e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN SISWA KELAS II SD NO. 6 DALUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Putu Ida Pratiwi1, Ni Nyoman Ganing 2, Surya Abadi3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui penerapan Pendekatan Kontekstual berbantuan media gambar pada siswa kelas II SD No. 6 Dalung Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas model PTK adaptasi dari Kemmis dan Mc Tanggart. Subyek penelitian ini adalah sebanyak 46 siswa kelas II SD No. 6 Dalung. Data penelitian tentang hasil penilaian keterampilan membaca dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi. Data analisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan presentase hasil penilaian keterampilan membaca pada siklus I sebesar 68,15% berada kriteria sedang dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 71,63% tergolong pada kriteria tinggi. Simpulan dari penelitian ini adalah model pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan berbantuan media gambar pada siswa kelas II SD No. 6 Dalung. Kata-kata kunci :
Model pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan Keterampilan Membaca Berbantuan Media Gambar
Abstract This study aims to improve skill of early reading through implementation of contextual approach with drawing media at the student grade II of SD No.6 Dalung academic year 2013/2014. This study was used class action design with two cycles and the model adapted from Kemmis and Mc Targgart. Subject of this study were 46 students grade II of SD No.6 Dalung. Data was collected with assestment on skill of reading that was conducted by observation method. Data was analyzed in quantitave descriptive. The result showed the percentage of assestment of reading skill at first cycle was 68,15% it is in moderate category and it experience improvement at second cycle become 71,63% and it is high category. Conclusion of this study is contextual model could improve skill of early reading with drawaing media at the student grade II of SD No. 6 Dalung. Keywords:
Contextual Teaching And Learning Approach Model, Skill of reading with drawing media
PENDAHULUAN Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi (BSNP,2006). Untuk berbahasa dengan baik dan benar, maka diperlukan pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia. Pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada siswa di sekolah. Oleh karena itu pemerintah membuat kurikulum Bahasa Indonesia yang wajib untuk diajarkan kepada siswa pada setiap jenjang pendidikan,yakni dari tingkat Sekolah Dasar ( SD ) sampai dengan Perguruan Tinggi ( PT ). Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru, mengingat bahasa ini bagi sebagian sekolah merupakan bahasa pengantar yang dipakai untuk menyampaikan materi pelajaran yang lain. Pembelajaran Bahasa Indonesia berfungsi membantu siswa untuk mengemukakan gagasan dan perasaaan, berpartisipasi dalam masyarakat dengan mengggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif. Tetapi dalam hal ini ditemukan suatu masalah yang dimana pada siswa kelas II SD No 6 Dalung masih ada siswa yang kurang lancar didalam membaca. Dengan permasalahan yang diuraikan, maka guru harus mengambil tindakan, yakni dengan mencari dan menggunakan suatu pendekatan atau model pembelajaran yang efekif, inovatif, dan berpontensi memperbaiki pembelajaran membaca, sehingga meningkatkan minat, motivasi, dan sikap siswa terhadap pmbelajaran membaca yang berakibat pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Dengan demikian guru dapat merancang suatu bentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan melalui pendekatan konstekstual dengan media gambar sebagai media alternatif dalam pemecahan masalah tersebut. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan CTL melatar belakangi siswa belajar lebih bermakna melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan
memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Di sinilah tugas guru yang berperan sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator. Pembelajaran dengan pendekatan CTL yaitu cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, kontruktivisme agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa menjelaskan kembali pengalaman belajarnya,serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. Pemahaman penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen,2001:8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkn kepada pemikiran agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan siswa sehari-hari, masa depan siswa, dan lingkungan masyarakat luas. Dalam pendekatan CTL tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dari hasil menemukan sendiri dan bukan dari apa kata guru. Klopher, dan Ragven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan CTL melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dengan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 menghadapkan siswa pada bidang penelitian, membantu siswa mengidenifikasi masalah yang konseptual dalam bidang penelitian dan mengajak siswa untuk merancang cara dalam mengatasi masalah yang dialaminya. Media gambar disini dimaksudkan untuk memudahkan siswa memahami dan mengerti suatu pembelajaran di dalam membaca. Penggunaan media gambar secara efektif di sesuaikan dengan tingkatan siswa, baik dalam besarnya gambar, warna dan latar belakang. Dijadikan alat untuk pengalaman kreatif, memperkaya fakta dan memperbaiki kekurangan penjelasan. Akan tetapi gambar juga menjadi tidak efektif apabila terlalu sering digunakan dalam waktu yang tidak lama. Gambar sebaiknya disusun menurut urutan tertentu dan dihubungkan dengan masalah yang luas. Gambar-gambar yang digunakan sebaiknya dilihat oleh semua siswa, bisa ditempel, digantung, untuk menarik minat, perhatian, motivasi siswa dan menambah pengetahuan siswa dalam pemecahan masalah dalam kehidupannya. Maka media gambar digunakan dalam penelitian ini karena pola berpikir siswa kelas II yang masih memerlukan media pembelajaran yang kongkret. Dengan kedua hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kelas II SD No 6 Dalung. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran CTL yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya
siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan siswa akan lebih bertanggung jawab dengan apa yang siswa pelajari. Pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, siswa menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Tugas guru dalam pembelajaran CTL ini adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Selain itu guru juga memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat diperlukan, maksudnya belajar dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting di depan kelas, siswa menonton" ke "siswa aktif bekerja, berkarya dan guru mengarahkan". Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru siswa sehingga strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan dengan hasilnya. Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa, 2006:219), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik, (2) pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagianbagiannya secara khusus, (3) pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain,
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 merevisi dan mengembangkan konsep, (4) pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari, dan (5) adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Pembelajaran CTL maksudnya adalah suatu konsep belajar di mana menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan keluarga dan masyarakat. Hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi dan Senduk, 2003:4). Pembelajaran CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga para siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan merasakan pentingnya belajar, dan siswa akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang siswa pelajari. Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu: (1) kontruktivisme (contructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian sebenarnya (authentic assessement) (Nurhadi dan Senduk, 2003:31). Konstruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus
mengkonstruksikim pengetahuan di benak siswa sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan satu inforrnasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri. Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisa dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya. Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri langkah-langkah, antara lain: (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui observasi, (3) menganalisa dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, label, dan karya lainnya, dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau pendengar (audiens) yang lain(Nurhadi dan Senduk,2003:31) . Masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antarsiswa yang tahu yang belum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya. Pemodelan (modeling) adalah dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan oleh guru sehingga siswa-siswanya ikut melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Refleksi (reflection) adalah cara berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah saya lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Penilaian yang sebenarnya (authentic asesment), merupakan prosedur penilaian pada pembelajaran CTL yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswanya. Asesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Jika data yang dikumpulkan oleh guru, mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut. Kelebihan atau Keunggulan Pembelajaran Kontekstual (1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil dan (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif karena dengan membaca, seseorang akan memperoleh informasi, memperoleh ilmu pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang bersifat baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang mampu mempertinggi pemikiran dan wawasannya dan memperluas pandangannya, karena membaca adalah jendela dunia. Membaca juga merupakan
hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kegiatan membaca setiap saat dilakukan oleh individu. Di era global banyak informasi-informasi disampaikan melalui media-media elektronik maupun media cetak, dengan demikian kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar yang penting yang harus dimiliki oleh individu, oleh karena itu pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Usia siswa kelas 1 Sekolah Dasar berkisar antara 6-7 tahun. Dimana pada usia ini, anak mulai diajarkan membaca secara formal. Pada usia 6-7 tahun inilah siswa mulai dapat belajar membaca dengan baik, karena siswa telah memiliki kematangan dalam berpikir dan memiliki kesiapan membaca yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang berusia 45 tahun. Pembelajaran membaca di kelas rendah merupakan pembelajaran membaca tahap awal, kemampuan membaca yang diperoleh dikelas rendah terutama di kelas 1 sekolah dasar akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas-kelas berikutnya dan membaca di jenjang tersebut akrab dikenal sebagai membaca permulaan. Membaca permulaan adalah salah satu aspek keterampilan bahasa yang diperuntukan bagi siswa kelas awal. Akhadiah (dalam Resmini, 2006:108) mengemukakan bahwa permulaan membaca berlangsung dua tahun, yaitu kelas 1 dan kelas 2 sekolah dasar. Pada tahap membaca permulaan siswa mulai diperkenalkan dengan berbagai simbol huruf, mulai dari simbol huruf/a/ sampaidengan /z/. Mercer (dalam Abdurrahman, 1999:204) mengidentifikasikan bahwa ada 4 kelompok karakteristik siswa yang kurang mampu membaca permulaan, yaitu dilihat dari: (1).Kebiasaan membaca. (2). Kekeliruan mengenal kata. (3). Kekeliruan pemahaman, dan (4). Gejala-gejala lainnya yang beraneka ragam. Siswa yang sulit membaca, sering memperlihatkan kebiasaan dan tingkah laku yang tidak wajar. Gejala-gejala gerakannya penuh ketegangan seperti: (1).Mengernyitkan kening. (2). Gelisah. (3). Irama suara meninggi.(4). Menggigit bibir. (5). Adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan guru. Gejala-gejala tersebut muncul akibat dari kesulitan siswa dalam membaca. Indikator kesulitan siswa dalam membaca permulaan, antara lain: (1). Siswa tidak mengenali huruf. (2).Siswa sulit membedakan huruf. (3). Siswa kurang yakin dengan huruf yang dibacanya itu benar. (4). Siswa tidak mengetahui makna kata atau kalimat yang dibacanya. Pembelajaran Membaca Permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu agar "Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat". Pelaksanaan Membaca Permulaan di kelas I Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat. Pembelajaran membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran. Dalam teori pendidikan klasik, mendidik anak-anak pra-sekolah dan kelaskelas rendah belum memberi pengetahuan intelektual. Pendidikan lebih ditekankan pada usaha menyempurnakan rasa. Yang harus dikembangkan adalah kecerdasan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan pengendalian emosinya. Pendidikan pra-sekolah sesungguhnya ditekankan pada bagaimana menumbuhkan perasaan senang berimajinasi, menggunggah dan menggali hal-hal kecil di sekitarnya. Jika siswa sudah senang terhadap hal-hal tersebut, dengan sendirinya minat dan potensi akademiknya akan rumbuh tepat pada waktunya, yaitu ketika tantangan dan tuntutan hidupnya semakin besar. Pembelajaran bahasa yang utama ialah sebagai alat komunikasi. Seorang siswa belajar bahasa karena di desak oleh
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di lungkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dini siswa diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu, mampu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa (Thahir, 1993:2 dalam http://digilib.unnes.ac.id) Pembelajaran bahasa yang utama ialah sebagai alat komunikasi. Seorang siswa belajar bahasa karena di desak oleh kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di lungkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dini siswa diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu, mampu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa. Media gambar adalah media yang sering dipakai atau dipergunakan di manamana. Hastuti (1996:177) mengemukakan bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkret. Media ini lebih praktis dan mudah digunakan. Gambar ini digunakan oleh guru untuk memberikan gambaran tentang manusia, tempat atau segala sesuatu sehingga penjelasan guru lebih konkret daripada hanya diuraikan dengan kata-kata. Melalui media gambar orang menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih realistik. Media gambar adalah media yang sering dipakai atau dipergunakan di manamana. Gambar juga merupakan salah satu jenis bahasa umum yang memungkinkan terjadinya komunikasi, bahasa yang diekspresikan melalui tanda dan simbol serta dapat dimengerti dan dinikmati banyak orang. Media gambar termasuk media buatan karena media gambar dibuat oleh guru untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Penuangan gagasan ke dalam sebuah gambar harus memperhatikan tatanan bagian-bagian yang akan ditampilkan. Tatanan bagian itu harus dapat menampilkan gambar yang dapat dimengerti, dapat dibaca, dan dapat menarik perhatian sehingga guru mampu
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 menyampaikan pesan yang diinginkan. Hastuti (1996:177) mengemukakan bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkret. Media ini lebih praktis dan mudah digunakan. Gambar ini digunakan oleh guru untuk memberikan gambaran tentang manusia, tempat atau segala sesuatu sehingga penjelasan guru lebih konkret daripada hanya diuraikan dengan kata-kata. Melalui media gambar orang menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih realistik. Media dalam proses pembelajaran adalah untuk membantu pencapaian tujuan dan menghidupkan komunitas antara guru dan siswa. Adapun manfaat media gambar yaitu : (1) sebagai salah satu sumber belajar yang dapat mengatasi perbedaan yang ada serta dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan ruang indera, (2) dengan menggunakan bahasa visual gambar dapat memudahkan siapa saja menangkap pesan yang dimaksud, (3) sebagai alat bantu mengajar untuk mempermudah menanamkan konsep tertentu kepada siswa, (4) sebagai rangsangan bagi siswa agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan, dan (5) sebagai sarana untuk mengaktifkan belajar siswa. Sadiman (1992 : 29) mengemukakan kelebihan dari media gambar adalah : (1) Sifatnya konkret artinya lebih realistis menunjukkan pokok masalah yang dibandingkan dengan gambar verbal semata, (2) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, (3) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, (4) Dapat memperjelas suatu masalah kesalah pahaman dalam bidang apa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalah pahaman, dan (5) Murah harganya dan gampang di dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Media gambar termasuk salah satu jenis media grafis. Sebagaimana media lainnya, media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbolsimbol komunikasi visual. Media gambar ini
termasuk media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar dari pada tulisan, apalagi jika gambarnya dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan gambar yang baik, sudah barang tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Gambar pada hakikatnya mengekspresikan suatu hal. Bentuk ekspresi tersebut dalam fakta gambar bukan dalam bentuk bahasa. Pesan yang tersirat dalam gambar tersebut dapat dinyatakan kembali dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Penerjemahan pesan dari bentuk visual ke dalam bentuk kata-kata atau kalimat sangat bergantung kepada kemampuan imajinasi siswa. Hasil ekspresi anak yang cerdas akan lebih lengkap dan mungkin mendekati ketepatan, tetapi gambaran anak yang sedang kecerdasannya mungkin hasilnya tidak begitu lengkap, sedangkan pelukisan kembali oleh siswa yang kurang cerdas pastilah sangat kurang lengkap dan bahkan mungkin tidak relevan atau menyimpang. Penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran mempunyai beberapa karakteristik, yaitu (1) gambar bersifat konkret. Melalui gambar para siswa dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan dalam kelas; (2) Gambar mengatasi batas ruang dan waktu; (3) Gambar dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu masalah; (4) Gambargambar mudah didapat dan murah; (5) Gambar mudah digunakan, baik untuk perseorangan maupun untuk kelompok siswa. Memilih gambar yang baik hendaknya perlu memperhatikan kriteriakriteria, yaitu (a) Keaslian gambar. Gambar menunjukkan situasi yang sebenarnya, seperti melihat keadaan atau benda sesungguhnya; (b) Kesederhanaan. Gambar itu sederhana dalam warna, menimbulkan kesan tertentu, mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis dan (c) Perbuatan. Gambar hendaknya menunjukkan hal yang sedang melakukan suatu perbuatan. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SD No. 6 Dalung. Jenis penelitian yang
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 dilaksanakan oleh penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis & Mc Taggart. Dalam desain ini terdapat tiga tahapan yang akan dilaksanakan yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap tindakan dan observasi, (3) Refleksi,. Penelitian ini dilaksanakan di SD No. 6 Dalung pada satu kelas yang mempunyai masalah pembelajaran.. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II sebanyak 46 orang, terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 31 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah Hasil observasi keterampilan membaca siswa kelas II SD No. 6 Dalung dengan penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Penelitian dilakukan dalam dua siklus sehingga benar-benar diperoleh hasil yang signifikan. Pada setiap siklus penelitian ini terdiri dari tiga kali pertemuan, yaitu dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan untuk observasi hasil keterampilan membaca. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode observasi yang dilaksanakan pada akhir siklus dengan menggunakan penilaian keterampilan membaca. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data mengenai hasil penilaian keterampilan membaca didapatkan melalui observasi keterampilan membaca yang dilaksanakan pada akhir siklus. Tes hasil belajar siklus I diberikan pada tanggal 14 Juli 2014. Hasil analisis mengenai hasil observasi keterampilan membaca permulaan pada siklus I, diperoleh mean 68,15 median 60 modus 60 persentase rata-rata yaitu 68,15% yang dikonversikan pada tabel kriteria persentase berada pada interval 55-69 dengan kriteria sedang. Ketuntasan klasikal pada siklus I diperoleh 69% dimana baru 32 siswa yang tuntas dari jumlah siswa yaitu 46 siswa. Karena hasil analisis data dari siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, maka dapat dikatakan bahwa keterampilan membaca permulaan di kelas II pada siklus I ini belum tuntas sehingga dilanjutkan ke siklus II.
Tes hasil belajar siklus II pemberian tindakan dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2014 membahas tentang menyimak teks pendek yang dibaca guru / teman, 18 Juli 2014 membahas tentang menceritakan kembali isi bacaan, 19 Juli 2014 tes kerampilan membaca permulaan akhir siklus. Hasil analisis mengenai hasil observasi keterampilan membaca permulaan pada siklus II, diperoleh persentase rata-rata (M%) yaitu 71,63% yang dikonversikan pada tabel kriteria persentase berada pada interval 70-84 dengan kriteria tinggi. Ketuntasan klasikal pada siklus II diperoleh 87% dengan banyak siswa yang tuntas yaitu 40 siswa dari 46 siswa. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II. Persentase rata-rata hasil observasi keterampilan membaca permulaan siklus I yaitu 68,15% berada pada kriteria sedang dan pada siklus II mencapai 71,63%. Ini berarti terjadi peningkatan hasil observasi dari siklus I ke siklus II sebesar 3,48%. Ketuntasan klasikal sudah mencapai 87% pada siklus II dimana 40 siswa dari 46 siswa sudah mencapai KKM. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada hasil observasi keterampilan membaca Bahasa Indonesia kelas II SD No. 6 Dalung. Secara umum penelitian yang dilakukan sudah dikatakan berhasil karena sudah memenuhi kriteria yang diharapkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I, hasil observasi keterampilan membaca siswa mengalami peningkatan dari 68,15% menjadi 71,63% pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil observasi keterampilan membaca dari kriteria "sedang" menjadi kriteria "tinggi". Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus I masih belum memenuhi kriteria yang diharapkan. Siswa memperoleh nilai sesuai dengan KKM yaitu 70,00. Data ketuntasan klasikal siklus I menunjukkan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 bahwa dari 46 siswa hanya 32 siswa yang tuntas yaitu baru mencapai 68,15% sedangkan pada siklus II menunjukkan peningkatan menjadi 71,63% dimana 40 siswa sudah tuntas dan memenuhi nilai sesuai KKM. Hasil observasi keterampilan membaca merupakan tujuan akhir yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Melalui penelitian dengan penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan hasil observasi keterampilan membaca dari siklus I ke siklus II. Mencermati peningkatan yang terjadi ditinjau dari hasil observasi dengan penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) memberikan konstribusi positif untuk peningkatan kualitas pendidikan. Keberhasilan penelitian ini ditandai dengan adanya peningkatan hasil observasi keterampilan membaca siswa dilihat dari siklus I ke siklus II terlihat adanya peningkatan hasil observasi yang signifikan. Model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan hasil keterampilan membaca Bahasa Indonesia karena guru dan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Siswa secara aktif dalam membaca teks di depan kelas sehingga di dalam kegiatan pembelajaran terjalin interaksi yang positif dengan semua individu. Guru dan siswa bebas bertanya maupun merespon pertanyaan atau pendapat yang dikemukakan. Selain itu, setiap siswa mempunyai peranan yang sama yaitu di dalam membaca teks bacaan, siswa harus membaca dengan baik dan dengan menggunakan media yang bervariatif dalam proses pembelajaran, mempermudah siswa untuk memahami materi pembelajaran dan menjadikan pembelajaran itu menarik bagi siswa sehingga membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat belajar siswa. Dalam proses pembelajaran, guru secara aktif memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membangun pengetahuan siswa dan siswa memperoleh bimbingan dari guru dalam menggali suatu konsep sehingga tercipta suasana proses pembelajaran yang inovatif, menyenangkan dan bermakna yang dapat menimbulkan situasi belajar aktif. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dapat mendidik siswa memiliki pola berpikir kongkret, melatih kebiasaan berfikir kritis dan kreatif bagi siswa, meningkatkan kerjasama antar siswa. PENUTUP Adapun simpulan dari hasil dan pembahasan penelitian tersebut, maka simpulan yang ditarik dari penelitian tindakan kelas ini adalah Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatan hasil observasi keterampilan membaca Bahasa Indonesia kelas II SD No. 6 Dalung. Hal ini terbukti dari peningkatan rata-rata hasil penilaian keterampilan membaca, persentase rata-rata, dan peningkatan ketuntasan belajar secara klasikal. Pada siklus I hasil belajar siswa yaitu rata-rata 68,15, persentase rata-rata 68,15% berada pada kriteria sedang, dan persentase ketuntasan belajar siswa 71,63%. Sedangkan pada siklus II hasil belajar meningkat yaitu rata-rata 71,63, persentase rata-rata 71,63% berada pada kriteria tinggi, dan persentase ketuntasan belajar siswa mencapai 87%. Penelitian ini telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan pada akhir penelitian yaitu persentase rata-rata hasil penilaian keterampilan membaca pada kriteria tinggi siswa tuntas mencapai KKM yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan saran-saran di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Bagi Guru kelas II SD No. 6 Dalung disarankan untuk tetap menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai salah satu alternatif dalam melaksanakan pembelajaran yang lebih inovatif dalam upaya meningkatkan hasil keterangan membaca Bahasa Indonesia. (2) Bagi Peneliti, Pembaca yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai. agar memperhatikan hambatan-hambatan yang peneliti alami sebagai bahan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan penelitian, dan (3) Kepada Undiksha, disarankan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai tambahan pengembangan ilmu bagi lembaga dan mahasiswa di lingkungan Undiksha dalam mengembangkan wawasan khususnya dalam bidang pendidikan serta sebagai tambahan refrensi kepustakaan.
Hastuti, Sri. 1996. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dekdikbud Dirjen Dikdasmen. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurhadi, dan Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UNM.
DAFTAR RUJUKAN Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Depdikbud Bersama Rineka Cipta. BNSP. 2006. SK dan KD Bahasa dan Sastra Indonesia SD/MI. Jakarta: BNSP. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Balai Pustaka.
Resmini, N., Djuanda, D. Dan Indihadi, D. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press. Sadiman, Arif. 1996. Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.