KRIMINALISASI DALAM UNDANG UNDANG PERWAKAFAN DIINDONESA
SKRIPSI Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: Raijak
Nll\'.1:105045101495
Ill
11111 1111 - ·
111
Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SYARI' AH F AKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2012 M
I
"'''«<
-·-·-~l
KRIMINALISASI DALAM UNDANG-UNDANG PERWAKAFAN DI INDONESIA SKRIP SI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.RI) Oleh:
Raijak NIM: 105045101495
P mbimbing/
u~i~
NIP: 150295489
llilil
11111 11111 -
" '1111 Ill
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINA YAH SYAR'IYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAY ATULLAR JAKARTA 1431 H/2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ipsi ini berjudul "KRIMINALISASI DALAM UNDANG-UNDANG PERWAKAFAN DI lONESIA" telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum versitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 Mei 2012. Skripsi ini telah rima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SI-II) pada tsentrasi Kepidanaan Islam
Jakarta 23 Mei 2012 Mengesahkan Dekan Fakultas Syari'ah dan I-lukum
Prof. Dr. . M. Amin Suma SH. MA. MM NIP. 19 50505 198203 1 012
PANITIA UJIAN
: Dr. Asmawi, M.Ag NIP. 19721010 199703 1 008 :etaris
:Afwan Faizin, MA NIP.197210262003121001 :Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D NIP. 19691216 199603 1 001
;uji II
bimbing
:Drs.H.Asep Syarifuddin Hidayat, SH .. M.H NIP. 19691121 199403 1 001 : Dr. JM. Muslimin, M.A. Ph.D NIP. 150295489
r' :
....~ ..~
KATAPENGANTAR ' '.I\ •'°'.I\ ~j' ~j'
1J.I\ ' ~
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhau yaug selalu melimpahkan Kasih dan Sayaug-Nya kepada seluruh makhluk. Dengan kuasa-Nya kita dapat bemapas, bergerak, berpikir dau hidup dengau penuh makna dan kebahagiaan atas nikmat yang indah. Segala puji bagi Allah yaug Maha Kuasa. Maha Pengasih yang tidak pilih kasih. Maha Penyayang, yang kasih sayang-Nya tiada terbilang oleh dimensi ruang dan waktu. Dengan penuh keikhlasan hati, Penulis bersyukur atas kehidupan yang telah diberi. Alhamdulillah, Allah telah memberikan kita potensi berpikir, bertindak, berusaha, be1juang, dan berevolusi. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang membawa risalah suci untuk disampaikan pada seluruh umat mauusia. Nabi yang diutus untuk menjadi rahmatan lit alamin. Kesejahteraan dan keselamatau semoga selalu tercurahkau untuknya, para keluarga, seluruh sahabat, dau pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah. Tiadalah kemampuan melainkan apa yang telah Allah SWT berikan. Atas Ridha-Nya pula disertai dengan kesungguhan,
maka penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat untuk
menyelesaikau studi dan mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S 1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang penulis angkat dengan tema " Kriminalisasi dalam iv
Undang-undang perwakafan di Indonesia" Selama pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang dialami penulis, baik menyangkut soal pengaturan waktu, pengumpulan bahan (data) maupun soal pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras dise1iai dorongan dan bantuan dari semua pihak, maka semua kesulitan dan kendala itu dapat diatasi dengan sebaikbaiknya. Oleh karena itu, seyogyanyalah penulis memanjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat Allah Yang Maha Agw1g, dan mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga serta menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini: Pak JM. Muslimin, MA.Phd. yang dengan tulus, ikhlas dan penuh perhatian telah membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat berharga kepada penulis. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakmia, beserta para pembantu Dekan. 2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pidana Islam dan kepada Bapak Afwan Faizin, MA., selaku Sekretaris Jurusan Pidm1a Islam. 3. Bapak JM. Muslimin, MA.Ph.D. selaku pembimbing penulis sekaligus Pembantu Dekm1 Bagian Kemahasiswaan, yang telah banyak memberikan
v
Ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang hukum pidang Islam, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran. 4.
Bapak Zainal, DR, MA., selaku panasehat akademik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Seluruh Dasen Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah, Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan
di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 6.
Kepala Perpustakaan Umum dan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nasional, Iman Jama, Perpustakaan pribadi K.H. Bunyamin dan K.H. Zuhri Yakub.
7.
Kepala Ayah dan Ibu ku tercinta, Ayah. Sa'adih dan Ibu. Muniroh yang telah berusaha payah membesarkan dengan penuh kasih saying dan mengarahkan pendidikan penulis, sehingga tanpa hal tersebut sulit kiranya penulis dapat mencapai apa yang diperoleh saat ini.
8.
Kepada keluarga atau saudara-saudara ku tercinta, Malik Royani yaitu kakak pertama, Muamar Firmansyah selaku Adikku yang Pertama, Siti Humairoh dan Adikku yang kedua serta sahabat-sahabatku yang selalu mendorong dan memotivasi penulis untuk selalu sabar dan tabah dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama yang sudah pernah meminjamkan uang kepada penulis hingga penul is selalu lancar dalam
sebagai kajian ilmiah, penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan penulis, serta mengakui sifat kemanusiaan yang banyak kekurangan dan kesalahan. Segala petunjuk dari para pembaca sangat diharapkan demi pembenaran dan kesempurnaan skripsi ini dan semoga membawa manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca semua. Amin.
Jakaita, 11 Juli 2011 Penulis
Raijak NI!Vl: 105045101495
viii
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL ....................................... .
. ........... ·················· ...... l
PENGESAHAN PEMBIMJ:IING.
. ......................... 11
PERNYATAAN KEASLIAN.
. ... 11 l
KATAPENGANTAR ...
. !V
DAFTARISI BABI
.. Vil!
PENDAHULUAN ....
.1
A. Latar Belakang Masalah
.. 1
B. Identifikasi Masalah .................................... . C. Batasan dan Rumusan Masalah ............. .
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
. ................ 7 . ..................... 11 ................... 12
E. Metode Penelitian .................................................................... 13 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 14
BAB II
KERANGKA TEORI .. A. Definisi WakafMenurut Bahasa dan Istilah .
................ 16 . ... 16
a. Pendapat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Bin Hanbal ........... 18 b. Pendapat Imam Abu Hanifah c. Pendapat Imam Balik ............................. . B. Rukun -Rukun Wakaf ...
............... 21 ............. 22
.......................... 30
C. Syarat-Syarat Wakaf ..................................................................... 41 a. Syarat Wakif ........................................................................... 42 b. Syarat Harta Wakaf.. ............................................................... 46 c. Penyerahan Harta Wakaf Kepada Yang Berhak Memiliki ...... 46 D. Sejarah Wakaf .............................................................................. 46
BAB III KRIMINALISASI PERWAKAFAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERWAKAFAN TAHUN 2004. ······························································································· . 55 A. Kriminalisasi Perwakafan Menurut Undang-Undang Perwakafan 55 B. Dasar Hukum WakafDalam Fikih Islam dan Undang-Undang ..... 58 C. Syarat, Tanggungjawab dan Wewenang Nadzhir Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Perwakafan ........................... 60
BAB IV
PENGELOLAAN HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERWAKAFAN NO. 41 T AHUN 2004 .................................................................................... 83 A. Pemahaman Masyarakat Indonesia Tentang Wakaf ...................... 83 B. Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Indonesia .......... 86 C. Akibat Hukum Perubahan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 41Tahun2004 ............................. 90
D. Penyelesaian Hukum Dalam Perubahan Peruntukan Harta Wakaf ........................................................................................ 93
BAB V
PENUTUP ......................................................................................... 98
A. KESIMPULAN ......................................................................... 98 B. SARAN ..................................................................................... 101
DAFTARPUSTAKA ...................................................... ......
. ................ 102
1
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Wakaf merupakan institusi sosial dan keagamaan Islam yang telah memainkan peranan penting dalam sejarah masyarakat muslim. Wakaftelah berkembang dengan baik sepanjang perjalanan sejarah Islam. Wakaf merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan disisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul dari suatu pemyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. dan didalam Al-Qur' an maupun al-Hadist yang secara khusus menceritakan kasus-kasus wakaf dizaman Rasulallah 1. diantara dalil-dalil yang dijadikan sandaran hokum wakaf dalam Islam ialah: Surah Ali Imran ayat 92 :
Artinya : "kamu sekali-kali tidak sampai kaepada kebaktian, sebelum kamu menajkahkan sebagian harta yang kamu cintai" (Q.S. Al-Baqarah : 92).
1
Departemen Agama RI. a/-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, 1978, him. 272
2
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Sebagai suatu lembaga islam, wakaftelah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Sebagaian besar rumah ibadah, makam, perguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun diatas tanah wakaf. Suatu kenyataan yang tidak bisa diingkari, bahwa wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berupa masjid, mushalla, madrasah, sekolahan, makam, rumah yatim piatu dan lain-lain 1. Dilihat dari sosial ekonomi, wakaf yang ada memang belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial dan ekonomi. Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan termasuk fakir miskin. 2 Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi social khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Maka wakaf sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan social ekonomi masyrakat, tidak akan terealisasi secara optimal. Wakaf selain berdimensi ubudiyah Ilahiyah. Ia juga berfungsi sosial kemasyarakatan Ibadah wakaf merupakan manisfestasi dari rasa keimanan seseorang 2
Abubakar, Sejarah mesjid dan amal lbadah da/amnya, Fa. toko buku adil, Banjarmasin, 1955, hlm.405.
3
yang mantap dan rasa yang tinggi terhadap sesama umat manusia. Wakaf sebagai perekat hubungan. "hablum minallah, wahablu minnas". Hubungan vertical kepada Allah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia. Bagi orang yang berwakaf, disyaratkan bahwa ia adalah orang yang ah! i berbuat kebaikan dan wakaf dilakukannya secara suka rela ,dan tidak karena dipaksa. 2 dan hendaklah dalam wakaf diterangkan dengan jelas kepada siapa suatu benda diwakafkan. orang tersebut hams sudah ada pada waktu terjadi wakaf, karena itu tidak sah mewakafkan satu benda untuk anak yang belum lahir.-3 Pelaksanaan wakaf yang biasa dilaksanakan sejak dahulu adalah dengan pertimbangan agama semata tanpa diiringi dengan buku tertulis. Maka dikhawatirkan terjadi gugatan atau beralih fungsi dan pada akhirnya status wakaf tidak terjamin keabsahnnya. Dengan melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Pemerintah optimis dengan adanya aturan-aturan seperti yang dikemukakan diatas bila diikuti oleh semua pihak, kemungkinan terjadi gugatan terhadap wakaf semakin kecil serta kelangsungan wakaf semakin terjamin. Kemudian, fase kemunduran peranan wakaf yang memmpa umat islam, dengan terjadinya penyerobotan harta wakaf yang telah di bangun oleh generas1 terdahulu. Kondisi wakaf saat ini mengalami kemundurun dan kehancuran.
2
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Wijaya, Jakarta, 1954, hlm.304-305 Abubakar, Sejarah mesjid dan amal lbadah dalamnya, Fa. toke buku adil, Banjarmasin,1955, hlm.423.
3
4
Lembaga wakaf sosial yang ada juga sudah tidak mampu memberikan pelayanan seperti yang diharapkan. Aset wakaf banyak yang terabaikan. Tanah-tanah wakaf mulai tidak terurus. Bangunan-bangunan banyak yang hancur dan tidak diperbaiki lagi. Serangan yang paling besar terhadap harta wakaf
terjadi karena
orang-orang pemerintah, orang-orang kaya dan masyarakat umum yang menyerobot harta wakaf tersebut. Adapun tentang hukum perwakafan tanah telah diterangkan dalam hukum Islam dan juga hukum Indonesia, wakaf dalam fiqih Islam yaitu sebenarnya dapat meliputi berbagai benda. jika sesuatu yang dapat menimbulkan mudaharat maka wakafnya menjadi batal karena Allah SWT tidak mengizinkan ha! sperti itu. Walaupun berbagai riwayat/hadist yang menceritakan masalah wakaf ini adalah mengenai tanah, akan tetapi berbagai ulama memahami bahwa wakaf nontanah pun boleh saja asal bendanya tidak langsung musnah/habis ketika diambil manfaatnya. Menurut Syafi' i, Malik dan Ahamad, wakaf itu adalah suatu ibadat yang disyariatkan. 4 Hal ini disampaikan baik dari pengertian-pengertian umum ayat alQur'an maupun hadist yang secara khusus menceritakan kasus wakaf dimasa Rasulallah. Diantara yang dijadikan sandaran hukum wakaf dalam islam ialah : I. Hadist yang diriwayatkan oleh lima ahli Hadist dari Ibnu Umar yang
menceritakan bahwa Umar r.a. memperoleh sebidang tanah di khaibar.
'Abubakar, Sejarah mesjid dan amal /badah dalamnya, Fa. toko buku adil, Banjarmasin,1955, hlm.436.
s
Beliau menghadap Nabi dan bertanya: "Aku telah memperoleh tanah dikhaibar yang belum pernah kuperoleh sebaik itu, lalu apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?"Rasulallah bersabda: "Jika suka, engkau tahanlah 'pokoknya' dan engkau gunakanlah untuk sedekah
Uadikanlah
wakaf)". Kata Ibnu Umar: "lalu Umar menyedahkannya, tidak dijual 'pokoknya' tidak diwarisi dan tidak pula diberikan kepada orang lain", dan seterusnya. Ditemukan beberapa redaksi dari hadist ini, termasuk lafaz dari Muslim dan dalam riwayat lain dari Bukhari. 5 Sebenarnya para ulama Islam menjadikannya sebagai sandaran dari perwakafan berdasarkan pemahaman serta adanya isyarat tentang hal tersebut. Hanya hadist umar r.a. yang lebih khusus menceritakan mengenai wakaf walaupun redaksi yang digunakan adalah "tashadaqa" atau menyedahkan. Apa yang dilakukan oleh Umar tersebut merupakan peristiwa perwakafan yang pertama dalam riwayat islam. Wakaf yang berasal dari lembaga hukum Islam telah diterima oleh hukum adat bangsa Indonesia sejak dahulu di berbagai daerah di Nusantara ini. Praktek mewakafkan tanah untuk keperluan umum terutama untuk keperluan peribadatan atau sosial seperti masjid, surau, sekolah, madrasah, dan kuburan telah dilaksanakan sejak dulu.
5
Muhammad lbn Ismail Ash-Shan'aniy, Subulus Assa/am, Muhammad Ali Shabih, Mesir. him. 116.
6
Peraturan tentang wakaf yang bertujuan untuk mengatur dan mengawas1 tanah wakaf telah banyak dikeluarkan sejak zaman pemerintah Kolonia! Hindia Belanda, pemerintah zaman kemerdekaan sampai terbitnya perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan, antara lain: Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUP A), Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik jo. PMDN No. 6 Tahun 1977 dan PMA No, I Tahun 1978, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No.41 tahun 2004 M. Di indonesia sampai sekarang terdapat berbagai perangkat peraturan yang masih berlaku yang mengatur masalah perwakafan tanah milik. Seperti yang dimuat dalam buku
Himpunan Peraturan Perundang-undangan perwakafan tanah oleh
departemen Agama RI,
sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan
wakaf bahwasanya tanah wakaf itu tidak boleh dijual. Kecuali jika barang yang diwakafkan itu rusak atau tidak dapat diambil lagi manfaatnya, maka boleh digunakan untuk keperluanlain yang serupa, dijual dan dibelikan barang lain untuk meneruskan wakaf itu. 6 Hal ini didasarkan kepada menjaga kemaslahatan (hifzan lilmaslahah).
6
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Pimpinan Maj/is Tarjih Muhammadiyah, him.
274.
7
B. Identifikasi Masalah Dalam perkembangan terakhir diindonesia, selain seperti yang terdapat dalam PP. No.28 tahun 1977, persoalaan wakaftelah diatur pula dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam KHI defenisi wakaf tidak lagi dikhususkan pada tanah milik sebagaimana PP di atas. KHI menyebutkan dalam buku III tentang hukum perwakafan dinyatakan;
"Wakaf adalah perbuatan hokum seseorang atau kelompok orang atau badan hokum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam."
Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan
peraturan
perundang-undanga wakaf
tersebut sangat penting bagi perlindungan obyek-obyek wakaf secara umum. Karena perlindungan, pemanfaatan dan pemberdayaan obyek-obyek wakaf secara maksima I dapat dilakukan.
Pemanfaatan dan pemberdayaan obyek wakaf secara samping Pengamanan
di
bidang
peruntukan dan pengembangannya
hukum, harus
pengamanan
juga
dilakukan.
produktif. dalam Sehingga
Di
bidang antara
perlindungan hukum dengan aspek hakikat obyek wakaf yang memiliki tujuan sosial menemukan fungsinya.
8
Demikian juga asas kemanfaatan, kenyataan bahwa banyak obyek wakaf yang belum disertifikatkan dan tidak memilik i akta ikrar wakaf sementara wakifnya pun
sudah
lama
meninggal,
sedangkan
obyek wakaf ini
perlu
dilindungi, maka demi kemaslahatan maka seharusnya ada lembaga isbat yang dapat memberikan penetapan isbat wakaf untuk pengesahan akta ikrar wakaf sebagai bahan untuk pengajuan sertifikat wakaf Namun yang perlu dicermati dalam upaya isbat wakaf ini adalah, Majelis Hakim haru s benar-benar menilai dan menemukan bukti-bukt i yang akurat tentang status obyek wakaf tersebut, sehingga peranan penilaian dan persangkaan hakim sebagai salah satu alat bukti sangat berperan dalam kasus ini. Demikian juga saksi yang mengetahui secara benar akan kedudukan dan seluk beluk obyek wakaf tersebut juga sangat menentukan dalam menemukan bukti yang valid dan reliable.
Perlindungan hukum terhadap obyek wakaf telah secara jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 49 Ayat (3)7 bahwa " Perwakafan Tanah Milik
dilindungi
dan
diatur
dengan
Peraturan Pemerintah".
Untuk
memenuhi ayat 3 Pasal 49 tersebut pengaturan lebih lanjut dimuat di dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Namun akibat perkembangan sosial dan dampaknya
7
terhadap
penerapan ketentuan
hukum
positif , maka
adanya
Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 Posa/ 49 Ayat 3 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
9
pembaruan aturan-aturan hukum merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa dihindari.
Kelihatannya antara batasan yang terdapat dalam PP. No. 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam (KHl) terdapat dua perbedaan yang penting yaitu : pertama dalam PP.
No. 28 tahun 1977 dikhususkan tanah milik sedangkan KH1 umum
sifatnya tidak mengkhususkan terhadap benda tertentu asal ia bersi fat kekal, tahan lama dan melembagakanya buat selama-lamanya. Kedua, perbedaan redaksionalnya saja. Namun, bila dianalisa KHl meupakan hasil revisi terhadap apa yang telah dirumuskan oleh PP. No. 28 Tahun 1977 pada waktu dahulu. Sedangkan menurut Undang-Undang wakaf Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa
Wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari' ah." 8 Dikarenakan sangat luasnya pembahasan seperti yang telah diuraikan dalam Jatar belakang, maka penulis membagi ruang lingkup penelitian skripsi ini pada masalah "Kriminalisasi dalam Undang-undang Penvakafan di Indonesia"
8
Undang-Undang Perwakafan No. 41 tahun 2004
11
Undang perwakafan Indonesia dan buku-buku lainnya kemudian libery reasecht terkait masalah pandangan hukum Islam dan Undang-undang perwakafan Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis yaitu merupakan pendekatan yang dengan mengangkat kepembahasan gejala-gejala social yang terlihat dalam masyarakat baik dalam wujud perilaku yang mencerminkan moral dalam masyarakat maupun pandangan masyarakat itu sendiri pada masalah sanksi pidana terkait hukum perwakafan. Dengan adanya pembatasan masalah seperti yang disebutkan diatas, maka pokok-pokok masalah atau pembahasan yang akan diteliti dan dibahas dalam analisa ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaturan hukum perwakafan menurut pandangan hukum Islam dan Hukum perwakafan Indonesia. 2. Bentuk-bentuk wakaf menurut
hukum
Islam
dan
Undang-Undang
perwakafan Indonesia. 3. Sanksi pidana wakaf menurut hukum Islam dan Undang-Uandang Perwakafan Indonesia. Dari pembatasan masalah tersebut dapat diperj elas dengan rumusan pertanyaanpertanyaan dibawah ini:
12
1. Bagaimana pengaturan hukum wakaf menurut hukum Islam dan UndangUndang perwakafan di Indonesia ? 2. Bagaimana Pengelolaan dan Pengembangan dalam perwakafan menurut hukum Islam dan Undang-Undang Perwakafan di Indonesia ? 3. Bagaimana sanksi pidana wakaf terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Demikianlah ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti dan akan dibahas dalam karya ilmiah ini selanjutnya. Pembahasan dan analisa masalah yang akan dilakukan melalui pendekatan dalil-dalil naqli (ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadist) serta dalil-dalil aqli dan berbagai pendapat para ulama.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa tujuan umum dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran serta aturan-aturan hukum
tentang perwakafan menurut hukum Islam dan UU Perwakafan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang pengelolaan dan pengembangan harta wakaf 3. Untuk mengetahui penjatuhan sanksi tindak pidana wakaf menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perwakafan di Indonesia ..
13
Sedangkan manfaat penelitian ini juga dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat luas tentang perwakafan dan dampak atau akibat yang ditimbulkan Penyelewengan harta benda wakaf.
E. Metode penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian
m1
penulis menggunakan metode
sebagai berikut: 1. J enis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian atau riset
dan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan
masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data penelitian. 2. Sumber data Sumber data sekunder meliputi; a) Bahan hukum pnmer yaitu: UU (Undang-Undang) perwakafan, Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kitab Fikih. b) Bahan hukum sekunder yaitu: Buku-buku yang membahas langsung permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 3. Teknik pengumpulan data
15
II.
Bab dua, dikemukakan mengenai perwakafan menurut hokum Islam dan Hukum Indonesia langsung diuraikan pada bab dua agar lebih memudahkan untuk pencapaian target pada bab selanjutnya.
III.
Bab tiga akan di bahas mengenai , Kerangka Teori Kriminalisasi Perwakafan Menurut Hukum Islama dan Undang-Undang Perwakafan. yang akan di uraikan dengan sub, dasar-dasar hukum wakaf dalam nash al-Qur'an dan al-Hadist, Syarat-Syarat dan Wewenang Nazhir dalam Pengelolaan dan Pengembangan Barta Wakaf,
IV.
Bab empat, akan dibahas tentang Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perwakafan . Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana masyarakat memahami tentang wakaf dan bagaimana pengelolaan dan pengembangannya, serta bagaimana penanganan kasus-kasus tindak pidana wakaf di Indonesia.
IV.
Diakhiri dengan bab lima, yang merupakan bab penutup, penulis akan mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi, sebagai jawaban atas masalah-masalah yang telah ditetapkan sebelumnya dan saran-saran untuk masalah tersebut.
16
BAB II KERANGKA TEORI
A.
Pengertian Wakaf 1. Pengertian WakafMenurut Bahasa
Pengertian Wakaf yang menjadi bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab adalah al-habs (menahan). Kata al-Waqf adalah bentuk masdar dari ungkapan waqfu al-syai. Yang berarti menahan sesuatu. Dalam perpustakaan serring ditemui synonim
waqf ialah habs Waqafa dan habbasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan menahan atau berhenti ditempat. 12 Pendapat yang sama juga dijumpai pengertian wakaf dari segi etimilogi ialah Wakaf berasal dari bahasa arab. Waqf Qamaknya awqaf), menyerahkan harta milik dengan penuh keikhlasan dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan sesuatu pada satu lembaga Islam, dengan benda itu. Kemudian yang diwakafkan itu disebut mauquf. Dengan dernikian. Pengertian wakaf. Secara bahasa, adalah menyerahkan harta kepada orang-orang miskin atau untuk orang-orang miskin untuk ditahan.
12
Abdul Halim, Hukum. Perwakafan Di Indonesia, Jakarta, 2005. hal 6-7
18
diwakafkan. Selain itu JUga perbedaan persepsi didalam tata cara pelaksanaan wakaf. 13 Ketika mendifinisikan wakaf. Para ulama merujuk kepada para imam mazhab. Seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan imam-imam lainnya.dan setiap definisi sangat sesuai dengan kaidah-kaidah masing-masing mazhab. Banyak sekali definisi mengenai wakaf yang sulit untuk dikemukakan semuannya disini. Oleh karena itu. Penulis akan paparkan beberapa definisi yang repsentatif. yang akan menjadi bahan skripsi secara mendatail dan mudah. A. Menurut Mazhab Syafi'I dan Ahmad bin Hambal
Imam Syafi'i menamakan wakaf dengan istilah al-$adaqat, al-$adaqat almuharramat, al-adaqat al-muharramat al-mauqCifat. Selanjutnya ia membagi jenis
pemberian ke dalam dua macam, yaitu: (1) pemberian yang diserahkan si pemberi ketika ia masih hidup dan (2) pemberian yang diserahkan ketika si pemberi telah wafat. Menurut pendapat al-Syafi'i, Status hukum wakaf dan al-'itq (pembebasan hamba sahaya) adalah sama berdasarkan qiyas. Keduanya dianggap memiliki
kesamaan 'illat, yaitu kemerdekaan dalam al-'itq sama dengan mengeluarkan harta milik dalam perwakafan. Al-Syafi'i berpegang kepada persamaan antara kedua status hukum institusi tersebut dari segi adanya bentuk penyerahan benda atau harta itu
13
Muhammad Abid Abdu!!oh o!-Kabisi. Hukum Wakaf, Jakarta. 2004. Hal 39-40.
20
3. Ibnu hajar Al-Haitami
17
mendefenisikannya yaitu: " Menahan harta
yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan". 4. Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi mendefinisikannya yaitu menhan harta untuk dimanfaatkan dalam hal yang dibolehkan, dengan menjaga keutuhan harta tersebut. Syafi'I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempuma prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain,baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat bisa diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakatkannya kepada mauquf alaih (yang diberi wakaf ) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak melarang
penyaluran
sumbangannya
tersebut. 18Karena
itu
mazhab
Syafi 'I
mendefinisikan wakaf adalah : " tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)".
17
Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami Al-Sa' di Al-Anshari Abu Al-Abbas (909-974) H. Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2006.
18
21
B. Mennrut Mazhab Hanafi Menurut Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf yaitu : " Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah " menyumbangkan manfaat". Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak
kebajikan sosial, baik sekarang
maupun yang akan datang. 19 Sepenuhnya, hanya manfaatnya saja yang di~adaqahkan. Oleh karena itu, wakaf tidak mempunyai kepastian hukum dalam arti gair ldzim, kecuali dalam tiga hal, yaitu: a) wakaf masjid, b) apabila huh."Um wakaf itu diputuskan oleh hakim, dan c) apabila benda wakaf itu dihubungkan dengan kematian si wakif yaitu wakaf •
wasiat.
19
3
. Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2006. 3 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Lentera, Surabaya, 1996, hal 13
22
Mengenai akad wakaf dinyatakan oleh semua mazhab sebagai 'aqad tabarru ', yaitu transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan qabul dari pihak penerima dan dicukupkan atas ijilb si wakif
C. Menurut Mazhab Maliki Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemiliknnya menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menariknya kembali wakafnya. Akan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu sendiri tetap menjadi milik siwakif. Perwakafan itu berlaku untuk masa tertentu, dan karenanya tidak boleh di syaratkan sebagai wakafkekal (selamannya). Ibn Arafah mendefinisikan bahwa wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya. Bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan. 20 Dan mazhab Maliki juga mendefinisikan wakaf itu suatu penahanan suatu benda dari bertasarruf , ( bertindak hukum seperti memperjual belikan ) terhadap
20
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi. Hukum Wakaf, jakarta. 2004. Hal 54-55.
23
benda yang dimiliki serta benda itu tetap dalam pemilikan si wakif, dan memproduktifkan hasilnya untuk keperluan kebaikan. 21 Menurut teori Imam Malik, wakaf itu mengikat dalam arti liizim, tidak mesti dilembagakan secara abadi dalam arti mu'abbad dan boleh saja diwakafkan untuk tenggang waktu tertentu (mu'aqqat). Abu Hanifah mengartikan wakaf sebagai ~adaqah yang kedudukannya seperti 'ariyah, yakni pinjam meminjam. 22 Perbedaan
antara keduanya ter!etak pada bendanya. Dalam 'ariyah, benda ada di tangan si peminjam sebagai pihak yang menggunakan dan mengambil manfaat benda itu. Sedangkan benda dalam wakaf ada di tangan si pemilik yang tidak menggunakan dan mengambil manfaat benda itu. Dengan demikian, benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik wakif Namun demikian, wakaf itu tidak boleh ditarik di tengah perjalanan. Dengan kata lain, si wakif tidak boleh menarik ikrar wakafnya sebelum habis tenggang waktu yang telah ditetapkannya. Harta atau benda yang diwakafkan adalah benda yang mempunyai nilai ekonomis dan tahan lama. Harta itu berstatus milik si wakif, akan tetapi si wakif tidak mempunyai hak untuk menggunakan harta tersebut (ta:;arruj) selama masa wakafnya belim habis. Jika dalam
~igat
atau ikrar wakaf itu tidak
menyatakan dengan tegas tenggang waktu perwakafan yang ia kehendaki, maka dapat diartikan bahwa ia bermaksud mewakafkan hartanya itu untuk selamanya 21
12
Abdul Halim. Hukum perwakafan di Indonesia, Jakarta. 2005. Hal 9-10. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Lentera, Surabaya, 1996, hal 13
24
(mu'abbad). Landasan hukum yang dijadikan rujukan Imam Malik adalah Hadist Ibn
'Umar yang berbunyi: ... .b§
t
y.....\ ,JL=o) ~\"'"''.&I JY-"..JY Ju;~ o->"l.:i...., ~~I c;->'li..J+.P-!L.:.).;= yl......i
\:iu'l/ I .I \ t'u,'l/ .w\ \, ·I .. c:.,;;....:;_j~ I . I -\ ~ ~ · \ J\! ~._,; •• _j~ •• _j (S"""" y,c....., • u •
· \:iw ""y>
.W,.
··\'l/\... <.? .;jc. U""
t.k-J. I~ ."u.I, J _,.......)JC · · ,......1....,,_, w ..l.?-"''"!.....- ".1. ·.. I..!-' I<\.,• u· \1'ti' .. I_j IY' · (S"""" \, ci.h.'l/".hill\ • ~ '-'.\.S)\,. ~ . cs'·_j " (.)-'tfi..)JC·
Artinya : ... Umar mempunyai tanah di Khaibar, kemudian ia dating kepada Rasulullah Saw. meminta untuk mengolahnya seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, tetapi aku belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku han;s berbuat?" Nabi bersabda: "Jika Kau menginginkannya, tahanlah itu dan shadaqahkan hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh d!jual atau dipe1:jualbelikan, dihibahkan, atau diwariskan. Jbn 'Umar menshadaqahkannya (mewakajkan tanah Khaibar itu) kepadafakir miskin, karib kerabat, budak (riqab) dan ibn sabil. Tidaklah berdosa bagi orang yang mengurus harta wakaf itu untuk menggunakannya sekedar keperluannya tanpa maksud memi liki harta itu
(mutamawwil). Sedang dalam riwayat lain digunakan lafaz gair mutaassil, yakni tanpa tujuan untuk menguasa1"harta w akf" a 1tu. 23
23
ujeberkarya.b\ogspot.com/2010/01/hukum-wakaf-di-indonesia.html.tanggal 10 mare! 2011. Jam20.17WIB.
25
Terdapat empat syarat sahnya wakaf atau disebut juga sebagai rukun wakaf yaitu : 1. Mengenai orang yang melakukan perbuatan wakaf (al-wakif) hendaklah
dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan di mana jiwanya tertekan. 2. Mengenai harta benda yang akan diwakafkan (al-mawquf) harus jelas wujudnya atau dzatnya, di samping harta itu bersifat tidak cepat habis. Artinya, bahwa harta itu tidak habis sekali pakai. Ia harus bersifat kekal dan dapat diambil manfaatnya untuk jangka waktu yang kekal pula. 3. Mengenai sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf (almawquf 'alaih) dapat dibagi menjadi dua macam: wakafkhairy dan wakaf
dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf di mana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tetapi untuk kepentingan umum. Sedangkan wakaf dzurry adalah wakaf di mana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga keturunannya. 4. Mengenai bentuk yang perlu diperhatikan dalam menyatakan harta yang bersangkutan sebagai wakaf disebut sighah. Selanjutnya persoalan yang menyangkut siapa yang akan melakukan perawatan, pengurusan dan pengelolaan aset wakaf yang dalam istilah fikih dikenal dengan nadzir wakaf, atau mutawalli wakaf termasuk ha! yang sangat krusial. Hal itu
26
karena aset wakaf adalah amanah Allah yang terletak di tangan nadzir. Oleh sebab itu, nadzir adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu sendiri maupun terhadap hasil dan upayaupaya pengembangannya. Setiap kegiatan nadzir terhadap harta wakaf hams dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf untuk mengalirkan manfaatnya untuk kepentingan mawquf 'alaih. 22 Manfaat yang akan dinikmati oleh wakif sangat tergantung kepada nadzir, karena di tangan nadzirlah harta wakaf dapat terjamin kesinambungannya. Oleh karena begitu pentingnya kedudukan nadzir dalam perwakafan, maka pada diri nadzir perlu terdapat beberapa persyaratan yang hams dipenuhi yaitu : I. baligh/berakal. 2. Dewasa. 3. Adil. 4. Mampu. 5. Islam. 23 Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menumt sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.
24
Indonesia termasuk negara muslim yang banyak memiliki tanah waqaf. Menumt data Departemen Agama terakhir terdapat kekayaan tanah wakaf di Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 M2. Dari total jumlah tersebut 75% 22
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Jakarta, 2005. hal 482. .Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Jakarta, 2005. hal 461. 24 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf. Jakarta, 2006. hal 28. 23
27
diantaranya sudah bersertifikat wakaf dan sekitar 10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang belum terdata. 25 Akan tetapi data mengenai jumlah seluruh aset wakaf yang sebenarnya di Indonesia belum diketahui secara akurat.Ini mengiat data-data tentang aset wakaf di Indonesia tidak terkoordinir dengan baik dan terpusat institusi yang professional. Namun waqaf sebanyak itu belum mampu meningkatkan kesejahteraan ummat pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Hal itu disebabkan karena pemanfatan harta waqaf masih dominan bersifat konsumtif dan belum dikelola secara produktif Wakaf-wakaf ini kebanyakan dipergunakan untuk pembangunan mesjid, musholla, sekolah, panti asuhan, dan makam, sehingga bila dilihat dari segi sosial ekonomi, waqaf yang ada belum dapat berperan
dalam
menanggulangi
permasalahan
ummat,
meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat. Hal
1111
khususnya
dalam
Juga disebabkan karena
pengeloaan wakaf belum optimal dan upaya pengembangan wakaf produktif belum dilakukan sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Islam. Tulisan
1111
akan
menguraikan
kajian
pengembangan
waqaf,
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat. Wakaf memiliki manfaat yang luar biasa dari sekedar sedekah biasa. Hal ini dikarenakan harta wakaf yang sifatnya abadi, tidak boleh dijual atau diwarisi dan dihibahkan agar wakaf dapat dimanfaatkan
25
Departemen Agama RI, Pedoman Penge/a/aan dan Pengembangan Wakaf. Jakarta, 2006. hal 28.
28
terns menerus untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, kemanfaatan wakaf ini belum optimal didapatkan, kbususnya di Indonesia. Wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan. Idealnya, wakaf dapat dikelola secara produktif dan dikembangkan menjadi lembaga Islam yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Idealnya, bersama dengan zakat, wakaf dapat menjadi instrumen dalam pengentasan kemiskinan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia secara faktual telah melipat gandakan jumlah penduduk miskin dari ± 25 juta jiwa di akhir tahun 1997 menjadi ± 100 juta jiwa di tahun 1999. Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain melalui JPS (Jaringan Pengaman Sosial) serta berbagai sumbangan dari dalam dan luar negeri. Pemerintah sendiri tampaknya cukup kesulitan untuk mengatasi masalah ini mengingat terbatasnya dana yang tersedia dalam APBN. Selain itu mengingat Pinjaman Luar Negeri (PLN) Indonesia yang sangat besar, maka alternatif PLN untuk mengatasi masalah menjadi kurang dipertimbangkan. 26
26
K.N.Sofyan Hasan,
Pengantar Hukum Zakat don Wakaf, Surabaya, 1995 Cet. Ke-1
29
Salah satu altematif yang masih memiliki harapan untuk mengatasi masalah m1 adalah adanya partisipasi aktif dari pihak non pemerintah, yang dalam hal ini
adalah masyarakat. Masyarakat, khususnya golongan kaya, memiliki kemampuan untuk membantu meringankan penderitaan masyarakat miskin. Apabila potensi masyarakat (kaya) ini dapat dikoordinasikan serta dikelola dengan baik, maka ha! ini dapat memberikan alternative kontribusi
penyelesaian positif atas masalah
kemiskinan tersebut di atas. Di Bangladesh, upaya non pemerintah untuk menjawab masalah kemiskinan ieiah dicoba dijawab melalui keberadaan lembaga yang bemama Social Investment Bank Limited (SIBL). 27 Lembaga ini beroperasi dengan
menggalang dana masyarakat (kaya), khususnya melalui dana wakaf tunai, untuk kemudian dikelola dimana hasil pengelolaannya disalurkan untuk masyarakat miskin. Untuk kasus Indonesia , upaya seperti yang dilakukan oleh SIBL tersebut, merupakan suatu altematif yang menarik. Dengan jumlah penduduk muslim yang mayoritas, maka upaya penggalangan serta pengelolaan dana wakaf seperti halnya di atas, diharapkan dapat lebih terapresiasikan oleh masyarakat (muslim), minimal secara kultural. 28 Di sisi lain, keberadaan institusi-institusi syariah (khususnya perbankan) merupakan altematif lembaga yang representatif untuk mengelola dana-dana amanah tersebut. Di samping itu dana-dana tersebut juga merupakan salah satu sumber dana
27
Mannan, Tanah Wakaf, Surabaya, 1999, hal 247. "- Mannan, Tanah Wakaf, Surabaya, 1999, hal 248.
30
bagi
perbankan (lembaga keuangan)
syariah,
dimana secara pnns1p
telah
terakomodasikan di dalam ketentuan perbankan syariah.
B.
RUKUNWAKAF
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 terdiri atas tujuh bab delapan belas pasal yang meliputi pengertian, syarat-syarat, fungsi, tata cara, dan pendaftaran wakaf,
ketersediaan tenaga yang menangani pendaftaran wakaf, perubahan,
penyelesaian perselisihan dan pengawasan wakaf, ketentuan pidana, serta ketentuan pera11.han. 29 Menindaklanjuti PP Nomor 28 Tahun 1977 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 yang mengatur tentang tatacara pendaftaran perwakafan tanah hak milik yang memuat antara lain persyaratan tanah yang diwakafkan, pejabat pembuat akta ilcrar wakaf, proses pendaftaran, biaya pendaftaran, dan ketentuan peralihan. Selanjutnya Peraturan Menteri Agama Nomor I Tahun 1978 memerinci lebih lanjut tentang tata cara perwakafan tanah milik, antara lain tentang ikrar wakaf dan ak:tanya, pejabat pembuat akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban nazir, perubahan perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan, penyelesaian
perselisihan
tanah,
serta
biaya
perwakafan
tanah
milik.
Maksud dikeluarkannya PP Nomor 28 Tahun 1977 adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai tanah wakaf serta pemanfaatannya sesuai dengan 29
Departemen Agama RI, Pedoman Penge/o/aan don Pengembangan Wakaf, Jakarta, 2006. hal 29.
31
tujuan wakaf3° Berbagai penyimpangan dan sengketa wakaf dengan demikian dapat diminimalisir. Namun demikian, masih dirasakan adanya hambatan dan atau permasalahan terkait dengan PP nomor 28 Tahun 1977 ini, antara lain: a. Tanah yang dapat diwakafkan hanyalah tanah hak milik dan badan-badan sosial keagamaan dijamin dapat mempunyai hak atas tanah dengan hak pakai. Bagaimana wakaf tanah dengan hak guna bagunan atau guna usaha yang di dalam prakteknya dapat diperpanjang waktunya sesuai dengan tujuan pemanfaatan wakaf. b.
Penerima wakaf (nazir) disyaratkan oleh peraturan mempunyai cabang atau perwakilan
di
kecamatan
di
mana
tanah
wakaf terletak.
Dalam
pelaksanaannya menimbulkan kesulitan dan justru menimbulkan hambatan. Terkait dengan masalah tersebut, bagaimana jika nazir itu bersifat perorangan atau perkumpulan yang tidak memiliki cabang atau perwakilan. c. PP Nomor 28 Tahun 1977 hanya membatasi wakaf benda-benda tetap khususnya tanah. Bagaimana wakaf yang objeknya benda-benda bergerak selain tanah atau bangunan.
30
•
Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Waka/, Jakarta, 2006. ha! 29-
30.
32
d. Hambatan-hambatan lain yang bersifat non-yuridis, antara lain kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya sertifikasi wakaf, ketersediaan tenaga yang menangani pendaftaran/sertifikasi wakaf serta peningkatan kesadaran para na.Zir akan tugas dan tanggung jawabnya. 31 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dibuat berdasarkan tiga motif utama, yaitu : a) Motifkeagamaan sebagaimana tercermin dalam konsiderannya yang menyatakan bahwa "wakaf sebagai lembaga keagamaan yang sifatnya sebagai sarana keagamaan". Dalam hal ini adalah motif agama Islam. Kai au UUP A berlandaskan tujuan untuk mencapai "sosialisme Indonesia", maka PP ini bertujuan untuk tercapainya
kesejahteraan
spiritual
dan
material
menUJU
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. b) Peraturan penertiban
perwakafan hukum
sebelumnya tidak
perwakafan
secara
memadai tuntas,
bagi
bahkan
menimbulkan berbagai masalah, seperti tidak adanya data tentang perwakafan. c) Adanya landasan hukum yang kokoh dengan diundangkannya UUPA No. 5 Tahun 1960, khususnya pasal 14 (1) huruf b, dan pasal 49 (3).
31
www.Pa-tanjungbalai.net/index.php?option=com_cintent&view=article&id360:perwakafandalam-hukum-positif&catid=38:artikel<emid=61 tgl 14 mare! 2011.jam 13.22WIB
33
Beberapa point penting yang terdapat dalam penjelasan umum PP no. 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut: a. Salah satu masalah di bidang keagamaan yang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan adalah perwakafan tanah milik. Masalah perwakafan tanah milik ini sangat penting ditinjau dari sudut pandang Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. b. Bahwa pada waktu yang lampau pengaturan tentang perwakafan tanah milik tidak diatur secara tuntas dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dari hakikat tujuan wakaf itu sendiri, terutama disebabkan karena banyaknya ragam perwakafan, seperti wakaf keluarga, wakaf umum, dan lain-lain. Tidak adanya keharusan mendaftarkan tanah milik yang diwakafkan telah mengakibatkan, bukan saja tidak tercatatnya tanah wakaf, melainkan juga beralihnya status wakaf menj adi milik perorangan yang diwariskan turun temurun. c. Kejadian-kejadian tersebut di atas telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Islam yang menjurus kepada sikap antipati terhadap pelaksanaan wakaf d. Penjelasan PP tersebut menyatakan bahwa yang terkandung di dalamnya adalah bentuk wakaf khairi, dan bentuk wakaf hanyalah wakaf tanah milik. Unsur-unsur wakaf yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah( PP) ini adalah:
34
a.
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik
dan
melembagakannya
untuk
selama-lamanya
untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. b.
Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum
yang mewakafkan tanah miliknya. c.
Ikrar adalah pemyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan tanah miliknya. d.
Nazir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi
tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 berisi Instruksi Presiden untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam selanjutnya disingkat KHI yang terdiri dari Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum Perwakafan. 32 Hukum Perwakafan terdiri dari lima bab dan lima belas pasal yang memuat ketentuan umum tentang wakaf, fungsi, unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf, kewajiban dan hak-hak nazir, tata cara perwakafan, pendaftaran wakaf, perubahan benda wakaf, penyelesaian perselisihan benda wakaf, pengawasan dan ketentuan peralihan. KHI ini disusun dengan maksud untuk 32
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia {Cet. I; Jakarta: PT. Akademika Presindo, 1992), hal. 166.
36
Dalam beberapa ha!, hukum perwakafan dalam Kompilasi tersebut merupakan pengembangan dan penyempurnaan pengaturan perwakafan sesuai dengan hukum Islamm di antaranya: 1) Obyek wakaf. Menurut KHl, bahwa obyek wakaftersebut tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun 1977. Obyek wakafmenurut kompilasi lebih luas. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 215 (4) yang berbunyi: "Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya taban yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam". 2)
Sumpah Na.Zir sebelum melaksanakan tugas harus melaksanakan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Hal ini diatur dalam pasal 219 ayat 4 yang berbunyi: "Nazir sebelum melaksanakan tugas harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan oleh sekurangkurangnya oleh dua orang saksi".
3) Jumlah Nazir Jumlah nazir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang dan sebanyak-banyaknya sepuluh orang yang diangkat oleh
37
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas dasar Maj el is Ulama dan Camat set empat. 4) Perubahan Benda Wakaf Menurut pasal 225 perubahan benda wakaf hanya dapat dilakukan terhadap halhal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan, dan camat setempat. 5) Pengawasan Nazir Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nazir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan, dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya. 6) Peranan Majelis Ulama dan Camat Kill dalam hal perwakafan memberikan kedudukan dan peranan yang lebih luas
kepada Majelis Ulama Indonesia Kecamatan dan Camat setempat dibanding dengan ketentuan yang diatur oleh perundang-undangan sebelumnya.
Dalam upaya melengkapi sarana hukum, maka Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Obyek Milik Salah satu pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yaitu pasal 9, mengharuskan perwakafan dilakukan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan ikrar lisan saja. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti otentik, misalnya sebagai kelengkapan dokumen pendaftaran obyek wakaf pada Kantor Agraria maupun
38
sebagai bukti hukum apabila timbul sengketa di kemudian hari tentang obyek yang telah diwakafkan. Oleh karena itu, seseorang yang hendak mewakafkan obyek harus melengkapi dan membawa tanda-tanda bukti kepemilikan dan surat-surat lain yang menjelaskan tidak adanya halangan untuk melakukan pelepasan haknya atas obyek tersebut. Untuk kepentingan tersebut mengharuskan adanya pejabat yang khusus d itunjuk untuk melaksanakan pembuatan akta tersebut, dan perlu adanya keseragaman mengenai bentuk dan isi Akta lkrar Wakaf.
Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 juga telah menegaskan pentingnya kepastian hukum akan status obyek, khusunya obyek yang diperuntukkan untuk kegiatan sosiaL Dalam Pasal 19 UU tersebut ditegaskan bahwa :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
obyek diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a)
Pengukuran perpetaan dan pembukuan obyek;
b)
Pendaftaran hak-hak atas obyek dan peralihan hak-hak tersebut;
c)
Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
39
RM. Sudikno Mertokusumo haruslah
berfungsi
kepentingan
sebagai
manus1a
33
memberikan ketegasan prinsip bahwa hukum
perlindungan
terlindungi
secara
bagi
kepentingan
benar,
maka
manusia.
Agar
hukum
harus
dilaksanakan/ditegakkan secara adil. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno, ada tiga unsur yang tidak boleh tidak harus diperhatikan, yaitu :
1) Kepastian hukum (Rechtssicherheit) 2) Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) 3) Keadilan (Gerechtigkeit).
Oleh karena itu, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan secara adil. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkret. Bagaimanapun hukumnya, maka itulah yang harus berlaku,
34
dan pada dasarnya tidak
dibolehkan menyimpang sebagaimana sebuah pepatah menyatakan, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan.
Demikianjuga asas kemanfaatan, kenyataan bahwa banyak obyek wakafyang belum disertifikatkan dan tidak memiliki akta ikrar wakaf sementara wakifnya pun sudah lama meninggal, sedangkan obyek wakaf ini perlu dilindungi,
33
35
maka demi
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, him. 54. 34 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, him. 54 35 Tahir Azhary, Waka! dan Sumber Daya Ekonomi, Suotu Pendidikan Teoritis, dalam Mimbar Hukum No. 7 Tohun 1111992 (Al-Hikmah dan Ditbenpera, 1992), him 15.
40
kemaslahatan maka seharusnya ada lembaga isbat yang dapat memberikan penetapan isbat wakaf untuk pengesahan akta ilcrar wakaf sebagai bahan untuk pengajuan sertifikat wakaf. Namun yang perlu dicermati dalam upaya isbat wakaf ini adalah, Majelis Hakim harus benar-benar menilai dan menemukan bukti-bukti yang akurat tentang status obyek wakaf tersebut, sehingga peranan penilaian dan persangkaan hakim sebagai salah satu alat bukti sangat berperan dalam kasus ini. Demikian juga saksi yang mengetahui secara benar akan kedudukan dan seluk beluk obyek wakaf tersebut juga sangat menentukan dalam menemukan bukti yang valid dan reliable. 36
Perlindungan hukum terhadap obyek wakaf telah secara jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 49 Ayat (3) bahwa "Perwakafan Obyek Milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah". Untuk memenuhi Ayat 3 Pasal 49 tersebut pengaturan lebih lanjut dimuat di dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Namun akibat perkembangan sosial dan dampaknya terhadap penerapan ketentuan hukum positif, maka adanya pembaruan aturan-aturan hukum merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa dihindari. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Bab II Undang-Undang Wakaf di atas menyebutkan bahwa Menteri Agama melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakafuntuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf dengan mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia (selanjutnya disebut BWI dengan tetap 36
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta Pilar Media, 2006, him. 33.
41
memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Dalam melakukan pembinaan, keduanya dapat melakukan kerjasama dengan ormas, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu, sedangkan dalam melaksanakan tugas pengawasannya dapat menggunakan akuntan publik.
C. SYARAT-SYARATWAKAF
Sebagaimana telah diterangkan diatas.tatacara pelaksanaan wakaf. Dan syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam wakaf. Adapun, shighat itu sendiri harus memiliki beberapa unsur, yaitu individu atau pribadi yang memberikan wakaf (waqif), harta yang diwakafkan (mauquj), dan pihak atau lembaga yang diberikan hak untuk memperoleh manfaat dari harta wakaf (mauquf' alaih). 37 Dan masing-masing waqif, mauquf, dan mauquf alaih harus memenuhi syaratsyarat tertentu untuk mengelola dan mengembangkan wakaf, bab ini menjelaskan syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh setiap waqif, harta yang diwakafkan dan instansi yang menerima wakaf. Dengan menjelaskan persepsi atau pendapat menurut hukum Islam dan hukum . 38 I nd onesia. Adapun pembahasan ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: Bagian pertama : Syarat-Syarat Waqif.
37
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Waka/, Dompe! Dhuafa Republika, Jakarta 2004.hal
217. 38
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Waka/, Dompe! Dhuafa Republika, Jakarta 2004.hal. 2
18.
42
Bagian kedua: Syarat-Syarat Harta Wakaf Bagian Ketiga : Syarat-Syarat Pihak yang Memperoleh Manfaat Wakaf (Mauquj' alaih). Bagian Pertama Syarat-Syarat Waqif (Pemberi Wakal)
Kreteria I: Berakal Para ulama bersepakat bahwa waqif haruslah berakal dalam pelaksanaan akad wakaf, supaya wakafnya dianggap sah, dalam kelangsungan pengelolaannya.
39
untuk
itu, tidaklah sah jika wakaf diberikan oleh orang gila, karena dia tidak berakal,tidak pula dapat membedakan sesuatu, dan dia tidak layak untuk melakukan kesepakatan ( akad) dan aturan.
40
Se lain itu, ij ma ulama tdak mengakui keterangan atau kesaksian dari orang yang tidak berakal, karena dianggap tidak sah, dan tidak berdampak apapun, disebabkan hilangnya aka! sebagai landasan dalam setiap perbuatan dan keputusan. Ini semua jika gilanya seseorang bersifat serius dan terns menerus. Para fuqaha menggolongkan orang idiot, orang pingsan dan orang tidur kedalam kateagori hilang akal (gila), karena ketidak sadaran akal yang menyebabkan hilangnya kelayakan atau kecakapan dalam memberikan keputusan dan sedekah serta seluruh perbuatan yang membahayakan atau merugikan secara materil.
39
• Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompet Dhuafa Republika, Jakarta 2004. hal 219. 40 Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib, Mughni Al-Muhtaj Syarh Al-Minhaj, Penerbit Musthafa Muhammad, Mesir, jilid 6, hal 229.
43
Demikian juga, orang pikun karena lanjut us1a, atau musibah yang memmpanya, yang menyebabkan akalnya tidak sehat atau tidak berfungsi dengan sempurna, sehingga berakibat tidak diakuinya perkataan dan tindakannya. Kreteria II: Dewasa (Baligh) Wakaf dari seorang anak kecil yang sudah mengerti (mumayiz) diperbolehkan atas izin hakim. Pendapat ini adalah seperti yang dikemukakan oleh seorang ulama fikih Abu Bakar AJ-Ashim. 41 Namun, dalam ha! ini muncullah beberapa pendapat dan sebagian ulama fikih mazhab Syafi 'I dan lainnya, yang membedakan serta memisahkan antara wasiat dari anak yang sudah mengerti dengan wakaf yang diberikannya. 42 Tidak sah hukumnya wakaf yang berasal dari anak-anak yang belum baligh, sebab, jika dia belum dapat membedakan sesuatu, dia tidak layak untuk bertindak sekehendaknya. 43 Walaupun dia adalah anak yang sudah mengerti, dia tidak layak membuat satu keputusan, bersedekah dan segala bentuk kesepakatan yang akan membahayakan sendiri. Tidak ada pengecualian, baik itu anak kecil yang telah diberi izin dalam pemiagaan ataupun tidak, 44 Ini adalah pendapat dari golongan mayoritas
41
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2004. Hal
226. Abu Bakar, Sejarah Masjid dan Amal Jbadah Dalamnya, Fa. Tako Buku Adil, Banjarmasin, 1995,
42
him. 423. Abu Bakar, Sejarah Masjid dan Amal lbadah Dalamnya, Fa. Tako Buku Adil, Banjarmasin, 1995,
43
him. 423 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2004,hlm.
44
224.
44
fuqaha. Seperti mazhab Hanafi, Syafi'I, Maliki, Hambali, Zahiri, Syi'ah, Ja'fariyah d an Z a1"d"1yah .4345
Kriteria III: Tidak dalam Tanggungan, karena Boros dan Bodoh Kaidah fikih mengatakan bahwasanya wakaf dari orang yang boros dan bodoh, yang masih dalam tanggungan (perwalian), adalah tidak sah. Sebab, sedekah itu tidaklah sah, Al-Kashaf berpendapat ha! tersebut tentang tidak shnya wakaf dari porang yang boros dan bodoh. Namun para fuqaha berpendapat seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi 'I dan Imam Hanabilah, berpendapat bahwa wasiat dari orang yang boros diperbolehkan dalam jumlah terbatas. Yaitu maksimal sepertiga saja dari harta, sebab maksud dari pembatasan itu adalah menjaga harta miliknya. Dalam kondisi ini, ha! itu tidak mendatngkan bahaya pada diri waqif yang berwasiat itu. Karena besamya jumlah wasiat adalah seperti batasan yang telah ditetapkan oleh hukum. Atas dasar ini, sebagian ulama muta'akhirin (generasi akhir) menganggap bahwa wakaf orang yang boros itu berdasarkan jumlah wasiatnya, apabila wakafnya itu atas nama dirinya. Kemudian, setelah wasiat dilakukan, sisanya boleh digunakan untuk ha! lain, sperti untuk kebaikan atau warisan. Kriteria IV: Kemauan Sendiri Wakaf harus didasarkan kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau paksaan dari pihak manapun. 46 Ulama telah sepakat bahwa wakaf atau wasiat dari orang yang
4345
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompe! Duafa Republika, Jakarta, 2004, hlm.225.
45
dipaksa tidak sah hukumnya, begitu pula hokum atau ketentuan bagi setiap perbuatannya. 47 Dari sini, dapat disimpulkan bahwa pemaksaan yang salah dalam bertindak tidak hanya terbatas pada pemaksaan dalam bentuk perbuatan, tetapi juga dalam bentuk
perjanjian
melaksanakannya.
yang
membahayakan
Sedangkan,
diri
mengancam
atau itu
siapa
memiliki
saJa
yang
kekuatan
akan untuk
merealisasikan ancaman itu, atau dengan anggapan bahwa dia akan melakukan hal itu, meskipun ha] itu belum terbukti dilaksanakan. Kriteria V: Merdeka Merdeka adalah salah satu syarat bagi seorang waqif dalam mewakatkan hartanya. 48 Syarat ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa budak atau hamba sahaya tidak memiliki apapun. Sekiranya dia dapat izin dari tuannya atau majikannya untuk berdagang, hal itu terbatas untuk berdagang saja tidak mencakup izin untuk bersedekah. Jadi, wakaf dari budak tidaklah boleh karena dia tidak punya hak atas hartanya. Pendapat ini selaras dngan kaidah umum dalam penetapan hokum. Dalam ini, larangan itu adalah apabila harta itu milik tuan atau majiknnya
46
jika mereka
. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Wiajaya, Jakarta, 1954, him. 304-305. Cf. Mohd. Zain bin Haji Othman, Islamic Law With Special Reference to be Institution of Waqf, Prime Minister's Department, Relegious Affairs Division (Islamic Centre), Kuala Lumpur, 1982, him. 49. 47 Karya Syarifuddin, Musa bin Ahmad Al-Hijawi Al-Muqaddisi, Kitab Al-iqna'li Al-Muqaddasi, Penerbit At-Tijariyah, Mesir, jilid, 3, hal 47. 48 Karya Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib, Kitab Mughni Al-Muhtaj Syarh Al-Minhaj, Penerbit Mustafa Muhammad, Mesir, jilid 2, hal. 337.
46
memperkenankan budaknya untuk berwakaf mak larangan itu akan hilang dengan sendirinya. Bagian Kedua: Syarat-Syarat Barta Wakaf
Dalam pelaksanaan wakaf ada dua syarat yang harus dipenuhi waqif kaitannya dengan pihak lain : 1.
11.
Waqiftidak terkait dengan hutang Waqiftidak dalam kondisi sakit parah.
Bagian Ketiga: Barta Wakaf Diserahkan Kepada Pihak yang Berhak Memiliki
Para ulama sepakat bahwa wakaf harus diberikan kepada pihak yang berhak memiliknya. Senada dengan maksud bahwa kepemilikan atas fisik harta yang telah diwakafkan itu berpindah secara hukum menjadi milik Allah, 49 Dalam kaitan ini, ulama yang berpendapat tentang pindsahnya kepemilikan harta secara hukum Allah, dalam ha! ini menyandarkan pendapatnya pada tujuan akhir wakaf, yaitu pendistribusian manfaat yang dihasilkan oleh harta wakafuntuk itu pemilik manfaat yang dihasilkan oleh harta wakaf adalah pihak penerima mengiangat manfaat yang dihasilkan oleh harta wakaf merupakan barang milik, maka wajar tidak sah kecuali berkenaan dngan barang yang bisa dimliki. 50 D. SEJARAB WAKAF
49
.Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2004, him. 227. so Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Dompet Duafa Republika, 2004. him 340.
47
Lembaga wakaf yang dipraktekan di berbagai Negara juga dipraktekan diindonesia sejak pra Islam dating ke Indonesia walaupun tidak sepenuhnya persis dengan yang terdapat dalam ajaran Islam. Namun, spiritnya sama dengan syari 'at wakaf Hal ini dapat dilihat kenyataan sejarah yang sebagian masih berlangsung sampai sekarang diberbagai daerah di Indonesia.
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia lembaga perwakafan sering dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Hal ini sebagai konsikuensi logis dari banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, seperti kerajaan Demak, kerajaan Pasai dsb.
Ternyata praktek wakaf dan perkembangan dalam sejarah Islam pada Umumnya dan khusus di Indonesia merupakan tuntutan masyarakat muslim. Sebuah kenyataan sejarah yang bergerak sesuai dengan kebutuhan kemanusian dalam memenuhi kesejahteraan ekonomi. Belajar dari sejarah, layak kiranya di era reformasi ini Indonesia mencoba menjadikan wakaf sebagai solusi alternative untuk mengatasi krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Islam dengan konsep ekonominya akan mampu memperingan penderitaan ekonomi Indonesia. Secara historis, anjuran dan misi wakaf untuk menciptakan kesejahteraan sosial sebenarnya telah dicontohkan di zaman kejayaan Islam di masa lalu. Di masa Dinasti Daulah Bani Abbasiyah, wakaf telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi sumber pendapatan negara. Ketika itu, wakaf yang pada awalnya meliputi berbagai aset semacam Masjid,
48
Mushalla, sekolah, tanah pertanian, rumah, toke, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan, tempat perniagaan, pasar, tempat pemandian, gudang beras, dan lainnya pada akhirnya bisa diambil manfaatnya sebagai instrumen pendapatan negara. Kebiasaan di masa Dinasti Daulah Bani Abbasiyah itu diteruskan sampai sekarang di beberapa negara Islam sesuai dengan perkembangan zaman. Di negara seperti Malaysia, Saudi Arabia, Mesir, Turki dan Yordania, lembaga wakaf berkembang sangat maju dan mampu memberi manfaat yang sangat besar, bukan hanya untuk umat di negeri itu, melainkan juga umat di negeri lain karena ternyata ia mampu menjadi sarana pemberdayaan ekonomi yang cukup memadai bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti pengembangan kegiatan dalam memajukan kebudayaan Islam, pemberian beasiswa, pembiayaan terhadap berbagai kegiatan penelitian, penyediaan fasilitas kesehatan dan lain-lain.
Di negara-negara seperti tersebut di atas, wakaf tidak hanya berupa tanah atau bangunan, tetapi juga berupa investasi saham, uang, real estate, tanah pertanian, flat, tempat ibadah dan pendidikan, yang kesemuanya dikelola dengan baik dan produktif, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
a) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya; b) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; c) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakafindonesia.
49
Telah banyak penelitian historis yang dilakukan oleh para pakar tentang fungsi wakaf dalam berbagai sektor kehidupan umat. Michael Dumper juga menyimpulkan bahwa di Timur Tengah, pada masa kalsik Islam dan pertengahan, institusi wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah kaum muslimin dalam membangun kesejahteraan rakyat.Penelitian lain dilakukan oleh R.D McChesney ( 1991) yang tel ah menulis buku sebagai hasil penelitiannya tentang Kegiatan Wakaf di Asia Tengah selama lebih kurang 400 tahun. Dalam deskripsi bukunya disebutkan bahwa wakaf dalam rentang waktu yang cukup lama telah berada pada pusat paling penting dari kehidupan umat Islam sehari-hari, membangun lembaga-lembaga keagamaan, cultural dan kesejahteraan. Wakaf juga menjadi sarana yang sah untuk menjaga keutuhan kekayaan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bahkan penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya peran lembaga wakaf dalam kehidupan masyarakat muslim dan ini berfluktuasi sejalan dengan sikap penguasa pemerintah.Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Timur Kuran tentang wakaf di kalangan umat Islam menyebutkan bahwa wakaf Islam telah muncul sebagai sarana komitmen yang dapat dipercaya untuk memberikan keamanan bagi para pemilik harta sebagai imbangan dari layanan sosial. Penelitian ini memberikan hasil bahwa wakaf telah lama berfungsi sebagai instrumen penting untuk memberikan public goods dengan cara yang tidak sentralistik. Pada prinsipnya manajer (nazhir) wakaf harus mematuhi persyaratan yang digariskan oleh pemberi wakaf (wakif).
so
Dalam praktiknya tujuan atau arahan waqif seringkali harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang berkembang dalam masyarakat. Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa selama ratusan tahun bahkan lebih dari seribuan tahun, institusi wakaf telah berhasil menj adi in strum en yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik pendidikan, layanan sosial, ekonomi, keagamaan dan layanan publik lainnya.
Keberadaan
wakaf dan
perannya
yang
demikian
besar,
seringkali
mengkhawatirkan penguasa pemerintahan Barat atau pemerintaha nasional pasca kemerdekaan dari penjajahan. Kekhawatiran akan semakin menonjolnya peran masyarakat dengan institusi wakaf, melahirkan sejumlah pandangan negatif terhadap sistem wakaf dari para penguasa, karena wewenang pemerintah bisa disaingi atau malah dikalahkan oleh lembaga-lembaga wakaf Contohnya antara lain, ketika bala tentara Perancis menduduki Al-jazair pada 1831, penguasa kolonial menguasai dan mengawasi harta wakaf untuk menekan tokoh-tokoh keagamaan yang berjuang melawan penjajahan. Dalam berbagai penelitian lainnya tentang sejarah wakaf disebutkan, bahwa sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan masyarakat, di antaranya: 1. Hampir 75% seluruh lahan yang dapat ditanami di Daulah Khilafah Turki Usmani merupakan tanah wakaf 2. Setengah (50 %) dari lahan di Aljazair, pada masa penjajahan Perancis pada pertengahan abad ke 19 merupakan tanah wakaf
51
3. Pada periode yang sama, 33 % Tanah di Tunisia merupakan tanah wakaf 4. Di Mesir sampai dengan tahun 1949, 12,5 persen lahan pertanian adalah tanah
wakaf 5. Pada Tahun 1930 di Iran, sekitar 30 persen dari lahan yang ditanami adalah lahan wakaf
51
Sebuah penelitian yang meliputi I 04 yayasan Wakaf di Mesir, Suriahm Turki, Palestina dan Anatoly land, menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1340-1947, bagian terbesar dari asset wakaf adalah dalam bentuk real estate, yaitu mencapai 93 % dengan rincian sebagai berikut :
1. 58 % dari wakaf, terkonsentrasi di kota-kota besar yang terdiri dari toko, rumah dan gedung. 2. 35 % dari wakaf terdapat di desa-desa yanag terdiri dari lahan pertanian, perkebunan dan tanaman lainnya. 3. 7 % sisanya merupakan dalam bentuk uang (wakaf tunai). Namun informasi terkini berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Departemen Agama, perolehan wakaf 4. Wakaf tunai di Timur Tengah mencapai 20 persen. Menurut Ridwan ElSayed, wakaf dalam bentuk uang tunai dan dalam bentuk penyertaan saham
51
1,v1Nvv.hbis.wordpress.cpm/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakaf-infaq-dan 2011.jamlS.37 WIB
haji.tgl03aQil!
52
telah dikenal pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani dan saat ini telah diterima luas di Turki modern , Mesir, India, Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.
Menurut A.Mannan (1998), unsur esensial wakaf berupa keputusan penahanan diri dari menggunakan asset miliknya yang telah diwakafkan (refraining) yang disertai penyerahannya kepada kemasalahaatan publik menyiratkan tujuan pemanfaatannya secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat luas secara permanen dan kontinyu sebagaimana doktrin amal jariah. Oleh karena itu, sangat relevan, terlepas dari perdebatan fiqih, bolehnya wakaf dengan dana tunai (cash) dan bukan harta tetap. Bahwa, gagasan sertifikat wakaf tunai dengan pola sertifikasi sebagai bukti 'share holder' proyek wakaf guna pengawasan dan wasiat pemanfaatan dari hasil (return) investasi dan pengelolaannya secara produktif.
Sebagai contoh, Quthb mengisahkan sepenggal fragmen sejarah solidaritas kalangan sahabat; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Di antara impelementasi keadilan sosial melalui prakarsa wakaf dalam pengalaman kesejarahan awal Islam telah dibuktikan Umar bin Khathab sebagai warga sederhana bersedia secara ikhlas atas petunjuk Nabi saw. untuk mewakafkan satu-satunya aset berharga yang dimilikinya berupa sebidang tanah di Khaibar untuk kemaslahatan umat. Dengan menukil pandangan Gibb untuk mendukung kritik sosialnya, Quthb menawarkan sebuah tantangan bagi umat Islam untuk mengulang pengalaman sejarah dalam
53
mewujudkan kembali cita-cita keadilan sosial dengan modal populasi umat yang begitu besar di wilayah Afrika , Pakistan dan Indonesia . Menurutnya, hal itu sangat potensial memberi kontribusi bagi kesejahteraan sosial secara luas.
Gagasan Wakaf Tunai yang dipopulerkan oleh M.A. Mannan melalui pembentukan Social Investment Bank Limited (SIBL) di Banglades yang dikemas dalam mekanisme instrumen Cash Waqf Certificate juga telah memberikan kombinasi alternatif solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan Chapra. Model Wakaf Tunai adalah sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. 52 Ia juga mampu mengatasi krisis ekonomi Indonesia kontemporer di tengah kegalauan pemberian insentif Tax Holiday untuk merangsang masuknya modal asing. Model wakaf tunai juga bisa mengalahkan kontroversi seputar policy pemerintah pada UKM yang belum mengena sasaran dan menyentuh inti permasalahan. Wakaf Tunai sangat potensial untuk menjadi sumber pendanaan abadi guna melepaskan bangsa dari jerat hutang dan ketergantungan luar negeri sebagaimana disoroti ekonomi UI, Mustafa E. Nasution (2001) dan menjadi keprihatinan, 53 kalangan pengamat semisal Dr. Tulus Tambunan dalam Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi (1998).
52
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqh Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, DirektoratJenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama RI, 2006), him. 38. 53 Yahya Hara hap, Sistem Ekanami Islam Zakat dan Waka/, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1988, him. 29.
55
BAB ID KRIMINALISASI PERWAKAFAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANGPERWAKAFAN
A. Perspektif Dalam Undang-Undang Perwakafan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kriminalisasi berarti proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak di anggap sebagai peristiwa pidana, tetapi digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. 54
Secara yuridis
formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusian (immoril), merugikan masyarakat, asocial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana didalam perumusan pasal-pasal kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) jelas tercantum kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi ketentuan-ketentuan KUHP.
Semua tingkah laku yang melanggar undang-undang harus disingkiri, Barangsiapa melanggarnya dikenai sanksi pidana. Maka larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara itu
54
http://newrupa.blogspot.com/2011/02/kriminalisasi-praktik-poligami.html.tgl 24 mei 2012. jam
20.13 WIB.
56
tercantum pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah, baik yang dipusat maupun di pemerintah daerah. 55 Secara sosiologis kejahata adalah semua bentuk ucapan, perbuatan
dan
tingkah laku, yang secara ekonomis, politis dan psikologis sangant merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana). Tingkah laku yang jahat immoral clan sosial itu dapat menimbulkan reaksi kejengkalan, kebencian dan kemarahan dikalangan
masyarakat dan jelas sangat
merugikan umum. Karena itu kejahatan itu harus di berantas, atau tidak boleh di biarkan berkembang demi ketertiban, keamanan clan keselamatan masyarakat. Maka warga masyarakat secara keseluruhan, secara bersama-sama dengan lembagalembaga yang resmi yang berwenag seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga kemasyarakat dan lain-lain termasuk wajib menanggulangi kegiatan sejauh mungkin Perwakafan atau wakaf merupakan pranata dalam keagamaan Islam yang sudah mapan, dalam hukum Islam wakaf tersebut termasuk kedalam kategori ibadah kemasyarakatan (ibadah ijtima 'iyyah). Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan sarana clan modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan agama. Di 55
http://rumahasty.blogspot.com/2011/06/contoh-makalah-tentang-kriminalisasi.html.tgl 24 mei 2012. jam 15.23WIB.
57
Indonesia, telah memiliki Undang-undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf setelah sebelumnya ada undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah, yaitu PP NO. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Pada tanggal 8 Oktober 1956 telah dikelurkan surat edaran No 5/D/1956 tentang prosedur perwakafan tanah. Peraturan ini untuk menindak lanjuti peraturanperaturan sebelumnya yang dirasakan belum memberikan kepastian hokum agrarian di Indonesia. Masalah perwakafan tanah mendapat perhatian khusus sebagaimana termaktub dalam pasal 49 Undang-undang Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, yang berbunyi: 56 1.
Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal 14dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
2.
Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
Untuk memberi ketetapan dan menjelaskan hukum tentang tanah perwakafan, maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 49 ayat (3). UUP A, pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
56
Departemen Agama RI, Pedoman Penge/olaan dan Pengembangan Wakaf, Dompet Dhuafa, Jakarta, Tahun 2006 hal 28.
58
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 ini, maka semua peraturan
perundang-undangan
tentang
perwakafan
sebelunya,
sepanjang
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 28. Tahun 1977, ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan hal-hal yang belum diatur dan akan diatur lebih lanjut. 57 Ternyata praktek wakaf dan perkembangan dalam sejarah Islam pada umumnya dan Khususnya di Indonesia merupakan tuntutan masyarakat muslim. Sebuah kenyataan sejarah yang bergerak sesuai dengan kebutuhan kemanusian dalam memenuhi kesejahteraan ekonomi. B. Dasar Hukum Wakaf
Dasar hukum wakaf sebagai lembaga yang diatur dalam ajaran Islam tidalc dijumpai secara tersurat didalam Al-Qur'an. Namun demikian, terdapat ayat-ayat yang memberi petunjuk, dan dapat dijadikan sumber hukum perwakafan. Ayat tersebut adalah surat keenam Al-An'am, 38 yang berbunyi: Artinya : Tidaklah kami abaikan dalam Al-Qur'an itu suatu juapun (segala sesuatu diberi penjelasan secara umum).
diatas memberikan indikasi bahwa dalam Al-Qur'an itu mesti mengandung pokokpokok ajaran tentang kehidupan manusia, termasuk didalamnya mengenai masalah institus wakaf Apaiagi jika ayat ini dihubungkan dengan Surat Al-Nahl,Ayat 44:
57
Departemen Agama RI, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Waka/, Dompet Dhuafa
Republika, Jakarta, Tahun 2006 hal 29
59
Artinya : .... .Dan kepadamu (Muhammad) kami turunkan Al-Qur 'an, agar kamu terangkan kepada semua manusia (isi Al-Qur 'an) yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka beifikir.
Ayat diatas dijadikan landasan hukum wakaf disertai penjelasan hadist. Cara berargumentasi seperti ini diterima oleh Ahlu Sunnah tetapi ditolak oleh kelompok lainnya, seperti syi' ah. Di samping dua ayat tersebut diatas , masih ada beberapa ayat lain yang dapat juga dijadikansumber hukum perwakafan, yakni Surat Al-Baqarah ayat 44, dan surat Ali 'Imran ayat 92.
Para sahabat sepakat bahwa hukum wakaf sangat dianjurkan dalam Islam dan tidak satu-pun diantara sahabat yang menafikan wakaf. Sedangkan hukum wakaf menurut sahibul mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad ibn Hanbal).tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Menurut Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad ibn Hanbal hukum wakaf adalah sunnah (mandub). Menurut ulamaHanafiyah hukum wakaf adalah mubah (boleh). Sebab wakaf non muslimpun hukum wakafnya sah.namun demikian,wakafnantinya bisa menjadi wajib apabila wakaf itu menjadi obyek dari nazhir.
58
W akaf yang disyari' atkan dalam agama Islam mempunyai dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu dipraktekan dalam kehidupan masyarakat
58
Ahmad Dahlan, Ensik/opedi hukum Islam , jilid IV .
60
muslim, sehingga mereka yang memberi wakaf (waqif) mendapat pahala dari Allah SWT karena mentaati perintahnya.dimensi sosial ekinomi karena syari'at wakaf mengandung unsur ekonomi dan sosial, dimana kegiatan wakaf melalui uluran tangan dermawan telah membantu sesamanya untuk sating tenggang rasa. Urgensi wakaf dalam kehidupan ekonomi umat sangat mencolok, sebab dengan adanya lahan atau modal yang dikelola secara produktif akan membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bagi orang yang tidak mampu dengan motivasi etos kerja. Peraturan perundangan Perwakafan memberikan wewenang kepada pewakaf atau ahli warisnya penggantian
nazhir.
untuk berinisiatif mengajukan usulan pemberhentian dan untuk
memberhasilkan
pencapaian
tujuan
perwakafan
sebagaimana tujuan, fungsi dan peruntukan yang ditentukan oleh pewakaf, nazhir memegang posisi yang sangat strategis. Sebab nazhirlah yang berperan penting dalam ha! pengelolaan dan pengembangan harta wakaf Peraturan perundangan perwakafan, menentukan bahwa nazhir wakaf itu terdiri dari: I. perseorangan; b. organisasi dan c. badan hukum (Pasal 7 UU No.41/2004 dan Pasal 2 PP 42/2006).
C. Syarat, Tanggung Jawab dan Wewenang Nadzhir
Nazhir perseorangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. warga Negara Indonesia ; 2. beragama Islam; 3. dewasa; 4. amanah; 5.mampu secara jasmani dan rohani dan 6. tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
62
1. Nazhir yang bersangkutan meninggal dunia;
2. Nazhir yang bersangkutan berhalangan tetap, misalnya nazhir sakit kronis yang menyebabkan ia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai nazhir;
3. Nazhir tersebut mengundurkan diri, misalnya nazhir merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk mengurus harta wakaf karena sudah tua atau pindah tempat tinggal; dan 4. karena diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia , sebab tidak becus mengelola harta wakaf (Pasal 5 PP 42/2006).
Penyebab berhentinya nazhir pada point I, 2 dan 3 pada intinya datang dari diri si nazhir sendiri, sedangkan point 4 penyebab berhenti tersebut datang dari pihak Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai badan yang diberi wewenang untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional. Pemberhentian nazhir oleh BWI tentunya dapat terjadi apabila nazhir dalam melaksanakan fungsinya tidak memiliki etos kerja yang baik sehingga pengelolaan harta wakaf tidak berjalan .
.
sebaga1mana mestmya.
62
Penggantian terhadap seseorang nazhir perseorangan dapat terjadi atas inisiatif dari Kantor Urusan Agama atau atas usu! dari Pewakaf (wakif) atau ahli warisnya. Pemberhentian dan penggantian nazhir tersebut ditujukan kepada BWI. 63 Adanya ketentuan ini, pada dasarnya untuk mengantisipasi ditelantarkannya harta
"Profil Badan Waka/ Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Sadan Wakaf Indonesia. 2008. Hal. 4. 63 Profil Badan Waka/ Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Sadan Wakaf Indonesia. 2008. Hal. 5.
63
benda wakaf oleh nazhir. Sebab, harta benda wakaf yang terlantar secara otomatis tidak ada manfaat yang diperoleh dari harta wakaf Kalau harta wakaf tidak bermanfaat maka tidak ada pahala yang mengalir kepada Pewakafan. 64
Dengan demikian perbuatan mewakafkan oleh wakif (orang yang berwakaf) tidak ada arti apa-apa alias percuma saja. Sebab wakaf itu yang digunakan adalah manfaat atau hasilnya. Oleh karena itu, wajar kalau peraturan perundangan perundangan memberikan wewenang kepada wakif (orang yang berwakaf) atau ahli warisnya (apabila Pewakaf sudah meninggal dunia) untuk berinisiatif mengajukan usulan pemberhentian dan penggantian nazhir.
Selanjutnya, apabila ada salah seorang nazhir perseorangan yang berhenti, maka nazhir perseorangan yang lainnya (yang ditunjuk oleh Pewakaf) harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk selanjutnya diteruskan ke BWI paling lambat 30 hari semenjak berhentinya nazhir perseorangan, dan selanjutnya BWI akan menetapkan penggantinya. Sedangkan dalam ha! nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak terbatas, maka nazhir yang ada harus memberitahukan kepada Pewakaf atau ahli warisnya apabila Pewakaf sudah meninggal dunia.
Peraturan perundangan perwakafan juga menentukan bahwa bahwa masa bakti Nazhir adalah selama S ( lima ) tahun, dan dapat diangkat kembali dengan
64
Profit Badan Waka/ Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Sadan Wakaf Indonesia. 2008. Hal. 9-10.
64
ketentuan apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya pada periode kenazhiran 5 ( lima ) tahun pertama sesuai ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan. Institusi atau lembaga pengelola wakaf pengertiannya berkaitan langsung dan tidak dipisahkan dari upaya-upaya produktif dari aset wakaf Inti ajaran yang terkandung dalam amalan wakaf itu sendiri menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam t8_npa hasil yang akan dinikmati oleh mawquf 'alaih. Semakin banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikrnati orang, akan semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak wakif 66 Berdasarkan ha! tersebut, dari sisi hukum fikih, pengembangan harta wakaf secara produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pengelolanya (nadzir). Dalam kitab Mughnil Muhtaj, oleh Syams al-Dien Muhammad bin Ahmad alSyarbaini dijelaskan tugas nadzir sebagai berikut: "kewajiban dan tugas nadzir wakaf adalah: membangun, mempersewakan, mengembangkannya agar berhasil dan mendistribusikan hasilnya itu kepada pihak-pihak yang berhak, serta kewajiban memelihara modal wakaf dan hasilnya."
67
Dalam kitab Syarh Muntaha al-Adaab oleh Manshur bin Yunus al-Bahuty (ha!. 504- 505) dijelaskan: "tugas nadzir wakaf adalah memelihara harta wakaf, membangunnya, mempersewakannya, menanami lahannya dan mengembangkannya
66 67
Profit Badan Wakaf Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Badan Wakaf Indonesia. 2008. Hal. 3. Syams Al-Adien Muhammad bin AhmadAl-Syarbaini, Kitab Mughnil Muhtaj
65
agar mengeluarkan hasil yang maksimal seperti hasil sewa, hasil pertanian dan hasil perkebunan."
68
Dr. Idris Khalifah, Ketua Forum Ilmiyah di Tethwan Magribi, dalam hasil penelitiannya yang berjudul 'Istitsmar Mawarid al-Awqaf membeberkan sepuluh tugas nadzir wakaf sebagai berikut: a. Memelihara harta wakaf b. Mengembangkan wakaf, dan tidak membiarkan terlantar sehingga tidak mendatangkan manfaat. c.
Melaksanakan syarat dari wakif yang tidak menyalahi hukum syara'.
d.
Membagi
hasilnya
kepada
pihak-pihak
yang
berhak
menerimanya tepat waktu. e. Membayarkan kewajiban yang timbul dari pengelolaan wakaf dari hasil wakaf itu sendiri. f
Memperbaiki aset wakaf yang rusak sehingga kembali bermanfaat.
g. Mempersewakan harta-harta wakaf tidak bergerak, seperti bangunan dan tanah, dengan sewa pasaran. h. Menginvestasikan
harta
wakaf
untuk
penghasilannya. 68
Manshur bin Yunus Al-Bahuty, Kitab Syarh Muntaha Al-Adaab, hal. 504-505.
tambahan
66
1.
Nadzir bertanggungjawab atas kerusakan harta wakaf yang disebabkan kelalaiannya dan dengan itu ia boleh diberhentikan dari jabatannya itu.
Syarat Nazhir Menurut Undang-Undang No. 41Tahun2004 - Warga Negara RI. - Beragama islam. -Dewasa. -Amanah. - Mampu secarajasmani dan rohani. - Tidak terhalang melakukan perbuatan hokum. - Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; 69
Pengembangan harta itu terikat dengan uslub (mekanisme) dan faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan harta. Sedangkan pengembangan kepemilikan harta itu terkait dengan suatu mekanisme yang dipergunakan oleh seseorang untuk menghasilkan pertambahan kepemilikan tersebut. 4 Oleh karena itu, sebenarnya sistem ekonomi itu tidak membahas tentang pengembangan harta,
69
Lihat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Waka! dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya. Dirjen. Bimas Islam Depag RI. Tahun 2007. Hal. 11-12. 4 Imam Suhadi. Hukum Wakaf di Indonesia. Vogyakarta: Dua Dimensi. 1985. hal. 43.
67
melainkan hanya membahas tentang pengembangan kepemilikannya. Islam juga tidak pemah mengemukakan tentang pengembangan harta, sebaliknya menyerahkan pengembangan harta tersebut kepada individu agar mengembangkannya dengan mekanisme dan faktor prodnksi apa saja yang menurutnya layak dipergunakan untuk mengembangkan harta tersebut.
Sementara itu Islam mengemukakan masalah pengembangan kepemilikan harta, serta menjelaskan hukum-hukumnya. Dari sinilah kemudian pengembangan kepemilikan itu haruslah terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat oleh al-Syari ', dan tidak boleh melampauinya. 70 Al-Syari' juga telah menjelaskan garis-
garis besar tentang
mekanisme yang dipergunnakan untuk mengembangkan
kepemilikan tersebut, lalu menyerahkan detailnya kepada para mujtahid agar mereka menggali hukum-hukumnya, sesuai dengan pemahaman terhadap fakta yang ada, serta pemahaman terhadap nash yang menjelaskan tentang mekanisme tertentu yang mengharamkan dan melarangnya. Dengan demikian al-Syari' telah menjelaskan mu'amalah dan transaksi-transaksi yang dipergunakan untuk mengembangkan kepemilikan tersebut.
Nazhir, sebagai yang mendapatkan amanat dari wakif harus profesional dan bertanggung jawab untuk memanfaatkan dan mengembangkan wakaf. Dalam
70
Abdurrahman. Aneka Maso/ah Hukum Agraria do/am Pembangunan di Indonesia, Seri Hukum Agraria II. Bandung: Alumni. 1978. hal. 31.
68
mengembangkan wakaf tentunya nazhir harus berpegang teguh terhadap ramburambu yang telah ditetapkan oleh al-Syari' (Allah). 71
Hak dan Kewajiban Nazbir dalam Undang-Undang Perwakafan
Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab nazhara, yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun nazhir adalah isim fa 'ii dari kata nazhara yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas. Sedangkan nazhir wakaf atau biasa disebut nazhir adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakafn Pengertian ini kemudian di Indonesia dikembangkan menjadi kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf
Dari pengertian nazhir yang telah dikemukakan di atas, nampak bahwa dalam perwakafan, nazhir memegang peranan yang sangat penting. Agar harta itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat berlangsung terus-menerus, maka harta itu harus dijaga, dipelihara, jika mungkin dikembangkan.
73
71
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi ls/am Zakat dan Wokof (Cet. I; Jakarta: Universitas lndonesia-UI Press, 1999), h. 62. 72
Abdurrahman. Aneka Maso/ah Hukum Agraria do/am Pembangunan di Indonesia, Seri Hukum Agraria II. Bandung: Alumni. 1978. hal. 13. 73 Abdurrahman. Aneka Maso/ah Hukum Agraria do/am Pembangunan di Indonesia, Seri Hukum Agraria II. Bandung: Alumni. 1978. hal. 11-12.
69
Penyerahan pengelolaan harta wakaf merupakan hak wakif, baik diserahkan kepada perorangan, organisasi atau badan hukum. Dalam hal ini pemerintah berwenang untuk campur tangan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang perwakafan sekaligus pengawasannya. 74 Pengelolaan harta wakaf yang diserahkan kepada nazhir atau mutawalli atau qayyim, mereka harus memelihara dan mengurus harta wakaf agar sesuai dengan tujuan wakaf. Untuk itu diperlukan syarat-syarat bagi mereka: 1.
Dewasa.
2.
Berakal sehat.
3.
Dapat dipercaya.
4.
Mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan wakaf.
Dengan syarat-syarat tersebut di atas diharapkan nazhir mampu melakukan segala tindakan yang mendatangkan kebaikan bagi wakaf tersebut dengan senantiasa memperhatikan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh wakif. Apabila syarat-syarat itu tidak dipenuhi nazhir, maka wakif bisa menunjuk orang lain yang lebih memenuhinya. 75 Bila wakif telah meninggal dunia sedangkan prinsip pengawasan harta wakaf itu berada pada wakif sendiri, maka hakim harus menunjuk pengganti
74 75
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia (Cet. II; Jakarta: PT. Rajawali Press, 1992), h. 23. Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia (Cet. 11; Jakarta: PT. Rajawali Press, 1992), h. 23.
70
dari ahli warisnya. Hakim tidak boleh mengangkat orang lain sebagai nazhir kecuali atas izin wakif selagi masih hidup.
Agar pengelolaan dan pengawasan harta wakafberjalan dengan lancar, nazhir berhak menerima upah dari jerih payahnya selama ia melaksanakan tugas dengan baik. Namun bila terjadi kerusakan dan lainnya dari harta wakaf atas kelalaian dan kesengajaan nazhir, maka nazhir tersebut harus menanggung resiko, meskipun pada dasamya sebagai pemegang amanat tidak dibebani resiko. Besar kerusakan atau kerugian ditetapkan oleh hakim. 76
Dalam ha! pengelolaan harta wakaf, mazhab Syafi' i berpendapat bahwa nazhir harus selain wakif, kecuali dalam sighah wakaf ditetapkan bahwa wakif sendirilah yang akan menjadi nazhir. Bila tidak ditetapkan dalam sighah wakaf, maka ada tiga kemungkinan yaitu: 1. Pengelola tetap ada pada wakif, karena dialah yang berkepentingan
terhadap tercapainya tujuan wakaf. 2.
Pengelola ada pada pemakai manfaat wakaf
3.
Pengawasan tetap ada pada hakim atau pemerintah. 77
Tentang posisi nazhir juga dijelaskan dalam pasal 1 ayat 4 PP pasal 1 huruf e PMA, sebagai berikut, Nazhir, adalah kelompok orang atau Badan Hukum yang
76
77
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 505. Adijani Al-Alabij, Perwokofon Tonoh di Indonesia (Cet. II; Jakarta: PT. Rajawali Press, 1992), h.24.
72
Sedangkan nazhir badan hukum harus memenuhi syarat sebgai berikut:
I. Badan Hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia.
2. Mempunyai perwakilan di kecamatan letak tanah wakaf
Seorang nazhir berhenti dari jabatannya bi la:
I. Meninggal dunia.
2. Mengundurkan diri.
3. Dibatalkan kedudukannya oleh Kepala KUA karena beberapa sebab: a. Tidak memenuhi syarat dalam pasal 6 ayat 1 PP. b. Melakukan tindak pidana. c. Tidak melakukan kewajiban sebagai nazhir.
Di dalam Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan Menteri Agama disebutkan beberapa pasal dan ayat mengenai hak dan kewajiban nazhir, di antaranya:
A. Kewajiban nazhir :
I. Mengurus dan mengawasi harta wakaf, yaitu:
73
a.
menyimpan lembar kedua salinan akta ikrar.
b.
memelihara tanah wakaf.
c.
memanfaatkan tanah wakaf.
d.
memelihara dan berusaha meningkatkan hasil.
e.
menyelenggarakan pembukuan wakaf, yaitu:
1.
buku tentang keadaan tanah wakaf.
2.
buku tentang pengelolaan dan hasil.
3.
buku tentang penggunaan hasil (pasal 7 ayat 1 PP, pasal 10 ayat 1
PMA). 2. Memberikan laporan kepada KUA Kecamatan, yaitu: a.
hasil pencatatan wakaf tanah milik oleh pejabat agraria.
b.
perubahan status tanah dan perubahan penggunaannya.
c.
pelaksanaan kewajiban nazhir pasal 20 ayat 1 PP setiap tahun
sekali pada akhir bulan Desember. 3. Melaporkan anggota nazhir yang berhenti dari jabatan. 4. Mengusulkan anggota pengganti kepada Kepala KUA Kecamatan tempat tanah wakafberada, untuk disahkan keanggotaannya.
74
Semua ini dilakukan untuk memudahan koordinasi dan pengawasan, dan oleh sebab itu nazhir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang wajar atas usaha dan jerih payahnya (pasal 8 PP) untuk menghindari penyalahgunaan tujuan wakaf
B. Hak nazhir sesuai ketentuan pasal 11 PMA adalah:
1. Menerima hasil tanah wakaf dengan tidak melebihi dari 10% hasil bersih
2. Menggunakan fasilitas dan hasil tanah wakaf sepanjang diperlukan.
Di dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Bagian Kelima pasal 9, dijelaskan bahwa nazhir meliputi: a.
Perseorangan;
b.
Organisasi; atau
c.
Badan Hukum.
Di dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan, perseorangan yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: a.
Warga Negara Indonesia.
b.
Beragama Islam.
c.
Dewasa.
75
d.
Amanah;
e.
Mampu secara jasmani dan rohani dan
f
Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Di dalam ayat 2 disebutkan, organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 hurufb hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: a.
Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (! ); dan b.
Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
dan/atau keagamaan Islam.
Ayat 3 menyebutkan, badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: a.
Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.
Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c.
Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Dalam pasal 11 disebutkan, nazhir mempunyai tugas:
77
Ada persyaratan umum lain bagi nazhir, yaitu: I.
Nazhir adalah pemimpin umum dalam wakaf Oleh karena itu nazhir harus berakhlak mulia, amanah, berpengalaman, menguasai ilmu administrasi dan keuangan yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan jenis wakaf dan tujuannya.
2.
Nazhir bisa bekerja selama masa kerjanya dalam batasan undang-undang wakaf sesuai dengan keputusan organisasi sosial dan dewan pengurus. Nazhir mengerjakan tugas harian yang menurutnya baik dan menentukan petugas-petugasnya, serta punya komitmen untuk menjaga keutuhan harta wakaf, meningkatkan pendapatannya, menyalurkan manfaatnya. Nazhir juga menjadi utusan atas nama wakaf terhadap pihak lain ataupun di depan mahkamah (pengadilan).
3.
Nazhir hams tunduk kepada pengawasan Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia, dan memberikan laporan keuangan dan administrasi setiap seperempat tahun minimal, tentang wakaf dan kegiatannya.
4.
Nazhir bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian atau hutang yang timbul dan bertentangan dengan undang-undang wakaf79
79
Tahir Azhary, Waka/ dan Sumber Daya Ekonomi, Suatu Pendidikan Teoritis, da/om Mimbor Hukum No. 7 Tahun 1111992 (t.tp: Al-Hikmah dan Ditbenpera, 1992), him. 16.
78
Kehadiran nazhir sebagai pihak yang diberikan kepercayaan dalam pengelolaan harta wakaf sangatlah penting. Walaupun para mujtahid sepakat tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf, baik yang bersifat perseorangan maupun kelembagaan (badan hukum). Pengangkatan nazhir wakaf ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan terurus, sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia.
Pada dasarnya siapapun dapat menjadi nazhir sepanjang ia bisa melakukan tindakan hukum. Akan tetapi karena tugas nazhir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan kepada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nazhir harus diberikan kepada orang yang memang mampu menjalankan tugas tersebut. Para Imam mazhab sepakat pentingnya nazhir memenuhi syarat adil dan mampu. Menurut jumhur ulama, maksud adil adalah mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang menurut syari'at Islam. Sedangkan maksud mampu berarti kekuatan dan kemampuan seseorang mentasharrutkan (memanfaatkan) apa yang dijaga (dikeiola)nya. Dalam ha! kemampuan ini dituntut sifat taklif, yakni dewasa dan berakal. Jika nazhir tidak memenuhi syarat adil dan mampu, hakim (pemerintah) boleh menahan wakaf itu dari nazhir. Sebagai nazhir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola wakaf dengan maksimal dan optimal sesuai dengan harapan para wakif secara khusus dan
79
kaum muslimin secara umum. Sehingga pengalaman-pengalaman pengelolaan harta wakaf yang tidak produktif seperti yang terjadi pada masa lalu tidak terulang Iagi. Untuk itu dalam persoalan nazhir ini ada beberapa istilah yang harus dirubah paradigmanya, yaitu dari pengelolaan yang bersifat konsumtif menuju pengelolaan yang bersifat produktif. Dari nazhir tradisional yang mendasarkan kepada kepercayaan semata menuju nazhir profesional yang direkrut berdasarkan keahlian dalam bidang masing-masing. Serta memberdayakan dari nazhir perseorangan menuju nazhir kelembagaan agar mudah pertanggungjawabannya. 80
Lebih luas lagi dijelaskan, bahwa dalam pelaksanaanya, agar nazhir dapat bekerja secara profesional dalam mengelola wakaf, maka bagi nazhir, khususnya nazhir wakafuang juga harus memiliki kemampuan yang lain, di antaranya: 1.
Memahami hukum wakaf dan peraturan perundang-undangan yang terkait masalah perwakafan. Seorang nazhir sudah seharusnya memahami dengan baik hukum wakaf yang ada dalam syari'at Islam dan dalam perundangundangan positif di Indonesia. Tanpa memahami hal-hal tersebut, dipastikan nazhir tidak akan mampu mengelola wakaf dengan baik dan benar.
2.
Memahami ilmu pengetahuan mengenai ekonomi syari'ah dan instrumen keuangan syari'ah. Wakaf adalah salah satu lembaga ekonomi Islam yang sangat potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu sudah selayaknya
0
Imam Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj al-Quraisyi al-Naisabury, Shahih Muslim, Juz 111 (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th.), h. 1255.
'
80
seorang nazhir khususnya nazhir wakaf uang dituntut memiliki dan memahami ekonomi syari'ah dan instrumen keuangan syari'ah. 3. Memahami praktik perwakafan khususnya praktik wakaf uang di berbagai negara. Dengan demikian yang bersangkutan mampu melakukan inovasi dalam mengembangkan wakaf uang, sebagai contoh adalah praktik wakaf uang yang dilakukan di Bangladesh, Turki dan lain-lain. 4.
Mengakses ke calon wakif Idealnya pengelola wakaf uang adalah lembaga yang ada kemampuan melakukan akses terhadap calon wakif, sehingga nazhir mampu mengumpulkan dana wakaf cukup banyak. Kondisi demikian jelas akan sangat membantu terkumpulnya dana wakaf yang cukup besar sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat.
5.
Mengelola keuangan secara profesional dan sesuai dengan prinsip-prinsip syari' ab, seperti melakukan investasi dana wakaf Investasi ini dapat berupa investasi jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
6. Melakukan administrasi rekening beneficiary. Persyaratan m1 memerlukan teknologi tinggi dan sumberdaya manusia yang handal. 7. Melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf Di samping mampu melakukan investasi, diharapkan nazhir juga mampu mendistribusikan hasil investasi dana wakaf kepada mauquf 'alaih. Diharapkan pendistribusiannya tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi dapat memberdayakan mauquf 'alaih.
81
8. Mengelola dana wakaf secara transparan dan akuntabel. 81
Dalam pengelo!aan dana wakaf oleh nazhir, ada ha! yang lebih harus ditekankan di sini adalah transparansi dalam pengelolaan dana umat tersebut. Oleh karena dana umat bukan milik sebuah perusahaan, namun milik umat secara umum, maka harus ada keterbukaan dalam mengelolanya. 82 Harus lebih terbuka dan lebih melibatkan segala unsur umat dibandingkan dengan perusahaan publik. Artinya siapa saja umat Islam (termasuk melalui lembaga legislatif) mempunyai hak dan sekaligus kewajiban untuk mengetahui secara detail tentang lalu lintas dana, pemasukan dan pengeluaran, serta jenis-jenis penggunaan sampai detail apa saja.
Pada dasarnya bukan hanya transparansi itu saja, namun sekaligus juga ada "Audit Publik" yang memang pelakunya dapat dipertanggung jawabkan baik secara
administratif maupun secara agama (dunia-akhirat). Dengan cara seperti ini, ungkapan "dana umat" bukan isapan jempol belaka, bukan pula untuk sekedar mengelabuhi masyarakat, terlebih lagi untuk mengelabuhi orang-orang yang telah berderma memberikan hartanya sebagai wakaf
Melalui sistem manajemen profesional, di samping taat pada ketentuan kerjanya yang juga meliputi visi dan misinya juga perlu dengan transparansi pengalokasian dana untuk biaya administrasi atau manajemen, termasuk honorarium
81
Muhammad. Syarif Sukendi, Tarjamah Bulughul AMaram (Cet. IX; Bandung: PT. Al-Maarif, 1991), him. 343. 82 Helmi Karimi, Fiqih Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 58.
82
tenaga yang menjalankan administrasi atau manaJemen secara profesional. Sudah barang tentu harus disadari bahwa bekerja dalam manajemen dana umat ini tidak identik dengan bekerja dalam perusahaan atau bisnis. Itulah sebabnya, ungkapan mengelola harta wakaf dengan modal ikhlas, lillahi ta' ala dan semacamnya harus dikonstruksi ulang dan diperbaiki, baik dalam tampilan administratif maupun dalam pertanggung jawaban akhirat. Justru ungkapan tersebut memerlukan penanganan secara transparan dan profesional.
Di sini perlu dipisahkan antara mereka yang bekerja dalam administrasi atau manajemennya dan mereka yang menjadi pengurus wakaf Tidak campur aduk yang menyebabkan tidak adanya profesionalisme dalam pengelolaannya atau bahkan terjadi pengkaburan atau penyalahgunaan, seperti yang terjadi pada kebanyakan pengelolaan harta wakaf selama ini.
84
bukti-bukti yang mampu menunjukan bahwa benda-benda bersangkutan telah diwakatkan. Keberadaan perwakafan tanah waktu itu dapat diteliti berdasarkan buktibukti catatan di Kantor Urusan Agama (KU A) di kabupaten dan kecamatan. 84
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pihak yang mewakatkan harta bendanya disebut wakif Dalam melaksanakan wakaf tersebut harus dilakukan ikrar wakaf yaitu pemyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakatkan harta benda miliknya. 85
Berdasarkan data yang ada dalam masyarakat, pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk masjid, musholla, sekolah, ponpes, rumah yatim piatu, makam dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkanbagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya kaum fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari kepentingan peribadatan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. 86
Selain tradisi lisan dan tingginya kepercayaan kepada penerima amanah dalam melakukan wakaf, umat Islam Indonesia lebih banyak mengambil mpendapat dari golongan Syafi'iyyah sebagaimana mereka mengikuti mazhabnya. Pernyataan lisan
84
Rachmat djatmika, Tanah Wakaf, Surabaya., 1983. Hal .173 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta Pilar Media, 2006, ha!. 33. 86 Muhammad Daud Ali Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1988, ha!. 89 85
85
secara jelas (sharih) menurut pandangan Imam Syafi'I termasuk bentuk pemyataan wakaf yang sah, pemyataan wakaf harus menggunakan kata-kata yang jelas seperti waqaftu, habastu atau sabbaltu atau kata-kata kiasan nyang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas.
Namun demikian ketika ada orang yang mewakafkan harta bendanya dengan tulisan atau isyarat untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkan bukan berarti wakafuya tidak sah. Pemyataan tulisan mewakafkan sesuatu justru bisa menjadi bukti yang kuat bahwa siwakif telah melakukannya, lebih-lebih itu dinyatakan dihadapan hakim dan nazhir yang ditunjuk.
Masyarakat Islam kembali sadar akan pentingnya wakaf. Maka mereka merehabilitasi kembali peninggalan wakaf yang masih ada dan mengembangkannya menjadi wakaf produktif serta memperbaikai pola manajemen dan sistem administrasinya. Yayasan wakaf kembali muncul dengan peranannya yang baru, yaitu mengembalikan sportivitas pengelolaan wakaf agar dapatmenyelenggarakan berbagai kegiatan sosialnya secara aktif, melalui cara-cara baru dalam mengembangkan wakaf dan pembentukan wakaf baru terlepas dari campur tangan pemerintah dan dominasi pribadi anggota masyarakat. 87
Penataan kehidupan masyarakat harusnya bisa dikelola secara baik dengan menjamin kualitas kehidupan yang dapat mewujudkan martabat kemanusian (al87
Mundzir Qahaf, Manajemen Waka/ Produktif, Jakarta. 2005. Hal. xix-xx.
86
karamah al-insaniyah) melalui pemanfaatan harta wakaf secara maksimal sebagai bagian dari ajaran Islam, wakaf menandai adanya perhatian Islam yang tinggi atas masalh-masalh kemasyarakatan dari kehidupan manusia di dunia. Dalam rangka inilah, ajaran wakaf sesungguhnya terkait dengan masalah sumber daya alam (SDM) sebagai subyek pemanfaatan. 88
Di antara permasalahannya yang terpenting adalah perawatan, pengembangan, pelestarian, pengelolaan, pemanfaatan, pemerataan dan pengaturan yang baik ndan ai I untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lengkap, yang pada umumnya disebut kemakmuran., kesejahteraan dan kebahagian dalam jangka pendek dan panjang dari kehidupan manusia dalam bahasa arab disebut (Fi al-dunya wa al-akhirah) untuk menjamin kepuasan, kesejahteraan lahir dan batin manuisa dalam batas-batas pengendalian moral (iman dan takwa).
B. Pengelolaan dan Pengembangan Harta WakafDi Indonesia
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pengelolaan suatu perwakafan tidak dapat terpisahkan dari keberadaan nazhir. Hal ini disebabkan karena berkembang tidaknya harta wakaf, salah satu diantaranya sangat tergantung pada nazir wakaf. Mengingat pentingnya nazir dalam pengelolaan wakaf, maka di Indonesia nazir ditetapkan sebagai dasar pokok
88
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Waka/, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006. Hal 74.
87
peIWakafan. Pengangkatan nazir ini tampaknya ditujukan agar harta wakaf tetap terjaga dan terpelihara sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia. 89
Sebagaimana telah disebutkan bahwa nazir adalah orang yang diserahi tugas untuk mengurus dan memelihara benda wakaf, pengertian ini kemudian di Indonesia dikembangkan menjadi kelompok orang atau Badan Hukum yang diserahi tugas untuk menjaga,
memelihara dan mengurus harta benda wakaf Dilihat dari tugas
nazir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan, membudayakan potensi wakaf dan melestarikan manfaat dari harta yang mewakafkan bagi orangorang yang berhak menerimanya, jelas bahwa berfungsi dan tidaknya suatu peIWakafan tergantung pada nazir. 90
4.
Pengelolaan Wakaf Produktif Untuk mengelola wakaf produktif di Indonesia, yang pertama-tama adalah
pembentukan suatu badan
atau lembaga yang mengkoordinasi secara nasional
bernama Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) diberikan tugas mengembangkan wakaf secara priduktif dengan membina nazir secara nasional, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam pasal 47 ayat (2) disebutkan bahwa Badan Wakf Indonesia(BWI) bersifat independen, dimana pemerintah dalam hal ini sebagai fasilator. Tugas utama
89
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Waka/, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006.Hal. 98 90 Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Waka/, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006Hal. 99
88
badan ini adalah memberdayakan wakaf melalui fungsi pembinaan, baik wakaf benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat. 91 Disamping memiliki tugas-tugas kontitusional. BWI harus menggarap wilayah tugas: a) Merumuskan kembali fikih wakafbaru di Indonesia, agar wakaf dapat dikelola lebih praktis, fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya sebagai lembaga Islam yang kekal. b) Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif, mensosialisasikanbolehnya wakaf benda-benda bergerak dan sertifikat tunai kepada masyarakat. c) Menyusun dan mengusulkan kepada pemerintah regulasi bidang wakaf kepada pemerintah. Karena tugas BWI ini merupakan tugas yang berat, maka orang-orang yang duduk dalam badan tersebut adalah orang-orang yang benar-benar mempunyai kemauan dan kemampuan dalam mengelola wakaf, berdedikasi tinggi dan memiliki komitmen dalam pengembangan wakaf serta memahami masalah wakaf dan hal-hal yang terkait dengan wakaf Dalam undang-undang struktur BWI paling tidak terdiri dari 20 orang dan maksimal 30 orang yang terdiri dari para ahli berbagai bidang ilmu yang ada
91
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelo/aan don Pengembangan Waka/, Dompe! Duafa Republika, Jakarta, 2006Hal. 105
89
kaitannya dengan pengembangan wakaf produktif, seperti ahli hokum Islam (khususnya hokum wakaf), ahli manajemen, ahli ekonomi Islam, sosiolog, ahli perbankan Syari' ah dan para cendikiawan lain yang memiliki perhatian terhadap perwakafan. 92 5.
Pengembangan Wakaf Produktif
Adanya dana yang berasal dri hibah masyarakat (zakat, infak, sedekah) dan kemudian diinjeksikan
kedalam
tanah
dan
bangunan
harta wakaf untuk
mengoptimalkan fungsinya merupakan suatu kegiatan yang sudah berjalan sudah lama. Akan tetapi apabila dana yang diinjeksikan itu berasal dari suatu lembaga yang mengelola dana wakaf atau lembaga pembiayaan, maka hal itu merupakan ha! yang baru dan biasanya akan menyangkut berbagai persyaratan formal. 93
Untuk menjami kelanggengan harta wakaf agar dapat terus memberikan pelayanan prima sesuai dengan tujuannya, diperlukan dana pemeliharaan diatas biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Hal ini berlaku pada proyek penyedia jasa maupun pada proyek penghasil pendapatan sehingga dengan demikian pada proyek penyedia jasa pun diperlukan persyaratan menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya pemeliharaan. 94
92
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Waka/; Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006,Hal.106. "Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Darul llmu Press, Jakarta, 2002, hal. 42. 94 Muhammad Daud Ali, Sisitem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Bina aksara, Jakarta, 1981, hal. 67.
91
Tapi seandainya barang wakaf itu rusak, tidak dapat diambil lagi manfaatnya, mak boleh digunakan untuk keperluan lain yang serupa, dijual dan dibelikan barang lain untuk meneruskan wakaf itu. 95 Hal ini didasarkan kepada menjaga kemaslahatan (hifzan lilmaslahah). 96
Dalam mazhab Ahmad bin Hanbal, kalau manfaatan wakaf tidak dapat dipergunakan lagi, harta wakaf itu dapat dijual dan uangnya dibelikan kepada gantinya. Misalnya memindahkan masjid dari satu kampung ke kampung lainnya dengan jalan menjualnya karena masjid lama tidak dapat difungsikan lagi ( sebab arus perpindahan penduduk dan perkembangan kota, dan lain-lain). Imam Ahmad mendasarkan pendapatnya pada kasus Umar bin Khattab yang mengganti masjid Kufah yang lama dngan yang baru dan tempat masjid yang lama menjadi pasar. 97
Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 1977 jiwanya paralel dengan ketentuan hukum Islam, yaitu pada dasarnya tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunanan tanah wakaf. Tetapi sebagai pengecualian, dalam keadaan khusus penyimpangan dapat dilakukan persetujuan tertulis dari Menteri Agama. Sedangkan alasannya dapat berupa:
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif.
95
Pimpinan Pusat Muhamdiyah, Himpunan Putusan Maj/is Tarjih Muhamdiyah, Yogyakarta, Cetakan Kedua, 1971. Hal. 274. 96 Pimpinan Pusat Muhamdiyah, Himpunan Putusan Maj/is Tarjih Muhamdiyah, Yogyakarta, Cetakan Kedua, 1971., Hal. 278 97 Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, Wijaya, Jakarta, 1954, hal. 307.
92
b. Karena kepentingan umum. 7 Prosedumya diatur dalam pasal 12 Peraturan Menteri Agama No. 1Tahun1978 sebagai berikut: Nadzhir mengajukan permohonan Kepada Kepala Depag cq. Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kandepag
provinsi melalui Kepala KUA Kecamatan dan Kepala
Kabupaten/Kotamadya.
Masing-masing
jenjang
memberikan
pertimbangannya. Selanjutnya kepala Kanwil Depag cq. Kepala Bidang-lah yang berwenang member persetujuan atau penelokan secara tertulis terhadap permohonan perubahan pengguanaan tanah wakaftersebut. 98 Untuk permohonan perubahan status tanah wakaf, Kepala Kanwil Depag meneruskan kepada Menteri Agama cq. Dirjen Bimas Islam dengan disertai pertimbangannya.
Dirjen Bimas
Islam
berwenangmenyetujui
atau
menolak
permohonan itu secara tertulis. Perubahan ini diizinkan apabila diberikan penggantian yang sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrarwakaf Kemudian seperti ditentukan dalam pasal 11 ayat (3) PP No.28 Tahun 1977, perubahan status tanah milik dan penggunaan tanah wakaf itu harus dilaporkan oleh nazhir kepada Bupati!Walikotamadya cq. Kepala Sub Dit. Agrarian setempat untuk diproses lebih lanjut. 99
7
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006., hal. 95. 98 Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006, hal. 128 99 Departemen Agama RI, Dlrektorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Penge/o/aan dan Pengembangan Wakaf, Dompet Duafa Republika, Jakarta, 2006, hal. 95
93
D. Penyelesaian Hukum dalam Perubahan Peruntukan Harta Wakaf.
Kitab Jinayah atau Hukum Pidana Islam tidak menyinggung secara khusus tentang adanya ancaman pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan perwakafan tanah. 100 Bebagai kitab fikih Islam menemptkan pembahasan perwakafan ini dalam rumpun yang berbeda. Misalnya Hasbi Asy-Shidiqy memasukkanya dalam bagian ibadah (di antara zakat dan puasa). Sedengkan AsySyaukaniy dan Ash-Shan'aniy meletakkannya di antara pembahasan masalahmasalah muamalah (hukum perdata). Adanya ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaannya tercantum didalam undang-undang No.41 Tahun 2004 sebagai berikut: a. Bagi
yang
dengan
sengaja
menjaminkan,
menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin di pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah). b. Bagi yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin di pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
100
Juhaya S. Praja, Hukum Perwakafan di Indonesia, bandung, 1995. Hal.. 43
94
c. Bagi yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana penjara 3 tahun
dan/atau
pidana
denda
paling
banyak
Rp.
300.000.000.00, (tiga ratus juta rupiah). 101 Hal pokok yang sering menimbulkan permasalahan perwakafan dalam praktik adalah masih banyaknya wakaf tanah yang tidak ditindak lanjuti dengan pembuatan akta ikrar wakaf. Pelaksanaan wakaf yang terjadi di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasarkan pada rasa saling percaya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan tidak memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf penyelesaiannya akan menemui kesulitan, khususnya dalam ha! pembuktian. Pasal 226 KHI menyebutkan "Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut benda wakaf dan Nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
101
Lihat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Waka/ dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pe/aksanaannya. Dirjen. Bimas Islam Depag RI. Tahun 2007. Hal. 33-34. Lihat juga sanksi administrative pada halaman yang sama.
95
Pasal tersebut di atas memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perselisihan mengenai benda wakaf dan Nadzir. Kata
"perselisihan" pada pasal tersebut menunjukkan secara jelas bahwa masalah (perkara) wakaf dan Nadzir merupakan masalah contineus sehingga perkara wakaf merupakan perkara contentius, sedangkan wakaf yang tidak diperselisihkan tidak dianggap sebagai perkara contentius sehingga bukan perkara, sekalipun dapat menimbulkan sengketa pada masa-masa sesudahnya.
Pasa! 62 ayat (2) Undang-Undang Nomo 41 Tahun 2004 menyebutkan penyelesaian sengketa perwakafan dilakukan dengan cara: musyawarah untuk mufakat, mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Dan penjelasan pasal tersebut di atas berbunyi "Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syari' ah. Dalam ha! badan arbitrase syari' ah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar'iyah. 102
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undangundang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menegaskan kembali kewenangan Peradilan
Agama dalam
mengadili
perkara sengketa wakaf
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 undang-undang tersebut yang berbunyi 102
Undang-Undang Perwakafan No. 41 Tahun 2004,
96
"Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus,
dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bi dang : a) perkawinan, b) waris, c) wasiat, d) hi bah, e) wakaf, f) zakat, g) infaq, h) shadaqah, dan i) ekonomi syari'ah." Dengan demikian
sengketa jenis apa pun yang berkaitan dengan wakaf, baik harus diselesaikan oleh Peradilan Agama. 103
Untuk mengadili perkara wakaf, Peradilan Agama harus mempedomani ketentuan Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sehingga hukum acara yang berlaku secara umum untuk Pengadilan Agama di Jawa dan Madura adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 130 HIR, dan untuk Pengadilan Agama di luar Jawa dan Madura adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 154 R. Bg., dan dalam melakukan peradilan, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tetap tidak boleh diabaikan. Satria Effendi mengatakan bahwa berdasarkan informasi hukum yang diterimanya antara 1991 - 1998, terdapat variasi warna sengketa wakaf, yaitu :
1. Penggugat mendakwa (baca: menggugat, pen.) adanya ikrar wakaf
dari
0 ' '
pemilik
sebidang kebun
untuk
kepentingan
Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Pasa/ 49, Tentang Peradilan Agama
meunasah,
97
sedangkan ahli waris dari pemilik kebun itu tidak mengakui adanya ikrar wakaf dari orang tuanya. 2. Dakwaan (baca: gugatan, pen.) adanya penukaran obyek wakaf oleh pihak tertentu. 3. Gugatan pembatalan wakaf karena telah disalahgunakan oleh pihak nazir pada hal-hal yang tidak sejalan dengan maksud pihak yang berwakaf. Selanjutnya PP No. 28 Tahun 1977 pasal 15 tentang Perwakafan tanah Milik, mengatur bahwa apabila perbuatan yang dimaksud dalam pasal 14 dilakuakan oleh atau atas nama badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hokum maupun terhadap mereka yang member peintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu terhadap kedua-duanya. 104 Sedangkan perselisihan mengenai perwakafan tanah, penyelesaiannya disalurkan kepada Pengadialn Agama seperti diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 pasal 12 .
104
Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf., hal. 96
100
Tetapi wakaf dapat berubah statusnya apabila tidak sesuai lagi dengan tujuan semula dan telah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Agama yakni sebagai berikut : a.
Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti wakaf yng telah diikrarkan oleh wakif.
b.
Karena kepentingan umum (kemaslahatan).
101
SARAN
Dari kesimpulan penulisan skripsi ini, penulis menyarankan : I.
Penulis tujukan kepada Departemen Agama RI dan Badan Wakaflndonesia, dimana perubahan peruntukan tanah wakaf
diawasi dengan ketat agar
eksistensinya dan keberadaannya ditengah-tengab masyarakat tetap ada demi kemas!ahatan masyarakat umum. 2.
Kiranya lembaga wakaf dapat berkembang dengan pengertian bahwa wakaf itu bukan hanya untuk ditaban tapi diharapkan bahwa wakaf itu menjadi wakaf produktif yang menghasilakn keuntungan untuk kemaslahatan masyarakat umum.
3.
Masyarakat dan pihak pemerintah sama-sama mengawasi pelaksanaan wakaftersebut, agar dapat mencegah pelaksanaan wakaf yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh pihak-pihak tertentu.
102
DAFTAR PUSTAKA
Qahab, Mundzir. Manajemen Wakajproduktif, (Jakarta: Khalifa), 2004 Abdul Halim, Hukum Perwakajan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press), 2005 T.M. Hasby Ash-Shidiqy, Hukum-hukum Fiqih Islam, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang), 1978.
Abdurrahman, Masalah Perwakajan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaj di
Indanesia, Alimuni, (Bandung: Cetakan Kedua), 1984. Rasyid, Sulaiman, Fikih Islam, (Jakarta: Wiajaya), 1954, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perwakajan
Tanah Milik, Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf. V RI, 1984-1985. Dahlan,Ahmad. Ensik/opedi hukum Islam , jilid IV Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Maj/is Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Cetakan Kedua), 1971. Bakar, Abu. Sejarah Masjid dan Amal Ibadah Dalamnya, (Banjarmasin: Toko Buku Adil) 1978. Al-Alabij,
Adijani,
Penvakajan tanah Di Indonesia dalam
teori dan
praktek, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Presada). 2002 Djatmika, Rachmat. Tanah Wakaj, (Surabaya:Al-Ikhlas), 1983. S. Praja, Juhaya, Perwakajan di Indonesia : Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya,(Bandung: Yayasan Piara), 1995. Ash-Shan'aniy, Ibn Ismail, Muhammad, Subulus-salam, Muhammad ali Shabih, Mesir, Tanpa Tahun)
103
Rahman, Abdur,
Kompilsasi Hukum Islam di indonesia,
(Cet. I; Jakarta: PT.
Akademika Presindo, 1992). Hasan, Sofyan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Cet. I; Surabaya: Al-Ikhlas, 1999). Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Azhari, Tahir. Wakaf dan Sumber Daya Ekonomi, Suatu Pendidikan Teoritis, dalam
Mimbar Hukum No. 7 Tahun III 1992 (t.tp: Al-Hikmah dan Ditbenpera, 1992 Satria Efendi M. Zein, Analisis Yurisprudensi, tentang Sengketa Tanah Wakaf (Mimbar Hukum No. 13 Tahun V, Jakarta: PT. Intermasa, 1994), Ali,Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Cet. I; Jakarta: Universitas Indonesia-ill Press, 1999), Abubakar,Zainal Abidin, Pengaruh Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia (Mimbar Hukum No. 9 tahun IV, Jakarta: PT. lntermasa, 1993) Anshori, Abdul Ghafur, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia .(Yogyakarta : Pilar Media), 2006. Ahmad Azhar Basyir, Fungsi Harta Benda dan Wakaf Menurut Islam. Yogyakarta, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Majelis Tabligh Kotamadya Yogyakarta, 1990. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqh Wakaj Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama RI, 2006. ------~
Pedoman Pengelolaan dan pengembangan wakaj (Jakarta
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama), 2006.
104
Yahya Harahap, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1988, hal. 30. Mugniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, (Surabaya : Lentera), 1996. Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Press), 2002. Karim, Helmi, FiqihMuamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 1993. Hamami, Taufiq, Perwkafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, (Jakarta : PT. Tatanusa), 2003.
Undang-Undang No. 41Tahun2004. Peraturan Pemerintah NO. 28 Tahun 1977. Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1970. Profil Badan Wakaf Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Badan Wakaflndonesia. 2008. Suhadi, Imam. Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: Dua Dimensi. 1985. Abdurrahman. Aneka Masalah Hukum Agraria dalam Pembangunan di Indonesia
Seri Hukum Agraria II. Bandung: Alumni. 1978. Karya Syarifuddin, Musa bin Ahmad Al-Hijawi Al-Muqaddisi, Kitab Al-iqna 'Ii Al-
Muqaddasi, Penerbit At-Tijariyah, Mesir, jilid, 3 Shidik Ibn Hasan Khan, Ar-Raudlatun Nadiyyah, Syarh ad-Durarul Bahiyyah, Juz2, Almuniriyah, Mesir, Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bah tentang Penemuan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993,
105
Departemen Agama RI. al-Qur 'an dan Terjemahnya, Jakarta, 1978 Ujeberkarya. blogspot. com/2010/01 /hukum-wakaf-di-indonesia. html wwvv. pa-tan ju ngbal ai. net/index. p hp? option=co m content&vi ew. perwkafan-dal amhuku m-positi f. html. www. hbis. wordpress. com/2008/ 12/ I 5/hukum-islam-tentang-wakaf-i nfaqdan haj i. htm I. www. hbis. wordpress.cpm/2008/12/15/hukum-isla m-tenta ng-wa kaf-infaqdanha ji. tgl03a p ril 2011.jam15.37 WIB http://newrupa.blogspot.com/2011/02/krim ina lisasi-pra ktik-poliga mi. htm I. tgl 24 mei 2012. jam 20.13 WIB.