e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) DENGAN SETTING BELAJAR KELOMPOK BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI SD DESA BEBETIN Kt. Teddi Harto1, A.A Gd. Agung 2, I Md. Citra Wibawa 3 1
Jurusan PGSD, 2 Jurusan TP, FIP 3 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Hasil belajar matematika kelas IV SD di Desa Bebetin masih tergolong rendah yang diindikasikan oleh perolehan rata-rata hasil belajar sebesar 60 dan masih dibawah KKM yaitu 70, oleh karena itu perlu dilaksanakan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran MEA dengan Setting Belajar Kelompok Berbantuan LKS Terhadap hasil Belajar Matematika Kelas IV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) deskripsi hasil belajar Matematika siswa pada kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional, (2) deskripsi hasil belajar Matematika siswa pada kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan model MEA dengan setting belajar kelompok, dan (3) pengaruh yang signifikan metode MEA dengan setting belajar kelompok terhadap hasil belajar dalam mata pelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD di Desa Bebetin Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen (quasi experiment) dengan rancangan desain non equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SD di Desa Bebetin tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 45 orang. Sampel diambil dengan cara random sampling yang berjumlah 45 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar Matematika. Bentuk tes hasil belajar Matematika yang digunakan adalah tipe uraian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan uji-t. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) deskripsi data dengan model pembelajaran MEA berada pada kategori sangat tinggi, (2) deskripsi data dengan model pembelajaran konvensional berada pada kategori tinggi, dan (3) terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar Matematika siswa yang belajar dengan model pembelajaran MEA dengan thitung 4,11 > ttabel 2,00. Jadi model pembelajaran MEA lebih baik dari model pembelajaran konvensional. Kata Kunci: model MEA, belajar kelompok, hasil belajar Matematika Abstract Outcomes studied mathematics at Countryside Elementary fourth grade still relatively low Bebetin indicated by average earnings yield learning by 60 and still under the Ministry of Health that is 70, therefore the influence of the research undertaken by MEA Learning Model Study Group Setting LKS recourse against revenue Learn Math Class IV. This study aims to determine: (1) a description of the results of studying Mathematics students in the control group learning with the conventional method, (2) description of the learning outcomes of students in the group Mathematics learning experiments with model MEA with group learning setting, and ( 3) a significant influence on the setting methods MEA study group on the outcomes of learning in the subject of Mathematics at the fourth grade students at Countryside Elementary Education Bebetin Year 2013/2014 . This type of
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 research is a quasi experimental (quasi- experiment) with non equivalent design plans post-test only control group design. The population of this study is the elementary students in the Village Bebetin academic year 2013/2014 a total of 45 people. Samples are taken by means of a random sampling of 45 people. The data collected in this study is the result of studying Maths. Mathematical study of the test results used was the type description. Data were analyzed using descriptive statistical analysis techniques and statistical t- test inferensial with. The results showed that (1) a description of the data model MEA are learning at a very high categories, (2) a description of the data with conventional learning models are in the high category, and (3) t here is a significant learning outcomes that students learn Math learning model MEA with tvalue 4.11 > 2.00 ttabel. So MEA learning model is better than conventional learning models. Keywords: models of MEA, group learning, learning outcomes Mathematics
PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia menyangkut kemampuan manusia, baik secara individual maupun secara kolektif untuk bertahan hidup di tengah tuntutan kebutuhan dan ancaman persaingan dari individu dan komunitas manusia lainnya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Pendidikan akan memberikan bekal kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan berkesadaran maju yang berguna bagi anak didik untuk terjun ke masyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung jawab sebagai individu dan makhluk sosial dalam menghadapi dan mengantisipasi kehidupan masyarakat di zaman saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan, karena melalui pendidikan dapat menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan sebagai bekal untuk mengantisipasi masalah kehidupan yang terjadi saat ini dan yang akan datang. Dalam penyelengaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,
diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Salah satu upaya yang dilakuakan pemerintah yaitu dengan mengubah dan menetapkan kurikulum, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan diganti menjadi kurikulum 2013. Dalam konteks pembelajaran matematika, kurikulum ini dirancang agar proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar harus interaktif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian, sesesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik peserta didik (Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses). Untuk itu maka pembelajaran matematika di kelas harus memenuhi standar proses yang , yaitu sedapat mungkin membuat siswa aktif baik dalam diskusi kelompok maupun dalam mencari imformasi utnuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Di sekolah dasar, alokasi waktu untuk pelajaran matematika adalah 4 jam pelajaran/ minggu. Dengan alokasi waktu yang cukup banyak tersebut, guru yang terbiasa mengajar dengan pola konvensional masih enggan mengajar dengan pembelajaran inovatif. Trianto (2009) menyatakan rendahnya perestasi belajart peserta didik merupakan hasil
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti substansial,bahwa proses pembelajaran ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memeberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Pembelajaraan dilakukan kurang memeperhatikan aspek kemampuan siswa dan sejauh mana pembelajaran dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan , pemahaman, dan penalaran siswa sehingga berakibat pada rendahnya perestasi belajar matimatika siswa. Berdasarkan hasil observasi terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV di desa Bebetin menunjukan bahwa 1) siswa sering mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang diberikan oleh guru, 2) pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, guru belum mampu meningkatkan keaktifan siswa di kelas dalam proses pembelajaran, 3) Proses pembelajaran yang didominasi oleh pola pembelajaran konvensional. Pada
pembelajaran suasana kelas cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif, 4) Motivasi belajar siswa rendah sehingga siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Dari wawancara yang dilakukan dengan guru bidang studi yang bersangkutan menunjukkan bahwa rendahnya interaksi siswa di dalam kelas dikarenakan dalam pembelajaran siswa tidak mau mengungkapkan masalah yang dihadapinya dan siswa kurang mau bertanya maupun menjawab soal yang diberikan oleh guru dalam mengajar. Menurut Haydar (2009), kemampuan berpikir logis sangat diperlukan siswa dalam memahami suatu permasalahan matematis, karena dalam pemecahan matematis terdapat langkah-langkah yang terkadang hal ini terbukti dari masih rendahnya kualitas hasil belajar Matematika pada dua sekolah dasar di Desa Bebetin. Secara umum, rendahnya hasil belajar Matematika siswa pada tiga hasil ulangan harian di kelas IV SD di desa Bebetin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-rata UTS Matematika Semester 1 SD di Desa Bebetin Tahun Pelajaran 2013/2014 No 1 2
Nama Sekolah SD No. 3 Bebetin SD No. 5 Bebetin
Berdasarkan Tabel 1. tersebut, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan tengah semester 1 Matematika Siswa kelas IV pada sekolah dasar di Desa Bebetin masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pelajaran Matematika tersebut sangat diperlukan pembaharuan dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas tersebut. Sistem pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan kondusif sehingga terjadi peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada pelajaran Matemtika.
Rata-rata Nilai UAS 60,43 50,67
KKM 70 70
Agar ini tidak terjadi, maka sebagai calon guru, kita dituntut mampu memunculkan suatu teknik belajar baru yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika. Orientasi pembelajaran harus diubah dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Guru yang tugasnya sebagai penceramah siswa sekarang hanya sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa. Akibatnya, pembelajaran Matematika menjadi lebih berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas ditunjukkan oleh tingkat interaksi dan partisipasi aktif siswa dalam
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 proses pembelajaran. Interaksi siswa jika ditinjau dari pembelajaran Matematika sebagai proses merupakan kegiatan pengkonstruksian pengetahuan siswa sehingga perlu diberikan penilaian. Teknik pembelajaran yang sesuai dengan implikasi hakikat pembelajaran Matematika dan dapat mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar Matematika siswa dengan menggunakan metode MEA dengan setting belajar kelompok berbantuan LKS. Sedangkan belajar kelompok merupakan salah satu cara belajar untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaraan melalui usaha kerja sama,saling membantu,berbagi ide,bertukar pengalamaan dalam menyelesaikan tugas. Dalam setting belajar kelimpok, siswa berdiskusi,berlatih mengemukakan ide dan gagasan ketika . Setting belajar kelompok merupakan salah satu cara belajar untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaraan melalui usaha kerja sama,saling membantu,berbagi ide,bertukar pengalamaan dalam menyelesaikan tugas. Dalam setting belajar kelimpok, siswa berdiskusi,berlatih mengemukakan ide dan gagasan ketika .Setting belajar kelompok yang dimagsud disini yaitu cara pengelolan kelas di mana siswa belajar dengan kelompok masingmasing pada peroses pembelajaran. Pada awal pembelajaran siswa dibentuk men jadi beberapa kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. Tujuan dibentuknya kelompok ini adalah untuk memberikan kesempataan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam peroses berpikir dan kegiatan belajar. Menurut Trianto (2009;222) “LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah”. LKS mendukung pembelajaran yang bermakna. Walaupun hanya menekankan pada hal tersebut, LKS tetap menyajikan uraian materi namaun disajikan secara singkat. Soal-soal yang disajikan dalam LKS harus benar-benar dikembangkan berdasarakan pada analisis tujuan pembelajaran/kopetensi yang telah dijabarkan kedalam indicator pencapaian. Dengan menggunakan LKS, siswa dapat
secara luas mengembangkan diri mulai dari mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari, mlatih ketrampilan, memcahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan mengkomunikasikan ide mereka. METODE Dilihat dari fokus masalah dan kaitan anatar variabel yang diakibatkan dalam penelitian, maka penelitian ini termasuk kategori penelitian eksperimen semu. Tempat penelitian ini adalah siswa kelas IV SD di Desa Bebetin Kecamatan Sawan dan waktu pelaksanaannya dirancang pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD di desa Bebetin Kecamatan Sawan yang berjumlah 71 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik simple random sampling, dan yang di random adalah kelas. Hal ini dikarenakan tidak memungkinkan untuk merubah kelas yang ada. Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IV masing-masing SD setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan terhadap kelima kelas yang ada di Desa Bebetin Kecamatan Sawan. Setelah memperoleh hasil uji kesetaraan, dilanjutkan dengan melakukan teknik undian terhadap populasi yang sudah ada untuk mengambil dua kelas yang digunakan sebagai sampel. Kemudian dari dua kelas yang terpilih akan dirandom lagi dengan pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh siswa kelas IV SD Negeri 3 Bebetin yang berjumlah 28 orang sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV SD Negeri 5 Bebetin yang berjumlah 17 orang sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran MEA dengan setting Belajar Kelompok berbantuan LKS dan pada kelas kontrol diberi perlakukan pendekatan pembelajaran konvensional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “non-equivalent posttest only control group design” (Sugiyono, 2010: 85). Data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD yang ada di Desa Bebetin Kecamatan Sawan, yaitu dengan
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 menggunakan metode tes. Menurut Nana Sudjana (2010:35) bahwa: secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar Matematika kelas IV berupa tes hasil belajar tipe pilihan esai. Setiap jawaban benar akan diberi skor (4), serta siswa yang menjawab salah diberi skor nol (0). Skor setiap item kemudian dijumlah serta jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar Matematika. Rentangan skor ideal yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-40. Skor n0l (0) merupakan skor minimal ideal, dan skor 40 merupakan skor maksimal ideal tes hasil belajar Matematika. Instrumen penelitian tersebut terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan uji validitas tes dan reliabilitas tes. Berdasarkan hasil validitas tes yang dilakukan di kelas V SD Negeri 3, dan 5 Bebetin yang berjumlah 45 siswa, dari hasil uji coba validitas diperoleh jumlah butir soal yang valid adalah 10 soal dari 15 soal yang diuji cobakan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes diperoleh hasil sebesar 0,72 yang berarti tes tersebut termasuk ke dalam kriteria reliabilitas tinggi. Dengan demikian, tes hasil belajar Matematika ini layak untuk digunakan dalam penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran mengeani hasil belajar Matematika baik secara numerik maupun grafis dengan menghitung mean, median, modus, standar deviasi, dan varians. Setelah melakukan analisis statistik deskriptif kemudian data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Statistik inferensial digunakan untuk mengambil keputusan berdasarkan analisis data. Sebelum pengambilan keputusan diperlukan uji prasyarat, yakni uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t.
Hasil post-test dari 28 orang siswa pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa, perolehan mean 30,18, median 30,50 dan modus 30,70 maka dapat diketahui bahwa nilai Mo>Md>M. Hal ini berarti bahwa sebagian besar skor kelompok eksperimen cenderung sangat tinggi. Data hasil post-test kelompok eksperimen disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen Hasil post-test siswa kelas V SD N 3 Bebetin menunjukan 71,43% berada pada kategori sangat tinggi, 25% berada pada kategori tinggi dan 3,57% berada pada kategori sedang. Pada kelompok kontrol hasil post-test dari 17 orang siswa menunjukkan bahwa, perolehan mean 25,53, median 25,43 modus 25,00 maka dapat diketahui bahwa nilai relatif sama. Hal ini berarti bahwa sebagian besar skor kelompok kontrol cenderung tinggi. Data hasil post-test kelompok kontrol disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Poligon Skor Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 Hasil post-test siswa kelas V SD N 5 Bebetin menunjukan 17,64% berada pada kategori sangat tinggi, 76,47% berada pada kategori tinggi dan 5,89% berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil post-
test pada kedua kelas tersebut dapat dilihat perbandingan rata-rata hasil belajar Matemaika dan standar deviasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Rerata dan Standar Deviasi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol No 1
Variabel Kelompok Eksperimen
Rerata (M) 30,18
2
Kelompok Kontrol
25,53
Standar Deviasi (SD) 5,40 4,41
sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MEA dengan setting belajar kelompok dan kelompok siswa yang mengikuti pendekatan konvensional pada siswa kelas IV Semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Desa Bebetin. Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukan bahwa data bedistribusi normal dan uji homogenitas terhadap kedua sampel adalah homogen. Selain itu, jumlah siswa pada tiap kelas berbeda, maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini digunakan rumus uji-t polled varians. Ringkasan analisis hipotesis uji-t disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan kategori pada skala lima pada Tabel 2, diketahui bahwa skor rata-rata pada hasil belajar matematika dengan menggunakan Model MEA dendan setting Belajar kelompok adalah 30,18 yang berada pada kategori sangat tinggi, sedangkan skor rata-rata pada hasil belajar matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional adalah 25,53 yang berada pada kategori tinggi. Sebelum data penelitian ini dianalisis dengan statistik inferensial atau uji-t, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap persyaratan-persyaratan yang diperlukan terhadap sebaran data hasil penelitian. Uji prasyarat analisis meliputi dua hal, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran dilakukan untuk menyajikan bahwa
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen Kontrol
Varians 29,19 19,40
N 28 17
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung 4,11 dan ttabel dengan db 43 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal ini berarti thitung > ttabel sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran MEA dengan setting belajar kelompok dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
Db
thitung
ttabel
43
4,11
2,00
Kesimpulan thitung > ttabel H1 diterima
pendekatan konvensional pada siswa kelas IV semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Desa Bebetin. Berdasarkan hasil uji-t yang telah diungkapkan di atas, diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran MEA dan siswa mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Desa Bebetin Kecamatan
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 Sawan. Hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan juga menunjukan bahwa setalah mendapat perlakuan ternyata terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang dibelajarakan dengan menggunakan pembelajaran MEA dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Perbedaan kemampuan hasil belajar matematika siswa sangat berpengaruh hasil belajar yang dicapai siswa. Hal ini ditunjukan oleh nilai post-test kelompok eksperimen ( = 30,18 SD = 6,67) berada pada kualifikasi sangat tinggi, sedangkan skor post-test pada kelompok kontrol ( = 25,53, SD = 6,67) berada pada kualifikasi tinggi. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukan bahwa pembelajaran MEA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hal ini terbukti dari rentangan kualifikasi skor siswa yang berbeda pada kualitas baik atau tinggi. Temuan penelitian yang menunjukan bahwa model pembelajaran MEA berpengaruh positif pada hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah tingkat kekritisan masalah matematika cenderung sangat tinggi karena sebagian besar skor yang diperoleh siswa sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu, dalam proses pembelajaran siswa dihadapkan langsung pada suatu permasalahan dan diberi kebebasan untuk menggali dan menyelidiki, dan menganalisis permasalahan yang ditemukan untuk dicari cara pemecahan masalahnya secara berkelompok. Intraksi yang terjadi dalam kelompok tersebut membawa dampak pengiring berupa peningkatan aspek kebahasaan. Aspek kebahsaan ini akan sangat membantu siswa dalam menginvetigasi permaslahan yang dihadapi dalam hal ini adalah permasalahan matematika yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini siswa mampu mendesain dengan benar perencanaan penyelesaian masalah matematika yang diawali dengan membuat perencanaan pemecahan masalah yang terdiri dari tiga komponen pemecahan masalah yaitu, menentukan hal yang diketahui dan yang ditanyakan, mencari hubungan dari hal yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan
menyelesaikan masalah tersebut denga menggunakan rumus matematika. Berbeda dengan sebelum diterapkan pembelajaran MEA, siswa dalam membuat perencanaan penyelesaian masalah khsusnya merumuskan hal yang diketahui dengan yang ditanyakan, danmencari hubungan dari hal yang diketahnuidengan hal yang ditanyakan masih bingung, karena tidak tahu maksud dari permasalahan matematika yang diberikan. Namun setelah diterapkan pemebelajaran MEA, siswa lebih pemehaman siswa pada permaslahan yang ada lebih meningkat, tertuma dalam hal menentukan hubungan dari hal yang diketahui dengan yang ditanyakan, karena pada komponen ini siswa diarahkan dan dituntut untuk menentukan sendiri perumusan tersebut dengan bahasa matematika atau rumus matematika yang sesuai dengan permasalahan tersebut, sehingga permasalahan tersebut dapat terpecahkan. Faktor kedua, dalam peroses pembelajaran guru berperan sebagai mediator dengan mengajukan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari, dan memfalisitasi atau membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan terhadap permaslahan tersebut, sehingga siswa menemukan pemecahan masalah yang di hadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (dalam Trianto, 2009) yang menyatakan peran guru dalam pemeblajaran MEA mengajukan masalah pada siswa, memfasilitasi atau membimbing penyelidikan, memfasilitasi dialog siswa, dan mendukung siswa dalam belajar. Selain temuan di atas, temuan lain yang merupakan akibat dari pembelajaran MEA adalah sebagai berikut. Pertama, siswa merasa terdorong berlatih meningkatkan penguasaan konsep dan pemecahan masalah. Temuan ini senada dengan pengembangan hasil belajar sebagai proses intlektual yang aktif dan penuh keterampilan dalam pembuataan pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sisntesis, dan mengevaluasi suatu permasalahan Anggelo (dalam Achmad, 2007). Hal tersebut terjadi karena dalam proses pembelajaran, permasalaha dikaitkan dengan kehidupan
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 nyata siswa dan siswa diposisikan dala suatu keadaan memcahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka seharihari. Kedua, aktifitas belajar siswa lebih meningkat. Hal ini terlihat dari intensistas siswa mengajukan pertanyan kepada guru meningkat tentang hal-hal yang belum mereka pahami dari permasalahan yang ada, begitu pula pada saat diskusi dalam kelompok kecillebih kondusif. Hal ini juga ditandai dengan dominasi guru yang semakin berkurang saat proses pemebelajaran berlangsung. Siswa mampu memecahakan permasalahan matematika lebih mandiri dibandingkan dengan sebelum diterapkan pembelajaran MEA. Disamping itu dengan penerapkan pembelajaran MEA pada mata pelajaran pada mata pembelajaran matematika, tingkat hasil belajar siswa terhadap permasalahan matematika semakin tinggi, yang akan berdampak pada hasil belajar matematika yang tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Noorsari Agasti (2009) dengan judul: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SD melalui model pembelajaran Means Ends analiysis dalam “studi eksperimen pada siswa kelas IV di kota Bandung” diperleh hasil bahwa 1) Peningkatan kemampuan komunikasi siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Means Ends analiysis lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa. 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh matematika dengan model pembelajaran Means Ends analiysis lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa. 3) terdapat perbedaan komunikasi siswa berdasarkan kemampuan awal matematika. 4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis berdasarkan kemmpuan awal matematika. 5) Tidak terdapat intraksi siswa berdasarkan model pembelajaran dan klasifikasi kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis, 6) Terdapat keterkaitan antra kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis, 8) Secara umum sikap siswa
terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran MEA adalah positif. Beda halnya dengan pendekatan konvensional merupakan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru-guru di sekolah. pembelajaran konvensional yang diawali dengan pemberian informasi oleh guru, tanya jawab, penugasan, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru merasa bahwa materi yang diajarkan telah dimengerti oleh siswa. Pada pembelajaran ini, guru tidak banyak memberikan kesempatan kepada siswa melaksanakan tanya jawab multi arah”. Hal ini berarti bahwa, dalam pembelajaran konvensional guru lebih berperan aktif dalam pemberian informasi kepada siswa melalui ceramah maupun tanya jawab dan siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru, proses ini mengakibatkan siswa kurang mampu memahami makna dalam pelajaran yang mereka pelajari. Pendekatan pemebelajaran konvensional lebih memusatkan pada penyajian informasi. Guru masih menyampaikan materi yang akan dibelajarkan secara detail kepada siswa. Dalam pembelajaran konvensional peran guru sangat dominan sehingga siswa pasif dalam proses pembelajaran. Peran serta siswa dalam pembelajaran masih dipengaruhi oleh guru dan ini terllihat saat guru menyajikan materi. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengoptimalkan pemahaman materi dan menjadikan konsep yang diterima siswa hanya bersifat sementara. Adapun langkahlangkah pembelajaran konvensional sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa, (2) Guru memberikan informasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, (3) Guru menyediakan waktu untuk melakukan tanya jawab, (4) Guru menugaskan siswa untuk menulis, dan (5) Guru menyimpulkan hasil belajar tersebut. Pembelajaran konvensional peran guru sangat dominan sehingga siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Peran serta siswa dalam pembelajaran masih dipengaruhi oleh guru dan ini terlihat saat guru menyajikan materi. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengoptimalkan pemahaman materi dan
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 menjadikan konsep yang diterima siswa hanya bersifat sementara. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran MEA lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaraan konvensional. Artinya, pembelajaran MEA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaraan matematika kelas IV SD di Desa Bebetin Kecamatan Sawan. PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, hasil penelitian, dan pembahasah seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Deskripsi hsil belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pelajaran konvensional menunjukan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa Mo<Me<M (25,00<25,43<25,53) dan termasuk ke dalam kurva juling positif. (2) Deskripsi hasil belajar Matematika siswa yang mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran MEA menunjukan bahwa sebagian besar skor cenderung sangat tinggi, hasil ini dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa Mo>Me>M (30,70>30,50>30,18) dan termasuk ke dalam kurva juling negatif. (3) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika antara yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran MEA dan yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari analisis uji hipotesis terhadap hasil belajar Matemtika menunjukan bahwa ditemukan harga thitung = 4,11 harga ini signifikan pada taraf 5% untuk db = 50 dan ttabel 2,00. Rata-rata sekor hasil belajar Matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran MEA adalah 30,18. Sementara rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 25,53. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pelajaran MEA berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas IV semester ganjil tahun pelajarn 2013/2014 di SD Desa Bebetin. Berdasarkan simpulan sebagaimana diuraikan di atas pada bagian ini dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. (1) Para Siswa diharapkan dengan dinggunakannya model pembelajaran MEA siswa dapat mewujudkan kemandiriannya dan meningkatkan hasil belajarnya. (2) Para Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran MEA sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa (3) Kepala sekolah diharapkan depala sekolah mengajukan kepada guru-guru untuk menerapkan model pembelajaran MEA untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga menghasilkan output siswa yang lebih baik, khususnya dalam mata pelajaran Matematika serta mata pelajaran lain pada umumnya. (4) Peneliti, diharapkan kepada mahasiswa lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar agar selalu inofatif dalam hal menerapkan model pembelajaran sehingga dapat dipergunakan untuk meningkatkan hasi belajar.
DAFTAR RUJUKAN Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Hydra, L. 2009. “Means Ends Analysis. Tersedia pada http://dglib,upi,edu/available/etd0405110-113859/(diakses tanggal 20 f3bruari 2013). Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Metode Penelitian Sugiyono. 2010. Kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progersif Konsep, Landasan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Premada Media Group.