AKUNTABILITAS TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) PADA PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
TESIS
Oleh
IRMAYANI 077005013/HK
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
AKUNTABILITAS TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) PADA PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
IRMAYANI 07705013/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Judul Tesis
:
AKUNTABILITAS TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) PADA PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
Irmayani 077005013 Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Anggota
(Dr. Sunarni, SH, M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B., MSc)
Tanggal lulus: 16 Juli 2009
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Telah diuji pada Tanggal 16 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
:
1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
ABSTRAK
Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sistem pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan pada aspek pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan yang mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabitatif dan edukatif. Pembinaan narapidana adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa kompenen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Demi menjamin terselenggaranya hak-hak narapidana, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan dan berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan diadakan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan memberi saran mengenai program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Unit Pelaksana Teknis yang berhubungan dengan tahap-tahap pembinaan dan kepentingan lain. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah Tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana, anak negara/sipil dan klien pemasyarakatan. Susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diatur dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor :M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, tetapi dalam pelaksanaanya terdapat anggota di luar dari petugas pemasyarakatan tidak mengetahui akan perannya bahkan tidak tercantum dalam surat Keputusan Kepala Unit Pelaksana Tehnis sebagai anggota. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembentukan Tim Pengamat Pemasyara katan (TPP), akuntabilatas dari keputusan yang dihasilkan dan hambatan-hambatan yang ditemui serta upaya yang dilakukan baik dari secara yuridis maupun non yuridis. Penelitian ini bersifat deskritif analitis dengan pendekatan penelitian hukum normatif yaitu dimaksudkan sebagai pendekatan terhadap masalah dengan melihat dari segi peraturan yang berlaku. Berdasarkan sumber data yang terdiri dari data sekunder diperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier yang antara lain terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Warga Binaan dan Pembimbingan Pemasyarakatan, Keputusan Menteri Hukum dan PerundanganUndangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pengamat Pemasyarakatan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi lapangan serta melakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara kepada Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan di tingkat Wilayah, Lembaga Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam. Analisa data dilakukan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor :M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan telah diatur secara jelas susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang menggambarkan adanya kerja sama dalam membangun manusia “Manusia Mandiri” yaitu : Masyarakat, Petugas Pemasyarakatan dan Narapidana. Namun demikian berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 18 Keputusan Menteri tersebut dimungkinkan terjadinya perubahan susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan , hal ini terjadi karena adanya perubahan struktur organisasi dan tata kerja, tingginya beban kerja yang disebabkan karena kondisi Over Kapasitas dan Sumber Daya Manusia dari anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan. Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) berdasarkan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 dan Keputusan Menteri Hukum dan PerundanganUndangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai administrasi publik memiliki unsur-unsur akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan sesuai aturan hukum, berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang ada bahwa dalam pelaksanaannya ditemui adanya hambatan kerja terutama dalam susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan yang berasal dari luar petugas pemasyarakatan. Untuk itu disarankan agar : dalam pelaksanaan pembentukannya tetap berdasarkan Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor :M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, kepada seluruh anggota agar lebih memahami akan tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik, dan diharapkan demi terwujudnya susunan anggota yang utuh pengaturannya dimasukan dalam Undang-Undang yang nantinya dapat mengikat semua pihak.
Kata kunci : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
ABSTRACT
The Correctional System would be to return the inhabitants of Correctional as good individual into community and to protect the community against potential repeated criminal by the inhabitant of correctional system, and it was application and integral part of value contained in the Pancasila. The Correctional System of Indonesia was more emphasized on aspect of rehabilitation for inmates, the correctional inhabitants of preventive, curative, rehabilitative, and educative characteristics. The rehabilitation of inmates was a system, and as a system, the rehabilitation for inmates has several related components working accordingly to achieve a goal. For maintenance of inmates’ rights, in addition to Technical Implementing Unit, i.e., Correctional Institution directly conducting the rehabilitation and on basis of Chapter 45 of the Law No.12/1995 regarding the Correctional, the Correctional Consideration Board was also established to give some advise an consideration for Minister about implementation of correctional system, and Correctional supervising Team to give some advise about the rehabilitation program for Correctional inhabitants in each Technical Implementing Unit related to phases of rehabilitation and another interests. The Correctional Supervising Team was a team assigned some task to make consideration to leaders in supervision of rehabilitation implementation for inmates, state children/civil and clients of correctional system. The membership structure of Correctional Supervising Team was regulated in chapter 16 of Law Minister Decree and the Law of Republic of Indonesia No. : M.02.PR.08.03 /1999 regarding establishment of Correctional Consideration Board and Correctional Supervising Team, however in implementation there were some member external to correctional officials did not know their role, and even they were not listed in Decree of Chief technical Implementing Unit as member. The objective of this research would be to know the establishment of Correctional Supervising Team, accountability of decree produced and obstacles encountered and both juridical and non-juridical measures taken. This was an analytical descriptive research by a normative law approach, it was an approach on the problems viewed from the applying perspective of regulation. The data resource consisted of secondary data gained through primary law material, secondary law materials, tertiary law materials including Criminal Law Textbook, the Law No.12/1995 regarding Correctional, government regulation No.31/1999 regarding Rehabilitation of Inmates and Correctional Counseling, Decree of Law Minister and Laws of Republic of Indonesia No.M.02.PR.08.03/1999, December 3, 1999 regarding establishment of Correctional Consideration Board and Correctional Supervising Team. The data collection was made through library research and field study, and also interview by using the interview guideline to Chief Team of Correctional Supervision in Regional level, Correctional Institution Class II A For Women Medan and Correctional Institution Class II B of Lubuk Pakam.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
The analysis of data was conducted to draw the conclusion from the research result by using qualitative normative method. In Chapter 16 of Law Minister Decree and the Law of Republic of Indonesia No.M.02.PR.08.03/1999 regarding the Establishment of Correctional Consideration Board and Correctional Supervising Team, it has regulated comprehensively the membership structure of Correctional Supervising Team describing the collaboration in building the “Independent Individual”, i.e., : Community, correctional officials, and Inmates. However, based on chapter 17 and chapter 18 of Minister Decree, there was a probability for change in structure of Correctional Supervising Team, this was due to a change in organization structure and work procedure, high caseload caused by overcapacity condition and human power quality of the Correctional Supervising Team. The conclusion drawn from this research was : The establishment of Correctional Supervising Team in basis of the Law No.12/1995 regarding the Correctional and Law Minister Decree and The Law of Republic of Indonesia No.M.02.PR.08.03/1999, date of December 3, 1999 regarding the establishment of Correctional Consideration Board and Correctional Supervising Team, the Correctional Supervising Team in implementing the tasks and functions as public administrative has elements of accountability, transparency, openness and regulation compliance. Based on the existing laws and regulation that in implementation, there were some obstacles of work particularly in membership structure of Correction Supervising Team external to correctional officials. Therefore it should be recommended : in the establishment it should be made through chapter 16 of Law Minister Decree and the Law of Republic of Indonesia No.M.02.PR.08.03/1999 regarding the Establishment of Correctional Consideration Board and Correctional Supervising Team, and all members should understand the task and functions as public servant, and for realization of comprehensive membership structure, the regulation should be included into the Law binding everyone.
Keywords : Accountability of Correctional Supervising Team.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hikmatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan’’. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Medan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan berbagai kritik yang sehat dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan dikemudian hari. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara; 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Selaku Ketua Komisi Pembimbing beserta Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS dan Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH beserta Bapak Syafruddin S.Hasibuan, SH, MH selaku Dosen Penguji. 4. Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia dan Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 5. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dan Kepala Devisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara. 6. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam dan para pejabat struktural. Pada kesempatan ini, dengan hati yang tulus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik moril maupun materil sejak awal perkuliahan sampi saat ini. Teristimewa ucapan terima kasih kepada suami tercinta Hariono dan anak-anak tercinta sikembar Ekky dan Kiky beserta Fajar Anshori dengan cinta kasih yang tulus terus menerus mendukung dan rela kehilangan waktu untuk bersama selama masa perkuliahan berlangsung. Juga kepada yang tercinta kedua orang tua penulis, ayahanda H.Sujari dan Ibunda Marsiah, Ibu Mertua, dan semua saudara-saudara serta segenap keluarga
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan terutama bagi penulis sendiri dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan anugerahNya kepada kita semua. Amin.
Medan,
Mei 2009
Penulis
IRMAYANI
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama
:
IRMAYANI
Tempat/Tanggal.lahir
:
Magelang, 25 Januari 1970
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Agama
:
Islam
Pekerjaan
:
Pegawai Negeri Sipil
Pendidikan
:
- Sekolah Dasar Negeri Nomor : 101884 Tanjung Morawa, Deli Serdang (Lulus Tahun 1982). - Sekolah Menengah Pertama Negeri I Tanjung Morawa Deli Serdang (Lulus Tahun 1985). - Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial Negeri Medan (Lulus Tahun 1989). - Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan (Lulus Tahun 1999). - Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus Tahun 2009).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSRTAK ......................................................................................................... i ABSTRACT ........................................................................................................ iii KATA PENGANTAR....................................................................................... v RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii BAB.I
BAB. II
PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
15
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
15
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
16
E. Keaslian Penelitian......................................................................
16
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional..............................
17
G. Metode Penelitian .......................................................................
26
PEMBENTUKAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) PADA PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ...........
30
A. Pemasyarakatan Sebagai Suatu Falsafah dan Tujuan Pidana Penjara.............................................................................
30
B. Pelaksanaan Pembentukan dan Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Wilayah dan Daerah ..........................
37
1. Peraturan Pelaksana Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan ( TPP ) ........................................................
38
2. Implementasi Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Di tingkat Kantor Wilayah dan Daerah ............................................................................
50
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
C. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana ...............................................................
56
AKUNTABILITAS TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ..........
64
A. Mekanisme Kerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) ..........
64
B. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Sebagai Administrasi Publik.....................................................................
71
C. Akuntabilitas Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) ................................................................
81
HAMBATAN-HAMBATAN KINERJA TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM MENANGGULANGINYA...................
97
A. Hambatan-Hambatan Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Dalam Pelaksanaan Pembinaan .............
97
1. Hambatan Yuridis....................................................................
97
2. Hambatan Non Yuridis............................................................
104
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Menanggulangi Hambatan-Hambatan Yang Ada .................................................
109
1. Secara Yuridis .........................................................................
109
2. Secara Non Yuridis .................................................................
111
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
115
A. Kesimpulan ................................................................................
115
B.
Saran ..........................................................................................
119
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
121
BAB.III
BAB.IV
BAB.V
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1
Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara ................................................. 93
2
Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II-A Medan ................... 94
3
Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-B Lubuk Pakam..................... 95
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
I
Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dan Bebarapa Unit Pelaksana Tehnis................................................ 126
II
Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas. II B Lubuk Pakam tanggal 20 April 2009................................ 127
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Modifikasi hukum Prancis yang dibuat pada tahun 1670 belum dikenal pidana penjara, terkecuali dalam arti tindakan penyanderaan dengan penebusan uang atau penggantian hukuman mati sebelum ditentukan keringanan hukuman dengan cara lain. Di sekitar abad ke-16 di Inggris terdapat pidana penjara dalam arti tindakan untuk melatih bekerja di Bridewell yang terkenal dengan nama Thirifless Poor bertempat di bekas istana Raja Edward VI tahun 1522. Kemudian setelah dikeluarkan Act of 1630 dan Act of 1670 dikenal institusi pidana penjara yang narapidananya dibina The House of Correction 1 . Dari catatan sejarah pertumbuhan pidana yang dikenakan pada badan atau orang dapat diperoleh gambaran, bahwa pidana penjara diperkirakan dalam tahuntahun permulaan abad ke-18 mulai tumbuh sebagai pidana baru yang berbentuk membatasi
kebebasan
bergerak,
merampas
kemerdekaan,
menghilangkan
kemerdekaan yang harus dirasakan sebagai derita selama menjalani pidana penjara bagi narapidana. Pidana penjara tersebut dijalankan menyangkut masalah stelsel yaitu :
1
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung : Refika Aditama, 2006), hlm. 87.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Stelsel sel, pertama dilakukan di Philadelphia, di negara bagian Pensylvania Amerika Seikat. Sel adalah kamar kecil untuk seorang, jadi orang-orang terpenjara dipisahkan satu sama lain untuk menghindarkan penularan pengaruh jahat 2. Auburn Stelsel. Stelsel ini pertama kali dijalankan di Auburn (New York). Stelsel ini menimbulkan kesukaran-kesukaran, terutama dalam hal pemberian pekerjaan. 3. Stelsel Progressif. Salah satu pokok pikirannya adalah supaya peralihan dari kemerdekaan kepada pidana penjara itu dirasakan betul-betul oleh terhukum, dan sebaliknya peralihan dari pidana penjara kepada pembebasan diadakan secara berangsur-angsur, sehingga terhukum dipersiapkan untuk mampu hidup dengan baik dalam masyarakat. Karena itulah maka menurut stelsel ini pidana penjara itu dimulai dengan suatu periode dikurung dalam sel selama beberapa bulan. Periode ini disusul oleh suatu periode bekerja bersama-sama di siang hari. Selama periode kedua ini terhukum dapat melalui beberapa tingkatan, berangsur-angsur semakin baik.
Kemajuannya
dalam
tingkatan-tingkatan
itu
didapatnya
dengan
memperbaiki kelakuannya pula. Pada akhirnya dia bisa sampai dilepas dengan syarat. 2 Perlakuan kepada pelanggar hukum di Indonesia yang disebut dengan sistem kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964 dirubah menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan tersebut didahului oleh pidato pengukuhan Saharjo, untuk memperolah gelar Doktor Honoris Causa yang diberikan oleh Universitas Indonesia 2
. Ibid, hlm. 88-89.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
pada tanggal 25 Juli 1963, di Istana Negara dengan judul Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol Usdek, 3 yang intinya adalah : tujuan pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Bertolak
dari
pandangan
Saharjo,
tentang
hukum
sebagai
pengayoman, hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara. Konsep pemasyarakatan tersebut kemudian disempurnakan oleh Keputusan Konferensi Dinas Para Pimpinan Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem pemasyarakatan. Suatu pernyataan selain sebagai arah tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina 4 , yang menghasilkan prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan yaitu : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
3
Simanjuntak, Politik dan Praktek Pemasyarakatan, (Jakarta : Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, 2004), hlm. 96. 4 Ibid hlm. 97.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau negara saja, pekerjaan yang diberikan harus ditunjukan untuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasar azas Pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. 5 Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sistem pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan pada aspek pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan yang mempunyai ciri-ciri preventif,
kuratif, rehabitatif dan edukatif. Pembinaan
narapidana adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa kompenen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Sedikitnya ada empat belas kompenen yaitu : falsafah, dasar hukum, tujuan, pendekatan sistem, klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan terhadap narapidana, orientasi pembinaan, sifat pembinaan, remisi, bentuk bangunan, narapidana, keluarga narapidana dan pembina/pemerintah. 6
5
Ibid, hlm. 98. Harsono HS, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 5, menjelaskan adanya prinsip-prinsip dasar pembinaan yang terdiri dari empat komponen penting yaitu :1) Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri, 2) Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat, 3) Masyarakat, adalah orang-orang yang berada disekeliling narapidana pada saat masih diluar Lembaga Pemasyarakatan/Rutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat, 6
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Dalam sistem pemasyarakatan, narapidana, anak didik pemasyarakatan berhak mendapatkan pendidikan rohani dan jasmani serta dijamin hak-hak mereka untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarga maupun pihak lain, memperoleh informasi
baik melalui media cetak maupun elektronik,
memperoleh pendidikan yang layak dan lain sebagainya, untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan mengadakan kerja sama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidananya. Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana pada hakekatnya memandang narapidana sesuai fitrahnya, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan. Narapidana bukan semata-mata alat produksi atau means of production yang dikaryakan untuk tujuan-tujuan komersial yang bersifat profit oriented. 7 Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak narapidana tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang secara langsung
melaksanakan
pembinaan,
diadakan
pula
Balai
Pertimbangan
Pemasyarakatan yang memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan memberi
4) Petugas, dapat berupa Kepolisian, Pengacara, Petugas keagamaam, Petugas social, Petugas Pemasyarakatan/Rutan, Balai Bispa, Hakim Wasmat dan lain sebagainya 7 Bambang Margono, Bimbingan Karier dan Pekerjaan Warga Binaan Pemasyarakatan, (Jakarta : Modul Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Akademi Ilmu Pemasyarakatan, 2004), hlm. 1.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
saran mengenai program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Unit Pelaksana Teknis yang berhubungan dengan : 1. Mapenaling (Masa Pengamatan, Penelitian dan Pengenalan lingkungan) 2. Pembinaan Tahap awal 3. Pembinaan Tahap lanjutan 4. Pembinaan Tahap akhir 5. Kepentingan
lain
misalnya
pemindahan
narapidana
ke
Lembaga
Pemasyarakatan lain. 6. Hukuman disiplin bagi narapidana. 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, merupakan landasan hukum yang menggantikan ketentuan-ketentuan lama dan perundangundangan yang masih mendasarkan pada sistem kepenjaraan. Bab IV Pasal 45 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 menyebutkan : (1) Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. (2) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran dan atau pertimbangan kepada Menteri. (3) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya. (4) Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat LAPAS,BAPAS atau pejabat terkait lainnya bertugas : a. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan; b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan; dan c. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan. 8
S.Simanjuntak, Tata Usaha pemasyarakatan, (Jakarta : Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2004), hlm. 9.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Betapa pentingnya pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP) yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan dalam proses pembinaan, karena di dalam Balai Pertimbangan Pemasyarakat (BPP) dan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) terdapat keikutsertaan masyarakat dan instansi terkait lainnya misalnya : Lembaga Swadaya Masyarakat dan Hakim Pengawas dan Pengamat yang ikut membahas dan mengevaluasi pelaksanaan proses pembinaan. Hal ini diatur dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakat Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Pasal 13 , 14 dan 15 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan menyebutkan tugas pokok dan fungsi Tim Pengamat Pemasyarakan antara lain yaitu : a. Memberikan saran mengenai bentuk, dan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan. b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan; dan c. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim Pengamat Pemasyarakatan mempunyai fungsi : a. Merencanakan dan melakukan persidangan-persidangan b. Melakukan administrasi persidangan, inventarisasi dan dokumentasi c. Membuat rekomendasi kepada :
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1) Direktur Jenderal Pemasyarakatan bagi TPP Pusat 2) Kepala Kantor Wilayah bagi TPP Wilayah; dan 3) Kepala Unit Pelaksana Tehnis bagi TPP daerah d. Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan, pengamanan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan atau perawatan tahanan.
dan
Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan, terdiri dari dari : a. Seorang Ketua, biasanya dijabat Kabid Pembinaan/Kasi Binadik b. Seorang Sekretaris, biasanya Kasi Bimkemas/Kasubsi Bimkemas c. Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) , biasanya 5(lima) orang atau 7 (Tujuh) orang, atau 9 (sembilan) orang atau 11 (sembelas) orang tergantung kepada luas tidaknya lingkup pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan. Jumlah Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) harus selalu ganjil, sebab sewaktu pengambilan putusan sidang harus pemungutan suara (voting). Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) juga diambil dari Kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang diwakili seorang Penilik Kemasyarakatan (PK) dan seorang Hakim Pengawas dan Pengamat. 9 Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) tidak diperkenankan menjadi ketua atau anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan sah, apabila dihadiri paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). 10
9
Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan jika dipandang perlu demi pendayagunaan pegamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu. 10 S.Simanjuntak, op. cit., hlm. 96.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) merupakan Tim yang sangat penting dan berperan dalam proses Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan termasuk Narapidana untuk kembali dan berintegrasi dengan masyarakat, karena di dalam Tim Pengamat Pemasyarakatan dapat dilihat adanya kerja sama antara masyarakat dan petugas Pemasyarakatan. Bila Tim Pengamat Pemasyarakatan telah melaksanakan tugas dan fungsinya maka masalah
dalam proses pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatnya tidak terjadi paling tidak dapat diminimalisirkan, karena pada pelaksanaannya
saat ini Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sangat minim
melaksanakan tugasnya dalam mempersiapkan program pembinaan, kecuali ada halhal khusus yang menguntungkan, 11 termasuk susunan keanggotaan yang tidak sesuai dengan perundangan-undangan. 12 Hal ini dapat dilihat antara lain dari susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, Lembaga Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan dan Lembaga Pemasyarakatan II B Lubuk Pakam. (terlampir)
11
S.Simanjuntak, loc. cit, hlm. 32-33, bahwa dalam pelaksanaan pembinaan peranan Bapas, terutama dalam pembuatan LITMAS. Dan penyusunan program pembinaan kurang dimanfaatkan. Disiplin Petugas Pemasyarakatan secara umum merosot, yang memunculkan akses buruk dalam praktek-praktek Pemasyarakatan. Tim Pengamat Pemasyarakatan, sangat minim melaksanakan tugasnya dalam mempersiapkan program pembinaan, kecuali ada hal-hal khusus yang menguntungkan dirinya. 12 Lihat, Keputusan menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor.M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentag Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Pasal 16 ayat (3) Huruf c yang menyebutkan TPP Lembaga Pemasyarakatan Klas II B, terdiri dari :-Ketua Merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja; - Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan; - Anggota adalah : 1) Kepala Kesatuan Keamanan Lapas ; 2) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib ; 3)Kepala Sub seksi Perawatan; 4) Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja; 5) Kepala Sub Seksi Keamanan; 6)Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan; 7) Hakim Pengawas dan Pengamat; 8) Instansi terkait dengan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan; 9) Wali WBP; 10) Badan Perorangan yang berminat terhadap pembinaan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Data pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Tingkat Kantor Wilayah dan beberapa Lembaga Pemasyarakatan belum sesuai dengan Pasal 16
Keputusan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang menyebutkan : Susunan Keanggotaan TPP Wilayah, yaitu : TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Perundang-undangan tipe A terdiri dari : 1. Ketua merangkap anggota adalah Koordinator Urusan Pemasyarakatan 2. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Bidang Pemasyarakatan 3. Anggota adalah : a. Kepala Seksi Balai Pemasyarakatan b. Kepala Seksi Bindalapas c. Kepala Balai Pemasyarakatan di tempat kedudukan Kantor Wilayah d. Instansi terkait yang oleh Kepala Wilayah dipandang perlu dan perorangan atau badan yang berminat dalam bidang kemasyarakatan. 13 TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana /Anak Didik. b. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan. c. Anggota adalah : 1) Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas 2) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib 3) Kepala Seksi Kegiatan Kerja 4) Kepala Sub Seksi Registrasi 5) Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja 6) Kepala Sub Seksi Perawatan 7) Kepala Sub Seksi Keamanan 13
Pasal 16 ayat (2) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
8) Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan 9) Hakim Pengawas dan Pengamat 10) Instansi terkait dengan Pembinaan WBP 11) Wali WBP 12) Badan dan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. 14 TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja b. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan c. Anggota adalah : 1) Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas 2) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib 3) Kepala Sub Seksi Perawatan 4) Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja 5) Kepala Sub Seksi Keamanan 6) Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan 7) Hakim Pengawas dan Pengamat 8) Instansi terkait dengan Pembinaan WBP 9) Wali WBP 10) Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. 15 Penunjukan dan pengangkatan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diatur sebagai berikut : 1) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Pusat ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Menteri. 2) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Wilayah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala Kantor Wilayah 3) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Kepala UPT Pemasyarakatan. 16 14
Pasal 16 ayat (3) huruf (b) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. 15 Pasal 16 ayat (3) huruf (c) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. 16 Pasal 18 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Melihat dari bunyi ketentuan tersebut diatas terlihat bahwa Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dapat membuat Keputusan sendiri tentang susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tanpa mempertimbangkan susunan anggota yang telah diatur dalam pasal sebelumnya. Hal ini bisa terjadi karena karena faktor keadaan (urgensi), misalnya Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tetap harus melaksanakan tugasnya dalam membuat rekemondasi/keputusan dalam proses pembinaan integrasi yaitu pelaksanaan Asimilasi, pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) dan Cuti Bersyarat (CB). Sehingga dapat dilihat ketidakkonsistenan dalam Keputusan Menteri ini. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sebagai pemberi rekomendasi pada pelaksanaan pembinaan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan atau role 17 dalam menjalankan tugas dan fungsinya bagi pembinaan narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dalam rangka menghadapi tuntutantuntutan masyarakat terutama dari narapidana, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) harus dapat meununjukan gambaran suatu administrasi publik yang bercirikan kepemerintahan yang baik (Good Gavernance) yang mana keadilan (fairness) adalah salah satu ukuran normatifnya. Untuk dapat menciptakan keadilan, diperlukan 17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm. 20, bahwa suatu peranan tertentu dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur sebagai berikut: 1. Peranan yang ideal (ideal role), 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role), 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
beberapa prasyarat yang saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi, diantaranya adalah transparanasi (transparency), akuntabilitas (accountability), kepastian (predictability), dan partisipasi (participation). 18 Hal ini dimaksudkan, walaupun hanya sebagai pemberi rekomendasi tetapi rekomendasi tersebut diambil dengan penuh rasa tanggung jawab dengan mengikuti proses dan tahapan pembinaan yang diatur dalam Pola Pembinaan Narapidana. 19 Transparansi maksudnya proses pembuatan rekomendasi dilakukan secara jelas tanpa ada yang ditutupi. Persidangan yang dilaksanakan Tim Pengamat Pemasyarakatan harus jelas baik persyaratan administarasi dan persyaratan subtantifnya serta didukung oleh data yang akurat berdasarkan pengamatan dan penilaian. Diharapkan dengan adanya prinsip keterbukaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugasnya memberi kesempatan yang sama kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan untuk dapat ikut dalam tahap-tahap pembinaan dan selanjutnya proses yang dilaksanakan dalam pembuatan rekomendasi dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum (Rule of Law). Untuk menciptakan suatu suasana kehidupan masyarakat hukum yang mampu menegakkan kepastian hukum dan sekaligus mencerminkan rasa keadilan masyarakat, baik untuk kehidupan dalam Lembaga Pemasyarakatan maka diperlukan beberapa faktor, yaitu : 1). Adanya suatu perangkat hukum yang demokratis (aspiratif)
18
Adrian Sutedi, Prinsip Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Restrukturisasi Perusahaan Dan Good Corporate Governance, (Jakarta : Cipta Jaya, 2006), hlm.205. 19 Keputusan Menteri Kehakiman R.I nomor M.01-PP.02.01 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2). Adanya struktur birokrasi kelembagaan hukum yang efesien dan efektif serta transparan dan akuntabel. 3). Adanya aparat hukum dan profesi hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi. 4). Adanya budaya yang menghormati, taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan HAM (menegakkan supremasi hukum/ rule of law). 20 Kondisi Over kapasitas dibeberapa Lembaga Pemasyarakatan yang terjadi dewasa ini membuat Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak berjalan secara maksimum. Persidangan yang dilaksanakan hanya yang bersifat urgensi saja, sehingga hal ini berdampak timbulnya anggapan bahwa Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bekerja bagi hal-hal yang menguntungkan salah satu pihak saja. 21 Di sini dibutuhkan Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagai Administrasi publik. Administrasi publik yang ditunjukan tidak hanya dalam hal hasil kerja yaitu yang berhubungan dengan pelaksanaan pembinaan tetapi juga dalam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada pelaksanaan pembinaan Narapidana dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 20
Muchammad Zaidun, Tantangan dan Kendala Kepastian Hukum di Indonesia,Kapita Selekta, Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006), hlm.120. 21 Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan Sugihartoyo, selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, Senin, tanggal 12 Januari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana dirumuskan diatas maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Apakah pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Bagaimana
akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam
pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan . 3. Bagaimanakah hambatan-hambatan kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan upaya-upaya apa yang dilakukan dalam menanggulanginya.
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
Pemasyarakatan (TPP) pada pelaksanaan
pembentukan
Tim
Pengamat
pembinaan narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk mengetahui akutabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulanginya.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
D. Manfaat Penelitian Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang dirumuskan serta tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun dalam tataran praktisi, sehingga diharapkan penelitian ini bermanfaat baik dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis : a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum yang berkaitan dengan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. b Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Petugas Pemasyarakatan, Hakim dan masyarakat, sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembinaan Narapidana.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan dan untuk menghindari persamaan penelitian terhadap masalah yang sama, maka telah dilakukan pengumpulan data dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, diketahui bahwa penelitian tentang akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan pada pelaksanaan pembinaan narapidana belum pernah ada, walaupun ada beberapa penelitian yang membahas tentang pembinaan narapidana namun permasalahan dan pendekatan yang dilakukan adalah berbeda. Jadi penelitian ini merupakan asli dan belum pernah ditulis oleh
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
peneliti lain sebelumnya, sehingga dapat dikatakan secara akademis keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori Akuntabilitas kinerja Tim Pengamat Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sebagai wujud pertanggung-jawaban Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam mencapai tujuan pembinaan narapidana perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan menggunakan sistem pelaporan yang mencakup indikator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja Tim Pengamat pemasyarakatan (TPP) pada setiap Unit Pelaksana Tehnis (UPT). Hans Kelsen menyebutkan konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik, dengan konsep kewajiban hukum. Seorang individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, jika perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum. Individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah identik. Seorang individu diwajibkan atas perilaku yang berhukum, dan dia bertanggung jawab atas perilaku yang tidak berhukum. 22
22
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Bandung : Nusamedia dan Nuansa, 2007), hlm.136.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tim
Pengamat
Pemasyarakartan
(TPP)
bertanggungjawab
terhadap
pelaksanaan pembinaan tetapi tidak bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana. Tahap-tahap pembinaan yang akan dilalui narapidana diperoleh berdasarkan rekomendasi hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sehingga narapidana tersebut memiliki kewajiban untuk memperoleh hak dibina melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana yang mengakibatkan dicabutnya hak-hak tertentu narapidana bukan merupakan tanggungjawab dari Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Chairil Huda mengatakan : dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam hal ini berarti memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan. Mengingat asas ‘tiada pertanggungjawaban
pidana
tanpa
kesalahan’,
maka
pembuat
dapat
dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan. Mampu bertanggung jawab adalah syarat kesalahan, sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri. Oleh karena itu, terhadap subjek hukum manusia, mampu bertanggung jawab merupakan unsur pertanggungjawaban pidana, sekaligus syarat adanya kesalahan. 23 Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) selain sebagai pemberi rekomendasi juga menerima keluhan dari Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga dapat juga dikatakan sebagai pelaksana administrasi publik. Dalam melaksanakan fungsi administrasi publik berarti harus berlandaskan pada prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dengan penegakan hukum atau peraturan perundang-undangan 23
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006), hlm.89.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang memuat prinsip-prinsip yang dapat mendukung pelaksanaan tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), agar kualitas pengelolaannya dapat mendorong jalannya fungsi utama pemerintah, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dimana prinsip-prinsip tersebut harus berdasarkan pada keadilan, keterbukaan, pertanggungjawaban dan tanggungjawab. 24 Dalam sistem Pemerintahan yang baik (Good Gavernance) menurut Grup Penasehat Bisnis Sektor Organization for Economic Coperation and Development (OECD) menetapkan empat prinsip umum good corporate governance, yaitu prinsip keadilan (fairness), keterbukaan (transparency), tanggungjawab (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility). 25 Keadilan (fairness) adalah salah satu ukuran normatif yang sering dikaitkan dengan Good Governance. Untuk dapat menciptakan keadilan diperlukan beberapa prasyarat yang saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi, diantaranya adalah : a). Transparansi (transparency) b). Akuntabilitas (accountability) c). Kepastian (predictability)
24
Bismar Nasution, Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Gavernance : Suatu Kajian Dari Pandangan Hukum dan Moral, Makalah disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia ”Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Gavernance”, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumateara Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara. 25 Bismar Nasution, Penerapan Good Corporate Gavernance Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Kredit, Makalah, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan,” PT. Bank Rakyat Indonesia, Medan, tanggal 12-13 Maret 2002.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
d). Partisipasi (participation). 26 Tujuan
hukum
untuk
melindungi
kepentingan
manusia
dalam
mempertahankan hak dan kewajibannya 27 . Hukum adalah tatanan yang sengaja dibuat oleh manusia dan secara sengaja pula dibebankan padanya 28 . Manusia ingin diikat dan ikatan itu dibuatnya sendiri, namun pada waktu yang sama ia berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan yang dibuatnya sendiri itu, manakala dirasakan tidak cocok lagi. Sepanjang sejarahnya menusia meninggalkan jejak-jejak yang demikian, yaitu membangun dan mematuhi hukum (making the law) dan merobohkan hukum (breaking the law), kendati hukum itu dibuatnya sendiri, ternyata tidak mudah untuk hidup dengan hukum tersebut. Sejak hukum itu selesai dibuat, kehidupan tidak serta berjalan mulus, tetapi tetap penuh dengan gejolak dan patahan 29 . Bekerjanya hukum tidak dapat dilepaskan dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, hukum tidak bekerja menurut ukuran dan pertimbangannya sendiri melainkan dengan memikirkan dan mempertimbangkan apa yang baik dilakukan bagi masyarakat, sehingga muncul persoalan bagaimana membuat keputusan yang pada akhirnya bisa memberikan sumbangan terhadap efesiensi produksi masyarakatnya 30 , untuk menjalankan pekerjaan seperti itu, hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong. Hukum membutuhkan kekuasaan,
26
Adrian Sutedi, loc.cit. Sudikno Mertokusumo, MetodePenemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, (Yogyakarta : UII Press, 2006), hlm. 2. 28 Satjipto Raharjo, Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis Tentang Pergaulan Manusia dan Hukum (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 7. 29 Ibid, hlm. 8. 30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 146. 27
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
kekuasaan memberikan kekuatan kepadanya untuk menjalan fungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan pengintregrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide-ide belaka. Hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu menunggangi hukum 31 . Situasi konflik yang utama antara keduanya oleh karena kekuasaan dalam bentuknya yang paling murni tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan, sebaliknya justru hukum itu bekerja dengan cara memberikan patokan-patokan tingkah laku dan karena itu memberikan pembatasan-pembatasan 32 . Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat dirumuskan secara singkat oleh Muchtar Kusumaatmaja : “ Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman” 33 . Banyak negara berkembang yang mencantumkan gagasan ideal negara hukum, The Rule of Law pada konstitusi yang dibuatnya, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan. Di dalam pelaksanaannya ternyata banyak pihak yang tidak tunduk dan taat terhadap hukum.Seperti yang dikemukakan Jan Michiel Otto bahwa hanya ada sedikit “Kepastian hukum yang nyata” di negara-negara berkembang karena terdapat ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaannya 34 . Ketiadaan hukum
yang efektif untuk memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat di negara berkembang, menimbulkan sikap frustasi, bahkan tidak sedikit 31
Ibid Ibid 33 Ditulis kembali oleh Lili Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hlm. 70. 34 Newsletter KHN, Pembangunan Hukum di Negara Berkembang, Edisi Mei 2003, hlm. 31. 32
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang kemudian bersikap apriori terhadap hukum. Kondisi ini telah diungkapkan oleh Jan Michiel Otto, bahwa hukum menjadi tidak efektif karena faktor-faktor secara yuridik dan non yuridik. Misalnya saja para penegak hukum negara-negara berkembang seringkali kesulitan dalam mencari dan menemukan aturan hukum mana yang berlaku dalam menghadapi situasi konkrit, begitupun dengan penerapan interprestasi yang digunakan. Faktor non-yuridik menjadi cukup penting untuk dipertimbangkan. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum dalam aspek formilyuridik 35 . Setidaknya ada tiga jenis faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum nyata, yaitu : 1. Aturan-aturan hukum itu sendiri 2. Instansi-Instansi yang membentuk dan menerapkan hukum 3. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Hal pertama yang dibutuhkan untuk memahami daya pratikal dari hukum adalah pengetahuan hukum, penguasaan bahasa dan budaya yang besangkutan dan penguasaan atas ilmu pemerintahan dan politik. Pembentukan hukum di negara berkembang dihadapkan pada suatu pilihan yang cukup sulit. Meskipun seolah-olah ada “kontrak sosial” disetiap pembentukan hukum, namun dalam kenyataannya seringkali partisipasi masyarakat sangat minim36 . Dalam sistem Pemasyarakatan Indonesia terdapat 3 (tiga) pilar utama di dalam “Membangun Manusia Mandiri”. Ketiga pilar tersebut adalah:
35 36
Ibid Ibid
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Masyarakat 2. Petugas Pemasyarakatan 3. Narapidana Ketiga pilar tersebut harus saling terkait dan saling menjaga keseimbangan didalam memecahkan suatu permasalahan yang ada khususnya dalam melaksanakan pembinaan untuk membentuk “Manusia Mandiri” di Lembaga Pemasyarakatan. “The more integral, balanced and interdependent the three are the better it is for the society” 37 . Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan (salah satunya narapidana) bukan saja obyek melainkan subyek. Sebagai manusia yang tidak berbeda dari manusia lainnya maka sewaktu-waktu ia dapat melakukan kesalahan atau kehilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana, oleh sebab itu eksistensi pemidanaan sebagai upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keaagamaan, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. 38
37
Adi Sujatno, Pencerahan Dibalik Penjara, (Jakarta : Warta Pemasyarakatan No.25 Tahun VIII-, Juni 2007), hlm. 26. 38 Ibid
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Sistem Pemasyarakatan juga beranggapan bahwa pada hakekatnya perbuatan pelanggaran hukum narapidana adalah cerminan dari adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat di sekitarnya. Hal ini berarti faktor penyebab terjadinya perbuatan melanggar hukum bertumpu kepada 3 aspek tersebut. Aspek hidup diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan Pencipta-nya. Aspek kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia, sedangkan aspek penghidupan diartikan hubungan manusia dengan alam/lingkungannya. Oleh sebab itu tujuan Pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. 39 Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakanlah pembinaan narapidana, agar pembinaan tersebut dapat bermanfaat dan memiliki kepastian hukum, Tim Pengamat Pemasyarakatan(TPP) adalah tim yang membantu membantu pelaksanaan pembinaan dalam hal pengawasan dan pengamatan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Lembaga Pemasyarakatan
2. Landasan Konsepsional Definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan adalah : a. Akuntabilitas adalah adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkan, atau dapat juga diartikan Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan
kewajiban
suatu
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi 39
Ibid
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik 40 . b. Tim Pengamat Pemasyarakatan adalah Tim yang bertugas memberikan saran mengenai program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan 41 . c. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan 42 . d. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan 43 . e. Prespektif adalah pengharapan, peninjauan , tinjauan 44 . f. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 45
40
Lampiran Inpres R.I No.7 Tahun 1999 No.15 Juni 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 41 Pasal 1 angka (2) Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. 42 Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah republic Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. 43 Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 44 Burhani MS dan Hasbi Lauwrens, Kamus Ilmiah Populer Edisi Milinium, (Jombang : Lintas Media, 2008). 45 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan pembinaan narapidana. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif 46 ,
yaitu dimaksudkan sebagai
pendekatan terhadap masalah dengan melihat dari segi peraturan-peraturan yang berlaku oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan.
2. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier. a. Bahan Hukum Primer. Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diataranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Warga Binaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Keputusan Menteri Hukum dan PerundangUndangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang
46
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2006), hlm. 35, menyebutkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun dokron-dokrin guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pembentukan
Balai
Pertimbangan
Pemasyarakatan
dan
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan, hasil-hasil penelitian serta penelitian yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan Hukum Tertier Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 47 yang berupa kamus umum, kamus hukum, kamus ilmiah, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum.
3. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikian konseptual dan penelitian pendahuluan yang berhubungan dengan objek yang diteliti dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah, selain itu untuk lebih mengetahui keadaan saat ini maka dilakukan studi lapangan dan melakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada informan yaitu :
47
Mudzakir, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum, Program Study Ilmu Hukum, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
a. Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara b. Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan c. Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam. d. Petugas Pemasyarakatan e. Narapidana
4. Analisis Data Analisis data digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, dimana pada penelitian ini digunakan metode normatif kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang
ada
sebagai hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi-informasi. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat tentang adanya akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada pelaksanaan pembinaan narapidana dalam prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
BAB II PEMBENTUKAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) PADA PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Pemasyarakatan Sebagai Suatu Falsafah dan Tujuan Pidana Penjara Embrio pemasyarakatan muncul pada tahun 1951 (melalui konferensi dinas kepenjaraan di Nusakambangan) yang berhasil menetapkan sistem kepenjaraan, antara lain mengenai seleksi serta diferensiasi, perawatan sosial narapidana, dan peningkatan pendidikan pegawai. Para pegawai harus berusaha dapat menjalankan perawatan sosial terhadap narapidana agar tidak terasing sama sekali dari masyarakat dan memanfaatkan bantuan dari perkumpulan sosial. Kemudian dilanjutkan pada konferensi yang sama tahun 1956 di Sarangan Jawa Timur yang menetapkan, bahwa pengertian prinsip pidana penjara adalah uapaya mengembalikan seseorang yang tersesat menjadi anggota masyarakat yang baik, sehingga perlu meningkatkan usahausaha kearah pendidikan, pekerjaan narapidana dan kegiatan rekreasi. 48 Periode atau tahap dari pemasyarakatan selanjutnya dimulai sejak Sahardjo menyampaikan pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa tanggal 5 Juli 1963, dengan judul : ”Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila/Manipol
48
Diyah Irawati, Pelaksanaan Hak Asasi Manusia dalam Pembinaan Narapidana (Studi di Lembaga-lembaga Pemasyarakatan se-Nusakambangan Cilacap Jawa Tengah) Tesis, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum,Universitas Dipenegoro, Semarang, 1999, Ditulis kembali oleh Petrus Pandjaitan & Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana, (Jakarta : Indhill Co, 2007), hlm. 92.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Usdek.” Adapun sebagian isi pidatonya yang menyangkut nasib terpidana di dalam penjara adalah sebagai berikut 49 : ”Tujuan pidana penjara ialah pemasyarakatan dari rumusan ini terang, bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata, bahwa menjatuhi pidana tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan, terpidana juga tidak di jatuhi pidana siksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya para narapidana mempunyai mata pencaharian, yaitu supaya di samping atau setelah mendapat didikan berangsur-angsur mendapatkan upah untuk pekerjaannya”. Dilaksanakannya pidana penjara berdasarkan sistem pemasyarakatan, maka posisi sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia, di samping mengembalikan narapidana ke dalam masyarakat (reintegrasi sehat) mengandung pula pengertian yang lebih luas yaitu juga berfungsi pencegahan terhadap kejahatan. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan mengharuskan dirubahnya penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dirubahnya sangkar menjadi sanggar karena hanya di dalam Sanggar Pengayoman Pembinaan terpidana
49
Kutipan dari sebagian pidato pada acara pengangkatan gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum Oleh UI kepada Sahardjo pada tanggal 5 Juli 1963.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
berdasarkan sistem Pemasyarakatan dan proses-proses pemasyarakatan dapat terwujud. 50 Perlakuan terhadap narapidana berdasarkan sistem kepenjaraan, yang bercirikan balas dendam dan penjeraan dan institusi rumah penjara, sudah tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan yang berlandaskan Pencasila, dengan suatu sistem perlakuan narapidana yaitu Sistem Pemasyarakatan yang berasaskan Pancasila dan bercirikan rehabilitatif, korektif, edukatif dan integratif. Hal ini sejalan dengan lahirnya pemikiran-pemikiran baru tentang fungsi pemidanaan, yang tidak lagi bersifat penjeraan tetapi telah berubah menjadi suatu usaha yang rehabilitatif dan reintegratif dengan tujuan agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak mengulangi tindak pidana lagi dan dapat kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan masyarakat serta berguna bagi nusa dan bangsanya. Untuk itu diperlukan adanya pemisahan antara tahanan dan narapidana, penggolongan/klasifikasi narapidana, lembaga/institusi wadah pembinaan, aspek pembinaan yang bercirikan preventif, kuratif, rehabilitatif
dan edukatif
yang
berdasarkan kepada asas-asa pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu dalam masyarakat. 51
50
Adi Sujatno, Negara Tanpa Penjara (Sebuah Renungan), (Jakarta : Montas Ad, 2002), hlm.
14. 51
Ibid, hlm.15.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Hakekat dari pada Sistem Kepenjaraan memang sangat berbeda dengan Sistem Pemasyarakatan. Sistem Kepenjaraan diwarnai oleh aliran klasik dalam hukum pidana dengan doktrinnya yang terkenal yakni Punishment should fit the Crime, sedangkan Sistem Pemasyarakatan sejauh mungkin menginginkan apa yang dinamakan Twin Track System, dalam hal mana individualisme pidana juga dipertimbangkan (Punishment should fit the Crime). 52 Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu institusi negara yang ditugaskan untuk menampung narapidana/anak didik yang telah dinyatakan oleh Hakim melalui putusannya, atau kadangkala dipakai juga untuk tempat pelaksanaan penahanan yang dilakukan oleh Polisi, Jaksa maupun Hakim. Proses penjatuhan hukuman/penahanan pada hakekatnya merupakan upaya paksa dalam rangka proses penegakan hukum yang bertujuan agar di dalam masyarakat terdapat suasana aman dan tertib yang berlandaskan keadilan dan terciptanya perlindungan hak asasi manusia. 53 Menurut Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana
dinyatakan bahwa
tujuan pemidanaan adalah : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi
pengayoman masyarakat; b. Memasyarakatkan
terpidana
dengan
mengadakan
pembinaan
sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna;
52
Ibid, hlm.16. Adi Sujatno dan Didin Sudirman, Pemasyarakat Menjawab Tantangan Zaman, (Jakarta : Vetlas production Humas Ditjen Pemasyarakatan, 2008), hlm.88. 53
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 54 Disebutkan juga bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. 55 Narapidana bukanlah objek pembinaan, tetapi adalah subjek pembinaan, oleh karena tidaklah berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat berbuat salah, dan tidaklah tepat apabila selalu diasingkan dari masyarakat, tetapi justru harus dikenalkan kembali ke masyarakat, karena masyarakat adalah ajang hidup mereka, tempat satu kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupannya, yang justru dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak lagi mengulangi tindak pidana dan dapat diterima kembali oleh masyarakatnya. Dengan demikian keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara petugas, narapidana dan masyarakat adalah pra-syarat tercapainya tujuan system Pemasyarakatan di Indonesia, dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana kejahatan. 56 Sehubungan tujuan pidana untuk menyelesaikan konflik dan memulihkan keseimbangan hal itu telah dirumuskan pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru tahun 2004, semakin menunjukkan kedekatannya atau relevan dengan ide pemikiran Sahardjo. Di sini pidana tidak hanya membalaskan hukuman 54
Pasal 1 ayat (1) Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 1 ayat (2) Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana 56 Adi Sujatno, Op.cit., hlm.15. 55
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
atau derita pada pelaku; serta mengasingkannya dari masyarakat, tetapi bertujuan agar masyarakat dapat menerima bekas narapidana. Dalam hal ini tujuan pemasyarakatan berpusat dan ditujukan kepada integritas hidup dan penghidupan narapidana yang menjadi bagian dari anggota masyarakat. 57 Baharuddin Soerjobroto mengatakan: ”sifat kegotong-royongan di sini terlihat sebagai sesuatu yang aktif, dimana dalam prakteknya, sifat kegotong-royongan di dalam pemasyarakatan bertujuan untuk mengurangi konflik-konflik di masyarakat sehingga tercipta stabilitas sosial dan semua itu menjadi tanggung jawab bersama terlebih petugas pemasyarakatan selama proses pemasyarakatan berlangsung. Dengan demikian pemasyarakatan adalah pengejahwatahan dari keadilan terhadap perlakuan orang-orang yang melakukan tindak pidana. 58 Salah satu bentuk perwujudan adanya kerja sama pada proses pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan yaitu dibentuknya Tim pembuat rekomendasi yang disebut dengan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) baik di tingkat Pusat, Wilayah maupun di Daerah/Unit Pelaksana Tehnis. Hal ini dimulai pada tanggal 08 Februari 1965, dimana Kepala Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengeluarkan surat Edaran yang intinya menegaskan bahwa Pemasyarakatan adalah suatu proses yang wajib dilaksanakan dengan taat azas melalui pentahapan yang pasti dan jelas. Perkembangan pelaksanaan tugas pemasyarakatan dilaksanakan melalui evaluasi dari Dewan Pembina Pemasyarakatan (DPP). Dalam perkembangannya sejak tahun 1990 melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990, Tanggal 10 April 1990 Dewan
Pembina
57 58
Pemasyarakatan
diganti
dengan
nama
Tim
Pengamat
Petrus Pandjaitan & Samuel Kikilaitety, op.cit., hlm.116. Ditulis kembali oleh, Petrus Pandjaitan & Samuel Kikilaitety, Ibid.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan (TPP). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990 Bab II angka 10 yang berbunyi : ”Tim Pengamat Pemasyarakatan yang selanjutnya disingkat TPP adalah Tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana, anak negara/sipil dan klien pemasyarakatan.” Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dapat dibedakan : a. TPP tingkat Pusat yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan b. TPP tingkat Wilayah yang berkedudukan di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman c. TPP tingkat Daerah yang berkedudukan di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara dan Balai Bispa. 59 Pada Bab VII huruf J menyebutkan ”Pelaksana kegiatan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan masing-masing dibantu oleh sebuah tim yang disebut Tim Pengamat Pemasyarakatan Lapas, Tim Pengamat Pemasyarakatan Balai Bispa dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Rutan selanjutnya disingkat TPP”. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan
menyebutkan pemasyarakatan adalah kegiatan melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan
59
Bab II angka (10) Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan pidana. Sebagai suatu sistem, keberhasilan pembinaan dalam konteks pelaksanaan sistem pemasyarakatan ditentukan salah satu peran Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) sebagai pemimpin yang dibantu oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang melakukan penilaian dan pengamatan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi bagi pelaksanaan tahap-tahap/proses pembinaan selanjutnya.
B. Pelaksanaan Pembentukan Dan Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Wilayah dan Daerah
Kerja tim amat diperlukan karena dapat menciptakan sumber daya manusia yang luar biasa kuat, sebab berbagai talenta tergabung dan menjadi suatu kekuatan untuk mencapai tujuan. Kreatifitas dalam menyelesaikan berbagai hal yang membutuhkan kerja sama akan tercipta karena banyak pihak yang terlibat. 60 Demikian
pula
dengan
pelaksanaan
pembinaan
narapidana
dalam
sistem
Pemasyarakatan, diperlukan sebuah Tim yang terdiri dari pihak-pihak yang berinteraksi langsung dengan narapidana sehingga dari Tim ini diharapkan dapat diperoleh hasil penilaian dan pengamatan berupa rekomendasi bagi pelaksanaan pembinaan selanjutnya.
60
Theo Riyanto dan Martinus Th, Kelompok KerjaYang Efektif, (Yogyakarta : Kanisius, 2008), hlm.14.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Peraturan Pelaksana Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Dalam Bab IV Pasal 45 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi : (1) Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. (2) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri. (3) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya. (4) Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat LAPAS, BAPAS atau pejabat terkait lainnya bertugas : a. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyrakatan. b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan; dan c. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan (5) Pembentukan, susunan, dan tata cara kerja Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan tersebut maka lahirlah Keputusan Menteri Hukum dan PerundangUndangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Balai
Pertimbangan
Pemasyarakatan
dan
Pemasyarakatan, yang mengatur kedudukan, tugas dan Fungsi
Tim
Pengamat
Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) antara lain berbunyi : 1. TPP Pusat berada di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2. TPP Wilayah berada di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan PerundangUndangan dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3. TPP Daerah di UPT Pemasyarakatan dan bertanggungjawab kepada masingmasing kepada UPT Pemasyarakatan. 61 Tugas pokok Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah : 1. Memberikan saran mengenai bentuk , dan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan; 2. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan; dan 3. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan; 62 Saran dan pertimbangan pengamatan yang dibuat oleh Tim Pengamatan Pemasyarakatan (TPP) merupakan rekomendasi bagi kepala dalam meyelesaikan masalah-masalah dan usulan pembinaan dengan tingkatan sebagai berikut : 1. TPP Pusat bertugas memberikan saran dan pertimbangan pengamatan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan tentang masalah-masalah dan usulan pembinaan, pengamanan dan pembimbingan WBP yang diajukan oleh TPP Wilayah dalam hal : a. Masalah-masalah penempatan dan pemindahan WBP; b. Penyeselesaian masalah-masalah usul dari daerah tentang asimilasi, pembebasan bersyarat dan remisi; c. Masalah-masalah lain yang dipandang perlu oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2. TPP Wilayah bertugas memberi saran dan atau pertimbangan pengamatan kepada Kepala Kantor Wilayah tentang masalah-masalah dan usulan pembinaan, pengamanan dan pembimbingan WBP yang diajukan oleh kepala UPT Pemasyarakatan dalam hal : a. Perkembangan pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan WBP atau perawatan tahanan di semua UPT Pemasyarakatan di Wilayah; b. Meneliti, menelaah, menilai usulan TPP Daerah sebagai bahan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah untuk ditolak atau diteruskan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan; c. Masalah-masalah pembinaan lainnya yang dianggap perlu oleh Kepala Kantor Wilayah.
61
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Pasal 12. 62 Ibid, Pasal 13.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3.
TPP Daerah bertugas memberi saran dan pertimbangan pengamatan kepada Kepala UPT Pemasyarakatan mengenai : a. Bentuk dan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan WBP atau perawatan tahanan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan; b. Penilaian terhadap pelaksanaan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan WBP atau perawatan tahanan; c. Penerimaan keluhan dan pengaduan dari WBP untuk diteruskan kepada Kepala UPT; d. Pelanggaran disiplin dan pelanggaran hukum oleh WBP untuk diambil tindakan cepat dan tepat guna serta lain yang timbul dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. 63 Susunan Keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sebenarnya telah
diatur dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyrakatan yang antara lain menyebutkan : 1. Susunan Keanggotaan TPP Wilayah tipe A terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota adalah Koordinator Urusan Pemasyarakatan b. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Bidang Pemasyarakatan c. Anggota adalah : 1) Kepala Seksi Balai Pemasyarakatan; 2) Kepala Seksi Bindalapas; 3) Kepala Balai Pemasyarakatan di tempat kedudukan Kantor Wilayah; 4) Instansi terkait yang oleh Kepala Wilayah dipandang perlu dan perorangan atau badan yang berminat dalam bidang pemasyarakatan. 64 2. Susunan keanggotaan TPP Daerah, antara lain yaitu : a. TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, terdiri dari : 1) Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik; 2) Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan; 63 64
Ibid, Pasal 14. Ibid, Pasal 16 ayat (2) huruf (a).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3)
Anggota adalah : a) Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas; b) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib; c) Kepala Seksi Kegiatan Kerja; d) Kepala Sub Seksi Registrasi; e) Kepala Subs Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja; f) Kepala Subs Seksi Perawatan; g) Kepala Subs Seksi Kemanan; h) Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan; i) Hakim Pengawas dan Pengamat; j) Instansi terkait dengan Pembinaan WBP; k) Wali WBP; l) Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. 65
b. TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, terdiri dari : 1) Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik; 2) Sekretais merangkap anggota adalah Kepala Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan; 3) Anggota adalah : a) Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas; b) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib; c) Kepala Sub Seksi Perawatan; d) Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja; e) Kepala Sub Seksi Keamanan; f) Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan; g) Hakim Pengawas dan Pengamat; h) Instansi terkait dengan Pembinaan WBP; i) Wali WBP; j) Badan atau Perorangan yang berminat terhadap pembinaan. 66 Walaupun susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) secara baku telah diatur dalam Pasal 16, namun masing-masing TPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat dilengkapi dengan beberapa staf sekretariat 67 dan bila diperhatikan isi Pasal 18 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia
65
Ibid, Pasal 16 ayat (3) huruf (b). Ibid, Pasal 16 ayat (3) huruf (c). 67 Ibid, Pasal 17 66
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan memungkinkan terjadinya perubahan terhadap susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan berbunyi : 1. Ketua, sekretaris dan anggota TPP Pusat ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Menteri. 2. Ketua, sekretaris dan anggota TPP Wilayah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala Kantor Wilayah. 3 Ketua, sekretaris dan anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala UPT Pemasyarakatan. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang disebutkan: Dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik yang meliputi : a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; g. Keterbukaan. Sehingga terlihat bahwa pasal-pasal dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tersebut
telah
memenuhi
asas
Pembentukan
Peraturan
Perundang-
Undangan.Terutama pada huruf (d) asas ”dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat , baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. 68 Melihat dari susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang diatur dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Nomor : M.02.PR.08.03
Tahun
1999
tentang
Pembentukan
Balai
Pertimbangan
Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan memasukan : Hakim Pengawas dan Pengamat, Instansi terkait dengan Pembinaan WBP, Wali WBP dan Badan atau Perorangan yang berminat terhadap pembinaan maka hal ini sesuai dengan teori Leo Fonseka. Dalam teori Leo Fonseka menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) pilar utama di dalam Pembangunan Nasional yaitu Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat, maka dengan sistem Pemasyarakatan Indonesia (SIPASINDO) juga ada 3 (tiga) pilar utama di dalam ”Membangun Manusia Mandiri” ketiga Pilar tersebut adalah Masyarakat, Gaspas (Petugas Pemasyarakatan) dan Napi (Narapidana) yang mana ketiganya harus saling terkait dan saling menjaga keseimbangan di dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada khususnya membangun Manusia Mandiri . 69 Dalam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan khususnya untuk
68
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 69 Adi Sujatno dan Didin Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman, (Jakarta : Vetlas Production Humas Ditjen Pemasyarakatan : 2008), hlm.26.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Daerah/Unit Pelaksana Tehnis terlihat jelas bahwa yang menjadi anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah petugas atau pihak-pihak yang berhubungan atau beriteraksi langsung dengan narapidana. Hal ini dapat di lihat yaitu: 1.
Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja dengan ikhtisar Jabatan : Mengkordinasikan pelaksanaan registrasi, statistik, dokumentasi, pembinaan mental/rohani dan fisik serta perawatan kesehatan narapidana/Anak didik sesuai peraturan dan prosedur
yang
berlaku
dalam
rangka
kelancaran
pelaksanaan
tugas
pemasyarakatan. 2.
Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Sub Seksi dan Bimbingan Kemasyarakatan dengan ikhtisar jabatan : melakukan dan membuat pendataan, statistik, dokumentasi sidik jari, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani, latihan olah raga, peningkatan pengetahuan, assimilasi, cuti dan pelepasan narapidana/Anak didik sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas pemasyarakatan.
3.
Anggota yaitu Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan, dengan ikhtisar jabatan yaitu : mengkoordinasikan pelaksanaan tugas penjagaan pengamanan dan ketertiban sesuai jadwal jaga tugas agar tercapai kemanan dan ketertiban dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan.
4.
Anggota yaitu Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib. Dengan ikhtisar jabatan yaitu : mengkoordinasikan kegiatan administrasi keamanan dan Tata Tertib dengan mengatur jadwal tugas dan penggunaan perlengkapan sesuai
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka tercipta suasana aman dan tertib dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan. 5.
Anggota yaitu Kepala Sub Seksi Perawatan Narapidana/Anak didik , dengan ikhtisar jabatan yaitu : melaksanakan pelayanan kesehatan/perawatan dan penyediaan pakaian dan makanan sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan Narapidana dan Anak Didik.
6.
Anggota yaitu Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja, dengan ikhtisar jabatan yaitu : Melaksanakan pemberian bimbingan kerja dan mempersiapkan fasilitas sarana kerja serta mengelola hasil kerja dari pada Narapidana/Anak
Didik di
Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. 7.
Anggota yaitu Kepala Sub Seksi Keamanan, dengan ikhtisar jabatan yaitu : menyelenggarakan tugas pengamanan dan ketertiban, mengatur/membuat jadwal tugas dan penggunaan perlengkapan pengamanan jaga sesuai peraturan dan petunjuk yang berlaku agar tercipta suasana aman dan tertib dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan. 70
Terdapat anggota lain yaitu : 1. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Keikutsertaan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Bispa dalam persidangan :
70
Uraian Jabatan Struktural Lembaga Pemasyarakatan Kls II, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Tim Analisa Jabatan, (Jakarta : 1991).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
a. Pembimbing
Kemasyarakatan mempunyai tugas mengikuti sidang yang
diselenggarakan
oleh
Pengadilan
Negeri
maupun
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan. b. Dalam
sidang
di
Pengadilan
Negeri,
Pembimbing
Kemasyarakatan
memberikan penjelasan tentang laporan penelitian Kemasyarakatan yang dibuat. c. Dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan memberikan penjelasan tentang laporan penelitian Kemasyarakatan yang dibuat serta memberikan pertimbanganpertimbangan dalam menentukan program bimbingan narapidana, Anak Negara dan Anak Sipil. 71 2. Hakim Pengawas dan Pengamat Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi : (1) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya. (2) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh bagi perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya. (3) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya. (4) Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat. Hakim Pengawas dan Pengamat (Hakim Wasmat untuk melaksanakan tugas seperti yang telah diatur dalam KUHAP hendaknya bekerja sama dengan Tim 71
Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan huruf K point (4).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pengamat Pemasyarakatan (TPP), sehingga pertimbangan kegiatan pembinaan dan bimbingan dapat berdaya guna dan berhasil guna. 72 3. Instansi terkait dengan Pembinaan WBP. Dalam rangka pembinaan, maka para petugas pemasyarakatan harus mampu melibatkan instansi-instansi yang terkait, baik yang sudah terlibat melalui surat Keputusan Bersama, maupun yang belum. Keikutsertaan Instansi terkait dalam susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
adalah dalam hal
pelaksanaan/pembahasan persidangan yang memerlukan pendapat atau peran serta pihak lain, misalnya : Kejaksaan Negeri, untuk mengetahui masih ada atau tidaknya perkara lain dari narapidana yang akan mendapat program pembinaan cukup tertera dari jawaban surat yang dimintakan oleh Lembaga Pemasyarakatan terutama pembinaan yang bersifat extramural. Saat ini Instansi terkait tidak dalam susunan keanggotan TPP karena pendapat atau keterangan yang hendak diketahui 15 (lima belas) hari sebelum persidangan. 73 Selain itu dengan diperluasnya tugas pembinaan Pemasyarakatan, maka kini telah ditingkatkan kerja sama dengan instansi-instansi lain dan pihak swasta. Agar kerja sama dimaksud dapat memberikan manfaat yang optimal bagi Pembinaan pemasyarakatan, maka hendaklah harus memperhatikan beberapa hal antara lain yaitu : 1. Sebelum menyepakati suatu kerja sama, maka perlu penelaahan lebih dahulu secara seksama tentang manfaatnya bagi Pembinaan Pemasyarakatan. 72
Ibid, point (2). Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam,Senin, 19 Januari 2009. 73
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Kalau sudah ditentukan manfaatnya secara konkret, maka konsep naskah segera
dibuat
dan
sebelum
penandatanganan
oleh
Kakanwil
Depkeh/Kalapas/Karutan, maka harus dilaporkan ke Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 3. Khusus
kerja
sama
biasa
dalam
rangka
peningkatan
pembinaan
mental/keterampilan narapidana seperti kerja sama dengan instansi/Kanwil Departemen Agama atau Kanwil P & K, dengan ini diberikan petunjuk : a. Kalau obyeknya meliputi ruang lingkup nasional, maka dengan sendirinya naskah kerja sama ditanda tangani Menteri Kehakiman dengan Instansi/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. b. Kalau obyeknya terbatas untuk ruang lingkup daerah, maka ditanda tangani oleh Kakanwil Departemen Kehakiman dengan Pimpinan Instansi setempat. 74 4. Wali Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Agar pelaksanaan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berdaya guna dan berhasil guna perlu menyertakan petugas Pemasyarakatan sebagai pendamping yang berperan sebagai fasilitator, komunikator, dan motivator selama berlangsungnya proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakataan adalah petugas Pemasyarakatan yang
74
Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.UM.06.07.127 Tahun 1988 tentang Tata Cara Pembuatan Kerja Sama Dengan Instansi Lain dan Pihak Swasta.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
melakukan pendampingan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. 75 Tugas Wali Pemasyarakatan adalah sebagai berikut : (1) Wali Pemasyarakatan melaksanakan tugas pendampingan selama Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan menjalani proses pembinaan, baik dalam berinteraksi dengan sesama penghuni, petugas, keluarga maupun anggota masyarakat. (2) Wali Pemasyarakatan berkewajiban : a. Mencatat identitas, latar belakang tindak pidana, latar belakang kehidupan sosial, serta menggali potensi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan untuk dikembangkan dan diselaraskan dengan program pembinaan; b. Memperhatikan, mengamati, mencatat perkembangan pembinaan, perubahan perilaku yang positif, hubungan dengan keluarga dan masyarakat, serta ketaatan terhadap tata tertib LAPAS atau RUTAN; c. Membuat laporan perkembangan pembinaan dan perubahan perilaku sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk kepentingan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam menetapkan program pembinaan lebih lanjut; (3) Wali Pemasyarakatan berwenang : a. Mengusulkan kepada Tim Pengamat Pemasyarakatan agar Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat program pembinaan berdasarkan bakat, minat dan mengenai program pembinaan sesuai dengan tahapan dan proases pemasyarakatan; b. Menerima keluhan dan melakukan konsultasi jika Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan mengalami hambatan, baik dalam berinteraksi dengan sesama penghuni dan petugas maupun dalam mengikuti program pembinaan. 76 Selain itu disebutkan : (1) Tugas Wali Pemasyarakatan dapat dimulai sejak seseorang masih berstatus sebagai tahanan
75
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.01.PK.04.10. Tahun 2007, Pasal 1. 76 Ibid, Pasal 2.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
(2) Tugas perwalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpegang pada asas praduga tidak bersalah dan tidak mencampuri hal-hal yang berkaitan dengan teknis yudisial atas tahanan yang bersangkutan. 77 Sidang TPP Daerah yang membahas keberadaan masing-masing WBP di UPT Pemasyarakatan wajib dihadiri oleh Wali WBP yang bersangkutan. 78 5. Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan Badan atau perorangan adalah merupakan bagian dari masyarakat yang merupakan unsur pendukung sistem Pemasyarakatan, yang nantinya merupakan tempat
narapidana
untuk berinteraksi di tengah-tengah masyarakat.
Keikutsertaan Badan atau perorangan
dalam persidangan biasanya yang
menyangkut program Asimilasi yang bersifat khusus misalnya : Kerja Bakti, maka dalam hal ini Lurah/Kepala Desa akan diundang untuk ikut dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). 79
2. Implementasi Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatann (TPP) di Tingkat Kantor Wilayah dan Daerah Memperhatikan bunyi Pasal 16, 17 dan 18 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 maka dapat dipahami bahwa dalam praktek bisa terjadi perubahan atas susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).Hal ini terjadi antara lain disebabkan karena :
77
Ibid, Pasal 6. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, Pasal 23. 79 Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam,Senin, 19 Januari 2009. 78
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Terjadinya perubahan struktur organisasi dan Tata Kerja, seperti yang
terjadi
pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara. Koordinator Urusan Pemasyarakatan berubah
menjadi Divisi
Pemasyarakatan yang terdiri dari: a. Bidang Keamanan dan Pembinaan; b. Bidang Registrasi, Perawatan dan Bina Khusus Narkotika. 80 Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang sekaligus mencabut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03.PR.07.10 Tahun 1992 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman,yang dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu disesuaikan. Dengan adanya perubahan ini maka susunan Tim Pengamat Pemasyarakat di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara juga mengalami perubahan dan harus menyesuaikan dengan Organisasi dan Tata Kerja yang baru. 81 (Lihat Lampiran 1 tentang Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera dan Beberapa Unit Pelaksana Tehnis). 80
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M01.PR.07.10 Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Pasal 19. 81 Hasil Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara selaku Ketua TPP Tingkat Wilayah, Senin, tanggal 12 Januari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Tingginya beban kerja Tim Pengamat Pemasyarakatan. Diperlukan tambahan anggota untuk mengimbangi beban kerja yang diemban, misalnya staf pada sekretaris.Hal ini disebabkan kondisi Over Kapasitas yang terjadi hampir di semua Unit Pelaksana Tehnis. Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia menjelaskan strategi untuk menanggulangi kelebihan kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan pemindahan narapidana untuk pemerataan hunian dan penggiatan pembangunan fisik lapas/rutan.Selain itu, optimalisasi sistem dengan memberi remisi tambahan (anak, lansia, wanita, napi sakit permanen), peningkatan pelaksana Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat yang ditunjang dengan upaya di bidang kebijakan. 82 Hal ini tentu merupakan tugas bagi TPP sebagai Tim pembuat rekomendasi bagi pelaksana pembinaan. Kondisi over kapasitas yang ditemui saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan adalah dengan kapasitas 150 orang tetapi harus menampung 382 orang. 83 Demikian pula pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam dengan kapasitas 350 orang tetapi dihuni dengan 974 orang. 84 3. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dari anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan. Misalnya adanya keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan
82
Hukumham.info, Apresiasi Kerja Depkumham dari Senayan,Edisi Khusus Peringatan Hari Dharma Karyadhika,2008,hlm.2. 83 Wawancara dengan Kasi Binadik, Agustinawati Nainggolan,SH, selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan, pada tanggal 21 Maret 2009. 84 Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH, selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, Pada tanggal 21 Maret 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang menetapkan Ketua TPP tidak berdasarkan jabatan struktural. Hal ini dilakukan bukan semata-mata demi kepentingan perorangan melainkan demi efesien kerja karena sebagai seorang Ketua harus memiliki kemampuan untuk memimpin sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. 85 Terdapat 5 anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang tidak tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan sebagai anggota tetapi diatur dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999
86
.Kelima anggota tersebut
akan diundang untuk mengikuti sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bila materi yang disidangkan memang memerlukan pendapat/pandangan dari mereka. Adapun kelima anggota tersebut adalah : 1. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Keikutsertaan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan dalam persidangan biasanya dikaitkan dengan materi sidang yang akan dilaksanakan. Bila
materi
sidang
Kemasyarakatan
tidak
(Litmas)
memerlukan dari
pendapat
Pembimbing
berupa
Penelitian
Kemasyarakatan
Balai
Pemasyarakatan maka Pembimbing Kemasyarakatan tidak diikutsertakan dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tersebut.
85
Hasil Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara selaku Ketua TPP Tingkat Wilayah, Senin, tanggal 12 Januari 2009. 86 Lihat Daftar Lampiran 1 Tentang Susunan TPP di Kantor Wilayah dan Beberapa Unit Pelaksana Tehnis.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Hakim Pengawas dan Pengamat Pada pelaksanaannya saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam bahwa Hakim Pengawas dan Pengamat Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak pernah melaksanakan tugas pengawasan sehingga tidak ikut dalam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). 3. Instansi terkait dengan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dewasa ini lebih berorientasi pada pelaksanaan sidang yang membahas tentang proses pembinaan integrasi yaitu pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat sehingga peran dari intansi terkait tersebut kurang diharapkan. Sebagai contoh hal ini dapat kita lihat pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam bahwa pada tanggal 28 Juni 2007 Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Deli Serdang
dengan surat Nomor : 050.5941/BP/2007 mohon
Bantuan Bahan Pameran dalam rangka hari jadi Kabupaten Deli Serdang. Dalam surat
tersebut
juga
tersirat
maksud
bahwa
agar
narapidana
yang
membuat/mengerjakan hasil karya tersebut ikut dalam kegiatan pameran tersebut untuk langsung memperagakan proses pembuatannya. Menanggapi surat dimaksud pada tanggal 29 Juni 2007 dilaksanakan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk membahas hal tersebut tanpa mengikutsertakan Instansi lain dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Deli Serdang. Dengan tidak ikutnya Instansi lain (Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Deli Serdang) maka eksistensi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
yang merupakan ujung tombak dari dari pelaksanaan pembinaan dalam sistem Pemasyarakatan tidak diketahui oleh masyarakat lain di luar Lembaga Pemasyarakatan. 4. Wali Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Peraturan Perundang-undangan yang mengatur secara jelas tentang peran dan fungsi Wali Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Pemasyarakatan adalah
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 2007 dan sampai saat ini petugas pemasyarakatan masih kurang memahami sampai sejauh mana tugas dan tanggung jawab dari seorang wali pemasyarakatan. Namun demikian berdasarkan petunjuk yang ada dan berdasarkan contoh format buku yang diberikan, wali pemasyarakatan ikut dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan bila yang ikut dalam persidangan anak asuhnya. 87 5. Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan Keikutsertaan Badan atau perorangan
dalam persidangan biasanya yang
menyangkut program Asimilasi yang bersifat khusus misalnya : Kerja Bakti, maka dalam hal ini Lurah/Kepala Desa akan diundang untuk ikut dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). 88 Saat ini Badan atau perorangan kurang berminat terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana khususnya di Lembaga
87
Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH, selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam 88 Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam,Senin, 19 Januari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, namun demikian terdapat Badan yang berminat pada pelaksanaan pembinaan khususnya pada pelaksanaan pembinaan rohani yang pada pelaksanaannya tidak memerlukan rekomendasi dari Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
C. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor.KP.10.13/3/1 tanggal 8 Pebruari 1965 tentang pemasyarakatan sebagai proses, maka dapat dikemukakan bahwa pembinaan narapidana dewasa dilaksanakan melalui empat tahap yang merupakan satu kesatuan proses yang bersifat terpadu, yaitu : 1. Tahap Pertama : Pada tahap ini, setiap narapidana yang masuk ke Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal sesuatu mengenai dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan pelanggaran, dan segala keterangan tentang dirinya yang dapat diperoleh dari keluarga, bekas majikan atau atasannya, teman sekerja, si korban dari perbuatannya, serta dari petugas intansi lain yang telah menangani perkaranya. Pembinaan tahap ini disebut pembinaan tahap awal. Kegiatan masa pengamatan,
penelitian,
dan
pengenalan
lingkungan
untuk
menentukan
perencanaan
pelaksanaan program pembinaan kepribadian, dan kemandirian,
waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
sampai dengan 1/3 (sepertiga) dari masa hukuman pidananya. Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya dilaksanakan secara maksimum. 2. Tahap Kedua : Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya, dan menurut pendapat Tim Pengamat Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan patuh pada peraturan tatatertib yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan, maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan melalui pengawasan medium security. 3. Tahap Ketiga : Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan, baik secara fisik ataupun mental, dan juga keterampilannya, maka wadah proses pembinaannya diperluas dengan asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari dua bagian yaitu waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ (setengah) dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya sudah memasuki tahap medium security. Tahap kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa hukuman pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dan selanjutnya dapat diberikan pebebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan minimum security. 4. Tahap keempat : Jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahap akhir, yaitu kegiatan berupa perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak
berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan
berakhirnya masa hukuman dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan pada tahap ini terhadap narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat dan pembinaannya dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan oleh
Bapas yang kemudian disebut Pembimbingan Klien
Pemasyarakatan. 89 Pemasyarakatan merupakan suatu proses yang berlaku secara berkesinambungan, serta proses tersebut diwujudkan melalui tahapan pembinaan, dimana tahap demi tahap tersebut ditentukan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Hal ini juga diatur dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan : Pembinaan Narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahap pembinaan. (1) Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) tahap, yaitu : 89
Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara,Dari Sangkar Menjadi Sanggar Untuk Menjadi Manusia Mandiri, (Jakarta : Teraju, 2008), hlm.130-132.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
a. Tahap awal; b. Tahap lanjutan; dan c. Tahap akhir. (2) Pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap lain ditetapakan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Wali Narapidana. (3) Data sebagimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan hasil pengamatan, penilaian, dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan. (4) Ketentuan mengenai pengamatan, penilaian, dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Adapun
tahap-tahap
pembinaan
bagi
Narapidana
(Warga
Binaan
Pemasyarakatan ) diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berbunyi : 1. Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi : a. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan. b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian. c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. 2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a. Perencanaan program pembinaan lanjutan. b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan. c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan,dan d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. 3. Pembinaan Tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi : a. Perencanaan progran integrasi b. Pelaksanaan progran integrasi dan c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir. 4. Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. 5. Dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan Kepala LAPAS wajib memperhatikan hasil Litmas. 6. Ketentuan mengenai bentuk dan jenis kegiatan program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Menurut penelitan yang dilakukan khususnya pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, persidangan dalam menentukan tahap-tahap pembinaan tersebut pada kenyataannya tidak semua dapat berjalan sebagaimana mestinya. Terdapat beberapa narapidana yang tidak melalui keseluruhan dari persidangan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang menentukan tahap-tahap pembinaan tetapi dapat langsung mengikuti persidangan tahap akhir dari pembinaan yaitu berupa pemberian pembinaan integrasi. Contoh kasus yang ditemui : Nama Narapidana
: Elza Filiandre
Hukuman
: 1 (Satu) tahun 3 (Tiga) bulan
Perkara/Pasal
: Narkotika /Pasal 82 UU Nomor 22 Tahun 1997
Remisi yang Diperoleh
: -
Tanggal Ditahan
: 09 – 05 - 2008
Tanggal Bebas
: 07 - 08 – 2009
Tanggal 2/3 Masa Pidana
: 05 – 03 – 2009
Pada tanggal 13 Pebruari 2009 Narapidana tersebut ikut dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk dapat ikut dalam perencanaan program integrasi yaitu pemberian Pembebasan Bersyarat. Seharusnya perencanaan program integrasi adalah merupakan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang ke IV tetapi pada kenyataannya bagi Narapidana tersebut hal ini merupakan sidang yang pertama dan terakhir. Karena bila dalam persidangan tersebut rencara program integrasinya berupa pemberian Pembebasan Bersyarat disetujui maka narapidana tersebut akan melanjutkan pembinaannya di luar Lembaga Pemasyarakatan. Pada pelaksanaan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
tahap-tahap pembinaan hal ini memang tidak relevan tetapi secara peraturan perundang-undangan telah terpenuhi persyaratan administratif dan substantif yaitu Narapidana tersebut telah menjalani pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan. 90 Dapat juga terjadi seseorang narapidana yang dihukum lebih dari satu tahun tidak pernah mengikuti proses persidangan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang pada akhirnya bebas dalam arti selesai menjalani masa pidananya. Hal ini antara lain disebabkan karena kondisi over kapasitas dan beban kerja sehingga tidak semua Narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam dapat diikut sertakan pada pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang menentukan tahap-tahap pembinaan. 91 Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) selain menentukan
tahap
pembinaan juga memberi rekomendasi bagi pelaksanaan pemindahan narapidana, seperti yang tercantum dalam Pasal 46 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berbunyi : 1. Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat dipindahkan dari satu Lapas ke Lapas lain oleh Kepala Lapas apabila telah memenuhi syarat-syarat pemindahan. 2. Syarat-syarat pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: 90
Lihat Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor : M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, Pasal 6 huruf (f) angka (2) menyebutkan Pembebasan Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (Sembilan) bulan. 91 Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan.SH selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
a. Ada izin pemindahan tertulis dari pejabat yang berwenang; b. Dilengkapi dengan berkas-berkas pembinaan;dan c. Hasil pertimbangan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Fungsi dan peranan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang sangat dirasakan dewasa ini adalah upaya dalam menanggulangi kelebihan kapasitas (over kapasitas) yaitu mengoptimalkan pemberian asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat pada Pasal 11 disebutkan : Tata cara untuk pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat sebagaimana dalam Pasal 10 adalah sebagai berikut : a. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) LAPAS atau TPP RUTAN setelah mendengar pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan pembinaan dari Wali Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat kepada kepala LAPAS atau kepala RUTAN; b. Untuk Asimilasi, apabila Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui usul TPP LAPAS atau RUTAN selanjutnya menerbitkan keputusan Asimilasi; c. Untuk Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat, apabila Kepala LAPAS menyetujui usul TPP LAPAS atau RUTAN selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat; d. Untuk Pembebasan Bersyarat, apabila Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui usul TPP LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan; e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat menolak atau menyetujui tentang usul Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, atau Pembebasan Bersyarat setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat; f. Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak tentang usul Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, atau
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
g.
h.
i.
j.
Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya usul tersebut memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN; Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui tentang usul Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat maka Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan keputusan tentang Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat; Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui tentang usul Pembebasan Bersyarat maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya usul tersebut meneruskan usul kepada Direktur Jenderal Pemasyarakkatan; Apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menolak tentang usul Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penetapan memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN; dan Apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui tentang usul Pembebasan Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan menerbitkan keputusan tentang Pembebasan Bersyarat.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
BAB III AKUNTABILITAS TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Mekanisme Kerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Kerja dalam satu tim merupakan solusi yang terbaik untuk mencapai sukses. Kesuksesan kelompok tidak tergantung pada perseorangan, tetapi lebih pada kerja tim yang saling mendukung. Pendekatan kerja tim juga akan mempermudah manajemen dan pendelegasian tugas-tugas. Pengaturan dan pendelegasian tugas serta wewenang diatur sedemikian rupa, sehingga masing-masing sumber daya yang ada dikembangkan dan dibina sesuai dengan pola kerja tim. Tim adalah kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, ada aturan main dan mekanisme kerja yang jelas baik bagi perseorangan maupun kelompok. Masing-masing anggota bekerja dengan saling tergantung. Dalam hal ini ada hal yang harus dimengerti dan dipatuhi yaitu tentang tugas dan permasalahannya serta proses dan interaksi antara anggota. 92 Demikian pula dengan kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) agar dapat dipertanggungjawabkan maka mekanisme kerja haruslah sesuai aturan yang telah ditentukan. Kondisi over kapasitas yang terjadi dewasa ini mengharuskan Tim Pengamat Pemasyarakatan bekerja lebih giat dan lebih cermat guna mengantisipasi terjadinya salah tafsir terhadap hasil kerja. Masing-masing Tim Pengamat 92
Theo Riyanto dan Martinus Th, Loc.cit., hlm.14.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan (TPP) mempunyai tugas dan wewenang sesuai dengan tingkatannya. Adapun pelaksanaan sidang TPP terdiri dari : 1. Sidang TPP terdiri dari : a. Sidang Rutin yaitu Sidang TPP yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) bulan; b. Sidang khusus yaitu Sidang TPP yang dilaksanakan dan berlangsung setiap waktu sesuai kebutuhan pembinaan dan membahas persoalan-persoalan yang menyangkut pelaksanaan teknis Pembinaan dan Pembimbingan WBP yang memerlukan penyelesaian cepat. 2. Sidang Rutin membahas perkembangan pelaksanaan teknis pembinaan dan Pembimbingan WBP sesuai pentahapan proses pemasyarakatan. 3. Sidang khusus dapat diadakan apabila : a. Diusulkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala UPT Pemasyarakatan; b. Diusulkan oleh Ketua TPP; c. Diusulkan oleh anggota TPP. 4. Untuk pendayagunaan peranan TPP, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah atau kepala UPT Pemasyarakatan sewaktu-waktu dapat mengikuti dan mengamati penyelenggaraan sidang TPP. 93 Mekanisme Kerja Tim Pengamat Pemasyarakatan telah diatur sedemikian rupa sehingga hal-hal baku dalam persidangan tidak lagi diabaikan antara lain menyangkut pengaturan tentang : 1. Sebelum sidang TPP dimulai, sekertaris berkewajiban menyiapkan segala sesuatu kelengkapan administrasi sidang dan mengesahkan acara sidang. 2. Sidang TPP dibuka oleh Ketua, dilanjutkan dengan pengantar keacara sidang. 3. Untuk sidang TPP Daerah, Wali WBP menyampaikan laporan hal ikhwal perwaliannya setelah mendapat persetujuan dari Ketua. 94
93
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, Pasal 20. 94 Ibid, Pasal 24.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Hal pengambilan keputusan diatur sebagai berikut : 1. Pembahasan dalam Sidang TPP Daerah dapat disertai dengan menghadirkan WBP bersangkutan dan atau pihak-pihak lain terkait, setelah mendapat persetujuan dari anggota. 2. Setiap persetujuan/keputusan Sidang TPP didasarkan atas musyawarah dan mufakat. 3. Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemilihan dengan suara terbanyak dengan ketentuan bahwa keputusan diambil lebih dari setengah ditambah 1 (satu). 95 Demikian pula tentang penutupan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam mengambil suatu keputusan diatur sebagai berikut : 1. Hasil Keputusan Sidang TPP sebelum ditandatangani oleh anggota yang hadir harus dibacakan kembali dihadapan anggota. 2. Sebelum sidang TPP ditutup oleh Ketua diberikan kesempatan kepada para anggota untuk memberikan saran-saran guna pendayagunaan pelaksanaan tentang hasil keputusan yang telah ditetapkan. 96 Adapun pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk tingkat daerah/Lembaga Pemasyarakatan dapat diuraikan sebagai berikut :
95 96
Ibid, Pasal 25. Ibid, Pasal 26
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Sekretaris Tim Pengamat Pemasyarakatan a. Menghimpun dan mempelajari nama-nama narapidana/adikpas yang akan disidangkan pada persidangan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang sudah dijadwalkan sesuai dengan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang benar. b. Melakukan pengecekan dan penyaringan atas nama-nama narapidana/adikpas berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan yang bersangkutan dengan: 1) Masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan (Mapenaling) 2) Pembinaan tahap awal 3) Pembinaan tahap lanjutan 4) Pembinaan tahap akhir 5) Kepentingan lain misalnya pemindahan narapidana ke Lapas
lain
6) Hukuman disiplin bagi narapidana/adikpas c. Menyiapkan semua berkas narapidana/adikpas yang akan disidangkan berupa: 1) File-file narapidana tersebut yang terdiri dari surat perintah penahanan dan surat perintah perpanjangan penahanan, vonis pengadilan dan berita acara eksekusi,
berkas-berkas
lain
yang
berhubungan
dengan
narapidana/adikpas. 2) Kartu Kesehatanan atau medical record 3) Kartu pembinaan kalau narapidananya telah memiliki kartu pembinaan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
d. Membuat
risalah
singkat
pembinaan
narapidana/adikpas
yang
akan
disidangkan yang meliputi kegiatan pembinaan yang telah dilakukan dan perilaku narapidana/adikpas selama di Lapas. e. Membuat undangan rapat untuk persidangan TPP kepada semua anggota TPP dan melampirkan risalah singkat.Undangan ditanda tangani oleh Ketua TPP. 2. Pada saat sidang ketua TPP membuka sidang TPP dan mengecek anggota yang hadir pada daftar hadir yang sudah disiapkan. Bila tercapai qourum (2/3 anggota hadir) ketua TPP menjelaskan dengan singkat tentang materi persidangan yang akan dilakukan. Narapidana
(orang perorangan) diperintahkan memasuki ruang sidang
dengan berpakaian rapih, bersih diantar petugas tata tertib. Kepada Narapidana dijelaskan maksud persidangan dan dilanjutkan dengan memperkenalkan anggotaanggota TPP. Selanjutnya ketua TPP mengatur tanya jawab antara anggota TPP dengan
narapidana-narapidana
tersebut.
Pada
sidang
lanjutan
Wali
Pemasyarakatan diikutsertakan. Selanjutnya narapidana-narapidana tersebut dipersilahkan meninggalkan ruang sidang. Rapat TPP melakukan perumusan dan
penentuan hasil sidang TPP.
Narapidana memasuki ruang sidang kembali. Ketua TPP atau yang ditunjuk menyampaikan keputusan-keputusan sidang kepada narapidana tersebut. Narapidana-narapidana diperkenankan meninggalkan ruang sidang. Sidang ditutup oleh ketua kecuali ada hal-hal yang masih perlu disidangkan TPP.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3. Sekretaris TPP membuat notulen persidangan dalam buku besar yang khusus dipergunakan untuk sidang-sidang TPP. Buku TPP tersebut harus selalu bersih , tidak boleh ada sobekan, dibuat nomor halaman dan dicantumkan tanggal mulai dipakai dan tanggal terakhir dipakai. Hasil notulen tersebut diajukan kepada semua anggota TPP dan bila disetujui semua anggota TPP, sekretaris membuat berita acara persidangan yang ditanda tangani seluruh anggota TPP.Dalam waktu 2 x 24 jam sekretaris TPP harus sudah membuat/ menyerahkan rekomendasi serta risalah sidang TPP kepada Kepala Lapas. 4. Kepala Lapas (wajib) mempelajari rekomendasi dan risalah yang diajukan kepadanya. Sikap Kepala Lapas terhadap rekomendasin TPP adalah : a. Memberi persetujuan atau menolak rekomendasi TPP tetapi harus dengan alasan benar dan dijawab secara tertulis. b. Bila
Kepala
Lapas
menyetujui
rekomendasi
TPP
Kepala
Lapas
memerintahkan unit yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya, misalnya tahap pengawasan narapidana maksimum security atau minimum security. c. Pada sidang TPP selanjutnya sidang lanjutan kedua atau sidang lanjutan ketiga, yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan programprogram pembinaan, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, Pembebasan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
bersyarat dan Cuti menjelang bebas yang sifatnya amat penting akan dibahas pada kegiatan berikut. 97 Dari hasil penelitian di lapangan pada pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam ditemui bahwa mekanisme kerja dan proses pengambilan keputusan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Beberapa hal yang belum sesuai adalah pelaksanaan persidangan dalam menentukan tahap-tahap pembinaan bahwa tidak semua Warga Binaan Pemasyarakatan pernah ikut dalam persidangan dan pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dilaksanakan berdasarkan urgensi(kepentingan yang mendesak). Hal ini disebabkan kondisi over kapasitas dan beban kerja yang ada sehingga tidak memungkinkan bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk dapat melaksanakan persidangan bagi seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan. Peningkatan Kinerja Tim Pengamatan Pemasyarakatan (TPP) tidak hanya dilaksanakan di tingkat daerah/UPT tetapi juga di tingkat Wilayah dan Pusat. Hal ini dapat dilihat pada Rekomendasi Kepala Divisi Pemasyarakatan se-Indonesia pada acara Temu Konsultasi TPP Pusat dan TPP Kantor Wilayah Tahun 2007 yang antara lain berisi : 1. Rapat temu konsultasi TPP yang dihadiri oleh Kadivpas seluruh Indonesia mendukung dan siap melaksanakan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara 97
S.Simanjuntak, Loc.cit, hlm.98-101.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB, dan CB dan Peraturan Menteri Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Wali Pemasyarakatan. 2. Tingkatkan kerjasama dengan instansi terkait (Pemda, Penegak Hukum, BNN/BNP/BNK, dan LSM dan lain-lain) 3. Perlu peningkatan koordinasi juklak dan juklis menjadi Peraturan Teknis. 4. Perlu peningkatan koordinasi antara TPP Pusat dan Wilayah/Daerah. 5. Perlu segera diwujudkan pelaksanaan online system Informasi Manajemen. 98
B. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Sebagai Administrasi Publik Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam menjalankan tugasnya pada pelaksanaan pembinaan narapidana adalah merupakan Administrasi Publik yang juga menjalankan Fungsi Administrasi Negara. Hal ini dapat dilihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan sebagai Lembaga di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mengemban tugas melaksanakan pebinaan bagi narapidana. Sebagaimana diketahui kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan miniatur dari kehidupan yang didalamnya berlangsung roda kehidupan. Karena apabila dilihat dari sudut pandang sosiologis, eksistensi Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan suatu ”alat penguasa” yang dibentuk dengan tujuan agar setiap anggota masyarakat yang telah melanggar peraturan/hukum yang ada di masyarakat (dan oleh karena itu dianggap mempunyai perilaku menyimpang) dapat dibina agar yang bersangkutan 98
Stop Press, Rekomendasi Kepala Divisi Pemasyarakatan se-Indonesia saat Temu Konsultasi TPP Pusat dan TPP Kanwil Tahun 2007, Warta Pemasyarakatan, Nomor 27 Tahun VIIINopember 2007.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dapat hidup dimasyarakat secara normal. Dalam arti setelah menjalani pidananya, dapat ikut aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan secara positif. 99 Untuk itu Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan warga yang harus diberi pelayanan dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka menghadapi tuntutantuntutan masyarakat (termasuk narapidana) seiring dengan reformasi pemerintahan, pelayanan publik juga harus mengembangkan akuntabilitas dan meningkatkan pelayanan publik. 100 Membicarakan Administrasi Negara berarti juga membicarakan mengenai perilaku aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan, landasan Idiilnya adalah Pancasila, landasan hukumnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sedangkan landasan teori dari perilaku aparat Pemerintah dituangkan dalam buku tulisan Richard Beckhard Pengembangan Organisasi, Strategi dan Model, dikemukakan teori dan rumus Perilaku dari Kurt Lewin, sebagai berikut : B = f ( P.E ) Apabila dibaca, maka dengan lengkap akan berbunyi ”Behaviour is a function of person and environment”, yang artinya tingkah laku individu adalah fungsi dari atau hasil kerja, atau sangat ditentukan oleh pribadi orangnya dan lingkungan yang dihadapinya. Pribadi seseorang dapat menentukan tingkah lakunya oleh sebab pengalaman seseorang, minat kepentingan ataupun bakat seseorang akan menentukan 99
Adi Sujatno dan Didin Sudirman, Loc.cit, hlm. 90. Seputar Kita, Akuntabilitas Dalam Pelayanan Publik, hukumham.info, Edisi 14 Oktober
100
2008.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
cara persepsi seseorang, dan selanjutnya akan menentukan reaksi, atau respon seseorang terhadap lingkungannya. Rumus perilaku Kurt Lewin disebut ”Frame of Reference” atau ”Kerangka Acuan” . 101 Jadi apabila menghendaki perilaku aparat Pemerintah yang baik, yang tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka pribadi, yaitu pengalaman, bakat dan minat kepentingan aparat Pemerintah harus baik, kemudian lingkungan kerjanya juga harus baik, lingkungan kerja yang bersih dari korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN), sebab lingkungan kerja yang buruk akan mempengaruhi perilaku aparat Pemerintah. Paradigma baru mengenai orientasi pelayanan aparatur birokrasi (birokrat), pada dasarnya menuntut perubahan dalam pelayanan, dimana aparatur/birokrat dituntut memilki visi dan misi dalam mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam paradigma baru mengenai
orientasi
pelayanan
aparatur/birokrat
adalah
pemberdayaan
(Empowerment). Pemberdayaan dalam hal ini dimaksudkan sebagai proses transformasi
dari
berbagai
pihak
yang
mengarah
pada
:
saling
menumbuhkembangkan, saling memperkuat, dan menambah nilai daya saing global yang sama-sama menguntungkan. 102 Perihal peningkatan Akuntabilitas Aparatur Negara ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat menyampaikan pidato awal tahun 2009 pada tanggal 20 101
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.133. 102 IGN Mayun Dharmaadnya, Reformasi Pelayanan Publik Akan Merubah Paradigma Lama ”Selama Masih Bisa Dipersulit, Mengapa Harus Dipermudah, Kapita Selekta, Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hlm.371.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Januari 2009 menyampaikan program, sasaran dan kegiatan Depkumham untuk tahun 2009 yang antara lain : 1. Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik. Dengan sasaran terwujudnya pemerintahan yang bersih, profesional, responsif dan
bertanggung
jawab
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan
dan
pembangunan, melalui kegiatan untuk mendukung penyelenggaraan operasional perkantoran dan pemeliharaan perkantoran, kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen Hukum Dan HAM di tingkat pusat 11 Unit Eselon I dan tingkat daerah (897 kantor/satker terdiri dari 33 Kanwil, 5 BHP, 107 Kanim, 13 Rudenim, 18 Perwakilan Imigrasi Luar Negeri, 126 TPI, 46 Pos Lintas Batas, 68 Bapas, 420 Lapas/Rutan dan 61 Rupbasan. 2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara. Dengan sasaran makin sempurna dan efektifnya sistem pengawasan dan audit, serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel dan bebas KKN melakui kegiatan Penyelenggraan pemeriksaan yang obyektif serta mendukung terwujudnya pengawasan melekat. 3. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur. Dengan sasaran meningkatnya sistem pengelolaan dan kapasitas SDM Aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan melalui kegiatan Penyelenggaraan/pengembangan pendidikan sumber daya manusia serta pengembangan kapasitas/kualitas SDM (Diklat struktural dan Rintisan Gelar).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
4. Program Peningkatan Pelayanan dan Bantuan Hukum. Dengan sasaran terwujudnya pelayanan publik di bidang hukum yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakat dan terciptanya kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memperoleh keadilan melalui kegiatan Penyusunan/penyempurnaan/pengkajian
peraturan
perundang-undangan,
pelayanan dan bantuan hukum serta pembinaan/penyelenggaraan pelayanan hukum yang terdiri dari opersional pelayanan hukum dan peningkatan kualitas pelayanan publik. 103 Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam menjalankan tugasnya harus memiliki unsur-unsur utama yang memberikan gambaran suatu administrasi publik bercirikan kepemerintahan yang baik, yaitu : 1. Transparansi (transparency), yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak mengenai perumusan kebijaksanaan dari pemerintah, organisasi dan badan usaha. 104 Asas transparansi dalam Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dimaksudkan bahwa masyarakat (narapidana) secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan tanpa ada yang ditutupi dalam proses perumusan rekomendasi dan tindakan pelaksanaannya (implementasinya). Dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan dalam merumuskan rekomendasi bagi pelaksanaan pembinaan harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. 103
Program, Sasaran dan Kegiatan DEPKUMHAM Tahun 2009 , http://www.depkumham.go.id/xDepkumham , di akses tanggal 16 Pebruari 2009. 104 Tjahjanullin Domai, ”Dari Pemerintahan ke Pemerintahan Yang Baik,” www.gogle.com, di akses tanggal 26 Desember 2008
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. Peraturan perundang-undangan harus membuat ketentuan secara cukup, agar pengelola atau pemerintahan selalu patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan. Untuk itu perlu diciptakan kondisi-kondisi sistematis yang menghukum kelakuan yang menyeleweng dari etos kerja yang diharapkan dan mengajari kelakuan yang sesuai. 105 Asas akuntabilitas menjadi perhatian dan sorotan pada era reformasi ini, karena kelemahan pemerintahan Indonesia justru dalam kualitas akuntabilitasnya. Asas
akuntabilitas
berarti
pertanggungjawaban
pejabat
publik
terhadap
masyarakat yang memberinya delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Pengembangan asas akuntabilitas dalam rangka good governance tiada lain agar para pejabat atau unsur-unsur yang diberi kewenangan mengelola urusan publik itu senantiasa terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Dengan asas ini akan terus memacu produktivitas profesionalnya
105
Bismar Nasution, Loc.cit..
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
sehingga berperan besar dalam memenuhi berbagai aspek kepentingan publik. 106 Asas akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi. 107 Rekomendasi yang dibuat Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) haruslah berasas akuntabilitas dalam arti rekomendasi yang dihasilkan memang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipertanggunggugatkan. Rekomendasi tersebut dibuat berdasarkan ketentuan dan peraturan yang sebenarnya, baik dari segi pengambilan keputusan maupun dari segi persyaratan administarsi dan subtantifnya. 3. Kepastian (predictability). Dalam sistem kepemerintahan yang baik, prinsip ini mengandung arti bahwa kepemerintahan yang baik mempunyai karateristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang sudah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk mengevaluasi. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai aturan Hukum (Rule of Law)
dalam Tim Pengamat
Pemasyarakatan merupakan hal yang sangat penting karena pada kenyataannya selalu terjadi perubahan peraturan. Hal yang nyata penulis jumpai adanya
106
Azyumardi Azra, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani, Jakarta : Kencana, 2008, hlm.180. 107 Tjahjanullin Domai, ”Dari Pemerintahan ke Pemerintahan Yang Baik,” www.gogle.com, di akses tanggal 26 Desember 2008
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
perubahan dalam tata cara penghitungan tahap-tahap pembinaan yaitu penghitungan 1/3,1/2
dan 2/3 masa pidana. Perubahan
terjadi
dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.PK.05.06 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyiarat. Adapun perubahan pokok yang terjadi yaitu : Ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : a. Penghitungan menjalani masa pidana dilakukan sebagai berikut : 1). Sejak ditahan 2). Apabila masa penahanan terputus, penghitungan penetapan lamanya masa menjalani pidana dihitung sejak penahanan terakhir; 3). Apabila ada penahanan rumah dan/atau penahanan kota, maka penahanan tersebut dihitung sesuai ketentuan yang berlaku; 4). Perhitungan 1/3 (satu pertiga), 1/2 (satu perdua), atau 2/3 (dua pertiga) masa pidana adalah 1/3 (satu pertiga), 1/2 (satu perdua), atau 2/3 (dua pertiga) kali masa pidana dikurangi remisi dan dihitung sejak ditahan; 108 Dengan adanya perubahan peraturan ini maka pelaksanaan tahap-tahap pembinaan juga mengalami perubahan dan menyesuaikan dengan peraturan tersebut. 4. Partisipasi (participation). Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi dari semua pihak sangatlah dibutuhkan.
108
Pasal 1Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I Nomor : M.HH.01.PK.05.06 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Demikian pula dalam melaksanakan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu wadah untuk mewujudkan adanya partisipasi dari masyarakat dan instansi lain dapat dilihat dari susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) juga merupakan tempat penyampaian pengaduan dan keluhan dari narapidana selama menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam
melakukan
tugas
pelayanan
ini
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) harus memiliki ketulusan dan intregritas yang bermuara pada hal-hal yang melekat dalam pelayanan prima (membuat orang lain merasa senang ), seperti
:
a. Keramahan, kesopanan, perhatian dan persahabatan dengan orang yang menghubunginya. b. Kredibilitas dalam arti
dalam arti bahwa dalam melayani masyarakat,
berpedoman pada prinsip ketulusan dan kejujuran dalam menyajikan jasa pelayanan yang sesuai dengan kepentingan/kebutuhan, sesuai dengan harapan, dan
sesuai
dengan
komitmen
pelayanan
yang
menempatkan
pelanggan(masyarakat/costumer) pada urutan nomor satu. c. Akses dalam arti bahwa seorang aparatur yang tugasnya melayani masyarakat mudah dihubungi baik langsung atau tidak langsung. d. Penampilan fasilitas pelayanan yang dapat mengesankan pelayanan sesuai dengan keinginan masyarakat/costumer.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
e. Kemampuan dalam menyajikan pelayanan sesuai dengan keinginan/harapan (waktu, biaya, kualitas dan moral). 109 Pelayanan yang bermakna adalah pelayanan yang diberikan oleh pelayan dengan penuh perhatian, sehingga masyarakat yang dilayani, merasa diperhatikan dan merasakan nilai lebih dari yang diharapkan. Kualitas pelayanan berhasil dibangun, apabila pelayanan yang diberikan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani. Pengakuan terhadap keprimaan sebuah pelayanan, bukan datang dari aparatur yang memberikan pelayanan, malainkan datang dari pengguna jasa layanan (masyarakat/stake holders). 110 Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang salah tugasnya menerima keluhan dari Warga Binaan Pemasyarakatan harus mampu bertindak sebagai pelayan yang memberikan pelayanan yang bermakna baik bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan masyarakat. Di tengah keterbatasan sarana dan permasalahan kompleks, terutama kelebihan kapasitas yang melanda Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia, sebuah Lapas Wanita di kota Malang berupaya meningkatkan mutu standar pelayanan.Targetnya, sistem pelayanan beberbasis ISO 9001 : 2000. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta terus berupaya meningkatkan mutu pelayanan lapas/rutan di Indonesia. Langkah nyata yang diambil adalah adalah dengan mencanangkan bimbingan pengembangan sistem manajemen
109 110
IGN Mayun Dharmaadnya, Op.cit., hlm.377 Ibid
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
pelayanan ISO 9001 : 2000 di Lapas Kelas II A Wanita Malang. Andi mengemukakan : ” Masalah kompleks Lapas, terutama kelebihan kapasitas yang dihadapi
Lapas/Rutan seluruh Indonesia ditambah dengan keterbatasan sarana
pembinaan bukan halangan meningkatkan mutu pelayanan. Banyak kalangan yang berpikir standar seperti apa yang dinilai di Lapas/Rutan karena masalahnya sangat kompleks dan banyak. Namun, kalau Lapas/Rutan menunggu segala sesuatunya lengkap baru mulai, maka tidak akan ada tantangan dalam menciptakan sistem yang baik di tengah keterbatasan. 111 Hal ini sejalan dengan hasil Rapat Kerja Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 23 Juni 2008 yang menyebutkan : Berkaitan dengan banyaknya permasalahan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan, Komisi III minta Menteri Hukum dan HAM segera membenahi manajemen Lembaga Pemasyarakatan dengan
segera melakukan reformasi secara menyeluruh terhadap sistem kerja
maupun sistem pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan. 112
C. Akuntabilitas Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan
111
Lapas Juga Ingin Dapat ISO, http://hukumham.info/index.php, di akses tanggal 16 Pebruari
2009. 112
Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR RI Dengan Menteri Hukum dan HAM RI, http://www.dpr.go.id/assets/berkas//Lapsing, di akses tanggal 16 Pebruari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
antara pemegang kekuasaan dengan rakyatnya, antara pemerintah dengan dan warganya. Rakyat melalui partai politik, LSM dan institusi-institusi lainnya berhak meminta pertanggungjawaban kepada pemegang kekuasaan negara. Pemegang kekuasaan atau jabatan publik dalam struktur kenegaraan harus mejelaskan kepada rakyat apa yang telah, sedang dan akan dilakukannya di masa yang akan datang, sebagai wujud akuntabilitas manajerialnya terhadap publik yang memberi kewenangan. Kemudian akuntabilitas vertikal juga bermakna bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi. Sedangkan akuntabilitas horisontal adalah pertanggung jawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara. 113 Selain akuntabilitas profesional, para pejabat publik atau unsur-unsur pengelola urusan umum dan kenegaraan juga harus memiliki akuntabilitas personal, baik dalam aspek profesi dan kewenangan delegatifnya, maupun dalam aspek moralitasnya. Pejabat publik dalam struktur pemerintahan, harus mempertanggungjawabkan
mampu
kapabilitas dan loyalitas individualnya, baik dalam
lingkungan profesi setaranya maupun terhadap atasannya. Jika mereka melakukan pelanggaran
etika
dan
moralitas,
mereka
harus
dengan
kinerja
Tim
berani
mempertanggungjawabkan pelanggarannya itu. 114 Pengembangan
asas
akuntabilitas
dalam
Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) sangat diperlukan karena pada pelaksanaannya dalam
113 114
Azyumardi Azra, Op.cit, hlm.188. Ibid, hlm.189.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
rekomendasi
yang
dibuat
harus
dapat
dipertanggungjawab
dan
dipertanggunggugatkan. Untuk dapat dikatakan sebagai sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan maka rekomendasi yang dihasilkan melalui tata cara persidangan yang benar termasuk tata cara pengambilan keputusan. Karena itu diperlukan kelembagaan hukum yang memiliki struktur, kewenangan dan mekanisme kerja yang jelas, agar masyarakat dapat memperoleh kepastian mereka harus kemana dan melalui mekanisme proses yang bagaimana. Sturktur, mekanisme dan kewenangan yang tidak jelas menumbuhkan banyak diskresi dan pada gilirannya mendorong tumbuhnya penyalahgunaan wewenang yang pada akhirnya akan menumbuhsuburkan budaya korupsi mekanisme kelembagaan hukum yang kurang jelas, menumbuhkan suatu bentuk layanan yang tidak efisien dan efektif,
karena dapat dipermainkan oleh aparat hukum yang
tidak jujur (tidak
amanah) 115 . Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan dapat dikatakan memenuhi unsur akuntabilitas bila pembahasan/pengambilan keputusan dilakukan dengan cara : 1. Pembahasan dalam sidang TPP Daerah dapat disertai dengan menghadirkan WBP bersangkutan dan atau pihak-pihak lain terkait, setelah mendapat persetujuan dari anggota. 2. Setiap persetujuan/keputusan Sidang TPP didasarkan atas musyawarah dan mufakat.
115
Muchammad Zaidun, Loc.cit., hlm 123.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3. Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemilihan dengan suara terbanyak dengan ketentuan bahwa keputusan diambil lebih dari setengah ditambah 1 (satu). 116 Hasil keputusan Sidang TPP sebelum ditandatangani oleh anggota yang hadir harus dibacakan kembali dihadapan anggota dan sebelum sidang ditutup diberikan kesempatan kepada anggota untuk memberikan saran-saran guna pendayagunaan pelaksanaan tentang hasil keputusan yang ditetapkan. 117 Selain itu rekomendasi yang dibuat dalam menentukan tahap-tahap pembinaan bagi narapidana telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif terutama dalam proses pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Narapidana atau Anak Didik Permasyarakatan dapat diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. 118 Persyaratan substantif yang harus dipenuhi oleh Narapidana adalah : 1. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebakan dijatuhi pidana; 2. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif; 3. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat; 4. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan; 5. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin untuk :
116
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, Pasal 25. 117 Ibid, Pasal 26. 118 Peraturan Menteri Hukum dan Ham R.I Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Pasal 5.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
a. Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir; b. Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir; dan c. Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (Enam) bulan terakhir. 6. Masa pidana yang telah dijalani untuk : a. Asimilasi, 1/2 (setengah) dari masa pidananya; b. Pembebasan Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; c. Cuti Menjelang Bebas, 2/3 dari masa pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan; d. Cuti Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan dengan ketentuan apabila selama menjalani cuti melakukan tindak pidana baru maka selama diluar LAPAS tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana; 119 Persyaratan administratif
yang harus dipenuhi oleh Narapidana atau Anak
Didik Pemasyarakatan adalah : 1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) 2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan; 3. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Dididk Pemasyarakatan yang bersangkutan; 4. Salinan Register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemayarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN. 5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN. 6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendahrendahnya lurah atau kepala Desa; 7. Bagi Narapidana atau Anak Didik warga negara Asing diperlukana syarat tambahan : a. Surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak
119
Ibid, Pasal 6.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
melarikan diri atau mantaati syarat-syarat selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat; b. Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan. 120
Bila diperhatikan dari persyaratan substantif dan administratif ( Pasal 6 huruf (e) dan Pasal 7 huruf (d) ) tersebut terdapat keraguan yaitu : pada persyaratan substantif terdapat jangka waktu penilaian berkelakuan baik sedangkan pada persyaratan administratif
mencantumkan salinan Register F
(daftar yang memuat tentang
pelanggaran yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani masa pidana). Untuk hal ini pada Tim Pengamat Pemasyarakkatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam lebih mengutamakan persyaratan substantif dengan jangka waktu penilaian sesuai yang ditetapkan. Bahwa pesyaratan administratif yang dimaksud tidak mengharuskan bahwa Register F haruslah Nihil melainkan untuk menerangkan/menjelaskan apakah selama menjalani hukuman di tahun-tahun
sebelumnya
pernah
melanggar
Tata
Tertib
dalam
Lembaga
pemasyarakatan. Misalnya seorang narapidana yang dijatuhi hukuman 7 (tujuh) tahun pidana penjara pada tahun ke 2 (dua) masa pidana melanggar tata tertib dan dicatat dalam buku Register F tetapi di tahun ke 3 (tiga), ke 4 (empat) dan tahun selanjutnya berkelakuan baik dan menunjukan sikap yang menyesali perbuatannya, maka bagi
120
Ibid, Pasal 7.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
narapidana tersebut
dapat diberikan hak-haknya untuk mengikuti
tahap-tahap
pembinaan selanjutnya, baik pada tahap pembinaan integrasi. 121 Sebagai tim yang melakukan tugas pengamatan dan penilaian maka Tim Pengamat Pemasyarakatan harus membuat risalah pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Risalah pembinaan dibuat mengingat bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses yang berkesinambungan dan merupakan proses terapi. 122 Sehingga dapat terjadi Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awal pelaksanaan pembinaan melanggar tata tertib dan peraturan dalam Lembaga Pemasyarakatan kemudian di tahun berikutnya dengan pembinaan yang telah diberikan akan berkelakuan baik dan memenuhi syarat administratif dan substantif untuk dapat melaksanakan tahap-tahap pembinaan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan pengertian pembinaan yaitu kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. 123 Namun demikian dalam hal Narapidana yang tidak dimungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan atau integrasi maka Narapidana yang bersangkutan diberikan pembinaan khusus. 124 Maksudnya adalah tidak memungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan atau integrasi disebabkan Narapidana yang bersangkutan adalah residivis, pidana seumur hidup, pidana mati, atau sering melakukan pelanggaran tata tertib Lapas dan sebagainya. Yang dimaksud 121
Wawancara dengan Kasi Binadik, Sinarta Tarigan,SH selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam,Senin, 19 Januari 2009. 122 Adi Sujatno, Loc.cit, hlm.130. 123 Peraturan Pemerintah R.I Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 angka (1). 124 Ibid, Pasal 12.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dengan ”pembinaan khusus” meliputi perlakuan, pengawasan dan pengamanan yang lebih bersifat maksimum security. 125 Terlihat bahwa maksud dari kata melakukan pelanggaran tata tertib Lapas ditekankan pada kata ”sering” sehingga kalau baru sekali dan dalam kurun waktu diluar waktu penilaian 126 maka kepada Narapidana tersebut dapat dilanjutkan ke tahap pembinaan selanjutnya. Persyaratan substantif dan administratif tersebut tidak berlaku untuk seluruh narapidana karena dengan dikeluarkan dan mulai diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Perubahan tersebut mengatur tentang perbedaan pelaksanaan pemberian hak-hak
bagi narapidana yang dipidana
karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Perubahan tersebut antara lain : 1. Pemberian remisi dengan perubahan : a. Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi. b. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Berkelakuan baik; dan 2) Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
125
Ibid, Penjelasan Pasal 12. Lihat Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan Ham R.I Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, yang menyebutkan antara lain berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin untuk : 1.Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan. 2. Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir.3. Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir. 126
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
c. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Berkelakuan baik; dan 2) Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. 127 Menurut Peraturan Pemerintah ini, terhadap pelaku tindak pidana terorisme, narkotika/psikotropika, korupsi, kejahatan keamanan negara dan kejahatan HAM, serta kejahatan transnasional lainnya untuk mendapatkan remisi harus menjalani 1/3 masa pidanya. Pemberian remisi kepada narapidana bukan suatu diskriminasi, tapi lebih pada sikap serius pemerintah dalam menangani tindak pidana sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Menteri Hukun Andi Mattalata mengatakan : ”Bukan diskriminasi tetapi sebagai bentuk sikap serius Pemerintah dalam menangani tindak pidana seperti yang disebutkan dalam PP tersebut, yaitu : terorisme, narkotika/psikotropika, korupsi, kejahatan keamanan negara dan kejahatan HAM, serta kejahatan transnasional”. 128 2. Pelaksanaan pemberian asimilasi, dengan perubahan sebagai berikut : a. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Asimilasi. b. Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Berkelakuan baik; 2) Dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan 3) Telah menjalani 1/2 (satu perdua) masa pidana. c. Bagi Anak Negara dan Anak Sipil, Asimilasi diberikan setelah menjalani masa pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak 6 (Enam) bulan pertama. 127
PP Nomor : 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas PP Nomor : 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 34. 128 Remisi Khusus Hari Lebaran, hukumham.info, Edisi 14, Oktober 2008.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
d. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Asimilasi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Berkelakuan baik 2) Dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan 3) Telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.129 3. Pelaksanaan pemberian Cuti, dengan perubahan sebagai berikut : a. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Cuti. b. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1) Cuti Mengunjungi Keluarga; dan 2) Cuti Menjelang Bebas. c. Cuti Mengunjungi Keluarga sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak diberikan kepada Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. 130 Terdapat pasal tambahan yang mengatur pemberian Cuti Menjelang Bebas yaitu : Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Cuti Menjelang Bebas oleh Menteri apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; b. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung dari tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana; c. Lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling lama 3 (tiga) bulan; dan d. Telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 131
129
PP Nomor : 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas PP Nomor : 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 34. 130 Ibid, Pasal 41. 131 Ibid, Pasal 42 A ayat (3).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
4. Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Bersyarat, dengan perubahan sebagai berikut: a. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat. b. Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; dan 2) Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kuranya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana. c. Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. d. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Pembebasan Bersyarat oleh Menteri apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; 2) Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dan 3) Telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 132
Apabila dalam pembuatan keputusan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) telah
melaksanakan sesuai peraturan yang ada baik syarat administratif dan
substantifnya, juga dalam proses pengambilan keputusan maka Tim Pengamat pemasyarakatan (TPP) telah memiliki akuntabilitas. Akuntabilitas dimaksud selain akuntabilitas profesional juga harus memiliki akuntabilitas personal, baik dalam aspek profesi dan kewenangan delegatifnya, maupun dalam aspek moralitasnya. Tim
132
Ibid, Pasal 43
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
harus
mampu mempertanggungjawabkan
kapabilitas dan loyalitas individualnya, baik sesama anggota tim maupun terhadap atasannya yaitu Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan juga kepada masyarakat termasuk Narapidana. Jika mereka
melakukan pelanggaran etika dan moralitas,
mereka harus dengan berani mempertanggungjawabkan pelanggarannya itu. Dalam menghasilkan rekomendasi/keputusan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan juga kepada masyarakat. Saat ini, fungsi dan peran Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang sangat dirasa adalah pada pelaksanaan pembinaan integrasi yaitu pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga dan Cuti Bersyarat. Pelaksanaan program integrasi ini lebih dioptimalkan dalam upaya penanggulangan over kapasitas. Adapun jumlah narapidana yang mendapat program pembinaan integrasi dapat dijelaskan pada tabel berikut ini :
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tabel 1 : Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara Tahun
Bulan Asimilasi
2008
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari
2009
-
Proses Pembinaan PB CMB CB 127 191 80 145 128 176 184 173 117 244 159 105 152 161
25 28 2 14 3 1 4 7 20 4 20 6 11 15
50 117 39 137 138 102 150 71 177 82 150 103 82 115
Jumlah CMK -
202 336 121 296 269 279 338 251 314 330 329 214 245 291
Sumber Data Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara (Data diolah) Keterangan : PB CMB CB
: Pembebasan Bersyarat : Cuti Menjelang Bebas : Cuti Mengunjungi Keluarga
Data pada tabel 1 menunjukan jumlah narapidana yang diajukan /diteruskan untuk disidangkan pada sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dari 34 Unit Pelaksana Tehnis (UPT) yang ada di Sumatera Utara.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tabel 2 : Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Lapas KLS II A Wanita Medan Tahun
Bulan Asimilasi
2008
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari
2009
-
Proses Pembinaan PB CMB CB 6 8 9 3 4 2 10 5 10 10 9 5 9 7
6 3 1 1 0 0 0 3 3 4 2 2 1 0
Jumlah CMK
3 1 4 2 2 5 3 1 1 6 3 2 2 2
2 2 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 2 1
17 14 14 6 6 7 13 10 15 21 14 10 14 10
Sumber Data Lapas Klas II-A Wanita (Data diolah) Keterangan : PB CMB CB CMK
: Pembebasan Bersyarat : Cuti Menjelang Bebas : Cuti Bersyarat : Cuti Mengunjungi Keluarga
Bila dirata-ratakan dari data pada tabel 2 menunjukan jumlah narapidana yang telah
disidangkan
oleh
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan
(TPP)
Lembaga
Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan dalam proses pembinaan integrasi adalah 12 orang perbulan dari jumlah rata-rata narapidana perbulannya sebanyak 280 orang 133 .
133
Wawancara dengan Kasi Binadik, Agustina Wati Nainggolan selaku ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan, pada tanggal 19 Pebruari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tabel 3 : Daftar Narapidana Yang Mendapat Pembinaan Integrasi Di Lembaga Pemasyarakatan KLS B Lubuk Pakam Tahun
Bulan Asimilasi
2008
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari
2009
-
Proses Pembinaan PB CMB CB 7 4 4 4 5 8 8 4 15 8 12 5 7 4
2 -
Jumlah CMK
6 7 4 4 5 4 11 9 4 6 9 8 4 6
1 2 3
13 11 8 8 10 12 19 13 21 14 21 14 13 13
Sumber Data Lapas Klas II-B Lubuk Pakam (Data diolah) Keterangan : PB CMB CB CMK
: : : :
Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas Cuti Bersyarat Cuti Mengunjungi Keluarga
Jumlah rata-rata dari data pada tabel 3 menunjukan jumlah narapidana yang telah
disidangkan
oleh
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan
(TPP)
Lembaga
Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam dalam proses pembinaan integrasi adalah 13 orang perbulan dari jumlah rata-rata narapidana perbulannya sebanyak 430 orang. Sedangkan jumlah yang diharapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebanyak 10 % dari
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
jumlah narapidana yang ada. 134 Hal ini tentunya merupakan tugas berat bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk dapat bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkannya. Tetapi hendaknya angka 10 % yang diharapakan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tidak membuat Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bekerja diluar aturan yang ada. 135 Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diwujudkan dalam proses pengambilan keputusan/rekomendasi tetapi tidak dalam pertanggungjawaban bila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana setelah adanya keputusan akhir yang dibuat oleh Kepala Lembaga Pemasyarkatan. Bila terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan narapidana setelah Surat Keputusan diterbitkan maka narapidana tersebut yang harus bertanggung jawab dan menerima segala konsekwensinya. 136 Hal ini sesuai dengan teori pertanggungjawaban yang disampaikan Hans Kelsen bahwa pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik dengan kewajiban hukum. 137
134
Wawancara dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, Thurman S.M Hutapea, pada tanggal 9 Pebruari 2009 135 Ibid 136 Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan, Sugihartoyo selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, pada tanggal , 2 Pebruari 2009. 137 Hans Kelsen, Loc. Cit.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN KINERJA TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM MENANGGULANGINYA
A. Hambatan-Hambatan Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Pembinaan
(TPP)
Lahirnya Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada dasarnya telah memberikan landasan berpijak yang cukup kuat bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) berperan dalam melaksanakan pembinaan. Serta dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Namun pada kenyataannya
dalam
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan banyak mendapat hambatan. Hambatan-hambatan yang dirasa Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu : 1. Hambatan Yuridis a). Susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan Susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) telah diatur dalam
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik
Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam Pasal 16 tetapi pada Pasal 18 disebutkan : 1) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Pusat ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Menteri. 2) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Wilayah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala Kantor Wilayah 3) Ketua, sekretaris dan anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Kepala UPT Pemasyarakatan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dengan adanya Pasal 18 tersebut menunjukan adanya ketidakkonsistenan dari Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan tersebut. Ketidakkonsistenan tersebut dapat menimbulkan celah sehingga Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang dibentuk tidak sesuai dengan Pasal 16. Dapat juga terjadi Kepala Lembaga Pemasyarakatan membuat susunan Tim Pengamat Pemasyarakkatan (TPP) berdasarkan kehendaknya.Hasil keputusan tetap dinyatakan sah karena sidang dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yaitu terpenuhinya Pasal 21 ayat (1) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang berbunyi : Sidang TPP dapat dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota dan dalam pelaksanaan sidang, baik sidang rutin maupun sidang khusus harus diadakan notulen serta dicatat secara jelas setiap usul-usul dari setiap anggota yang hadir.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang hanya diatur dalam Keputusan Menteri juga merupakan suatu kelemahan sehingga anggota lain diluar dari petugas pemasyarakatan
kurang memahami bahkan tidak
merasa memiliki peran yang harus dilaksanakan dalam proses pembinaan narapidana. Adapun anggota lain di luar petugas pemasyarakatan dimaksud adalah : 1. Hakim Pengawas dan Pengamat, yang disingkat dengan Hakim Wasmat. Selama ini Hakim Wasmat tidak pernah melaksanakan tugas pengawasan dan pengamatan dalam Lembaga Pemasyarakatan khususnya pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam 138 seperti apa yang diamanatkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283. Dengan tidak melaksanakan tugasnya tersebut membuat Hakim Wasmat tidak mengetahui bahwa dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Pasal 16 disebutkan bahwa Hakim Wasmat juga merupakan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang tentunya juga berhak memberi saran dan pendapat baik dalam rangka pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan maupun dalam rangka pengamatan untuk bahan penelitian
138
Wawancara dengan Kasi Binadik dan Giatja, Sinarta Tarigan, selaku Ketua Tim Pengamat Pengamat Pemmasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan. Tidak aktifnya Hakim Wasmat
tersebut
membuat
pihak
Lembaga
Pemasyarakatan
tidak
mencantumkan Hakim Wasmat sebagai anggota dalam pembuatan Surat Keputusan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan Abdul Khaliq tentang penyebab kegagalan Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub sistem keempat dalam sistem peradilan pidana dikarenakan : ”Adanya mis perception diantara sub sistem dalam CJS mengenai tugas dan tanggung jawab pembinaan seorang yang sedang tersesat perilakunya karena suatu tindakan pidana, artinya baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan pada umumnya berpendapat bahwa urusan pembinaan pelaku tindak pidana adalah merupakan tugas dan tanggung jawab Lembaga Pemasyarakatan semata.” 139 Ketidakterpaduan antara pengadilan dengan Lembaga Pemasyarakatan dapat menambah ketidak percayaan masyarakat pada hukum sebab eks narapidana gagal berintegrasi kembali dengan masyarakat. 140
2. Instansi lain terkait dengan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Sampai saat ini sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) baik di tingkat Wilayah maupun daerah lebih berorientasi pada pembahasan tentang pemberian program pembinaan integritas yaitu Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga dan Cuti Bersyarat yang tidak berhubungan dengan Instansi terkait. Walaupun ada 139
Dalam Mahmud Mulyadi, Ham dan Criminal Justice System, Bahan Kuliah Kelas Hukum dan Ham Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 2007/2008 140 Ibid.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
pembahasan tentang program pembinaan yang berkaitan dengan Instansi lain tetapi dalam persidangan tidak mengundang Instansi lain. 3. Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. Upaya
untuk
Pemasyarakatan
meningkatkan adalah
pelaksanaan
meningkatkan
pembinaan
kerja
sama
di antara
Lembaga Petugas
Pemasyarakatan, masyarakat dan narapidana, untuk mendapatkan badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan bukanlah sesuatu yang mudah. b). Peraturan Pelaksana Tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Hak-Hak
Narapidana. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia oleh karena sifat tugasnya yang langsung berhubungan dengan kepentingan publik, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia diperbolehkan mengeluarkan produk-produk peraturan tersendiri yang dimaksudkan untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang lebih tinggi. Dalam hubungan itu, selama ini, diberlakukan adanya Keputusan Menteri ataupun Peraturan Menteri yang berisi peraturan untuk kepentingan publik. Berkaitan dengan ini memang berkembang pemikiran untuk membedakan antara peraturan yang memuat norma aturan publik dengan penetapan yang bersifat administratif. 141
141
Jimly Assiddiqie, Masa Depan Hukum di Era Teknologi Informasi : Kebutuhan Untuk Komputerisasi Sistem Informasi Administrasi Kenegaraan dan Pemerintahan, http//www.theceli.com/index.php ? option diakses tanggal 16 Pebruari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pada pelaksanaannya saat ini tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) lebih berorientasi pada pelaksanaan pemberian hak-hak narapidana yang bersifat integrasi yaitu pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat . Karena untuk mewujudkan tujuan pembinaan salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melalui pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Pemberian hak-hak tersebut harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat yang pada Pasal 5 disebutkan : Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, apabila telah memenuhi persyaratan substantif dam administratif.
Tetapi, sebelumnya ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan maka persyaratan substantif bagi Narapidana yang dipidana melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan Hak Asasi Manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
mengalami perubahan. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah ini sempat tertunda untuk waktu kurang lebih selama 2 (dua) tahun karena tidak ada kejelasan terhadap klasifikasi terhadap kasus-kasus tersebut. 142 Dalam tenggang waktu kurang lebih 2 (dua) tahun tersebut Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bekerja dengan tidak berdasarkan/ sesuai
peraturan
yang ada (Tidak sesuai aturan hukum) dan membingungkan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang ingin mendapatkan proses pembinaan integritas tersebut. Namun dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS.86.OT.03.01 Tahun 2008 tentang Klasifikasi Kasus-Kasus Tertentu Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang dikeluarkan pada tanggal 10 September 2008 maka Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 mulai diberlakukan kembali. Kemudian pada tanggal 30 Desember 2008 ditetapakan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.PK.05.06 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.PK.04.10 tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
142
Wawancara dengan Kasi Binadik dan Giatja, Sinarta Tarigan SH, selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, Pada Tanggal 16 Pebruari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Hambatan Non Yuridis a). Kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kepemimpinan bukanlah sumber kekayaan untuk dinikmati atau sumber puja puji untuk menyenangkan telinga, melainkan sumber kewajiban dan tanggung jawab. Kepemimpinan adalah upaya memobilisasi manusia kepada satu tujuan. Definisi ini mengungkapkan 3 (tiga) elemen kepemimpinan, yaitu : 1). Ada tujuan yang hendak dicapai. 2). Ada sekelompok manusia. 3). Ada pemimpin yang mengemas tujuan dalam bentuk-bentuk praktis yang menarik perhatian kelompok tersebut. 143 Dengan
demikian,
”pimpinan”(manajer).
”pemimpin” Kepemimpinan
(leader) (leadership)
berbeda berbeda
dengan dengan
manajemen. Pimpinan organisasi menjalankan manajemen tetapi tidak secara otomatis merupakan pemimpin. Maka diharapkan sebagai pejabat yang menduduki jabatan struktural tidak hanya mampu menjalankan kepemimpinan dengan efektif tetapi sekaligus menjadi pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dengan efektif sesuai dengan tingkatan dan cakupan kewenangan dan tanggung jawab. 144
143 144
Adi Sujatno dan Didin Sudirman. Loc.cit, hlm.41 Ibid, hlm. 41.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan pemasyarakatan adalah kegiatan melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Sebagai suatu sistem, keberhasilan pembinaan dalam konteks pelaksanaan sistem pemasyarakatan ditentukan salah satu peran yaitu Kepala Lembaga Pemasyarakatan sebagai pemimpin. 145 Aspek penting dari peran yang diharapkan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan adalah menyangkut gaya kepemimpinan dan kemampuan memotivasi bawahan dalam hal ini Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) agar pelaksanaan pekerjaannya
sinergis
dengan
keberhasilan
program
pembinaan.
Kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan sangatlah mempengaruhi terhadap
kinerja
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan
(TPP).
Karena
kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan akan mampu menjadi faktor pendukung dalam mewujudkan Akuntabilitas keputusan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Kepala Lembaga Pemasyarakatan sebagai penentu kebijakan yang memutuskan apakah rekomendasi/keputusan dari Tim Pengamat Pemasyarakatan dilaksanakan atau tidak. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3)
Keputusan Menteri Hukum dan
Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim 145
Ibid, hlm. 24
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pengamat Pemasyarakatan yang menyebutkan :
Ketua,
sekretaris
dan
anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masingmasing Kepala UPT Pemasyarakatan. Memperhatikan bunyi Pasal 18 tersebut, bukan tidak mungkin menimbulkan persepsi dari anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bahwa mereka adalah Tim yang bekerja berada di bawah Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan harus melaksanakan prinsip ABS (Asal Bapak Senang). Sehingga apa yang dilaksanakan hanya berorientasi sesuai kehendak Kepala atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal ini dapat saja terjadi bila Kepala Lembaga Pemasyarakatan selaku pemimpin tidak berpegang pada asas kepemimpinan yang memiliki nilai dan prinsip. Asas kepemimpinan menuntut agar kelompok bekerja sesuai dengan prinsip- dan nilai yang dipegang kelompok, serta masing-masing anggota kelompok memiliki kualitas dan nilai-nilai tertentu yang memberikan kontribusi pada berfungsinya mekanisme kelompok secara efektif. 146 Pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pernah mengalami sedikit perubahan, hal ini dapat dilihat pada daftar lampiran (1) dimana jumlah anggota keseluruhan menjadi 12 orang dan susunan tim ditambah dengan seorang wakil ketua. Adapun tambahan anggota diambil dari komandan regu penjagaan. Dengan pertimbangan bahwa komandan regu jaga selalu 146
berhadapan langsung
Adi Sujatno, Didin Sudirman, Loc.cit, hlm.19.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dan biasanya akan lebih mengetahui tentang sikap dan tindak dari Warga Binaan Pemasyarakatan. Tetapi dengan adanya pergantiaan pimpinan melalui
Surat Keputusan Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam Nomor : W2.E.12.PK.01.05.03.1783 tertanggal 05 Nopember 2008 tentang Susunan Personalia Tim Pengamat Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, susunan Personalia Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) kembali mengalami perubahan sebagai berikut : 1. Ketua (merangkap anggota)
: Sinarta Tarigan, SH (Kasi Binadik dan Giatja) 2. Sekretaris (merangkap anggota) : Irmayani, SH (Kasubsi Registrasi) 3. Anggota : - Drs. Simon (Kasi Kamtib) - Ridha Ansari Amd.IP,SH, M.Si (Ka.KPLP) - Dame Elfrida, SH (Kasubsi Perawatan) - Muntarin Saragih (Kasubsi Keamanan) - Mulianta Barus, SH (Kasubsi Binker) Terdapat anggota tambahan diluar dari surat Keputusan tersebut yaitu : 1). Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan. 2). Wali Warga Binaan Pemasyarakatan, ikut dalam persidangan bila narapidana
yang akan disidangkan adalah
anak wali dari petugas
tersebut. b). Kualitas dan Kuantitas anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Menjadi anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) karena jabatan struktural yang didapat tidaklah menjamin anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) memahami akan tugas dan fungsinya. Kemampuan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
personil (human resource) Lembaga Pemasyarakatan secara umum kurang memadai
untuk
menterjemahkan
”Konsep
pemasyarakatan”
dalam
menjalankan tugas pembinaan. 147 Kondisi over kapasitas mempengaruhi kualitas dan kuantitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sehingga bekerja berdasarkan hal-hal yang bersifat mendesak dan mencari jalan pintas untuk pelaksanaan suatu proses pembinaan. Selain itu tidak adanya petunjuk administrasi yang jelas terhadap tugas-tugas juga menjadi faktor penghambat mendapatkan keakuntabilitasan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
c). Sarana dan Prasarana Salah
satu
indikator
keberhasilan
tugas
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) dalam pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah banyaknya Narapidana yang mendapat Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Cukup kuat indikasi bahwa kesempatan pemberian seakan-akan PB lebih banyak diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang mempunyai kemampuan secara materil karena golongan ini mampu mengurus persyaratan administratif yang memerlukan
biaya
dan
sebaliknya
Narapidana
dan
Anak
Didik
Pemasyarakatan yang berekonomi lemah, kurang mampu mengurus persyaratan administratif sehingga seakan-akan kurang mendapat perhatian dan hal ini dirasakan adanya ketidakadilan yang dapat memicu timbulnya 147
Mahmud Mulyadi, loc.cit
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
gejolak dalam Lapas/Rutan. 148 Para narapidana yang tidak mampu, tidak dapat menyediakan dana untuk foto copy berkas usulan Pembebasan Bersyarat (terutama salinan vonis dan Penelitian Kemasyarakatan/Litmas). Sehingga tidak dapat dipungkiri masalah anggaran dalam proses pembinaan integrasi ini memegang peranan yang sangat menentukan sekaligus menjadi faktor penghambat bagi pelaksanaan tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas. Tidak tersedianya ruang khusus bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas, terutama ruang untuk persidangan membuat Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bekerja tidak efektif dan efesien.
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Menanggulangi Hambatan-Hambatan Yang Ada 1. Secara Yuridis a). Susunan Keanggotaan Susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang diatur dalam Pasal
16
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan
Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan bukanlah suatu keharusan karena bila diperhatikan ke pasal 148
Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.PK.04.05-158, Perihal : Peningkatan Pemberian Pembebasan Bersyarat, tanggal 14 Desember 1999.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
lainnya yaitu Pasal 17 yang membolehkan diangkatnya beberapa staf untuk membantu tugas. Kemudian dalam Pasal 18 menetapkan bahwa ketua, sekretaris dan anggota ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Unit Pelaksana Tehnis. Namun demikian harus tetap dijaga keserasian dan keselerasan dari pasal-pasal tersebut hal-hal mana yang lebih menunjang pencapaian tujuan dari Tim Pengamat Pemasyarakatan untuk dapat membuat suatu keputusan yang mengandung unsur akuntabilitas, tranparansi, keterbukaan dan sesuai aturan hukum.
b). Peraturan Pelaksana Tentang Syarat dan Tata Cara Narapidana.
Pemberian Hak-Hak
Peraturan Pelaksana tentang syarat dan tata cara pemberian hak-hak narapidana secara keseluruhan sering mengalami perubahan. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam
mewujudkan pelayanan publik dalam Lembaga Pemasyarakatan harus mempunyai wawasan yang luas dan bersikap proaktif
dalam menyikapi
terjadinya perubahan peraturan-peraturan tersebut. Untuk mewujudkan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memiliki unsur administrasi publik yaitu akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan sesuai aturan hukum, maka harus dibuat
laporan dan administrasi persidangan yang baku. Secara baku
pengaturan administrasi dan bentuk laporan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) belum pernah dibuat, namun demikian berdasarkan Matrik Tolok Ukur Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
/Rumah Tahanan Negara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, terdapat indikator/kegiatan tentang Tim Pengamat Pemasyarakatan tentang : 1. Buku Resume Sidang TPP 2. Buku Hadir Sidang TPP 3. Buku Narapidana yang akan disidang TPP
2. Secara Non Yuridis a). Kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan akan mampu menjadi faktor pendukung apabila kepemimpinannya mampu mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin, tanggung jawab dan kerja sama serta kegairahan bekerja. Demikian juga kemampuan profesional
dan
integritas
moral
Kalapas
sangat
dituntut
agar
kepemimpinannya dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi teladan. Walaupun
susunan
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan
(TPP)
diangkat
berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan hendaknya dalam mengambil keputusan Tim Pengamat Pemasyarakat (TPP) tidak terpengaruh dengan kehendak Kepala. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang memberi rekomendasi tentang pelaksanaan pembinaan kepada Kepala bukan sebaliknya
Kepala
yang
mempengaruhi
keputusan
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan. Kalau semua pihak bekerja sesuai aturannya maka pengaruh
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
mempengaruhi demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang akan dapat dihindari. b). Kualitas dan Kuantitas anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Haruslah selalu diusahakan agar kualitas
anggota Tim Pengamat
Pemasyarakatan dapat mampu menjawab tantangan dan masalah-masalah yang selalu ada dan muncul di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan khususnya yang berkaitan dengan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di samping penguasaan terhadap tugas-tugas rutin.
Kekurangan dalam
kualitas/jumlah anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapi, sehingga tidak menjadi faktor penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan/ketertiban. Penambahan beberapa staf sekretaris yang diatur dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Hukum dan PerundanganUndangan Nomor :M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan perlu dilaksanakan mengingat beban kerja dari Tim Pengamat Pemasyarakatan. Untuk lebih meningkatkan kualitas Tim Pengamat Pemasyarakatan secara interen Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) melakukan diskusi guna membahas suatu perkembangan peraturan perundang-undangan dan bila perlu Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) mohon penjelasan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
c). Sarana dan Prasarana Hambatan dalam anggaran pembinaan adalah merupakan hal klasik yang selalu menjadi alasan untuk tidak terlaksana secara maksimum suatu proses
pembinaan.
Guna
meningkatkan
kinerja
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) Hal ini pernah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PK.04.05-158 perihal Peningkatan Pemberian Pembebasan Bersyarat tertanggal 14 Desember 1999 yang menyebutkan : Biaya foto copy berkas-berkas usulan PB tidak boleh dibebankan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan dan harus menggunakan anggaran rutin Lapas/Rutan/Cabrutan dalam m.a.250. Apabila dana
yang
tersedia
dalam
m.a.250
tidak
memadai
maka
Kalapas/Karutan/Kacabrutan yang bersangkutan dapat mengajukan tambahan dana dalam bentuk Anggaran Belanja Tambahan (ABT) melalui Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Perundang-undangan terkait untuk diteruskan kepada Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Perundangundangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.. Pemerintah untuk pertama kali dalam tahun 2009 telah mencantumkan dalam Anggaran belanja rutin biaya keperluan sidang. Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam melalui Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Nomor : 0017.0/013-01.2/II/2009 tanggal 31-12-2008 memperoleh biaya belanja keperluan persidangan. Adanya biaya persidangan tersebut tentulah dengan tujuan agar Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bekerja sesuai dengan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
tuntutan pelayanan publik yang memiliki unsur akuntabilatas, transparasi, keterbukaan dan sesuai aturan hukum termasuk dalam penggunaan dana anggaran tersebut. Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi tidak tersedianya ruang khusus bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam adalah memanfaatkan Aula yang merupakan ruang serba guna dan menyesuaikan jadwal persidangan dengan kegiatan pembinaan lainnya.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab di muka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada pelaksanaan pembinaan narapidana adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 dan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Keberadaan Tim Pengamat Pemasyarakatan dapat dibedakan atas : TPP tingkat Pusat yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, TPP tingkat Wilayah berkedudukan di Kantor Wilayah dan TPP tingkat Daerah yang berkedudukan di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara dan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Tugas utama Tim Pengamat Pemasyarakatan adalah membantu dalam pelaksanaan
pembinaan
narapidana
dengan
mengadakan
penilaian
dan
pengamatan guna menghasilkan rekomendasi bagi Kepala untuk pelaksanaan tahap-tahap pembinaan selanjutnya. Peraturan perundang-undangan secara lengkap telah mengatur tentang susunan Tim Pengamat Pemasyrakatan (TPP) yang menunjukan adanya kerja sama semua pihak dalam pelaksanaan pembinaan baik dari Petugas Pemasyarakatan, Hakim Pengawas dan Pengamat, maupun dari
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
masyarakat.
Namun
demikian
dalam
peraturan
perundang-undangan
dimungkinkan terjadinya perubahan susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan mengingat
kondisi saat ini, yaitu karena : terjadinya perubahan sturktur
organisasi dan tata kerja, over kapasitas dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan. 2. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai administrasi publik memiliki unsur-unsur transparansi, akuntabilitas, kepastian dan partisipasi. Sebagai Tim yang melaksanakan administrasi publik maka seluruh anggota tim harus memiliki ketulusan dan integritas yang bermuara pada hal-hal yang melekat pada pelayanan prima dan harus mampu bertindak sebagai pelayan yang memberikan pelayanan yang bermakna baik bagi Warga Binaan Pemasyarakatan maupun kepada masyarakat. Melaksanakan fungsi sebagai administrasi publik berarti tidak terlepas dari peran Tim Pengamat Pemasyrakatan (TPP) sebagai pelaksana Administrasi negara yang melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah harus berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diwujudkan pada pelaksanaan sidang yang berasas musyawarah dan mufakat untuk menghasilkan suatu keputusan/rekomendasi bagi Kepala
dalam
menentukan
proses
pembinaan
selanjutnya.
Keputusan/rekomendasi yang dibuat telah memenuhi syarat administrasi dan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
substansi sehingga mengandung unsur akuntabilitas baik secara vertikal yaitu dengan atasan (Kepala) dan secara horisontal yaitu
sesama anggota Tim
Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan masyarakat lainnya termasuk Warga Binaan Pemasyarakatan. Tim Pengamat Pemasyarakatan
(TPP) lebih banyak
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan program pembinaan integrasi yaitu pemberian asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Hal ini merupakan upaya dalam menanggulangi kondisi over kapasitas yang terjadi hampir diseluruh Lembaga Pemasyarakatan. 3. Berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
ada
bahwa
dalam
pelaksanaannya ditemui adanya hambatan-hambatan kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dalam pelaksanaan pembinaan. Terutama dalam susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Hal ini dapat dilihat dari susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang tidak lengkap terutama keanggotaan di luar petugas Lembaga Pemasyarakatan yaitu Hakim Pengawas dan Pengamat, Instansi terkait, dan badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. Kurangnya sosialisasi akan fungsi dan perannya menyebabkan keberadaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tidak diketahui masyarakat. Susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diatur dalam Keputusan Menteri sehingga dirasakan kurang mengikat bagi anggota lain diluar petugas pemasyarakatan. Dilihat dari sifat dan fungsinya keputusan yang dibuat Tim Pengamat Pemasyarakatan hanya sebagai rekomendasi berakibat
banyak
pihak
beranggapan
”rekomendasi
tidaklah
sehingga penting
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
dibandingkan dengan keputusan akhir yang ditentukan oleh Kepala Lembaga Pamasyarakatan”. Dalam hal ini sangat diperlukan kepemimpinan Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang mampu menjadi faktor pendukung dan mampu mendorong motivasi kerja sehingga eksitensi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dapat diakui baik oleh narapidana, petugas pemasyarakatan dan masyarakat. Karena tidak mungkin seorang pimpinan dapat melakukan tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan tanpa dibantu oleh tim yang akan memberikan pertimbangan-pertimbangan. Kondisi over kapasitas juga merupakan penghambat bagi Tim Pengamat Pemasyarakat (TPP) menjalankan tugas dan fungsinya sehingga Warga Binaan Pemasyarakatan yang akan mengikuti program-program pembinaan integrasi saja yang masuk dalam daftar pengamatan sedangkan untuk yang tidak mempunyai rencana tersebut sampai akhir masa pidana tidak pernah ikut dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) terutama bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang dipidana dibawah 1 (satu) tahun. Pelaksanaan sidang dalam menentukan tahap-tahap pembinaan saat ini ternyata berpotensi untuk tidak
terwujudnya Tim Pengamat Pemasyarakatan
(TPP) sebagai administrasi publik. Sehingga untuk mencegah terjadi Korupsi, Kolusi
dan
Nepotisme
Pemerintah
melalui
DIPA
Tahun
2009
telah
mengalokasikan dana untuk keperluan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
B. Saran 1. Diharapkan dalam pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diupayakan untuk tetap berpedoman pada Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Hal ini harus tetap dilaksanakan dan dicantumkan dalam
surat
keputusan
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan,
misalnya
mencantumkan Hakim Pengawas dan Pengamat dalam surat keputusan dan mengirimkan tembusannya kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dengan diberikan surat keputusan tersebut berarti pihak Lembaga Pemasyarakatan melakukan koordinasi yang baik guna mengingatkan Ketua Pengadilan Negeri bahwa masih ada tugas lain yaitu pengawasan dan pengamatan yang harus dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang diamanatkan dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan demikian Lembaga Pemasyarakatan
dan Pengadilan Negeri dapat saling bekerja sama
melaksanakan pembinaan bagi Narapidana. 2. Diharapkan seluruh anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) lebih bisa bersikap dan memahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut mereka juga harus bertindak sebagai pelayan publik dan memperhatikan unsurunsurnya yaitu : akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan sesuai aturan hukum. Untuk memahami tugas dan fungsinya tersebut maka anggota Tim Pengamat
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan harus bersikap proaktif terhadap perubahan dan perkembangan peraturan perundang-undangan. 3. Diharapkan demi terlaksananya pembinaan berdasarkan sistem pemasyarakatan maka
hendaknya
keputusan/rekomendasi
yang
dibuat
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan adalah merupakan keputusan/rekomendasi yang memang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan suatu keputusan semata dan demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang. 4. Diharapkan demi terwujudnya susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang utuh maka pengaturannya dimasukan dalam Undang-Undang khususnya dalam Undang-Undang Pemasyarakatan yang nantinya dapat mengikat dan mengharuskan semua pihak untuk ikut aktif berperan dalam pelaksanaan pembinaan narapidana. Dengan tersedianya anggaran dalam Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) tahun 2009 maka Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya dapat terhindar dari unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sehingga terwujud suatu administrasi publik yang memiliki unsurunsur transparansi, akuntabilitas, kepastian dan partisipasi. Bagi petugas pemasyarakatan yang ikut dalam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sangat diharapkan untuk benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai anggota Tim Pengamat
dan harus dapat membedakannya dengan tugas dan jabatan
strukturalnya.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
DAFTAR PUSTAKA A.Buku Andi Hamzah, Jur, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005. Azra, Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : Kencana, 2008. Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2007. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta : Djambatan, 1995. Huda Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Tinjaun Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006. J.Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Marzuki,Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2006. Mujahidin, Ahmad, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Jakarta : Refika Aditama, 2007. Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Bandung : Citra Aditya Bakti, Edisi 2003. Mayun, Dharmaadnya IGN, Reformasi Pelayanan Publik Akan Merubah Paradigma Lama Selama Masih Bisa Dipersulit, Mengapa Harus Dipermudah, Kapita Selekta, Penegakkan Hukum di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006. Rasjidi,Lili dan Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung : Mandar Maju Cetakan ke III,2002.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Sedarmayanti, Good Governance (Keperintahan Yang Baik) Bagian Kedua Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepermerintahan Yang Baik), Bandung : Mandar Maju, Cetakan ke I, 2004. Sudirman, Didin, Reposisi Dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, Cetakan 1, 2007. Suhady,Idup, dan Desi Fernanda, Dasar-Dasar Good Governance, Lembaga Administrasi Negara, Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV,2005. Sujatno, Adi, Negara Tanpa Penjara (Sebuah Renungan), Jakarta : Montas Ad, 2002. -----------------, Pencerahan di Balik Penjara Dari Sangkar Menuju Sanggar Untuk Menjadi Manusia Mandiri, Jakarta : Teraju (PT Mizan Publika), 2008. -----------------, dan Didi Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman, Jakarta : Vetlas production, 2008. Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004 Sutiyoso,Bambang, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta : UII Press,2006. Syahrani, Riduan, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004. Syamsuddin, Amir, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara, Jakarta : Kompas, 2008. Priyatno,Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2006. Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Menelusuri Sosiologi Hukum Negara, Jakarta : Rajawali, 1983. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan keenam,2006
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
-----------------------, Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta : Kompas, 2007. Riyanto, Theo, dan martinus Th, Kelompok Kerja Yang Efektif, Kanisius, 2008.
Yogyakarta :
Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Jakarta : Djambatan, 2001. Zaidun Muchammad, Tantangan Dan Kendala Kepastian Hukum di Indonesia, Kapita Selekta, Penegakkan Hukum di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006.
B. Makalah, Jurnal dan Internet
Domai,
Tjahjanullin, Dari Pemerintahan ke Pemerintahan www.gogle.com, Diakses tanggal 26 Desember 2008.
Yang
Baik,
Hukumham.info., Remisi Khusus Lebaran, Edisi 14, Oktober 2008. Hukumham.info., Sistem Pelayanan ISO Lembaga Pemasyarakatan, http://hukumham.info/index.php, diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Irawati, D. Nurul, Peresensi, Pembangunan Hukum di Negara Berkembang, Newsletter, KHN, Edisi Mei 2003. Jimly Assiddiqie, Masa Depan Hukum di Era Teknologi Informasi : Kebutuhan Untuk Komputerisasi Sistem Informasi Administrasi Kenegaraan dan Pemerintahan, http//www.theceli.com/index.php ? option diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR R.I Dengan Menteri Hukum dan HAM R.I, http://www.dpr.go.id/assets/berkas/lapsing, diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Lapas Juga Ingin Dapat ISO, http://hukumham.info/index.php, diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Margono, Bambang, Bimbingan Karier dan Pekerjaan Warga Binaan Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I,
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
PusatPendidikan dan Pelatihan Pegawai, Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Jakarta : 2004. Mudzakir, Bahan Ajar, Metode Penelitian Hukum, Program Study Ilmu Hukum, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008 Mulyadi, Mahmud, Ham dan Criminal Justice System, Bahan Kuliah Kelas Hukum dan Ham Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Pengetahuan Good Governance, http://www.scribd.com/doc/4606676/GoodGovernance, diaskses tanggal 21 Juli 2009. Program, Sasaran dan Kegiatan Depkumham 2009, http//www.depkumham.go.id, diakses tanggal diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Sujatno, Adi, Pencerahan di Balik Penjara, Warta Pemasyarakatan, Jakarta : Nomor 25 Tahun VIII-Juni 2007 Simanjuntak,S, Tata Usaha Pemasyarakatan, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Departemn Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I PusatPendidikan dan Latihan Pegawai, Jakarta : 2004. -------------------, Politik dan Praktek Pemasyarakatan, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Departemn Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Jakarta : 2004.
C. Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah R.I Nomor 31 Tahun 1999 Tanggal 19 Mei 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah R.I Nomor 32 Tahun 1999 Tanggal 19 Mei 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah R.I Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah R.I Nomor 32 Tahun 1999 Tanggal 19 Mei 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-KP.09.05 Tahun 1991 tentang Penetapan Uraian Jabatan Dilingkungan Departemen Kehakiman. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan R.I Nomor M.02.PR.08-03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatauran. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.PK.04-10-80 tanggal 21 september 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS.86.OT.03.01 Tahun 2008 tentang Klasifikasi Kasus-Kasus Tertentu tekait PP 28/2006.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Lampiran I : Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manausia Sumatera Utara dan Beberapa Unit Pelaksana Tehnis No. Nama Susunan TPP Jabatan Kedinasan Kantor/UPT : Sugihartoyo,Bc.IP,SH,MH Kepala Devisi Pemasyarakatan 1. Kantor Wilayah Ketua Departemen Hukum Sekretaris : Liesnardiyati,Bc.IP,SH,MH Kabid.Keamanan dan pembinaan Kabid.Reg. Wat dan Binsustik Dan Hak Asasi Anggota : -S.Hariandja Kasubbid Kamtib -Tanggo Siallagan,SH Manusia Sumatera -John Fritz Panjaitan,Bc.IP Kasubbid Bimkemas,Latker Utara Kasubbid Wat dan Binsustik -Surono,Bc.IP Kasubbid Reg. dan Statistik -Jevri Frinsen H.P,SE Staf Subbid Reg. dan Statistik -Santi Silalahi Staf Subbid Bimkemas,Latker -Dahlia Murni,SH Staf Subbid Kamtib -Surya Darma,SH
2.
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan
Ketua : Agustinawati N,SH Sekretaris : Asmah Simatupang,SH Anggota : -Ritauli Situmeang, SH -Gayatri Rahmi,SH -Roselina Purba,SH -Dame Situmorang -Hj.Syamsidar R.S.Ag -Erlina Saragih -Wali Pemasyarakatan
3.
Lembaga : Sinarta Tarigan,SH Pemasyarakatan Kls Ketua Wakil Ketua : Drs.Simon II B Lubuk Pakam Sekretaris : Irmayani,SH Anggota : -D.S.Meliala,SH -Dame Elfrida ,SH -Muntarin Saragih -Mulianta Barus,SH -Soedirman Sipayung -SL.Tobing -Selamat,SH -Koster Butar-Butar -PK dari BAPAS
Kasi Binadik Kasubsi Binkemas dan Wat Kasi Kegiatan Kerja Ka.KPLP Kasi Kamtib Kasubsi Binker dan PengeloLaan Hasil Kasubsi Keamanan Kasubsi Registrasi
Kasi Binadik dan Giatja Kasi Kamtib Kasubsi Reg.dan Bimpas Ka.KPLP Kasubsi Perawatan Kasubsi Keamanan Kasubsi Bimker Dan Jaga Bangau Dan Jaga Rajawali Dan Jaga Wallet Dan Jaga Elang
Sumber : Arsip Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, Nomor Surat :W22537.PK.01.05.06 Tahun 2008 tanggal 06 Mai 2008, Arsip Lapas Wanita Medan, Nomor Surat :W2-E3.PK.01.05.06-934 tanggal 12 Mei 2008 dan Arsip Lapas Lubuk Pakam, Nomor Surat : W2.E12.PK.01.05.06 Tahun 2007 tanggal 10-12-2007(Data diolah)
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
SIDANG TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS. II B LUBUK PAKAM TANGGAL 20 APRIL 2009
KETUA DAN SEKERTARIS SIDANG TPP.
ANGGOTA TPP
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
ANGGOTA TPP DAN WALI PEMASYARAKATAN
SUASANA SIDANG TPP
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009