MAKANAN CAIR ALTERNATIF TINGGI PROTEIN BERBASIS TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KADAR PREALBUMIN PASIEN PASCA BEDAH DI RSUD CIBINONG
GUNAWAN WIBISONO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Makanan Cair Alternatif Tinggi Protein Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Prealbumin Pasien Pasca Bedah Di RSUD Cibinong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015 Gunawan Wibisono NIM I14124032
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait
ABSTRAK GUNAWAN WIBISONO. Makanan Cair Alternatif Tinggi Protein Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Prealbumin Pasien Pasca Bedah Di RSUD Cibinong. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO dan MERRY AITONAM. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari daya terima makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan pengaruhnya terhadap kadar prealbumin pasien pasca bedah di RSUD Cibinong, Bogor. Penelitian ini terdiri atas 2 tahap, yaitu pengamatan daya terima dan intervensi. Desain penelitian menggunakan Experimental group pre test - post test pada 15 pasien yaitu 13 pasien kelompok intervensi dan 3 pasien kelompok kontrol (20%), namun 1 pasien drop out (incomplete post-test). Data yang dikumpulkan meliputi daya terima, karakteristik pasien, asupan dan tingkat kecukupan gizi, kadar prealbumin. Hasil penelitian menunjukkan daya terima makanan cair pasien memiliki tingkat kesukaan yang tinggi baik atribut warna, tekstur, rasa maupun aromanya 80%;85%;77.5%;77.5% berturut-turut dan dapat menerima makanan cair 80% secara keseluruhan. Sebagian besar kelompok intervensi adalah perempuan 69.2% berumur antara 44-64 tahun. Kasus bedah terbanyak kelompok intervensi adalah batu ureter 30.8% dan berstatus gizi normal 61.5%. Rata-rata kenaikan asupan energi dan protein sebesar 34.2% dan 48.8% pada kelompok intervensi yang diberikan Makanan Standard Rumah Sakit dan Makanan Cair Tinggi Protein (MSRS+MCTP). Tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) kelompok intervensi berada pada kategori normal 61.5% dan 69.2%. Hasil uji beda kadar prealbumin kelompok intervensi menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0.01) dengan kisaran sebesar 0.4-17.3 mg/dl tergantung kasus bedahnya dan rata-rata peningkatan kadar prealbumin sebesar 57.4%. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kelompok intervensi dan kelompok pada kadar prealbumin. Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan kadar prealbumin dan tingkat kecukupan zat gizi dengan kadar prealbumin pada kelompok intervensi. Kata kunci: makanan cair tinggi protein, tepung ikan lele (Clarias gariepinus), prealbumin, pasca bedah
ABSTRACT GUNAWAN WIBISONO. Alternative of Liquid Food Based Catfish (Clarias gariepinus) Flour High Protein and It's Effect on Prealbumin level of Post Surgery Patients in Cibinong Hospital. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and MERRY AITONAM. This research was aims to study alternative liquid food based catfish (Clarias gariepinus) flour high protein and it's effect on prealbumin level of post surgery patients in Cibinong hospital, Bogor. This study followed two step tests i.e. acceptability and intervention test. This study was applied an experimental design
of group pre test – post test in with 15 patient composed of 13 patient intervention and 3 control group (20%), however 1 patient was refused to participate (due to incomplete post-test). Data collection included identifying characteristics patient, acceptability of tbe test formula, nutrients intake. the level of nutritional adequacy and prealbumin level. The results showed that patient acceptability of the liquid food as high in terms of color, texture, flavor and aroma attributes with much favored by 80%;85%;77.5%;77.5% respectively and acceptability of all by 80%. At most intervention group were females 69.2% aged 44-64 years old. 46.2% surgery cases of intervention group suffered ureteric stones 30.8% and 61.5% belong to normal nutritional status. The study showed that by consumed Makanan Standard Rumah Sakit and Makanan Cair Tinggi Protein (MSRS+MCTP) could enhance average of intake energy and protein by 34.2% and 48.8% for intervention group. And nutritional adequacy level of energy and protein 61.5% and 69.2%. Difference test result showed that prelbumin level intervention group is highly significant difference (p<0.01) with a range 0.4-17.3 mg/dl and 57.4% increase average prealbumin level depend on surgery case. There is a significant difference (p<0.05) between intervention group and control group for prealbumin level. However, no significant relationship (p>0.05) exist between the nutritional status with prealbumin level and nutritional adequacy level with prealbumin level of intervention group. Keywords: liquid food high protein, catfish flour (Clarias gariepinus), prealbumin, post-surgery
MAKANAN CAIR ALTERNATIF TINGGI PROTEIN BERBASIS TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KADAR PREALBUMIN PASIEN PASCA BEDAH DI RSUD CIBINONG
GUNAWAN WIBISONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul “Makanan Cair Alternatif Tinggi Protein Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Prealbumin Pasien Pasca Bedah Di RSUD Cibinong” dapat diselesaikan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing serta memberikan waktu, arahan, nasehat, saran dalam skripsi ini. 2. Ibu Merry Aitonam, STP, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberikan saran yang bermanfaat dalam skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan masukan, saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Maria Tambunan, SKM, M.Kes selaku penguji skripsi dan kepala Instalasi Gizi, Ahli Gizi (Ibu Mona, Ibu Enry, Ibu Nur, Uni Rini, Bapak Ade) yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian. 5. Kedua orang tua : Sutaryo (Bapak) dan Sugini, S.Pd (Ibu) atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini yang tiada henti untuk penulis. 6. Ibu Ners. Rita Sari S.Kep selaku kepala Ruang Bugenvil, Perawat (mas Ahmad, teh Erna, teh Eka, teh Aulia, teh Ii, mas Nazar, teh Enih, teh Sherly, mas Teguh, teh Eni, mas Doni dan seluruh perawat yang tidak bisa disebutkan satu persatu), POS (teh Tina, teh Mini, teh Meta), Pegawai Instalasi Gizi, Ahli Gizi RSCM (Ibu Suharyati dan Ibu Nur) yang sudah membantu, memberikan saran dan dukungannya selama penelitian. 7. PT. Sari Husada, PT. Carmelitha Lestari dan Prodia yang sudah membantu dalam penelitian. 8. Harleni atas motivasi, saran dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat (mas Ade, Rizky, Mursyid, Dhani, Rita, Yuli) yang sudah memberikan dukungannya. 10. Teman seperjuangan penelitian (mba Nurul), Lanang Community (Bayu kak Agung, Raha, Nanda, Hendri, pak Satibi, pak Agung), Teman-teman Super (mba Winda, Titis, Pina, Cicit, Irma, Ipah, Willi, Jhon, Eci, Susan, Tri) yang sudah membantu dan memberikan saran dalam penelitian. 11. Teman-teman Alih Jenis 6 (Nutrigenomic), AJ 7, AJ 8, GM 46, 47 dan 48 atas pertemanan dan semangatnya. Demikian yang penulis sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat. Bogor, April 2015
Gunawan Wibisono
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
ii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
KERANGKA PEMIKIRAN
2
METODE
4
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
4
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit
9 9
Daya Terima Makanan Cair
10
Karakteristik Pasien
11
Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
13
Kadar Prealbumin
15
Hubungan Antar Variabel
17
SIMPULAN DAN SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Formula makanan cair Variabel dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Faktor aktivitas dan faktor stress Daya terima makanan cair Karakteristik pasien Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi dan kelompok kontrol Kadar prealbumin kelompok intervensi Kadar prealbumin kelompok kontrol Perbedaan kadar prealbumin kelompok intervensi dan kelompok kontrol
5 6 7 8 10 11 13 14 15 16 16
DAFTAR GAMBAR 1
Bagan Kerangka Pemikiran
3
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Diagram alir proses pembuatan makanan cair Formulir uji daya terima makanan cair pasien pasca bedah Formulir data pasien pasca bedah Formulir Food Recall Informed Concent Surat Etik Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi kelompok kontrol Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi dan kelompok kontrol 10. Komposisi bahan makanan cair per 100 gr 11. Komposisi bahan makanan cair per 1 Liter 12. Komposisi asam amino ikan lele, daging sapi dan ayam 100 gr Bdd 13. Makanan Standar Rumah Sakit
23 24 25 26 27 28 29 30 30 31 31 31 32
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Protein adalah molekul makro dengan berat molekul antara lima hingga beberapa juta yang terdiri dari 2 asam amino yaitu esensial dan non esensial. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh serta berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Almatsier 2006). Prealbumin merupakan salah satu protein plasma yang terdapat dalam tubuh selain Transferin dan Albumin (Depkes 2007). Prealbumin memiliki waktu paruh dalam plasma selama 2 hari, jauh lebih pendek dibandingkan albumin. Prealbumin lebih sensitif dalam menentukan perubahan status protein-energi daripada albumin. Konsentrasinya mencerminkan status gizi seseorang secara pemeriksaan biokimia (Shenkin 2006). Masalah pasien bedah sering ditemukan saat menjalani perawatan. Pasien bedah sangat membutuhkan penanganan khusus dari pihak rumah sakit. Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasi dengan membuka atau menampilkan bagain tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan penjahitan luka (Susetyowati et al. 2010). Pasien bedah sering mengalami kekurangan gizi saat pra bedah, pasca bedah atau recovery yang akan menyebabkan hypoalbuminemia. Hypoalbuminemia adalah kadar albumin darah yang dibawah normal (Supriyanta 2012). Menurut Bangun (2008), rendahnya kadar albumin dalam darah dapat mengakibatkan malnutrisi dan penyembuhan luka menjadi lebih lama. Menurut Cinda et al. (2003), sekitar 40–59% pasien bedah di rumah sakit menderita malnutrisi. Di Indonesia menurut Sukmaniah (2009), prevalensi Protein Energi Malnurtisi (PEM) pasien bedah pada perawatan hari pertama 16% dan hari ketujuh mengalami gizi kurang serta buruk menjadi 20%. Penelitian pendahuluan 2009 di RSUP Dr Kariadi Semarang, hypoalbuminemia di ruang A2 sebesar 56% dan A3 sebesar 51.6%. Terdapat perbedaan bermakna kadar albumin antara yang diberi MPT (Modisco Putih Telur) dengan yang tidak diberi MPT. Pemberian MPT dengan cepat memberikan suplai albumin dalam darah (Supriyanta 2012). Penelitian Bektiwibowo et al. (2005), membuktikan adanya peningkatan prelbumin selama perawatan setelah pemberian nutrisi enteral. Penelitian Hamid (1999), pemberian ekstrak ikan gabus sebanyak 400 ml/hari pada pasien pasca bedah di RSUP Djamil Padang dapat meningkatkan albumin setelah pemberian ekstrak ikan gabus sebesar 20–88%. Menurut Susetyowati et al. (2007) pemberian suplemen oral tinggi protein yang dapat meningkatkan albumin antara lain, telur dan olahan ikan dalam bentuk ekstrak. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melanjutkan penelitian Huda (2014), formulasi makanan cair alternatif berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai sumber protein. Pada penelitian sebelumnya Huda (2014), sudah mendapatkan formula terpilih yaitu F1. F1 merupakan formula yang terbaik dari 3 formula yang sudah di ujikan. Namun, formula ini hanya diberikan pada orang sehat. Peneliti ingin mengkaji makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan pengaruhnya terhadap kadar prealbumin pasien pasca bedah. Diharapkan makanan cair ini dapat memberikan kontribusi yang sangat baik untuk membantu perawatan pasien pasca bedah.
2 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mempelajari daya terima makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan pengaruhnya terhadap kadar prealbumin pasien pasca bedah di RSUD Cibinong Tujuan Khusus 1. Mempelajari daya terima makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) pada pasien. 2. Mempelajari karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, kasus bedah, status gizi). 3. Mempelajari asupan dan tingkat kecukupan zat gizi pasien. 4. Mempelajari pengaruh makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) terhadap kadar prealbumin selama intervensi. 5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kadar prealbumin pasien. 6. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan kadar prealbumin pasien.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit sebagai landasan dalam memberikan intervensi untuk pasien pasca bedah. Bagi masyarakat menambah pengetahuan tentang makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele. Bagi peneliti dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menanggulangi masalah gizi pada pasien pasca bedah.
KERANGKA PEMIKIRAN Pasien bedah sering mengalami malnutrisi berat di rumah sakit. Kejadian malnutrisi mempengaruhi morbiditas pasien karena terganggunya penyembuhan luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Dua faktor utama yang mempengaruhi yaitu kurangnya asupan makan dan inflamasi. Faktor ini mengakibatkan katabolisme meningkat dan anabolisme menurun, sehingga dapat menurunkan kadar albumin. Keadaan ini disebut hypoalbuminemia yang sering ditemukan pada pasien bedah. Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (1997), hypoalbuminemia adalah kadar albumin darah di bawah normal. Penyebab hypoalbuminemia antara lain, malnutrisi, hipermetabolisme akibat infeksi dan tindakan medik atau pembedahan. Prealbumin merupakan (transthyretin dan thyroxine-binding albumin) yang memiliki waktu paruh 2-3 hari. Prealbumin merupakan indikator yang lebih baik untuk status protein (Mahan et al. 2008 ; Thomas 2006). Selain dipengaruhi oleh asupan protein, penurunan prealbumin juga dipengaruhi oleh keadaan inflamasi, stres metabolik, penyakit hati dan kelaianan metabolisme Fe (Depkes 2007).
3 Menurut Almatsier (2004), makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan cair diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan cair dapat diberikan secara oral atau parenteral. Makanan cair tinggi protein dapat meningkatkan dan mempertahankan albumin serta meminimalkan kemungkinan penurunan kadar albumin. Kebutuhan protein perlu ditingkatkan hingga 2 g/Kg berat badan agar kebutuhan gizi tercukupi (Krause dan Mahan 1998). Protein ikan lele mengandung asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Total kandungan asam amino esensial dalam daging ikan lele 100 gr Bdd (Berat yang dapat dimakan) adalah 49.9%. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam ikan lele adalah asam amino lisin 10.5% dan leusin 9.5% dari total protein. Lisin berfungsi menghasilkan antibody, pembentukan kolagen dan memperbaiki jaringan. Leusin diperlukan untuk menjaga kesetimbangan nitrogen, perombakan dan pembentukan otot (Astawan 2011).
-
Karakteristik Pasien: Umur Jenis Kelamin Kasus Bedah Status Gizi
Faktor lain : - Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi - Penyakit Ginjal dan Hati
Hypoalbuminemia Intervensi makanan cair
Prealbumin
Protein Serum : Albumin Transferin Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
4
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan desain Experimental group pre test – post test. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2014 – Maret 2015 di RSUD Cibinong, Bogor. Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Unit analisis dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di ruang bedah di RSUD Cibinong. Kriteria inklusi sebagai berikut : Pasien pasca bedah, tidak ada gangguan hati dan ginjal, sudah diberikan makanan biasa atau lunak, usia >18 tahun. Penentuan jumlah subjek minimal didasarkan pada rumus perhitungan Dhulked et al. (2008) yaitu sebagai berikut : n = 2 x ( Zα + Zβ)2 x SD2 d2 n = 2 x (1.96 + 1.037)2 x 3.22 42 n = 11.49 = 12 Keterangan: n = Jumlah pasien Zα = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0.05 maka Z α = 1.96 Zβ = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0.15 maka Z β = 1.037 (Power Test 85%) SD = Standar Deviasi peubah respon = 3.2 (Pattiiha 2011) d = Kenaikan kadar prealbumin = 4 (Ditentukan oleh peneliti) Jumlah pasien yang diperoleh ditambahkan sebanyak 10% untuk mempertimbangkan adanya pasien yang drop out, sehingga diperoleh jumlah minimal 13 pasien. Penelitian ini terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi 13 pasien dan kelompok kontrol 3 pasien (20%) namun 1 pasien dinyatakan drop out dikarenakan pulang sebelum selesai waktu penelitian. Sehingga total pasien yang berhasil dianalisis selanjutnya pada penelitian ini hanya 15 pasien. Tahapan Penelitian 1. Daya terima (Uji Organoleptik) Penelitian sebelumnya yang dilakukan Huda (2014), menunjukkan bahwa makanan cair terbaik yang disukai panelis adalah Formula 1 (F1). Hasil uji menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis (p<0.05) terhadap warna, rasa dan aroma. Sebagian besar panelis dapat menerima Formula 1 dan dipilih menjadi formula untuk penelitian selanjutnya. Komposisi sifat fisikokimia makanan cair terpilih yaitu kadar air 77.7%, kadar
5 abu 0.99%, protein 4.36 g, lemak 3.52 g karbohidrat 14.4 g, viskositas 5.5 Cp, total padatan terlarut 17.5oBrix, osmolaritas 442.5 mOsmol/ kg. Asam amino esensial ikan lele yaitu lisin 10.5% dan leusin 9.5% dalam 100 gr Bdd (Berat yang dapat dimakan) (Astawan 2011). Selanjutnya peneliti ingin melanjutkan penelitian Huda (2014) dengan tahap pertama yaitu melakukan uji daya terima dengan uji organoleptik. Pasien yang dipilih yaitu, pasien pasca bedah yang bisa berkomunikasi dengan baik, bisa makan secara oral sebanyak 40 pasien. Penilaian dilakukan terhadap warna, tekstur, rasa dan aroma. Tingkat kesukaan meliputi (1) tidak suka, (2) netral, (3) suka. Pengujian menggunakan kuesioner. Formula makanan cair dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Formula makanan cair Bahan Satuan Tepung susu full cream g Tepung susu skim g Gula pasir g Tepung susu soya g Maltodekstrin g Tepung ikan lele g Putih telur g Minyak zaitun g Minyak kacang g Energi Kkal Protein g Lemak g SAFA g MUFA g PUFA g KH g Sumber: Huda (2014)
Formula (1 Liter) 30 35 63 10 50 30 70 8 5 1003 45.9 (18%) 27.4 (24%) 6.69 7.09 3.96 145 (57%)
Bahan tambahan antara lain: CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1 gr, daun pandan 3 helai, vanili 1 gr dan garam 1 gr. 2. Intervensi Intervensi dilakukan kepada 13 pasien. Masing-masing pasien diintervensi makanan cair selama 5 hari. Sebelum dan sesudah diberikan makanan cair, pasien diambil darah untuk pemeriksaan kadar prealbumin. Selain makanan cair, pasien diberikan makanan standard rumah sakit. Makanan standar rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 13. Pemberian makanan cair kepada pasien disesuaikan dengan standar BPOM (2011), produk makanan diklaim kaya zat gizi bila memenuhi syarat sedikitnya 20% dari acuan label gizi (ALG) yang dianjurkan per saji. Makanan cair diberikan pada waktu snack pagi dan snack sore masing-masing waktu 275 ml. Kandungan zat gizi makanan cair : Energi (275 kkal), Protein (12 g), Lemak (9.6 g) dan Karbohidrat (36.8 g).
6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi data daya terima, karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, kasus bedah, status gizi), asupan dan tingkat kecukupan zat gizi, kadar prealbumin. Data sekunder diperoleh dari rumah sakit dan data rekam medik pasien. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan menurut cut off point masing-masing. Kategori setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 2.
No 1 2
Tabel 2 Variabel dan cara pengumpulan data Variabel Cara Pengumpulan Data Pengisian kuesioner Daya Terima Karakteristik Pasien - Umur - Jenis Kelamin - Kasus Bedah - Status Gizi : LILA dan TILUT
3
Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
4
Kadar Prealbumin
-
Rekam medik Rekam medik Rekam medik Pengukuran LILA dan TILUT dengan pita meter
- Wawancara (Food Recall 2x24 jam) - Pemeriksaan darah (Nephelometri)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisa data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah ada, setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Data daya terima, karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, kasus bedah, status gizi), asupan dan tingkat kecukupan zat gizi, kadar prealbumin. Tahap akhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell 2010 for windows dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Uji yang digunakan uji beda Paired Sampels T Test digunakan untuk menguji perbedaan kadar prealbumin kelompok intervensi. Uji beda Mann Whitney untuk menguji perbedaan kadar prealbumin kelompok kontrol serta perbedaan kadar prealbumin antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungkan antara status gizi, dan tingkat kecukupan zat gizi dengan kadar prealbumin kelompok intervensi. Pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
7 Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian Variabel Kategori
No 1.
Daya Terima
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Tidak Suka 2. Netral 3. Tidak Suka
Tingkat Kesukaan
2.
Karakteristik Responden Umur
Jenis 2 Kelamin
1. 2. 3. 1. 2.
Kasus Bedah Status Gizi (IMT)
3.
1. 2. 3. Tingkat Kecukupan zat 1. Gizi (Energi dan Protein) 2. 3.
4.
Kadar Prealbumin
4. 5. 1. 2.
20-44 tahun 44-64 tahun >64 tahun Laki-laki Perempuan Kurang (<18.5) Normal (18.5-25.0) Gemuk (>25) Defisit tingkat berat (<70%) Defisit tingkat sedang (7079%) Defisit tingkat ringan (8089%) Normal (90-119% ) Kelebihan (≥120%) Kurang (<15.7 mg dl-1) Normal (15.7-29.6 mg dl-1)
Sumber Acuan Prihandini (2014)
Pasaribu dan Lubis (2009) Ketentuan Peneliti Depkes (2005) Depkes (1996)
Hartono (2006)
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Harris-Bennedict (Almatsier 2004), yaitu : Laki-laki Perempuan
= 66 + (13.7 x BB) + (5 x BB) – (6.8 x U) = 655 + (9.6 X BB) + (1.8 x TB) – (4.7 x U)
Kebutuhan energi AMB diperhitungkan menurut berat badan ideal. Perhitungan berat badan ideal dilakukan dengan menggunakan standar Brocca. Berikut perhitungan berat badan ideal dengan Standar Brocca : BBI = (TB-100) – 10% (TB-100) Keterangan : BBI: Berat Badan Ideal (kg) ; TB: Tinggi Badan (cm) Angka Metabolisme Basal diperoleh dari komponen tinggi badan dan berat badan ideal pasien. Menurut Arisman (2004), jika pasien tidak dapat berdiri, pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan cara pendekatan tinggi lutut (TILUT) dan menurut (Hartono 2006), berat badan seseorang dapat diukur dengan
8 menggunakan Lingkar Lengan Atas (LILA). Berikut Rumus LILA dan TILUT yaitu: = LILA x [(TB-100) – 10% (TB-100)] 26.3 BB Perempuan = LILA x [(TB-100) – 10% (TB-100)] 25.7 BB Laki-laki
Keterangan : BB = Berat Badan (kg) , LILA = Lingkar Lengan Atas (cm), TB = Tinggi Badan (cm) Tinggi badan laki-laki (ras asia) Tinggi badan perempuan (ras asia) Tinggi badan laki-laki (ras Afrika-Amerika) Tinggi badan perempuan (ras Afrika-Amerika)
= (2.08 x TL) + 59.01 = (1.91 X TL) – (0.17 x U) +75 = 1.37 x TL + 58.72 = 1.96 x TL + 58.72
Keterangan : U: Umur (tahun), TL: Tinggi Lutut (cm) Rumus pendekatan tinggi badan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan ras asia karena contoh dalam penelitian masuk ke dalam ras asia. Tinggi badan yang diperoleh dari pendekatan pengukuran tinggi lutut, kemudian digunakan untuk perhitungan berat badan ideal. Penetapan Angka Metabolisme Basal (AMB) pasien dikalikan dengan aktivitas dan faktor stress/trauma untuk diterjemahkan menjadi kebutuhan energi sehari. Faktor aktivitas dan faktor stress dalam perawatan di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Faktor aktivitas dan faktor stress Jenis aktivitas Istirahat di tempat tidur Tidak terikat di tempat tidur Jenis stress/trauma Tidak ada stress Stress ringan Stress sedang Stress berat Stress sangat berat Luka bakar sangat berat Sumber: Almatsier (2004)
Faktor 1.2 1.3 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 2.1
Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah total konsumsi energi dan zat gizi dengan kebutuhan energi dan zat gizi dengan menggunakan rumus : Tk. Kecukupan Energi = Jumlah total energi yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan energi Tk. Kecukupan Protein = Jumlah total protein yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan protein
9 Definisi Operasional Daya terima adalah penilaian inderawi seseorang terhadap atribut makanan. Atribut makanan tersebut meliputi warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa. Faktor lain meliputi asupan dan tingkat kecukupan gizi, penyakit ginjal dan hati. Hypoalbuminemia adalah kadar albumin darah di bawah normal, keadaan tersebut dapat terjadi pada malnutrisi penyakit, sistemik, keganasan dan hipermetabolisme akibat infeksi, tindakan medik atau pembedahan. Karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, kasus bedah, status gizi. Kebutuhan energi dan zat gizi adalah jumlah energi dan zat-zat gizi yang dibutuhkan pada setiap individu (pasien) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat, dengan mempertimbangkan angka metabolisme basal (AMB), faktor aktivitas fisik selama sakit dan faktor stress akibat penyakit yang diderita. Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan, mencernakan makanan, menurunnya kesadaran, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan cair dapat diberikan secara oral atau parenteral. Pasien adalah orang yang sedang menjalani masa perawatan di rumah sakit. Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang ditangani, diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Prealbumin adalah transthyretin dan thyroxine-binding albumin yang memiliki waktu paruh hanya 2-3 hari. Prealbumin merupakan indicator untuk mencerminkan status gizi seseorang secara pemeriksaan biokimia. Kadar normal prealbumin 15.7-29.6 mg/dl. Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Kecukupan zat gizi merupakan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong berdiri pada tahun 1982 pada area seluas 41.974 m2 dengan luas bangunan 415 m2. RSUD Cibinong semakin berkembang dan perluasan lahan menjadi 50.789 m2 dengan luas bangunan menjadi 17.826 m2. Tahun 2002 RSUD Cibinong lulus akreditasi dengan status akreditasi Penuh Tingkat Dasar melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI. Akreditasi mencakup lima jenis pelayanan yang terdiri dari Manajemen
10 Administrasi RS, Pelayanan Medik, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis dan IGD. Tahun 2003 RSUD Cibinong mengalami peningkatan kelas dari tipe C menjadi tipe B Non Pendidikan. Tahun 2009 Badan Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong (BRSUD) ditetapkan sebagai satuan kerja perangkat daerah yang menerapkan. Pada perkembangannya, BRUSD Cibinong beralih menjadi RSUD Cibinong hingga sekarang. Operasional pelayanan kesehatan RSUD Cibinong dimulai hanya dengan pelayanan klinik umum pada tahun 1982 dan tahun 1986 pelayanan ditambah dengan 10 tempat tidur untuk pelayanan rawat inap umum. RSUD berkembang hingga sekarang Cibinong memiliki 237 tempat tidur untuk pelayanan rawat inap termasuk ruang perawatan intensive dan perinatologi. Pelayanan poliklinik rawat jalan semakin lengkap, demikian dengan pelayanan penunjang. Sampai saat ini pada tahun 2015 peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Cibinong 16 jenis pelayanan dan sudah terakreditasi. Daya Terima Makanan Cair Daya terima merupakan penilaian inderawi seseorang terhadap atribut makanan yang meliputi, warna, aroma, tekstur dan rasa (Prihandini 2014). Daya terima pasien terhadap makanan cair di rumah sakit merupakan tingkat atau derajat kesukaan pasien terhadap makanan cair yang disajikan di Rumah Sakit. Menurut penelitian Huda (2014), daya terima makanan cair atribut warna, rasa, aroma berada pada kategori tinggi namun atribut tekstur berada pada kategori rendah dan hanya diberikan kepada panelis yang dalam keadaan sehat. Daya terima makanan cair dapat dilihat pada Tabel 5.
Tingkat Kesukaan Tidak Suka Netral Suka Total
Warna
Tabel 5 Daya terima makanan cair Atribut % Tekstur % Rasa %
Aroma
%
0
0
1
2.5
5
12.5
5
12.5
8 32 40
20 80 100
5 34 40
12.5 85 100
4 31 40
10 77.5 100
4 31 40
10 77.5 100
Daya Terima Tertinggi
80%
Menurut Munajat (2003), pemilihan makanan untuk dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh warna makanan. Warna makanan memiliki peranan penting dalam penampilan makanan. Sebagian besar pasien memiliki tingkat kesukaan yang tinggi terhadap atribut warna yaitu 80%. Hal ini dikarenakan warna dari makanan cair yang berwarna putih seperti susu, sehingga pasien tidak bermasalah dalam mengonsumsinya. Tekstur dan konsistensi suatu makanan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut (Winarno 1997). Sebagian besar pasien memilki tingkat kesukaan yang tinggi terhadap atribut tekstur yaitu 85%. Hal ini dikarenakan penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) yang dapat memperbaiki tekstur makanan cair. Hasil ini lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu masih terdapat banyak endapan tepung ikan lele pada
11 makanan cair. CMC yang digunakan dalam makanan cair berfungsi sebagai pengental, stabilitator, pembentuk gel dan pengelmusi (Winarno 1997). Menurut Wijaya (2009), rasa memiliki peranan penting dalam citarasa makanan dan mempengaruhi daya terima seseorang. Sebagian besar pasien memiliki tingkat kesukaan yang tinggi terhadap atribut rasa yaitu 77.5%. Hal ini menunjukkan bahwa atribut rasa dari makanan cair dapat diterima dengan baik. Penambahan vanili dan bahan lainnya memberikan rasa manis, sehingga dapat menutupi rasa tepung ikan lele. Aroma makanan cair merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indra penciuman, sehingga membangkitkan selera (Moehyi 1992). Sebagian besar pasien memiliki tingkat kesukaan yang tinggi pada atribut aroma yaitu 77.5%. Hal ini dikarenakan makanan cair memilki aroma daun pandan yang cukup kuat dan dapat menutupi aroma amis dari tepung ikan lele. Daya terima pasien terhadap makanan cair secara keseluruhan tinggi yaitu 80%. Hal ini menunjukkan pasien dapat menerima makanan cair dengan baik. Penilaian pasien terhadap makanan cair mempengaruhi hasil penerimaan secara keseluruhan untuk warna, tekstur, rasa dan aroma. Menurut Hartono (2006), kondisi fisik yang lemah mempengaruhi selera makan pasien, sehingga penerimaan makanan dapat berkurang yang disebabkan berkurangnya kemampuan dalam mengonsumsi makanan. Karakteristik Pasien Karakteristik pasien dalam penelitian ini meliputi, umur, jenis kelamin, kasus bedah dan status gizi. Pasien dalam penelitian ini adalah pasien pasca bedah, yaitu kelompok intervensi 13 pasien dan kelompok kontrol 2 pasien. Karakteristik pasien kelompok Intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol Variabel Kelompok Kelompok Intervensi Kontrol n (%) n (%) Umur (Tahun) 20-44 5 (38.5) 1 (50) 44-64 6 (46.2) 1 (50) >64 2 (15.4) 0 Total 13 (100) 2 (100) Jenis Kelamin Laki-laki 4 (30.4) 1 (50) Perempuan 9 (69.2) 1 (50) Total 13 (100) 2 (100) Kasus Bedah Abses 2 (15.4) 0 Batu Ureter 4 (30.8) 0 BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) 2 (15.4) 0 Coloum Femur 2 (15.4) 0 Fraktur Femur 1 (7.7) 0 Kolostomi 1 (7.7) 0
12 Tabel 6 Karakteristik pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol (lanjutan) Kelompok Kelompok Intervensi Kontrol Variabel n (%) n (%) Bedah Osteoatritis 1 (7.7) 0 Appendix 0 1 (50) DM (Diabetes Mellitus) 0 1 (50) Total 13 (100) 2 (100) Status Gizi (IMT) Kurang (<18.5) 2 (15.4) 1 (50) Normal (18.6-25.0) 8 (61.5) 1 (50) Gemuk (>25) 3 (23.1) 0 Total 13 (100) 2 (100) Umur merupakan indikator penting dalam menentukan produktifitas seseorang. Orang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua karena kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima (Khomsan et al. 2007). Sebagian besar pasien kelompok intervensi 46.2% berumur antara 44-64 tahun, sedangkan pasien kelompok kontrol 50% berumur 20-44 tahun dan 50% berumur 44-64 tahun. Dapat diketahui bahwa umur kedua kelompok sama-sama berada pada rentang umur 44-64 tahun. Sebagian besar pasien kelompok intervensi berjenis kelamin wanita 69.2%, sedangkan pasien kelompok kontrol 50% berjenis kelamin laki-laki dan 50% berjenis kelamin perempuan. Menurut Sarma (2003), pasien dengan jenis kelamin perempuan paling tinggi dirawat di rumah sakit dibandingkan laki-laki. Pasien pasca bedah yang dirawat adalah pasien dengan jenis bedah mayor dan minor. Sebagian besar pasien kelompok intervensi mengalami kasus bedah batu ureter 30.8%, sedangkan pasien kelompok kontrol mengalami kasus bedah diabetes mellitus 50% dan kasus bedah appendix 50%. Kasus bedah akan mempengaruhi kondisi tubuh pasien secara keseluruhan. Menurut Manasik (2011), pasien yang dirawat akan mengalami gangguan seperti penurunan kesadaran, mual, muntah, penurunan kemampuan atau nafsu makan sehingga menyebabkan low intake dan masalah status gizi kurang. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi penyerapan dan penggunaan pangan di dalam tubuh. Indek masa tubuh (IMT) merupakan ukuran antropometri yang baik digunakan pada orang dewasa yang memberikan gambaran mengenai asupan gizi seseorang dimasa lalu dan dibandingkan dengan masa kini (Indriani et al. 2011). Sebagian besar pasien kelompok intervensi berada pada kategori status gizi normal yaitu 61.5%, sedangkan pasien kelompok kontrol berada pada kategori status gizi kurang 50% dan normal 50%. Pasien memiliki status gizi yang baik pada pengukuran antropometri, namun tidak memiliki status gizi yang baik dalam penilaian biokimia. Menurut Gibson (2005) Penilaian status gizi secara langsung dengan menilai diet harian, menggunakan indikator biokimia, pengukuran antropometri dan mengamati gejala klinis.
13 Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi menggambarkan besarnya kontribusi zat gizi yang diperoleh dari konsumsi makanan terhadap tingkat kecukupan yang dianjurkan. Zat gizi dalam makanan terbagi menjadi zat gizi sumber energi (karbohidrat dan lemak) dan zat gizi pembangun tubuh (protein). Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari hasil konversi konsumsi pangan di rumah sakit dan dibandingkan dengan kebutuhan individu. Kelompok dalam pengamatan dibagi menjadi dua, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok Intervensi terbagi menjadi 2 yaitu, pasien yang diberikan Makanan Standard Rumah Sakit (MSRS) dan Makanan Standard Rumah Sakit+Makanan Cair Tinggi Protein (MSRS+MCTP). Kelompok kontrol terbagi menjadi 2 yaitu, pasien yang diberikan Makanan Standard Rumah Sakit (MSRS) dan Makanan Standard Rumah Sakit+Putih Telur (MSRS+PT). Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi (MSRS+MCTP) sebesar 2206 kkal dan 73.1 gr. Rata-rata asupan energi dan protein kelompok kontrol (MSRS+PT) sebesar 1799 kkal dan 61.3 gr. Kenaikan rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi (MSRS+MCTP) sebesar 34.2% dan 48.8%. Kenaikan rata-rata asupan energi dan protein kelompok kontrol (MSRS+PT) sebesar 1.9% dan 13.6%. Rata-rata peningkatan asupan energi dan protein kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan pemberian makanan cair lebih efektif untuk meningkatkan asupan energi dan protein pasien selama perawatan. Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 7, Lampiran 7, 8 dan 9. Tabel 7 Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi dan kelompok kontrol Kelompok Energi Protein Kkal % gr % Intervensi (MSRS+MCTP) 2206 34.2 73.1 48.8 Kontrol (MSRS+PT) 1764 1.9 61.3 13.6 Keterangan : (MSRS+MCTP) Makanan Standar Rumah Sakit+Makanan Cair Tinggi Protein), (MSRS+PT) Makanan Standar Rumah Sakit+Putih Telur. Kelompok intervensi (MSRS+MCTP) dapat menerima asupan makanan cair dengan baik, sehingga peningkatan asupan energi dan protein lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (MSRS+PT). Kelompok kontrol (MSRS+PT) hanya dapat menghabiskan putih telur sebanyak 2-4 butir putih telur dari 5 butir putih telur yang dianjurkan rumah sakit dalam sehari. MCTP dan PT mempunyai peranan yang sama dalam membantu meningkatkan kadar prealbumin. Pemberian MCTP lebih baik dibandingkan dengan pemberian PT. Hal ini dikarenakan MCTP mempunyai kandungan energi dan protein yang lebih tinggi, sehingga membantu dalam meningkatkan kecukupan zat gizi pasien.
14 Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Kecukupan zat gizi merupakan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes 2005). Tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi dan kelompok kontrol Ketegori Tingkat Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Kecukupan Zat Gizi MSRS MSRS+MCTP MSRS MSRS+PT n % n % n % n % Energi Defisit berat (<70%) 3 23.1 1 7.7 1 50 1 50 Defisit sedang (70-79%) 2 15.4 0 0 0 0 0 0 Defisit ringan (80-89%) 6 46.1 1 7.7 1 50 1 50 Normal (90-199%) 2 15.4 8 61.5 0 0 0 0 Lebih (≥120%) 0 0 3 23.1 0 0 0 0 Total 13 100 100 100 2 100 2 100 Protein Defisit berat (<70%) 10 76.9 2 15.4 2 100 1 50 Defisit sedang (70-79%) 2 15.4 0 0 0 0 0 0 Defisit ringan (80-89%) 1 7.7 2 15.4 0 0 1 50 Normal (90-199%) 0 0 9 69.2 0 0 0 0 Lebih (≥120%) 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 13 100 100 100 2 100 2 100 Tingkat kecukupan energi dan protein kelompok intervensi yang hanya diberikan MSRS yaitu sebesar 46.1% defisit ringan (80-89%) dan 76.9% defisit berat (<70%). Setelah diberikan MCTP tingkat kecukupan energi dan protein menjadi kategori normal (90-119%) yaitu sebesar 61.5% dan 69.2%. Tingkat kecukupan energi dan protein kelompok kontrol yang hanya diberikan MSRS yaitu sebesar 50% defisit berat (<70%), 50% defisit ringan (80-89%) dan 100% defisit berat (<70%). Setelah diberikan PT tingkat kecukupan energi dan protein yaitu sebesar 50% defisit berat (<70%) dan 50% defisit ringan (80-89%). Tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi mengalami kenaikan setelah diberikan MCTP dan menunjukkan bahwa MCTP membantu meningkatkan kecukupan zat gizi setiap pasien. Hasil ini berbeda dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami peningkatan kecukupan zat gizi setelah diberikan PT. Keadaan ini diduga karena kurangnya nafsu makan pasien yang menyebabkan berkurangnya asupan dan kondisi kesehatan yang belum membaik saat masa perawatan. Kecukupan zat gizi yang dianjurkan diharapkan dapat menjamin tercapainya status gizi yang baik. Kecukupan energi dan protein termasuk dalam standar kecukupan gizi makro (Suhardjo dan Kusharto 2006). Menurut Almatsier (2006), kekurangan energi dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Sama halnya dengan protein jika tidak tercukupi proses penyembuhan akan semakin lama. Protein sangat membantu dalam proses penyembuhan pasca bedah karena protein memiliki fungsi khas yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
15 Kadar Prealbumin Pemeriksaan kadar prealbumin merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang paling cepat karena masa paruh waktu prealbumin yang lebih pendek (24-48 jam) dapat melihat kekurangan gizi yang terjadi secara akut dan sangat bermanfaat pada pasien yang masih dalam masa kritis. Selain dipengaruhi asupan protein, penurunan kadar prealbumin juga dipengaruhi oleh keadaan inflamasi, penyakit hati dan kelainan metabolisme Fe (Depkes 2007). Kadar prealbumin kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11.
Pasien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Rata-rata SD Maksimum Minimum Kenaikan Uji Beda
Tabel 9 Kadar prealbumin kelompok intervensi Umur Kasus Bedah Kadar Prealbumin (Tahun) Sebelum Sesudah Selisih 69 Abses Gluteus 4.9 22.2 17.3 44 Osteoatritis 6.8 19.0 12.2 53 Batu Ureter 6.6 17.5 10.9 60 Coloum Femur 14.5 22.3 7.8 53 Batu Ureter 6.1 13.5 7.4 36 Batu Ureter 12.2 16.5 4.3 60 BPH 10.1 13.2 3.1 63 Batu Ureter 12.6 15.1 2.5 41 Fraktur Femur 11.0 13.0 2.0 39 Abses Perianal 12.6 13.8 1.2 54 Coloum Femur 6.1 6.9 0.8 73 BPH 12.4 12.9 0.5 39 Kolostomi 7.3 7.7 0.4 52 9.4 14.8 5.4 12.1 3.2 4.6 5.3 73 14.5 22.2 17.3 36 4.9 6.9 0.5 57.4% p= 0.003
Hasil kadar prealbumin pada kelompok intervensi memiliki nilai ratarata±SD sebesar 5.4±5.3. Hasil uji beda Paired Sampel T-Test menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0.01) antara sebelum dan sesudah pemberian MCTP selama 5 hari. Rata-rata peningkatan kadar prealbumin pasien sebesar 57.4%. Hal ini sejalan dengan penelitian Pattiiha (2011), terdapat peningkatan bermakna setelah pemberian ekstrak ikan gabus selama 4 hari intervensi dan penelitian Bektiwibowo et al. (2005), terdapat peningkatan bermakna setelah pasien diberikan makanan cair selama 5 hari. Umur tertinggi kelompok intervensi 73 tahun dan umur terendah 36 tahun. Terjadi kenaikan kadar prealbumin paling tinggi sebesar 17.3 mg/dl pada umur 69 tahun dengan kasus pembedahan abses gluteus sedangkan kenaikan kadar prealbumin paling rendah sebesar 0.4 mg/dl pada umur 39 tahun dengan kasus bedah kolostomi. Peningkatan kadar prealbumin pasien abses gluteus paling tinggi dikarenakan pasien tidak mengalami gangguan pencernaan, sehingga MCTP yang diberikan
16 dapat diserap tubuh dengan baik. Peningkatan kadar prealbumin pasien kolostomi paling rendah dikarenakan mengalami gangguan pencernaan, sehingga MCTP yang diberikan tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh. Asupan MCTP dan kasus bedah yang dialami pasien dapat mempengaruhi peningkatan kadar prealbumin. Menurut Bektiwibowo et al. (2005), kenaikan dan penurunan kadar prealbumin disebabkan komplikasi inflamasi sekunder yang terjadi pada bekas luka operasi. Faktor usia, jenis penyakit, fisiologis, patofisiologi, metabolisme protein dan kurangnya asupan protein mempengaruhi kadar prealbumin (Supriyanta 2012).
Pasien
1 2 Rata-rata SD Maksimum Minimum Kenaikan Uji Beda
Tabel 10 Kadar prealbumin kelompok kontrol Umur Kasus Bedah Kadar Prealbumin (Tahun) Sebelum Sesudah Selisih 21 Appendix 7.0 7.4 0.4 59 Diabetes Mellitus (DM) 7.6 7.8 0.2 40 7.3 7.6 0.3 26.8 0.4 0.2 0.1 7.6 7.6 7.8 0.4 7.0 7.0 7.4 0.2 4.1% p= 0.121
Hasil kadar prealbumin kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata±SD sebesar 0.3±0.1. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara sebelum dan sesudah pemberian PT selama 5 hari. Rata-rata peningkatan kadar prealbumin kelompok kontrol sebesar 4.1%. Hal ini dikarenakan pemberian PT tidak efektif dan pasien tidak bisa menghabiskan 5 butir PT dalam sehari. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Supriyanta (2012), pasien kontrol yang tidak diberikan MPT (Modisco Putih Telur) mengalami penurunan kadar albumin pada hari pertama dan hari kelima. Tabel 11 Perbedaan kadar prealbumin kelompok intervensi dan kelompok kontrol Kelompok Kadar Prealbumin (p) p Intervensi 0.003 0.034 Kontrol 0.121 Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kadar prealbumin kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Pemberian MCTP dapat memberikan efek yang positif pada setiap pasien pasca bedah untuk meningkatkan kadar prealbumin. Hasil ini sejalan dengan penelitian Taslim et al. (2005), pemberian nutirisi Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) pada sejumlah pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang bermakna pada kadar albumin.
17 Hubungan Antar Variabel Hubungan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Kadar Prealbumin Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan kadar prealbumin kelompok intervensi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kadar prealbumin yaitu (p=0.54). Keadaaan ini diduga karena pengukuran LILA yang hanya sekali, akan tetapi pasien dengan status gizi normal mungkin sudah mengalami malnutrisi subklinis/akut yang menyebabkan kadar prealbumin menurun. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Bektiwibowo et al. (2005), bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan kadar prealbumin setelah pemberian makanan cair. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) dengan kadar prealbumin kelompok intervensi yaitu (p=0.09) dan (p=0.10). Hal ini diduga karena belum semua pasien mencapai tingkat kecukupan energi dan protein yang normal sehingga pasien masih dalam keadaan malnutrisi. Menurut penelitian Sayono et al (2006), bahwa pasien yang menghabiskan makanannya dengan jumlah asupan kalori dan protein sedikit akan menyebabkan malnutrisi yang berdampak menurunnya kadar albumin pasien.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Daya terima makanan cair pasien memiliki tingkat kesukaan yang tinggi baik atribut warna, tekstur, rasa maupun aromanya 80%;85%;77.5%;77.5% berturut-turut dan dapat menerima makanan cair 80% secara keseluruhan. Sebagian besar kelompok intervensi adalah perempuan 69.2% berumur antara 44-64 tahun, sedangkan kelompok kontrol adalah laki-laki 50%, perempuan 50% berumur antara 20-44 tahun dan 44-64 tahun. Kasus bedah terbanyak pada kelompok intervensi adalah batu ureter 30.8%, sedangkan kelompok kontrol mengalami kasus bedah DM 50% dan Appendix 50%. Status gizi kelompok intervensi normal 61.5%, sedangkan status gizi kelompok kontrol kurang 50% dan normal 50%. Kelompok intervensi yang diberikan (MSRS+MCTP) memiliki ratarata kenaikan asupan energi dan protein sebesar 34.2% dan 48.8%. Kelompok kontrol yang diberikan (MSRS+PT) memiliki rata-rata kenaikan asupan energi dan protein sebesar 1.9% dan 13.6%. Tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) kelompok intervensi berada pada kategori normal (90-119%) sebesar 61.5% dan 69.2%, sedangkan tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) kelompok kontrol berada pada kategori defisit berat (<70%) dan defisit ringan (80-89%) sebesar 50%. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0.01) pada kadar prealbumin kelompok intervensi dengan kisaran sebesar
18 0.4-17.3 mg/dl tergantung kasus bedahnya dan rata-rata peningkatan kadar prealbumin sebesar 57.4%. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada kadar prealbumin kelompok kontrol dengan kisaran 0.2-0.4 mg/dl dan ratarata peningkatan kadar prealbumin sebesar 4.1%. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada kadar prealbumin. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan kadar prealbumin dan tingkat kecukupan zat gizi dengan kadar prealbumin pada kelompok intervensi.
Saran Produk makanan cair perlu dilakukan uji lanjut untuk kandungan albuminnya dan ditambahkan rasa buah pada makanan cair agar pasien lebih menyukainya. Sebaiknya penelitian selanjutnya bisa melihat pengaruh makanan cair terhadap kadar albumin dengan waktu yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA Aini N. 2009. Lebih Jauh Tentang Sifat Fungsional Telur. Internet]. [diunduh 14 Maret 14]. Tersedia pada : http://kulinologi.biz/index.php.com. Aitonam M, Almatsier S. 2006. Uji Coba Makanan Cair Rendah Kolesterol Pada Penyandang Stroke di RSCM Jakarta. Jakarta (ID): RSCM. Aitonam M. 2010. Pengaruh Pemberian Makanan Cair yang Diperkaya dengan Tempe Terhadap Respon Glukosa Darah Penyandang Diabetes Melitus di RSCM Jakarta [tesis]. Bogor (ID): IPB Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta [ID]: Gramedia. . 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta [ID]: Gramedia. . 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta [ID]: Gramedia. Astawan M. 2011. Lele bantu pertumbuhan janin. [Internet]. [diunduh 14 Maret 14]. Tersedia pada : http://multiply.com/journal/item/62/Lele bantu pertumbuhan janin.com. Bagun R. 2008. Hubungan Kadar Albumin Serum dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan dan Tanpa Diabetes [tesis]. Medan (ID): FK-USU. Bektiwibowo S, Munasir Z, Nasar SS. 2005. Pemberian Nutrisi Enteral Kasus Bedah Anak: Pengaruh pada Status Nutrisi. J Sari Pediatri. (7):3. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pedoman Klaim Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): BPOM RI. Bredbenner CB, Beshgettor D, Moe G, Berning J. 2007. Wardlaw’s Perspective in Nutrition. Editor; McGraw & Hill. New York (US): Ed (8).. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah: H. Purnomo dan Adiono. Jakarta (ID): UI-Press.
19 Cinda S, Barco K, Dewitt MA, Maeda M. 2003. Relationship of nutritional status to leght of stay, hsopital costs and discharge status of patients hospitalized in the mediciane service. J Am Diet Assoc. (3):975-978. Huda N, Kusharto CM, Aitonam M. 2014. Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) Sebagai Sumber Protein. KPIG, Temu ilmiah Internasional, Pelatihan NCP dan Kongres Nasional PERSAGI [Internet]. [diunduh 16 Februari 15]. Tersedia pada: http://file.persagi.Nurul Huda//Formulasi Makanan Cair. Darmoutomo E. 2001. Terapi Hipoalbuminemia. Jakarta (ID): Majalah Gizi Medik Indonesia. [Depkes] Departemen Kesehatan RI.1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005 Gizi dalam Angka. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang di Rawat di Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes RI. Dhulked VK, Dhorigol MG, Mane R, Gogate V, Dhulkhed P. 2008. Basic Statistical Concepts for Sample Size Etimation. J of Anaesthesia. 52 (6): 788-793. FAO/WHO/UNU. 1972. Food Composition Table for Use in East Asia. FAO/UNU and U.S.Departemen of Health, Education and Welfare. Fardinarti ID. 2007. Pengambangan dan Evaluasi Tepung dan Tablet Isap Kaya Antioksidan Berbahan Dasar Tomat [skripsi]. Bogor (ID): FEMA-IPB. Fennema OR, Karen M, Lund DB. 1996. Principle of Food Science. The AVI Publishing, Connecticut. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment Second Edition. New York (US): Oxford University Press. Gum ET, Swanson RA, C Alano. 2004. Human Serum Albumin and its NTerminal Tetrapeptide (DAHK) Block Oxidant-Induced Neuronal Death Stroke. 35:590-595. Hamid S. 1999. Pemberian Ekstrak Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) untuk Meningkatkan Kadar Albumin Pasien Pasca Bedah di RSUP Dr.M. Djamil [tesis]. Padang (ID): AKZI Depkes Padang. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID): EGC. Ed-2 Hill. 2000. Buku Ajar Nutrisi Bedah. Jakarta (ID): FARMEDIA. Huda N. 2014. Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein [skripsi]. Bogor (ID): FEMA-IPB. Ija M. 2009. Pengaruh Status Gizi Pasien Bedah Mayor Pre Operasi Terhadap Penyembuhan Luka dan Lam Rawat Inap PASCA Operasi di RSUP DR. Sarjito Yogyakarta [tesis]. Yogyakarta (ID): Pascasarjana UGM. Indriani Y, Khomsan A, Sukandar D, Riyadi H, Zuraida R. 2011. Peningkatan Status Besi dan Kebugaran Fisik Pekerja Wanita Usia Subur. J Gizi dan Pangan. 6:(3). 178-185. Jamil M, Dawam, Supartuti. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Terhadap Peningkatan Kadar Serum Protein, Serum Albumin dan Status Gizi pada Anak Balita Kurang Gizi Di Kec.Gamping, Sleman Yogyakarta. J Nutrisia. (8):2.
20 Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2007. Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, cakupan, keefektifan dan dampak terhadap status gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-IPB. Krause, Mahan K. 1998. Food Nutrition and Diet Theraphy. Canada (US): Ed-7. Manasik A. 2011. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Serta Status Gizi Pasien Lansia di Ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Bogor (ID): FEMA-IPB. Mears E. 2002. Outcome of continuous process improvement of a nutritional care program incorporating TTR measurement. J Clin Chem Lab Med. 40: 91355. Messori L, Krats F. 1994. Transferrin: from ion inorganic biochemistry to medicine. Italy (IT): University of Flourence, Departemnt of Chemistry. (1) Issue 2-3 161-167. Moehyi S.1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jsa Bog. Jakarta (ID): Bhratara Niaga Media. Moos T, Morgan EH. 2000. Transferrin and transferrin receptor function in brain barrier systems.Cellular and Molecular Neurobiology. Ed ke-20 (1): 77-95 Munajat. 2003. Konsumsi dan persepsi pasien rawat inap terhadap makanan serta faktor-faktor yang mempengaruhi di RSUD Abdul Moelek Lampung [skripsi]. Bogor (ID): FEMA-IPB. Nicholson JP, Wolmarns MR, Park GR. 2000. The role of albumin in critical illness. Br J Anaesth.85:599-610. Iksanudin N. 2007. Hubungan antara Status Gizi berdasar Kadar Albumin Serum dengan Kejadian Infeksi Luka Operasi Pasca Apendiktomi pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): UMS. Nutritus F. 2007. Terapi Diet Pada Pasien Hipoalbuminemia. Semarang (ID): Pertemuan Ilmiah Nasional III, ASDI Semarang. Parelta R, Rubery BA, Guzofski S. 2006. Hypoalbuminemia [Internet]. [diunduh 5 Mar 14]. Tersedia pada : http://www.emedicine.com. Pasaribu TM, Lubis APP. 2009. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Pasien Bedah Elektif Terhadap Anestesi Sebelum dan Sesudah Kunjungan Anestesi. J FK-USU. Pattiiha A. 2011. Manfaat Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar Prealbumin, Albumin dan CD4 pada Penderita HIV/AIDS [tesis]. Makassar (ID): FK-UH. Pujiwati. 2006. Efek Pemberian Nutrisi Parenteral Intradialisis Terhadap Perbaikan Status Nutrisi Pasien Hemodialisis Kronik [Tesis]. Jakarta (ID): FK-UI. Prihandini L. 2014. Daya Terima, Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Status Gizi Pecandu Narkoba Di Rumah Singgah Peka dan Yakita Bogor [skripsi]. Bogor (ID): FEMA-IPB. Raguso CA, Dupertuis YM, Pichard C. 2003. The role of visceral proteins in the nutritional assessment of intensive care unit patients. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 6: 6-211.
21 Rusli, et al. 2011. Terapi Albumin [diunduh 5 Mar 14]. Tersedia pada: http://terapi_albumin_type.pdf. Sarma HMB. 2003. Daya Terima Makanan Pasien Berdasarkan Kelas Perawatan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center Jakarta [skripsi]. Jakarta (ID): FKM-UI. Saryono, Prastowo A, Anggraeni MD. 2006. Perbedaan Kadar Albumin Plasma Pada Pasien Sebelum dan Setelah menjalani Rawat Inap Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokeerto. J Keperawatan Soedirman. 1: (1). 1-5. Shenkin A. 2006. Serum Prealbumin: Is it a Marker of Nutritional Status or of Risk of Malnutrition. J Clin Chem. 52:(12). 2177-2179. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta (ID): EGC. EdRevisi : 995-1093. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.8:(1,2). Penerjemah: Waluyo A, et al. Jakarta (ID): EGC. Suhardjo, Kusharto CM. 2006. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sukmaniah S. 2009. Malnutrition Fact and the importance of Nutrition Screening and Assessent. Proceeding on Internatioanl Symposium on Nutrition and 6th Asia Pasific Clinical Nutritional Siciety Confrence. Makassar. Supriyanta. 2012. Pengaruh Suplementasi Modisco Putih Telur Terhadap Perubahan Kadar Albumin Dalam Darah Pada Pasien Bedah dengan Hipoalbumin Di IRNA Bedah RSUP Dr. Kariadi Semarang. J Med Hosp. Vol: 1(2): 130-133. Susetyowati. 2007. Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien Bedah Figestif, ASDI Semarang: Pertemuan Ilmiah Nasional III. Susetyowati, Ija M, Makhmudi A. 2010. Status Gizi Pasien Bedah Mayor Preoperasi berpengaruh terhadap Penyembuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pascaoperasi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. J Gizi Klinik Indonesia. 7:(1). Tanra AH 1998. Dasar-dasar nutrisi enteral dalam Kapita Selekta Nutrisi Klinik. Jakarta (ID): Perhimpunan Nutrisi Enteral dan Parenteral Indonesia (PERNEPARI). Thomas DR. 2006. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers. J Am Dir Assoc. 7:46-59. Tranggono S, Haryadi, Suparmo, Murdiati A, Sudarmadji S, Rahayu K, Naruki S, Astuti M. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Yogyakarta (ID): PAU Pangan dan Gizi UGM. Taslim NA, Hadju V, Attamimi F, Tawali AB, Saifuddin S. 2005. Laporan Penelitian Ikan Gabus. Pusat Penelitian Pangan, Gizi dan Kesehatan. Makassar (ID): UNHAS. Ward N. 2003. Nutrition Support to Patients undergoing gastrointestinal surgery. J Nut. 2:(3). [Internet]. [diunduh 1 Februari 15]. Tersedia pada : http://www.nutrition.com/comten/2/1/18.com. Wijaya H. 2009. Sensasi rasa. Majalah Food Review Indonesia. IV:10-13. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wiryana M. 2007. Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis. J Peny Dalam. 8:(2).
22
LAMPIRAN
23 Lampiran 1 Diagram alir proses pembuatan makanan cair Rebus 30 gr tepung ikan lele dan 3 helai daun pandan dengan air matang 300 ml Kocok lepas 2 butir putih telur, sisihkan Masukkan putih telur ke dalam rebusan tepung lele, aduk rata Blender bahan-bahan kering, 1 gr CMC dan rebusan tepung lele Tambahkan air matang sampai 1000 ml, saring Rebus dengan suhu<800C selama 5 menit, tambahkan 1 gr vanili dan 1 gr garam Makanan cair
24 Lampiran 2 Formulir uji daya terima makanan cair pasien pasca bedah Tanggal Nama pasien Jenis kelamin Jenis contoh Instruksi
: : :L/P : Makanan Cair : Nyatakan penilaian anda dan tuliskan angka 1,2 atau 3 pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian saudara
Aspek yang dinilai
Penilaian
Warna Tekstur Rasa Aroma Komentar : …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… Keterangan: 1 = Tidak suka 2 = Netral 3 = Suka
*TERIMA KASIH*
25 Lampiran 3 Formulir data pasien pasca bedah No. 1. 2 3. 3. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Identitas pasien pasca bedah Nomor Rekam Medik Nama Umur Jenis Kelamin Lingkar Lengan Atas (LILA Tinggi Lutut (TILUT) Kasus Bedah Jenis diet Kadar prealbumin Sebelum : Sesudah : Kalori
26 Lampiran 4 Formulir Food Recall Hari ke: Waktu makan Pagi
Siang
Malam
Nama Makanan
Jenis
Bahan Makanan URT
Gram
27 Lampiran 5 Informed Consent Penjelasan mengenai penelitian tentang “Makanan Cair Alternatif Tinggi Protein Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Prealbumin Pasien Pasca Bedah di RSUD Cibinong” Saya Gunawan Wibisono Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat S1 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Melakukan penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu (1) Tahap daya terima pasien (pengujian organoleptik), (2) Intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepinus) dan pengaruhnya terhadap kadar prealbumin pasien pasca bedah di RSUD Cibinong. Salah satu tujuan khusus dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh makanan cair alternatif tinggi protein berbasis tepung lele (Clarias gariepinus) terhadap kadar prealbumin selama intervensi. Jika anda pasien pasca bedah, kami memohon untuk ikut serta dalam penelitian ini. Bila bersedia ikut, maka dokter akan memeriksa anda lalu dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium oleh petugas yang sudah ditentukan dan dibantu oleh petugas gizi. Teknis pelaksanaan pengukuran respons perlakuan sebagai berikut: Pemberian makanan cair setiap hari selama 5 hari Makanan cair yang disajikan sebagai sampel segera diminum dalam jangka waktu paling lama 2 jam. Pengambilan darah Penelitian dilakukan di ruang rawat inap pasien bedah Selama mengikuti penelitian ini anda diharapkan untuk mentaati ketentuan yang berlaku demi memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan untuk dipublikasikan bagi pasien pasca bedah. Bila anda memutuskan untuk ikut dalam penelitian ini anda akan mengikuti penatalaksanaan perlakuan. Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Anda akan diberikan sebuah souvenir sebesar Rp.25.000 setelah selesai penelitian. Demikian penjelasan ini kami buat untuk mendukung dalam pelaksanaan penelitian respons kadar prealbumin darah terhadap makanan cair yang diperkaya dengan tepung ikan lele dan bahan-bahan lainnya. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini : Tanggal
:
Tanda tangan responden
:
Tanda tangan saksi
:
28 Lampiran 6 Surat Etik
29 Lampiran 7 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi kelompok intervensi
Pasien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total rata-rata
Pasien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total rata-rata
Kelompok Intervensi (MSRS) Hari 1 Hari 2 Rata-rata Energi Protein Energi Protein Energi Protein (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) 1279 35.2 1797 51.9 1538 43.5 1676 50.7 1443 42 1560 46.3 1996 63.3 1954 55.9 1604 48.4 498 14.5 1424 34.9 961 24.7 1392 41.9 1814 54.9 1604 48.4 1749 48.7 1542 41.7 1646 45.2 2060 56 1685 57.1 1873 56.7 1919 55 1685 57.1 1802 56 1993 56 1774 57.6 1884 56.8 1680 51.8 1378 40.4 1529 46.1 2080 56.3 1752 57.2 1916 56.8 1698 51.3 1612 56.2 1655 53.8 1855 62.3 1782 54.9 1818 58.6 1683 49.4 1665 50.9 1645 49.3
Kelompok Intervensi (MSRS+MCTP) Hari 1 Hari 2 Rata-rata Energi Protein Energi Protein Energi Protein (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) 1925 59.2 2349 75.9 2138 67.6 2226 74.7 1993 66.0 2110 70.4 2546 87.3 2504 79.9 2526 83.6 636 20.5 1839 54.9 1238 37.7 1807 62.0 2364 78.9 2086 70.4 2301 72.7 2093 65.8 2198 69.2 2610 80.0 2236 81.1 2424 80.6 2470 79.0 2336 81.1 2404 80.1 2545 80.0 2326 81.7 2436 80.8 2231 71.9 1930 64.4 2081 68.1 2632 80.3 2303 81.3 2468 80.8 2250 75.4 2163 80.3 2207 77.8 2406 86.3 2334 78.9 2370 82.6 2199 71.5 2213 74.6 2206 73.1
% TKG TKE 58.4 66.6 82.2 46.2 83.8 73.9 80 82.3 97.1 77.7 83.1 84.7 93 77.6
TKP 44 66.1 66.2 31.6 67.5 54.1 64.3 68.2 78.1 62.5 65.8 73.4 80 63.2
% TKG TKE TKP 81.2 90.2 129.4 59.5 109.0 98.6 103.1 109.8 125.5 105.5 107.1 113.0 121.3 104.1
68.4 80.2 114.3 48.3 98.6 82.8 91.4 97.6 111.1 92.4 93.6 106.0 112.8 92.1
30 Lampiran 8 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan gizi kelompok kontrol
Pasien
1 2 Total rata-rata
Pasien
1 2 Total rata-rata
Kelompok Kontrol (MSRS) Hari 1 Hari 2 Rata-rata Energi Protein Energi Protein Energi Protein (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) 1527 48.1 1746 54.6 1657 51.3 2060 56.0 1685 57.1 1872 56.5 2557 52.0 1715 55.8 1764 53.9
Kelompok Kontrol (MSRS+PT) Hari 1 Hari 2 Rata-rata Energi Protein Energi Protein Energi Protein (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) (Kkal) (gr) 1552 53.5 1812 60 1682 56.7 2110 66.8 1735 67.9 1922 67.3 1831 60.1 1773 63.9 1802 62.0
% TKG TKE TKP 65.2 83.0 74.1
53.8 67.2 60.5
% TKG TKE TKP 66.2 85.2 75.7
59.5 80.0 69.7
Lampiran 9 Rata-rata asupan energi dan protein kelompok intervensi dan kelompok kontrol
2206
2500 2000
1799
1764
1645
1500 Energi (Kkal) 1000
Protein (gr)
500
73,1
49,3
61,3
53,9
0 MSRS
MSRS+MCTP
Kelompok Intervensi
MSRS
MSRS+PT
Kelompok Kontrol
31 Lampiran 10 Komposisi bahan makanan cair per 100 gr No
Komponen
1 2 3 5
Energi (Kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Tepung Ikan Lele 413 56 9 27
Susu Fullcream 509 24.6 30 36.2
Susu Skim 365 35.6 1 52
Susu Soya 494 15.6 23.4 54.6
Putih Telur 50 10.8 0.8
Lampiran 11 Komposisi bahan makanan cair per 1 Liter Bahan Tepung Ikan Lele Tepung Susu Full Cream Tepung Susu Skim Tepung Susu Soya Putih Telur
gr 30 30 35 10 70
Energi 123.9 152.7 127 5 35
Protein 16.8 7.38 12.4 1.56 7.56
Lampiran 12 Komposisi asam amino ikan lele, daging sapi dan ayam 100 gr Bdd Asam Amino
Standar FAO 4.0 7.0 5.5 3.5 6 4 5 1
%Protein %Protein (Ikan lele) (Daging Sapi) Arginin 6.3 6.1 Histidin 2.8 3.6 Isoleusin 4.3 5 Leusin 9.5 7.8 Lisin 10.5 8.7 Metionin 1.4 2.7 Fenilalanin 4.8 3.8 Treonin 4.8 4.5 Valin 4.7 5.2 Triptopan 0.8 1 Total esensial 49.9 48.4 Non esensial 50.1 51.6 Sumber : Astawan 2011, FAO/WHO 1972, Aini 2009.
% Protein (Ayam) 6.7 2.0 4.1 6.6 7.5 1.8 4.0 4.0 6.7 0.8 44.2 55.8
32 Lampiran 13 Makanan Standard Rumah Sakit
33
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Mei 1991. Penulis adalah anak pasangan Bapak Sutaryo dan Ibu Sugini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 11 Pagi Kebayoran Lama Utara pada tahun 2003, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 31 Jakarta Selatan pada tahun 2006 dan sekolah menengah atas di SMA KARTIKA X-1 Jakarta Selatan pada tahun 2009. Penulis melanjutkan kuliah Diploma III di Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Jurusan Gizi. Penulis aktif pada kegiatan organisasi yaitu FOSTI Gizi (Forum Studi Islam) sebagai Ketua Kaderisasi 2010-2011, FOSTI Pusat sebagai Staff Divisi Syiar 2011-2012, BEMJ Gizi (Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Gizi) sebagai Staff Divisi Minkres 2010-2011, Ketua BEMJ Gizi 2011-2012. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di Desa Lamuk Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo, Rumah Sakit Port Health Center (PHC) Surabaya dan Puskesmas Jagakarsa Jakarta Selatan. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan studi ke jenjang pendidikan sarjana pada program Alih Jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui ujian mandiri tahun 2012 dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada tahun 2015.