No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015
1.
Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan Maret 2015. Tingkat kemiskinan pada September 2015 mencapai 5,25 persen, naik 0,51 persen dibandingkan kondisi Maret 2015 yang mencapai 4,74 persen.
Jumlah penduduk miskin pada bulan September 2015 mencapai 218,79 ribu orang, dengan komposisi 115,80 ribu orang di daerah perkotaan dan 102,99 ribu orang di daerah perdesaan.
Garis kemiskinan Bali pada September 2015 mengalami peningkatan sebesar 2,86 persen, dari Rp 321,834 pada Maret 2015 menjadi Rp 331,028 pada September 2015.
Garis kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami peningkatan. Daerah perkotaan mengalami peningkatan garis kemiskinan sebesar 2,57 persen, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 3,36 persen.
Peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditas non makanan terhadap pembentukan garis kemiskinan di Bali pada September 2015. Komoditas makanan memberi sumbangan sebesar 68,88 persen, sedangkan komoditas non makanan hanya sebesar 31,12 persen.
Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Bali pada September 2015 sedikit mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,47 poin dan 0,21 poin jika dibandingkan kondisi Maret 2015.
Indeks kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan lebih rendah dibandingkan daerah perdesaan, namun indeks keparahan kemiskinan di perkotaan sedikit lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Kondisi ini mencerminkan kemiskinan di daerah perkotaan lebih parah dibandingkan di daerah perdesaan.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2015-September 2015
Jumlah penduduk miskin di Bali pada September 2015 mencapai 218,79 ribu orang (5,25 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2015, maka selama enam bulan tersebut terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 22,1 ribu orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2015-September 2015, baik penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami kenaikan, yaitu masing-masing naik sebanyak 6,0 ribu orang dan 16,1 ribu orang.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
1
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2015-September 2015 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
Maret 2015
109,80
4,31
September 2015
115,80
4,52
Maret 2015
86,92
5,44
September 2015
102,99
6,42
Maret 2015
196,71
4,74
September 2015
218,79
5,25
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2013 dan September 2015
Beberapa komoditi yang mengalami inflasi cukup tinggi selama periode Maret 2015-September 2015 adalah : Daging dan hasilnya (9,18 persen); Sandang wanita (6,83 persen); Pendidikan (6,19 persen); Perawatan jasmani dan kosmetik (5,86 persen), Ikan diawetkan (4,97 persen); Obat-obatan (3,91 persen), Bumbu-bumbuan (3,65 persen), kacang-kacangan (3,54 persen), Barang pribadi dan sandang lain (3,35 persen), ikan segar (3,29 persen), bahan bakar, penerangan dan air (3,13 persen), transport (2,90 persen), olahraga (2,40 persen), Tembakau dan minuman beralkohol (2,38 persen), jasa perawatan jasmani (2,34 persen), bahan makan lainnya (1,97 persen)
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
2.
Perkembangan Kemiskinan Maret 2011-September 2015
Gambar 1 memperlihatkan perkembangan kemiskinan di Bali yang cukup berfluktuasi. Dari Maret 2011 sampai September 2015 jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami kenaikan dan penurunan, penurunan terjadi dari September 2011 hingga Maret 2013, dan mengalami kenaikan sejak September 2013 sampai September 2015. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Bali, 2011-2015 21.88
16.58
4.20
18.21
16.69
4.18
4.59
Maret Sept 11 11
15.89
15.99
3.95
3.95
Maret Sept 12 12
18.28
18.52
4.49
4.53
19.60
4.76
19.67
4.74
5.25
Maret Sept 13 Maret Sept 14 Maret Sept 15 13 14 15
Jml
Po
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015-September 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 3 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada Maret 2015 dan September 2015. Tabel 3. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2015-September 2015 Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (2)
(3)
(4)
Perkotaan Maret 2015 September 2015 Perubahan Maret15-Sept15 (%)
226,679 231,680 2,21
106,320 109,874 3,34
332,999 341554 2,57
Perdesaan Maret 2015 September 2015 Perubahan Maret15-Sept15 (%)
214,350 222,166 3,65
89,655 92,052 2,67
304,005 314,218 3,36
Kota+Desa Maret 2015 September 2015 Perubahan Maret15-Sept15 (%)
221,931 228,017 2,74
99,903 103,011 3,11
321,834 331,028 2,86
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2015 dan September 2015
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
3
Selama periode Maret 2015-September 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,86 persen, yaitu dari Rp 321,834,- per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 331,028,,- per kapita per bulan pada September 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2015 sebesar 68,88 persen tidak jauh berbeda dengan Maret 2015 yang sebesar 68,96 persen. Pada September 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 23,61 persen di perkotaan dan 29,92 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (5,50 persen di perkotaan dan 3,43 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (3,48 persen di perkotaan dan 2,58 di perdesaan), dan seterusnya. Sementara Kue basah hanya memberi pengaruh besar terhadap GK di perkotaan, sedangkan tongkol/tuna/cekalan hanya memberi pengaruh besar terhadap GK di perdesaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2015 Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
23,61
Beras
29,92
Rokok kretek filter
5,50
Rokok kretek filter
3,43
Kue basah
3,95
Telur ayam ras
2,74
Daging ayam ras
3,48
Daging ayam ras
2,58
Telur ayam ras
2,98
Cabe rawit
2,57
Tahu
2,52
Kopi bubuk & instan
2,26
Tempe
2,14
Tempe
2,15
Roti
2,13
Tongkol/tuna/cakalan
2,11
Kopi bubuk & instan
2,11
Roti
2,11
Mie instan
1,85
Tahu
2,08
10,70
Perumahan
11,15
4,64
Upacara agama atau adat lainnya
3,84
3,67
Bensin
3,19
Pendidikan
2,14
Kayu bakar
1,48
Listrik
2,12
Pendidikan
1,24
Bukan Makanan Perumahan Upacara agama atau adat lainnya Bensin
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2015
Lima komoditi non makanan pemberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan agak berbeda. Tercatat di perkotaan adalah biaya untuk perumahan, upacara agama atau adat lainnya, bensin, pendidikan, dan listrik. Sementara di perdesaan adalah biaya untuk perumahan, upacara agama atau adat lainnya, bensin, kayu bakar, dan pendidikan. Terlihat biaya pendidikan sudah mulai menjadi prioritas bagi penduduk miskin diperdesaan.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2015-September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,661 pada Maret 2015 menjadi 1,131 pada September 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,144 menjadi 0,345 pada periode yang sama (Tabel 5). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Bali Menurut Daerah, Maret 2015 - September 2015 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2015
0,627
0,715
0,661
September 2015
1,090
1,198
1,131
Maret 2015
0,141
0,150
0,144
September 2015
0,351
0,336
0,345
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2015 dan September 2015,
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Bali September 2015 terlihat lebih tinggi di daerah perdesaan dibanding daerah perkotaan, namun hal sebaliknya terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) september di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada perdesaan. Pada September 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 1,090 yang sedikit lebih rendah dibanding daerah perdesaan sebesar 1,198. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan mencapai 0,351 dan di daerah perdesaan sebesar 0,336.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
5
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
b.
c.
d.
e.
6
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2015 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2015. Sampel SUSENAS bulan September 2015 untuk Provinsi Bali adalah 1440 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masingmasing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016
Informasi lebih lanjut hubungi: Indra Susilo, DPSc, MM Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail:
[email protected]