggi tedapat pada kelompok biskuit lele dengan krim probiotik sebesar 27.55% (Lampiran 4).
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (%)
100 90
90.07 79.95
80
84.07
82.02
85.38
66.88
70
58.81
57.82
60 50
sebelum
40
selama
30 20 10 0 P00
P10 P01 Kelompok Perlakuan
P11
Gambar 8 Tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) sebelum dan selama intervensi. P00 = biskuit kontrol dan krim kontrol; P10= biskuit lele dan krim kontrol; P01= biskuit kontrol dan krim probiotik; P11= biskuit lele dan krim probiotik Angka kecukupan serat (AKS) yang dianjurkan untuk wanita lansia yaitu 30 g untuk usia 45 sampai 49 tahun, 28 g untuk usia 50 sampai 64 tahun, dan 22 g untuk usia 65 sampai 75 tahun (Hardinsyah et al. 2012). Berdasarkan angka tersebut, diperoleh rata-rata persentase tingkat kecukupan serat (TKS) subjek sebelum intervensi sebesar 54.72% AKS, dengan rata-rata asupan serat sebesar 13.92 g (Tabel 12). Selama intervensi terjadi penurunan persentase TKS menjadi 49.76% atau dengan rata-rata asupan serat sebesar 13.11 g. Berdasarkan pengklasifikasian Muchtadi (2009), asupan serat pada penelitian ini baik sebelum maupun selama intervensi masih tergolong kurang (<20 g/hari). Gambar 9 menunjukkan terjadi sedikit peningkatan persentase TKS pada kelompok P10 sebesar 0.38%, dan penurunan pada kelompok lainnya. Penurunan terbesar pada kelompok P01 sebesar 11.84%. Hasil sidik ragam menunjukkan selisih TKS selama dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Sama halnya dengam hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persentase TKS yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam semua kelompok perlakuan (P>0.05). Rendahnya asupan serat pada penelitian ini, sejalan dengan hasil penelitian Raissa (2012) yaitu rata-rata asupan serat pada lansia di Bandung berkisar 9.1 g sampai 13 g, juga tergolong kurang. Sumber serat pangan adalah sereal atau biji-bijian utuh, buah-buahan dan sayuran. Rendahnya frekuensi konsumsi sayur dan buah dari yang dianjurkan (hasil FFQ Gambar 13)
32
menyebabkan rendahnya tingkat kecukupan serat. Asupan serat yang rendah, merupakan salah satu faktor risiko terhadap memburuknya profil lipid di dalam darah.
Tingkat Kecukupan Serat (%)
70 60
62.07 56.15
53.03
51.23 51.62
58.31
50.22
50 38.38
40
sebelum
30
selama 20 10
0 P00
P10 P01 Kelompok Perlakuan
P11
Gambar 9 Tingkat kecukupan serat (TKS) sebelum dan selama intervensi. P00 = biskuit kontrol dan krim kontrol; P10= biskuit lele dan krim kontrol; P01= biskuit kontrol dan krim probiotik; P11= biskuit lele dan krim probiotik Diusia tua, kebutuhan energi dan zat gizi lainnya menurun pada proses menua disebabkan oleh terjadinya perubahan komposisi tubuh, yaitu menurunnya jumlah sel-sel otot dan meningkatnya sel-sel lemak, yang menyebabkan menurunnya kebutuhan energi untuk menjalankan fungsi tubuh. Selain itu, terjadi penurunan aktivitas fisik, setelah usia 50 tahun kebutuhan energi berkurang 5% untuk tiap 10 tahun, maka terdapat anjuran untuk mengurangi beberapa jenis asupan zat gizi (Almatsier 2006). Secara keseluruhan, dari hasil penelitian terjadi perubahan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya dari yang defisit berat (<70% AKG) menjadi kelebihan tingkat kecukupan lemak (>120%AKG), dan terpenuhinya tingkat kecukupan energi (90-120% AKG). Tingkat kecukupan protein dan karbohidrat meningkat sedikit dari defisit berat menjadi defisit ringan (80-89% AKG). Angka kecukupan gizi yang masih defisit dapat disebabkan oleh kurangnya nafsu makan akibat menurunnya kondisi fisiologis, kesulitan mengunyah atau menelan, kesepian dan terisolasi, serta pengobatan yang dijalani lansia (Schlenker dan Long 2007). Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi konsumsi pangan menggambarkan berapa kali dalam periode waktu tertentu subjek mengonsumsi jenis pangan tertentu. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan kuantitatif serta memperoleh informasi deskriptif tentang pola
33
konsumsi (Kusharto dan Supariasa 2014). Pada penelitian ini, pengumpulan data frekuensi konsumsi pangan bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok pangan yang paling sering dikonsumsi. Pengumpulan data menggunakan formulir frekuensi makanan (FFQ) yang dilakukan sebelum dan selama intervensi untuk melihat kebiasaan makan dalam satu bulan terakhir. Pola konsumsi pada lansia diatur berdasarkan pola menu seimbang yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia yang terdiri dari makanan sumber energi (beras dan hasil olah, roti, mi, ubi, dan kentang), sumber zat pembangun (susu dan hasil olah, daging, ayam, ikan, telur, kacang-kacangan dan hasil olah, seperti tempe dan tahu) dan sumber zat pengatur yaitu sayur dan buah (Almatsier 2006). Pada Tabel 15 berikut dapat dilihat bahan pangan sumber energi yang paling sering dikonsumsi subjek sebelum dan selama intervensi adalah nasi, roti, ubi, dan kentang. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan selisih rata-rata frekuensi konsumsi semua jenis bahan pangan sumber energi antar kelompok sebelum dan selama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Untuk hasil uji-t berpasangan, menunjukkan terdapat perbedaan frekuensi konsumsi ubi pada kelompok P10 sebelum dan selama intervensi yang signifikan (p<0.05) dan tidak ada perbedaan pada kelompok lainnya (p>0.05). Namun, frekuensi konsumsi ubi seluruh subjek sebelum dan selama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Tabel 15 Frekuensi konsumsi pangan sumber energi tertinggi satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) Kelompok Perlakuan Bahan pPangan value P00 P10 P01 P11 Nasi Sebelum 67.50±13.87 66.67±20.00 72.86±16.04 72.86±16.04 0.820 Selama 78.75±15.52 66.67±13.29 60.00±0.00 66.56±26.87 0.191 0.226 Selisih 11.24±22.32 0.00±25.98 -12.85±16.03 -6.28±24.01 p-value 0.197 1.00 0.78 0.514 0.770 Roti Sebelum 19.00±11.95 13.78±12.34 16.43±21.49 11.71±8.82 Selama 11.13±20.18 6.00±9.3.84 9.14±10.04 13.93±20.96 0.764 0.670 Selisih -7.87±19.45 -7.77 ± 13.14 -7.28 ± 18.24 2.21±22.76 p-value 0.290 0.114 0.331 0.806 0.286 Ubi Sebelum 12.88±14.25 20.89±17.49 8.57±8.52 8.57±14.95 0.104 Selama 21.00±24.70 8.22±9.75 3.00±2.70 11.14±5.36 0.106 Selisih 8.12 ± 28.37 -12.66±13.72 -5.57±7.72 2.57±11.83 * p-value 0.445 0.024 0.105 0.586 0.361 Kentang Sebelum 4.50±3.96 10.44±11.59 4.57±4.27 9.14±9.51 0.353 Selama 7.88±10.35 2.89±3.29 13.57±20.84 8.00±4.61 0.111 Selisih 3.37 ± 10.50 -7.55 ± 11.91 9.0 ± 19.63 -1.14 ± 9.78 p-value 0.394 0.094 0.271 0.768 Ket : P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11= biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; *)Hasil uji-t berpasangan terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam kelompok (p<0.05).
Pada Gambar 10, secara keseluruhan frekuensi tertinggi konsumsi pangan sumber energi dan menjadi pola makan subjek sebelum dan selama intervensi adalah nasi, dengan rata-rata frekuensi konsumsi 69.68 kali per bulan sebelum intervensi dan 68.26 kali per bulan selama intervensi atau dikonsumsi 2 sampai 3
34
kali sehari. Frekuensi konsumsi nasi ini sejalan dengan hasil penelitian Utari (2011) yaitu sebagian besar wanita lansia mengonsumsi nasi sebagai sumber energi yang utama hanya dua kali sehari. Frekuensi terendah konsumsi pangan sumber energi adalah kentang yang dikonsumsi berkisar 7 kali per bulan. Rendahanya frekuensi konsumsi kentang ini, berdasarkan hasil wawancara sebagian besar subjek mengonsumsi kentang hanya sebagai tambahan dalam sayuran. Secara keseluruhan pada Gambar 10 menunjukkan, cenderung terjadi penurunan frekuensi konsumsi pangan sumber energi. Meskipun terjadi penerunan, hasil analisis rata-rata tingkat kecukupan energi subjek cenderung meningkat (Gambar 8). Hal tersebut diduga, meskipun frekuensinya menurun namun kuantitas konsumsi bahan pangan sumber energi meningkat selama intervensi. 120
frekuensi (kali/bulan)
100
7.29 1.74
13.26 80
11 15.26
9.82
Kentang Ubi Roti
60
Nasi 40
69.68
68.26
Sebelum
Selama
20 0 Bahan pangan sumber energi
Gambar 10 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber energi sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) Di Kota Depok yang merupakan lokasi penelitan telah terlaksana program one day no rice untuk menggalakkan diversifikasi pangan. Program ODNR menyarankan warga Kota Depok untuk tidak mengonsumsi nasi atau yang terbuat dari beras setiap hari Selasa dan mengonsumsi makanan pengganti seperti kentang, singkong, dan umbi-umbi lainnya. Namun, berdasarkan hasil wawancara hanya sebagian kecil subjek 9.7% (n=3) yang menjalankan program tersebut dan sebagian besar lainnya 90.3% (n=28) mengaku mengetahui namun tidak menjalankan program ODNR. Oleh karena itu, frekuensi konsumsi nasi sebagai bahan pangan sumber energi masih jauh lebih tinggi dibanding dengan bahan pangan lainnya. Selain bahan pangan sumber energi, pada Tabel 16 dapat dilihat bahan pangan sumber zat pembangun yang paling sering dikonsumsi subjek sebelum dan selama intervensi adalah susu, daging, ayam, ikan, telur, tahu, dan tempe. Hasil sidik ragam menunjukkan selisih rata-rata frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pembangun antar kelompok sebelum dan selama intervensi tidak
35
berbeda nyata (p>0.05). Hasil uji-t berpasangan, terdapat perbedaan frekuensi konsumsi tempe yang signifikan (p<0.05) pada kelompok P01 sebelum dan selama intervensi dari frekuensi konsumsi 34.22 kali sebulan atau 1 kali dalam sehari menurun jadi 15.78 kali sebulan atau 1 kali dalam dua hari, dan tidak terdapat perbedaan pada kelompok lainnya. Untuk bahan pangan lainnya seperti susu, daging, ayam, ikan, telur, dan tahu dalam semua kelompok perlakuan tidak terdapat perubahan yang signifikan (p>0.05). Tabel 16 Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pembangun satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali / bulan) Kelompok Perlakuan Bahan pPangan value P00 P10 P01 P11 4.29±6.02 19.86±20.15 0.315 Susu Sebelum 18.00±21.98 12.44±13.99 7.50±13.88 8.11±13.29 7.43±10.24 25.00±19.86 0.078 Selama 3.14±12.06 5.14±30.04 0.454 Selisih -10.50±22.84 -4.33±14.73 0.235 0.403 0.516 0.667 p-value 2.75±3.95 1.89±3.82 1.73±1.69 3.43±4.75 0.804 Daging Sebelum 2.38±1.76 1.56±1.35 1.93±1.59 2.86±1.67 0.420 Selama -0.37±4.5 -0.33±3.79 0.20±0.68 -0.56±5.6 0.987 Selisih 0.822 0.799 0.463 0.798 p-value 6.89±9.11 6.14±4.56 16.00±11.25 0.135 Ayam Sebelum 11.25±8.27 10.00±5.23 12.00±11.09 8.57±3.59 19.14±19.86 0.342 Selama -1.25±7.62 5.11±7.68 2.42±5.71 2.42±5.71 0.558 Selisih 0.657 0.081 0.304 0.575 p-value 22.57±14.83 38.29±32.80 0.770 Ikan Sebelum 42.75±47.81 38.56±46.47 44.00±29.41 27.11±26.57 24.86±12.44 22.71±12.48 0.249 Selama 1.25±64.44 -11.44±38.92 2.28±14.93 -15.57±35.61 0.807 Selisih 0.958 0.404 0.699 0.291 p-value 10.33±11.35 8.00±4.65 19.71±9.62 0.126 Telur Sebelum 12.38±9.16 12.63±11.40 16.22±10.65 13.57±20.97 21.14±11.36 0.656 Selama 0.25±8.86 5.88±13.10 5.57±23.83 1.42±13.04 0.842 Selisih 0.939 0.214 0.559 0.782 p-value 29.14±16.03 44.57±20.15 0.469 Tahu Sebelum 35.75±15.72 31.33±24.26 29.25±14.84 12.89±10.86 24.43±26.14 25.43±18.60 0.285 Selama -4.71±17.93 -19.14±22.38 0.485 Selisih -6.50±21.40 -18.44±26.96 0.419 0.083 0.513 0.064 p-value 35.75±15.72 34.22±22.05 29.14±16.03 44.57±20.15 0.496 Tempe Sebelum 31.50±13.12 15.78±12.14 26.00±24.79 32.29±21.46 0.241 Selama -3.14±17.77 -12.28±19.19 0.404 Selisih -4.25±20.96 -18.44±22.82 0.584 0.042* 0.656 0.141 p-value Ket : P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11= biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; *)Hasil uji-t berpasangan terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan selam dalam kelompok (p<0.05).
Pada Gambar 11 dapat dilihat rata-rata frekuensi tertinggi konsumsi pangan sumber zat pembangun dan menjadi pola makan subjek sebelum dan selama intervensi adalah ikan segar yang merupakan lauk hewani dan tempe yang merupakan lauk nabati. Ikan segar dikonsumsi 35.97 kali dalam sebulan sebelum intervensi dan sedikit berubah menjadi 29.97 kali dalam sebulan selama intervensi
36
atau sekitar 1 sampai 2 kali dalam sehari. Jenis ikan yang sering dikonsumsi oleh subjek adalah ikan kembung dan ikan mas. Tempe sebagai lauk nabati dikonsumsi subjek 35.81 kali dalam sebulan sebelum intervensi dan berubah menjadi 25.87 kali dalam sebulan selama intervensi atau sekitar 1 sampai 2 kali dalam sehari. Rata-rata frekuensi terendah konsumsi pangan sumber zat pembangun adalah daging sapi yang dikonsumsi sekitar 2 kali dalam sebulan, baik sebelum maupun selama intervensi. Untuk bahan pangan sumber zat pembangun lainnya seperti ayam, telur, dan tahu dikonsumsi oleh subjek secara bergantian dalam satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi sebagai pengganti ikan dan tempe. Untuk susu yang juga merupakan sumber zat pembangun, dikonsumsi sebagian besar subjek 70.96% (n=22), sedangkan sebagian kecil lainnya tidak pernah mengonsumsi susu 29.03% (n=9) baik sebelum maupun selama intervensi. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi subjek adalah produk susu bubuk tinggi kalsium yang dikhususkan untuk lanjut usia. 160
frekuensi (kali/bulan)
140 120 100
35.81 25.87
Tempe Tahu
34.97 22.55
Telur
12.45
15.81
Ikan
40
35.97
29.97
20
9.9 13.71
12.32 11.61
Sebelum
Selama
80 60
0
Ayam
Daging Susu
Bahan pangan sumber zat pembangun
Gambar 11
Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pembangun sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan)
Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar profil lipid adalah asupan makanan yang mengandung lemak. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin dan lemak hewan. Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali adpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier 2009). Dalam penelitian ini, salah satu frekuensi konsumsi sumber lemak yang diteliti adalah minyak goreng dan gorengan (Tabel 17). Gorengan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kudapan yang umumnya dibuat dengan proses deep frying yaitu seluruh bahan terendam dalam minyak goreng. Gorengan juga merupakan bahan makanan yang dikonsumsi tidak sebagai makanan utama. Hasil sidik ragam menunjukkan selisih rata-rata frekuensi konsumsi minyak goreng dan gorengan antar kelompok sebelum dan selama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan, tidak terdapat perbedaan frekuensi konsumsi minyak goreng dan
37
gorengan sebelum dan selama intervensi yang signifikan pada semua kelompok (p>0.05). Tabel 17 Frekuensi konsumsi minyak goreng satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali / bulan) Kelompok Perlakuan Bahan pPangan value P00 P10 P01 P11 0.539 Minyak Sebelum 60.00±22.67 66.67±20.00 72.86±16.04 60.00±17.32 67.50±26.59 60.00±25.98 64.29±20.70 72.86±29.27 0.794 goreng Selama 7.50±21.21 -6.66±32.78 -8.57±22.67 12.85±23.60 0.317 Selisih 0.351 0.559 0.356 0.200 p-value 0.486 Gorengan Sebelum 13.00±12.08 20.44±12.26 12.86±10.18 13.43±12.15 18.75±9.75 24.33±9.43 10.00±10.13 19.14±11.48 0.070 Selama 5.75±15.25 3.88±7.81 -2.85±13.05 5.71±13.28 0.523 Selisih 0.322 0.174 0.580 0.299 p-value Ket : P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11= biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; Hasil sidik ragam dan uji-t berpasangan (p>0.05).
Pada Gambar 12 dapat dilihat, secara keseluruhan frekuensi konsumsi minyak goreng cenderung meningkat yaitu 64.84 kali sebulan sebelum intervensi menjadi 65.81 kali dalam sebulan selama intervensi atau sekitar 2 sampai 3 kali dalam sehari. Sama halnya dengan frekuensi konsumsi gorengan selama intervensi terjadi peningkatan dari 15.23 kali sebulan menjadi 18.48 kali dalam sebulan. Berdasarkan hasil wawancara, jenis gorengan yang sering dikonsumsi dan tersedia disekitar subjek adalah bakwan, tahu isi, risoles, dan lain-lain. Meskipun cenderung terjadi peningkatan, hasil uji-t berpasangan tidak terdapat perbedaan total rata-rata frekuensi sebelum dan selama intervensi yang signifikan (p>0.05). 90 frekuensi (kali/bulan)
80 70
15.23
18.48
60 Gorengan
50 40
30
64.84
65.81
Sebelum
Selama
20
Minyak goreng
10 0
penggunaan minyak goreng dan gorengan
Gambar 12 Total frekuensi konsumsi minyak goreng dan gorengan sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) Pada Tabel 18, bahan pangan sumber zat pengatur yang paling sering dikonsumsi subjek sebelum dan selama intervensi adalah sayuran hijau, wortel,
38
tomat, timun, dan buah-buahan. Hasil sidik ragam menunjukkan selisih rata-rata frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pengatur antar kelompok sebelum dan selama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sama halnya dengan hasil ujit berpasangan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada frekuensi konsumsi semua bahan pangan sumber zat pengatur dalam setiap kelompok sebelum dan selama intervensi (p>0.05). Tabel 18 Frekuensi konsumsi pangan sumber zat pengatur satu bulan terakhir sebelum dan selama intervensi menurut kelompok perlakuan (kali/bulan) Kelompok Perlakuan Bahan pPangan value P00 P10 P01 P11 22.44±25.96 12.14±8.74 24.29±21.01 0.544 Sayuran Sebelum 15.13±10.32 11.00±7.54 21.56±14.45 12.00±7.09 18.93±10.22 0.145 hijau Selama -4.12±12.25 -0.88±16.44 -0.14±12.42 -5.35±22.34 0.911 Selisih 0.373 0.875 0.977 0.549 p-value 42.56±27.24 40.57±21.92 43.29±36.38 0.384 Buah Sebelum 66.63±44.24 67.88±29.03 43.81±36.38 69.50±44.32 55.43±24.83 0.437 Selama 1.25±47.25 1.25±49.60 28.92±48.14 12.21±25.94 0.588 Selisih 0.942 0.941 0.163 0.243 p-value 11.56±11.17 7.43±3.59 12.86±8.15 0.203 Wortel Sebelum 17.75±10.49 10.75±8.87 14.61±12.23 7.71±4.38 14.57±11.29 0.478 Selama 0.28±5.93 1.71±15.72 0.340 Selisih -7.00±10.90 3.055±12.52 0.112 0.485 0.903 0.783 p-value 20.89±13.71 20.57±11.98 19.14±10.25 0.752 Tomat Sebelum 14.88±12.75 15.75±12.25 21.89±12.21 20.07±12.83 8.29±9.96 0.147 Selama 0.87±2.69 1.00±17.56 -0.50±12.61 -10.85±18.28 0.340 Selisih 0.389 0.869 0.920 0.167 p-value 14.78±14.64 20.57±20.80 12.14±12.86 0.777 Timun Sebelum 15.75±12.62 9.75±8.9 24.78±18.43 19.43±13.25 10.71±13.42 0.121 Selama -1.42±5.82 0..314 Selisih -6.00±13.30 10.00±20.41 -1.14±25.39 0.243 0.180 0.909 0.541 p-value Ket : P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik; P11= biskuit lele + krim probiotik; Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; Hasil sidik ragam dan uji-t berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0.05).
Pada Gambar 13 berikut, frekuensi tertinggi konsumsi pangan sumber zat pengatur dan menjadi pola makan subjek adalah buah-buahan dengan rata-rata frekuensi konsumsinya 48.48 kali sebelum intervensi dan sedikit meningkat menjadi 58.46 kali selama intervensi dalam sebulan atau sekitar 1 sampai 2 kali dalam sehari. Jenis buah yang paling sering dikonsumsi subjek adalah pisang, jeruk, dan pepaya. Untuk frekuensi konsumsi sayuran secara keseluruhan dalam satu bulan terakhir adalah 85.26 kali sebelum intervensi dan 105.82 kali selama intervensi atau sekitar 2 sampai 3 kali dalam sehari. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh subjek adalah tomat, ketimun, dan wortel. Secara keseluruhan, terjadi peningkatan frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pengatur selama intervensi (Gambar 13). Namun, konsumsi sayuran dan buahbuahan tersebut belum sesuai dengan anjuran Kemenkes RI (2014) dalam pedoman gizi seimbang yaitu bagi wanita usia lanjut dianjurkan untuk
39
mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan sekitar 4 porsi sayuran perhari dan 4-5 porsi buah-buahan perhari. Lansia dianjuran untuk lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang cukup karena kelompok usia lanjut sangat rentan terhadap gangguan gizi dan berbagai penyakit seperti terlalu gemuk dan kurus, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan lainnya. 140
frekuensi (kali/bulan)
120 100
15.74 18.87
80
16.52
Timun
16.82
Tomat
12.05
Wortel
12.52
Buah
60
Sayuran hijau 40
48.48
58.46
18.65
16.08
Sebelum
Selama
20 0 Bahan pangan sumber zat pengatur
Gambar 13 Total frekuensi konsumsi bahan pangan sumber zat pengatur sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan) Selain dari makanan utama, dari hasil wawancara juga diperoleh data frekuensi konsumsi pangan selingan yaitu frekuensi konsumsi biskuit lainnya dan teh (Gambar 14). 26.71
frekuensi (kali/bulan)
30
25
22.45 p = 0.008
20 p = 0.001 15 10
13.68
5.94
5 0 Biskuit lainnya
Teh
Makanan dan Minuman Selingan
sebelum intervensi
selama intervensi
Gambar 14 Total frekuensi konsumsi teh tawar dan biskuit lainnya sebelum dan selama intervensi (kali/perbulan)
40
Makanan selingan sebagian besar subjek satu bulan terakhir sebelum intervensi adalah biskuit dengan rata-rata frekuensi konsumsi 22.45 kali dengan rentang 6 kali seminggu hingga 3 kali sehari. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan, selama intervensi terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata frekuensi konsumsi biskuit lainnya sebelum dan selama intervensi (p<0.05). Frekuensi konsumsi biskuit lainnya selama intervensi menurun menjadi 5.94 kali dalam satu bulan terakhir dengan rentang 1 sampai 3 kali seminggu. Artinya, biskuit intervensi telah mampu menggantikan biskuit lainnya yang sering dikonsumsi subjek. Berbeda dengan minuman selingan, dimana minuman selingan sebagian besar subjek dalam satu bulan terakhir sebelum intervensi adalah teh dengan rata-rata frekuensi konsumsi 13.68 kali atau 2 kali dalam seminggu. Hasil uji-t berpasangan menunjukkn selama intervensi terjadi peningkatan frekuensi konsumsi teh secara signifikan (p<0.05) yaitu menjadi 26.71 kali dalam sebulan atau 6 kali per minggu hingga setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara, tingginya frekuensi konsumsi teh disebabkan kebiasaan subjek mengonsumsi biskuit intervensi bersamaan dengan mengonsumsi teh.
Profil Lipid Profil lipid adalah unsur-unsur lemak dalam plasma yang terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas yang berasal dari makanan (eksogen) dan dari sintesis lemak (endogen). Kolesterol dan trigliserida merupakan jenis lipid yang relatif berhubungan klinis dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma, sehingga lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Ikatan tersebut menghasilkan empat kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar relatif lipid dan protein berbeda-beda pada setiap kelas tersebut (Price dan Wilson 2005). Pada lansia terjadi perubahan membran limfosit yang menyebabkan terjadinya peningkatan komposisi lipid yaitu peningkatan proporsi kolesterol dan fosfolipid pada orang tua dibandingkan orang muda, serum darah orang tua mengandung banyak VLDL dan LDL (Fatmah 2006). Menurut Marhoum et al. (2013) saat terjadi penuaan, kadar kolesterol total dan LDL-kolesterol cenderung meningkat pada usia lebih dari 55 tahun, dan kadar HDL-kolesterol cenderung lebih tinggi pada wanita lansia dibanding dengan laki-laki lansia. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengukuran profil lipid yaitu kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida terhadap wanita lansia yang diberikan intervensi biskuit lele dengan krim yang mengandung probiotik E. faecium IS-27526 dosis 2.4-6.2 x 108 cfu/hari. Kadar Kolesterol Total Kolesterol dengan konsentrasi tinggi terdapat pada jaringan kelenjar dan hati tempat dimana kolesterol disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan unsur struktural pada membran sel dan sebagai bahan awal untuk mesintesis garam empedu dan hormon steroid termasuk aldosteron, estrogen, testosteron, dan vitamin D (Brody 1994). Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Sistem
41
saraf pusat mengandung hampir 23% total kolesterol tubuh atau mewakili 2.2% berat badan total (Dudani 2013). Namun kolesterol dapat membahayakan tubuh apabila terdapat dalam jumlah yang terlalu banyak dalam darah karena dapat mengakibatkan endapan patologis pada dinding arteri yang secara perlahan akan menyebabkan penyempitan yang disebut aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (Brody 1994). Pada Tabel 19 berikut dilihat hasil rata-rata kadar kolesterol subjek sebelum intervensi adalah 211.42±39.89 mg/dl, sedangkan setelah intervensi mengalami peningkatan menjadi 234.55±48.40 mg/dl, menurut National Cholesterol Education Program (NCEP 2001) angka tersebut masih termasuk dalam kategori ambang batas tinggi (borderline high) yaitu 200-239 mg/dl. Sejalan dengan hasil penelitian Valentini et al. (2014) menunjukkan bahwa ratarata kadar kolesterol total pada lansia setelah diberikan suplemen probiotik berisikan tiga strain Bifidobacterium, 4 strain Lactobacillus, dan Streptococcus thermophilus DSM 24731 dengan dosis 112 x 108 cfu/kapsul adalah 221±8.4 mg/dl, juga termasuk dalam kategori ambang batas tinggi. Peningkatan kadar kolesterol pada penelitian ini kemungkinan karena asupan lemak dari konsumsi minyak goreng dan gorengan yang juga cenderung meningkat (Gambar 12) dan hasil analisis tingkat kecukupan lemak melebihi dari yang dianjurkan (>120 angka kecukupan lemak) (Gambar 7). Tabel 19 Kadar kolesterol total (mg/dl) sebelum dan setelah intervensi Kelompok Perlakuan p-value P00 P10 P01 P11 Sebelum 213.0 ± 53.5 199.2 ± 39.7 227.7 ± 32.7 201.6 ± 34.7 0.584 Setelah 241.6 ± 61.6 222.8 ± 42.5 250.3 ±51.8 225.9 ±39.2 0.665 Selisih 28.6 ± 31.8* 23.5 ± 21.9* 22.6 ± 53.3 16.8 ± 53.3 0.957 p- value 0.038 0.012 0.306 0.434 Ket : P00= biskuit kontrol + krim kontrol; P10= biskuit lele + krim kontrol; P01= biskuit kontrol + krim probiotik ; P11= biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi; *Hasil uji t-berpasangan, terdapat perbedaan kadar sebelum dan setelah intervensi dalam kelompok perlakuan (p<0.05) Fase
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata selisih kadar kolesterol total antar kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sejalan dengan hasil penelitian Valentini et al. (2014) suplementasi 112 x 108 cfu/kapsul dari tiga strain Bifidobacterium, 4 strain Lactobacillus, dan Streptococcus thermophilus DSM 24731 pada lansia tidak signifikan mempengaruhi kadar kolesterol. Oleh Rifqi (2014) pada bulan kedua intervensi juga terjadi peningkatan kadar kolesterol monyet ekor panjang (MEP) betina usia tua yang diberikan pakan tepung ikan lele dan probiotik E. faecium IS27526, dan tidak terdapat perbedaan dibandingkan kelompok kontrol. Sama halnya dengan penelitian oleh Cheik et al. (2008) pemberian pakan fermentasi probiotik E. faecium dan Lactobacillus pada tikus jantan hyperkolesterol selama 8 minggu menghasilkan kadar kolesterol lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa kadar kolesterol sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan P00 dan P10 berbeda nyata (p<0.05), sedangkan pada kelompok perlakuan P01 dan P11 tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Terjadi peningkatan rata-rata kadar kolesterol yang signifikan dan
42
terbesar pada kelompok perlakuan kontrol (P00) sebesar 28.6 mg/dl, dan kelompok perlakuan biskuit lele dengan krim kontrol (P10) sebesar 23.5 mg/dl, sedangkan pada kelompok perlakuan biskuit kontrol dengan krim probiotik (P01), dan biskuit lele dengan krim probiotik (P11) peningkatannya tidak signifikan dan terkecil pada kelompok perlakuan P11. Hal ini membuktikan bahwa pemberian biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 selama 60 hari ada kecenderungan mampu menekan peningkatan kadar kolesterol. Untuk dapat menurunkan kadar kolesterol yang signifikan dibutuhkan waktu untuk intervensi yang lebih lama, oleh Hlivak et al. (2005) konsumsi jangka panjang kapsul berisi probiotik E.faceium M-74 2x109 cfu/hari pada lansia mampu menurunkan kadar kolesterol total secara signifikan setelah intervensi selama 60 minggu. Kecenderungan memiliki kemampuan untuk menekan peningkatan kolesterol kemungkinan karena adanya dekonjugasi garam empedu oleh probiotik yang ditambahkan pada krim yaitu melalui mekanisme ezimatik oleh enzim bile salt hydrolase. Salah satu strain bakteri saluran pencernaan seperti Enterococcus memiliki enzim BSH. Enzim BSH menghasilkan asam empedu terdekonjugasi, dalam bentuk asam kholat bebas yang kurang diserap oleh usus halus dibanding asam empedu terkonjugasi. Dekonjugasi garam empedu membantu menurunkan kadar kolesterol karena garam empedu yang tidak terikat (dekonjugasi) akan berkurang kembali ke hati dan lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan dibanding garam empedu yang terkonjugasi. Garam empedu terbuang melalui feses dan mengakibatkan semakin banyak kolesterol sebagai prekursor yang dibutuhkan untuk mensintesis garam empedu lagi sehingga menurunkan kadar kolesterol di dalam darah (Suron 2004; Pato et al. 2004). Kemungkinan lainnya adalah dinding sel atau membran sel probiotik bakteri asam laktat mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh (Surono 2004). Berbeda dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa penambahan probiotik pada produk pangan seperti susu atau yoghurt dapat menurunkan kadar kolesterol total secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Seperti hasil penelitian Pato et al. (2004) pemberian susu fermentasi Lc. lactic subsp. lactis IS-29862 pada tikus hiperkolesterolemia usia 4 minggu selama 12 hari; Sadrzadeh-Yeganeh et al. (2010) pemberian yoghurt mengandung Lactobacillus acidophilus La5 dan Bifidobacterium lactic Bb12 39x107 cfu/hari pada wanita dewasa selama 6 minggu; dan Jones et al. (2011) pemberian yoghurt yang mengandung L. reuteri NCIMB 30242 1.15 x 109 cfu pada subjek hiperkolesterolemia usia 18-74 tahun selama 6 minggu. Perbedaan hasil dengan penelitian ini, kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan strain probiotik yaitu terkait dengan aktivitas enzim BSH yang mungkin lebih tinggi pada strain lainnya dibandingkan dengan strain yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu, kemungkinan lainnya diduga dipengaruhi dosis penambahan strain, bahan pangan yang ditambahkan probiotik, karateristik subjek, periode pemberian, dan ukuran sampel. Kadar LDL Lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein, LDL) adalah partikel yang mengadung sedikit triasilgliserol dan konsentrasi tinggi kolesterol dan esternya. Salah satu peranan utama partikel LDL adalah sebagai pengangkut kolesterol dari hati ke jaringan perifer dan mengembalikannya lagi ke hati.
43
Kosentrasi kolesterol di dalam aliran darah sangat berhubungan dengan LDL (Brody 1994). Sekitar setengah dari kolesterol yang beredar dalam darah terkandung dalam LDL, sehingga kadar LDL seseorang memiliki implikasi penting bagi kesehatan. Kolesterol darah dalam bentuk LDL terkait dengan aterosklerosis yaitu kondisi patologis yang mendasari penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol LDL yang tinggi menyebabkan penumpukan plak lemak pada dinding pembuluh pemasok darah ke otot jantung. Seiring waktu plak ini mempersempit lumen arteri koroner, mengurangi pengiriman oksigen dan zat gizi lainnya ke sel-sel jantung. Gangguan suplai darah ke jantung, sebagai akibat dari gumpalan darah atau penumpukan plak, menyebabkan serangan jantung, dan kejadian serupa dalam arteri di otak yaitu stroke (Schlenker dan Long 2007). Oleh karena itu, pengukuran kadar LDL merupakan salah satu komponen penting dalam pengukuran profil lipid di dalam darah. Pada Tabel 20 dapat dilihat hasil rata-rata kadar LDL subjek sebelum intervensi adalah 132.26±35.16 mg/dl, setelah intervensi mengalami peningkatan menjadi 146.55±43.80 mg/dl. Menurut National Cholesterol Education Program (NCEP 2001) angka tersebut masih tergolong dalam kategori ambang batas tinggi (borderline high) yaitu 130-159 mg/dl. Sejalan dengan hasil penelitian Sriyono (2010) yaitu rata-rata kadar LDL lansia setelah diberikan intervensi teh hijau adalah 154.6±50.95 mg/dl juga berada dalam kategori ambang batas tinggi. Berbeda dengan hasil penelitian Utari (2011), yaitu rata-rata kadar LDL wanita menopause setelah diberikan intervensi tempe adalah 124.4±27.7 mg/dl berada pada kategori normal. Tabel 20 Kadar LDL sebelum dan setelah intervensi Kelompok Perlakuan P00 P10 P01 P11 Sebelum 133.2 ± 47.6 120.4 ± 29.1 147 ± 31.8 122.2 ± 36.7 Setelah 149.6 ± 58.7 134.2 ± 28.2 161.7 ± 45.5 143.6 ± 32.1 Selisih 16.5 ± 35.3 13.7 ± 24.7 13.8 ± 56.7 12.8 ± 44.5 p- value 0.228 0.134 0.542 0.474 Ket : P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. Fase
p-value 0.512 0.675 0.998
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa selisih rata-rata kadar LDL antar kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan, sebelum dan setelah intervensi dalam kelompok perlakuan juga tidak berbeda nyata (p>0.05). Secara keseluruhan terjadi peningkatan rata-rata kadar LDL setelah intervensi. Peningkatan terbesar pada kelompok kontrol (P00) sebesar 16.5 mg/dl, dan peningkatan terkecil pada kelompok perlakuan biskuit lele dan krim probiotik (P11) sebesar 12.8 mg/dl. Sejalan dengan temuan Rifqi (2014) yaitu tidak terdapat perbedaan kadar LDL monyet ekor panjang betina usia tua pada kelompok yang diberikan pakan formulasi tepung lele dengan probiotik E. faecium IS-27526 pada bulan kedua intervensi. Hingga bulan ketiga intervensi peningkatan kadar LDL monyet ekor panjang yang diberikan pakan tepung lele dengan probiotik adalah yang terkecil dibanding kelompok lainnya.
44
Kadar HDL Lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein, HDL) merupakan lipoprotein yang terdapat dalam plasma darah dengan rasio lipid dan protein paling rendah. HDL berfungsi mengikat kolesterol atau esternya dan mengangkutnya bersama aliran darah dari sel tepi ke sel hati dengan proses yang disebut reverse cholesterol transport. Kadar HDL yang tinggi berhubungan dengan rendahnya kejadian penyakit kardiovaskular, karena akan mempercepat proses pengangkutan kolesterol dari berbagai organ tubuh (Brody 1994). Oleh karena itu, pengukuran kadar HDL juga merupakan salah satu komponen penting. Pada Tabel 21 dapat dilihat hasil rata-rata kadar HDL subjek pada awal penelitian adalah 54.77±9.89 mg/dl, sedangkan pada akhir penelitian terjadi peningkatan menjadi 59.58±11.53 mg/dl. Meskipun kadar kolesterol total dan LDL berada pada kategori ambang batas tinggi, kadar HDL subjek masih tergolong normal (≥ 50 mg/dl). Sama halnya dengan hasil penelitian Campbell et al. (2010) yaitu rata-rata kadar HDL wanita lansia setelah diberikan suplementasi protein kedelai meningkat dari 56.87±2.5 menjadi 60.33±2.5. Berbeda dengan hasil penelitian Utari (2011), yaitu rata-rata kadar HDL wanita menopause setelah diberikan intervensi tempe adalah 48.2±10.5 mg/dl tergolong rendah. Tabel 21 Kadar HDL sebelum dan setelah intervensi Kelompok Perlakuan P00 P10 P01 P11 Sebelum 53.7 ± 10 56.6 ± 12.5 54.6 ± 11.5 52.1 ± 6.6 Setelah 61.7 ± 9 60.4 ± 8.5 53.7 ± 15.7 61.9 ± 13.1 Selisih 8 ± 11.4 3.9 ± 14.6 -0.8 ± 9.2 9.8 ± 11.9 p- value 0.088 0.448 0.813 0.126 Ket : P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. Fase
p-value 0.939 0.511 0.469
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata selisih kadar HDL antar kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan dalam kelompok perlakuan, juga tidak berbeda nyata sebelum dan setelah intervensi (p>0.05). Terjadi peningkatan kadar HDL subjek setelah intervensi pada kelompok perlakuan P00 dari 53.7±10 mg/dl menjadi 61.7±9 mg/dl; perlakuan P10 dari 56.6±12.5 mg/dl menjadi 60.4±8.5 mg/dl dan perlakuan P11 dari 52.1±6.6 mg/dl menjadi 61.9±13.1 mg/dl, sedangkan kadar HDL subjek pada kelompok perlakuan P01 menurun setelah intervensi dari 54.6±11.5 mg/dl menjadi 53.7±15.7 mg/dl. Meskipun demikian, rata-rata kadar HDL subjek sebelum dan setelah intervesi pada semua kelompok perlakuan masih tergolong dalam kategori normal untuk wanita yaitu > 50 mg/dl (NCEP 2001). Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Rifqi (2013) yaitu kadar HDL MEP antar perlakuan tidak berbeda nyata dan relatif lebih stabil pada pengamatan bulan ke-0, 1, 2 dan 3. Berbeda dengan hasil penelitian pada manusia oleh Bertolami et al. (1999) terjadi peningkatan kadar HDL pada pasien hiperkolesterolemia usia 36-65 tahun yang diberikan intervensi susu fermentasi mengandung E. faecium 105-109 cfu/ml tetapi tidak signifikan dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
45
Kadar Trigliserida Trigliserida (TG) didefinisikan sebagai lipid cadangan yang terbentuk dari gliserol dan tiga molekul asam lemak. Terdapat paling banyak di dalam makanan yang berasal dari hewan dan disimpan di dalam tubuh dalam jaringan lemak atau gajih (jaringan adiposa). Trigliserida pada makanan dikemas ke dalam kilomikron di enterosit dan dikirim ke sistem peredaran darah melalui saluran toraks. Setelah mengonsumsi makanan yang mengandung lemak, lakteal dan toraks akan dipenuhi dengan cairan limfa berwana kuning keputih-putihan yang berisi kilomikron yang kaya akan TG dan kenaikan konsentrasi plasma kilomikron dapat dideteksi. Kenaikan tersebut biasanya diikuti dengan penurunan konsentrasi basal yang sangat rendah dan kecacatan mekanisme ini dapat dideteksi ketika kadar TG pada plasma tetap tinggi yang kerap disebut hypertrigliseridemia. Tingginya konsentrasi TG pada plasma juga dikaitkan dengan terjadinya penyakit jantung koroner (Brody 1994). Oleh karena itu, pengukuran kadar trigliserida merupakan salah satu komponen penting dalam pengukuran profil lipid di dalam darah. Pada Tabel 22 dapat dilihat hasil rata-rata kadar trigliserida subjek pada awal penelitian adalah 121.26±62.47 mg/dl, sedangkan pada akhir penelitian meningkat menjadi 146.45±71.76 mg/dl, namun kadar tersebut masih tergolong dalam kategori normal yaitu < 150 mg/dl (NCEP 2001). Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu rata-rata kadar TG pada lansia setelah diberikan suplemen probiotik berisikan tiga strain Bifidobacterium, 4 strain Lactobacillus, dan Streptococcus thermophilus DSM 24731 dengan dosis 112 x 108 cfu/kapsul adalah 112±8.7 mg/dl, termasuk dalam kategori normal (Valentini et al. 2014). Tabel 22 Kadar trigliserida sebelum dan setelah intervensi Kelompok Perlakuan P00 P10 P01 P11 Sebelum 130.1 ± 88.3 111.3 ± 58.5 123.1 ± 59.9 136.2 ± 57.6 Setelah 150.7 ± 39 140.7 ± 79.1 181.4 ± 111.4 114 ± 21.8 Selisih 20.6 ± 77.6 29.3 ± 48.9 58.3 ± 71.9 - 8 ± 55.8 p- value 0.477 0.110 0.076 0.718 Ket : P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. Fase
p-value 0.947 0.379 0.304
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata selisih kadar trigliserida antar kelompok perlakuan setelah dan sebelum intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan dalam kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi juga tidak berbeda nyata (p>0.05). Terjadi peningkatan kadar TG pada kelompok kontrol P00, perlakuan P10 dan P01 masing-masing sebesar 20.6±77.6 mg/dl, 29.3±48.9 mg/dl dan 58.3±71.9. Pada kelompok perlakuan yang diberikan biskuit lele dan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 (P11) selama 60 hari terjadi penurunan kadar trigliserida setelah intervensi sebesar 8±55.8 mg/dl, namun perbedaan sebelum dan setelah intervensi tidak signifikan (p>0.05). Penurunan kadar trigliserida juga terlihat pada beberapa hasil penelitian sebelumnya yang melakukan intervensi menggunakan probiotik strain E. faecium dibandingkan dengan kelompok kontrol. Oleh Rifqi (2014) pemberian pakan standar dengan probiotik E. faecium IS-27526 pada MEP ada kecenderungan
46
penurunan kadar TG bulan kedua. Didukung hasil penelitian Cavallini et al. (2009) pemberian pakan aterogenik dengan E. faecium CRL183 (108 cfu) selama 60 hari menghasilkan kadar TG kelinci yang signifikan lebih rendah. Hasil penelitian pada manusia oleh Ahn et al. (2015), menunjukkan terjadi penurunan kadar TG 20% pada subjek dewasa yang hipertrigliseridemia setelah mengonsumsi bubuk mengandung L. curvatus HY7601 5x109 cfu/hari dan L. plantarum KY1032 5x109 cfu/hari selama 12 minggu. Sama halnya dengan Bertolami et al. (1999) produk susu terfermentasi E. faecium 105-109 cfu/ml mampu menurunkan kadar TG pasien hiperkolesterolemia usia 36-65 tahun. Pada subjek lansia, oleh Hlivak et al. (2005) konsumsi kapsul berisi E.faceium M-74 2x109 cfu/hari dapat menurunkan kadar TG secara signifikan juga pada minggu keduabelas. Menurut Ahn et al. (2015) efek penurunan kadar trigliserida oleh probiotik kemungkinan karena adanya peningkatan apoA-V, secara signifikan mengurangi senyawa metabolit yang dihasilkan probiotik seperti amida asam lemak, palmitoleat, palmitat dan oleat. Asam lemak merupakan penyusun trigliserida, sehingga dengan berkurangnya asam lemak maka pembentukan kadar trigliserida dapat dikurangi.
Berat Badan Berat badan adalah variabel antropometri yang merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh yang sering digunakan dan hasilnya cukup akurat. Pengukuran berat badan sangat menentukan dalam menilai status gizi seseorang dan dapat diketahui perubahannya. Meningkatnya berat badan dapat menunjukkan bertambahnya lemak tubuh atau adanya edema, dan penurunan berat badan dapat menunjukkan adanya perkembangan penyakit atau asupan gizi yang kurang. Perubahan berat badan merupakan salah satu perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia. Semakin tua seseorang semakin bertambah lemak tubuhnya, sedangkan otot berkurang dan melemah, sehingga menyebabkan kegemukan (obesitas). Berat badan menurun seiring penambahan usia pada lansia. Puncak kenaikan berat badan wanita terjadi pada usia 55 sampai 65 tahun, setelah itu tubuh mengalami penurunan berat badan (Fatmah 2010). Menurut Lim et al. (2000) kenaikkan berat badan atau status gizi seiring bertambahnya usia dapat diinterpretasikan sebagai gaya hidup yang berhubungan dengan penuaan. Namun, kecenderungan meningkat hingga merata atau bahkan berbalik lagi setelah usia 50-60 tahun bukan efek dari penuaan, melainkan kelangsungan hidup yang selektif. Pada penelitian ini, berat badan merupakan salah satu pengukuran yang diperlukan. Produk intervensi yang diberikan kepada subjek berupa biskuit dari tepung ikan yang tinggi protein dan mengandung probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dari berberapa hasil penelitian sebelumnya baik pada hewan coba maupun pada manusia terbukti mempengaruhi perubahan berat badan subjek (Kusharto et al. 2005; Adi 2010; Harianti 2009; Jayanti 2014; Rifqi 2014). Hasil analisis perubahan berat badan subjek berdasarkan pengamatan sebelum dan setelah intervensi. Data perubahan berat badan disajikan pada Tabel 23 berikut.
47
Tabel 23 Berat badan (kg) sebelum dan setelah intervensi Fase Sebelum Setelah Selisih p- value
P00 60.50± 9.57 61.58±9.62 1.08±1.7 0.115
Kelompok Perlakuan P10 P01 53.36±10.80 61.85±8.45 54.11±10.8 62.28±8 0.75±71.04 0.42±1.30 0.062 0.417
P11 55.51±2.39 55.94±2.36 0.42±0.52 0.073
p-value 0.189 0.176 0.688
Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan mean ± standar deviasi.
Tabel 23 menunjukkan bahwa secara keseluruhan sebelum intervensi ratarata berat badan subjek adalah 57.6 kg dan setelah intervensi tidak banyak berubah menjadi 58.3 kg. Kelompok perlakuan kontrol P00 mengalami peningkatan berat badan tertinggi yaitu 1.08 kg, kemudian diikuti P10 sebesar 0.75 kg, serta P11 dan P01 masing-masing sebesar 0.42 kg. Peningkatan berat badan tertinggi pada kelompok yang diberikan biskuit kontrol yang mengandung 2.28 g protein dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang diberikan biskuit lele dengan kandungan protein 9.02 g. Sejalan dengan hasil penelitian Lemieux (2013) yaitu pemberian asupan protein ≥ 1.2 g /kg BB/hari pada wanita lansia menghasilkan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita lansia yang diberikan asupan protein 0.8-1.9 g/kg BB/hari. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata selisih berat badan setelah dan sebelum intervensi antar kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Sama halnya dengan hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan yang signifikan dalam kelompok perlakuan (p>0.05). Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 cenderung dapat mempertahankan berat badan subjek. Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya pada hewan coba monyet ekor panjang betina usia tua, yaitu terjadi peningkatan berat badan pada semua kelompok yang diberikan perlakuan baik dengan pakan berbasis tepung ikan lele dan krim probiotik maupun pakan kontrol, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (Rifqi 2014). Selain itu, Jayanti (2014) membuktikan bahwa pakan berbasis tepung ikan lele dan krim probiotik dapat menstabilkan lipatan kulit perut dan cenderung mempertahankan berat badan MEP betina usia tua. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Strutzel et al. (2013) yaitu intervensi makanan tinggi energi protein berkisar 12 g protein/hari selama 36 minggu mampu mempertahankan berat badan lansia. Berbeda dengan hasil penelitian pada balita dengan berat badan rendah yang diberikan biskuit lele dengan probiotik terjadi peningkatan rata-rata berat badan yang nyata dibandingkan dengan kelompok tanpa probiotik (Adi 2010). Kecenderungan pemberian biskuit lele (Clarias gariepinus) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dapat mempertahankan berat badan diduga karena adanya penambahan probiotik. Menurut Pato et al. (2004) bakteri asam laktat asal dadih dapat menekan peningkatan berat badan, karena terdapat senyawa tertentu yang mendegradasi senyawa-senyawa yang mendorong pertumbuhan. Probiotik atau bakteri asam laktat asal dadih secara in vitro menunjukkan indikasi kemampuan mencapai usus halus dalam keadaan masih hidup (Surono 2003). Didukung oleh hasil penelitian Nugraha (2013) yaitu
48
probiotik E. faecium IS-27526 yang diperkaya tepung lele dan tepung ubi jalar dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan menurunkan bakteri koliform fekal. Sehingga di dalam usus halus bakteri asam laktat menempel dengan baik pada dinding mukosa usus, mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan lebih mengoptimalkan penyerapan zat-zat gizi (Surono et al. 2011). Oleh karena itu, biskuit lele selain berkontribusi terhadap asupan energi dan protein dengan penambahan probiotik berpotensi memperbaiki daya serap dan daya cerrna zat gizi yang kemudian dapat mempengaruhi berat badan subjek. Secara statistik tidak terjadi perubahan berat badan, sama halnya dengan status gizi subjek. Pada Tabel 24 dapat dilihat sebaran subjek berdasarkan status gizi sebelum dan setelah intervensi. Tabel 24 Sebaran subjek berdasarkan status gizi sebelum dan setelah intervensi Kelompok Pelakuan pTotal va Status Gizi P00 P10 P01 P11 lue n % n % n % n % n % 27.2±4.7 23.4±4.2 26.3±2.7 24.4±1.5 25.29±3.7 Sebelum Kurus 0 0 1 11.1 0 0 0 0 1 3.2 Normal 3 37.5 5 55.6 2 28.6 4 57.1 14 45.2 Gemuk 5 62.5 3 33.3 5 71.4 3 42.9 16 51.6 27.7±4.8 23.7±4.2 26.4±2.5 24.6±1.5 25.61±3.8 Setelah Kurus 0 0 1 11.1 0 0 0 0 1 3.2 Normal 3 37.5 4 44.4 2 28.6 4 57.1 13 41.9 Gemuk 5 62.5 4 44.4 5 71.4 3 42.9 17 54.8 Ket: P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik; P11 = biskuit lele + krim probiotik. Data disajikan dengan mean ± standar deviasi.
0.164
0.143
Pada Tabel 24 dapat dilihat sebelum dan setelah intervensi sebagian besar subjek termasuk dalam kategori status gizi gemuk yaitu masing-masing 51.6% dan 54.8%. Rata-rata indeks massa tubuh sebelum intervensi adalah 25.29±3.7 dan setelah intervensi sedikit meningkat menjadi 25.61±3.8. Hanya satu orang yang memiliki status gizi kurus (3.2%) baik sebelum maupun setelah intervensi. Perubahan status gizi terjadi pada kelompok perlakuan yang diberikan biskuit lele dengan krim kontrol (P10) yaitu terjadi sedikit perubahan dari sebagian besar berstatus gizi normal (55.6%) menjadi status gizi gemuk (44.4%).
49
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata tingkat kepatuhan mengonsumsi biskuit lele dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 hingga 60 hari secara keseluruhan adalah 97.27% dan merupakan produk makanan selingan yang dapat berkontribusi terhadap asupan energi dan protein subjek yang telah sesuai dengan kebutuhan subjek. Hasil analisis asupan konsumsi pangan, selisih sebelum dan selama intervensi tidak berbeda nyata antar kelompok. Secara keseluruhan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya sebelum intervensi rata-rata <70% AKG tergolong defisit berat. Selama intervensi terjadi peningkatan yaitu tingkat kecukupan lemak >120% AKG tergolong lebih, tingkat kecukupan energi 90-120% AKG tergolong normal, tingkat kecukupan protein dan karbohidrat menjadi 80-89% AKG tergolong defisit ringan, sedangkan tingkat kecukupan serat masih <70% AKG. Pemberian biskuit intervensi dengan krim kontrol baik pada kelompok kontrol (P00) maupun yang menerima biskuit lele (P10) secara signifikan meningkatkan kadar kolesterol total pada subjek, sedangkan biskuit intervensi dengan krim probiotik E. faecium IS-27526 baik pada biskuit kontrol (P01) maupun biskuit lele (P11) mampu menekan peningkatan kolesterol total. Untuk kadar LDL dan HDL pada semua kelompok setelah intervensi tidak terdapat perubahan yang signifikan. Terjadi penurunan kadar trigliserida pada kelompok perlakuan (P11) dan peningkatan pada kelompok lainnya, namun tidak signifikan. Tidak terdapat perbedaan selisih rata-rata berat badan antar kelompok perlakuan sebelum dan setelah intervensi. Pemberian biskuit lele baik dengan atau tanpa probiotik cenderung dapat mempertahankan berat badan subjek. Saran Biskuit lele disarankan untuk ditambahkan krim probiotik E. faecium IS27526 agar dapat diperoleh manfaat gizi yang lebih baik, yaitu membantu menekan peningkatan kadar kolesterol dan trigliseria, serta mempertahankan berat badan. Selain itu, berdasarkan keterbatasan yang ada pada peneliti, maka disarankan perlu dilakukan penelitian intervensi dengan mempertimbangkan durasi pengamatan yang lebih lama guna menjaga kestabilan profil lipid yang cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
50
DAFTAR PUSTAKA Adi AC. 2010. Efikasi pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolat protein kedelai dan probiotik Enterococcus faecium IS-27526 yang dimikroenkapsulasi pada balita (2-5 tahun) berat badan rendah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ahn HY, Kim M, Ahn YT, Sim JH, Choid ID, Lee SH, Lee JH. 2015. The triglyceride-lowering effect of supplementation with dual probiotic strain, Lactobacillus curvatus HY7601 dan Lactobacillus plantarum KY1032: Reduction of fasting plasma lysophosphatidylcholines in nondiabetic and hypertriglyceridemic subjects. NMCD. 20:1-10. Almatsier S. 2006. Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta (ID): Primamedia Pustaka. _________. 2009. Prinsip Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Bales CW, Locher JL, Saltzman E. 2015. Handbook of Clinical Nutrition and Aging. 1st ed. London (GB): Humana Press. Bertolami MC, Faludi AA, Batlouni M. 1999. Evaluation of the effect of a new fermented milk product (Gaio) on primary hypercholesterolemia. EJCN. 53:97-101 [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2005. Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta (ID): Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Brody T. 1994. Nutritional Biochemistry. 2nd ed. San Diego (US): Academic Press. Brown JE. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. 4th ed. Amerika Serikat (US): Cengange Learning. Cavallini DCU, Bedani R, Bomdespacho LQ, Vendramini RC, Rossi EA. 2009. Effect of probiotic bacteria, isoflavones and simvastatin on lipid profile and atherosclerosis in cholesterol-fed rabbits: a randomized double-blind study. Lipid in Health and Disease. 8(1):1-8. doi:10.1186/1476-511X-8-1. Campbell SC, Khalil DA, Payton ME, Arjmandi BH. 2010. One-year soy protein supplementation does not improve lipid profile in postmenopausal women. Menopause. 17(3):587-93. doi: 10.1097/gme.0b013e3181cb85d3. Cheik NC, Rossi EA, Guerra RLF, Tenorio NM, Nascimento CMO, Viana FP, Manzoni MSJ, Carlos IZ, Silva PL, Vendramin RC et al. 2008. Effects of a ferment soy product on the adipocyte area reduction and dyslipidemia control in hypercholesterolemic adult male rats. Lipid in Health and Disease. 7:50. doi:10.1186/1476-511X-7-50. Collado MC, Surono IS, Meriluoto J, Salminen S. 2007. Potensial probiotic characteristics of Lactobacillus and Enterococcus strain isolatd from traditional dadih fermented milk against pathogen intestinal colonization. Journal of Food Protection. 70(3):700-705. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa [internet]; (diunduh 2015 Apr 8). Tersedia pada: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/pedpraktis-stat-gizi-dewasa.doc.
51
Dudani S. 2013. Role of cholesterol in the aging. JARCP. 2(3):261-263. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2001. Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Roma (IT): WHO dan FAO. Fatmah. 2006. Respons imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut. Makara Journal of Health Research. 10(1):47-53. ______. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta (ID): Erlangga Medical Series. Hardinsyah, Riyadi H, Tambunan V. 2012. Kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X; 2012 Nop 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarat (ID): LIPI. hlm 26-50. Harianti R. 2009. Pengaruh pemberian biskuit tinggi protein berisi krim probiotik fungsional terhadap profil mikrobiota fekal dan berat badan tikus [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hassan AA, Rasmy NM, Foda MI, Bahgaat WK. 2012. Production of functional biscuit for lowering blood lipids. World Journal of Dairy & Food Science. 7(1):01-20. Hasler CM. 2002. Functional food: benefits, concerns, challenges – a position paper from the America council on science and health. J Nutr. 132:377281. Hlivak P, Odraska K, Ferencik M, Ebringer L, Jahnova E, Mike Z. 2005. Oneyear application of probiotic strain Enterococcus faecium M-74 decreases serum choleterol levels. Bratisl. Med. J. 106(2):67-72. Jayanti M. 2014. Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak ikan lele serta probiotik E. faecium IS-27526 terhadap karakteristik antropometri monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jones ML. Martoni CJ. Parent M. Prakash S. 2011. Cholesterol-lowering efficacy of microencapsulated bile salt hydrolase-active Lactobacillus reuteri NCIMB 30242 yoghurt formulation in hypercholesterolaemic adults. BJN. 107:1505-1513. doi:10.1017/S0007114511004703. [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan semester I. Jakarta (ID): Kemenkes RI. ________________________________________________. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Khairani R, Sumiera M. 2005. Profil lipid pada penduduk lanjut usia di Jakarta. Universa Medicina. 25(4):175-183. [Komnas Lansia] Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta (ID): Komnas Lansia. Kuntoro. 2008. Metode Sampling dan Penelitian Besar Sampel. Surabaya (ID): Pustaka Melati Kusharto CM, Rieuwpassa F, Astawan M. 2005. Biskuit berbasis konsentrat protein ikan yang diperkaya probiotik sebagai makanan fungsional untuk meningkatkan imunitas dan status gizi anak balita. Media Gizi dan Keluarga. 29(1):9-20.
52
___________, Supariasa IDN. 2014. Survei Konsumsi Gizi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Lemieux, FC, Filion, ME, Brbat-Artagis, S, Karelis, AD, dan Aubertin-Leheudre, M. Relationship between different protein intake recommendations with muscle mass and muscle strength. CLIMACTERIC. 2013; 16: 1-7 Lestari YU. 2013. Efek pemberian biskuit fungsional yang diperkaya tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan tepung ubi jalar (Ipomoea sp.) dengan krim probiotik Enterococcus faecium IS-2752 terhadap keseimbangan mikrobiota fekal tikus Sprague Dawley betina usia tua [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lim TO, Ding LM, Zaki M, Suleiman AB, Fatimah S, Siti S, Tahi A, Maimunah AH. 2000. Distribution of body weight, height and body mass index in a national sample of malaysian adults. Med J Malaysia. 55(1):108-128. Marhoum TA, Abdrabo AE, Lutfi MF. 2013. Effect of age and gender on serum lipid profile in over 55 years-old apparently healthy Sudanese individuals. AJBPS. 3(9):10-14. Mervina, Kusharto CM, Marliyati SA. 2012. Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. J. Teknol dan Industri Pangan. 22(1):9-16. Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung (ID): Alfabeta. [NCEP] National Cholesterol Education Program. 2001. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) of the Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel II): Executive Summary. Maryland (US): National Institutes of Health. Nugraha D. 2012. Pengaruh konsumsi biskuit terhadapt status gizi dan tingkat morbiditas balita yang berstatus gizi buruk dan gizi kurang di tiga tipologi wilayah kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nugraha EAS. 2013. Pengaruh pemberian probiotik Enterococcus faecium IS27526 dan minyak ikan lele sebagai pakan fungsional diperkaya tepung lele dan tepung ubi jalar terhadap fekal mikrobiotik monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) usia tua [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pato U, Surono IS, Koesnandar, Hosono A. 2004. Hypocholesterolemic effect of indigenous dadih lactic acid bacteria by deconjugation of bile salts. AsianAust. J. Anim. Sci. 12:1741-1745. Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, Khomsan A, Sukandar D. 2013. A Study on Nutritional Status, Health Characteristic and Psychosocial Aspect of the Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing Home. Bogor (ID): IPB Press. Pratiwi CU, Marliyati SA, Latifah M. 2013. Pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, riwayat penyakit, riwayat demensia keluarga, dan kejadian demensia pada lansia di Panti Werdha Tresna Bogor. JGP. 8(2):129-136. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahani DA, penerjemah; Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahani DA, editor. Jakarta (ID): Penerbit Buku
53
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. 6th ed. Raissa T. 2012. Asupan serat dan cairan, aktivitas fisik, serta gejala konstipasi pada lanjut usia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rajkumar H, Mahmood N, Kumar M, Varikuti SR, Challa HR, Myakala SP. 2014. Effect of probiotic (VSL#3) and omega-3 on lipid profile, insulin sensitivity, inflammatory markers, and gut colonization in overweight adults: a randomized, controlled trial. Mediators of Inflammation. doi:10.1155/2014/348959. Rampelli S, Candela M, Severgnini M, Biagi E, Turroni S, Rosseli M, Carnevali P, Donini L, Brigidi P. 2013. A probiotics-containing biscuit modulates the intestinal microbiota in the elderly. JNHA. 17(2):166-172. doi:10.1007/s12603-012-0372-x. Rifqi MA. 2014. Pengaruh pemberian pakan berbasis tepung, minyak ikan lele (Clarias gariepinus) dan probiotik terhadap berat badan, profil lipid dan creactive protein monyet ekor panjang betina usia tua [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rusilanti. 2006. Aspek psikososial, aktivitas fisik, konsumsi makanan, status gizi dan pengaruh susu plus probiotik Enterococcus faecium IS-27526 (MEDP) terhadap respon imun IgA lansia [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sadrzadeh-Yaganeh H, Elmadfa I, Djazayery A, Jalali M, Heshmat R, Chamary M. 2010. The effect of probiotic and conventional yoghurt on lipid profile in women. BJN. 103:1778-1783. Savitri D. 2012. Karakteristik biskuit lele (Clarias gariepinus) tinggi protein dengan krim probiotk Enterococcus faecium IS-27526 pada beberapa jenis kemasan dan suhu simpan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Schlenker ED, Long S. 2007. Williams’ Essentials of Nutrition & Diet Therapy. 9th ed. Canada (CA): Mosby Elseiver. Sriyono. 2010. Pengaruh teh hijau terhadap tekanan darah dan kadar kolesterol (LDL) pada lansia dengan hipertensi di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lansia Pasuruan [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Sturtzel, B, Ohrenberger, G, dan Elmadfa, I. The ”print”-study- a 36 week – protein-energy – intervention for improving the nutritional status of geriatric patients. Jornal of Aging Research and Clinical Practice. 2013; 2(1): 99-103. Surono IS. 2003. In vitro probiotic properties of indigenous dadih lactic acid bacteria. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16:726-731. ________. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta (ID): YAPMMI. ________, Koestomo FP, Novitasari N, Zakaria FR. 2011. Novel probiotic Enterococcus faecium IS-27526 supplementation increased total salivary sIga and bodyweight of pre-school children: A pilot study. Anaerobe. 17:496-500. ________, Pato U, Koesnandar, Hosono A. 2009. In vivo antimutagenecity of dadih probiotik bacteria towards Trp-P1. Asian-Aust J Anim Sci. 22(1):119-123.
54
Suvarna VC, Boby VU. 2005. Probiotic in human health: A current assessment. Current Science. 88 (11):1744-48. Tarwotjo CS. 1998. Dasar Dasar Gizi Kuliner. Jakarta (ID): Grasindo. Utari DM. 2011. Efek intervensi tempe terhadap profil lipid, superoksida dismutase, LDL teroksidasi dan malondialdehyde pada wanita menopause [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Valentini L, Pinto A, Bourdel-Marchasson I, Ostan R, Brigidi P, Turroni S, Hrelia S, Hrelia P, Bereswill S, Fischer A et al. 2014. Impact of personalized diet and probiotic supplementation on inflammation, nutritional parameters and intestinal microbiota - the “RISTOMED project”: randomized controlled trial in healthy older people. Clinical Nutrition. 30:1-10 Webb GP, Copeman J. 1996. The Nutrition of Older Adults. London (UK): Arnold. [WHO] World Health Organization. 2014. Population data by country (all years) [internet]; [diunduh 2015 Agus 9]. Tersedia pada: http://apps.who.int/gho/data/view.main.POP2040ALL?lang=en. Yuliana D. 2012. Kajian mekanisme hipokolesterolemik probiotik. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(2):95-98. Zalilah MS, Mirnalini K, Safiah MY, Tahir A, Siti Haslinda MD, Siti Rohana D, Khairul Zarina MY, Mohd Hasyami S, Normah H, Siti Fatimah A. 2008. Daily energy intake from meals and afternoon snacks finding from the Malaysian Adults Nutrition Survey (MANS). Mal J Nutr. 14(1):41–55. Zizza CA, Tayie FA, Lino M. 2007. Benefits of snacking in older Americans. J Am Diet Assoc. 107 (5): 800 – 6.
55
LAMPIRAN Lampiran 1 Persetujuan Etik
56
Lampiran 2 Prosedur persiapan penelitian Komposisi biskuit lele per 500 g Bahan Jumlah (%) Gula 22.2 Telur 11.1 Tepung ikan lele (kepala dan badan) 5.6 Isolat protein kedelai 11.1 Tepung terigu 8.3 Tepung ubi jalar 16.7 Butter oil substitute (BOS) 16.7 Mocaf 8.3 Sumber: Lestari (2013), modifikasi
-
Perhitungan penggunaan kultur biomassa probiotik (per kg krim) Viabilitas biomassa probiotik = 5.7 x 109 cfu/g Viabilitas yang diinginkan = 1 x 108 cfu/g krim Perhitungan penggunaan =
= 17. 54 g biomassa / kg krim ≈ 18 g biomassa / kg krim Pembuatan krim probiotik E. faecium IS 27526 (Savitri 2012) Dibuat adonan icing (gula halus, putih telur, air jeruk nipis) terlebih dahulu.
Bahan utama (butter, margarin, gula) dicampur hingga homogen, lalu ditambahkan adonan icing sedikit demi sedikit.
Ditambahkan stok biomassa (hasil mikroenkapsulasi)
Dimasukkan krim ke dalam plastik segetiga untuk diaplikasikan diantara dua keping biskuit
Disimpan di suhu dingin 4 – 50 C
diaplikasikan diantara dua keping biskuit
57
Uji viabilitas probiotik krim E. faecium IS-27526 Sebanyak 2 g kultur probiotik ditimbang secara aseptis dan dimasukan ke dalam buffer fosfat (larutan stok). Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vorteks sehingga mendapatkan pengenceran 10-1. Selanjutnya 1 ml sampel dipindahkan ke dalam tabung reaksi kedua yang berisi larutan stok 9 ml sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Selanjutnya dilakukan hal yang sama hingga pengenceran yang dikehendaki. Setelah itu sampel ditanam (platting) dalam cawan petri kemudian ditambahkan media MRSA steril yang diberi indikator bromoscerol purple. Sampel digoyangkan searah jarum jam agar menyebar secara merata. Cawan petri kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C dengan posisi terbalik selama 48 jam. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan setelah 48 jam. Perhitungan koloni bakteri dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N= Keterangan : N = Jumlah koloni bakteri C = Jumlah hasil perhitungan pada cawan petri n1 = Jumlah cawan yang dihitung pada pengenceran awal n2 = Jumlah cawan yang dihitung pada pengenceran kedua d = Besar pengeceran awal Hasil uji viabilitas (total bakteri E. faecium IS-27526) Jumlah Bakteri Uji Tanggal Uji (cfu/g) I
20 November 2014
2.4 x 108
II
19 Desember 2014
3.2 x 108
III
29 Desember 2014
3.2 x 108
IV
7 Januari 2015
6.2 x 108
Sumber : Laboratorium Mikrobiologi, Seafast Center IPB
58
Lampiran 3 Prosedur penelitian
Penyaringan awal Kriteria inklusi : - Berusia 45-59 tahun (usia pertengahan) dan 60-74 tahun (lanjut usia); - Mampu melakukan aktivitas dasar harian dengan normal - Telah mendapat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani informed consent
-
-
-
Pengambilan Data Awal Pengambilan darah sebanyak sebanyak 5 ml darah vena untuk pemeriksaan profil lipid Pengkuruan berat badan dan tinggi badan Pengambilan data karakteristik lansia, riwayat sakit dan survey konsumsi
Intervensi Diberikan biskuit lele (Clarias gariepinus) berisi krim probiotik sebesar 50 gr/hari selama 60 hari Pecatatan kepatuhan konsumsi biskuit setiap minggu Pengambilan data konsumsi food recall 24 jam sebanyak 2 kali di hari kerja dan 1 kali di hari libur (waktu random)
Pengambilan Data Akhir Pengambilan darah sebanyak sebanyak 5 ml darah vena untuk pemeriksaan profil lipid Pengkuruan berat badan Pengambilan data morbiditas dan survei konsumsi.
59
Lampiran 4 Hasil Analisis Stastistik Hasil Analisis Uji Normalitas Variabel Penelitian Shapiro- Wilk Sig. Variabel Fase P00 P10 P01 Kolesterol Total Pre test 0.605 0.612 0.634 Post test 0.492 0.679 0.305 LDL Pre test 0.300 0.764 0.508 Post test 0.591 0.326 0.153 HDL Pre test 0.583 0.702 0.490 Post test 0.340 0.160 0.406 Trigliserida Pre test 0.138 0.070 0.272 Post test 0.235 0.169 0.108 Berat Badan Pre test 0.167 0.348 0.153 Post test 0.165 0.363 0.133 Energi Pre test 0.653 0.996 0.484 Post test 0.252 0.270 0.227 Protein Pre test 0.216 0.063 0.929 Post test 0.450 0.387 0.133 Lemak Pre test 0.298 0.228 0.403 Post test 0.968 0.052 0.201 Karbohidrat Pre test 0.952 0.170 0.241 Post test 0.622 0.739 0.415 Serat Pre test 0.446 0.874 0.889 Post test 0.185 0.922 0.444 Ket: Nilai signifikansi > 0.05, maka disimpulkan data terdistibusi normal
P11 0.256 0.489 0.914 0.765 0.083 0.262 0.897 0.224 0.533 0.322 0.819 0.325 0.821 0.772 0.425 0.717 0.347 0.840 0.568 0.163
60
Asupan zat gizi hari biasa dan hari libur selama intervensi Zat Gizi /Fase E
1675 .0± 317.3b
1308.1±271.6a
1880.0±326.0b
1629.1±344.1
0.011
Weekend
1791.1±307.9
1715.0±394.9
1870.2±844.4
1717.1±605.2
1770.3±532.5
0.942
Selisih
152.2 ± 327.4
40.5± 621.78
562.1 ± 919
-162.8 ± 578.0
141.2±655.7
0.205
0.230
0.850
0.157
0.484
0.240
Weekday
47.11±14.1ab
49.61±12.99b
33.84±9.47a
56.35±14.54b
46.92 ± 14.65
0.023
Weekend
45.91 ± 8.38
50.72 ± 12.84
46.90 ± 17.98
50.75 ± 19.32
48.62 ± 14.31
0.877
Selisih
-1.2 ± 14.74
1.1 ± 22.89
13.05 ± 15.65
-5.6 ± 16.96
1.69 ± 18.49
0.276
0.825
Weekday
53.11 ± 13.55
Weekend
70.36 ± 11.54
Selisih p- value KH Weekday
17.25 ± 15.81
0.888 a
*
0.018
0.069 ab
45.07 ± 10.42
59.88 ± 22.42
70.64 ± 40.64
-4.2 ± 39.88
25.57 ± 41.42
64.11 ± 21.6
0.759
0.416 a
0.154
77.65 ± 29.38
0.613 b
60.03 ± 22.45
0.028
70.08 ± 34.78
67.32 ± 27.58
0.835
-7.57 ± 34.23
7.29 ± 35.43
0.199
0.580
0.261
249.45±56.61
226.18±71.74
195.61±48.58
245.11±22.93
229.58 ± 55.96
0.251
Weekend
232.82 ± 54.68
243.18 ± 57.73
264.75 ± 116.14
225.11 ± 73.12
241.3 ± 74.59
0.788
Selisih
-16.62 ± 68.23
17.00 ± 86.38
69.14 ± 138.45
-20 ± 74.23
11.74 ± 96.12
0.271
p- value S
P11
1638.8±262.5b
p- value L
P00
pval ue
Total
Weekday
p- value P
Kelompok Perlakuan P10 P01
0.513
0.571
0.235
0.503
0.502
Weekday
13.76 ± 5.01
10.86 ± 5.94
9.04 ± 2.59
14.73 ± 3.81
12.07 ± 4.95
0.101
Weekend
12.64 ± 4.69
16.91 ± 9.55
11.15 ± 4.63
15.31 ± 9.52
14.15 ± 7.56
0.445
Selisih
-1.11 ± 6.26
6.04 ± 9.27
2.1 ± 5.34
0.58 ± 10.35
2.07 ± 8.19
0.326
0.631
0.086
p- value
0.338
0.886
0.169
Ket : E= energi; P= protein; L=lemak; KH=karbohidrat; S= serat; P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = Biskuit lele + krim Probioti; Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. ab) Hasil sidik ragam, terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok (p < 0.05). *) Hasil uji-t berpasangan, terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam kelompok (p < 0.05).
61
Tingkat kecukupan gizi sebelum dan selama intervensi (%) Zat Gizi /Fase E
Total
pvalue 0.411
Selama
99.37 ± 13.68 91.44 ±10.7
0.559
17.87 ± 9.86 0.001
0.007
71.90 ± 20.5
Selama
84.06 ± 17.97 91.13 ±8.75
p- value
87.42 ± 31.64 101.28 ± 25.3 94.8 ± 20.85
20.88 ± 17.64 24.85 ± 25.71 22.28 ± 28.85 21.32 ± 20.27
Sebelum
Selisih
72.3 ± 23.84
0.043
0.094
0.934
0.000
70.21 ± 20.49 76.41 ± 41.27 72.65 ± 26.06
0.978
70.59 ± 21. 96 93.92 ± 25.27 85.28 ± 19.97
0.109
12.16 ± 15.90 18.83 ± 29.75 0.31 ± 15.29 0.067
0.087
0.958
17.51 ± 32.85 12.63 ± 24.70 0.208
0.480
0.008
Sebelum
98.21 ± 35.12 89.87 ± 51.45
70.70 ± 21.95 142.2 ± 85.56 99.51 ± 56.58
0.102
Selama
129.05±24.20 121.13±25.81 114.38±52.50 148.38±57.40 127.80±40.98
0.448
30.83 ± 30.85 31.25 ± 35.07 43.68 ± 60.51 6.18 ± 46.56
0.449
Selisih p- value KH Sebelum
0.026 76.95 ± 21.21
0.028
0.105
0.001 0.135
Selama
90.07 ± 14.71 84.07 ± 15.98 82.02 ± 24.74 85.38 ± 15.14 85.45 ± 17.20
0.838
Selisih
13.12 ± 15.50 17.18 ± 17.31 23.21 ± 19.07 27.55 ± 22.89 19.84 ± 18.55
0.464
0.048
66.88 ± 16.47 58.81 ± 15.46
0.737
28.29 ± 43.47
57.82 ± 14.24 65.61 ± 18.04
p- value S
P11
81.50 ± 20. 63 70.55 ± 21.57 62.57 ± 15.79 79.00 ± 33.27 73.48 ± 23.44
p- value
L
Kelompok Perlakuan P10 P01
Sebelum
Selisih
P
P00
0.018
0.018
0.019
0.000
Sebelum
56.15 ± 29.52
51.23 ± 28.74 50.22 ± 23.88 62.07 ± 29.23 54.72 ± 27.02
0.844
Selama
53.03 ± 15.48 51.62 ± 24.91 38.38 ± 11.90 58.31 ± 22.74 50.50 ± 20.09
0.298
-3.11 ± 20.53
0.823
Selisih p- value
0.681
0.38 ± 37.11 0.976
-11.84 ± 19.45 -3.75 ± 17.60 0.158
0.593
-4.21 ± 24.97 0.355
Ket : E= energi; P= protein; L=lemak; KH=karbohidrat; S= serat; P00 = biskuit kontrol + krim kontrol; P10 = biskuit lele + krim kontrol; P01 = biskuit kontrol + krim probiotik ; P11 = Biskuit lele + krim Probioti; Data disajikan dengan mean ± standar deviasi. *) Hasil uji-t berpasangan, terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan selama intervensi dalam kelompok (p < 0.05).
62
Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan
Sosialisasi Penelitian di Pos Lansia Dahlia Senja dan Kantor Kelurahan Limo Kota Depok
Skrining Subjek (wawancara dan pengambilan darah)
Pembuatan Krim Probiotik Enterococcus faecium IS 27526
63
Pengemasan Biskuit Intervensi
Survei Konsumsi Pangan Subjek
Pengumpulan Data Setelah Intervensi
64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Baliase, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 21 Desember 1989 dari pasangan Bapak Bandi (alm) dan Ibu Arwiah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Palopo dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk di Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin di Makassar melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada tahun 2011, penulis menyelesaikan skripsi berjudul „Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Pasien Kanker Kolorektal yang Menjalani Rawat Inap di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Maret–April 2011‟. Pada tahun 2012, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Sarjana Gizi (ISAGI) wilayah Sulawesi Selatan dan pernah mengikuti magang di Rumah Sakit. Pada awal tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Tinggi Kementerian Pendidikan. Selama mengikuti program S2, penulis aktif dalam organisasi Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB Sulawesi Selatan dan penulis pernah menjadi asisten praktikum Penilaian Status Gizi tahun ajaran 2014/2015.