Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya) DALAM RANSUM BABI PERIODE FINISHER TERHADAP PERSENTASE KARKAS TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK (The Effect of Papaya Skin Flour (Carica papaya) in Ration of Finishing Pig on Carcass Percentage, Back Fat Thickness and Loin Eye Area) MARSUDIN SILALAHI1 dan S. SINAGA2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian LampungJl. Hi. Z.A. Pagar Alam No. 1A Rajabasa, Bandar Lampung 35145 2 Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran, Bandung
ABSTRACT This Research of “The Effect of Papaya (Carica papaya) Skin Fruit Flour in Ration for The Finisher Period of Pigs to Percentage Carcass, Back Fat and Loin Eye Area” has been held since March 1, 2009 to June 30, 2009 at KPBI Obor Swastika, Cisarua, Bandung. The purpose of this research is to find dosage level of papaya skin fruit flour that can be added into ration so that can be give the best to percentage carcass, Back Fat and loin eye area for the finisher period of pigs. This research was using 18-finisher period of pigs, age 6 months with weight rate 60.56 kg and variation coefficient 6,8%. The method that was used in this research is Complete Randomize Design with three dosage of papaya skin fruit flour , i.e. 0, 5, 10% with six replications. The result of the research shows give 10% papaya skin fruit flour in ration pig no significant effect to percentage carcass, but increased loin eye area and decreased back fat thickness (P < 0,05). 10% papaya skin fruit flour as alternative stuff can be used for pig finisher periode. Key Words: Pigs, Percentage Carcass, Back Fat Thickness, Loin Eye Area, Papaya skin flour
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Teaching Farm Ternak Babi, Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung pada tanggal 1 Maret 2009 sampai dengan 30 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam ransum babi periode finisher dilihat dari persentase karkas, tebal lemak punggung, dan luas urat daging mata rusuk. Penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi kastrasi den. Kisaraan bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi kurang dari 6,8%. Penelitian ini menggunakan metode percobaan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan, dimana setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Sidik Ragam, apabila signifikan; maka dilakukan Uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum ternak babi tidak mempengaruhi terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan tebal lemak punggung dan meningkatkan luas urat daging mata rusuk. Pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum babi dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative bagi ternak babi. Kata Kunci: Carica Papaya, Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung, Luas Urat Daging Mata Rusuk
680
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENDAHULUAN Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75 – 80%) dan persentase karkas yang tinggi (65 – 80%) (SIAGIAN, 1999). Selain itu, babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10 – 14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Babi merupakan salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Karkas merupakan bagian utama dari ternak penghasil daging. Kualitas karkas pada dasarnya adalah nilai karkas yang dihasilkan ternak berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh konsumen yaitu karkas yang mengandung daging maksimal dan lemak minimal serta tulang yang proporsional, hal ini dapat dilihat dari persentase karkas yang tinggi, tebal lemak punggung yang tipis dan luas daging mata rusuk yang besar. Persentase karkas babi adalah yang terbesar dibandingkan dengan lemak lain yaitu 75% dari bobot hidupnya, hal ini disebabkan kulit dari keempat kakinya adalah termasuk dalam karkas babi kecuali kepala dan jeroan. Selain itu juga permintaan daging babi yang cukup tinggi sebesar 7,11% yakni pada tahun 2002 sebanyak 164,491 ton naik menjadi 177,093 ton pada tahun berikutnya, sedangkan peningkatan populasi babi hanya sebesar 3,63% yakni dari 5.926.807 ekor menjadi 6.150.535 ekor (DITJENNAK, 2003), hal ini menunjukan bahwa babi mempunyai peranan yang cukup besar dalam mensuplai kebutuhan daging walaupun dengan keterbatasan konsumen serta dapat mendorong semakin potensialnya peternakan babi di Propinsi Jawa Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia
komponen karkas yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan salah satu diantaranya adalah kualitas dan kuantitas pakan. Kualitas pakan yang baik sering kali peternak mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk meminimalkan biaya ransum maka dibutuhkan bahan pakan alternatif yang bersifat kontinyu, mudah didapat, murah, bergizi tinggi dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan pakan yang dimaksud diantaranya adalah kulit buah pepaya. Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang tinggi yaitu 25,85 dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (PERMANA, 2007). Kulit buah pepaya didapat dari limbah industri pembuatan manisan yang didapat dari daerah Kabupaten Garut, yaitu di Kecamatan Leles. Penggunaan kulit buah pepaya sebagai campuran makanan ternak Babi masih jarang digunakan, kecuali pada beberapa peternakan sapi potong tradisional di kecamatan leles, dan hasilnya menurut para peternak, daging dari sapi-sapi yang diberi kulit buah pepaya segar menjadi lebih merah dan dagingnya lebih padat. Berdasarkan hal tersebut diatas, kulit buah pepaya dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak karena berpotensi sebagai sumber protein nabati. Hasil survei dilapangan menunjukan bahwa potensi kulit buah pepaya adalah 30% dari tiap buah papaya, oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang berapa besar tingkat pemberian kulit buah pepaya dalam bentuk tepung sebagai bahan pakan ternak dalam ransum yang dapat meningkatkan produktivitas ternak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi periode finisher terhadapi persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Penelitian Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Digunakan 18 ekor ternak babi hasil
681
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya Kandungan Gizi
Ransum basal
EM (kkal)
Tepung kulit buah pepaya
3244,8
2419
14
25,85
PK (%) SK (%)
7,5
2,39
Ca (%)
0,32
18,52
P (%)
0,66
0,88
Sumber: Ransum basal (NRC, 1998); Tepung kulit buah pepaya (ATIYA et al., 2001) Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian Kandungan nutrisi
Ransum penelitian R0
R1
R2
3244,81
3203,51
3162,22
PK (%)
14,02
14,59
15,18
SK (%)
7,54
8,05
8,06
Ca (%)
0,32
0,4235
0,52
P (%)
0,66
0,671
0,68
EM (kkal)
persilangan Landrace. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi kurang dari 6,25. Babi ditempatkan secara acak dalam kandang individu dengan lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berukuran 0,6 × 2 × 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng, dilengkapi tempat makan dan minum sebanyak 18 unit. Bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, bungkil kedelai, tepung tulang, dedak padi, dan premix. Penyusunan ransum dilakukan berdasarkan pada kebutuhan zat-zat makanan yang dianjurkan NATIONAL RESEARCH COUNCIL (1998). Tepung kulit buah pepaya dicampur ke dalam ransum dalam jumlah dosis yang berbeda yaitu: R0 = 100% ransum basal, R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya dan R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya Komposisi zat makanan dan susunan ransum yang digunakan masing-masing diperlihatkan pada Tabel 1, sedangkan kandungan ransum percobaan terdapat pada Tabel 2.
682
Adaptasi babi terhadap kandang, ransum, perlakuan dan lingkungan yang baru dilakukan selama 1 minggu, dan pemberian obat cacing. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ekor dilakukan selama tiga kali sehari, pukul 07.00 dan 12.00 dan 16.00 WIB dengan jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan timbangan duduk pada pagi hari sebelum babi dibersihkan. Setelah babi mencapai bobot badan 90 kg babi siap dipotong, sebelum dipotong babi dipuasakan selama 18 jam untuk mengurangi stress dan menghindarkan kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap karkas (SIHOMBING, 1997). Sesaat sebelum dipotong, ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang bawah menuju jantung. Bulu dihilangkan dengan cara dikerok setelah sebelumnya direndam dalam air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit kemudian kepala dipisahkan dari tubuh. Setelah melalui sayatan lurus ditengah perut hingga dada pada tulang dada, rectum dibebaskan melalui anus dan isi perut serta dada dikeluarkan termasuk alat kelamin, vesica urinaria, diaphragma dan ekor. tulang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
dada sampai dengan tulang ekor dipotong sehingga karkas pisah menjadi 2 bagian dan baru dilakukan penimbangan terhadap berat karkas dengan menggunakan timbangan digital. Antara tulang rusuk ke-10 dengan 11 dipotong dengan menggunakan pisau untuk digambar urat daging mata rusuknya (KENDAL et al., 2000) dengan menggunakan plastik mika transparan, kemudian diukur luasnya dengan menggunakan millimeter block. Tebal lemak punggung diukur dengan mistar berskala centimeter di atas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (LAWRIE, 2003). Parameter yang diamati adalah: (1). Persentase Karkas (%) diperoleh dari berat karkas (BK) dibagi bobot potong (BP) dikali 100%. (2). Luas Urat Daging Mata Rusuk yang diukur dengan menggunakan millimeter block yang ditempelkan pada plastik mika yang telah digambar berdasarkan luas urat daging mata rusuk yang diamati kemudian dihitung berapa banyak kotak yang terisi penuh (LAWRIE, 2003). (3). Tebal Lemak Punggung diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan. Rancangan percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (STEEL dan TORRIE (1989) yang terdiri dari tiga perlakuan dengan enam ulangan, sehingga penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi.
Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah papaya pada ransum persentase karkas dapat dilihat pada Tabel 3. Rata-rata persentase karkas secara keseluruhan adalah 77,17%, ini menunjukkan persentase tinggi termasuk ke dalam kelas 1 menurut USDA yaitu antara 68 – 72%, ini disebabkan oleh rendahnya berat isi jeroan dalam bobot potong yang optimal (90 kg). Bobot potong 90 kg adalah bobot potong optimal, berat karkas sangat mempengaruhi persentase karkas (SOEPARNO, 2005). Berdasarkan pemberian dosis tepung buah kulit pepaya: 0; 5; dan 10% dalam ransum diperoleh persentase karkas berturut-turut: 76,52; 77,42 dan 77,58. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis kulit buah pepaya dalam ransum ternak babi pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap persentase karkas. Hal ini disebabkan karena persentase karkas merupakan hasil dari pembagi berat karkas dan berat potong jadi pada ternak yang bangsa sama cenderung memperoleh persentase yang sama pula. Penelitian ini sesuai dengan RIKAS et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan persentase karkas, tetapi memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada kelinci. Pengaruh peberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi periode finisher terhadap luas urat daging mata rusuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Persentase Karkas.
Kualitas daging erat hubungannya dengan ukuran luas penampang otot longisimus (longisimus muscle area) sering juga disebut urat daging mata rusuk yang diukur diantara
Tabel 3. Rata-rata persentase karkas hasil penelitian dari perlakuan Perlakuan
Peubah yang diamati R0
R1
R2
Persentase karkas
76,53
77,42
77,58
Luas urat daging mata rusuk (cm2)
37,2 a
40,4 b
41,1 b
Tebal lemak punggung (cm)
3,1 a
2,8 b
2,7 b
Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
683
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
tulang rusuk ke-10 dan 11 (CRIDER dan CARROL, 1971). Luas urat daging mata rusuk dapat digunakan untuk menduga perdagingan karkas dan berat karkas karena terdapat korelasi dengan total daging pada karkas dimana yang lebih berat akan mempunyai ukuran penampang urat daging mata rusuk yang lebih besar. Data hasil pengamatan pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap luas urat mata daging rusuk dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan luas urat daging mata rusuk secara keseluruhan adalah 39,6 cm2. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan SOULSBY (1982) yang meneliti nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk pada babi periode finisher yaitu sebesar 42,97 cm2. Berdasarkan pemberian dosis tepung kulit buah pepaya: 0; 5 dan 10%, diperoleh persentase karkas berturut-turut: 37,28; 40,41 dan 41,1 cm2. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dapat meningkatkan luas daging mata rusuk (p < 0,05) karena Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), sehingga dapat digunakan oleh ternak sebagai sumber asam amino untuk membentuk daging. Lebih lanjut ENGLISH et al. (2008), menjelaskan bahwa luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ternak. Menurut FIGUEROA (2001) yang meneliti pengaruh performans babi pertumbuhan finisher yang diberikan pakan rendah protein, rendah energi, tepung biji sorghum-kedelai memperoleh nilai rata - rata luas urat daging mata rusuk sebesar 42,97 cm2. Menurut SOEPARNO (1992), luas urat daging mata rusuk dipengaruhi juga oleh bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan daging mata rusuk yang lebih luas. Selain itu, kulit buah papaya memiliki Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Menurut WINARNO (1986) protease berperan dalam sejumlah
684
reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pascatranslasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler. Pengaruh pemberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi periode finisher terhadap tebal lemak punggung Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggu yang tinggi memberi hasil persentase hasil daging yang rendah. Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap tebal lemak punggung dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan tebal lemak punggung secara keseluruhan adalah 2,88 cm. Hasil tersebut termasuk ke dalam kelas 1 sesuai dengan pendapat LAWRIE (2003) yang meneliti nilai rata-rata tebal lemak punggung pada babi periode finisher kelas 1 < 3,56 cm. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tebal lemak punggung dengan urutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah perlakuan R0 (3,1 cm), R1 (2,8cm), dan R2 (2,7 cm). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pemberian kulit buah pepaya 5% dan 10% dapat nyata menurunkan tebal lemak punggung babi finisher. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa ada kecenderungan semakin tinggi dosis tepung kulit pepaya tebal lemak punggung semakin kecil. Dari hasil penelitian kita peroleh bahwa energi yang berlebihan pada ransum dengan adanya kulit tepung kulit buah papaya dapat di transformasi menjadi sumber protein tubuh. Enzim papain yang ada pada kulit buah papaya juga mampu meningkatkan kecernaan ransum terutama protein. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10% dalam ransum tidak memberi pengaruh terhadap produksi karkas, tetapi berpengaruh nyata
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
terhadap luas urat daging mata rusuk dan tebal lemak punggung babi periode finisher. Tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10% dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan alternatif sumber protein dalam ransum tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap produksi dan komponen karkas. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas maksimal penggunaan dosis tepung kulit buah pepaya yang memberikan pengaruh yang baik terhadap persentase karkas. DAFTAR PUSTAKA ATIYA, et al. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Universitas Airlangga. CRIDER. J.L and W.E. CARROL. 1971. Swine Production. 4th ed. Mc Graw-Hill International Book Co . New Delhi. DIRJENNAK. 2003. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta ENGLISH, P.R., V.R. FOWLER, S. BEXTER and B. SMITH. 2008. The Growing and Finishing Pig: Inproving Efficiency, Farming Press Books. Ipswich, UK. pp. 27 – 38. KENDAL D.C, B.T. RICHERT, T.E. WEBER, K.A. BOWERS, S.A. DECAMP, A.P. SCHINCKEL and P. MATZAT. 2000. Evaluation of Pig Genotype, Strategic Use of Antibiotics and Grow-Finish Management Effects on Lean Growth Rate and Carcass Characteristics. Department of Animal Sciences and Roche Vitamins, Parker. USA.
LAWRIE, R.A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta. NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press, Washingthon DC. PERMANA, R. 2007. Pengaruh pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum kelinci terhadap kadar kolesterol serum kelinci. J. Ilmu Ternak. SIAGIAN, H.P. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. SIHOMBING, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. RIKAS, P., R. PERMANA dan S. SINAGA. 2008. Pengaruh pemberian tepung kulit buah pepaya terhadap konsumsi, efisiensi ransum dan performan karkas kelinci. J. Ilmu Ternak. SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada, Press. SOULSBY, E.J.L. 1982. Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall. 7th Ed. pp. 231 – 257. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1989. Principles and Procedures of Statistic. 2th ed. Mc GrawHill International Book Co., New Delhi. WINARNO, F.G. 1986. Enzim Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
685