PENYEBARAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) SEBAGAI SALAH SATU PERTIMBANGAN DALAM RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS Oleh
K O L A
E
A
S
A S A R JA
N
PA
C
H
S
ABU HANIFAH LUBIS 077004001/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
PENYEBARAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) SEBAGAI SALAH SATU PERTIMBANGAN DALAM RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh ABU HANIFAH LUBIS 077004001/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
HARIMAU SUMATERA : PENYEBARAN (Panthera tigris sumatrae) SEBAGAI SALAH SATU PERTIMBANGAN DALAM RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA : Abu Hanifah Lubis : 077004001 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., Ph.D) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Tanggal lulus: 29 Agustus 2009
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Telah diuji pada Tanggal: 29 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D
Anggota
: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 3. Ir. Guslim, MS 4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
ABSTRAK
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan luas 108.000 hektar merupakan kawasan taman nasional ke 42 di Indonesia yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 126/Menhut– II/2004 pada tanggal 29 April 2004. Secara geografis terletak diantara 99012’45” sampai 990 47’10” BT dan 0027’15” sampai 10 01’ 57” LU. Kawasan ini memiliki keragaman bentang alam cukup lengkap dari hutan hujan dataran rendah perbukitan, hutan pegunungan rendah, dan hutan pegunungan tinggi hingga 2145 meter di atas permukaan laut. Keberagaman tipe habitat ini menyebabkan pula beragamnya kehidupan hayati yang terdapat di dalamnya. Tidak kurang dari 42 jenis mamalia dijumpai di kawasan ini, beberapa diantaranya merupakan jenis satwa langka yang terancam punah. Jenis mamalia tersebut antara lain: harimau Sumatera (Panthera tigris), kucing hutan (Pardofelis marmorata), kucing emas (Catopuma temmincki), tapir (Tapirus indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), kambing gunung (Capricornis sumatraensis), rusa sambar (Servus unicolor), kijang (Muntiacus muntjac) dan lima jenis primata. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Juli 2009 yang merupakan bagian dari penelitian jangka panjang yang dimulai pada Desember 2005 untuk memantau populasi harimau Sumatera dan mangsanya di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang diprakarsai oleh Conservation International Indonesia (CII). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk keberadaan dan penyebaran harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan dan pengelolaan zonasi di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. Taman nasional merupakan model yang ideal untuk pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Berdasarkan penilaian potensi kawasan maka zonasi pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis diharapkan mampu menampung berbagai kepentingan. Ada beberapa rencana untuk pengembangan zonasi di Taman Nasional Batang Gadis yaitu sebagai berikut: Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan Penelitian dan Pelatihan, Zona Pemanfaatan Wisata, Zona Pemanfaatan Tradisional, Zona Pemanfaatan Pemukiman Tradisonal (enclave). Lima kamera dipasang selama periode Februari – Juli 2009 di lokasi-lokasi yang ditentukan secara acak dengan menggunakan jebakan kamera otomatis (Deercam, 860 Park Lane, Park Falls, WI 54552 dan Cuddeback Digital). Sebanyak 18 foto harimau pada enam titik pengamatan yang belum dapat diidentifikasi lebih lanjut termasuk yang terulang: 11 di kiri dan 7 di kanan. Penelitian awal yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia menunjukkan bahwa: rata-rata kepadatan harimau adalah 1,1 harimau per 100 km2, perbandingan antara harimau jantan dan betina berdasarkan identifikasi positif adalah 3:1, harimau jantan lebih banyak, kehadiran harimau tidak berhubungan dengan enam
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
spesies mangsa, kehadiran harimau menunjukkan kecenderungan lokasi tengah hutan yang jauh dari pemukiman pada ketinggian yang bervariasi Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Taman Nasional Batang Gadis memiliki potensi dan kelayakan untuk dikembangkan sebagai kawasan penelitian dan pemantauan harimau Sumatera untuk jangka pendek dan jangka panjang. Potensi habitat dan sebaran harimau Sumatera perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan pengelolaan zonasi taman nasional.
Kata Kunci: Harimau Sumatera, Rencana Pengelolaan, Zonasi, Taman Nasional Batang Gadis, Mandiling Natal.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
ABSTRACT
Batang Gadis National Park lies in the Mandailing Natal district covering 108,000 hectares of area is the 42nd national park in Indonesia which was enacted by the Government of Indonesia through the decree of Forestry Minister No. 126/ Menhut –II/2004 dated 29 April 2004. Geographically this national park lies between 99° 12' 45" to 99° 47' 10" East, and 0° 27' 15” to 1° 01' 57" North. The park has a complete natural landscape ranging from low land rain forest, hills, low mountain forest, to high mountain forest up to 2,145 above sea level. The diversity of habitats indicates that the national park is rich in biodiversity. Not less than 42 species of mammals are found in this area, some of them are in danger of becoming extinct. These endangered species include Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae), marbled cat (Pardofelis marmorata), golden cat (Catopuma temmincki), tapir (Tapirus indicus), sun bear (Helarctos malayanus), mountain goat (Capricornis sumatraensis), sambar deer (Cervus unicolor), common barking deer (Muntiacus muntjac) and five species of primates. This study was carried out in the periods of February–July 2009 as part of a long-term project initiated in December 2005 to monitor the populations of Sumatran tigers and their prey in Batang Gadis National Park (BGNP) initiated by Conservation International Indonesia (CII). The objective of this research was to study the availability and distribution of Sumatran tigers in Batang Gadis National Park. Another objective was to identify the supporting factor and also the obstacles for development zones in Batang Gadis National Park, Mandailing Natal District. National park are the most ideal conservation area type for Indonesia biodiversity conservation areas. There are a few zones of Batang Gadis National Park they are the core zone, wilderness zone, utilizing zone for research and training, utilizing zone for tourism, traditional zone, enclave and buffer zone. The national park core zone refers to protection of flora, fauna and its ecosystem specification and natural development. Wilderness zone is to make fauna diversity and to protect unique life. The utilizing zone can be visited for recreation activity. The buffer zone is a zone usually out of the national park which supports interaction between society and the national park. Five cameras survey of large mammal were conducted between February and July 2009 in BGNP using passive infrared camera traps (Deercam, 860 Park Lane, Park Falls, WI 54552 and Cuddeback Digital), containing data packs that record time and date on photographs. A total of 18 tiger photographs were collected between February and July 2009 including duplicates and unidentified tigers; 11 lefts and 7 rights. A preliminary study carried out by Conservation International Indonesia in BGNP using remote cameras found that: the mean density of tigers was at 1.1 2
tigers/100 km , the ratio between male and female based on positive identifications
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
was at 3:1, skewed to male, tiger presence did not correlate with six prey species, tiger presence was increased with distance from forest edges to the interior and various elevations. The result of this research suggested that Batang Gadis National Park (BGNP) is one of the forest blocks in Sumatera, identified as a tiger conservation landscape for short and long term research and monitoring of Sumatran tigers. Habitat and distribution of Sumatran tigers are a special management problem and may require a special management zone of the national park.
Keywords: Sumatran tigers, management plan, zonation, Batang Gadis Nasional Park, Mandailing Natal.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya, hingga karya sederhana ini dapat diselesaikan. Banyak dukungan yang telah diberikan kepada penulis baik dukungan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ini. Penulis hanya dapat menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak hingga karya ini dapat diselesaikan, semoga Allah SWT selalu membalas segala amal perbuatan dan budi baik yang telah diberikan. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus hati ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada: 1.
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan berbagai fasilitas yang mendukung penyelesaian studi penulis di Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Ketua Pembimbing dalam penulisan tesis yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan demi sempurnanya karya ini.
5.
Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS dan Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama proses penyelesaian karya ini.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
6.
Bapak Ir. Guslim, M.Sc dan Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Dosen Penguji yang memberi saran masukan dan saran pada penyempurnaan tesis
7.
Bapak dan Ibu Dosen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah mendarmabaktikan ilmu pengetahuannya.
8.
Para staf administrasi Sekolah Pascasarjana dan Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran studi penulis.
9.
Conservation International Indonesia yang mendanai program pemantauan Harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis.
10.
Bapak Jatna Supriatna, Ph.D, Bapak Iwan Wijayanto, Bapak Didy Wurjanto, Bapak Herwasono Soedjito dari Conservation International Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melakukan kegiatan survei di TN. Batang Gadis.
11.
Rekan-rekan dari Conservation International Indonesia: Erwin P, A. Hamid Damanik,
Anton
Ario,
Ermayanti,
Bonie
Dewantara,
T.
Afriyenni,
Chandrawirawan, Khairul Azmi, Adi, Afriansyah, Razali yang selalu memberikan dukungan selama penelitian ini berlangsung. 12.
Rekan-rekan di lapangan: Sugesti M. Arif, Lokot D, Wagiman, Sahlan B, Pak Jakbar dan Pak Rohman yang telah membantu selama melakukan penelitian.
13.
Bapak Hariyo T. Wibisono yang telah membantu mulai persiapan penelitian sampai dengan analisis data.
14.
Bapak Tatang Mitrasetia M.Si dan Dr. Sri Suci Utami dari Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta yang selalu mendukung penulis untuk melanjutkan studi.
15.
Bapak Barita O. Manullang, Bapak Ismayadi Samsoedin, Erwin Widodo, Bapak Asep Adhikerana, dan Rondang Siregar yang banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
16.
Bapak Budi Ismoyo, Ferry Asep A., Cardi R dan Zulkarnaen Hasibuan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Mandailing Natal: yang banyak memberikan masukan dalam penulisan karya ini.
17.
Bapak Syahgiman Siregar, Bapak Kuswaya, Heru Sutmantoro, Sudiro, Yudi Santoso dan Mustafa Imran Lubis dari Balai Taman Nasional Batang Gadis: yang telah memberikan ijin selama penelitian ini berlangsung.
18.
Bapak Kepala Desa dan masyarakat Desa Aek Nangali, Sopotinjak, Hutagodang Muda dan M.B. Angkola yang memberikan dukungannya selama penelitian.
19.
Kepada Istriku tercinta Tri Dhini Lestari dan Ananda tersayang Nadhif Abel Pranaja Lubis yang dengan sabar memberi dorongan, semangat dan doa selama pendidikan.
20.
Orang tua dan adik-adik tercinta yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.
21.
Rekan-rekan mahasiswa di Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2007 yang selalu memberi dukungan hingga selesai karya ini.
22.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membantu penyelesaian karya ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian
dalam tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap, karya sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Medan, Agustus 2009 Penulis,
Abu Hanifah Lubis
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
RIWAYAT HIDUP
NAMA
: ABU HANIFAH LUBIS
NIM
: 077004001/PSL
TEMPAT/TANGGAL LAHIR
: PEKALONGAN, 19 SEPTEMBER 1970
JENIS KELAMIN
: LAKI-LAKI
AGAMA
: ISLAM
STATUS
: KAWIN
KEBANGSAAN
: INDONESIA
PEKERJAAN
: SWASTA
ALAMAT
: JL. RUMAH POTONG HEWAN KOMP. IKES NO. 131 LING.VII, MABAR, MEDAN
NAMA ORANG TUA AYAH
: SAYUTI LUBIS
IBU
: HASIAH TANJUNG
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1981/1982
:
Lulus Pendidikan Sekolah Dasar Pada SD Islam Kauman Pekalongan.
Tahun 1984/1985
:
Lulus Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Pada SMP Islam Pekalongan.
Tahun 1987/1988
:
Lulus Pendidikan Sekolah Menengah Atas Pada SMA Muhammadiyah Pekalongan.
Tahun 1995
:
Lulus Pendidikan Strata–1 Pada Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta
RIWAYAT PEKERJAAN Tahun 1995-2001
: Staf Unit Manajemen Leuser (UML), Medan.
Tahun 2002- sekarang
: Staf Conservation International Indonesia
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ............................................................................................................. i ABSTRACT ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR........................................................................................... v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ix DAFTAR ISI.......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................... 10 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 10 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 11 2.1. Pembangunan Berwawasan Lingkungan..................................................... 11 2.2. Pengertian Konservasi ................................................................................ 15 2.3. Konservasi Sumberdaya Alam .................................................................... 18 2.4. Peranan Kawasan Konservasi dalam Pembangunan ................................... 19 2.5. Taman Nasional .......................................................................................... 20 2.6. Urgensi Taman Nasional Batang Gadis ...................................................... 21 2.7. Tantangan dan Ancaman Konservasi Taman Nasional Batang Gadis ........ 23 2.8. Penataan Kawasan ...................................................................................... 25 2.9. Konservasi Harimau Sumatera.................................................................... 28 III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 32 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 32 3.2. Bahan dan Alat-alat Penelitian .................................................................... 34 3.3. Teknik Pengambilan Sampel....................................................................... 34 3.4. Metode Pengenalan Jenis ............................................................................ 35 3.5. Teknik Analisis Data ................................................................................... 36
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 38 4.1. Hasil............................................................................................................. 38 4.2. Pembahasan ................................................................................................. 45 V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 63 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 63 5.2. Saran............................................................................................................ 64 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 66
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1. Rangkuman Foto Harimau, Individu yang Teridentifikasi, Penangkapan Ulang, Rasio Jantan dan Betina di Taman Nasional Batang Gadis. ................. 42
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1. Peta Sebaran Harimau Sumatera....................................................................... 30 2. Peta Taman Nasional Batang Gadis.................................................................. 32 3. Blok Sampling Berukuran 256 km2 (16x16 km) Terletak di Tengah Taman Nasional Batang Gadis. Blok Dibagi Menjadi 16 Sel Berukuran 16 km2 (4x4 km) ........................................................................................................... 39 4. Penyebaran Kamera yang Diletakkan Berdasarkan Ketinggian. Segitiga adalah Jumlah Kamera, Balok Hitam adalah Area Ketinggian di Taman Nasional, dan Balok Abu-Abu adalah Area Ketinggian di Blok Sampling ...... 41 5. Pola Aktivitas Harian dari (A) Harimau (Tidak Ada Pola), (B) Kijang (Tidak Ada Pola), (C) Beruk (Diurnal), (D) Burung Argus (Diurnal) dan Tapir (Nocturnal) di Taman Nasional Batang Gadis. Jam Setelah Tengah Malam adalah Sumbu X, Jumlah Hewan adalah Sumbu Y............................... 45 6. Faktor yang Paling Banyak Disebut Responden Sebagai Penyebab Kerusakan atau Hilangnya Hutan ...................................................................... 56
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1. Jenis-jenis Mamalia di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis dan Sekitarnya .................................................................................................. 73 2. Blok Lokasi Pemasangan Jebakan Kamera di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis dan Sekitarnya ........................................................................... 76 3. Tabel Data Satwa yang Tertangkap oleh Jebakan Kamera yang Digunakan untuk Memperkirakan Kelimpahan Relatif Harimau, Rusa Sambar, Babi, Kijang, Burung Kuau dan Beruk di Taman Nasional Batang Gadis ................ 78 4. Model Prediksi dari Penyebaran Harimau di Taman Nasional Batang Gadis Berdasarkan Ketinggian dan Jarak dari Batas Hutan........................................ 79 5. Bukti dari Individu Harimau yang Sama yang Terfoto pada Dua Kamera Berbeda yang Diletakkan di Bagian Utara dan Selatan TNBG yang Melintasi Desa dan Jalan Raya ......................................................................................... 80 6. Beberapa Gambar Harimau yang Tertangkap Kamera Selama Penelitian Berlangsung Sejak Februari – Juli 2009 ........................................................... 81 7. Arahan Pola Ruang Kabupaten Mandailing Natal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Mandailing Natal (2008) ................................ 83 8. Peta Rencana Zonasi Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal .................................................................................................................. 84 9. Peta Usulan Rencana Zonasi Taman Nasional Batang Gadis berdasarkan pada Perkiraan Sebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ......... 85 10. Peta Perkembangan Tata Batas Sementara Taman Nasional Batang Gadis ..... 86 11. Peta Penutupan Lahan Taman Nasional Batang Gadis ..................................... 87
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, peninggalan sejarah, seni dan
budaya, yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memperediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keanekaragaman hayati, akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keanekaragaman jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh (BAPPENAS, 1993). Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang baru ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Menhut-II/2004 tanggal 29 April 2004, telah menjadi sebuah khazanah baru bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal. Taman Nasional Batang Gadis lahir di tengah gerak laju kerusakan hutan hujan tropis hampir di seantero wilayah negeri yang bermula dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal yang didukung elemen-elemen masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Bagi pencinta lingkungan, inisiatif tersebut patut mendapat apresiasi sebagai sebuah terobosan untuk menyelamatkan sumberdaya hutan yang terus menghadapi ancaman kepunahan, dan sekaligus dapat dijadikan modal dasar bagi pembangunan yang berkelanjutan. Kehadiran Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), memiliki arti yang penting bagi nilai konservasi. Dengan posisi hutan yang lestari dan terjaga fungsi ekologisnya (pengatur-iklim,
menjaga
kesuburan
tanah,
pengendali
tata
air),
fungsi
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
keanekaragaman hayati dan fungsi ekonomi yang berkelanjutan, maka TNBG secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal alam tanpa bayar (unchanged natural capital) yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Insiatif yang telah dilahirkan oleh seluruh stakeholders dalam melahirkan sebuah gagasan yang sangat penting bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Mandailing Natal adalah awal pekerjaan yang sangat berat. Tantangan kedepan pelestarian ekosistem TNBG adalah bagaimana mengelola TNBG secara bijaksana, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi tujuan pencapaian pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang menyelaraskan keseimbangan kepentingan sosial budaya, sosial ekonomi dan lingkungan ekologi. Potensi sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki menjadikan Kabupaten Mandailing Natal memiliki peluang sebagai daerah kunjungan yang diperhitungkan di Provinsi Sumatera Utara. Namun dari sisi lain dengan dimilikinya potensi sumberdaya alam tersebut menuntut adanya tanggung jawab yang besar baik oleh pemerintah dan masyarakatnya, agar dapat mempertahankan fungsi (ekologis) dan sekaligus
kelestarian
manfaat
(ekonomis)
dari
pembangunan
yang
akan
dikembangkan. Sektor kepariwisataan apabila dikembangkan sesuai dengan prinsipprinsip yang benar tentunya akan memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Perbatakusuma et al, 2005). Konsep baru yang dipakai dalam pelestarian kawasan konservasi diantaranya menggunakan habitat satwa herbivora besar sebagai kunci dalam mendesain kawasan konservasi dalam skala luas. Pelestarian satwa herbivora besar berkaitan dengan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
komposisi vegetasi, sehingga dapat dijadikan sebagai spesies payung bagi pelestarian fauna dan flora. Dalam konteks ini herbivora besar teresterial yang mendukung upaya pelestarian di TN. Batang Gadis adalah tapir (Tapirus indicus) dan kambing hutan (Capricornis sumatraensis). Kerapatan tapir di hutan primer berbukit dan sedikit terganggu oleh tebang pilih adalah 2,5 individu/km², sedangkan kambing hutan dengan keterbatasan perjumpaan jejak dan hasil jebakan kamera (camera trapping), populasinya belum dapat diestimasi, namun ada kecenderungan bahwa jenis ini cukup tersebar rata di TN. Batang Gadis. Meskipun sebagian besar jenis satwa yang dilaporkan Rijksen et al, (1999) di kawasan belantara Angkola ditemukan di areal ini, namun beberapa jenis belum dapat dipastikan keberadaannya di TN. Batang Gadis, yaitu orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Survei berhasil menambah catatan keberadaan avifauna di TN. Batang Gadis dari 149 jenis menjadi menjadi 247 jenis burung. Catatan sebelumnya untuk seluruh daerah hutan belantara Angkola adalah 57 jenis (Rijksen et al, 1999; 2001). Dari 247 jenis tersebut, 47 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, tujuh jenis secara global terancam punah, 12 jenis mendekati terancam punah. Dari total jenis burung yang ditemukan 13 jenis merupakan burung yang memberi kontribusi pada terbentuknya Daerah Burung Endemik (endemic bird areas), seperti srigunting Sumatera (Dicrurus sumatranus) dan sempidan Sumatera (Lophura inornata) dan Daerah Penting bagi Burung (important bird areas), seperti paok Schneider (Pitta schneideri), sepah gunung (Pericrocotus miniatus), sempidan Sumatera (Lophura inornata), kuau-kerdil
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Sumatera (Polyplectron chalcurum), tokhtor kopua (Carpococcyx viridis), ciungmungkal Sumatera (Cochoa beccarii) dan meninting kecil (Enicurus velatus). Juga ditemukan dua jenis burung yang akibat terbatasnya informasi mengenai keberadaan jenis tersebut di dunia, dalam kriteria status flora dan fauna menurut IUCN dikategorikan sebagai ‘kekurangan data’ (data deficient), yaitu sikatan bubik (Muscicapa dauurica) dan kutilang gelambir biru (Pycnonotus nieuwenhuisii). Dibandingkan dengan kawasan konservasi lain di Sumatera yang memiliki luas yang hampir sama, kekayaan jenis burung di TN. Batang Gadis tergolong sangat tinggi. Sebagai perbandingan, di kawasan Tesso Nilo seluas 188 ribu hektar tercatat 114 jenis (Prawiradilaga et al, 2003), sedangkan di TN Bukit Tigapuluh yang luasnya 127 ribu hektar tercatat 193 jenis (Prawiradilaga et al, 2003). Jumlah jenis yang tercatat di TN. Batang Gadis hanya selisih sedikit dari TN. Bukit Barisan Selatan yang luasnya sekitar tiga kali lipat (356 ribu hektar), yakni 276 jenis (O’Brien and Kinnaird, 1996). Dengan 247 jenis yang tercatat, berarti TN. Batang Gadis merupakan habitat bagi sekitar 40% jenis burung yang tercatat di Sumatera yang menurut pangkalan data Bird Life berjumlah 602 jenis atau 609 jenis menurut Holmes dan Rombang (2001) dalam Perbatakusuma et al, (2006). Selain jumlah total jenis burung yang tinggi tercatat juga kekayaan jenis dari beberapa kelompok burung tertentu yang keberadaannya sangat tergantung pada kondisi habitat alami yang masih baik. Kelompok jenis-jenis burung seperti rangkong dari keluarga Bucerotidae, tercatat 8 jenis di TN. Batang Gadis atau 90% dari jenis rangkong yang ditemukan di Pulau Sumatera, diantaranya rangkong badak (Buceros
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
rhinoceros), enggang gading (Buceros vigil) dan julang emas (Aceros undulatus), takur (keluarga Capitonidae, tercatat 5 jenis), pelatuk (Picidae, tercatat 12 jenis), dan luntur (Trogonidae, tercatat 3 jenis) dikenal sebagai burung-burung yang keberadaannya bergantung pada keberadaan hutan (forest-dependent birds). Sebaliknya, keberlanjutan fungsi hutan juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan jenis-jenis burung seperti rangkong, yang dikenal sebagai penyebar biji-bijian tumbuhan hutan sehingga dapat membantu memperkaya keanekaragaman hayati dan regenerasi di kawasan hutan alam. Keberadaan pedendang kaki-sirip (Heliopais personata) yang keberadaannya di Sumatera selama ini masih belum meyakinkan (MacKinnon et al, 1993) juga berhasil direkam dalam bentuk foto. Sementara itu, dua buah gambar elang terbang yang sangat menyerupai rajawali totol (Aquila clanga) juga berhasil diambil dengan kamera di daerah survei. Jenis elang ini di Sumatera selama ini baru tercatat sekali, yakni di daerah Sumatera Selatan (Holmes, 1996). Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat, dengan perangkap kamera telah berhasil didokumentasikan adanya kambing hutan (Capricornis sumatraensis), kucing emas (Catopuma temminckii), dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Kambing hutan dan kucing emas merupakan dua jenis satwa langka yang selama ini sangat jarang ditemukan di hutan alam, bahkan oleh mereka yang telah bertahun-tahun mengoperasikan perangkap kamera di Pulau Sumatera. Lebih jauh, hasil kajian mengarahkan pada dugaan sementara bahwa ekosistem
TN.
Batang
Gadis
kemungkinan
merupakan
zona
hibridisasi
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
(pertemuan/persilangan) dari jenis-jenis satwa khas Sumatera bagian Selatan, Utara dan Timur. Hal itu sangat dimungkinkan karena secara biogeografis letak TN. Batang Gadis diantara Unit Zoogeografi Danau Toba bagian selatan yang berbatasan langsung dengan unit-unit zoogeografi Danau Toba bagian utara, Pasaman dan Barumun–Rokan. Pengamatan sekilas mengindikasikan adanya variasi morfologi/ warna beberapa jenis satwa di sana dibanding dengan jenis yang sama di tempat lain, baik di Sumatera maupun di Indonesia. Sebagai contoh, jenis simpai/lutung/rekrek (Presbytis sp.) yang menghuni di TN. Batang Gadis ternyata tidak sama dengan yang diilustrasikan dalam berbagai publikasi dan buku panduan lapangan yang ada. Pola warna rekrek/lutung di TN. Batang Gadis cenderung lebih menyerupai kombinasi pola warna antara tiga jenis Presbytis yang hidup di daerah lain yang pernah diteliti, yakni P. thomasi, P. femoralis dan P. melalophos. Seperti diketahui, P. thomasi selama ini diyakini sebarannya ke bagian Selatan Pulau Sumatera tidak melampaui Danau Toba, sedangkan P. femoralis di Sumatera hanya di bagian daratan dan pulaupulau sebelah Timur Riau (Supriatna dan Wahyono, 2000). Hal serupa juga terjadi pada
jenis
ungko/wau-wau/sarudung
(Hylobates
sp.).
Pengamatan
sekilas
mengindikasikan bahwa jenis yang ada di TN. Batang Gadis adalah H. agilis yang lebih bervariasi dan memungkinkan terjadinya hibridisasi. Sejauh ini daerah Dairi diketahui sebagai mintakat hibridisasi antara H. lar dengan H. agilis (Gittins, 1978). H. agilis selama ini dipercaya sebarannya di Sumatera ke Utara tidak melewati Danau Toba, sedangkan H. lar di Sumatera sebarannya ke Selatan tidak melewati Danau Toba (Supriatna dan Wahyono, 2000). Semua itu semakin mengukuhkan pentingnya
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
pelestarian kawasan itu bagi kepentingan biodiversitas global atau melindungi nilai ekonomis jasa lingkungan bagi masyarakat yang lebih luas yang tidak semata-mata hanya mengatur tata air bagi Kabupaten Mandailing Natal, tapi juga bagi masyarakat konservasi internasional (Lampiran 1). Hasil kajian ekologi menunjukkan perlindungan jenis satwa di TN. Batang Gadis menjadi penting karena terkait dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Eksistensi jenis satwa payung maupun jenis satwa kharismatik, seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), kambing hutan (Capricornis sumatraensis) ataupun tapir (Tapirus indicus) membutuhkan kondisi hutan alam yang utuh dengan luasan tertentu untuk mereka dapat bertahan hidup dalam jangka panjang. Ini berarti dengan melindungi tempat hidup mereka, yaitu tutupan hutan alam sekaligus jasa-jasa ekologis hutan alam dan hasil hutan bukan kayu dapat terjaga, seperti sumber air, pencegah erosi/banjir atau keseimbangan iklim dan potensi wisata alam. Saat ini masalah utama dalam perlindungan dan pengelolaan TNBG adalah menemukan jawaban yang realistis terhadap begitu banyaknya ancaman terhadap kawasan konservasi, dan untuk mengurangi tekanan terhadap TNBG, sehingga terlindunginya nilai-nilai kualitas utama TNBG yang dinyatakan dengan istilah-istilah seperti keanekaragaman biota dan ekosistem, sumber daya nuftah, nilai-nilai daerah aliran sungai dan simpanan karbon, potensi untuk ekowisata, nilai penunjang budidaya, pendidikan dan penelitian. Suatu jawaban yang tidak menganggap
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
konservasi dan pembangunan ekonomi sebagai dua hal yang terpisah dan bahkan saling bertentangan. Masalah paling mendesak yang menuntut perhatian utama dalam pelestarian dan perlindungan TNBG adalah menangkal pengaruh-pengaruh yang mengarah pada kepunahan dan hilangnya keanekaragaman biologis dan hilangnya pemeliharaan terhadap proses-proses ekologis dari TNBG, seperti pembunuhan fauna flora berlebihan, kehancuran dan fragmentasi habitat alami, pencemaran, masuknya jenisjenis asing dan kepunahan sekunder (ripple effect), akibat adanya kepunahan spesies asli. Ancaman kepunahan tersebut sebagian besar sangat dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian masyarakat di Kawasan Budidaya. Karena pada kenyataannya dengan panjang batas TNBG termasuk batas enclave yang diperkirakan sepanjang ± 280,32 km tersebut, sebagian besar kawasan TNBG atau sekitar 80–90% bersinggungan langsung dengan kawasan budidaya, seperti lahan pertanian masyarakat, eksplorasi pertambangan emas, Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan perkebunan besar swasta. Masalah-masalah yang disebutkan di atas diperparah dengan belum cukupnya ruang partisipasi dari masyarakat setempat dan pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan dari sumber daya alam milik umum, di luar kawasan TNBG untuk mendukung kelestarian TNBG. Selain itu, kurang adanya hak kepemilikan dan hak penggarapan lahan yang jelas bagi masyarakat setempat akan mengakibatkan hilangnya keperdulian, perhatian dan peran serta masyarakat setempat terhadap pelestarian dan penipisan sumber daya alam, spekulasi dan eksploitasi tanah.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Berdasarkan hal tersebut perlu suatu penelitian mengenai keberadaan dan penyebaraan stawa langka yang dilindungi khususnya harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di kawasan Taman Nasional Batang Gadis sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam rencana pengelolaan dan zonasi taman nasional.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang ada, bahwa harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) sebagai satwa langka yang terancam punah yang keberadaan dan penyebarannya di Taman Nasional Batang Gadis masih belum diketahui secara pasti. Selain itu juga bahwa pada saat ini TNBG masih menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan pelestarian potensi sumberdaya alamnya. TNBG masih menghadapi ancaman berupa penebangan liar, pemanfaatan kawasan konservasi untuk perladangan dan berbagai masalah yang bermuara dari kondisi sosial ekonomi penduduk dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap fungsi dari taman nasional. Bertolak dari pemaparan yang dikemukakan, maka perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: “Bagaimana penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam rencana pengelolaan dan zonasi Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal?”.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Mengetahui keberadaan dan penyebaran harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. 2. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam rencana pengelolaan dan zonasi di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. 3. Memberikan masukan awal untuk penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi Taman Nasional Batang Gadis.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai: 1. Penelitian ini diharapkan dapat mendokumentasikan keanekaragaman hayati (khususnya harimau Sumatera sebagai salah satu satwa langka) yang ada di Taman Nasional Batang Gadis dan sekitarnya. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperkaya khasanah penelitian bagi pengembangan dan pengelolaan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembangunan Berwawasan Lingkungan Pembangunan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya manusia dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berwawasan lingkungan telah diamanatkan sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 diperbaharui dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997. Akan tetapi, perbaikan kualitas lingkungan hidup masih belum mengalami kemajuan yang berarti bahkan sebaliknya degradasi lingkungan semangkin meningkat. Hal ini ditandai dengan penurunan kualitas air dan udara serta kerusakan tanah, hutan, flora dan fauna, pantai dan pencemaran laut dengan berbagai implikasinya terhadap masalah sosial. Permasalahan ini merupakan salah satu cerminan bahwa pembangunan berkelanjutan belum dapat diimplementasikan sebagaimana yang diharapkan. Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara, menyatakan bahwa luas kawasan hutan di Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar dengan rincian menurut fungsi hutan dengan luas sebagai berikut: a. Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam : ± 477.070 Hektar b. Hutan Lindung
:
± 1.297.330 Hektar
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
c. Hutan Produksi Terbatas
:
d. Hutan Produksi Tetap
:
e. Hutan Produksi yang dapat dikonversi
:
Jumlah
:
±
879.270 Hektar
±
52.760 Hektar
± 1.035.690 Hektar ± 3.742.120 Hektar
Oleh sebab itu untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam kaitan implementasi program pembangunan berkelanjutan di daerah secara garis besar perlu dianalisis tentang zonasi dan kriteria teknis pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu ekosistem, pengawasan dan penegakan hukum, serta kelembagaan dan peran serta masyarakat. Diantara prinsip-prinsip dasar (azas) yang diamanahkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 dalam penyelenggaraan penataan ruang adalah “berkelanjutan” dan “perlindungan kepentingan umum”. Berkelanjutan di sini adalah penataan ruang dapat memberikan jaminan bagi kelestarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar generasi, sedangkan yang dimaksud dengan “pelindungan kepentingan umum” adalah penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Dengan demikian visi pada aspek keberlanjutan lingkungan hidup (environmental sustainability) merupakan salah satu prinsip yang inheren dan pelestarian lingkungan hidup menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penataan ruang. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 juga menegaskan bahwa diantara aspek penting yang harus ada dalam muatan penataan ruang wilayah kabupaten adalah rencana pola ruang wilayah kabupaten yang salah satunya meliputi kawasan lindung
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
kabupaten dan penetapan kawasan strategis kabupaten. Salah satu tujuan penataan ruang adalah terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan dan pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang dimaksudkan sebagai bentukbentuk pengaturan pemanfaatan ruang untuk upaya konservasi, rehabilitasi, penelitian, pendidikan, obyek wisata lingkungan dan pemanfataan yang lestari lainnya (Lampiran 7). Sedangkan tujuan pengaturan ruang kawasan lindung sendiri adalah tercapainya tata ruang kawasan lindung secara optimal dan meningkatnya fungsi kawasan lindung. Beberapa pokok materi penataan ruang yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), yaitu: (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada (Pasal 25 ayat 1a): a. Rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi. b. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP). (2) RTRW Kabupaten memuat (Pasal 26 ayat 1): a. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten. b. Rencana struktur wilayah kabupaten, meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan pedesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten. c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budidaya kabupaten.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
d. Penetapan kawasan strategis kabupaten. e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan. f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Salim (1985), merumuskan pola pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mencakup segi tiga dimensi ekonomi, sosial politik dan lingkungan hidup. Ketiga dimensi ditanggapi secara serentak dalam kebijakan dan pengelolaan pembangunan. Setiap dimensi punya sasaran kegiatan yang benang merah, pertama adalah sustainabilitas ekonomi, sosial politik dan lingkungan hidup dengan ciri-ciri: 1)
Sustainabilitas ekonomi memuat proses ekonomi dan pertumbuhan produktivitas secara berlanjut (steady) dengan kapabilitas ekonomi dan pertumbuhan produktivitas yang memperkaya kualitas kehidupan manusia dengan tolok ukur adalah pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi.
2)
Sustainabilitas sosial politik, memuat proses perkembangan masyarakat dengan perimbangan kekuasaan antara penguasa dengan trias politiknya, pengusaha tanpa unsur monopoli, serta masyarakat madani yang berdaya diri membangun secara mandiri peningkatan kesejahteraan. Tolok ukurnya adalah pemberdayaan, partisipasi, mobilitas sosial, keterikatan sosial, identitas budaya dan kelembagaan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
3)
Sustainabilitas lingkungan memuat keberlanjutan fungsi ekosistem dalam menopang sistem kehidupan alami
menghidupi seluruh
komponen lingkungan termasuk manusia. Tolok ukur dimensi ekologi adalah integrasi ekosistem, daya dukung lingkungan, keanekaragaman hayati dan isu global. Pemanfaatan sumberdaya di setiap kawasan ruang berdasarkan kriteria teknis dan ekosentris; Pengkajian dampak lingkungan dan upaya pengendalian terhadap kegiatan yang berdampak penting dengan memperhitungkan azas manfaat, pemerataan dan budaya masyarakat lokal; Pengawasaan dan penegakan hukum, serta Berfungsinya kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam pengendalian dalam lingkungan hidup (Perbatakusuma et al, 2005).
2.2.
Pengertian Konservasi Menurut kamus Bahasa Indonesia kontemporer (Salim dan Salim, 1991),
Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan. Pengertian
konservasi
sumberdaya
alam
menurut
Undang-Undang
tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 adalah pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin pemantapannya secara bijaksana dan bagi sumberdaya terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Berdasarkan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
hal tersebut maka yang dimaksud dengan konservasi adalah suatu upaya pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin: 1. Perlindungan terhadap berlangsungnya proses-proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, seperti perlindungan terhadap siklus udara, air, tanah sistem hidrologis dan lainnya. 2. Pengawetan sumberdaya alam dan keanekaragaman sumber plasma nutfah, seperti pengawetan tanah, air flora dan fauna dan lainnya. 3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan lingkungan seperti penggunaan lahan. Menurut UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1990). Di mana konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah kebijakan nasional yang didukung oleh peraturan perundangan (Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 yang dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999) dan diperkuat dengan Undang-Undang
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati, yang mana undang-undang ini terlahir sebagai dampak
meratifikasi
konvensi
keanekaragaman
hayati.
Konvensi
tersebut
menimbulkan hak dan kewajiban bagi semua warga tidak terkecuali melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dalam konvensi. Seiring dengan perkembangan dinamisasi kehidupan dan pemerintahan, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kehutanan mengalami penyempurnaan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang ini menjadi dasar dan patokan Departemen Kehutanan dalam menentukan arah kebijakan dalam pengelolaan kehutanan di Indonesia. Departemen Kehutanan dalam mengatur pengelolaannya dalam tataran pelaksanaan kegiatannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002. Dengan berpijak pada aturan perundang-undangan, Departemen Kehutanan mengarahkan kebijakan yang kemudian lahir kebijakan prioritas pembangunan kehutanan. Sesuai kebijakan prioritas Menteri Kehutanan Nomor 456/Kpts-II/2004, Kebijakan Pembangunan Prioritas Kehutanan tahun 2004-2009 diarahkan pada: 1. Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal. 2. Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan. 3. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan. 4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. 5. Pemantapan kawasan hutan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
2.3.
Konservasi Sumberdaya Alam Konservasi sumberdaya alam di Indonesia sudah dimulai sejak zaman
Belanda, namun pada tahun 1967 Negara Republik Indonesia baru menetapkan Undang-Undang tentang Pokok Kehutanan yang di dalamnya antara lain mengatur bentuk-bentuk kawasan perlindungan alam yakni hutan lindung, cagar alam, suaka marga satwa, taman wisata, dan taman buru dan sejak itulah konservasi sumberdaya alam dikembangkan. Pada tahun 1970-an, konservasi sumberdaya alam di Indonesia berkembang lagi dan memiliki strategi baru yang bertujuan untuk: 1. Memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan. 2. Menjaga keanekaragaman genetik. 3. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem. Kebijakan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (terutama UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya) dan menginduk pada kebijakan Departemen Kehutanan. Kebijakan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam periode 2005-2009 adalah: 1. Memantapkan pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, terutama harus jelas batas, kriteria, norma dan standar pengelolaan kawasan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
2. Memantapkan perlindungan hutan dan penegakan hukum. 3. Mengembangkan secara optimal pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian. 4. Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
2.4.
Peranan Kawasan Konservasi dalam Pembangunan Pembangunan adalah proses yang berjalan terus-menerus dan untuk mencapai
hasil optimal, maka segala sumber pembangunan yang tersedia perlu digunakan secara terencana dan dengan memperhatikan skala prioritas pada setiap kurun waktu yang tertentu. Salah satu sumberdaya pembangunan adalah sumberdaya alam (Suparmoko, 1994). Dalam memanfaatkan sumberdaya alam di samping harus berdaya guna, juga harus terpelihara secara lestari bagi pembangunan nasional yang akan berguna sepanjang kehidupan manusia, peranan konservasi sangat berarti dalam menunjang pembangunan, adapun peranan atas kawasan konservasi dalam pembangunan menurut Soemarja (1988) meliputi: 1. Menyelamatkan usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan. 2. Pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa. 4. Pendukung pembangunan bidang pertanian dan perkebunan. 5. Sebagai keseimbangan lingkungan hidup.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
6. Manfaat bagi kehidupan manusia. Kendala dalam mewujudkan konservasi tersebut lebih lanjut Soemarja (1988), mengatakan: 1. Masih tingginya ketergantungan penduduk kepada sektor pertanian. 2. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi. 3. Kurangnya dana untuk pengelolaan. 4. Tumpang tindihnya kepentingan konservasi dengan pembangunan lainnya.
2.5.
Taman Nasional Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmupengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990). IUCN (1994) mendefinisikan Taman Nasional sebagai daerah yang berupa daratan atau lautan, yang didesain untuk: (a) memelihara keutuhan ekologi dari satu atau lebih ekosistem bagi generasi kini dan masa depan, (b) melarang kegiatan eksploitasi atau pekerjaan yang bertentangan dengan maksud dan tujuan taman nasional dan (c) menyiapkan dasar bagi rohani, kegiatan ilmiah, pendidikan, rekreasi dan kesempatan pengunjung yang semuanya harus sesuai lingkungan dan budaya. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan taman nasional dikategorikan sebagai kawasan lindung, merupakan satu
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
komponen yang menyusun suatu pola keruangan berdasarkan fungsi utama kawasan. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
2.6.
Urgensi Taman Nasional Batang Gadis Pembangunan TN. Batang Gadis seiring dengan pembangunan Kehutanan
yang mengacu pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) yang bertujuan untuk mendapatkan sebesar-besarnya manfaat bagi kesejahteraan rakyat dengan mengkonservasi dan melestarikan fungsi hutan. Untuk memenuhi maksud tersebut, dilakukan kegiatan kegiatan yang menekankan konservasi sumberdaya alam dan pengawetan jasa lingkungan. Di samping itu juga memuat kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan peluang kerja/usaha; meningkatkan pendapatan negara dan daerah; dan meningkatkan pembangunan daerah. Untuk menjamin hal tersebut berjalan diperlukan dukungan peraturan perundang-undangan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan perundang-undangan nasional dan daerah, kebijakan kehutanan khususnya yang terkait dengan konservasi sumberdaya alam, kebijakan dalam penataan ruang dan pengembangan wilayah, dan terutama kebijakan tentang pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis (Perbatakusuma et al, 2005).
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Kawasan hutan alam seluas 108.000 hektar di Kabupaten Mandailing Natal atas prakarsa dan dorongan komitmen kuat dari Pemerintah Daerah dan masyarakat telah ditunjuk sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan nama Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) oleh Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.126/MenhutII/2004. Saat ini pengelolaannya dilakukan oleh Balai Taman Nasional Batang Gadis. Komitmen politik Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal tersebut perlu dilanjutkan dengan berbagai upaya kontruktif guna mendukung kelestarian taman nasional, agar kemanfaatan jangka panjangnya dapat memenuhi kebutuhan lintas generasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Conservation International Indonesia (Midora, 2006), berdasarkan hasil analisis dari manfaat dan biaya ekonomi menunjukkan bahwa pilihan menetapkan kebijakan konservasi TNBG merupakan pilihan yang tepat untuk Kabupaten Mandailing Natal, karena memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar, jika dibandingkan dengan manfaat dari kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstraktif dan lebih banyak pihak yang diuntungkan secara ekonomi, seperti masyarakat setempat yang tergantung pada sektor pertanian, pemerintah daerah, pihak swasta penyelenggara pariwisata dan komunitas internasional. Diperkirakan nilai manfaat ekonomi bersih atau subsidi ekologis dari adanya pembentukan Kawasan TNBG adalah sebesar Rp. 67 Triliun. Diperkirakan nilai manfaat ekonomi dari pembentukan TNBG sebesar Rp. 66,8 Triliun. Nilai ini meliputi
nilai pemanfaatan alternatif berupa manfaat pilihan potensi ekowisata
(Rp. 64 Triliun), dan manfaat tidak langsung berupa Daerah Aliran Sungai (Rp. 24,8 Milyar) dan simpanan karbon (Rp. 2,1 Triliun), serta manfaat non konsumtif
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
keanekaragaman hayati (Rp. 809 Milyar). Sedangkan, nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya TNBG, sebagai akibat hilangnya nilai pemanfaatan kuantitatif berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu dan biaya pengelolaan taman nasional diperkirakan sebesar Rp. 0,203 Triliun. Nilai manfaat ekonomi bersih TNBG akan lebih besar, karena belum mencakup nilai manfaat ekonomi dari hasil hutan non kayu lainnya berupa sarang burung walet dan nilai kerugian yang ditimbulkan kegiatan ekstraktif eksploitasi pertambangan emas (Midora, 2006).
2.7.
Tantangan dan Ancaman Konservasi Taman Nasional Batang Gadis Saat ini masalah utama dalam perlindungan dan pengelolaan TNBG adalah
menemukan jawaban yang realistis terhadap begitu banyaknya ancaman terhadap kawasan konservasi, dan untuk mengurangi tekanan terhadap TNBG, sehingga terlindunginya nilai-nilai kualitas utama TNBG yang dinyatakan dengan istilah-istilah seperti keanekaragaman biota dan ekosistem, sumber daya nutfah, nilai-nilai daerah aliran sungai dan simpanan karbon, potensi untuk ekowisata, nilai penunjang budidaya, pendidikan dan penelitian. Suatu jawaban yang tidak menganggap konservasi dan pembangunan ekonomi sebagai dua hal yang terpisah dan bahkan saling bertentangan (Perbatakusuma et al, 2005). Ancaman terhadap keberlangsungan TN. Batang Gadis berasal dari aktivitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya. Untuk memahami permasalahan gangguan dan ancaman di TN. Batang Gadis diperlukan pengkajian aspek ekologi, sosial, ekonomi dan politik. Kajian ini diawali
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
dengan mengidentifikasi tekanan yang dialami kawasan yang dapat menyebabkan perubahan kawasan. Selanjutnya setelah diketahui tekanan apa yang dialami kawasan TN. Batang Gadis, dilanjutkan dengan identifikasi sumber tekanan kawasan tersebut. Selanjutnya dengan berpatokan pada analisis ekologi tekanan dan sumber tekanan tersebut dilakukan pengkajian untuk mendapatkan dugaan besarnya ancaman (Perbatakusuma et al, 2005). Identifikasi tekanan kawasan dilakukan dengan diskusi dengan masyarakat, koordinasi dengan instansi terkait, data mengenai kerusakan kawasan dan pengamatan langsung (Perbatakusuma et al, 2005). Di TN. Batang Gadis diketahui tekanan terhadap kawasan adalah: 1. Pembukaan lahan pertanian dan pemukiman. 2. Perambahan hutan. 3. Penebangan liar. 4. Rencana pengembangan dan pengelolaan tambang. 5. Pembuatan jalan poros penghubung daerah Pantai Barat dengan pusat pengembangan ekonomi. 6. Pengambilan hasil hutan non kayu. 7. Pengembangan wisata alam. 8. Perburuan satwa. 9. Tumpang tindih kawasan dengan perusahaan tambang PT. Sorik Mas Mining. 10. Enklave Batahan. 11. Keberadaan pengungsi dari suku Nias.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Dengan mengetahui seberapa besar ancaman maka akan menjadi dasar dalam penentuan peringkat prioritas kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi atau meniadakan ancaman ataupun mengubah ancaman menjadi peluang (Perbatakusuma et al, 2005). Dari telaah di atas, dihasilkan langkah strategi untuk meminimalisasi ancaman adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penegakan keamanan untuk pemutusan rantai jual beli serta pengangkutan kayu yang berasal dari kawasan. 2. Penyelesaian konflik dengan mempertegas legalitas bagi perusahaan tambang PT. Sorek Mas Mining. 3. Peningkatan
pandapatan masyarakat dengan
pengembangan
ekonomi
alternatif dan pendampingan. 4. Pengaktifan dan mengembangkan hutan rakyat untuk memenuhi kebutuhan kayu dan peningkatan pendapatan masyarakat. 5. Peningkatan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan. 6. Pengamanan dan perlindungan kawasan. 7. Mempercepat tata batas dan penataan kawasan.
2.8.
Penataan Kawasan Penataan Zonasi TN. Batang Gadis akan dilakukan dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. a. Penilaian Potensi Kawasan Fungsi dari kawasan pelestarian alam adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Berdasarkan hal tersebut, maka TN. Batang Gadis yang dikelola secara zonasi dilakukan penilaian potensi untuk dasar penentuan zonasi kawasan dengan mengacu pada aspek ekologis, teknis, sosial ekonomi, pengambangan wilayah dan kebijakan pemerintah. Dengan demikian diperlukan kegiatan penilaian potensi kawasan yang mencakup potensi potensi di bawah ini: 1) Potensi keanekaragaman hayati. 2) Potensi pemanfaatan wisata. 3) Potensi pemanfaatan tradisional. 4) Potensi terjadinya konflik kepentingan. 5) Potensi pengembangan ilmu pengetahuan. 6) Potensi masalah dan sumbernya. 7) Tingkat ketergantungan masyarakat sekitar hutan dengan TN. Batang Gadis. 8) Dukungan instansi dan lembaga lain yang terkait serta dukungan kebijakan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
b. Penentuan Kriteria Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006, taman nasional dikelola secara zonasi. Adapun zona yang terdapat di dalam taman nasional adalah: zona inti; zona pemanfaatan; zona rimba; dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri Kehutanan berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Suatu kawasan ditetapkan menjadi suatu zona setelah memenuhi kriteria yang telah ditentukan: 1) Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati. 2) Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. 3) Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. 4) Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan
pemanfaatan
tradisional
oleh
masyarakat
yang
karena
kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
5) Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. 6) Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang di dalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. 7) Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
2.9.
Konservasi Harimau Sumatera Konservasi harimau (Panthera tigris) memberikan manfaat kepada komunitas
alam secara tidak langsung di luar jenis mereka (Panwar, 1987). Di beberapa negara di Asia, harimau digunakan sebagai spesies penanda bagi konservasi keanekaragaman hayati (Rabinowitz, 1991). Tetapi, sudah lebih dari satu abad semenjak harimau digolongkan dalam satwa yang terancam punah (IUCN, 2004) dan populasi harimau terus menurun di semua jenis. Penurunan ini disebabkan adanya perdagangan bagian tubuh harimau untuk pengobatan tradisional, harimau banyak dibunuh karena reputasinya sebagai pembunuh manusia (Weber and Rabinoviz, 1996), melegalkan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
pembasmian ‘harimau bermasalah’ diikuti oleh adanya konflik harimau dan manusia (Tilson et al. 1994; Seidensticker et al, 1999), pengurangan jumlah spesies mangsa oleh pemburu liar (Seidensticker, 1986; Karanth and Stith, 1999), dan peningkatan kerusakan habitat alaminya (Wikramanayake et al, 1998; Nowell & Jackson, 1996; Weber & Rabinowitz, 1996). Secara historis Indonesia memiliki tiga subspesies harimau, tetapi spesies Jawa P.t. sondaica dan spesies Bali P.t. balika sudah lama punah (Seidensticker, 1986; Seidensticker et al, 1999). Sekarang ini, hanya subspesies Sumatera, P.t. sumatrae yang bertahan dalam populasi yang terisolir di seluruh Sumatera (Tilson et al, 1994; Seidensticker et al, 1999). Pada tahun 1978, populasi harimau Sumatera diperkirakan tinggal 1000 ekor, berdasar respons kuesioner (Borner, 1978). Tahun 1985, pada 26 area yang dilindungi, ditemukan adanya harimau, dan total populasi pada lokasi-lokasi tersebut kurang lebih 800 harimau (Santiapillai and Ramono, 1987). Pada tahun 1992, analisis kelangsungan hidup (viability) populasi dan habitat (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA) harimau Sumatera, memperkirakan kurang lebih 400 – 500 harimau tinggal di taman nasional dan area lain yang tidak dilindungi (Tilson et al, 1994). Santiapilla and Ramono (1987) memperkirakan kepadatan harimau Sumatra adalah 1 ekor per 100 km2 di daerah pegunungan dan 1-3 ekor per km2 di dataran rendah. Peta sebaran harimau Sumatera dapat dilihat Gambar 1.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Gambar 1. Peta Sebaran Harimau Sumatera (Sanderson et al, 2006)
Penelitian terbaru telah menemukan melimpahnya jumlah harimau dan predator yang serupa berkorelasi positif dengan dengan kepadatan varietas binatang berkuku tunggal, utamanya rusa (Seidensticker, 1986; Sunquist et al, 1999). Di Sumatra, harimau biasanya memangsa banyak jenis rusa (Cervus unicolor) dan jenis babi (Sus scrofa) (Seidensticker, 1986). Beberapa hasil penelitian telah melaporkan penurunan populasi mamalia bertubuh besar sebagai hasil dari tekanan perburuan skala kecil (Peres, 1990; FitzGibbon et al, 1995; Peres, 2000). Biomasa satwa liar biasanya terkumpul di area di mana terdapat sejarah panjang perburuan, pemukiman manusia, dan kegiatan bercocok tanam (Jorgensen, 2000). Kinnaird et al,
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
(2003) menginterpretasikan kecenderungan dari tiga jenis mamalia terancam punah, harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah (elephas maximus), dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), yang menghuni daerah tengah hutan (interior) yang merupakan penghindaran dari aktivitas manusia yang biasanya terdapat di tepian hutan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Batang Gadis dan sekitarnya
di Kabupaten Mandailing Natal yang terletak di 99° 12' 45" ke Timur hingga 99° 47' 10" , dan 0° 27' 15” hingga 1° 01' 57" ke Utara, dengan ketinggian antara 300 dan 2145 meter di atas permukaan laut (Sorik Gunung Merapi) (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Taman Nasional Batang Gadis
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Juli 2009. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan: 1. Keberadaan TNBG dengan luas 108.000 hektar merupakan kawasan Taman Nasional ke 42 di Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan No, 126/Menhut-II/2004 tanggal 29 April 2004, dan merupakan alasan lain yang menjadikan TNBG berbeda dengan Taman-Taman Nasional lain di Indonesia. Kehadiran taman nasional tersebut adalah prakarsa dan pendorongnya berasal dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dan masyarakat setempat. Fenomena ini telah memberikan inspirasi bagi peneliti untuk memilih kawasan tersebut menjadi wilayah penelitian. 2. TNBG memiliki nilai konservasi global. Sangat disadari bahwa saat ini kelangsungan eksistensi jasa lingkungan dan modal alam yang ada di
Taman
Nasional
Batang
Gadis
tergantung
dari
bagaimana
mengelolanya secara efektif agar modal alam tersebut dapat dimanfaatkan terus menerus untuk kelangsungan hidup lintas generasi, baik pada saat ini maupun saat yang akan datang. Secara administratif, TNBG terletak di kawasan Mandailing Natal, yang terdiri dari 13 kecamatan, dan dibatasi oleh 68 desa. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan menemukan 225 jenis tanaman, dan 222 jenis tanaman vaskular yang tumbuh di taman, hampir 1% dari jumlah seluruh jenis flora di Indonesia. Meskipun sebagian besar jenis satwa yang dilaporkan Rijksen (1997) di kawasan Belantaran
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Angkola ditemukan di areal ini, namun beberapa jenis belum dapat dipastikan keberadaannya di kawasan Taman Nasional Batang Gadis, dalam hal ini orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Penelitian yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia menemukan sekitar 42 spesies mamalia hidup di sana. Taman nasional tersebut juga berperan penting sebagai tempat pengungsian/perlindungan untuk mamalia besar Sumatera, termasuk harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kucing hutan (Pardofelis marmota), kucing emas (Catopuma temmincki), anjing liar asia (Cuon alpinus), tapir (Tapirus indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), kambing gunung (Capricornis sumatraensis), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjac), lima jenis primata dan dua spesies lain (Conservation International, 2004) (Lampiran 1).
3.2.
Bahan dan Alat-alat Penelitian Alat yang dipergunakan selama penelitian lapangan adalah: Kamera trap:
(Deercam, 860 Park Lane, Park Falls, WI 54552 dan Cuddeback Digital), Global Positioning System (GPS), Peta Topografi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Landsat ETM+7, Data Curah Hujan, Kompas dan Meteran.
3.3.
Teknik Pengambilan Sampel Metode yang digunakan untuk mengetahui keberadaan satwa adalah: 1. Pengamatan langsung: Enam periode survei mamalia besar dilakukan antara bulan Februari dan Juni 2009 di TNBG menggunakan kamera infra merah
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
tersembunyi sebanyak lima buah (Deercam, 860 Park Lane, Park Falls, WI 54552 dan Cuddeback Digital), yang memiliki paket data yang merekam waktu dan tanggal pada gambar-gambarnya. Kamera diletakkan di tempat yang tinggi seperti di dahan pohon sehingga sinar infrared akan jatuh 45 cm di atas dasar hutan. Setiap kamera diprogram untuk menunda gambar yang berunutan selama 60 detik dan beroperasi secara terus-menerus seharian. Kamera akan dibiarkan selama 20 hari sebelum film diambil. Setiap gambar hewan diidentifikasikan sampai ke tingkat spesies. Kami menggunakan nomor pada gambar spesies sebagai indeks untuk ke kelimpahan relatifnya (O’Brien et al, 2003). Pemasangan kamera dilakukan di beberapa lokasi di TN Batang Gadis dan sekitarnya yaitu Sopotinjak, Aek-Nangali, Aek Nabara, Hutagodang Muda, Muara Batang Angkola dan Muara Batang Natal. 2. Pengamatan tidak langsung melalui tanda-tanda berupa suara, jejak kaki, bekas cakar, kotoran dan tanda-tanda lainnya.
3.4.
Metode Pengenalan Jenis Beragam alat bantu digunakan untuk mengenali jenis-jenis satwa sasaran.
Beberapa jenis umum yang menjadi sasaran survei dapat dikenali tanpa banyak kesulitan. Namun, banyak juga jenis yang lebih langka dan sulit untuk dikenali. Untuk pengamatan langsung binokuler paling banyak digunakan. Selain itu, kamera digital yang dilengkapi dengan lensa jangkauan jauh juga sangat membantu pendokumentasian keberadaan dan identifikasi suatu jenis satwa. Penemuan jejak
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
telapak kaki satwa yang sulit diidentifikasi secara langsung maka dilakukan pemotretan dengan skala maupun penjiplakan dengan menggambar langsung pada sebuah lembaran plastik transparan, sesuai ukuran jejak. Selain itu, alat perekam suara juga digunakan, khususnya untuk mendokumentasikan suara jenis-jenis burung yang tidak mudah dilihat secara langsung. Beragam panduan pengenalan satwa digunakan untuk mengidentifikasi jenis yang ditemukan secara langsung maupun tak langsung. Untuk mamalia secara umum digunakan buku Panduan Lapangan Mamalia (Payne et al, 2000). Untuk mengenali beragam jejak mamalia digunakan buku panduan jejak (van Strien, 1983) selain lembar panduan identifikasi jejak yang dikeluarkan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) Thailand.
3.5.
Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan program CAPTURE (PWCR Software Archive,
2006, Rexstad & Burnham, 1991) dan metode Karanth (1995), juga Karanth dan Nichols (1998), untuk memperkirakan jumlah dan kepadatan harimau, dan probabilitas capture (p-hat). Dalam model capture-recapture, estimasi kelimpahan membutuhkan populasi yang tertutup (Otis et al, 1978, White et al, 1982) artinya tidak ada penambahan (kelahiran atau perpindahan), atau pengurangan (kematian atau emigrasi) selama masa pengambilan sampel (Otis et al, 1978). Penelitian ini membuat catatan sejarah pengambilan setiap harimau yang dapat diidentifikasikan dari pola garis di badannya (O’Brien et al, 2003). Penelitian
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
ini membatasi analisis dengan mengambil gambar dari salah satu sisi yang memiliki data set yang paling besar dan menangkap kembali (recaptured) individu yang tertangkap kamera sebelumnya. Hasil dari setiap hari penangkapan diperlakukan sebagai pengambilan sampel, dan menghasilkan rata-rata 20 penangkapan untuk analisis. Penelitian menggunakan penangkapan (capture) model M0 dengan asumsi probabilitas penangkapan (capture) harus konstan untuk setiap kelebihan waktu individu, dan model Mh yang memungkinkan probabilitas variabel penangkapan (capture) diantara individual, tetapi diasumsikan probabilitas capture adalah konstan untuk setiap over time individual (Otis et al, 1978). Untuk menentukan kepadatan, jumlah kisaran harimau dikalkulasi dengan program CAPTURE model M0 dan Mh dan dibagi dengan luasan sampling efektif. Luasan sampling efektif didefinisikan sebagai wilayah yang tercakup paling luas oleh kamera (Nichols & Karanth, 2002), ditambah dengan zona penyangga yang lebarnya sebanding dengan jarak terjauh diantara penangkapan kembali harimau-harimau (O’Brien et al, 2003).
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1. Kamera Tersembunyi Enam periode survei mamalia besar dilakukan antara bulan Februari dan Juli 2009 di TNBG menggunakan kamera otomatis yang diaktifkan dengan sinar infra merah (Deercam, 860 Park Lane, Park Falls, WI 54552 dan Cuddeback Digital), yang memiliki paket data yang merekam waktu dan tanggal pada gambar-gambarnya dioperasikan di beberapa lokasi di Taman Nasional Batang Gadis. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengambilan sampel dari Nichols and Karanth (2002). Kamera diletakkan secara acak di 16 x 16 km blok sampling di dalam kawasan (Gambar 3); (Lampiran 2). Lokasi-lokasi yang dipilih untuk penempatan kamera ini didasarkan pada survei lapangan yang luas untuk tanda-tanda sekunder harimau. Kamera diletakkan di tempat yang tinggi seperti di dahan pohon sehingga sinar infrared akan jatuh 45 cm di atas dasar hutan. Setiap kamera diprogram untuk menunda gambar yang berunutan selama 60 detik dan beroperasi secara terus-menerus seharian. Kamera akan dibiarkan selama 20 – 30 hari sebelum film/kartu memori diambil. Jumlah hari penangkapan untuk tiap film dibedakan berdasarkan waktu kamera mulai diaktifkan hingga saat film diambil, jika film tersebut telah selesai mengambil gambar yang tersisa atau ketika tanggal dan waktu telah tercetak dalam pengambilan gambar terakhir. Setiap gambar hewan diidentifikasikan sampai ke tingkat spesies. Penelitian ini menggunakan nomor pada
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
gambar spesies sebagai indeks untuk ke kelimpahan relatifnya yang mengacu pada O’Brien et al, (2003).
4 km 0.5 km
BGNP Proposed Boundary
4x4 km cell within sampling blocks
Gambar 3. Blok Sampling Berukuran 256 km2 (16 x 16 km) Terletak di Tengah Taman Nasional Batang Gadis. Blok Dibagi Menjadi 16 Sel Berukuran 16 km2 (4x4 km)
Variabel Lingkungan Data variabel lingkungan didapatkan dari peta GIS yang dikembangkan oleh laboratorium GIS CII dan peta ketinggian digital SRTM 07 (USGS, 2004). Tujuh variabel lingkungan diperoleh melalui ArcGIS 9.1 (ESRI, 2005) termasuk 1) Kemiringan (derajat), 2) Jarak ke sungai (50 m), 3) Panjang sungai (4 km), 4) Jarak dari tepi hutan ke tengah (50 m), 5) Jarak ke jalan kecamatan (km), 6) Jarak ke desa (km), dan 7) Ketinggian (50 m). Variabel-variabel ini digunakan sebagai
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
variabel penjelas dan digunakan untuk mengembangkan model prediksi penyebaran harimau. Jebakan Kamera Lima kamera dipasang selama periode Februari–Juli 2009 di lokasi yang di lokasi-lokasi yang ditentukan secara acak dan merupakan kelanjutan dari pemantauan yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya yaitu delapan kamera digunakan untuk mensurvei mamalia besar yang dilakukan antara Desember 2005 dan Juli 2006 dengan menggunakan kamera otomatis pasif. Karena adanya masalah logistik, maka tidak dapat mempertahankan proses sampling agar sama pada setiap pengambilan. Dalam situasi seperti ini, penelitian ini lebih difokuskan pada kegiatan pengambilan gambar yang dilakukan di lokasi optimum dengan probabilitas (kemungkinan) tertinggi penangkapan harimau. Di area di mana jumlah mangsa rendah, seperti hutan hujan primer, kamera bisa disebar dengan jarak 5–10 km (Karanth et al, 2002). Hal ini mengarahkan penelitian pada: 1) Perluasan aktivitas sampling hingga 20–30 per hari untuk meningkatkan probabilitas penangkapan, 2) Mengurangi jumlah kamera menjadi 1–2 kamera per sel berukuran 4 x 4 km untuk memperluas area sampling dan dapat meningkatkan kesempatan mencakup ruang lingkup habitat asli harimau. Dengan situasi seperti itu, harus memperhatikan estimasi kepadatan harimau dengan hati-hati dengan pertimbangan asumsi populasi tertutup. Selama penelitian, total 102 film digunakan untuk 32 lokasi (Gambar 4). Distribusi film-film tersebut sebagai fungsi ketinggian dan perbandingan antara ketinggian ditampilkan dalam blok dan taman
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
nasional pada Gambar 3. Selama penelitian gambar yang tertangkap oleh kamera sebanyak 364 foto hewan dari setidaknya 24 spesies dari jumlah hari penangkapan 1728. Jumlah gambar per spesies untuk harimau dan mangsanya berkisar dari 4 untuk rusa sambar dan 77 beruk. Dan kegiatan penangkapan yang diperlukan untuk mengumpulkan foto setiap spesies berkisar 432 malam untuk rusa sambar dan 22 malam untuk beruk (Lampiran 3). 35
50 45
30
40
25
35 30
20
Area (%)
25
15
20 15
10
10
5 0
Kamera
5 500-750
750-1000
1000-1250
1250-1500
0
Gambar 4. Penyebaran Kamera yang Diletakkan Berdasarkan Ketinggian. Segitiga adalah Jumlah Kamera, Balok Hitam adalah Area Ketinggian di Taman Nasional dan Balok Abu-Abu adalah Area Ketinggian di Blok Sampling Estimasi Populasi Harimau Jumlah foto harimau yang berhasil tertangkap oleh kamera selama periode pengamatan Februari hingga Juli 2009, sebanyak 18 foto pada enam titik pengamatan yang belum dapat diidentifikasi lebih lanjut termasuk yang terulang (duplikat); 11
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
di kiri dan 7 di kanan (Lampiran 6). Pada pengamatan sebelumnya, total 20 foto harimau dikumpulkan selama pemantauan, termasuk yang terulang (duplikat) dan harimau yang tidak teridentifikasi; 10 di kiri dan 10 di kanan. Dari semua itu, satu gambar, yang menangkap sekali setiap sisi, kanan dan kiri, memiliki kualitas gambar yang kurang baik atau tidak teridentifikasi. Jumlah hewan yang unik diidentifikasi dari kiri ke kanan adalah 6 dan kurang lebih 6. Jadi selama pemantauan, minimum 6 dan maksimum 12 harimau tertangkap oleh kamera. Tiga harimau terpotret sisi kanan, dan hanya 1 harimau dari sisi kiri. Perbandingan jantan dan betina berdasarkan indentifikasi positif adalah 3:1 untuk kedua sisi kanan dan kiri, lebih banyak harimau jantan; sebuah indikasi populasi yang tidak sehat (Tabel 1). Tabel
Sisi
1.
Rangkuman Foto Harimau, Individu yang Teridentifikasi, Penangkapan Ulang, Rasio Jantan dan Betina di Taman Nasional Batang Gadis
Jumlah Foto
Foto yang Tidak Teridentifikasi
Individu Unik
Individu yang Tertangkap Ulang
Jenis Kelamin Jantan
Betina
Jantan?
Betina?
Tidak Teridentifikasi
Kiri
10
1
6
3
3
1
1
1
0
Kanan
10
1
6
1
3
1
1
1
0
Total
20
2
12
4
6
2
2
2
0
Menggunakan program CAPTURE model M0, penelitian ini memperkirakan probabilitas penangkapan rata-rata (p-hat) 0.05, sebuah nilai relatif rendah dibanding penelitian lain (e.g. Karanth 1995; Karanth and Nichols 1998; Kawanishi and Sunquist 2004). Perkiraan besar populasi harimau pada area sampel untuk periode sampling pertama adalah 9 ± 3.2, dengan 95% confidence interval (CI) 6–27 individu. Coefficient variation (CV) adalah 35.6, lebih tinggi relatif pada M0 (e.g. O’Brien et
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
al, 2003; Kawanishi and Sunquist 2004). Untuk model Mh, perkiraan rata-rata probabilitas penangkapan (p-hat) adalah 0.08, lebih tinggi dari pada model M0. Prakiraan besar populasi harimau pada area sampel adalah 6 ± 2.4, dengan CI 95% dari 6–21 individu. Nilai CV adalah 0.4, lebih tinggi relatif terhadap model M0 dan dari pada penelitian lain (e.g. O’Brien et al. 2003; Kawanishi and Sunquist, 2004), menunjukkan kurangnya ketepatan. Sebuah tes penutup yang disediakan dalam program CAPTURE menunjukkan bahwa populasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada populasi tertutup (p=0.5). Bagaimanapun, Otis et.al, (1978) memperingatkan bahwa ketika ukuran sampel kecil, tes seperti itu tidak dapat digunakan untuk menemukan kekurangan penutupan. Hasil penelitian ini juga memperkirakan jarak terjauh penangkapan antar individu adalah 9 km, dari total cakupan sampling efektif seluas 841 km2. Karena harimau biasanya hanya berada di tengah hutan (Kinnard et.al, 2003), maka perhitungan sampel habitat efektif dengan mengurangkan jumlah habitat terbuka dari total sampel area efektif. Luas area sample habitat yang sesuai adalah 532 km2. Dikombinasikan dengan estimasi besar populasi harimau, diperkirakan kepadatan harimau adalah 1.7 dan 1 harimau/100km2 untuk model M0 dan Mh. Nilai CI 95% dari model M0 dan Mh adalah 1.1–5.1 harimau/100 km2 dan 1.1–3.9 harimau/100 km2. Model Mh juga memungkinkan variabel probabilitas penangkapan antar individu.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Pola Aktivitas Harimau dan Mangsanya Pola aktivitas harian dari beruk (Macaca nemestrina) dan kuau (Argusianus argus) utamanya dilakukan dalam sehari. Tapir pada malam hari, sementara harimau dan kijang tampaknya tidak memiliki pola yang pasti (Gambar 5A–5D). Penelitian ini tidak mengevaluasi pola aktivitas babi hutan (Sus scrofa) dan rusa sambar (Cervus unicolor) karena terbatasnya jumlah sampel. Pola harian dari keempat spesies tersebut sama dengan yang disampaikan Wibisono (2006) dan O’Brien et al, (2003). 1.2
A
Harimau Sumatera
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
7 6 5 4 3 2 1 0
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
12
23
24
1
2
3
4
5
6
19
20
21
22
19
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5
6
19
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5
6
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5
6
Kijang
B
7
18
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Beruk
C
10 8 6 4 2 0 7
3.5 3.0
8
9
10
11
12
13
14
15
16
D
17
18
Burung Kuau
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
10 8
Tapir
E
6 4 2 0
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5
6
Gambar 5. Pola Aktivitas Harian dari (A) Harimau (Tidak Ada Pola), (B) Kijang (Tidak Ada Pola), (C) Beruk (Diurnal), (D) Burung Argus (Diurnal) dan Tapir (Nocturnal) di Taman Nasional Batang Gadis. Jam Setelah Tengah Malam adalah Sumbu X, Jumlah Hewan adalah Sumbu Y
4.2.
Pembahasan Kepedulian tentang hilangnya jenis dan penurunan biodiversitas telah
menghasilkan banyaknya upaya untuk melestarikan hutan, dalam hubungannya dengan pencegahan kepunahan jenis lokal maupun terhadap kekayaan jenis atau komposisi jenis secara umum. Dampak pengelolaan hutan terhadap biodiversitas adalah penurunan populasi, kemungkinan kepunahan jenis, bahkan berkaitan dengan penurunan keragaman genetik yang diakibatkan oleh perubahan demographik hutan, fragmentasi hutan dan penurunan kualitas habitat. Oleh karena itu hasil-hasil penelitian akan memperkuat upaya pelestarian jenis maupun perluasan kawasan konservasi. Kerusakan habitat, fragmentasi dapat menurunkan populasi dan nilai lanskap dalam pelestarian populasi satwa liar. Banyak jenis mamalia di alam telah mendekati “minimum viable population size” dan 20-50% jenis diprediksi akan punah pada tahun 2100 (Silva and Downing, 1994). Berdasarkan kekhawatiran tersebut, maka penelitian populasi dan distribusi satwa mamalia, khususnya mamalia besar adalah
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
sangat penting. Dalam hal ini minimum viable population akan semakin kecil untuk jenis satwa dengan berat badan besar. Jenis mamalia besar langka lain di kawasan Taman Nasional Batang Gadis adalah
harimau
(Panthera
tigris
sumatrae),
kambing
hutan
(Capricornis
sumatraensis), tapir (Tapirus indicus), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Krisis potensial yang dihadapi harimau di Sumatera telah disampaikan dalam dokumen Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2007–2017. Berdasarkan penelitian Karanth (1995), kerapatan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) antara 13,3-14,7 individu/100km2 atau 0.15 individu/km2. Beberapa jenis satwa besar tidak diragukan akan dapat beradaptasi dengan baik dalam populasi rendah, seperti harimau dengan nilai minimum variabel populasi 0,02, di samping itu populasi karnivora besar lebih rendah dari populasi herbivora (Silva and Downing, 1994). Dalam hal ini Panthera tigris telah digunakan sebagai flagship species dalam upaya melindungi kawasan dan biodiversitas di beberapa negara Asia (Karanth, 1995). Model M0 dan Mh, memberikan estimasi rata-rata 9 dan 6 harimau muncul di area sampel. Bagaimanapun, model Mh nampak lebih bisa diandalkan karena memungkinkan adanya variabel probabilitas penangkapan (capture), dan lebih kuat melawan berbagai asumsi (Nichols and Karanth 2002). Nilai CV dari model tersebut dimungkinkan akibat dari rendahnya ukuran sampel, dan aktivitas sampel yang tidak seimbang diantara ulangan. Rata-rata kepadatan 1.1 harimau/100 km2 dibandingkan dengan penelitian lain di habitat harimau yang memiliki ketinggian lebih besar
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
di Sumatera. Santiapillai and Ramono (1987) memperkirakan kerapatan harimau adalah 1 individu/km2 di hutan bergunung di Sumatera. Sementara Borner (1987) memperkirakan kepadatan harimau adalah 1.1 individual/100 km2 di habitat pegunungan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Dengan asumsi nilai kepadatan itu merepresentasikan rata-rata kepadatan di habitat yang sesuai di perbatasan taman nasional dan temuan selama penelitian ini berlangung, penulis memperkirakan rata-rata 12–18 ekor harimau hidup di area TNBG dan sekitarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa taman nasional tersebut memiliki harimau dalam jumlah sedikit. Bagaimanapun, perkiraan semacam itu harus disikapi dengan hati-hati karena beberapa hal: 1) Kegiatan sampling yang tidak seimbang (jumlah kamera) diantara ulangan, mungkin akan menimbulkan adanya ‘celah’ sehingga harimau bisa masuk ke area sampel tanpa terambil gambarnya, 2) periode sampling yang panjang pada penelitian ini mungkin berlawanan dengan asumsi tertutup. Meskipun tes tertutup yang dilakukan pada analisa ini memberi kesimpulan bahwa populasi ini tidak memiliki perbedaan signifikan dari populasi tertutup, Otis et al, (1978) memperingatkan bahwa test seperti itu tidak seharusnya digunakan untuk mendeteksi ketertutupan bila ukuran sampel kecil, 3) Besar koefisien variasi, menunjukkan rendahnya ketepatan, 4) Menghitung kerapatan harimau pada bagian lain taman, dan 5) Lingkup area sampel mungkin tidak mewakili lingkup sesungguhnya karena jarak terjauh antar penangkapan harimau yang digunakan sebagai buffer tambahan pada analisa ini mungkin tidak mewakili habitat asli (home range) pada area khusus ini.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Penelitian yang lalu telah menggunakan jarak antara penangkapan individu untuk memperkirakan area yang disurvei oleh kamera (Karanth and Nichols, 1998, Kawanishi and Sunquist, 2004, O’Brien et al, 2003), sebuah area yang rawan untuk perhitungan kerapatan populasi. Hal ini secara khusus dibenarkan pada penelitian tentang hewan yang memiliki keragaman yang luas dan dan secara alamiah memiliki kerapatan yang rendah seperti harimau, yang seringkali menghasilkan ukuran sampel yang rendah. Sebuah rangkuman dari hubungan antara karnivora dan mangsanya menunjukkan bahwa kerapatan karnivora memiliki korelasi positif dengan kepadatan mangsa (Fuller and Sievert, 2001). Sebuah tinjauan menyeluruh dari penyebaran harimau di Asia Tenggara konsisten dengan berperan sertanya harimau sebagai predator besar di komunitas hewan besar berkuku tunggal, di mana jenis rusa adalah komponen utama (Seidensticker, 1986; Sunquist et al, 1999). Sebuah perbandingan hubungan antara harimau dan mangsanya di lima wilayah di selatan Asia telah menunjukkan bahwa kepadatan harimau memiliki korelasi positif dengan kepadatan biomasa mangsa (Sunquist et al, 1999). Penelitian lain menemukan bahwa berlimpahnya jumlah harimau dan predator yang mirip berkolerasi positif dengan kerapatan hewan berkaki satu dengan berbagai ukuran (Karanth and Sunquist, 1995; Karanth and Nichlos, 1998). Di Sumatera, mangsa utama harimau adalah babi-babian dan binatang besar berkuku tunggal (Seidensticker, 1986). Penelitian Wibisono et al, (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara harimau dan 7 spesies mangsa di TNBG. Secara mengejutkan, rusa
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
sambar (Cervus unicolor) dan babi liar (Sus scrofa), mangsa utama harimau, hanya tertangkap kamera 4 dan 9 kali. Ini bisa jadi merupakan indikasi bahwa area tersebut miskin ketersediaan hewan mangsa. Habitat yang berbeda bisa menunjukkan hubungan yang berbeda antara harimau dan mangsanya. Hal yang diungkapkan oleh Otis et al, (1978) sesuai dengan penelitian ini, bahwa di lokasi tertangkapnya gambar harimau tidak berhubungan dengan banyaknya jumlah mangsa yang tertangkap kamera. Diantara 3 blok pemasangan kamera, hanya dua blok yang dijumpai adanya harimau yaitu blok tengah dan blok utara, sedangkan pada blok selatan, walaupun dijumpai beberapa mangsa seperti rusa, babi hutan dan beruk tetapi tidak satupun gambar harimau yang tertangkap kamera. berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa di lokasi blok selatan, banyak dijumpai kawasan hutan yang sudah mulai berubah fungsi menjadi perkebunan masyarakat. Di taman nasional Taman Negara, Malaysia, mangsa harimau yang paling penting adalah babi liar (Sus scrofa) dan kijang (Muntiacus muntjak) (Kawanishi and Sunquist, 2004), sementara di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), harimau hanya memangsa rusa sambar (Wibisono, 2006). Kijang (Muntiacus muntjak) dan tapir (Tapirus indicus) adalah mangsa potensial RAI ketiga dan ke empat, mereka lebih mungkin tersebar di seluruh kawasan sampling. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa penyebaran kijang tidak nampak memprediksikan penyebaran harimau di TN. Bukit Barisan Selatan. Bagaimanapun, penulis percaya bahwa kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa (Cervus unicolor) adalah makanan penting bagi harimau di taman itu. Sama halnya,
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Miguelle et al, (1999) tidak menemukan korelasi kuat antara penyebaran harimau Amur dan mangsanya, babi hutan. Di sisi lain, tapir sebagai mangsa harimau masih dipertanyakan. Harimau dipandang sebagai generalis habitat (Schaller, 1967). Secara konsisten, Griffiths (1992) menemukan bahwa tanda-tanda harimau menurun dengan meningkatnya ketinggian di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang mungkin hal tersebut disebabkan rendahnya jumlah mangsa pada ketinggian yang lebih besar. Santiapillai and Ramono (1985) menyatakan bahwa pada habitat primer seperti hutan dataran rendah di propinsi Bengkulu, kepadatan harimau dapat mencapai 3.7 individu/100 km2. Lebih lanjut, Santiapillai and Ramono (1987) memperkirakan kepadatan 1–3 individu/100 km2 di hutan di dataran rendah, dan 1 individu/ km2 di hutan pegunungan Sumatera. Di hutan dataran rendah Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung, kepadatan harimau berkisar antara 2.3 dan 3.00 individu/100 km2 (Nash and Nash, 1985). Sementara di pegunungan TNGL, Borner (1987) memperkirakan kepadatan harimau adalah 1.1 individu/100 km2. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa keberadaan harimau lebih sering dijumpai di kawasan hutan taman nasional yang jauh dari pemukiman penduduk yang dekat dengan batas kawasan hutan, seperti yang dikemukakan oleh Wibisono et al, (2008) yang menemukan bahwa kehadiran harimau menurun dengan jarak dari tepi hutan ke tengah hutan. Hal ini sesuai dengan Kinnaird et al, (2003). Berdasarkan data kamera, mereka menemukan bahwa di TNBBS harimau diambil gambarnya lebih dari dua kali pada jarak lebih dari 2 km dari perbatasan hutan dibanding pada jarak yang
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
lebih dekat. Seperti Kinnard et al, (2003), penulis menginterpretasikan bahwa kecenderungan munculnya harimau di tengah hutan sebagai bentuk penghindaran terhadap kehadiran manusia yang mengurangi lingkup dan meningkatkan gangguan pada daerah di tepian hutan. Selama periode penelitian dijumpai dua kali kasus penyerangan harimau terhadap manusia di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk. Sebaliknya, model prediktif dari penyebaran harimau (Wibisono et al, 2008) (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kemunculan harimau pada kepadatan yang lebih tinggi terdapat di dekat tepi hutan. Salah satu penjelasan yang memungkinkan adalah ketinggian nampaknya memiliki efek negatif lebih tinggi pada kepadatan harimau dibanding dengan jarak dari tepi hutan ke tengah hutan. Hal ini masuk akal karena ketinggian yang besar biasanya ditandai dengan lebih banyak relief tanah yang tidak rata, keanekaragaman hayati yang lebih rendah, dan lebih sedikit mangsa. Jadi peningkatan kepadatan harimau sebagai fungsi jarak dari tepi hutan ke tengah terkompensasi oleh tingginya penurunan kepadatan sebagai fungsi ketinggian. Model penyebaran juga mengindikasikan bahwa harimau cenderung lebih banyak di daerah tepi hutan pada beberapa lokasi. Hal ini secara potensial akan meningkatkan potensi konflik harimau dan manusia. Jadi, model tersebut dapat digunakan sebagai indikator awal untuk menentukan dimana intervensi konservasi harus difokuskan pada masa yang akan datang dengan sedapat mungkin menghindari konflik harimau dan manusia dan perlindungan terhadap habitat.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Bagaimanapun juga, sebuah penelitian lebih jauh diperlukan untuk membangun model spasial yang lebih baik untuk penyebaran harimau. TNBG adalah taman nasional baru yang sangat penting untuk menghubungkan dua blok hutan besar yaitu ekosistem Angkola dan Barumun–Rokan. Peneliti menemukan bukti dari individu harimau yang sama yang terfoto pada dua kamera yang berbeda yang diletakkan di bagian utara dan selatan taman nasional (Lampiran 5). Bukan hal yang umum bila harimau bergerak melewati desa-desa yang ada diantara kedua bagian itu. Peneliti menduga bahwa harimau tersebut bergerak melalui tanah genting kecil hutan yang menghubungkan kedua bagian itu. Yang kedua, berdasar pada indikasi positif, kami menemukan bahwa perbandingan jantan dan betina adalah 3:1 lebih dominan jantan. Hal ini merupakan indikasi populasi yang tidak sehat, atau populasi yang tidak tertutup selama penelitian. Jika kemudian, bahwa harimau yang terfoto sebelumnya kemungkinan besar adalah pelintas. Jika demikian, maka taman nasional tersebut berpotensi sebagai koridor alami yang penting dari kedua lansekap hutan. Jadi, harus ada usaha lebih lanjut untuk melakukan tes hipotesa tersebut. Dalam dokumen terbaru Menentukan Prioritas untuk Konservasi dan Pemulihan Harimau Liar: 2005-2015 (Sanderson et al, 2006), Taman Nasional Batang Gadis tersebut dikategorikan sebagai Tiger Conservation Landscape (TCL) 3; salah satunya karena ukuran lahannya. Salah satu mandat adalah untuk meningkatkan status TCL dengan meningkatkan ukuran TCL tersebut. Menyatukan TNBG dengan Angkola dan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Barumun–Rokan dapat meningkatkan status lahan tersebut. Peneliti memperkirakan total lebih dari 6500 km2 dengan menyatukan Angkola, TNBG dan Barumun–Rokan. Jika diterapkan estimasi kepadatan harimau TNBG di keseluruhan area, perkiraan kasar kurang lebih ada 76 harimau yang hidup di area tersebut, sebuah kontribusi yang cukup penting untuk populasi total harimau Sumatera. Sementara tekanan perburuan diyakini merupakan hal yang biasa di tempat habitat harimau lain di Sumatera, sebuah rangkaian kuesioner yang berdasar survei dilakukan oleh Sulistiowati dan Sunjaya (2006) di desa-desa di seputar taman, tidak menemukan bukti perburuan harimau, memberikan optimisme ketahanan/kelangsungan hidup jangka panjang harimau di taman tersebut. Penelitian seperti itu menunjukkan bahwa ancaman terbesar bagi harimau adalah konflik dengan manusia dalam perebutan ruang hidup dibanding perburuan langsung harimau. Konflik manusia – harimau telah terjadi di wilayah penebangan atau bekas wilayah penebangan, dan hasilnya dua ekor harimau terbunuh. Lebih lagi, habitat harimau telah sangat dirusak dengan bertambahnya konversi area hutan menjadi tempat bercocok tanam dan pertanian. Ancaman lainnya adalah pertambangan emas yang banyak berada di tengah taman nasional. Aktivitas-aktivitas seperti itu meningkatkan interaksi antara manusia dan harimau. Lebih jauh, satu foto harimau betina dengan puting yang membesar yang tertangkap kamera dan satu yang secara alamiah membunuh seekor anak harimau yang ditemukan baru-baru ini memberikan indikasi populasi harimau di taman nasional tersebut masih produktif.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
4.2.1.
Zonasi Pengelolaan
Pembangunan Taman Nasional Batang Gadis merupakan bagian strategi kebijakan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, yang merupakan penjabaran dari kebijakan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Upaya yang didasarkan pada arah kebijakan yaitu dengan memprioritaskan pengembangan sistem pengelolaan TN. Batang Gadis yang profesional sehingga dapat efektif dan efisien; Penguatan kelembagaan dan kemitraan; Optimalisasi manfaat; Pengembangan ilmu pengetahuan dan pelatihan; Penguatan kemandirian masyarakat sekitar kawasan; Kesejateraan masyarakat. Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Tujuan pengelolaan tersebut terjabarkan dalam upaya optimalisasi fungsi kawasan sebagai perlindungan sistem peyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan kegiatan yang merupakan jembatan pencapaian tujuan diperlukan strategi yang diibaratkan sebagai katalisator dalam pencapaian tujuan dan sasaran. Strategi pengelolaan TN. Batang Gadis yang utama adalah menanggulangi ancaman dan mengoptimalkan/mengembangkan peluang dan dukungan terhadap keberlangsungan TN. Batang Gadis.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Ancaman terhadap keberlangsungan TN. Batang Gadis berasal dari aktivitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya. Untuk memahami permasalahan gangguan dan ancaman di TN. Batang Gadis diperlukan pengkajian aspek ekologi, sosial, ekonomi dan politik. Kajian ini diawali dengan mengidentifikasi tekanan yang dialami kawasan yang dapat menyebabkan perubahan kawasan. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah, ditambah lagi dengan belum adanya penataan batas secara definitif, maka semakin rentan pula kawasan Taman Nasional Batang Gadis terhadap gangguan dan tekanan yang menyebabkan kerusakan hutan dari berbagai pihak yang memikirkan kepentingan sesaat. Setelah diketahui tekanan apa yang dialami kawasan TN. Batang Gadis, dilanjutkan dengan identifikasi sumber tekanan kawasan tersebut. Selanjutnya dengan berpatokan pada analisis ekologi tekanan dan sumber tekanan tersebut dilakukan pengkajian untuk mendapatkan dugaan besarnya ancaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistowati dan Sunjaya (2006), faktor yang paling banyak disebut sebagai penyebab kerusakan atau hilangnya hutan adalah semakin banyaknya penebangan kayu, baik yang dilakukan dengan ijin maupun dalam bentuk pencurian kayu (illegal logging) yang melibatkan cukong dari luar desa. Faktor lain adalah akibat gempa bumi, pembukaan lahan perkebunan oleh penduduk, dan kebakaran hutan. Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Satwa semakin habis
6.2%
Kebakaran hutan
6.2%
P enduduk makin banyak
8.6%
Penyebab hutan habis/rusak
Penyebab
(jaw aban ganda) Tidak tahu penyebabnya
8.8%
P embukaan lahan
10.6%
Gempa bumi
12%
P encurian kayu (illegal lo gging)
32.5%
P enebangan kayu
38.9% 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
% Jaw aban
Gambar 6. Faktor yang Paling Banyak Disebut Responden Sebagai Penyebab Kerusakan atau Hilangnya Hutan
Kawasan TN Batang Gadis berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis, DAS Batang Parlampungan, DAS Batang Batahan dan DAS Batang Natal. Maka fungsi kawasan TN. Batang Gadis selaku pengatur hidrologi bagi kawasan di sekitarnya karena menjadi sumber air kurang lebih 1.175 buah sungai dan anak sungai yang menjadi sumber air bagi masyarakat. Di samping sebagai pengatur tata air yang menjadi andalan masyarakat untuk mendapatkan sumber air berkualitas, TN. Batang Gadis juga memiliki peranan penting dalam pencegahan erosi, terpeliharanya kesuburan tanah bagi wilayah di dalam maupun sekitar kawasan, kestabilan iklim mikro, habitat satwa dan tumbuhan. Pengelolaan TN. Batang Gadis dalam upaya perwujudan kawasan yang berfungsi optimal sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan melalui
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hal ini menuntut TN. Batang Gadis selaku Kawasan Pelestarian Alam harus dapat memenuhi tujuan pengelolaan yang dilaksanakan melalui upaya mempertahankan dan meningkatkan fungsi hidrologi, keseimbangan tata air, kesuburan tanah, kestabilan iklim mikro, keanekaragaman hayati serta rehabilitasi lahan terbuka sehingga dapat mendukung kehidupan masyarakat secara luas. Dengan kata lain terdapat upaya untuk terjaminnya dan terpeliharanya keutuhan kawasan TN. Batang Gadis sehingga mampu memberikan fungsi secara optimal. Berdasarkan penilaian potensi kawasan maka, zonasi pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis diharapkan mampu menampung berbagai kepentingan. Pembagian zonasi di dalam kawasan Taman Nasional Batang Gadis adalah sebagai berikut:
1. Zona Inti. 2. Zona Rimba. 3. Zona Pemanfaatan Penelitian dan Pengembangan. 4. Zona Pemanfaatan Wisata. 5. Zona Pemanfaatan Tradisional. 6. Zona Pemanfaatan Pemukiman Tradisonal (enclave). Dari hasil pengamatan dan diskusi dengan pihak pengelola taman nasional dan berbagai pihak, dari zona utama yang terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998, terdapat pengembangan dalam zona pemanfaatan dengan perencanaan pengusulan Zona Pemanfaatan Tradisional; Zona Pemanfaatan Pemukiman Tradisional; dan Zona Pemanfaatan Penelitian dan Pengembangan (Lampiran 8).
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Taman Nasional Batang Gadis sesuai dengan peraturan yang berlaku akan dikelola dengan sistim zonasi yang terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya dengan fungsi peruntukan dan lingkup kelola. Sebaran dan habitat harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Batang Gadis dan sekitarnya, diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan pertimbangan dalam zonasi pengelolaan taman nasional sebagai salah satu peran dalam konservasi jenis di Sumatera (Lampiran 9). Perencanaan pengelolaan zonasi yang baik diperlukan untuk melindungi area yang mempunyai nilai konservasi tinggi dengan mempertimbangkan kemungkinan pengunjung diijinkan masuk ke zona tersebut dengan tujuan tertentu sesuai dengan peraturan seperti kepentingan penelitian, pendidikan konservasi dan wisata terbatas. Harimau Sumatera yang keberadaannya semakin terancam memerlukan satu zona pengelolaan khusus atau skenario pengelolaan yang berbeda untuk zona manajemen saat ini. Berdasarkan hasil penelitian dan survei sebaran harimau Sumatera di TNBG dan sekitarnya, maka ada beberapa usulan yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pengembangan zonasi taman nasional sebagaimana uraian di bawah ini: 1. Fungsi Peruntukan a) Zona inti untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. b) Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Lokasi yang diusulkan sebagai zona rimba berdasarkan penelitian ini yang mencakup keberadaan dan sebaran harimau Sumatera meliputi: desa Aek Nangali, Danau Saba Begu, desa Sopotinjak, Kecamatan Batang Natal, Badar Lasiak Kecamatan Siabu dan Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Natal.
c) Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, pemelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya (Gunung Sorik Merapi). d) Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Desa Sibanggor, Kecamatan Lembah Sorik Merapi). e) Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. f) Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilainilai hasil karya budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
g) Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. 2.
Lingkup Kegiatan Pengelolaan
2.1. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya; d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permamen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan. 2.2. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dengan ekosistemnya; b. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya; c. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar; d. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
2.3. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; b. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya; c. Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam; Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan; d. Pembinaan habitat dan populasi; e. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan. 2.4. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat; c. Pembinaan habitat dan populasi; penelitian dan pengembangan; d. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. 2.5. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; b. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi; c. Penyelenggaraan upacara adat; d. Pemeliharaan situs budaya dan sejarah
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
2.6. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; b. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat dan Rehabilitasi; c. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan umum bahwa penyebaran dan
populasi harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis sebagai salah satu satwa langka yang terancam punah secara global dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam rencana pengelolaan dan zonasi Taman Nasional Batang Gadis. Kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis sebaran harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata kepadatan harimau adalah 1,1 harimau per 100 km2, perbandingan antara harimau jantan dan betina berdasarkan identifikasi positif adalah 3:1, harimau jantan lebih banyak, kehadiran harimau tidak berhubungan dengan enam spesies mangsa, kehadiran harimau menunjukkan kecenderungan lokasi tengah hutan yang jauh dari pemukiman pada ketinggian yang bervariasi antara 300 – 1000 m dpl. 2. Taman Nasional Batang Gadis memiliki potensi dan kelayakan untuk dikembangkan sebagai kawasan penelitian dan pemantauan harimau Sumatera untuk jangka pendek dan jangka panjang. 3. Faktor penting yang mendukung dalam pengelolaan TN. Batang Gadis adalah untuk menjaga dan melindungi kualitas lingkungan hidup di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Sedangkan permasalahan utama dalam pengelolaan dan zonasi TN. Batang Gadis adalah perambahan kawasan serta
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
pendudukan kawasan hutan untuk kepentingan pemukiman, perkebunan dan lain-lain. Hal ini juga berkaitan dengan penetapan batas kawasan taman nasional yang belum selesai dan ancaman ini sebagian besar sangat dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian masyarakat di kawasan budidaya yang bersinggungan langsung dengan kawasan taman nasional, seperti lahan pertanian masyarakat, eksplorasi pertambangan emas, Industri Pengolahan Kayu (IPK) dan perkebunan besar swasta. 4. Semua potensi habitat dan sebaran harimau Sumatera perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan pengelolaan zonasi taman nasional. Lokasi yang diusulkan sebagai zona rimba, meliputi: Desa Aek Nangali, Desa Aek Nabara, Danau Saba Begu, Desa Sopotinjak, Kecamatan Batang Natal, Desa Banjar Maga, Kecamatan Lingga Bayu, Badar Lasiak Kecamatan Siabu dan Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Natal.
5.2.
Saran 1. Mendesak Pemerintah Pusat, dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional Batang Gadis dan Pemerintah Kabupaten Mandiling Natal, untuk mempercepat pembuatan tata batas dan zonasi kawasan dan menetapkan kawasan-kawasan potensi habitat dan sebaran harimau Sumatera sebagai pertimbangan dalam penetapan zonasi.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
2. Kajian lebih lanjut untuk penyebaran harimau di luar kawasan taman nasional dan mengidentifikasi fungsi Taman Nasional Batang Gadis sebagai koridor yang menghubungkan kawasan ini dengan kawasan lain di luar taman nasional, seperti ekosistem Angkola dan Barumun-Rokan.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS. 1993. Biodiversity Action Plan. Pemerintah Republik Indonesia. Borner, M. 1978. Status and Conservation of the Sumatran tiger. Carnivore 1:97-102 Conservation International. 2004. Taman Nasional Batang Gadis Upaya Mewarisi Hutan Bagi Anak Cucu. Conservation International Indonesia. 2004. Keanekaragaman Jenis mamalia dan Burung di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Laporan Teknik. Northern Sumatra Corridor Program. Tidak dipublikasikan. FitzGibbon, C. D., H. Mogaka, and J. H. Fanshawe. 1995. Subsistence hunting in Arabuko-Sokoke forest, Kenya, and its effects on mammal populations. Conservation Biology 9(5):1116-1126. Franklin, N, Bastoni, Sriyanto, Siswomartono, D., Manansang, J. and Tilson, R. 1999. Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism. In Seidensticker, J., Christie, S. and Jackson, P. (Eds.). Riding the Tiger: tiger conservation in human-dominated landscapes. Cambridge, Cambridge University Press. Pp. 130-147. Gittins, S.P. 1978. The Species Range of the Gibbon Hylobates agilis. Dalam: recent advances in primatology, Vol 3: Evolution (D.J. Chivers and K.A. Joysey, eds.) Academic Press, London: 319-321 IUCN/World Conservation Union. 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories. CNPPA with the assistance of WCMC. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. IUCN/World Conservation Union. 2004. 2004 IUCN Red List of Threatened Species. <www.redlist.org>. Downloaded on 20 September 2005. Jorgenson, J. P. 2000. Wildlife conservation and game harvest by Maya hunters in Quintana Rao, Mexico. Page: 251-266 in J. G. Robinson, and E. L. Bennett, editors. Hunting for sustainability in tropical forest. Columbia University Press, New York. Karanth, U.K. and M.E. Sunquist. 1995. Prey selection by tiger, leopard, and dhole in tropical forests. Journal of Animal Ecology 64: 439-450.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Karanth, U.K, & Nichols,J.D. 1998. Estimation of Tiger Densities in India using Photographic Captures and Recaptures. Ecology 79:2852-2862. Karanth.U.K., N.S. Kumar, and J.D. Nichols. 2002. Field surveys: estimating absolute densities of tigers using capture-recapture sampling. Pages: 111-120 in U.K.Karanth, and J.D.Nichols, editors. Monitoring tigers and their prey: a manual for researchers, managers, and conservationists in tropical Asia. Center for Wildlife Studies, India. Kawanishi, K., and M.E. Sunquist. 2004. Conservation Status of Tigers in a Primary Rainforest of Peninsular Malaysia. Biological Conservation 120329-344. Kinnaird, M.F., E.W. Sanderson, T,G, O’Brien, H.T. Wibisono, and G. Woolmer. 2003. Deforestation trends in a tropical landscape and implications for endangered large mammals. Conservation Biology 17:245-257. Linkie, M., Martyr, D.J., Holden, J. Yanuar, A., Hartana, A.T., Sugardito, J. and Leader-Williams, N. 2003. Habitat Destruction and Poaching Threaten the Sumatran Tiger in Kerinci Seblat National Park, Sumatra. Oryx 37: 41-48. Nash, S., and A. Nash. 1985. An Evaluation of the Tourism Potential of the PadangSugihan wildlife Reserve. World Wildlife fund/IUCN Project 3133. Field Report, No. 2. Nichols,J.D., and Karanth, U.K. 2002. Statistic consepts: Estimating absolute densities of tigers using capture-recapture sampling. Pages: 121-136 in: U.K.Karanth, and J.D.Nichols, editors. Monitoring tigers and their prey: a manual for researchers, managers, and conservationists in tropical Asia. Center for Wildlife Studies, India. Nowell, K and P. Jackson. 1996. Wild cats: status, survey, and conservation action plan. IUCN, Bland, Switzerland. O’Brien, T.G., Kinnaird, M.F. and Wibisono, H.T. 2003. Crouching tigers, hidden prey: Sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal Conservation 6: 131–139. Karanth, K. U. 1995. Estimating tiger Panthera tigris populations from camera-trap data using capture-recapture models. Biological Conservation 71:333-338. Karanth, K.U & Nichols,J.D. 1998. Estimation of Tiger Densities in India using Photographic Captures and Recaptures. Ecology 79:2852-2862.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
King, B., M. Woodcock dan E.C. Dickinson 1975. A Field guide to the birds of South-East Asia. Collins, London. MacKinnon, J., K. Philipps, dan B. van Balen. 1993 Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam) Puslitbang Biologi LIPI dan BirldLife Indonesia. McNelly, J.A., K.R. Miller, W.V. Reid, R.A. Miltermeir and T.B. Werner, 1990. Coserving the World’s Biological Diversity, IUCN, Gland. Switzerland. Midora, L. 2006. Total Nilai Ekonomi (TEV) Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. Conservation International Medan. Miguelle, D. G., E. N. Smirnov, T. W. Merrill, A. E. Myslenkov, H. B. Quigley, M. G. Hornocker, B. and Schleyer. 1999. Hierarchical spatial analysis of Amur tiger relationships to habitat and prey. Pages: 71-99 in: J. Seidensticker, S. Christie, P. and Jackson, editors. Riding the tiger: tiger conservation in human-dominated landscape. Cambridge University Press, Cambridge, UK. Nichols, J. D., and U. K. Karanth. 2002. Statistical concepts: Estimating absolute densities of tigers using capture-recapture sampling. Pages: 121-136 in: U. K. Karanth, and J. D. Nichols, editors. Monitoring tigers and their prey: a manual for researchers, managers, and conservationists in tropical Asia. Center for Wildlife Studies, India. Nowell, K. and P. Jackson. 1996. Wild cats: status, survey, and conservation action plan. IUCN, Bland, Switzerland. Nowell, K., and P. Jackson. 1996. Wild cats: status survey and conservation action plan. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. O’Brien, T.G., Kinnaird, M.F. and Wibisono, H.T. 2003. Crouching tigers, hidden prey: Sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal Conservation 6: 131–139. Otis, D. L, K. P. Burnham, G. C. White, and D. R. Anderson. 1978. Statistical inference from capture data on closed animal populations. Wildlife Monograph 62:1-135. Payne, J., C. M. Francis, K. Philipps, dan S. R. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. The Sabah Society, Malaysia dan Wildlife Conservation Society-Indonesia Program. Perbatakusuma, E A, Jatna S, Didi, W, Prie, S, Ismoyo. Budi, I, Wiratno, Luhut, S, Iwan, W, Erwin. S. W, Barita O.M, Safaruddin, S, Abdulhamid, H dan Abu,
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
H.L. 2005. Bersama Membangun Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis. Naskah Kebijakan. Proyek Kerjasama Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Mandailing – Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta. Perbatakusuma, E A, Jatna S, Didi, W, Supriadi, B. Ismoyo, Wiratno, Luhut, S, Iwan, W, Erwin. S. W, Barita O.M, Safaruddin, S, Abdulhamid, D dan Abu, H.L. 2006. Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Naskah Kebijakan Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Mandailing – Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta. Peres, C. A. 2000. Evaluating the impact and sustainability of subsistence hunting at multiple Amazonian forest sites. Pages: 31-56 in: J. R. Robinson, and E. L. Bennett, editors. Hunting for sustainability in tropical forests. Columbia University Press, New York. Rabinowitz, A. R. 1991. Chasing the dragon's tail: the struggle to save Thailand's wild cats. Doubleday, New York. Rexstad, E, and K. P. Burnham. 1991. User’s guide for interactive program CAPTURE. Fort Collins: Colorado State University. Rijksen, H.D. 1997. The Angkolo Wilderness South Tapanuli, North Sumatera; Proposal for a New National park and Orang-utan Sanctuary. The Golden Ark Foundation. Salim, E. 1985. Lingkungan Hidup, Mutiara Sumber Widya. Salim, P dan Y. Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta. Santiapillai, C., and W. S. Ramono. 1985. On the status of the tiger (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1829) in Sumatra. Tiger paper 12(4):23-29. Scharringa, J. 1999. Birds of Tropical Asia. Birds Songs International B.V., Westernieland, the Netherlands. Seidensticker, J., S. Christie, and P. Jackson. 1999. Introducing the tiger. Pages: 1-3 in: J. Seidensticker, S. Christie, P. and Jackson, editors. Riding the tiger: tiger conservation in human-dominated landscape. Cambridge University Press,
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Cambridge, UK. Silva, M. and J.A. Downing. 1994. Allometric Scaling of Minimal Mammal Densities. Conservation Biology 8(5):732-743. Sulistiowati, D.R. dan Sunjaya. 2006. Laporan Hasil Survei Pengetahuan, Sikap dan Perilaku pada Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis. Suparmoko. M. 1994. Ekologi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. BPFE, Yogyakarta. Tilson, R. L., K. Soemarna, W. S. Ramono, S. Lusli, K. Traylor-Holzer, and U. S. Sea. 1994. Sumatran tiger populations and habitat viability analysis report. Indonesian Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation, and IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group. Apple Valley, Minnesotavan van Strein, N.J. 1983. A guide to the tracks of the mammals of western Indonesia. School of Environmental Conservation Management, Ciawi, Indonesia. Weber, W. and A. Rabinowitz. 1996. A global prespective on large carnivore conservation. Conservation Biology 10(4): 1046-1054 White, G. C., D. R. Anderson, K. P. Burnham, and D. L. 1982. Capture-recapture and removal methods for sampling closed populations. Los Alamos National Laboratory Publication LA-8787-NERP. Los Alamos, New Mexico. Wikramanayake, E. D., E. Dinerstein, J. G. Robinson, U. K. Karanth, A. Rabinowitz, D. Olson, T. Mathew, P. Hedao, M. Connor, G. Hemley, and D. Bolze. 1998. An ecology-based method for defining priorities for large mammal conservation: the tiger as case study. Conservation Biology 12:865-878. Patuxent Wildlife Research Center Software Archieve: pwrc.usgs.gov/ software/. Downloaded in June 2006.
http://www.mbr-
Plowden, C. and Bowles, D. 1997. The illegal market in tiger parts in northern Sumatra, Indonesia. Oryx 31: 59-66. Rijksen, H.D. 1997. The Angkolo Wilderness South Tapanuli, North Sumatera; Proposal for a New National park and Orang-utan Sanctuary. The Golden Ark Foundation.
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Sanderson, E., J. Forrest, C. Loucks, J. Ginsberg, E. Dinerstein, J. Seidensticker, P. Leimgruber, M. Songer, A. Heydlauff, T. O’Brien, G. Briyja, S. Klenzendorf and E. Wikramanayake. 2006. Setting Priorities for the Conservation and Recovery of Wild Tigers: 2005-2015: The Technical Assessment. WCS, WWF, Smithsonian, and NFWF-STF, New York- Washington, D.C. Seidensticker, J. 1986. Large carnivores and the consequences of habitat insularization: ecology and cconservation of tigers in Indonesia and Bangladesh. Pages: 1-41 in: S.D. Miller, and D.D.Everett, editors. Cats of the world: biology, conservation, and management. National Wildlife Federation, Washington, DC. Shepherd, C.R. and Magnus, N. 2004. Nowhere to Hide: the trade in Sumatran tiger. Traffic Southeast Asia. Sunquist, M. E., K.U. Karant, and F. Sunquist. 1999. Ecology, behavior and resilience of the tiger and its conservation needs. Pages: 5-18 in: J. Seidensticker, S. Christie, P. and Jackson, editors. Riding the tiger: tiger conservation in human dominated landscape. Cambridge University Press, Cambridge, UK. Supriatna, J. & Wahyono, E. H. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699). Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Warnaputra, S., Soemarna, K., Ramono, W., Manangsang, J. and Tilson, R. 1994. Indonesian Sumatran Tiger Conservation Strategy. Directorate-General of Forest Protection and Nature Conservation. Jakarta. Wibisono, H.T. 2005. Population Ecology of Sumatran Tigers (Panthera tigris sumatrae) and Their Prey in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra,
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.
Indonesia. A Master Thesis. The Department of Natural Resources Conservation, University of Massachusetts, Amherst, MA, USA. Wibisono, H.T., Arif, M.S., Ario, A., Lubis, A.H., Figel, J. (2008) Population and Ecology of Sumatran Tiger in the Batang Gadis National Park: A Preliminary Study (submitted to Oryx).
Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010.