PERTANIAN
USUL PENELITIAN TAHUN II HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI
PENGEMBANGAN STARTER FERMENTASI PRODUKSI GAS BIO DENGAN REFORMULASI ISOLAT BAKTERI FIBROLITIK ASAL RUMEN DAN KOLON DOMBA (Upaya efisiensi produksi gas methan sebagai sumber energi alternatif)
Nama Peneliti Utama dan Anggota : Ir. Ahmad Wahyudi, M.Kes Ir. Abdul Malik, MP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG NOPEMBER, 2007
1. Judul Usulan
: Pengembangan starter fermentasi produksi gas bio dengan reformulasi isolat bakteri fibrolitik asal rumen dan kolon domba (Upaya efisiensi produksi gas methan sebagai sumber energi alternatif )
2. Ketua Peneliti: a. Nama Lengkap
: Ir. Ahmad Wahyudi, M.Kes
b. Bidang Keahlian
: Biokimia dan Teknologi Fermentasi
c. Jabatan Struktural
: Pembina /IVa
d. Jabatan Fungsional
: Lektor Kepala
e. Unit Kerja
: Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang
f. Alamat Surat
: Kampus III UMM, Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144
g. Telepon/faks
: (0341) 464318 psw. 154 / (0341) 460782
h. E-mail
:
[email protected]
3. Anggota peneliti: No. 1.
NAMA DAN GELAR AKADEMIK Ir. Abdul Malik, MP
BIDANG KEAHLIAN • Mikrobiologi Pakan • Nutrisi Ternak Ruminansia
INSTANSI Fakultas Peternakan UMM
ALOKASI WAKTU Jam/mg
Bulan
6 jam/mg
30
4. Objek penelitian : Tahun II : Obyek penelitian tahun kedua adalah kultur isolat bakteri fibrolitik dan interkoneksinya perombak serat kasar dan produksi VFA yang telah diperoleh dari peneltian tahun pertama, kemampunnya dibandingkan dengan mixed culture mikroba alami feses dalam fermentasi produksi gas bio secara in vitro. Parameter
1
penelitian yang diukur meliputi: kecernaan Serat Kasar, produksi VFA, produksi gas bio dan kadar methan. Uji kemampuan starter fermentasi terhadap gas bio dan kadar gas methan pada tahap berikutnya dilakukan pada proses produksi gas bio skala pilot plan menggunakan bahan polyethylen. Kemampuan isolat atau interkoneksi terbaik dibandingkan dengan kemampuan mikroba alami feses ternak sapi. Target hasil penelitian tahun kedua adalah berupa formula starter fermentasi produksi gas bio. 5. Masa pelaksanaan penelitian Mulai
: April 2008
Berakhir : April 2009 6. Anggaran yang diusulkan : Tahun pertama
:Rp. 49.915.000,- ( empat puluh sembilan juta sembilan ratus limabelas ribu rupiah )
Tahun kedua
: Rp.49.965.000,- ( empat puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh lima ribu rupiah )
Anggaran keseluruhan
: Rp. 99.880.000,- (sembilan puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah )
7. Lokasi penelitian : Laboratorium
Mikrobiologi
Pusat
Pengembangan
Bioteknologi
UMM,
Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Ptrnakan UGM, Laboratorium Pusat Studi Pangan-Gizi UGM, serta Eksperimental Farm Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang. 8. Hasil yang ditargetkan Penelitian diharapkan akan menghasilkan formula starter fermentasi produksi gas bio dengan komposisi bakteri yang tepat dan aplikatif digunakan oleh masyarakat guna mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM). 9. Instansi lain yang terlibat : Tidak ada 2
10. Keterangan lain yang dianggap perlu: a. Rangkaian penelitian yang telah dilakukan terkait dengan judul program : Judul Penelitian
1.
Evaluasi kandungan bakteri susu dan koliform air sumur pada beberapa peternak sapi perah pemakai instalasi digester gas bio di DIY
1992
Ketua Peneliti
Proyek Bank Dunia XVII, PAU Bioteknologi UGM
2.
Isolasi bakteri selulolitik beberapa ternak ruminansia (kerbau, sapi, kambing dan domba)
1992
Ketua Peneliti
Proyek Bank Dunia XVII, PAU Bioteknologi UGM
4.
Isolasi bakteri selulolitik asal rumen (dengan selulosa alami) untuk mendapatkan starter pada proses pengolahan limbah organik menjadi pakan
1998
Ketua
5.
Uji aktivitas enzimatik biakan bakteri selulolitik rumen untuk menentukan potensi starter fermentasi pakan
1998
Ketua Peneliti
Lemlit UMM
6.
Optimasi media kultur fermentasi bakteri selulolitik asal rumen terhadap nilai protein kasar
1999
Ketua
Lemlit UMM
Evaluasi konsumsi bahan kering dan kecernaan energi pada domba ekor gemuk yang diberi probiotik selulolitik
2003
8.
Pengaruh pemberian probiotik bakteri selulolitik dan metode pemberian pakan terhadap penampilan domba ekor gemuk (DEG)
2004
Anggota Peneliti
DIKTI /Dosen Muda
9.
Evaluasi daya hidup bakteri selulolitik dengan bekatul sebagai bahan pembawa
2004
Ketua Peneliti
Lemlit UMM
10.
Peningkatan kemampuan bakteri selulolitik Rumen Untuk Probiotik Ternak Ruminansia Evaluasi daya hidup bakteri selulolitik dalam kemasan urea molasses mineral blok (UMMB)
2005
Ketua
7.
11.
Tahun
Posisi Peneliti
No.
Pemberi Dana
Lemlit UMM
Peneliti
Peneliti Ketua
Lemlit UMM
Peneliti
DIKTI/ Uber HKI
Peneliti 2005
Ketua Peneliti
Lemlit UMM
3
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan guna memperoleh starter fermentasi produksi gas bio yang mengandung isolat bakteri Fibrolitik. Tahun pertama, isolat dan interkoneksi bakteri fibrolitik rumen dan kolon domba telah diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama tersebut beberapa formula isolat dan interkoneksi bakteri fibrolitik unggul perombak serat kasar dan produksi VFA telah ditentukan dan dipilih sebagai starter fermentasi pengolah limbah organik berserat. Tahun Kedua, isolat fibrolitik dan interkoneksinya akan diuji kemampuan merombak serat kasar, produksi VFA, produksi gas bio dan gas methan feses sapi secara in vitro. Isolat atau interkoneksi bakteri fibrolitik terbaik dalam hal produksi gas bio dan methan akan dilakukan uji implementasi ssebagai starter fermentasi pada pengolahan limbah peternakan skala pilot plan menggunakan bahan polyethylen. Formula isolat atau interkoneksinya dikultur dalam ekskreta sapi perah dan sebagai pembanding dilakukan pula fermentasi produksi gas bio tanpa penggunaan starter. Indikator efisiensi produksi gas bio diukur berdasarkan data kecernaan fraksi serat kasar dan produksi gas methan. Target penelitian tahun kedua adalah menghasilkan paten berupa starter fermentasi produksi gas methan.
4
BAB I. PENDAHULUAN Perlimbahan bahan organik berserat asal ternak dapat diatasi dengan mengolahnya menjadi gas bio sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak (BBM). Namun demikian produksi gas bio selama ini mengalami kendala dalam hal efektivitas waktu fermentasi dan volume produksi gas. Kendala tersebut disebabkan karena fermentasi berlangsung begitu saja secara alami dilakukan oleh mikroba yang ada dalam feses ternak. Starter fermentasi yang berperan membantu meningkatkan produkstitas gas bio dan mempersingkat waktu fermentasi selama ini belum tersedia. Hasil studi ekologi mikroba rumen menunjukkan bahwa ternak ruminansia yang dikandangkan kurang mendapatkan suplai bakteri lignolitik dari akar rumputrumputan yang mempunyai peran penting dalam mengurai fraksi selulosa sebagai praprekursor gas methan dari kompleks lignoselulosa. Domba termasuk ternak ruminansia yang umumnya digembalakan, sehingga dapat digunakan sebagai sumber bakteri fibrolitik potensial. Hasil penelitian Wahyudi (1992) menunjukkan bahwa kultur bakteri rumen domba memiliki aktivitas enzim fibrolitik lebih tinggi dibandingkan sapi, kerbau dan kambing. Penelitian tahun pertama telah menghasilkan isolat dan interkoneksi bakteri perombak serat kasar dan produksi VFA. Dari hasil penelitian tahun pertama tersebut beberapa formula dapat ditentukan dan dipilih sebagai starter fermentasi perombak serat kasar dan produksi VFA (asetat) sebagai prekursor gas methan. Sebagai kelanjutan tak terpisahkan maka penelitian tahun kedua dilakukan guna menguji isolat dan interkoneksinya dalam hal kemampuan merombak serat kasar, produksi VFA, produksi gas bio dan gas methan feses sapi secara in vitro. Isolat atau interkoneksi bakteri fibrolitik terbaik dalam produksi gas bio dan methan akan dilakukan uji implementasi sebagai starter fermentasi pada proses pengolahan limbah peternakan skala pilot plan menggunakan bahan polyethylen. Formula isolat atau interkoneksinya dikultur dalam ekskreta sapi perah dan sebagai pembanding dilakukan pula fermentasi produksi gas bio tanpa penggunaan starter. Indikator efisiensi produksi gas bio diukur berdasarkan data kecernaan fraksi serat kasar dan produksi gas methan.
5
Target penelitian tahun kedua ini adalah menghasilkan paten berupa starter fermentasi produksi gas methan. Tujuan khusus penelitian tahun kedua adalah: 1. Menguji kemampuan isolat bakteri fibrolitik kolon ternak domba dan interkoneksinya yang diperoleh pada tahun pertama terhadap kemampuan merombak serat kasar, produksi VFA, produksi gas bio dan gas methan feses sapi secara in vitro . 2. Membandingkan
kemampuan
formula
starter
terbaik
dengan
proses
perombakan feses secara alami tanpa starter pada proses pengolahan limbah peternakan skala pilot plan menggunakan bahan polyethylen. 3. Mengetahui efektivitas kerja bakteri perombak serat kasar dan produksi gas bio. Keutamaan penelitian Penelitian mengenai kemampuan enzimatis dan formulasi media fermentasi bakteri selulolitik rumen telah dilakukan sebelumnya dengan uji aktivitas enzim selulase dan penggunan berbagai jenis substrat alami seperti ampas dan daun tebu kering serta jerami padi sebagai induser (Wahyudi, 1998 dan 1999). Penelitian lain mengenai formulasi kombinasi antar isolat bakteri selulolitik rumen juga telah dilakukan (Wahyudi dan Hendraningsih, 2004). Dari serangkaian penelitian tersebut disimpulkan bahwa selain komposisi media, maka komposisi bakteri sangat menentukan tingkat kecernaan selulosa. Penggunaan dua jenis isolat bakteri selulolitik terbukti mampu meningkatkan
44,5%
kecernaan
selulosa
feses
sapi
perah
(Wahyudi
dan
Hendraningsih, 2004). Namun demikian kemampuan fibrolitik kedua isolat bakteri tersebut terbatas pada hidrolisis fraksi selulosa atau hemiselulosa, sedangkan fraksi lignin belum diketahui. Selulosa dalam bentuk kompleks lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh bakteri selulolitik. Lignoselulosa memiliki ikatan kovalen sangat kuat sehingga tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase. Kompleks lignoselulosa hanya dapat diurai oleh 6
enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh kelompok bakteri lignolitik yaitu enzim phenol oxidase, lacase dan peroksidase. Enzim-enzim tersebut akan merombak ikatan rangkap methoxyl dari struktur lignoselulosa, sehingga jumlah gugus methoxyl tersebut menurun sedangkan gugus hidroxyl phenolat dan karboxyl meningkat. Kedua derivat lignin tersebut memiliki kemampuan mengikat kation NH4+ dan glukoamida hasil sintesis mikroba. Derivat lignin penting perannya dalam mengikat non protein nitrogen (NPN) sebagai kation yang lebih tersedia bagi perkembangbiakan mikrobia. Jumlah bakteri lignolitik yang sedikit dalam rumen menyebabkan feses ternak ruminansia masih mengandung serat kasar tinggi (Hendraningsih, 2003), oleh karena itu untuk efektivitas pencernaan serat kasar dalam saluran pencernaan ruminansia maka perlu ditambahkan bakteri fibrolitik kelompok lain ke dalam rumen (Wahyudi dan Hendraningsih, 2004). Penelitian tahun I dilakukan untuk mengisolasi, mengkarakterisasi dan menguji kemampuan isolat bakteri fibrolitik lain terhadap kemampuan merombak serat kasar. Penelitian tahun II merupakan tindak lanjut proses perombakan limbah organik berserat (feses sapi) menjadi gas bio. Kemampuan masing masing isolat dan interkoneksinya diuji produksi gas methan (gas test) untuk menentukan formula inokulum atau starter fermentasi limbah. Digester fermentasi anaerobik pengolah limbah organik berserat seperti halnya rumen pada tubuh ternak ruminansia, juga memerlukan penambahan bakteri lignolitik sebagai starter guna membantu proses penyediaan NPN bagi pertumbuhan kelompok bakteri fibrolitik penghasil gas methan. Dengan
penambahan starter
tersebut kelompok bakteri penghasil gas methan dapat tumbuh dengan cepat, sehingga diharapkan waktu fermentasi berlangsung lebih cepat dan produksi gas methan lebih tinggi. Sumber bakteri lignolitik selain diperoleh dari akar rumput-rumputan, juga dapat diperoleh dari kolon ternak ruminansia (Anonymous, 1992), dan diduga juga dapat diperoleh dari kolon atau sekum hewan-hewan jenis pseudoruminasi seperti gajah, kuda dan kelinci. Hewan pseudoruminasi mampu mencerna serat kasar seperti halnya hewan ruminansia, meskipun tidak memiliki rumen. Fermentasi serat kasar terjadi di dalam saluran pencernaan bagian belakang yaitu didalam sekum dan kolon. 7
Fermentasi serat kasar dalam saluran pencernaan bagian belakang mengakibatkan penyerapan makanan tidak berlangsung sempurna. Fenomena mengapa gajah memberikan feses pada anaknya, dan kelinci mengkonsumsi feses sendiri, merupakan bentuk penyempurnaan alam dalam mengatasi masalah efisiensi penyerapan makanan. Efektivitas perombakan serat kasar utamanya fraksi lignoselulosa harus ditingkatkan guna menghasilkan selulosa dan derivat lignin
sebagai praprekursor
produksi gas methan. Penelitian mengenai optimasi formulasi isolat bakteri lignolitik asal rumen dan kolon perlu dilakukan sebagai upaya mendapatkan starter fermentasi optimal. Penelitian ini berorientasi pada pembuatan starter fermentasi produksi gas methan yang selama ini belum intensif dilakukan. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan cara mengkombinasikan beberapa isolat bakteri fibrolitik (selulolitik, xylanolitik dan lignolitik) asal domba dengan isolat bakteri selulolitik yang telah diperoleh dari penelitian sebelumnya.
8
BAB II. STUDI PUSTAKA 2.1. Bakteri Selulolitik Rumen merupakan sebuah ekosistem yang kompleks dimana pakan yang dikonsumsi ternak akan dicerna secara aktif oleh mikroba (Weimer, 1996). Mikroba di dalam rumen terdiri atas bakteri (1010 – 1011 sel/gram isi rumen), protozoa (105 – 106 sel /ml cairan rumen), dan fungi (Church, 1988). Berdasarkan jumlahnya di dalam rumen dan kemampuannya dalam mencerna selulosa, spesies bakteri selulolitik yang paling memegang peranan penting adalah F. succinogenes, R. flavefaciens, R. albus, dan B. Fibrisolven (Weimer, 1996). Pada kondisi tertentu beberapa spesies lain seperti Eubacterium cellulosolvens dapat menggantikan fungsi bakteri selulolitik didalam rumen. Bakteri selulolitik lainnya, Clostridium lochheadii dan beberapa spesies lainnya dianggap kecil peranannya didalam karena terdapat dalam jumlah sedikit atau tidak konsisten kehadirannya di dalam rumen. Pada umumnya kelompok bakteri selulolitik dominan pada rumen bila ternak mengkonsumsi hijauan, tetapi bakteri selulolitik juga terdapat pada ternak yang mengkonsumsi biji-bijian. F. succinogenes, memiliki kemampuan mengeluarkan enzym selulase secara ekstraselular yang diekskresikan dari sel dan berfusi ke dalam lingkungan. Penelitian pada R. albus menunjukkan bahwa selulase merupakan sebuah enzim kompleks dengan fungsi yang spesifik dalam mendegradasi selulosa menjadi glukosa (Chen and Weimer, 2001) Tiga spesies bakteri selulolitik
bekerja secara kompetisi dalam
mendegradisi selulosa. Pada kondisi dimana substrat cukup tersedia, ketiga spesies terdapat dalam jumlah yang hampir seimbang tetapi bila substrat tersedia dalam jumlah terbatas, populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi dibandingkan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus.
9
Selulosa, Pati, Senyawa Lain Gula
Formate H2+CO2 Suksinat
Laktat
Propionat+CO2 CO2 Asetat Propiona Butirat Valerat CH4
Gambar 2.1 Reaksi Biokimia di Dalam Rumen (Chen and Weimer, 2001)
Populasi Ruminococcus flavifaciens selalu lebih tinggi dibandingkan kedua spesies lainnya karena dapat membuat koloni dalam selulosa dan tumbuh lebih cepat dalam selodekstrin (Weimer, 1996), selanjutnya dikatakan bahwa pada kondisi substrat selulosa terbatas populasi R. flavefaciens selalu lebih besar dibandingkan F. succinogenes dan R. albus. Ketersediaan nutrisi dari selulosa bervariasi dari sama sekali tidak dapat dicerna sampai dapat dicerna sempurna, tergantung pada lignifikasi. Secara umum, terdapat dua jenis selulosa : (1) terikat dengan lignin dan terproteksi, (2) bebas dari ikatan lignoselulosa dan dapat didegradasi oleh enzym. Ikatan hidogen yang kuat diantara ikatan selulosa menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam pelarut biasa.
10
CH2OH
CH2OH O
OH
6CH2OH O
O
OH
5 O
HO
4 OH 3
O 1
OH
2
Gambar 2.2. Struktur Selulosa (Tillman, 1986) Ikatan selulosa unit glukosa terdapat pada cincin no. 6 yang disebut pyranosa. Pyranosa berikatan dengan atom oksigen tunggal (ikatan acetal) dari atom C – 1 dengan cincin pyranosa C – 4 dari cincin selanjutnya. Pada saat alkohol bereaksi dengan hemi acetal untuk membentuk acetal. Molekul air akan hilang dan unit glukosa pada polimer selulosa menjadi unit anhydroglucida. Selulosa, yang diisolasi dari hijauan pakan, rata-rata terdiri dari atas β1-4 glucan dan 15% pentosa atau terutama xylose dan beberapa arabinosa. Seluruh struktur selulosa berikatan dengan lignin, hemiselulosa, kutin dan mineral pada struktur dinding sel. Pada perombakan selulosa secara anaerobik dihasilkan etanol, asam organik misalnya asam format, asetat, propionat dan butirat. Mikroba yang aktif pada perombakan ini adalah bakteri, sedangkan jamur dan aktinomicetes tidak aktif. Bakteri jenis ini banyak terdapat pada rumen ternak ruminansia. Disamping pengaruh populasi mikroba dan jenis pakan, proporsi volathyl fatty acid (VFA) rumen cenderung stabil, yaitu : asetat: propionat: butirat = 65 :25 : 10 untuk pakan hijauan dan 50 : 40 : 10 untuk konsentrat (Church, 1988). Proporsi VFA yang terbentuk dapat mencerminkan efisiensi penggunaan energi. Pembentukan asam asetat menghasilkan heat increment yang paling tinggi dalam rumen, yang berarti energi yang terbuang lebih tinggi. Pembuangan energi dalam bentuk panas ini dapat ditekan dengan mengurangi pembentukan asam asetat dan meningkatkan produksi
11
propionat. Namun untuk tujuan pembentukan gas methan, asetat merupakan prekursor utama di samping hidrogen. Tabel 2.1. Karakteristik Beberapa Bakteri Rumen Organisme Pencerna Serat F. succinogenes B. fibrisolvens R. albus Clostridium Iochheadii Pencerna Pati Bacteriodes amylophilus B. ruminocola Selenomoins ruminantium Succinomonas amylolyctica Streptococcus bovis Pencerna Laktat Selenomonas lactylitica Peptostreptococcus elsdenic Pencerna Pectin Lachnospira multipany Methanobreribacter ruminantium Weimer et. al., (1999)
Bentuk
Motilitas
Produk Fermentasi
Batang Batang
+
Coccus Batang
+
Batang
-
Format, asetat, suksinat
Batang Batang
+
Format, asetat, suksinat Asetat, Propionat, Laktat
Oval
+
Asetat, Propionat, suksinat
Coccus
-
Laktat
Batang
+
Asetat, suksinat
Coccus
-
Acetat, propionat, butirat, valerat, H2, CO2
Batang
+
Batang
-
Acetat, format, laktat, H2, CO2 CH4 (dari H2 + CO2 atau format)
Suksinat, asetat, format Acetat, format, laktat, butirat, H2 dan CO2 Asetat, format, H2, CO2 Asetat, format, butirat H2, CO2
Tingkat produksi VFA terutama ditentukan oleh ketersediaan substrat untuk bakteri selulolitik dan sakarolitik. Produksi VFA yang cepat akan terjadi bila tersedia bahan pakan yang mudah dicerna. Tingkat kecernaan dipengaruhi spesies ternak, umur ternak dan komposisi kimia serta kecernaan hijauan (Church, 1988). Bakteri merupakan mikrobia paling dominan didalam rumen, dan diklasifikasikan berdasarkan substrat dan produk akhir fermentasi yang dibentuk.
12
Bakteri selulolitik merupakan bakteri pencerna selulosa, dengan produk akhir suksinat dan asetat. Tiga spesies bakteri selulolitik terpenting adalah Fibrobacter succinogenes. Ruminococcus albbus dan Ruminococcus flavefaciens (Weimer, et al., 1999). Ketiga spesies bakteri ini memiliki karakteristik antara lain membutuhkan kondisi anaerob, dan hanya dapat hidup pada kisaran pH yang sempit yaitu 6 – 7. 2.2. Bakteri Xylanolitik Hemiselulosa adalah heteropolisakarida dan beberapa jenis mikrobia mampu merombak menjadi gula dan asam asetat. Xylan merupakan karbohidrat utama penyusun hemiselulosa (Peres et. al., 2002). Hemisellulosa
merupakan
kelompok
polisakarida
heterogen
yang
dihubungkan dengan selulosa dan lignin pada dinding sel tanaman. Hemiselulosa didefinisikan sebagai sebuah polisadarida yang tidak larut dalam air tetapi dapat diekstraksikan dengan larutan alkali untuk menghasilkan gula dan asam gula. Hemisellulosa terdiri atas 2 tipe yang berbeda, yaitu: a) Polisakarida rantai pendek atas 2 tipe yang berbeda, yaitu bagian dari sellulosa dan berstruktur wol. b) Polisakarida amorph yang erat kaitannya dengan lignin dalam dinding sel. Hemisellulosa terdiri atas pentosan dan heksosan. Hemisellulosa yang paling umum adalah xylan, yang terdapat pada hampir semua jenis tanaman. Bentuk ikatan xylan terutama terdiri atas ikatan D-xylose yang berikatan dengan sebuah ikatan L-arabinosa atau dalam beberapa kasus dengan asam D-glucanconic. Xylan tidak larut dalam air, larut dalam larutan alkaline. Hasil penelitian tentang hemiselulosa menunjukkan bahwa enzym secara acak akan menyerang ikatan glikosidik. Enzym yang dapat mencerna hemiselulosa: α - D-glukosiduronidase yang memutus ikatan α - D-(1 – 2) glukoronixylan dan α – L – arabino furonasidase yang menghidrolisi ikatan cabang 1 - 3 pada arabinoxylan.
13
Gambar 2.3. Struktur Hemiselulosa (Perez et. al., 2002)
Perombakan hemiselulosa memerlukan berbagai macam enzim hidrolitik. Sebagai contoh dibutuhkan empat jenis enzim berbeda untuk merombak O-acetyl-4-Omethylglucuronxylan sebuah hemiselulosa yang paling umum. Empat enzim tersebut adalah endo-1,4-β-xylanase (endoxylanase), acetyl esterase, α-glukuronidase dan βxylosidase. Kelompok enzim xylanase adalah komponen utama enzim hemiselulase yang biasa diisolasi dari limbah tanaman. Enzim xylanase berperan penting dalam industri kertas untuk pencuci atau pemutih (Peres et. al., 2002). Industri roti juga menggunakan xylanase untuk memperbaiki tekstur, volume dan umur simpan roti (Howard et. al., 2003). Penggunaan enzim perombak serat pada industri pakan ternak memiliki potensi sangat besar. Pakan sapi yang mengandung campuran enzym xylanase dan selulase mampu meningkatkan bobot badan sekitar 30 – 40%, produksi susu meningkat sekitar 16% (Beauchemin, et. al., 1995, 2001 dalam Howard et. al., 2003). Beberapa jenis fungi dan bakteri rumen diketahui menghasilkan enzim xylanase. Xylanase fungi pada umumnya kurang stabil terhadap pengaruh temperatur dibandingkan xylanase bakteri (Peres et. al., 2002), . Beberapa enzim xylanase termofilik dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri actinomycetes dan thermonospora. Enzim xylanase actinobacteria bekerja aktif pada kisaran pH 6,0 – 7,0 sedangkan xylanase fungi bekerja optimal pada pH 4,5 – 5,5. β-xylosidase pada umumnya kurang populer dibandingkan endoxylanase namun memiliki ukuran lebih besar( antara 90 122 kDa), dihasilkan oleh beberapa jenis fungi seperti Trichoderma reesei dan Penicillium chrysoporium. β-xylosidase juga dihasilkan bakteri rumen Butyrivibrio fibrisolvens (Peres et. al., 2002). 14
2.3. Mikrobia Lignolitik Van Soest (1994) menyatakan bahwa lignin merupakan bahan proteksi sempurna. Lignin adalah faktor paling penting dalam membatasi ketersediaan pakan untuk hewan herbivora dan sistem digesti anaerobik. Struktur yang kuat dari lignin menyulitkan proses hidrolisis dalam keadaan biasa. Flagel and Meetivison (1988) menyatakan bahwa lignin adalah polimer dari phenil prophyl membentuk jaringan ikat kompleks bersifat water resistant, amourphous dan berikatan kuat dengan polisakarida, selulosa dan hemiselulosa dalam dinding sel tanaman.
Gambar 2.4. Struktur Kompleks Lignoselulosa (Perez et. al., 2002). Lignin membentuk struktur polimer tiga dimensi, terdiri atas unit-unit phenylpropane. Struktur pertama adalah coumeryl alcohol, kedua adalah conyferyl alcohol dan ketiga adalah sinaphyl alcohol. Ketiga struktur tersebut adalah prekursor pada proses biosintesis lignin.
CH2OH
CH2OH
CH2OH
HC
HC
HC
CH
CH
CH
15
Gambar 2.5. Struktur Bangun Lignin 1, 2 dan 3 (Stone , 1991). Lignin banyak terdapat pada batang berkayu dan rumput-rumputan. Struktur lignin menguatkan batang, sehingga suatu tanaman dapat berdiri. Kadar lignin tanaman akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Perombakan selulosa, hemiselulosa dan lignin telah menarik perhatian para ahli mikrobiologi dan bioteknologi selama bertahun-tahun. Pembedaan selulosa dengan lignoselulosa telah menimbulkan kesulitan tersendiri dalam kajian enzimatik. Fungi diketahui sebagai perombak terbaik terhadap ketiga fraksi serat tersebut. Fungi dan bakteri secara ekstraseluler merombak selulosa, hemiselulosa dan lignin, karena fraksi serat tidak larut air. Mikroorganisme memilki dua tipe sistem kerja enzim ekstraseluler: (1) Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan enzim-enzim hidrolase yang respon terhadap perombakan selulosa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem oksidatif dan lignolitik ekstraseluler unik dengan cara depolimerisasi lignin (Peres et al., 2002). Enzim utama yang dihasilkan oleh white rot fungi yang terlibat dalam perombakan lignin ada dua kelompok, yaitu peroksidase dan lacase (Peres et al., 2002). Enzim-enzim pereduksi seperti enzim pengoksidasi selubiosa, enzim pengoksidasi aryl alcohol, dan enzim dehidrogenae aryl alcohol, merupakan enzimenzim yang mempunyai peran besar dalam proses perombakan lignin. Menurut Jung et. al., (2002), ada tiga tipe enzim lignolitik yang dihasilkan fungi yaitu
lignin
peroksidase (LiP), manganase peroksidase (MnP) dan Laccase (L).
16
Dua kelompok enzim peroksidase adalah lignin peroxidase (LiPs) dan manganese peroxidase (MnPs), telah dikarakterisasi dengan baik. Laccase (benzenediol : oxygen oxidoreduktase) adalah enzim phenol oksidase biru tembaga (blue-copper phenoloxidase) yang mengkatalisis oksida satu elektron khususnya gugus phenolat dan senyawa anorganik yang berperan sebagai mediator (Peres et al., 2002; Saito et al., 2003; Ryan et al., 2003). Inti phenolat dioksidasi dengan mengambil satu electron, menghasilkan produk berupa radikal bebas phenoxy yang menghasilkan pemutusan rantai polimer (Peres et al., 2002). Penelitian mengenai perombakan lignin selama ini banyak dilakukan terhadap wood rot fungi, hanya beberapa penelitian yang melaporkan penggunaan bakteri sebagai perombak lignin (Odier et al, 1981). Hasil penelitian Ruttimann (1991) menunjukkan bahwa bakteri memiliki kemampuan enzimatik dalam penggunaan senyawa aromatik bercincin (aromatic ring) dan rantai samping yang ada pada lignin. Bakteri juga berperan dalam perombakan lebih lanjut terhadap senyawa intermediate hasil perombakan fungi (Ruttimann, 1991). Saat ini protein serupa laccase asal bakteri telah ditemukan. Enzim ini berpolimer dengan suatu molekul ringan, fraksi bahan organik larut air yang diisolasi dari kompos menjadi produk bermolekul berat, termasuk laccase dalam proses pembuatan humus selama masa pengomposan. Peran laccase dalam proses perombakan lignin saat ini sedang dikaji. Perombakan lignin dan enzim-enzim perombak lignin juga dihasilkan oleh aktinobakteria dari genus Streptomyces. Walaupun biodegradasi lignin umumnya terjadi secara aerob, namun beberapa peneliti telah melaporkan bahwa mikroba anaerob dalam rumen dipercaya dapat merombak lignin (Peres et al., 2002). Digesti anaerob untuk mengubah biomassa lignoselulosa menjadi gas methan telah diuji, namun masih dibutuhkan pengembangan lebih lanjut dalam teknologi ini, misalnya dengan peningkatan level enzim untuk merombak selulosa menjadi gula sederhana, pemilihan bakteri yang toleran terhadap perubahan pH agar diperoleh potensi ekonominya. Akin dan Benner (1988), mengatakan bahwa bakteri rumen memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan fungi rumen dalam merombak lignin menjadi gas. Derivat lignin dalam lingkungan anaerob merupakan prekursor pembentuk gas methan (Colberg, 2001). 17
2.4. Pengembangan Starter Fermentasi Tujuan
utama
dari
pengembangan
starter
fermentasi
adalah
menyediakan starter aktif yang dapat menyebabkan fase lag berjalan sesingkat mungkin. Fase lag yang panjang merupakan hal yang harus dihindari, karena selain membutuhkan waktu juga karena nutrisi dalam media harus diprioritaskan untuk pertumbuhan. Fase lag dipengaruhi oleh ukuran starter fermentasi dan kondisi fisiologisnya. Jumlah starter fermentasi yang bisa digunakan adalah 3-10% dari volume kultur. Starter fermentasi bakteri harus segera memasuki fase pertumbuhan logaritmik pada saat sel masih aktif secara metabolik. Umur starter fermentasi penting pada pertumbuhan bakteri yang membentuk spora, jika starter diinduksikan pada akhir fase logaritma dan penggunaan starter yang mengandung spora tinggi akan menyebabkan fase lag yang panjang (Stanbury and Whitaker, 1984, Whitaker et al., 1997). Pada proses produksi enzym bakteri, fase lag fermentasi dapat dibatasi dengan penggunaan media starter yang memiliki komposisi sama dengan media di fermentasi dan penggunaan kultur starter yang tumbuh secara aktif. Penggunaan starter dalam kondisi fisiologis aktif dibutuhkan dalam produksi cuka. Bakteri asam asetat yang digunakan pada proses pembuatan cuka, bersifat aerobik dan sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Untuk menghindari kerusakan, 40% dari sel pada akhir fermentasi digunakan sebagai starter pada fermentasi berikutnya. Keuntungan dari penggunaan starter aktif ini
lebih tinggi dibandingkan kerugian kemungkinan
terjadinya kontaminasi dan penurunan kemampuan bakteri. Keuntungan penggunaan starter fermentasi juga diperoleh pada proses pembuatan gas bio (Basuki, 1991; Soejono et. al., 1990).
2.5. Pembentukan Gas Methan
18
Pembentukan gas bio berlangsung melalui suatu proses fermentasi anerobik atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi dan senyawa organik digunakan sebagai donor dan akseptor elektron. Fermentasi anaerobik hanya dapat dilakukan oleh mikrobia yang dapat menggunakan molekul lain selain oksigen sebagai akseptor elektronnya (Wilkie, 2000). Fermentasi anaerobik menghasilkan gas bio yang terdiri dari metana sebanyak 50 – 70 persen, karbon dioksida 25 – 45 persen, sedikit hidrogen, nitrogen, dan hidrogen sulfida (Soejono et al., 1990). Keseluruhan reaksi pembentukan gas bio dinyatakan dalam reaksi berikut:
Mikroorgan isme Bahan Organik ⎯⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯⎯→ CH 4 + CO 2 + H 2 S + H 2 + N 2 anaerobik Proses fermentasi anaerobik dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah reduksi organik komplek menjadi senyawa sederhana oleh bakteri hidrolitik. Bakteri hidrolitik ini bekerja pada suhu antara 30 – 40oC untuk kelompok mesophilik dan 5060oC untuk kelompok thermofilik. Tahap pertama proses ini berlangsung dengan pH optimum antara 6 sampai 7. Pada tahap kedua, organisma pembentuk asam mengubah senyawa sederhana dari tahap pertama di atas menjadi asam organik mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain. Dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun, namun pada waktu yang bersamaan terbentuk pula buffer alkali (larutan penyangga alkali) yang dapat menetralisir pH. Untuk mencegah penurunan pH yang drastis maka perlu ditambahkan kapur sebagai buffer sebelum tahap pertama berlangsung. Tahap ketiga adalah konversi asam organik menjadi metan, CO2, dan gas lain dalam jumlah sedikit oleh bakteri metan. Bakteri metan yang aktif pada tahap ini antara lain: Methanobacterium omelianskii, M. sobngenii, M. suboxydans, M. propionicum, M. formicium, M. ruminantium, M. bakeril, M. vannielii, M. mazei
a) Tahap Pelarutan
Bahan organik + H2O 19
Bahan organik komplek yang terlarut
(b) Tahap Asidifikasi
(c) Tahap Metanogenik
Gambar 2.6. Proses Pembentukan Gas Methan (Basuki, 1990). Pada mulanya bahan organik yang terlarut, masih cukup mengandung oksigen, sehingga proses mikrobiologis yang terjadi adalah proses aerobik dengan pembentukan CO2. Segera setelah oksigen terkonsumsi habis, barulah proses anaerobik dimulai. Pada tahap ini yang sangat aktif adalah kelompok bakteri pembentuk asamasam organik dari senyawa karbohidrat, protein dan lemak. Bakteri tersebut tumbuh dan berkembang biak cepat. Asam organik yang penting untuk proses pembentukan gasbio adalah asam organik yang mudah menguap (volatile), terutama asam asetat, yang pada tahap metanogenik diubah menjadi gas methan oleh bakteri pembentuk gas methan. BAB III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan perlakuan berupa kombinasi isolat. Isolat bakteri fibrolitik yang diperoleh sejumlah n, maka didapatkan 2n kombinasi isolat dan dikerjakan secara duplo. Masing-masing kombinasi isolat dibandingkan kemampuanya secara deskriptif terhadap kecernaan serat kasar dan produksi gas methan. 3.1. Alur Pelaksanaan penelitian Tahun I dan tahun II
20
Tahun II
Isolat Bakteri Selulolitik Rumen
Isolasi dan identifikasi (Uji Gram, viabilitas dan motilitas)
Formulasi Isolat 1. Uji Kecernaan SK Jerami 2. Uji Aktivitas enzim 2. Uji kadar VFA
Fermentasi Limbah in vitro 1. Uji kecernaan SK feses 2. Uji produksi VFA dan Gas methan/Gas Test
Uji Komparasi dan produksi gas bio (skala pilot) dan kecernaan SK: 1. Tanpa Starter 2. Dengan Starter
OUTPUT
Isolat bakteri fibrolitik (selulolitik, xylanolitik dan lignolitik)
Isolat/Kombinasinya sebagai Starter Perombak Serat dan Produksi VFA
PATEN I
Tahun I
Cairan Kolon Domba
PROSES
Isolat/Kombinasinya untuk Produksi Gas Bio
Starter Fermentasi Produksi Gas Bio
PATEN II
INPUT
21
3.2. ALUR PENELITIAN TAHUN II Implementasi Starter Fermentasi Bakteri Fibrolitik pada Limbah Peternakan
Starter Fermentasi Produksi Gas Bio
Uji Produksi gas bio/methan, SK dan VFA
Ekskreta Sapi Perah (Kontrol)
− Rasio C/N 27,5 − Kadar BK 9% − PH 6,8
Ekskreta Sapi Perah + Starter
Media Pertumbuhan Cair (Scaling up) s/d 10% (starter)
Uji SK, VFA dan Gas Test (Methan) − Anaerob − Inkubasi 390 C 7hr Kultur Isolat/Interkoneksi Bakteri Unggul Perombak Serat Kasar dan Produksi Asetat
22
3.3. Analisis Laboratorium
Penentuan serat kasar secara in vitro dilakukan menggunakan metode Tilly and Terry, dilanjutkan analisis proksimat dengan metode Weende, (1984) dan test VFA dilakukan dengan Gas
Chromatography (GC). Uji aktivitas enzim
menggunakan metode Halliwell et. al., (1985). a. Penentuan Kadar Serat Kasar (Weende, 1984).
Serat kasar adalah semua bahan organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3N dan dalam NaOH 1,5N yang berturut-turut dipanaskan selama 0,5 jam. Pereaksi : H2SO4 0,3N = 8,4 ml/l, NaOH 1,5N = 64,51 g/l, Aceton 50% = 129,03 ml/l Cara kerja : -
Timbang (a gram) sampel, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml
-
Tambahkan 50ml H2SO4 0,4N dan tutup rapat, didihkan selama 30 menit
-
Tambahkan 25ml NaOH 1,5N dan didihkan lagi selama 30 menit
-
Saring melalui kertas saringbebas abu yang beratnya sudah diketahui setelah pemanasan 105-110oC selama 1 jam (b gram) -
Penyaringan dilakukan dengan corong Buchner yang divakumkan
-
Cuci berturut-turut dengan : 50ml air panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml air panas dan 50ml aceton
-
Kertas saring dan isinya dikeringkan selama 1 jam pada 105-110oC dan ditimbang (y gram) dalam cawan porselin yang beratnya telah diketahui -
Cawan porselin dengan isinya dipijarkan, setelah dingin ditimbang (z gram)
-
Perhitungan kadar serat kasar =
Y–Z a
x 100%
b. Uji aktivitas β-glukosidase (Halliwell et al, 1985). Satu set tabung reaksi masing-masing diisi sebagai berikut (ml):
Jenis
Sumber
Buffer Na-asetat, NPG (1mg/ml)
H2O
Total 23
larutan
enzim
pH 4,8
Volume
ES
0,1
1,0
0,5
0,4
2,0
E
0,1
1,0
-
0,9
2,0
BL
-
1,0
-
1,0
2,0
S
-
1,0
0,5
0,5
2,0
-
semua tabung diinkubasi 39oC selama 60 menit
-
tambahkan 4 ml glisin NaOH pH 10,6 dan divortek
-
ditera pada λ 425 dengan spektrofotometer
Reagen : -
NPG 1mg/ml (2-para-nitrophenil-β-D-glukopiranosida)
-
Glisisn NaOH, pH 10,6 = 1,875g glisin + 0,91g NaOH menjadi 500ml dengan aquades
-
Buffer Na asetat 0,1M pH 4,8.
Perhitungan : Y = ES+BL-E-S Nilai Y selanjutnya diplotkan ke persamaan :
Y = 0,00374X + 0,00161
dimana X dalam satuan mg/100ml
24
c. Gas Test (Gas Chromatography).
Campuran cairan limbah (ditambah starter) dan buffer dimasukkan ke dalam syringe dan diinkubasi pada suhu 39oC semalam menggunakan pipet semiotomatis sebanyak 30ml. Bila ada gelembung udara diusahakan agar naik kepermukaan dengan cara digoyang. Gas CO2 dialirkan beberapa saat (15 menit). Klip penutup dibaca dan syringe diinkubasi pada 39oC. Dibuat pula blanko untuk koreksi dengan cara sama hanya tanpa penambahan starter. Catat kenaikan volume gas setelah diinkubasi selama 1, 2, 4, 6, 8, 12, 24, 36, 48 dan 72 jam. Pada saat tertentu bila volume gas dalam syringe sudah maksimum gas dikeluarkan dengan cara membuka klip dan volume dikembalikan pada posisi semula. Komposisi gas diuji menggunakan GC (Gas Chromatography).
25
BAB IV. PEMBIAYAAN
JENIS PENGELUARAN
RINCIAN ANGGARAN YANG DIUSULKAN (Rp) TAHUN I
TAHUN II
1. Honorarium Peneliti
13.920.000
13.920.000
2. Komponen Peralatan
7.260.000
8.965.000
18.735.000
12.080.000
4. Biaya Perjalanan
5.500.000
5.500.000
5. Biaya Lain-lain
4.500.000
9.500.000
Total Anggaran
49.915.000
49.965.000
Total Keseluruhan Anggaran
49.915.000
99.880.000
3. Bahan habis pakai dan Analisis Laboratorium
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1992, Biological Feed Aditif, Kursus Singkat Penanganan Limbah Industri, PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta. Anonimous, 2005, Comparative Gut Microflora, Metabolic Challenges, and Potential Opportunities, J. Appl. Poultry. Research, 14:444-453 dalam http://www.redorbit.com/news/science/161113/comparative_gut_microflora_metabolic _challenges_and_potential_opportunities/ Akin, D.E. and R. Benner, 1988, Degradation of Polysaccharides and Lignin by Ruminal Bacteria and Fungi. Applied and Environmental Microbiology, P. 1117 – 3655. Bachrudin, Z., 1985, Development of Ruminal Microflora in Goat ( Capra hircus), Thesis Program Pasca Sarjana, Philipines University, Los Banos. Basuki, P. 1990, Penanganan Limbah Kotoran Ternak Melalui Digesti Anaerobik. Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis ke 21 Fakultas Peternakan UGM. Basuki, P. 1991. Aplikasi Biokonversi Limbah Organik untuk Produksi Gas Methan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. PAU-Bioteknologi UGM. Yogyakarta. Brock, T.D. and Michael T. Madigan. 1991. Biology of Microorganism. Sixt Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey. 07632 Cheng K.J., C.W. Forsberg, H. Minato, JW. Costerton. 1991. Physiological Aspects of Digestion and Metabolism in Ruminants: Proceeding of the Seventh International Symposium on Ruminant Physiology. Chen, J. and Paul J. Weimer, 2001. Competition Among These Predominant Ruminal Cellulolytic Bacteria in The Absence or Presence of Non-Cellulolytic Bacteria. Journal of Environmental Microbiology 147: 21-30. Church, D.C. 1988. Livestock Feeds and Feeding. Third Edition. Prentice Hall. International Edition. Colberg P.J., 2001, Microbial degradation of Lignin-derivat Compound Under Anaerobic Conditions, Stanford University Publ. USA. Dehority, 1998. Microbial Interaction in The Rumen. Rev. Fac. Agron. (LUZ) 1998, 15: 69-86. DeGregorio, R.M., R.E. Tucker, G.E. Mitchell and W.W. Gill, 1984, Acetat and Propionat Production in the Cecum and Proximal Colon of Lamb, J Anim Sci. ; 58(1): 203-7 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez? 27
Flagel and Meetivision, 1998, Livestock and Feeding. Fourth Editions, Durham and Doney, Oregon, USA Halliwel, G., M.N.B.A. Wahab and A. H. Patel, 1985, Chemical Composition of Endo1-β-glukanase to cellulolitic in Trichoderma Koningii. Journal Appl. Biochemistry, 7: 43-45. Halliwel, G. and J. Lovelady, 1981, Utilization of Carboxy Methyl Cellulose and Enzyme Synthesis by Trichoderma Koningii. Journal of General Microbiology 126: 211 - 217 Hendraningsih, L. 2003. Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Selulolitik dan Metode Pemberian Pakan Terhadap Penampilan Domba Ekor Gemuk. Laporan Penelitian Program Dosen Muda. Dirjen Dikti. Jakarta. Howard R. L., Abotsi E., Jansen van Rensburg E.L and Howard S., 2003. Lignocellulose Biotechnology : issues of bioconversion and enzyme production. African Journal of Biotechnology, vol. 2, No. 12, pp. 602 – 619. Jung, H., Feng Xu and K. Li, 2002, Purification and Characterization of Laccase from Wood-degrading Fungus Tricophyton rubum LKY-7, Enzime and Microbial Technology 30: 161 - 168 Jutono, 1980. Pedoman praktikum mikrobiologi untuk perguruan tinggi. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. Krause D O., Mc Sweeney CS and Robert Foster, 2001. Molecular ecological methods to study fibrolytic ruminal bacteria: Phylogeny, competition and persistence (SIRO tropical agriculture). Lynd L.R., Paul J. Weimer, Willem H. Van Zyl, and Isak S. pretorius. 2002. Microbial Cellulase Utilization. Microbiology and Molecular Biology Review. Vol. 66 no. 3. McAllister. 2000. Learning More About Rumen Bugs: Genetic and Environmental Factor Affecting Rumen Bugs. Souther Alberb Beef Review. Vol. 2, Issue 1. Maglione G., J.E. Wells and J.B. Russel. 1997. Kinetic of Cellulose Digestion by Firbobacter Succinogenes. 585. Dairy Forage Research Center Research Summaries. Miron, J., D. Ben-Ghedalia and M. Morisson, 2001. Invited Review: Adhesion Mechanism of Rumen Cellulolytic Bacteria. Journal of Doing Science, Vol. 84, Issue 6.
28
Moat A.G. and J.W. Foster, 1988. Microbial Physiology. 2nd Edition. A Willey – Inter Science Publ. New York. Odier, E., G. Janin and B. Monties, 1981, Poplar Lignin Decomposition by GramNegative Aerobic Bacteria, Applied and Environmental Microbiology, p. 337-341. Owen, FN, and A.L. Goetsch, 1988. Ruminal Fermentation. In Church C.D; The Ruminant Animal. Digestive Physiology and Nutrition. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. Peres, J., J. Munoz-Dorado, T de la Rubia dan J. Martinez, 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin: an overview. Int. Microbiol. 5 : 53-56. Preston, TR and R.A. Leng, 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in The Tropics and Sub-Tropics. Pemenbul Books. Armidale. Ryan, S., W. Schnitzhofer, T. Tzanov, A. Cavaco-Paulo, G.M. Gubitz, 2003, An Acidstable Laccase from Sclerotium rolfsii with Potential for Wool Dye Decolorization, Enzime and Microbial Technology 33: 766 - 744 Ruttimann, C., R. Vicuna, M.D. Mozuch and T.K., Kirk, 1991, Limited Bacteria Mineralization of Fungal Degradation Intermediate from Synthhetic Lignin. Applied and Environmental Microbiology, P. 3652 – 3655. Saito, T., P. Hong, K. Kato, M. Okazaki, H. Inagaki, S. Maeda, Y. Yokogawa, 2003, Purification and Characterization of an Extracellular Laccase of a Fungus (family Chaetomiaceae) Isolated from Soil, Enzime and Microbial Technology 30: 520-526 Shi, Y. and P.J. Weimer, 1995. Predicted Outcome of Competition Among Ruminal Cellulolytic Bacteria for Soluble Product of Cellulose Digestion. U.S Dairy Forage Research Center Research Summaries. Shi Y. Ddt Christine L and Paul Weimer, 1996. Competition Among Three Predominant Cellulolytic Bacteria For Cellobiose Under Substrate – Unlimited and Substrate Limited Condition. Sniffen C.J. Robinson PH. 1987. Microbial Growrh and Flowas Influencea By Dietary Manipulation. J. Dairy Science Vol. 70. Stanbury, P.F. and Whitaker, 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press, Oxford. Stanbury, P.F., A. Whitaker and S. J. Hall, 1995. Principles of Fermentation Technology. Butterworth-Heinemann, Oxford. 29
Stewart C. S. 1999. Microbial Interaction in The Rumenand Their Potential Impact on The Survival of Eschericia Coli O 175. Proceeding of The 8th International Symposium on Microbial Ecology. Stone, 1991. Formation of Lignin in Wheat Plants. J. Chain. 29., p. 734 – 745. Soejono, M., 1990, Simbiosis Ruminansia, PAU Bioteknologi-UGM, Yogyakarta. Soejono, M., E. Sutariningsih, P. Basuki, R. Utomo dan Harsoyo, 1990, Pengaruh Amoniasi Ures Jerami Padi terhadap Kotoran Sapi untuk Produksi gas Methan. PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta. Soejono, M. 1998. Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan Manfaat Lain. Bioconversion Project Workshop. Grati, Pasuruan. Sutariningsih, E, 1990, Penanganan Limbah cair pada Digesti Anaerobik dengan UASB. Kursus Singkat Penangan Limbah Secara Hayati. PAUBioteknologi UGM, Yogyakarta. Varga, G. A. and Erie S. Kolver. 1997. Microbial and Animal Limitation to Fiber Digestion and Utilization. The Journal of Nutrition Vol 127 No. 5. Van Devoorde, L. and W. Verstraete, 1987. Anaerobic Solid State Fermentation of Cellulosic Substrates with Possible Application to Cellulase Production, Applied Microbiology Biotechnology, 26 : 478 - 484 Van Soest, 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant: O&B Book Inc. Oregon. USA. Weimer P.J., 1996. Ruminal Cellulolytic Bacteria: Physiology, Ecology and Beyond. U.S. Dairy Forage Research Center. Informational Conference with Dairy and Forage Industries. Weimer P.J. G.C. Waghorn, DR. Merten S., 1999. Effect of Diet on Population of Three Species of Ruminal Cellulolytic Bacteria in Lactating Dairy Cows. Journal of Dairy Science. Vol. 82 Varrel, V.H. and Burk A. Dehority. 1989. Ruminal Cellulolytic Bacteria and Protozoa From Bison, Cattle – Bisson Hybrids, and Cattle Feed Three Alfalfa – Coin Diets. Applied and Environmental Microbiology. Vol. 55 No. 1 Wahyudi, A. 1998. Isolasi Mikroba Selulolitik Rumen Dengan Inducer Substrat Alami. Laporan Penelitian PBI. Lembaga Penelitian UMM. Malang. Wahyudi, A. 1998. Uji Aktivitas Enzim Kultur Mikroba Selulolitik Rumen untuk Menentukan Potensi Starter Fermentasi Pakan. Laporan Penelitian PBI. Lembaga Penelitian UMM. Malang.
30
Wahyudi, A. 1999. Optimasi Media Kultur Fermentasi Mikroba Selulolitik Rumen Terhadap Nilai Protein Kasar. Laporan Penlitian PBI. Lembaga Penelitian UMM. Malang. Wahyudi, A. dan L. Hendraningsih. 2004. Peningkatan Kemampuan Bakteri Selulolitik Rumen Sebagai Probiotik Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Program UBER-HAKI. Dirjen DIKTI. Jakarta. Wahyudi, A. dan Z. Bachrudin, 2005. Aktivitas Enzim Selulase Ektraseluler Bakteri Rumen Kerbau, Sapi, Kambing dan Domba pada Beberapa Media Kultur Frmentasi : Upaya mendapatkan Starter Probiotik Ternak Ruminansia. Prosiding seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Kerjasama Fak. Peternakan UGM dngan Puslitbang Peternakan DEPTAN, 2005. Wells J. E and JB. Russel. 1996. The Lysis of Fibrobacter Succinogenes. V. S. Dainy Forage Research Center. Research Summaries. Wilkie, A. C., 2000, Anaerob Digestion: Holistic bioprocessing of animal manures, in Proceeding of the Animal Residuals Management Coference., p. 1 – 12. Water Environment Federation, Virginia.
31
LAMPIRAN 1. Pertimbangan Alokasi Biaya Tahun II 1. Honorarium Peneliti Nama
Peran
Jam/ mg
Mg/ bln
Bln Ker ja
Tarip /jam
Jumlah (Rp)
1.
Ir. Ahmad Wahyudi, MKes
Ketua
18
4
10
6000
4.320.000
2.
Ir. A. Malik, MP
Anggota
10
4
10
6000
2.400.000
3.
Drs Joko. Trisilo
Laboran
20
4
10
3000
2.400.000
No
4.
Sitasari Nurhayati, S.Pt
Teknisi
20
4
10
3000
2.400.000
5.
M. Gozin, SPt
Bag. Lapangan
20
4
10
3000
2.400.000
Total
13.920.000
2. Komponen Peralatan No
Nama Alat
Spesifikasi
Kegunaan fermenter
Satuan x jumlah 10 x 300.000
Jumlah (Rp) 3.000.000
1.
Polyethylen 2000 lt
0,5 ml
2.
Polyethylen 1000 lt
0,5 ml
Gas holder
10 x 250.000
2.500.000
3.
Polyethylen 1000 lt
0,5 ml
Gas holder
10 x 200.000
2.000.000
4.
Erlenmeyer 1 lt
Pyrex
Kultur
10 x 57.500
920.000
5.
Paralon ¼ dm
PVC
Saluran
10 x 17.500
175.000
6.
Venoject
steril
Sampling gas
40x 5.500
220.000
7.
Termos dingin
cosmos
Container
1 x 150.000
150.000
Total
8.965.000
3. Bahan Habis Pakai No
Jenis bahan
Kebutuhan
Satuan x jumlah
1.
Agar
1000g
1 x 725.000
725.000
2.
Mineral 1
5lt
5 x 60.000
300.000
3.
Mineral 2
5lt
5 x 60.000
300.000
4.
HCl
50ml
1 x 435.000
435.000
5.
Alumunium foil
10 rol
10 x 55.000
550.000
6.
Kertas payung
200lbr
200 x 1.400
280.000
7.
Karet gelang
2kg
2 x 20.000
40.000
8.
Masker
1 pak
1 x 525.000
525.000
9.
Sarung tangan
1 pak
1 x 575.000
575.000
10.
Spiritus
10lt
10 x 36.000
360.000
11.
Alkohol
10lt
12.
Analisis Gas Bio/Methan ke UGM
10 x 31.000 64 x 3 x 40.000 Total
Jumlah (Rp)
310.000 7.680.000 12.080.000
32
4. Biaya Perjalanan No
Jenis Pengeluaran
Satuan
Harga/Satuan
Jumlah (Rp)
1.
Malang – Jakarta PP
2
2 x 1.000.000
2.000.000
2.
Malang – Jogja
2
2 x 500.000
1.000.000
3.
Lokal 5 org x 5 bln
25
25 x 100.000
2.500.000
Total
5.500.000
5. Biaya lain-lain No
Jenis Pengeluaran
Satuan
Harga/Satuan
1.
Administarsi Laboratorium
1 tahun
1 x 1.000.000
1.000.000
2.
Pemeliharaan kultur isolat
10 bln
10 x 100.000
1.000.000
3.
Pemotretan bakteri
2 roll
2 x 150.000
300.000
4.
Penelusuran pustaka
5x
5 x 100.000
500.000
5.
Pembuatan Laporan
7 eks
7 x 100.000
700.000
6.
Seminar dan Publ. ilmiah
1x
1 x 1.000.000
1.000.000
7.
Pengajuan Paten
Biasa
1 x 5.000.000
5.000.000
Total
Jumlah (Rp)
9.500.000
33
LAMPIRAN 2. Dukungan pada Pelaksanaan Penelitian Pemerintah Pusat dan Kabupaten di Seluruh Indonesia termasuk Kabupaten Malang saat ini sedang mencanangkan program “memasyarakatkan biogas untuk mengatasi masalah limbah dan produksi bahan bakar alternatif pengganti bbm” (Jawa Pos, 7 Maret 2006), oleh karena itu starter fermentasi gas bio dimasa yang akan datang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menjamin keberhasilan proses fermentasi produksi gas bio dan pengolahan limbah organik. Starter fermentasi tersebut sampai saat ini belum ditemukan di masyarakat, sehingga memiliki potensi untuk dipatenkan.
34
LAMPIRAN 3. Sarana Peralatan Utama di Laboratorium Bioteknologi UMM NO. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
NAMA ALAT
HPLC Spektrofotometer UV Fermenter Water bath Laminar air flow Ruang isolasi Mikro Camera fotoshof Heath stirrer Unit pemurni Gas CO2 Analitical balance Autoclaf Lampu spiritus Incubator t = 39oC Refrigerator Venoject 10 ml Spuit 1 lm, 3 ml, dan 5 ml Mikropipet 50 f, 200 f, 1000 f dan 5000 f Tip micropipette Vortek Centrifuse besar Centrifuge mikrofuge Glassware drying oven LEEG model 31 Anaerobic Jar Anaerobic Generating Kit Alat-alat gelas
FUNGSI Mengukur kadar bahan Mengukur absorban Kultur Fermentasi Inkubasi sesuai dengan suhu yang dikehendaki Inokulasi Proses isolasi bakteri Memotret preparat bakteri Homogenisasi larutan Kultur Anaerobik Menimbang bahan kimia Sterilisasi alat dan bahan Pemanas Inkubasi media Penyimpanan media persiapan Alat pengambil sampel Alat pengambil sampel Alat pengambil reagent
Mengambil sample Alat homogenisasi larutan Memisahkan supernatan Memisahkan supernatan Mengurangi kadar air Kultur anaerob Kultur anaerob Media pertumbuhan, tempat reagent
35
LAMPIRAN 4. Biodata Ketua Peneliti 1
Nama Lengkap dan Gelar Ir. Ahmad Wahyudi, M.Kes NIP : 131 919 547
Tempat/Tanggal Lahir Magetan, 9 November 1965
2.
Pendidikan (dari Sarjana Muda /yang Sederajat) dan Pelatihan a. Pendidikan No
Nama Institusi/Kota
Bidang Keahlian
Gelar/Tahun
1.
Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta Pasca Sarjana UGM Yogyakarta
Biokimia (Nutrisi dan Makanan Ternak) Biokimia (Ilmu Kedokteran Dasar)
Insinyur/ 1989
2.
Magister/ 1996
b. Pelatihan Nama Pelatihan
Tahun dan Lama Pelatihan
Penanganan Limbah Industri
1992 /6 bulan
PAU Bioteknologi UGM Yogyakarta
Proyek Bank Dunia XVII
2.
Magang Bidang Teknologi Fermentasi
1992 /6 bulan
PAU Bioteknologi UGM Yogyakarta
Proyek Bank Dunia XVII
3.
Uji Mikrobiologi Pangan Mutakhir
1993 /1 bulan
PAU – Gizi UGM Yogyakarta
Proyek Bank Dunia XVII
4.
Meat Science & Technology 1996 /2 mg
Hohenheim University dan UNIBRAW Malang
UNIBRAW dan DAAD Jerman
Murdoch University, Australia
UMM
2000/10 hari
Curtin Institute of Technology, Australia
UMM
2000/3 hari 2000 /2 hari
University of West Australia
UMM
ITB, Bandung
UMM
UNAIR, Surabaya
UMM
No. 1.
5.
6.
University Management
Technology Institute Management
Tempat Pelatihan
Keterangan Lain /Sponsor
7.
University Management
8.
Rapid Identification System for Mikroorganism
2003 /4 hari
9.
Kiat Sukses Mengelola Jurnal Ilmiah Menuju Terakreditasi dan Kemandirian
2004 /1 hari
10.
Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah
2004 /4 hari
Universitas Negeri Malang
UMM
11.
Pelatihan Sistem Manajemen Mutu ISO: 9001 : 2000
Universitas Muhammadiyah Malang
UMM
2004 /3 hari
36
3. RIWAYAT PEKERJAAN a. Riwayat Kepangkatan Golongan Ruang Penggajian No.
Pangkat dan Jabatan
Gol. Ruang Penggajian
Berlaku Terhitung Mulai Tgl.
1.
Asist. Ahli Madya
III A
01 April 1992
2.
Asist. Ahli
III B
01 September 1994
3.
Lektor Muda
III C
01 April 1997
4.
Lektor Madya
III D
01 September 1999
5.
Lektor
III D
01 Januari 2001
6.
Lektor Kepala
IVA
01 Juli 2005
Keterangan
b. Pengalaman Kerja dalam Bidang Profesi serta Kedudukan Saat ini No.
Jabatan Struktural
Periode
Institusi
Keterangan
1.
Sekretaris I
1991 – 1992
Pusat Bioteknologi UMM
2.
Sekretaris
1996 – 1998
Pusat Bioteknologi Pertanian UMM
3.
Dekan
1998 – 2001
Fakultas Peternakan UMM
4.
Pembantu Dekan II
2001 – 2005
Fakultas Peternakan Perikanan UMM
5.
Sekretaris
2005 - 2006
Pusbang Bioteknologi UMM
–
4. PENELITIAN No
Judul
Tahun, Sponsor
1.
Evaluasi kandungan bakteri susu dan koliform air sumur pada beberapa peternak sapi perah pemakai instalasi digester di DIY
1992, Proyek Bank Dunia XVII, PAU Bioteknologi UGM
2.
Isolasi mikroba selulolitik beberapa ternak ruminansia (kerbau, sapi, kambing dan domba)
1992, Proyek Bank Dunia XVII, PAU Bioteknologi UGM
3.
Increasing the tolerance of S. erythrea CCRC 11513 to palm oil as prae-precursor erythromycin by induction.
1996, Tesis S2
4.
Isolasi mikroba selulolitik asal rumen (dengan selulosa alami) untuk mendapatkan starter pada proses pengolahan limbah organik
1998, Lemlit UMM
5.
Uji aktivitas enzimatik biakan mikroba selulolitik rumen untuk menentukan potensi starter fermentasi pakan
1998, Lemlit UMM
6.
Optimasi media kultur fermentasi mikroba selulolitik asal rumen terhadap nilai protein kasar
1999, Lemlit UMM
7.
Evaluasi konsumsi bahan kering dan kecernaan energi pada domba ekor gemuk yang diberi probiotik selulolitik
2003, Lemlit UMM
8.
Pengaruh Pemberian Probiotik bakteri Selulolitik dan
2004, DIKTI
37
Metode Pemberian Pakan Terhadap Penampilan Domba Ekor Gemuk (DEG) 9.
Pengaruh Pemberian probiotik selulolitik terhadap konsumsi, kecernaan bahan kering, kecernaan energi (TDN) berbagai hijauan pada sapi limousine cross.
2004, Disnak Propinsi Jatim-FPP UMM
10.
Evaluasi daya hidup bakteri pada probiotik selulolitik (yogurt sapi) dengan bekatul sebagai bahan pembawa
2004, Lemlit UMM
11.
Peningkatan Kemampuan Bakteri Selulolitik Cairan Rumen Untuk Probiotik Ternak Ruminansia
2004I, Uber HKI-Dirjen DIKTI
12.
Pengaruh Penambahan Isolat Bakteri Selulolitik Rumen Pada Fermentasi Feses Sapi Perah Terhadap Kadar N, P, dan K
2005, Lemlit UMM
13.
Evaluasi Pemberian UMMPB terhadap Peningkatan Kualitas Susu Pengkajian Kualitas Probiotik terhadap Produktivitas Daging dan Susu di Jawa Timur
2006, Lemlit UMM
Pengembangan Starter Fermentasi Produksi Gas Bio dengan Reformulasi Isolat
2007, PHB, Dirjen DIKTI
14. 15.
2006, UMM-DISNAK Jawa Timur
5. PUBLIKASI HASIL PENELITIAN No.
Judul
Tahun
1.
Evaluasi kandungan bakteri susu dan koliform air sumur pada beberapa peternak sapi perah pemakai instalasi digester di DIY
1992, Buletin Fak. Peternakan UGM edisi Khusus
2.
Optimasi medium dengan penambahan tapioka pada biakan Saccharopolyspora erythrea NRRL 2338 untuk Meningkatkan Produksi Eritromisin
1995, Prosiding Seminar Nasional IBBMI Denpasar Bali
3.
Pengaruh perbedaan konsentrasi starter Lactobacillus bulgaricus terhadap pH, kadar asam laktat dan kadar laktosa pada yoghurt
1995, Jurnal Ilmu Peternakan Ex-Farm UMM
4.
Fermentasi produksi eritromisin oleh Saccharopolyspora erythrea NRRL 2338 dengan pra-prekursor minyak sawit dalam medium gojok dan fermentor
1996, Prosiding Konggres Ilmiah ISFI Semarang
5.
Peningkatan toleransi Saccharopolyspora erythrea CCRC 11513 terhadap minyak sawit sebagai pra-prekursor eritromisin dengan cara induksi
1996, Berkala Ilmiah Pasca Sarjana UGM
6.
Resistensi mikroba terhadap antibiotic dalam pemeliharaan ayam potong
7.
Increasing the tolerance of Saccharopolyspora erythrea CCRC 11513 to palm oil as pra-precursor erythromycin by induction
8.
Yoghurt dan Penurunan Kadar Kolesterol Darah : konsep menuju hidup sehat.
1998, Jurnal Ilmu Peternakan Ex-Farm UMM ed. Juli
9.
Kultur in vitro mikroba selulolitik asal rumen untuk mendapatkan starter pada proses dekomposisi bahan organik berserat
1998, Jurnal Ilmu Peternakan Ex-Farm UMM ed. Desember
10.
Evaluasi konsumsi bahan kering dan kecernaan energi pada domba ekor gemuk yang diberi probiotik selulolitik
2004, Jural Ilmu Peternakan, PROTEIN, ed. Januari
11.
Isolasi mikroba selulolitik cairan rumen beberapa ternak ruminansia (kerbau, sapi, kambing, dan domba) untuk starter probiotik pakan sapi
2004, Jurnal Ilmu Peternakan, ed. Juli PROTEIN, ed. Juli
12.
Titer Enzim dan Kecernaan Fibrolitik (in vitro) Cairan Rumen Dengan
2005, Jurnal Ilmu Peternakan
1997, Poultry Indonesia Edisi September 1997, Proceeding The International Biotechnology Conference, Jakarta
38
Introduksi Bakteri Selulolitik.
PROTEIN, Ed. Januari
13.
Ketersediaan N, P, K pada Manure Sapi Perah dengan Introduksi Bakteri Selulolitik.
2005, Proseding Seminar Nasional ”Prospek Pengembangan Peternakan tanpa Limbah” Program Studi Peternakan UNS
14.
Aktivitas Enzim Selulase Ekstraseluler Bakteri Rumen Kerbau, Sapi, Kambing dan Domba pada Beberapa Kultur Fermentasi : Upaya mendapatkan Starter Probiotik bagi ternak ruminansia
2005, Proseding Seminar Nasional ”Pengembangan Usaha Peternakan berdaya Saing di Lahan Kering” Fak.Peternakan UGMPuslitbang Petrnakan DEPTAN.
15.
Kecernaan Fraksi Serat Kasar Pakan Dengan Penambahan Probiotik Bakteri Selulolitik Pada Metode Pemberian Pakan Berbeda.
2005, Proseding Seminar Nasional ”Pengembangan Usaha Peternakan berdaya Saing di Lahan Kering” Fak.Peternakan UGMPuslitbang Petrnakan DEPTAN.
16.
Evaluasi Penggunaan Urea Molases Mineral Probiotik Blok (UMMPB) pada Sapi Perah Laktasi Terhadap Produksi dan Kualitas Susu
2007, Proseding Seminar Nasional Rekonstruksi Bidang Peternakan dalam Swasembada Pangan, Fak. Peternakan UMM
17.
Evaluasi Daya Hidup Bakteri Selulolitik dalam Urea Molases Mineral Probiotik Blok (UMMPB)
2007, Proseding Seminar Nasional Kearifan Lokal dalam Penyediaan serta Pengembangan Pakan dan Ternak di Era Globalisasi, AINI-Fak Peternakan UGM
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Malang, 9 Nopember 2007
Ir. Ahmad Wahyudi, M.Kes
39
LAMPIRAN 4. Biodata Anggota Peneliti 1.
2.
Nama Lengkap dan Gelar
Tempat/Tanggal Lahir
Ir. Abdul Malik, MP NIP : 131 879 367
Jombang, 4 Juni 1964
Pendidikan (dari Sarjana Muda /yang Sederajat) dan Pelatihan No
Nama Institusi/Kota
Bidang Keahlian
Gelar /Tahun
1.
Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta Pasca Sarjana UGM Yogyakarta
Ilmu Ternak
Insinyur/ 1989
Nutrisi Ternak
Magister/ 1994
2.
3. Pengalaman Kerja dalam Bidang Profesi serta Kedudukan Saat ini No.
Institusi
1.
Kopertis Wilayah VII dpk. UM Malang
Jabatan
Periode Kerja
Staf Pengajar
1990 – sekarang
2.
Experimental Farm
Kepala
1994 - 1996
2.
Fakultas Peternakan UMM
Pembantu Dekan III
1996 – 1998
3.
Fakultas Peternakan – Perikanan UMM
Dekan
2001 – 2005
5.
Unit Produksi Pakan
Kepala
1999 - Sekarang
4. PUBLIKASI HASIL PENELITIAN No.
Judul
Tahun
1.
Pengaruh Penambahan Bungkil Biji Kapok Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Ransum Sapi PO masa Pertumbuhan
Ex-Farm Jurnal No. 6 Tahun V Desember 1998 Pusbit Fak. Peternakan UMM
2.
Pengaruh Penambahan Bakteri Asalan Laktat sebagai Probiotik Terhadap Kecernaan Serat dan Produksi Asam Lemak Terbang Secara In-Vitro
Ex-Farm Jurnal no. 8 Tahun VI Juli – Desember 1999
3.
Penggunaan Kultur Rhizophus oligosporus terhadap tampilan domba ekor gemuk
Ex-Farm Jurnal no. 9 Tahun VII Januari – Juni 2000
4.
The effect fermentation with cellulolytic bacteria isolate on feed quality of rice straw basal feed
5.
Pengaruh Jenis media dan lama fermentasi terhadap nilai gizi bekatul
Jurnal PROTEIN Nomor 19 th 2003 edisi Januari
6.
Evaluasi konsumsi bahn kering dan kecernaan energi
Jurnal PROTEIN Nomor 21
Agritek, Januari 2002, Vol. 10
40
domba ekor gemuk dengan penembahanprobiotik 7.
Uji titer enzim dan kecernaan fibrolitik cairan rumen dengan introduksi bakteri selulolitik
th 2004 edisi Januari Jurnal PROTEIN Nomor 1 th 2005 edisi Januari
Malang, 29 Oktober 2007
Ir. Abdul Malik, MS
41