UPAYA GURU DALAM MELESTARIKAN BAHASA GORONTALO DI SDN 1 BONGOMEME KECAMATAN DUNGALIYO KABUPATEN GORONTALO OLEH : Desi Pratiwi Hiola, Dajani Suleman, Rusmin Husain JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO EMAIL :
[email protected] ABSTRAK Desi Pratiwi Hiola. 2014. Upaya Guru Dalam Melestarikan Bahasa Gorontalo Di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo. Skripsi, Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dra.Dajani suleman, M.Hum dan pembimbing II Dr. Hj. Rusmin Husain, S.Pd, M.Pd. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Upaya Guru Dalam Melestarikan Bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “upaya guru dalam melestarikan Bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo belum tercapai. Fenomena ini dapat dilihat dari adanya faktor keluarga yang mengakibatkan siswa tidak mau menggunakan bahasa Gorontalo. Kemudian yang menjadi salah satu kendala yang sangat fatal oleh guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo adalah kurangnya media yang disediakan oleh sekolah seperti buku-buku bacaan mengenai budaya-budaya Gorontalo. Kesimpulan dalam penelitian ini adanya indikasi bahwa upaya yang dilakukan guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo khususnya di sekolah SDN 1 Bongomeme sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi karena adanya faktor kurangnya fasilitas media dan perbedaan daerah antara siswa dengan siswa, maka upaya pelestarian bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme belum berhasil. Kata kunci 1
: Melestarikan Bahasa Gorontalo1
DesiPratiwiHiola. JurusanPendidikan Guru SekolahDasar.FakultasIlmuPendidikan, UniversitasNegeriGorontalo. Dra. DajaniSuleman, M.Humdan Dr. Hj. Rusmin Husain, S.Pd, M.Pd
Bahasa indonesia merupakan pelajaran yang sangat penting bagi para siswa, karena kita ketahui bersama bahwa bahasa indonesia adalah bahasa resmi negara kita, jadi secara tidak langsung bahwa pelajaran bahasa indonesia merupakan suatu titik tumpu untuk menghubungkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal ini bahasa indonesia yang baik dan benar belum keseluruhan dari sekolah-sekolah,terutama sekolah dasar yang mengetahui dan bisa berbahasa indonesia yang baik Bahasa indonesia fungsinya yaitu alat komunikasi yang digunakan oleh masyrakat satu dengan masyrakat lainnya.Masyarakat sebagai pengguna bahasa selain menguasai bahasa indonesia juga sebaiknya menguasai bahasa daerah (bahasa Gorontalo) yang baik,kita sebagai warga masyarakat indonesia banyak memiliki beragam budaya dan bermacam-macam suku dan bahasa. Selain itu harus tahu dan lebih fasih menggunakan bahasa daerah kita antara lain bahasa daerah Gorontalo. Dewasa ini,banyak elemen di Gorontalo yang merasa prihatin terhadap “keberadaan” bahasa Gorontalo dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang sudah mulai diambang kepunahan. Padahal di daerah-daerah lain,misalnya di Jawa dan Sunda yang justru berada di kawasan ibukota dan jauh lebih maju serta modern dibandingkan dengan Gorontalo menggunakkan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari dan mereka merasa bangga. Berbeda dengan masyarakat Gorontalo,entah mengapa orang Gorontalo justru mempersepsikan bahasa leluhurnya itu sebagai bahasa “kampungan”,seakan bahasa Gorontalo di tempatkan sebagai bahasa yang menjadi simbol “keterbelakangan”. Apalagi bagi mereka yang sudah tinggal dikota-kota yang sudah maju,banyak anak muda yang justru “merasa bangga” ketika tidak mengerti lagi bahasa Gorontalo. Sebenarnya generasi muda Gorontalo saat ini yang tidak lagi mengerti dan tidak fasih berbahasa Gorontalo,dapat dikategorikan sebagai generasi “korban salah kaprah” terhadap cara pandang “modernisasi” oleh para orang tuanya sebagai „kesalahan kolektif. Mereka lebih cenderung menggunakkan logat
manado dalam kehidupan sehari-hari daripada berkomunikasi menggunakkan bahasa Gorontalo kepada anak-anaknya. Melihat hal-hal yang demikian seharusnya kita sebagai masyarakat asli Gorontalo harus merasa prihatin,khususnya untuk pemerintah dan tokoh pendidik agar memasukan bahasa daerah kita ini sebagai salah satu mata pelajaran bahasa Gorontalo kedalam kurikulum dan menjadi bahan pembelajaran di sekolah. Pada Dewasa ini pemerintah kota telah berupaya untuk menjadikan bahasa gorontalo diklasifikasi ke mata pelajaran mulok. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Upaya Guru Dalam Melestarikan Bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo, Kabupaten Gorontalo”. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian adalah tempat penelitian akan dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di SDN 01 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo. Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data yaitu data primer dan data sekunder.Data primer dalam penelitian ini merupakan data utama yang diambil langsung dari lokasi penelitian.Data tersebut berupa hasil wawancara dengan guru wali kelas SDN 1 Bongomeme,Kecamatan Dungaliyo mengenai Upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo.Sedangkan yang menjadi data sekunder yaitu buku-buku literatur yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan yang diteliti serta data-data yang diperoleh pada tempat penelitian seperti dokumen-dokumen sekolah, seperti profil sekolah, keadaan sekolah, kurikulum serta arsip adminitrasi lainnya yang relevan dan sesuai dengan topik kajian penelitian ini. Data ini akan digunakan untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN SDN I Bongomeme merupakan salah satu sekolah yang berada di wilayah Kec.Dungaliyo tepatnya di Jalan. Raya Bongomeme Desa Kaliyoso Dungaliyo, Kab. Gorontalo.
Kec.
Secara keseluruhan yang diamati oleh peneliti adalah upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo baik secara intern maupun ekstern. Dari faktor intern waktu yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Gorontalo yang dimasukan dalam mata pelajaran mulok hanya diadakan satu kali pertemuan dalam seminggu pada setiap kelas, pembelajaran bahasa yang digunakan guru lebih banyak menggunakan bahasa indonesia, disamping itu siswa pada saat berkomunikasi baik sesamanya maupun dengan guru lebih banyak menggunakan bahasa indonesia, karena diketahui bahwa sebagian siswa dari SDN I Bongomeme ini bukan warga Gorontalo asli, melainkan warga asal Jaton. Jadi untuk guru lebih sulit mengenalkan bahasa Gorontalo kepada mereka. Tapi khususnya sekolah ini mempunyai satu inisiatif untuk melestarikan bahasa Gorontalo dengan cara di haruskan setiap hari Rabu semua siswa dan Guru dalam bercakap-cakap harus menggunakan bahasa Gorontalo. Dilihat dari faktor ekstern dalam penggunaan bahasa Gorontalo pada siswa SDN I Bongomeme antara lain diluar jam pelajaran komunikasi yang dilakukan oleh siswa dengan siswa hanya sedikit yang menggunakan bahasa Gorontalo, bahkan hampir tidak sama sekali menggunakan bahasa Gorontalo, tapi kalau dilihat dari perckapan antara guru dan siswa di luar jam pelajaran guru lebih banyak berbicara dengan siswa menggunakan bahasa Gorontalo, walaupun sebagian siswanya belum menguasai bahasa Gorontalo. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan semua guru kelas,
bahwa
sebagian
besar
siswa
SDN
I
BongomemebelumbisamenggunakanbahasaGorontalo. Sebelum
melakukan
pengamatan
proses
pembelajaran
peneliti
mewawancarai setiap guru kelas yang ada di SDN I Bongomeme, ini bertujuan untuk melihat sampai dimana bentuk upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo di SDN I Bongomeme. Dalam wawancara ini peneliti memberikan dua puluh (20) pertanyaan pada setiap guru kelas I sampai dengan kelas VI, dan dari setiap pertanyaan yang diberikan, guru memberikan jawaban yang berbeda-beda mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh mereka dalam melestarikan bahasa Gorontalo. Untuk
diperjelas hasil wawancara yang diperoleh oleh peneliti, maka akan dijelaskan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru kelas 1 sampai dengan kelas 6 SDN I Bongomeme dalam bentuk upaya untuk melestarikan bahasa Gorontalo, yakni dimulai dari upaya yang dilakukan oleh guru kelas 1 dalam melestarikan bahasa Gorontalo terhadap siswa, yakni dengan cara guru meminta siswa untuk berhitung mulai dari angka 1 sampai dengan 10, kemudian bersama-sama guru dan siswa menyebutkan angka-angka yang telah disebutkan dengan menggunakan bahasa Gorontalo. Kemudian untuk upaya yang dilakukan oleh guru kelas II ini hampir sama dengan yang dilakukan oleh guru kelas I, tetapi disini guru meminta agar siswa menyebutkan dan menulis kata atau benda apa saja yang mereka kehendaki, kemudian bersama-sama guru menyebutkan bahasa Gorontalo dari kata-kata atau benda yang telah disebutkan oleh siswa, kemudian untuk melihat apakah siswa sudah tahu atau belum, guru menyuruh mereka untuk menghafal bahasa Gorontalo yang telah disebutkan tadi. Guru menjelaskan masih banyak siswa yang belum paham dengan bahasa Gorontalo yang disebabkan oleh karena sebagian siswanya berasal dari daerah lain (Jaton), ini yang membuat guru merasa kesulitan untuk mengajarkan mereka bahasa daerah Gorontalo. Kemudian untuk upaya yang dilakukan oleh guru pada murid kelas III sama halnya dengan upaya yang dilakukan oleh guru-guru kelas I, dan II. Disini guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo khususnya untuk kelas III, guru mengajak siswa untuk berbicara dengan menggunakan bahasa Gorontalo khususnya jika pada jam mata pelajaran Mulok/Sbk berlangsung siswa wajib menggunakan bahasa Gorontalo, untuk kelas III ini juga guru mendapatkan kendala yakni masih banyak siswa yang kurang senang belajar bahasa Gorontalo, dan kendala yang paling berat untuk guru yaitu kurangnya fasilitas media pembelajaran, contohnya seperti buku-buku bacaan. Kemudian untuk upaya yang dilakukan guru pada siswa kelas IV yakni dengan menerjemahkan kata-kata bahasa indonesia ke dalam bahasa Gorontalo, contohnya kata mereka diterjemahkan menjadi “Timongolio”, kemudian meminta siswa untuk membacakannya di depan kelas, agar semua teman-temannya bisa mendengar dan memahami arti dari kata yang disebutkan dalam bahasa Gorontalo, guru kelas IV menjelaskan masih banyak siswa yang belum bisa
berbicara dengan bahasa Gorontalo karena sebagian dari mereka berasal dari luar daerah, sehingga mereka masih sulit berkomunikasi menggunakan bahasa Gorontalo. Yang menjadi kendala dari pelestarian bahasa Gorontalo ini adalah kurangnya buku-buku bacaan khususnya buku bahasa daerah Gorontalo. Kemudian upaya yang dilakukan guru untuk siswa kelas V adalah siswa dibiasakan untuk berdialog didepan kelas menggunakan bahasa Gorontalo, dialog ini dilakukan secara bergiliran, kendala yang dihadapi adalah masih banyak siswa yang belum bisa menggunakan bahasa Gorontalo dan kurangnya media pembelajaran yang tersedia. Guru juga menjelaskan bahwa semua guru berupaya bagaimana cara yang paling baik agar semua siswa bisa menyenangi bahasa Gorontalo, dan guru juga meminta bantuan kepada orang tua siswa agar bisa memberikan motivasi kepada anak-anaknya untuk bisa berbicara dengan menggunakan bahasa daerah khususnya bahasa daerah Gorontalo. Kemudian upaya yang dilakukan guru untuk siswa kelas VI sama dengan upaya yang dilakukan oleh semua guru kelas I sampai dengan kelas V, bedanya hanya saja disini guru lebih menekankan pada siswa agar mereka menggunakan bahasa Gorontalo selama pembelajaran Mulok/Sbk berlangsung, begitupun diluar jam pelajaran guru selalu menggunakan bahasa Gorontalo ketika berbicara dengan siswa, kemudian metode yang dilakukan oleh guru adalah metode demonstrasi, metode ini juga selalu digunakan pada siswa kelas IV dan V. Jika guru mendapatkan kendala dalam menjalankan pembelajaran bahasa Gorontalo ini khususnya guru kelas VI selalu mencari narasumber dari orang-orang terdahulu yang lebih fasih dan lebih tahu menggunakan bahasa Gorontalo, kemudian selalu mencari tahu lewat buku-buku yang menceritakan tentang budaya-budaya daerah khususnya untuk daerah Gorontalo. Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti jelaskan di atas menunjukkan bahwa semua guru telah berupaya untuk melestarikan bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme dengan salah satu upaya yang dilakukan adalah setiap hari semua guru baik didalam maupun diluar jam pelajaran selalu menyelipkan bahasa Gorontalo dalam bercakap-cakap dengan semua siswa yang ada disekolah, tetapi masih banyak siswa yang belum bisa menggunakan bahasa
Gorontalo yang dipengaruhi faktor Ras yang bukan berasal dari Gorontalo asli, kebanyakan siswa yang berasal dari daerah lain yaitu Jaton (Jawa-Tondano), kemudian yang lebih memprihatinkan adalah kurangnya media pembelajaran yaitu buku-buku bacaan untuk pembelajaran mulok (Bahasa Daerah) yang masih minim. Hal inilah yang membuat para guru merasa kesulitan dalam melestarikan bahasa Gorontalo di sekolah SDN I Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa setelah dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo. Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang siswa dengan mengambil lima orang siswa di kelas V sebagai sampel atau perwakilan dari seluruh siswa yang ada di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo. Dalam wawancara ini peneliti memberikan sepuluh (10) pertanyaan pada masingmasing siswa.Dan dari sepuluh (10) pertanyaan itu setiap siswa memberikan jawaban yang berbeda-beda terhadap pemahaman mereka dalam bahasa daerah Gorontalo. Dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5 (lima) orang siswasiswa kelas V (lima) di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang belum bisa menggunakan bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme Kec. Dungaliyo Kab. Gorontalo. Pembahasan Berdasarkan
dari
hasil
penelitian
yang dilakukan
oleh
peneliti
menunjukkan bahwa upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo sangatlah harus diakui, karena dilihat dari dimulainya proses pembelajaran sampai proses pembelajaran berakhir guru selalu menyelipkan bahasa Gorontalo setiap berbicara dengan siswa, peneliti melihat dalam proses pembelajaran terutama dalam mata pelajaran mulok/sbk guru selalu memberikan metode Demonstrasi pada siswa, yaitu siswa melakukan percakapan di depan kelas menggunakan bahasa Gorontalo, dan pada proses pembelajaran itulah peneliti mendapati masih banyak siswa yang tidak tahu menyebutkan kalimat-kalimat panjang dalam bahasa Gorontalo, dan karena masih banyak siswa yang tidak tahu dan tidak ada kemauan untuk belajar bahasa daerah Gorontalo, jadi bahasa Gorontalo ini juga kurang
digunakan oleh siswa setiap berbicara dengan teman maupun gurunya. Hal ini diakibatkan karena sebagian siswa yang ada disekolah ini berasal dari daerah lain yaitu Jaton (Jawa-Tondano) jadi kemauan mereka untuk belajar bahasa Gorontalo masih kurang, kemudian adanya faktor interen dari keluarga yang juga mengakibatkan siswa tidak mau menggunakan bahasa Gorontalo. Kemudian yang menjadi salah satu kendala yang sangat fatal oleh guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo adalah kurangnya media yang disediakan oleh sekolah seperti bukubuku bacaan mengenai budaya-budaya Gorontalo.Hal inilah yang menjadi penyebab dari masih sebagian siswa yang tidak bisa menggunakan bahasa Gorontalo. Kendala yang dihadapi dalam pelestarian bahasa Gorontalo, hal ini ada hubungannya dengan pembelajaran di tinjau dari segi guru, media, materi, dan metode maupun model pembelajaran dari siswa. Kemudian jumlah siswa di sekolah dominan berasal dari luar daerah, dan yang paling memperihatinkan lagi adalah ketidakmampuan siswa menggunakan kosakata bahasa Gorontalo yang diakibatkan oleh intensitas penggunaan bahasa Gorontalo di kalangan lingkungan siswa dan orang tua sudah kurang. Patteda (dalam Yane 2013:50) mengemukakan bahwa proses komunikasi bergantung antara lain pada situasi lingkungan dan situasi pendengar. Bahasa dapat berkembang karena adanya interaksi sosial. Tak heran apabila sesuatu bahasa lebih banyak dipakai maka bahasa itu akan berkembang. Sebaliknya bahasa yang tidak banyak dipakai akan terdesak oleh pemakaian bahasa yang lebih dominan. Bila hal ini berlangsung terus maka kepunahan suatu bahasa dapat terjadi. Dilihat dari faktor eksteren yakni yang berhubungan dengan diluar jam pembelajaran walaupun guru sering menggunakan bahasa Gorontalo dengan siswa, tetapi karena sebagian siswa yang tidak ada kemauan untuk belajar bahasa Gorontalo dan juga bukan berasal dari daerah Gorontalo maka hal inilah yang membuat siswa yang berasal dari daerah Gorontalo menjadi terbawa atau bisa dibilang “ikut-ikutan” untuk tidak menggunakan bahasa daerahnya sendiri, hal ini
membuat banyak siswa yang lebih dominan menggunakan bahasa indonesia saat bebicara dengan teman-temannya. Jadi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo di SDN I Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kab. Gorontalo belum tercapai karena ada beberapa faktor yang menjadi tidak tercapainya upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo ini, yaitu sebagian siswa yang bukan berasal dari daerah Gorontalo, ketidak mauan siswa itu sendiri untuk belajar bahasa Gorontalo dan kemudian tidak tersedianya media pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran Mulok. Menurut keraf (dalam faisal 2010:4) bahwa” apa yang dalam pengertian kita sehari-hari disebut bahasa itu meliputi dua bidang yaitu : bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi, bunyi merupakan getaran yang bersifat fisik yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung didalam arusbunyi yang menyebabkanadanyareaksiitu” Kesimpulan Untuk menjawab rumusan masalah yang disampaikan pada bab 1 yakni bagaimanakah upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme Kecamatan Dungaliyo Kab. Gorontalo? Maka dapat disimpulkan bahwa; Dilihat dari segi interen upaya yang dilakukan guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo sudah baik, dan sudah dilakukan semampu guru, buktinya setiap pembelajaran dilakukan guru selalu menyelipkan bahasa Gorontalo ketika berbicara dengan siswa, bahkan sekolah telah mengadakan kebiasaan setiap hari rabu siswa wajib menggunakan bahasa Gorontalo dalam berbicara dengan guru maupun dengan teman-temannya walaupun hanya 1 atau 2 kalimat saja. Tapi karena diketahui sebagian siswa dari SDN 1 Bongomeme bukan berasal dari Gorontalo, melainkan dari daerah jaton (Jawa-Tondano) maka guru sangat kesulitan dalam mengajar bahasa Gorontalo karena setelah diajarkan masih banyak siswa terutama siswa yang berasal dari Jaton yang kurang memahami bahkan
tidak
tahu
sama
sekali
bahasa
Gorontalo,
dan
yang
paling
memperihatinkan sekolah masih kekurangan media khususnya buku-buku mata pelajaran mulok khususnya mengenai Budaya-Budaya daerah Gorontalo. Jadi dilihat dari hasil penelitian ada indikasi bahwa upaya yang dilakukan guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo khususnya di sekolah SDN 1 Bongomeme sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi karena adanya faktor kurangnya fasilitas media
dan
perbedaan
daerah
antara
siswa
dengan
siswa,
makaupayapelestarianbahasaGorontalo di SDN 1 Bongomemebelumberhasil. 5.2 Saran Melihat kesimpulan diatas penulis menyarankan; 1. Agar upaya guru dalam melestarikan bahasa Gorontalo di SDN 1 Bongomeme dapat berjalan dengan apa yang diinginkan, maka guru harus bekerjasama dengan para orang tua murid khususnya orang tua murid yang berasal dari daerah lain (Jaton) tetapi sudah menetap di Gorontalo, untuk lebih memotivasi anak-anaknya dalam belajar bahasa daerah Gorontalo. 2. Untuk guru semuanya harus lebih menggunakan bahasa Gorontalo baik dijam pelajaran maupun diluar jam pelajaran. 3. Guru khususnya kepala sekolah seharusnya lebih memperhatikan ketersediann media pembelajaran, khususnya buku-buku bacaan mulok. 4. Sebagai orang tua siswa dilingkungan keluarga baiknya menggunakan bahasa Gorontalo dalam kehidupan sehari-hari, begitupun dengan orang tua murid yang berasal dari daerah lain tetapi sudah menetap di Gorontalo seharusnya lebih menyesuaikan diri untuk mengajarkan pada anakanaknya tentang budaya dan bahasa Gorontalo, hal ini dapat membantu para guru dalam mendidik mereka disekolah khususnya untuk mata pelajaran mulok, sehingga para guru tidak akan merasa kesulitan lagi dalam upaya melestarikan bahasa Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA Asmani, Jamal, Ma‟mur. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, danInovatif. Jogjakarta: Diva Press ----------. 2009. 7 Tips Cerdas dan Efektif Lulus Sertifikasi Guru. Jogjakarta: Diva Press Badu, Syamsu, Qamar. 2013. Panduan Karya Tulis Ilmiah. Gorontalo: UNG Darmadi, Hamid. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia. Faisal, M, dKK. 2010. Kajian Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional. Hasanuddin, dan Fais, dan Damis, Mahyudin, dan Pomalinggo Samsi, dan Domili Burhanuddin. 2012. Sejarah Pendidikan di Gorontalo. Yogyakarta: Kapel Press Maran, Rafael, Raga. 2007. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Mobiliu, Ali. 2013. Motoyunuto. Gorontalo: Ideas Publishing Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya Niode, Alim, S. 2007. Gorontalo Perubahan Nilai – Nilai dan Pranata Sosial. Jakarta: Pustaka Indonesia Press. Patteda, Mansoer. 2000. Kaidah Bahasa Gorontalo. Gorontalo: Viladan. ----------. 2006. Risalah Bahasa Gorontalo. Gorontalo: Viladan ----------, dan Pulubuhu, Yennie, P. 2003.Bahasa Gorontalo. Gorontalo: Yudhistira. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Syatra, Nuni, Yusvavera. 2013. Desain Relasi Efektif Guru dan Murid. Jogjakarta: Buku Biru. Umar, Salha. 2007. Kajian Bahasa Indonesia (Bahan Ajar) Fakultas Ilmu Pendidikan: Gorontalo Yamin, M, dan M, Maisah.2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gp Press.