PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN, SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA : Ayahku Josep Sumarna Hadi dan Bundaku Maria Magdalena, (terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada tara) Adik-adikku Yulianan Danti Ambar Reny dan Albertus Damas Pandaya Putra, (terima kasih untuk semangat yang kalian berikan setiap harinya agar aku cepat menyelesaikan skripsi) Sahabat terbaikku Maria Tri Wijayanti dan Agustina Marshella, (terima kasih buat semangat dan kebersamaannya)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTO
JANGAN PERNAH MENYERAH JIKA KAMU MASIH INGIN MENCOBA. JANGAN BIARKAN PENYESALAN DATANG KARENA KAMU SELANGKAH LAGI UNTUK MENANG -
R. A KARTINI -
ORANG-ORANG HEBAT DI BIDANG APAPUN BUKAN BARU BEKERJA KARENA MEREKA TERINSPIRASI, NAMUN MEREKA MENJADI TERINSPIRASI KARENA MEREKA LEBIH SUKA BEKERJA. MEREKA TIDAK MENYIA-NYIAKAN WAKTU UNTUK MENUNGGU INSPIRASI. - ERNEST NEWMAN -
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat 16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10 tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan. Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis) tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, penelitian ini hendaknya dijadikan referensi dan bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University. The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he became the center of the narration story, the most associated with other character, and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education. From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the responsible was shown by the main character in his willingness to solve the problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office. The moral courage was shown by the main character against the others’ character immorality. Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography, novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could be learned from the character. Based on the study that had been done, the researcher gave suggestion for the teachers to be able to take the values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral to be taught to the learners. For the college students, this study could be used for the reference and consideration in thesis preparation.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau Dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. Yuliana Setiyaningsih M.Pd, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.
2.
Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Drs. J. Prapta Diharja S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
5.
Kedua orangtua saya, Josep Sumarna hadi dan Maria Magdalena yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada saya.
6.
Adik-adik saya, Yuliana Danti Ambar Reny dan Albertus Damas Pandaya Putra yang selalu mengingatkan saya untuk terus semangat mengerjakan skripsi.
7.
Willybrordus Bayu Putranto dan Veronika Rheny yang selalu setia mendengarkan keluhan saya dan tetap memberikan semangat yang tiada henti agar saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………................. . HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... MOTO .. .......................................................................................................... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH …................................... LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ...... ABSTRAK .. ................................................................................................... ABSTRACT …. ................................................................................................ KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 1.5 Batasan Istilah ..................................................................... 1.6 Sistematika Penyajian .........................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix x xii 1 1 5 6 6 7 8
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN .......................................................... 2.1 Penelitian yang Relevan .............................................. 2.2 Landasan Teori ............................................................ 2.2.1 Tokoh dan Penokohan ................................ 2.2.2 Latar ........................................................... 2.2.3 Tema .......................................................... 2.3 Pengertian Moral .......................................................... 2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra ................................. 1. Kejujuran ............................................................. 2. Nilai-nilai Otentik ............................................... 3. Kesediaan Bertanggung jawab ............................ 4. Kemandirian Moral ............................................. 5. Keberanian Moral ................................................ 6. Kerendahan Hati .................................................. 7. Realitas dan Kritis ............................................... 2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra....................................... 2.5 Pengajaran Sastra di SMA.......................................... 2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ................. 2.5.2 Silabus ............................................................... 2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................
9 9 11 11 15 17 18 19 19 20 20 21 21 21 22 22 24 29 28 30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 3.2 Subyek Penelitian ................................................................ 3.3 Sumber Data ....................................................................... 3.4 Instrumen Penelitian ...........................................................
32 32 32 33 35
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.4 3.5 3.6
Teknik Pengumpulan Data ................................................. Instrumen Penelitian ............................................................ Teknik Analisis Data ...........................................................
33 33 34
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 4.1 Deskripsi Data .................................................................... 4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema .................... 4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ............................. a. Jaleswari ......................................................... b. Mama ............................................................. c. Ubuh ............................................................... d. Arifin ............................................................. e. Panglima Adayak .......................................... f. Nawara ........................................................... g. Borneo .......................................................... h. Otiq ................................................................. i. Pangau ............................................................ 4.2.2 Analisis Latar ........................................................ 4.2.2.1 Latar Tempat ....................................... 4.2.2.2 Latar Waktu ......................................... 4.2.2.3 Latar Sosial .......................................... 4.2.3 Analisis Tema ........................................................ 4.2.4 Analisis Nilai Moral .............................................. 4.2.4.1 Kejujuran ............................................. 4.2.4.2 Nilai-nilai Otentik ............................... 4.2.4.3 Kesediaan Bertanggung Jawab ........... 4.2.4.4 Kemandirian Moral .............................. 4.2.4.5 Keberanian Moral................................. 4.2.4.6 Kerendahan Hati................................... 4.2.4.6 realitas dan Kritis ................................. 4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ..................... 1. Bahasa ............................................................. 2. Kematangan Jiwa ............................................ 3. Latar Belakang Budaya .................................. 4. Silabus ............................................................ 5. RPP ................................................................. 4.3 Pembahasan ...............................................................
35 35 35 35 37 49 51 56 58 63 65 68 72 75 75 85 91 99 113 114 115 117 119 120 121 122
PENUTUP .................................................................................. 5.1 Kesimpulan ......................................................................... 5.2 Implikasi ............................................................................. 5.3 Saran ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ................................................................................................... BIODATA ......................................................................................................
101 130 133 133 135 137 138
BAB IV
BAB V
xiii
123 123 124 126 128 128 128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Zaman selalu ditandai dengan perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kemajuan yang tidak ada hentinya untuk diperbaharui. Dampak dari perkembangan yang paling mencolok adalah komunikasi dan informasi yang digunakan oleh masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak yang positif maupun negatif bagi masyarakat penggunanya. Dikatakan positif jika masyarakat mampu menggunakan dan memanfaatkan perkembangan tersebut dengan baik, sebaliknya dikatakan negatif apabila masyarakat penggunanya tidak mampu memanfaatkannya dengan baik. Dengan adanya perubahan yang begitu pesat, seharusnya juga diimbangi dengan sikap dan sifat masyarakatnya. Tetapi kenyataan dalam masyarakat sedikit bertolak belakang dengan harapan. Masyarakat belum bisa memanfaatkan perubahan tersebut dengan sebaik mungkin, bahkan menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau pun kelompok. Contohnya saja penggunaan internet yang seharusnya dipergunakan untuk mengetahui dunia secara luas disalahgunakan untuk memicu adanya tindak kejahatan. Selain itu, penggunaan handphone canggih yang diperuntukkan komunikasi juga sering kali disalahgunakan untuk mengakses hal-hal yang kurang kadar
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
moralnya. Mereka juga kurang peka terhadap keadaan di sekitarnya yang benar-benar sedang membutuhkan kepedulian. Seperti halnya melupakan budaya serta kebiasaan-kebiasaan budaya Timur yang menjunjung tinggi moralitas. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi dalam lingkungan masyarakat, tetapi juga dalam lingkungan sekolah yang sangat dekat dengan perkembangan tersebut. Oleh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan dalam berbagai hal di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada peserta didik. Moral tentunya selalu mengacu pada baik-buruknya manusia. Selain itu moral juga menjadi tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia, dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia (Suseno, 1987 : 19). Nilai moral harus ditanamkan pada peserta didik agar mereka dapat sedikit mengubah kebiasaan buruk yang bertolakbelakang dengan nilai moral. Pembelajaran melalui karya sastra dirasa mampu untuk memberikan pengertian tentang nilai moral kepada peserta didik. Karena, sastra tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan (Rahmanto, 1998 : 17). Selain itu, Rahmanto (1998 : 15 - 16) juga memaparkan bahwa pemebelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
patut untuk menduduki tempat yang selayaknya. Pengajaran sastra juga dapat memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Manfaat dari pembelajaran sastra adalah membantu keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Menurut Suharianto (1982 : 11) dalam bukunya yang berjudul Dasardasar Teori Sastra, karya sastra merupakan sebuah struktur yang sangat kompleks. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tidak terlepas dari akar masyarakatnya. Kehidupan yang dituangkan dalam karya sastra mencakup hubungan manusia dengan lingkungan dan masyarakat, hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Meskipun demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar tiruan kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan oleh pengarang dari kehidupan yang ada disekitarnya. Jadi, karya sastra adalah pengejawantahan kehidupan hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan sekitarnya
Novel sebagai salah satu karya sastra, merupakan sarana atau media yang menggambarkan apa yang ada di dalam pikiran pengarang. Ketika seorang pengarang akan memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya, data-data atau informasi yang ia kemukakan bisa berasal dari orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
maupun dari pengalamannya sendiri. Nilai-nilai tersebut adalah sebuah refleksi
pandangan
dari
bagaimana
tingkah
laku
manusia
dalam
bermasyarakat. Informasi-informasi yang telah diperoleh dan disertai dengan pengalaman kemudian ia bentuk dalam sebuah kehidupan fiksi berbentuk cerita panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaiaan peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor, 2004 : 26).
Telah kita ketahui bahwa banyaknya masalah dalam pendidikan saat ini menjadi hal yang sangat membutuhkan perhatian ekstra. Banyaknya siswa yang tidak memiliki kepribadian baik atau sikap yang bertentangan dengan moral membuat dunia pendidikan tercoreng. Moral siswa yang tidak baik tersebut membuat mereka terombang-ambing dan melakukan tidakan di luar batas manusiawi. Dengan melihat hal tersebut, maka peneliti tergugah untuk membuat pengajaran karya sastra dengan sebuah novel yang berjudul Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Peneliti menggunakan novel tersebut karena menceritakan kisah seorang wanita yang bernama Jaleswari yang diberi tugas oleh perusahaannya untuk menyelidiki keganjalan-keganjalan misi di bidang pendidikan pelosok Kalimantan yang sempat terhenti tanpa alasan yang jelas. Di tempat itu nyaris tidak ada batas negara. Penduduk sekitar memiliki dua mata uang produk dari dua negara yang berbeda, bahkan mereka tidak tahu bendera mana yang harus digunakan. Pendidikan menjadi hal yang tidak penting, karena anak-anak tidak perlu sekolah asalkan bisa menghasilkan uang. Menjual anak gadis sendiri seolah biasa, agar mereka tidak membebani keluarga. Di sini Jaleswari menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
bahwa dia bisa mengatasi maslah-masalah tersebut dengan baik, sehingga daerah tersebut menjadi sejahtera dan aman dari peristiwa-peristiwa yang memilukan. Walaupun proses yang dilalui tidak semudah yang dibayangkan.
Novel karya Akmal Nasery Basral tersebut mengandung banyak nilai termasuk nilai moral di dalamnya. Peneliti menganggap bahwa novel Batas Atara Keinginan dan Kenyataan tersebut mampu mewakili keadaan masyarakat pada kenyataannya dan dalam novel itu nilai moral dapat digunakan contoh peserta didik untuk berinteraksi dalam kehidupan di dalam masyarakat agar mereka mampu untuk bersikap dan bersifat sesuai dengan nilai moral.
Penelitian ini berusaha memasukkan metode pembelajaran sebuah karya sastra yaitu novel untuk pengajaran di SMA. Dengan menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diharapkan penelitian ini mampu memberikan bantuan terhadap pengajaran di SMA. Penulis memilih karya sastra sebagai objek penilitian karena dirasa karya sastra khususnya novel tepat untuk jenis penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana analisis alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
2. Bagaimana analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra? 3. Bagaimana relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP?
1.3 Tujuan Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik: alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. 2. Mendeskripsikan analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra. 3. Mendeskripsikan relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP.
1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pembaca agar mengetahui aspek moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dan dapat menjadi acuan atau pertimbangan untuk melakukan penelitian yang berhubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
dengan nilai moral dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan. 1.4.2 Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian aspek moral ini diharapkan mampu membantu dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan dalam memahami aspek moral yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan.
1.5 Batasan Istilah Di dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah atau definisi. Batasan istilah bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara singkat tentang masalah yang akan diteliti. Batasan istilah tersebut adalah: a. Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budin pekerti, susila (KBBI dalam Burhan Nurgiantoro, 1995). b.
Sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika dominan, menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Heru Kurniawan, 2011 : 1).
c. Novel berasal dari bahasa Itali Novella yang berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 9).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
d. Pendekatan sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra, yang menurut Ratna (dalam Heru Kurniawan, 2011: 5) keduanya memlikiki obyek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat (Heru Kurniawan, 2011 : 5). e. Relevansi merupakan hubungan atau kaitan.
1.6 Sistematika Penyajian Dalam proposal ini berisi 3 bab. Bab I berisi tentang pendahuluan. Uraian mengenai pendahuluan berisi (1.1) latar belakang, (1.2) rumusan masalah, (1.3) tujuan, (1.4) manfaat yang terdiri dari (1.4.1) manfaat teoritis dan (1.4.2) manfaat praktis, (1.5) batasan istilah, dan (1.6) sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori. Uraian mengenai landasan teori berisi (2.1) penelitian terdahulu yang relevan, (2.2) kajian pustaka yang terdiri atas (2.2.1) alur/plot, (2.2.2) latar/setting, (2.2..3) tokoh dan penokohan, (2.2.4) pengertian moral, (2.2.5) nilai moral dalam karya sastra, (2.2.6) pendekatan sosiologi sastra, (2.3) pengajaran sastra di SMA, (2.4) KTSP, (2.4.1) kompetensi isi dan kompetensi dasar kelas XII. Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam metodologi akan diuraikan mengenai (3.1) jenis penelitian, (3.2) subyek penalitian, (3.3) sumber data, (3.4) instrument penelitian, (3.5) teknik analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Resi Serli (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan
bahwa,
penelitian
tersebut
bertujuan
untuk
mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdiri dari hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta nilai dan norma yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburahman El Shirazy.
Dalam novel
tersebut peneliti menemukan empat aspek yang digambarkan melalui tokohtokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta sebagai berikut (1) Hati nurani, sebagai seorang sahabat tokoh mempunyai rasa belas kasihan terhadap sahabatnya. (2) Hak dan kewajiban, sebagai seorang hamba yang taat dalam beribadah tokoh memunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah serta membela agamanya jika dihina orang lain. (3) Kebebasan dan tanggung jawab, sebagai penelitiannya tepat pada waktunya dan tokoh juga memiliki kebebasan untuk mempergunakan fasilitas yang telah diberikan kepadanya demi kelancaran penelitiannya. (4) Nilai dan norma, sebagai seorang anggota masyarakat tokoh memiliki perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh M. Mahmud El Mahluf (2009) dengan judul Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
El Shirazy. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dimensi moralitas islami dalam isi cerita novel Ayat-ayat Cinta. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menanamkan dan mengembangkan dimensi moralitas islam serta dapat dijadikan landaan hidup sehari-hari oleh umat islam. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa terdapat dimensi moralitas islami dalam novel Ayat-ayat Cinta antara lain: pertama, moralitas kepada Allah SWT, Kedua, moralitas kepada Rasullulah SAW, Ketiga, moralitas kepada diri sendiri, Keempat, moralitas kepada keluarga, Kelima, moralitas kepada kehidupan sosial, keenam, moralitas kepada negara. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Vicky Choirul Abidin tahun 2013 dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy. Penelitian tersebut memfokuskan dalam mencari nilai-nilai moral yang terdapat dalam kandungan bacaan novel Cinta Suci Zahrana yang mampu menjadikannya motivasi untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Yaitu kehidupan anak manusia yang tak lepas dari berbagai ujian dan godaan tetapi ia selalu sabar atas segala cobaan yang dialaminya. Bahkan selalu tegar, rajin bekerja dan rajin pula belajar untuk mencapai cita-cita yang diimpikannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu peneliti mampu mendeskripsikan nilai moral (1) kesabaran, (2) tawakal, (3) taat ibadah, (4) penolong, (5) rajin, (6) pengendalian diri, (7) penyesalan yang terdapat pada novel Zahrana karya El Shirazy.
Cinta Suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa beberapa novel di Indonesia : Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy, Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman El Shirazy, Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy, 1) tokoh dalam novel digambarkan sebagai orang yang memiliki moral yang baik, dapat dibuktikan bahwa tokoh tersebut memiliki nilai kemanusiaan tinggi, bertanggung jawab, dan memiliki perilaku yang baik dalam masyarakat. 2) kecintaan terhadap Tuhan berupa religi masih kental dalam novel-novel tersebut.
2.2 Landasan teori 2.2.1
Tokoh dan Penokohan Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan antagonis dan antagonis dalam novel itu?”. Sedangkan watak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra.
a) Pembedaan Tokoh 1. Tokoh utama dan tokoh tambahan Dilihat dari segi peranan pembedaan tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya,
yaitu
dalam
kegiatan
pembuatan
sinopsis,
sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan. Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak dapat
dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat
gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan. b) Teknik penulisan Tokoh a. Teknik Ekspositori Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka “menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian tokoh cerita. Dalam hal ini, pengarang harus mempertahankan konsistensi tentang jatio diri tokoh tersebut yang artinya tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya. Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan sendiri dengan kemungkinan kurang tepat. b. Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong dan tidak sekaligus. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu : 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) tekniuk arus kesadaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.
2.2.2 Latar Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya, pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar (Burhan Nurgiantoro, 1995 : 217). Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau seting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Nurgiantoro (1995 : 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah: 1) Latar tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak bertentangan dengan , sifat, dan kadaan geografis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. 2) Latar waktu Latar waktu
berhubungan dengan masalah
“kapan”
terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. 3) Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang dikemukakan sebelumnya. Sudjiman (1988 : 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu cerita.
2.2.3
Tema Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68) menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedan-perbedaan. Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik
yang
lain
seperti
penokohan,
pelataran,
dan
penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut (Burhan Nurgiantoro, 2009 : 68 – 69).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
2.3 Pengertian Moral Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan adat-istiadat atau kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melaui perbuatan. Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriyah akan dinilai memiliki niai moral yang baik (Suseno,1987:19). Burhan Nurgiantoro (1995 : 321 – 322) dalam bukunya yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan bahwa, fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya terhadap moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamantkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Moral yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh kurang terpuji, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bersikap secara demikian. Istilah moral dan moralitas tidak sekedar menunjuk tingkah laku atau sikap semata, akan tetapi lebih kepada kompleks komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
yang mencakup keduanya. Berdasarkan asumsi ini, pernyataan moral dan moralitas tidak saja mengikuti komponen sikap akan tetapi sekaligus tingkah lakunya. Hal ini menunjukan bahwa moral sangat erat kaitannya dengan performansi dari tingkah laku tertentu (Haricahyono, 1995 : 81) 2.3.1
Nilai Moral dalam Karya Sastra Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagoni (Nurgiantoro, 1995 : 322). Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga mengungkapkan sikap dan tindakan yang berkaitan dengan nilai moral, yaitu sebagai berikut: 1. Kejujuran Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan hati. Suseno (1987 : 142 – 143) mengemukakan bahwa bersikap terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin kita). Yang dimaksud terbuka bukan berarti pertanyaan orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut standardstandar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak adilan, dan kebohongan akan disobeknya. 2. Nilai-nilai otentik Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987 : 143). 3. Kesediaan untuk bertanggung jawab Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama, kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Suseno (1987 : 16) etika tidak dapat mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan. Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau dihasilkan (Suseno, 1987 : 145 – 146).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
4.
Kemandirian moral Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya.
5.
Keberanian moral Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 1987 : 147).
6.
Kerendahan hati. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan untuk memberikan penilain moral terbatas, sehingga penilaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno, 1987 : 148). 7.
Realitas dan kritis Realitas menciptakan
dan sesuatu
kritis
yaitu
keadan
menjamin
masyarakat
keadilan yang
dan
membuka
kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno, 1987 : 150) 2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencangkup pelbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu. Secara singkat sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyrakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Sapadi Djoko Damono, 1978 : 8). Suwardi endraswara (2011) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra mengungkapkan bahwa, sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun sastra. Faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya sastra. Menurutnya, sosiologi sastra jelas ilmu tentang interdisiplin yang memperhatikan ihwal fakta estetis dan fakta kemanusiaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Sosiologi sastra sebagai sebuah metode yang memahami manusia lewat fakta imajinatif, memerlukan paradigma yang kokoh. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikontruksikan sec imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa difahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003: 11). Sapardi Djoko Damono (1978 : 2) mengungkapkan bahwa, Pendekatan
terhadap
sastra
yang
mempertimbangkan
segi-segi
kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Menurutnya, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial – ekonomis belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dengan tinjauan sosiologi sastra, maka peneliti akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
menggunakan teori pendekatan Damono yang kedua, yaitu pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. 2.5
Pengajaran sastra di SMA Dalam
perspektif pendidikan, tujuan pembelajaran sastra lebih
diarahkan pada terkandung
kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang
dalam
pembelajaran
sastra.
sastra
Menurut
secara
umum
Nurgiyantoro ditekankan,
(2001),
tujuan
atau
demi
terwujudnya,kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Rahmanto (2005 : 27 – 28) mengungkapkan tiga aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu: 1.
Bahasa Aspek kebahasan dalam karya sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang. Seorang guru hendaknya selalu memahamintingkat kebahasaan siswa-siswinya sehingga berdasarkan pemahaman tersebut guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
2. Psikologi Rahmanto (2005 : 30) menyajikan tahap perkembangan psikologi anak untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak SMA. a.
Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun) Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
b.
Tahap romantik (10 – 12 tahun) Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
c.
Tahap realistik (13 – 16 tahun) Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.
d.
Tahap generalisasi (16 – selanjutnya) Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsepkonsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
3. Latar belakang budaya Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya. Guru sastra hendaknya memilih
bahan
pengajarannya
dengan
menggunakan
prinsip
mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh siswa. Guru sastra hendaknya mengembangkan wawasan untuk dapat menganalisis pemilihan materinya sehingga dapat menyajikan pengajaran sastra yang mencangkup dunia lebih luas. 2.5.1
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud dengan isi dan bahan pengajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (Wina, 2008 : 8). Hamalik (Wina, 2008 : 10) mengungkapkan bahwa kurikulum mempunyai tiga peran yaitu (1) peran konservatif yaitu melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu, (2) peran kreatif yaitu dapat membantu sisiwa untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat. (3) peran kreatif dan evaluatif yaitu kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik. Dalam Standar Nasional Pendidikan (Wina, 2008 : 128) kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun
dan
dilaksanakan
oleh
masing-masing
satuan
pendidikan.
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetisi serta kompetisi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dalam hal ini KTSP memiliki tiga tujuan khusus yaitu (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber yang tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan kompetensi antar kesatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II. Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
SK 15 : Memahami buku biografi, KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal novel, dan hikayat
yang menarik dan dapat diteladani tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
2.5.2
Silabus Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (2008 : 132 – 133) mengungkapkan bahwa, silabus dapat diartikan sebagai rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencangkup standarkompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP). Dalam hal ini, Mulyasa (2008 : 147 – 149) membagi atas tujuh komponen utama silabus yaitu: 1.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) SKKD berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator pembelajaran, mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran.
2.
Materi Standar Materi standar berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada peserta didik dan guru/fasilitator tentang apa yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
3.
Kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran dalam silabus berfungsi mengarahkan peserta didik dan guru dalam membentuk kompetensi dasar. Dalam garis besarnya, kompetensi ini mencakup kegiatan awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
(pembuka), kegiatan inti (pembentukan kompetensi), dan klegiatan akhir (penutup). 4.
Indikator Indikator berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh peserta didik sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji.
5.
Penilaian dalam silabus Berfungsi sebagai alat dan strategi untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Penilaian dapat dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran, pelaksanaanya dapat dilakukan melalui pendekatan proses dan hasil belajar.
6.
Alokasi waktu Adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan kalender pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran termasuk muatan lokal ditambah jumlah jam untuk pengembangan diri.
7.
Sumber belajar Sumber belajar dalam silabus berfungsi untuk mengarahkan peserta didik dan guru mengenai sumber-sumber belajar yang relevan untuk dikaji dan didayagunakan untuk membentuk kompetensi peserta didik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
2.5.3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah
membuat rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP),
karena
perencanaan
merupakan
pedoman
pembelajaran (Mulyasa, 2008 : 154 – 155). Selain itu, Mulyasa mengungkapkan bahwa, RPP merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan guru. RPP juga merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK). Sedikitnya terdapat dua fungsi RPP dalam implementasi KTSP (Mulyasa, 2008 : 155 – 156) Yaitu : 1.
Fungsi Perencanaan Setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis.
2. Fungsi Pelaksanaan RPP berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, praktis, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan, sekolah, dan daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai : (1) Jenis penelitian, (2)Subyek penelitian, (3) Sumber data, (4)Teknik pengumpulan data, (5)Instrumen penelitian, (6) Teknis analisis data Keenam hal tersebut akan dijelaskan pada metodologi penelitian ini. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. 3.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral tersebut dapat dilihat dari tuturan serta tindakan-tindakan para tokoh dalam film tersebut.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
3.3 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Judul Novel
: Batas Antara Keinginan dan Kenyataan
Karya
: Akmala Nasery Basral
Penerbit
: Penerbit Qanita (Anggota IKAPI)
Tebal buku
: 306 halaman
Banyaknya bab : 16 bab 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik membaca keseluruhan isi novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Setelah itu, peneliti menganalisis dan mencatat unsur-unsur interinsik serta moral para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut. 3.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Proses dalam penelitian ini adalah instrumen atau alat pengumpul data. Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan observasi (pengamatan secara langsung). Oleh sebab itu, peran manusia dalam penelitian ini sangatlah penting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
3.6 Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1) Membaca keseluruhan Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral, 2) Menemukan dan mencatat unsur-unsur interinsik dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. 3) Menemukan nilai moral dalam novel tersebut, 4) Mengaitkan sastra dengan pembelajharan di SMA yaitu kelas XII. 5) Menyusun hasil temuan mengenai moral para tokoh karya sastra dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmla Nasery Basral berdasarkan urutannya dengan menggunakan bahasa yang runtut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi pada tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Unsurunsur tersebut dianggap cukup memadai oleh penulis untuk memahami nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Penulis mengambil ketiga unsur instrinsik itu karena dirasa membantu dalam menemukan nilai moralitas dalam novel tersebut. Selain itu, dalam bab empat ini juga akan dianalis nilai moral novel tersebut untuk pembelajaran di SMA semester II menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di antaranya (1) tokoh dan penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar yang terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (3) tema. Kemudian menganalisis tujuh nilai moral yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis. 4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema 4.2.1 Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 165), sedangkan Jones (dalam Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Terdapat dua teknik dalam menggambarkan tokoh dan penokohan (Nurgiantoro, 1995 : 195-210) yaitu teknik Ekspositori dan teknik dramatik. Berikut penjelasannya : a. Teknik Ekspositori Teknik ini sering juga sering disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. b. Teknik Dramatik Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
Menurut Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Pada novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini terdapat beberapa tokoh yaitu Jaleswari, Arifin, Adeus, Nawara, Borneo Panglima Adayak, Ubuh, Page, dan Otiq. Tokoh utama dalam novel ini adalah Jaleswari, karena dia sering muncul dalam setiap peristiwa. Sedangkan tokoh lain berperan sebagai tokoh tambahan yang kemuculannya hanya saat tertentu.
a.
Jaleswari Jaleswari digambarkan sebagai perempuan muda cantik yang sedang dalam masa kehamilan muda, tetapi dalam kehamilannya tersebut Jaleswari telah ditinggal untuk selama-lamanya oleh Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (1)
(2)
(3)
“Perempuan, Lakak,” seringai di Wajah Pangau mengembang. “Cantik.” “Cantik?” “Cantik sekali, seperti bintang film siapa itu?” (Akmal, 2011 : 144) Kehamilan ini benar-benar menjengkelkan. Pikirnya sambil memejamkan mata dan memusatkan perhatiannya agar ususnya tidak melakukan gerakan anti-peristaltik yang membuat makanan di lambung kembali naik menuju lehernya. (Akmal, 2011 : 2) “Kenapa sih kau ini?” desis Jales sedikit jengkel sambil memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang akan membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Jaleswari merasa terpukul dengan kematian suaminya, karena setahu Jales suaminya, Aldo tidak mempunyai riwayat penyakit yang membahayakan hidupnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (4)
(5)
Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan selama beberapa hari sebelum Aldo mendadak meninggal setelah bermain futsal. Jales tak ingin percaya itu sungguh-sungguh terjadi. Suaminya tak punya riwayat penyakit jantung atau penyakit lain yang berbahaya. (Akmal, 2011 : 4) Mungkin Jales akan lebih bisa menerima kematian suami yang baru menikahinya empat bulan itu jika mobil Aldo ditabrak mobil tronton besar dan Aldo tergencet di dalamnya. Atau Aldo sudah berbulan-bulan terbaring lunglai sakit dengan berbagai selang obatobatan tersambung tubuhnya tanpa harapan. Ah! (Akmal, 2011 : 4)
Sosok Jaleswari juga digambarkan sebagai wanita yang sangat tegas dalam melakukan tindakan dan tidak ingin berbasa-basi dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini dibuktikan saat sang sopir yang menjemputnya merasa takut terhadap ketegasan Jales mengambil tindakan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (6)
(7)
“Baik, Bu,” ujar Victor agak getar mendengar ketegasan Jales. Lelaki itu membuka jendela depan dan memberikan isyarat kepada masyarakat agar memebrikan jalan. Namun, baru setengah jam kemudian mobil Victor berhasil keluar dari kerumunan yang hampir tak mau bergerak satu sentimeter pun. (Akmal, 2011 : 8 – 9) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan basa-basi yang tak disukainya itu. (Akmal, 2011 : 72)
Dengan statusnya yang sudah tidak memiliki suami, Jales merasa kehamilannya
begitu
menyusahkan
sehingga
dia
sangat
membenci
kehamilannya tersebut, bahkan jaleswari ingin mengaborsi buah hatinya bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (8)
(9)
Dia tak yakin benar-benar ingin memelihara janin di dalam rahimnya itu, apalagi untuk melahirkannya kelak. Sebab, apa artinya memiliki seorang anak, tanpa memiliki seorang suami? Kalau saja dia bisa memutar kembali jarum waktu dan memohon kepada Tuhan, Jales yakn seyakin-yakinnyadia akan meminta agar tidak kehilangan Aldo ketimbang mendapatkan seorang bayi sekarang ini. (Akmal, 2011 : 35) “Kenapa sih kau ini?” Desis Jales sedikit jengkel sambil memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)
Sebagai seorang perempuan yang serba berkecukupan, tentu Jaleswari sangat selektif dalam memilih makanan, dan dia sangat menyukai kebersihan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (10)
(11)
(12)
Jales menuju jendela dan menutupnya. Perutnya kinin mulai terasa lapar. Dia ragu menu di sini akan cocok dengan seleranya yang sangat selektif dalam hal makanan. Namun, kalaupun sulit diterima lidahnya, tak mungkin dia akan menahan lapar semalaman. Apalagi dian akan beberapa hari lagi di sini. Jales menepuk-nepuk perutnya. “Yang penting kau jangan seperti naga yang sebulan tidak diberi makan ya,” katanya. (Akmal, 2011 : 57) Jales tak langsung mengambil sendok, melainkan mengamati dulu mangkuk berisi sop tulang di depannya. Aroma kuahnya yang mengepul tidak seharum sop konro kesukaannya, meskipun tulang sapi dengan cuilan daging yang menempel di beberapa bagian itu terlihat sama seperti sop konro. Jales langsung merasa kurang berminat. (Akmal, 2011 : 60) “Iiiih,” desis Jales yang jijik melihat telapak tangannya kini9 bersimbah darah nyamuk. Dengan hati-hati dia mengeluarkan sachet tisu basah dari dalam saku celana jeans dan membersihkan kedua telapak tangannya dengan cermagt sampai tak tersisa lagi bekas darah serangga itu. (Akmal, 2011 : 218)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
Jaleswari adalah seorang wanita karir, dapat dibuktikan dengan kesanggupannya dalam menerima tugas dari kantornya untuk menyelidiki penyebeb tidak berjalannya program CSR dari perusahaanya. Jaleswari juga mempunyai sifat yang mandiri tidak pernah mengandalkan orang lain bila dia masih bisa melakukan pekerjaanya sendiri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (13)
(14)
(15)
Sebab ketika dia memeutuskan untuk menerima program CSR (Corporate ocial Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu. (Akmal, 2011 : 67) “Tapi kan sejak kecil Mama dan Papa selalu mengajarkan Jales agar mandiri dan tidak takut seberat apa pun tantangan di luar?” (Akmal, 2011 : 69) Jaales melihat perempuan yang terlalu mengandalkan orang lain ketika sedang berjalan tak ada bedanya dengan nenek-nenek yang memang harus dibantu. Tetapi melihat kondisi tanah yang becek dan licin saat ini, Jales tak keberatan harus menelan dulu prinsipnya sementara waktu: biar sajalah bila ada orang yang melihat dan menilainya sebagai nenek-nenek. (Akmal, 2011 : 122)
Selain mempunyai sifat yang tegas, berpendirian teguh, mandiri, Jales juga berjiwa nasionalisme yang tinggi, terbukti saat berada di Tanah Borneo tersebut dia merasa jengkel karena banyak minuman-minuman mineral yang dijual bukan produk Indonesia melainkan produk Malaysia. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (16)
Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca kemasannyta. Memang produk Malaysia. Hal itu sempat membuatnya jengkel sesaat. (Akmal, 2011 : 79)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Dengan keadaan Jaleswari yang saat itu sedang hamil muda dan masih dalam kondisi keterpurukannya yang baru saja ditinggalkan oleh suaminya membuat Jales menjadi pribadi yang sedikit keras kepala dan ketus dalam menanggapi perkataan orang lain. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (17) (18)
(19)
(20)
(21) (22)
Sok tahu! Lalu buat apa sih sok akrab bilang “selamat datang” segala? Memangnya dia guide wisata? (Akmal, 2011 : 6) Arrrrrghh! Apakah kosakata bahasa Indonesia sudah sedemikian miskinnya sehingga untuk menggambarkan sebuah kerusakan tak bisa lagi dengan kata-kata tapi harus disaksikan langsung? Menyebalkan! (Akmal, 2011 : 7) “Ya apa yang spesifik? Yang khusus?” lanjut Jales dengan mood yang mulai tak terkendali lagi. Rasa mual di perutnya pun terasa lagi, apalagi dengan rasa lapar yang semakin berkobar-kobar. “Pak Victor yang seharusnya tahu apa yang spesifik itu.” (Akmal, 2011 : 59) “Iyalah Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri.” (Akmal, 2011 : 69) “Tapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma.” (Akmal, 2011 : 70) Di mana lagi? Apakah harus menyeberang ke Tebedu? Guru kok pertanyaanya begitu? (Akmal, 2011 : 125)
Sikap Jaleswari yang nasionalisme juga ditunjukkan oleh pengarang melalui teknik tidak langsung atau dramatik, berikut kutipan yang membuktikan pernyataan tersebut. (23)
(24)
Kalau aku terus terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak pernah sekali pun aku makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang. (Akmal, 2011 : 80) Dunia di kepala Jales langsung terjungkir terbalik. Di tempat sebecek ini? Dengan babi-babi yang tubuh mereka berlepotan lumpur, dan rumah mereka sudah sepudar ingatan pemimpin bangsa tentang masyarakat-masyarakat terpencil, dari dalamnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
berendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal, 2011 : 124) Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu Indonesia Pusaka?” (Akmal, 2011 : 188) Mereka terus berjalan sampai ke patok yang dimaksudkan. Jales mengambil gambar patok itu beberapa kalidengan kameranya. “Sederhana sekali,” katanya. “Saya pikir patok raksasa semacam tugu atau monumen besar.” (Akmal, 2011 : 202) Jaleswari tersenyum karena teringat pengalamanya kemarin. “Saya juga mengalami itu. Anak-anak SD itu tak tahu lagu nasional.” (Akmal, 2011 : 210) “Begini, Anak-anak,” Jales memperkeras suaranya. “Sekarang ini ibu akan mengajarkan kalian lagu dari daerah lain.” (Akmal, 2011 : 231) “Ya itulah sebabnya mengapa saya butuh bantuan Arifin untuk ikut mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal, 2011 : 234)
Dalam misinya untuk program CSR dari perusahaanya, Jales memberikan pengetahuan kepada para orang tua di dusun Ponti Tembawang untuk mau menyekolahkan anaknya agar anak-anak di dusun tersebut pintar. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut. (30) (31)
(32)
“Anak-anak perlu sekolah, kalau harus berladang juga nanti sekolahnya jadi tertinggal,” ujar Jales. (Akmal, 2011 : 192) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak berladang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192) Tidak ada yang menjawab. Jales menatap mereka satu per satu. “Artinya kita tidak boleh bergantung terus pada Malaysia. Jalan mereka boleh lebih bagus. Tanah mereka boleh lebih bersih. Tetapi di sini sebenernya kita lebih kaya, lebih indah. Kita bisabersamasama mencari jalan untuk bisa hidup di negerikita sendiri,” tutur Jales dengan semangat meletup-letup. (Akmal, 2011 : 192)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
(33)
“Anak-anak harus didoeong supaya mereka nanti pintar dan menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang. Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, anakanak menjadi dokter, tentara, bahkan bisa seperti Adeus yang menjadi guru,” Jaleswari menunjuk Adeus, yang cuping hidungnya mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193)
Kepedulian Jaleswari terhadap pendidikan tidak hanya berbicara dengan para orang tua di dusun tersebut, tetapi dia juga memberikan semangat kepada Adeus satu-satunya guru yang ada di dusun ponti Tembawang untuk lebih serius dalam memberikan ilmu dan mengajak anak-anak lain untuk mengenyam pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (34)
(35)
(36)
“Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales menggunakan kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dengan dunia sekarang. Kau yang bisa melakukan hal itu Adeus. Tetapi mereka juga harus mengakar pada keluhuran nilai masyarakatDayak yang indah ini,” lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi masa depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang akan menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk mencerdaskan anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah kau tidak kasihan melihat kondisi mereka seperti tadi?” tanya Jales sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran dari keningnya. “Anak-anak ini, Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmumu yang ....” (Akmal, 2011 : 189)
Jaleswari sangat cerdas dalam membangun situasi pendidikan di dusun Ponti Tembawang, Jales mengubah metode pembelajaran kelas menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
pembelajaran di luar ruangan dengan cara berburu, menghafal lagu nasional kepada murid-murid di dusun tersebut. dengan metodenya tersebut, Jaleswari berhasil menarik perhatian anak-anak yang tidak pernah sekolah. . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut. (37)
(38)
(39)
Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 228) Dua “pelajaran” di hari itu ternyata menjadi megnet luar biasa bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke lapangan, Jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011 : 229) “Bukan, lagu-lagu Nasional dari daerah lain, supaya anak-anak ini tahu bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal, 2011 : 229)
Dalam misinya tersebut Jales diminta oleh Panglima Adayak untuk mampu memahami dan mempelajari masyarakat dan alam di Ponti Tembawang supaya Jales dapat mengerti apa yang terjadi di dusun tersebut dan menjalankan misinya di bidang pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (40)
(41)
Jales mulai turun ke arah bagian sungain yang lebih dalam setinggi lutut. Perasaan enggan bercampur jijik yang awalnya bersatu di kepala Jales ketika melihat arus sungai, pelan-pelan terkikis bersama aliran Sungai Sekayam. “Benar juga apa yang dikatakan panglima Adayak,” gumam Jales. (Akmal, 2011 : 213) Rembang petang kembali membayang di cakrawala Ponti Tembawang. Jaleswari yang sudah bisa merasakan nikmatnya mandi di aliran sungai sudah sampai di dermaga. Kali ini dia membawa tas dan kameranya, memutuskan untuk memotret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239) Meskipun Jaleswari mempunyai sifat yang tegas, tetapi di sisi lain dia juga mempunyai sifat peduli terhadap orang lain, terbukti saat Ubuh tertimpa masalah yang membuatnya depresi berat, Jaleswari memberikan semangat dan bersedia mendengarkan cerita Ubuh. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (42)
(43)
(44)
“Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saya ini kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh, namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukan Jales dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan secara langsung. (Akmal, 2011 : 248) “Tidak usah buru-buru ceritanya,” sahut Jales sambil kembali menggenggam tangan Ubuh untuk memberi kekuatan. “Saya akan selalu di sini mendengarkanmu. Kapan saja kamu siap.” (Akmal, 2011 : 249) “Aku harus pergi sebentar, Ubuh. Kamu cepat sehat ya. Berusahalah lebih keras untuk sembuh. Pasti bisa. Tidak ada di dunia ini yang diperoleh dengan mudah. Kamu sudah belajar dari hal yang luar biasasampai di luar batas kemampuanmu sendiri. Aku salut dan kagum padamu, karena kamu telah mampu melampaui batas diri.” (Akmal, 2011 : 286)
Di samping misinya untuk mencari tahu berhentinya program CSR dari perusahaanya, Jaleswari juga berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ubuh dari masalah yang telah menimpanya. Jaleswari memberanikan diri untuk menceritakan kepada Adeus apa yang telah dialami Ubuh hingga mengalami depresi berat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (45)
“Ah tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh sudah bisa bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
(46)
(47)
(48)
yang mengirimkan dia ke tauke di Malaysia itu.” (Akmal, 2011 : 251) Perjalanan pulang menuju rumah Nawara membuat Jales harus ekstra keras menyuntikkan tambahan keberanian karena harus melewati warung Otiq. Dia berharap saat itu sang pemilik warung tak ada di tempat, bahkan kalau perlu warung itu sedang tutup. (Akmal, 2011 : 257) Dari dalam rumah, Jales menghambur keluar dengan tubuh yang masih belepotan darah. “Mana Ubuh?” katanya panik, sambil menatap Adeus yang berusaha menenangkannya. (Akmal, 2011 : 266) “Ayo kita cari,” kata Jales tak mempedulikan lagi teriakan Nawara yang mencoba menghentikannya. Di belakangnya Adeus ikut berlari. (Akmal, 2011 : 266)
Dengan kehadiran Jaleswari di dusun Ponti Tembawang menghidupkan kembali dusun tersebut, terbukti dengan bersatunya Nawara dan Adayak yang sudah lama berpisah rumah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (49)
(50)
“Jangan berpikir begitu, Jales. Yang membencimu hanya Otiq dan kawan-kawannya karena mereka punya maksud-maksud buruk,” ujar Adayak. “Kehadiranmu di sini justru membuat dusun ini kembali hidup, Jales. Kamu telah mengajarkan kembali apa yang selama ini apa yang kami lupakan, belajar sambil bermain keindahan alam.” (Akmal, 2011 : 281) “Kau tahu, Nawara. Ini kehendak alam, untuk mempersatukan kita bersama kembali dari saling diam selama ini. Kehadiran Jaleswari justru menjadikan kita bersama kembali,” Panglima Adayak merangkulkan tangannya yang kokoh ke bahu Nawara. “Bagaimana kalau kita kubur semua kenangan masa lalu? Lihat Borneo yang masih membutuhkan kita berdua untuk tetap tumbuh menjadi anak Dayak yang kita banggakan. Dia butuh keahlianku sebagai Panglima, tapi juga kelembutan dan hati yang peduli pada sesama yang bisa didapatkan darimu.” (Akmal, 2011 : 291)
Selama di dusun Ponti Tembawang Jales sudah merasakan hal yang tidak terduga, karena dia menyukai tentara yang bertugas di perbatasan bernama Arifin. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak dramatik melalui kutipan berikut.
langsung atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
(51)
(52)
(53)
(54) (55)
Dalam perjalanan menuju dermaga, Arifin dan Jaleswari bergulat dengan pikiran masing-masing. Keduanya kini tak bisa lagi mengelak dari perasaan yang sudah merasa lebih nyaman dengan kehadiran masing-masing. (Akmal, 2011 : 292) Gelo!” Jaleswari terkikik-kikik. “kupikir hatimu dari batu yang dingin dan bermulut seperti patok di perbatasan. Ternyata bisa juga jatuh cinta ya?” (Akmal, 2011 : 295) Arifin melambaikan tangan. Mesin perahu dinyalakan, dan sampan itu pun bersatu dengan arah arus Sungai Sekayam yang menuju hilir. Jales melambaikan tangannya dengan rasa lega. Sebagian besar penyebabnya adalah karena Arifin ternyata sudah tahu bahwa ia kini sedang mengandung. Bukan perempuan lajang yang bisa bebas melanjutkan hubungan tanpa adanya komitmen. Kondisi itu membuat Jales senyum-senyum sendiri sambil menikmati sinar mentari pagi yang terasa lebih cerah di sungai. (Akmal, 2011 : 296) “... kalau Jales memikirkan lelaki lain yang bukan Aldo?” (Akmal, 2011 : 301) “Hoho ... tentu saja. Aku ingin anak ini menendang-nendang perutku, untuk menyatakan rasa senangnya bisa kembali di sini. Dan sudah pasti ... dia senang sekali denganmu.” (Akmal, 2011 : 303)
Teknik pelukisan tokoh utama yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Jaleswari teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15), dan (16). Teknik tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (17), dan (18), (19), (20), (21), (22), (23), (24), (25), (26), (27), (28), (29), (30), (31), (32), (33), (34), (35), (36), (37), (38), (39), (40), (41), (42), (43), (44), (45), (46), (47), (48), (49), (50), (51), (52), (53), (54), dan (55). Berdasarkan kutipan (1) sampai (3) pengarang menggambarkan sosok jaleswari adalah perempuan cantik yang sedang hamil, dan baru ditinggal untuk selama-lamanya oleh Aldo selamanya. Kutipan (4) dan (5) menggambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
bahwa Aldo, suaminya mendadak meninggal tanpa adanya riwayat sakit yang parah. Kutipan (6) dan (7) menjelaskan bahwa Jales adalah wanita yang sangat tegas dalam hal apa pun. Kutipan (8) dan (9) menjelaskan bahwa, Jales sangat tidak menyukai kehamilannya tersebut, beberapa kali dia berbicara akan menggugurkan kandungannya. Kutipan (10) sampai (12) menjelaskan Jaleswari peduli terhadap kebersihan dirinya sendiri dan sangat selektif dalam memilih makanan. Kutipan (13) sampai (15) menggambarkan Jales perempuan mandiri dan tidak terlalu senang mengandalkan orang lain. Kutipan (16) menggambarkan Jaleswari sangat berjiwa nasionalisme. Kutipan (17) sampai (22) menggambarkan bahwa Jaleswari menjadi pribadi yang sedikit keras kepala semenjak kematian Aldo suaminya. Kutipan (23) sampai (29) menjelaskan Jales berjiwa nasionalisme digambarkan melalui teknik dramatik. Kutipan (30) sampai (33) jales peduli terhadap pendidikan hingga memberi gambaran kepada para orangtua di dusun Ponti Tembawang. Kutipan (34) sampai (36) menggambarkan Jales memberi semangat kapada Adeus untuk tetap memberi ilmu kepada anak-anak di Ponti Tembawang. Kutipan (37) sampai (39) Jaleswari berhasil mengubah pembelajaran dengan belajar dan bermain di alam terbuka. Kutipan (40) dan (41) Jales berhasil menyatu dengan alam untuk memahami cara hidup masyarakat dusun ponti Tembawang. Kutipan (42) sampai (44) Jaleswari merasa peduli terhadap kondisi Ubuh yang mengalami depresi berat. Kutipan (45) sampai (48) Jales dengan berani memecahkan masalah Ubuh. Kutipan (49) dan (50) menggambarkan Jaleswari yang memberikan warna kembali di dusun Ponti tembawang. Kutipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
(51) hingga (55) menggambarkan bahwa Jaleswari menyukai tentara petugas perbatasan bernama Arifin. b.
Mama Tokoh mama yang dimaksud di sini adalah ibu dari Jaleswari. Tokoh
mama tersebut digambarkan sebagi seorang yang sangat peduli terhadap keadaan anaknya, apalagi dengan keadaanya yang sedang hamil dan menerima tugas ke Kalimantan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (56)
Jales mendengarkan suara ibunya di ujung sana selama beberapa saat sebelum menjawab. “Tidak apa-apa, Mama. Tadi memang sempat muntah ketika baru datang, gabungan antara hamil muda ini dan jalan rusak yang harus saya tempuh selama enam jam, Ma... Hmm, Jales tidak tahu apakah bisa menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat. Mungkin bisa, asal perut ini tidak menyusahkan saja!” (Akmal, 2011 : 56)
Mama Jaleswari adalah sosok yang sangat perhatian terhadap kondisi anaknya, ia khawatir terjadi apa-apa terhadap anaknya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (57)
“Iya, iya, Mama gak usah khawatir. Semua vitamin akan Jales minum, dan susu untuk ibu hamil juga sudah Jales bawa,” katanya sambil mengubah nada suara menjadi lebih manja. “Mama istirahat dulu ya, besok Jales telepon lagi. Love you Ma.” (Akmal, 2011 : 57)
Mama Jaleswari merasa khawatir terhadap keseriusannya mengambil tugas dari kantor untuk ke tanah Borneo, karena dirasa tidak mungkin dengan keadaannya yang sedang hamil berpergian jauh dengan situasi yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
memungkinkan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (58)
(59)
“Kamu bukan mau jalan-jalan ke mall, Sayang. Tapi ke kalimantan. Ini bukan perjalanan pendek. Kamu harus naik pesawat, dan di sana yang mama dengar kondisi jalannya buruk. Tidak baik bagi kehamilanmu. Apa kamu mau keguguran?” (Akmal, 2011 : 67 – 68) “Iya, Mama tahu. Tapi maksud Mama, perjalanan kali ini benarbenar akan menguras tenaga. Mama kan juga pernah hamil muda, Les, jadi tahu bagaimana perubahan badan di awal-awal kehamilan seperti ini. Apalagi kamu mengandung anak pertama. Itu saja yang mama khawatirkan.” (Akmal, 2011 : 69)
Dengan keadaan Jaleswari yang membuatnya depresi dan keras kepala membuat mama Jales kewalahan dalam menghadapi argumen demi argumen yang dilontarkan oleh Jales. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (60)
“Ya tidak juga.” Ibunya mulai kuwalahan menghadapi argumentasi anaknya. “kesedihan yang berlebihan akibat ditinggalkan orang yang kita cintai juga tidak boleh.” (Akmal, 2011 : 68)
Dalam keadaan anaknya, Jaleswari yang sedang depresi akibat kematian Aldo suaminya, Mama Jales dengan sabar memberikan semangat kepada anaknya tersebut agar lebih kuat dalam menghadapi setiap cobaan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (61)
Sang ibu langsung merangkul Jales dan menciumi kepala anaknya berkali-kali. “Sabar ya, Sayang. Sabar. Yang membuat hatimu waswas itu adalah pekerjaan setan. Percayalah pada Mama,” Katanya sambil mengelus perut Jales. “Anak ini yang nanti akan membuatmu bangga sebagai perempuan, sebagai ibu, Sayang.” (Akmal, 2011 : 71)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Mama, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (56) dan (57). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (58), (59), (60) dan (61). Berdasarkan kutipan (56) digambarkan bahwa Mama adalah sosok dari Ibu Jaleswari. Kutipan (57) menjelaskan bahwa mama Jaleswari sangat khawatir terhadap kondisi anaknya yang sedang hamil. Kutipan (58) dan (59) menjelaskan bahwa mama Jalewari tidak setuju dengan keputusan Jales yang berani mengambil tugas ke Kalimantan. Kutipan (60) menjeolaskan bahwa Mama Jales kewalahan terhadap sikap egois sang anak. Kutipan (61) Mama Jales selalu memberikan semangat kepada anaknya untuk tetap kuat dan sabar dalam menghadapi cobaan demi coba. c.
Ubuh Ubuh merupakan wanita dayak yang masih muda dan mengalami keadaan
yang sangat sulit. Karena ia adalah salah satu dari TKW yang dijual ke Malaysia tetapi kenyataannya di sana ia dijadikan budak nafsu para samseng dan tauke. Dan ia masih syok akibat keadaan tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (62) (63)
“Saat ini Ubuh masih syok. Hanya Nawara yang bisa bicara dengannya.” (Akmal, 2011 : 149) Nawara teringat ketika dia mengajak Ubuh untuk datang beribadat tadi pagi. “ayo ikut Ibu ke gereja,” katanya. Ubuh hanya menatapnya dengan pandangan mata kosong, pandangan mata yang membuat perasaan Nawara teriris-iris, memilukan sekali. Ia yakin, Ubuh baru saja melalui pengalaman berat, mungkin paling berat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
(64)
yang pernah terjadi seumur hidupnya yang masih belia. (Akmal, 2011 : 170) Melihat kondisi Ubuh, Jales kembali berjingkat mundur ke dalam kamar, dan merapatkan pintu dengan hanya menyisakan sedikit celah terbuka. Dengan penasaran, dia memperhatikan Ubuh yang terlihat seperti patung karena tak melakukan apa-apa. Tiga menit berlalu, dan tetap tak ada perubahan posisi Ubuh sehingga Jales mulai mempertimbangkan apakah sebaiknya dia keluar kamar saja dan menyapa gadis malang itu. (Akmal, 2011 : 172)
Dalam keadaanya yang memilukan, Ubuh mendapatkan luka di punggungnya akibat ulah para samseng dan tauke negeri seberang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (65)
Ubuh hanya menggeleng perlahan. Tapi, gerakan itu sudah cukup membuat kain yang menyelimuti punggungnya merosot sedikit sehingga setengah punggungnya terlihat. Jales kaget melihat sebuah luka parut yang menunjukkan bekas goresan terlihat di punggung gadis itu. (Akmal, 2011 : 248)
Dengan keadaanya yang masih memilukan akhirnya Ubuh memberanikan diri untuk menceritakan pengalamannya yang buruk yang diperolehnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (66)
Malam itu Ubuh menumpahkan semua penderitaan dan gejolak isi hatinya kepada Jales berjam-jam, sampai dini hari mulai merekah di atas langit Ponti Tembawang. (Akmal, 2011 : 249)
Kemalangannya dimulai dari pengejarannya di hutan Ponti Tembawang oleh para samseng dari negeri seberang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (67)
Seorang perempuan dengan wajah berlumuran tetesan keringat berlari ketakutan sambil sesekali melihat ke belakang. Napasnya terengah-engah seperti lokomotif kereta yang sedang menempuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
(68)
(69)
(70)
perjalanan mendaki. Beberapa bagian tangan perempuan itu tergores dahan dan ranting pohon yang membuat aliran samar darah meruap di permukaan kulitnya yang berkilau karena keringat. (Akmal, 2011 : 21) “Urggghh!” desisnya ketika sebatang dahan yang agak besar menyodok iganya. Air matanyameleleh menahan sakit. Di belakangnya, derap langkah orang-orang yang mengejar terdengar semakin dekat, berdeham-deham, membuat perempuan yang kelelahan itu semakin memaksakan tenaganya yang tinggal sedikit. Langkahnya terhuyung, berkali-kali dia terpeleset dan mencoba menyeimbangkan diri. (Akmal, 2011 : 21) Tangisnya berpadu dengan kuik babi yang terperangkap jebakan jaring kayu. Namun, perempuan muda sudah tak mendengar jerit hewan malang itu karena sedang tenggelam dalam ketakutannya sendiri jika sampai tertangkap oleh samseng orang-orang bayaran tauke tempatnya bekerja. (Akmal, 2011 : 21) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya. “Lari nak mane kau, Ubuh!” seru samseng yang berada di depan. “Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke kampungmu yang busuk.” (Akmal, 2011 : 22)
Dalam pengejaran tersebut, Ubuh tetap berjuang untuk mendapatkan kembali harga dirinya dengan melawan para samseng tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (71)
(72)
(73)
(74)
“Tidak, aku tak boleh kalah,” desisnya sambil kembali mencoba mengangkat badannya dengan mengandalkan kekuatan tangan saja, sedangkan kakinya masih tersimpuh di atas batu yang berkelindan dengan akar pepohonan. (Akmal, 2011 : 23) “Cuih!” Ubuh meludah sekuat tenaga ke arah lelaki yang hidungnya melebar seperti orangutan itu. “Jaubata yang ada di hutan ini akan melindungiku.” (Akmal, 2011 : 23) Samseng itu menjerit histeris tak menyelesaikan kalimatnya karena Ubuh dengan nekat dan mendadak menggeser ke bawah posisi tubuhnya, sehingga mulutnya sejajar dengan tangan durjana itu dan langsung menggigitnya sekuat tenaga. Ubuh mencengkeram kuat tangan itu dan merasakan jari-jari lelaki ituberada di dalam mulutnya, mengeluarkan cairan asin bercampur amis yang khas. Darah. (Akmal, 2011 : 24) Tubuhnya yang jauh lebih besar dan berotot seharusnya membuat lelaki itu tak kesulitan mengeluarkan tangannya dari mulut Ubuh. Tetapi Ubuh yang juga sudah gelap mata untuk mempertahankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
kehormatan mengunci mulutnya dengan kekuatan yang mengagumkan sehingga jemari jahanam itu sma sekali tak bisa keluar. Semakin keras samsengitu menarik tangannya, semakin kuat pula Ubuh membenamkan gigi-geliginya ke dalam daging tangan itu. Ubuh merasakan mulutnya kini semakin dipenuhi darah. (Akmal, 2011 : 25) Ubuh merasa ketakutan karena Jaleswari yang diteror dengan bangkai musang di kamarnya. Denagn adanya kejadian tersebut, Ubuh berlari ke tengah hutan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (75)
(76)
Ubuh yang sudah tak memedulikan lagi kondisi tubuhnya semakin jauh memasuki lebat rimba. Kakinya berulang kali menumbuk akar kayu atau bebatuan tajam yang susah terlihat di kelam malam. “Awww ... uhhhh ...” Ubuh berulang kali merintih meski sudah berusaha menutup mulut agar tak tertangkap para pengejarnya. (Akmal, 2011 : 266 – 267) Ubuh tersentak mendengar suara yang tak terlihat orangnya itu. Suara itu dikenalnya dengan baik! Suara lelaki yang menyebabkannya mengalami penderitaan fisik dan mental. (Akmal, 2011 : 269)
Ketika dibawa lagi ke rumah Nawara yang ternyata di sana masih terdapat masyarakat Ponti Tembawang yang menginginkan Ubuh dan Jaleswari pergi dari dusun tersebut, Ubuh melihat sosok Otiq dan saat itulah Ubuh langsung memberitahu bahwa Otiq penyebab dirinya mengalami kemalangan tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (77)
“Itu orangnya! Itu orangnya!” tunjuk Ubuh histeris ketika melihat Otiq. “Orang jahat!” lanjutnya sebelum tangisnya pecah. Jales memeluk Ubuh, mencoba menenangkannya. “Ayo kita masuk ke dalam,” katanya. (Akmal, 2011 : 276)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Ubuh, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (62) hingga (66). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (67), (68), (69), (70), (71), (72), (73), (74), dan (75). Berdasarkan kutipan (62) hingga (64) digambarkan bahwa Ubuh masih syok terhadap keadaan yang menimpanya. Kutipan (65) menggambarkan bahwa Ubuh mengalami sebuah luka di bagian lengan atasnya akibat ulah para samseng dan tauke negeri Malaysia. Kutipan (67) hingga (70) menggambarkan pengejaran Ubuh di dalam hutan Ponti Tembawang oleh para samseng. Kutipan (71) hingga (72) menggambarkan bahwa Ubuh tidak putus asa begitu saja, dia dengan sekuat tenaga melawan samseng tersebut. Kutipan (75) sampai (77) menggambarkan bahwa Ubuh berlari ketakutan akibat Jaleswari yang diteror menggunakan bangkai musang. d. Arifin Tokoh tambahan yang ke tiga adalah Arifin. Arifin adalah seorang TNI yang bertugas di daerah perbatasan Kalimantan. Dia sering sekali mengunjungi dusun-dusun terpencil di kawasan Indonesia. Arifinlah yang pertama kali menyelamatkan Ubuh dari kejaran samseng-samseng negeri seberang tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositoris, melalui kutipan berikut. (78)
(79)
Di depan para samsengitu berdiri Arifin dengan wajah tegas, dikelilingi beberapa anggota TNI dengan sikap tak kalah siaga. (Akmal, 2011 : 27) “Kalian sudah memasuki wilayah Indonesia . selamat datang,” kata Arifin dingin tanpa bermaksud melucu. Tubuh jangkungnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
(80)
menjulang. “Di sini yang berlaku adalah hukum Indonesia,” katanya pelan namun terdengar seperti puting beliung di telinga para samseng. Sebab segila-gila samseng, mereka tahu urusan menyeberangi border tanpa izin bisa menjadi perkara serius yang berakhir di penjara. (Akmal, 2011 : 27) Arifin maju mendekati tubuh Ubuh yang tergeletak. “Kalau begitu jelaskan kepada saya dan bapak-bapak tentara di belakang ini,” lanjut Arifin masih dengan suara perlahan, “Mengapa jika kalian mengajaknya bicara lemah lembut, puan ini sampai pingsan tak sadarkan diri?” tanya Arifin sambil menekankan kata puan yang merupakan sebutan penghormatan untuk perempuan di Malaysia sebagai padanan tuan untuk lelaki. (Akmal, 2011 : 28)
Dengan pekerjaanya sebagai TNI di kawasan perbatasan dan melihat kondisi Ubuh yang malang tersebut Arifin sangat peduli terhadap Ubuh, dia membantu Ubuh dan meminta Panglima Adayak untuk menyembuhkan Ubuh dari kemalangan tersebut. hal ini dapat dibuktikan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (81)
(82)
Arifin maju mendekati Ubuh yang masih tergeletak tak sadar. Dia memegang pergelangan tangan perempuan itu selama beberapa saat. Wajah Arifin terlihat datar, tak menunjukkan rasa cemas atau pun senang. Namun beberapa saat kemudian Arifin memindahkan tangannya ke leher Ubuh, mencoba mencari detak urat lehernya. (Akmal, 2011 : 28) “Bisakah Panglima membawa perempuan malang ini ke desa, paling tidak agar dia siuman dulu?” ujar Arifin. (Akmal, 2011 : 30)
Sebagai seorang TNI Arifin juga mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi terbukti saat dia sangat peduli dengan pendidikan para anak-anak di dusun Ponti Tembawang serta keprihatinannya terhadap masyarakat yang tidak bisa measang bendera merah putih. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (83)
“Kadang-kadang aku berpikir kasian juga Adeus dengan jumlah murid yang sedikit itu. Padahal dia juga harus hidup.” (Akmal, 2011 : 209)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
(84)
“Selain itu, cara pandang warga tentangpentingnya arti pendidikan juga masih harus diperkuat. Jangankan bagi anak-anak, kamu mungkin tak percaya kalau saya ceritakan bahwa pada saat awal kedatangan saya ke desa-desa border ini, mereka tak tahu bagaimana cara memasang bendera Merah Putih, dan kapan saja waktu pemasangan itu.” (Akmal, 2011 : 210)
Dengan adanya Jaleswari di desa Ponti Tembawang membuat Arifin menyukai wanita tersebut, terbukti bahwa Arifin mengajak Jaleswari makan berdua saja di tepi sungai. Hal ini digambarkan melalui teknik tak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (85)
(86)
(87)
(88) (89)
Setengah jam kemudian Arifin dan Jaleswari sudah berada di sebuah hampir pasir sungai yang berbeda dengan dermaga Ponti Tembawang. “Pantai” ini tak terlalu besar, tapi cukup leluasa untuk membakar ikan sungai Sekayam dengan cekatan. (Akmal, 2011 : 234) “Sengaja,” Arifin mengembangkan senyumnya. Lalu suaranya dibuat lirih terdengar jahil. “Supaya Adeus jealous ....” (Akmal, 2011 : 293) “Intel juga manusia. Punya rasa, punya hati ...” Arifin menyenandungkan irama lagu Rocker Juga Manusiayang dipopulerkan band cadas Seurieus. (Akmal, 2011 : 295) “Tentu, Jaleswari.” Wajah Arifin terlihat sangat senang. Kali ini waktuku sepenuhnya untukmu. “Baiklah. Aku akan segera robohkan batas-batas itu bagimu.” (Akmal, 2011 : 303)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Arifin, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (76), (78), dan (79). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (80), (81), (82), (83), dan (84), (85), (86), (87), (88), (89).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Berdasarkan kutipan (76) sampai (79) menggambarkan bahwa, tokoh Arifin adalah seorang TNI yang bertugas di perbatasan Kalimantan. Kutipan (80), (81), dan (82) menjelaskan bahwa Arifin peduli terhadap keadaan di border termasuk masalah yang menimpa Ubuh. Kutipan (83) dan (84) menggambarkan bahwa Arifin merupakan tokoh yang berjiwa nasionalisme tinggi. Kutipan (85) hingga (89) menggambarkan bahwa, Arifin menyukai Jaleswari. e.
Panglima Adayak Tokoh Panglima Adayak adalah orang penting dan sekaligus sebagai
tetua di dusun Ponti Tembawang. Panglima digambarkan memiliki badan yang tegap dan mempunyai kumis yang sangat tebal. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini. (90)
Baru saja Pagau menyelesaikan kata-katanya, sesosok tinggi besar dengan kumisnya yang selebat hutan Kalimantan berjalan gagah sambil memanggul seorang perempuan di pundaknya. (Akmal, 2011 : 42)
Panglima Adayak merupakan suami dari Nawara tokoh yang diminta Adayak untuk merawat Ubuh hingga sembuh. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (91)
Adayak tak lagi berusahaq memanggil mantan istrinya. Dia terdiam menyaksikan badan Nawara menghilang ditelan malam. Adayak menghembuskan napas panjang, lalu menengadahkan kepalanya menatap cahaya redup rembulan. (Akmal, 2011 : 55)
Selain gagah Panglima Adayak juga mempunyai aura kharismatis yang membuatnya semakin dikagumi dan dihormati oleh warga di dusun Ponti Tembawang. Hal ini dapat di jelaskan melalui teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
(92)
(93)
Begitu memasuki rumah Panglima Adayak, Jales merasakan adanya semacam aura karismatis yang kuat dari tempat itu. Perubahan cahaya dari terang di luar menjadi agak redup di dalam membuat Jales mengalami kesulitan adaptasi sesaat untuk memperhatikan kondisi di dalam ruangan, termasuk Panglima Adayak yang sudah duduk di salah satu bangku. (Akmal, 2011 : 126) “Yang sembunyi di balik pohon, tolong keluar!” Suara itu terdengar sangat karismatisdan bermagnet sehingga membuat Jales tersudut oleh dua pilihan: antara keinginan untuk semakin bersembunyi atau di balik pohon besar, atau menampakkan diri diri di hadapan Adayak. (Akmal, 2011 : 198)
Selain sebagai orang terpenting di Dusun Ponti Tembawang, Panglima Adayak merupakan kakek daripada Borneo. Ibu Borneo telah meninggal saat setelah melahirkan Borneo hal ini juga yang membuat Panglima Adayak dan Nawara berpisah. Hal ini dijelaskan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(94)
(95) (96)
Adeus merendahkan nada suaranya, dan menoleh ke kiri-kanan seakan-akan takut ada yang mendengarkan. “Dan kakek Borneo adalah Panglima Adayak!” (Akmal, 2011 : 185) “Anak Nawara dan Panglima adalah ibu Borneo, yang meninggal saat melahirkan.” (Akmal, 2011 : 185) “Setelah kematian ibu Borneo itu keduanya berkali-kali terlibat pertengkaran hebat, saling menyalahkan, sampai akhirnya berpisah.” (Akmal, 2011 : 185)
Panglima Adayak mempunyai peranan penting di Dusun Ponti Tembawang sebagai tetua, termasuk dalam memberikan petuah-petuah bagi siapa pun yang hidup di dusun tersebut. dalam hal ini Jaleswari yang akan tinggal beberapa hari di dusun itu pun oleh Panglima diberi petuah untuk memahami dan mengerti kebiasaan masyarakat di Ponti Tembawang, agar bisa diterima oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
masyarakat setempat. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (97)
(98)
(99)
“Kamu tidak akan diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami kehidupan kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling. (Akmal, 2011 : 199) “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan jari tangannya ke sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu kenapa?” (Akmal, 2011 : 199) “Dan kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot belatinya. “Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai yang menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!” katanya sambil kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen. (Akmal, 2011 : 200)
Sebagai pemimpin Dusun Ponti Tembawang, maka Panglima Adayak juga mempunyai sifat yang peduli terhadap keadaan yang menimpa masyarakatnya, bukan saja Ubuh, Jaleswari pun mendapat perhatian juga dari Panglima Adayak. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (100) “Kalau begitu, anak di dalam perut Ibu itu butuh makan,” ujar Panglima sambil menunjuk ke arah perut jales, “Meskipun Ibu sendiri mungkin merasa tidak perlu.” (Akmal, 2011 : 131) (101) “Ini aku bawakan obat untuk Ubuh. Rebuskan ramuan akar hutan ini, minumkan airnya, dan ajak dia bicara. Ceritakan dongeng indah yang kamu ingat tentang kehebatan masyarakat Dayak.” (Akmal, 2011 : 220) Sebagai
tetua dan pimpinan di dusun Ponti Tembawang, Panglima
Adayak sering mengadakan ritual khusus untuk suatu hal demi mendapatkan perlindungan nenek moyang. Hal ini digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
(102) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan sabut kelapa yang dibakar dibawah sebuah pohon besar. Dengan khidmat Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya. (Akmal, 2011 : 197)
Selain sebagai panutan masyarakat Ponti Tembawang, Panglima Adayak juga mempunyai tanggung jawab besar akan kjeadaan yang menimpa siapa pun yang berada di dusun tersebut. seperti saat Jaleswari berada dalam ketakutan karena diteror oleh bangkai binatang, Panglima pun marah dan segera mencari pelakunya. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (103) Dari kejauhan Panglima Adayak berjalan dengan wajah penuh kemarahan, seakan-akan seluruh badai, topan, dan petir, yang pernah menyambar di langit Ponti Tembawang menyatu di wajahnya. Orang-orang memberi jalan ketika dia semakin mendekat. Panglima memperhatikan setiap orang yang dilewatinya, seperti ingin merekam wajah mereka satu per satu, dan mencari mana ekspresi yang paling mencurigakan. (Akmal, 2011 : 265) (104) Mata tajam adayak membuat Otiq merasa tidak nyaman di tempatnya. Meskipun bukan tangannya sendiri yang meletakkan bangkai musang itu di tempat tidur, tetapi dia merasakan tatapan itu bisa menembus sampai ke inti jantungnya dan mengelupas kebenaran yang disembunyikan sekecil apa pun di sana. (Akmal, 2011 : 265) (105) “Otiq!” suara menggelegar Panglima Adayak membuat tangan Otiq yang sudah teracung membeku di udara. “Adeus itu guru. Satusatunya guru di dusun ini. Dia yang akan mengajarkan anak-anak di sini. Kalau kau butuh bertarung, majulah sini,” katanya sambil menghunus mandau. Warga yang tadinya membentuk lingkaran besar langsung memecat dan kembali berkumpul berkelompok di belakang Adayak. (Akmal, 2011 : 276) (106) “Jatuhkan mandaumu sekarang juga, Otiq!” bentak Adayak. “Atau kalau tidak kepalamu akan diarak ke seluruh kampung border.” (Akmal, 2011:276)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori
dan
tidak langsung atau dramatik.
Dalam
pelukisan
tokohPAnglima Adayak, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (90),(91), (92), (93), (94), (95), dan (96). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (96), (97), (98), (99), (100), (101), (102), (103), (104), (105), dan (106). Berdasarkan kutipan (90) menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai tubuh yang tegap dan gagah serta mempunyai kumis yang tebal. Kutipan (91) menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai istri bernama Nawara. Kutipan (92) dan (93) menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai karismatis. Kutipan (94) hingga (96) Panglima merupakan kakek dari Borneo. (97) hingga (99) Panglima Adayak peduli dengan keadaan yang sedang menimpa masyarakat dusun Ponti Tembawang. Kutipan (100) dan (101) menggambarkan bahwa Panglima Adayak peduli terhadap Jaleswari. Kutipan (102) masih mempercayai adanya roh nenek moyang dan mengadakan ritual untuk meminta perlindungan. Kutipan (103) hingga (106) Panglima Adayak sebagi pelindung bagi masyarakat yang benar dan melawan yang bersalah. f. Nawara Tokoh Nawara yang dimaksud di sini adalah istri dari Panglima Adayak. Tokoh Nawara digambarkan sebagai tokoh yang telah berpisah dari suaminya karena anaknya yang telah meninggal. Dan kini perannya selain sebagai nenek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
juga menjadi seorang ibu bagi Borneo. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (107) Nawara menghela napas panjang, seolah sedang melepaskan beban yang bertahun-bertahun tak pernah hilang dari dadanya. “Iya, sampai kau berubah setelah anak kita meninggal.” (Akmal, 2011 : 55) (108) Dari arah gereja, Nawara yang sudah mendekati warung terlihat oleh Pagau. Lelaki itu langsung menjerit seperti anak kecil. “Nawara, kau ajari dulu anakmu itu sopan-santun,” katanya sambil menunjuk ke arah Borneo. (Akmal, 2011 : 176) (109) “Begitulah,” ujar Adeus. Tiba-tiba dia berhenti dan menatap Jales. “Ibu Jales tahu bahwa Borneo itu cucu Nawara.” (Akmal, 2011 : 184) Nawara digambarkan sebagai tokoh yang sangat baik, karena selain mau merawat Ubuh yang sedang sakit juga
menampung Jales. Dan hal tersebut
membuatnya disanjung oleh pendeta, bahwa Nawara adalah orang yang sangat baik dan mulia. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (110) “Terpujilah sikapmu, Nawara.” (Akmal, 2011 : 174) (111) “Halleluya. Baik sekali sikapmu Nawara.” (Akmal, 2011 : 174) (112) “Ibu Nawara memang luar biasa,” sahut Jales. “Sudah sibuk mengurus Ubuh, sekarang mendapat kerepotan lagi karena saya ikut menginap.” (Akmal, 2011 : 211)
Selama Jaleswari berada di dusun Ponti Tembawang, Nawara menganggap Jales sudah seperti anaknya sendiri. Hal tersebut digambarkan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (113) “Anakku, Jales,” Nawara yang tak sanggup menanggung kesedihannya langsung berdiri memeluknya. “Peristiwa ini bukan salahmu, kenapa harus pergi sekarang?” (Akmal, 2011 : 284)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
(114) Tangis Nawara bobol sehingga untuk beberapa lama keduannya hanya saling berpelukan. Nawara berusaha mengendalikan emosinya, dan menyeka air mata di wajahnya. “Tak ada yang bisa mencegahy langkah kakimu, Nak,”. Isak Nawara. “Kemana pun kau akan pergi, kamu selalu di hatiku.” (Akmal, 2011 : 284) Saat Ubuh ditemukan dan dibawa ke dusun Ponti Tembawang oleh Panglima Adayak, Nawara dengan tangan terbuka mau menerima Ubuh dan berjanji akan merawatnya hingga sembuh. Hal ini digambarkan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (115) Adayak masuk ke rumah Nawara dan membaringkan gadis itu dengan hati-hati. Nawara yang sudah menyiapkan air hangatsegera menyeka seluruh tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan sekali,” katanya saat membersihkan kaki gadis itu yang menyisakan darah kering berwarna merah kecokelatan. Nawara lalu melihat Adayak. “Ini bukan pekerjaan para samseng biadab itu, kan?” (Akmal, 2011 : 45) (116) “Baik, Panglima. Akan saya usahakan sebisa saya untuk menyembuhkannya.” (Akmal, 2011 : 46) Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Nawara, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (107), (108), (109), (110), (111), (112), dan (113). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (114), (115), dan (116). Berdasarkan kutipan (107) hingga (109) dijelaskan bahwa Nawara merupakan mantan istri dari Panglima Adayak dan merupakan nenek dari Borneo. Kutipan (110) hingga (112) menjelaskan bahwa Nawara sangat baik karena mau merawat Ubuh yang sedang depresi berat. (113) dan (114) menjelaskan bahwa Nawara menganggap Jaleswari sebagai anaknya sendiri. Kutipan (115) dan (116)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
menggambarkan bahwa Nawara dengan sedia membantu Ubuh hingga Ubuh sembuh dari depresinya. g. Borneo Borneo merupakan tokoh anak lelaki Nawaran dan Panglima Adayak yang berumur 10 tahun. Borneo digambarkan sebagai anak kecil yang sangat nakal. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini. (117) Dada perempuan tua yang tak berbaju atas itu kembang kempis menahan amarah. “Berhenti, anak nalak! Atau kulaporkan pada ayahmu supaya kau dipukulnya nanti,” jeritnya sambil merendahkan posisi tongkat kayu yang dipegangnya agar sejajar dengan pinggang bocah itu. (Akmal, 2011 : 13) (118) Anak lelaki berusia sepuluh tahun itu berlari lebih cepat daripada gerakan lamban seorang nenek. Ekspresi kemarahan yang meletus di wajah perempuan itu tak bisa menghentikan langkah borneo yang lincah. (Akmal, 2011 : 13) Dusun Ponti Tembawang merupakan daerah pemelihara babi. Borneo termasuk menjadi salah satu pemelihara babi. Dia memiliki 5 ekor babi yang masih kecil. Kelima babi tersebut memiliki nama layaknya hewan peliharaan yaitu Jakarta, Lady Gaga, Kapuas, Border, dan Justin Bieber. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini (119) “Selamat siang, pak Adeus,” sapa anak yang menggendong seekor babi itu kepada Adeus. (Akmal, 2011 : 133) (120) Di ruang depan, Nawara sedang bersama Adeus dan Jales. Sementara itu, Borneo yang berada di luar rumah menampakkan wajah tidak sabar, ingin segera mengajak Jales melihat babi-babi miliknya. “Ayo Ibu ... kita lihat babi,” katanya dengan ekspresi yang membuat Jales tersenyum. (Akmal, 2011 : 147) (121) “Tapi Ibu Jales masih mau lihat Lady Gaga, Kapuas, Border, dan Justin Bieber, kan?” katanya dengan merajuk. (Akmal, 2011 : 151) (122) Tak ada kata lain yang lebihy menggembirakan bagi Borneo selain mendengar kata „babi‟ diucapkan. Baginya, mendengar kata itu adalah seperti anak-anak kota mendengarkan kata „es krim‟. (Akmal, 2011 : 255)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Borneo juga merupakan murid SD yang sedang diselidiki oleh Jaleswari. Borneo seharusnya sudah naik ke kelas 3, tetapi karena sistem pengajaran yang terjadi di SD tersebut membuat Borneo harus tinggal kelas dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini. (123) “Seharusnya kelas 3 SD,” jawab Borneo. (Akmal, 2011 : 160) (124) Borneo menggeleng. “Belajarnya nggak jelas Bu, Pak Adeus Cuma sendirian, dan sering tidak ada di sekolah,” Borneo mendekati pintu tempat Jales berdiri. “Aku mau nyalakan lampu dulu ya, Bu.” (Akmal, 2011 : 161) Ponri Tembawang merupakan daerah yang kental dengan kiebiasaan berburu. Putra Dayak di dusun tersebut dari kecil diharuskan untuk sudah bisa berburu, termasuk Borneo. Borneo sangat gemar sekali berburu. Hal ini dibuktikan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini. (125) “Maaf, Neekk ...,” jawab Borneo sambil menolehkan wajahnya dari jauh. “Aku Borneo Panglima Adayak sedang berburu babi untuk makan wargaku,” katanya sambil menggerak-gerakkan tombak kayu kecil di tangan kanannya. (Akmal, 2011 : 14) (126) Di belakang Borneo, beberapa anak lelaki mengikutinya berlari sambil mengacung-acungkan “senjata” perburuan mereka masingmasing, mulai dari mandau kecil, tombak berujung tumpul, sumpit, sampai dengan perisai. (Akmal, 2011 : 14) (127) Di satu tempat dengan kumbangan lumpur yang banyak babi sedang berleha-leha, dari mengendus-endus makanan di sekitar itu sampai merendam mendinginkan tubuh, Borneo langsung mengambil peran sebagai pemimpin pemburu. Dia berjalan mengendap-endap diikuti kawan-kawannya dengan Jales berada di barisan paling belakang. (Akmal, 2011 : 222)
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Borneo, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (117), (118), (119), (120), (121), (122), (123) dan (124). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (125), (126), dan (127). Berdasarkan kutipan (117) dan (1188) dijelaskan bahwa Borneo merupakan anak kecil berumur 10 tahun dan dalam usianya yang masih kecil Borneo juga digambarkan sebagai anak yang nakal. Kutipan (119) hingga (122) menjelaskan bahwa Borneo sangat menyukai babi, dan dia mempunyai 5 ekor babi yang diberinya nama Jakarta, Lady Gaga, Justin Bieber, Kapuas, dan Border. (123) dan (124) menjelaskan bahwa Borneo termasuk salah satu murid di SD yang sedang diselidiki oleh Jaleswari. Kutipan (125) hingga (127) menggambarkan bahwa Borneo suka sekali berburu. h. Otiq Tokoh Otiq di dalam novel ini adalah seorang lelaki dewasa yang mempunyai sebuah warung di dusun Ponti Tembawang. Warung tersebut menjadi satu-satunya warung yang menyediakan semua kebutuhan warga dusun tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (128) Di satu sudut lain dari Ponti Tembawang terdapat sebuah warung yang cukup besar. Meski berada di wilayah Indonesia, barangbarang dagangan di sana tak seluruhnya produk dalam negeri. Beberapa di antaranyamalah merupakan produk Malaysia, seperti sebotol kecil air mineral seharga Rp 3.000, satu bir kaleng seharga Rp 10.000, dan sebotol besar wiski seharga Rp25.000. otiq si
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
pemilik warung sedang duduk bersama dua orang lelaki. (Akmal, 2011 : 37) (129) Pagau tahu sudah saatnya dia membebaskan otiq, yang bisa dianggap sebagai bosnya, dari keleweran Gale dalam melepaskan hasil ladangnya. Maka Pagau berdeham keras, menandakan ingin bicara. “Sudahlah, terima saja Gale. Dimana lagi ada orang sebaik Otiq yang bisa kau temukan di sini dan dusun-dusun sekitar? Coba lihat isi warungnya ini, apa isinya yang tak ada? Semua diusahakan Otiq agar kita mudah mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari. Coba kau Gale, kau sering ke dusun-dusun lain. Katakan padaku, adakah warung atau orang lain yang sebaik Otiq dalam memikirkan kebutuhan warga?” (Akmalo, 2011 : 41) (130) Warung Lakak terlihat sibuk melayani pembeli. Ibu-ibu sedang berbelanja barang kebutuhan pokok yang berjejal pada dinding warung. Pagau masuk sambil menggotong barang-barang dagangan dalam karung yang baru dibelinya. Dia kemudian merapikan barang-barangh itu. Para ibu yang sudah berbelanja satu per satu meninggalkan warung Lakak sehingga hanya meninggalakan mereka berdua. Begitu pembeli terakhir meninggalkan warung, Lakak langsung menegur Pagau. “Ada perkembangan apa?” tanya pendek. (Akmal, 2011 : 142) (131) “Tetapi warungnya sangat memudahkan keperluan kami di sini, ketimbang harus ke Etikong apalagi ke Pontianak. Dan Otiq juga bersedia menerima hasil panen para peladang untuk dia jual lagi.” (Akmal, 2011 : 184) Otiq juga digambarkan sebagai lelaki licik yang suka menjualm para gadis dari dusun-dusun ke negara seberang yaitu Malaysia. Ubuh termasuk gadis yang berhasil dijual kepada tauke-tauke di Malaysia, tetapi ia dapat melarikan diri dan kembali ke Indonesia, dan saat mengetahui Ubuh berhasil lolos, Otiq berusaha membunuhnya agar kelakuan buruknya tidak tercium oleh orang lain. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (132) “Aku yang tanya bagaimana caranya?” Otiq terdengar gusar dengan usulan Pagau yang tidak jelas. “Kau ingin membunuh Ubuh celaka di sini, sama saja artinya kau menantang Adayak, Bodoh!” suara Otiq menggelegar membuat serangga-serangga malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
memberhentikan sejenak nyanyian mereka. “Pikirkan cara lain!” katanya. (Akmal, 2011 : 54) (133) Namun, begitu Adeus dan Jales sudah berjalan, ekspresi wajah Otiq berubah geram. Begitu mereka berbelok di ujung jalan, Otiq segera memberikan isyarat kepada salah seorang lelaki yang sejak awal berdiri agak jauh di depan warung untuk mendekat. (Akmal, 2011 : 183)
Berikut adalah bukti bahwa Otik adalah penyalur tenaga kerja wanita yang tidak sah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (134) “Ubuh bekerja sebagai TKW,” jawab Otiq pendek. Hatinya mendadak dongkol terhadap Gale sehingga mengeraskan suaranya sebagai pembenaran. “Dia sendiri yang minta dibantu.” (Akmal, 2011 : 43) (135) “jangan cuman baik, Lakak. Kau harus pasti mengenai orang ini. Keadaan ini harus tetap dalam kendali kita. Saya tak mau kalau bisnis mengirimkan para pekerja ke tauke Malaysia ini menjadi terganggu.” (Akmal, 2011 : 146) (136) Jauh dari Ponti Tembawang, di suatu daerah yang lebih ramai, Otiq dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah penampungan tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana seperti Ubuh sedang mengobrolsesama mereka di satu bagian rumah yang cukup besar itu. Pemilik rumah, Herlam, menyerahkan tiga dokumen kepada Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu. (Akmal, 2011 : 194) Otiq juga digambarkan sebagai lelaki yang jahat, suka mengancam, memukul siapa saja yang berani melawan dan menantangnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (137) Otiq berjalan menuju jendela dan melihat ke arah bulan yang hanya terlihat separuh. “Para tauke di sana akan marah kepadaku. Bisabisa mereka meminta ganri rugi atas uang yang sudah mereka keluarkan. Bangsat!”Otiq terus mengeluarkan sumpah serapah. “Mengapa anak bodoh itu berani mempertaruhkan nyawanya melarikan diri dari para samseng?” katanya geram. (Akmal, 2011 : 53)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
(138) “Apa hubungannya Adeus dan tamunya dengan soal Ubuh?” Temperamen Lakak yang mudah naik langsung terdengar dari nada suaranya. “Kau jangan main-main, Pagau! Biar Adeus punya seratus tamu dari Jakarta, itu tak berarti apa-apa buat kita.” (Akmal, 2011 : 143) (139) “Kalau sampai bisnisku ini hancur, akan kukirim para pengeyau untuk mengejarmu sampai ke ujung dunia Pagau! Aku tidak mainmain!” (Akmal, 2011 : 146) (140) “Jangan beres-beres saja,” Otiq masih mengahardiknya. “Masih ada satu hal lagi yang harus kau ketahui dan kau jalankan.” (Akmal, 2011 : 259) (141) “Kalau kau gagal ...” Otiq memeragakan gerakan memancung kepala di tengah-tengah leher. “Jangan sekali-kali kau berpikir bisa menyebut namaku.” (Akmal, 2011 : 295) (142) “Siapa yang punya ide meletakkan bangkai musang itu?” tanya Otiq melototi Barinas dan Manawar. Keduanya langsung menunjuk Pagau. Tangan Otiq kembali melayang ke bagian kepala belakang Pagau. Tetapi, kali ini lelaki itu berusaha menahan rasa nyeri di kepalanya tanpa mengeluh sedikit pun. Pipinya menggembung menahan sakit. (Akmal, 2011 : 263) Adanya Jaleswari di dusun Ponti Tembawang membuat Otiq merasa waspada terhadap perempuan tersebut. Otiq menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengusir Jaleswari dan Ubuh dari rumah Nawara, agar semua rahasia besarnya tidak tercium oleh orang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (143) “Kau harus bisa membuatnya meninggalkan dusun ini nanti malam. Besok pagi, sudah tak ada lagi Jaleswari di sini. Mengerti?” (Akmal, 2011 : 259) (144) “Apa saja itu maksudnya apa saja yang membuat perempuanperempuan sialan tersebut pergi dengan cepat dari dusun ini tanpa melibatkan warga!” Otiq kembali menampar kepala Pagau yang membuat lelaki itu kembali menjerit tertahan. (Akmal, 2011 : 262) (145) “Dasar Pagau bodoh,” rutuk Otiq di dalam hati melihat keriuhan itu. “Sekarang bukan hanya Nawara yang menjaga dua perempuan sialan itu, tapi banyak orang.” (Akmal, 2011 : 266) Otiq dengan sengaja memfitnah keberadaan Jaleswari dan Ubuh membawa malapetaka bagi warga Ponti Tembawang. Otiq melakukan berbagai cara untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
memfitnah dua wanita tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (146) “Jangan cepat senang,” sambar Otiq. “Kau pastikan agar Natun juga meyakinkan kawan-kawannya bahwa penyebab kesialan ini adalah orang-orang yang tinggal di rumah Nawara. Orang-orang yang membuat bisnis kita terhambat sekarang ini.” (Akmal, 2011 : 239) (147) “Apa aku bilang,” sambar Otiq. “Kalian masih juga ragu kalaun kedatangan perempuan-perempuan di rumah Nawara itu membawa kutukan? Coba pikir, sebelum ini dusun kita selalu tenang. Tapi, sejak mereka datang ada saja masalah.” (Akmal, 2011 : 272) Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Otiq, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (128), (129), (130), (131), (132), dan (133). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (134), (135), (136), (137), (138), (139), (140), (141), (142), (143), (144), (145), (146), dan (147). Berdasarkan kutipan (128) hingga (131) dijelaskan bahwa Otiq adalah pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Kutipan (132) hingga (136) menjelaskan bahwa Otiq merupakan penyalur tenaga kerja ke negara Malaysia. Kutipan (137) hingga (142) menjelaskan bahwa Otiq sangat licik dan jahat. Kutipan (143) hingga (145) menggambarkan bahwa Otiq sangat menginginkan Jaleswari dan Ubuh diusir dari dusun Ponti Tembawang agar rahasia besarnya tidak diketahui oleh orang lain. Kutipan (146) dan (147) menggambarkan bahwa Otiq berani memfitnah Ubuh dan Jaleswari agar diusir dari dusun tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
i.
Pagau Pagau digambarkan sebagai lelaki dewasa yang bekerja kepada Otiq sang
pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Pagau juga ikut membantu Otiq dalam menjual para wanita ke negara Malaysia. Pengarang juga menggambarkan bahwa tokoh Pagau memiliki watak yang licik, suka merayu wanita, dan bodoh. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut. (148) “Juga menjual warga dusunmu sendiri ke tauke-tauke culas di sana,” kata Teo mulai emosional. (Akmal, 2011 : 156) (149) “Kalau kenyataannya memang begitu, itu bukan merayu Pagau,” Nawara juga tak kalah ngotot. “Yang merayu itu kalau omong kosong tak ada bukti seperti kebiasaan kau,” katanya yang membuat Pagau kali ini mati kutu. (Akmal, 2011 : 177) (150) “Baik bos,” jawab Pagau. Senyum liciknya terkembang. Satu dari tiga perempuan itu cukup manis. Satu lainnya, meski wajahnya biasa-biasa saja, dia mempunyai bentuk badan yang membuat jantung Pagau berdetak lebih cepat setiap kali melihatnya. Dan kini, ketika Otiq dan Herlam meninggalkan ruangan ini, dia bisa memilih ingin lebih dekat pada yang mana: si manis atau si seksi? (Akmal, 2011 : 195) (151) “Rasanya tidak mungkin. Pagau memang bisa nekad, tapi dia tak punya otak hebat.” (Akmal, 2011 : 252) Kebodohan Pagau juga digambarkan pengarang melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (152) “Ah betul juga, Pagau,” sergah Otiq. “Makannya jangan lagi-lagi kau anggp Borneo ini otaknya sama dengan otakmu.” (Akmal, 2011 : 176) Pagau merupakan anak buah dari Otik sang pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Setiap kali Otiq menginginkan sesuatu, Pagaulah yang selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
menjadi tangan kanannya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (153) Pagau tahu sudah saatnya dia membebaskan Otiq, yang bisa dianggap sebagai bosnya, dari kerewelan Gale dalam melepaskan hasil ladangnya. Saat terjadi keributan di rumah Nawara, Pagau mengejar Ubuh yang sedang melarikan diri karena ketakutan akan dibawa ke para samseng di Malaysia. Pagau ditugasi Otiq untuk membunuh Ubuh, namun kerja kerasnya tersebut siasia karena Panglima Adayak berhasil menangkapnya saat ketahuan akan membunuh Ubuh, dan Pagau pun terkena denda adat Ponti Tembawang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut. (154) Pagau juga tahu kalau Ubuh juga lolos dari tangkapannya malam ini, jatah hidupnya di dunia bisa dipastikan tak akan lama lagi. Sehingga tak ada pilihan lain bagi Pagau kecuali harus menemukan gadis itu ... dan membunuhnya secepat mungkin pada kesempatan pertama. (Akmal, 2011 : 267) (155) Melihat Ubuh tak memperlambat langkahnya, akhirnya Pagau mengejar gadis itu yang berlari seperti kesetanan. Di belakang mereka mulai terdengar suara warga dan Adayak yang beberapa kali memanggil nama Ubuh. Pagau semakin dekat dengan Ubuh, dan sepanjang pengejaran itu sudah membulatkan tekadnya untuk memberikan pelajaran penghabisan bagi Ubuh sebelum dibunuh. (Akmal, 2011 : 270) (156) “Nikmati saja saat-saat terakhir hidupmu ini,” kata Pagau sambil mendekatkan wajahnya mencoba mencium Ubuh, yang semakin menyurukan wajahnya ke dalam badannya. (Akmal, 2011 : 270) (157) “Berhenti!” Suara berat Panglima Adayak terdengar di belakang Pagau. “Kau akan menghadapi hukum adat untuk semua yang kau lakukan ini, Pagau!” (Akmal, 2011 : 271)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Pagau, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (148), (149), (150), (151). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (152), (153), (154), (155), (156), (157). Berdasarkan kutipan (148) hingga (152) dijelaskan bahwa Pagau merupakan prang yang bodoh, licik dan suka merayu wanita. Kutipan (153) menggambarkan bahwa Pagau merupakan anak buah dari Otiq, pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Kutipan (154) hingga (157) menggambarkan saat Pagau mengejar dan ingin membunuh Ubuh.
4.2.2 Latar Abram (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) mengungkapkan bahwa latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Burhan (1995 : 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah (1) latar tempat, (2) latar waktu, (3) latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
4.2.2.1 Latar Tempat Jaleswari, wanita yang sedang hamil muda yang dikirim ke tanah pedalaman Borneo oleh perusahaan tempat dia bekerja, untuk menyelidiki program CSR yang berhenti tanpa alasan yang jelas. Sesampainya di Pontianak, Jaleswari merasa asing dengan keadaan serta budaya di tanah Borneo tersebut. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (158) “SELAMAT datang di Pontianak, Ibu Jaleswari.” Seru Victor, sopir yang menjemputnya, ketika mobil mereka keluar dari kawasan bandara. Hujan sudah menipis sehingga hanya tersisa beberapa titik yang seakan terlupa dicurahkan awan. Cahaya matahari mulai mengintip malu Bumi Katulistiwa. (Akmal, 2011 : 5 – 6)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (159) Pada ruas jalan di seberang Jales berada, beberapa mobil kap terbuka yang membawa rombongan pemain yang memeriahkan Cap Go Meh berjalan sangat perlahan. ada seorang lelaki dengan kostum Kaisar Cina tempo dulu di atas tandu merah menyala yang berada di pundak kekar beberapa lelaki lain. Seorang lelaki tampak menusuk pipinya dengan sebilah logam pipih panjang, tetapi anehnya, tidak ada darah yang menetes. (Akmal, 2011 : 8)
Sementara itu di pedalaman hutan Ponti Tembawang yang berada dekat dengan negeri Jiran, seorang wanita yang telah dijual ke Malaysia dan melarikan diri dikejar oleh beberapa preman. Wanita yang belakangan diketahui bernama Ubuh tersebut terus berlari demi mendapatkan sebuah patok perbatasan agar selamat dari kejaran para preman dari negeri Jiran tersebut. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
(160) Di ujung sisi lain Ponti Tembawang yang lebih dekat dengan negeri jiran, keheningan belantara yang menelakkan tak berlangsung lama. (Akmal, 2011 : 20) (161) Sebuah patok perbatasan Sebuah patok yang akan membuat keselamatan nya terjaga karena berarti dia telah kembali berada di wilayah Tanah Air, dan terlindung dari kekejaman para samseng yang sudah menjual tubuh dan kesetiaan mereka hanya pada “Dewa Ringgit”. Tetapi, dimana patok itu sekarang? (Akmal, 2011 : 22) (162) Kepingan sinar matahari yang kadang-kadang jatuh di retina mata membuat konsentrasinya terganggu, lalu pohon-pohon yang terlihat berubah posisi dengan ranting-ranting tinggi yang berada di bawah, biru langit yang kini juga terlihat berada di bawah pinggangnya, lalu sebuah patok kusam di tanah yang sudah diinginkannya sejak tadi, dan sepasang kaki kekar berwarna cokelat kehitaman yang sebagian urat-uratnya tercetak begitu jelas. (Akmal, 2011 : 26)
Tubuh perempuan bernama Ubuh tersebut dibawa ke kampung Ponti Tembawang oleh panglima Adayak yang merupakan tetua di dusun tersebut. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(163) Di depan gubuk Nawara, perempuan pemilik rumah yang bersama beberapa kawannya sedang menganyam anjat itu terkejut melihat kedatangan Borneo dan panglima Adayak yang memanggul Ubuh. Begitu pula dengan para perempuan lain yang langsung berdiri ketika Adayak mendekat. (Akmal, 2011 : 44) (164) Di luar, Adayak disambut kerumunan yang masih penasaran ingin tahu apa yang terjadi. Di antara mereka terdapat Pagau dan Jomi yang agak menjauh. (Akmal, 2011 : 46)
Setelah adanya kejadian tersebut, Otiq yang merupakan dalang dari penjualan gadis-gadis tersebut melakukan rapat kecil bersama para anak buahnya di rumahnya. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
(165) Pada salah satu rumah itu, cahaya lampu damar menyeruk dari balik jendela yang sedikit terbuka. Ujung rokok yang merah terbakar di tangan Otiq membuat kontras dengan keremangan di sekelilingnya. (Akmal, 2011 : 51) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut (166) “Hmmm ...,” Otiq mondar-mandir di tengah ruangan yang remang, berpikir keras untuk mencari jalan keluar . “Mau tidak mau untuk sementara ini kita berhenti dulu melakukan „pengantaran‟ ke seberang. Tutup semua jalur kita, agar tak tercium aparat.” (Akmal, 2011 : 53)
Setelah melewati perjalan yang amat panjang, Jaleswari sampai di dusun Ponti Tembawang. Adeus yang merupakan satu-satunya guru di dusun tersebut mengajak Jaleswari ke rumah kepala suku Ponti Tembawang yaitu Panglima Adayak. Selama Jaleswari berada di dusun tersebut, Jaleswari menginap di rumah Nawara yang merupakan mantan istri Panglima Adayak. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (167) Jales tak merespons. Saat ini dia lebih tertarik memperhatikan suasana dusun sambil sesekali memotret sebagai dokumentasi untuk bahan laporan nanti. Babi-babi berkeliaran sambil mengendus-endus tanah untuk mencari makanan. “Aih!” pekik lembut Jales ketika beberapa ekor babi yang berlepotan lumpur tak sengaja mendekati, membuatnya menghindar dengan canggung. Adeus tak mengganggunya lagi dengan pertanyaan, mungkin tahu bahwa tamunya sedang membiasakan diri dengan lingkungan baru. (Akmal, 2011 : 123)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut (168) Mereka sampai di depan sebuah rumah kayu yang terlihat lebih tua daripada yang jales lihat sebelumnya. “Ini rumah Panglima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Adayak,” ujar Adeus. “Silahkan tunggu sebentar.” (Akmal, 2011 : 125)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (169) Begitu memasuki rumah Panglima Adayak, Jales merasakan adanya semacam aura karismatik yang kuat dari tempat itu. Perubahan cahaya dari terang di luar menjadi agak redup di dalam membuat Jales mengalami adaptasi untuk memperhatikan kondisi di dalam ruangan, termasuk panglima Adayak yang yang sudah duduk di salah satubangku. Adeus mengajak Jalkes mendekati Panglima dan memperkenalkan diri. (Akmal, 2011 : 125)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (170) “Tidak ada yang pernah menolak perintah Panglima apalagi saya,” jawab Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini bukan seperti hotel di Etikong.” (Akmal, 2011 : 147) (171) Jales sampai di pintu belakang rumah Nawara dan segera masuk. Dia baru merasakan tubuhnya sedikit menggigil setelah sampai di dalam rumah. “Saya ke kamar dulu, Bu Nawara,” kata Jales sambil menganggukkan kepalanya kepada tuan rumah yang balas mengangguk. (Akmal, 2011 : 164) Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (172) Di rumah Nawara yang terletak tak jauh dari gereja, Jaleswari yang masih tertidur mulai menggeliatkan tubuhnya akibat cahaya matahari pagi yang menerobos dinding, secara perlahat menghangati kulit wajahnya. (Akmal, 2011 : 171)
Setelah beberapa hari membiasakan diri dengan lingkungan Ponti Tembawang, Jaleswari memulai misinya di bidang pendidikan. Dia memulai dengan mengunjungi Sekolah dasar di dusun tersebut. Jales merasa miris melihat anak-anak yang datang ke sekolah dapat dihitung dengan jari. Jaleswari juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
berusaha untuk membicarakan kepada para orang tua, bahwa sekolah itu sangat penting. Di sisi lain, Otiq sedang melakukan transaksi untuk penjualan perempuan ke negeri Jiran. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (173) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus, Borneo, dan beberapa orang kawan bocah itu. Mereka sudah duduk dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari akan menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan begitu lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang. Jales membatin Kalau di novel Laskar Pelangi saja jumlah murid SD yang sepuluh orang pikirku sudah menyedihkan, ternyata ada yang lebih menyedihkan lagi. (Akmal, 2011 : 187) (174) Di depan sebuah pondok, sekelompok ibu sedang menganyam ajat. Para lelaki sedang sibuk menyiapkan suatu upacara adat. Jaleswari sedang berdialog dengan beberapa orang ibu sambil sesekali Adeus menyelingi dalam bahasa Dayak. (Akmal, 2011 : 192) (175) Jauh dari Ponti Tembawang, di suatu daerah yang lebih ramai, Otiq dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah penampungan tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana seperti Ubuh sedang mengobrol sesama mereka di satu bagian rumah yang cukup besar itu. Pemilik rumah, Herlam, menyerahkan tiga dokumen kepada Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu. (Akmal, 2011 : 194) Jaleswari semakin bersemangat untuk memecahkan masalah pendidikan di dusun tersebut, namun Panglima Adayak mengingatkan Jales agar mau mengerti dan memahami masyarakat di dusun tersebut. Jales pun berpikir keras untuk membuat pembelajaran di luar kelas agar lebih banyak anak yang mau belajar di SD tersebut. Namun, Adeus sebagai guru asli dusun tersebut merasa bimbang apakah akan lanjut mengajar atau tidak, sementara itu dia diancam Otiq saat pergi ke warung Otiq. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
(176) “Yang sembunyi di balik pohon, tolong keluar!” Suara itu terdengar sangat karismatis dan bermagnet sehingga membuat jaleswari terseudut oleh dua pilihan: anatara keinginan untuk bersembunyi di balik pohon besar atau menampakkan diri di hadapan Adayak. (Akmal, 2011 : 198) (177) “Kamu tidak akan pernah diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami hidup kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling. (Akmal, 2011 : 199)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (178) Malam harinya di rumah Adeus, guru SD itu kembali gelisah seperti malam sebelumnya. Jika sebelumnya dia tidak bisa tidur karena bingung mencari alasan bagaimana menjelaskan seringnya dia tidak mengajar, sedangkan kegelisahannya saat ini sama sekali berbeda. (Akmal, 2011 : 214) (179) Adeus keluar menembus gelap malam menuju rumah Otiq. (Akmal, 2011 : 215) (180) Di suatu tempat dengan kubangan lumpur yang banyak babi sedang berleha-leha, dari mengendus-endus makanan di sekitar itu samapai berendam mendinginkan tubuh, Borneo langsung mengambil peran sebagai pemimpin pemburu. Dia berjalan mengendap-endap diikuti kawan-kawannya dengan Jales berada di barisan belakang. (Akmal, 2011 : 222) (181) Keesokan harinya jaleswari dan panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 227) (182) Dua pelajaran hari itu ternyata menjadi magnet luar biasa bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke lapangan, jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011 : 229)
Ubuh yang telah berani menceritakan peristiwa yang dialaminya, membuat Jaleswari merasa tergugah untuk membantu perempuan malang tersebut. Jaleswari menemui Adeus di rumahnya untuk menceritakan apa yang telah di dengarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
dari Ubuh tentang kejamnya Otiq dan Pagau. Setelah Jaleswari menceritakan hal tersebut, dia diteror dengan menggunakan bangkai binatang yang darahnya menciprati seluruh bagian tubuhnya, mendengar teriakan Jaleswari dari kamarnya Ubuh ketakutan dan melarikan diri ke dalam hutan. Dan sementara itu Otiq dan para pengikutnya merencanakan sesuatu agar kedua wanita yang tinggal di tempat Nawara diusir dari dusun Ponti Tembawang. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut (183) “Aaaaaaaahhh ....” Teriakan yang membelah malam dan menyebabkan seluruh penghuni rumah di sekitar rumah Nawara langsung terbangun begitu mendengar teriakan Jales yang sangat memilukan: di atas tempat tidur teronggok bangkai binatang dengan darah yang menciprati seluruh bagian atas tubuhnya dari leher sampai ke mnata kaki. (Akmal, 2011 : 216) Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (184) Borneo akhirnya berhasil membuka pintu kamar Jales setelah menerjangnya. Tubuh bocah itu mendadak pucat pasi, dan terpaku di tempatnya berdiri tanpa bisa melangkah lagi setelah melihat apa yang ada di atas tempat tidur. Nawara hanya sampai di kosen pintu tanpa berani melangkah maju lebih jauh setelah melihat warna merah dimana-mana. (Akmal, 2011 : 216) (185) Ketika teriakan Jaleswari merobek keheningan malam dusun Ponti Tembawang, di warung Otiq sedang berkumpul empat orang dalam keremangan malam. Mereka adalah Otiq, Pagau, Barinas, dan Manawar. Seluruh loampu dimatikan kecuali lampu minyak kecil yang kerlip cahayanya mereka jaga dengan ketat agar tak terlihat dari luar. (Akmal, 2011 : 262) (186) Sampai di pinggir ladang mereka membuka ketiga bungkusan, yang ternyata di dalamnya ada tiga ekor babi hutan dengan mulut terkerangkeng sebuah kain tipis lain sehingga tak bersuara. Babibabi itu sudah dipilih yang paling banyak makan, dan dibuat lapar sejak siang hari. Begitu moncong ketiganya dibebaskan, hewanhewan tambun itu langsung mengobrak-abrik ladang, melahap tanaman apa saja yang di depan mereka tanpa terkecuali. (Akmal, 2011 : 264) (187) Ubuh yang sudah tak memperdulikan lagi kondisi tubuhnya semakin jauh memasuki lebat rimba, kakinya berulang kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
menumbuk akar kayu atau bebatuan tajam yang susah terlihat di kelam malam. “Awww....uuhhh ...” Ubuh berulang kali merintih meski sudah berusaha menutup mulut agar tak tertangkap para pengejarnya. Di sebuah ceruk tanah yang terlindung oleh akar pohon raksasa seperti mulut gua, Ubuh masuk ke dalam sebuah celah yang sedikit lebih besar dari tubuh kurusnya. Gadis malang itu mjencoba mengatur napasnya seolah-olah seluruh dunia hanya berisi bunyi dari dalam dadanya. (Akmal, 2011 : 267) (188) Di bagian lain dari sungai itu, sebuah perahu dengan muatan beberapa orang yang dipimpin Barnias merapat ke sebuah ceruk kecil. Satu per satu dari mereka turun, sambil menutupi perahu dengan rerimbunan daun sampai perahu itu tak terlihat dari pandangan. Mereka segera keluar dari sungai yang dingin dan gelap. Ketika mereka semua naik ke daratan, tiba-tiba cahaya lampu senter menyala dari berbagai sudut, mengejutkan Berinas dan rombongannya. (Akmal, 2011 : 271) Sementara itu di rumah Nawara terjadi keributan besar yang melibatkan para warga dusun Ponti Tembawang yang meminta agar Jaleswari diusir dari dusun tersebut. Tak selang berapa lama Ubuh pun tereselamatkan dari kejaran Pagau. Sejak saat itu toko milik Otiq digeledah oleh para petugas dan Otiq beserta anak buahnya pun diringkus. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (189) Kerumunan orang di depan rumah Nawara masih belum berkurang ketika Jaeswari dan Adeus kembali. Mereka langsung masuk ke dalam rumah menemui Nawara. Otiq masih berada di kerumunan warga yang kini berkumpul agak jauh dari mereka. (Akmal, 2011 : 272) (190) “Dusun ini jadi sial sejak kedatangan perempuan itu!” tunjuk Otiq ke arah Jales, “dan perempuan yang kai rawat Nawara!” (Akmal, 2011 : 272) (191) Di dalam rumah, Nawara sudah menyiapkan air panas dibantu oleh Borneo. Adeus sudah membuang bangkai dari tempat tidur Jales bersama dengan seprainya. Nawara membawa baskom berisi air hangat itu ke dalam kamar di mana Ubuh dan Jaleswari sedang duduk bercerita. Ubuh masih terisak-isak di bahu Jales. (Akmal, 2011 : 279) (192) Di warung Otiq sedang terjadi penggeledahan yang dilakukan aparat keamanan. Manawar, Pagau, dan Barinas yang sempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
memimpin operasi sungai menunggu di luar dengan tangan diborgol di bawah pengawasan petugas. Arifin terlihat berada di sana mengawasi Otiq yang juga diborgol kedua tangannya. Petugas menyisir seluruh sudut warung otiq yang cukup luas untuk ukuran sebuah dusun itu. Sementara di luar, di belakang pita kuning police line yang sudah terpasang, warga berkerumunan menyaksikan peristiwa yang baru pertama kalinya terjadi di dusun mereka yang terisolasi itu. (Akmal, 2011 : 283) Jaleswari yang merasa tugasnya telah selesai pun merasa dirinya harus pamit untuk meninggalkan dusun tersebut karena harus melaporkan hasil kerjanya kepada perusahaan tempat di mana dia bekerja. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (193) Di rumah Nawara, Jaleswari sedang berkemas, melipat beberapabaju terakhir yang dia bawa, menyisipkan buku dan catatan-catatan yang dibuatnya selama berada di Ponti Tembawang. (Akmal,2011 : 283) (194) Setelah dirasa cukup, jales keluar dari dalam kamar. Di ruang tengah sudah berkumpul Nawara, Panglima Adayak, Ubuh, Adeus, dan.... Arifin! Semua menatapnya tanpa bicara, dengan kesedihan paling jelas terpancar dari mata Nawara. Jaleswari tergugu melihat semua itu. (Akmal, 2011 : 283 – 284) (195) Dalam perjalanan menuju dermaga, Arifin dan Jaleswari bergulat dengan pikiran masing-masing. Keduanya kini tak bisa lagi mengelak dari perasaan yang sudah merasa lebih nyaman dengan kehadiran masing-masing. (Akmal, 2011 : 292) (196) Di rumah Nawara, Ubuh yang sudah jauh lebih sehat sedang sibuk mengerjakan anyaman bersama sejumlah perempuan lainnya. Kadang-kadang matanya masih menerawang menatap ke arah jalan, seperti menunggu seseorang. (Akmal, 2011 : 299)
Teknik pelukisan latar tempat yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan tidak langsung. Dalam pelukisan latar tempat, teknik langsung atau dapat dilihat melalui kutipan (158), (165), (166), (168), (170), (171), (176), (177), dan (183).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (159), (160), (161), (162), (163), (164), (167), (169), (172), (173), (174), (175), (178), (179), (180), (181), (182), (183), (184), (185), (186), (187), (188), (189), (190), (191), (192), (193), (194), (195), (195) dan (196). Berdasarkan kutipan (159) dan (159) mengambarkan bahwa Jaleswari sampai di kota Pontianak. Kutipan (160) hingga (162) menggambarkan keadaan di hutan saat Ubuh sedang dikejar oleh para samseng. Kutipan (163) dan (164) menggambarkan saat Ubuh di bawa ke dusun Ponti Tembawang. Kutipan (165) hingga (169) menggambarkan bahwa Otiq dan para pengikutnya mengadakan rapat di rumahnya untuk menyingkirkan Ubuh dan Jaleswari. Kutipan (170) dan (171) menggambarkan suasana di warung Otiq. Kutipan (173)hingga (182) menggambarkan keadaan di SD Ponti Tembawang. Kutipan (183) hingga (188) di rumah Nawara, Ubuh menceritakan pengalaman terburuknya kepada Jaleswari. Kutipan (189) hingga (192) terjadi keributan di rumah Nawara. Kutipan (193) hingga (196) di rumah Nawara, Jales berpamitan untuk pulang ke Jakarta.
4.2.2.2 Latar Waktu Latar waktu dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dijelaskan sangat rinci oleh Sang pengarang. Secara jelas pengarang memulai dengan kedatangan Jaleswari di Tanah Borneo, saat jaleswari memulai memahami budaya di Ponti Tembawang, dan saat Jaleswari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Ponti Tembawang. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut: Jaleswari sampai di Pontianak ketika hari telah siang dan sedang hujan. Sesampainya di Pontianak, Jaleswari dan sang sopir bernama Victor melanjutkan perjalanan ke Etikong dengan jarak tempuh selama 6 jam. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (197) Hampir enam jam kemudian, setelah melalui beragam kondisi jalan beraspal mulus, berlubang-lubang, dan tanah licin sehabis hujan yang membuat roda mobil beberapa kali menari-menari serta pos penjagaan militer yang membuat Victor membuka lagi seluruh kaca jendela mobil sembari melambaikan tangan ke arah petugas jaga, mobil mereka sampai di pertigaan Balai Karangan, Sanggau, yang menurut Victor hanya sekitar sepuluh sampai lima belas menit lagi dari Etikong. Lengkungan pelangi yang berkilau indah terp0asang di cakrawala. (Akmal, 2011 : 9) Saat di dusun Ponti Tembawang digemparkan oleh ditemukannya perempuan bernama Ubuh, malam harinya Otiq dan para pengikutnya yang menjadi dalang dalam kejadian penjualan para gadis tersebut melakukan rapat kecil untuk antisipasi kejadian yang akan terjadi berikutnya agar kedoknya tidak tercium oleh warga dusun tersebut. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (198) Cahaya rembulan memeluk dusun sunyi Ponti Tembawang dengan malu-malu. Suara serangga malam, desau angin yang menggesek dedaunan, dan sayup aliran Sungai Sekayam di kejauhan, bersatu membentuk konserto alami seperti ingin meredakan kemarahan warga dusun yang masih terkejut setelah melihat kondisi Ubuh. (Akmal, 2011 : 51) (199) Otiq berjalan menuju jendela dan melihat ke arah bulan yang hanya terlihat separuh. “Para tauke di sana akan marah kepadaku. Bisabisa mereka meminta ganti rugi atas uang yang sudah mereka keluarkan. Bangsat!” Otiq terus mengeluarkan sumpah serapah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
“Mengapa anak bodoh itu berani mempertaruhkan nyawanya melarikan diri dari para samseng?” Katanya geram. (Akmal, 2011 : 53) Di
sisi
lain,
Jaleswari
yang
memang
peduli
dengan
keadaan
memprihatinkan di daerah perbatasan tersebut merasa tergugah untuk melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para masyarakat setelah palang perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia di buka saat pagi hari. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (200) Jales Menatap arlojinya: 4.50. Mobil Victor beringsut maju, mencari celah parkir di suatu alunalun besar yang di tengahnya berdiri sebuah tugu tinggi dengan banyak tulisan di badan tugu yang tak bisa dibaca Jales dari jauh. Victor menemukan tempat parkir yang diinginkan, dan mematikan mesin mobil. “Silakan lihat-lihat dulu, Bu.” (Akmal, 2011 : 73) (201) 04.55. Denyut kehidupan dua negara serumpun yang berbagi daratan, udara, dan aliran sungai itu akan dimulai sesaat lagi. (Akmal, 2011 : 74) (202) 05.10. Sebuah bus masuk dari arah Malaysia dengan warna dominasi merah darah yang disapu aksentuasi warna putih di beberapa bagian. Pada bagian atas kaca depannya yang lebar terdapat tulisan dalam warna kuning cemerlang dalam dua bahasa: Mandarin dan Latin. (Akmal, 2011 : 76) Selama perjalan siang hari dari Etikong menuju dusun Ponti Tembawang, dengan menggunakan perahu melewati Sungai Sekayam, hujan deras pun tiba-tiba datang, Jaleswari merasa ketakutan yang luar biasa. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (203) Selama sekitar satu jam selanjutnya, hujan tak juga reda. Tuhan seperti ingin menyampaikan pesan pribadi kepadanya. Sebuah welcome speech welcome speech yang begitu nyata. “Jales, ini baru sebagian kecil dari kondisi alam yang akan kau alami di sini. Siapa kau?” (Akmal, 2011 : 112)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Beberapa hari telah beradaptasi di dusun Ponti Tembawang tersebut, pada hari senin Jaleswari memulai dengan mengunjungi sekolah dan berusaha memulai misi yang diberikan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (204) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus, Borneo, dan beberapa kawan bocah itu. Mereka sudah duduk dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari yang akan menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan begitu lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang. Jales membatin. (Akmal, 2011 : 187) (205) Sinar matahari memanggang sekolah dalam terik yang tak bersahabat. Para murid sudah lama pulang. Wajah Jaleswari terlihat keruh karena kondisi yang dialaminya sekarang jauh lebih buruk daripada yang dia bayangkan. (Akmal, 2011 : 189) Saat Jaleswari sedang semangat untuk memecahkan masalah pendidikan dengan mengubah metode pembelajaran yang awalnya hanya belajar di menjadi belajar di alam terbuka, tetapi malam harinya Adeus yang merupakan satu-satunya guru yang ada di dusun tersebut memutar otak untuk mencari alasannya berhenti menjadi guru, karena dirasa gaji yang diterima tidak mencukupi untuk kebutuhannya sehari-hari. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (206) Malam harinya di rumah Adeus, guru SD itu kembali gelisah seperti malam sebelumnya. Jika sebelumnya dia tidak bisa tidur karena bingung mencari alasan bagaimana menjelaskan seringnya ia tidak mengajar, sedangkan kegelisahannya saat ini sama sekali berbeda. (Akmal, 2011 : 214) (207) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 227)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat, sore hari menjelang petang masyarakat mandi beramai-ramai di sungai. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (208) Rembang petang kembali membayang di cakrawala Ponti tembawang. Jaleswari yang sudah bisa merasakan nikmatnya mandi di aliran sungai sudah sampai di dermaga. Kali ini dia membawa tas dan kameranya, memutuskan untuk memotret kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239) Jaleswari mencoba untuk membantu Ubuh dalam mengungkap kejahatan yang menimpa perempuan malang tersebut. Ubuh mencoba menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Dan pagi harinya Jales menceritakan hal tersebut kepada Adeus agar mau membantu memecahkan maslah Ubuh tersebut. tetapi hal itu tercium oleh Otiq, dan malam berikutnya Jaleswari mendapatkan teror yang mengerikan. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (209) Malam semakin mendaki menuju puncak kelam ketika dari kamar sebelah, Jales terbangun ketika seperti mendengar suara orang yang sedang bergerak yang menimbulkan suara gesekan kayu. Semakin lama semakin mencurigakan. “Astaga ... Ubuh,” Jales terkejut menyadari mungkin saja bukan Ubuh yang melakukan itu. (Akmal, 2011 : 247) (210) Keesokan paginya Jaleswari sudah berjalan dengan wajah tegang di dusun dusun sambil memperhatikan sekeliling. Dia tampak berhati-hatindan berseru ketika melihat Borneo yang sedang menggendong dua ekor babi miliknya, yaitu Lady Gaga dan Justin Bieber. (Akmal, 2011 : 250) (211) Malam itu Jales yang kurang tidur akibat sebelumnya begadang mendengarkan cerita Ubuh, tidur lebih cepat. Lepas tengah malam karena merasakan ingin buang air kecil. Jales membuka matanya dengan berat. (Akmal, 2011 : 260) (212) “Aaaaaahh ....” Teriakan yang membelah malam dan menyebabkan seluruh penghuni rumah di sekitar rumah Nawara langsung terbangun begitu mendengar teriakan Jales yang sangat memilukan: di atas tempat tidur teronggok bangkai binatang dengan darah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
menciprati seluruh bagian atas tubuhnya dari leher samapai ke mata kaki. (Akmal, 2011:261) (213) Ketika teriakan Jaleswari merobek keheningan malam dusun Ponti Tembawang, di warung Otiq sedang berkumpul empat orang dalam keremangan malam. Mereka adalah Otiq, Pagau, Barinas, dan Manawar. Seluruh lampu dimatikan kecuali lampu minyak kecil yang kerlip cahayanya mereka jaga dengan ketat agar tak terlihat dari luar. (Akmal, 2011:262) (214) “Malam ini waktu pengiriman, kita tidak bisa menunda lagi, jalankan rencana malam ini, alihkan perhatian warga,” perintah Otiq. “Berinas, kau siapkan orang-orangmu di dermaga. Manawar, kau ikut aku dan Pagau melihat situasi di sekitar rumah Nawara. Kita tidak boleh tidak ada, nanti malah mengundang kecurigaan warga. Cepat berpencar.” (Akmal, 2011:263)
Setelah kejadian malam itu, pagi harinya masyarakat menjadi bangun lebih pagi, karena masih merasakan apa yang telah terjadi di malam hari itu. Jaleswari memutuskan untuk kembali pagi itu. Sebulan kemudian di sebuah Galeri foto di Jakarta sedang diadakan pameran foto hasil jepretan Jaleswari. Tiga bulan berselang saat di dusun Ponti tembawang diadakan pesta hasil panen Jales pun datang kembali ke dusun tersebut.
(215) Pagi datang membawa suasana yang berbeda bagi masyarakat Ponti Tembawang yang terbangun lebih awal dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kegemparan di dusun kecil itu menjadi pembicaraan di setiap rumah, juga bagi para peladang yang sedang bahuma, mengerjakan ladang masing-masing. (Akmal, 2011 : 283) (216) Sebulan kemudian di sebuah galeri foto terkemuka di Jakarta, berlangsung pameran foto yang disesaki banyak pengunjung. Obyek visual tentang masyarakat Dayak, alam dan kebudayaan mereka yang tinggal di kawasan perbatasan dengan Malaysia, menarik minat pengunjung. (Akmal, 2011 : 296) (217) Tiga pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar Gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang di jajarkan dengan berbagai perlengkapan adat upacara. Beberapa pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja menari dengan gerakan meriah. (Akmal, 2011 : 302)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Teknik pelukisan latar waktu yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan tidak langsung. Dalam pelukisan latar waktu, teknik langsung atau dapat dilihat melalui kutipan (197). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (198), (199), (200), (201), (202), (203), (204), (205), (206), (207), (208), (209), (210), (211), (212), (213), (214), (215), (216), (217). Berdasarkan kutipan (197) menggambarkan latar waktu siang hari saat Jales sampai di Pontianak. Kutipan (198) dan (199) menggambarkan waktu malam hari saat Otiq dan anak buahnyan membuat strategi untuk menyingkirkan Jales dan Ubuh. Kutipan (200) hingga (202) menggambarkan latar waktu pagi hari di palang perbatasan border. Kutipan (203) menggambarkan latar waktu siang hari saat Jaleswari menuju dusun Ponti Tembawang. Kutipan (204) dan (205) menggambarkan latar waktu pada hari senin di SD Ponti Tembawang. Kutipan (206) dan (207) menggambarkan waktu malam dan siang hari di rumah Adeus. Kutipan (208) menggambarkan latar waktu menjelang petang saat para warga beraktivitas dengan kebiasaan mereka, yaitu mandi di sungai. Kutipan (215) hingga (217) menggambarkan latar waktu pagi hari saat Jales ingin pulang ke Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
4.2.2.3 Latar Sosial Latar sosial dari Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat Tanah Borneo tepatnya di pedalaman Ponti Tembawang. Dalam misinya terhadap pendidikan di Dusun Ponti Tembawang, Jaleswari dituntut untuk memahami dan mengerti budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Berikut paparan-paparan yang menyatakan pernyataan tersebut. Jaleswari telah sampai di Pontianak, dan saat itu di kota tersebut sedang diadakan pesta Cap Go Meh yang merupakan perayaan wajib pada setiap tahunnya di kota tersebut. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (218) “Itu perayaan Cap Go Meh, Bu,” jelas Victor tanpa ditanya. “Dilakukan 15 hari sesudah Imlek. Setiap tahun pasti ada acara ini.” (Akmal, 2011 : 8) (219) Pada ruas jalan di seberang Jales berada, beberapa mobil kap terbuka yang membawa rombongan pemain yang memeriahkan Cap Go Meh berjalan sangat perlahan. Ada seorang lelaki dengan kostum Kaisar Cina tempo dulu di atas tandu merah menyala yang berada di puncak kekar beberapa lelaki lain. Seorang lelaki tampak menusuk pipinya dengan sebilah logam pipih panjang, tapi anehnya, tak ada darah yang menetes.( Akmal, 2011 : 8) Saat dalam perjalanan menuju ke hotel di Etikong Victor sang supir menceritakan bahwa terdapat tempat di tanah Borneo yang masih menerapkan sistem denda adat bila terdapat orang yang melakukan salah akan menerima hukum sesuai dengan adat yang berlaku. Berikut kutipan mendukung pernyataan tersebut.
langsung yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
(220) “Oh bukan,” Victor menyerigai. “Saya dan kawan-kawan menyebut dusun ini sebagai Kampung Seribu Dolar karena kita harus hati-hati sekali di sini. Banyak denda adat yang ditetapkan. Jangankan kita menabrak orang, mobil kita selip saja dan menurut warga di sini itu mengganggu mereka, kita bisa kena denda adat. Denda adat di sini banyak sekali jenisnya. Selain mahal, bahkan sampai ada yang puluhan juta rupiah. Itulah sebabnya mengapa disebut Kampung Seribu Dolar.” (Akmal, 2011 : 10)
Di sisi lain Tanah Borneo tepatnya di Ponti Tembawang, masyarakat setempat masih mempercayai adanya roh-roh yang dipercaya mampu membantu masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat di dusun tersebut masih melakukan aktivitas berburu menggunakan senjata-senjata tradisional. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (221) Di belakang Borneo, beberapa anak lelaki mengikutinya berlari sambil mengacung-acungkan „senjata‟ pemburuan mereka masingmasing, mulai dari mandau kecil, tombak berujung tumpul, sumpit, sampai dengan perisai. (Akmal, 2011 : 14) (222) Dalam pemburuan yang sebenarnya, senjata yang digunakan para pemburu selalu diolesi ipuh–getah kayu dari pepohonan tertentu yang sangat beracun dan dapat mematikan hewan korbannya dengan cepat. Babi hutan atau rusa yang mati setelah terkena ipuh tetap bisa dimakan, asal kulit daging dan daging di tempat masuknya ipuh dibuang lebih dulu sebelum dimasak. (Akmal, 2011 : 15) Berikut ini adalah pernyataan yang mendukung bahwa masyarakat setempat masih mempercayai roh-roh yang dipercaya dapat membantu masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (223) “Sekali lagi kalian lakukan ini, kamang Buluh Layu‟ akan menghisapm darah kalian sampai habis!” pekik perempuan tua itu separuh melolong. (Akmal, 2011 : 15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
(224) Kamang adalah roh leluhur orang Dayak yang digambarkan hanya memakai cawat dan ikat kepala warna merah dan putih yang dipilin bersamaan (tangkulas). Kamang digambarkan pandai melihat serta mencium bau darah, dan karena itu gemar sekali menghisap darah. Mereka sering dianggap sebagai pelindung para pengayau–orang yang gemar memenggal kepala orang. (Akmal, 2011 : 15) (225) “Baruakng Kulub tak suka pada anak nakal!” bentak perempuan itu histeris. “Jangankan Baruakng Kulup, para jubata pun tak ada yang sudi menemanimu Borneo!” (Akmal, 2011 : 16) (226) Baruakng Kulub adalah nama anak Nek Patinah, dewa tertinggi dalam masyarakat Dayak, bersama istrinya Ne‟ Duniang. Jadi Baruakng Kulub adalah pewaris takhta dewa tertinggi yang sangat dihormati. (Akmal, 2011 : 16) (227) Perempuan-perempuan lebih muda yang sedang menjemur kembali tenggelam dalam kesibukan mereka sambil melantunkan kayau – senandung tradisional yang dinyanyikan bersahut-sahutan dan berkisah tentang salah satu legenda dalam tradisi Dayak. (Akmal, 2011 : 18) Penduduk Ponti Tembawang kebanyakan besar hanya memelihara hewan seperti babi dan anjing. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut, bahkan jika babi peliharaan mati akibat ulah seseorang denda yang di jatuhkan pun bisa sampai puluhan juta rupiah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut (228) Jangan bayangkan menemukan kambing, sapi, atau bahkan seekor kucing di sini. Selain babi sebagai hewan peliharaan, yang tampak hanya beberapa ekor anjing kurus dengan tubuh cokelat berbaur lumpur yang mengering. Di tengah suasana panas seperti ini anjing-anjing tersebut memilih merebahkan badan dan menjulurkan lidah sambil terengah-engah. Mata mereka sayu, bukan mata sigap hewan liar yang cekatan untuk menyerang lawan. Andai ada orangorang jahat yang memasuki kampung itu, mungkin sekumpulan anjing itu pun hanya menggonggong lemah tak perduli. (Akmal, 2011 : 19) Berikut pernyataan langsung yang menyatakan bahwa denda adat yang dijatuhkan kepada seorang yang dengan sengaja atau tidak sengaja membunuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
hewan babi peliharaan masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut (229) “Kalau babi mati, saya juga bakal ikut mati, Bu Jales,” ujar Victor bingung. “Seekor babi itu denda adatnya mahal sekali. Ratusan ribu sampai juataan rupiah, tergantung besarnya. Saya punya duit dari mana?” (Akmal, 2011 : 84) (230) “Aduh Ibu,” Victor terdengar putus asa. “Kalau di kota, mungkin itu bisa dilakukan. Tapi di tempat seperti ini> mereka punya magic yang tak main-main, Bu. Bisa-bisa mobil kita terbalik sebelum meninggalkan dusun ini,” katanya serius. (Akmal, 2011 : 84) Dalam keadaan lingkungan yang masih asri, masyarakat masih menggunakan cara tradisional dalam melakukan aktivitas, seperti mencuci dan mandi. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (231) “Nah, di sebelah sana itu dermaganya, Bu Jales,” ujar Victor sambil menunjuk beberapa perahu yang sedang bersandar, dengan beberapa orang anak yang sedang berenang gembira dalam berbagai gaya. Mereka silih berganti meloncat dari sebuah batu besar, kadang dengan melakukan salto, ke dalam sungai, lalu keluar lagi menuju batu besar itu seperti atlet loncat indah yang sedang menyempurnakan gerakan. (Akmal, 2011 : 88) (232) Beberapa perempuan dewasa dengan menggunakan kemben sedang mencuci pakaian, atau mengeramasi rambut panjang mereka di aliran Sungai Sekayam yang agak keruh karena membawa arus sisa hujan dari hulu. (Akmal, 2011 : 88) Masyarakat Dayak terkenal dengan membantai kepala dan memakan mentah-mentah tubuh orang yang bersalah atau musuh mereka, berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (233) “Dua hari lalu ada warga yang isi perutnya dimakan massa,” kata Jalung tanpa merasa jijik saat mengatakan itu. Sebaliknya jales langsung merasakan perutnya mual. (Akmal, 2011 : 97) (234) “Korbanya adalah dua orang sales sandal yang indekos di sana, bukan warga asli. Kepala mereka dipenggal masyarakat dan isi perutnya dimakan, lalu jenazah kedua korban dimasukkan ke sebuah mobil pick-up rusak dan dibakar.” (Akmal, 2011 : 98)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
(235) “Selain Kabmol, warga juga mengepung empat penjual buku keliling di Desa Klapeng. Kalau yang ini saya lihat kejadiannya karena sedang di sana. Satu orang mati dengan kepala hampir putus, seorang lagi masuk rumah sakit karena luka parah akibat wajahnya disiram warga dengan cuka getah yang dicampur ipuh. Dua orang lagi sempat melarikan diri.” Jelas Jalung. (Akmal, 2011 : 98) (236) Filosofi itu sama sekali berbeda dengan bayangan Jales tentang komunitas Dayak yang suka berburu apa saja, dari membunuh hewan samapai mengayau kepala manusia. “Semua yang kami lakukan ada alasannya,” ujar Pangalima dayak. Seperti bisa membaca pikiran Jales. “Kami menghormati alam yang sudah menyediakan kehidupan bagi kami. Tetapi orang-orang luar seperti kalian melihat kami sebagai perusak hutan yang setelah membuka satu ladang lalu berpindah ke ladang lain. Kami tak pernah mengambil lebih daripada apa yang kami butuhkan, tidak seperti mereka yang menggunakan mesin-mesin modern untuk menghancurkan hutan kami dan tidak melakukan penanaman lagi.” (Akmal, 2011 : 130) Dalam budaya Dayak, minuman tuak adalah minuman yang sangat sering dikonsumsi oleh masyarakat di dusun Ponti Tembawang dan makanan dan minuman yang sudah dihidangkan harus disentuh walaupun hanya sedikit, hal itu sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (237) Sebuah gelas dituangi air berwarna putih pekat disodorkan ke Adeus dan kemudian Jaleswari. Setelah itu disodorkan mangkuk berisi daging yang kelihatannya dimasak tidak terlalu matang, atau memang disengaja tidak dimatangkan. (Adeus, 2011 : 126) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (238) “Kata siapa?” potong Panglima. “Di sini perempuan yang mau punya anak pun minum tuak. Dan anak-anak yang lahir pun baikbaik saja. Lihat itu,” katanya sambil menunjuk ke arah jendela. Di luar sana beberapa kepala bocah sedang mengintip, lalu hilang bersama suara cekikikan. Lalu tak lama kemudian kepala mereka muncul lagi, ingin tahu. (Akmal, 2011 : 128)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
(239) Panglima tampaknya puas sang tamu sudah mau menyantap hidangannya. “Jadi, ulangi lagi apa yang membuat Ibu Jales datang ke sini?” (Akmal, 2011 : 132) Pada dasarnya masyarakat Indonesia masih mempercayai roh-roh yang berada di dekat mereka. Masyarakat pedalaman khususnya di Ponti Tembawang juga masih mempercayai bahwa masih banyak roh-roh yang ada di sekeliling mereka, hingga mereka memberika sesajen untuk memberikan penghormatan kepada roh-roh tersebut untuk meminta perlindungan dan sebagainya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (240) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan sabut kelapa yang dibakar di bawah sebuah pohon besar. Dengan khidmad Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya. (Akmal, 2011 : 197) Mandau adalah senjata khas Dayak, kegunaan mandau tersebut biasanya dipergunakan untuk bertarung atau membunuh seseorang musuhnya. Dalam Novel ini pun dipaparkan bahwa masyarakat masih menggunakan kekuatan berkelahi menggunakan mandau untuk menyelesaikan masalah. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (241) “Tidak bisa!” seru Adeus yang melangkah maju dan berdiri dengan gagah menghadapi Otiq. “Siapa pun yang ingin mengusir Ibu Jaleswari dan Ubuh di antara kalian, kalau berani, maju! Hadapi aku dulu,” katanya sambil mengacungkan obor di tangan kanannya sejauh mungkin ke depan, seperti ingin melihat lebih jelas lawanlawannya. (Akmal, 2011 : 275) (242) “Takut kau, Adeus?” Otiq tertawa mengejek. “Jangan khawatir, aku tak akan bertindak pengecut,” katanya sambil menoleh ke seorang warga. “Beri dia mandau!” (Akmal, 2011 : 274)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Masyarakat Dayak selalu mengadakan perayaan upacara adat untuk memperingati kesuksesan masyarakat dalam
memanen hasil ladang mereka.
Upacara adat tersebut disebut dengan gawai, dalam upacara tersebut masyarakat biasanya menari-menari dengan diiringi musik khas Dayak. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (243) TIGA pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang di jajarkan dengan berbagai perlengkapan upacara adat. Beberapa pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja menari dengan gerakan meriah.(Akmal, 2011 : 302)
Teknik pelukisan latar sosial yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan tidak langsung. Dalam pelukisan latar sosial, teknik langsung atau dapat dilihat melalui kutipan (228), (229), (220), (229), (230), (233), (234), (235), (236), (241), dan (242) Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (221), (222), (223), (224), (225), (226), (227), (231), (232), (237), (239), (240), (247). Berdasarkan kutipan (218) dan (219) menggambarkan latar sosial orang Cina, yaitu Cap Go Meh. Kutipan (220) menjelaskan bahwa denda adat masih diberlakukan di Tanah Borneo. Kutipan (221) dan (222) menggambarkan bahwa masyarakat berburu masih menggunakan cara tradisional. Kutipan (223) hingga (227) menggambarkan bahwa masyarakat dusun Ponti Tembawang masih percaya adanya roh nenek moyang yang melindungi mereka.
Kutipan (228)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
menggambarkan bahwa masyarakat suku Dayak lebih memilih memelihara babi daripada hewan lainnya. Kutipan (229) dan (230) menjelaskan bahwa denda adat akan diberlakukan bila ada orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja membubuh babi peliharaan mereka. Kutipan (231) dan (232) menggambarkan bahwa masyarakat dusun Ponti Tembawang masih melakukan aktivitas secara tradisional. Kutipan (233) hingga (236) menjelaskan bahwa masyarakat dayak masih ada yang memberlakukan budaya memenggal kepala orang dan memakan bagian organ dalam korban untuk menyelesaikan masalah. Kutipan (237) hingga (279) menggambarka bahwa makanan dan minuman tradisional yaitu hasil buruan dan tuak sering menjadi makanan yang disuguhkan untuk tamu atau untuk makanan
sehari-hari
masyarakat
Ponti
Tembawang.
Kutipan
(240)
menggambarkan bahwa masyarakat Ponti Tembawang masih memberlakukan pemberian sesajen untuk roh nenel moyang mereka. Kutipan (241) dan (242) menggambarkan bahwa senjata khas Dayak adalah mandau. Kutipan (243) menggambarkan bahwa setiap tahunnya masyarakat dayak selalu menggadakan pesta yang disebut dengan gawai untuk mensyukuri hasil panen mereka.
4.2.3 Tema Novel yang berjudul Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini, memiliki tema tentang pendidikan, cinta tanah air, dan perjuangan perempuan. Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa kutipan yang mendukung adanya tema-tema tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
4.2.3.1 Pendidikan Tema pendidikan pada novel ini ditunjukkan pada saat Jaleswari yang ditunjuk oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelidiki program CRS (Corporate Social Responsibility) di dusun Ponti Tembawang Kalimantan Barat yang tidak berjalan tanpa alasan yang jelas. Jaleswari bekerja keras agar SD di dusun tersebut tetap berdiri dan anak-anak dusun tersebut bisa menganyam pendidikan dengan baik daripada bekerja. Berikut pernyataan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (244) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CRS (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu. (Akmal, 2011 : 67) Adeus merupakan satu-satunya guru yang bertahan mengajar di SD Ponti Tembawang tersebut. Adeus pun menceritakan kepada Jaleswari tentang keadaan yang terjadi di SD tersebut sehingga hanya Adeus yang menjadi satu-satunya guru dan hanya mengajar kelas satu hingga kelas 3 karena gaji dari hasil mengajar tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (245) “Di sini anak-anak Cuma sekolah sampai kelas tiga SD,” ujar Adeus. “Untuk selanjutnya, mereka harus melanjutkan ke dusun lain dengan berjalan kaki dua sampai setengah jam dari sini.” (Akmal, 2011 : 139) (246) Adeus menggelengkan kepala. “Dulu pernah ada selain saya. Tapi karena berasal dari dusun lain, dia harus berjalan jauh. Akhirnya tidak lama. Pernah ada penggantinya tapi juga terjadi begitu lagi.” (Akmal, 2011 : 139 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
(247) “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi kalau saya hanya menghabiskan waktu hanya untuk mengajar seluruh waktu. Saya punya banyak tanggungan, sehingga harus bekerja lainnya untuk dapat uang.” (Akmal, 2011 : 141)
Dengan melihat keadaan Sekolah Dasar yang sangat memprihatinkan, Jales berusaha meyakinkan Adeus untuk tetap mengajar agar anak-anak di Ponti Tembawang
dapat
mengayam
pendidikan
dengan
merata,
tetapi
pada
kenyataannya sulit karena keterbatasan-keterbatasan yang ada. Di bawah ini akan ditunjukkan kutipan tidak langsung yang mendukung adanya tema tersebut. (248) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus, Borneo, dan beberapa orang kawan bocah itu. Mereka sudah duduk dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari yang akan menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan begitu lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang. Jales membatin. Kalau di novel Laskar Pelangi saja jumlah murid SD yang sepuluh orang pikirku sudah sangat menyedihkan, ternyata ada yang jauh lebih menyedihkan lagi. (Akmal, 2011 : 187) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (249) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk mencerdaskian anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah kau tidak kasihan melihat kondisi mereka seperti tadi?” Tanya Jales sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran dari keningnya. “Anak-anak ini, Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmu yang ....” (Akmal, 2011 : 189) (250) “Perbatasan hanya sekitar delapan kilometer dari sini,” ujar Adeus. “suasana sangat berbeda. Di sana segala bentuk pelayanan publik jauh lebih bagus. Lebih nyaman. Surga yang ada di bumi” (Akmal, 2011 : 189) (251) “Bukankah dengfan belajar di sekolah mereka bisa pandai dan akan lebih mudah meningkatkan taraf kehidupan?” tanya Jales (Akmal, 2011 : 189)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
Jales merasa iba dengan anak-anak yang ingin sekolah tetapi kenyataannya tidak memungkinkan untuk disangkal, tetapi dia tidak putus asa. Jaleswari meminta Borneo untuk mengajak kawan-kawannya yang tidak pernah sekolah agar mau mengayam pendidikan di bangku sekolah. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (252) “Kamu mau sekolah kan?” Borneo mengangguk “Kalau kalian?” tanya Jales kepada kawan-kawan Borneo “Senang, Bu” jawab mereka bersamaan. “Kalau besar kalian mau jadi apa?” (Akmal, 2011 : 190) (253) Jales tersenyum karena karena mendapatkan ide dari jawaban Borneo. “Wah, bagus itu. Nah, sekarang ibu mau minta tolong sama Bapak Presiden pasti punya rakyat. Punya orang-orang yang patuh sama dia kan?” (Akmal, 2011 : 191) (254) “Bapak presiden bisa nggak kumpulkian orang-orang itu untuk diajak ke sini. Bapak Presiden akan bikin mereka pintar semua. Mau kan?” (Akmal, 2011 : 191) (255) “Kamu lihat Adeus. Ini bukan pilihan antara keinginan dan kenyataan,” katanya agak sinis. “Itu keinginan besar untuk menghadapi kenyataan yang sulit.” (Akmal, 2011 : 191) Jaleswari tidak menyerah begitu saja dengan apa yang telah dikatakan oleh Adeus. Langkah awal yang dilakukan adalah mengajak orang tua dari anak-anak Ponti Tembawang untuk memberikan izin sekolah bagi anak-anak mereka. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (256) “Anak-anak juga butuh sekolah, kalau harus berladang juga nanti sekolahnya jadi tertinggal.” (Akmal, 2011 : 192) (257) “Tidak mungkin, Bu Guru,” jawab salah seorang ibu. Kalau mereka sekolah, mereka tidak bisa ikut berladang. Bagaimana bisa makan kalau tidak berladang,” ucapnya bercerocos. (Akmal, 2011 : 192) (258) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak berdagang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192) (259) “Anak-anak harus didorong supaya mereka nanti pintar dan menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang. Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, ankaanak bisa menjadi dokter, tentara, bahkan seperti Adeus yang menjadi guru,” aleswari menunjuka Adeus, yang cuping hidungnya mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193) Arifin, yang bekerja sebagai TNI di daerah perbatasan pun merasakan hal yang sama dengan Jaleswari, bahwa SD yang telah dibangun tidak dipergunakan dengan sebaik mungkin. Adeus sebagai satu-satunya guru pun ingin mengundurkan diri. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (260) “Sayang sekali SD itu tidak digunakan dengan baik. Muridnya saya dengar hanya sedikit.” (Akmal, 2011 : 209) (261) “Kadang-kadang aku berpikir kasihan jugta Adeus dengan jumlah murid yang sedikit itu. Padahal dia juga harus hidup.” (Akmal, 2011 : 209) (262) “Menjadi guru memang tak pernah menjadi tugas mudah, Arifin,” Jales yang tahu arah simpati lawan bicaranya mencoba mengarahkan pembicaraan tidak menyangkut kebutuhan hidup melainkan profesional tugas. “Tetapi, bukan berarti karena situasi yang serba kurang itu maka seorang guru boleh begitu saja meninggalkan pekerjaannya, bukan?” (Akmal, 2011 : 209 – 210) (263) “Selain itu cara pandang warga tentang pentingnya arti pendidikan juga masi9h harus diperkuat. Jangankan bagi anak-anak, kamu mungkin tak percaya kalau saya ceritakan bahwa pada saat awal kedatangan saya ke desa-desa border ini, mereka tak tahu bagaimana cara memasang bendera Merah Putih, dan kapan saja waktu pemasangan itu.” (Akmal, 2011 : 210) Jaleswari mendapatkan ide untuk membuat pembelajaran lebih menarik, sehingga anak-anak bukan hanya belajar di kelas tetapi juga dengan bermain di luar ruangan. Misalnya dengan berburu, dan ide itu berhasil membawa anak-anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
yang tidak pernah sekolah tertarik datang untuk mengikuti pembelajaran. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (264) “Presiden Borneo gagal Bu. Nggak ada rakyat yang mau dengar,” katanya dengan kata-kata tersendat. “Nggak ada yang mau ikut ke sekolah Pak Adeus lagi.” (Akmal, 2011 : 219) (265) Jales melihat lagi arlojinya. Sudah sembilan puluh menit berlalu dari jadwal yang dijanjikan Adeus. Untuk menghilangkan kekecewaannya sendiri, Jales mencoba cara lain. (Akmal, 2011 : 119) Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (266) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 227) (267) Selesai dengan urusan panah, mereka berpindah ke sebuah lokasi yang sudah disusun bebatuan dan di atasnya diletakkan rumput kering. Panglima Adayak menggosok dua batu untuk menghasilkan api. (Akmal, 2011 : 228) (268) Dua “pelajaran” di9 hari itu ternyata menjadi magnet luar biasa bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke lapangan, Jales teka percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibansingkan Borneo sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011 : 229) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa Jaleswari berhasil membawa lebih dari 10 anak untuk belajar bersama di luar kelas. (269) “Wow!” Jales mengucek matanya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya memang benar-benar ada. Kemana saja anak-anak ini sebelumnya sehingga dia tak pernah melihat mereka? (Akmal, 2011 : 229) (270) “Luar biasa” desis Adeus yang juga takjub melihat pemandangan itu. “Saya tak pernah melihat ada anak sebanyak ini kecuali saat gawai, panen padi,” katanya. “Sekarang apa pelajarannya?” (Akmal, 2011 : 229)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
(271) “Anak-anak,” Jaleswari langsung membuka percakapan. “Terima kasih sudah datang ke sekolah. Hari ini seperti juga kemarin, kita tidak belajar di dalam kelas, tetapi di sini.” (Akmal, 2011 : 230) Jalewari tidak berhenti di situ saja, dia tetap meminta Adeus untuk tetap tinggal menjadi guru bagi anak-anak Ponti Tembawang. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (272) “Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales menggunakan kesempatan percakapan ini untuk sekaligus untuk menguji keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256) (273) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dunia sekarang. Kau yang bisa melakukan itu Adeus. Tetapi mereka juga harus tetap mengakar pada keluhuran nilai masyarakat Dayak yang indah ini,” lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi masa depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang akan menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287) Berdasarkan kutipan (245) hingga (273) menjadi bukti bahwa novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini mempunyai tema tentang pendidikan. Perjuangan Jaleswari untuk mengajak anak-anak belajar berhasil dengan cara mengubah pembelajaran di luar kelas. Hal tersebut bisa menarik minat anak-anak dusun Ponti Tembawang walaupun dengan proses yang sangat panjang dan sulit, tetapi Jaleswari tidak pernah putus asa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
4.2.3.2 Cinta Tanah Air Tema cinta tanah air dibuktikan pada saat Jaleswari tidak setuju dengan adanya produk-produk Malaysia dibandingkan dengan produk Indonesia. Selain itu, Jaleswari sangat terkejut karena saat dia masih berada di wilayah Indonesia mendapatkan sms bahwa dia sedang berada di Malaysia. Jaleswari semakin kuat tekadnyauntu menyelesaikan tanggungjawabnya. Di sisi lain Tanah Borneo tepatnya di Ponti Tembawang, masyarakat setempat masih mempercayai adanya roh-roh yang dipercaya mampu membantu masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat di dusun tersebut masih melakukan aktivitas berburu menggunakan senjata-senjata tradisional. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (274) Selamat datang di Malaysia? Jales tak habis pikir. Bukankah daerah ini masih merupakan wilayah Republik Indonesia? Ataukah ini tecnical error saja, mungkin karena operator seluler di negeri jiran itu mempunyai daya pancar yang tinggi sehingga menutup wilayah Etikong? (Akmal, 2011 : 11) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (275) “Jadi, perang pernyataan pun sudah tidak hanya lewat media massa, tapi lewat seluruh peluang yang disediakan dunia digital,” pikirnya sambil terus mencoba memahami perang pesan pendekn yang baru saja terjadi, (Akmal, 2011 : 11 – 12) (276) “Kelihatannya akan semakin banyak hal menarik yang kutemui di tempat ini di luar urusan menangani urusan sekolah yang terbengkalai.” (Akmal, 2011 : 12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Di dusun Ponti Tembawang, Otiq pemilik warung satu-satunya di dusun tersebut juga lebih banyak menjual produk-produk Malaysia daripada produk Indonesia. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (277) Di satu sudut lain dari Ponti Tembawang terdapat sebuah warung yang cukup besar. Meski berada di wilayah Indonesia, barangbarang dagangan di sana tak seluruhnya produk dalam negeri. Beberapa di antaranya malah merupakan produk Malaysia, seperti sebotol kecil air mineral seharga Rp 3.000, satu bir kaleng seharga Rp 10.000, dan sebotol besar wiski seharga Rp 25.000. otiq si pemilik warung sedang duduk bersama dua orang lelaki. (Akmal, 2011 : 37) Masyarakat dusun Ponti Tembawang yang dulunya tidak bisa memasang bendera Merah Putih, saat ini sudah bisa mengibarkan bendera Merah Putih karena bantuan dari para TNI yaitu Arifin dan kawan-kawannya. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (278) “Ah Bapak Jomi, sekarang warga di sini sudah bisa mmmemasang bendera Merah Putih dengan benarnsetelah dijelaskan Pak Arifin kawan Bapak,” ujar Otiq. (Akmal, 2011 : 37) (279) “Baguslah kalau begitu,” jawab Jomi sambil kembali menyicipi tuaknya. “Beberapa tahun yang lalu sewaktu saya baru pertama kali datang ke sini, saya sampai heran dan tak habis mengerti dengan masyarakat yang berada di wilayah Indonesia tapi tak tahu kapan bendera nasional harus dipasang.” (Akmal, 2011 : 38) (280) “Mungkin karena kami lebih tahu tentang bendera Malaysia ketimbang bendera sendiri, Pak Jomi,” ujar Otiq sambil terkekehkekeh, menertawakan sendiri situasi yang dianggapnya sangat lucu. (Akmal, 2011 : 38) Jaleswari merasa iba terhadap kenyataan yang sedang ada di depan matanya. Setelah dia melihat daerah perbatasan border, dia tidak habis mengerti dengan keadaan yang terjadi. Tidak hanya itu, makanan dan minuman yang disajikan diwilayah Indonesia tersebut rata-rata adalah makanan dan minuman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
dari Malaysia. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (281) Setelah melihat langsung suasana PPLB, Jales sulit membayangkan benarkah penyelundupan dan perdagangan manusia, human trafficking, betul-betul terjadi di tempat yang seketat ini? Seekor kucing yang nekat ingin menyeberangi border pun rasanya pasti akan kmesulitan luar biasa. (Akmal, 2011 : 77) (282) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca kemasannya. Memang produk Malaysia. Hal itu sempat membuatnya jengkel sesaat. (Akmal, 2011 : 79) (283) “Hmmm ...,” Jales memutuskan untuk tidak berterus terang. “Rasanya lumayan juga.” Kalau aku berteru terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak per4nah sekali pun aku makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang. (Akmal, 2011 : 80)
Sesampainya di dusun Ponti Tembawang, Jales lebih terkejut lagi, karena di tempat pelosok masyarakat bisa melihat siaran televisi dari negara lain, tetapi tidak satu pun siaran televisi Indonesia yang bisa ditonton di tempat itu. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (284) Dunia di kepala Jales langsung terjungkir balik. Di tempat sebecek ini? Dengan babi-babi yang tumbuh mereka berlepotan lumpur, dan rumah mereka yang sudah sepudar ingatan pemimpin bangsa tentang masyarakat-masyarakat terpencil, dari dalamnya berpendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal, 2011 : 124) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (285) “Remaja di sini pun lebih suka nonton American Idol dibandingkan dengan Indonesian Idol,” tambah Adeus membuat Jaleswari ternganga. (Akmal, 2011 : 124)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
(286) Adeus menggeleng, “Siaran RRI juga jelek. Yang bagus malah radio-radio Malaysia dari Serawak. Sinyal mereka kuat-kuat, sehingga anak-anak di sini lebih hafal lagu dari penyanyi dan bandband Malaysia,” lanjut pria itu sambil menyebutkan sejumlah nama penyanyi jiran yang tidak akrab di telinga Jales. (Akmal, 2011 : 125) Jaleswari mengajari anak-anak Ponti Tembawang untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, karena tidak ada satu pun dari mereka yang mengenal lagu-lagu kebangsaan Indonesia. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (287) “Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu Indonesia Pusaka?” (Akmal, 2011 : 188) (288) Borneo menunduk. Jales menghela napas. “Baiklah, sekarang kita coba lagu lain. Hmm ... oh iya, Bagimu Negeri. Ibu yakin kalian semua tahu lagu ini, kan? Ayo acungkan tangan yang tahu lagu ini?” (Akmal, 2011 : 188) Adeus mengajak Jaleswari jalan-jalan melihat perbatasan di hutan Ponti Tembawang, dan betapa terkejutnya Jales, karena patok perbatasan antara Malaysia dan Indonesia hanya ditandai dengan sebuah patok saja bukan pagar besi. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (289) “Perbatasan di tengah hutan yang jauh dari pos tentara dan imigrasi, tandanya memang Cuma berupa patok seperti ini saja,” jawab Adeus. (Akmal, 2011 : 202) (290) “Kenapa tanpa tembok dan tanpa kawat berduri ya?” tanya Jales. (Akmal, 2011 : 205) (291) Adeus mengangguk “Pos seperti di Etikong itu malah Cuma hanya satu ada satu di seluruh Kalimantan. Yang lebih banyak adalah perbatasan yang terbuka seperti ini.” (Akmal, 2011 : 204) Di sekolah, Jaleswari masih mengajarkan lagu-lagu nasional Indonesia agar anak-anak sadar bahwa mereka masih hidup di wilayah Indonesia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
mengetahui bahwa Indonesia mempunyai beberapa lagu nasiaonal yang harus dihafal dan dimengerti oleh anak-anak tersebut. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (292) “Bukan. Lagu-lagu dari daerah lain, supaya anak-anak ini tahu bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal, 2011 : 229) (293) “Lagu Jakarta, Ondel-Ondel,” ujar Jales. “Pernah lihat OndelOndel?” (Akmal, 2011 : 229) (294) “Dengar dulu penjelasan Ibu Jales, Anak-anak.” Kali ini Adeus yang bicara. “Ibu Jales akan mengajarkan lagu dari Jakarta, ibu kota Indonesia. Betul, Ibu?” (Akmal, 2011 : 231) (295) “Ya itu sebabnya mengapa saya butuh bentuan Arifin untuk ikut mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal, 2011 : 234)
Berdasarkan kutipan (274) hingga (295) menjadi bukti bahwa novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini memiliki tema tentang cinta tanah air. Jaleswari dengan kokohnya mengajari anak-anak untuk mengerti, memahami, dan mengetahui bahwa mereka masih hidup di wilayah Indonesia. Banyaknya keterbatasan membuat masyarakat Ponti Tembawang menjadi tidak mengetahui tentang Indonesia. 3. Perjuangan Perempuan Tema selanjutnya yang dimiliki oleh novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini adalah perjuangan perempuan. Perjuangan perempuan ini menceritakan perjuangan seorang wanita bernama Ubuh yang dijual ke para tauke-tauke di negri jiran dan melarikan diri demi harga dirinya. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
perjuangannya menuai proses yang sangat menyedihkan. Berikut kutipan tidak langsung susra orang yang mendukung pernyataan tersebut. (296) Suara orang-orang yang mengejarnya semakin dekat, membuat perempuan muda itu kembali mengayuhkan kakinya yang semakin capai menopang badannya yang limbung. Pandangan matanya mulai berkunang-kunang. Kepalanya terasa berat dengan rasa pusing yang merambatinya. Dia tak lagi bisa melihat dengan jelas suasana di depannya. Semua benda terlihat seperti memiliki bayangan yang bergerak ke kiri dan kanan. Perempuan itu hanya berharap bisa mencapai sebuah patok kusam sebelum sepenuhnya hilang kesadaran. (Akmal, 2011 : 22) (297) Sebuah patok yang akan membuat keselamatannya terjaga karena berarti dia telah kembali berada di Tanah Air, dan terlindungi dari kekejaman para samseng yang sudah menjual tubuh dan kesetiaan mereka hanya pada “Dewa Ringgit”. Tetapi dimana patok itu sekarang? (Akmal, 2011 : 22) (298) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya. “Lari nak mane kau, Ubuh!” seru samseng yang berada di depan. “Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke kampungmu yang busuk.” (Akmal, 2011 : 22) (299) Ubuh melihat salah seorang dari samseng yang pernah berbuat kurang senonoh kepadanya. Kenangan pahit itu menghantam ingatannya seperti sebatang pohon tumbang yang jatuh menimpa kepala. (Akmal, 2011 : 22) (300) Samseng itu menjerit histeris tak menyelesaikan kalimatnya karena Ubuh dengan nekat dan mendadak menggeser ke bawah posisi tubuhnya, sehingga mulutnya sejajar dengan tangan durjana itu dan langsung menggigitnya sekuat tenaga. Ubuh mencengkeram kuat tangan itu dan merasakan jari-jari lelaki itu berada di dalam mulutnya, mengeluarkan cairan asin yang khas. Darah. (Akmal, 2011 : 22) (301) tubuhnya yang jauh lebih besar dan berotot seharusnya membuat lelaki itu tak kesulitan mengeluarkan tangannya dari mulut Ubuh. Tetapi Ubuh yang juga sudah gelap mata untuk mempertahankan kehormatan mengunci mulutnya dengan kekuatan yang mengagumkan sehingga jemari jahanam itu sama sekali tidak bisa keluar. Semakin keras samseng itu menarik tangannya, semakin kuat pula Ubuh membenamkan mulutnya kini semakin dipenuhi darah. (Akmal, 2011 : 25) (302) Ubuh memaksakan dirinya untuk berlari hanya dengan mengandalkan naluri. (Akmal, 2011 : 25) Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
(303) “Daripada kau memekik-mekik minta pertolongan yang tak akan terdengar orang,” seringai samseng lain yang pernah berbuat kurang ajar terhadap Ubuh, “Lebih baik kau memekik-mekik dibawahku, Manis,” katanya sambil berjongkok dan membelai wajah Ubuh berulang-ulang. “Kau bisa bahagia sampai melayanglayang naik ke langit mana pun yang kau mau.” (Akmal, 2011 : 23) (304) “Ubuh bekerja sebagai TKW,” jawab Otiq pendek. Hatinya mendadak dongkol terhadap Gale sehingga mengeraskan suaranya sebagai pembenaran. “Dia sendiri yang minta dibantu.” (Akmal, 2011 : 43)
Kejadian di jiran dan di perbatasan membuat Ubuh menjadi kehilangan kendali dan menjadi orang yang sedikit tidak waras. Ubuh mengalami guncangan yang hebat sehingga dia hanya bisa diam dan ketakuta. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (305) Ubuh duduk di ambang jendela dengan mata kosong. Pandangannya terarah ke hutan yang terpampang di depannya. Sesekali wajahnya menyeringai ngeri. Mulutnya seperti mendesiskan sesuatu yang tidak terdengar jelas berulang-ulang. (Akmal, 2011 : 146) Ternyata Otiq yang menjadi biang keladi di antara wanita-wanita yang dijualnya kenegri jiran tersebut. otiq dengan tega menjual para gadis di dusundusun dengan kedok akan dijadikan TKW, tetapi pada kenyataannya di jual ke para tauke di Mlaysia. Berikut pernyataan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (306) “Jangan cuman baik, Lakak. Kau harus pasti mengenali orang ini. Keadaan ini harus tetap dalam kendali kita. Saya tak mau kalau bisnis mengirimkan para pekerja ke tauke Malaysia ini menjadi terganggu.” (Akmal, 2011 : 146) (307) “Juga menjual warga dusunmu sendiri ke tauke-tauke culas di sana,” kata Teo mulai emosional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (308) Jauh dari Ponti Tembawang, di dusun daerah yang lebih ramai, Otiq dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah penampungan tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana yang seperti Ubuh sedang mengobrol sesama mereka di satu bagian rumah yang cukup besar itu. Pemilik rumah, Herla, menyerahkan tiga dokumen kepada Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu. (Akmal, 2011 : 194) (309) Nada suara Herlam yang mulai emosi membuat para calon TKW itu berusaha mencuri dengar dengan berpura-pura mengerjakan hal lain sambil berusaha mendekat. Otiq melihat itu. “Kita lanjutkan bicara, tetapi jangan di sini. Di ruang kerjamu saja!” katanya. (Akmal, 2011 : 194) (310) Serigai Pagau semakin lebar ketika Otiq sudah tak terlihat. Dia tahu Otiq tak benar-benar marah padanya, karena mereka punya selera yang sama terhadap perempuan. Mata Pagau mulai mengincar siapa yang akan didekatinya lebih dulu. (Akmal, 2011 : 195) Di perbatasan antara dusun Ponti Tembawang dan negri jiran sering sekali terjadi tindak asusila pada para gadis belia yang cantik. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (311) “Oh tidak, bukan itu,” jelas Adeus. “Maksudnya ketika di kelompok sidikat. Pernah saya dengar ada pengungsi yang tak punya uang, membayar dengan tubuh mereka sebagai bayarannya.” (Akmal, 2011 : 205 – 206) Berdasarkan kutipan (296) hingga (311) menjadi bukti bahwa novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini mempunyai tema tentang perjuangan perempuan. Ubuh yang menjadi korban berhasil melarikan diri dari kejamnya para tauke di negri jiran. Perjuangan Ubuh untuk melarikan diri menjadi bukti kelicikan Otiq dan seluruh anak buahnya dan sehingga mereka dihukum karena kelicikan mereka. Jaleswari mempunyai andil untuk mengupas masalah pelecehan wanita seperti Ubuh di dusun Ponti Tembawang tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
alasan mengapa pendidikan tidak berjalan dengan baik. Karena Otiq dengan kelicikannya mempengaruhi pikiran para warga.
4.2.4 Analisis Nilai Moral Pada bagian ini akan diuraikan mengenai nilai moral tokoh dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Nilai moral menurut Suseno (1987 : 145 – 150) terdapat tujuh sikap dan tindakan yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati , (7) realitas dan kritis. Nilai moral dalam novel tersebut diwujudkan melalui tindakan dan sikap tokoh yang berjuang melawan ketidakbermoralan tokoh antagonis dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Ponti Tembawang. Berikut nilai moral yang terkandung di dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan.
4.2.4.1 Kejujuran Jaleswari seorang wanita muda yang sedang mengandung anak pertamanya merasa bahwa dirinya tidak menginginkan kehamilannya dan lebih menginginkan kehadiran Aldo suaminya yang telah meninggal. Ia berterusterang kepada ibunya dan Adeus bahwa ia sangat tidak menginginkan kehamilan mudanya tersebut. berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
(312) “Iyalah, Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri” (Akmal, 2011 : 69). (313) “Iya, Ma,” Jales tangkas menungkas. “Aku tidak terlalu suka dengan kehamilan ini” (Akmal, 2011 : 70). (314) “Tetapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma” (Akmal, 2011 : 70). (315) “Tidak banyak yang bisa kuceritakan selain bahwa kedatanganku ke sini selain karena tugas,” jawab Jales sambil menyeka wajahnya yang mulai dipenuhi butir-butir keringat. “Tidak ada hal lain yang menarik untuk diceritakan dari seorang perempuan yang baru ditinggal mati suami, dan sekarang dalam keadaan hamil” (Akmal, 2011 : 206).
Adeus sebagai satu-satunya guru di SD Ponti Tembawang merasa bahwa honornya sebagai seorang guru tidak mencukupi untuk kebutuhannya sehari-hari. Hal tersebutlah yang menyebabkan Adeus hanya mengajar hingga kelas tiga saja dan sering membolos mengajar demi pekerjaan lainnya dan Adeus jujur kepada Jaleswari mengenai hal yang membuatnya harus membolos saat jadwal mengajar. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (316) “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi kalau saya menghabiskan waktu hanya untuk mengajar seluruh waktu. Saya punya banyak tanggungan, sehingga harus bekerja lainnya untuk dapat uang” (Akmal, 2011 : 141). (317) Adeus tampak tak enak saat menjawab, “Terpaksa saya tinggal” (Akmal, 2011 : 141). (318) “Perbatasan hanya sekitar delapan kilometer dari sini,” ujar Adeus. “Suasana sangat berbeda. Di sana segala macam bentuk pelayanan publik jauh lebih bagus. Lebih nyaman. Surga yang ada di bumi” (Akmal, 2011 : 189). (319) “Masalahnya tidak semudah itu. Banyak faktor terkait yang baru bisa Bu Jales pahami kalau setidaknya Bu Jales tinggal tiga-empat bulan di sini, bukan hanya tiga-empat hari.” Suara Adeus agak naik karena dia merasa disudutkan tanpa diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan yang lebih proposional (Akmal, 2011 : 256).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Berdasarkan kutipan (312) hingga kutipan (315) memberi bukti bahwa Jaleswari jujur terhadap apa yang ia rasakan saat itu. Jales berbicara menurut kata hatinya dengan jelas mengungkapkan bahwa ia tidak mnyukai kehamilannya tersebut. sedangkan kutipan (316) hingga (319) mengungkapkan bahwa Adeus jujur terhadap apa yang dilakukan selama membolos mengajar. 4.2.4.2 Nilai-nilai Otentik Manusia otentik adalah manusia yhang menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadiannya (Suseno, 1987 : 143). Dalam novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini nilai otentik dibuktikan dengan sikap asli dari tokoh utama yaitu Jaleswari yang mempunyai sikap tegas dan tidak suka akan basa-basi. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (320) “Pernah tiga tahun lalu, urusan kantor,” jawab Jales dengan malas (Akmal, 2011 : 6) (321) “Jalan!” Jales tak mau dibantah lagi. “Atau saya turun di sini!” (Akmal, 2011 : 8). (322) “Sudah-sudah!” Rasa kesal kini berkobar di ubun-ubun Jales. “Buruan!” (Akmal, 2011 : 9). (323) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan basa-basi yang tak disukainya (Akmal, 2011 : 72).
Selain mempunyai sikap yang tegas dan tidak suka basa-basi, Jaleswari juga mempiliki sikap yang lembut terhadap seseorang. Hal ini dibuktikan Jales saat memberikan dukungan kepada Ubuh agar cepat sembuh. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
(324) “Kenapa tidak makan?” mata Jales mengarah ke piring yang terisi penuh. Ubuh kembali menggelengkan kepala (Akmal, 2011 : 173). (325) “Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saja saya ini kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh, namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukanm Jales dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan langsung (Akmal, 2011 : 248). (326) “Kalau ditahan terus akan tambah menjadi beban,” Jales kembali mencoba melunakkan hati gadis itu. “Kamu bisa ngomong sama saya .... Apa saja. Nggak usah takut” (Akmal, 2011 : 249) Selain Jaleswari, Panglima Adayak juga memiliki sikap otetentik, hal ini dapat dibuktikan dengan sikap wibawanya yang ditunjukkan kepada Jaleswari dan masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (327) “Pernahkah ibu dengar ada orang Dayak yang memenggal kepala istri atau anaknya sendiri?” Panglima mengabaikan permintaan maaf Jales. “Atau memenggal kepala ayah ibunya sendiri? Pernah?” (Akmal, 2011 : 130). (328) “Dan dengan yang tidak ibu tahu itu, Ibu langsung mengganggap kami masyarakat Dayak sebagai orang yang tidak adil? Sebagai orang yang seenang-wenang dalam mengambil kehidupan orang lain?” cecar Panglima Adayak (Akmal, 2011 : 130). (329) “Kamu tidak akan pernah diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami kehidupan kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling (Akmal, 2011 : 199). (330) “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan jarinya ke sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu kenapa?” (Akmal, 2011 : 199). (331) “Dan, kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot mata belatinya. “Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai yang menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!” katanya sambil kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen (Akmal, 2011 : 200).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
Berdasarkan kutipan (320) hingga kutipan (323) membuktikan bahwa Jaleswari memiliki sikap otentik dalam dirinya. Kutipan (324) hingga (325) menyatakan bahwa Panglima Adayak juga memiliki sikap otentik dalam dirinya. 4.2.4.3 Kesediaan untuk Bertanggung Jawab Kesediaan bertanggung jawab adalah kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan denganm sebaik mungkin (Suseno : 1987 : 16). Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini juga menyuguhkan nilai kesediaan untuk bertanggung jawab, hal ini dibuktikan dengan kesediaan Nawara untuk menampung Ubuh yang terluka dan berjanji akan merawatnya hingga sembuh. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (332) Adayak masuk ke rumah Nawara dan membaringkan gadis itu dengan hati-hati. Nawara yang sudah menyiapkan air hangat segera menyeka seluruh tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan sekali,” katanya saat membersihkan kaki gadis itu yang menyisakan darah kering berwarna merah kecoklatan. Nawara lalu melihat Adayak. “Ini bukan pekerjaan samseng biadap itu kan?” (Akmal, 2011 : 45). (333) “Baik, Panglima. Akan saya usahakan sebisa saya untuk menyembuhkannya” (Akmal, 2011 : 46). (334) “Belum lama, aku hanya ingin bilang bahwa anak malang itu akan aku rawat sampai sembuh. Jangan khawatir. Borneo juga sudah kuminta agar menganggapnya sebagai kakak. Aku yakin tak lama lagi kondisinya akan kembali” (Akmal, 2011 : 54). (335) “Saya hanya membantu sebisa saya, Pendeta. Panglima Adayak yang mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174). Jaleswari bersedia bertanggung jawab kepada kantornya untuk mengurus program CSR yang berhenti begitu saja tanpa alasan yang jelas di dusun Ponti Tembawang. Walaupun keadaan yang sedang hamil dan keadaan dihadapinya semakin sulit, namun Jaleswari tetap bersedia bertanggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
jawab. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (336) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011 : 67) (337) Di depan sebuah pondok, sekelompok ibu sedang menganyam ajat. Para lelaki sedang sibuk menyiapkan suatu upacara adat. Jaleswari sedang berdialog dengan beberapa orang ibu sambil sesekali Adeus menyelingi dalam bahasa Dayak (Akmal, 2011 : 192). Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (338) “Hmm ... baiklah, bantu saya untuk mengajar.” Jales memutuskan sudah saatnya untuk bertindak lebih nyata, apa pun yang akan terjadi. Dia lalu menatap anak-anak. “Ada yang suka menyanyi?” (Akmal, 2011 : 188). (339) “Sejauh ini tugasku hanya untuk mencari apa penyebab tidak berjalannya program CSR ini” (Akmal, 2011 : 209). Kutipan (332) hingga kutipan (335) menyatakan bahwa Nawara memiliki kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap Ubuh yang saat itu sedang mengalami goncangan jiwa akibat penderitaan yang dialami. Sedangkan kutipan (336) hingga (339) membuktikan bahwa Jaleswari juga memiliki sikap kesediaan untuk bertanggung jawab dari tugas yang diterimanya mencari tahu alasan program dari kantornya yang tidak berjalan. Selain itu, Jaleswari juga bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Ubuh saat itu, karena Ubuh bercerita tentang apa yang telah dialaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
2.2.4.4 Kemandirian Moral Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam bertindak sesuai dengannya (Suseno, 1987 : 147). Dalam hal ini dibuktikan dengan sikap mandiri Jaleswari dalam menghadapi permaslahan di dusun Ponti Tembawang. Berikut kutipan yang mendukung penyataan tersebut. (340) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011 : 67). (341) Jales dengan hati-hati bercampurtakut memasukkan kakinya ke dalam sungai (Akmal, 2011 : 212) (342) “Bismillahirahmanirrahim,” ujar Jales saat kedua kakinya masuk ke dalam air yang mengalir lancar, memberikan kesegaran yang berbeda dibandingkan dengan air dalam ember di kamar mandi dadakan di belakang rumah Nawara(Akmal, 2011 : 212).
Kutipan (340) hingga kutipan (342) menggambarkan bahwa Jaleswari dengan kemandirian menepis semua ketakutan di dalam dirinya dan mulai melakukan apa yang menurutnya tidak mungkin untuk dilakukan yaitu dengan pergi ke Kalimantan dengan keadaan hamil muda demi mendapatkan alasan mengapa program pembangunan SD tidak berjalan dengan lancar dan menepis ketakutan dan kejijikannya untuk mandi di sungai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
4.2.4.5 Keberanian Moral Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakin (Suseno, 1987 : 147). Keberanian moral ini ditunjukkan pengarang melalui sikap tokoh utama Jaleswari yang berani mengungkap kebenaran dari ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat Ponti Tembawang. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut. (343) “Ah, tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh sudah bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang yang mengirim dia ke tauke di Malaysia itu” (Akmal, 2011 : 251). (344) “Dia banyak bercerita kehidupan di sana. Terutama kelakuanpara samseng yang sering kurang ajar” (Akmal, 2011 : 255). (345) “Ya, Ubuh cerita dia dan kawan-kawannya sering mengalami pelecehan seksual oleh para samseng itu. Bahkan ada juga yang dilakukan para tauke terhadap para TKW yang berparas manis” (Akmal, 2011 : 255). (346) “Kalau kau tahu masalahnya seperti itu, Adeu,” Jales menggnakan kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung itu terus dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya engkau lebih mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaanyang lebih layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256). Kutipan (343) hingga kutipan (346) membuktikan bahwa Jaleswari memberanikan diri untuk mengungkapkan kebenaran yang sedang terjadi di masyarakat Ponti Tembawang, karena hal tersebut juga merupakan akar masalah dari berhentinya program CSR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
4.2.4.6 Kerendahan Hati Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataan. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya (Suseno, 1987 : 148). Kerendahan hati dalam novel ini ditunjukkan pengarang melalui kerendahan hati tokoh dalam melihat kenyataan dalam dirinya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut. (347) “Tidak ada yang ppernah menolak perintah Panglima, apalagi saua” jawab Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini bukan hotel di Etikong” (Akmal, 2011 : 147). (348) “Saya hanya membantu semampu saya, Pendeta. Panglima Adayak yang mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174).
Kutipan (347) dan kutipan (348) menggambarkan bahwa Nawara sadalah tokoh yang sangat rendah hati. Hal ini dapat dibuktikan saat dia menerima Jaleswari menginap di rumahnya dan menampung serta merawat Ubuh hingga sembuh.
4.2.4.7 Realitas dan Kritis Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini meiliki sikap realitas dan kritis yang digambarkan pegarang lewat sikap kritis tokoh utama yaitu Jaleswari. Jaleswari adalah sosok perempuan muda yang memiliki sikap kritis terhadap apapun yang sedang dilihatnya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
(349) Selamat datang di Malaysia? Jales tak habis pikir. Bukankah daerah ini masih merupakan wilayah Republik Indonesia? Ataukah ini technical eror saja, mungkin karena operator seluler di negri jiran itu mempunyai daya pancar yang tinggi sehingga menutup wilayah Etikong (Akmal, 200 : 11). (350) “Jadi perang pernyataan pun sudah tidak hanya lewat media massa, tapi lewat seluruh peluang yang disediakan dunia digital,” pikirnya sambil terus mencoba memahami perang pesan pendek yang baru saja terjadi (Akmal, 2011 : 12). (351) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca kemasannya.memang produk Malaysia. Hal itu sempat membuatnya jengkel sesaat (Akmal, 2011 : 79). Kutipan (349) dan (350) menggambarkan Jaleswari yang kritis terhadap hal yang terlihat di depan matanya. Hal itulah yang membuat wanita cantik ini terlihat pintar.
4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA Pengajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata (Rahmanto, 2005 : 15). Oleh karena itu, sastra bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran mengenai nilai-nilai kehidupan. Rahmanto mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu : (1) segi bahasa, (2) segi kematangan jiwa, (3) segi latar belakang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
1.
Bahasa Penggunaan bahasa dalam novel sangat penting untuk diperhatikan karena
akan berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Bahasa yang terlalu sulit akan menghambat pemahaman siswa terhadap novel tersebut, sebaliknya jika novel tersebut bahasanya mudah untuk dipahami maka siswa pun tidak akan kesulitan dalam membaca dan memahami isi novel. Novel Batas anatara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral menggunakan bahasa suku Dayak, bahasa Melayu, bahasa inggris, dan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, bahasa yang digunakan oleh pengarang masih bisa dipahami oleh siswa di tingkat SMA karena bahasanya sederhana dan lugas. Selain itu, pengarang juga menambahkan keterangan di bawah bahasa asing yang digunakan dalam novel inisehingga memudahkan peserta didik untuk memahami kalimat-kalimat tersebut. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (352) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya. “Lari nak mane kau Ubuh!” seru samseng yang berada di depan. “Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke kampungmu yang busuk” (Akmal, 2011 : 22). (353) “Ayo minum, Gale!” katanya sambil menuangkan tuak ke dalam gelas Gale yang baru saja kosong. “Sayang sekali tidak ada ma’alap senggayung yang bikin suasana jadi tambah ramai heeee ...,” lanjutnya menyebutkan musik dari bambu yang biasa dimainkan warga (Akmal, 2011 : 37). (354) “Betul sekali Pak Jomi. Memang kelihatannya mahal karena ini adalah aruh ganal, apa itu artinya kalau orang Jawa bilang ... ah ya, kan-dori besar,” ujar Pagau (Akmal, 2011 : 40). (355) “Nyanyi Kandan saja,” usul seorang anak “Apa itu Kandan?” Tanya Jales berbisik kepada Adeus. “Lagu pujian agar rakyat makmur,” jawab Adeus juga sambil berbisik (Akmal, 2011 : 230).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Selain menggunakan bahasa suku Dayak dan melayu, pengarang juga menggunakan bahasa Inggris. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut. (356) “Betul, Bu. Usaha money charger dengan uang kertas bernilai kecil yang sering sudah kumal” (Akmal, 2011 : 82). (357) “Jadi, darimana Dalikun mendapatkan uang sebanyak itu?” Rasa penasaran Jales tak berkurang. “Obat bius? Human traffiking? Pembalakan liar?” (Akmal, 2011 : 83) (358) “Selamat, Cantik. Great job!” puji Kunun yang berbisik lirih di telinga Jales. “Upaya kita berhasil! Banyak perusahaan meminta proposal kita. Mereka akan mengalokasikan dana CSR untuk kita kelola” (Akmal, 2011 : 298). Kutipan (351) hingga kutipan (355) merupakan bukti bahwa pengarang menggunakan bahasa suku Dayak dan bahasa Melayu. Sedangkan kutipan (356) hingga (358) merupakan bukti bahwa pengarang juga menggunakan bahasa Inggris dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan. 2.
Kematangan Jiwa Kematangan jiwa peserta didik juga harus diperhatikan dalam mempelajari
karya sastra. Rahmanto (2005 : 30) berpendapat bahwa pada tahap usia 16 tahun merupakan tahap generalisasi, dimana pada tahap ini siswa sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis, tetapi juga berminat untuk menemukan konsepkonsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Jaleswari memiliki sikap kemtangan jiwa. Pengarang menggambarkannya melalui sikap Jaleswari yang mau menerima tugas berat dari kantornya untuk menyelesaikan misi pembangunan SD di Kalimantan Barat walaupun dia masih dalam keadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
berduka dan hamil muda. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa. (359) “iyalah, Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri” (Akmal, 2011 : 69). (360) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011 : 67). Kutipan di bawah ini mengambarkan bahwa Jaleswari tidak egois untuk memikirkan dirinya sendiri. Dia mau memberikan jatah makan untuk orang yang lebih membutuhkan. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa. (361) “Saya masih kenyang, Bang Irfan,” kata Jales. “Tadi sempat sarapan di border.” Tanya saja sama Victor. Ini makanannya simpan saja buat Bang Irfan atau teo karena pasti lebih membutuhkan (Akmal, 2011 : 99).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Jaleswari tetap memikirkan orang lain walaupun dirinya sedang dalam keadaan terancam. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa.
(362) Dari dalam rumah, Jales menghambur keluar dengan tubuh yang masih belepotan darah. “Mana Ubuh?” katanya panik, sambil menatap Adeus yang terlihat berusaha menenangkannya (Akmal, 2011 : 266). Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa tokoh Adeus rela berkorban dan memiliki sikap kematangan jiwa. Pengarang menggambarkannya melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
tindakannya yang berani bertarung untuk keselamatan orang lain, walaupun dirinya tidak bisa menggunakan mandau untuk bertarung. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa. (363) “Tidak bisa!” seru Adeus yang melangkah maju dan berdiri dengan gagah menghadapi Otiq. “Siapa pun yang ingin mengusir Ibu Jaleswari dan Ubuh di antara kalian, kalau berani maju! Hadapi aku dulu,” katanya sambil mengacungkan obor di tangan kanannya sejauh mungkin ke depan, seperti ingin meihat lebih jelas lawanlawannya (Akmal, 2011 : 273) (364) Tiba-tiba Adeus muncul dann mengambil alih tugas adayak dengan tiga kali gosokan yang dilakukan secara keras, bunga api muncul memercik ke rumput kering dan segera melahapnya sehingga mata api membesar. Borneo dan kawan-kawannya bertepuk tangan dan bersorak gembira sambil menari-nari khas dayak. Panglima Adayak mengangguk-anggukkan kepalanya dengan ekspresi puas. Sedangkan Jales dengan sepontan memeluk Adeus sebagai tanda terimakasih yang membuat lelaki itu salah tingkah (Akmal, 2011 : 28) Kutipan (359) hingga (364) membuktikan bahwa novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan juga memiliki aspek kematangan jiwa. Dimana beberapa tokoh tidak mudah dalam mengambil sebuah keputusan deengan resiko yang akan didapatkan. 3.
Latar Belakang Budaya Latar belakang budaya juga penting dalam pembelajaran karya sastra.
Peserta didik akan semakin terpancing minat untuk mempelajari sastra. Selain itu, peserta didik dapat menambah wawasan dengan mengetahui berbagai macam budaya-budaya di Indonesia. Berikut kutipan langsung yang menyatakan pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar belakang budaya Dayak yang masih menggunakan cara tradisional untuk menyembuhkan sakit yang diderita oleh seseorang. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(365) “Ini aku bawakan obat untuk Ubuh. Rebuskan ramuan akar hutan ini, minumkan airnya, dan ajak dia bicara. Ceritakan dongeng indah yang kamu ingat tentang kehebatan masyarakat Dayak” (Akmal, 2011 : 220). Masyarakat Dayak masih (366) Perempuan-perempuan lebih muda sedang menjemur kembali tenggelam dalam kesibukan mereka sembari melantunkan kayau – senandung tradisional yang dinyanyikan bersahut-sahutan dan berkisah tentang salah satu legenda dalam tradisi Dayak (Akmal, 2011 : 17 – 18). Masyarakat suku Dayak, masih mempercayai adanya roh leluhur atau nenek moyang yang melindungi mereka. Hal ini digambarkan pengarang melalui kebiasaan Adayak yang merupakan tetua di dusun tersebut menaruh beberapa sesajen untuk dipersembahkan kepada roh leluhur. (367) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan sabut kelapa yang dibakar di bawah sebuah pohon besar. Dengan khidmat Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya (Akmal, 2011 : 197). Panen merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat suku Dayak, karena dengan adanya panen masyarakat dapat meryakannya bersama-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
sama. Perayaan panen tersebut selalu dilakukan setiap tahunnya. Perayaan tersebut bernama gawai. (368) Tiga pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang di jajarkan dengan berbagai perlengkapan adat upacara. Beberapa pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja menari dengan gerakan meriah (Akmal, 2011 : 302). Kutipan (365) hingga (368) merupakan bukti bahwa dalam novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral, budaya yang dikenalkan adalah budaya masyarakat Dayak khususnya dusun Ponti Tembawang. Hal tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik untuk mengenal budaya dari daerah lain di Indonesia. 4.2.6 Silabus (terlampir) 4.2.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (terlampir)
4.3
Pembahasan Setelah melakukan penelitian dengan menjawab semua rumusan masalah, nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral telah ditemukan dengan cara mencermati tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Dalam teori terdapat 7 bentuk sikap moral, yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
Peneliti menggunakan tiga penelitian yang relevan. Penelitian pertama menemukan 4 sikap nilai moral yaitu hati nurani, hak dan kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab, serta nilai dan norma. Penelitian yang relevan kedua menemukan 6 bentuk sikap moral yaitu moralitas kepada Allah SWT, moralitas kepada Rasullulah SAW, moralitas kepada didir sendiri, moralitas kepada keluarga, moralitas kepada kehidupan sosial, dan moralitas kepada negara. Sedangkan dalam penelitian relevan yang ketiga menemukan 7 bentuk sikap moral yaitu kesabaran, tawakal, taat ibadah, penolong, rajin, pengendalian diri, dan penyesalan. Dari teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan ketiganya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II. Standar Kompetensi yang sesuai dengan penelitian ini adalah memahami buku biografi, novel, dan hikayat. Kompetensi dasar yang sesuai adalah mengungkapkan hal-hal yang menarik yang dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Novel Batas antara keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral
ini merupakan sebuah novel yang telah difilmkan. Novel ini menceritakan perjuangan perempuan yang bernama Jaleswari yang ditugaskan oleh kantornya untuk
mencari tahu alasan tidak berjalannya pembangunan SD di pelosok
Kalimantan Barat. Dalam misinya Jaleswari mendapat hambatan-hambatan, tetapi dia tetap berjuang demi tugas dari kantornya. Dan pada akhirnya Jales berhasil menemukan beberapa alasan yang membuat berhentinya pembangunan SD di dusun tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap tokoh dan penokohan, dapat diketahui bahwa Jaleswari merupakan tokoh utama di dalam novel tersebut. Jaleswari dapat disimpulkan sebagai tokoh utama karena menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik, klimaks dan tema. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah mama Jaleswari, Ubuh, Arifin, Panglima Adayak, Nawara, Borneo, Adeus, Otiq, dan pagau. Peran mereka tidak terlalu pokok, namun keberadaannya mendukung tokoh utama. Latar dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat digambarkan oleh pengarang yaitu di Kalimantan Barat
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
dusun Ponti Tembawang. Di dusun tersebutlah Jaleswari berjuang untuk menemukan alasan berhentinya program dari kantornya untuk pembangunan sebuah SD di dusun Ponti Tembawang. Latar waktu dalam novel ini adalah waktu pagi hari, siang hari, menjelang petang dan malam hari. Keadaan masyarakat di dusun tersebut sangat memprihatinkan, karena mereka hanya bisa membeli dan menjual barang ke negeri Jiran. Masyarakat suku Dayak, khususnya dusun Ponti Tembawang masih memegang teguh budaya yang sudah ada. Mereka masih mempercayai adanya roh nenek moyang dan sering meletakkan sesajen untuk persembahan. Tema yang diangkat dalam novel ini adalah perjuangan, karena novel ini menceritakan perjuangan seorang wanita muda yang sedang hamil untuk memperjuangkan SD yang telah dibangun perusahaan tempat dia bekerja. Dengan kecerdasan
dan
keberaniaanya
dia
melewati
rintangan-rintangan
yang
menghalanginya untuk mengungkap kebenaran yang telah terjadi dan menjadi penyebab berhentinya program pembangunan SD tersebut. penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk menemukan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini. Melalui penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan tujuh bentuk sikap nilai moral yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis. Sikap jujur ditunjukkan oleh Jaleswari saat tidak ingin mempertahankan kandungannya. Dia jujur kepada mamanya bahwa dia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
menggugurkan kandungannya tetapi mamanya melanrang hal tersebut karena hal tersebut adalah sebuah dosa besar. Selain itu, kejujuran juga diungkapkan oleh Adeus satu-satunya guru di SD Ponti Tembawang. Dia berterusterang kepada Jaleswari bahwa dia sering membolos untuk mengajar karena gaji guru yang diterimanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, oleh sebab itu Adeus sering membolos untuk pekerjaan lain. Nilai otentik adalah sikap yang menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap Jaleswari yang selalu menunjukkan dirinya sesuai dengan keaslian dirinya dan tidak pernah menutup-nutupi apa yang ingin disampaikan maupun hal yang ingin dilakukan. Selain Jaleswari, Adayak juga merupakan tokoh yang sikapnya memiliki
nilai-nilai
otentik,
karena
Panglima
Adayak
tidak
pernah
menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dia selalu menunjukkan sikap aslinya yang tegas, dan tidak suka basa-basi. Kesediaan bertanggung jawab ditunjukkan oleh Jaleswari dengan menyetujui tugas dari kantornya walaupun keadaan dirinya yang sedang tidak stabil dan sedang hamil muda. Dia bersedia bertanggung jawab menyelesaikan missinya hingga tuntas dan hal tersebut dibuktikannya dengan terungkapnya kebenaran yang menjadi penghalang pembangunan SD di dusun tersebut. sikap kemandirian moral juga ditunjukka tokoh Jaleswari dengan tidak hanya memikirkan dirinya tetapi juga memikirkan orang lain walaupun keadaanya sendiri sedang tidak stabil. Keberanian moral ditunjukkan tokoh Adeus yang berani melawan kejahatan untuk melindungi yang benar. Kerendahan hati ditunjukkan oleh tokoh Nawara yang selalu baik hati menerima dan merawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
Ubuh yang sedang mengalami guncangan jiwa. Yang terakhir adalah realitas dan kritis dibuktikan oleh tokoh Jaleswari dalam mengkritisi kenyataan yang sedang terjadi di pulau Borneo tersebut. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan SK : 15 Memahami buku biografi, novel, dan hikayat dan KD : 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
5.2 Implikasi Penelitian terhadap novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini membuktikan bahwa novel tersebut bisa digunakan sebagai bahan ajar sastrakarena mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan pengangan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang analisis alur, tokoh penokohan, latar dan nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas. Di dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII senester II.
5.3 Saran Peneliti berharap karya yang jauh dari kata sempurna ini bisa memberikan pengetahuan untuk para guru bahasa Indonesia, dan peneliti lain yang membahas mengenai nilai moral. Peneliti juga berharap penelitian yang direlevansikan ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
dalam pembelajaran sastra ini dapat berguna bagi dunia pendidikan khususnya pembelajaran sastra di SMA. Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar para guru dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi mahasiswa, diharapkan penelitian ini digunakan sebagai acuan atau reverensi dalam penyusunan skripsi dalam novel tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk peneliti lain dapat menindaklanjuti penelitian yang berhubungan dengan novel ini menggunakan sosiologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
DAFTAR PUSTAKA
Basral, Akmal Nasery. 2011. Batas Antara Keinginan dan Kenyataan. Penerbit Qanita (Anggota IKAPI). Jakarta Selatan. Choirul, Vicky. 2013. “Analisis Nilai Moral dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy” Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Universitas Negri Yogyakarta: PT. Buku Seru. Haricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang : IKIP Press. Mahluf, M. Mahmud El. 2009. “Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman El Shirazy. Mulyasa. 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah. Jakarta. Pt Bumi Aksara. Nazir, Mohamad. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. Noor, Redyanto. 2004. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo. Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nyoman, Khuta Ratna. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rahmanto. B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta : Kanisius. Sainipar, Seprianto. 2012. Resensi Novel Batas : antara Keinginan dan Kenyataan. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2015 dari http://nz15.blogspot.com/2012/09/resensi-novel-batas-antarakeinginan.html. Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2010. Jakarta. Kharisma Putra.
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
Serli, Resi. 2006 .“Nilai Moral dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy”. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta Pusat. Pt Dunia Pustaka Jaya. Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widyaduta. Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1
: Sinopsis
LAMPIRAN 2
: Silabus
LAMPIRAN 3
: RencanaPelaksanaanPembelajaran
LAMPIRAN 4
: MateriPembelajaran
LAMPIRAN 5
: Penilaian
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1
SINOPSIS
JALESWARI, dengan ambisi dan kepercayaan diri yang penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki kinerja program CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua minggu ketidak-jelasan itu dapat diatasi. Ternyata suatu kehendak belum tentu sejalan dengan kenyataan. Daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola kehidupannya sendiri. Mereka memiliki titik-pandang yang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan. Konflik bathin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan yang jauh lebih menarik dan menyentuh perasaan dibanding data perusahaan yang sangat teoritis dan terasa kering karena pada hakekatnya masalah rasa sangat relatif dan memiliki kebenaran yang berbeda. JALESWARI berada dalam tapal batas pilihan. Karisma hutan dan pola hidup masyarakat telah menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan adat istiadat setempat. Jaleswari sangat memahami ADEUS, seorang guru yang dipercaya menjalankan program pendidikan, kini menjadi pribadi pendiam dan apatis, karena sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat lebih memilih untuk jadi tenaga kerja yang dijanjikan jadi kaya oleh penjual jasa bernama OTIK. Salah satu korbannya adalah UBUH, pekerja TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga. Oleh masyarakat Dayak disana, UBUH tak hanya beroleh perlindungan namun juga kehangatan dan keramahan yang perlahan membuatnya berangsur pulih dari trauma Tragedi kemanusiaan ini, merubah pemikiran JALESWARI. Semua peristiwa terjadi di depan matanya. Jiwanya goncang dan PANGLIMA ADAYAK, kepala suku menuntunnya memahami "Bahasa Hutan" yang mengetengahkan rasa hormat dan cinta untuk tidak merusak dan sebaliknya malah menjaga dan meningkatkan harkat manusia dan lingkungan kehidupannya. Langkah JALESWARI sangat membantu ARIF sebagai instrumen negara yang dalam
penyamaran
dan
ditugaskan
di
wilayah
perbatasan.
(http://nz15.blogspot.com/2012/09/resensi-novel-batas-antara-keinginan.html)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2 SILABUS
Nama Sekolah
: SMA/MA
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: XII/2
Standar Kompetensi : Membaca 15. Memahami buku, biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
15.1 Mencermati tokoh Mengungkapkan dan penokohan, hal-hal yang latar, dan tema menarik dan dalam sebuah daapat novel diteladani dari Mengidentifikasi tokoh nilai-nilai moral dalam sebuah novel
Materi Pokok
Indikator
Penilaian
Tokoh, penokoh an, tema, dan latar
Mengidentifikasi unsur-unsur interinsik (tokoh, penokohan, latar, dan tema
Jenis tagihan
Nilai moral
Mengidentifikasi nilai-nilai moral
Hal-hal yang
Mengungkapkan hal-hal yang
Tugas Individu Tugas Kelompok Bentuk
Alokasi
Sumber
4 x 45’ Nasery Basral, Akmal. 2011. Batas antara Keinginan dan Kenyataan. Penerbit Qanita (Anggota IKAPI).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mendiskusikan hasil belajar Mempresentasikan hasil belajar
menarik dari para tokoh Hal-hal yang dapat ditelada ni dari para tokoh
menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
Instrumen
Uraian Bebas
Jakarta Selatan. Nurgiyantoro , Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Susen, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalahmasalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sekolah
: SMA
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: XII/ 2
Standar Kompetensi : Membaca 15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat Kompetensi Dasar
: 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
Alokasi Waktu
: 4x45 menit (2 kali pertemuan)
A. Indikator 1. Mengidentifikasi unsur-unsur interinsik (tokoh, penokohan, latar, dan tema) 2. Mengidentifikasi nilai-nilai moral. 3. Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa mampu mengidentifikasi unsur-unsur interinsik (tokoh, penokohan, latar, dan tema) yang terdapat dalam novel Batas Antara Kenyataan dan Keinginan karya Akmal Nasery Basral. 2. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral yang terkandung dalam novel Batas Antara Kenyataan dan Keinginan karya Akmal Nasery Basral. 3. Siswa mampu mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh dalam novel Batas Antara Kenyataan dan Keinginan karya Akmal Nasery Basral.
C. Materi Pembelajaran 1. Tokoh dan penokohan 2. Latar 3. Tema 4. Nilai Moral
D. Model dan Metode Pembelajaran 1. Model Pembelajaran Cooperatif Learning 2. Metode Pembelajaran Ceramah Penugasan Diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Presentasi Tanya Jawab
E. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan I Kegiatan
Metode
Alokasi Waktu
1. Kegiatan Awal Guru memberikan salam
Ceramah
Guru mengajukan pertanyaan lisan tentang
Tanya jawab
10 menit
novel dengan mengaitkan materi yaitu unsur-unsur intrinsik, hal-hal menarik dan dapat diteladani dari tokoh di dalam novel. Misalnya : a. Novel apa yang pernah kalian baca? b. Coba jelaskan hal yang menarik dari novel tersebut sehingga kalian tertarik membacanya? c. Apa yang dapat kalian teladani dari tokoh-tokoh di dalam novel yang telah kalian baca? Guru menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Kegiatan Inti Eksplorasi Ceramah Guru memberikan pertanyaan pancingan yang terkait dengan unsur-unsur intrinsik. Siswa menjelaskan mengenai tokoh,
Diskusi Presentasi
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penokohan, latar, dan tema yang terkandung dalam novel. Siswa menjelaskan dan menceritakan secara singkat novel yang pernah dibacanya. Siswa dibentuk kelompok menjadi 3-5 orang. Elaborasi Siswa berdiskusi kelompok untuk menganalisis unsur tokoh, penokohan, latar, dan tema. Siswa mencatat hasil diskusi. Perwakilan kelompok melaporkan hasil diskusi kelompok di depan kelas dengan baik dan benar. Konfirmasi Siswa saling memberi tanggapan apa yang telah disampaikan oleh kelompok lain Siswa diajak untuk merangkum apa yang sudah dipelajari Siswa menanggapi rangkuman yang dibacakan 3. Kegiatan Akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
Tanya jawab 20 menit
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari pembelajaran. Guru menyimpulkan dan memberi peneguhan pembelajaran. Guru memberikan pekerjaan rumah yaitu membaca novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nesery Basral
Pertemuan II Kegiatan
Metode
Alokasi Waktu
4. Kegiatan Awal Guru memberikan salam
Ceramah
Guru mengajukan pretest mengenai
Tanya jawab
pembelajaran sebelumnya Guru memberikan pertanyaan mengenai nilai moral dalam sebuah novel Guru menjelaskan tujuan pembelajaran 5. Kegiatan Inti Eksplorasi Siswa menjelaskan dan menceritakan isi novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa menjelaskan tentang nilai moral dalam novel Elaborasi Siswa kembali berdiskusi kelompok untuk menganalisis nilai moral, hal-hal menarik dan dapat diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Siswa mencatat hasil diskusi. Siswa menukarkan hasil diskusinya dengan kelompok lainnya. Siswa mengkoreksi hasil analisis dari kelompok lain. Perwakilan kelompok melaporkan hasil diskusi kelompok di depan kelas dengan baik dan benar. Konfirmasi Siswa saling memberi tanggapan apa yang telah disampaikan oleh kelompok lain Siswa diajak untuk merangkum apa yang sudah dipelajari Siswa menanggapi rangkuman yang dibacakan
Ceramah Diskusi Presentasi 60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kegiatan Akhir Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
Tanya jawab
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari pembelajaran. Guru menyimpulkan dan memberi
20 menit
peneguhan pembelajaran. Guru mengajak siswa untuk merefleksikan kegiatan pembelajaran hari ini.
F.
Sumber Belajar, Alat dan Bahan Sumber : Nasery Basral, Akmal. 2011. Batas antara Keinginan dan Kenyataan. Penerbit Qanita (Anggota IKAPI). Jakarta Selatan. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Susen, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Alat dan Bahan : Alat peraga : lembar kerja Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Laptop LCD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Penilaian Jenis tes : tertulis Bentuk tes : 1. Penilaian kognitif Uraian Singkat (terlampir) 2. Penilaian Afektif Lembar Pengamatan (terlampir) 3. Penilaian Psikomotorik Lembar Penilaian Kerja (terlampir
Mengetahui,
Yogyakarta,
Kepala Sekolah
NIP.
2015
Guru Mata Pelajaran
NIP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 4
MATERI PEMBELAJARAN
1.
Tokoh dan Penokohan Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan antagonis dan antagonis dalam novel itu?”. Sedangkan watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra. c) Pembedaan Tokoh 2. Tokoh utama dan tokoh tambahan Dilihat dari segi peranan pembedaan tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya,
yaitu
dalam
kegiatan
pembuatan
sinopsis,
sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan. Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak dapat
dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat
gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d) Teknik penulisan Tokoh c. Teknik Ekspositori Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka “menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian tokoh cerita. Dalam hal ini, pengarang harus mempertahankan konsistensi tentang jatio diri tokoh tersebut yang artinya tokoh tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya. Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan sendiri dengan kemungkinan kurang tepat. d. Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong dan tidak sekaligus. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu : 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) tekniuk arus kesadaran, 5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.
3.
Latar Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya, pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar (Burhan Nurgiantoro, 1995 : 217).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau seting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Nurgiantoro (1995: 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah: 4) Latar tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak bertentangan dengan , sifat, dan kadaan geografis tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. 5) Latar waktu Latar waktu
berhubungan dengan masalah
“kapan”
terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
6) Latar sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang dikemukakan sebelumnya. Sudjiman (1988 : 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu cerita.
3.2.3
Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68) menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedan-perbedaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik
yang
lain
seperti
penokohan,
pelataran,
dan
penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut (Burhan Nurgiantoro, 2009 : 68 – 69). 4.
Nilai Moral dalam Karya Sastra Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagoni (Nurgiantoro, 1995 : 322). Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga mengungkapkan sikap dan tindakan yang berkaitan dengan nilai moral, yaitu sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. Kejujuran Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan hati. Suseno (1987:142-143) mengemukakan bahwa bersikap terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin kita). Yang dimaksud terbuka bukan berarti pertanyaan orang lain berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut standardstandar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak adilan, dan kebohongan akan disobeknya. 9. Nilai-nilai otentik Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987:143). 10. Kesediaan untuk bertanggung jawab Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama, kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Suseno (1987: 16) etika tidak dapat mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan. Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau dihasilkan (Suseno, 1987:145-146). 11. Kemandirian moral Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya. 12. Keberanian moral Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 1987:147).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Kerendahan hati. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan untuk memberikan penilain moral terbatas, sehingga penilaian kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno, 1987:148). 14. Realitas dan kritis Realitas menciptakan
dan sesuatu
kritis
yaitu
keadan
menjamin
masyarakat
keadilan yang
dan
membuka
kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno, 1987:150)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 5 PENILAIAN Penilaian Kognitif (uraian bebas) Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar! 1. Analisislah tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral! 2. Analisislah latar yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral! 3. Analisislah tema yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral! 4. Analisislah nilai moral yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral! 5. Analisislah hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh di dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral! Kunci Jawaban 1. Analisis tokoh dan penokohan Tokoh Utama
: Jaleswari
Tokoh Tambahan
: Mama, Ubuh, Arifin, Adeus, panglima Adayak, Nawara, Borneo, Pagau, Otiq
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
T
Tokoh Utama Jaleswari
Penokohan -
Cerdas
-
Baik hati
-
Berani
-
Jujur
-
Bertanggungjawab
-
Mandiri
-
Tegas
Tokoh Tambahan Mama
Ubuh
Arifin
Penokohan -
Baik hati
-
Perhatian
-
Berani
-
Pantang menyerah
-
Baik hati
-
Baik hati
-
Cinta tanah air
-
Bertanggung jawab
-
Jujur
-
Tegas
-
Berani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adeus
-
Pengecut
-
Baik hati
-
Cinta tanah air
-
Tidak punya pendirian
Panglima Adayak
Nawara
Borneo
-
Tegas
-
Bertanggung jawab
-
Cinta tanah air
-
Jujur
-
Berani
-
Lemah lembut
-
Baik hati
-
Jujur
-
Bertanggung jawab
-
Nakal
-
Berani
-
Bertanggung jawab
-
Polos
-
Cinta binatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pagau
-
Licik
-
Tidak punya pendirian
Otiq
2.
-
Jahat
-
Bodoh
-
Licik
-
Jahat
-
Ringan tangan
-
Egois
Latar Latar tempat
Bandara Pontianak, Etikong, Border, Hutan perbatasan Ponti Tembawang, dusun Ponti Tembawang, warung Otiq, SD Ponti Tembawang, Rumah Nawara, rumah Panglima.
Latar waktu
Pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari
Latar sosial
- Masyarakat masih memberlakukan denda adat - Masih percaya adanya roh nenek moyang - Lebih memilih memelihara babi daripada hewan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lainnya - Masih melakukan aktivitas secara tradisional - Masih memberlakukan pemenggalan kepala bagi yang bersalah - Menyuguhkan hasil buruan untuk tamu - Melakukan aktivitas pemberian sesajen untuk roh nenek moyang - Setiap tahunnya masyarakat Dayak mengadakan pesta yang disebut gawai untuk mensyukuri hasil panen
3. Tema Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat dari kesungguhan Jaleswari untuk memberikan semangat dan membukakan mata kepada anak-anak dan orang tua di Ponti Tembawang bahwa pendidikan sangat penting bagi anak-anak.
Cinta tanah air Cinta tanah air dapat dibuktikan dari sikap tokoh utama yang sangat tidak setuju apabila masyarakat Ponti Tembawang lebih memilih menjual dan mengkonsumsi makanan dari negara Malaysia, selain itu Jaleswari memberikan pengetahuan kepada anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anak di Ponti Tembawang dengan menyanyikan lagu daerah dan lagu nasional.
Perjuangan
Perjuangan perempuan dapat dilihat dari perjuangan
perempuan
Ubuh, seorang wanita yang melarikan diri sari negri jiran karena telah dijual ke negara seberang untuk dijadikan pemuas hawa nafsu dari tauke-tauke di negri jiran.
4. Nilai Moral dalam novel Nilai Moral 1. Kejujuran
Kutipan - “Tidak banyak yang bisa kuceritakan selain bahwa kedatanganku ke sini selain karena tugas,” jawab Jales sambil menyeka wajahnya yang mulai dipenuhi butir-butir keringat. “Tidak ada hal lain yang menarik untuk diceritakan dari seorang perempuan yang baru ditinggal mati suami, dan sekarang dalam keadaan hamil” (Akmal, 2011 : 206). - “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi kalau saya menghabiskan waktu hanya untuk mengajar seluruh waktu. Saya punya banyak tanggungan, sehingga harus bekerja lainnya untuk dapat uang” (Akmal, 2011 : 141).
2. Nilai-nilai Otentik
- “Jalan!” Jales tak mau dibantah lagi. “Atau saya turun di sini!” (Akmal,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2011 : 8). - “Sudah-sudah!” Rasa kesal kini berkobar di ubun-ubun Jales. “Buruan!” (Akmal, 2011 : 9). - “Kamu tidak akan pernah diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami kehidupan kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling (Akmal, 2011 : 199). - “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan jarinya ke sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu kenapa?” (Akmal, 2011 : 199). - “Dan, kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot mata belatinya. “Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai yang menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!” katanya sambil kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen (Akmal, 2011 : 200). 3. Kesediaan untuk bertanggung jawab
- Adayak masuk ke rumah Nawara dan membaringkan gadis itu dengan hatihati. Nawara yang sudah menyiapkan air hangat segera menyeka seluruh tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan sekali,” katanya saat membersihkan kaki gadis itu yang menyisakan darah kering berwarna merah kecoklatan. Nawara lalu melihat Adayak. “Ini bukan pekerjaan samseng biadap itu kan?” (Akmal, 2011 : 45). - “Baik, Panglima. Akan saya usahakan sebisa saya untuk menyembuhkannya” (Akmal, 2011 : 46). - Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011 : 67) - “Hmm ... baiklah, bantu saya untuk mengajar.” Jales memutuskan sudah saatnya untuk bertindak lebih nyata, apa pun yang akan terjadi. Dia lalu menatap anak-anak. “Ada yang suka menyanyi?” (Akmal, 2011 : 188). - “Sejauh ini tugasku hanya untuk mencari apa penyebab tidak berjalannya program CSR ini” (Akmal, 2011 : 209). 4. Kemandirian moral
- Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011 : 67). - Jales dengan hati-hati bercampurtakut memasukkan kakinya ke dalam sungai (Akmal, 2011 : 212). - “Bismillahirahmanirrahim,” ujar Jales saat kedua kakinya masuk ke dalam air yang mengalir lancar, memberikan kesegaran yang berbeda dibandingkan dengan air dalam ember di kamar mandi dadakan di belakang rumah Nawara(Akmal, 2011 : 212).
5. Keberanian moral
- “Ah, tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh sudah bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang yang mengirim dia ke tauke di Malaysia itu” (Akmal, 2011 : 251). - “Dia banyak bercerita kehidupan di sana. Terutama kelakuanpara samseng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sering kurang ajar” (Akmal, 2011 : 255). - “Ya, Ubuh cerita dia dan kawankawannya sering mengalami pelecehan seksual oleh para samseng itu. Bahkan ada juga yang dilakukan para tauke terhadap para TKW yang berparas manis” (Akmal, 2011 : 255). 6. Kerendahan hati
- “Tidak ada yang ppernah menolak perintah Panglima, apalagi saua” jawab Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini bukan hotel di Etikong” (Akmal, 2011 : 147). - “Saya hanya membantu semampu saya, Pendeta. Panglima Adayak yang mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174).
7. Realitas dan kritis
- Selamat datang di Malaysia? Jales tak habis pikir. Bukankah daerah ini masih merupakan wilayah Republik Indonesia? Ataukah ini technical eror saja, mungkin karena operator seluler di negri jiran itu mempunyai daya pancar yang tinggi sehingga menutup wilayah Etikong (Akmal, 200 : 11). - “Jadi perang pernyataan pun sudah tidak hanya lewat media massa, tapi lewat seluruh peluang yang disediakan dunia digital,” pikirnya sambil terus mencoba memahami perang pesan pendek yang baru saja terjadi (Akmal, 2011 : 12). - Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca kemasannya.memang produk Malaysia. Hal itu sempat membuatnya jengkel sesaat (Akmal, 2011 : 79).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh Tokoh Jaleswari
Hal yang menarik Pemberani, tanggung jawab, cerdas, tidak mudah putus asa, tegas , mandiri
Panglima Adayak
Tegas, bertanggung jawab, cinta tanah air, jujur, berani
Nawara
Lemah lembut, baik hati, jujur, bertanggung jawab, patuh Berani, pantang menyerah, baik hati
Ubuh
Tokoh Jaleswari
Hal yang Patut diteladani Pemberani, tanggung jawab, cerdas, tidak mudah putus asa, tegas , mandiri, rela berkorban, mempunyai tekad yang tinggi untuk memajukan pendidikan, cinta terhadap tanah air
Panglima Adayak
Tegas, bertanggung jawab, cinta tanah air, jujur, berani, peduli, suka menolong, bijaksana
Nawara
Lemah lembut, baik hati, jujur, bertanggung jawab, patuh, rajin berdoa, suka menolong, penyayang
Ubuh
Berani, pantang menyerah, baik hati, pemberani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubik Penilaian Kognitif No.
Kriteria
Skor
Bobot
Skor x Bobot
1.
a. Siswa mampu mengidentifikasi tokoh dan penokohan dalam novel Batas antara Keinginan
5
dan Kenyataan dengan lengkap, menggunakan bahasa yang benar b. Siswa mampu mengidentifikasi tokoh dan penokohan dalam novel Batas antara Keinginan
3
dan Kenyataan dengan tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar c. Siswa mampu mengidentifikasi tokoh dan penokohan dalam novel Batas antara Keinginan
1
dan Kenyataan dengan tidak lengkap,tidak menggunakan bahasa yang benar 2.
a. Siswa mampu mengidentifikasi latar dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan
5
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lengkap, menggunakan bahasa yang benar b. Siswa mampu mengidentifikasi latar dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan
3
tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar c. Siswa mampu mengidentifikasi latar dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan
1
tidak lengkap, tidak menggunakan bahasa yang benar 3.
a. Siswa mampu mengidentifikasi tema dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan
5
lengkap, menggunakan bahasa yang benar b. Siswa mampu mengidentifikasi tema dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar c. Siswa mampu mengidentifikasi
3
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tema dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan
1
tidak lengkap, tidak menggunakan bahasa yang benar 4.
a. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan
5
dengan lengkap, menggunakan bahasa yang benar b. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan
3
4
20
dengan tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar c. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan
1
dengan tidak lengkap, tidak menggunakan bahasa yang benar Total
80
Skor yang diperoleh Nilai
=
x 100 Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubrik Penilaian Afektif No.
Aspek yang dinilai
Skor
1.
Keaktifan dalam belajar
5 = Sangat baik
2.
Ketepatan mengerjakan tugas
4 = Baik
3.
Mengeluarkan pendapat dalam proses
3 = Cukup
belajar 4.
Etika / sopan santun
2 = Kurang
5.
Kerjasama dalam kelompok
1 = Sangat kurang
Rubrik Penilaian Psikomotorik Hal yang
Deskripsi
Skor
dinilai Presentasi
Bobot
Skor x Bobot
1. Siswa mampu mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan lengkap, menggunakan bahasa yang baik dan benar
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Siswa mampu mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan
3
4
20
dan Kenyataan dengan lengkap, tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar 3. Siswa mampu mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan dengan tidak
1
lengkap, tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar
20
Total
Skor yang diperoleh Nilai
=
x 100 Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yogyakarta,
2015
Mengetahui Kepala Sekolah
Guru Mata Pelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176
BIODATA
Caecilia Dhani Anjar Reny lahir di Blitar, 07 Agustus 1992. Ia lulus Taman Kanak-kanak Katolik ST. Paulus Slorok-Garum pada tahun 1998. Setelah lulus Taman Kanak-kanak, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar St. Gabriel Slorok-Garum pada tahun 1998 – 2004. Sekolah Menengah Pertama St. Vicentius A Paulo Garum menjadi pilihan selanjutnya setelah lulus dari Sekolah Dasar. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 melanjutkan studi ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Masa kuliah di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyelesaikan skripsi yang dijadikan tugas akhir dengan judul Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II.
176