Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
EFEK PENAMBAHAN METAN INHIBITOR, DEFAUNATING AGENT DAN PROBIOTIK LOKAL DALAM FEED BLOCK SUPPLEMENT (FBS) TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH (Effect of the Addition of Methane Inhibitor, Defaunating agent and Local Probiotic into Feed Block Supplement (FBS) on Production and Milk Quality of Dairy Cattle) SURYAHADI1, BACHTAR. B2 dan AMRULLAH3 1 Fakultas Peternakan Jln. Agatis Telp. (0251) 629 105 Kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jalan Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu. Jakarta-12520 3 Fakultas Pertanian Universitas Samawa (UNSA) Jln. Yos Sudarso No. 9 Sumbawa Besar NTB
2
ABSTRACT The research aimed to know the effect of the addition methane inhibitor, defaunating agent and local probiotic into feed block supplement (FBS) to dairy cattle production and milk quality. The research was carried out on early May to September 2003, with using 18 dairy cattle of Fries Holland (FH), lactation period 1 to 3 which be at month lactation 2 to 4 and have produce milk 8 to 20 kg/head/day. There is 3 treatment given that is control (without supplementation FBS), Feed Block Supplement-A (FBS-A) And Feed Block Supplement-B (FBS-B). Formula FBS-A is formula standard (Suryahadi, 1990), while FBS-B represent new formula with active component of besides exist in FBS A, also enhanced by methane inhibitor, defaunating agent, and local probiotic. Data was analyzed with the Analysis of Variances (ANOVA) and continued with Contrast Orthogonal by software SAS. The result of studying showed that the treatments increased significantly (P<0.05) milk production 4% FCM (fat corrected milk) than for control, FBS-A and FBS-B each 11.357, 13.228 and 12.118 kg/head/day. The supplementation of FBS do not influence: dry matter, fat content, non fat dry matter (Solid Non Fat), specific gravity and reductace test of milk. However, there was tendency on the improvement of the average value of those variables. In addition, the FBS increased the value of IOFC (Income Over Feed Cost) each treatment control, FBS-A And FBS-B is Rp 5393,55, Rp 9150.64 and Rp 8031,64/head/day. The study concluded that the FBS contributed to increase milk production, the study suggested that it should be used. Key words: FBS (Feed Block Supplement), methane inhibitor, defaunating agent, local probiotic, dairy cattle, milk production and milk quality ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan metan inhibitor, defaunating agent dan probiotik lokal kedalam feed block supplement (FBS) terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah. Penelitian dilaksanakan mulai awal Mei sampai September 2003, dengan menggunakan 18 ekor sapi perah Fries Holland (FH) periode laktasi ke 1 s/d 3 yang berada pada bulan laktasi ke 2 s/d 4 dan mempunyai kisaran produksi 8 s/d 20 kg/ekor/hari susu. Ada 3 perlakuan yang diberikan yaitu: kontrol (tanpa suplementasi FBS), suplemen Feed Block Suplemen-A (FBS-A) dan Feed Block Suplemen-B (FBS-B). Formula FBS-A adalah formula standar sedangkan FBS-B merupakan formula baru dengan komponen aktif selain yang ada pada FBS A, juga ditambahakan metan inhibitor, defaunating agent, dan juga probiotik lokal. Data selanjutnya diolah dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan kontras orthogonal dengan software SAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi air susu 4% FCM (Fat Corrected Milk) dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh perlakuan dimana produksi untuk perlakuan kontrol, FBS-A dan FBSB masing-masing adalah 11.357, 13.228 dan 12.118 kg/ekor/hari. Suplementasi FBS tidak mempengaruhi: persentase bahan kering susu, persentase kadar lemak, persentase bahan kering tanpa lemak (Solid Non Fat), berat jenis air susu serta uji reduktase (daya simpan susu). Namun demikian, ada kecendrungan perbaikan nilai rataan dari peubah-peubah tersebut. Sedangkan nilai IOFC (Income Over Feed Cost) pada masing-
221
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
masing perlakuan kontrol, FBS-A And FBS-B is Rp 5.393,55, Rp 9.150,64 dan Rp 8.031,64/ekor/hari meningkat dengan adanya perlakuan FBS. Disimpulkan bahwa FBS-A mempunyai andil dalam peningkatan produksi susu dan dapat disarankan penggunaannya. Kata kunci: FBS (Feed Block Supplement), metan inhibitor, defaunating agent, probiotik lokal, sapi perah, produksi susu dan kualitas susu
PENDAHULUAN Serangkaian penelitian sistimatis tentang suplementasi pada ternak sudah banyak dilakukan, baik menyangkut: landasan suplementasi, formula suplemen, cara dan tingkat pemberian suplemen pada sapi perah (SURYAHADI, 1990, SURYAHADI, 1996a, SURYAHADI, 1998). Hasil-hasil penelitian yang menyangkut permasalahan lokal tersebut seyogyanya dapat dimanfaatkan secara terarah. Percobaan lebih lanjut di beberapa daerah yang memanfaatkan hasil penelitian tersebut, ternyata mampu memberikan hasil yang positif (WIDASARI, 2002; WINARNI, 2002). Dilain fihak, saat ini banyak dilakukan penelitian pemberian suplemen non nutritive, namun mempunyai fungsi sebagai pakan tambahan (functional feed additive) yang secara nyata dapat meningkatkan kapasitas mencerna dan efiensi penggunaan ransum. Bahan suplemen jenis ini yang telah diujicoba dan memberikan harapan prospektif adalah: penghambat metan (methane inhibitor) (ERWANTO, 1995), probiotik lokal berupa Saccharomyces cerevisiae (SURYAHADI et al., 1996b), agensia defaunasi/defaunating agent (OEMATAN, 1996). Suplemen ini, karena dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sangat cocok untuk ditambahkan ke dalam bahan pakan suplemen berbentuk block (Feed Block Suplement/FBS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan metan inhibitor, defaunating agent dan probiotik lokal kedalam feed block supplement (FBS) terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan berturut-turut di lapangan dan di laboratorium, mulai awal Mei 2003 sampai dengan akhir September 2003. Kegiatan di lapangan (invivo) dilakukan di peternakan rakyat pada wilayah Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan
222
dan pembuatan pakan suplemen, percobaan invitro serta analisis sampel bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 18 ekor sapi perah bangsa Fries Holland (FH) periode laktasi (kali beranak) ke 1 s/d 3 yang berada pada bulan laktasi ke 2 s/d 4, dengan bobot badan awal berkisar 410 s/d 591 kg dan mempunyai kisaran produksi susu 8 s/d 20 kg/ekor/hari. Formula suplemen yang akan diujicobakan ada 2 macam yaitu suplemen Feed Block Suplemen-A (FBS-A) dan Feed Block Suplemen-B (FBS-B). Formula FBS-A adalah formula standar (SURYAHADI, 1990; WIDASARI, 2002) yang telah diujicoba di Cimande dan Cibungbulang. FBS-B merupakan formula baru dengan komponen aktif selain yang ada pada FBS A, juga ditambahakan metan inhibitor berupa minyak ikan lemuru, defaunating agent berupa serbuk kering daun kembang sepatu, dan juga probiotik lokal berupa ragi tape Saccharomyces cereviciae. Percobaan in vitro berdasarkan metode TILLEY dan TERRY (1969), dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (Randomized Complete Block Design/RCBD) pola faktorial 3 x 5 dengan faktor pertama adalah suplementasi FBS dan faktor kedua adalah lama fermentasi dengan 5 tarap yaitu: 0, 1, 2, 3, 4 jam. Sedangkan percobaan in-vivo menggunakan Rancangan Acak Kelompok (Randomized Complete Block Design/RCBD) dengan Pola Faktorial 3 x 3, sebagai faktor pertama yaitu perlakuan yang terdiri dari T1 (kontrol yaitu ransum peternak tanpa suplementasi FBS), T2 (Suplementasi dengan FBS-A) dan T3 (suplementasi dengan FBS-B), sedangkan faktor kedua yaitu waktu pengamatan yaitu W10 (waktu pengamatan 1-10 hari), W20 (waktu pengamatan 11-20 hari) serta W30 (waktu pengamatan 21-30 hari). Pemberian FBS dengan cara digantung didepan ternak seperti pada Gambar 1.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Gambar 1. Cara pemberian FBS
Peubah yang diukur pada percobaan invitro adalah: Kadar VFA total, kadar amonia (NH3), populasi bakteri rumen, populasi protozoa hidup, sedangkan pada percobaan invivo peubah yang diukur adalah: produksi air susu (kg 4% FCM/hari), kualitas air susu (kadar lemak air susu, berat jenis, kadar bahan kering tanpa lemak/Solid Non Fat, daya simpan air susu/uji reduktase), metabolit darah (glucose test, mineral makro dan mikro). Selain
peubah utama di atas, dilakukan pengukuran peubah pelengkap yaitu: konsumsi hijauan, konsumsi konsentrat, konsumsi FBS A ataupun BS B, konsumsi energi (TDN), konsumsi protein, konsumsi mineral makro (Ca, P, Mg, Na, Cl), konsumsi mineral Fe, Cu, Zn dan Mn. Data selanjutnya diolah dengan analisis sidik ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan kontras orthogonal dengan software SAS 6.21 (MATTJIK dan SUMERTAJAYA, 2000).
223
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi volatile fatty acid (VFA) rumen Pengaruh suplementasi FBS terhadap kadar VFA total rumen diperlihatkan pada Tabel 1 berdasarkan analisis statistik, bahwa suplementasi tersebut tidak mempengaruhi kadar VFA total secara nyata, namun lebih tinggi dari 111 mM yang merupakan nilai minimal yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroba rumen yang kondusif (HUNGATE, 1966). Konsentrasi VFA parsial (asam asetat dan asam butirat) berpengaruh nyata (P<0,05) dengan adanya perlakuan FBS. FBS diharapkan dapat meningkatkan aktivitas mikroba rumen, sehingga fermentabilitas ransum semakin meningkat. Bila ditelaah lebih jauh, tentang produksi VFA dari waktu ke waktu (Gambar 2) maka semakin lama fermentasi, produksi VFA pada FBS-A dan FBS-B semakin nyata meningkat. Hal ini mengidentifikasikan aktivitas mikroba rumen yang meningkat. Konsentrasi asam lemak terbang didalam cairan rumen menggambarkan keseimbangan
antara laju produksi VFA dengan laju pemakaian atau penyerapan hal ini terlihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa suplementasi FBS dapat mengubah propil asam lemak terbang (VFA) parsial. Suplementasi FBS-A merubah sistem fermentasi yang mengarah kepada sintesis asam asetat dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan suplementasi dengan FBS-B menyebabkan perubahan sistem fermentasi yang mengarah ke sintesis asam propionat walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan, sehingga nisbah asam Asetat/Propionat dan angka non-Glukogenik Rasio (NGR) cendrung menurun pada suplementasi FBS-B. hingga produksi gas metan juga menurun, hal ini sesuai dengan tujuan penambahan metan inhibitor berupa minyak ikan lemuru memberikan dampak yang positif dalam FBS. Hasil tersebut juga sesuai dengan yang dilakukan oleh ERWANTO (1995). Hasil estimat (hasil perhitungan) pembentukan gas metan menunjukkan terjadi penurunan pada suplementasi FBS-B walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Tabel 1. Pengaruh suplementasi FBS terhadap metabolisme rumen Peubah N-NH3
VFA Total
Asetat, mM Propionat, mM iso butirat, mM n-butirat, mM iso valerat, mM n-valerat, mM Asetat/propionat Iso Asid, mM Non glukonik rasio/NGR metan, mM Efisiensi konversi heksosa (%)
Lama inkubasi (jam) 0 1 2 3 4 Rataan 0 1 2 3 4 Rataan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Kontrol 3,70 9,07 8,86 9,13 9,02 7,95a 116,00 129,62 136,10 134,58 136,35 130,53 53,30a 15,79 0,99 4,31a 0,81 0,27 3,45 2,08 3,94 32,05 78,69
FBS-A 4,83 8,09 12,58 11,07 10,31 9,38b** 99,27 132,98 131,30 144,77 126,25 126,91 79,57b* 22,86 1,08 6,22b* 0,95 0,59 3,68 2,60 4,19 48,82 77,96
FBS-B 4,10 14,90 11,66 10,80 10,26 10,35b** 116,08 109,42 126,25 119,52 134,67 121,19 51,03b* 16,57 0,93 5,04b* 0,85 0,29 2,81 1,66 3,40 25,63 82,96
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjuk perbedaan yang nyata (* = P<0,05, ** = P<0,01)
224
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Produksi
VFA (mM)
150 140 130 120 110 100 Kontrol
90 0
1
2
Lama Inkubasi (Jam)
3
4
FBS-A FBS-B
Gambar 2. Produksi VFA total dengan lama inkubasi berbeda
Produksi amonia (N-NH3) rumen Berdasarkan hasil analisis statistik, terlihat bahwa suplementasi FBS sangat mempengaruhi (P<0,01) kadar N-NH3 dan kadar N-NH3 tersebut juga dipengaruhi oleh waktu fermentasi (P<0,01). Namun tidak terdapat interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut. Suplementasi FBS-A dan FBS-B mampu meningkatkan kadar N-NH3 (Tabel 2) dan tidak terdapat perbedaan pengaruh yang nyata antara FBS-A dan FBS-B terhadap kadar N-NH3 Hasil ini sesuai dengan sasaran suplementasi dimana FBS merupakan suplemen N (Protein). FBS mengandung NPN (urea) yang merupakan sumber N yang mudah tersedia, karena NPN lebih cepat melepaskan amonia (NH3). Hal ini sesuai dengan pendapat PRESTON dan LENG (1987), bahwa sumber N fermentable adalah urea, didukung oleh pendapat SNIFFEN et al (1992) bahwa hubungan antara solubilitas dan degrabilitas sangat tingggi ketika N terlarut merupakan NPN. Suplementasi N pada umumnya akan bermanfaat efektif pada ransum dengan kadar
N yang kurang sebagaimana pada ransum sapi perah di DKI Jakarta, sesuai dengan pendapat CLARK dan DAVIS (1980) yang menyatakan bahwa pemberian NPN pada sapi perah adalah mengurangi keharusan suplementasi protein pada keadaan protein ransum rendah. Suplementasi FBS merangsang produksi NNH3, pada ransum kontrol ammonia cendrung berakumulasi, namun pada penggunaan suplemen FBS terutama FBS-A kadar N-NH3 makin menurun setelah 2 jam fermentasi (Gambar 3). Hal ini memberikan penafsiran, bahwa besarnya kemungkinannya ammonia pada pemberian FBS-A dapat dipakai oleh mikroba rumen untuk mensintesis protein microbial, sebagai akibat adanya peningkatan/ pertumbuhan mikroba rumen yang disebabkan oleh adanya suplementasi zat makanan dari FBS-A. Dalam hal ini, FBS-A mampu meningkatkan pasokan ammonia dan selanjutnya dapat meransang mikroba rumen untuk memanfaatkannya. Dengan demikian FBS-A dapat memperbaiki utilisasi protein, khususnya NPN di dalam rumen.
225
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Produksi N-NH3 (mM)
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol 0
1 2 3 Lama Inkubasi (jam)
4
FBS-A FBS-B
Gambar 3. Produksi amonia (N-NH3) dengan lama inkubasi berbeda
Tabel 2. Populasi mikroba rumen pada suplementasi FBS
Mikroba Bakteri total
Satuan
Lama inkubasi 15
Count/ml, (x 10 )
Kontrol a
3 Jam
145,2
a
FBS-A
FBS-B
a
321,6b*
a
6,4a
252,6
Protozoa total
Count/ml
3 Jam
10,1
10,8
Protozoa hidup
% dari total
3 Jam
83,3a
59,3a
28,3a
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk perbedaan yang nyata (* = P<0,05)
Populasi mikroba rumen Pengaruh suplementasi terhadap populasi mikroba (bakteri dan protozoa rumen) diperlihatkan dalam Tabel 2. Populasi bakteri dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh suplementasi FBS. Hanya suplementasi FBS-B yang mampu meningkatkan populasi bakteri rumen, sedangkan populasi bakteri pada ransum kontrol dan FBS-A tidak berbeda secara nyata. Penggunaan probiotik (S. cerivisiae), defaunating agent (daun kembang sepatu) dan metan inhibitor (minyak tak jenuh dari minyak ikan lemuru), mampu merangsang pertumbuhan bakteri rumen. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian penggunaan S. cereviciae oleh SURYAHADI (1996), sedangkan
226
penggunaan suplementasi FBS terhadap populasi protozoa, dalam penelitian ini tidak dapat terlihat pengaruhnya. Namun demikian persentase protozoa hidup (Tabel 2) pada pemberian FBS-B sangat rendah dibandingkan dengan kontrol dan FBS-A, hal ini disebabkan oleh adanya defaunating agent berupa daun kembang sepatu yang memberikan efek defaunasi. Efek defaunasi dari daun kembang sepatu timbul karena keberadaan saponin yang mampu menghemolisis sel protozoa, hal serupa dilaporkan oleh SUPARWI (2000) dan SETIANI (2002). Selain defaunating agent FBS-B juga mengandung metan inhibitor (minyak ikan lemuru) yang ikut berperan dalam proses defaunasi, karena minyak ikan merupakan lemak tak jenuh hingga memberikan efek toksik bagi protozoa, hal serupa dilaporkan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
dan CHAMBERLAIN (1988); NEWBOLD JALALUDIN (1994) dan ERWANTO (1995). Konsumsi zat makanan Pemberian pakan sapi percobaan diatur oleh peternak. Pemberian pakan tersebut seperti yang diberikan seperti pada waktuwaktu sebelumnya. Konstribusi FBS dalam menambah pasokan zat makanan bagi sapi-sapi percobaan dapat terlihat dari hasil pengukuran konsumsi zat-zat makanan. Hasil pengamatan konsumsi bahan kering masing-masing perlakuan T1 (kontrol), T2 (yang diberi suplemen FBS-A) dan T3 (yang diberi suplemen FBS-B adalah 10.79, 10.78 dan 10.88 kg/ekor/hari, dengan konsumsi FBS-A dan FBS-B adalah 52 dan 22 g/ekor/hari. Namun demikian andil FBS dalam pemasokan zat makanan pada sapi perah terlihat cukup berarti dalam hal konsumsi: Ca, NaCl, Mn, Fe dan Zn. Konsumsi zat lainnya seperti: protein, serat kasar, lemak, BETN dan TDN relatif sama untuk ketiga jenis ransum. Peningkatan beberapa konsumsi meneral tersebut diharapkan dapat membantu dalam proses metabolisme baik didalam rumen maupun di kelenjar ambing dalam proses biosintesis air susu. Metabolit darah Hasil pengukuran kadar metabolit darah pada sapi-sapi percobaan pada masa akhir pengamatan diperlihatkan pada Tabel 3. Kadar glukosa darah, walaupun kurang akurat, namun dapat dijadikan indikator tentang status ketersediaan energi bagi sapi perah (YAMDAGNI dan SCHULTZ, (1970). Secara normal kadar glukosa darah pada ruminansia dewasa adalah 52 mg/dl dan bila kadar glukosa darah tersebut kurang dari 28 mg/dl maka sapi tersebut dalam status ketosis. Ketiga kelompok sapi, baik sapi kontrol dan yang disuplementasi FBS-A dan FBS-B mempunyai kadar glukosa darah masing-masing 40,33, 36,17 dan 44,67 mg/dl. Secara keseluruhan menunjukkan, bahwa besar kemungkinannya pasokan energi (glukosa) masih belum cukup. Hal ini diperlihatkan oleh kenyataan bahwa kadar TDN ransum yang diberikan peternak adalah 50,98%, jauh dibawah standar yang sesuai yaitu 65%. Hasil
analisis statistik, memperlihatkan bahwa perlakuan suplementasi mempengaruhi secara nyata (P<0,05) kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah sapi yang mendapat suplementasi FBS-A lebih rendah dari sapi kontrol. Hal ini besar kemungkinannya pada sapi yang disuplementasi FBS-A penggunaan glukosa untuk produksi air susu kelenjar ambing relatif tinggi, sehingga yang ada dalam darah menjadi rendah akibat up-take glukosa oleh kelenjar ambing. Glukosa adalah precursor untuk pembentukan laktosa pada kelenjar ambing. Kadar mineral darah sapi-sapi percobaan, baik sapi yang disuplementasi maupun yang tidak (kontrol) bila dibandingkan kadar mineral darah sapi yang normal berada dalam kisaran normal untuk mineral Ca, Mg, sedangkan mineral mikro seperti: Mn, Zn, Cu dan Fe relatif lebih tinggi. Kadar mineral dalam darah umumnya diatur secara homeostasis. Evaluasi tingkat kecukupan mineral, khususnya mineral mikro melalui analisa pada plasma darah belum cukup untuk menentukan status mineral bagi sapi-sapi tersebut. Produksi air susu Produksi susu sapi yang tanpa maupun disuplementasi dengan FBS diperlihatkan dalam Tabel 4. Produksi susu sapi harian (tanpa dikoreksi dengan kadar lemak) meningkat dengan adanya suplementasi FBS, namun secara statistik tidak nyata. Rataan produksi susu pada suplementasi FBS-A (14.865 kg/ekor/hari) dan FBS-B (14.637 kg/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (13.719 kg/ekor/hari). Produksi air susu 4% FCM dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh perlakuan. Rataan produksi air susu tertinggi diperoleh pada sapi yang diberi suplementasi FBS-A, sedangkan produksi susu sapi yang diberi suplementasi FBS-B tidak berbeda nyata dengan kontrol. Gambar 3 memperlihatkan produksi air susu harian sapi percobaan dari hari ke hari selama priode pengamatan berlangsung. Terlihat walaupun ada fluktuasi, produksi air susu pada pemberian FBS-A tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya (kontrol dan FBS-B) pada pemberian suplemen FBS-B respon lebih tinggi dari
227
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
relatif sama dari ketiga perlakuan, maka dapat diperkirakan, bahwa suplementasi FBS, khususnya FBS-A dapat memperbaiki metabolisme, biosintesis air susu dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat makanan untuk produksi air susu. Dalam hal ini, andil peningkatan konsumsi mineral sebagai akibat suplementasi FBS memberi dampak yang positif pada produksi air susu.
kontrol setelah 10 hari berikutnya. Penyebabnya adalah FBS-B kurang palatable dibandingkan dengan FBS-A. FBS-B nilai konsumsinya (disukai) sapi agak terlambat jika dibandingkan dengan FBS-A. Hasil percobaan ini juga serupa dengan hasil penelitian WINARNI (2002) dan SURYAHADI (1990) pada pemberian FBS di Bogor. Jika dikaitkan dengan konsumsi zat makanan dan energi yang Tabel 3. Kadar glukosa dan mineral darah Mineral
Nilai normal
Glukosa (mg/dl)
52
(1)
Perlakuan Kontrol
FBS-A
a
40.333
44.667b*
tn
36.167
tn
FBS-B
a
Ca (mg%)
9−12
11.206
10.915
10.849tn
Mg (mg%)
1,7−2,5
1.639tn
1.553tn
1.556tn
tn
tn
0.148
0.111tn
1.550tn
1.482tn
Mn (ppm)
0,05
0.138
Zn (ppm)
0,6−0,8
1.182tn a
b**
Cu (ppm)
0,65
3.442
2.988
Fe (ppm)
1,0
2.067tn
2.570tn
1.365b** 1.197tn
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk perbedaan yang nyata (* = P<0,05; ** = P<0,01) tn = tidak berbeda nyata (l) YAMDAGNI dan SCHULTZ (1970)
Tabel 4. Pengaruh suplementasi FBS terhadap produksi susu Satuan
Kontrol
FBS-A
FBS-B
Produksi susu
Peubah
Kg/ekor/hari
13.719tn
14.865tn
14.637tn
Produksi susu 4% FCM
Kg/ekor/hari
11.357a
13.228b**
12.118b*
Produksi susu (kg/hari/ekor )
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk perbedaan yang nyata (* = P<0,05, ** = P<0,01) tn = tidak berbeda nyata
15 14 13 12 11 10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12 13
14 15
16 17 18
19
20 21
22
23 24 25
26 27 28
Hari Pengamatan
Gambar 3. Produksi susu selama satu bulan pengamatan pemberian FBS (kg/hari/ekor)
228
29 30 31
32
Kontrol FBS-A FBS-B
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 5. Pengaruh suplementasi FBS terhadap komposisi air susu Satuan
Kontrol
FBS-A
FBS-B
Bahan kering
Komposisi susu
%
10.189 tn
10.872 tn
10.682 tn
Kadar lemak
%
2.840 tn
3.346 tn
3.235 tn
SNF (BKTL)
%
7.349 tn
7.526 tn
7.447 tn
tn
tn
1.025 tn
4.582 tn
5.040 tn
Berat jenis Uji reduktase
1.025 Jam
4.725 tn
1.026
tn = tidak berbeda nyata
Kualitas air susu
Aspek ekonomis
Hasil pengukuran terhadap komposisi air susu sapi-sapi percobaan diperlihatkan dalam Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis statistik, suplementasi FBS tidak mempengaruhi: persentase bahan kering susu, persentase kadar lemak, persentase bahan kering tanpa lemak (Solid Non Fat) serta berat jenis air susu. Namun demikian ada kecendrungan perbaikan nilai rataan dari peubah-peubah tersebut, baik untuk kadar lemak dan BKTL. Bila ditinjau, komposisi air susu dapat beragam antar individu, sehingga pengaruh suplementasi tersebut tidak dapat diperlihatkan secara statistik. Selain itu indikator untuk melihat mutu air susu, adalah dengan uji reduktase. Uji reduktase ini menunjukkan daya awet air susu. Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme dalam air susu, maka air susu tersebut akan cepat menjadi asam yang ditunjukkan oleh perubahan warna indikator methylin blue, yaitu lama waktu perubahan warna methylin blue menjadi putih. Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan hasil uji reduktase dari ketiga perlakuan, walaupun ada kecendrungan adanya peningkatan untuk susu sapi yang diberi suplementasi, khususnya untuk suplementasi FBS-B. Secara keseluruhan, lama perubahan yang kurang dari 6 (enam) jam, menunjukkan mutu susu tersebut kurang baik. Uji reduktase sangat berkaitan dengan aspek mikrobiologis susu, unsur-unsur hygenis ambing dan pemerahan perlu mendapat perhatian yang serius, tidak hanya melalui perbaikan pakan, tetapi dari segi manajemen kerja merupakan hal yang lebih penting.
Manfaat ekonomis baru dapat dilihat, apabila dapat ditunjukkan hubungan antara input-otput, baik dari segi besaran fisik ataupun dari biaya. Perkiraan input-output penggunaan FBS dan income over feed cost (IOFC) atau penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan. Nilai IOFC sering digunakan untuk melihat manfaat ekonomis dari penerimaan perbaikan pemberian pakan. Nilai IOFC masing-masing perlakuan kontrol, FBS-A dan FBS-B adalah: Rp 5.393,55/ekor/hari, Rp 9.150,64/ekor/hari dan Rp 8031,64/ekor/hari. Tamabahan kenaikan IOFC akibat penggunaan FBS A cukup signifikan yaitu sebesar Rp 3.757,10/ekor/hari atau setara 69,66%/ekor/hari dan FBS-B sebesar Rp 2.637,49/ekor/hari atau setara 48,90%/ekor/hari di atas nilai IOFC pada sapi kontrol yang tidak mendapat FBS. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa FBS mempunyai andil dalam peningkatan produksi susu melalui peranan dan fungsinya sebagai berikut: (1) dapat meningkatkan pasokan/konsumsi beberapa zat makanan bagi sapi perah; (2) mengkoreksi ketidakseimbangan zat gizi; (3) mengkoreksi ketidakseimbangan antara hijauan dan konsentrat; (4) meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba rumen, sehingga ammonia dapat dimanfaatkan dengan baik untuk biosintsis protein mikrobial; (5) memasok unsur mikromineral yang dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, sehingga
229
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
utillisasi glukosa oleh kelenjar ambing untuk sintesis laktosa dapat meningkat; dan (6) mampu meningkatkan penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan (income over feed cost). Disarankan FBS-A dapat direkomendasikan sebagai makanan tambahan di wilayah DKI Jakarta dan perlu adanya cara meningkatkan palatabilitas dari FBS-B. DAFTAR PUSTAKA CLARK, J.H. and C.L. DAVIS. 1980. Some Aspect of Feeding High Producing Dairy Cow. J. Dairy. Sci. 63.873. ERWANTO. 1995. Optimalisasi Sistem fermentasi Rumen Melalui Suplementasi Sulfur, Defaunasi, Reduksi Emisi Metan dan Stimulisasi Pertumbuhan Mikroba Pada Ternak Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. HUNGATE, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. 2nd. Ed. Aademik Press. New Jesrsey. JALALUDIN. 1994. Uji Banding Gamal Dan Angsana Sebagai Sumber Protein, Minyak Kelapa dan Kembang Sepatu Sebagai Agen Defaunasi, Analog Hidroksi Metionin dan Amonium Sulfat Dalam Ransum Anak Sapi Jantan. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. MATTJIK, A.A. dan M. SUMERTAJAYA. 2000. Perancangan Percobaan Dengan aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. NEWBOLD, C.J. and D.G. CHAMBERLAIN. 1988. Lipids as Rumen Defaunating and Fungi in Ruminant Digestion. Penambul Books, Armidale. OEMATAN, G. 1996. Stimulasi Pertumbuhan Sapi Holstein melalui Amoniasi Rumput dan Suplementasi Minyak Jagung, Analog Hidroksi Methionin, Asam Folat dan Fenil Propionat. Thesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. PRESTON, T.R. and R.A. LENG. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in Tropics and Subtropics. Panabul Books. Armidale. SNIFFEN, C.J., J.D. O’CONNOR, P.J. VAN SOEST, D.G. FOX and J.B. RUSSELL. 1992. A Net Carbohydrate and Protein System for
230
Evaluating Cattle Diets: II. Carbohydrate and Protein Availability. J. Anim. Sci. 70: 35623577. SUPARWI. 2000. Pengaruh Minyak Kelapa dan Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) Terhadap Kecernaan Ransum dan Jumlah Protozoa. Jurnal Produksi Ternak. 2(2):53-59. SURYAHADI, S.K.G. WIRYAWAN, I.G. PERMANA and R. KAWASHIMA. 1996a. Local Yeast Culture Sacharomyces cerevisiae to Improve Nutrient Utilization of Buffalo. AAAP Congress, Makuhari Japan. SURYAHADI, W.G. PILIANG, M. ICHSAN dan SYAMSUHAIDI 1998. Status dan Arah Suplementasi Mineral Pada Sapi di Pulau Lombok. Makalah Workshop Peningkatan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Mataram SURYAHADI dan W.G. PILIANG. 1996b. Pengaruh Tingkat dan Cara Suplementasi Mineral Terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah. Makalah Seminar 7 PAU Biosains. ITB Bandung. SURYAHADI, W.G. PILIANG, L. DJUWITA dan Y. WIDIASTUTI. 1996c. DNA recombinant technique for producting transgenic rumen microbes in order to improve fiber utilization. Indon. J. Top. Agric. 7(1): 5-9. SURYAHADI. 1990. Analisis Ketersediaan Mineral Pakan Sebagai Landasan Penanggulangan Defisiensi Mineral Pada Ternak. Laporan Penelitian PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor. TILLEY, J.M. and R.A. TERRY. 1969. A Two Stage Tecnique or In Vitro Digestion of Forage Crops. J. Br. Grassland Society 18(2) :104-11. WIDASARI, T.T. 2002. Respon Pemberian Urea Molasses Block (UMB) dan Urea Cassava Block (UCB) Pada Produksi dan Kualitas Susu Sapi Friesian Holstein. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor WINARNI. 2002. Pengaruh Suplementasi Urea Molasses Block dan Urea Cassava Block Terhadap Kadar Mineral Makro Plasma Darah. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. YAMDAGNI and SCHULTZ. 1970. Biosynthesis and Secretion of Milk/Desease. In: Lactation a Comprehensive Treatise. Vol. II. LARSON. B.L. and V.R. SMITH. 1974. Academic Press. New York and London.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Apakah efektif pencampuran metan inhibitor, agent dan probiotik lokal karena diberikan dalam sistem blok dan perlu diperhitungkan berapa banyak yang dikonsumsikan dengan cara penjilatan?
2.
Berapa tinggi kandungan saponin, karena kalau saponin tinggi rasanya pahit?
3.
Asumsi saponin, mineral bisa sebagai agent, bagaimana dengan senyawa garam berpengaruh terhadap produksi metan?
4.
Mengapa sintesis protein FBSB lebih tinggi dari pada FBSA tetapi dalam produksi susu lebih tinggi FBSA dari pada FBSB?
5.
Bagaimana mekanisme perubahan jalur metabolisme dalam penelitian FBSB asetat lebih tinggi daripada kontrol → ini akan menghasilkan methan menurun dari pada kontrol?
Jawaban: 1.
Dalam pembuatan sistim block ini agar mudah diaplikasikan di lapangan dan dalam pencampuran agent probiotik dibuat efektif karena jumlah yang ditambahkan disesuaikan dengan kebutuhannya dengan melihat hasil penelitian sebelumnya dengan rekomendasi yang ada. Dalam pemberian FBSB diperlukan adaptasi, dan dalam waktu 7 hari pemberian ternak baru mau menjilat, jumlah yang dikonsumsi dalam penjilatan ± 75 gr.
2.
Saponin tidak dianalisa.
3.
Mineral dengan garam memberikan efek yang sinergis, pemberian mikro mineral: sedikit supaya efektif, senyawa garam mineral yang digunakan: Zn sulfat.
4.
Karena pada fermentasi 4 jam→ FBSB naik → produksi amonia naik→ diharapkan populasi mikroba maksimal. FBSB susu jelek: secara in vitro lebih baik, secara in vivo tidak palatabel.
5.
Mekanismenya dengan cara menekan nilai jumlah methan atau proporsi methan ditekan.
231