e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPA SISWA KELAS VI SD GUGUS YOS SUDARSO KECAMATAN DENPASAR SELATAN TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Anak Agung Bagus Trisna Adi Candra1, I Wayan Sujana2, I Ketut Ardana3 1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kompetensi IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model discovery learning dan kelompok yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VI semester II SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan eksperimen semu. Desain eksperimen yang digunakan adalah “Nonequivalent control group design”. Populasi dalam penelitian ini ialah kelas VI SD Gugus Yos Sudarso dengan banyak siswa 261. Untuk menentukan sampel terlebih dahulu masing-masing kelas VI di SD Gugus Yos Sudarso diberikan pre-test, hasil pre-test siswa diuji analisis kesetaraan. Di dapat dua sampel yang telah diundi yaitu satu kelompok ekspreimen dan satu kelompok kontrol. Kelas VIA SDN 12 Sanur sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIC SDN 10 Sanur sebagai kelompok kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol sama-sama diberikan sebanyak 6 kali, dan diberikan pos-test terakhir untuk mengetahui penguasaan kompetensi pengetahuan IPA. Untuk Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t. Hasil analisis data diperoleh thitnung 4,139 sedangkan pada taraf signifikansi 5% dan dk = 63 diperoleh nilai ttabel = 2,000 sehingga thitung 4,139 > ttabel 2,000. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berarti ada perbedaan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan model discovery learning diperoleh X = 70,09, sedangkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional diperoleh X = 62,06. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model discovery learning berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017. Kata kunci: Discovery Learning, pembelajaran IPA, Kompetensi Pengetahuan. ABSTRACT This study aims to determine the significant differences of science competence between groups of students who were taught by the model of discovery learning and the group that was taught using conventional learning in grade 6 students in second semester of SD Gugus Yos Sudarso, South Denpasar District, lesson year 2016/2017. The type of research conducted in this study is quantitative research with quasi experiments. The experimental design used is "Nonequivalent control group design". The population in this study is class VI SD Gugus Yos Sudarso with many students 261. To determine the first sample each class VI in SD Gugus Yos Sudarso given pretest, the results of the student's pre-test were tested equality analysis. Two samples were drawn, one experimental group and one control group. VIA SDN 12 Sanur class
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
as experimental group and VIC SDN 10 Sanur class as control group. The learning in the experimental and control class is equally given 6 times, and is given the last posttest to know the mastery of science knowledge competence. To collect data in this research is done by test method. The data obtained were analyzed using the t-test. The result of data analysis obtained by thitnung 4,139 while at significance level 5% and dk = 63 obtained ttable value = 2.000 so tcount 4,139> ttable 2,000. Based on the testing criteria, then H0 is rejected and Ha accepted. Means there are differences of research results indicate that with the application of discovery learning model obtained X = 70.09, while the group of students who were taught by conventional learning obtained X = 62.06. So it can be concluded that the application of discovery learning model influences the knowledge competence of science students of grade VI SD Gugus Yos Sudarso, South Denpasar District Lesson Year 2016/2017. Keywords: Discovery Learning, Science lesson, Knowledge Competency.
PENDAHULUAN Pedidikan merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pembentukan sumber daya manusia. Pendidikan dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Salah satu masalah yang dihadapi dalam kaedah dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Dewasa ini, kemampuan berpikirlah yang menjadi tolak ukur pengembangan sumber daya manusia disuatu daerah. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang menurut Huda (2013:2). Peran pendidik adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber belajar yang paling benar. Seorang pendidik yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahlian di depan kelas. Salah satu komponen keahlian itu adalah kemampuan untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien, pendidik perlu mengenal berbagai jenis model pembelajaran sehingga dapat memilih model pembelajaran yang paling tepat untuk suatu bidang pengajaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab 1 ayat 6, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
kelulusan. Pembelajaran dari pendidik harus dikemas, dari memilih model dan metode yang tepat untuk membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di kelas, siswa hanya ditekankan untuk menghafal, mengingat berbagai informasi oleh pendidik. Proses pembelajaran tersebut seakan berbanding terbalik dengan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan. Dahulu, saat ini, dan saat yang akan datang IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peranan yang sangat penting dan alam kehidupan manusia. Hal ini desebabkan karena kehidupan kita sangat bergantung dari alam, zat terkandung di alam, dan segala jenis gejala yang terjadi di alam. IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam dan faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, IPA, Astronomi/ Astrofisika, dan Geologi. IPA merupakan ilmu pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal berkaiatan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan matekognitif, 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
dan IPA sebagai proses, yaitu kerja ilmiah menurut Sulistyowati (2014: 22) Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan sains, disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Anggapan sebagian besar peserta didik yang menyatakan bahwa pelajaran IPA ini sulit adalah benar terbukti dari perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta penggunaan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan menurut Susanto (2015: 165) Model discovery learning merupakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mengorganisasikan sendiri materi pembelajaran dengan penekanan pada penemuan konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui siswa, (Kemendikbud 2016: 60). Discovery learning dipandang sebagai suatu model pembelajaran. Discovery merupakan pembelajaran berdasarkan penemuan, konstruktivis dan teori bagaimana belajar. Model discovery learning ialah dimana peserta belajar untuk mengenali masalah, solusi, mencari informasi yang relevan, mengembangkan strategi solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dengan model discovery learning pengetahuan yang diperoleh siswa akan lama diingat, konsep-konsep jadi lebih mudah diterapkan pada situasi baru dan meningkatkan penalaran siswa menurut Nurdin (2016:212). Selanjutnya pada proses pembelajaran karakteristiknya mencakup : a) menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan dengan
tetap memperhatikan karakteristik siswa, b) menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk semua mata pelajaran, c) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberitahu (discovery learning), dan d) menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berpikir logis, sistematis, dan kreatif. (Depdikbud, 2014:13). Berikut ini adalah langkah-langkah umum model discovery learning 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. 2. Dari data yang diberikan pendidik, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan pendidik dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. 3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. 4. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh pendidik. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. 5. Apabila telah diperoleh kepastian tentak kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu, perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. 6. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya pendidik menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar menurut Hosnan (2014: 285). Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan juga memiliki 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
kekurangan, berikut ialah kelebihan dari model discovery learning yaitu :
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang o. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. p. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. q. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa. r. Menimbulkan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. s. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. t. Dapat meningkatkan motivasi. u. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik. v. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. w. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. x. Melatih siswa belajar sendiri. y. Sikap aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir, menurut Hosnan (2014: 287)
a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan - keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (promblem solving). c. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. d. Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatan dirinya. e. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f. Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada peserta didik dan pendidik berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahakan, pendidikpun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Adapun kekurangan dari model discovery learning menurut Hosnan (2014:288), yaitu:
h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keraguraguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j. Membantu dan mengebangkan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. k. Mendorong peserta didik dan bekerja sama atas inisiatif sendiri. l. Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
a. Menyita banyak waktu. b. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan. c. Tidak berlaku untuk semua topik. Untuk mengatasi kekurangan model discovery learning maka dapat meminimalkan kekurangan tersebut dengan cara persiapan yang matang ditinjau baik dari segi waktu, materi dan pengelolaan kelas sehingga penerapan model discovery learning dapat diaplikasika dengan baik. Pada praktiknya sangat sedikit pendidik yang menerapkan model tersebut di dalam pembelajaran.Begitu juga dalam muatan pembelajaran IPA 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
(Ilmu Pengetahuan Alam). Berdasarkan hal tersebut maka dirancang penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Kompetensi Pengetahuan IPA Siswa Kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017. Pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antar pendidik dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran motode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan. Pembelajaran konvensional sudah tidak begitu efektif lagi digunkan dalam pembelajaran sekarang, terlihat dari sebagian siswa tidak memahami materi sehingga target yang diinginkan sekolah tidak tercapai menurut Marjan 2014. Cara ini kadang - kadang membosankan maka dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu, agar gaya penyajian tidak membosankan dan menarik perhatian siswa. Menurut Roestiyah (2008; 136)
2. Pendidik yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan. 3. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum (Sanjaya, 2010: 148). Langkah-Langkah Metode Ceramah Menurut Sanjaya (2010) Agar metode ceramah berhasil, ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik pada tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan. 1. Tahap persiapan a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan, oleh sebab itu merumuskan tujuan yang jelas merupakan langkah awal yang harus dipersipkan pendidik. Apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran dengan ceramah berakhir. b. Menentukan pokok - pokok materi yang akan diceramahkan. Keberhasilan suatu ceramah sangat tergantung kepada tingkat penguasaan pendidik tentang materi yang akan diceramahkan. Oleh karena itu, pendidik harus mempersiapkan pokok - pokok materi yang akan disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Dalam menentukan pokok-pokok ini juga perlu dipersiapkan ilustrasi ilustrasi yang relevan untuk memperjelas informasi yang akan disampaikan. c. Mempersiapkan alat bantu. Alat bantu sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan persepsi dari siswa.
Adapun kelebihan dari metode ceramah : 1. Metode ceramah sangat baik untuk materi yang belum tersedia dalam bentuk hard copy sehingga dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan buku - buku ajar. 2. Dapat menyampaikan materi dalam waktu singkat. 3. Metode ceramah lebih praktis, ekonomis, dan efisien. (Sulistyowati, 2014: 144) dari
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan :
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai pendidik.
a. Langkah pembukaan. Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan
Berikut ialah metode ceramah :
kekurangan
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
oleh langkah ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam langkah pembukaan ini ialah sebagai berikut : 1) Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, pendidik perlu mengemukakan terlebih dahulu tujuan yang harus dicapai oleh siswa. 2) Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Guna langkah apersepsi dalam langkah pembukaan ini adalah untuk mempersiapkan secara mental agar siswa mampu dan dapat menerima materi pembelajaran.
yang tepat, segeralah kita beri penguatan dengan memberikan semacam pujian yang membanggakan hati. Sedangkan, seandainya siswa memberikan respons yang kurang tepat, segeralah tunjukkan bahwa respons siswa perlu perbaikan dengan tidak menyinggung perasaan siswa. 5) Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Kelas yang kondusif memungkinkan siswa bersemangat dan penuh motivasi untuk belajar. c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah. Ceramah harus ditutup agar materi pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak terbang kembali. Ciptakan kegiatan - kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat materi pembelajaran. Ha l -hal yang dapat dilakukan untuk keperluan tersebut antara lain :
b. Langkah penyajian. Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar metode ceramah berkualitas, maka pendidik harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu :
1) Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan. 2) Merangsang siswa untuk dapat menanggapi atau memberi semacam usulan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan. 3) Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran yang baru saja disampaikan.
1) Menjaga kontak mata secara terusmenerus dengan siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari pendidik agar siswa mau memperhatikan. Selain itu, kontak mata juga dapat berarti sebuah penghargaan dari pendidik kepada siswa. Siswa yang selalu mendapatkan pandangan dari pendidikakan merasa dihargai dan diperhatikan. 2) Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa. Oleh sebab itu, sebaiknya pendidik tidak menggunakan istilah - istilah yang kurang popular. Selain itu, jaga intonasi suara agar seluruh siswa dapat mendengarnya dengan baik. 3) Sajian materi pembelajaran secara sistematis, tidak meloncat - loncat, agar mudah ditangkap oleh siswa. 4) Tanggapilah respons siswa dengan segera. Artinya, sekecil apapun respons siswa harus kita tanggapi. Apabila siswa memberikan respons
METODE Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester 2 kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksperimental yaitu quasi eksperiment (Eksperimen Semu). Desain eksperimen yang digunakan adalah “Nonequivalent control group design”. “Pemberian pre-test biasanya digunakan untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok” Menurut Dantes (2012:97). Pre-test diberikan untuk kelompok kontrol dan kelompok 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
eksperimen. Setelah itu peneliti memberikan perlakuan, yaitu dengan memberikan model discovery learning kepada kelompok eksperimen dan memberikan pembelajaran kovensional kepada kelompok kontrol. “Populasi merupakan keseluruhan dari objek, orang, peristiwa, atau sejenisnya yang menjadi perhatian dan kajian dalam penelitian” (Setyosari, 2015:221). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI (enam) SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan tahun pelajaran 2016/2017, yang terdiri dari 8 kelas dalam 5 sekolah dasar. Jumlah populasi dari penelitian ini adalah 261 orang. Setelah mengetahui populasi langkah selanjutnya adalah menentukan sampel penelitian. Sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” Sugiyono (2011: 81). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah random sampling yang dirandom kelasnya, sehingga setiap kelas mendapatkan peluang yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Pemilihan sampel penelitian ini tidak dilakukannya pengacakan individu melainkan hanya pengacakan kelas. Karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dan tidak dilakukannya pengacakan individu, kemungkinan pengaruh - pengaruh dari keadaan siswa mengetahui dirinya
dilibatkan dalam eksperimen dapat dikurangi sehingga penelitian ini benarbenar menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kompetensi pengetahuan IPA siswa adalah dengan menggunakan tes. Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Tes yang digunakan adalah tes pilihan ganda biasa dengan empat pilihan jawaban. Tes yang telah disusun kemudian diuji cobakan untuk mendapatkan gambaran tentang kelayakan tes tersebut. Tes yang telah diuji cobakan kemudian dianalisis untuk menentukan validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah iji prasyarat analisi. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas, dan uji homogenitas varians untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh tersebut normal dan homogen. Teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji-t . HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagi berikut.
Tabel 1.Deskripsi Kompetensi Pengetahuan IPA Kelompok Eksperimen dan Kontrol. Statistik Deskriptif Kelompok eksperimen Kelompok Kontrol N
34
31
Mean (M)
70,09
62,06
Median (Me)
69,70
66,50
Modus (Mo)
68,50
61,69
Nilai Terendah
57
50
Nilai Tertinggi
87
77
7,98
7,57
63,707
57,329
Standar Deviasi Varians 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Dari paparan data kompetensi pengetahuan IPA Siswa Kelas VI kelompok kontrol pada tabel 4.4 tabel distribusi frekuensi terdapat 31 siswa dengan nilai tertinggi yang diperoleh 77 dan nilai terendah adalah 50. Dari sebaran data tersebut diperoleh rata-rata (mean) sebesar 62,06 data yang paling sering muncul (modus) adalah 61,69, dan nilai tengah (median) adalah 66,50. Berdasarkan hasil analisis diperoleh harga X2hitung= 1.519 untuk kelompok eksperimen. Harga tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga X2tabel dengan dk= 5 dan tarif signifikan 5% sehingga diperoleh harga X2tabel = 11,070. Karena X2hitung= 1.519 < X2tabel = 11,070 maka H0 dierima (gagal ditolak). Sedangkan pada kelompok kontrol harga X2hitung= 4.296 untuk kelompok kontrol.
Harga tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga X2tabel dengan dk= 5 dan tarif signifikan 5% sehingga diperoleh harga X2tabel = 11,070. Karena X2hitung = 4.296< X2tabel = 11,070 maka H0 dierima (gagal ditolak). Ini berarti sebaran data kompetensi pengetahuan IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Uji homogenitas data kompetensi pengetahuan IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di peroleh Fhitung = 1,11. Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga Ftabel = 1,80 dengan dk 34, 31. Karena Fhitung 1,11< Ftabel 1,80 maka dapat dikatakan data kompetensi pengetahuan IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen.
Tabel 2. Hasil Uji t Kelompok Kontrol dan Eksperimen No Sampel N Dk X S2 1
2
Kelompok eksperimen
34
Kelompok control
31
70,09
thitung
ttabel
Status
2,000
H0 ditolak
63,707
63
4,139 62,06
57,329
IPA siswa. Pengaruh model discovery learning berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPA dilihat dari perbedaan hasil analisis statistik deskriptif antara kedua kelompok sampel. Secara deskriptif rata-rata kompetensi pengetahuan IPA siswa kelompok eksperimen X = 70,09 dibandingkan dengan rata-rata kompetensi pengetahuan kelompok kontrol X = 62,06. Jadi kompetensi pengetahuan kelompok eksperimen X= 70,09> X= 62,06 kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA siswa yang menggunakan Model discovery learning dan pembelajaran secara konvensional dapat disebabkan adanya perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran. Meurut Hosnan, (2014:
Dari hasil analisis diperoleh thitung =4,139 dan ttabel = 2,000 pada taraf signifikansi 5% dengan dk = n1 + n2 – 2 = (34+31-2) = 63. Oleh karena thitung 4,139 > ttabel 2,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Terdapat perbedaan yang signifikan pengusaan kompetensi pengetahuan IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui Model discovery learning dengan siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional pada kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017. Pembahasan Adanya perbedaan yang signifikan menunjukan bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
285) langkah-langkah discover learning yaitu 1) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. 2) Dari data yang diberikan pendidik, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan pendidik dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. 3) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. 4) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh pendidik. 5) Apabila telah diperoleh kepastian tentak kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu, perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. 6) Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya pendidik menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan yang disampaikan oleh Ratna (2016) dengan judul penelitian Penerapan Model Discovery learning Berbantuan Media Konkret Untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pengetahuan IPA Siswa Kelas VB SD Negeri 7 Pedungan.
2. Berdasarkan
hasil analisis data kompetensi pengetahuan IPA pada kelompok kontrol terdapat 31 siswa dengan nilai tertinggi yang diperoleh 77 dan nilai terendah adalah 50. Dari sebaran data tersebut diperoleh ratarata (mean) sebesar 62,06 data yang paling sering muncul (modus) adalah 61,69, dan nilai tengah (median) adalah 66,50.
3. Dari hasil analisis di peroleh thitung =4,139 dan ttabel = 2,000 pada taraf signifikansi 5% dengan dk = n1 + n2 – 2 = (34+31-2) = 63. Oleh karena thitung 4,139 > ttabel 2,000 maka H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengusaan kompetensi pengetahuan IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017 di tolak, dan H a yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pengusaan kompetensi pengetahuan IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning dengan siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional pada kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017 diterima. Dilihat dari rata-rata kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning X = 70,09 > X= 62,06 kelompok siswa yang dibelajarkan secara konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model discovery learning berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas VI SD Gugus Yos Sudarso Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Berdasarkan
hasil analisis data kompetensi pengetahuan IPA pada kelompok eksperimen terdapat terdapat 34 siswa dengan nilai tertinggi 87 yang diperoleh dan nilai terendah adalah 57. Dari sebaran data tersebut diperoleh rata-rata (mean) sebesar 70,09, data yang paling sering muncul (modus) adalah 68,50, dan nilai tengah (median) adalah 69,70.
Saran 1. Kepada Guru Kepada guru-guru hendaknya dapat menggunakan model discovery learning sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran karena model ini
9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sulistyowati, Eka, 2015. Metodelogi Pembelajaran IPA. Jakarta: PT Bumi Aksara. Susanto, Ahmad, 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group.
berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPA. 2. Kepada Sekolah Berdasarkan temuan penelitian, disarankan kepada kepala sekolah agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pendukung sumber belajar guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan di sekolah sehingga sekolah mampu menghasilkan siswa yang berkualitas. 3. Kepada Peneliti Lain Berdasarkan temuan penelitian, disarankan kepada peneliti agar hasil penelitian ini digunakan sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian selanjutnya atau menemukan inovasi kegiatan pembelajaran lainnya yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa. DAFTAR RUJUKAN Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi. Hosnan, 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Huda, Miftahul. 2015. Model-Model Pengpelajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kemendikbud, 2016. Panduan Teknis Pembelajaran Dan Penilaian Di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. Marjan, Johari. 2014. ”Pengaruh Pembelajaran Pendekatan saitifik Terhadap Hasil Belajar Biologi dan Keterampilan Proses Sains Siswa MA Mu’allimat Nw Pancor Selong Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran.Volume 4, Edisi Mei, (hlm.1-12) Sanjaya,Wina, 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Setyosari, Punaji, 2015. Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama.
10