e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING AND LEARNING DENGAN PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI DI GUGUS XI KECAMATAN BULELENG 1
Dina Yuliati, 2 Md. Sumantri, 3I, Gd. Margunayasa
1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan siswa kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus XI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah populasi di SD Negeri Gugus XI Kecamatan Buleleng sebanyak 123 orang siswa, dari populasi tersebut kemudian di random sampling, sehingga di dapatkan dua sekolah yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Singaraja sebagai kelompok eksperimen dan SD No.1 Kampung Bugis sebagai kelompok kontrol. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPA adalah tes:yaitu tes hasil belajar jenis obyektif bentuk pilihan ganda biasa. Data hasil belajar IPA yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t. Dapat disimpulkan bahwa model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri di gugus XI kecamatan Buleleng. Kata kunci : Model Quantum teaching and Learning , Hasil Belajar. Abstract This study aims to determine the differences in learning outcomes IPA significant experimental group students following study using the quantum model of teaching and learning with the use of media images and groups of students who learn using conventional learning models . This research is a quasi experimental study . The population in this study were all fifth grade students in Cluster XI Buleleng academic year 2013/2014 . Total population in the Elementary School Cluster XI Buleleng many as 123 students , of the population then in random sampling , so that in the two schools that get the State Government Elementary School ( MIN ) Singaraja as the experimental group and SD 1 Kampung Bugis as a control group . The method used to collect data science learning outcomes is a test : which achievement test objective type multiple choice regular . Science learning outcome data were analyzed using t-test . It can be concluded that the model of quantum teaching and learning with the use of media images provide greater leverage than conventional learning on learning outcomes IPA Elementary School fifth grade students in cluster XI Buleleng districts . Key word : quantum teaching and learning model, learning outcome.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 PENDAHULUAN Harapan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan jelas terlihat dengan diperbaikinya UU Pendidikan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19, menjelaskan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan KTSP dikembangkan menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 juga dilandasi pemikiran tantangan masa depan yaitu tantangan abad ke 21 yang ditandai dengan abad ilmu pengetahuan, knowlwdge-based society dan kompetensi masa depan. Kurikulum ini menuntut adanya perubahan proses pembelajaran yang cenderung pasif, teoritis, dan berpusat pada guru k ke proses pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif yang mengacu pada permasalahan kontekstual dan berpusat pada siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk menemukan kembali dan membangun pengetahuan sendiri. Dari sekian upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional tidak terlepas dari peran guru sebagai pelaksana pendidikan. Seorang guru dituntut mampu mengimplementasikan metode-metode
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan kondisi siswa di lapangan. Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai akan membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif dan interaktif seperti yang dituntut di dalam Kurikulum 2013, sehingga dapat memenuhi tujuan dari diselengarakannya pembelajaran tersebut, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan nasional. Astawa dan Gita (2003) menyatakan bahwa peranan guru dalam proses pembelajaran sangat penting karena seorang guru harus merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukannya. Dalam merancang pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan tujuan diselenggarakannya pembelajaran itu sendiri, termasuk di dalamnya pembelajaran IPA. IPA merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2004). Pembelajaran IPA dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan dan menumbuhkan potensinya sehingga peserta didik mampu menghadapi masa depan yang penuh tantangan melalui penguasaan IPA secara umum. Salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit dan tidak menarik oleh siswa di Sekolah Dasar adalah mata pelajaran IPA, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada ulangan mata pelajaran IPA secara umum masih rendah. Hal ini didukung dari hasil wawancara dan observasi di SD Negeri di lingkungan Gugus XI Kecamatan Buleleng melalui guru kelas. Dari hasil wawancara dan observasi dikatakan bahwa nilai hasil belajar IPA masih rendah karena masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah standar yang ditetapkan dari sekolah. Penyebab rendahnya hasil
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 belajar IPA yang diperoleh siswa di gugus XI kecamatan Buleleng disebabkan beberapa hal, salah satunya yaitu pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru SD di Gugus XI kecamatan Buleleng masih dilaksanakan secara konvensional. Guru jarang menggunakan media gambar dalam mengajar, siswa hanya diajak menghayal hal ini tentunya akan menimbulkan kejemuhan dalam diri siswa selama mengikuti pembelajaran sehingga tidak heran hasil ulangan IPA siswa belum optimal. Sebagai salah satu alternatif agar tercapainya kriteria ketuntasan minimum (KKM) hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA di SD Negeri Gugus XI Kecamatan Buleleng maka diperlukan suatu model pembelajaran untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Model pembelajaran yang akan diterapkan untuk diteliti adalah model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar. Model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi hasil belajar siswa adalah model quantum teaching and learning. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Shapiyah (2010), yang menyatakan bahwa model quantum teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaranIPA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh DePorter, dkk (1999) bahwa Model pembelajaran teaching and learning merupakan model percepatan belajar (Accelerated Learning) dengan metode belajar quantum teaching. Percepatan belajar yang di Indonesia dikenal dengan program akselerasi tersebut dilakukan dengan menyingkirkan hambatanhambatan yang menghalangi proses alamiah dari belajar melalui upaya-upaya yang sengaja. Penyingkiran hambatanhambatan belajar yang berarti mengefektifkan dan mempercepat proses belajar dapat dilakukan misalnya: melalui penggunaan musik (untuk menghilangkan kejenuhan sekaligus memperkuat konsentrasi melalui kondisi alfa), perlengkapan visual (untuk membantu siswa yang kuat kemampuan visualnya), materi-materi yang sesuai dan penyajiannya disesuaikan dengan cara
kerja otak, dan keterlibatan aktif (secara intelektual, mental, dan emosional). Model quantum teaching and learning mengambil bentuk “simponi” dalam pembelajaran, yang membagi unsur-unsur pembentuknya menjadi dua kategori, yang berupa konteks dan isi. Konteks adalah penyiapan kondisi bagi penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas. Isi merupakan penyajian materi pelajaran. Secara umum pembelajaran dengan model quantum teaching and learning menunjukkan ciriciri: (1) penggunaan musik dengan tujuantujuan tertentu, (2) pemanfaatan ikon-ikon sugestif yang membangkitkan semangat belajar siswa,(3) penggunaan “stasiunstasiun kecerdasan” untuk memudahkan siswa belajar sesuai dengan modalitas kecerdasannya, (4) penggunaan bahasa yang unggul, (5) suasana belajar yang saling memberdayakan, dan (6) penyajian materi pelajaran yang prima. Penyajian dalam pembelajaran quantum teaching and learning mengikuti prosedur dengan urutan: (1) penumbuhan minat siswa, (2) pemberian pengalaman langsung kepada siswa sebelum penyajian, (3) penyampaian materi dengan multimetode dan multimedia, (4) adanya demonstrasi oleh siswa, (5) pengulangan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa mereka benarbenar tahu, dan (6) penghargaan terhadap setiap usaha berupa pujian, dorongan semangat, atau tepukan (DePorter, 1999). Model quantum teaching and learning memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Adapun karakteristik tersebut yaitu; 1. Pembelajaran quantum teaching and learning lebih bersiafat kontruktivistik. 2. Pembelajaran quantum Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna 3. Pembelajaran quantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasialn tinggi. 4. Pembelajaran quantum sangat menekankan pada kealamiahan dan kewajiban proses pembelajaran bukan keaktifan atau keadaan yang dibuat-buat.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 5. Pembelajaran quantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. 6. Pembelajaran quantum yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. 7. Pembelajaran quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Adapun pengertian dari Quantum Teaching adalah berbagai interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Pembelajaran yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses kegiatan belajar dengan cara sengaja mengggunakan musik/mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai pengajaran yang efektif dan banyak mengaftifkan siswa. Kerangka rancangan belajar Quantum dikenal dengan istilah TANDUR, yang didalamnya memiliki 6 tahap atau fase yaitu: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangin, dan Rayakan. Keenam tahap/fase tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut. 1.Tumbuhkan, artinya seorang guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran, dengan berbagai macam, sehingga dengan minat yang ada maka pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar. 2. Alami, maksudnya seorang guru dalam mengajar harus dapat menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh siswanya. Guru dalam mengajar memberikan contoh peristiwa yang pernah dilihat anak-anak seharihari. 3. Namai, maksudnya, seorang guru dalam mengajar menggunakan kata yang mudah dimengerti, rumus yang benar, memberi konsep yang jelas, model yang mudah dimengerti, strategi yang mudah dilakukan. 4. Demonstrasikan, maksudnya guru dalam mengajar memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, artinya guru dalam
mengajar menggunakan alat peraga untuk mendemontrasikan materi yang diajarkan, sehingga siswa akan mudah mengingat isi pesan yang disampaikan oleh guru. 5. Ulangi, maksudnya guru dalam mengajar dapat menunjukkan cara yang mudah untuk mengulang materi. Misalnya, dengan memberikan rangkuman yang diajarkan tadi. 6. Rayakan, maksudnya seorang guru dalam mengajar dapat memberi pengakuan atas usaha siswa untuk menyelesaikan tugas dan pemerolehan keterampilan serta ilmu pengetahuan. Kelas dapat menjadi rumah tempat siswa, tidak hanya terbuka terhadap umpan balik, tetapi juga menjadi tempat untuk belajar, mengakui dan mendukung orang lain, tempat mereka mengalami kegembiraan dan kepuasan memberi dan menerima, belajar dan tumbuh. Sedangkan Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan. Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat. Selanjutnya Bobbi DePorter, dkk (dalam Abdurrahaman, 2005:14) mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka memisalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP (neurolinguistik) dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan. Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari
setiap orang ( De Porter dan Hernacki, 1992) Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah Para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memberikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.” Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi. Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa. Sedangkan lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang
akan datang, dan menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa. Dalam permen 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa salah satu prinsip kurikulum adalah “berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya” maka proses pembelajaran yang cocok diterapkan adalah menggali potensi anak untuk selalu kreatif dan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan siswa. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul pengaruh model quantum teaching and learning dengan pemanfaatkan media gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri di gugus XI kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. METODE Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penelitian adalah penggunaan metode penelitian yang tepat. Selain itu, kecermatan peneliti juga diperlukan agar pengetahuan dan pengembangannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model quantum teaching and learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensioanl terhadap hasil belajar IPA siswa. Jenis penelitian yang akan dilakukakan yaitu Penelitian Eksperimen Semu (Quasi
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Eksperimen). Desain Eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Equivalent Control Group Design. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di MI Negeri Singaraja sebagai kelas Eksperimen dan SD No.1 Kampung Bugis sebagai kelas Kontrol. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada kelas V semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri di gugus XI kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Populasi penelitian ini adalah 4 sekolah yang ada di Gugus XI kecamatan Buleleng. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan tekhnik random sampling maka didapatkan MI Negeri Singaraja yang berjumlah 33 orang sebagai kelas eksperimen dan SD No.1 Kampung Bugis yang berjumlah 32 sebagai kelas kontrol. Prosedur pelaksanaan eksperimen dilakukan untuk menentukan tindakan-tindakan yang mengarahkan jalannya eksperimen. Tahap yang pertama yaitu melakukan observasi SD gugus XI kecamatan Buleleng dan wawancara dengan ketua gugus. Dari hasil wawancara didapatkan kesimpulan bahwa sekolah-sekolah yang ada digugus XI kecamatan Buleleng setara secara akademik sehingga tidak ada kelas yang diunggulkan. Proses pemberian perlakuan yang berupa pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan (masing-masing pertemuan 2 x 35 menit). Kedua kelompok mendapatkan perlakuan pembelajaran sesuai dengan isi dan waktu pelaksanaan pembelajaran yang sama sesuai dengan jadwal masing-masing. Pembelajaran dilakukan dengan rancangan yang berbeda pada masingmasing kelompok. Untuk pengumpulan data digunakan metode tes. Data mengenai hasil belajar IPA diperoleh dengan tes pilihan ganda biasa (PGB)) dengan bobot nilai 60% dan untuk penilaian afektif menggunakan metode observasi dengan menggunakan lembar observasi dengan bobot nilai 40%. Jumlah soal sebanyak
30 butir soal diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai post-test. Setiap soal disertai empat alternatif jawaban yang dipilih siswa (alternatif a, b, c, dan d). Setiap item akan diberikan skor 1 bila siswa menjawab dengan benar (jawaban disesuaikan dengan kunci jawaban) serta skor 0 untuk siswa yang menjawab salah. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Untuk uji prasyarat analisis menggunakan uji normalitas sebaran data dengan uji Chi kuadrat, uji homogenitas varians menggunakan uji F, dan uji hipotesis menggunakan uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil setelah perhitungan diperoleh rata-rata nilai akhir hasil belajar IPA kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model Quantum Teaching and Learning dengan pemanfaatan media gambar 89,14 dan standar deviasi 3,95. Sedangkan rata-rata nilai hasil belajar IPA untuk kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menerapkan pembelajaran konvensional adalah 79,57 dan standar deviasi 3,44. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum taeching and learning rata-rata nilai hasil belajarnya lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas data dilakukan pada dua kelompok data, meliputi data kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dan data kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui sebaran data skor akhir hasil belajar IPA yang digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas sebaran data dilakukan dengan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 menggunakan uji Chi kuadrat pada taraf signifikansi 5%. Uji ini diperlakukan untuk kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol Berdasarkan uji chi kuadrat pada kelas eksperimen sehingga diperoleh Xhitung = 4,85 dan Xtabel = 11,07. Data sampel dikatakan berdistribusi normal apabila X tabel > Xhitung sedangkan apabila Xtabel < Xhit berarti data sampel tidak berdistribusi normal. Karena Xtabel > Xhitung (11,07 > 4,85), maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen berdistribusi normal pada taraf kepercayaan 0,5%. Setelah melakukan uji normalitas selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji F. Perbandingan harga F yang diperoleh melalui perhitungan dengan harga F yang diperoleh dari tabel distribusi F dengan dengan db penyebut 32 db pembilang 33. Jika Fhitung < Ftabel berarti data kelas sampel mempunyai variansi yang homogen, sebaliknya jika Fhitung > Ftabel berarti data kelas sampel
tidak homogen. Dari hasil perhitungan homogenitas diperoleh Fhitung 1,32 dan Ftabel 1,82. Jadi harga Fhitung < Ftabel (1,32 < 1,82) sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas sampel mempunyai variansi yang homogen. Hipotesis penelitian yang diuji adalah H1 : “terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V MI Negeri Singaraja” Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda mean (uji t) polled varian , dengan kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung ttabel , di mana ttabel di dapat dari tabel distribusi t pada taraf signifikan ( ) 5% dengan derajat kebebasan db = dk = (n1 + n2 - 2)) dan Ha ditolak jika thitung ttabel .
Tabel 1. Tabel hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan tabel 1, terlihat thitung lebih besar daripada ttabel yaitu 2,579 > 2,000. Dengan hasil tersebut maka dapat disimpulkan H0 yang berbunyi ”tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V MI Negeri Singaraja”, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan H1 yang menyatakan “terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar
dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas XI MI Negeri Singaraja maka hipotesis H1”, diterima. Pembahasan hasil penelitian dan pengujian hipotesis terkait dengan nilai akhir hasil belajar IPA siswa kelas XI semester 1 MI Negeri Singaraja tahun pelajaran 2013/2014 khususnya pada materi Proses Pernapasan yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar maupun yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran quantum teaching and learning pada pelajaran IPA siswa kelas
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 XI MI Negeri Singaraja, dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen dengan nilai rata-rata kelompok kontrol. Karena nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen (89,14) lebih tinggi dari nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol (79,57 ) , maka dapat disimpulkan bahwa model quantum teaching and learning dapat mengoptimalkan hasil belajar. Hasil Uji-t terhadap hipotesis penelitian yang diajukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa antara kelompok yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran quantum teaching and learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal tersebut terlihat berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Pengaruh model quantum teaching and learning terhadap hasil belajar IPA siswa mempunyai nilai statistik thit = 2,579. Secara statistik hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model quantum teaching and learning dan model pembelajaran konvensional berbeda secara signifikan dalam pencapaian hasil belajar siswa pada taraf signifikansi ( ) 0,05. Hasil penelitian ini telah membuktikan hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa antara kelompok yang belajar menggunakan model quantum Teaching and Learning dengan pemanfaatan media gambar dengan kelompok yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Perbedaan yang signifikan hasil belajar antara model pembelajaran quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dapat disebabkan adanya perbedaan sintaks, sumber belajar dan metode ajar dari kedua pembelajaran. Secara teoritis, model pembelajaran quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar pada dasarnya dapat dipahami sebagai model pembelajaran yang mencakup petunjuk spesifik untuk
menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaiakn isi, dan memudahkan proses belajar. Model pembelajaran ini disusun untuk mengoptimalisasikan unsur kognitif dan afektif siswa dan juga bertujuan untuk menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik simpulan bahwa bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model konvensional pada siswa kelas V SD Negeri di Gugus XI kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Khususnya pada materi Proses Pernapasan. Hasil penelitian menunjukkan thitung lebih besar dari pada ttabel yaitu 2,579 > 2,000 dan didukung oleh perbedaan skor rata – rata yang diperoleh antara siswa yang dibelajarkan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar yaitu 89,14 dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model konvensional yaitu 79,57. Dengan demilkian, model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri di Gugus XI kecamatan Buleleng tahun palajaran 2013/2014. Berdasarkan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Siswa 1) Siswa hendaknya selalu terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang menyenangkan baik dikelas maupun di luar kelas sehingga dapat mengembangkan pemahaman dan keterampilan berpikir kritisnya untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalaman yang ditemukan sendiri. 2) Siswa hendaknya tidak malu bertanya apabila menemukan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 kesulitan pada saat pembelajaran, lebih baik bertanya kepada guru ataupun teman sebaya. 2. Bagi guru 1) Guru hendaknya dapat mengaplikasikan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar ini, Karena melalui penggunaan model ini dapat mengoptimalkan hasil belajar IPA dan menciptakan suasana yang menyenangkan belajar bagi siswa sehingga memberikan hasil yang lebih baik dari pembelajaran konvensional. 2) Guru disarankan lebih berperan sebagai motivator, fasilitator, mediator dan pembibing siswa sehingga pembelajaran akan menjadi lebih inovatif, kreatif, dan menyenangkan sehingga siswa tidak jenuh dalam belajar dan guru pun lebih mudah dalam mengajar. 3. Bagi kepala sekolah 1) Kepala sekolah diharapkan mampu memfasilitasi rekan-rekan guru lainnya agar mampu menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih efektif. 2) Dalam mengambil suatu kebijakan kepala sekolah diharapkan menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan mata pelajaran di sekolah dasar, salah satunya yaitu menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik, guru menjadi lebih kreatif. 4. Bagi peneliti lain 1) Kepada peneliti lainnya diharapkan mencoba kembali untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model quantum teaching and learning dengan pemanfaatan media gambar agar teori ini benarbenar teruji keefektifannya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2) Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada pokok
bahasan materi semester 1 saja yaitu proses pernapasan, gangguan pada proses pernapasan, fungsi organ pernapasan manusia dan pencernaan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hasil-hasil penelitian terbatas hanya pada materi tersebut . Untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada pokok bahasan lainnya peneliti lain diharapkan melakukan penelitian yang sejenis pada pokok bahasan yang lain. DAFTAR RUJUKAN Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Agung,
A.A.Gede. 2005. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Anggoro, Toha,dkk. 2008. Metode Penelitian. Jakarta: Univertsitas terbuka. Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bungin, Burhan (Ed). 2001.Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Deporter, Bobbi, dkk. 2007. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. Unleashing the Genius In You. 1992. Cetakan Ke-XXII. Bandung: Mizan Pustaka. Deporter, Bobbi, dkk. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruangruang Kelas. Terjemahan Ary Nilandri. Orchestrating Student
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Succes. 1999. Cetakan Ke-XIV. Bandung: Mizan Pustaka. Depdiknas. 2006. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Media. Lapono,
Nasibi, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran Kreative dan Menyenangkan. Remaja Rosdakarya Bandung