No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017
Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada Maret 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada Maret 2017 mencapai 4,25 persen, naik 0,10 poin dibandingkan kondisi September 2016 yang mencapai 4,15 persen.
Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2017 mencapai 180,13 ribu orang, dengan komposisi 96,89 ribu orang di daerah perkotaan dan 83,23 ribu orang di daerah perdesaan.
Garis kemiskinan Bali pada Maret 2017 mengalami peningkatan sebesar 4,33 persen, dari Rp 346.398,pada September 2016 menjadi Rp 361.387,- pada Maret 2017.
Garis kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami peningkatan. Daerah perkotaan mengalami peningkatan garis kemiskinan sebesar 3,69 persen, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 5,28 persen.
Peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditas non makanan terhadap pembentukan garis kemiskinan di Bali pada Maret 2017. Komoditas makanan memberi sumbangan sebesar 69,15 persen, sedangkan komoditas non makanan hanya sebesar 30,85 persen.
Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Bali Maret 2017 sedikit mengalami peningkatan, masingmasing sebesar 0,153 poin untuk kedalaman dan 0,053 poin untuk keparahan jika dibandingkan kondisi September 2016.
Sepuluh komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan cenderung sama, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, cabe rawit, bawang merah, kopi bubuk dan instan, kue basah, gula pasir, dan roti untuk perkotaan, mie instan untuk pedesaan. Lima komoditas bukan makanan yang paling berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan diantaranya biaya perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, listrik, dan pendidikan untuk perkotaan, kayu bakar untuk pedesaan.
Ketimpangan pendapatan rumah tangga mengalami peningkatan di daerah perkotaan dari 0,378 pada September 2016 menjadi 0,382 pada Maret 2017, namun di daerah pedesaan mengalami penurunan dari 0,335 pada September 2016 menjadi 0,325 pada Maret 2017.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2016 - Maret 2017
Jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2017 mencapai 180,13 ribu orang (4,25 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2016 sebanyak 174,94 ribu orang (4,15 persen), maka selama enam bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 5,19 ribu orang (0,10 poin). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2016 - Maret 2017, baik penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami peningkatan.
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2016 - Maret 2017
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) (2)
Persentase Penduduk Miskin (3)
September 2016
93.74
3.53
Maret 2017
96.89
3.58
September 2016
81.20
5.21
Maret 2017
83.23
5.45
September 2016
174.94
4.15
Maret 2017
180.13
4,25
Daerah/Tahun (1) Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2016 dan Maret 2017
Beberapa faktor terkait dengan kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Bali selama periode September 2016 – Maret 2017adalah: 1. Distribusi pengeluaran penduduk Bali yang semakin melebar dari September 2016 ke Maret 2017. Pada September 2016 tercatat penduduk 40% terbawah menikmati 17,58% persen dari total pendapatan di Bali, sedangkan kelompok 20% teratas menikmati jauh lebih besar, yaitu sebesar 40,53%. Pada Maret 2017, kue pembangunan yang dinikmati oleh 20% penduduk teratas semakin besar, yaitu mencapai 45,03%, sedangkan kue pembangunan yang dinikmati oleh kelompok 40% terbawah semakin berkurang, yaitu hanya 16,94%. 2. Terjadi ketimpangan pendapatan yang semakin melebar dari September 2016 ke Maret 2017. Pada September 2016 gini ratio Bali sebesar 0,374 dan pada Maret 2017 naik menjadi 0,382.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
3. Terjadi kenaikan inflasi kumulatif sebesar 1,10 poin pada inflasi kumulatif Maret 2017 yang tercatat sebesar 2,62 dari inflasi kumulatif september 2016 yang tercatat sebesar 1,52 4. Terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani yang tergambar pada penurunan nilai tukar petani pada Maret 2017. Tercatat NTP September 2016 sebesar 107,44 turun menjadi 104,72 pada Maret 2017. penurunan juga terjadi hampir disemua subsektor yaitu subsektor NTP tanaman pangan, subsektor NTP Hortikultura, subsektor NTP perkebunan rakyat, dan subsektor NTP Peternakan. Terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 (Maret 2017). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2016 (September 2016) sebesar 6,23 dan pada triwulan I 2017 sebesar 4,34. Sepuluh komoditi yang mengalami inflasi cukup tinggi selama periode September 2016 – Maret 2017 adalah : bumbu-bumbuan (17,77 persen); sayur-sayuran (16,78 persen); ikan diawetkan (16,63 persen); sarana dan penunjang transportasi (14,35 persen), tembakau dan minuman beralkohol (9,66 persen); lemak dan minyak (7,11 persen), komunikasi dan pengiriman (5,81 persen), ikan segar (5,73 persen), penyelenggaraan rumah tangga (5,02 persen), dan bahan bakar, penerangan dan air (4,96 persen).
2.
Perkembangan Kemiskinan Maret 2013 - Maret 2017
Gambar 1 memperlihatkan perkembangan kemiskinan di Bali yang cukup berfluktuasi. Dari Maret 2013 sampai Maret 2017, jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami kenaikan dan penurunan, jika dilihat selama tiga periode terakhir, penurunan terjadi pada Maret 2016 dan September 2016, namun mengalami kenaikan pada Maret 2017. Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan di Bali, Maret 2013 – Maret 2017 250.00
10.00 218.79
200.00
182.77
185.20
195.95
9.00
196.71 178.18
174.94
180.13
8.00 7.00
159.89 150.00
6.00 5.00
5.25
100.00
4.49
4.53
3.95
4.76
4.00
4.74 4.25
4.25
4.15
50.00
3.00 2.00 1.00
0.00
0.00 Maret 2013
Sept 2013 Maret Sept 2014 Maret Sept 2015 Maret Sept 2016 Maret 2014 2015 2016 2017 JML (000)
P0
Sumber: Susenas Maret 2013 – Maret 2017
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
3
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015-Maret 2016
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada September 2016 dan Maret 2017. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2016 - Maret 2017 Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (2)
(3)
(4)
Perkotaan September 2016 Maret 2017 Perubahan Sept16 - Maret 17 (%)
242.429 252.294 4,07
114.998 118.320 2,89
357.427 370.615 3,69
Perdesaan September 2016 Maret 2017 Perubahan Sept16 - Maret 17 (%)
233.243 245.927 5,44
94.789 99.413 4,88
328.033 345.342 5,28
Kota+Desa September 2016 Maret 2017 Perubahan Sept16 - Maret 17 (%)
238.822 249.883 4,63
107.575 111.503 3,65
346.398 361.387 4,33
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2016 dan Maret 2017
Selama periode September 2016 - Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,33 persen, yaitu dari Rp346.398,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp 361.387,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2017 sebesar 69,15 persen tidak jauh berbeda dengan September 2016 yang sebesar 68,94 persen. Pada Maret 2017, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar (21,17 persen di perkotaan dan 27,83 persen di perdesaan). Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada Garis Kemiskinan (7,69 persen di perkotaan dan 5,50 persen di perdesaan), cabe rawit sebesar 3,05 persen di perkotaan dan 4,33 di perdesaan, telur ayam ras sebesar 3,39 persen di perkotaan dan 2,95 persen di pedesaan, bawang merah sebesar 2,47 persen di perkotaan dan 2,77 persen di perdesaan, daging ayam ras sebesar 4,70 persen di perkotaan dan 2,74 persen di perdesaan, kopi bubuk dan kopi instan sebesar 2,24 persen di perkotaan dan 2,30 persen di perdesaan, kue basah sebesar 1,89 persen di perkotaan dan 1,94 persen di perdesaan,gula pasir hanya berpengaruh pada garis kemiskinan daerah perkotaan saja sebesar 1,89 persen, dan mie instan hanya berpengaruh pada garis kemiskinan perdesaan saja sebesar 1,92. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
Tabel 3. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2017 Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
21.17
Beras
27.83
Rokok kretek filter
7.69
Rokok kretek filter
5.50
Cabe rawit
3.05
Cabe rawit
4.33
Telur ayam ras
3.39
Telur ayam ras
2.95
Bawang merah
2.47
Bawang merah
2.77
Daging ayam ras Kopi bubuk & kopi instan (sachet) Kue basah
4.70
Daging ayam ras
2.74
2.24
Kopi bubuk & kopi instan (sachet)
2.30
1.89
Kue basah
2.03
Roti
1.83
Roti
1.94
Gula pasir
1.89
Mie instan
1.92
Perumahan
9.89
Perumahan
9.34
Bensin Upacara agama atau adat lainnnya Listrik
4.81
3.55
2.43
Bensin Upacara agama atau adat lainnnya Kayu bakar
Pendidikan
1.95
Listrik
1.45
Bukan Makanan
3.72
3.54 1.61
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2017
Lima komoditi non makanan pemberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan agak berbeda. Tercatat di perkotaan adalah biaya untuk perumahan sebesar 9,89 persen, bensin sebesar 4,81 persen, upacara agama atau adat lainnya sebesar 3,72 persen, listrik sebesar 2,43 persen, dan pendidikan sebesar 1,95 persen. Sementara di perdesaan adalah biaya untuk perumahan sebesar 9,34 persen, bensin sebesar 3,55 persen, upacara agama atau adat lainnya sebesar 3,54 persen, kayu bakar sebesar 1,61 persen, dan listrik sebesar 1,45 persen.
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2016 – Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,530 pada September 2016 menjadi 0,682 pada Maret 2017. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,106 pada September 2016 menjadi 0,160 pada Maret 2017 (Tabel 5). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
5
Tabel 5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Bali Menurut Daerah, September 2016 – Maret 2017 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2017
0,576
0,870
0,682
September 2016
0,395
0,759
0,530
Maret 2017
0,142
0,190
0,160
September 2016
0,064
0,178
0,106
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2016 dan Maret 2017,
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Bali Maret 2017 terlihat lebih tinggi di daerah perdesaan dibanding daerah perkotaan, begitu juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2017 di daerah pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada September 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 0,395 yang sedikit lebih rendah dibanding daerah perdesaan sebesar 0,759. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2017 untuk perkotaan mencapai 0,142 dan di daerah perdesaan sebesar 0,190. 5. Ketimpangan Pendapatan (Gini Ratio) Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio Provinsi Bali pada September 2016 tercatat sebesar 0,374 dan meningkat menjadi 0,384 pada Maret 2017. Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,382. angka ini naik sebesar 0,003 poin dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,378 dan menurun sebesar 0,018 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,366. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2017 tercatat sebesar 0,325. Angka ini turun sebesar 0,011 poin dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,335 dan turun sebesar 0,004 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,329. Gambar 2. Perkembangan Gini Ratio, Maret 2014 – Maret 2017 0.440
0.429
0.442
0.420 0.400
0.415
0.406 0.380
0.380
0.400
0.369
0.377
0.360
0.366
0.340
0.378 0.374
0.315 Maret 2014
Sep-14
0.330 Maret 2015
0.329
0.384
Sep-15
Maret 2016
0.335 0.325 Sep-16
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2014 dan Maret 2017,
6
0.382
0.350 0.337
0.320 0.300
Kota Desa Kota Desa
0.449
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
Maret 2017
6.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
b.
c.
d.
e.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2015 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2015. Sampel SUSENAS bulan September 2015 untuk Provinsi Bali adalah 1440 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017
7
BPS PROVINSI BALI
Informasi lebih lanjut hubungi: Asim Saputra SST, M.Ec.Dev. Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail:
[email protected]
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017