No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015
PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG
Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) pada bulan September 2014 berjumlah 195,95 ribu orang (4,76 persen), naik sebesar 10,75 ribu orang (0,23 poin) dari Maret 2014 yang hanya sebesar 185,20 ribu orang (4,53 persen)
Selama periode Maret 2014-September 2014, pertambahan penduduk miskin terjadi, baik di perkotaan maupun perdesaan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebanyak 9,30 ribu orang (dari 99,90 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 109,20 ribu orang pada September 2014). Sementara itu penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah sebanyak 1,45 ribu orang (dari 85,30 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 86,76 ribu orang pada September 2014).
Selama periode Maret 2014-September 2014, tercatat persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 4,01 persen, naik menjadi 4,35 persen pada September 2014. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 5,34 persen pada Maret 2014 menjadi 5,39 persen pada September 2014.
Komoditas makanan berperan jauh lebih besar terhadap pembentukan Garis Kemiskinan dibandingkan dengan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2014 tercatat sebesar 69,14 persen, yang mengalami penurunan dibanding Maret 2014 yang sebesar 69,60 persen.
Sepuluh komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan sama, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, kopi, bawang merah, mie instan, gula pasir, tahu, dan tempe. Lima komoditas bukan makanan yang paling berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan, upacara agama atau adat lainnya, bensin, listrik, sedangkan biaya pendidikan hanya di perkotaan, dan kayu bakar hanya di perdesaan.
Pada periode Maret 2014-September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Bali cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar. Ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2014-September 2014
Jumlah penduduk miskin di Bali pada September 2014 mencapai 195,95 ribu orang (4,76 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014, maka selama enam bulan tersebut terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin yang cukup signifikan, yaitu sebanyak 10,75 ribu orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2014-September 2014 pertambahan penduduk miskin di perkotaan jauh lebih tinggi dibanding di perdesaan. Penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 9,30 ribu orang sementara itu di daerah perdesaan hanya mengalami kenaikan sebanyak 1,45 ribu orang. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2014-September 2014 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
99,90
4,01
109,20
4,35
Maret 2014
85,30
5,34
September 2014
86,76
5,39
185,20 195,95
4,53 4,76
Perkotaan Maret 2014 September 2014 Perdesaan
Kota+Desa Maret 2014 September 2014
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2014 dan September 2014
Beberapa faktor terkait dengan kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Bali selama periode Maret 2014-September 2014 adalah: 1. Terjadi ketimpangan pertumbuhan konsumsi antara kelompok penduduk 20% terbawah dengan 20% penduduk teratas, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Konsumsi dari 20% penduduk terbawah di perkotaan mengalami pertumbuhan negatif (-0,91%), sedangkan 20% penduduk teratas mengalami kenaikan konsumsi jauh lebih tinggi, yaitu sebesar 19,35%. Kondisi serupa juga terjadi di perdesaan. Di perdesaan, konsumsi penduduk 20% terbawah hanya tumbuh sebesar 0,27% dan kelompok 20% teratas mengalami pertumbuhan yang jauh lebih tinggi, yaitu sebesar 14,56%. 2. Distribusi pengeluaran penduduk Bali yang semakin melebar dari Maret 2014 ke September 2014. Pada Maret 2014 tercatat penduduk 40% terbawah hanya menikmati 15,79% persen dari total pendapatan di Bali, sedangkan kelompok 20% teratas menikmati jauh lebih besar, yaitu sebesar 47,98%. Pada September 2014, kue pembangunan yang dinikmati oleh 20% penduduk teratas semakin besar, yaitu mencapai 50,01%, sedangkan kue pembangunan yang dinikmati oleh kelompok 40% terbawah semakin berkurang, yaitu hanya 14,29%. 3. Terjadi ketimpangan pendapatan yang semakin melebar dari Maret 2014 ke September 2014. Pada Maret 2014 gini ratio Bali hanya 0,415 dan pada September 2014 naik menjadi 0,422. 2
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015
4. Persentase rumah tangga yang menerima beras miskin (raskin) berkurang, dari 27,98% pada Maret 2014 menjadi 21,95% pada September 2014. Untuk kelompok 20% terbawah di perkotaan hanya 26,28% rumah tangga yang menerima raskin, sedangkan di perdesaan baru 59,13% rumah tangga yang menerima. 5. Terjadi peningkatan jumlah penganggur dari Februari 2014 ke Agustus 2014 sebesar 11.098 orang. Selain itu tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian dan konstruksi (yang identik sebagai kantong kemiskinan) paling banyak berkurang dibanding sektor lainnya.
2.
Perkembangan Kemiskinan Maret 2011-September 2014
Gambar 1 memperlihatkan perkembangan kemiskinan di Bali yang cukup berfluktuasi dan dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami kenaikan. Dari Maret 2011 sampai September 2011 persentase penduduk miskin mengalami kenaikan, kemudian turun pada periode September 2011 sampai September 2012. Dalam 2 tahun terakhir, September 2012 sampai September 2014 jumlah penduduk miskin terus mengalami kenaikan. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Bali, Maret 2011-September 2014
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2014 - September 2014
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada Maret 2014 dan September 2014.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2014
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2014-September 2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Perkotaan Maret 2014 September 2014 Perubahan Maret14-Sept 14(%)
213.970 216.079 0,99
96.351 100.156 3,95
310.321 316.235 1,91
Perdesaan Maret 2014 September 2014 Perubahan Maret14-Sept 14(%)
192.233 196.981 2,47
79.413 82.159 3,46
271.646 279.140 2,76
Kota+Desa Maret 2014 September 2014 Perubahan Maret14-Sept 14(%)
205.477 208.620 1,53
89.733 93.127 3,78
295.210 301.747 2,21
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2014 dan September 2014
Selama periode Maret 2014-September 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,21 persen, yaitu dari Rp 295.210,- per kapita per bulan pada Maret 2014 menjadi Rp 301.747,- per kapita per bulan pada September 2014. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2014 sebesar 69,14 persen yang sedikit mengalami penurunan dibanding Maret 2014 yang sebesar 69,60 persen. Pada September 2014, 10 besar komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 26,12 persen di perkotaan dan 33,24 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,13 persen di perkotaan dan 5,21 persen di perdesaan). Komoditas lainnya adalah telur ayam ras (3,95 persen di perkotaan dan 2,76 persen di perdesaan), kopi (2,39 persen di perkotaan dan 2,34 persen di perdesaan), bawang merah (1,87 di perkotaan dan 2,26 persen di perdesaan), daging ayam ras (3,50 persen di perkotaan dan 2,02 persen di perdesaan), dan seterusnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015
Tabel 3 Daftar Komoditas yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2014 Komoditas
Kota
Komoditas
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
26,12
Beras
33,24
Rokok kretek filter
8,13
Rokok kretek filter
5,21
Telur ayam ras
3,95
Telur ayam ras
2,76
Daging ayam ras
3,50
Kopi
2,34
Kopi
2,39
Bawang merah
2,26
Tempe
2,25
Daging ayam ras
2,02
Tahu
2,14
Gula pasir
1,93
Mie instan
2,02
Tahu
1,88
Bawang merah
1,87
Tempe
1,80
Gula pasir
1,80
Mie instan
1,74
Perumahan
10,75
Perumahan
9,99
Upacara agama atau adat lainnya
3,83
Upacara agama atau adat lainnya
2,99
Bensin
3,17
Bensin
2,84
Listrik
2,14
Kayu bakar
2,53
Pendidikan
2,13
Listrik
1,51
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September2014
Lima komoditas bukan makanan pemberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan agak berbeda. Tercatat di perkotaan adalah biaya untuk perumahan, upacara agama atau adat lainnya, bensin, listrik, dan pendidikan, sementara di perdesaan adalah biaya untuk perumahan, upacara agama atau adat lainnya, kayu bakar, bensin, dan listrik. Lima komoditas yang memberi sumbangan terbesar ke GK ini tidak berubah jika dibandingkan dengan Maret 2014.
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2014-September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,423 pada Maret 2014 menjadi 0,865 pada September 2014. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,068 menjadi 0,256 pada periode yang sama (Tabel 4). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2014
5
Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Bali Menurut Daerah, Maret 2014-September 2014 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2014
0,452
0,377
0,423
September 2014
0,679
1,154
0,865
Maret 2014
0,079
0,053
0,068
September 2014
0,182
0,371
0,256
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2014 dan September 2014
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada September 2014 di daerah perkotaan lebih rendah daripada perdesaan, terbalik dengan kondisi Maret 2014. Pada September 2014, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 0,679 jauh lebih rendah dibanding daerah perdesaan yang mencapai 1,154. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya mencapai 0,182 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,371. Dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan di daerah perdesaan Bali memburuk dibandingkan dengan daerah perkotaan.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2014 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2014. Sampel SUSENAS bulan September 2014 untuk Provinsi Bali adalah 1.440 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditas Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masingmasing komoditas pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2014
7
Informasi lebih lanjut hubungi: Indra Susilo, DPSc, MM Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail:
[email protected]