i
PENGARUH PEMBERIAN PURIFIED DIET DEFISIEN KALSIUM YANG DISUPLEMENTASI DENGAN INULIN TERHADAP NERACAKALSIUM TIKUS PUTIHSpraguedawley (Rattus norvegicus)
NURHAYU
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian PurifiedDiet Defisien Kalsium yang Disuplementasi dengan Inulin tehadap NeracaKalsium Tikus PutihSpragueDawley (Rattus Norvegicus)adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014 Nurhayu NIM D24090002
ABSTRAK NURHAYU. Pengaruh Pemberian Purified Diet Defisien Kalsium yang Disuplementasi dengan Inulin tehadap NeracaKalsium Tikus PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus). Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan SRI SUHARTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi neraca kalsium dan efek suplementasi inulin pada tikus putih (Sparague dawley) yang diberi purified diet defisien kalsium tanpa atau dengan inulin.Penelitian ini menggunakan 12 ekor tikus putih betina (Sprague dawley) berumur lebih dari 15 bulan yang dipelihara selama 2 bulan. Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. 1) K =purified diet kontrol, 2) DK =purified diet defisien kalsium dan 3) I =Purified diet defisien kalsium yang disuplementasi dengan 2.20% inulin. Setiap pagi sisa diet ditimbang. Dalam menghitung konsumsi bahan kering dan neraca kalsium, darah dan feses dikoleksi 5 hari sebelum akhir pemeliharaan. Kalsium plasma dianalisis dengan menggunakan kit O-C FAST®. Konsentrasi kalsium difeses, tulang femur, hati dan ginjal dianalisis dengan menggunakan metode pengabuan basah dan dibaca dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian, kalsium di tulang femur, ginjal dan hati tidak berbeda nyata diantara masing-masing perlakuan. Konsumsi kalsium, kalsium di feses dan kalsium plasma perlakuan kontrol secara signifikan lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan perlakuan purified diet defisien kalsium. Suplementasi 2.20% inulin pada purified dietdefisien kalsium dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan retensi kalsium di tulang femur sekitar 11.35%.
Kata kunci:inulin, neraca kalsium dan tikus putih(Rattus norvegicus)
ABSTRACT NURHAYU. The Effect of Purified DietDeficiency Calcium Supplemented with Inulin on Calcium Balance in White Rats Sprague dawley (Rattus norvegicus). Supervised by DEWI APRI ASTUTI and SRI SUHARTI. This study was aimed to evaluate calcium balance and effect of inulin suplementation on white rats (Sparague dawley) fed purified dietdeficiency calcium with or without inulin. This study used 12 female white rats (Sprague dawley) aged more than 15 months were maintained over 2 months. The study using Completely Randomized design with 3 treatments and 4 replications.1) control purified diet, 2)calcium deficiencypurified diet, and 3) calcium deficiencypurified dietsuplemented with inulin. Treatment was conducted for 2 months, and every morning feeds residual were weighed. To evaluate dry matter digestibility and calcium balance, blood and feces was sampled for five days prior to the end of the experiment. Plasma calcium was analyzed using O-C FAST®kit. Calcium concentrations in feces, femur bone, liver and kidney were analyzed using wet ashing method and read using AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). The results showed that dry matter intake, daily body weight gain, calcium of femur bone, kidney and liver were not significantly different among the treatments. Calcium intake, calcium in the feces and calcium in the plasma of control treatment significantly higher (P<0.01)than in calcium deficiencypurified diet. Supplementation 2.20% of inulinoncalciumdeficiencypurified dietable toincrease the calciumabsorbtionandthere is anincreasingofcalcium retention in bone about 11.35%. Keywords: inulin, calcium balance, Rattus norvegicus
iii
PENGARUH PEMBERIAN PURIFIED DIET DEFISIEN KALSIUM YANG DISUPLEMENTASI DENGAN INULIN TERHADAP NERACAKALSIUM TIKUS PUTIHSpraguedawley (Rattus norvegicus)
NURHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
v
Judul Skripsi:
Nama NIM
Pengaruh Pemberian Purified Diet Defisien Kalsium yang Disuplementasidengan Inulin Terhadap NeracaKalsium Tikus PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus) : Nurhayu :D24090002
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing I
DrSri Suharti, Spt.MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kesempatan, nikmat, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Desember 2013 ini adalahsuplementasi inulin pada purified diet, dengan judul Pengaruh Pemberian Purified DietDefisien Kalsium yang Disuplementasi dengan Inulin terhadap NeracaKalsium Tikus PutihSpraguedawley (Rattus Norvegicus) Inulin dipilih sebagai senyawa aktif untuk meningkatkan penyerapan kalsium dalam penelitian ini karena hasil fermentasinya menyebabkan kondisi lingkungan saluran cerna menjadi asam yang menyebabkan konsentrasi kelarutan kalsium dalam tubuh meningkat sehingga terjadi peningkatan penyerapan kalsium. Selain itu inulin mudah diperoleh dari berbagai jenis tanaman famili Kompositae dan Graninaemisalnyabawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum dan barley serta dapat diekstraksi dari umbi dahlia. Tikus putih digunakan sebagai ternak penelitian ini karena mudah dipelihara, masa hidupnya singkat dan lebih ekonomis dibandingkan dengan ternak lain seperti ayam, sapi dan lain-lain. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan karena kekurangan kalsium. Penggunaan inulin sebagai senyawa aktif yang mampu meningkatkan penyerapan kalsium digunakan untuk mencegah penyakit osteoporosis. Ternak usia tua rentan akan penyakit ini oleh karena itu digunakan inulin untuk mencegahnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam dunia peternakan dan pendidikan serta dapat dijadikan sebagai acuan literatur. Amin. Bogor, Mei2014 Nurhayu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan
2
Alat
3
Lokasi dan Waktu
3
Prosedur Percobaan
3
Rancangan dan Analisis Data
5
Peubah yang diamati
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Konsumsi Bahan Kering Diet
7
Konsumsi Kalsium
7
Kalsium di Feses
8
Absorbsi Kalsium
8
Kalsium Plasma
9
Pertambahan Bobot Badan harian
11
Kalsium di tulang femur
11
Kalsium Hati
12
Kalsium Ginjal
12
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
17
UCAPAN TERIMAKASIH
17
ix
DAFTAR TABEL 1Komposisi purified diet tikus 2Formulasi mineral mix 3 Hasil analisis proksimat purified diet penelitian (%BK) 4Neraca kasium tikus putih yang diberi pure diet dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin 5 Rataan pertambahan bobot badan harian, kalsium tulang, kalsium hati dan kalsiumginjal tikus
2 2 3 7 11
DAFTAR GAMBAR 1 Inulin tipe fruktan dan mekanisme peningkatan penyerapan kalsium 2 Fungsi homeoestasis kalsium di dalam tubuh
9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 ANOVA konsumsi bahan kering diet 2 ANOVA konsumsi kalsium 3ANOVAkalsium di feses 4 ANOVA persentase absorpsi kalsium 5 ANOVA kalsium plasma 6 ANOVApertambahan bobot badan harian 7 ANOVA kalsium tulang femur 8 ANOVA kalsium hati 9 ANOVA kalsium ginjal
15 15 15 15 15 15 15 16 16
1
PENDAHULUAN Tikus putih (Rattus novergicus) termasuk hewan menyusui (kelas mamalia) yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena penggunaannya sebagai hewan model di laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Hewan model adalah objek hewan yang berperan sebagai imitasi (peniruan) manusia yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau dan Hoosier 2003). Salah satu cara untuk membuat hewan model defisien kalsium yaitu dengan mengatur kadar kalsium pada ransumnya. Hewan model yang defisiensi kalsium merupakan hewan model yang kekurangan kalsium dalam tubuhnya atau secara fisiologis mengalami penurunan sebanyak 10% dibawah normalnya kadar kalsium plasma(Sukandar et al. 2008).Kadar kalsium plasma normal berkisar antara 9.2-10.4 mgdl-1 (Sukandar et al. 2008). Defisiensi kalsium akan menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis (Gropper et al. 2005). Inulin merupakan suatu polisakarida yang terdapat pada berbagai tanaman yang termasuk familiKompositae dan Graninae.Inulin pertama kali diisolasi dari tanaman Inula helenium. Senyawa ini juga ditemukan dalam umbi tanaman chicory, dandelion dan artichoke (Roberfroid 2005). Inulin juga dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum dan barley (Tungland 2002) serta dapat diekstraksi dari umbi dahlia (Zaharanti 2005). Menurut Kaur dan Gupta(2002) salah satu fungsi inulin adalah mengurangi resiko osteoporosis dengan carameningkatkan absorpsi kalsium di darah. Menurut penelitian Coudrayet al. (2006) penggunaan inulin pada hewan model tikus putih adalah 3.75% dengan menggunakan semi purified dietuntuk melihat efektifitas penyerapannya terhadap mineral Zn dan Cu. Dalam penelitian ini, dosis inulin diturunkan menjadi 2.20% dengan menggunakan purified dietuntuk melihat efektifitasnya terhadap penyerapan mineral Ca. Pakan atau ransum dikategorikan normal jika pakan itu telah memenuhi kebutuhan nutrisi bagi hewan atau ternak yang mengkonsumsi. Kebutuhan kalsium pada tubuh hewan tikus normal sebesar 0.5% (NRC 1995). Pada kondisi ransum tikus kekurangankalsium, maka perlu dilakukan suplementasi dengan senyawa yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa inulin dapat meningkatkan serapan dan deposisi kalsium pada tulang hewan model tikus putih (Rattus novergicus) (Roberfroid 2005). Lebih lanjut inulin juga dapat menurunkan pH usus karena produksi SCFA (Short Chain Fatty Acid) meningkat terutama propionat dan asetat pada tingkat yang lebih rendah serta butirat dan asam laktat pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga kalsium diserap dalam lumen usus. Dalam penelitian ini digunakan formulapurified diet.Menurut NRC Laboratory Animals (1995) purified diet adalah pakan yang diformulasikan dari bahan baku pilihan yang jumlahnya terbatas. Formula tersebut disusun dari bahan-bahan baku yang murni dan kualitasnya lebih konstan. Bahan baku yang digunakan seperti kasein, kedelai, gula, pati, minyak sayur, CMC(Carboxymethylcellulose), vitamin, dan garam. Kandungan nutrien pada purified dietbiasanya tidak bervariasi dan lebih mudah dikontrol dari pada bahan baku konvensional. Diet ini dapat dibuat secara khususuntuk menghasilkan diet model yang defisiensi terhadap salah satu nutrien (makro atau mikro).Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi inulin danneraca kalsium pada tikus putih (Sparague dawley) yang diberi purified dietdefisien kalsium.
2
METODE
Bahan Purified Diet Purified diet yang digunakan terdiri ataskasein, glukosa, pati beras, minyak jagung, dl-methionin, CMC, vitamin mix, mineral mix, mineral mix tanpa kalsium dan inulin.Perlakuan diet adalah sebagai berikut; kontrol (K) mengandung 0.60%kalsium, diet defisien kalsium (DK) mengandung 0.40%kalsium dandiet defisien kalsium yang disuplementasi inulin (I) mengandung 0.40%kalsium dan 2.20% inulin. Penggunaan 2.20% inulin adalah berdasarkan penelitian Coudray 2006 bahwa dosis penggunaan inulin adalah 3.75% untuk menganalisis penyerapan Zn dan Cu sedangkan dalam penelitian ini dosisnya diturunkan menjadi 2.20% untuk analisis penyerapan mineral Ca. Tabel 1. Komposisi purified diet tikus Bahan Pakan K (%) Tepung beras Kasein Minyak Jagung Glukosa DL-Methionine CMC (Carboxymethylcellulose) Mneral (tanpa kalsium)* Mineral (berkalsium) Campuran Vitamin Inulin Garam
25.00 18.00 3.50 49.00 0.30 3.00 0.00 0.50 0.50 0.00 0.20
DK (%) 25.00 18.00 3.50 49.00 0.30 3.00 0.50 0.00 0.50 0.00 0.20
I (%) 25.00 16.30 3.00 49.00 0.30 3.00 0.50 0.00 0.50 2.20 0.20
*mineral mix yang disusun khusus K= purified diet kontrol; DK= purified diet defisien kalsium; I= purified diet defisien kalsium yang mengandung inulin.
Tabel 2. Komposisi mineral mix Mineral Mix Kontrol Senyawa g NaCl KH2PO4 MgSO4 CaCO3 FeSO4,7H2O MnSO4.H2O K.I ZnSO4.JH2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O Total
0.697000 1.945000 0.287000 1.907000 0.135000 0.020000 0.004000 0.003000 0.002000 0.000115 5.000000
Mineral Mix Defisien Kalsium Senyawa g NaCl KH2PO4 MgSO4 *Tepung Maizena/ filler FeSO4,7H2O MnSO4.H2O K.I ZnSO4.JH2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O
*tepung maizena: kandungan kalsiumnya 10 mg/100 (Departemen Kesehatan RI 1996)
0.697000 1.945000 0.287000 1.907000 0.135000 0.020000 0.004000 0.003000 0.002000 0.000115 5.000000
3
Tabel 3. Hasil analisis proksimat purified dietpenelitian (%BK) Analisis Nutrien Bahan kering Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Kalsium
K (%) 76.89 17.78 0.44 3.11 0.60
DK (%) 77.31 17.90 0.49 3.07 0.40
I (%) 79.30 17.01 0.49 2.78 0.40
Hasil analisa laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong (2013). K= purified diet kontrol; DK= purified diet defisien kalsium; I= purified diet defisien kalsium yang mengandung inulin.
Hewan Percobaan Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus novergicus) betinagalurSparague dawley berumur lebih dari 15 bulan dan berjumlah 12 ekor dengan rata-rata bobot badan awal 250.67 g yang secara random dibagi kedalam 3 perlakuanpurified diet yang berbeda. Tikus yang digunakan sebagian besar sudah dalam keadaan defisien kalsium akibat perlakuan sebelumnya dan kemudian dibagi kedalam 3 perlakuan ini secara random.
Alat Peralatan perkandangan yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari kotak plastik dan diberi alas sekam, tempat minum dan pakan. Timbangan kapasitas 5000 g, mixer danblender.Analisis kadar kalsium serum menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST® dan spektrofotometer UV-Vis, sedangkan analisis kadar kalsium pada pakan, tulang dan feses menggunakan atomic absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-6300.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kandang pemeliharaan tikus, Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Terapan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong pada bulan Juni – Desember tahun 2013.
Prosedur Percobaan Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan selama 2bulan dengan masa adaptasi terhadap perlakuan diet baru dilakukan selama 7 hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB. Pencampuran diet dilakukan setiap sepuluh hari sekali agar tidak ada bahan yang rusak,sedangkan pembuatan pasta (diet dengan kandungan 20% air) dilakukan setiap hari sebelum pemberian diet pagi dan sore hari. Pemberian diet sebanyak15 g e-1h-1. Penimbangan sisa dilakukan setiap hari sebelum pemberian diet pagi, sedangkan pengambilan sampel
4
fesesdan darah dilakukan pada 5 hari sebelum akhir penelitian. Sampel tulang, hati dan ginjal diperoleh setelah hewan dimatikan. Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini yaitu: 1. K : purified diet kontrol dengan kandungan kalsium 0.60% 2. DK : purified diet defisien kalsium dengan kandungan kalsium 0.40% 3. I : purified diet defisien kalsium (DK) yang mengandungi inulin 2.20% Koleksi Sampel a. Diet Konsumsi dihitung setiap hari dengan cara menimbang diet yang diberikan dikurangi sisa diet (g e-1h-1). b. Feses Total koleksi feses dilakukan pagi hari sebelum waktu pemberian diet selama 5 hari di akhir pemeliharaan. c. Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan pada akhir pemeliharaan dengan menggunakan metode cardiac punctureatau pengambilan darah langsung di bagian jantung.Darah diambil kurang lebih 1 ml dan dimasukkan ketabung berheparin sebagai antikoagulan untuk selanjutnya disentrifuge untuk didapatkan sampel plasma. d. Tulang, Hati dan Ginjal Tulang femur dikoleksi setelah hewan dianastesi dan dimatikan dilanjutkan dengan preparasi organ hati dan ginjal. Analisis Sampel a. Purified Diet Tiga jenis purified diet perlakuan dianalisis proksimat meliputi bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan kalsium mengikuti prosedur standar (AOAC 1995). b. Feses
Pada preparat pengabuan basah, sampel feses dikeringkan di oven 60ºC lalu ditimbang dan dihaluskan menggunakan mortar. Sebanyak 1 g sampel lalu dimasukkan kecawan porselin dan dikeringkan dengan oven 105ºC selama ± 24 jam. Sampel didinginkan dalam eksikatorselama ± 15 menit lalu ditimbang berikut cawan untukselanjutnya dilakukan pengabuan basah untuk analisis kadar kalsium. c. Tulang
Sampel tulang diberi larutan hydrazinedan didiamkan selama 2 hari untuk membersihkan dari sisa senyawa organik yang masih menempel kemudian dilakukanmetode pengabuan basah.
5
d. Hati dan Ginjal
Organ segar dipotong-potong untuk langsung dilakukan metode pengabuan basah atau wet ashing. Pengabuan Basah Sampel purified diet, feses, tulang, hati dan ginjal, ditimbang sebanyak masingmasing 1 g, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 (p)dan didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam), kemudian didiamkan semalam (sampel ditutup). Sampel tersebut ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p), lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang dan lebih pekat (biasanya ± 1 jam), lalu ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate dan pemanasan terus dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua kemudian menjadi kuning muda (± 1 jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit, kemudian sampel dipindahkan untukdidinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl(p).Sampel dipanaskan kembali agar larut(±15 menit) lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring kemudian dibaca menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) untuk diketahui konsentrasi kalsiumnya (Taussky dan Shorr 1953). Analisis Kalsium Plasma Sampel plasma darah dianalisis menggunakan kit O-C FAST®, blanko dan standard sebanyak 10µl dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahakan 1000 µl pelarut 1calcium, lalu divortex selama 10 detik dan diinkubasi selama 5 menit, lalu ditambahkan 250 µl pelarut kedua yang mengandung ethanolamine dan C-Corrosive kemudiandivortex kembali selama 10 detik lalu diinkubasi selama 10 menit. Sampel dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570580 nm.
RancanganPercobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan jenis diet dan 4 ulangan. Model matematika dari rancangan percobaan mengikuti model matematika Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut : Yij = μ + τi + εij Keterangan: Yij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menurut Steel and Torrie (1993). Jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilakukan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
6
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah konsumsi bahankering, konsumsi kalsium, kadar kalsium feses, absorbsi kalsium, kadar kalsium plasma, kalsium di tulang, kalsiumdihati,kalsiumdiginjal dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH). Konsumsi Bahan Kering (BK), dihitung dengan menggunakan rumus: Konsumsi BK (ge-1h-1) = (Ransum yang diberikan - Sisa ransum ) X [BK] ransum Konsumsi Kalsium, dihitung dengan menggunakan rumus: Konsumsi Ca (ge-1h-1) = Konsumsi BK X [Ca] ransum Kadar kalsiumfeses,Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan basah (Taussky dan Shorr 1953)kemudian sampel dibacamenggunakan AAS untuk diketahui konsentrasikalsiumnya. Kadar kalsium di feses dihitung dengan menggunakan rumus: Kalsium feses (g e-1h-1) = kadar kalsium feses (%) x jumlah feses (g BK) Kadar kalsium diet, tulang femur, hati dan ginjal,Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan basah (Taussky dan Shorr 1953)kemudian sampel dibacamenggunakan AAS untuk diketahui konsentrasikalsiumnya. Absorbsi Kalsium, dihitung dengan menggunakan rumus: Absorpsi kalsium (%) =
(∑ konsumsi kalsium −∑kalsium feses yang diekskresikan ∑ konsumsi kalsium
)
𝑋 100%
Kalsium Plasma, dihitung dengan menggunakan rumus: Absorbansi sampel
Kalsium plasma (mg dl-1) = Absorbansi
standar
𝑋 𝑘onsentrasi standar
Pertambahan Bobot Badan Harian, dihitung dengan menggunakan rumus: PBBH (g e-1h-1) =
Bobot badan akhir −Bobot badan awal Lama pemeliharaan
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi bahan kering tikus putih yang diberi purified dietdengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin tidak berbeda nyata(Tabel 4). Tabel 4. Neraca kasium tikus putih yang diberi purified dietdengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin Peubah
K
Perlakuan DK
-1 -1
Konsumsi As fed (g e h ) 10.821 ± 0.432 10.446 ± 2.055 Konsumsi bahan kering (g e-1h-1) 8.320 ± 0.330 8.080 ± 1.590 Konsumsi kalsium (g e-1h-1) 0.050 ± 0.001a 0.030 ± 0.006c Kalsium di feses (g e-1h-1) 0.009 ± 0.004A 0.002 ± 0.001B Absorpsi kalsium (g e-1h-1) 0.041 ± 0.005a 0.029 ± 0.007b Absorpsi kalsium (%) 82.700 ± 7.330b 92.240 ± 4.580a Kalsium plasma (mg dl-1) 12.100 ± 0.90A 9.100 ± 0.600B
I 12.538 ± 1.458 9.940 ± 1.160 0.040 ± 0.005b 0.003 ± 0.002B 0.037 ± 0.006ab 92.550 ± 4.790a 8.300 ± 0.800B
K= Purified diet kontrol; DK= Purified diet defisien kalsium; I= Purified diet defisien kalsium yang mengandung inulin. Superskrip yang berbeda (huruf besar) pada baris yang sama menyatakan berbeda sangat nyata (P<0.01) dan huruf kecil menunjukkan beda nyata (P<0.05)
Konsumsi Bahan Kering Diet Konsumsi bahan kering pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata(Tabel 4). Konsumsi bahan kering diet perlakuan kontrol serta defisien kalsium tanpa dan dengan suplementasi inulin ± 3.4%-3.5% dari bobot badan. Ketidakseimbangan nutrien pakan akan mempengaruhi konsumsi (Preston dan Leng, 1984; Wilson dan Kennedy 1996).Menurut NRC Laboratory Animals (1995) konsumsi harian tikus adalah 15 ge-1h-1 untuk tikus tua atau afkir. Konsumsi rata-rata semua perlakuan adalah 10.446 -12.538 ge-1h-1as fed atau 8.080 - 9.940ge-1h-1 BK, angka ini menunjukan data yang lebih rendah dibandingkan dengan standar NRC.Hal ini terjadi karena pemberian diet dalam bentuk pasta (kadar air tinggi) sehingga menyebabkan rendahnya konsumsi bahan kering.Suhu kandang juga mempengaruhi konsumsi, rataan suhu kandang saat penelitian yaitu adalah 28.5ºC lebih tinggi dari suhu nyaman sehingga mengakibatkan konsumsi menurun. Menurut Romanovsky etal. (2002) suhu ideal kandang yaitu 20-26ºC.
Konsumsi Kalsium Konsumsi kalsium pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan perlakuan purified diet yang defisien kalsium baik dengan atau tanpa suplementasi inulin, namun suplementasi inulin sebesar 2.20% mampu meningkatkan (P<0.05) konsumsi kalsium pada purified diet yang defisien kalsium (Tabel 4).Konsumsi kalsium pada tikus normal adalah 0.8489 g e-1h-1 (Aulyani 2013).
8
Konsumsi diet mempengaruhi konsumsi kalsium tikus (Swick 2001), hal ini sejalan dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa konsumsi diet pada perlakuan diet defisien kalsium yang disuplementasi dengan inulin lebih tinggi sehinggamemberikan peluang kalsium yang terkonsumsi semakin banyak.
Kalsium di Feses Kalsium difeses perlakuan kontrol sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan defisien kalsium baik dengan atau tanpa penambahan inulin (P<0.01), sementara itu diet defisien kalsium tidak berbeda nyata dengan yang disuplementasi inulin 2.20% (Tabel 4).Terjadi penyerapan kalsium yang cukup baik pada perlakuanpurified diet defisien kalsium baik yang disuplementasi dengan inulin maupun tidak. Menurut Aulyani (2013) kalsium feses pada tikus normal sebesar 0.3157 ge-1h-1. Kalsium feses yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian jauh lebih kecil (10-1 kali) dibandingkan dengan penelitian lain.Hal ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi kalsium yang juga lebih rendah. Konsumsi dietyang mempengaruhi konsumsi kalsium,berdampak pada jumlah kalsium yang terbuang melalui feses. Menurut Piliang dan Djojosoebagjo (2006) salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium adalah kandungan fosfor dan magnesium dalam ransum serta makanan (Gueguen dan Pointillart 2000). Rasio konsumsi kalsium fosfor yang dianjurkan agar dapat dimanfatkan secara optimal adalah 1:1 (Almatsier 2004).Rasio kalsium dan pospor pada dietpenelitian ini adalah 2:1.
Absorpsi Kalsium Presentase absorbsi kalsium pada perlakuan purified diet defisien kalsium dengan dan tanpa suplementasi inulin nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan Kontrol (P<0.05),namun antara purified diet defisien kalsium dan purified diet defisien kalsium dengan penambahan inulin 2.20%menunjukkan hasil yangtidak berbeda nyata (Tabel 4). Kondisi rendahnya asupan kalsiumberdampak pada rendahnya ekskresi kalsium difeses.Menurut Aulyani (2013) absorpsi kalsium pada tikus adalah 63.32%, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada perlakuan ini yaitu 82.7%.Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium yaitu jumlah kalsium yang dikonsumsi, mineral Mg dan vitamin D serta aktivitas fisik (Almatsier 2004), ratio kalsium dan fosfor serta hormon paratiroid (Guyton dan Hall 2006). Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi-protein pengikat kalsium, aktivitas fisik berpengaruh baik terhadap absorpsi kalsium (Almatsier 2004).Rasio konsumsi kalsium fosfor agar dapat dimanfatkan secara optimal dianjurkan adalah 1:1 dalam makanan.Konsumsi fosfor yang lebih tinggi dapat mengahambat absorpsi kalsium karena fosfor dalam suasana basa membentuk kalsium fosfat yang tidak larut air (Almatsier 2004). Ratio kalsium fosfor pada penelitian ini adalah 2:1.Proses homeostasis kalsium terjadi pada tikus yang diberi diet defisien kalsium tanpa dan dengan disuplementasi inulin. Pada kondisi defisien kalsium, secara fisiologi hewan akan melakukan absorbsi nutrien secara optimal sehingga mampu meningkatkan penyerapan.
9
Inulin tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan, inulin masuk melalui mulut menuju lambung dan usus halus tanpa mengalami perubahan yang berarti dan tanpa dimetabolisme (Kaur dan Gupta 2002). Menurut Roberfroid (2005) mekanisme inulin dalam meningkatkan penyerapan kalsium yaitu melalui fungsi inulin sebagai prebiotik yang merupakan makanan bagi bakteri bifidobacteria dan lactobacili yang dapat memproduksi SCFAs (Short Chain Fatty Acidi) yang meliputi propionat, butirat dan asetat serta asam organik lain seperti laktat. Asam laktat dapat membuat pH usus menjadi asam, kondisi pH yang asam ini dapat membuat ion kalsium menjadi lebih mudah larut sehingga mampu meningkatkan penyerapan kalsium. Butirat merupakan substrat untuk pertumbuhan sel epitel kolon dan poliferasi yang menyebabkan pembesaran daerah serap usus sehingga absorpsi kalsium meningkat, disamping itu peningkatan produksi butirat mampu merangsang vitamin D untuk meningkatkan calbindin. Peningkatan kalbindin berkolerasi positif terhadap penigkatan serapan kalsium. Mekanisme ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Inulin tipe fruktan dan mekanisme peningkatan penyerapan kalsium (Roberfroid 2005)
Kalsium Plasma Kalsium plasma pada perlakuan purified diet kontrol sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan purified diet defisien kalsium dengan dan tanpa suplementasi inulin (P<0.01).Penambahan inulin sebesar 2.20% pada diet defisien kalsium belum mampu meningkatkan kalsium diplasma (Tabel 4). Kadar kalsium di plasma sangat dipengaruhi oleh jumlah serapan. Semakin tinggi serapan kalsium di organ maka semakin turun kadar kalsium di plasma. Menurut Sukandar et al. (2008) kadar kalsium normal dalam plasma tikus galur Sprague dawley betina berkisar antara 9.2-10.4 mgdl-1, sedangkan menurut Ringler dan Dabich (1979) kadar kalsium di plasma adalah 13 mgdl-1, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh pada penelitian ini.Pada perlakuan defisien kalsium dengan dan tanpa inulin yang menunjukan ekskresi kalsium yang rendah.Hal ini terjadi karena keja hormon paratiroid
10
yang dalam keadaan tubuh defisien kalsium, merangsang kelenjar paratiroid untuk terus memproduksi hormonnya. Menurut Mihai dan Farndon (2000) untuk mempertahankan konsentrasi kalsium darah dalam kisaran normal, sistem homeostasis hormon paratiroid bekerja pada ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium dan menurunkan absorpsi fosfat yang ditandai oleh turunnya ekskresi kalsium. Pada fungsi homeostasis kalsium dalam tubuh, kalsium masuk dan diserap di dalam usus secara aktif dan pasif. Pada penyerapan aktif ada peranan Vitamin D dalam hormon kalsitriol untuk membantu penyerapan. Vitamin D merangsang absorpsi kalsium melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi-protein pengikat kalsium. Absorpsi kalsium paling baik terjadi dalam keadaan asam. Asam klorida yang dikeluarkan lambung membantu absorpsi kalsium dengan cara menurunkn pH di bagian atas duodenum. Asam amino tertentu meningkatkan pH saluran cerna, dengan demikian membantu absorpsi (Almatsier 2004). Kalsium yang diserap akan dibawa kedalam darah. Dalam plasma darah kadar kalsium akan selalu konstan. Apabila kadar kalsium plasma tinggi, maka kelebihannya akan dideposisi kedalam tulang dan ginjal dengan bantuan hormon kalsitonin, sedangkan apabila kadar kalsium plasma menurun, akan mereabsorpsi kalsium yang terdapat pada tulang dan ginjal dengan bantuan hormon paratiroid dan kalsitriol(Mihai dan Farndon 2000).Hal ini terjadi pada penelitian perlakuan purified diet defisien kalsium dengan dan tanpa suplementasi inulin yang menunjukan tingginya persentase penyerapan kalsium di tulang (Tabel 5).Proses metabolisme tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Fungsi homeoestasis kalsium di dalam tubuh (Roberfroid 2005) Pertambahan bobot badan harian, kalsium di tulang femur, hati dan ginjal yang diberi purified dietdengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa inulin tidak berbeda nyata(Tabel 5).
11
Tabel 5. Rataan pertambahan bobot badan harian, konsentrasi kalsium tulang, kalsium hati dan kalsium ginjal tikus Peubah -1 -1
Perlakuan K
PBBH (g e h ) 0.33 ± 0.43 Kalsium ditulang femur (%) 14.10 ± 1.30 Kalsium hati (ppm) 2.00 ± 0.50 Kalsium ginjal (ppm) 5.20 ± 3.40
DK 0.170 ± 0.30 14.30 ± 0.60 2.60 ± 0.90 6.10 ± 4.60
I 0.46 ± 0.34 15.70± 1.60 2.60 ± 1.80 4.50 ± 2.30
K=Purifieddiet kontrol; DK= Purifieddiet defisien kalsium; I= Purifieddiet defisien kalsium yang mengandung inulin
Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan harian tikus pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada penelitian ini terlihat bahwa standar deviasi pada masing-masing pertambahan bobot badan harian perlakuan sangatlah besar, hal ini mengindikasikan bahwa ada keragaman yang cukup besar. Keragaman ini dapat diakibatkan oleh gerakan tikus yang sangat aktif pada saat penimbangan sehingga mempengaruhi bobot badan tikus. Bobot badan tikus yang beragam mengakibatkan standar deviasi cukup besar. Menurut Sudatri (2011) PBBH tikus pertumbuhan galur Sprague dawleyusia 1 tahun yaitu (0.83ge-1h-1)Semakin bertambahnya usia tikus maka PBBH akan semakin rendah. Pertambahan bobot badan tikus usia tua tidak setinggi tikus usia muda. Bobot badan mencerminkan pertumbuhan dan ekspresi hasil metabolisme yang ditimbun dalam bentuk pertumbuhan massa protein, lemak dan tulang.
Kalsium Tulang Femur Kalsium ditulang femur pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Menurut Bogden et al. (1992) kadar kalsium yang terdapat di tulang femur tikus putih yaitu sebesar 15%. Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan peningkatan kalsium ditulang femur pada perlakuan yang disuplementasi inulin sebesar 11.35% dari kontrol. Tulang berperan dalam fungsi metabolik dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan kadar kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan (growth factor) seperti Transforming Growth Factor (TGF- ß) yang berperan dalam remodelling (Dellmann dan Eurell 1998). Pada perlakuan inulin (I) terlihat bahwa kadar kalsium di tulang femur tikus cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan purified dietkontrol dan defisien kalsium. Faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium adalah makanan, pH cairan usus, perbandingan Ca:P, dan vitamin D (Piliang dan Djojosoebagjo 2006). Kondisi tikus dalam keadaan defisien kalsium, apabila tubuh mengalami kekurangan kalsium, maka keadaan ini akan merangsang kelenjar paratiroid untuk lebih aktif memproduksi hormonnya (Mayer danHurst 1978). Peningkatan
12
ekspresi calbindin di usus berkolerasi positif dengan meningkatnya penyerapan kalsium (Roberfroid 2005).
Kalsium Hati Kalsium di hati pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Menurut Parket al. (2007) kadar kalsium di hati tikus adalah 9.6 ppm.Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan karena konsumsi kalsium jauh lebih rendah dibandingkan penelitian lain dan hati hanya berperan sebagai tempat untuk aktivasi vitamin D sehingga menghasilkan hormon yang berperan dalam metabolisme kalsium yaitu kalsitriol. Menurut Holliday et al. (2000) fungsi hati dalam metabolisme kalsium adalah mengubah Vitamin D menjadi 25 hidroksikalsiferol,selanjutnya 25 hidrokolekalsiferol akan diubah lagi menjadi bentuk aktif dari vitamin D yaitu 1.25 hidrokolekalsiferol.
Kalsium Ginjal Kalsium di ginjal pada perlakuan yang diberi purified diet dengan kebutuhan kalsium standar dan defisien, dengan dan tanpa suplementasi inulin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Menurut Park et al. (2007) kadar kalsium diginjal sebesar 38.7 ppm. Seperti halnya kalsium di hati, jumlah kalsium di ginjal juga jauh lebih rendah karena konsumsi kalsium yang rendah dan bobot organ terkait juga rendah (Baron 1995). Ginjal merupakan alat tubuh yang mempunyai kemampuan menyaring dan menyerap kembali beberapa metabolit termasuk kalsium dari sirkulasi darah dalam tubuh (Ressang 1984) dan juga merupakan tempat untuk merubah 25hidrokolekalsiferol menjadi bentuk aktif dari vitamin D yaitu 1.25 hidrokolekalsiferol (hormon yang berfungsi untuk meningkatkan absorbsi kalsium oleh usus) yang secara spesifik terjadi di tubulus proksimal ginjal (Holliday et al. 2000). Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam urin meningkat karena kadar kalsium serum meningkat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Suplementasi 2.20% inulin pada purified diet defisien kalsium belum efektif meningkatkan absorpsi kalsium dan ada peningkatan retensi kalsium ditulang sebesar 11.35%,namun belum mampu meningkatkankalsium di plasma, hati, dan ginjal serta belum memberikan efek yang nyata terhadappertambahan bobot badan harian.
13
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tikus putih Rattus norvegicus dengan diet yang sama dan dosis inulin yang lebih tinggi, serta perlu diaplikasikan penelitian lanjutanpada hewan model lain seperti unggas petelur dan kambing atau sapi perah dengan ransum yang disuplementasi inulin.
DAFTAR PUSTAKA [NRC] National Research Council. 1995. Nutrient Requirements of Laboratory Animals. Washington. National Academy Pr. [AOAC] Association of Official Analitycal Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analitycal Chemists. AOAC. Washington DC (US). USA. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia PustakaUmum. Aulyani TL. 2013.Pemberian kalsium nano Ca3(PO4)2terhadap efektivitas penyerapan kalsium tulang hewan model tikus putih Rattus novergicus. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baron DN. 1995. KapitaSelektaPatologiKlinik. 4th Ed. Jakarta (ID): EGC Pr. Bogden JD, Sheldon BG, Sylvia C, Francis WK, Zhengang Y, Suzanne RK,Ching Chu. 1992.Dietary calcium modifies concentrations of lead and other metals and renal calbindin in rats. J Nutr 122(1):1351-1360. British Nutrition Foundation. 1989. Calcium. London (BG): British Nutrition Foundation Pr. Coudray C, Christine FC, Elyett G, Andrzej M, Yves R. 2006. Dietary inulin intake and age can affect intestinal absorption of zinc and copper in rats. J Nutr. 136:117122. Dellman HD, Eurell JA. 1998. Text Book of Veterinary Histology. 7th Ed.Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia (US): hlm 47-61. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2005. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 4th Ed. USA (US): Wadsworth. Gueguen L, Pointillart A. 2000. The bioavailabillity of dietary calcium. J Am CollNutr.19(2):119-136 Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia(US): Elsevier Saunders. Hau J, Hoosier Jr GL. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Ed. Boca Raton (US): CRC Pr. Holliday LS, Gluck SL, Slatopolsky E,Brown AJ. 2000. 1,25-Dihydroxy-19-norvitamin D2, a vitamin D analog with reduced bone resorbing activity in vitro.J Am Soc Nephrol. 11: 1857-1864. Kaur N, Gupta AK. 2002. Aplications of inulin and oligofructosa in health and nutrition. J Biosci. 7(2):703-714. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB Pr.
14
Mayer GP, Hurst JG. 1978. Sigmoidal relationship between parathyroid hormone excretion rate and plasma calcium, consentration in calves. J Endoc. 102(4):1036-1042. Mihai R, Farndon JR. 2000. Parathyroid disease and calcium metabolism. Br J Anaesth. 85:29-43. Park HS, Jeon BJ, Ahn J, Kwak HS. 2007. Effects of nanocalcium supplemented milk on bone calcium metabolism in ovariectomized rats. Asian-AustJ Anim Sci.20(8):1266-1271. Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi.Volume II. Bogor (ID): IPB Pr. Preston TR, Leng RA. 1984. Supplementation ofDiet Based Fibrous Residues and by products. Di dalam: F Sundstoland E Owen, editor.Straw andOther Fibrous byProducts as Feed.Amsterdam (NL): Elsevier Pr. hlm 373-409. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. 2nd Ed. Bali (ID): Bali Pr. Ringler DH, Dabich L. 1979. Hematology and Clinical Biochemistry. Di dalam: Baker JH, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat. Volume I Biology and Diseases. New york (US) and London (BG): Academic Pr. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. 2ndEd. Bali (ID): Bali Pr. Roberfroid MB. 2005. Inulin-type furctants; Functional Food Ingredients. Boca Raton (US): CRC Pr. Romanovsky AA, Ivanov AI, Shimansky YP. 2002. Ambient temperature for experiments in rats: a new method for determining the zone of thermal neutrality. J Appl. Physiol. 92:2667-2679. Smith JW, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr. Steel RGD, Torrie JH.1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Geometrik. Terjemahan:Bambang Sumantri. Jakarta (ID): PT Garmedia Pustaka. Sudatri NW. 2011. Pengaruh suplementasi somatotropin terhadapperubahan bobot badan tikus betina usia enam bulan dan satu tahun.Diacu tanggal 22 April 2014. Tersedia dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=pertambahan +bobot+badan +tikus+ tua&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.pdf. SukandarEY, Andrajati R, Sigit JI, Adnyana IK, Setiadi AAP, Kusnandar. 2008. Isofarmakoterapi.Jakarta (ID): PT. ISFI Penerbitan. hlm 723. Swick RA. 2001. Poultry Management in Warm Climate: in Poultry Management Forum.Jakarta (ID): ASA Indonesia. Taussky HH, Shorr E.1953. A micro colorimetric method for the determination of inorganic phosphorus. J Biol. Chem. 202(2):675-685. Tungland BC, Meyer. 2002. Nondigestible oligo-and polysaccharides (dietary fiber): Their physiology and role in human health and food.Comprehensive Reviews in Food Sci.and Food Safety.3(2):73-91. Wilson JR, Kennedy PM. 1996. Plant and animal constraints to voluntary feed intake associated with fibre characteristics and particle break down and passage in rumi nants. Aust. J Agric. Res. 47: 199-225. Zaharanti A. 2005. Ekstraksi, karakterisasi, serta kajian potensi prebiotik inulindari umbi dahlia (Dahlia pinnata). [Skripsi]. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor.
15
Lampiran 1 ANOVA konsumsi bahan kering diet SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 8.240 11.936 20.176
KT 4.120 1.326
F hitung 3.107
Signifikansi 0.094
SK= sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat total, sangat berbeda nyata (P<0.01), berbeda nyata (P<0.05)
Lampiran 2 ANOVA konsumsi kalsium SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 0.022 0.0003 0.022
KT 0.011 2.87778E-05
F hitung 382.2394
Signifikansi 0.003
Lampiran 3 ANOVA kalsium di feses SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 0.00035 0.00005 0.00040
KT 0.00017 0.00001
F hitung 31.95918
Signifikansi 0.008
Lampiran 4 ANOVA persen absorbsi kalsium SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 248.268 292.679 540.947
KT 124.134 32.520
F hitung 3.817
Signifikansi 0.063
Lampiran 5 ANOVA kalsium di plasma SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 33.185 5.277 38.462
KT 16.592 0.586
F hitung 28.296
Signifikansi 0.000
Lampiran 6 ANOVA pertambahan bobot badan harian SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 0.086 0.904 1.025
KT 0.043 0.104
F hitung 0.411
Signifikansi 0.675
Lampiran 7 ANOVA kalsium tulang femur SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 5.717 13.849 19.422
KT 2.858 1.539
F hitung 1.857
Signifikansi 0.211
16
Lampiran 8 ANOVA kalsium di hati SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 0.918 13.479 14.397
KT 0.459 1.498
F hitung 0.306
Signifikansi 0.743
Lampiran 9 ANOVA kalsium di ginjal SK Perlakuan Galat Total
db 2 9 11
JK 5.168 114.250 119.418
KT 2.587 12.694
F hitung 0.204
Signifikansi 0.819
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Fongkaniwa, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 22Juni tahun 1991 dan diberi nama Nurhayu. Penulis merupakan anak kedua dari dua saudara.Bapak bernama La Sajia, SP dan ibu bernama Wa Damia. Penulis menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 2003 di SDNegeri 2 Fongkaniwa, dilanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Tongkuno pada tahun 2003-2006 kemudian melanjutkansekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tongkuno pada tahun 2006-2009 dan diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni melalui jalur USMI.Penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Nutrisi dan Teknologi Pakan (HIMASITER) pada tahun 2010-2012 sebagai sekretaris umumdanLDF FAMM AL AN’AM 2010-2011sebagai anggota divisi Syi’ar. Penulis aktif pada beberapa kepanitiaan diantaranya Paket Ramadhan Istimewa Fakultas Peternakan (PRISMA D) sebagai anggota divisi konsumsi pada tahun 2011, Pelatihan Pembuatan PakanTernak (P3T) sebagai anggota. Penulis juga aktif mengikuti pertandingan seperti tenis meja di Dekan CUP dan meraih juara pertama pada tahun 2012-2013 serta juara kedua di Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada cabang olahraga yang sama pada tahun 2013. Penulis mengikuti magang di BPT Tapos Ciawi pada tahun 2012. Penulis merupakan penerima beasiswa BBM tahun 2009-2010. .
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Dewi Apri Astuti, MS. selaku pembimbing utama dan Dr.Sri Suharti, SPt.MSi selaku pembimbing anggota dengan penuh kesabaran memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) yang bersedia mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ainia Herminiati, ST.MSi, bapak Darmawan, ibu Dian dan Zarmeis Sri Mulyati selaku teman satu tim penelitian atas kerja sama dan bantuannya. Rasa terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat penulis persembahkan kepada bapak serta ibu tercinta, kakak drh Muhni, dan keluarga besar yang terus memotivasi, menasehati, dan memberikan doa kepada penulis. Terimakasih juga kepada teman-teman ‘Nutrisious 46’ Nur Alawiyyah, Yessy Okviana, Harfina Rais, Ena Nurhaena dan teman-teman lain atas motivasi dan semangatnya. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Rahman Supri, drh. Natalina Panjaitan dan drh. Adi Ningrum Kurniasari yang selalu memberi semangat dan dukungan serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada panitia seminar Dilla Mareistia Fassah, SPt.MScserta pembahas seminar Dr.Ir. Jajat Jachja Fahmi Arif, M.Agryang telah membantu proses pelaksanaan seminar pada tanggal 23Januari 2014. Rasa terimakasih penulis ucapkan juga kepada dosen penguji dan panitia sidang pada tanggal 11 April 2014 yatiu Ir. Hotnida CH Siregar, M.Si dan Dr.Ir. Lilis Khotijah, M.Siserta Dr.Ir. Widya Hermana, M.Si. yang telah membuka wawasan, memberi saran, dan motivasi kepada penulis.