PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN MEMANFAATKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKAKAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V Gede Seridana1, Ni Wayan Arini2, Ni Wayan Rati3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected] [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep pada mata pelajaran IPS siswa kelas V SD Negeri 2 Bila tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Bila tahun pelajaran 2013/2014. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Data yang diperoleh dari tes dianalisis dengan menggunakan rumus persentase tingkat ketuntasan belajar, selanjutnya dikonversikan ke dalam tingkat hasil belajar IPS berdasarkan PAP skala 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari 72,30% atau berada pada kategori sedang pada siklus I, menjadi 86,90% atau berada pada kategori tinggi pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 15,60%. Begitu juga ketuntasan belajar secara klasikal terjadi peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 76,92% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 26,10%. Ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar pada pelajaran IPS siswa kelas V SD Negeri 2 Bila Tahun Pelajaran 2013/2014. Kata kunci: investigasi kelompok, peta konsep, hasil belajar Abstract This study aims to determine the improvement of learning outcomes IPS with cooperative learning model by utilizing the investigative group concept map in social studies fifth grade students of SD Negeri 2 Bila the school year 2013/2014. This study is a classroom action research (CAR), which was conducted in two cycles. The subjects were students of class V Elementary School 2 Bila the school year 2013/2014. Methods of data collection in this study using the test method. The data obtained from the tests were analyzed by using a formula percentage level of mastery learning, subsequently converted into the IPS level learning outcomes based LAP 5 scale. The results showed that an increase in student learning outcomes of 72.30% or are in the category of being in the first cycle, being 86.90% or higher in the category on the second cycle. Improving student learning outcomes from the first cycle to the second cycle of 15.60%. So also in the classical mastery learning occurs is very high increase of 76.92% in the first cycle to 100% in the second cycle. The data showed an increase in student learning outcomes classically by 26.10%. This means cooperative learning model by utilizing the investigative group concept maps can improve learning outcomes in social studies class V students of SD Negeri 2 Bila Academic Year 2013/2014. Keywords: Investigation Group, concept map, learning outcomes
PENDAHULUAN Sistem pembelajaran menurut Permen No 23 Tahun 2006 terbagi menjadi dua yaitu pembelajaran di kelas rendah, kelas 1 sampai 3 dan pembelajaran di kelas tinggi untuk kelas 4 sampai 6. Pembelajaran di kelas rendah menggunakan sistem pembelajaran tematik dan di kelas tinggi disesuaikan dengan karakteristik individu per mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PPKN, Olahraga, Agama dan SBK. Standar isi pendidikan, dibuat oleh pemerintah sebagai acuan tingkat nasional untuk dicapai masing-masing satuan pendidik serta dikembangkan oleh satuansatuan pendidikan yang ada di daerah dengan cara menganalisis sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada disetiap satuan pendidikan dengan materi ajar yang akan diberikan berdasarkan analisis standar isi dan standar kompetensi (Dikdasmen, 2008). IPS merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar sesuai dengan struktur kurikulum 2006 (KTSP). IPS merupakan mata pelajaran yang mengintegrasi berbagai cabang ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, sejarah, geografi dan sebagainya (Saidiharjo 1996:4). Hidayati (2008:4) mengatakan ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk. Hidayati (2008:25) mengemukakan tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu: 1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis. 2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah dan kterampilan sosial. 3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilainilai sosial dan kemanusiaan. 4. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar adalah mata pelajaran
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi dan Tata Negara dan Sejarah. IPS yang diajarkan di SD terdiri ata dua bahan kajian pokok: Pengetahuan Sosial dan Sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencakup antropologi, sosiologi, geografi, ekonomi, dan tata negara. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini (Depdikbud, 1994:65). Dalam proses belajar mengajar IPS di kelas, sebagai seorang guru maka akan selalu berusaha semaksimal mungkin menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuannya, agar siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran, guru sangatlah penting memperhatikan perumusan semua kegiatan pembelajaran, memilih dan menetapkan pendekatan kegiatan pembelajaran dan prosedurprosedur yang digunakan guru dalam pembelajaran. Hal tersebut dilakukan guna mencapai hasil belajar, khususnya hasil belajar IPS yang optimal. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, menunjukkan hal yang sebaliknya. Hasil belajar IPS siswa khususnya di kelas V SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ternyata masih rendah. Rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS terungkap dari nilai-nilai ulangan yang diperoleh siswa. Informasi dari guru bidang Studi IPS, menyatakan bahwa nilai ulangan tengah semester genap untuk mata pelajaran IPS adalah 8 orang siswa mendapat nilai 57 dan 5 orang siswa mendapat nilai 65, 75, 80 dari 13 orang siswa. Padahal dari hasil Kelompok Kerja Guru (KKG), Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang dicanangkan dalam pelajaran IPS adalah 60, sehingga sesuai pernyataan tersebut nilai 57 masih dianggap kurang. Rendahnya hasil belajar IPS di kelas V SD Negeri 2 Bila disebabkan oleh penyajian materi pelajaran IPS yang lebih berorientasi pada metode ceramah dan belum dimanfaatkannya media dan alat peraga yang tersedia secara optimal. Sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, guru masih terlihat
mendominasi proses belajar mengajar yang dilakukan. Hal ini tentunya berdampak pada peran siswa dalam kegitan pembelajaran. Dampaknya, siswa menjadi tidak aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Interaksi antara siswa yang satu dan siswa yang lainnya juga tidak terjadi. Siswa lebih banyak terpaku pada informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga dapat dikategorikan sebagai sebuah sistem pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Sistem pembelajaran yang bersifat konvensional ini, cenderung membuat siswa cepat merasa bosan. Terhadap permasalahan yang terjadi di kelas V SD Negeri 2 Bila mengenai rendahnya hasil belajar IPS, maka solusi terhadap permasalahan tersebut harus segera diupayakan. Salah satu solusi yang dapat diupayakan adalah dengan merubah pembelajaran yang bersifat konvensional, menjadi pembelajaran yang bersifat kooperatif. Ratumanan (2002:107) menyatakan bahwa ”pembelajaran kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu”. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan. Dalam mengatasi permasalahan rendanya hasil belajar IPS di kelas V SD Negeri 2 Bila, maka model kooperatif yang dapat diterapkan adalah model kooperatif tipe investigasi kelompok. Menurut Winataputra (1992:39), ”model pembelajaran kooperatif tipe GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia”. Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir
mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah, sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Menurut Nur (2005:38) ”model pembelajaran investigasi kelompok dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis”. Sifat demokrasi dalam model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok ditandai oleh keputusankeputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan pendekatan ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.. Selain dengan menerapkan model pembelajaran investigasi kelompok, dapat juga diterapkan pemanfaatan peta konsep. Peta konsep sebagai alat peraga selain mampu memusatkan perhatian anak juga dapat mengurangi verbalisme dalam pembelajaran. Peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep. Hubungan antar konsep dapat dirinci dalam pertanyaanpertanyaan (Supriyono, 2008). Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk
membentuk suatu proposisi. Sedangkan menurut Rapi (2005) peta konsep adalah ”suatu cara untuk memperlihatkan konsepkonsep dan proporsi-proporsi suatu bidang studi. Peta konsep membuat siswa mempelajari bidang studi lebih bermakna”. Dengan pembuatan peta konsep, siswa dapat mengungkapkan konsep-konsep dan proporsi-proporsi, yang selanjutnya dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui siswa sebelum memulai pokok bahasan baru. Melalui peta konsep siswa akan melihat secara eksplisit sifat dan peranan konsep-konsep dan hubungan antara konsep-konsep (Suastra, 2009). Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel yaitu “faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Berititik tolak dari uraian tersebut, maka sangat diperlukan usaha untuk peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Bila khususnya pada mata pelajaran IPS yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep. Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di kelas V SD Negeri 2 Bila terkait rendahnya hasil belajar IPS, dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok dengan Memanfaatkan Peta Konsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V Semester Genap SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014” Tujuan penelitian yang dilakukan adalah meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V semester genap SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. METODE Penelitian ini merupakan penelian tidakan kelas dengan tindakan berupa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dalam mata pelajaran IPS. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas V semester genap SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng sebagai upaya mengatasi permasalahan yang terdapat di kelas tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2013/2014. Penentuan waktu penelitian mengacu kepada kalender pendidikan SD Negeri 2 Bila Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2014. Subyek sasaran dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V semester genap SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa yang menjadi subyek penelitian adalah 13 orang, yang terdiri atas 5 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Subyek ini dipilih karena hasil belajar IPS siswa sebagian besar masih berada di bawah KKM. Oleh karena itu, semua siswa diberi tindakan untuk meningkatkan hasil belajar IPS. Sedangkan objek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah hasil belajar IPS siswa kelas V semester Genap SD Negeri 2 Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 melalui model pembelajaran kooperatif dengan memanfaatkan peta konsep dalam pembelajaran IPS. Pelaksaaan penelitian ini dirancang bersiklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi (Kemmis & Mc. Taggart dalam Aunurrahman, 2009). Pada tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah membuat RPP serta alat-alat dan media pengajaran yang diperlukan sesuai dengan skenario yang telah disusun. Skenario tindakan yang dibuat melingkupi (a) pemberian pengayaaan tentang model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep, (b) bersama peneliti, praktisi
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai perencanaan pengajaran yang akan dilakukan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran. Di samping melakukan diskusi untuk mencapai titik temu antara Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan Indikator Pembelajaran yang akan dilakukan, jika dianggap perlu dilakukan simulasi pembelajaran antara peneliti dengan praktisi. Pada tahap tindakan dilakukan berdasarkan skenario yang telah disusun. Implementasi tindakan dilaksanakan oleh praktisi. Peneliti bertindak selaku observer. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep dilaksanakan sesuai tahap pelaksanaan pembelajarannya yaitu: (1) Seleksi topik (2) Merencanakan Kerjasama, (3) Implementasi, (4) Analisis dan sintesis, (5) Penyajian hasil akhir, (6) Evaluasi,yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah dirancang. Pada tahap Observasi/Evaluasi dilakukan observasi terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Observasi terhadap pelaksanaan tindakan, yaitu mencatat segala kejadian yang berkaitan dengan proses pembelajaran, termasuk kelemahan-kelemahan yang dihadapi selama proses pembelajaran. Pada tahap terakhir dilakukan Refleksi. refleksi dilakukan untuk merefleksi tindakan ini peneliti dengan praktisi secara kolaboratif mencari titik temu, solusi untuk melakukan perbaikan tindakan berikutnya. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah praktisi, disiplin kerjanya sesuai program yang telah dibuat pada silabus dan perangkat pengembangannya, pelaksanaan pembelajaran dan hasil pembelajaran. Untuk itu kriteria kinerja kedua fokus tersebut ditentukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Metode tes digunakan untuk menyimpulkan hasil belajar IPS siswa kelas V adalah butirbutir tes sesuai dengan pokok bahasan yang telah diberikan. Menurut Arikunto
(2006:150) tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Selanjutnya metode tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemajuan hasil belajar IPS. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis isian, total soal yang diberikan berjumlah 10 butir, setiap soal diberi bobot 2 sehingga skor maksimal ideal berjumlah 20. Pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan pada setiap akhir siklus. Penggunaan instrumen tes dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Kelebihan dari penggunaan instrumen uraian adalah untuk mengukur atau menilai hasil dari suatu proses belajar yang kompleks dan dapat menuntut siswa menjawab secara rinci sehingga proses berpikir, ketelitian, dan sistematika jawaban dapat dievaluasi. Pemberian instrumen hasil belajar dilakukan pada setiap akhir siklus. Metode analisis deskriftif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang dikonvensikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dapat dikatakan berhasil apabila 70% dari jumlah siswa di kelas, memperoleh nilai 67 ke atas sehingga dengan demikian tindakan bisa dihentikan. Hasil belajar dapat dikatakan mencapai target apabila 70% dari jumlah siswa di kelas, memperoleh nilai 70 ke atas sehingga dengan demikian tindakan bisa dihentikan. Untuk menentukan keberhasilan siswa, maka dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar. Sistem penilaian dalam penelitian ini berpedoman pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran IPS yaitu 60 untuk siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 2 Bila. Sedangkan secara klasikal, dikatakan tuntas apabila ≥ 70% dari jumlah siswa kelas V yang berjumlah 13 orang memperoleh nilai 67 keatas dengan katagori tinggi. Apabila indikator keberhasilan pencapaian penguasaan
materi sudah tercapai maka, penelitian dan hasil penelitian akan dijadikan pembahasan dan simpulan bahwa siklus tersebut telah tercapai dengan baik dan penelitian ini dihentikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini terdiri dari: (1) hasil belajar siklus I, (2) refleksi siklus I, (3) hasil belajar siklus II, (4) refleksi siklus II dan penyimpulan. Pada siklus I, diterapkan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun sebelumnya. Pembelajaran pada siklus I terdiri dari dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, membahas materi kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya alam. Pada pertemuan kedua, membahas materi teknologi produksi, komunikasi dan transportasi. Pada siklus II, dilakukan langkahlangkah pembelajaran sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya. Pembelajaran pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan materi komunikasi dan transportasi pada jaman dulu. Pada pertemuan kedua, peneliti memberikan materi komunikasi dan transportasi pada jaman sekarang. Tingkat hasil belajar siswa pada siklus I adalah 72,30%. Bila dikonversikan ke dalam tabel kriteria hasil belajar siswa, maka hasil belajar siswa pada siklus I berada pada rentangan 65 – 79%, atau berada pada kategori sedang. Sedangkan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I adalah 76,92%. Bila dikonversikan ke dalam tabel kriteria hasil belajar siswa, maka hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I berada pada rentangan 65 – 79%, atau berada pada kategori sedang Dengan melihat skor hasil belajar siswa pada siklus I. Setelah melaksanakan tindakan siklus I, maka diadakan refleksi. Refleksi ini diadakan pada akhir siklus I. Dalam pelaksanaannya, refleksi dilakukan bersama guru bidang studi IPS. Hal ini dilakukan untuk mengkaji pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I. Hasil refleksi mengungkapkan, ternyata terdapat kelemahan-kelamahan diantaranya: 1)
siswa belum terbiasa berdiskusi secara berkelompok, 2) siswa belum sepenuhnya terlibat dalam penggunaan media. Artinya, hanya beberapa siswa saja yang terlibat/berperan memainkan media dalam kelompok. Dalam hal ini, mereka hanya mengandalkan siswa yang dianggap lebih mampu, 3) siswa masih terlihat bekerja secara individu dalam kelompok. Dalam hal ini siswa kurang menghargai pendapat teman yang dianggap kurang, 4) kurang terampilnya menggunakan alat/media, 5) Guru kurang menghasilkan pesan yang menarik dalam pembelajaran. Hal tersebut disebabkan siswa belum memahami tuntutan pembelajaran yang dilakukan. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pada siklus I adalah memotivasi siswa agar saling bekerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok, saling bertukar pikiran dan saling menghargai pendapat teman, menanyakan materi yang belum dipahami serta mengemukakan pendapat, mengarahkan siswa untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah pada materi yang dipelajari. Selanjutnya, bersama guru bidang studi IPS kembali merancang perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II. Berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan, peneliti memutuskan melaksanakan tindakan perbaikan guna mencapai ketuntasan belajar siswa. Tindakan perbaikan yang akan diterapkan pada pembelajaran siklus II untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada siklus I adalah: 1) membiasakan berdiskusi secara berkelompok, 2) meningkatkan peran siswa dalam penggunaan media, 3) memfasilitasi siswa bekerja dalam kelompok, 4) memaksimalkan menggunakan alat/media, 5) Berusaha memunculkan pesan yang menarik dalam pembelajaran. Pada siklus II, dilakukan langkahlangkah pembelajaran sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya. Pembelajaran pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan materi komunikasi dan transportasi pada jaman dulu. Pada pertemuan kedua, peneliti memberikan materi komunikasi dan transportasi pada jaman sekarang.
Untuk mengukur hasil belajar siswa, dilakukan dengan menggunakan teknik tes. Tes yang diberikan dalam bentuk soal isian berjumlah 10 butir soal. Setiap soal diberi bobot 2. Jadi, skor maksimal ideal soal berjumlah 20. Berdasarkan analisis siklus II diperoleh tingkat hasil belajar siswa pada siklus II adalah 86,90% Bila dikonversikan ke dalam tabel kriteria hasil belajar siswa PAP skala 5, maka hasil belajar siswa pada siklus II berada pada rentangan 80 – 89%, atau berada pada kategori tinggi. Sedangkan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus II adalah 100%. Bila dikonversikan kedalam tabel kriteria hasil belajar siswa, maka hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus II berada pada rentangan 90 – 100%, atau berada pada kategori sangat tinggi. Setelah melaksanakan tindakan siklus II, kembali diadakan refleksi bersama guru bidang studi IPS. Refleksi ini diadakan pada akhir siklus II. Hasil refleksi siklus II mengungkapkan, bahwa kelemahankelemahan yang terjadi pada siklus I dapat diatasi. Kelemahan yang telah diatasi pada siklus II, diantaranya : 1) siswa belum terbiasa berdiskusi secara berkelompok, 2) siswa belum sepenuhnya terlibat dalam penggunaan media, 3) siswa masih terlihat bekerja secara individu dalam kelompok, 4) kurang terampil menggunakan alat/media, 5) Guru kurang menghasilkan pesan yang menarik dalam pembelajaran. Setelah diadakan tindakan siklus II, kelemahan tersebut telah diatasi. Hal tersebut terlihat dari siswa sudah mulai terbiasa melakukan diskusi kelompok, seluruh anggota kelompok telah berperan/terlibat langsung dalam penggunaan media, saling bekerjasama dalam mengemban tugas kelompok, terampil dan tekun dalam menggunakan media sebagai sumber belajar, serta terlibat aktif dalam bertanya maupun memberi tanggapan. Oleh karena itu, secara otomatis hasil belajar siswa kelas V pada siklus II dapat meningkat. Pembahasan Hasil analisis data awal sebelum dilaksanakan tindakan diketahui bahwa hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 2 Bila masih sedang, ini ditunjukkan dari nilai
rata-rata hasil belajar siswa dalam penyelesaian soal-soal yang diberikan yaitu dari 13 siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM sebanyak 8 siswa dan 5 siswa belum menuntaskan kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan yaitu 60 (KKM SD Negeri 2 Bila). Setelah diterapkan model pembelajaran investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep, ternyata terjadi peningkatan terhadap hasil belajar IPS. Hal ini didapat dari hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik tes. Tes yang diberikan dalam bentuk soal isian berjumlah 10 butir soal. Setiap soal diberi bobot 2. Jadi, skor maksimal ideal soal berjumlah 20. Hasilnya pada siklus I hingga siklus II. terjadi peningkatan Peningkatan hasil belajar siswa terjadi dari 72,30% atau berada pada kategori sedang pada siklus I, menjadi 86,90% atau berada pada kategori tinggi pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 15,60%. Begitu juga ketuntasan belajar secara klasikal terjadi peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 76,92% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 26,10%. Berdasarkan analisis proses pelaksanaan model Investigasi Kelompok pada siklus I dan II, kegiatan pembelajaran pada siklus I terlihat belum optimal. Belum tercapainya hasil belajar IPS siswa dalam penyelesain soal-soal pada siklus I disebabkan oleh beberapa kekurangan diantaranya adalah belum konsentrasinya siswa pada saat materi dijelaskan, pada kegiatan kerja kelompok kurang adanya keaktifan dan kekompakan didalam menyelesaikan persoalan, serta belum paham siswa didalam menyusun peta konsep sehingga hasil yang diperoleh belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Bertolak pada kekurangankekurangan yang dihadapi pada siklus I, maka dilaksanakan perbaikan tindakan pada siklus II yaitu dengan pengemasan materi yang lebih menarik didalam penyampaian materi, sehingga siswa lebih tertarik untuk melakukan kegiatan.
Pada saat pelaksanaan siklus II semangat dari siswa tercermin dari keantusiasan untuk menjawab soal yang diberikan, sehingga ada kesiapan pada saat kegiatan dilakukan dan rasa tanggung jawab siswa tercermin dari adanya kebersamaan didalam memecahkan masalah dalam kelompok serta adanya saling dukung didalam kelompok. Dengan adanya semangat, ketertarikan serta rasa tanggung jawab hasil belajar siswa meningkat hal ini tercermin dari rasa ingin tahu, rasa tanggung jawab serta rasa kebersamaan didalam memecahkan persoalan dalam kelompok. Hal ini dipertegas juga oleh Ibrahim (2000:6) yang menyatakan bahwa (a) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka ”sehidup sepenanggungan bersama”, (b) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok, seperti milik mereka sendiri, (c) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama, (d) siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok yang sama, (e) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan oleh anggota kelompok, (f) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, (g) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok koperatif. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juniawan (2008). Dalam penelitianya disebutkan bahwa dengan adanya semangat dan rasa tanggung jawab dari tiap siswa untuk mendapatkan predikat terbaik maka siswa berusaha belajar untuk menguasai materi sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat pada siklus selanjutnya. Peningkatan hasil belajar yang dimiliki siswa sejalan dari hasil penelitian hasil belajar yang dilakukan oleh Hariana (2011). Pada penelitianya diuraikan bahwa dengan adanya rasa ingin tahu yang kuat, rasa kebersamaan, serta rasa tanggung
jawab dari tiap siswa mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa didalam proses pembelajaran dari data tersebut menunjukkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dapat membantu anak untuk mengembangkan perkembangan kognitif dan keaktifan siswa didalam kegiatan pembelajaran, hal ini dipertegas oleh Lundgren (dalam Ibrahim, 2000:18-19) yaitu dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif siswa dapat meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, angka putus sekolah menjadi rendah, penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, perilaku menganggu menjadi lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, motivasi lebih besar, hasil belajar lebih tinggi, retensi lebih lama, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. Untuk mengukur hasil belajar siswa, dilakukan dengan menggunakan teknik tes. Tes yang diberikan dalam bentuk soal isian berjumlah 10 butir soal. Setiap soal diberi bobot 2. Jadi, skor maksimal ideal soal berjumlah 20. Setelah melaksanakan tindakan siklus II, kembali diadakan refleksi bersama guru bidang studi IPS. Refleksi ini diadakan pada akhir siklus II. Hasil refleksi siklus II mengungkapkan, bahwa kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I dapat diatasi. Kelemahan yang telah diatasi pada siklus II, diantaranya : 1) siswa belum terbiasa berdiskusi secara berkelompok, 2) siswa belum sepenuhnya terlibat dalam penggunaan media, 3) siswa masih terlihat bekerja secara individu dalam kelompok, 4) kurang terampil menggunakan alat/media, 5) Guru kurang menghasilkan pesan yang menarik dalam pembelajaran. Setelah diadakan tindakan siklus II, kelemahan tersebut telah diatasi. Hal tersebut terlihat dari siswa sudah mulai terbiasa melakukan diskusi kelompok, seluruh anggota kelompok telah berperan/terlibat langsung dalam penggunaan media, saling bekerjasama dalam mengemban tugas kelompok, terampil dan tekun dalam menggunakan
media sebagai sumber belajar, serta terlibat aktif dalam bertanya maupun memberi tanggapan. Oleh karena itu, secara otomatis hasil belajar siswa kelas V pada siklus II dapat meningkat. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model investigasi kelompok dengan memanfaatkan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 2 Bila Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut terlihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dari 72,30% atau berada pada kategori sedang pada siklus I, menjadi 86,90% atau berada pada kategori tinggi pada siklus II. Peningkatan hasil belajarsiswa dari siklus I ke siklus II sebesar 15,60%. Begitu juga ketuntasan belajar secara klasikal terjadi peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 76,92% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajarsiswa secara klasikal sebesar 26,10%. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut disebabkan oleh investigasi kelompok dilaksanakan secara efektif dan efisien. Di samping itu, siswa sangat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, menggali pengetahuan dan saling berdiskusi bersama anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Bagi siswa, agar dapat mempermudah siswa mempersiapkan diridalam pembelajarah. Sehingga akan timbul kesadaran siswa, termotivasi, bersikap positif, dan berdaya kreatif terhadap bahan pelajaran. 2. Guru bidang studi IPS diharapkan mampu menerapkan model-model pembelajaran yang bersifat inovatif yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Bagi sekolah, tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dalam rangka menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. 4. Peneliti lain dapat mengembangkan hasil penelitian ini. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai pembanding atau referensi khususnya dalam investigasi kelompok pada mata pelajaran IPS. DAFTAR RUJUKAN Aunurrahman, dkk. 2009. Bahan Ajar Cetak Penelitian Pendidikan SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dimyati dan Moedjiono, Moh. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Hamalik, Oemar. 1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Mandar Maju. Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial SD. Jakarta: Depdiknas. Holil, A. 2008. Peta Konsep untuk Mempermudah Konsep Sulit dalam Pembelajaran. Tersedia pada http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/ peta-konsep-untuk-mempermudahkonsep.html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012. Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Nur. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas. Poerwadarminta, W.J.S. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Rapi, N K & Sujanem, R. 2005. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris-Induktif dengan Peta Konsep dalam Pembelajaran IPA sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II SLTP N 3 Singaraja. Laporan Penelitian (Tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha. Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.
Saidiharjo, dkk. 1996. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: FIP IKIP. Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Buku Ajar (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Supriyono. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Peta Konsep untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Inovatif. 3(2). (1-6).