PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016 UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh: Dewi Yulianti 121224086 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seiring dengan ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat untuk kelancaran dalam setiap langkah saya, karya ini akan saya persembahkan untuk: Ibu Ngatini, ibu tercinta saya yang tidak pernah bosan memberi dukungan dan selalu mendoakan dalam setiap langkah saya. Bapak Sanwidi, selaku ayah saya yang telah menjadi ayah terbaik dalam hidup saya. Terima kasih untuk nasihat, motivasi, serta doa untuk saya. Kakak-kakak saya, Siti Sholihah, Ngasipudin, Budiman, terima kasih kalian selalu menjadi kakak terbaik, tak pernah bosan mengingatkan saya untuk menjaga kesehatan dan tak pernah berhenti memberikan dukungan kepada saya. Adik saya, Meilani Safitri, yang darinya saya bisa belajar berani dan sabar.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Dari semua hal, pengetahuan adalah yang terbaik, karena tidak dapat dicuri, tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan. ~ Hitopadesa ~ Learn From Yesterday, Live From Today, and Hope for Tommorow ~ Albert Einstein ~ Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. ~ Evelyn Underhill ~ Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis. ~ Aristoteles ~ Man jadda Wajada (Siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil) ~ Bahasa Arab ~ Berani dan tetap tenang dalam menghadapi keadaan sesulit dan serumit apapun.
~ Penulis ~
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 3 Juni 2016 Penulis
Dewi Yulianti
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Dewi Yulianti NIM
: 121224086
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016 UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya meupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 3 Juni 2016 Yang menyatakan
(Dewi Yulianti)
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Yulianti, Dewi. 2016. Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi, dan (2) mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripstif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan data berupa tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan. Metode pengumpulan data dengan menggunakan metode simak dengan teknik sadap dan diikuti teknik lanjutan yang berupa teknik catat, dan metode cakap dengan teknik pancing. Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode padan ekstralingual, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang didasarkan pada subkategori acknowledgements, terbagi atas tuturan fatis murni, basa-basi murni, dan basa-basi polar, (2) makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi kategori acknowledgements yakni meminta maaf, salam, terima kasih, mengundang, menerima, dan menolak, untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung, untuk memulai dan mengakhiri percakapan, untuk memecah kesenyapan, untuk menciptakan harmoni dan perasaan nyaman, untuk mengungkapkan kesantunan, dan menyampaikan pesan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa. Komunikasi fatis yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada pembimbingan skripsi untuk memulai pembicaraan, mempertahankan komunikasi, dan menyampaikan informasi dengan mempererat fungsi sosial. Kata kunci: komunikasi fatis, acknowledgement, basa-basi, penanda linguistik.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Yulianti, Dewi. 2016. Phatic Communication in Consultative Discourse of Thesis Guidance in Accounting Education Study Program of Sanata Dharma University at Even Semester, Year 2015/2016. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research talks about the Phatic Communication in Consultative Discourse of Thesis Guidance in Accounting Education Study Program of Sanata Dharma University at Even Semester, Year 2015/2016. The aims of this research are (1) describing the phatic form in consultative discourse of thesis guidance, and (2) describing the phatic pragmatic meaning in consultative discourse of thesis guidance in Accounting Education Study Program of Sanata Dharma University at Even Semester, year 2015/2016. This research is a descriptive qualitative research. The data source of this research was the lecturer and student in Accounting Education Study Program of Sanata Dharma University at Even Semester, year 2015/2016. The data is in form of some conversations which contain phatic. The data gathering method was using observation method with extracting technique, and then followed by writing method, and conversation method with provoking technique. To analyze the data, the researcher used Extra-lingual Comparing Method, namely a method used to analyze extra-lingual element, such as connecting language matter with other matters outside language matter. The conclusion of this research are (1) the phatic form in consultative discourse of thesis guidance in Accounting Education Study Program of Sanata Dharma University at Even Semester, year 2015/2016, which is based on acknowledgements sub-category, is divided into pure phatic conversation, pure chit-chat, and polar chit-chat, (2) the phatic pragmatic meaning in consultative discourse of thesis guidance on acknowledgements category namely apologizing, greeting, expressing gratefulness, inviting, accepting, refusing, keeping conversation to continue, starting and ending conversation, breaking silence, creating harmony and comfortable feelings, expressing politeness, and conveying message. This research is expected to be able to give contribution and knowledge related to phatic communication between lecturer and student. Phatic communication which is used by lecturer and student in thesis guidance to start conversation, maintain conversation, and giving information by strengthen social function. Keywords: phatic communication, acknowledgement, chit-chat, linguistic mark.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk, pengarahan, dan saran yang sangat besar manfaatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan yang berguna bagi penulis. 5. R. Marsidiq, selaku sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran selama perkuliahan. 6. Para Dosen Pendidikan Akuntansi yang telah mengizinkan dan membantu proses pengambilan data penelitian. 7. Bapak Sanwidi dan Ibu Ngatini yang telah memberikan dukungan doa dan bantuan baik secara material maupun spiritual. 8. Kakak-kakak terbaik, Siti Sholihah, Ngasipudin, dan Budiman, yang selalu memotivasi dan memberi semangat untuk mewujudkan mimpi saya.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Adikku Meilani Safitri, yang selalu memberikan semangat dan menjadi teman bercerita yang asyik. 10. Teguh Wahyono, kekasih terhebat yang telah menemani dengan sabar selama di Kota Istimewa ini. 11. Teman-teman sepayung, Markus Jalu Vianugrah, Agnes Wiga, Alfonsus Novendi, dan Citra Astutiningsih, terima kasih untuk kerjasama dadukungannya dalam mengerjakan skripsi. 12. Teman-teman tercinta dari PBSI terutama Teresia Noberty, Hilarion Wahyu Prasetya Widhi, Septin Lovenia Indrati, Maria Oki Marlina Sinaga, Erlita Mega Ananta, Erwanda Wardani, Theresia Novita Dwi Puspitasari, Adi Desetyawan, Elicha Bonita Turnip, Didi Setiadi, terima kasih karena telah menjadi teman-teman terbaik. 13. Teman-teman Pendidikan Akuntansi, terima kasih karena telah membantu saya dalam mengumpulkan data penelitian. 14. Teman-teman yang hadir kemudian pergi dengan meninggalkan kesankesan dan pelajaran bermakna selama berkuliah di Jogja. 15. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Yogyakarta, 3 Juni 2016
Penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN MOTTO .................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................... vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT ..................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 1.5 Batasan Istilah ............................................................................................
1 4 5 5 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 8 2.1 Penelitian yang Relevan ............................................................................. 2.2 Landasan Teori ........................................................................................... 2.2.1 Pragmatik .......................................................................................... 2.2.2 Fenomena Pragmatik......................................................................... 2.2.2.1 Deiksis ...................................................................................... 2.2.2.2 Praanggapan/Presuposisi .......................................................... 2.2.2.3 Implikatur ................................................................................. 2.2.2.4 Kesantunan dalam Berbahasa .................................................. 2.2.2.5 Ketidaksantunan dalam Berbahasa ..........................................
xii
8 10 10 13 13 14 15 17 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa ...................................................... 19 2.2.3 Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik ..................................... 34 2.2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................. 43 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 3.2 Data dan Sumber Data ............................................................................... 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data .............................................................. 3.5 Triangulasi..................................................................................................
48 48 50 50 53 56
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................... 4.1 Deskripsi Data ............................................................................................ 4.2 Analisis Data .............................................................................................. 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis ......................................................................... 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Meminta Maaf........................................ 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Salam ..................................................... 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Terima Kasih.......................................... 4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Mengundang .......................................... 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Menerima ............................................... 4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Menolak ................................................. 4.2.2 Maksud Tuturan Fatis ....................................................................... 4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Meminta Maaf ..................................... 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Salam ................................................... 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Berterima Kasih ................................... 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Mengundang ........................................ 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Menerima ............................................. 4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Menolak ............................................... 4.3 Pembahasan ................................................................................................
58 58 66 66 68 70 75 82 100 118 138 139 140 144 149 161 171 183
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 191 5.1 Simpulan .................................................................................................... 192 5.2 Saran ........................................................................................................... 195 DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 197 LAMPIRAN
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dipaparkan mengenai: a) latar belakang, b) rumusan masalah, c) tujuan penelitian, d) manfaat penelitian. Paparan selengkapnya disampaikan berikut ini. 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan bahasa sebagai modal dasar dalam berkomunikasi. Tanpa komunikasi, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan orang lain.Manusia berinteraksi agar dapat menjalin hubungan baik antara satu dengan yang lainnya. Bahasa merupakan jembatan penghubung untuk berinteraksi. Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, ataupun pesan kepada orang lain. Melalui bahasa terungkap sesuatu yang ingin disampaikan pembicara kepada pendengar, penulis kepada pembaca, dan penyapa kepada pesapa. Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Harold Lasswell (Effendy, 2007:10) dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel to Whom With
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
What Effect? Paradigma Lasweel menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient), efek (effect, impact, influence). Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Jakobson (Soeparno, 2013: 18-20) telah membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatis, dan metalingual. Ahli bahasa yang gagasannya terilhami oleh Karl Buhler ini mendasarkan pembagiannya pada tumpuan perhatian atau aspek. Seperti kita ketahui, bahasa memiliki enam aspek, yakni aspek addresser, context, message, contact, code, dan addresce. Apabila tumpuannya pada si penutur (addresser), fungsi bahasanya dinamakan emotif. Apabila tumpuan pembicaraan pada konteks (context), fungsi bahasanya disebut referensial. Apabila tumpuan pembicaraan pada amanat (message), fungsi bahasanya puitik (poetic). Apabila tumpuan pembicaraan pada kontak (contact), fungsi bahasanya disebut fatis (phatic). Apabila tumpuan pembicaraan pada kode (code), fungsi bahasanya disebut metalingual. Apabila tumpuan pembicaraan pada lawan bicara (addresce), fungsi bahasanya dinamakan konatif. Fungsi emotif misalnya dipakai untuk mengungkapkan rasa gembira, kagum, kesal, sedih, dan sebagainya. Fungsi referensial dipakai untuk membicarakan suatu permasalahan dengan topik tertentu, fungsi bahasa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
terlibat adalah fungsi puitik. Fungsi fatis digunakan sekadar untuk mengadakan kontak dengan orang lain yang sudah dikenal, selalu menggunakan fungsi fatik ini, dengan ucapan “Mangga!” yang maknanya tidak bermaksud „mempersilakan‟ mitra tuturnya; atau dengan kalimat tanya “Badhe tindak pundi?” yang maknanya tidak bermaksud „ingin tahu tujuan mitra tuturnya‟. Kesemuanya itu tiada ada maksud lain kecuali sebagai alat kontak semata, alat untuk menunjukkan bahwa penutur memiliki hubungan (kontak) dengan mitra tutur. Orang Belanda menggunakan ucapan “Dag!” untuk tujuan yang sama seperti di atas. Apabila yang dibicarakan masalah bahasa dalam hal menggunakan bahasa tertentu, maka fungsi bahasanya disebut metalingual. Selanjutnya apabila bahasa yang digunakan bertumpu pada lawan tutur, misalnya agar lawan bicara kita bersikap atau berbuat sesuatu, maka fungsi bahasa tersebut disebut konatif. Dalam fungsi konatif ini penutur meminta mitra tutur untuk berbuat sesuatu, atau mengendalikan mitra tutur untuk tidak berbuat sesuatu. Pentingnya bahasa dalam interaksi antarpeserta tutur mendapatkan signifikansinya ketika berfungsi sebagai alat untuk membuka saluran komunikasi, mengakrabkan, antara penutur dan peserta tutur. Kondisi yang demikian disebut komunikasi fatis. Dalam tradisi Jawa, biasanya ketika sedang sarapan pagi bersama, tiba-tiba datang seorang tamu, tuan rumah biasanya langsung mengambilkan piring dan sendok, menyediakan kursi mengajak makan bersama. Akan terasa tidak etis, jika tidak melakukan demikian, atau menanyakan: ‟‟apa Anda sudah makan?” Jika pertanyaan ini dilontarkan kepada tamu itu, dia pasti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
akan menjawab: ‟‟terima kasih…! Saya sudah makan atau saya sudah kenyang…!” Padahal, sejatinya kelaparan. Komunikasi fatissangat diperlukan, sebab ketika kita berbicara langsung ke inti pembicaraan biasanya dianggap kurang sopan. Betapa pentingnya belajar untuk memahami seseorang ketika berkomunikasi supaya kita bisa melakukan basa-basi tanpa harus menyakiti, dan yang paling penting tidak bertentangan dengan aturan, adat istiadat dan tata karma yang berlaku dalam masyarakat. Penggunaan komunikasi fatis dalam dunia pendidikan antara siswa dan guru maupun mahasiswa dan dosen bermanfaat untuk lebih mengakrabkan satu sama lain. Penggunaan komunikasi fatis dalam dunia pendidikan belum banyak diteliti. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi kasus yang berjudul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, penelitian ini berfokus pada permasalahan berikut ini: 1. Apa sajakah wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta? 2. Apa sajakah maksud pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan
wujud
kefatisan
dalam
wacana
konsultatif
pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan maksud pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016
Universitas
Sanata
Dharma Yogyakartaini
diharapkan
dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu: a) Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan komunikasi fatis sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki kegunaan teoretis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam berkomunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
untuk membuka serta mempererat hubungan sosial penutur dan lawan tutur sebelum masuk ke inti pembicaraan. b) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak kampus terutama antara dosen dan mahasiswa pada proses pembimbingan karya tulis ilmiah untuk membuka pembicaraan dan mempererat hubungan sosial yang harmonis dalam berkomunikasi. Demikian pula penelitian ini akan memberikan masukan kepada para praktisi untuk memahami pentingnya komunikasi fatis dalam lingkup pendidikan.
1.5 Batasan Istilah 1. Pragmatik Yule (2006: 3-6) mendefinisikan pragmatik adalah studi tentang maksud. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). 2. Konteks Rahardi (2005: 51) mendefinisikan konteks sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur. 3. Fatis Fatis merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu kategori kata. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
mempertahankan atau mengukuhkan pembicaraan antara penutur dan mitra tutur (Kridalaksana, 1994: 117). 4. Basa-basi Menurut Arimi (1998: 95) basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. 5. Komunikasi Harold Lasswell (Effendy, 2007:10) menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. 6. Komunikasi Fatis Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis sebagai komunikasi yang digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Komunikasi fatis dipandang sebagai sarana untuk menjaga hubungan sosial yang baik antara penutur dan mitra tuturnya. Sarana tersebut berupa topik pembicaraan ringan yang dituturkan penutur kepada mitra tuturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab kajian teori ini akan dipaparkan: 1) penelitian yang relevan, 2) landasan teori meliputi: pragmatik, fenomena pragmatik, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. Kedua hal tersebut akan dipaparkan pada subbab berikut ini. 2.1 Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian dari Gusti Dinda Damarsasi (2014) yang berjudul “Basa-basi Berbahasa antara Siswa dan Karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014”, Surahmatwiyata (2015) yang berjudul “Basa-basi Berbahasa antara Keluarga Bangsawan dan Abdi Dalem Kasultanan Yogyakarta”. Hasil penelitian yang didapatkan oleh Gusti Dinda Damarsasi (2014) yang berjudul “Basa-basi Berbahasa antara Siswa dan Karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014” memiliki tujuan untuk mendeskripsikan wujud dan maksud basa-basi dalam berbahasa antara siswa dan karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta. Wujud basa-basi berbahasa antara siswa dan karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta adalah basa-basi berbahasa berupa tuturan lisan antara siswa dan karyawan yang terbagi ke dalam 8 kategori acknowledgement (subkategori menerima, menolak, mengundang, sapaan atau salam, memberi selamat, belasungkawa, minta maaf, dan terima kasih). Maksud basa-basi berbahasa kategori acknowledgement adalah memulai pembicaraan, menarik
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
perhatian lawan bicara, mencairkan suasana, mempertahankan pembicaraan, menyela aktivitas lawan bicara, mengakhiri pembicaraan, menjaga hubungan baik dengan lawan bicara, menunjukkan keramahtamahan, kesopansantunan dan ketegursapaan. Maksud basa-basi subkategori acknowledgement memiliki maksud yang sama dengan dengan karakteristik kedelapan subkategorinya. Hasil penelitian yang didapatkan oleh Surahmatwiyata (2015) yang berjudul “Basa-basi Berbahasa antara Keluarga Bangsawan dan Abdi Dalem Kasultanan Yogyakarta” memiliki tujuan mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa, penanda linguistik dan nonlinguistik, maksud basa-basi berbahasa antara keluarga bangsawan dan abdi dalem kasultanan Yogyakarta. Wujud basabasi berbahasa yang berupa basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterimakasih, basa-basi meminta maaf, basa-basi memberi salam, basa-basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. Penanda linguistik yang ada di dalam percakapan berupa nada tutur yang rendah, tekanan sedang, intonasi berita, dan diksi bahasa nonstandar. Penanda nonlinguistik dapat dilihat berdasarkan situasi percakapan. Maksud basa-basi berbahasa yaitu untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Kedua penelitian tersebut memiliki persamaaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang berjudul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”, persamaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu tuturan fatis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Dinda Damarsasi dan Surahmatwiyata memiliki dua persamaan pada objek penelitian dan perumusan masalah yaitu bentuk atau wujud dan maksud penggunaan tuturan fatis. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Surahmatwiyata dengan peneliti, yaitu pada ranah penelitiannya. Surahmatwiyata melakukan penelitian pada ranah kehidupan sehari-hari kasultanan di Yogyakarta, sedangkan peneliti meneliti dalam ranah pendidikan. Selain itu, pada penelitian “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif antara Dosen dan Mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam Proses Pembimbingan Skripsi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016” ini, subjek yang diteliti bukan siswa dan karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta maupun keluarga bangsawan dan abdi dalem
kasultanan Yogyakarta, melainkan dosen dan
mahasiswa Pendidikan Akuntasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian basa-basi berbahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji lebih dalam fenomena komunikasi fatis (basa-basi berbahasa) khususnya dalam ranah pendidikan. Peneliti berharap, hal itu dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman mengenai penelitian komunikasi fatis.
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Ilmu pragmatik
mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai/penuturnya. Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu berupaya menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
pemakaian? Apa yang dilakukan penutur dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang beroperasi sehingga bertutur itu serasi dengan penutur, teman tutur serta konteks alam tutur itu? (Tagor, 2008: 68). Leech (1983) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena memang pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasa mengenai komunikasi fatis, tuturan dikatakan fatis ditinjau dari konteks yang melingkupinya. Cruse (200:16) dalam Cummings (2007: 2) definisi pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistic yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada maknamakna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Yule (2006: 3-6) mendefinisikan pragmatik adalah studi tentang maksud. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Levinson (1983) dalam Rahardi (2005: 48-49) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Batasan Levinson itu, selengkapnya, dapat dilihat pada kutipan “Pragmatics is the study of those relations between language anda context that are grammaticalized, or econded in the structure of a language”(Levinson, 1983:9). Parker (1986) dalam bukunya Linguistics for NonLinguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Definisi Parker itu selengkapnya dapat dilihat pada kutipan “Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate” (Parker, 1986:11). Jacob L. Mey (1983) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Berikut kutipannya “Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as these are determined by the context of society” (Mey, 1993: 42). Rahardi (2005: 50) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Dari definisi berbagai ahli, dapat peneliti simpulkan bahwa pragmatik merupakan studi bahasa yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan konteks situasi, sehingga mitra tutur memahami apa maksud penutur yang sebenarnya. 2.2.2
Fenomena Pragmatik
2.2.2.1 Deiksis Yule (2006: 13) mendefinisikan, deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukkan‟ disebut ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya, “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapanungkapan deiksis kadangkala juga disebut indeksikal. Yule (2006: 15-22) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (kata ganti orang pertama „saya‟, orang kedua „kamu‟, dan orang ketiga „dia lakilaki‟, „dia perempuan‟, atau „dia barang/sesuatu‟), deiksis tempat (misalnya, „di sana‟, „di sini‟), dan deiksis waktu (misalnya, „kemarin‟, „besok‟, „hari ini‟, „nanti malam‟, „pekan depan‟, „pekan lalu‟, „pekan ini‟) Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata seperti ini tidak memeliki referen yang tetap berbeda halnya dengan kata seperti kursi, rumah, kertas. Siapa pun yang mengucapkan kata kursi, kertas, rumah, di tempat mana pun, pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi referen dari kata saya, sini, sekarang barulah dapat diketahui jika diketahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Kata deiktis dapat pula dipakai sebagai “barang mainan”; yang dipermainkan adalah referen yang tidak jelas karena tidak disertai konteksnya (Purwo, 1990: 17). 2.2.2.2 Praanggapan/Presuposisi Menurut Rahardi (2005: 42) Sebuah tuturan dikatakan mengpraanggapkan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali. mempraanggapkan adanya seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik. Apabila memang pada kenyataannya ada seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan itu dapat dinilai benar atau salahnya. Jika suatu kalimat diucapkan, selain dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula tambahan makna, yang tidak dinyatakan, tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat itu. Misalnya seperti yang terjadi pada konteks berikut. Saya menitipkan barang saya kepada seseorang (yang tinggal di kota lain) untuk dijualkan, tetapi sudah lama sekali orang yang saya titipi barang itu tidak juga memberi kabar dan mengirimkan uang hasil penjualan barang saya itu. Amatilah kalimat yang saya ucapkan kepada orang itu pada waktu saya meneleponnya, berikut ini. a) Kalau barang saya itu sudah laku, uangnya jangan dikirimkan ke alamat rumah, tetapi ke alamat kantor saja. Ini alamat kantor saya: […]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Yang
dinyatakan
(asserted)
pada
kalimat-kalimat
itu
adalah
pemberitahuan mengenai cara pengiriman uang dan alamat kantor, tetapi yang dipraanggapkan (presupposed) adalah bahwa orang yang ditelepon itu masih memiliki tanggungan yang harus dibereskan pada suatu waktu. Kalimat-kalimat pada […] dapat pula dikatakan sebagai “pengingatan” (terhadap kewajiban membayar) yang terselubung (Purwo, 1990: 19). 2.2.2.3 Implikatur Wijana (1996: 37-38) dalam (Nadar, 2009: 63) menjelaskan bahwa sebuah tuturan memang dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak. Contohnya sebagai berikut: (+) Ali sekarang memelihara kucing. (-) Hati-hati menyimpan daging. Tuturan (-) bukan merupakan bagian dari tuturan (+) karena tuturan (-) muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya. Adapun salah satu sifatnya adalah senang makan daging. Rahardi (2005: 42-43) di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam
kesamaan
latar
belakang
pengetahuan
tentang
sesuatu
yang
dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang dimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan. Tuturan yang berbunyi „Bapak datang, jangan menangis!‟ Tidak sematamata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah dating dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam, sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tuturan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut. Jika ada dua orang yang bercakap-cakap, percakapan itu dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama:. Kesepakatan itu, antara lain, berupa kontrak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu saling berhubungan atau berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing kalimat (yang dipersambungkan itu) secara lepas; maksudnya, makna keterkaitan itu tidak terungkap secara “literal” pada kalimat itu sendiri. Ini yang disebut implikatur percakapan (Purwo, 1990: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
2.2.2.4 Kesantunan dalam Berbahasa Bahasa yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri. Bahasa dapat menilai harkat dan martabat seseorang di mata orang lain. Kemampuan berbahasa secara santun menunjukkan kepribadian yang santun pula. Inilah salah satu alasan, memperhatikan kesantunan dalam berbahasa menjadi suatu hal terpenting dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial. Bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun sedemikian rupa oleh penutur/penulis agar apa yang disampaikan/dituliskan tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Ketika penutur menggunakan bahasa dalam bersosialisasi, maka penutur harus memperhatikan kaidah berbicara dengan baik dan benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang menulis cerpen, mereka menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh yang sedang diperankan. Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunana (Pranowo, 2009: 4-5). Pranowo (2009: 14-15) menyatakan ada tiga alasan berbahasa secara santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang disampikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain Orang ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
2.2.2.5 Ketidaksantunan dalam Berbahasa Ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dikenali dari penanda-penanda ketidaksantunannya (impoliteness markers), baik penanda ketidaksantunan yang bersifat pragmatik maupun penanda ketidaksantunan linguistik. Salah satu penanda ketidaksantunan itu adalah kata-kata fatis. Locher dan Watts (2008) berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior). Dikatakan demikiann karena hal tersebut melanggar norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Di dalam pandangan Miriam A Locher (2008) ketidaksantunan dalam berbahasa dipahami sebagai „impolitenes behavior that is face-aggravating in particular context‟. Ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku berbahasa yang memperburuk „muka‟ mitra tutur pada konteks kebahasaan tertentu. Ketidaksantunan itu menunjuk pada perilaku „melecehkan‟ muka (face-aggravate). Pemahaman lain yang berkaitan dengan definisi Locher tentang ketidaksantunan berbahasa adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku yang „melecehkan muka‟, melainkan perilaku yang „memain-mainkan muka‟. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketidaksantunan berbahasa yang bersifat melecehkan dan memain-mainkan muka pada konteks tertentu sebagaimana dilambangkan dengan makna kata „aggravate‟ itu. Pemahaman Culpeper (2008) tentang ketidaksantunan berbahasa dapat disebutkan sebagai berikut, „Impoleteness, as I would define it, involves communicate behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.‟ Culpeper memberikan penekanan pada fakta „face loss‟
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
atau „kehilangan muka‟. Sebuah tuturan dianggap tidak santun jika tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut „merasa‟ kehilangan muka. Bousfield (2008) mengemukakan bahwa ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai berikut: „…the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully performed‟. Bousfield memberikan penekanan pada dimensi „kesembronoan‟ dan dimensi konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan dilakukan secara sembrono (gratuitous) yang mengakibatkan konflik atau bahkan pertengkaran, dan tindakan tersebuut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), tindakan berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan dalam praktik berbahasa. Ketidaksantunan
berbahasa
dapat
dicermati
melalui
penanda
ketidaksantunan berbahasa yang terdapat dalam konteks. Dengan mengenali penanda-penanda
ketidaksantunan
berbahasa,
seseorang
dapat
mempertimbangkan bentuk-bentuk lain agar komunikasi terjalin dengan santun. 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa Basa-basi bukan merupakan fenomena bahasa yang muncul secara tibatiba. Sesungguhnya pemakaian basa-basi meresap pada akar sosial budaya. Basa-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
basi didefinisikan sebagai ungkapan atau tuturan yang dipergunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi (KBBI, 2008: 143). Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Dalam teori Malinowski lebih memandang komunikasi fatis sebagai sarana untuk menjaga hubungan sosial yang baik antara penutur dan mitra tuturnya. Sarana tersebut berupa topik pembicaraan ringan yang dituturkan penutur kepada mitra tuturnya. Jakobson (1980) mendefinisikan komunikasi fatis sebagai tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi, untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Teoeri komunikasi fatis Jakobson ini lebih menitikberatkan atau memfokuskan fungsi komunikasi fatis sebagai media yang digunakan oleh penutur untuk mengantarkan ide atau isi pembicaraan kepada mitra tuturnya. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan antara pembicara dan kawan bicara. Chaer dan Agustina (2004: 16) menjelaskan bahwa ungkapan-ungkapan fatik atau yang dikenal dengan basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Misalnya dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti apa kabar?, bagaimana kabar keluarga di rumah?, mau kemana nih?, dan sebaganya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa tidak akan lepas dari basabasi, namun berbeda kadar penggunaannya. Penggunaan paling besar dalm percakapan yang bertujuan untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya untuk bersopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi. Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya menolak jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata krama dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Dengan demikian, basa-basi dapat dikatakan sebagai tuturan untuk menjalin solidaritas dan harmonisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
Basa-basi memiliki peranan penting dalam komunikasi. Hal yang ingin ditunjukkan penutur kepada mitra tutur sebenarnya adalah sikap, bukan isi pembicaraan. Penutur menunjukkan suara, perkataan, dan bahasa tubuh tertentu yang dilazimkan dalam masyarakat bahasa. Penutur dapat saja bertanya “Mau kemana, Pak?”, namun biasanya penutur tidak bermaksud untuk mengetahui tujuan mitra tutur saat pergi. Penutur hanya ingin mempertahankan hubungan baik mereka. Setiap masyarakat bahasa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menggunakan bahasa untuk keperluan basa-basi. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi basa-basi menjadi dua yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama, misalnya: selamat siang, selamat datang, mengucapkan terima kasih, pamit, dll. Sedangkan basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Berikut ini contoh pemakaian basa-basi murni. (1) Karyawan: “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” (2) Direktur: “Siang. Mana data yang saya minta diserahkan hari ini?” (Konteks: seorang karyawan memasuki ruang direkturnya.) Basa-basi tersebut termasuk basa-basi murni karena digunakan saat berjumpa. Tuturan yang dipakai adalah selamat siang. Ungkapan selamat siang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul yang menandai realitas siang. Berbeda dengan basa-basi murni, dalam basa-basi polar orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Berikut ini merupakan contoh basa-basi polar. (3) Tuan rumah: Mari makan. (4) Tamu: Saya baru saja (makan), Pak, Bu, terima kasih. (Konteks: seseorang bertamu saat tuan rumah dan keluarganya sedang makan.) Tuturan (3) Tuan rumah: “Mari makan” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya karena tuan rumah melihat tamu datang saat mereka makan. Sebagai sopan santun tuan rumah menawarkan makan pada tamu tersebut dan bukan bersungguh-sungguh menawarkan makanan. Tuturan (4) Tamu: “Saya baru saja makan” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya. Tuturan sang tamu bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia sudah makan, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk makan bersama tuan rumah (Sailal Arimi, 1998: 171). Arimi dalam tesisnya (1998: 87-96) mengatakan bahwa penggunaan basabasi (phatic communion) merupakan bagian dari tindakan ilokusi, di antara yang ditemukan ialah tindakan ilokusi ekspresif. Dikatakan tindak ekspresif dapat dimengerti karena tindak tutur basa-basi berkaitan dengan perilaku psikologis penutur terhadap keadaan bertutur dengan mitranya, misalnya memberi salam,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
menanyakan keadaan seseorang, mengatakan terima kasih, memberi selamat, dan sebagainya. Oleh sebab itu, basa-basi dikatakan sebagai bagian dari fenomena pragmatik. Basa-basi dapat dikatakan sebagai tindak tutur ilokusi komunikatif. Ibrahim (1993:16) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi komunikatif kedalam Skema Tindak Tutur (STT). STT tersebut didasari atas maksud ilokusi, atau sikap yang terekspresikan, yang digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi menspesifikasi hal-hal yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT. Taksonomi tindak ilokusi di atas mencakup tindak tutur konstantif (constantif), direktif (directives), komisif (comissives), dan acknowledgements. Konstantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitratutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Berbeda dengan konstantif, direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan prospektif oleh mitratutur dan kehendaknya terhadap tindakan mitratutur. Sedangkan komisif (comissive) mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur sehingga ujarannya mengharuskannya untuk melakukan sesuatu. Yang termasuk dalam komisif adalah promisses dan offers. Sedangkan acknowledgements mengekspresikan perasaaan mengenai mitra tutur atau –dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
dan kepercayaan tertentu seperti itu. Yang termasuk dalam acknowledgements adalah apologize, condole, congratule, greet, thank, bid, accept, reject. Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Hal ini dapat dilihat dari pengertian acknowledgements yaitu merupakan tuturan yang mengekpresikan perasaan mengenai mitratutur atau---dalam kasus-kasus dimana ujaran berfungsi formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti itu. Ibrahim (1993:37) menjelaskan Acknowledgements itu sering disampaikan bukan karena perasaan yang benar-benar murni tetapi karena ingin memenuhi harapan sosial sehingga perasaan itu perlu diekspresikan. Maksudnya basa-basi berfungsi hanya untuk sopan santun saja. Berikut tuturan yang termasuk Acknowledgement. 1. Apologize (meminta maaf) Apabila seseorang mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. 2. Condole (berduka cita) Apabila seseorang mengekspresikan simpati karena musibah, atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berduka cita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
3. Congratulate ( mengucapkan selamat) Apabila seseorang mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik, atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengucapkan selamat. 4. Greet (salam) Apabila seseorang mengekspresikan rasa senang karena bertemu seseorang. atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan salam. 5. Thank (berterimakasih) Apabila seseorang mengekpresikan terimakasih karena mendapatkan bantuan atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berterimakasih. 6. Bid (mengundang) Apabila seseorang mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. 7. Accept (menerima) Apabila seseorang mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
8. Reject (menolak) Apabila seseorang mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Komponen dan klasifikasi tindak tutur ilokusi tersebut dapat digunakan sebagai faktor pendukung di luar kebahasaan untuk menganalisis basa-basi bahasa Prancis yang ada dalam drama Les Justes. Kategori fatis ini boleh dikatakan merupakan penemuan baru dalam linguistik Indonesia. Istilah itu diilhami oleh konsep Malinowski (1923) phatic communion (Kridalaksana, 1994: 117). Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsurunsur daerah atau dialek regional. Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya Kok kamu pergi juga?, ada yang di tengah kalimat, misalnya Bukan dia, kok, yang mengambil uang itu!, dan ada pula yang di akhir kalimat, misalnya Saya hanya lihat saja, kok!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.Bentuk kategori fatis terbagi atas: 1) Partikel dan kata fatis a) Ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh, misalnya: “Ayo ah kita pergi!” b) Ayo menekankan ajakan, misalnya: “Ayo kita pergi!” Ayo mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat. Ayo juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh. c) Deh digunakan untuk menekankan: (1) Pemaksaan dengan membujuk, misalnya: “makan deh, jangan malu-malu.” Dalam hal ini deh berdekatan tugasnya dengan partikel –lah. (2) Pemberian persetujuan, misalnya: “boleh deh.” (3) Pemberian garansi, misalnya: “makanan dia enak deh!” (4) Sekedar penekanan, misalnya: “saya benci deh sama dia.” d) Dong digunakan untuk (1) Menghaluskan perintah, misalnya: “bagi dong kuenya.” (2) Menekankan kesalahan kawan bicara, misalnya: “ya jelas dong.” e) Ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya: “bohong ding!” f) Halo digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
(1) Memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, misalnya: “halo, 345627!” (2) Menyalai kawan bicara yang dianggap akrab, misalnya: “halo Martha, ke mana aja nih?” g) Kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian, misalnya: “kan dia sudah tahu?” Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya: “tadi kan sudah dikasih tahu!” h) Kek mempunyai tugas (1) Menekankan pemerincian, misalnya: “elu kek, gue kek, sama saja.” (2) Menekankan perintah, misalnya: “cepetan kek, kenapa sih?” (3) Menggantikan kata saja, misalnya: “elu kek yang pergi!” i) Kok menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya: “saya Cuma melihat saja kok!” Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, misalnya: “kok sakitsakit pergi juga?” j) –lah menekankan kalimat imperatif, dan penguat sebutan dalam kalimat, misalnya: “tutuplah pintu itu!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
k) Lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan, misalnya: “lho, kok jadi gini sih?” Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian, misalnya: “saya juga mau lho.” l) Mari menekankan ajakan, misalnya: “mari makan.” m) Nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, misalnya: “nah, bawalah uang ini dan belikan aku nasi sebungkus.” n) Pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut, misalnya: “membaca pun ia tidak bisa.” o) Selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik, misalnya: “selamat ya.” p) Sih memiliki tugas: (1) Menggantikan tugas –tah, dan –kah, misalnya: “apa sih maunya tuh orang?” (2) Sebagai makna „memang‟ atau „sebenarnya‟, misalnya: “bagus sih bagus, Cuma mahal amat.” (3) Menekankan alasan, misalnya: “abis Gatot dipukul sih!” q) Toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi, misalnya: “saya toh tidak merasa bersalah.” r) Ya bertugas:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
(1) Mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, misalnya: (Apakah rencana ini jadi dilaksanakan?) “ya tentu saja.” (2) Minta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai pada akhir ujaran, misalnya: “jangan pergi, ya!” s) Yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah di akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai ditengah ujaran, misalnya: “yah, apa aku bisa melakukannya?” 2) Frasa fatis a) Frase
dengan
selamat
dipergunakan
untuk
memulai
dan
mengakhiri interaksi antara pembicara dan kawan bicara, sesuai dengan keperluan dan situasinya, misalnya: Selamat pagi
selamat siang
selamat sore
Selamat malam
selamat jumpa
selamat jalan
Selamat belajar
selamat tidur
selamat makan
Selamat hari jadi
selamat ulang tahun
b) Terima kasih digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan sesuatu dari kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
c) Turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara menyampaikan bela sungkawa. d) Assalamualaikum digunakan pada waktu pembicara memulai interaksi. e) Waalaikumussalam digunakan untuk membalas kawan bicara yang mengucapkan assalamualaikum. f) Insya Allah diucapkan oleh pembicara ketika menerima tawaran mengenai sesuatu dari kawan bicara. Selain frase fatis yang digunakan dalam ragam lisan, adapula frase fatis yang digunakan dalam ragam tulis, misalnya: g) Dengan hormat digunakan oleh penulis pada awal surat. h) Hormat saya, salam takzim, wassalam digunakan oleh penulis pada akhir surat. Sebenarnya semua frase fatis tersebut dapat dianalisis secara performatif, dengan menganggap bahwa frase-frase itu merupakan bagian dari kalimat abstrak yang berbunyi “X mengucapkan F.”, jadi kalau orang menyatakan selamat ulang tahun kepada kita, sebenarnya “Si Anu mengucapkan selamat hari ulang tahun”; hanya rangkanya tidak diucapkan. Bila analisis ini dipergunakan, maka semua frase fatis itu adalah frase nominal. Mengingat posisinya dalam ujaran, kami menganggap unsur ini sebagai kategori fatis, jadi alternatif tersebut di atas tidak kami ambil (Kridalaksana, 1994:111-117).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Berdasarkan analisis data, hasil penelitian tentang kategori fatis sebagai penanda ketidaksantunan pragmatik dapat diklasifikasikan ke dalam 11 kategori. Kesebelas kategori fatis penanda ketidaksantunan berbahasa tersebut dapat dipaparkan satu per satu sebagai berikut. 1. Kategori Fatis “kok”digunakan untuk menekankan alas an dan pengingkaran. Selain itu, “kok” dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. 2. Kategori Fatis “ah”pada umumnya dapat dimaknai sebagai peranti untuk memberikan maksud penekanan atas rasa penolakan atau dapat juga maksud acuh tak acuh. 3. Kategori Fatis “hayo”pada umumnya adalah menakut-nakuti atau mengancam sang mitra tutur atas tindakan yang telah, sedang, bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur itu bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan “hayo” sebagai semacam peringatan atau ancaman untuk tidak melakukan tindakan tersebut. 4. Kategori Fatis “mbok”pada umumnya mempunyai makna menyuruh atau makna menguatkan atau menyangatkan suatu tindakan yang diinginkan oleh penutur. Kategori kebahasaan ini digunakan untuk mengungkapkan rasa jengkel, kesal, dan marah. Selain itu, penggunaan kategori fatis “mbok” mempunyai maksud „ngelulu‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
5. Kategori Fatis “lha”dalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. 6. Kategori Fatis “tak”adalah untuk menunjukkan makna „akan‟ atau makna „segera‟. Secara pragmatis, makna “tak” adalah „memberikan ancaman‟. 7. Kategori Fatis “huu”sebagai kategori fatis memiliki makna mengejek atau meperolok-olok. 8. Kategori Fatis “iih”sebagai kategori fatis mengandung makna „mengejek‟ atau menyampaikan maksud „sinis‟ tertentu. 9. Kategori Fatis “woo”sebagai kategori fatis dapat bermakna mengumpat. 10. Kategori Fatis “hei”digunakan untuk maksud memperingatkan untuk melakukan sesuatu atau sebaliknya untuk tidak melakukan sesuatu. 11. Kategori
Fatis
“halah”penanda
ketidaksantunan
memiliki
makna
„menyepelekan‟ atau dapat juga digunakan untuk menyampaikan maksud „kesembronoan‟. 2.2.3
Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (1993: 38) dalam (Nadar, 2009:
3) sebagai the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”). Lalu, pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana (1996:2) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
makna yang terikat konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980:ix) yang menegaskan bahwa pragmatics in concered with the way in which the interpretation of syntactically defined expressions depends in the particular conditions of their use in context (“pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan
yang
dibuat
mengikuti
aturan
sintaksis
tertentu
dan
cara
menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks”). Rahardi (2005: 51) mendefinisikan konteks sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur. Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu; (1) konteks fisik (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks epistermis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial (social context), yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar (Imam Syafi‟ie, 1990: 126) dalam Lubis (2015: 60-61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Keempat konteks tersebut memengaruhi kelancaran komunikasi. Ciri-ciri konteks harus dapat diidentifikasikan untuk menangkap pesan si pembicara. Mula-mula, kita lihat betapa pentingnya pemahaman tentang konteks linguistic (3), karena dengan itu kita dapat memahami dasar suatu tuturan dalam suatu komunikasi. Tanpa mengetahui struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat tentu kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Namun, pengetahuan tentang struktur bahasa itu saja jelas tidak cukup. Ini harus dilengkapi lagi dengan pengetahuan konteks fisiknya (1), yaitu di mana komunikasi itu terjadi, apa objek yang dibicarakan, dan begitu juga bagaimana tindakan si pembicara. Ditambah lagi, dengan pengetahuan tentang konteks sosial (4), yaitu bagaimana hubungan antara si pembicara dan si pendengar dalam lingkungan sosialnya. Dan yang terakhir haruslah dipahami pula konteks epistemiknya (2), yaitu pemahaman yang sama-sama dipunyai oleh pembicara dan pendengar. Yan Huang (2007) dalam (Rahardi, 2015:18), seorang ahli pragmatik China, yang dengan tegas menunjukkan bahwa konteks dalam pragmatik itu dapat dimaknai dengan mengacu pada hal-hal yang terkait dengan seting atau lingkungan dinamis tempat entitas kebahasaan digunakan sistematis. Maka kemudian dia menunjukkan bahwa konteks dibedakan menjadi tiga, seperti dijelaskan berikut ini „…context can be seen as composed of three different sources-a view known as the „geographic‟ division of context (cf. Ariel, 1990). In the first place, there is the physical context, which refers to the physical setting of the utterance. The second type is the linguistic context, which refer to the
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
surrounding utterances in the same discourse. Thirdly and finally, we have the general knowledge context‟ (Huang, 2007: 14). Dalam kaitan dengan fokus ini, ihwal hakikat dari konteks pragmatik, yang paling relevan adalah penyebutan konteks yang ketiga, yakni „the general knowledge context‟, yang kurang lebih dimaknai sebagai „konteks yang berupa pengetahuan umum‟. Konteks yang dimaknai sebagai „pengetahuan umum‟ atau „pengetahuan bersama‟ itu, lebih lanjut dijelaskan oleh Yan Huang sebagai „a set of background assumptions shared by the speaker and the addresses.‟ (Huang, 2007:14). Konteks pragmatik sebagai „seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur‟. Dalam pandangan Stalnaker (1974), kata-kata ini disebut dengan „common ground‟ atau latar belakang pengetahuan yang sama. Kemudian gagasan ini diperinci lebih lanjut oleh Clark (1996), yang kemudian membaginya menjadi dua kategori, yakni (1) communal common ground dan (2) personal common ground. Latar belakang pengetahuan yang pertama menunjuk pada seperangkat asumsi pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh komunitas tertentu, sedangkan latar belakang yang kedua menunjuk pada seperangkat asumsi pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh individuindividu yang menjadi warga komunitas tertentu. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa dari pandangan-pandangan yang dipaparkan di atas, hakikat konteks pragmatik itu bukan bukanlah konteks fisik (physical context) dan konteks linguistic (linguistic context), melainkan konteks berupa pengetahuan umum (general knowledge context), yang selanjutnya dimaknai pula sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
seperangkat asumsi latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur (general knowledge shared). Rahardi menegaskan pada frasa „general knowledge shared‟ atau „a set of assumptions shared‟, yang berarti bahwa pengetahuan bersama atau seperangkat asumsi itu harus dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, tidak boleh dimiliki oleh satu pihak saja. Asumsi-asumsi yang hadir dalam peririsan sebagai hakikat konteks pragmatik itu dapat mencakup dua kategori yakni asumsi berkategori komunal dan asumsi berkategori personal. Kedua manifestasi asumsi dalam berkomunikasi itulah yang dapat dimaknai sebagai hakikatkonteks pragmatik. Perunutan teoretis kedua dari seorang antropolog ternama, Edward T. Hall (1974), yang menegaskan „information taken out of context is meaningless and cannot reliably interpreted‟. Menurutnya, sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang harus ada secara bersama-sama, yakni (1) informasi, (2) kegiatan, dan (3) relasi. Dengan demikian, konteks akan muncul hanya kalau terpenuhi tiga hal itu, (1) adanya seting yang dapat mencakup dimensi waktu, tempat, dan unsur-unsur material di sekelilingnya, (2) adanya kegiatan yang dapat berupa tindakan baik yang sifatnya verbal maupun nonverbal, (3) adanya relasi antara penutur dan mitra tutur yang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, status, peran, prestasi, prestise, hubungan kekeluargaan, kedinasan, pendidikan, dll. Adapun hal mendasar yang perlu dicatat adalah bahwa entitas konteks muncul jika ketiga entitas pembangun konteks yang disebutkan di depan itu berinteraksi secara dinamis. Bilamana tidak ada interaksi dinamis, yang tentu saja mengasumsikan hadirnya berbagai hal di dalamnya, maka entitas konteks itu tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
akan pernah hadir. Dengan demikian dapat ditegaskan juga bahwa syarat terjadinya interaksi itu adalah konteks, dan di dalam konteks terdapat substansi hakiki yang berupa seperangkat asumsi (a set of assumptions), baik itu asumsiasumsi atau common ground yang berdimensi personal maupun komunal. Runutan teoretis selanjutnya disampaikan Keith Allan (1986) yang membedakan tiga kategori konteks, yakni (1) the physical context or setting of the utterance „konteks fisik atau seting tuturan‟, (2) the world spoken of in an utterance „sesuatu yang sedang dibicarakan‟, dan (3) the textual environment „lingkungan tekstual‟. Dari gagasan tersebut yang relevan dan gayut adalah pandangan tentang konteks dalam kategori kedua, yakni „the world spoken of in an utterance‟ yang dapat dimaknai sebagai „ihwal yang sedang diperbincangkan‟. Dalam kaitan dengan asumsi-asumsi sebagai substansi dasar konteks, maka sesungguhnya adanya sesuatu yang sedang diperbincangkan itu mutlak karena hadirnya asumsi-asumsi yang berupa latar belakang pengetahuan yang sama (the same background knowledge), baik yang bersifat personal maupun yang bersifat komunal, seperti yang digagas Stalnaker dan diperinci oleh Clark di depan tadi. Allan (1986) menyatakan bahwa hakikat konteks itu sesungguhnya bukan sekedar „the world spoken of‟, melainkan „the real-world spoken of‟. Jadi, latar belakang pemahaman yang sama dan dimiliki oleh penutur dan mitra tutur itu bukan saja pada tataran konsep, filosofis, tetapi justru tataran yang hadir dalam realita, „the real-world‟. Menurut pandangan Keith Allan (1986), Rahardi hendaka menegaskan bahwa asumsi-asumsi sebagai hakikat konteks pragmatik itu hendaknya bukan berupa asumsi dalam tataran yang abstrak dan samar-samar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
melainkan asumsi yang harus hadir nyata sebagai „the real world‟, entah itu „the real world assumptions‟ yang dimensinya personal maupun komunal. Selanjutnya dalam Scollon and Scollon (1995) juga ditegaskan bahwa pengetahuan tentang konteks menurut dua macam pengetahuan yang sama (share knowledge), yakni (1) shared knowledge of action and situations dan (2) shared knowledge of relationship and identities. Pandangan terakhir ini gayut dengan pandangan pandangan „common ground‟ yang disampaikan Stalnaker dan Clark, yakni (1) communal ground dan (2) personal common ground. Pandangan tentang „shared knowledge of relationship and identities‟ gayut dengan pandangan „communal common ground‟, sedangkan „shared knowledge of action and situations‟ gayut sekali dengan pandangan tentang „personal common ground‟. Hal ini semakin menegaskan bahwa „a set of assumptions‟ sebagai hakikat konteks pragmatik yang menjadi pokok tulisan ini semakin mendapatkan penguatan. Artinya, sangatlah beralasan kalau dinyatakan bahwa hakikat konteks pragmatik sesungguhnya adalah seperangkat asumsi yang di depan telah diterangjelaskan dengan menarik relevansi beberapa teori yang gayut. Dari beberapa definisi para ahli mengenai konteks pragmatik yang telah disebutkan, peneliti menemukan hakikat konteks pragmatik ialah latar belakang pengetahuan yang terdiri atas seperangkat asumsi pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh komunitas maupun oleh individu-individu yang menjadi warga komunitas tertentu. Memaknai kategori fatis tidak dapat dilepaskan dari konteks tuturannya. Satu kategori ternyata dapat dimaknai secara berbeda dalam konteks yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
sama. Berkenaan dengan konteks dalam pragmatik, Verschueren (1998: 76) via Rahardi (2012), menjelaskan adanya empat dimensi konteks yang mendasar dalam memahami makna tuturan. 1. The Utterer dan the interpreter Pembicara dan lawan bicara, penutur dan mitra tutur, atau the utterer and the interpreter adalah dimensi paling signifikan dalam pragmatik. Dapat dipahami bahwa „pembicara‟ atau „penutur‟ (utterer) itu memiliki banyak suara (many voices), sedangkan mitra tutur atau interpreter, lazimnya dikatakan memiliki banyak peran. Dalam praktik bertutur sesungguhnya, maksud tuturan yang disampaikan utterer tidak selalu berdimensi satu, kadang-kadang justru berdimensi banyak, rumit, dan kompleks. Penutur memang memiliki banyak kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya pula, seorang penutur dapat pula berperan sebagai mitra tutur. Jadi, dia sebagai penutur, tetapi juga sekaligus dia sebagai penginterpretasi atas apa yang sedang diucapkannya itu. Hal lain yang juga mutlak harus diperhatikan dan diperhitungkan dalam kaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan semacamnya. Saat penutur berbicara di depan public
yang
jumlahnya
tidak
sedikit,
dipastikan
berbeda
bentuk
kebahasaannya jika dibandingkan dengan seorang mitra tutur saja. Sebaliknya, jika mitra tutur hanya berjumlah satu, sedangkan penutur jumlahnya jauh lebih banyak, mitra tutur itu akan cenderung menginterpretasi dengan hasil yang berbeda daripada jika penutur itu hanya satu orang saja jumlahnya. Berdasarkan pemaparan dimensi konteks yang pertama, ditegaskan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
kehadiran penutur yang banyak, cenderung akan mempengaruhi proses interpretasi makna oleh mitra tutur. Demikian pula jika jumlah penutur itu banyak, interpretasi kebahasaan yang akan dilakukan mitra tutur pasti sedikit banyak terpengaruhi. 2. Aspek-aspek Mental Language Users Dimensi-dimensi mental penutur dan mitra tutur benar-benar sangat penting dalam kerangka perbincangan konteks pragmatik. Seperti aspek kepribadian penutur dan mitra tutur itu. Seseorang yang kepribadiannya tidak cukup matang, sehingga cenderung „menentang‟ dan „melawan‟ terhadap segala sesuatu yang baru. Demikian pula orang yang sudah matang dan dewasa, akan berbicara sopan dan halus kepada setiap orang yang ditemuinya. Aspek lain yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan komponen penutur dan mitra tutur adalah aspek warna emosi, harapan, motivasi, dan dimensi kepercayaan yang juga harus diperhatikan dalam pembicaraan konteks pragmatik. Dimensi mental language users semuanya berpengaruh terhadap dimensi kognisi dan emosi penutur dan mitra tutur. Dengan demikian, dimensi mental penutur dan mitra tutur harus dilibatkan dalam analisis pragmatik karena semuanya berpengaruh terhadap warna dan nuansa interaksi dalam komunikasi. 3. Aspek-aspek Sosial Language Users Kajian pragmatik tidak dapat memalingkan diri dari fakta-fakta sosiokultural, karena penutur dan mitra tutur juga para pelibat tutur lainnya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
sedikit jenis dan jumlahnya, masing-masing meiliki dimensi-dimensi yang berkaitan dengan solidary and power dalam masyarakat dan budaya. Bentuk kebahasaan yang dimiliki orang-orang yang berbeda dalam institusi-institusi berwibawa dan bermartabat tinggi tentu memiliki wujud-wujud kebahasaan yang berbeda dengan institusi lain. Bukan hanya wadahnya yang menjadi pembeda, melainkan juga orang-orang yang berada di dalamnya yang memiliki dimensi authority atau power yang tinggi akan membedakan dengan wadah –wadah yang menjadi tempat orang-orang di dalam institusi tersebut. Harus diperhatikan pula bahwa bukan hanya dimensi-dimensi sosial yang menjadi pembentuk konteks komunikatif dalam pragmatik, melainkan juga aspek kultur merupakan salah satu hal yang sangat penting sebagai penentu makna dalam pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan aspek norma dan nilai budaya dari masyarakat bersangkutan. 2.2.4
Kerangka berpikir Komunikasi fatis merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik.
Komunikasi fatis muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi fatis ini berkembang dalam ranah pendidikan karena berbagai faktor. Hal inilah yang menjadi kajian penelitian ini, yaitu komunikasi fatis dalam ranah pendidikan, khususnya komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Penelitian ini menggunakan teori-teori komunikasi fatis dan beberapa teori yang digunakan untuk mendukung tuturan fatis dalam wacana konsultatif dosen dan mahasiswa. Pertama, Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word”. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Kedua, Leech (1983) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena memang pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasa mengenai komunikasi fatis, tuturan dikatakan fatis ditinjau dari konteks yang melingkupinya. Ketiga, Jakobson (1980) mendefinisikan basa basi atau komunikasi fatis adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Keempat, Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
mengukuhkan antara pembicara dan kawan bicara. Selain itu, Harimurti juga membagi beberapa partikel fatis dan frasa fatis yang digunakan dalam sebuah pembicaraan. Kelima, basa-basi
dapat
dikatakan sebagai
tindak tutur ilokusi
komunikatif. Ibrahim (1993:16) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi komunikatif kedalam Skema Tindak Tutur (STT). STT tersebut didasari atas maksud ilokusi, atau sikap yang terekspresikan, yang digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi menspesifikasi hal-hal yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT. Jenis penelitian komunikasi fatis ini bersifat deskriptif kualitatif. Peneliti mengumpulkan data-data tuturan fatis dengan menggunakan metode simak dan metode cakap dengan teknik catat untuk mengumpulkan data. Menurut Mahsun (2007: 92) mengungkapkan, metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini, peneliti akan menyimak tuturan fatispembimbingan skripsi pada program
studi
Pendidikan
Akuntansi
semester
genap
tahun
akademik
2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sedangkan metode cakap ialah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2007: 95). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis data dilakukan dengan metode padan. Metode padan pada dasarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
merupakan metode yang membandingkan antara standar pembanding/pembaku dengan sesuatu yang dibandingkan. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini berjenis metode padan ekstralingual. Istilah ekstralingual memiliki arti bahwa metode ini digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007: 120).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir yang telah dipaparkan. :
Komunikasi Fatis dalam Kajian Pragmatik
Teori
Malinowski
Kridalaksana
Jakobson
Arimi
Ibrahim
Metode Penelitian Kualitatif
Metode dan Teknik Pengumpulan Data: Metode Simak dan Metode Cakap dengan Teknik Catat
Metode dan Teknik Analisis Data: Metode Padan Ekstralingual dengan Teknik Dasar dan Teknik Lanjutan
Hasil Penelitian
Wujud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan
Maksud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan mnegenai metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian meliputi: (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) metode dan teknik analisis data, dan (5) triangulasi data. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif, dan berikut akan
diuraikan hal-hal yang menandainya. Peneliti mengumpulkan data-data tuturan fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Berdasarkan definisi dari Moleong (2006:6) mengungkapkan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi (dalam bentuk kata-kata dan bahasa), pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian kualitatif adalah metode (jalan) penelitian yang sitematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi di dalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
kuantitas, namun makna (segi kualitas) dari fenomena yang diamati (Prastowo, 2014: 24). Syaefudin dalam (Ghony dan Almanshur, 2014:27) Penelitian kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok, dan beberapa deskripsi untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan yang sifatnya induktif. Artinya, peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk iterpretasi. Data dihimpun dengan cara pengamatan saksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen. Sejalan dengan deskripsi mengenai penelitian kualitatif di atas, dalam penelitian ini, peneliti berusaha memahami bentuk-bentuk komunikasi fatis yang dituturkan oleh subjek penelitian, kemudian mengonfirmasi dan mendeskripsikan maksud tuturan secara jelas dan apa adanya. Penelitian komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa yang diperoleh langsung dalam proses pembimbingan skripsi. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena komunikasi fatis yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itu, tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan komunikasi fatis terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.
3.2 Data dan Sumber Data Data yang diteliti adalah tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan, dengan sumber data dari dosen dan mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu Dr. Sebastianus Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd., Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., dan Benedecta Indah Nugraheni, S.Pd., S.I.P., M.Pd. Mahasiswa yang mengikuti bimbingan skripsi dengan dosen-dosen tersebut, yakni Maria Regina Ayu, Natalia Lun, Christina Cahyaning Apsari, Marselinus Tri, Stella, dan Fransiska. Penelitian ini merupakan studi kasus yang sangat menarik karena komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa pada saat pembimbingan skripsi belum banyak dilakukan. Dengan ini, peneliti akan melakukan penelitian studi kasus dengan judul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan mengenai suatu variable, gejala atau keadaan secara apa adanya dan tanpa dibuat-buat. Melalui
penelitian deskriptif, peneliti berusaha
mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa dan kejadian tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan komunikasi fatis karena peneliti akan menguraikan peristiwa tutur dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap untuk mengumpulkan data. Menurut Mahsun (2007: 92) mengungkapkan, metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini, peneliti akan menyimak tuturan antara antara dosen dan mahasiswa pada program studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi semester gasal tahun akademik 2015/2016. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam hal ini, peneliti berupaya mendapatkan data dengan menyadap penggunaan bahasa pada proses pembimbingan skripsi antara dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam praktik selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan itu dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan berupa teknik catat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ialah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2007: 95). Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimunculkan jika peneliti memberikan stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti. Teknik dasar tersebut dijabarkan dalam dua teknik cakap lanjutan cakap semuka dan cakap tansemuka. Namun pada penelitian ini teknik lanjutan yang digunakan hanya teknik lanjutan cakap semuka saja dengan berbagai pertimbangan yang ada. Pada pelaksanaan teknik cakap semuka, peneliti langsung melakukan percakapan dengan penggunaan bahasa sebagai informan dengan pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau spontanitas, maksudnya pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan. Dalam mengaplikasikan teknik ini, peneliti memberikan stimulus pada dosen dan mahasiswa program studi akuntansi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sesuai dengan konteks yang mendukung untuk memperoleh sebuah data tuturan komunikasi fatis. Teknik ini dapat dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara terbuka maupun tertutup. Peneliti mengumpulkan data dengan menemui beberapa dosen Pendidikan Akuntansi untuk meminta izin pengambilan data. Kemudian dosen yang bersedia membantu peneliti, memberikan beberapa kontak mahasiswa bimbingannya. Selanjutnya, peneliti menghubungi mahasiswa-mahasiswa yang bersangkutan untuk dimintai bantuan merekam percakapan pada saat mahasiswa bersangkutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
melakukan proses pembimbingan skripsi. Peneliti menitipkan alat perekam dan tidak memasuki ruangan pada saat proses bimbingan berlangsung supaya percakapan berlangsung secara natural. Setelah merekam proses bimbingan skripsi, kemudian mahasiswa bersangkutan menyerahkan hasil rekaman. Peneliti mentranskrip hasil rekaman dan bertanya jawab dengan mahasiswa yang bersangkutan untuk melengkapidata. Berikut ini kode untuk menandai tuturan fatis yang telah peneliti analisis. Untuk
menandai
bentuk
tuturan
fatis
berdasarkan
8
subkategori
Acknowledgement, peneliti menggunakan kode A (kefatisan permintaan maaf), kode B (kefatisan memberi salam), kode C (kefatisan berterima kasih), kode D (kefatisan mengundang), kode E (kefatisan menerima), kode F (kefatisan menolak). Untuk menandai tuturan fatis, peneliti menggunakan kode (a) untuk dosen dan (b) untuk mahasiswa.Kode (a1) untuk Dr. Sebastianus Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., kode (a2) untuk Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd., kode (a3) untuk Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., dan kode (a4) untuk Benedecta Indah Nugraheni, S.Pd., S.I.P., M.Pd. Mahasiswa yang mengikuti bimbingan skripsi ditandai dengan, kode (b1) untuk Maria Regina Ayu, kode (b2) untuk Natalia Lun, kode (b3) untuk Christina Cahyaning Apsari, kode (b4) untuk Marselinus Tri, kode (b5) untuk Stella, dan kode (b6) untuk Fransiska. 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode padan. Metode padan pada dasarnya
merupakan
metode
yang
membandingkan
antara
standar
pembanding/pembaku dengan sesuatu yang dibandingkan. Metode padan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
digunakan dalam penelitian ini berjenis metode padan ekstralingual. Istilah ekstralingual memiliki arti bahwa metode ini digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007: 120). Metode padan ekstralingual dapat berarti menghubungkan unsur bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa, seperti kata baju adalah kata benda karena menunjukkan benda. Selain itu, metode ini juga membandingkan antara hal yang sama-sama berada di luar bahasa itu, seperti antara makna dengan makna (Mahsun, 2007: 121). Metode pada ekstralingual memiliki teknik sebagai konkretisasi dari metode. Teknik merupakan alat yang menjadi bagian dari metode sebagai sarana konkret pelaksana yang dalam hal ini merupakan alat analisis data. Metode padan ekstralingual memiliki dua macam teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Dua teknik tersebut merupakan teknik yang sudah menjadi satu kesatuan dalam penerapan metode ini. Teknik dasar digunakan terlebih dahulu sebelum teknik lanjutan sehingga dua teknik itu akan selalu digunakan secara berturut-turut sesuai dengan namanya (dasar-lanjutan) secara bertahap. Masing-masing teknik itu memiliki istilah yang berbeda dalam penyebutannya. Teknik dasar disebut juga dengan teknik pilah unsur tertentu (PUP=Pilah Unsur Penentu). Teknik tersebut berperan dalam menentukan daya pilah apa yang akan digunakan dalam analisis data. Sebenarnya, teknik PUP ini sudah merupakan bagian dari unsur ekstralingual itu sendiri dan tidak harus dipaparkan lagi, namun demi kejelasan, hal itu sebaiknya tetap dipaparkan karena teknik yang digunakan dalam metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
padan ekstralingual dengan intralingual adalah sama. Kembali lagi dalam paparan teknik PUP, daya pilah merupakan alat mental yang dimiliki oleh peneliti untuk menentukan unsur penentu atau standar pembanding dengan menyesuaikan unsur yang akan dibandingkan. Sesuai dengan unsur penentu yang akan dipilah-pilah, maka daya pilah dapat berjenis daya pilah referensial, daya pilah artikulatoris, daya pilah translasional, daya pilah ortografis, dan daya pilah pragmatis. Dasar pemilahan itu disesuaikan dengan karakter unsur penentu, seperti dalam hal acuan, ucapan/pelafalan/wicara, perbedaan bahasa, struktur tulisan, penutur-mitra tutur, konteks, dan lain-lain. Penelitian ini memusatkan perhatian pada kajian pragmatik yang bisa dikatakan memperhatikan tuturan, konteks, dan penutur-mitra tutur. Oleh karena itu, daya pilah yang digunakan adalah daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis yang digunakan menunjukkan bahwa satuan lingual yang menjadi standar pembanding adalah sesuatu yang dapat dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat pragmatik. Setelah teknik dasar dilakukan, maka teknik lanjutan digunakan. Hubungan padan dalam metode dan teknik ini berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan (standar pembanding) dengan semua unsur data yang ditentukan. Pada dasarnya, metode dan teknik ini bersifat membandingkan, artinya, analisis dilakukan dengan mencari semua kesamaan dan perbedaan yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan. Maka, hal itu dapat dijabarkan
menjadi
hubungan
penyamaan
dan
hubungan
perbedaan.
Pembandingan antara persamaan dan perbedaan itu secara sistematis juga akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
menggiring analisis pada pencarian kesamaan pokok di antara keduanya yang dinamakan dengan hubungan penyamaan pokok. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa teknik lanjutan memiliki tiga jenis, yaitu teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS), teknik hubung banding membedakan (teknik HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (teknik HBSP), yang mana masing-masing menggunakan daya banding menyamakan, daya banding membedakan dan daya banding menyamakan hal pokok yang semuanya bersifat mental. Standar pembanding yang ditemukan dalam tulisan ini berupa teori dan kaidah yang menjadi acuan baku seperti yang terdapat dalam landasan teori, yang pada penerapannya, standar pembanding itu dibandingkan dengan data yang telah terkumpul sebagai bentuk analisis.
3.5 Triangulasi Data Penelitian komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Moleong (1989: 195), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekkan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini, peneliti membuat triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekkan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan. Triangulasi dalam penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
ini, yaitu berupa triangulasi logis. Peneliti melakukan triangulasi dengan melakukan bimbingan dan pengecekan oleh Dr. Y. Karmin, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB 1V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisiuraian hasil penelitian yang terdiri dari beberapa subbab, yaitu (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan. Pada deskripsi data, penulis memaparkan data hasil penelitian. Lalu analisis data, akan memaparkan hasil analisis data berdasarkan subkategorinya. Pada pembahasan, akan memaparkan pembahasan berdasarkan hasil analisis data. Ketiganya akan dipaparkan sebagai berikut. 4.1 Deskripsi Data Data penelitian ini berupa tuturan fatis pada pembimbingan skripsi antara dosen dan mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jangka waktu selama bulan Februari-Maret. Data diambil berdasarkan tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Data yang terkumpul berjumlah 40 bentuk tuturan. Data yang terkumpul selanjutnya diklasifikasikan menurut wujud komunikasi fatis berdasarkan klasifikasi acknowledgement dengan subkategori meminta maaf, salam, beterima kasih, mengundang, menerima, dan menolak. Tabel berikut ini akan memperjelas hal tersebut.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Tabel 1 Jumlah Data Tuturan Fatis No.
Subkategori
Pengamatan
1
Meminta Maaf
1
2
Memberi Salam
3
3
Berterima Kasih
5
4
Mengundang
10
5
Menerima
10
6
Menolak
11 Jumlah
40
Bagan berikut merupakan gambaran data penelitian tentang komunikasi fatis sebagai sampel disampaikan secara terperinci dan dilengkapi dengan konteks tuturannya dari keenam subkategori acknowledgement. Data-data secara terperinci dapat disimak pada halaman lampiran dalam skripsi ini. Selanjutnya peneliti akan memaparkan data tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa pada program studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi semester genap tahun akademik 2015/2016. a. Tuturan Fatis Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf adalah fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan atau peristiwa yang terjadi pada diri sendiri. Dalam hal ini, seseorang dapat mengungkapkan rasa sedihnya atas kesalahan yang merugikan orang lain. Tuturan fatis ini dapat digunakan untuk mempertahankan hubungan sosial antarpeserta tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Tabel 2 Data Tuturan Fatis Meminta Maaf NO. 1.
TUTURAN Tuturan A1 (a1 dan b1) D: “Uji linearitas, terus setelah itu multilinearitas, terus setelah itu multinitas. Terus multikolinearitas. Terus heteroseganisitas.” M: “Kalo nggak ada gimana, Pak?” D: “Ha, ya, konsekuensi arep ngganggo regresi ya ngono, ra gelem ya wis ra sah.” M: “Iya, Pak maaf Pakmaaf, orang udah sampe sini.”
(sambil tertawa) D: “Ra gelem ya ra pa-pa kok ya.” M: “Iya, Pak, iya”
KONTEKS -
-
-
-
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Penutur mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan metode penelitian yang akan dilakukan.
b. Tuturan Fatis Salam Tuturan fatis salam adalah fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Dalam hal ini, seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya, karena bertemu dengan orang lain atau hanya sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Tabel 3 Data Tuturan Fatis Salam NO. 2.
TUTURAN Tuturan B1 (a1 dan b1) M: “Iya, Pak” D:“Nek berkomunikasi ki ramesti dengan orang lain, ora berkomunikasi langsung, ora berkomuniksi dengan Simbok. Jadi, berkomunikasi itu tidak harus dengan orang lain. Kalau mau ditambah,nggak pa-pa, tapi ndak efisien, nah, begitu loh. Coba kowe maca kalimatmu sing awal. Orang yang berhasil berkomunikasi dengan lancar dengan orang lain dengan orang akan berhasil dalam pergaulan apabila mampu berkomunikasi dengan orang lain. Padha apa beda. Silakan. Wis. Malah ngenteni diusir.” M: “Iya Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak.”
KONTEKS -
-
-
-
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai kesalahan struktur kalimat. Setelah berpamitan, mahasiswa berdiri kemudian meninggalkan ruang dosen.
c. Tuturan Fatis Terima Kasih Tuturan fatis terima kasih adalah fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan/pertolongan. Dalam hal ini, seseorang dapat mengungkapkan penghargaannya maupun rasa senangnya atas bantuan dari orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Tabel 4 Data Tuturan Fatis Terima Kasih NO. 3.
TUTURAN Tuturan C1 (a1 dan b1) M: “Pak nomer dua benar belum, Pak? Kan kemarin diminta untuk e langkah-langkah. Kalau begini, ini gimana Pak? D: “Ya tinggal tambahin ini. Wis kono, wis diusir, ndang lunga.” M: “Makasih, Pak” D: “Dhong ra kowe?” M: “Dhong, Pak.”
KONTEKS -
-
-
-
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran kepada mahasiswa untuk perbaikan skripsinya. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih.
d. Tuturan Fatis Mengundang Tuturan fatis mengundang adalah fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan untuk menawarkan bantuan atau memberikan harapan baik kepada orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Tabel 5 Data Tuturan Fatis Mengundang NO. 4.
TUTURAN Tuturan D1 (a1 dan b1) M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, nengkene ta ya, ra ana?” M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya,terus” M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.” D: “Apa wae yang signifikan? M: “Cuma dua ini, Pak” D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….” D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.”
KONTEKS -
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin lakilaki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar.
e. Tuturan Fatis Menerima Tuturan fatis
menerima adalah fungsi
tuturan untuk
menerima
(menghargai) pernyataan lawan tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tabel 6 Data Tuturan Fatis Menerima NO. 5.
TUTURAN Tuturan E1 (a1 dan b1) D: “Ya, silakan.” M: “Berarti perilaku belajar yang bagaimana, yang lagi, Pak?” D: “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta” M: “Oh gitu, ya, Pak.”
KONTEKS -
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin lakilaki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam memperbaiki penyusunan kalimat efektif dalam proposalnya.
f. Tuturan Fatis Menolak Tuturan fatis menolak adalah fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) pernyataan dari mitra tutur. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk melanggar janji atau menolak bantuan dari orang lain dengan menggunakan nilai-nilai kesopanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Tabel 7 Data Tuturan Fatis Menolak NO. 6.
TUTURAN Tuturan F1 (a1 dan b1) D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.” M: “Pengaruh” D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” M: “Tentang perilaku juga, Pak?” D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.”
KONTEKS -
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin lakilaki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar (kalimat efektif).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
4.2 Analisis Data Data yang telah dipaparkan sebelumnya, akan dipaparkan secara mendalam pada bagian subbab ini. Secara berurutan akan dijelaskan berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan. Peneliti akan menjelaskan wujud tuturan fatisyang terdiri dari tiga wujud tuturan fatis yaitu tuturan fatis murni dan basabasi polar atau murni berdasarkan kategori acknowledgment. Subkategori yang peneliti temukan yaitu meminta maaf, salam, beterima kasih, mengundang, menerima, dan menolak. 4.2.1
Wujud Tuturan Fatis Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic
communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Dalam teori Malinowski lebih memandang komunikasi fatis sebagai sarana untuk menjaga hubungan sosial yang baik antara penutur dan mitra tuturnya. Sarana tersebut berupa topik pembicaraan ringan yang dituturkan penutur kepada mitra tuturnya. Jakobson (1980) mendefinisikan komunikasi fatis sebagai tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Teori komunikasi fatis Jakobson ini lebih menitikberatkan atau memfokuskan fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
komunikasi fatis sebagai media yang digunakan oleh penutur untuk mengantarkan ide atau isi pembicaraan kepada mitra tuturnya. Tuturan fatis sangat dipengaruhi konteks pembicaraan yang ada ketika tuturan tersebut diucapkan. Oleh karena itu, komunikasi fatis termasuk ke dalam fenomena pragmatik yaitu tindak tutur. Spekulasi ini diperkuat dengan skema tindak tutur menurut Ibrahim (1993: 16). Skema tersebut didasari atas maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan, yang digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya homogeny. Tindak-tindak tersebut diidentifikasikan oleh maksud-maksud yang ada di dalamnya. Dalam skema tindak tutur Ibrahim ini, basa-basi tergolong dalam kategori Acknowledgements. Basa-basi adalah salah satu sisi lain dari fungsi bahasa yang digunakan oleh
peserta
komunikasi
sebagai
media
untuk
memulai
pembicaraan,
mempertahankan ide pembicaraan, memutuskan komunikasi, dan menjaga hubungan sosial antarpeserta komunikasi. Dimana dalam penuturan basa-basi ini, peserta komuniksi dipengaruhi oleh suasana hatinya atau perasaan tertentu yang timbul dari konteks komunikasi. Ibrahim (1993: 16) menegaskan, kategori Acknowledgements adalah kategori tindak tutur yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur. Dalam kategori ini ujaran peserta komuniksi memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Secara lebih terperinci tuturan basa-basi kategori Acknowledgement memiliki subkategori meminta maaf, salam, berterima kasih, mengundang, menerima,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
menolak, selamat, dan berduka cita. Subkategori inilah yang digunakan oleh peneliti untuk
mengklasifikasikan dan membahas data tuturan fatis yang
diperoleh. Berikut ini merupakan pengklasifikasian dan pembahasan mengenai wujud data tuturan fatis yang peneliti temukan dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa pada program studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi semester genap tahun akademik 2015/2016. 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf merupakan kategori acknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan fatis yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode A. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan A1 (a1 dan b1) D: “Uji linearitas, terus setelah itu multilinearitas, terus setelah itu multinitas. Terus multikolinearitas. Terus heteroseganisitas.” M: “Kalo nggak ada gimana, Pak?” D: “Ha, ya, konsekuensi arep ngganggo regresi ya ngono, ra gelem ya wis ra sah.” M: “Iya, Pak maaf Pakmaaf, orang udah sampe sini.”(sambil tertawa) (A1) D: “Ra gelem ya ra pa-pa kok ya.” M: “Iya, Pak, iya” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
dalamruang dosen. Dosen memberikan penjelasan metode penelitian yang akan dilakukan). Tuturan A1 merupakan wujud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Dosen sedang duduk di ruangannya. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Dosen dan mahasiswa sudah saling kenal meskipun tidak terlalu paham dengan mahasiswanya. Dosen memberikan penjelasan mengenai materi dalam skripsinya. Dosen memberikan pilihan suapaya mahasiswa bisa mempertimbangkan metode penelitian yang akan dipakai. Akan tetapi mahasiswa tidak berinisiatif untuk mencari materinya, sehingga dosen memberikan pilihan dengan sedikit kesal. Mahasiwa meminta maaf karena telah membuat dosen tersinggung. Tuturan A1 yang dituturkan oleh mahasiswa memiliki wujud basa-basi karena mahasiswa ingin menarik perhatian dosen dengan meminta maaf karena sudah menyinggung perasaannya, sehingga dosen tertarik untuk berbicara dengan mahasiswa. Tuturan A1 merupakan wujud basa-basi murni. Hal itu dikarenakan ungkapan maaf yang digunakan oleh penutur sesuai dengan apa yang sedang terjadi. Mahasiswa meminta maaf karena sudah menyinggung perasaan dosen yang sudah memberikan arahan dan penjelasan. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Berdasarkan aktivitas penutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan A1 termasuk dalam kategori akcnowledgements subkategori basa-basi meminta maaf. Hal itu disebabkan mahasiswa
mengekspresikan penyesalan
terhadap dosen karena sudah menyinggung perasaannya. Penyesalan mahasiswa terhadap dosen diekspresikan dengan meminta maaf pada dosen. Ibrahim menjelaskan acknowledgement subkategori meminta maaf
adalah apabila
sesorang mengekspresikan penyesalannya karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memnuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf (Ibrahim, 1993: 38). 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Salam Tuturan fatis salam merupakan subkategori berdasarkan kategori acknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa
tuturan lisan. Tuturan itu bisa
dilihat dalam tabulasi dengan kode B. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan B1 (a1 dan b1) M: “Iya, Pak” D:“Nek berkomunikasi ki ra mesti dengan orang lain, ora berkomunikasi langsung, ora berkomuniksi dengan Simbok. Jadi, berkomunikasi itu tidak harus dengan orang lain. Kalau mau ditambah, nggak pa-pa, tapi ndak efisien, nah, begitu loh. Coba kowe maca kalimatmu sing awal. Orang yang berhasil berkomunikasi dengan lancar dengan orang lain dengan orang akan berhasil dalam pergaulan apabila mampu berkomunikasi dengan orang lain. Padha apa beda. Silakan. Wis. Malah ngenteni diusir.” M: “Iya Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak.” (B1) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai kesalahan struktur kalimat. Setelah berpamitan, mahasiswa berdiri kemudian meninggalkan ruang dosen). Tuturan B1 merupakan wujud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Dosen sedang duduk di ruangannya. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Mahasiswa meninggalkan ruangan setelah
memberikan salam kepada dosen.
Tuturan terjadi ruang dosen. Tuturan terjadi pada hari Kamis, tanggal 12 Februari 2016. Wujud tuturan B1 adalah penutur mengucapkan salam saat akan meninggalkan ruangan setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “Iya, Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak”. Tuturan B1 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di dalam ruang dosen. Tuturan B1 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel “mari”. Partikel fatis “mari” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengukuhkan pembicaraan atau memulai pembicaraan. Dalam tuturan B1 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “mari” yang berfungsi mengakhiri pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya. Tuturan B1 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi salam. Ibrahim mendefinisikan basa-basi salam (greet) berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu dengan seseorang. Dalam tuturan basa basi B1 ini, tergolong basa-basi murni. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
dikarenakan penutur telah mengucapkan suatu salam atau sapaan kepada mitra tutur agar mendapat perhatian dari mitra tutur. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan B2 (a4 dan b3) M: “Permisi, Bu, mau konsul.” (B2) D: “Ya silakan, konsul apa?” M: “Ini Bu tentang skripsi, masih bingung mau lanjut judul yang lama atau yang baru.” D: “Emang judul yang baru mau judul yang seperti apa?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen sedang duduk dan memasukkan latop ke dalam tas, kemudian mahasiswa menghampiri dosen dengan memberi salam terlebih dahulu. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan). Tuturan B2 merupakan wujud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Wujud tuturan B2 adalah penutur mengucapkan salam saat akan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “Permisi, Bu, mau konsul”. Tuturan B2 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di dalam kelas selepas perkuliahan. Tuturan B2 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel “Permisi”. Partikel fatis “Permisi” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengawali pembicaraan supaya terkesan sopan karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
memberi salam terlebih dahulu. Dalam tuturan B2 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “Permisi” yang berfungsi memulai atau mengukuhkan pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya. Tuturan B2 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi salam. Ibrahim mendefinisikan basa-basi salam (greet) berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu dengan seseorang. Dalam tuturan basa basi B2 ini, tergolong basa-basi murni. Hal itu dikarenakan penutur telah mengucapkan suatu salam atau sapaan kepada mitra tutur agar mendapat perhatian dari mitra tutur, sehingga mitra tutur dapat mengetahui keberadaannya.Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan B3 (a4 dan b5) D: “Paling tidak ada background yang bisa menjelaskan gitu, loh. Ya, saya tahu, Pak Tri dulu itu juga dosen saya, ya, saya tau, sih. Eh, apa ya. kemampuannya tahu, tapi kan di sini namanya ahli media. Kamu nanti kalau ujian ditanya misalnya kenapa memilih ahli ini sebagai ahli media misalnya. Penjelasanmu apa? Ini namanya ahli media, loh. Ya, ta? Nah itu kan ada background yang mendukung.” M: “Berarti saya harus tanya-tanya lagi.” D: “Lha, iya” M: “Ya, sudah Bu, kalau begitu. Permisi, makasih, ya Bu, selamat siang.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
D: “Iya, ya ya. Selamat siang”(B3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai ahli media untuk penelitian mahasiswa. Mahasiswa berpamitan kepada dosen kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan). Tuturan B3 merupakan wujud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahu, berjenis kelamin perempuan. Wujud tuturan B3 adalah penutur mengucapkan salam saat akan meninggalkan ruangan setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “ya sudah bu kalau begitu. Permisi, makasih ya bu, selamat siang”. Tuturan B3 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di ruang dosen. Tuturan B3 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel “selamat siang”. Partikel fatis “selamat siang” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengukuhkan pembicaraan atau memulai pembicaraan. Dalam tuturan B3 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “selamat siang” yang berfungsi memulai atau mengukuhkan pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya. Tuturan B3 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi salam. Ibrahim mendefinisikan basa-basi salam (greet) berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
seseorang. Dalam tuturan basa basi B3 ini, tergolong basa-basi murni. Hal itu dikarenakan penutur telah mengucapkan suatu salam atau sapaan kepada mitra tutur agar mendapat perhatian dari mitra tutur, sehingga mitra tutur dapat mengetahui keberadaannya. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Terima Kasih Tuturan fatis berterima kasih merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode C. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan C1 (a1 dan b1) M: “Pak nomer dua benar belum, Pak? Kan kemarin diminta untuk e langkah-langkah. Kalau begini, ini gimana Pak? D: “Ya tinggal tambahin ini. Wis kono, wis diusir, ndang lunga.” M: “Makasih, Pak”(C1) D: “Dhong ra kowe?” M: “Dhong, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran kepada mahasiswa untuk perbaikan skripsinya. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih). Wujud tuturan C1 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah bersedia membimbing mahasiswa dalam memperbaiki skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C1 berbunyi “Makasih, Pak”. Tuturan C1 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedangn melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen, karena dosen terburuburu, sehingga menyuruh mahasiswa segera meninggalkan ruangannya. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi konteks tuturannya, tuturan C1 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi berterima kasih. Ibrahim (1993: 39) mendefinisikan basabasi berterima kasih (thank) berfungsi untuk mengekspresikan ungkapan baik atas kebaikan atau bantuan dari orang lain. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa basabasi terima kasih adalah suatu tuturan positif untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang lain dan mampu menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Dalam tuturan basa-basi C1 ini, tergolong basa-basi murni. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan.
Tuturan C2 ( a3 dan b6) M: “Aku masih bingung sama perhitungannya, takutnya nggak selesai.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
D: “Nggak pa-pa, perhitungannya dipermudah saja.” M: “Mohon bantuannya, ya, Bu, kalau besok ada kesulitan.” D: “Iya, besok konsul aja kalau ada kesulitan lagi.” M: “Makasih ya, Bu, atas waktunya.” (C2) D: “Ya, sama-sama.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen). Wujud tuturan C2 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur
karena
telah
menyempatkan
waktu
dalam
kesibukkannya
untuk
membimbing skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C2
berbunyi “Makasih ya, Bu, atas
waktunya”. Tuturan C2 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi konteks tuturannya, tuturan C2 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi berterima kasih. Ibrahim (1993: 39) mendefinisikan basabasi berterima kasih (thank) berfungsi untuk mengekspresikan ungkapan baik atas kebaikan atau bantuan dari orang lain. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa basabasi terima kasih adalah suatu tuturan positif untuk mengungkapkan rasa terima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
kasih kepada orang lain dan mampu menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Dalam tuturan basa-basi C2 ini, tergolong basa-basi murni.Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan C3 (a4 dan b3) M: “Besok kalau saya bingung lagi saya ke sini ya, Bu.” D: “Ya” M: “Makasih ya, Bu.” (C3) D: “Ya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen). Wujud tuturan C3 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah memberikan saran dan masukan untuk skripsinya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C3
berbunyi “Makasih ya Bu”. Tuturan C3 melibatkan dosen dan
mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruang kelas setelah perkuliahan berakhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi konteks tuturannya, tuturan C3 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi berterima kasih. Ibrahim (1993: 39) mendefinisikan basabasi berterima kasih (thank) berfungsi untuk mengekspresikan ungkapan baik atas kebaikan atau bantuan dari orang lain. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa basabasi terima kasih adalah suatu tuturan positif untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang lain dan mampu menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Dalam tuturan basa-basi C3 ini, tergolong basa-basi murni.Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan C4 (a1 dan b1) D: “Karena ketika orang mau mengutip, ini kan nanti kutipannya akan semacam ini. Ya, kan kutipannya, lebih baik, iki nganu wae. Sakjane iki ya ra pa-pa sih. Nek iki ya ra pa-pa, ning akan lebih baik, tanda tangan sik wae.” M: “Pak hari ini saya bisa minta tanda tangan Pak, sebelum jam 8?” D: “Usahain, saya mau ngetes kowe. Isa ra kowe?” M: “Bisa kok, Pak.Makasih, Pak.” (C4) D: “Iya, coba usaha” M: “Iya, Pak” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen.Dosen memberikan saran dan penjelasan untuk memperbaiki penulisan penulisan kutipan dan meminta mahasiswa untuk segera mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Wujud tuturan C4 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah mengizinkan penutur mengurus surat izin penelitian dan segera meminta tanda tangan. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C4 berbunyi “Bisa kok, Pak. Makasih, Pak”. Tuturan C4 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruang dosen. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi konteks tuturannya, tuturan C4 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi berterima kasih. Ibrahim (1993: 39) mendefinisikan basabasi berterima kasih (thank) berfungsi untuk mengekspresikan ungkapan baik atas kebaikan atau bantuan dari orang lain. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa basabasi terima kasih adalah suatu tuturan positif untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang lain dan mampu menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Dalam tuturan basa-basi C4 ini, tergolong basa-basi murni.Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Tuturan C5 (a1 dan b2) D: “Kamu itu banyak yang ndak jelas, kamu itu harus lebih jelas ini ya, nanti dicek kemudian segera diperbaiki kemudian segera datang ke tempat saya. M: ”Iya, Pak,” D: “Saya harus ngajar jam 8 ini nanti saya terlambat.” M: “Terima kasih, Pak” (C5) D: “Ya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran suapaya mahasiswa lebih teliti dan cermat dalam mengerjakan skripsinya. Dosen terburu-buru karena ada jam mengajar. Mahasiswa meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih). Wujud tuturan C5 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah memberikan masukan guna perbaikan proposal skripsinya. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C5 berbunyi “terima kasih, Pak”. Tuturan C5 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi konteks tuturannya, tuturan C5 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgement subkategori basa-basi berterima kasih. Ibrahim (1993: 39) mendefinisikan basabasi berterima kasih (thank) berfungsi untuk mengekspresikan ungkapan baik atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
kebaikan atau bantuan dari orang lain. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa basabasi terima kasih adalah suatu tuturan positif untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang lain dan mampu menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Dalam tuturan basa-basi C5 ini, tergolong basa-basi murni.Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. 4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Mengundang Tuturan
fatis
mengundang
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode D. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan D1 (a1 dan b1) M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, neng kene ta ya, ra ana?” M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya, terus” (D1) M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.” D: “Apa wae yang signifikan? M: “Cuma dua ini, Pak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….” D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar). Tuturan D1 yang berbunyi “Lha iya terus”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D1 mengandung pesan penting dengan sungguhsungguh yang memang diperlukan untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
(1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Tuturan D1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan.Hal itu sesuai dengan penanda fatis pada teori yang dikemukakan oleh (Kridalaksana, 1986: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan
secara
sungguh-sungguh (serius) untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D2 (a2 dan b4) M: “Kalo dimensi ini saja kan nggak pa-pa kan, Pak?” D: “Hah?” (D2) M: “Kalo dimensinya yang diteliti itu saja kan nggak pa-pa kan, Pak?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
D: “Ya ra pa-pa, tapi kan di sini kan ada ilmu sosial, bla bla bla dan seterusnya terhadap pelajaran apa?” M: “Matematika” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi apa saja yang akan diteliti pada penelitiannya). Tuturan D2 yang berbunyi “Hah” melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi penelitian. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan D2 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D2 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D2 mengandung pesan penting yang memang diperlukan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D2 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hah‟. Kategori fatis “hah” adalah penanda fatis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
dimaknai sebagai ungkapan agar mitra tutur mengulang tuturan penutur mendengar dengan jelas ungkapan mitra tutur. Kridalaksana(1986: 117), mengungkapkan bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D3 (a1 dan b1) M: “Sebelum multikulinear itu lho, Pak?” D: “Hah?” M: “Multi...” D: “Hayo? (D3) M: “Nanti saya cari, Pak, bukunya. Haha lupa, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear). Tuturan D3 yang berbunyi “hayo”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Tuturan D3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D3 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hayo‟. Makna kategori fatis “hayo” pada umumnya adalah menakut-nakuti atau mengancam sang mitra tutur atas tindakan yang telah, sedang, bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur itu bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan “hayo” sebagai semacam peringatan atau ancaman untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Penanda fatis ini sesuai dengan teori Kunjana, Yuliana, dan Rishe (2014) kategori fatis dalam ranah keluarga. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting (serius) yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Tuturan D4 (a3 dan b6) D: “(membaca) Sekarang kalau saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, kalau kamu jawab sangat setuju gitu. Itu artinya apa? M: “Ya berarti kalo kelas yang berisik itu mempengaruhi saya, jadi saya males gitu, Pak.” D: “Jadi, saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males, gitu?” (D4) M: “Saya tidak males, walaupun dia berisik.” D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang paling besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti e saya sangat terpengaruhi situasi.” D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang pa;ing besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti eh saya sangat terpengaruhi situasi.” (Konteks tuturan: T uturanterjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri). Tuturan D4 yang berbunyi “Jadi saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Tuturan D4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Nah‟.
Nah selalu terletak pada awal kalimat dan
bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Tuturan D4 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D5 (a1 dan b1) D: “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak, Mbak?” (D5) M: “Pernah, Pak, jelek banget, Pak. Yang proposal yang kemarin yang itu lho, Pak yang proposal waktu seminar itu lho, Pak. Jelek banget.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
D: “Beda, ya?” M: “Yang proposal waktu saya seminar presentai itu lho, Pak,” D: “Gimana?” M: “Jelek banget.” D: “Terus?” M: “Nggak nge-dhong maksudnya gimana.” D: “Terus sekarang.” M: “Ya lumayanlah, Pak. Ada perbaikan. Setiap saya bimbingan pasti ada perbaikan kok Pak. Berarti ini udah di ACC ya Pak? Ya, Pak, ya?” D: “Ngopo di ACC? M: “(tertawa) nggih, Pak. (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan). Tuturan D5 yang berbunyi “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak mbak?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan.. Tuturan terjadi di ruang dosen. Wujud tuturan D5 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D5 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur.Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya. Tuturan D6 (a1 dan b2) M: “Karyawan bagian kebersihan itu predikatnya, kan dia menyatakan eh, jadi subjeknya itu Lun, kemudian predikatnya itu karyawan bagian kebersihan terus objeknya eh sebentar-sebentar, Lun ini eh subjeknya terus eh menyapu itu, eh ini predikatnya menyapu, terus objeknya di hotel Samarinda.” D: “Sudah ini kalo kamu mbaca gimana? Coba dibaca!” M: (membaca dan mencoba) D: “Ini baru dua alinea lho, ini ketok e baru dua halaman lho iki.” (D6) M: “Eh subjeknya Lun, kemudian dia predikatnya itu menyapu terus, eh…objeknya lantai yang kotor.” D: “Lainnya sebagai apa itu?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik). Wujud tuturan D6 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D6 yang berbunyi “Ini baru dua alinea lho ini ketok e baru dua halaman lho iki, udah hampir”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D6 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lho‟. Lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D6 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur. Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya. Tuturan D7 (a1 dan b2) D: “Gitu loh, kalimat sederhananya kan hanya ini. Ini kan bisa saya kembangkan lagi. Lun yang berbaju merah sebagai karyawan bagian kebersihan di hotel Samarinda menyapu lantai yang kotor sekali karena macam-macam, tapi pokok kalimatnya itu apa? Pokok kalimatnya adalah iki lho Mbak. Lun menyapu lantai. Nah sekarang kalau di sini kalimat utamanya di mana ini? Tiga kata!” M: “Emm, orang tua membentuk karakter anak, eh.. emm (masih mencoba menganalisis kalimat utama bagian proposalnya). Eh subjeknya tuh orangtua terus, ” D: “Masa membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2-3 menit malah 5 menit.” (D7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik). Wujud tuturan D7 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D7 yang berbunyi “Mosok membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2 3 menit malah 5 menit”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D7 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur.Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Tuturan D8 (a1 dan b2) D: “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?” (D8) M: “Ada, Pak.” D: “Siapa?” M: “Emm namanya, Ani sama Song sama Mely sama….” D: “Oke, anak mana mereka, orang mana, asli mana?” M: “Satu beasiswa, Pak.” D: “Satu beasiswa, coba nanti tanyain ya pada temenmu, “eh aku diminta dosen pembimbingku itu untuk membuat kalimat sederhana dari ini, gitu ya kira-kira bagaimana”, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini banyak kalimat yang tidak efektif gitu ya, dan kalimatnya ini membingungkan, gitu ya, sehingga sodara ini perlu memperbaiki itu, gitu loh. Supaya apa? supaya satu alinea itu ada satu pokok pikiran. Kemudian ada misalnya satu kalimat utama dan sebagainya, gitu loh. Sehingga, kamu kalau misalnya ini dilakukan menjadi jelas, ini yang terjadi ini kamu membuat kalimat tetapi itu membingungkan, gitu ya. Sehingga, eh untuk yang kalimat utamanya apa.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat). Wujud tuturan D8 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin
perempuan.Penutur
pengucapkan
kalimat
mengundang
dengan
mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D8 yang berbunyi “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D8 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Ehm‟. Partikel fatis „ehm‟ bertugas untuk mengembalikan perhatian mitra tutur dalam sebuah percakapan. Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D8 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur. Tuturan D8 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar. Tuturan D9 (a2 dan b4) D: “Ya, kan yang tahu Anda ta. Ya, kalo ditanya, ya peerjaaannya seperti ini. Lha Anda mau mngerjakan yang mana. Mengerjakan yang mana. Nih Mas Dimas juga nggak datang.” M: “Ketiduran paling dia, Pak.” D: “Hah?” M: “Biasanya ketiduran.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
D: “Kok bisa ketiduran?” (D9) M: “Bola, Pak, soalnya. Iya, kan tadi malam bola. Begadang terus kok, Pak. Ya yang paling jarang dia, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan). Tuturan D9 yang berbunyi “Kok bisa ketiduran?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tuturan D9 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D9 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D9 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D9 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „kok‟. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Tuturan D9 sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung unsur fatis berisi pesan penting yang disampaikan secara serius untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D10 (a2 dan b4) D: “Berarti tinggal 6? faktormu nemu nggak?” M: “Kan bareng-bareng Pak. Kemarin kita nemu 3 faktor. Setelah 3 faktor itu kan ada lainnya.” D: “Ha, iya, apa? Ya ditulis, supaya nggak lupa maksudku, begitu. Kan itu bangunan teorinya. Oke lah, kalau misalnya nggak mau nulis selalu dibaca selalu distabilo.” (D10) M: “Itu lho, Pak yang faktor demografi, sama aja 3 faktor dong, kan, Pak?” D: “Makane yang mana? Demografi kan ada pendidikan, tapikan di sini dikupas sendiri.” M: “Kan bukan anakan ta, Pak?” D: “Ya iya, berarti di anu sendiri. Iya ta?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktorfaktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku). Tuturan D10 yang berbunyi “ha, iya apa? Yo ditulis, supaya ga lupa maksudku begitu. Kan itu bangunan Teorinya. Oke lah kalau misalnya gamau nulis selalu dibaca selalu distabilo.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor-faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tuturan D10 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D10 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D10 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D10 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Kan‟. Kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. Tuturan D10 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Menerima Tuturan
fatis
menerima
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode E. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan E1 (a1 dan b1) D: “Ya, silakan.” M: “Berarti perilaku belajar yang bagaimana, yang lagi, Pak?” D: “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta” (E1) M: “Oh gitu, ya, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam memperbaiki penyusunan kalimat efektif dalam proposalnya). Tuturan E1 yang berbunyi “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Dosen menyetujui pernyataan mahasiswa berkaitan dengan kalimat efektif yang dibuatnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
Tuturan E1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E1 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basabasi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Tuturan E1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „ya‟. Partikel fatis ya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E1, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E1 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E2 (a1 dan b1) M: “Pak, tapi nggak dijelasin itu loh, Pak. Untuk yang diprokarsinasi, jadi langsung aja, beda kalau yang prestasi belajar itu kan eee yang diteliti kan aspek ini. Kalo yang proskarsinasi, berarti sama kayak yang kecerdasan emosional?” D: “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho. Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa? Variabel prokarsinasi itu yang diteliti tentang apa aja?” (E2) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf). Tuturan E1 yang berbunyi “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho. Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa? Variabel prokarsinasi itu yang diteliti tentang apa aja?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Mahasiswa sedang meminta penjelasan kepada dosen pembimbingnya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
mengemukakan pernyataan dan pertanyaan. Dosen menyerahkan keputusan kepada mahasiswa dengan memberikan masukkan tambahan. Tuturan E2 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E2 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E2 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E2 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lho‟. Tuturan E2 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
Tuturan E3 (a1 dan b1) D: “Ndak usah nanti, nek iki dingenekke ya ra pa-pa. Ora baiknya, ora pantasnya, kabeh ki pantas. Begitu ya, dianu, kowe meh ya mung kari iki wae. Dadi aku melihat bahwa bahasamu itu lemah, gitu ya.” M: “Iya, Pak” (E3) D: “Ha, nek bahasamu lemah ki repot, karena hidup itu harus dengan bahasa. Wis apa meneh ki?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar). Tuturan E3 yang berbunyi “Iya, Pak”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E3 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
Tuturan E3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „iya‟. Partikel fatis dalam tuturan E3 yaitu iya. Partikel fatis iya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E3, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E3 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E4 (a1 dan b1) D: “Jadi gini lho, satu alinea itu kan satu topik pembicaraan, perbedaan, berarti perbedaan itu kalau mau yang berbeda, kamu ngomongkan perbedaan penelitiannya. Terus di alinea berikutnya, di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh..” M: “Iya Pak.” D: “Di sisi lain atau di samping itu, selain itu pandangan yang ketiga..” M: “Emmm, iya, Pak” (E4) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Tuturan E4 yang berbunyi “Emmm, iya, Pak”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „emm‟ dan „iya‟. Partikel fatis „emm‟ digunakan untuk memberi sedikit waktu untuk berpikir, mencerna dan memahami isi percakapan sebelum penutur memutuskan untuk menerima pernyataan pada sebuah tuturan. Partikel fatis dalam tuturan E4 yaitu iya. Partikel fatis iya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E4, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E4 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E5 (a4 dan b5) D: “Ya idealnya itu diperbaiki diuji lagi, tapi kan ndak mungkin. Ndak mungkin itu kita maksude, ya, apa namanya, kita fokus pengalaman saja sehingga tidak perlu yang itu kuliah S2 evaluasi, yang penting kan sekarang yang nggak valid buang aja, lalu” M: “Terus nanti, apa saya memberi skor 12345 itu nanti ditulis di pembahasan juga atau? D: “Ndak usah itu langsung di excel, itu kan kamu buat tabelnya di excel atau langsung di word juga boleh. Lalu kalau pun di pembahasan, hanya ditaruh di skripsi saja.” M: “Oh”(E5) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan). Tuturan E5 yang berbunyi “Oh”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E5 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E5 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E5 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E5 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „oh‟. Partikel fatis oh digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas fungsinya hampir sama dengan penanda fatis „emm‟ karena memiliki fungsi bagi penutur untuk memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Kategori ini juga digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E5 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E6 (a3 dan b6) M: “Berarti nanti kalau udah selesai saya input itu, saya kasih Bapak dulu atau langsung saya analisis?” D: “Langsung kamu anu aja, eh langsung kamu setelah ditabulasi atau langsung kamu deskripsi menurut itu aja. Ya sejauh tidak banyak memberikan respon langsung deskripsikan saja atau dipersentase nanti yang mau diubah yang mana. Daripada belum kamu pub nanti kamu tunjukkan ke saya, nanti ya saya belum bisa mbaca, paling nanti saya hanya ngecek satu kuisioner itu nanti bener ndak masuknya gitu” M: “Ya udah Pak, itu dulu aja.” (E6) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Setelah itu mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen). Tuturan E6 yang berbunyi “Ya udah Pak, itu dulu aja.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Tuturan E6 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E6 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E6 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E6 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „ya‟. Partikel fatis dalam tuturan E4 yaitu ya. Partikel fatis ya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E6, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E6 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
Tuturan E7 (a3 dan b6) D: “Ya berarti anu, perijinan yang untuk itu diurus sekalian saja.” M: “O jadi sekalian sambil ngerjain ini sambil ngurus aja.” D: “Iya, daripada kamu ngerjain ini, mending kamu ngurus perijinan yang sesungguhnya, sekalian kamu ngurus itu.” M: “Ya udah kalau gitu. Makasih ya, Pak, ya” D: “Oke oke” (E7) M: “Mari, Pak” D: “Ya” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah berpamitan). Tuturan E7 yang berbunyi “Oke oke”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E7 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E7 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E7 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E7 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „oke‟. Partikel fatis „oke‟ hampir sama dengan fungsi penanda fatis „ya‟ digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E7, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E7 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E7 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E8 (a4 dan b5) D: “Kelas 10 SMA, nah ini sudah benar, tinggal diatur aja biar pemenggalannya betul.” M: “Kalo kaya gini boleh, Bu?” D: “Boleh. Ya, kalo mau lebih bagus ya diatur lagi ta, biar tidak hanya satu, tapi kan ini pemenggalannya kan keliru.” M: “Oh, ya, Bu” (E8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar). Tuturan E8 yang berbunyi “Oh, ya, Bu”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. menyetujui hal itu. Tuturan terjadi di ruang dosen.Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E8 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E8 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E8 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E8 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „oh‟. Partikel fatis oh digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
fungsinya hampir sama dengan penanda fatis „emm‟ karena memiliki fungsi bagi penutur untuk memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Tuturan E8 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E8 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E9 (a4 dan b5) D: “Nah ini masih ada salah-salah tulis. Nah ini, ini kan salah nulisnya, ini salah salah tulis. Ini juga belum masuk di daftar pustaka. Ini juga. Kalau depan ya mungkin sudahlah sementara. Mulai bab tiga ini yang masih ada revisi. Sama nanti dicek lagi salah tulis di depan. Sama penulisan daftar pustaka. Itu kan sudah tak beri tau ta?” M: “Kan kemarin saya sudah nyoba, Bu, yang di sininya kan 1.5, yang ini jarak tapi jadi itu,” D: “Ya ndak, yang satu judul, itu satu spasi. Antar judul itu 1.5.” M: “Oh” (E9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan, seperti penulisan daftar pustaka). Tuturan E9 yang berbunyi “Oh”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan, seperti penulisan daftar pustaka. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan E9 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E9 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E9 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E9 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Oh‟. Partikel fatis oh digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas fungsinya hampir sama dengan penanda fatis „emm‟ karena memiliki fungsi bagi penutur untuk memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Tuturan E9 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E10 (a2 dan b4) D: “Oh, sing penelitian bersama?” M: “Berarti nggak kepake?” D: “Apanya?” M: “Penelitian bersamanya.” D: “Itu nanti yang ngembangin aku. Nah nanti, instrumen yang aku kembangkan bisa direfer tapi ya jangan direfer semua.” M: “Oke oke” (E10) D: “Maksudku tak kon latian sik. Paling nggak, kalian harus ngalami. Ngerti? Oke tanggal 7, tapi boleh takon sebelum tanggal 7. Besok saya free. Dari jam 10 sampe malam saya free.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan instrument penelitian. Mahasiswa menyetujui penjelasan dosen). Tuturan E10 yang berbunyi “Oke oke”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21-22 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
Tuturan E10 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E10 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E10 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan E10 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „oke‟. Partikel fatis „oke‟ hampir sama dengan fungsi penanda fatis „ya‟ digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E10, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E10 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E10 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Menolak Tuturan
fatis
menolak
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode F. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan F1 (a1 dan b1) D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.” M: “Pengaruh” D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” (F1) M: “Tentang perilaku juga, Pak?” D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar (kalimat efektif). Tuturan F1 yang berbunyi “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.Tuturan terjadi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam menyusun kalimat efektif dalam proposalnya. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F1 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basabasi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Tuturan F1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟,„ya‟, dan „mbuh‟. Penanda fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
menunjukkan kekesalan atau kekecewaan.Sesuai dengan teori Kunjana, Yuliana, dan Rishe (2014) mengenai kategori fatis dalam ranah keluarga. Kemudian penanda fatis „ya‟ telah dijelaskan di beberapa tuturan yang lain dan penanda fatis „mbuh‟ yang menyatakan
bentuk penolakan berupa ketidakmauan atau
ketidakpedulian untuk menjawab ungkapan mitra tutur. Tuturan F1 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F2 (a1 dan b1) M: “Kalo kaya gini ini apa, Pak?” D: “Ini kan konstanta” M: “Iya, Pak” D: “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku.” (F2) M: “Iya, Pak” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menolak untuk menjelaskan metode penelitian, dan menyuruh mahasiswa untuk belajar terkait metode tersebut). Tuturan F2 yang berbunyi “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F2 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F2 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F2 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F2 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „halah‟. Penanda fatis “halah” sebagai penanda ketidaksantunan memiliki makna „menyepelekan‟ atau dapat juga digunakan untuk menyampaikan maksud „kesembronoan‟. Tuturan F2 sesuai denganteori kategori fatis dalam ranah keluarga menurut Kunjana, Yuliana, dan Rishe. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F3 (a1 dan b1) D: “Hanifah dan fransiska sama, sementara kamu kan menggunakannya berbeda, ini dijumlah, ya ra? Maka dari itu, meneliti kembali. Titik. Pada penelitian ini, ini ditambahkan. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku belajar itu dijadikan satu. Gitu lho. Atau dijumlahkan atau digabung ya terserah. Bukti yang tepat yang mana. Ha ini berbeda, sehingga ini akan memberikan perbedaan, ha, ini jelaskan di sini” M: “Njelaskane mriki ta, Pak?” D: “Tambah meneh ya ra pa-pa, tambah ngono kuwi.” M: “Tambahannya apa, Pak?” D: “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing nggarap aku,” (F3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Namun, mahasiswa bertanya balik kepada dosen). Tuturan F3 yang berbunyi “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing nggarap aku,”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
Tuturan F3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F3 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „ya‟, „mbuh‟. Penanda fatis „ya‟ telah dijelaskan di beberapa tuturan yang lain dan penanda fatis „mbuh‟ yang menyatakan bentuk penolakan berupa ketidakmauan atau ketidakpedulian untuk menjawab ungkapan mitra tutur. Tuturan F3 sesuai denganteori Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis
adalah
kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F4 (a1 dan b1) D: “Ha, itu yang kamu pikir. Mereka berbeda, apa mereka sendiri-sendiri, gitu ya. Tapi kok kowe malah dadi siji? Ngapa, ada apa? Ngapa dadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono. Dhong ra? Wis diasumsi, ana ra?” M: “Mboten, Pak.” D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.” (F4) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Jawaban mahasiswa tidak memuaskan). Tuturan F4 yang berbunyi “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
karena pernyataan pada tuturan F4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hiss‟ dan „piye‟. Penanda fatis „hiss‟ bersifat interjeksi yang menyatakan kekagetan, ketika pernyataan mitra tutur tidak sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya. Sedangkan penanda fatis „piye‟ digunakan untuk menanyakan suatu keadaan yang membingungkan, adakalanya memiliki arti yang sama dengan „bagaimana‟ dalam bahasa Indonesia.Tuturan F4 sesuai denganteori Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F5 (a4 dan b3) M: “Aku tuh sebenernya pengin ganti judul, yang tentang bikin RPP, tuh boleh nggak sih, Bu, sebenernya?” D: “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.” (F5) M: “Oh, gitu ya, Bu, terus judulku yang kemarin pas seminar penelitian udah baik belum ya, Bu?” D: “Udah mending lanjut itu aja.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
ruang kelas. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan). Tuturan F5 yang berbunyi “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan.Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan. Tuturan F5 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F5 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F5 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F5 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Tuturan F5 sesuai denganteori Kunjana, Yuliana, dan Rishe dalam kategori fatis dalam ranah keluarga. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F6 (a3 dan b6) M: “Terus kalau sangat tidak setuju itu, satu harus ada literaturnya ya Pak atau nggak?” D: “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, emm apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.” (F6) M: “Oh, jaraknya itu ya, Pak?” D: “Memberi 0-5-10-15 ya boleh saja, tapikan paling gampang ya 1 2 3 4 5.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen). Tuturan F6 yang berbunyi “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F6 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F6 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F6 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F6 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „tuh‟ dan „emm‟. Penanda fatis „tuh‟ digunakan untuk mempertegas penunjukkan terhadap suatu benda, hal maupun keadaan yang dibicarakan. Penanda fatis „emm‟ digunakan untuk memberi sedikit waktu untuk berpikir, mencerna dan memahami isi percakapan sebelum penutur memutuskan untuk menerima pernyataan pada sebuah tuturan. Tuturan F6 sesuai denganteori Kunjana, Yuliana, dan Rishe (2014) dalam kategori fatis dalam ranah keluarga. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F7 (a3 dan b6) M: “Terus nanti yang pengambilan, misalkan kalau valid atau tidak, R hitung kan lebih besar dari apa, gitu ya, Pak. Itu kan teori tapi nanti pake harus ada buku sumbernya atau nggak? Atau pakai modul waktu PBS 1 itu boleh?” D: “Ya, sebetulnya kalo dicari sumbernya ya valid, tapi kalo anu ya, apa emm, sebenernya kalau pake modul juga ngga kalau susah nyari bukunya pake modul itu ndak pa-pa.” M: “Iya, Pak, sama sebenernya kemarin kalo abis nyebarin kuisioner di SMK 1 Depok itu, minta surat dulu ya, Pak?” D: “Emm, sebetulnya ndak usah saja.” (F7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen). Tuturan F7 yang berbunyi “Emm, sebetulnya ndak usah saja.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F7 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F7 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F7 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F6 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „emm‟. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F7 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F8 (a4 dan b5) D: “Gitu, ini kan sama semua.” M: “Iya kemarin waktu saya utak-atik, 2 dua semua, 1.5 satu setengah semua. Terus, kan kemarin saya juga coba. Pertama 1.5 kan, Bu, terus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
saya enter, nah saya enter lagi jarak yang kedua saya jadiin 2 malah jadi kejauhan banget.” D: “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas, kan bisa ini satu, terus itu lho, yang before/after itu loh itu kan ada itu kan bisa diatur, jadi nanti jaraknya 1.5. ya kira-kira 1.5. Ya, mungkin nggak pas 1.5, tapi kira-kira yang jelas jarak antar buku itu lebih besar daripada jarak antar baris yang satu judul. Contohnya, ada lah yang di skripsiskripsi itu. Nah untuk proposal ini, masih perlu direvisi.”(F8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya). Tuturan F8 yang berbunyi “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas,”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F8 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F8 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
karena pernyataan pada tuturan F8 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F8 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „ah‟. Penanda fatis “ah” pada umumnya dapat dimaknai sebagai peranti untuk memberikan maksud penekanan atas rasa penolakan atau dapat juga maksud acuh tak acuh. Penanda fatis ini sesuai dengan teori Kunjana, Yuliana, dan Rishe dalam kategori fatis dalam ranah keluarga. Kridalaksana (1994:
117),
kategori
fatis
adalah
kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F8 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
Tuturan F9 (a4 dan b5) M: “Ini kan kalau yang apa pisah itu uraiannya dibuat dua kali itu loh bu yang pilihan ganda.” D: “Nah, tapi kan maksud saya itu kan ada lembar kerja terus ada bagian evaluasi. Nah, evaluasi itu kan ada sikap sama itu ta yang kognitif. Nah, kalau yang sikap kan yang ini, lalu yang penilaian yang KI 3.4, nah itu yang mana? nah kalau yang soal akhir ini. Ini termasuk lembar kerja atau untuk penilaian yang KI 3.4 yang ini? Karena lembar kerja dan soal evaluasi kan berbeda, karena sebenarnya untuk memfasilitasi mereka aktif ketika proses pembelajaran, meskipun mereka mengerjakan sesuatu, tapi kan di situ bukan evaluasi, itu tapi memfasilitasi aktivitas belajar. Nah, mungkin ada evaluasi di belakang. Nah, yang kamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
maksud dengan evaluasi ini yang mana, soal ini atau bukan kalau yang ini untuk apa?” M: “Nah, uraiannya kan ada dua kali, Bu.” D: “Nah, tapi judulnya ya jangan uraian.” M: “Hehehehe” D: “Kok judul kok uraian, ya itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan.” (F9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi). Tuturan F9 yang berbunyi “Kok judul kok uraian, ya itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F9 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
Tuturan F9 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F9 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F9 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „kok‟. Penanda fatis “kok” lazimnya digunakan untuk menekankan alas an dan pengingkaran. Selain itu, “kok” dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F10 (a4 dan b5) D: “Nah, kalau yang di lapangan yang di kelas itu, ya, idealnya mereka pakai yang ini, idealnya mereka pake pas pembelajaran. Jadi, nggak cuma sehari idealnya, ya, kan kalo pas kamu penelitian itu kalo pas mereka ada materi itu, maksudnya dipake, idealnya gitu. Apalagi?” M: “Berarti ini nanti dipindah ke belakang ya, Bu?” D: “Apanya?” M: “Ininya. Penilaiannya.” D: “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” (F10) M: “Hanya melihat.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
D: “Jangan hanya melihat begitu, ya dipikir juga, kenapa diletakkan di sini, misalnya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal). Tuturan F10 yang berbunyi “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F10 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F10 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F10 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F10 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Penanda fatis “lha” adalah penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis
adalah
kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F10 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F11 (a4 dan b5) D: “Saya lupa kalo itu, kecuali kalau ada bukunya yang asli, gitu. Tapi dimana, kalau pinjem pada nggak dikembalikan.” M: “Ibu nanti ada jam sore?” D: “Wah, saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.” (F11) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal.Tuturan terjadi di ruang dosen). Tuturan F11 yang berbunyi “Wah, saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal.Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
Tuturan F11 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F11 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F11 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F11 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Wah‟. Penanda fatis „wah‟ digunakan untuk menyatakan keterkejutan terhadap sebuah tuturan yang diungkapkan oleh mitra tutur. Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F11 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. 4.2.2
Maksud Tuturan Fatis Setiap orang yang berkomunikasi tentulah memiliki maksud yang ingin
disampaikan. Rahardi (2003: 16-17) telah berbicara perihal maksud dan makna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138
Rahardi mengawalinya dengan memaparkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesuangguuhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara interal. Wijana dan Muhammad (2008: 10-11) menguatkan apa yang telah dipaparkan Rahardi di atas. Dalam budaya, kedua ahli tersebut membedakan ketiga hal, yaitu makna, maksud, dan informasi dengan mengatakan bahwa makna berbeda dengan maksud dan informasi, karena maksud dan informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Dalam pembahasan mengenai maksud tuturan fatis ini, peneliti akan mendeskripsikan maksud dari tuturan fatis yang diutarakan oleh penutur dan mitra tutur. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai maksud tuturan fatis yang telah peneliti peroleh. 4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Meminta Maaf Tuturan fatis meminta maaf merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Maksud tuturan fatis minta maaf di sini menunjukkan adanya suatu tuturan tuturan fatis yang bermaksud untuk meminta maaf atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139
penyesalan ataupun kesalahan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur. Pembahasan maksud tuturan fatis subkategori minta maaf ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan A1 (a1 dan b1) D: “Uji linearitas, terus setelah itu multilinearitas, terus setelah itu multinitas. Terus multikolinearitas. Terus heteroseganisitas.” M: “Kalo nggak ada gimana, Pak?” D: “Ha, ya, konsekuensi arep ngganggo regresi ya ngono, ra gelem ya wis ra sah.” M: “Iya, Pak maaf Pakmaaf, orang udah sampe sini.” (A1) D: “Ra gelem ya ra pa-pa kok ya.” M: “Iya, Pak, iya” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalamruang dosen. Dosen memberikan penjelasan metode penelitian yang akan dilakukan). Tuturan A1 memiliki maksud yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Dosen sedang duduk di ruangannya. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Dosen memberikan pilihan suapaya mahasiswa bisa mempertimbangkan metode penelitian yang akan dipakai. Akan tetapi mahasiswa tidak berinisiatif untuk mencari materinya, sehingga dosen memberikan pilihan dengan sedikit kesal. Mahasiwa meminta maaf karena telah membuat dosen tersinggung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
Tuturan A1 yang dituturkan oleh mahasiswa memiliki maksud basa-basi yakni mahasiswa ingin menarik perhatian dosen dengan meminta maaf karena sudah menyinggung perasaannya, sehingga dosen tertarik untuk berbicara kembali dengan mahasiswa. Berdasarkan aktivitas penutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan A1 termasuk dalam kategori akcnowledgements subkategori basa-basi meminta maaf. Hal itu disebabkan mahasiswa mengekspresikan penyesalan terhadap dosen karena sudah menyinggung perasaannya. Penyesalan mahasiswa terhadap dosen diekspresikan dengan meminta maaf pada dosen. 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Salam Tuturan fatis salam merupakan subkategori berdasarkan kategori acknowledgment. Maksud tuturan B1 di sini menunjukkan adanya suatu tuturan basa-basi yang bermaksud untuk mengucapkan salam atau sapaan kepada lawan tutur demi menjaga hubungan sosial tetap berjalan harmonis. Maksud basa-basi dalam juga untuk mengawali atau mengakhiri sebuah percakapan. Pembahasan maksud basa-basi subkategori salam ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan B1 (a1 dan b1) M: “Iya, Pak” D:“Nek berkomunikasi ki ra mesti dengan orang lain, ora berkomunikasi langsung, ora berkomuniksi dengan Simbok. Jadi, berkomunikasi itu tidak harus dengan orang lain. Kalau mau ditambah, nggak pa-pa, tapi ndak efisien, nah, begitu loh. Coba kowe maca kalimatmu sing awal. Orang yang berhasil berkomunikasi dengan lancar dengan orang lain dengan orang akan berhasil dalam pergaulan apabila mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141
berkomunikasi dengan orang lain. Padha apa beda. Silakan. Wis. Malah ngenteni diusir.” M: “Iya Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak.” (B1) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai kesalahan struktur kalimat. Setelah berpamitan, mahasiswa berdiri kemudian meninggalkan ruang dosen). Tuturan B1 memiliki maksud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Dosen sedang duduk di ruangannya. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Mahasiswa meninggalkan ruangan setelah
memberikan salam kepada dosen.
Tuturan terjadi ruang dosen. Maksud tuturan B1 adalah penutur mengucapkan salam saat akan meninggalkan ruangan setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “Iya, Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak”. Tuturan B1 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di dalam ruang dosen. Maksud uturan B1 adalah penutur ingin menunjukkan keramahtamahan dan sopan santun saat meninggalkan ruangan. Penutur berpamitan kepada mitra tutur untuk mempertahankan hubungan baik dengan memberikan salam. Tuturan B1 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel “mari”. Partikel fatis “mari” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengukuhkan pembicaraan atau memulai pembicaraan. Dalam tuturan B1 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “mari” yang berfungsi mengakhiri pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142
Tuturan B2 (a4 dan b3) M: “Permisi, Bu, mau konsul.” (B2) D: “Ya silakan, konsul apa?” M: “Ini Bu tentang skripsi, masih bingung mau lanjut judul yang lama atau yang baru.” D: “Emang judul yang baru mau judul yang seperti apa?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen sedang duduk dan memasukkan latop ke dalam tas, kemudian mahasiswa menghampiri dosen dengan memberi salam terlebih dahulu. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan). Tuturan B2 memiliki maksud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Dalam tuturan B2, penutur mengucapkan salam saat akan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “Permisi Bu, mau konsul”. Tuturan B2 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di dalam kelas selepas perkuliahan. Maksud uturan B2 adalah penutur ingin menunjukkan sopan santun terhadap mitra tutur. Penutur mengucapkan salam untuk memulai percakapan dengan mitra tutur. Hal ini dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel “Permisi”. Partikel fatis “Permisi” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengukuhkan pembicaraan atau memulai pembicaraan. Dalam tuturan B2 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “Permisi” yang berfungsi memulai atau mengukuhkan pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143
Tuturan B3 (a4 dan b5) D: “Paling tidak ada background yang bisa menjelaskan gitu, loh. Ya, saya tahu, Pak Tri dulu itu juga dosen saya, ya, saya tau, sih. Eh, apa ya. kemampuannya tahu, tapi kan di sini namanya ahli media. Kamu nanti kalau ujian ditanya misalnya kenapa memilih ahli ini sebagai ahli media misalnya. Penjelasanmu apa? Ini namanya ahli media, loh. Ya, ta? Nah itu kan ada background yang mendukung.” M: “Berarti saya harus tanya-tanya lagi.” D: “Lha, iya” M: “Ya, sudah Bu, kalau begitu. Permisi, makasih, ya Bu, selamat siang.” D: “Iya, ya ya. Selamat siang”(B3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai ahli media untuk penelitian mahasiswa. Mahasiswa berpamitan kepada dosen kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan). Tuturan B3 memiliki maksud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahu, berjenis kelamin perempuan. Maksud tuturan B3 adalah penutur mengucapkan salam saat akan meninggalkan ruangan setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tuturan tersebut yakni “ya sudah bu kalau begitu. Permisi, makasih ya bu, selamat siang”. Tuturan B3 melibatkan antara dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Tuturan ini terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan B3 adalah penutur ingin menunjukkan sopan santun dengan mengucapkan salam. Penutur berpamitan kepada mitra tutur sebagai bentuk kesopanan dan untuk mempertahankan hubungan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144
“selamat siang”. Partikel fatis “selamat siang” dalam sebuah tuturan dapat berarti untuk mengukuhkan pembicaraan atau memulai pembicaraan. Dalam tuturan B3 penutur memberikan tambahan suatu partikel kalimat yaitu “selamat siang” yang berfungsi memulai atau mengukuhkan pembicaraan agar lebih sopan. Selisih umur penutur yang cukup jauh dari mitra tutur juga berpengaruh sebagai bentuk rasa hormat. 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Berterima Kasih Tuturan fatis berterima kasih merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Maksud tuturan fatis terima kasih di sini menunjukkan adanya suatu tuturan basa-basi yang bermaksud untuk memberikan ucapan rasa syukur atau terima kasih terhadap kebaikan yang telah dilakukan mitra tutur kepada penutur. Pembahasan maksud basa-basi subkategori terima kasih ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan C1 (a1 dan b1) M: “Pak nomer dua benar belum, Pak? Kan kemarin diminta untuk e langkah-langkah. Kalau begini, ini gimana Pak? D: “Ya tinggal tambahin ini. Wis kono, wis diusir, ndang lunga.” M: “Makasih, Pak” (C1) D: “Dhong ra kowe?” M: “Dhong, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran kepada mahasiswa untuk perbaikan skripsinya. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145
Maksud tuturan C1 ialah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah bersedia membimbing mahasiswa dalam memperbaiki skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C1 berbunyi “Makasih Pak”. Tuturan C1 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedangn melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen, karena dosen terburuburu, sehingga menyuruh mahasiswa segera meninggalkan ruangannya. Tuturan C2 (a3 dan b6) M: “Aku masih bingung sama perhitungannya, takutnya nggak selesai.” D: “Nggak pa-pa, perhitungannya dipermudah saja.” M: “Mohon bantuannya, ya, Bu, kalau besok ada kesulitan.” D: “Iya, besok konsul aja kalau ada kesulitan lagi.” M: “Makasih ya, Bu, atas waktunya.” (C2) D: “Ya, sama-sama.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen). Maksud tuturan C2 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur
karena
telah
menyempatkan
waktu
dalam
kesibukkannya
untuk
membimbing skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146
perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C2
berbunyi “Makasih ya, Bu atas
waktunya”. Tuturan C2 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen. Tuturan C3 (a4 dan b3) M: “Besok kalau saya bingung lagi saya ke sini ya, Bu.” D: “Ya” M: “Makasih ya, Bu.” (C4) D: “Ya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen). Maksud tuturan C3 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah memberikan saran dan masukan untuk skripsinya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C3
berbunyi “Makasih ya Bu”. Tuturan C3 melibatkan dosen dan
mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruang kelas setelah perkuliahan berakhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147
Tuturan C4 (a1 dan b1) D: “Karena ketika orang mau mengutip, ini kan nanti kutipannya akan semacam ini. Ya, kan kutipannya, lebih baik, iki nganu wae. Sakjane iki ya ra pa-pa sih. Nek iki ya ra pa-pa, ning akan lebih baik, tanda tangan sik wae.” M: “Pak hari ini saya bisa minta tanda tangan Pak, sebelum jam 8?” D: “Usahain, saya mau ngetes kowe. Isa ra kowe?” M: “Bisa kok, Pak.Makasih, Pak.” (C4) D: “Iya, coba usaha” M: “Iya, Pak” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran dan penjelasan untuk memperbaiki penulisan penulisan kutipan dan meminta mahasiswa untuk segera mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih). Maksud tuturan C4 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah mengizinkan penutur mengurus surat izin penelitian dan segera meminta tanda tangan. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C4 berbunyi “Bisa kok Pak. Makasih Pak”. Tuturan C4 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan C5 (a1 dan b2) D: “Kamu itu banyak yang ndak jelas, kamu itu harus lebih jelas ini ya, nanti dicek kemudian segera diperbaiki kemudian segera datang ke tempat saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148
M: ”Iya, Pak,” D: “Saya harus ngajar jam 8 ini nanti saya terlambat.” M: “Terima kasih, Pak” (C5) D: “Ya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran suapaya mahasiswa lebih teliti dan cermat dalam mengerjakan skripsinya. Dosen terburu-buru karena ada jam mengajar. Mahasiswa meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih). Maksud tuturan C5 adalah penutur menyatakan terima kasih kepada mitra tutur karena telah memberikan masukan guna perbaikan proposal skripsinya. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur mengucapkan kalimat terima kasih dengan mengekspresikan suatu ungkapan positif yang ditujukan untuk mitra tutur yang telah memberikan bimbingan kepada penutur. Tuturan C5 berbunyi “terima kasih Pak”. Tuturan C5 melibatkan dosen dan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi yang sedang melakukan pembimbingan skripsi. Tuturan terjadi di ruangan dosen. 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Mengundang Tuturan
fatis
mengundang
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Maksud tuturan fatis mengundang di sini menunjukkan adanya suatu tuturan fatis yang bermaksud untuk memberikan penawaran atau mengundang mitra tutur dengan harapan baik yang dituturkan oleh penutur.. Pembahasan maksud fatis subkategori mengundang ini diperkuat dengan konteks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149
yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan D1 (a1 dan b1) M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, neng kene ta ya, ra ana?” M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya, terus” (D1) M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.” D: “Apa wae yang signifikan? M: “Cuma dua ini, Pak” D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….” D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar). Maksud tuturan D1 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan D1 yang berbunyi “Lha iya terus”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi
kepada
dosen
dalam
penyusunan
skripsi.
Mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150
mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D1 dapat dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Tuturan D2 (a2 dan b4) M: “Kalo dimensi ini saja kan nggak pa-pa kan, Pak?” D: “Hah?” (D2) M: “Kalo dimensinya yang diteliti itu saja kan nggak pa-pa kan, Pak?” D: “Ya ra pa-pa, tapi kan di sini kan ada ilmu sosial, bla bla bla dan seterusnya terhadap pelajaran apa?” M: “Matematika” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi apa saja yang akan diteliti pada penelitiannya). Maksud tuturan D2 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D2 yang berbunyi “Hah”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan pilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151
sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi penelitian. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D2 dibuktikan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hah‟. Kategori fatis “hah” adalah penanda basabasi berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan pengulangan pernyataan. Tuturan D3 (a1 dan b1) M: “Sebelum multikulinear itu lho, Pak?” D: “Hah?” M: “Multi...” D: “Hayo? (D3) M: “Nanti saya cari, Pak, bukunya. Haha lupa, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear). Maksud tuturan D3 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D3 yang berbunyi “hayo”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152
Tuturan basa-basi D1 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hayo‟. Makna kategori fatis “hayo” pada umumnya adalah menakut-nakuti atau mengancam sang mitra tutur atas tindakan yang telah, sedang, bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur itu bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan “hayo” sebagai semacam peringatan atau ancaman untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Tuturan D4 (a3 dan b6) D: “(membaca) Sekarang kalau saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, kalau kamu jawab sangat setuju gitu. Itu artinya apa? M: “Ya berarti kalo kelas yang berisik itu mempengaruhi saya, jadi saya males gitu, Pak.” D: “Jadi, saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males, gitu?” (D4) M: “Saya tidak males, walaupun dia berisik.” D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang paling besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti e saya sangat terpengaruhi situasi.” D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang pa;ing besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti eh saya sangat terpengaruhi situasi.” (Konteks tuturan: T uturanterjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri). Maksud tuturan D4 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153
kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D4 yang berbunyi “Jadi saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D4 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Nah‟. Nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan D5 (a1 dan b1) D: “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak, Mbak?” (D5) M: “Pernah, Pak, jelek banget, Pak. Yang proposal yang kemarin yang itu lho, Pak yang proposal waktu seminar itu lho, Pak. Jelek banget.” D: “Beda, ya?” M: “Yang proposal waktu saya seminar presentai itu lho, Pak,” D: “Gimana?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154
M: “Jelek banget.” D: “Terus?” M: “Nggak nge-dhong maksudnya gimana.” D: “Terus sekarang.” M: “Ya lumayanlah, Pak. Ada perbaikan. Setiap saya bimbingan pasti ada perbaikan kok Pak. Berarti ini udah di ACC ya Pak? Ya, Pak, ya?” D: “Ngopo di ACC? M: “(tertawa) nggih, Pak. (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan). Maksud tuturan D5 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D5 yang berbunyi “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak mbak?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan.. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan D6 (a1 dan b2) M: “Karyawan bagian kebersihan itu predikatnya, kan dia menyatakan eh, jadi subjeknya itu Lun, kemudian predikatnya itu karyawan bagian kebersihan terus objeknya eh sebentar-sebentar, Lun ini eh subjeknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155
terus eh menyapu itu, eh ini predikatnya menyapu, terus objeknya di hotel Samarinda.” D: “Sudah ini kalo kamu mbaca gimana? Coba dibaca!” M: (membaca dan mencoba) D: “Ini baru dua alinea lho, ini ketok e baru dua halaman lho iki.” (D6) M: “Eh subjeknya Lun, kemudian dia predikatnya itu menyapu terus, eh…objeknya lantai yang kotor.” D: “Lainnya sebagai apa itu?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik). Maksud tuturan D6 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D6 yang berbunyi “Ini baru dua alinea lho ini ketok e baru dua halaman lho iki, udah hampir”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D6 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lho‟. Lho bila terletak di awal kalimat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156
bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan D7 (a1 dan b2) D: “Gitu loh, kalimat sederhananya kan hanya ini. Ini kan bisa saya kembangkan lagi. Lun yang berbaju merah sebagai karyawan bagian kebersihan di hotel Samarinda menyapu lantai yang kotor sekali karena macam-macam, tapi pokok kalimatnya itu apa? Pokok kalimatnya adalah iki lho Mbak. Lun menyapu lantai. Nah sekarang kalau di sini kalimat utamanya di mana ini? Tiga kata!” M: “Emm, orang tua membentuk karakter anak, eh.. emm (masih mencoba menganalisis kalimat utama bagian proposalnya). Eh subjeknya tuh orangtua terus, ” D: “Masa membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2-3 menit malah 5 menit.” (D7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik). Maksud tuturan D7 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D7 yang berbunyi “Mosok membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2 3 menit malah 5 menit”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157
Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan D8 (a1 dan b2) D: “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?” (D8) M: “Ada, Pak.” D: “Siapa?” M: “Emm namanya, Ani sama Song sama Mely sama….” D: “Oke, anak mana mereka, orang mana, asli mana?” M: “Satu beasiswa, Pak.” D: “Satu beasiswa, coba nanti tanyain ya pada temenmu, “eh aku diminta dosen pembimbingku itu untuk membuat kalimat sederhana dari ini, gitu ya kira-kira bagaimana”, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini banyak kalimat yang tidak efektif gitu ya, dan kalimatnya ini membingungkan, gitu ya, sehingga sodara ini perlu memperbaiki itu, gitu loh. Supaya apa? supaya satu alinea itu ada satu pokok pikiran. Kemudian ada misalnya satu kalimat utama dan sebagainya, gitu loh. Sehingga, kamu kalau misalnya ini dilakukan menjadi jelas, ini yang terjadi ini kamu membuat kalimat tetapi itu membingungkan, gitu ya. Sehingga, eh untuk yang kalimat utamanya apa.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat). Maksud tuturan D8 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158
depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D8 yang berbunyi “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan D9 (a1 dan b4) D: “Ya, kan yang tahu Anda ta. Ya, kalo ditanya, ya perkerjaaannya seperti ini. Lha Anda mau mngerjakan yang mana. Mengerjakan yang mana. Nih Mas Dimas juga nggak datang.” M: “Ketiduran paling dia, Pak.” D: “Hah?” M: “Biasanya ketiduran.” D: “Kok bisa ketiduran?” (D9) M: “Bola, Pak, soalnya. Iya, kan tadi malam bola. Begadang terus kok, Pak. Ya yang paling jarang dia, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan). Maksud tuturan D9 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D9 yang berbunyi “Kok bisa ketiduran?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159
dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D9 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „kok‟. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan D10 (a2 dan b4) D: “Berarti tinggal 6? faktormu nemu nggak?” M: “Kan bareng-bareng Pak. Kemarin kita nemu 3 faktor. Setelah 3 faktor itu kan ada lainnya.” D: “Ha, iya, apa? Ya ditulis, supaya nggak lupa maksudku, begitu. Kan itu bangunan teorinya. Oke lah, kalau misalnya nggak mau nulis selalu dibaca selalu distabilo.” (D10) M: “Itu lho, Pak yang faktor demografi, sama aja 3 faktor dong, kan, Pak?” D: “Makane yang mana? Demografi kan ada pendidikan, tapikan di sini dikupas sendiri.” M: “Kan bukan anakan ta, Pak?” D: “Ya iya, berarti di anu sendiri. Iya ta?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktorfaktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku). Maksud tuturan D10 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160
kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D10 yang berbunyi “ha, iya apa? Yo ditulis, supaya ga lupa maksudku begitu. Kan itu bangunan Teorinya. Oke lah kalau misalnya gamau nulis selalu dibaca selalu distabilo.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor-faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan basa-basi D10 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Kan‟. Kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Menerima Tuturan
fatis
menerima
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Pembahasan maksud tuturan fatis subkategori menerima ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan E1 (a1 dan b1) D: “Ya, silakan.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161
M: “Berarti perilaku belajar yang bagaimana, yang lagi, Pak?” D: “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta” (E1) M: “Oh gitu, ya, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam memperbaiki penyusunan kalimat efektif dalam proposalnya). Maksud tuturan E1 merupakan tuturan fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Dosen menyetujui pernyataan mahasiswa berkaitan dengan kalimat efektif yang dibuatnya. Tuturan E1 yang dituturkan oleh mitra tutur memiliki maksud yakni mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E2 (a1 dan b1) M: “Pak, tapi nggak dijelasin itu loh, Pak. Untuk yang diprokarsinasi, jadi langsung aja, beda kalau yang prestasi belajar itu kan eee yang diteliti kan aspek ini. Kalo yang proskarsinasi, berarti sama kayak yang kecerdasan emosional?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162
D: “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho. Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa? Variabel prokarsinasi itu yang diteliti tentang apa aja?” (E2) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf). Tuturan E2 merupakan maksud tuturan fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Mahasiswa sedang
meminta
penjelasan
kepada
dosen
pembimbingnya
dengan
mengemukakan pernyataan dan pertanyaan. Dosen menyerahkan keputusan kepada mahasiswa dengan memberikan masukkan tambahan. Tuturan E2 yang dituturkan oleh penutur memiliki maksud fatis, yakni penutur ingin memberikan kesempatan kepada mitra tutur untuk menentukan pilihan. Penutur memberikan masukkan tambahan sebagai bahan pertimbangan untuk mitra tutur. Tuturan E3 (a1 dan b1) D: “Ndak usah nanti, nek iki dingenekke ya ra pa-pa. Ora baiknya, ora pantasnya, kabeh ki pantas. Begitu ya, dianu, kowe meh ya mung kari iki wae. Dadi aku melihat bahwa bahasamu itu lemah, gitu ya.” M: “Iya, Pak” (E3) D: “Ha, nek bahasamu lemah ki repot, karena hidup itu harus dengan bahasa. Wis apa meneh ki?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163
ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar). Tuturan E3 merupakan maksud fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E3 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E4 (a1 dan b1) D: “Jadi gini lho, satu alinea itu kan satu topik pembicaraan, perbedaan, berarti perbedaan itu kalau mau yang berbeda, kamu ngomongkan perbedaan penelitiannya. Terus di alinea berikutnya, di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh..” M: “Iya Pak.” D: “Di sisi lain atau di samping itu, selain itu pandangan yang ketiga..” M: “Emmm, iya, Pak” (E4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen). Tuturan E4 merupakan maksud fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E4 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E5 (a4 dan b5) D: “Ya idealnya itu diperbaiki diuji lagi, tapi kan ndak mungkin. Ndak mungkin itu kita maksude, ya, apa namanya, kita fokus pengalaman saja sehingga tidak perlu yang itu kuliah S2 evaluasi, yang penting kan sekarang yang nggak valid buang aja, lalu” M: “Terus nanti, apa saya memberi skor 12345 itu nanti ditulis di pembahasan juga atau?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165
D: “Ndak usah itu langsung di excel, itu kan kamu buat tabelnya di excel atau langsung di word juga boleh. Lalu kalau pun di pembahasan, hanya ditaruh di skripsi saja.” M: “Oh” (E5) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan). Tuturan E5 merupakan maksud fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E5 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E6 (a3 dan b6) M: “Berarti nanti kalau udah selesai saya input itu, saya kasih Bapak dulu atau langsung saya analisis?” D: “Langsung kamu anu aja, eh langsung kamu setelah ditabulasi atau langsung kamu deskripsi menurut itu aja. Ya sejauh tidak banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166
memberikan respon langsung deskripsikan saja atau dipersentase nanti yang mau diubah yang mana. Daripada belum kamu pub nanti kamu tunjukkan ke saya, nanti ya saya belum bisa mbaca, paling nanti saya hanya ngecek satu kuisioner itu nanti bener ndak masuknya gitu” M: “Ya udah Pak, itu dulu aja.” (E6) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Setelah itu mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen). Tuturan E6 merupakan maksud fatis yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E6 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E7 (a3 dan b6) D: “Ya berarti anu, perijinan yang untuk itu diurus sekalian saja.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167
M: “O jadi sekalian sambil ngerjain ini sambil ngurus aja.” D: “Iya, daripada kamu ngerjain ini, mending kamu ngurus perijinan yang sesungguhnya, sekalian kamu ngurus itu.” M: “Ya udah kalau gitu. Makasih ya, Pak, ya” D: “Oke oke” (E7) M: “Mari, Pak” D: “Ya” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah berpamitan). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E7 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168
Tuturan E8 (a4 dan b5) D: “Kelas 10 SMA, nah ini sudah benar, tinggal diatur aja biar pemenggalannya betul.” M: “Kalo kaya gini boleh, Bu?” D: “Boleh. Ya, kalo mau lebih bagus ya diatur lagi ta, biar tidak hanya satu, tapi kan ini pemenggalannya kan keliru.” M: “O, ya, Bu” (E8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar). Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E8 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E9 (a4 dan b5) D: “Nah ini masih ada salah-salah tulis. Nah ini, ini kan salah nulisnya, ini salah salah tulis. Ini juga belum masuk di daftar pustaka. Ini juga. Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169
depan ya mungkin sudahlah sementara. Mulai bab tiga ini yang masih ada revisi. Sama nanti dicek lagi salah tulis di depan. Sama penulisan daftar pustaka. Itu kan sudah tak beri tau ta?” M: “Kan kemarin saya sudah nyoba, Bu, yang di sininya kan 1.5, yang ini jarak tapi jadi itu,” D: “Ya ndak, yang satu judul, itu satu spasi. Antar judul itu 1.5.” M: “Ooo” (E9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan, seperti penulisan daftar pustaka). Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan, seperti penulisan daftar pustaka. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E9 adalah mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan E10 (a2 dan b4) D: “Oh, sing penelitian bersama?” M: “Berarti nggak kepake?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170
D: “Apanya?” M: “Penelitian bersamanya.” D: “Itu nanti yang ngembangin aku. Nah nanti, instrumen yang aku kembangkan bisa direfer tapi ya jangan direfer semua.” M: “Oke oke” (E10) D: “Maksudku tak kon latian sik. Paling nggak, kalian harus ngalami. Ngerti? Oke tanggal 7, tapi boleh takon sebelum tanggal 7. Besok saya free. Dari jam 10 sampe malam saya free.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan instrument penelitian. Mahasiswa menyetujui penjelasan dosen). Mitra tutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21-22 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan E10 yang dituturkan oleh mitra tutur memiliki wujud basa-basi menerima, karena mitra tutur berusaha untuk mempertahankan komunikasi yang sedang berjalan dengan baik. Jika penutur tidak merespons tuturan dari penutur hal itu kan mempengaruhi komunikasi antara keduanya. Selisih umur antara penutur dan mitra tutur memang jauh, hal itu membuat mitra tutur tetap menghargai komunikasi yang sedang terjalin dengan sopan. Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171
4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Menolak Tuturan
fatis
menolak
merupakan
subkategori
berdasarkan
kategoriacknowledgment. Tuturan fatis ini memiliki maksud untuk menolak permintaan mitra tutur terhadap penutur. Pembahasan maksud tuturan fatis subkategori menolak ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis. Tuturan F1 (a1 dan b1) D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.” M: “Pengaruh” D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” (F1) M: “Tentang perilaku juga, Pak?” D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar (kalimat efektif). Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam menyusun kalimat efektif dalam proposalnya. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172
Maksud tuturan F1 adalah penutur menolak untuk menjelaskan secara langsung apa yang ditanyakan oleh mitra tutur. Penutur mengembalikan pertanyaan untuk dijawab mitra tutur. Tuturan F1 merupakan basa-basi dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F1 yang berbunyi “Lha ya mbuh, apa?
Iki prasetyo ngapa iki?”. Kategori fatis “lha” adalah penanda
ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F2 (a1 dan b1) M: “Kalo kaya gini ini apa, Pak?” D: “Ini kan konstanta” M: “Iya, Pak” D: “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku.” (F2) M: “Iya, Pak” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menolak untuk menjelaskan metode penelitian, dan menyuruh mahasiswa untuk belajar terkait metode tersebut). Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf. Tuturan terjadi di ruang dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173
Maksud tuturan F2 adalah penutur menginginkan mitra tutur menguasai materi yang akan digunakan untuk metode penelitian mitra tutur. Sehingga penutur menolak untuk melanjutkan penjelasan kepada mitra tutur. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F2 yang berbunyi “Halah, koe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku.”. Bentuk fatis “halah” sebagai penanda ketidaksantunan memiliki makna „menyepelekan‟ atau dapat juga digunakan untuk menyampaikan maksud „kesembronoan‟. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori
yang bertugas
untuk
memulai,
mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F3 (a1 dan b1) D: “Hanifah dan fransiska sama, sementara kamu kan menggunakannya berbeda, ini dijumlah, ya ra? Maka dari itu, meneliti kembali. Titik. Pada penelitian ini, ini ditambahkan. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku belajar itu dijadikan satu. Gitu lho. Atau dijumlahkan atau digabung ya terserah. Bukti yang tepat yang mana. Ha ini berbeda, sehingga ini akan memberikan perbedaan, ha, ini jelaskan di sini” M: “Njelaskane mriki ta, Pak?” D: “Tambah meneh ya ra pa-pa, tambah ngono kuwi.” M: “Tambahannya apa, Pak?” D: “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing nggarap aku,” (F3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Namun, mahasiswa bertanya balik kepada dosen). Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174
terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F3 adalah penutur menolak untuk menjelaskan materi kepada mitra tutur, karena seharuusnya mitra tutur yang harus menjelaskan dan menambahkan kekurangan materinya. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F3 yang berbunyi “Ha yo mbuh mosok aku sing nambaih, mosok aku, mosok sing nggarap aku”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F4 (a1 dan b1) D: “Ha, itu yang kamu pikir. Mereka berbeda, apa mereka sendiri-sendiri, gitu ya. Tapi kok kowe malah dadi siji? Ngapa, ada apa? Ngapa dadi siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono. Dhong ra? Wis diasumsi, ana ra?” M: “Mboten, Pak.” D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.” (F4) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Jawaban mahasiswa tidak memuaskan). Tuturan F4 merupakan maksud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175
Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F4 adalah penutur tidak menrima jawaban mitra tutur, kerena menurut penutur seharus mitra tutur memiliki asumsinya sendiri berdasarkan teori beberapa ahli yang dipakai. Maksud basa-basi dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F4 yang berbunyi “Hiss, ra ono ki piye? Ra bener nek kuwi”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori
yang bertugas
untuk
memulai,
mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
Tuturan F5 (a4 dan b3) M: “Aku tuh sebenernya pengin ganti judul, yang tentang bikin RPP, tuh boleh nggak sih, Bu, sebenernya?” D: “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.” (F5) M: “Oh, gitu ya, Bu, terus judulku yang kemarin pas seminar penelitian udah baik belum ya, Bu?” D: “Udah mending lanjut itu aja.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang kelas. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan. Maksud tuturan F5 adalah penutur berharap mitra tutur tidak menggunakan RPP dalam penelitiannya. Maksud tuturan fatis ini dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F5 yang berbunyi “Ya jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi saya sarankan jangan pake itu”. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F6 (a3 dan b6) M: “Terus kalau sangat tidak setuju itu, satu harus ada literaturnya ya Pak atau nggak?” D: “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.” (F6) M: “Oh, jaraknya itu ya, Pak?” D: “Memberi 0-5-10-15 ya boleh saja, tapikan paling gampang ya 1 2 3 4 5.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177
ruang dosen. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F6 adalah penutur tidak mengharuskan mitra tutur memiliki literature mengenai pernyataan mitra tutur. Maksud tuturan F6 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F6 yang berbunyi “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori
yang bertugas
untuk
memulai,
mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F7 (a3 dan b6) M: “Terus nanti yang pengambilan, misalkan kalau valid atau tidak, R hitung kan lebih besar dari apa, gitu ya, Pak. Itu kan teori tapi nanti pake harus ada buku sumbernya atau nggak? Atau pakai modul waktu PBS 1 itu boleh?” D: “Ya, sebetulnya kalo dicari sumbernya ya valid, tapi kalo anu ya, apa emm, sebenernya kalau pake modul juga ngga kalau susah nyari bukunya pake modul itu ndak pa-pa.” M: “Iya, Pak, sama sebenernya kemarin kalo abis nyebarin kuisioner di SMK 1 Depok itu, minta surat dulu ya, Pak?” D: “Emm, sebetulnya ndak usah saja.” (F7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 178
ruang dosen. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F7 adalah penutur tidak menyetujui pendapat dari mitra tutur. Maksud tuturan F6 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F7 yang berbunyi “Emm, sebetulnya ndak usah ndak papa”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F8 (a4 dan b5) D: “Gitu, ini kan sama semua.” M: “Iya kemarin waktu saya utak-atik, 2 dua semua, 1.5 satu setengah semua. Terus, kan kemarin saya juga coba. Pertama 1.5 kan, Bu, terus saya enter, nah saya enter lagi jarak yang kedua saya jadiin 2 malah jadi kejauhan banget.” D: “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas, kan bisa ini satu, terus itu lho, yang before/after itu loh itu kan ada itu kan bisa diatur, jadi nanti jaraknya 1.5. ya kira-kira 1.5. Ya, mungkin nggak pas 1.5, tapi kira-kira yang jelas jarak antar buku itu lebih besar daripada jarak antar baris yang satu judul. Contohnya, ada lah yang di skripsiskripsi itu. Nah untuk proposal ini, masih perlu direvisi.” (F8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F8 adalah penutur menganggap keluhan mitra tutur hanya masalah kecil yang seharusnya bisa di atasi oleh mitra tutur sendiri. Maksud tutran F8 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F8 yang berbunyi “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas”. Kategori fatis “ah” pada umumnya dapat dimaknai sebagai peranti untuk memberikan maksud penekanan atas rasa penolakan atau dapat juga maksud acuh tak acuh. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F9 (a4 dan b5) M: “Ini kan kalau yang apa pisah itu uraiannya dibuat dua kali itu loh bu yang pilihan ganda.” D: “Nah, tapi kan maksud saya itu kan ada lembar kerja terus ada bagian evaluasi. Nah, evaluasi itu kan ada sikap sama itu ta yang kognitif. Nah, kalau yang sikap kan yang ini, lalu yang penilaian yang KI 3.4, nah itu yang mana? nah kalau yang soal akhir ini. Ini termasuk lembar kerja atau untuk penilaian yang KI 3.4 yang ini? Karena lembar kerja dan soal evaluasi kan berbeda, karena sebenarnya untuk memfasilitasi mereka aktif ketika proses pembelajaran, meskipun mereka mengerjakan sesuatu, tapi kan di situ bukan evaluasi, itu tapi memfasilitasi aktivitas belajar. Nah, mungkin ada evaluasi di belakang. Nah, yang kamu maksud dengan evaluasi ini yang mana, soal ini atau bukan kalau yang ini untuk apa?” M: “Nah, uraiannya kan ada dua kali, Bu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180
D: “Nah, tapi judulnya ya jangan uraian.” M: “Hehehehe” D: “Kok judul kok uraian, ya itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan.” (F9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F9 adalah penutur berharap mitra tutur mampu membedakan antara soal uraian dan soal latihan atau soal evaluasi. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F9 yang berbunyi “Kok judul kok uraian, yo itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan”. Kategori fatis “kok” lazimnya digunakan untuk menekankan alas an dan pengingkaran. Selain itu, “kok” dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Tuturan F10 (a4 dan b5) D: “Nah, kalau yang di lapangan yang di kelas itu, ya, idealnya mereka pakai yang ini, idealnya mereka pake pas pembelajaran. Jadi, nggak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181
cuma sehari idealnya, ya, kan kalo pas kamu penelitian itu kalo pas mereka ada materi itu, maksudnya dipake, idealnya gitu. Apalagi?” M: “Berarti ini nanti dipindah ke belakang ya, Bu?” D: “Apanya?” M: “Ininya. Penilaiannya.” D: “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” (F10) M: “Hanya melihat.” D: “Jangan hanya melihat begitu, ya dipikir juga, kenapa diletakkan di sini, misalnya.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F10 adalah penutur ingin mitra tutur mampu menjelaskan penempatan penilaian dalam evaluasi yang akan digunakan untuk penelitiannya. Maksud tuturan dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F10 yang berbunyi “Lha iya mosok di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?”. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182
Tuturan F11 (a4 dan b5) D: “Saya lupa kalo itu, kecuali kalau ada bukunya yang asli, gitu. Tapi dimana, kalau pinjem pada nggak dikembalikan.” M: “Ibu nanti ada jam sore?” D: “Saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.” (F11) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal.Tuturan terjadi di ruang dosen). Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal. Tuturan terjadi di ruang dosen. Maksud tuturan F11 adalah penutur menolak untuk ditemui lagi, karena akan pulang lebih awal. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F11 yang berbunyi “Wah, saya pulang awal nanti. Mau ada perlu e”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. 4.3 Pembahasan Setelah peneliti menganalisis data dengan memaparkan wujud dan maksud tuturan fatis yang diperoleh dari proses pembimbingan skripsi. Data yang telah dianalisis masih perlu dibahas, agar kita mengetahui jenis tuturan dan penanda fatis yang baru. Pada subbabb pembahasan ini, peneliti akan
menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183
perbandingan jenis tuturan fatis yang telah diperoleh dari analisis data, agar kita mengetahui perbedaan setiap jenisnya beserta alasan yang mendasari munculnya perbedaan itu dengan menggunakan teori para ahli. Peneliti akan mencoba memaknai apayang dimaksud dengan komunikasi fatis. Tuturan fatis berdasarkan kategori acknowledgement menurut Ibrahim (1993: 16), seperti pada skripsi Dinda dan Surahmatwiyata yang dijadikan sebagai relevansi penelitian ini, subkategori tersebut berfungsi dalam tuturan basa-basi. Jenis tuturan fatis yang dideskripsikan dalam skripsi ini sama seperti penelitian sebelumnya, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa subkategori tersebut dapat berfungsi pula dalam jenis tuturan fatis baru. Peneliti menyebut jenis tuturan fatis yang baru dengan istilah tuturan fatis murni. Jadi, jenis tuturan fatis yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini secara keseluruhan adalah basa-basi murni, basa-basi polar, dan tuturan fatis murni. Istilah tuturan fatis murni didasari oleh beberapa alasan berdasarkan teori beberapa ahli tentang pengertian kategori fatis dan hubungannya dengan basabasi. Istilah fatis itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu phatic communion (komunikasi fatis) yang dicetuskan oleh Malinowski (1923: 315) dalam tesis Waridin (2008: 13) yang mendefinisikan istilah tersebut sebagai „a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word‟. Teori ini juga digunakan dalam penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian milik Dinda dan Surahmatwiyata tentang basa-bsi. Dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184
peneliti tersebut mengaitkan teori Malinowski itu dengan tuturan basa-basi. Namun, peneliti sendiri mengaitkan teori tersebut dengan tuturan yang diperoleh dari proses pembimbingan skripsi yang mana menemukan tuturan fatis yang bukan merupakan tuturan basa-basi. Istilah fatis itu sendiri di dalam skripsi ini mencakup tuturan fatis murni, tidak hanya sekadar basa-basi. Lalu menurut Kridalaksana (1986: 111), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat nonbaku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Dari teori beberapa ahli yang telah dipaparkan, tampak bahwa istilah „fatis‟ itu dapat berdiri sendiri, artinya, istilah fatis tidak terbatas pada suatu jenis tuturan tertentu.Menurut peneliti, definisi „fatis‟ merupakan suatu „unsur‟ yang terkandung dalam berbagai macam bentuk tuturan, tidak hanya tuturan basa-basi. Istilah „fatis‟ dapat mencakup berbagai macam kemungkinan jenis tuturan yang mengandung unsur kefatisan itu sendiri. Maka, tuturan yang mengandung unsur fatis dapat disebut sebagai „tuturan fatis‟. Dalam skripsi ini, peneliti mengamati tuturan dari pembimbingan skripsi yang sebagian tuturan fatis yang diperoleh memang bukan tuturan basa-basi. Namun, tuturan fatis itu masih memiliki karakteristik seperti tuturan basa-basi, yang selama ini dikenal sebagai satu-satunya bentuk tuturan yang mengandung unsur fatis. Cara untuk mengetahui apakah tuturan itu fatis atau bukan yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185
dengan melihat kehadiran unsur fatis berupa penanda. Penanda itu disebut sebagai penanda fatisatau partikel fatis atau kategori fatis. Begitulah peneliti memaknai istilah fatis yang ternyata adalah suatu unsur yang terkandung pada suatu tuturan, jika tuturan itu mengandung unsur fatis (dengan meilhat maksud dan konteksnya, atau penanda fatis), maka tuturan itu merupakan „tuturan fatis‟ dan tidak hanya terbatas pada basa-basi. Dari serangkaian penjelasan yang peneliti paparkan, dapat dimaknai bahwa tuturan fatis murni merupakan tuturan yang memiliki unsur fatis dan cenderung berfungsi untuk menyampaikan pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti dalam tuturan basa-basi. Tuturan fatis murni memiliki fungsi utama sebagai penyampai pesan, seperti tuturan lainnya. Namun, tuturan fatis murni masih memiliki fungsi sosial, seperti tuturan basa-basi. Fungsi sosial bagi peneliti dipahami sebagai fungsi yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Hal itu selaras dengan teori Malinowski (1923: 315) dalam tesis Waridin (2008: 13) yang mendefinisikan istilah tersebut sebagai „a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word‟ basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Fungsi sosial juga dapat dimengerti sebagai bagian dari sifat kategori fatis, yang mana menurut Kridalaksana (1986: 111) bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Teori itu mirip selaras dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186
teori Jakobson (1980) yang mendefinisikan basa-basi sebagai tutran yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Ketiga teori tersebut memperkuat kehadiran fungsi sosial dalam tuturan fatis murni yang memiliki karakteristik seperti tuturan basa-basi. Penjelasan tersebut juga menunjukkan bahwa fungsi sosial sebenarnya juga termasuk dalam unsur fatis, karena merupakan tuturan fatis. Hal itu juga diperkuat oleh keterkaitan antara fungsi sosial dengan sifat kategori fatis, seperti yang telah dibicarakan di atas. Tuturan fatis murni bukan merupakan tuturan basa-basi karena tuturan tersebut masih membicarakan hal yang penting dan memang diperlukan sesuai dengan tujuan komunikasi. Jadi, memaknai komunikasi fatis tidak hanya terdapat pada tuturan dalam bentuk basa-basi saja. Tetapi, suatu tuturan yang mengandung unsur fatis, meskipun bukan merupakan basa-basi, bisa kita sebut sebagai komunikasi fatis. Penanda atau unsur fatis itu membuat percakapan yang berlangsung menjadi lebih ringan, meskipun pesan yang disampaikan berisi informasi penting bukan hanya sekadar berfungsi sebagai basa-basi. Dengan demikian tuturan fatis murni jelas merupakan tuturan yang mengandung unsur fatis, cenderung mngutamakan fungsinya sebagai penyampai pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti tuturan basa-basi. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan tersebut hanya terdapat pada tuturan basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998: 171) tentang jenis basa-basi, yaitu basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 187
murni dan basa-basi polar. Peneliti menemukan bahwa tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni, artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan sebagai penyampai pesan yang disertai dengan penanda kefatisan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi fatis tidak hanya dalam bentuk basa-basi semata, namun komunikasi fatis dapat bermanifestasi menjadi tuturan fatis murni. Komunikasi fatis merupakan sebuah komunikasi non-verbal (lisan), di dalamnya mengandung unsur-unsur fatis termasuk dialek. Tuturan fatis merupakan tuturan yang sangat dipengaruhi konteks pembicaraan, maka ungkapan yang mengandung unsur fatis atau penanda fatis meskipun bukan basa-basi juga merupakan wujud tuturan fatis yang kemudian peneliti menyebutnya dengan tuturan fatis murni. Komunikasi fatis adalah fungsi bahasa yang digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan yang di dalamnya mengandung penanda fatis berupa kata maupun frasa. Tuturan fatis murni yang dimaksud berbeda dengan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang harus disampaikan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan komunikasi. Adanya unsur fatis dalam suatu tuturan fatis murni membuat percakapan lebih ringan dan dapat memahami informasi lebih mudah. Wujud tuturan fatis pada tuturan yang peneliti temukan berdasarkan pada 8 subkategori acknowledgement. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 6 subkategori. Keenam subkategori itu tidak hanya berlaku pada basa-basi, namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 188
juga berlaku pada tuturan fatis yang bukan merupakan basa-basi, seperti yang kemudian peneliti sebut sebagai tuturan fatis murni. Peneliti menemukan bahwa penanda fatis yang sama dapat tidak hanya berfungsi pada tuturan dalam subkategori acknowledgment. Tuturan fatis yang peneliti temukan memiliki beberapa fungsi diantaranya, (1) untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung, (2) untuk memulai dan mengakhiri percakapan, (3) untuk memecah kesenyapan, (4) untuk menciptakan harmoni dan perasaan nyaman, (5) untuk mengungkapkan kesantunan, (6) menyampaikan pesan. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi basa-basi menjadi dua yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Tuturan yang termasuk dalam basa-basi murni adalah tuturan A1, B1, B2, B3, C1, C2, C3, C4, dan C5 (9 tuturan). Sedangkan basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Tuturan yang termasuk dalam basa-basi polar adalah tuturan D5, D6, D7, dan D8 (4 tuturan). Sedangkan tuturan yang termasuk tuturan fatis murni adalah tuturan D1, D2, D3,D4, D9, D10, E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7, E8, E9, E10, F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9, F10, F11 (27 tuturan). Subkategori maaf menandai suatu ungkapan permintaan maaf atau penyesalan yang dilakukan penutur terhadap mitra tutur. Bentuk fatis yang ditemukan pada subkategori ini maaf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 189
Subkategori salam menandai suatu bentuk ekspresi rasa senang atau sopan santun yang dilakukan penutur terhadap mitra tutur.Bentuk fatis yang ditemukan pada subkategori ini mari, permisi, selamat siang. Subkategori terima kasih menandai suatu bentuk ekspresi rasa senang dengan berterima kasih atau bersyukur yang dilakukan penutur terhadap mitra tutur. Bentuk fatis yang ditemukan pada subkategori ini makasih. Subkategori mengundang menandai suatu ungkapan berupa undangan atau permintaan atau harapan baik yang dikatakan oleh penutur terhadap mitra tutur. ini lha, hah, nah, lho, kok, ehm. Subkategori menerima menandai suatu ungkapan penerimaan yang dibicarakan oleh penutur terhadap mitra tutur. Bentuk fatis yang ditemukan pada subkategori iniiya, ya ra papa, emm, oh, yaudah, oke, oow. Subkategori menolak menandai suatu ungkapan penolakan yang dilakukan penutur terhadap mitra tutur. Bentuk fatis yang ditemukan pada subkategori inilha, mbuh, halah, hiss, piye, tuh, emm, ah, kok, wah. Peneliti menemukan bentuk penanda fatis yang memiliki kesamaan karakteristik dengan temuan para ahli dan penelitian sebelumnya. Selain itu, penanda fatis temuan peneliti juga merupakan kata fatis yang sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Penanda fatis yang peneliti temukan dalam penelitian ini berjumlah 28 yaitu maaf, mari, permisi, selamat siang, makasih, lha, hah, nah, lho, kok, ehm,iya, ya ra papa, emm, oh, yaudah, oke, oow, lha, mbuh, halah, hiss, piye, tuh, emm, ah, kok, wah. Beberapa penanda fatis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 190
peneliti temukan merupakan bentuk yang berbeda dari temuan para ahli sebelumnya. Kemudian peneliti mencoba untuk memberikan penafsiran sesuai dengan tuturan dan konteks yang menyertai penanda fatis yang bersangkutan. Peneliti menemukan beberapa tuturan yang dominan pada jenis tuturan fatis kategori acknowledgement subkategori menerima, mengundang, dan menolak, lebih banyak dibandingkan dengan subkategori minta maaf, terima kasih, dan salam. Peneliti menemukan 10 bentuk tuturan fatis subkategori menerima, 10 bentuk tuturan fatis pada subkategori mengundang, dan 11 bentuk tuturan fatis pada subkategori menolak. Berdasarkan analisis data, tuturan yang terdapat dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi lebih mengarah ke dalam subkategori tersebut. Mengapa demikian? Pada saat pembimbingan skripsi, di dalamnya berisi masukan, pernyataan, saran, nasehat, yang mengandung penolakan, penerimaan, dan permintaan, guna memperbaiki penyusunan skripsi. Pada subkategori menerima, mahasiswa menerima saran dan masukan dari dosen. Subkategori mengundang, dosen lebih banyak meminta mahasiswa berpikir dan menyatakan pendapatnyaguna memperbaiki penyusunan skripsinya. Subkategori menolak, dosen lebih menolak pernyataan mahasiswa karena dirasa kurang efektif. Sedangkan subkategori lain yang kurang dominan, lebih banyak berperan untuk menjalin hubungan sosial dan sopan santun pada saat akan memulai, mempertahankan, dan mengakhiri percakapan konsultatif dalam pembimbingan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP Bab ini akan memaparkan dua hal pokok, yaitu (1) simpulan dan (2) saran. Simpulan berisi rangkuman keseluruhan isi dari penelitian ini. Sedangkan, saran berisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, baik mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia, maupun peneliti lain. Berikut adalah pemaparan dari kedua hal itu. 5.1 Simpulan Berdasarkan uraian dalam bab IV mengenai tuturan fatis yang digunakan untuk komunikasi dalam ranah pendidikan. Peneliti menemukan adanya tuturan fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Temuan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Peneliti menemukan satu bentuk komunikasi fatis dalam bentuk basa-basi berbahasa dan tuturan fatis murni. Peneliti menemukan enam wujud tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa pada program studi pendidikan akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang ditinjau dari kategori Acknowledment-nya. Wujud tuturan fatis yang peneliti temukan dari kedelapan subkategori Acknowledmenthanya enam subkategori. Keenam subkategori tersebut ialah (1) apologize (meminta maaf), (2) greet (memberi salam), (3) thanks (berterima kasih), (4) bid (meminta/mengundang), (5) accept (menerima), (6) reject (menolak). 191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 192
Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf.Greet (salam) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa senang karena bertemu seseorang. atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan salam.Thank (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk mengekpresikan terimakasih karena mendapatkan bantuan atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan
berterimakasih.Bid
(mengundang)
yaitu
fungsi
tuturan
untuk
mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang.Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima.Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran petutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Maksud dalam sebuah tuturan sebuah tuturan hanya terdapat pada si pemilik tuturan. Begitu pun dengan maksud dalam sebuah tuturan fatis. Seseorang mengucapkan tuturan fatis memiliki maksud tersendiri dengan tuturannya tersebut. Dalam kategori acknowledgment, seseorang yang mengucapkan tuturan basa-basi memiliki maksud untuk memulai pembicaraan, menyela aktivitas lawan bicara, mencairkan suasana, mempertahankan pembicaraan, menarik perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 193
lawan bicara, mengakhiri pembicaraan, menjaga hubungan baik dengan lawan bicara, menunjukkan keramahan, kesopanan dan ketegursapaan. Semua itu tergantung pada motivasi setiap individu yang mengucapkan tuturan fatis. Maksud tuturan fatis dalam kategori acknowledgment, selain dipengaruhi oleh motivasi dari individu yang mengucapkan tuturan fatis, juga dipengaruhi oleh konteks tuturannya. Berikut ini adalah rincian maksud tuturan fatis berdasarkan
subkategori
acknowledgment
dalam
wacana
konsultatif
pembimbingan skripsi pada program studi Pendidikan Akuntansi semester genap tahun akademik 2015/2016Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 1. Subkategori
Meminta
Maaf
(Apologize)
memiliki
maksud
untuk
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan. 2. Subkategori Salam (Greet) memiliki maksud untukmengekspresikan rasa senang, merayu dan menyadarkan lawan bicara akan kehadiran seseorang. 3. SubkategoriBerterima
Kasih
(Thank)
memiliki
maksud
untukmengekpresikan rasa terimakasih karena mendapatkan bantuan atau mitra tutur. Selain itu, maksud kategori ini juga untuk menutupi rasa malu, menghargai kebaikan lawan bicara, dan mengekspresikan kepuasannya. 4. SubkategoriMengundang (Bid) memiliki maksud untuk mengekspresikan penawaran dan permintaan baik penutur maupun mitra tutur. 5. Subkategori Menerima (Accept)memililki maksud untuk mengekspresikan penghargaan dalam bentuk penerimaanatas tuturan fatis yang diucapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 194
mitra tutur, mempengaruhi mitra tutur untuk mengungkapkan tujuan, menyenangkan dan menenangkan hati mitra tuturnya.. 6. Subkategori Menolak (Reject) memiliki maksud untukmengekspresikan penolakan baik penutur maupun mitra tutur.
5.2 Saran Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti memberi beberapa saran. Berikut adalah saran dari peneliti. 1. Bagi Program Studi Pendidikan Akuntansi, penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki komunikasi pada saat dosen dan mahasiswa melakukan pembimbingan skripsi.Proses pembimbingan skripsi harus memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta penggunaan unsur kefatisan agar tidak menyinggung perasaan satu sama lain. 2. Penelitian ini hanya meneliti tentang wujud dan maksud komunikasi fatis berupa tuturan fatis antara dosen dan mahasiswa pada program studi pendidikan akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam proses pembimbingan skripsi. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan subjek dan ranah yang berbeda seperti ranah masyarakat, keluarga, dan sebagainya 3. Penelitian ini menemukan satu kategori dan 6 subkategori. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan manifestasi lain dari komunikasi fatis selain basa-basi (kategori dan subkategori wujud basa-basi berbahasa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 195
dan tuturan fatis murni yang lain sehingga teori tentang komunikasi fatis semakin lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR RUJUKAN Ahmad, dan Abdullah, Alek. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga. Arimi, Sailal. 1998. „Basa-basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia‟. Tesis. Yogyakarta: UGM. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Damarsasi, Dinda. 2014. „Basa-basi Berbahasa antara Siswa dan Karyawan di SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014‟. Skripsi. Yogyakarta: USD. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Effendy, O. Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. 2007. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ghony dan Almanshur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Arruzz Media. Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Jumanto. 2008. Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Semarang: World Pro. Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Louise. Cummings. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. ____________. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nadir, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu. Pratowo, Andi. 2014. Metode penelitian kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 197
Purwo, Bambang. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. Rahardi, Kunjana. 2015. Kajian Pragmatik dalam Berbagai Bidang (Seminar Nasional Prasasti II). ISBN: Program Studi S3 Linguistik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. ______________, dkk. 2014. Adabiyyat Jurnal Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. ______________, dkk. 2014. Adabiyyat Jurnal Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga. ______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. ______________. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. ______________. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Penerbit Dioma.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma Anggota APPTI. Surahmatwiyata. 2015. Basa-basi Berbahasa antara Keluarga Bangsawan dan Abdi Dalem Kasultanan Yogyakarta. (Skripsi). Yogyakarta: USD. Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana (Anggota IKAPI). Waridin. 2008. Ungkapan Fatis dalam Acara Temu Wicara Televisi. Jakarta: FIB UI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABULASI DATA TUTURAN FATIS KEFATISAN PERMINTAAN MAAF (APOLOGIZE)
Keterangan: Tuturan fatis (dicetak tebal) Penanda fatis (dicetak tebal dan miring) NO. 1.
TUTURAN Tuturan A1 (a1 dan b1) D: “Uji linearitas, terus setelah itu multilinearitas, terus setelah itu multinitas. Terus multikolinearitas. Terus heteroseganisitas.” M: “Kalo nggak ada gimana, Pak?” D: “Ha, ya, konsekuensi arep ngganggo regresi ya ngono, ra gelem ya wis ra sah.” M: “Iya, Pak maaf Pak maaf, orang udah sampe sini.” D: “Ra gelem ya ra pa-pa kok ya.” M: “Iya, Pak, iya”
KONTEKS -
-
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun berjenis kelamin laki-laki. Penutur mahasiswa berusia 21 tahun berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan metode penelitian yang akan dilakukan.
MAKSUD Basa-basi Meminta maaf - Mahasiswa meminta maaf sambil tertawa supaya dosen melanjutkan penjelasannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEFATISAN MEMBERI SALAM (GREET)
NO. 2.
3.
TUTURAN
KONTEKS
Tuturan B1 (a1 dan b1) M: “Iya, Pak” D:“Nek berkomunikasi ki ra mesti dengan orang lain, ora berkomunikasi langsung, ora berkomuniksi dengan Simbok. Jadi, berkomunikasi itu tidak harus dengan orang lain. Kalau mau ditambah, nggak pa-pa, tapi ndak efisien, nah, begitu loh. Coba kowe maca kalimatmu sing awal. Orang yang berhasil berkomunikasi dengan lancar dengan orang lain dengan orang akan berhasil dalam pergaulan apabila mampu berkomunikasi dengan orang lain. Padha apa beda. Silakan. Wis. Malah ngenteni diusir.” M: “Iya Pak. Sebentar Pak, sebentar. Makasih. Mari Pak.”
-
Tuturan B2 (a4 dan b3) M: “Permisi, Bu, mau konsul.” D: “Ya silakan, konsul apa?” M: “Ini Bu tentang skripsi, masih bingung mau lanjut judul yang lama atau yang baru.” D: “Emang judul yang baru mau judul yang seperti apa?”
-
-
-
-
-
-
MAKSUD
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan dalam ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai kesalahan struktur kalimat. Setelah berpamitan, mahasiswa berdiri kemudian meninggalkan ruang dosen.
Basa-basi Memberi salam. - Mahasiswa memberi salam dan berpamitan secara santun saat akan meninggalkan ruang dosen.
Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen sedang
Basa-basi Salam Mahasiswa mengucapkan „permisi‟ untuk memulai pembicaraan dengan dosen secara santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4.
Tuturan B3 (a4 dan b5) D: “Paling tidak ada background yang bisa menjelaskan gitu, loh. Ya, saya tahu, Pak Tri dulu itu juga dosen saya, ya, saya tau, sih. Eh, apa ya. kemampuannya tahu, tapi kan di sini namanya ahli media. Kamu nanti kalau ujian ditanya misalnya kenapa memilih ahli ini sebagai ahli media misalnya. Penjelasanmu apa? Ini namanya ahli media, loh. Ya, ta? Nah itu kan ada background yang mendukung.” M: “Berarti saya harus tanya-tanya lagi.” D: “Lha, iya” M: “Ya, sudah Bu, kalau begitu. Permisi, makasih, ya Bu, selamat siang.” D: “Iya, ya ya. Selamat siang”
-
-
-
duduk dan memasukkan latop ke dalam tas, kemudian mahasiswa menghampiri dosen dengan memberi salam terlebih dahulu. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 Basi-basi memberi Salam. tahun, berjenis kelamin perempuan. - Mahasiswa memberi salam dan Penutur seorang mahasiswa berusia berpamitan secara santun saat 22 tahu, berjenis kelamin perempuan. akan meninggalkan ruang dosen. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan mengenai ahli media untuk penelitian mahasiswa. Mahasiswa berpamitan kepada dosen kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEFATISAN BERTERIMA KASIH (THANK)
NO. 5.
TUTURAN Tuturan C1 (a1 dan b1) M: “Pak nomer dua benar belum, Pak? Kan kemarin diminta untuk e langkah-langkah. Kalau begini, ini gimana Pak? D: “Ya tinggal tambahin ini. Wis kono, wis diusir, ndang lunga.” M: “Makasih, Pak” D: “Dhong ra kowe?” M: “Dhong, Pak.”
KONTEKS -
-
-
6.
Tuturan C2 (a3 dan b6) M: “Aku masih bingung sama perhitungannya, takutnya nggak selesai.” D: “Nggak pa-pa, perhitungannya dipermudah saja.” M: “Mohon bantuannya, ya, Bu, kalau besok ada kesulitan.” D: “Iya, besok konsul aja kalau ada kesulitan lagi.” M: “Makasih ya, Bu, atas waktunya.” D: “Ya, sama-sama.”
MAKSUD
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran kepada mahasiswa untuk perbaikan skripsinya. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih.
Basa-basi Berterimakasih. - Mahasiswa berterima kasih kepada dosen karena telah memberikan bimbingan dan arahan karena proposal penelitiannya masih belum sesuai.
Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi.
Basa-basi Berterimakasih. - Mahasiswa berterima kasih kepada dosen karena telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7.
Tuturan C3 (a4 dan b3) M: “Besok kalau saya bingung lagi saya ke sini ya, Bu.” D: “Ya” M: “Makasih ya, Bu.” D: “Ya.”
-
-
-
8.
Tuturan C4 (a1 dan b1) D: “Karena ketika orang mau mengutip, ini kan nanti kutipannya akan semacam ini. Ya, kan kutipannya, lebih baik, iki nganu wae. Sakjane iki ya ra pa-pa sih. Nek iki ya
-
Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran untuk berkonsultasi ketika mahasiswa menemukan kesulitan kembali. Setelah mengucapkan terima kasih, mahasiswa meninggalkan ruang dosen.
Basa-basi Berterimakasih. - Mahasiswa berterima kasih kepada dosen karena mau menerima dan bersedia membantu ketika menemukan kesulitan kembali.
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin
Basa-basi berterima kasih - Mahasiswa berterima kasih kepada dosen karena proposal penelitiannya telah dinyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ra pa-pa, ning akan lebih baik, tanda tangan sik wae.” M: “Pak hari ini saya bisa minta tanda tangan Pak, sebelum jam 8?” D: “Usahain, saya mau ngetes kowe. Isa ra kowe?” M: “Bisa kok, Pak. Makasih, Pak.” D: “Iya, coba usaha” M: “Iya, Pak”
-
-
-
9.
Tuturan C5 (a1 dan b2) D: “Kamu itu banyak yang ndak jelas, kamu itu harus lebih jelas ini ya, nanti dicek kemudian segera diperbaiki kemudian segera datang ke tempat saya. M: ”Iya, Pak,” D: “Saya harus ngajar jam 8 ini nanti saya terlambat.” M: “Terima kasih, Pak” D: “Ya.”
-
-
-
perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran dan penjelasan untuk memperbaiki penulisan penulisan kutipan dan meminta mahasiswa untuk segera mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa meninggalkan ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan saran suapaya mahasiswa lebih teliti dan cermat dalam mengerjakan skripsinya. Dosen terburu-buru karena ada jam mengajar. Mahasiswa meninggalkan
benar dan diizinkan untuk segera melakukan penelitian.
Basa-basi berterima kasih Mahasiswa berterima kasih kepada dosen karena telah membantu mengarahkan mahasiswa membuat proposal yang baik dan benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ruang dosen setelah mengucapkan terima kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEFATISAN DALAM MENGUNDANG (BID)
NO.
TUTURAN
KONTEKS
10. Tuturan D1 (a1 dan b1) M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, neng kene ta ya, ra ana?” M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya, terus” M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.” D: “Apa wae yang signifikan? M: “Cuma dua ini, Pak” D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….” D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.”
-
11. Tuturan D2 (a2 dan b4) M: “Kalo dimensi ini saja kan nggak pa-pa kan, Pak?” D: “Hah?” M: “Kalo dimensinya yang diteliti itu saja kan nggak pa-pa kan, Pak?”
-
-
-
-
-
MAKSUD
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar.
Basa-basi Mengundang. - Dosen menanyakan kepada mahasiswa agar melanjutkan apa yang belum selesai dijelaskan mahasiswa.
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.
Basa-basi Mengundang. - Dosen menggunakan penanda fatis „hah‟ supaya mahasiswa mengulang kembali apa yang sebelumnya telah dijelaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D: “Ya ra pa-pa, tapi kan di sini kan ada ilmu sosial, bla bla bla dan seterusnya terhadap pelajaran apa?” M: “Matematika”
-
-
12. Tuturan D3 (a1 dan b1) M: “Sebelum multikulinear itu lho, Pak?” D: “Hah?” M: “Multi...” D: “Hayo? M: “Nanti saya cari, Pak, bukunya. Haha lupa, Pak.”
Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen.
-
Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi apa saja yang akan diteliti pada penelitiannya.
-
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear.
Basa-basi Mengundang. - Dosen menggunakan penanda fatis „hayo‟ supaya mahaiswa melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti karena tidak menguasai materi.
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa
Basa-basi Mengundang. - Dosen mencoba mengundang mahasiswa untuk menyimpulkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya.
-
-
-
13. Tuturan D4 (a3 dan b6) D: “(membaca) Sekarang kalau saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, kalau kamu jawab sangat setuju gitu. Itu artinya apa? M: “Ya berarti kalo kelas yang berisik itu mempengaruhi saya, jadi saya males gitu, Pak.” -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D: “Jadi, saya males, karena kelasnya ramai. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males, gitu?” M: “Saya tidak males, walaupun dia berisik.” D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang paling besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti e saya sangat terpengaruhi situasi.”
14. Tuturan D5 (a1 dan b1) D: “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak, Mbak?” M: “Pernah, Pak, jelek banget, Pak. Yang proposal yang kemarin yang itu lho, Pak yang proposal waktu seminar itu lho, Pak. Jelek banget.” D: “Beda, ya?” M: “Yang proposal waktu saya seminar presentai itu lho, Pak,” D: “Gimana?” M: “Jelek banget.” D: “Terus?” M: “Nggak nge-dhong maksudnya gimana.” D: “Terus sekarang.” M: “Ya lumayanlah, Pak. Ada perbaikan. Setiap saya bimbingan pasti ada perbaikan kok Pak. Berarti ini udah di ACC ya Pak? Ya, Pak, ya?” D: “Ngopo di ACC?
-
-
-
-
berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataanpernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri.
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan.
Basa-basi Mengundang. - Dosen memancing mahasiswa siswa untuk menceritakan perbedaan proposalnya sebelum dan setelah bimbingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
M: “(tertawa) nggih, Pak.
15. Tuturan D6 (a1 dan b2) M: “Karyawan bagian kebersihan itu predikatnya, kan dia menyatakan eh, jadi subjeknya itu Lun, kemudian predikatnya itu karyawan bagian kebersihan terus objeknya eh sebentar-sebentar, Lun ini eh subjeknya terus eh menyapu itu, eh ini predikatnya menyapu, terus objeknya di hotel Samarinda.” D: “Sudah ini kalo kamu mbaca gimana? Coba dibaca!” M: (membaca dan mencoba) D: “Ini baru dua alinea lho, ini ketok e baru dua halaman lho iki.” M: “Eh subjeknya Lun, kemudian dia predikatnya itu menyapu terus, eh…objeknya lantai yang kotor.” D: “Lainnya sebagai apa itu?”
-
16. Tuturan D7 (a1 dan b2) D: “Gitu loh, kalimat sederhananya kan hanya ini. Ini kan bisa saya kembangkan lagi. Lun yang berbaju merah sebagai karyawan bagian kebersihan di hotel Samarinda menyapu lantai yang kotor sekali karena macam-macam, tapi pokok kalimatnya itu apa? Pokok kalimatnya adalah iki lho Mbak. Lun menyapu lantai. Nah sekarang kalau di sini kalimat utamanya di mana ini? Tiga kata!” M: “Emm, orang tua membentuk karakter anak, eh.. emm (masih mencoba menganalisis kalimat utama bagian proposalnya). Eh subjeknya tuh orangtua terus, ”
-
-
-
-
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik.
Basa-basi Mengundang - Dosen memberikan pernyataan untuk agar mahasiswa melanjutkan tuturannya dalam menemukan struktur kalimat.
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk
Basa-basi Menantang - Dosen memberikan pernyataan kepada mahasiswa agar membuat kalimat sederhana lebih cepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D: “Masa membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2-3 menit malah 5 menit.”
17. Tuturan D8 (a1 dan b2) D: “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?” M: “Ada, Pak.” D: “Siapa?” M: “Emm namanya, Ani sama Song sama Mely sama….” D: “Oke, anak mana mereka, orang mana, asli mana?” M: “Satu beasiswa, Pak.” D: “Satu beasiswa, coba nanti tanyain ya pada temenmu, “eh aku diminta dosen pembimbingku itu untuk membuat kalimat sederhana dari ini, gitu ya kira-kira bagaimana”, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini banyak kalimat yang tidak efektif gitu ya, dan kalimatnya ini membingungkan, gitu ya, sehingga sodara ini perlu memperbaiki itu, gitu loh. Supaya apa? supaya satu alinea itu ada satu pokok pikiran. Kemudian ada misalnya satu kalimat utama dan sebagainya, gitu loh. Sehingga, kamu kalau misalnya ini dilakukan menjadi jelas, ini yang terjadi ini kamu membuat kalimat tetapi itu membingungkan, gitu ya. Sehingga, eh untuk yang kalimat utamanya apa.”
menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. -
-
-
18. Tuturan D9 (a2 dan b4) D: “Ya, kan yang tahu Anda ta. Ya, kalo ditanya, ya perkerjaaannya seperti ini. Lha Anda mau mngerjakan yang mana. Mengerjakan yang mana. Nih Mas Dimas juga nggak
Penutur seorang dosen berusia 55 Basa-basi Mengundang tahun, berjenis kelamin laki-laki. - Dosen mengundang/ memancing Mitra tutur seorang mahasiswa mahasiswa untuk belajar berusia 21 tahun, berjenis kelamin membuat kalimat yang baik dan perempuan. benar dalam proposal Tuturan terjadi pada saat mahasiswa penelitiannya. berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat.
Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-
Basa-basi Mengundang - Dosen memancing mahasiswa untuk menceritakan lebih lanjut dengan mengulang pernyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
datang.” M: “Ketiduran paling dia, Pak.” D: “Hah?” M: “Biasanya ketiduran.” D: “Kok bisa ketiduran?” M: “Bola, Pak, soalnya. Iya, kan tadi malam bola. Begadang terus kok, Pak. Ya yang paling jarang dia, Pak.”
19. Tuturan D10 (a2 dan b4) D: “Berarti tinggal 6? faktormu nemu nggak?” M: “Kan bareng-bareng Pak. Kemarin kita nemu 3 faktor. Setelah 3 faktor itu kan ada lainnya.” D: “Ha, iya, apa? Ya ditulis, supaya nggak lupa maksudku, begitu. Kan itu bangunan teorinya. Oke lah, kalau misalnya nggak mau nulis selalu dibaca selalu distabilo.” M: “Itu lho, Pak yang faktor demografi, sama aja 3 faktor dong, kan, Pak?” D: “Makane yang mana? Demografi kan ada pendidikan, tapikan di sini dikupas sendiri.” M: “Kan bukan anakan ta, Pak?” D: “Ya iya, berarti di anu sendiri. Iya ta?”
-
-
-
-
-
laki dan perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin lakilaki dan perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor-faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku.
Basa-basi Mengundang - Dosen mengundang mahasiswa untuk menjawab pertanyaan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEFATISAN PENERIMAAN (ACCEPT)
NO.
TUTURAN
20. Tuturan E1 (a1 dan b1) D: “Ya, silakan.” M: “Berarti perilaku belajar yang bagaimana, yang lagi, Pak?” D: “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta” M: “Oh gitu, ya, Pak.”
KONTEKS -
-
-
21. Tuturan E2 (a1 dan b1) M: “Pak, tapi nggak dijelasin itu loh, Pak. Untuk yang diprokarsinasi, jadi langsung aja, beda kalau yang prestasi belajar itu kan eee yang diteliti kan aspek ini. Kalo yang proskarsinasi, berarti sama kayak yang kecerdasan emosional?” D: “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho. Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa? Variabel prokarsinasi itu yang diteliti
-
-
-
MAKSUD
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam memperbaiki penyusunan kalimat efektif dalam proposalnya.
Basa-basi Menerima. - Dosen menyetujui usul mahasiswa.
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk
Basa-basi Menrima. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tentang apa aja?” -
22. Tuturan E3 (a1 dan b1) D: “Ndak usah nanti, nek iki dingenekke ya ra pa-pa. Ora baiknya, ora pantasnya, kabeh ki pantas. Begitu ya, dianu, kowe meh ya mung kari iki wae. Dadi aku melihat bahwa bahasamu itu lemah, gitu ya.” M: “Iya, Pak” D: “Ha, nek bahasamu lemah ki repot, karena hidup itu harus dengan bahasa. Wis apa meneh ki?”
-
-
-
23. Tuturan E4 (a1 dan b1) D: “Jadi gini lho, satu alinea itu kan satu topik pembicaraan, perbedaan, berarti perbedaan itu kalau mau yang berbeda, kamu ngomongkan perbedaan penelitiannya. Terus di alinea berikutnya, di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh..” M: “Iya Pak.” D: “Di sisi lain atau di samping itu, selain itu pandangan yang ketiga..”
-
-
-
berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar.
Basa-basi Menerima. - Mahasiswa menerima saran dari dosen.
Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk
Basa-basi Menerima. - Mahasiswa menerima saran dari dosen dan berusaha mengerti apa yang dijelaskan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
M: “Emm, iya, Pak” -
24. Tuturan E5 (a4 dan b5) D: “Ya idealnya itu diperbaiki diuji lagi, tapi kan ndak mungkin. Ndak mungkin itu kita maksude, ya, apa namanya, kita fokus pengalaman saja sehingga tidak perlu yang itu kuliah S2 evaluasi, yang penting kan sekarang yang nggak valid buang aja, lalu” M: “Terus nanti, apa saya memberi skor 12345 itu nanti ditulis di pembahasan juga atau? D: “Ndak usah itu langsung di excel, itu kan kamu buat tabelnya di excel atau langsung di word juga boleh. Lalu kalau pun di pembahasan, hanya ditaruh di skripsi saja.” M: “Oh”
-
25. Tuturan E6 (a3 dan b6) M: “Berarti nanti kalau udah selesai saya input itu, saya kasih Bapak dulu atau langsung saya analisis?” D: “Langsung kamu anu aja, eh langsung kamu setelah ditabulasi atau langsung kamu deskripsi menurut itu aja. Ya sejauh tidak banyak memberikan respon langsung deskripsikan saja atau dipersentase nanti yang mau diubah yang mana. Daripada belum kamu pub nanti kamu tunjukkan ke saya, nanti ya saya belum bisa mbaca, paling
-
-
-
-
-
-
-
berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan.
Basa-basi menerima. - Mahasiswa menerima dan berusaha memahami apa yang dijelaskan oleh dosen kepadanya.
Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk
Basa-basi Menerima. - Mahasiswa menerima saran dan bimbingan dari dosen dan merasa bimbingan hari itu sudah cukup memberikan pemahaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nanti saya hanya ngecek satu kuisioner itu nanti bener ndak masuknya gitu” M: “Ya udah Pak, itu dulu aja.”
-
-
26. Tuturan E7 (a3 dan b6) D: “Ya berarti anu, perijinan yang untuk itu diurus sekalian saja.” M: “O jadi sekalian sambil ngerjain ini sambil ngurus aja.” D: “Iya, daripada kamu ngerjain ini, mending kamu ngurus perijinan yang sesungguhnya, sekalian kamu ngurus itu.” M: “Ya udah kalau gitu. Makasih ya, Pak, ya” D: “Oke oke” M: “Mari, Pak” D: “Ya”
-
-
-
27. Tuturan E8 (a4 dan b5) D: “Kelas 10 SMA, nah ini sudah benar, tinggal diatur aja biar pemenggalannya betul.”
-
berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Setelah itu mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 45 Basa-basi Menerima. tahun, berjenis kelamin laki-laki. - Dosen mengiyakan mahasiswa Mitra tutur seorang mahasiswa yang akan meninggalkan berusia 21 tahun, berjenis kelamin ruangan dan berterima kasih. perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah berpamitan. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia
Basa-basi Menerima. - Mahasiswa menyetujui saran dan arahan dari dosen agar proposal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
M: “Kalo kaya gini boleh, Bu?” D: “Boleh. Ya, kalo mau lebih bagus ya diatur lagi ta, biar tidak hanya satu, tapi kan ini pemenggalannya kan keliru.” M: “O, ya, Bu”
-
-
28. Tuturan E9 (a4 dan b5) D: “Nah ini masih ada salah-salah tulis. Nah ini, ini kan salah nulisnya, ini salah salah tulis. Ini juga belum masuk di daftar pustaka. Ini juga. Kalau depan ya mungkin sudahlah sementara. Mulai bab tiga ini yang masih ada revisi. Sama nanti dicek lagi salah tulis di depan. Sama penulisan daftar pustaka. Itu kan sudah tak beri tau ta?” M: “Kan kemarin saya sudah nyoba, Bu, yang di sininya kan 1.5, yang ini jarak tapi jadi itu,” D: “Ya ndak, yang satu judul, itu satu spasi. Antar judul itu 1.5.” M: “Ooo”
-
29. Tuturan E10 (a2 dan b4) D: “Oh, sing penelitian bersama?” M: “Berarti nggak kepake?” D: “Apanya?” M: “Penelitian bersamanya.” D: “Itu nanti yang ngembangin aku. Nah nanti, instrumen
-
-
-
-
-
-
22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar.
penelitiannya lebih baik dan benar.
Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan, seperti penulisan daftar pustaka. Mitra tutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21-22 tahun, berjenis kelamin lakilaki dan perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa
Basa-basi Menerima. - Mahasiswa mencoba menerima dan memahami apa yang dijelaskan oleh dosen.
Basa-basi Menerima - Mahasiswa menerima saran dari dosen pembimbing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang aku kembangkan bisa direfer tapi ya jangan direfer semua.” M: “Oke oke” D: “Maksudku tak kon latian sik. Paling nggak, kalian harus ngalami. Ngerti? Oke tanggal 7, tapi boleh takon sebelum tanggal 7. Besok saya free. Dari jam 10 sampe malam saya free.”
-
berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan instrument penelitian. Mahasiswa menyetujui penjelasan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEFATISAN PENOLAKAN (REJECT)
NO.
TUTURAN
KONTEKS
30. Tuturan F1 (a1 dan b1) D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.” M: “Pengaruh” D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” M: “Tentang perilaku juga, Pak?” D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.”
-
31. Tuturan F2 (a1 dan b1) M: “Kalo kaya gini ini apa, Pak?” D: “Ini kan konstanta” M: “Iya, Pak”
-
-
-
-
-
MAKSUD
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar (kalimat efektif).
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak penjelasan mahasiswa dalam proposalnya karena dirasa penjelasan tersebut belum jelas.
Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak usul mahasiswa karena merasa mahasiswa belum menguasai atau lupa dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D: “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku.” M: “Iya, Pak”
-
-
32. Tuturan F3 (a1 dan b1) D: “Hanifah dan fransiska sama, sementara kamu kan menggunakannya berbeda, ini dijumlah, ya ra? Maka dari itu, meneliti kembali. Titik. Pada penelitian ini, ini ditambahkan. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku belajar itu dijadikan satu. Gitu lho. Atau dijumlahkan atau digabung ya terserah. Bukti yang tepat yang mana. Ha ini berbeda, sehingga ini akan memberikan perbedaan, ha, ini jelaskan di sini” M: “Njelaskane mriki ta, Pak?” D: “Tambah meneh ya ra pa-pa, tambah ngono kuwi.” M: “Tambahannya apa, Pak?” D: “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing nggarap aku,”
-
33. Tuturan F4 (a1 dan b1) D: “Ha, itu yang kamu pikir. Mereka berbeda, apa mereka sendiri-sendiri, gitu ya. Tapi kok kowe malah dadi siji?
-
-
-
-
-
perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menolak untuk menjelaskan metode penelitian, dan menyuruh mahasiswa untuk belajar terkait metode tersebut.
topik yang dijelaskan dalam proposalnya.
Penutur seorang dosen berusia 55 Basa-basi Menolak. tahun, berjenis kelamin laki-laki. - Dosen menolak untuk Mitra tutur seorang mahasiswa menjelaskan apa yang berusia 21 tahun, berjenis kelamin ditanyakan mahasiswa karena perempuan. merasa mahasiswa sendiri yang Tuturan terjadi pada saat mahasiswa harus menjawabnya. berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Namun, mahasiswa bertanya balik kepada dosen. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak jawaban mahasiswanya karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ngapa, ada apa? Ngapa dadi siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono. Dhong ra? Wis diasumsi, ana ra?” M: “Mboten, Pak.” D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.”
34. Tuturan F5 (a4 dan b3) M: “Aku tuh sebenernya pengin ganti judul, yang tentang bikin RPP, tuh boleh nggak sih, Bu, sebenernya?” D: “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.” M: “Oh, gitu ya, Bu, terus judulku yang kemarin pas seminar penelitian udah baik belum ya, Bu?” D: “Udah mending lanjut itu aja.”
-
-
-
-
-
-
berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Jawaban mahasiswa tidak memuaskan.
seharusnya mahasiswanya tidak menjawab dengan benar sesuai yang diinginkan dosen.
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang kelas. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak dengan halus, dan menyarankan mahasiswa untuk tidak menggunakan topik yang ditanyakan mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35. Tuturan F6 (a3 dan b6) M: “Terus kalau sangat tidak setuju itu, satu harus ada literaturnya ya Pak atau nggak?” D: “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.” M: “Oh, jaraknya itu ya, Pak?” D: “Memberi 0-5-10-15 ya boleh saja, tapikan paling gampang ya 1 2 3 4 5.”
-
-
-
36. Tuturan F7 (a3 dan b6) M: “Terus nanti yang pengambilan, misalkan kalau valid atau tidak, R hitung kan lebih besar dari apa, gitu ya, Pak. Itu kan teori tapi nanti pake harus ada buku sumbernya atau nggak? Atau pakai modul waktu PBS 1 itu boleh?” D: “Ya, sebetulnya kalo dicari sumbernya ya valid, tapi kalo anu ya, apa emm, sebenernya kalau pake modul juga ngga kalau susah nyari bukunya pake modul itu ndak pa-pa.” M: “Iya, Pak, sama sebenernya kemarin kalo abis nyebarin kuisioner di SMK 1 Depok itu, minta surat dulu ya, Pak?” D: “Emm, sebetulnya ndak usah saja.”
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak penjelasan mahasiswa karena penejelasannya tidak benar.
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak saran mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37. Tuturan F8 (a4 dan b5) D: “Gitu, ini kan sama semua.” M: “Iya kemarin waktu saya utak-atik, 2 dua semua, 1.5 satu setengah semua. Terus, kan kemarin saya juga coba. Pertama 1.5 kan, Bu, terus saya enter, nah saya enter lagi jarak yang kedua saya jadiin 2 malah jadi kejauhan banget.” D: “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas, kan bisa ini satu, terus itu lho, yang before/after itu loh itu kan ada itu kan bisa diatur, jadi nanti jaraknya 1.5. ya kirakira 1.5. Ya, mungkin nggak pas 1.5, tapi kira-kira yang jelas jarak antar buku itu lebih besar daripada jarak antar baris yang satu judul. Contohnya, ada lah yang di skripsiskripsi itu. Nah untuk proposal ini, masih perlu direvisi.”
-
38. Tuturan F9 (a4 dan b5) M: “Ini kan kalau yang apa pisah itu uraiannya dibuat dua kali itu loh bu yang pilihan ganda.” D: “Nah, tapi kan maksud saya itu kan ada lembar kerja terus ada bagian evaluasi. Nah, evaluasi itu kan ada sikap sama itu ta yang kognitif. Nah, kalau yang sikap kan yang ini, lalu yang penilaian yang KI 3.4, nah itu yang mana? nah kalau yang soal akhir ini. Ini termasuk lembar kerja atau untuk penilaian yang KI 3.4 yang ini? Karena lembar kerja dan soal evaluasi kan berbeda, karena sebenarnya untuk memfasilitasi mereka aktif ketika proses pembelajaran, meskipun mereka mengerjakan sesuatu, tapi kan di situ bukan evaluasi, itu tapi memfasilitasi aktivitas belajar. Nah, mungkin ada evaluasi di belakang. Nah, yang kamu maksud dengan evaluasi ini yang mana, soal ini atau bukan kalau yang ini untuk apa?”
-
-
-
-
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak keluhan mahasiswa karena sebenarnya mahasiswa hanya belum paham cara mengatur spasi/jarak antar baris.
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak penjelasan mahasiswa karena penjelasannya kurang tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
M: “Nah, uraiannya kan ada dua kali, Bu.” D: “Nah, tapi judulnya ya jangan uraian.” M: “Hehehehe” D: “Kok judul kok uraian, ya itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan.” 39. Tuturan F10 (a4 dan b5) D: “Nah, kalau yang di lapangan yang di kelas itu, ya, idealnya mereka pakai yang ini, idealnya mereka pake pas pembelajaran. Jadi, nggak cuma sehari idealnya, ya, kan kalo pas kamu penelitian itu kalo pas mereka ada materi itu, maksudnya dipake, idealnya gitu. Apalagi?” M: “Berarti ini nanti dipindah ke belakang ya, Bu?” D: “Apanya?” M: “Ininya. Penilaiannya.” D: “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” M: “Hanya melihat.” D: “Jangan hanya melihat begitu, ya dipikir juga, kenapa diletakkan di sini, misalnya.” 40. Tuturan F11 (a4 dan b5) D: “Saya lupa kalo itu, kecuali kalau ada bukunya yang asli, gitu. Tapi dimana, kalau pinjem pada nggak dikembalikan.” M: “Ibu nanti ada jam sore?” D: “Wah, saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.”
-
-
-
-
-
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak pendapat mahasiswa karena tidak mempunyai dasar atau alas an yang tepat sebagai bukti.
Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen.
Basa-basi Menolak. - Dosen menolak konsultasi mahasiswa di sore hari karena harus pulang lebih awal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal.Tuturan terjadi di ruang dosen.
Tabulasi analisis data di atas sudah benar.
Yogyakarta, 19 April 2016 Triangulator
Dr. Y. Karmin, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Dewi Yulianti lahir di Cilacap, Jawa Tengah pada tanggal 31 Juli 1994. Ia mengawali pendidikan formalnya di SD Negeri 01 Kawunganten Lor, Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah, lulus pada tahun 2006. Kemudian Ia melanjutkan studinya di SMP Negeri 2 Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah, dan tamat pada tahun 2009. Pendidikan menengah atas, Ia tempuh di SMK Boedi Oetomo 2 Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah, dan tamat pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutkan studinya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jurusan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Setelah menyelesaikan skripsinya yang berjudul Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, ia memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2016.