PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL DOSIS BERTINGKAT, DIBERIKAN SEBELUM DAN SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI OOKISTA PADA TINJA AYAM
BOI MANGAPUL NABABAN B04103022
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK BOI MANGAPUL NABABAN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap produksi ookista pada tinja ayam. Penelitian menggunakan ayam pedaging umur satu hari sebanyak 210 ekor yang dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan (masingmasing berjumlah 30 ekor) yaitu: kelompok perlakuan kontrol negatif (KN), kelompok perlakuan kontrol positif (KP), kelompok perlakuan kontrol sambiloto (KSb), kelompok perlakuan kontrol obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb (KO), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah (E4), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5), dan kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6). Pengambilan tinja dilakukan mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dari semua kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. Pemberian ekstrak sambiloto memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dibandingkan dengan pelarut etanol dosis sedang (E5), dan dosis rendah (E4). Kata kunci: ookista, sambiloto, sulfakloropirazin
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT ETANOL DOSIS BERTINGKAT DIBERIKAN SEBELUM DAN SESUDAH INFEKSI Eimeria tenella TERHADAP PRODUKSI OOKISTA PADA TINJA AYAM
BOI MANGAPUL NABABAN B04103022
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Penelitian
: Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees)
dengan
Pelarut
Etanol
Dosis
Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam Nama
: Boi Mangapul Nababan
NRP
: B 04103022
Menyetujui : Pembimbing
Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, MS (NIP. 131124821)
Mengetahui : Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS (NIP.131129090)
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: " Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam", dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MSi., sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mencurahkan segala waktu dan pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Kedua orang tuaku tercinta, O. Nababan, S. Manalu dan Kel.Tulang Karl Benedictus, Kel.Tante Kont, Kel.Om Yul, Oma, Kel.Tulang Lasti, Op.Boru, Op.Doli(†), serta saudara-saudaraku (Ida, Dorma, Monang, Sabar) yang telah memberikan kasih sayang, dorongan baik spiritual maupun material dan perhatian yang sangat besar serta turut mendoakan penulis
2.
Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MSi sebagai dosen penguji dalam sidang dan Ibu Dr. Drh. Tutuk Astiawati sebagai dosen penilai dalam seminar yang telah banyak memberikan tuntunan moral, nasehat, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Drh. Denni Widya Lukman, Msc sebagai moderator dalam seminar yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai. 4. Staf Laboratorium Protozoologi Pak Komar, Pak Saryo, Ibu Nani yang bersedia menyempatkan waktunya dalam membantu dan memberikan semangat selama melakukan penelitian. 5. Rekan-rekan
A40,
A41
dan
kelompok
belajar
KOKSIDIBIMBUM
(Koksidiosis Dibawah Bimbingan Bu Umi): Mas Agung, Laksana, AA. Martian, Si Deni, Teteg, Nina Jawa, Nina Siregar, Eka Sonia br Ginting, Dini,
dan Mbak Nilam atas bantuan, semangat, dorongan, kerja sama dan kebersamaan kita. 6. Keluarga Besar Alamanda (Bang Marten, Bang Shane, Mas Afif, Bony, Desman, Dungdang, Fredy, Hotman, Vico, Pino, Tinton, Khulfi, Nani, Ika, Delon, Ester, Melincah, Jenny), dan penghuni Sengkedo (Bang Tito, Iseng, Icho (cup kita!), Ahonk, Aconk, Gede, Eko, Togu) atas segala kerjasama dan kebersamaan kita. 7. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat dituliskan satu per satu. Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 15 September 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1984 di Simamora, Provinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan O. Nababan dan S. Manalu. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Simamora. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi pada SLTP N 1 Parmonangan dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 1 Pagaran, dan masuk IPB pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dengan Himpro Ornitologi dan Unggas FKH-IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Pengaruh pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada tinja ayam”, dibawah bimbingan Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, Msi.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
v
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Eimeria tenella ...............................................................................
4
Klasifikasi ..............................................................................
4
Struktur dan Morfologi .........................................................
4
Siklus Hidup ..........................................................................
6
Patogenesa ............................................................................. 10 Gejala Klinis .......................................................................... 11 Pengendalian.......................................................................... 13 Manajemen Peternakan ................................................ 14 Sanitasi ......................................................................... 14 Kebersihan Lantai Kandang ......................................... 14 Pemberian Pakan Alami ............................................... 15 Pemberian Vaksin ........................................................ 15 Pengobatan ............................................................................ 15 Pemberian Koksidiostat ............................................... 15 Pencegahan ............................................................................ 17 Pakan Tambahan .......................................................... 18 Tanaman Obat .............................................................. 18 Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) .................................. 21 Klasifikasi .............................................................................. 21 Morfologi ............................................................................... 21 Habitat dan Penyebaran ......................................................... 22
Kandungan ............................................................................. 23 Khasiat ................................................................................... 25 BAB III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 27 Alat dan Bahan ............................................................................... 27 Metode............................................................................................ 27 Persiapan Kandang ................................................................ 27 Pengelompokan Ayam........................................................... 27 Perlakuan pada Ayam ............................................................ 28 Pengambilan Tinja ................................................................. 28 Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista ............................... 29 Analisis Data .................................................................................. 30 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ookista Eimeria tenella .................................................. 31 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................... 37 Saran ............................................................................................... 37 BAB VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 38 LAMPIRAN .................................................................................................. 42
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Spesies Eimeria yang penting pada ayam .................................................. 13 2. Obat anticocicdia yang sering digunakan .................................................. 17 3. Rata-rata produksi ookista per gram tinja .................................................. 31 4. Produksi ookista per gram tinja.................................................................. 43
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Struktur Ookista Eimeria sp .......................................................................
5
2. Siklus hidup Eimeria tenella ......................................................................
7
3. Ayam yang terserang koksidiosis............................................................... 12 4. Struktur obat anticoccidia .......................................................................... 16 5. Tanaman dan biji sambiloto ....................................................................... 22 6. Struktur kimia bahan aktif sambiloto ......................................................... 24 7. Perbandingan total produksi ookista antara perlakuan .............................. 32
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Produksi ookista hari ke-4 sampai hari ke-22 .........................................
43
2. Analisis data dengan ANOVA antara hari, perlakuan, dan ulangan .......
44
3. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan, antara hari, perlakuan, dan ulangan.........................................................
48
4. Analisis data dengan ANOVA antara HP (hari-perlakuan) dan ulangan ..........................................................................................
50
5. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan antara HP (hari-perlakuan) dan ulangan ..............................................
51
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan yang sedang maupun yang akan dilaksanakan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Taraf hidup dan kesejahteraan dapat digambarkan oleh masyarakat yang sehat, produktif, dan kreatif. Peningkatan taraf hidup dapat diwujudkan dari berbagai segi, salah satu diantaranya adalah dari segi peningkatan jumlah dan mutu bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Usaha peningkatan jumlah dan mutu bahan
makanan harus memperhatikan zat-zat yang terkandung di dalam bahan makanan yang akan dikonsumsi. Zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat-zat makanan ini dapat diperoleh dari bahan makanan nabati maupun hewani. Bahan makanan hewani lebih baik mutunya, baik jumlah maupun keseimbangan kandungan zat-zat makanannya terutama mutu proteinnya (Almatsier 2003). Untuk menyediakan pangan asal hewani yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab para peternak dan para dokter hewan yang ada di Indonesia, sehingga kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dapat tercukupi dengan harga yang terjangkau. Disamping itu juga dapat menciptakan peluang dan lapangan kerja dibidang peternakan yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pada sektor peternakan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sektor peternakan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah ternak ayam pedaging. Hal ini didukung oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan juga pendapatan masyarakat yang cenderung meningkat, sehingga dengan sendirinya kebutuhan masyarakat akan protein yang berasal dari daging maupun telur juga akan meningkat. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa beternak ayam pedaging masih memberikan peluang yang sangat besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi daging ayam tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan manajemen peternakan salah satunya dengan
pengendalian penyakit pada unggas. Berbagai macam penyakit yang menyerang ternak unggas dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun oleh parasit. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan berada dalam urutan teratas adalah koksidiosis pada ayam. Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit pada unggas yang diakibatkan oleh protozoa dari genus Eimeria.
Terdapat tujuh spesies
Eimeria yang penting pada ayam (Shirley dan Long 1990), tetapi Eimeria tenella (Railliet dan Lucet 1981 dalam Levine 1985) merupakan spesies yang paling penting dilihat dari segi ekonomi, karena hampir sebagian besar penyakit koksidiosis ini disebabkan oleh Eimeria tenella.
Penyakit ini penting secara
ekonomi karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat peternak akibat terhambatnya pertumbuhan, penurunan berat badan, kualitas karkas yang rendah, dan penurunan produksi telur pada ayam petelur. Kerugian peternak sebagian besar diakibatkan oleh pertumbuhan unggas yang terhambat karena penanganan yang kurang baik pada unggas usia muda.
Penyakit ini
menyerang ayam muda yang berumur 2-3 minggu dengan cara menyerang saluran pencernaan.
Tetapi tidak menutup kemungkinan ayam usia tua juga dapat
terserang namun secara umum sudah lebih tahan, karena telah mendapatkan kekebalan/imunitas dari infeksi sebelumnya (Soulsby 1982). Eimeria tenella menginfeksi unggas dengan cara menyerang dan merusak epitel sekum, sehingga munculnya gejala diare berdarah pada unggas mengindikasikan unggas tersebut terserang koksidiosis. Derajat keparahan pada unggas yang terserang koksidiosis salah satunya dapat dideteksi dari keberadaan ookista pada tinja ayam. Ookista yang terdapat pada tinja dapat dengan mudah menyebar disekitar kandang dan menyebabkan infeksi terhadap ayam lain serta mempunyai potensi reproduksi yang tinggi sehingga sangat sulit untuk membebaskan ayam dari penyakit koksidiosis. Beberapa upaya untuk menanggulangi koksidiosis dapat dilakukan dengan menggunakan anticoccidia yang biasanya ditambahkan pada pakan sebagai langkah pertama untuk mengontrol terjadinya koksidiosis yang dilakukan oleh peternak ayam pedaging dan ayam petelur. Beberapa jenis anticoccidia yang sering
digunakan,
diantaranya:
sulfaquinosalin,
sulfakloropromazin,
sulfakloropirazin, sulfanitran, sulfadimetoksalin, amprolium dan sulfonamid. Namun upaya yang dilakukan untuk terus membuat atau menciptakan anticoccidia baru menemui kendala dalam hal penggunaannya. Pemberian dosis yang kurang tepat dan pemberian yang terus menerus akan mengakibatkan galur ayam yang resisten terhadap obat dan residu pada ayam serta mahalnya biaya pengobatan. Kendala ini harus cepat diatasi dengan cara melakukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk mencari atau mencoba alternatif lain sebagai pengganti anticoccidia tersebut. Salah satunya dengan penggunaan tanaman obat yang biasa digunakan pada manusia. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat. Sambiloto bukan tumbuhan asli Indonesia, diduga berasal dari India.
Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk
mengobati penyakit diare dan malaria.
Kandungan andrografolid didalamnya
mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti sel darah putih untuk menyerang bakteri dan benda asing lainnya (imunomodulator), flavonoid sebagai antiinflamasi, dan tanin sebagai antidiare (Anonim 2004). Menurut Sastrapradja. (1978) tanaman sambiloto memiliki sifat antipiretik (penurun demam), analgesik (penghilang rasa sakit), menghilangkan panas dalam, detoksikan, anti radang dan detumescent (mengecilkan pembengkakan). Pengembangan tanaman sambiloto sebagai obat anticoccidia sangat perlu dilakukan dalam upaya mendapatkan obat anticoccidia yang tidak menimbulkan efek resistensi, harganya relatif murah, mudah didapatkan, tidak meninggalkan residu, dan aman bagi kesehatan ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk asal unggas.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap jumlah produksi ookista pada tinja ayam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Eimeria tenella Klasifikasi Menurut Levine (1985), Eimeria tenella diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Protista
Sub kingdom
: Protozoa
Filum
: Apicomplexa
Kelas
: Sporozoa
Ordo
: Eucocidiorida
Sub ordo
: Eimeriorina
Famili
: Eimeridae
Genus
: Eimeria
Spesies
: Eimeria tenella
Struktur dan Morfologi Dari beberapa spesies coccidia, Eimeria tenella merupakan spesies yang paling patogen pada unggas peliharaan. Distribusinya meluas hampir di seluruh dunia, dan spesies ini mengalami tahap perkembangan di dalam sekum. Ookista Eimeria sp dapat diidentifikasi melalui karakteristik morfologi berdasarkan panjang dan lebar, indeks, bentuk dan warna, granul yang retraktil, ada tidaknya mikrofil (residium), dan ada tidaknya residu (Levine 1985). Ookista E. tenella bentuknya ovoid (bulat seperti telur) dengan dindingnya dilapisi oleh selaput yang terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar, dan lapisan dalam dinding ookista. Lapisan luar dinding ookista tersusun dari lapisan protein dan lemak, sedangkan dinding ookista bagian dalam tersusun dari senyawa protein tanin dan kinin. Bentuk lapisan dari dinding ookista ini dapat di lihat dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Dindingnya rata, halus, dan tidak dijumpai adanya mikropil (residium) yang ditutupi oleh topi mikropil sebagai petunjuk
untuk meperlihatkan ciri bahwa ookistanya bipolar (Doens-juteau dan Senaud 1974 dalam Mouafo et al. 2000). Ukuran ookista mempunyai panjang: 14,2 μm - 31 μm dengan rata-rata 22,9 μm, dan lebar: 9,5μm - 24,8 μm dengan rata-rata 19,6 μm (Levine 1985).
Gambar 1 Ookista Eimeria sp yang bersporulasi. (Levine, 1985) Waktu yang diperlukan untuk menjadi ookista bersporulasi adalah 18 jam pada suhu 29˚C, 21 jam pada suhu 26 ˚C - 28 ˚C, 24 jam pada suhu 20 ˚C - 24 ˚C, dan 24-40 jam pada suhu ruangan (suhu kamar). Sedangkan pada suhu di bawah 8 ˚C tidak terjadi sporulasi (Levine 1985).
Ookista mempunyai empat sporokista,
masing-masing sporokista berisi dua sporozoit yang terdapat di dalam ookista. Sporokista mempunyai kenop yaitu benda stieda yang terdapat pada salah-satu ujungnya dan benda substieda dibawahnya.
Sporozoit yang berada di dalam
sporokista bentuknya memanjang dengan satu ujungnya membulat dan ujung yang lain (ujung anterior) meruncing, mirip seperti sosis. Di dalam sporozoit terdapat bulatan-bulatan kecil yang terang bersifat seperti protein yang disebut benda-benda refraktil, dan bulatan-bulatan kecil eosinofilik yang fungsinya belum jelas diketahui (Levine 1985). Merozoit dan sporozoit yang terbentuk di dalam tubuh induk semang mempunyai suatu bentuk komplek yang apikal. Didalamnya terdapat karbohidrat
yang tersimpan sebagai benda kecil dalam bentuk amilopektin dengan panjang rantainya kira-kira 20 residu glukosa (Levine 1985). Masing-masing sporozoit ditutupi oleh suatu pelikle yang terdiri dari selaput pembatas luar yang kontiniu (tidak terputus) dan selaput dalam yang berakhir pada cincin polar. Kedua selaput tersebut masing-masing memiliki 22-26 mikrotubule subpelikuler yaitu suatu konoid yang terdiri dari mikrotubule-mikrotubule yang tersusun seperti bentuk spiral, satu atau dua cincin di anterior konoid, satu cincin polar, inti dengan atau tanpa nukleus, rhopthris, mikronema-mikronema, bulatan-bulatan kecil terang, RE, alat golgi, mitokondria dengan kristal tubular, mikropore-mikropore, bendabenda seperti lipoid, benda-benda oval polisakkarida (amylopektin), dan ribosomribosom.
Siklus Hidup Eimeria tenella mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh induk semangnya, atau disebut dengan stadium endogenous dan stadium eksogenous. Stadium endogenous terjadi di dalam tubuh induk semang meliputi tahap seksual (gametogoni) dan tahap aseksual (merogoni/skizogoni). Stadium eksogenous terjadi di luar tubuh induk semang meliputi sporogoni yang merupakan stadium pembentukan spora (Levine 1985). Ookista-ookista yang keluar bersama tinja pada umumnya sudah mempunyai satu sel, yang disebut sporont (Roberts dan Schimdt 2000). Sporont dengan selnya yang diploid mengalami reduksi sehingga membentuk benda polar (kutub) yang refraktil. Sporont mengalami proses pembelahan dan membentuk empat sporoblast yang masing-masing akan berkembang menjadi sporokista kemudian di dalam setiap sporokista akan berkembang dua sporozoit. Sporont akan berkembang menjadi sporokista dan sporozoit dengan bantuan oksigen yang cukup dari lingkungan. Proses perkembangan sporont menjadi sporokista dan sporozoit disebut dengan sporogoni atau sering dinamakan dengan sporulasi. Proses sporulasi berlangsung selama 48 jam pada kondisi suhu lingkungan (suhu kamar).
Pada tahap ini ookista dinamakan dengan ookista yang sudah
bersporulasi yaitu ookista yang sudah memasuki stadium infektif.
Ookista-
ookista yang sudah infektif yang terdapat pada tinja ayam akan mengkontaminasi
pakan dan air minum sehingga termakan oleh ayam. Ookista yang sudah berada disaluran pencernaan ayam akan mengalami proses ekskistasi akibat pengaruh keberadaan enzim pencernaan misalnya, garam empedu, dan enzim tripsin (Ikeda 1960 dalam Soulsby 1982).
Di dalam usus halus ookista akan pecah dan
mengeluarkan sporokista, kemudian sporokista akan mengeluarkan sporozoitsporozoit dan masuk ke dalam sel-sel epitel usus. Sporozoit yang berada di sel-sel epitel usus akan berkembang menjadi meron generasi I.
Gambar 2 Siklus hidup Eimeria tenella. (Fanatico, 2006) Keterangan: A. Sporokista akan bebas dan terpapar oleh enzim (tripsin). B. Sporozoit yang dihasilkan kemudian dibebaskan, sporozoit ini dikarakteristikkan dengan tipe organelnya. 1. Sporozoit-sporozoit bergerak secara aktif dan memasuki sel epitel untuk perkembangannya. 2. Pertama di intraseluler, sporozoit akan membulat dan berkembang menjadi skizon generasi pertama. 3. Bentuk merozoit akan mengambil tempat bersama skizon. 4. Dengan cara merusak sel inang, merozoit yang dilepaskan akan menginfeksi sel epitel baru. 5. Kemudian berkembang menjadi skizon generasi kedua. Merozoit generasi ini berbeda dalam ukuran dan jumlahnya. 6. Merozoit generasi kedua yang dilepaskan akan berkembang menjadi skizon generasi ketiga. 7. Jantan yang disebut mikrogamet. 8. Betina yang disebut makrogamet. 9 dan 10. Proses fertilisasi, mikrogamet memasuki makrogamet secara aktif membentuk zigot intraseluler. 11. Zigot berubah menjadi ookista yang merusak sel inang, dan ookista akan keluar bersama tinja. 12. Sporulasi akan terjadi ditempat yang hangat dan lembab.
Proses perkembangbiakan sporozoit menjadi meron generasi I di dalam sel induk semang terjadi secara aseksual (endopolygeny, merogoni, skizogoni)
sehingga memungkinkan untuk setiap meron akan membentuk kira-kira 900 merozoit generasi I dengan panjang kira-kira 2-4 μm. Meront berasal dari kata yunani yaitu meros yang berarti suatu bagian. Kira-kira 2,5-3 hari setelah infeksi merozoit generasi pertama sudah berada di lumen sekum dan akan menyebabkan kerusakan pada sel induk semang.
Merozoit generasi pertama yang masih
bertahan hidup akan masuk ke dalam sel epitel sekum yang baru untuk menginisiasi berkembangnya merozoit generasi II.
Merozoit generasi I ini
tumbuh dan membelah menjadi 200-350 merozoit generasi II yang terletak di atas inti sel induk semang dengan panjang sekitar 16 µ, dan ditemukan lima hari setelah inokulasi. Beberapa merozoit generasi II masuk ke dalam sel-sel epitel usus yang baru, tumbuh dan berkembang membentuk meron-meron generasi III yang letaknya di bawah inti sel induk semang dengan menghasilkan 4-30 meron dengan panjang 7 μm. Sisa merozoit generai II akan ditelan dan dicerna oleh makrofag (Levine 1985). Merozoit-merozoit generasi III masuk ke dalam sel epitel sekum yang baru dari induk semang dan memulai fase seksual yang dikenal sebagai gametogoni (levine 1985). Merozoit akan berubah menjadi makrogamet (gamet betina) dan mikrogamet (gamet jantan) yang terletak di bawah inti sel. Mikrogametosit menghasilkan banyak mikrogamet yang berflagella, motil, dan bermigrasi ke makrogamet, sedangkan makrogametosit akan berkembang menjadi satu makrogamet. Melalui penguncupan, mikrogamet berflagella ini melepaskan diri dari mikrogametosit, membuahi makrogamet dan terbentuklah zigot. Zigot lalu mengelilingi dirinya sendiri dengan sebuah dinding yang tebal dan menjadi ookista muda yang terjadi pada hari keenam setelah infeksi. Ookista-ookista kemudian keluar dari sel-sel induk semang, masuk ke dalam rongga usus dan keluar bersama tinja. Jika tidak terjadi reinfeksi, infeksi-infeksi coccidia bersifat membatasi diri (self-limiting). Masa prepaten yaitu dari saat inokulasi sampai timbulnya ookista pertama dalam tinja sekitar tujuh hari.
Mulai saat itu ookista-ookista akan terus
dikeluarkan dalam beberapa hari karena sporozoit-sporozoit yang dihasilkan tidak semuanya segera masuk ke dalam sel-sel induk semang, akan tetapi dapat tinggal dirongga usus untuk beberapa lama, dan juga akibat tertahannya ookista di dalam
sekum untuk beberapa hari sebelum isi sekum dikeluarkan.
Jumlah ookista-
ookista yang dihasilkan di dalam tinja ayam untuk setiap ookista yang dimakan, tergantung kepada jumlah generasi merozoit dan jumlah merozoit pada setiap generasi, dosis infeksi, sistim imun induk semang, dan umur induk semang (Tampuboon 1996). Satu ookista Eimeria tenella berisi delapan sporozoit dan secara teori dapat menghasilkan 2,52 juta merozoit-merozoit generasi II (8 x 900 x 350), masing-masing merozoit dapat berkembang menjadi makrogamet atau mikrogamet. Akan tetapi jumlah ookista yang benar-benar dihasilkan oleh setiap ookista yang dimakan akan sangat lebih rendah dari yang dihasilkan secara teoritis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, kekebalan, dan dosis infeksi sangat berpengaruh terhadap kemampuan produksi ookista. Menurut (Hall 1934 dalam Levine 1985) makin besar dosis infeksi, makin sedikit jumlah ookista yang dihasilkan oleh tiap ookista yang dimakan, dan jika dosis infeksi terlalu kecil jumlah ookista yang dihasilkan juga relatif sedikit. Jumlah ookista yang dihasilkan jika dosis infeksinya enam ookista adalah 1.455.000, jika dosis infeksinya 150 ookista menghasilkan 1.029.666 ookista, jika dosis infeksinya adalah 2000 ookista, menghasilkan 144.150 ookista, dan jika dosis infeksinya adalah satu ookista menghasilkan 62.000 ookista, (Hall 1934 dalam Levine 1985). Umur induk semang juga sangat berpengaruh terhadap jumlah ookista yang dihasilkan. (Rose 1967 dalam Levine 1985) melaporkan bahwa pada anak ayam dibawah umur satu minggu yang diinfeksi dengan dosis 500 ookista menghasilkan 36.400 ookista untuk setiap ookista yang diberikan, infeksi dengan 5000 ookista menghasilkan 20.300 ookista , dan infeksi dengan 50.000 ookista menghasilkan 103 ookista. Pada anak ayam diatas umur dua minggu dengan dosis infeksi yang sama seperti pada anak ayam dibawah umur satu minggu berturut-turut menghasilkan ookista sebanyak: 41.000, 15.700, dan 1500 ookista untuk setiap ookista yang diinfeksi.
Semua faktor yang menyebabkan kejadian ini belum
sepenuhnya diketahui, beberapa diantaranya dapat dipengaruhi oleh sistim imun, jumlah sel epitel yang sedikit, kerusakan sel-sel epitel, peningkatan motilitas usus, diare yang menyebabkan pengeluaran merozoit sebelum mencapai sel induk
semang, serta terperangkapnya merozoit-merozoit di dalam reruntuhan sel (Levine 1985).
Patogenesa E. tenella Eimeria tenella merupakan salah satu spesies dari coccidia yang paling patogen terutama pada unggas, hal ini dibuktikan dengan percobaan yang dilakukan dengan menginokulasikan 100 ribu ookista yang bersporulasi pada ayam sudah dapat menyebabkan kesakitan, kematian, dan penurunan berat badan yang sangat drastis.
Inokulasi dengan 1000-3000 ookista cukup untuk
menyebabkan diare berdarah pada tinja dan gangguan lain yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar akibat dari infeksi. Patogenisitasnya dapat menyebabkan hewan mati dengan sangat cepat dan bahkan reaksi yang ditimbulkan pada saat infeksi tidak kelihatan.
Menurut Levine
(1985), patogenitas koksidiosis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: jumlah sel induk semang yang rusak, besarnya dosis infeksi ookista, patogenitas galur koksidia, ras, umur ayam, status gizi, stress, lokasi parasit di dalam jaringan, atau di dalam sel induk semang, derajat dan waktu reinfeksi serta derajat imunitas yang diperoleh atau imunitas alami induk semang. Koksidiosis yang disebabkan oleh Eimeria tenella pada umumnya terjadi pada ayam usia muda dengan umur kira-kira 3-4 minggu. Unggas dengan umur 1-2 minggu cenderung lebih tahan (Gardiner 1955 dalam Soulsby 1982). Akan tetapi anak ayam umur satu hari dapat juga terinfeksi (Soulsby 1982). Kemungkinan untuk menginfeksi ayam dengan usia tua juga dapat terjadi tetapi secara umum sudah lebih tahan karena sudah mendapat kekebalan dari infeksi sebelumnya. Infeksi terjadi pada saat ayam memakan ookista yang bersporulasi. Infeksi didapat dari pakan yang terkontaminasi, air minum, ookista yang ada dalam lantai, dari debu yang berterbangan, pakaian kandang, sepatu kandang, hewan lain dan manusia. Koksidiosis merupakan penyakit feedlot (kandang) yaitu parasit yang timbul sebagai hasil monokultur dari pemeliharaan hewan pada saat dikurung (dikandangkan) yang memungkinkan terjadinya peningkatan dosis yang sangat cepat.
Sehingga Eimeria tenella yang menyerang hewan liar tidak bersifat
patogenik (Levine 1985). Hewan yang sembuh dari infeksi akan membentuk imunitas terhadap spesies yang menginfeksi, akan tetapi imunitas ini tidak selamanya dapat bertahan sehingga memungkinkan terjadinya reinfeksi (infeksi kembali) yang menyebabkan terjadinya infeksi ringan yang tidak merusak jaringan induk semang melainkan dapat menjadi sumber infeksi untuk hewan muda.
Gejala Klinis Gejala klinis umumnya muncul ketika terjadi infeksi yang sangat parah yang terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Penelitian yang dilakukan oleh Gardiner (1955) terhadap jumlah ookista yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan gejala klinis pada ayam yang diinfeksi Eimeria tenella menyatakan bahwa, infeksi dengan 200 ribu ookista pada ayam umur 1-2 minggu dapat menyebabkan kematian, infeksi dengan 50-100 ribu ookista pada burung umur beberapa minggu sudah dapat menyebabkan kematian.
Infeksi dapat
menyebabkan terjadinya diare. Diare yang ditimbulkan oleh Eimeria tenella bisa ditandai dengan ada atau tidaknya darah dalam tinja tergantung dari hebatnya infeksi yang terjadi (Levine 1985). Gejala klinis pada ayam yang terinfeksi coccidia bervariasi, tergantung pada umur ayam yang terserang, jenis ayam, dan jenis parasit yang menyerang (Retno et al. 1998). Anak ayam yang terinfeksi akan terlihat sangat lesu, pucat, sayap terkulai, mata sering dipejamkan, nafsu makan menurun, kotoran encer berwarna coklat campur darah, bulu-bulu sekitar anus kotor, ayam bergerombol ditepi atau disudut kandang.
Tingkat mortalitas pada anak ayam dapat mencapai 70%.
Ayam dewasa yang terinfeksi akan terlihat pucat, kurus, nafsu makan menurun, sayap terkulai, bahkan kotoran encer berwarna coklat bercampur darah. Infeksi yang terjadi pada ayam petelur akan memperlihatkan produksi telur yang menurun, bahkan terhenti sama sekali (Murtidjo 1992). Sedangkan pada ayam pedaging umur muda akan terlihat pertambahan bobot badan yang sangat lambat, dan pada ayam pedaging dewasa akan terlihat penurunan bobot badan yang sangat drastis.
Gambar 3 Ayam yang terserang koksidiosis. (Fanatico, 2006) Menurut Soulsby (1982) gangguan umum yang terlihat setelah infeksi terjadi sekitar 72 jam adalah: Ayam lesu, nafsu makan menurun atau bahkan berhenti makan, ayam bergerombol, berat badan menurun, nafsu minum meningkat, nafsu makan menurun, bulu kusam dan pucat. Hari keempat setelah infeksi ayam mulai mengeluarkan tinja yang disertai darah, hari kelima sampai hari keenam setelah infeksi terjadi perdarahan hebat. Hari kedelapan sampai hari kesembilan setelah infeksi ayam biasanya akan mati dan apabila masih bertahan hidup akan mengalami tahap persembuhan. Angka kematian paling tinggi terjadi pada hari keempat sampai hari keenam setelah infeksi. Pada saat itu skizon generasi II akan matang dan berkembang
dilapisan dalam lamina propria yang merupakan tahap yang paling patogen karena dapat menyebabkan kerusakan mukosa, akibat skizon dewasa mengeluarkan merozoit (Calnek et al. 1997). Kematian ini disebabkan karena ayam kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Tabel 1 Beberapa spesies Eimeria yang penting pada ayam (Permin et al. dalam Dakpogan et al. 2005) Spesies
Habitat
Sifat kerusakan
WMS WMPP Gejala klinis
E. brunetti
E. necatrix
Posterior usus
Enteritis berdarah,
halus
nekrosis mukosa
Usus halus
Usus seperti balon,
120
18
Diare berdarah
138
18
Dehidrasi
115
18
Anemia
97
17
Penurunan
adanya titik-titik putih, hemoragi petekhi pada mukosa usus E. tenella
Sekum
Perdarahan didalam lumen, penebalan mukosa, terdapat sel-sel darah yang sudah membeku
E.acervulina Posterior usus
E. maxima
Penebalan dinding
halus
usus
Usus halus
Penebalan dinding
berat badan
121
30
Hilang
usus, eksudasi
nafsu
mukoid, dan
makan dan
hemoragi petekhi
minum
Keterangan: WMS : waktu minimum untuk bersporulasi WMPP : waktu minimum untuk periode prepaten
Pengendalian Usaha pengendalian terhadap koksidiosis dapat dilakukan dengan cara perbaikan sanitasi, manajemen peternakan yang baik, pemberian pakan alami, dan dengan cara pemberian vaksin (vaksinasi).
Manajemen Peternakan Manajemen peternakan sangat berperan dalam mencegah terjadinya penyebaran koksidiosis pada unggas terutama sebelum adanya penggunaan koksidiostat.
Hal ini disebabkan oleh sifat ookista coccidia yang mudah
menyebar dan dapat ditemukan dimana-mana di sekitar kandang, serta potensi reproduksinya yang sangat tinggi, sehingga sangat sulit untuk membebaskan unggas dari serangan koksidiosis.
Manajemen peternakan yang baik dapat
dilakukan dengan memperhatikan terhadap, ketersediaan pakan dan minum yang cukup, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum, dan lantai kandang.
Sanitasi Penggunaan desinfektan yang tidak efektif untuk membunuh coccidia menyebabkan pengendaliannya difokuskan untuk mencegah penyebaran ookista dengan menjaga kebersihan, dan sanitasi. Sanitasi kandang dapat dijaga dengan beberapa cara misalnya menempatkan tempat pakan dan minum lebih tinggi dari lantai, membersihkan tempat pakan dan minum sesering mungkin, memisahkan ayam tua dari ayam muda /anak ayam, serta mengganti alas lantai yang lama dengan menambahkan alas lantai (sekam) yang baru.
Kebersihan Lantai Kandang Lantai kandang yang kering dan bersih akan mencegah atau mengurangi terjadinya sporulasi ookista yang menyukai lingkungan yang basah, lembab, dan kotor. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi sumber panas yang ditempatkan di dalam kandang, ventilasi yang baik agar udara bebas keluar-masuk kandang, sehingga mempercepat pengeringan lantai yang basah akibat tumpahan air minum serta membebaskan amoniak yang terdapat pada litter yang lembab dan juga gasgas lain yang membahayakan kesehatan ayam.
Pemberian Pakan Alami Untuk meningkatkan kekebalan dan kesehatan ternaknya beberapa peternak melakukannya dengan cara memberikan makanan alami pada ternaknya misalnya memberikan susu mentah, yogurt (susu fermentasi), air perasan apel (sari buah apel), juga probiotik lainnya, yang dipercaya bahwa mikroba yang terkandung didalamnya dapat mencegah/ melawan koksidiosis (Fanatico 2006). Selain itu bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di dalam probiotik berfungsi meningkatkan kesehatan saluran cerna sehingga membantu mengurangi dampak yang disebabkan oleh infeksi coccidia.
Pemberian Vaksin Penanganan koksidiosis dengan melakukan vaksinasi merupakan hal yang sangat penting karena kontrol dengan cara meningkatkan sistem kekebalan ini diakui sebagai cara praktis untuk pengendalian terhadap koksidiosis dalam peternakan skala besar (Chapman 2000). Jenis vaksin yang digunakan dapat berupa vaksin yang sudah dimatikan (Attenuate Vaccine), dan vaksin hidup yang hanya dilemahkan (Nonattenuate Vaccine). Beberapa vaksin hidup yang biasa digunakan misalnya coccivac, immucox, dan advent. Sedangkan jenis vaksin yang sudah dimatikan misalnya paraecox, livacox, dan viracox.
Vaksinasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya disemprotkan langsung ke ayam (Spray cabinet), dalam bentuk gel yang dapat dimakan (tablet gel), dicampur ke dalam pakan, dan bentuk cair yang dimasukkan ke dalam air minum. Pemberian vaksin lebih disukai para peternak dari pada pemberian obat anticoccidia (koksidiostat) karena harganya yang lebih murah, dan penggunaanya lebih aman. Cara kerja vaksin yaitu dengan mempengaruhi siklus hidup parasit sehingga menghambat siklus hidup dan menurunkan kemampuan reproduksi dari coccidia.
Pengobatan Pemberian Koksidiostat Pengendalian dengan pemberian obat bertujuan untuk pencegahan dan pengobatan terhadap ayam yang sudah terinfeksi.
Jenis obat-obatan yang
digunakan untuk menghentikan pertumbuhan coccidia antara lain adalah: zoalen,
amprolium, nitrofurazon, sodium arsanilat, quinolon, ionophor, golongan sulfa seperti: sulfaquinoxalin, sulfadimethoxalin, sulfanatran, sulfakloropirazin, dan mitramid, serta obat-obatan lainya seperti nicarb (micarbizon), dan clinicox. Penambahan vitamin A dan K pada makanan atau air minum dapat mengurangi mortalitas dan mempercepat persembuhan. Golongan obat sulfa mempunyai zat aktif berupa para-amino benzene-sulfonamid (PABS).
Sulfachloropyrazine
Sulfaquinoxaline
Sulfadimethoxine
Sulfadimidine
Gambar 4 Struktur kimia obat anticoccidia golongan sulfonamid (Williams, 2003) Mekanisme kerjanya adalah dengan mengadakan antagonis kompetitif dengan para-amino benzoic-acid (PABA). Eimeria membutuhkan PABA untuk pertumbuhannya, yaitu berperan dalam sintesis asam folat. Di dalam tubuh asam folat berfungsi sebagai koenzim untuk sintesis purin, timin, dan beberapa asam amino esensial. Selain itu asam folat merupakan bagian dari molekul vitamin B12 yang berperan dalam metabolisme purin dan asam amino.
Defisiensi folat
berakibat terjadinya gangguan dalam sintesis purin, timin, dan asam amino esensial yang berakibat gangguan dalam sintesis DNA dan RNA, sehingga fungsi tubuh yang berkaitan dengan fungsi DNA dan RNA terganggu seperti proses pembelahan sel, maturasi sel, termasuk dalam gangguan fungsi normal sel di dalam tubuh (Setiabudi dan Mariana 1995).
Sulfaquinoksalin digunakan untuk stadium merozoit generasi II dari siklus hidup Eimeria tenella dan Eimeria necatrix, terutama menyebabkan degenerasi pada stadium aseksual (Tampubolon 1996).
Dosis sulfaquinoksalin yang
dianjurkan untuk ayam melalui air minum adalah 0,025% - 0,033% untuk pencegahan, dan 0,043% untuk pengobatan. Pemakaian dosis yang lebih tinggi, pemberian yang tidak teratur dalam periode waktu yang lama akan menimbulkan tanda-tanda keracunan dan terhambatnya pertumbuhan ayam serta dapat menimbulkan adanya galur coccidia yang resisten terhadap obat (Soulsby 1982). Namun pemberian anticoccidia yang terus-menerus dengan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi terhadap obat itu sendiri. Menurut Retno et al. (1998) pemberian obat anticoccidia dilakukan pada waktu-waktu tertentu, hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup Eimeria dan memberi kesempatan pada ayam untuk membentuk kekebalan. Pemberian obat sulfa yang melebihi dosis dapat mengganggu produksi telur pada ayam petelur dan dapat menimbulkan residu pada daging dan telur ayam. Tabel 2 Obat anticoccidia yang sering digunakan (Williams 2003) Kelas
Nama
Bekerja pada stadium siklus hidup
Ionophor
Monensin, Lasalocid, Narasin,
Trophozoit / sporozoit
Maduramicin, Semduramicin Sulphonamid
Sulphaquinoxalin
Skizon generasi II
Quinolon
Decoquinat
Sporozoit
Pyridon
Clopidol
Sporozoit
Thiamin
Amprolium, Halofuginon
Stadium aseksual, skizon generasi I
Guanidin
Robenidin, Nicarbazin, Diclazuril,
Semua stadium siklus
dan Toltrazuril
hidup
Pencegahan Timbulnya resistensi parasit terhadap obat yang tersedia sekarang dan kurangnya minat serta perhatian industri obat dalam mengembangkan obat anticoccidia baru untuk mengganti obat lama, sehingga pencegahannya dapat juga dilakukan dengan pemberian pakan tambahan dan tanaman obat.
Pakan Tambahan Pengaruh resistensi yang ditimbulkan oleh pemberian obat mendorong untuk melakukan beberapa penelitian untuk mencari atau mencoba alternativ lain untuk mencegah koksidiosis dengan pemberian pakan tambahan (Dakpogan et al. 2005). Sejumlah dari produk alam atau bahan makanan telah diuji untuk dijadikan sebagai pakan tambahan yang dapat mengurangi koksidiosis (Allen et al. dalam Dakpogan 2005). Salah satunya ialah minyak ikan yang mengandung asam lemak n-3 (n-3 FA) diantaranya docosahexaenoic acid, eicosapentaenoic acid, dan linolenic acid. Selain pada ikan asam lemak ini juga terdapat pada biji-bijian seperti flaxseed oil, dan whole flaxseed. Pemberian dengan cara menambahkan pada pakan yang diberikan pada anak ayam mulai umur satu hari efektif mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh infeksi Eimeria tenella (Allen dan Fetterer 2002) tetapi tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh Eimeria maxima (Allen et al. 1997). Minyak ikan dan flaxseed oil mempunyai pengaruh yang besar untuk mengurangi derajat parasitisasi dengan cara menghambat stadium perkembangan Eimeria tenela dan menyebabkan degradasi ultrastruktur pada stadium perkembangan seksual dan aseksual yang ditandai (dicirikan) dengan adanya vakuolisasi sitoplasma, pemadatan kromatin di dalam nukleus, dan ditunjukkan dengan berkurangnya vakuola parasitophorous (Allen dan Fetterer 2002). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh pemberian makanan yang tinggi asam lemak n-3 (n-3 FA) yang dimiliki oleh makanan lain selain dari ikan, terhadap parasit lain (Allen dan Fetterer 2002).
Tanaman Obat Komponen Kimia Menurut (Kayser et al. dalam Dakpogan et al. 2005) penggunaan tanaman obat didasarkan pada komponen kimia yang terdapat pada daun, akar, buah, dan biji. Beberapa komponen kimia yang terdapat pada beberapa jenis tanaman yang berkhasiat sebagai obat diantaranya: Alkaloid merupakan senyawa kimia yang biasa ditemukan pada banyak tumbuhan dan merupakan bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan obat masa kini misalnya pada morphin, atropin dan codein. Senyawa ini dapat melewati barier
otak dan masuk ke dalam darah otak dan dapat menjadi toksik apabila dosisnya berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Kandungan alkaloid paling tinggi terdapat pada daun yang masih muda.
The bitter (rasa pahit) merupakan senyawa kimia pada tumbuhan yang rasanya sangat pahit berkhasiat untuk menstimulasi sekresi getah lambung dan meningkatkan produksi enzim pankreas. Hasilnya dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi saluran pencernaan dan dapat membunuh bakteri yang masuk ke dalam usus. Senyawa ini terdapat pada beberapa tumbuhan misalnya : Carica papaya, Venonia amygdalina, Azadiratcha indica, dan Andrographis paniculata Nees.
Flavonoid dan bioflavonoid merupakan senyawa kimia yang bekerja sebagai antioksidan, memperbaiki kerja dari vitamin C, menghambat pembentukan tumor, dan menurunkan penyakit jantung koroner. Flavonoid estrogen terdapat pada tumbuhan leguminosa dan biji-bijian seperti pada biji sambiloto (Andrographis paniculata Ness).
Glikosida merupakan senyawa kimia tanaman digunakan sebagai obat digitalis untuk mengobati gagal jantung. Senyawa ini diekstrak dari tanaman Digitalis purpurea L.
Saponin merupakan senyawa kimia tumbuhan yang mudah larut. Senyawa ini dapat menyebabkan sel darah merah terganggu akibat dari kerusakan membran sel, menurunkan kolesterol plasma, dan dapat menjaga keseimbangan flora usus.
Tanin merupakan senyawa phenolic yang dapat mempresipitasikan protein pada permukaan mukosa sehingga menjadi tidak permeabel.
Kerjanya bersifat
adstringen yang dapat mengurangi kontraksi usus, menghambat diare, mengurangi penyerapan, dan melindungi usus dengan cara melapisi permukaan lumen.
Minyak atsiri minyak yang terdapat pada tanaman yang kandungannya berbeda pada setiap tanaman.
Minyak ini diekstrak dari tanaman kemudian ekstrak
dipadatkan hasilnya disebut dengan minyak esensial.
Tanaman yang Bekerja sebagai Anticoccidia Penggunaan tanaman untuk dijadikan sebagai obat telah dilakukan sejak berabad - abad tahun yang lalu (Dharma 1985). Hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah penelitian terhadap tumbuhan yang diduga berkhasiat sebagai obat dari tahun ketahun. Menurut Lal et al. (1976) ekstrak dari tanaman B. frondosa, Carica papaya, Momordica charantia, dan Sapidus trifoliatus dengan uji in vitro sangat efektif untuk melawan Ascaridia galli pada ayam. Di Senegal peternak menggunakan ekstrak tanaman Capsicum sp, dan tanaman Azadirachta indica yang ditambahkan ke dalam pakan dan air minum untuk mengobati ayam yang terserang endoparasit (Dakpogan et al. 2005). Di Camerun, menurut (Agbede et al. dalam Dakpogan et al. 2005) penggunaan tanaman seperti Calanchoe crenata menunjukkan hasil yang memuaskan untuk mengobati koksidiosis pada ayam, dan tanaman Carica papaya untuk mengobati diare. (Huffman et al. dalam Dakpogan et al. 2005) menyatakan penggunaan tanaman Venonina amigdalina menunjukkan pengaruh yang positif terhadap simpanse yang diinfeksi dengan parasit. Allen dan Fetterer (2002) menyatakan bahwa bahan makanan yang mengandung antioksidan seperti tokopherol, banyak ditemukan pada biji gandum, dan jagung sangat efektif dalam mengurangi infeksi saluran pencernaan yang diakibatkan oleh E. maxima dan E. acervuline. Akan tetapi hal ini tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh Eimeria tenella (Allen et al. 1997). Artemisin yang merupakan herbal china yang diisolasi dari artemisia annua mempunyai komponen kimia yang berfungsi sebagai antimalaria dan juga sangat efektif untuk mengurangi jumlah ookista yang disebabkan oleh E. aecervuline dan E. tenella yang diberikan bersama pakan sebanyak 17 ppm (Allen et al. 1997). Pada saat ini ekstrak dari 15 herbal di Asia yang diuji menunjukkan aktivitas sebagai anticoccidia untuk mencegah infeksi E. tenella. Dari spesies yang diuji , ekstrak dari Sophora flavescens ation sangat efektif untuk mengurangi
skor kerusakan, menjaga berat badan, dan menurunkan produksi ookista (Youn et al. 2001). Naiyana (2002) menyatakan bahwa tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) yang diberikan pada ayam pedaging dapat meningkatkan performans ayam, menurunkan mortalitas akibat koksidiosis, serta dapat bekerja sebagai antibakterial penyebab diare seperti Salmonella, E. coli, dan P. multocida. Baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Dakpogan et al. (2005) terhadap tiga tanaman obat yaitu Carica papaya, Vernonia amigdalinaa memberikan pengaruh yang baik sebagai kontrol terhadap koksidiosis tetapi tidak dengan Azadiratcha indica.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Klasifikasi Menurut
syamsuhidayat
dan
hutapea
(1991),
tanaman
sambiloto
(Andrographis paniculata Nees ) diklasifikasikan sebagai berikut : Devisi
: Spermatophyta
Sub Devisi Kelas
: Angiospermae : Dicotyledon
Bangsa
: Solanales
Suku
: Achanthaceae
Genus
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata Nees
Morfologi Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) adalah tanaman yang memiliki batang berbentuk segi enam dengan nodus yang membesar serta mempunyai banyak cabang. Tanaman ini tumbuh tegak dengan tingggi 0,3-1,0 m dengan permukaan atas daun berwarna hijau kelam dan permukaan bawahnya berwarna merah muda. Bentuk daunnya ramping agak memanjang dengan bagian pangkal dan ujungnya runcing, tepi daunnya rata, penampang melintang dengan letak saling berhadapan, serta daun bagian atas cabang berbentuk seperti daun pelindung.
Panjang daunnya berkisar antara 2-8 cm dan lebar 1-3 cm serta
tangkai daun yang sangat pendek dan bahkan hampir tidak bertangkai. Percabangan batang banyak, dan dari ujung batang atau ketiak daunnya akan
keluar bunga yang berukuran kecil dengan warna putih keunguan yang tersusun dalam rangkaian bentuk tandan yang melengkung kearah bawah. Bunga tumbuh tegak dan bercabang berbentuk tabung dan berbibir, dengan bibir bunga atas berwarna putih, dengan warna kuning dibagian kepala, serta bibir bunga bawah berbentuk baji berwarna ungu. Buah berbentuk memanjang sampai lonjong, panjangnya berkisar 1,5 cm dan lebar 0,5 cm, terdiri dari dua rongga berwarna hijau, didalam setiap rongga terdapat 3-7 biji kecil. Pangkal dan ujung buah tajam, setelah masak buah akan pecah menjadi empat keping (Prapanza dan Lukito 2003). Biji kecil, gepeng, dan berwarna coklat muda (Muhlisah 1998).
A
B
Gambar 5 (A) Tanaman, (B) Biji Andrographis paniculata Nees (MPRI 1998 dalam Naiyana 2002) Habitat dan Penyebaran Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian lebih kurang 700 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi lebih sering ditemukan di tempat dengan ketinggian di bawah 100 m dpl (Sastrapradja 1978). Tanaman ini banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara seperti India, Pakistan, Srilanka, Indonesia, China dan Thailand.
Sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) tumbuh liar ditempat terbuka seperti: ladang, tepi jalan, tebing saluran air atau sungai, dan juga ditemukan ditempat naungan seperti hutan jati
misalnya: hutan jati kedung, KPH Semarang, dan hutan jati Madiun (Hanan 1996). Penyebaran sambiloto di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya sebutan sambiloto untuk masing-masing daerah.
Di Jawa tengah dan Jawa timur
menyebutnya bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata, takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa barat disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat. Di Bali dikenal dengan nama samiroto, masyarakat sumatra dan melayu menyebutnya dengan pepaitan atau empedu. Sedangkan untuk nama-nama asing sambiloto adalah chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian (China), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), nilavembu (Tamil), xuyen tam lien dan cong-cong (Vietnam), quasabhuva (Arab), nainehavandi (Persia), green chretta, chiretta, the creat, creat root, halviva, kariyat, kreat, dan king of bitter (Inggris) (Prapanza dan Lukito 2003).
Kandungan Sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) pertama kali diteliti oleh Borsma pada tahun 1896 dengan menemukan adanya kandungan Andrographolid yang rasanya sangat pahit.
Kemudian pada tahun 1911 Cortner mengisolasi
adanya senyawa lakton (SCHRI 1973 dalam Naiyana 2002).
Menurut Deng
(1978) lakton yang terkandung dalam sambiloto terdiri dari empat jenis yaitu : Deoxyandrographolid (Andrographis a), Andrographolid (Andrographis b), Neoandrographolid
(Andrographis
c),
dan
Deoxydehidroandrographolid
(Andrographis d). Andrographolid dan lakton yang terdapat pada sambiloto merupakan bahan aktif yang berfungsi sebagai obat (Deng 1978).
Kadar
andrografolid berkisar antara 2,5-4,6 % dari berat kering. Bahan kimia lain yang juga terdapat dalam sambiloto adalah diterpenoid yang terdiri dari deoxyandrographolid, -19-D-glukosa yang sebagian besar diisolasi dari daun (Techadamrongsin et al. dalam Naiyana 2002). Penelitian yang lebih jauh mengenai kandungan bahan kimia yang terdapat pada sambiloto ialah dengan ditemukannya senyawa diterpen lakton (Tang dan Eisenbrandt 1992 dalam Naiyana 2002), dan flavonoid (Zhu dan Liu 1984 ; Kuroyanagi et al. dalam Naiyana 2002). Menurut (Balman dan Connolly 1973, dan Kongkathip 1995 dalam Naiyana 2002) kandungan terpenting dari senyawa diterpenoid yang
terdapat pada sambiloto adalah: 14-dioxyandrographis (DA, C20H30O4 ), dan 14deoxy-11,12-didehydroandrographolid (DDA, C20H28O4). Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu polymethoxyflavon, andrographin, panicolin, mono-omethylwightin, apigenin 7,4-dimethyl eter, alkane, keton, aldehid, K, Ca, Na, asam kersil, dan damar. Kandungan lain adalah kalmegin (zat amorf) dan hablur kuning (Mahendra dan Rahmawati 2005), saponin, dan tanin.
Saponin
mempunyai dua jenis yaitu glikosida triterpenoid alkohol, dan glikosida struktur steroid.
Tanin juga terdapat dua jenis yaitu: tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Konsentrasi bahan aktif yang terkandung pada sambiloto dapat dipengaruhi oleh lokasi (tempat ) tumbuh dan musim dimana tumbuh baik pada daerah tropis dan subtropis seperti Cina dan Asia Tenggara.
Menurut (MPRI 1999 dalam
Naiyana 2002) konsentrasi bahan aktifnya paling banyak ditemukan pada daun dan paling sedikit pada batang, sedangkan menurut (Sharma et al. dalam Naiyana 2002) konsentrasi bahan aktif paling sedikit ditemukan pada biji.
Secara
keseluruhan konsentrasi bahan aktif paling banyak terdapat pada tumbuhan muda daripada tumbuhan tua.
Gambar 6 : Struktur kimia bahan aktif yang terdapat pada daun Sambiloto Sumber: MPRI (1999) dalam Naiyana (2002)
Mardiswojo dan Harsono (1975) menyatakan andrografolid dan neo-andrografolid yang rasanya sangat pahit merupakan zat aktif yang berfungsi sebagai obat. Bahan aktif ini banyak mengandung unsur-unsur mineral, seperti kalium, kalsium, natrium, dan asam kersik.
Khasiat Bahan aktif andrografolid dan neoandrografolid yang rasanya sangat pahit banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium sehingga dapat membantu tubuh dalam mengeluarkan air dan garam yang dapat menurunkan tekanan darah.
Zat andrografolid juga dapat meningkatkan sistem kekebalan
dengan menghasilkan sel-sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan benda asing lainnya, serta mengaktifkan sistim limpa (Wibudi 2006).
Sedangkan
neoandrografolid, dehydro andrografolid, mampu menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai bakteri misalnya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgaris, dan Shigella dysenteriae (Prapanza dan Lukito. 2003). Menurut Deng (1978) dehidroandrografolid juga berkhasiat sebagai anti radang dengan meningkatkan sintesa dari pituitari otak yang mengirim sinyal ke kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol yang merupakan anti radang alami. Flavanoid merupakan pigmen yang umum terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.
Dalam tumbuhan sendiri
flavonoid ini berfungsi sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja anti mikroba, antivirus, dan kerja terhadap serangga.
Efek flavonoid terhadap
beberapa organisme sangat beraneka ragam sehingga dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan, menghambat fosfodiesterasi,
menghambat
aldoreduktase,
monoamino
oksidase,
dan
lipooksigenase.
Penghambatan lipooksigenase dapat menimbulkan pengaruh
yang lebih luas karena reaksi lipooksigenase merupakan langkah pertama menuju ke pembentukan hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi
yang baik,
yang dapat
menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid juga dapat menurunkan agregasi platelet sehingga dapat mengurangi
pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit flavonoid dapat menghambat pendarahan.
Menurut (Vickery et al. dalam Rohimah 1997) flavonoid dapat
menghambat perkembangan parasit dengan bertindak sebagai inhibitor enzim, mekanisme penghambatannya yaitu: dengan cara menghambat produksi energi dan sintesis asam-asam nukleat atau protein. Saponin yang terdapat pada tumbuhan sambiloto terdiri dari sejumlah glikosida yang juga terdapat pada banyak tanaman lain. Glikosida ini terdapat pada lebih dari 500 spesies dari spematopita. Saponin memiliki sifat seperti sabun yang menghasilkan buih apabila dicampur dengan air. Sifat lain dari saponin antara lain rasanya pahit, sebagai detergen yang baik, beracun pada hewan bedarah dingin, tidak beracun pada hewan berdarah panas, serta mempunyai sifat anti eksudatif dan antiinflamasi (Sudiatso 2001). Menurut Cheeke (2000) saponin bersama
dengan
fosfolipid
dan
protein
mampu
membentuk
kompleks
imunostimulating, serta dapat berfungsi sebagai adjuvan. Saponin juga dapat mengurangi rasa sakit, maupun membunuh kuman, dan merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada kulit. Tanin yang terkandung dalam sambiloto memiliki sifat astringen yang dapat mengurangi kontraksi usus sehingga diare dapat dihentikan dan mengobati gangguan pencernaan (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991).
Secara umum
tanaman sambiloto berkhasiat untuk pengobatan tradisional, misalnya: mengobati penyakit hepatitis, diabetes, radang usus buntu, tifus, keracunan, luka dan demam akibat gigitan serangga, memperbaiki saluran pencernaan, dan batuk (Anonim 2006), juga dapat untuk menyembuhkan pilek dan demam, pereda nyeri, penghilang bengkak, anti batuk, hepatoprotektor, anti trombosis dan trombosis, menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan tekanan darah, anti racun, anti infeksi, sebagai antibiotik, antidiuretik, analgesik, dan penambah nafsu makan.
III. BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Protozoologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, yang berlangsung sejak bulan Juni 2006 sampai November 2007
Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam berukuran 20 m2, sekam, lampu 40 watt, tempat pakan dan air minum, timbangan, mikroskop, tabung sentrifius, kamar hitung Mc-Master, jarum suntik 1ml, kantong plastik, label kertas, kapas, pipet, dan alat pengaduk. Bahan-bahan yang digunakan adalah ayam pedaging umur satu hari, pakan, air minum, ookista Eimeria tenella, ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol, larutan pengapung, akuades, alkohol 70%, dan koksidiostat sulfakloropirazin.
Metode Penelitian Persiapan Kandang Kandang ayam didesinfeksi dengan menggunakan kapur, satu minggu sebelum ayam dimasukkan ke dalam kandang, kemudian lantai kandang diberi sekam.
Pengelompokan Ayam Hewan percobaan yang berjumlah 210 ekor ayam umur satu hari di bagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 30 ekor ayam. Perincian pembagian kelompok adalah sebagai berikut: 1. Kontrol negatif (KN): kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi Eimeria tenella dan tidak diberi obat 2. Kontrol positif (KP): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dengan dosis 1x 105/ekor tetapi tidak diberi obat.
3. Kontrol obat (KO): kelompok perlakuan yang diinfeksi Eimeria tenella 1x105 /ekor dan diberi obat sulfakloropyrazin 180 mg / kg bb. 4. Kontrol sambiloto (Ksb): kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista Eimeria tenella 1x105 /ekor dan tidak diberi obat tetapi diberi ekstrak sambiloto dosis sedang. 5. Ekstrak etanol dosis rendah (E4): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis rendah 6. Ekstrak etanol dosis sedang (E5): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis sedang 7. Ekstrak etanol dosis tinggi (E6): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis tinggi
Perlakuan pada Ayam Perlakuan dilakukan pada saat ayam berumur 7-35 hari.
Setelah ayam
berumur tujuh hari ayam diberi ekstrak sambiloto untuk kelompok KSb dan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah, sedang, dan tinggi untuk kelompok perlakuan E4, E5, dan E6 setiap hari sampai ayam berumur 35 hari secara per oral (cekok). Ketika ayam berumur dua minggu kelompok perlakuan E4, E5, E6, KO, dan KP diinfeksi dengan ookista Eimeria tenella dengan dosis 1x105 /ekor secara per oral (cekok), kecuali pada kelompok kontrol negatif (KN), dan kontrol sambiloto (KSb) tidak diinfeksi. Setelah dua jam diinfeksi kelompok perlakuan kontrol obat (KO) diberi sulfakloropIrazin dosis 180 mg/kg BB.
Pengambilan Tinja a. Tinja diambil setiap hari berturut-turut mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi secara acak (empat di daerah pojok, dan satu dibagian tengah alas kandang) dari setiap kelompok perlakuan. b. Tinja yang sudah diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik putih yang sudah diberi label sesuai dengan pembagian kelompok ayam.
c. Tinja ayam yang sudah dikumpulkan, kemudian dimasukkan ke dalam kulkas untuk beberapa saat sebelum dilakukan pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista Per Gram Tinja Adapun urutan penghitungan jumlah ookista per gram tinja dengan metode Mc-Master adalah sebagai berikut: a. Tiap kelompok ayam dilakukan pemeriksaan terhadap tinja dengan dua kali pengulangan. b. Tinja ditimbang sebanyak 1 gram dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi c. Sebanyak 14 ml larutan garam jenuh ditambahkan ke dalam tabung yang berisi tinja dan diaduk supaya homogen dengan menggunakan pipet pengaduk d. Tabung yang berisi tinja dan larutan pengapung dimasukkan ke dalam tabung sentrifius dan disentrifius dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. e. Setelah disentrifius bagian supernatan /permukaan dari campuran tersebut diambil dengan menggunakan pipet dan kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung Mc-Master sampai kedua kamar terpenuhi. f. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 100 kali (objektif 10x dan okuler 10x ) g. Jumlah ookista dihitung dengan menggunakan kamar hitung Mc-Master. ookista yang dihitung harus yang berada di dalam kotak dari kedua kamar, sedangkan ookista yang berada di luar kotak tidak dihitung. h. Menurut Hodgson (1970) untuk mendapatkan jumlah ookista per gram tinja dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1
Vt
OTGT = n﴾ ---- x -----﴿ Bt Keterangan
Vk
n
: jumlah ookista dalam kamar hitung
Vk
: volume kamar hitung (0.5 ml)
Vt
: volume sampel total (15 ml)
Bt
: berat tinja (1 gram)
OTGT : ookista tiap gram tinja
Analisis Data Analisis data hasil penelitian dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) untuk melihat perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh nyata atau tidak berbeda nyata. Jika analisis menunjukkan berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda ducan (Ducans Multiple Range Test).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Ookista E. tenella Hasil pengamatan terhadap produksi ookista Eimeria tenella per gram tinja mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3
Rata-rata produksi ookista per gram tinja dari setiap kelompok perlakuan Perlakuan
Hsi
E4
E5
E6
Ksb
Ko
Kp
Kn
e
e
e
e
e
e
0e
4
0
0
5
0e
0e
0e
0e
300e
0e
0e
6
475e
0e
0e
2.055e
120e
217.770a
0e
7
2.225e
725e
100e
2.580e
765e
57.060d
0e
8
3.363e
870e
513e
2.025e
945e
3.585e
0e
9
12.138de
1.500e
625e
780e
870e
3.570e
0e
10
20.275
de
de
e
e
e
de
0e
11
25.775de
14.013de
14.088de
16.065de
600e
43.860de
0e
12
9.925de
6.538de
1.563e
1.680e
960e
2.730e
0e
13
6.588de
3.375e
863e
16.155de
13.800de
155.325b
0e
14
138e
2.125e
563e
1.860e
31.230de
3.495e
0e
15
2.888e
4.125e
375e
1.770e
720e
2.655e
0e
16
44.800de
45.563de
47.725de
12.138de
113.850c
255.255a
0e
17
9.863de
4.538e
4.900e
3.315e
33.645de
13.650de
0e
18
4.088
e
e
e
e
de
e
0e
19
3.288e
3.600e
3.000e
5.685e
7.875de
45.675de
0e
20
5.563e
2.775e
3.013e
2.790e
5.340e
5.985e
0e
21
1.950e
1.738e
2.188e
3.075e
12.975de
6.180e
0e
22
1.475e
1.500e
1.763e
4.305e
1.695e
31.920de
0e
119.848
87.904
82.893
254.415
866.715
0
22.725
4.138
0
1.750
4.875
0
3.780
2.835
75
1.800
26.850
0
13.110
4.890
Total 154.817
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Hsi E4 E5 E6 Ksb KO KP KN
: Hari setelah diinfeksi : Sambiloto ekstrak etanol dosis rendah : Sambiloto ekstrak etanol dosis sedang : Sambiloto ekstrak etanol dosis tinggi : Kontrol sambiloto : Obat sulfakloropirazin 180 mg/kg BB : Kontrol positif : Kontrol negatif
Pada kontrol negatif mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi tidak ditemukan adanya ookista dalam tinja, sedangkan pada kontrol sambiloto ditemukan adanya ookista dalam tinja. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh dari beberapa faktor salah satunya adalah manajemen peternakan. Menurut Fanatico (2006) manajemen peternakan yang baik dapat dilakukan dengan memperhatikan terhadap, ketersediaan pakan dan minum yang cukup, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum, dan lantai kandang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok ayam perlakuan kontrol sambiloto terinfeksi oleh ookista Eimeria tenella.
Hal ini terjadi karena keterbatasan
kandang yang digunakan dalam penelitian sehingga kelompok ayam perlakuan kontrol sambiloto ditempatkan berdekatan dengan kelompok ayam yang diinfeksi dengan ookista Eimeria tenella. Infeksi didapat dari pakan yang terkontaminasi, air minum, ookista yang ada dalam lantai, dari debu yang berterbangan, pakaian kandang, sepatu kandang, hewan lain dan manusia.
N4; 154.817 KN; 0 N5; 119.848 N6; 87.904 KSB; 82.893
KP; 866.715 KO; 254.415
Gambar 7 : Perbandingan total produksi ookista antara kelompok perlakuan KP, KO, KN, KSb, N4, N5, dan N6 dari hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi Produksi ookista pada perlakuan E4, E5, E6, KSb, dan KO pada hari ke-6, 7, 13, dan hari ke-16 setelah infeksi nyata lebih rendah dari produksi ookista pada kelompok perlakuan kontrol positif.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak sambiloto dan obat dapat mengurangi produksi ookista E. tenella. Puncak produksi ookista terjadi pada hari ke-16 setelah infeksi pada semua kelompok
perlakuan, akan tetapi produksi ookista pada kelompok perlakuan E4, E5, E6, dan KSb nyata lebih rendah (p < 0,5) dibandingkan dengan produksi ookista pada kelompok perlakuan KO dan KP. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto lebih efektif dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dalam menghambat produksi ookista.
Sulfakloropirazin
merupakan golongan obat sulfa yang mempunyai zat aktif berupa para-amino benzen-sulfonamid (PABS). Preparat sulfonamid ini akan mengadakan antagonis kompetitif dengan para-amino benzoic-acid (PABA), sehingga terbentuk asam folat nonfungsional yang mengakibatkan terbentuknya asam nukleat yang mengalami kerusakan DNA kuman/parasit. Eimeria membutuhkan PABA untuk pertumbuhannya yaitu berperan dalam sintesis asam folat. Di dalam tubuh asam folat berfungsi sebagai koenzim untuk sintesis purin, timin, dan beberapa asam amino esensial. Selain itu asam folat merupakan bagian dari molekul vitamin B12 yang berperan dalam metabolisme purin dan asam– asam amino.
Defisiensi folat akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam
sintesis purin, timin, dan asam amino esensial yang berakibat dalam gangguan sintesis DNA, dan RNA, sehingga fungsi tubuh yang berkaitan dengan fungsi DNA, dan RNA terganggu seperti proses pembelahan sel, maturasi sel, termasuk dalam gangguan fungsi normal sel di dalam tubuh (Setiabudi dan Mariana 1995). Pemberian sambiloto dapat menghambat produksi ookista E. tenella, hal ini disebabkan karena zat aktif yang terdapat pada sambiloto dapat berkhasiat sebagai obat diantaranya glikosida, flavonoid, diterpenoid, andrografolid lakton, diterpen lakton, saponin, dan tanin. Andrographis paniculata Nees disebut juga dengan king of bitters karena tanaman ini mengandung bahan aktif andrografolid dan lakton yang rasanya sangat pahit dan berfungsi sebagai obat (Deng 1978). Rasa pahit yang terdapat pada tanaman dapat menstimulasi produksi enzim pencernaan yang dapat meningkatkan ketahanan saluran pencernaan terhadap infeksi dan merangsang pankreas untuk menghasilkan enzim kimotripsin yang dapat mencerna sporozoit yang terdapat pada saluran pencernaan.
Flavonoid dan
bioflavonoid merupakan senyawa kimia yang bekerja sebagai antioksidan, memperbaiki kerja vitamin C, dan dapat menghambat pembentukan tumor (Keyser et al. dalam Dakpogan et al. 2005).
Di Thailand tanaman sambiloto merupakan tanaman obat yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas, demam, radang tenggorokan,
herpes,
sebagai
antiinflamasi,
dan
(Thechadamrangsin et al. dalam Naiyana 2002).
menghentikan
diare
Andrografis sebagai
antiinflamasi akan membantu melindungi sel epitel saluran pencernaan sehingga akan menghambat aktivitas produksi coccidia di dalam tubuh ayam. Menurut Naiyana (2002) senyawa kimia diterpen lakton dan andrografolid yang terdapat pada sambiloto menunjukkan aktivitas yang sama dengan loperamid sebagai obat antidiare. Pemberian Andrographis paniculata Nees pelarut etanol 70% dan 80% efektif membunuh bakteri penyebab diare seperti E. coli dan V. cholera (Sithisomwongse et al. dan Pleumjai dalam Naiyana 2002). Zat andrografolid juga dapat meningkatkan sistem kekebalan dengan menghasilkan sel-sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan benda asing, serta mengaktifkan sistem limpa (Wibudi 2006). Saponin yang terdapat pada tumbuhan sambiloto terdiri dari sejumlah glikosida yang juga terdapat pada banyak tanaman lain. Menurut Schunack et al. (1990) glikosida yang merupakan senyawa dari antrakuinon berfungsi sebagai zat antimikroba yang bekerja pada ribosom mikroba, glikosida bekerja dengan sintesis protein pada ribosom dari sel dalam hal ini sel protozoa sehingga terjadi salah translasi dan terbentuknya protein enzim dan protein struktur yang salah. Akibat kerusakan sel sehingga perkembangan dari skizon, merozoit, maupun makrogamet dan mikrogamet menjadi terhenti dan ookista E. tenella yang dihasilkan juga menurun. Flavonoid, lakton, diterpen lakton, saponin, tanin, dan terpenoid berperan dalam sintesis kekebalan tubuh (Bangun dan Sarwono 2002). Zat-zat tersebut bekerja sebagai imunomodulator dengan merangsang sistem imun dalam hal ini sistim imun induk semang ayam. Sistim imun tubuh dibagi menjadi dua, yaitu berupa respon imun spesifik dan respon imun nonspesifik.
Respon spesifik
memproduksi antibodi yang akan melawan mikroba yang masuk ke dalam tubuh sedangkan respon nonspesifik memobilisasi sel-sel makrofag yang akan menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Tizzard 1988). Sistem imun dari tubuh ayam akan terbentuk pada stadium skizon generasi kedua
(Tampubolan 1996). Dalam hal ini skizon generasi kedua yang berada dalam tubuh ayam merupakan benda asing yang akan difagositosis oleh makrofag. Akibatnya merozoit, makrogamet dan mikrogamet terhambat dan ookista yang dihasilkan juga ikut menurun. Menurut Lee et al. (2004) dan Botsoglow et al. (2002) bahwa minyak esensial hasil ekstraksi dari tanaman obat mengandung lebih dari 30 senyawa kimia aktif.
Sebagian besar adalah senyawa fenol yang berperan sebagai
antioksidan, antimikroba, dan antifungal. Uji in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa senyawa phenol secara spesifik dapat digunakan untuk menghambat perkembangan ookista E. tenella, dengan cara merusak dinding sel parasit dalam hal ini ookista E. tenella sehingga struktur sel menjadi terganggu (Williams 1997 dalam Cristaki et al. 2004). Fenol akan berinteraksi dengan membran sitoplasmik sehingga permeabilitas membran terhadap ion seperti H+ dan K+ menjadi terganggu (Sikkema et al. dalam Cristaki et al. 2004). Kehilangan ion akan menyebabkan pembentukan sel terganggu, gangguan keseimbangan cairan osmosis, kerusakan membran, penghambatan sintesis ATP dan berakhir pada kematian sel (Ultee et al. dalam Cristaki et al. 2004). Menurut (Keyser et al. dalam Dakpogan et al. 2005) senyawa fenol ini terdapat pada tanaman yang banyak mengandung tanin seperti Andrographis paniculata Nees. Puncak produksi ookista pada semua kelompok perlakuan terjadi pada hari ke-16 setelah infeksi, kemudian mengalami penurunan mulai hari ke-17 sampai hari ke-22 setelah infeksi. Penurunan produksi ini terjadi karena ookista pada tahap ini sudah mengalami tahap akhir dari fase perkembangan sehingga produksi ookista menurun.
Pada tahap ini E. tenella mengalami self limiting (sifat
membatasi diri), yaitu apabila E. tenella telah mencapai tahap perkembangan seksual, maka siklus hidup akan terhenti, sehingga dengan sendirinya jumlah produksi ookista akan menurun (Levine 1985; Tampubolon 1996). Siklus hidup Eimeria akan terulang kembali apabila ayam terinfeksi oleh ookista yang telah bersporulasi (Levine 1985). Ayam yang sembuh dari infeksi akan membentuk imunitas terhadap spesies yang menginfeksi, akan tetapi imunitas ini tidak selamanya dapat bertahan sehingga memungkinkan terjadinya reinfeksi (infeksi kembali) yang menyebabkan terjadinya infeksi ringan yang tidak merusak
jaringan induk semang akan tetapi dapat menjadi sumber infeksi untuk unggas muda. Total produksi ookista yang dihasilkan pada kelompok perlakuan E4, E5, E6, dan KSb, nyata lebih rendah apabila dibandingkan dengan produksi ookista pada kelompok perlakuan KO dan KP. Total produksi ookista yang dihasilkan pada kelompok perlakuan E6 lebih rendah dari produksi ookista pada kelompok perlakuan E5, dan E4. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dari pemberian ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5) dan dosis rendah (E4) dalam menghambat jumlah produksi ookista.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pelarut etanol memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg BB pada hari ke-14, 16,18, dan 19 setelah infeksi dalam menghambat jumlah produksi ookista E. tenella. 2. Pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculat Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dari pemberian ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5) dan dosis rendah (E4) dalam menghambat jumlah produksi ookista E. Tenella dilihat dari total jumlah produksi ookista yang dihasilkan .
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan obat anticoccidia yang lebih efektif dengan cara mengkombinasikannya dengan tanaman obat yang lain. 2. Dalam melakukan penelitian sangat diperlukan pengetahuan terhadap manajemen peternakan yang baik terutama terhadap ketersediaan pakan dan minum, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum, dan lantai kandang.
VI. DAFTAR PUSTAKA Allen PC, Danforth HD, Lydon J. 1997. Effects of componen of Artemisia annue on coccidia infections in chickens. Poultry Science 76:1156-1163. Allen PC, Fetterer RH. 2002. Recent advences in biology and immunobiology of Eimeria species and in diagnosis and control of infection with these coccidian parasites of poultry. J Clin Microbiol 15:58-65. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama Anonim. 2004. Andrographis. http://www.yahoosearch.com/andrographis.html. [27 Agustus 2008] Anonim. 2006. Andrographis. http://www.altacancer.com. [27 Agustus 2006]. Bangun AP. Sarwono B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Agromedia Pustaka. Jakarta. Pp. 12-24 Botsoglou NA, Florou-Paneri P, Christaki E, Fletouris, Spais AB. 2002. Effects of dietary oregano essential oil on performance of chickens and on iron induced lipid oxidation of breast, thigh and abdominal fat tissues. Br Poult Sci 43:223-230. Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, Mc Dougald LR, Saif YM. 1997. Deseases of Poultry Ed ke-10. USA : IOWA State University Press Pp : 865-878. Chapman D. 2000. Practical use of vaccines for the control of coccidiosis in the chicken. Worlds Poultry Science Journal. Vol. 56. p. 7-12. Cheeke
PR. 2000. Saponin suprising benefits of desert plant. http//www.lpi.oregonstate.edu/sp-sbdp/saponin.htm [25 mei 2005].
Cristaki E, Florou-paneri P, Giannenas AI, Papazahariadou M, Botsoglou NA, Spais AB. 2004. Effect of a mixture of herbal extracts on broiler chickens infected with Eimeria tenella. Anim Res 53:137-144. Daszak P. 1999. Zoite migration during Eimeria tenella infection : Parasit adaptation to host defences. Parasitol Today 15: 67-72 Dakpogan HB, Kyvsgaard NC, Permin A. 2005. Free-range chick survivability in improved condition and the effect of three medicinal plants on Eimeria tenella. [tesis]. Denmark: Agricultural Sciences Faculty Departmen of Animal Production. University of Abomey Calavia.
Deng WL. 1978. Preliminary studies on the Pharmacology of the Andrographis product sodium succinat http://www.bloodrootproducts.com/ andcan/Andrographis%20paniculata11.htm [27 Agustus 2008] Dharma AP. 1985. Tanaman obat tradisional Indonesia. 291 pp. Jakarta. PN: Balai Pustaka Fanatico A. 2006 Parasite management for natural dan organic poultry : coccidiosis. NCAT Agriculture Specialist. http://www.attra.org/attrapub/pdf/coccidiosis. pdf 12 pag-969k. Hanan A. 1996. Beberapa catatan tentang Indonesia. Hlm: 19-20.
Sambiloto. Warta Tanaman Obat
Hodgson JN. 1970. Coccidiosis: oocyst-counting tecnique for coccidiostat evaluation. Exp. Parasitol. 28: 99-102. Lal J, Chandra S, Raviprakash V, Sabir M. 1976. In vitro anthelmintic action of some indigenous medicinal plants on Ascaridia galli worms. India Journal of Physiology and Pharmakology. 20: 64-68. Lee KW, Everts H, Beynen AC. 2004. Essential oils in broiler nutrition. International. Jurnal. Poultry. Scien. 3: 738-752. Levine ND. 1985. Protozologi veteriner. Volume ke-1. Soekardono. S, penerjemah; Brotowidjojo. MD, editor. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Pr. Terjemahan dari: Veterinary protozoology. Mahendra B, Rahmawati E. 2005. Penyembuhan secara aman dan alami. Jakarta: Penebar Swadaya. Mardiswojo. S, Harsono R 1975. Cabe puyang warisan nenek moyang. Jakarta. Karya Wacana Mattjik AA, Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press. Mouafo AN, Richard F, Entzeroth R. 2000. Observation of sutures in the oocyst wall of Eimeria tenella (Apicomplexa) [Short Communication]. Parasitol Res. 86 : 1015-1017 Muhlisah F. 1998. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Cetakan ke-4. Penebar Swadaya: Jakarta Murtidjo BA. 1992. Pengendalian hama dan penyakit Ayam. Kanisius, Yogyakarta. hlm 77-78.
Naiyana T. 2002. Effects of Andrographis paniculata (Burm. F) Nees on ferformance, mortality, & coccidiosis in broiler chickens [disertasi]. Gottingen: Georg-August-University Gottingen, Germany Prapanza I, Lukito AM. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto. Agromedia Pustaka. Jakarta. Retno FD, Jahja J, Suryani T. 1998. Penyakit- penyakit penting pada Ayam. Dinas Peternakan dan Perikanan, Bandung. pp: 73-76. Roberts Larry S, Schimdt GD. 2000. Foundations of Parasitology Ed ke-6. USA: Companies. Pp: 121-126. Rohimah. 1997. Identifikasi Flavonoid yang memiliki Antifungal dari Damar (Hopea mangarawan) dan Shorea leptosula [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sastrapradja S. 1978. Tumbuhan Obat. Lembaga Tinggi Nasional. Jakarta. Schunack W, Klaus M, Manfred H. 1990. Senyawa Obat. Edisi ke-2. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Setiabudi R, Mariana. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Gaya baru. Shirley MW, Long PL. 1990 Control of cocsidiosis in Chickens immunization with live vacciness. In: Long PL editor, Cocsidiosis of Man and domestic animals. Boca Raton: CRC Pr. Soulsby EJL. 1982. Helminth Arthropods and Protozoa of domestic animal. Ed ke-7. London: Balliere Tindall. Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris tanaman obat Indonesia (1). Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Pp:54-55. Sudiatso S. 2001. Diktat Pharmakognosy. Bogor : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut pertanian bogor. Pp : 36-39. Tampubolon M. 1996. Protozoologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati IPB. Tizzard IR. 1988. Introduction to Veterinary Imunology dalam Soehardjo (Terjemahan). Airlangga University Press. Surabaya. Pp: 29-30. Wibudi A. 2006. Mekanisme kerja Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) sebagai anti diabetes. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Wijayahkusumah HMS, Dalimartha, Wirian AS. 1994 Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid 2. Jakarta: Pustaka kartini. Pp:117-119. Williams, R.B, Catchpole, J. (2002). Progress towards anticoccidial vaccines for broiler chickens Schering-Plough Animal Health. Pp:2-27
Lampiran 1. Produksi ookista per gram tinja mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi. Lampir Hsi N4 N5 N6 KSB KO KP KN 4 0 0 0 0 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 300 0 0 0 0 0 0 300 0 0 6 475 0 0 1650 120 67770 0 475 0 0 2460 120 367770 0 7 2225 700 150 2700 810 50730 0 2225 750 50 2460 720 63390 0 8 3425 827 475 1740 540 3630 0 3300 912 550 2310 1350 3540 0 9 12225 1300 575 960 600 3750 0 12050 1700 675 600 1140 3390 0 10 20500 21725 1825 5070 990 13320 0 20050 23725 1675 2490 2610 12900 0 11 21875 14425 13500 16350 510 45090 0 29675 13600 14675 15780 690 42630 0 12 8300 6075 1375 1770 480 2880 0 11550 7000 1750 1590 1440 2580 0 13 5725 3000 800 18870 26700 183240 0 7450 3750 925 13440 900 127410 0 14 125 2250 500 2070 13800 3570 0 150 2000 625 1650 48660 3420 0 15 1775 4125 350 1800 210 2550 0 4000 4125 400 1740 1230 2760 0 16 45100 47625 44225 12570 102270 306600 0 44500 43500 51225 9930 125430 203910 0 17 11675 4050 5550 3600 35940 17100 0 8050 5025 4250 3030 31350 10200 0 18 3950 3575 3750 2670 50190 5070 0 4225 4700 6000 3000 3510 4710 0 19 3250 3300 3200 6150 10170 51450 0 3325 3900 2800 5220 5580 39900 0 20 5700 2800 3075 2910 4470 6480 0 5425 2750 2950 2670 6210 5490 0 21 2050 1750 2325 3390 8940 6390 0 1850 1725 2050 2760 17010 5970 0 22 1525 1475 2200 4680 2280 33870 0 1425 1525 1325 3930 1110 29970 0
Lampiran 2. Analisis data dengan ANOVA antara Hari, Perlakuan, dan Ulangan Faktorial RAL Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class HR PERL ULA
Levels 19
Values 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 KN KO KP KSb N4 N5 N6 1 2
7 2
Number of observations in data set = 266 Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: OOCYST Ookista Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 133 306325928302.677 5.59 0.0001 Error 132 54426422189.474 Corrected 265 360752350492.151 Total R-Square C.V. OOCYST Mean 0.849131 172.4897 11772.1203008 Source F Value HR 8.86 PERL 22.06 ULA 0.14 HR*PERL 4.18
DF Pr > F 18 0.0001 6 0.0001 1 0.7132 108 0.0001
Mean Square 2303202468.441 412321380.223 Root MSE 20305.6982205
Anova SS
Mean Square
65757313510.293
3653184083.905
54579363245.361
9096560540.893
55964060.526
55964060.526
185933287486.496
1721604513.764
Faktorial Ral Analysis of Variance Procedure Level of HR 10 11 12 13 14 15
N 14 14 14 14 14 14
------------OOCYST----------Mean SD 9062.8571 9185.5835 23567.8571 19929.7495 3342.1429 3504.8119 28015.0000 55598.6229 5630.0000 12877.1382 1790.3571 1532.5638
16 17 18 19 20 21 22 4 5 6 7 8 9
14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
66838.2143 9987.1429 6810.7143 9874.6429 3637.8571 4015.0000 6093.9286 10.7143 42.8571 31488.5714 9065.0000 1614.2143 2783.2143
90222.1414 11053.4399 12601.4613 15540.0892 2084.3314 4493.0245 11040.8514 40.0892 108.9410 98439.8989 20506.8107 1369.1967 4114.3953
Level of PERL KN KO KP KSb N4 N5 N6
N 38 38 38 38 38 38 38
------------OOCYST----------Mean SD 0.0000 0.0000 13390.2632 27530.1513 45616.5789 84459.4487 4316.0526 4820.4859 8148.0263 11198.7789 6307.6053 10860.5343 4626.3158 10818.3621
Level of ULA 1 2
N 133 133
------------OOCYST----------Mean SD 11313.4361 33619.7168 12230.8045 40028.2778
Level of HR 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6
Faktorial Ral Analysis of Variance Procedure Level of ------------OOCYST----------PERL N Mean SD KN 2 0.000 0.000 KO 2 75.000 106.066 KP 2 0.000 0.000 KSb 2 0.000 0.000 N4 2 0.000 0.000 N5 2 0.000 0.000 N6 2 0.000 0.000 KN 2 0.000 0.000 KO 2 300.000 0.000 KP 2 0.000 0.000 KSb 2 0.000 0.000 N4 2 0.000 0.000 N5 2 0.000 0.000 N6 2 0.000 0.000 KN 2 0.000 0.000 KO 2 120.000 0.000 KP 2 217770.000 212132.034 KSb 2 2055.000 572.756 N4 2 475.000 0.000
6 6 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
9
N5
2
9 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 13 13 13 13 13 13 13 14
N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0.000 0.000 0.000 765.000 57060.000 2580.000 2225.000 725.000 100.000 0.000 945.000 3585.000 2025.000 3362.500 869.500 512.500 0.000 870.000 3570.000 780.000 12137.500
1500.000 625.000 0.000 1800.000 13110.000 3780.000 20275.000 22725.000 1750.000 0.000 600.000 43860.000 16065.000 44800.000 45562.500 14087.500 0.000 960.000 2730.000 1680.000 9925.000 6537.500 1562.500 0.000 13800.000 155325.000 16155.000 6587.500 3375.000 862.500 0.000
0.000 0.000 0.000 63.640 8951.972 169.706 0.000 35.355 70.711 0.000 572.756 63.640 403.051 88.388 60.104 53.033 0.000 381.838 254.558 254.558 123.744 282.843 70.711 0.000 1145.513 296.985 1824.335 318.198 1414.214 106.066 0.000 127.279 1739.483 403.051 424.264 2916.815 830.850 0.000 678.823 212.132 127.279 2298.097 654.074 265.165 0.000 18243.355 39477.772 3839.590 1219.759 530.330 88.388 0.000
14 14 14 14 14 14 15 15 15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 21 21 21 21
KO KP KSb N4 M5 M6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 Nn KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6 KN KO KO KSb
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
31230.000 3495.000 1860.000 137.500 2125.000 562.500 0.000 720.000 2655.000 1770.000 2887.500 4125.000 375.000 0.000 113850.000 255255.000 11250.000 25775.000 14012.500 47725.000 0.000 33645.000 13650.000 3315.000 9862.500 4537.500 4900.000 0.000 26850.000 4890.000 2835.000 4087.500 4137.500 4875.000 0.000 7875.000 45675.000 5685.000 3287.500 3600.000 3000.000 0.000 5340.000 5985.000 2790.000 5562.500 2775.000 3012.500 0.000 12975.000 6180.000 3075.000
24649.742 106.066 296.985 17.678 176.777 88.388 0.000 721.249 148.492 42.426 1573.313 0.000 35.355 0.000 16376.593 72612.795 1866.762 5515.433 583.363 4949.747 0.000 3245.620 4879.037 403.051 2563.262 689.429 919.239 0.000 33007.745 254.558 233.345 194.454 795.495 1590.990 0.000 3245.620 8167.083 657.609 53.033 424.264 282.843 0.000 1230.366 700.036 169.706 194.454 35.355 88.388 0.000 5706.352 296.985 445.477
21 21 21 22 22 22 22 22 22 22
N4 N5 N6 KN KO KP KSb N4 N5 N6
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1950.000 1737.500 2187.500 0.000 1695.000 31920.000 4305.000 1475.000 1500.000 1762.500
141.421 17.678 194.454 0.000 827.315 2757.716 530.330 70.711 35.355 618.718
Lampiran 3. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan antara hari, perlakuan, dan ulangan Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: OOCYST NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 132 MSE= 4.1232E8 Number of Means 9 10 Critical Range 17824 17973 number of Means 18 19 Critical Range 18701 18759
2
3
4
5
6
7
8
15182
15979
16509
16898
17202
17447
17651
11
12
13
14
15
16
17
18103
18218
18320
18412
18495
18570
18638
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B B B B C B C C D C D C D C D C D C D C D C D C D D D
Mean 66838 31489
N 14 14
HR 16 6
28015
14
13
23568
14
11
9987
14
17
9875
14
19
9065
14
7
9063
14
10
6811
14
18
6094
14
22
D D D D D D D D D D D D D D D D D D
5630
14
14
4015
14
21
3638
14
20
3342
14
12
2783
14
9
1790
14
15
1614
14
8
43
14
5
11
14
4
Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: OOCYST NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 132 MSE= 4.1232E8 Number of Means Critical Range
2 9215
3 9699
4 10021
5 10257
6 10441
7 10590
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B B D C D C D C D C D C D C D C D D Number of Means Critical Range
Mean 4561 13390
N 38 38
PERL KP KO
8148
38
N4
6308
38
N5
4626
38
N6
4316
38
KSb
0
38
KN
2 4926
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 12231 133 A A 11313 133
ULA 2 1
Lampiran 4 Analisis data dengan ANOVA antara HP (Hari-Perlakuan) dan Ulangan Faktorial RAL Analysis of Variance Procedure Class Level Information Class HP
Levels 133
ULA
2
Values 10KN 10KO 10KP 10KSb 10N4 10N5 10N6 11KN 11KO 11KP 11KSb 11N4 11N5 11N6 12KN 12KO 12KP 12KSb 12N4 12N5 12N6 13KN 13KO 13KP 13KSb 13N4 13N5 13N6 14KN 14KO 14KP 14KSb 14N4 14N5 14N6 15KN 15KO 15KP 15KSb 15N4 15N5 15N6 16KN 16KO 16KP 16KSb 16N4 16N5 16N6 17KN 17KO 17KP 17KSb 17N4 17N5 17N6 18KN 18KO 18KP 18KSb 18N4 18N5 18N6 19KN 19KO 19KP 19KSb 19N4 19N5 19N6 20KN 20KO 20KP 20KSb 20N4 20N5 20N6 21KN 21KO 21KP 21KSb 21N4 21N5 21N6 22KN 22KO 22KP 22KSb 22N4 22N5 22N6 4KN 4KO 4KP 4KSb 4N 4N5 4N6 5KN 5KO 5KP 5KSb 5N4 5N5 5N6 6KN 6KO 6KP 6KSb 6N4 6N5 6N6 7KN 7KO 7KP 7KSb 7N4 7N5 7N6 8KN 8KO 8KP 8KSb 8N4 8N5 8N6 9KN 9KO 9KP 9KSb 9N4 9N5 9N6 1 2 Number of observations in data set = 266 Faktorial RAL Analysis of Variance Procedure
Dependent Variable: OOCYST ookista Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 133 306325928302.677 5.59 0.0001 Error 132 54426422189.474 Corrected 265 360752350492.151 Total R-Square 0.849131 Source F Value HP 5.63 ULA 0.14
C.V. 172.4897
Root MSE 20305.6982205
Mean Square 2303202468.441 412321380.223
OOCYST Mean 11772.1203008
DF
Anova SS
Mean Square
132
306269964242.150
2320227001.834
1
55964060.526
55964060.526
Pr > F 0.0001 0.7132
Lampiran 5 Analisis data lanjutan dengan metode Duncan antara HP (Hari-Perlakuan) dan Ulangan Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: OOCYST NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 132 MSE= 4.1232E8 Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Critical Range 40167 42276 43679 44709 45511 46160 46699 47157 47551 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 47896 48200 48471 48713 48932 49131 49312 49478 49631 49771 49901 50022 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 50134 50238 50336 50427 50512 50591 50666 50737 50803 50865 50924 50979 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 51031 51081 51127 51171 51213 51253 51290 51325 51359 51390 51420 51449 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 51476 51501 51525 51548 51570 51590 51610 51628 51645 51662 51677 51692 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 51705 51718 51730 51742 51752 51762 51772 51781 51789 51796 51803 51810 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 51816 51821 51826 51830 51835 51838 51841 51844 51847 51849 51850 51852 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 51853 51853 51854 51854 51853 51853 51852 51851 51849 51848 51846 51844 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 51841 51839 51836 51829 51826 51821 51816 51811 51806 51800 51795 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 51833 51789 51783 51776 51770 51763 51756 51749 51742 51735 51728 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 51720 51713 51705 51697 51689 51681 51672 51664 51656 51647 51639 128 129 130 131 132 133 51630 51621 51612 51603 51594 51585 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
E E E
Mean
N
HP
A A A
255255
2
16KP
217770
2
6KP
B
155325
2
13KP
C
113850
2
16KO
D D D D D
57060
2
7KP
47725
2
16N6
45675
2
19KP
E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E
D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D
45563
2
11N5
44800
2
11N4
43860
2
11KP
33645
2
17KO
31920
2
22KP
31230
2
14KO
26850
2
18KO
25775
2
16N4
22725
2
10N5
20275
2
10N4
16155
2
13KSb
16065
2
11KSb
14088
2
11N6
14013
2
16N5
13800
2
13KO
13650
2
17KP
13110
2
10KP
12975
2
21KO
12138
2
9N4
11250
2
16KSb
9925
2
12N4
9863
2
17N4
7875
2
19KO
6588
2
13N4
6538
2
12N5
6180
2
21KP
E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E
5985
2
20KP
5685
2
19KSb
5563
2
20N4
5340
2
20KO
4900
2
17N6
4890
2
18KP
4875
2
18N6
4538
2
17N5
4305
2
22KSb
4138
2
18N5
4125
2
15N5
4088
2
18N4
3780
2
10KSb
3600
2
19N5
3585
2
8KP
3570
2
9KP
3495
2
14KP
3375
2
13N5
3363
2
8N4
3315
2
17KSb
3288
2
19N4
3075
2
21KSb
3013
2
20N6
3000
2
19N6
2888
2
15N4
2835
2
18KSb
2790
2
20KSb
E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E
2775
2
20N5
2730
2
12KP
2655
2
15KP
2580
2
7KSb
2225
2
7N4
2188
2
21N6
2125
2
14N5
2055
2
6KSb
2025
2
8KSb
1950
2
21N4
1860
2
14KSb
1800
2
10KO
1770
2
15KSb
1763
2
22N6
1750
2
10N6
1738
2
21N5
1695
2
22KO
1680
2
12KSb
1563
2
12N6
1500
2
22N5
1500
2
9N5
1475
2
22N4
960
2
12KO
945
2
8KO
870
2
9KO
870
2
8N5
E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E
863
2
13N6
780
2
9KSb
765
2
7KO
725
2
7N5
720
2
15KO
625
2
9N6
600
2
11KO
563
2
14N6
513
2
8N6
475
2
6N4
375
2
15N6
300
2
5KO
138
2
14N4
120
2
6KO
100
2
7N6
75
2
4KO
0
2
12KN
0
2
11KN
0
2
4N5
0
2
5KSb
0
2
4KSb
0
2
4N4
0
2
5N6
0
2
21KN
0
2
20KN
0
2
5N5
0
2
7KN
E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E
0
2
17KN
0
2
6N5
0
2
6N6
0
2
22KN
0
2
13KN
0
2
5N4
0
2
8KN
0
2
18KN
0
2
6KN
0
2
16KN
0
2
4KN
0
2
14KN
0
2
4KP
0
2
9KN
0
2
19KN
0
2
10KN
0
2
4N6
0
2
5KN
0
2
15KN
0
2
5KP