HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2009
TESIS
Oleh LIZA SALAWATI 077010005/IKM
S
C
N
PA
A
S
K O LA
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2009
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh LIZA SALAWATI 077010005/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi Konsentrasi
PERILAKU, MANAJEMEN : HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2009 : Liza Salawati : 077010005 : Ilmu Kesehatan Masyarakat : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) Ketua
(dr. Halinda Sari Lubis, MKKK) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus: 25 Mei 2009 Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Telah diuji pada Tanggal: 25 Mei 2009 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
Anggota
: 1. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 2. Ir. Kalsum, M.Kes 3. drg. Iis Faizah Hanum, M.Kes
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
PERNYATAAN HUBUNGAN PERILAKU, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2009
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banda Aceh, Penulis
Maret 2009
Liza Salawati
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
ABSTRAK
Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik di rumah sakit merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus mengenai K3RS oleh karena mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Pekerja di Laboratorium Patologi Klinik harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap kemungkinan timbul risiko kecelakaan kerja, harus senantiasa meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam menta′ati peraturan dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009, dan menganalisis hubungan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan desain cross sectional survey, sampel pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yang berjumlah 23 orang. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, dan analisis bivariat dengan uji chi square. Berdasarkan hasil penelitian variabel pengetahuan, sikap, tindakan, promosi K3, dan pelatihan memiliki nilai p < 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) kejadian kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yaitu sebesar 69,6%, (2) perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009, (3) manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3 dan pelatihan) berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009, (4) pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak dapat dilakukan uji statistik oleh karena belum pernah dilakukan pengawasan, investigasi, dan pelaporan kecelakaan akibat kerja.
Kata Kunci: Perilaku, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kecelakaan Kerja, Laboratorium Patologi Klinik.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
ABSTRACT
The services of Clinical Pathology Laboratory in hospitals are services that need to pay attention especially on the occupational health and safety due to the high risk that it could lead. Clinical Pathology Laboratory workers must always analyze and detect any potential risk of accident working at Clinical Pathology Laboratory, ones should raise awareness and discipline in following the laboratory manuals to reduce any potential risks. This study is aimed to analyze the relationship of behavior (knowledge, attitude, practice) and the management (supervision, promotion of occupational health and safety, training, investigation, report) related to the accident in Clinical Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital of Banda Aceh in 2009. This study was a descriptive analysis study using cross sectional survey, whereas the samples of the survey are all of the 23 laboratory workers. The chosen analysis are univariate analysis and bivariate analysis with chi-square test. The result of study showed that variables of knowledge, attitude, practice, promotion of occupational health and safety, training p value < 0,05. The conclution of study are; (1) the accident in Clinical Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital of Banda Aceh in 2009 is 69,6%, (2) the behavior (knowledge, attitude, practice) related to the accident in Clinical Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital Banda Aceh in 2009, (3) the management (promotion of occupational health and safety, training) related to the accident in Clinical Pathology Laboratory of dr. Zainoel Abidin Public Hospital Banda Aceh in 2009, (4) the supervision, investigation, and report were not carried out through a statistical test because did not perform supervision, investigation, and report accident at work.
Keywords: Behavior, Management of Occupational Health and Safety, Accident At Work, Clinical Pathology Laboratory.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T. karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaian tesis ini, yang berjudul Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009. Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Jurusan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan masukan
dan
pemikiran
dengan
penuh
kesabaran
ditengah-tengah
kesibukannya. 4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai Anggota Komisi Pembimbing dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 5. dr. Taufik Mahdi, SpOG, selaku Direktur Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beserta staf yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian. 6. Suami tercinta Ir. Ibnu Abbas Majid, MSc dan ananda tercinta M. Zhafran, M. Naufal, serta Siti Sarah Safira yang senantiasa memberikan dorongan, semangat, dan mendoakan selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesai pendidikan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7. Ayahanda tercinta Drs. Hasbullah Tjoetgam dan ibunda tercinta Sakinah Ishaq yang telah mendoakan dan memberikan dorongan serta perhatian kepada penulis. 8. Pekerja Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang menjadi responden penelitian yang telah meluangkan waktu dalam mengisi kuesioner penelitian. 9. Teman-teman
mahasiswa/mahasiswi
Program
Studi
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat Konsentrasi Kesehatan Kerja di Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara Angkatan 2007 yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak guna perbaikan serta penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua dan mendapatkan berkah serta rahmat dari Allah SWT. Amin ya robbal’alamin.
Banda Aceh, Maret 2009 Penulis
Liza Salawati
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh tanggal 13 Oktober 1966, beragama Islam, anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Hasbullah Tjoetgam dan Ibunda Sakinah Ishaq. Menikah dengan Ir. Ibnu Abbas Majid, MSc mempunyai 3 orang anak, dua orang putra M. Zhafran, M. Naufal dan satu putri Siti Sarah Safira, sekarang menetap di Jl. Tgk. Chik Dipineung Raya No. 15 Kampung Pineung Banda Aceh. Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 24 Banda Aceh lulus tahun 1979, melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Banda Aceh lulus tahun 1982, meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Banda Aceh lulus tahun 1985, melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh lulus tahun 1994, selanjutnya meneruskan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2007. Riwayat pekerjaan, pertama kali ditempatkan di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tahun 1994 sampai tahun 1997 sebagai Dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap). Tahun 1999 sampai dengan sekarang sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Tahun 2007 sampai dengan sekarang menjalani tugas belajar di Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat
Konsentrasi
Kesehatan
Kerja
Sekolah
Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i ii iii v vi viii x xi
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1.2 Permasalahan ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................ 1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................
1 1 9 9 10 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1 Definisi Kecelakaan Kerja .................................................. 2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja .............................................. 2.3 Sebab Kecelakaan Kerja ..................................................... 2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit ....................................................................... 2.5 Perilaku .............................................................................. 2.6 Landasan Teori ................................................................... 2.7 Kerangka Konsep Penelitian ...............................................
11 11 12 16
METODE PENELITIAN............................................................. 3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian........................................... 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................. 3.5 Variabel dan Definisi Operasional....................................... 3.6 Metode Pengukuran ............................................................ 3.7 Metode Analisa Data...........................................................
48 48 48 48 49 52 54 58
BAB III
19 32 43 46
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB IV
BAB V
BAB VI
HASIL PENELITIAN ................................................................. 4.1 Deskripsi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh .................................................................................. 4.2 Analisa Univariat ................................................................ 4.3 Analisa Bivariat ..................................................................
60
PEMBAHASAN ......................................................................... 5.1 Kecelakaan Kerja ................................................................ 5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja .................................................................................. 5.3 Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja ...... 5.4 Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja .. 5.5 Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja ................................................................................... 5.6 Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja ................................................................................... 5.7 Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan ............................... 5.8 Keterbatasan Penelitian .........................................................
72 72
60 62 67
74 76 78 80 82 84 85
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 86 6.1 Kesimpulan......................................................................... 86 6.2 Saran .................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
3.1.
Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen..........
58
4.1.
Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.........................................
63
Distribusi Frekuensi Jenis Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh..........................................
63
Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Bagian Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..................
64
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.........................................
65
Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.........................................
65
Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.........................................
65
Distribusi Frekuensi Promosi K3 di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.......................................................
66
Distribusi Frekuensi Pelatihan K3 di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.......................................................
66
Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..............
67
Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..............
68
Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..............
69
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
4.10.
4.11.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.12.
4.13.
Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..............
70
Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh..............
71
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja...........................................
44
2.2.
Kerangka Konsep Penelitian......................................................
47
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Waktu Pelaksanaan Penelitian....................................................
92
2.
Kuesioner....................................................................................
93
3.
Pernyataan Menjadi Sampel.......................................................
99
4.
Rekapitulasi Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner......
100
5.
Rekapitulasi Data Hasil Penelitian.............................................
104
6.
Master Data.................................................................................
110
7.
Rekapitulasi Hasil Uji Statistik...................................................
111
8.
Surat Keterangan Izin Penelitian................................................
121
9.
Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian...................
122
10.
Struktur Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja RSUZA Banda Aceh...................................................................
123
Struktur Organisasi RSUZA.......................................................
124
11.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antara negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, maka telah ditetapkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002). Garis-garis Besar Haluan Negara (1993), menegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, jaminan kematian, serta syarat-syarat kerja lainnya. Hal tersebut perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneter-nya, kesiapan sektor terkait, kondisi pemberi kerja, lapangan kerja, dan kemampuan tenaga kerja. Amanat GBHN ini menuntut dukungan dan komitmen untuk perwujudannya melalui penerapan K3. Upaya K3 sendiri sudah diperkenalkan dengan mengacu pada peraturan perundangan Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
yang diterbitkan sebagai landasannya, di samping UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja upaya K3 telah dimantapkan dengan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja. Dalam peraturan perundangan tersebut ditegaskan bahwa setiap tempat kerja wajib diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Hal itu mengatur pula sanksi hukum bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (Komite K3, 1994). Undang-Undang No. 23/1992 Pasal 23 menyatakan bahwa tempat kerja wajib menyelengarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit atau mempunyai paling sedikit 10 (sepuluh) orang karyawan. Rumah sakit sebagai industri jasa termasuk dalam kategori tersebut, sehingga wajib menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana kesehatan, terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan. Hal tersebut diikuti dengan masuknya IPTEK canggih yang menuntut tenaga kerja ahli dan terampil. Hal ini yang tidak selalu dapat dipenuhi dengan adanya risiko terjadinya kecelakaan kerja, untuk itu diperlukan adanya peningkatan sumber daya manusia Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
di sarana kesehatan, tidak saja untuk mengoperasikan peralatan yang semakin canggih namun juga penting untuk menerapkan upaya K3RS (Pusat Kesehatan Kerja, 2003). Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2002). Menurut National Institute of Occupational Health and Safety (NIOSH 19741976) dalam Pusat Kesehatan Kerja (2003), survey nasional yang dilakukan di 2.600 rumah sakit di USA, menginformasikan rata-rata tiap rumah sakit terdapat 68 karyawan cedera dan 6 orang sakit. Cedera tersering adalah strain dan sprain, luka tusuk, abrasi, contusio, lacerasi, cedera punggung, luka bakar dan fraktur. Penyakit tersering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis dan hepatitis. Laporan NIOSH (1985), terdapat 159 zat yang bersifat iritan untuk kulit dan mata, serta 135 bahan kimia carcinogenic, teratogenic, mutagenic yang dipergunakan di rumah sakit. California State Departement of Industrial Relations menuliskan rata-rata kecelakaan di rumah sakit adalah 16,8 hari kerja yang hilang per 100 karyawan karena kecelakaan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut laporan Global Estimates Fatalities (2000) dalam Kompas (2003), sebanyak 6.000 pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka setiap hari, akibat kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Standar Keselamatan Kerja di Indonesia
adalah paling buruk dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara lainnya. Selama tujuh bulan pertama tahun 2003 di Indonesia tercatat 51.528 kecelakaan kerja. Selain itu ILO (2007) melaporkan terdapat 65.475 kasus kecelakaan kerja, di mana 1.457 orang meninggal, 5.326 orang cacat dan 58.697 orang sembuh tanpa cacat. Badan Pusat Statistik (1998/1999) dalam Buku Sumatera Dalam Angka melaporkan bahwa jumlah kasus kecelakaan akibat kerja pada masing-masing tahun adalah 4.162 dan 3.846 kasus. Pada tahun 1999/2000 jumlah kasus kecelakaan akibat kerja yang dilaporkan PT. Jamsostek Sumatera adalah 4.562 kasus. Menurut Badan Pusat Statistik (1999/2000), jumlah kasus kecelakan kerja dalam bidang industri meningkat dari 6.580 kasus menjadi 7.786 kasus. Pada tahun 2000/2001 PT. Jamsostek menerima laporan kecelakaan kerja sebanyak 8.661 kasus di mana 5.940 kasus memerlukan perawatan, 2.400 kasus mengalami cacat dan 271 kasus mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2002). Menurut
Pulungsih
(2005)
selama
tahun
2000
di RSUPN
Cipto
Mangunkusumo tercatat 9 kecelakaan kerja beresiko terpajan HIV di kalangan petugas kesehatan yang dilaporkan. Kejadian tersebut menimpa 7 perawat, 1 dokter, dan 1 petugas laboratorium. Sementara di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2001 terjadi 1 kali kecelakaan kerja terpajan HIV pada petugas laboratorium.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Program Occupational Safety Health and Environment (OSHE) bertujuan melindungi karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), menjaga agar alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan secara benar, efisien, serta produktif. Upaya OSHE sangat besar peranannya dalam meningkatkan produktivitas terutama mencegah segala bentuk kerugian akibat accident. Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor manusia karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kurangnya kesadaran dari direksi dan karyawan sendiri untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga di kalangan karyawan banyak yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi SOP kerja. Penyebab lain adalah kondisi lingkungan seperti dari mesin, peralatan, pesawat, dan lain sebagainya (Pusat Kesehatan Kerja, 2003). Sarana laboratorium kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan yang cukup besar. Kegiatan di laboratorium kesehatan mempunyai risiko untuk terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Seiring dengan kemajuan IPTEK maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Pelayanan laboratorium di rumah sakit merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus segi K3RS ini karena mempunyai risiko yang lebih tinggi dan memerlukan penataan ruangan yang khusus, peralatan yang khusus dan pengelolaan bahan berbahaya secara khusus pula. Oleh karena itu pengelola rumah sakit perlu mengetahui secara rinci Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
berbagai hal yang berkaitan dengan K3RS agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya (PMK Perdhaki, 2000). Laboratorium umumnya digunakan untuk berbagai kegiatan, misalnya praktikum, penelitian, dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi. Oleh karena dalam laboratorium melibatkan banyak orang, maka risiko bahaya kerja di laboratorium juga dapat melibatkan banyak orang, sehingga semua yang terlibat di laboratorium harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Masalah keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium diberikan perhatian dan penekanan yang cukup sejalan dengan pelaksanaan kegitan pendidikan, penelitian dan analisis. Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang jelas, terperinci dan menyeluruh tentang bahaya di laboratorium serta berupaya menciptakan keselamatan kerja di laboratorium (Hartati, 2006). Pekerja di laboratorium harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap kemungkinan
timbul
risiko
kecelakaan
di
laboratorium,
harus
senantiasa
meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam mentaati peraturan. Dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Hendaklah disadari bahwa kecelakaan dapat berakibat kepada dirinya maupun orang lain serta lingkungannya. Para pekerja laboratorium juga diharapkan terus meningkatkan pengetahuannya tentang sifat-sifat bahan dan teknik percobaan serta pengoperasian peralatan sebagaimana seharusnya. Kemampuan untuk mengendalikan bahaya kecelakaan di laboratorium memungkinkan para pekerja dapat menciptakan sendiri suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat bekerja dan berkarya secara Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
maksimal. Beberapa penyebab kecelakaan di laboratorium dapat bersumber dari sikap dan tingkah laku para pekerja, keadaan yang tidak aman, dan kurangnya pengawasan dari pengawas (Hartati, 2006). Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh merupakan Rumah Sakit Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dengan adanya Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) maka menjadi rumah sakit kelas B Pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Provinsi NAD, sebagai rumah sakit pendidikan bagi siswa, mahasiswa kesehatan, sarjana kedokteran, pembinaan program dokter spesialis (Laporan Tahunan Balai Pelayanan Kesehatan RSUZA, 2006). Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh mempunyai 12 pelayanan yaitu: 1) Administrasi/Manajemen Umum; 2) Pelayanan Keperawatan; 3) Pelayanan Medis; 4) Pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; 5) Pelayanan Bedah Sentral; 6) Pelayanan Gawat Darurat; 7) Pelayanan Laboratorium; 8) Pelayanan Farmasi; 9) Pelayanan Infeksi Nosokomial; 10) Pelayanan Resiko Tinggi (Ibu dan Anak); 11) Pelayanan Radiologi; 12) Pelayanan Rekam Medik (Laporan Tahunan Balai Pelayanan Kesehatan RSUZA, 2006). Hasil survey pendahuluan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh diperoleh informasi dari salah seorang pekerja yang telah bekerja 15 tahun di laboratorium tersebut menginformasikan bahwa sebelum peristiwa Tsunami tahun 2004 mereka bekerja tanpa menggunakan sarung tangan karet (hand scund) karena tidak disediakan oleh RSUZA sehingga mereka yang bekerja di laboratorium tersebut Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
sering tertusuk oleh jarum suntik saat mengambil sampel darah pasien ataupun saat menutup kembali jarum suntik selesai mengambil sampel darah pasien. Merekapun sering terkena pecahan tabung reaksi, pecahan objek gelas saat bekerja, menurut mereka kejadian tersebut merupakan hal yang biasa saja dan tidak pernah dilaporkan kepada kepala laboratorium. Setelah peristiwa Tsunami tahun 2004 mereka bekerja memakai hand scund karena saat itu ada bantuan dari salah satu rumah sakit dari Jerman, walaupun sudah disediakan hand scund sampai dengan sekarang ini masih ada pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang bekerja tidak menggunakan hand scund dengan alasan Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUZA Banda Aceh tidak cukup memberikan hand scund (tidak sesuai dengan jumlah amprahan) ke Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dan alasan lain adalah repot dan malas menggunakannya. Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus segi K3RS karena mempunyai risiko terjadinya kecelakaan kerja yang tinggi sehingga memerlukan penataan ruangan yang khusus, peralatan yang khusus, dan pengelolaan bahan yang berbahaya secara khusus pula, oleh karena itu pengelola RSUZA perlu mengetahui secara rinci berbagai hubungan dengan K3RS sehingga dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan tidak dapat dikatakan bermutu apabila tidak memperhatikan K3RS. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan terjadinya Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti ingin mengetahui:
1. Apakah ada hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh? 2. Apakah ada hubungan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. 2. Untuk menganalisis hubungan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
1.4.
Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan antara perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. 2. Terdapat hubungan antara manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.
1.5.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi instansi terkait dalam meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja terutama bagi pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dari risiko kecelakaan akibat kerja. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti masalah ini di masa yang akan datang.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008). Menurut (OHSAS 18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu. Definisi Kecelakaan akibat kerja menurut Suma`mur (1987) adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik. Faktor
manusia
yang
tidak
memenuhi keselamatan
misalnya kelengahan,
kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya (Notoadmodjo, 1997).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.2.
Klasifikasi Kecelakaan Kerja Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO, 1962) dalam Suma`mur (1987) adalah sebagai berikut: 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh. b. Tertimpa benda jatuh. c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda. e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi. g. Terkena arus listrik. h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi. i.
Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut.
2. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin. 1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. 2) Mesin penyalur. 3) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. 4) Mesin-mesin pengolah kayu. 5) Mesin-mesin pertanian. 6) Mesin-mesin pertambangan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7) Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkat dan angkut 1) Mesin angkat dan peralatannya. 2) Alat angkutan di atas rel. 3) Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api. 4) Alat angkutan udara. 5) Alat angkutan air. 6) Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain 1) Bejana bertekanan. 2) Dapur pembakar dan pemanas. 3) Instalasi pendingin. 4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan). 5) Alat-alat listrik (tangan). 6) Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik. 7) Tangga. 8) Perancah. 9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi 5) Bahan peledak. 6) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
7) Benda-benda melayang. 8) Radiasi. 9) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja 1) Di luar bangunan. 2) Di bangunan. 3) Di bawah tanah. f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut 1) Hewan. 2) Penyebab lain. g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tidak memadai. 3. Kasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang. b. Dislokasi. c. Renggang otot/urat. d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi. f. Luka-luka lain. g. Gegar dan remuk. h. Luka baker. i.
Luka dipermukaan.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
j.
Keracunan akut.
k. Akibat cuaca dan lain-lain. l.
Mati lemas.
m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi. o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota gerak atas. e. Anggota gerak bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam klasifikasi tersebut. Jenis pekerjaan mempunyai peranan besar dalam menentukan jumlah dan macam kecelakaan, demikian pula jumlah dan macam kecelakaan diberbagai kesatuan operasi dalam suatu proses, seterusnya pada berbagai pekerjaan yang tergolong kepada suatu kesatuan operasi (Suma`mur, 1996).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.3
Sebab Kecelakaan Kerja Menurut Matondang (2007) penyebab kecelakaan kerja di berbagai negara
tidak sama, namun ada kesamaan umum yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh: 1. Kondisi berbahaya (unsafe condition) a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain. b. Lingkungan kerja. c. Proses kerja. d. Sifat pekerjaan. e. Cara Kerja. 2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik. b. Kurang pengetahuan dan ketrampilan. c. Cacat tubuh yang tidak terlihat. d.
Keletihan dan kelesuan. Tresnaningsih (2007) mengemukakan beberapa contoh kecelakaan yang
banyak terjadi di laboratorium: 1. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Terpeleset biasanya karena lantai licin, akibat: ringan (memar), berat (fraktura, dislokasi, memar otak, dll). Pencegahan: a. Pakai sepatu anti slip.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
b. Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar. c. Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya. d. Pemeliharaan lantai dan tangga. 2. Cedera pada punggung oleh karena mengangkat beban yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi. Pencegahan: a. Beban jangan terlalu berat. b. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban. c. Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok. d. Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat. 3. Tertusuk jarum suntik saat mengambil sampel darah/cairan tubuh lainnya. Akibatnya tertular virus HIV, Hepatitis B. Pencegahan: a. Gunakan alat suntik sekali pakai. b. Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip). c. Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup. 4. Terjadi kebakaran yang bersumber dari bahan kimia, kompor, bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibat: luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian dan timbul keracunan akibat kurang hati-hati. Pencegahan: a. Konstruksi bangunan yang tahan api. b. Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar. c. Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran. d. Sistem tanda kebakaran: 1) Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera. 2) Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis. 3) Jalan untuk menyelamatkan diri. 4) Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran. 5) Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
2.3.
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah suatu
proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di RS (Rumah Sakit). Upaya K3RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3RS (Kepmenkes RI, 2007).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Kepmenkes RI (2007) agar penyelenggaraan K3RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan rumah sakit. Adapun manfaat K3RS adalah sebagai berikut: 1. Bagi rumah sakit a. Meningkatkan mutu pelayanan. b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit. c. Meningkatkan citra rumah sakit. 2. Bagi karyawan rumah sakit a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK). b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). 3. Bagi pasien dan pengunjung a. Mutu layanan yang baik. b. Kepuasan pasien dan pengunjung. 2.4.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 tidak dapat diselesaikan dengan pengawasan saja. Rumah sakit perlu berpartisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan perencanaan yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
(SMK3). SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif (Kepmenkes RI, 2007). UU Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 1996 Pasal 3 mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Kepmenkes RI, 2007). Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan mengenai SMK3. Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun (Wirahadikesumah, 2007). 2.4.2. Komitmen dan Kebijakan Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Kepmenkes RI (2007) komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3RS. Kebijakan K3RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3RS, perlu disusun strategi antara lain: a. Advokasi sosialisasi program K3RS. b. Menetapkan tujuan yang jelas. c. Organisasi dan penugasan yang jelas. d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3RS pada setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit. e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak. f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif. g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan. h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala. 2.4.3. Perencanaan Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3 (Kepmenkes RI, 2007). Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Perencanaan meliputi: a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. 2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK. Penilaian faktor risiko adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan. Pengendalian faktor risiko dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni: 1) menghilangkan bahaya, 2) menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (engineering/rekayasa), 3) administrasi, 4) alat pelindung diri (APD). b. Membuat peraturan Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait. c. Tujuan dan sasaran
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian. d. Indikator kinerja Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit. e. Program K3 Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan. 2.4.4. Pengorganisasian Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauhmana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya (Kepmenkes RI, 2007). Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3RS menurut Kepmenkes RI (2007) adalah sebagai berikut: 1. Tugas pokok a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3. b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur. c. Membuat program K3RS. 2. Fungsi a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3. b. Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3. c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3. d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif. e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS. f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan. g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses. Menurut Kepmenkes RI (2007) Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. Model organisasi K3RS adalah sebagai berikut:
a. Model 1 Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit, bentuk organisasi K3RS merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/ kelas masing masing RS, misalnya Komite Medis/Nosokomial. b. Model 2 Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit. Keanggotaan: 1. Organisasi/unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS. 2. Organisasi/unit pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3RS dipimpin oleh ketua. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota. 4. Ketua organisasi/unit pelaksana K3RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen di bawah langsung direktur rumah sakit. 5. Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga profesional K3RS, yaitu manajer K3RS atau ahli K3. Ketua organisasi/unit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3RS. Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3RS. Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi/unit pelaksana K3RS (Kepmenkes RI, 2007). Organisasi/unit pelaksana K3RS agar dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3RS. Sumber data antara lain: 1) dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan; 2) dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat; 3) dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan; 4) dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kerja rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya; 5) dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya (Kepmenkes RI, 2007). Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3RS, untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/satuan pelaksana K3RS serta alternatif-alternatif
pilihan
serta
perkiraan
hasil/konsekuensi
setiap
pilihan
(Kepmenkes RI, 2007). Organisasi/unit pelaksana K3RS membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit (Kepmenkes RI, 2007). 2.4.5. Langkah-langkah Penyelenggaraan Menurut Kepmenkes RI (2007) untuk memudahkan penyelenggaraan K3RS, maka perlu langkah-langkah penerapannya, yaitu: a. Tahap persiapan 1) Menyatakan komitmen Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur rumah sakit (manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kataLiza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas rumah sakit. 2) Menetapkan cara penerapan K3RS Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa konsultan jika rumah sakit memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang. 3) Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3RS 4) Membentuk kelompok kerja penerapan K3 Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. 5) Menetapkan sumber daya yang diperlukan Sumber daya di sini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan dana. b. Tahap Pelaksanaan 1) Penyuluhan K3 ke semua petugas rumah sakit 2) Pelatihan K3 Pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi rumah sakit. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya a). Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus). b). Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja. c). Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat. d). Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan. e). Pengobatan pekerja yang menderita sakit. f). Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada. g). Melaksanakan biological monitoring. h). Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja. c. Tahap pemantauan dan Evaluasi Menurut UU Ketenagakerjaan dalam Wirahadikesumah (2007) aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3 dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan independensi. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyusun pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan dan perlindungan tenaga kerja, melaksanakan pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja, norma keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja dan jaminan sosial tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai fungsi:
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja serta norma jaminan sosial tenaga kerja. b. Pembinaan dan pengawasan norma keselamatan kerja. c. Pembinaan dan pengawasan norma kesehatan dan lingkungan kerja. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan terdiri dari: a. Seksi Pengawasan Norma Kerja. b. Seksi Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. c. Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam mengambil keputusan, di samping itu unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya (Wirahadikesumah, 2007). Menurut Kepmenkes RI (2007) pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah satu fungsi manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauhmana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi: Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan rumah sakit 1) Pencatatan dan pelaporan K3. 2) Pencatatan semua kegiatan K3. 3) Pencatatan dan pelaporan KAK. 4) Pencatatan dan pelaporan PAK. b. Inspeksi dan pengujian Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis). c. Melaksanakan audit K3 Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3: 1) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan. 2) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan. 3) Menentukan
langkah
untuk
mengendalikan
bahaya
potensial
serta
pengembangan mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.
2.5.
Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
2.5.1. Perilaku Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.: 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance) Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek: a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. 2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Perilaku ini sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar negeri. 3. Perilaku Kesehatan Lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2003). Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, yaitu: a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan
seseorang
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
kesehatannya. b. Perilaku sakit (illness behavior). Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). 2.5.2. Domain Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang besifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. b Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultance antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). a. Proses Adopsi Perilaku Penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi (Rogers dan Everett, 1983) yaitu: 1) Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi. 2) Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya. 3) Tahap putusan, dalam tahap ini seseorang membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut. 4) Tahap implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya. 5) Tahap
pemastian,
yaitu
di
mana
seseorang
memastikan
atau
mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu. Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. b. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kognitif, yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2). Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3). Aplikasi (Aplicatiori) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan seabgai aplikasi atau penggunaan hukutn-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4). Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5). Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6). Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
di
lingkungan
tertentu
sebagai
suatu
penghayatan
terhadap
objek
(Notoatmodjo, 2003). a. Komponen Pokok Sikap Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. b. Berbagai Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: 1). Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2). Merespon (responding) Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3). Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4). Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. c. Praktek atau Tindakan (Practice) Menurut Notoatmodjo (2003) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan: 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat petama. 2. Respon terpimpin (guided response) Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan. Tresnaningsih (2007) menyatakan bahwa tidak mungkin menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman. Tindakan-tindakan tersebut seperti: 1. Melempar atau membuang material. 2. Mengoperasikan dan bekerja pada kecepatan yang tidak aman, apakah itu terlalu cepat ataupun terlalu lambat. 3. Membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali. 4. Memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5. Menggunakan prosedur yang tidak aman saat
mengisi,
menempatkan,
mencampur, dan mengkombinasikan material. 6. Pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung. Menaikkan lift dengan cara yang tidak benar. 7. Pikiran kacau, gangguan penyalahgunaan, kaget, dan tisar lain. Tindakan-tindakan seperti ini dapat menyebabkan usaha perusahaan atau tempat kerja meminimalkan kondisi kerja yang tidak aman menjadi sia-sia. Oleh karena itu kita harus mengidentifikasi penyebab tindakan-tindakan di atas. Halhal berikut ini dapat dipakai sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tindakantindakan di atas: karakteristik pribadi karyawan, karyawan yang mudah mengalami kecelakaan (accident prone), daya penglihatan karyawan, usia karyawan, persepsi dan ketrampilan gerak karyawan, minat karyawan (Tresnsihaningsih, 2007).
2.6.
Landasan Teori Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan
sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari permulaan hingga saat ini. Secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkan, tapi kemudian pada titik tertentu berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti kita ketahui trend yang saat ini dominan, banyak diterapkan terutama di perusahaan-perusahaan besar Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
di samping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan-perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir terjadinya kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah manajemen sebagai sebuah sistem. Namun, pada bahasan/titik tertentu akan kembali pada konsep awal seperti yang dikemukakan oleh H.W. Heinrich dengan dominasi human error/unsafe action atau kembali ke perilaku manusia. Hal lain yang menonjol adalah terdapatnya fenomen gunung es (ice berg) pada accident cost, angka kejadian incident serta sebab-sebab yang menyertai munculnya incident (Riyadi, 2007). International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 yang dipelopori oleh Frank E. Bird mengemukakan teori Loss Caution Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab terjadinya kecelakaan. Teori yang dikemukakan Frank E. Bird pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari yang ditemukan H.W. Heinrich. Frank E. Bird menggambarkan cara berfikir modern terjadinya kecelakaan/banyak dipergunakan sebagai landasan berfikir untuk pencegahan terjadinya kecelakaan (Riyadi, 2007). Model yang dikemukakan Frank E. Bird dan George L. Germain dalam Riyadi (2007) adalah seperti gambar di bawah ini:
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Sumber: The "Practical Loss Control Leadership" by Frank E. Bird, Jr. and George L. Germain. ©Copyright International Loss Control Institute, Inc. 1985. Revised edition, 1990. Now part of DNV Training, USA.
Gambar 2.1. Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja Menurut Frank E. Bird (pakar ilmu keselamatan) dalam Riyadi (2007) mengemukakan teori penyebab kecelakaan sebagai berikut: 1. Perencanaan a. Organisasi. b. Pimpinan. c. Pengawasan/Controlling.
2. Sebab-sebab utama a. Human factor (Faktor manusia): 1) Pengetahuan kurang. 2) Motivasi kurang. 3) Keterampilan kurang.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4) Problem/stress fisik atau mental. 5) Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental. b. Job factor (Faktor pekerjaan) 1) Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai. 2) Desaign dan maintenance yang tidak baik. 3) Pemakaian yang tidak normal dan lain-lain. 3. Penyebab langsung a. Tindakan yang tidak aman. b. Keadaan kerja yang tidak aman. 4. Incident (peristiwa) Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik, panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan badan atau struktur, misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya. 5. Loss (kerugian) Kehilangan manusia, harta benda, proses produksi dan image pada perusahaan. Biaya yang ditanggung dari kejadian kecelakaan seperti fenomena gunung es. Dalam Loss Caution Model terlihat bahwa kehilangan (loss) apa saja terjadi karena akibat dari ketidakseimbangan yang dialami oleh sesuatu. Ketidakseimbangan terjadi karena ada sesuatu kejadian yang tidak normal karena adanya sebab-sebab langsung, kemudian kalau ditelusuri ada sebab-sebab dasarnya yang datang dari kontrol yang lemah. Setiap kecelakaan mempunyai tipe dan tingkatan yang sangat bervariasi Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
tergantung dari bagaimana dan di mana kejadian itu terjadi. Besar kecilnya kerugian yang dialami akibat dari suatu kecelakaan akan sangat tergantung dari sebab-sebab yang ada. Kalau dikategorikan tentang variasi kecelakaan mulai dari seseorang tergores jari tangan sampai musnahnya suatu kilang serta korban manusia dalam jumlah besar. Banyak sudah contoh kecelakaan yang dialami industri besar di dunia ini sehingga menderita kerugian yang cukup besar pula meliputi material, mesin, manusia dan lingkungan sekitarnya (Riyadi, 2007).
2.7.
Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian seperti pada gambar di bawah ini. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kecelakaan kerja sedangkan Variabel independen adalah perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi dan pelaporan).
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Variabel Independen Perilaku: - Pengetahuan - Sikap - Tindakan
Variabel Dependen Kecelakaan Kerja
Manajemen K3: - Pengawasan - Promosi K3 - Pelatihan - Investigasi - Pelaporan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan
desain cross sectional survey yaitu pengumpulan data pada suatu saat (point time approach) untuk menganalisis hubungan antara perilaku, manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian di lakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 7 (tujuh) bulan yaitu pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Mei 2009.
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi
Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yaitu berjumlah 23 orang.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3.3.1. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 yang dibatasi dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 1. Kriteria Inklusi a. Pekerja yang bekerja di bagian Hematologi, Mikrobiologi Klinik, Serologi, Urinalisa, Ruang Sampel, dan Kimia Klinik Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. b. Bersedia menjadi sampel penelitian. 2. Kriteria Eksklusi Pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang cuti. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah secara total populasi, setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 23 sampel pada penelitian ini.
3.4.
Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Sumber Data a. Data primer (kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap, promosi K3, dan pelatihan) diperoleh langsung dari pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang telah terpilih dan ditetapkan sebagai sampel penelitian melalui penyebaran kuesioner.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
b. Data sekunder (pengawasan, investigasi, dan pelaporan) diperoleh dari bagian K3 RSUZA Banda Aceh. c. Observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap tindakan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. 3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk variabel kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap, promosi K3, dan pelatihan dilakukan dengan menggunakan angket (kuesioner) yang diberikan kepada pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang telah terpilih dan ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data untuk variabel tindakan dilakukan dengan observasi terstruktur yang berpedoman pada angket (kuesioner). Pengumpulan data untuk variabel pengawasan, investigasi, dan pelaporan, data diambil dari bagian K3 RSUZA Banda Aceh. 3.4.3. Instrumen Penelitian Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengetahui kecelakaan kerja, pengetahuan, sikap, tindakan, promosi K3, dan pelatihan. 3.4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Sebelum data dikumpulkan terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada bulan Januari 2009 terhadap 10 orang pekerja Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Kesdam Banda Aceh. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Sugiyono (2007) untuk melihat apakah instrumen tersebut valid atau tidak valid dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment (r), dengan ketentuan: a. Jika nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan valid. b. Jika nilai r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid. Untuk melihat reliabilitas instrumen digunakan rumus koefisien Cronbach´s Alpha (Sugiyono, 2007) dengan kriteria keputusan: a. Jika nilai r alpha > r tabel maka reliabel. b. Jika nilai r alpha < r tabel maka tidak reliabel. a. Uji Validitas Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah pertanyaan pada suatu angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut (Sugiyono, 2007). Hasil uji validitas kuesioner terhadap 8 item pertanyaan kecelakaan kerja, 28 item pertanyaan perilaku, 8 item pertanyaan promosi K3, dan 2 item pertanyaan pelatihan semuanya mempunyai nilai r hitung berada di atas nilai r tabel (0,632) pada tingkat kemaknaan 5%, maka semua item pertanyaan (46 butir) adalah valid. b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu kewaktu (Sugiyono, 2007). Hasil uji reliabilitas kuesioner terhadap 8 item pertanyaan kecelakaan kerja, nilai r alpha (0,973) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel (0,632), 28 item Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
pertanyaan perilaku, nilai r alpha (0,976) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel (0,632), 8 item pertanyaan promosi K3 dan 2 item pertanyaan pelatihan mempunyai nilai r alpha (0,958) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel (0,632). Semua pertanyaan mempunyai nilai r alpha > r tabel maka 46 item pertanyaan adalah reliabel.
3.5.
Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat variabel dependen yaitu kecelakaan kerja dan variabel independen yaitu perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan). 3.5.2. Definisi Operasional 1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang pernah dialami oleh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh sewaktu melaksanakan pekerjaan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam 1 tahun terakhir. 2. Perilaku adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam memelihara dan meningkatkan keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami oleh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tentang kecelakaan kerja. b. Sikap adalah reaksi atau respon pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang masih tertutup terhadap K3. Dengan kata lain sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi K3. c. Tindakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dalam memelihara dan meningkatkan keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja. 3. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja RSUZA adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RSUZA. a. Pengawasan adalah pengawasan yang dilakukan oleh supervisor terhadap dita′atinya Peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. b. Promosi K3 adalah program kegiatan yang dilakukan oleh bagian K3 untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
c. Pelatihan adalah pengalaman belajar terstruktur mengenai K3RS yang pernah diikuti oleh pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. d. Pelaporan adalah pencatatan secara terperinci mengenai identitas pekerja yang mengalami kecelakaan dan gambaran kejadian kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. e. Investigasi kecelakaan adalah pengumpulan data kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh sebagai informasi dalam penentuan pencegahan kecelakaan kerja.
3.6.
Metode Pengukuran
3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen Pengukuran variabel dependen yaitu kecelakaan kerja didasarkan pada skala ordinal berdasarkan 8 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban: 1 bila Pernah 0 bila Tidak Pernah Selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut: Pernah, apabila responden pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh selama 1 tahun terakhir. Tidak Pernah, apabila responden tidak pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh selama 1 tahun terakhir.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Independen Aspek pengukuran variabel independen adalah: perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, dan pelaporan). Nilai mean sebagai cut of point digunakan oleh karena data berdistribusi normal yang ditunjukkan oleh nilai skewness pada variabel pengetahuan, sikap, tindakan, dan promosi K3 berada diantara 1 dan -1 yang bermakna data berdistribusi normal. a. Variabel Pengetahuan Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan 10 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai berikut: Skor 1 bila Ya Skor 0 bila Tidak Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian dikatagorikan sebagai berikut: Baik, apabila responden mendapat skor ≥ mean (5,39) Kurang, apabila responden mendapat skor < mean (5,39) b. Variabel Sikap Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan 10 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai berikut: Skor 1 bila Setuju Skor 0 bila Tidak setuju Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian dikatagorikan sebagai berikut: Setuju, apabila responden mendapat skor ≥ mean (6, 65) Tidak setuju, apabila responden mendapat skor < mean (6,65) c. Variabel Tindakan Pengukuran variabel tindakan didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan 8 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai berikut: Skor 1 bila Ya Skor 0 bila Tidak Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian dikatagorikan sebagai berikut: Benar, apabila responden mendapat skor ≥ mean (4,74) Salah, apabila responden mendapat skor < mean (4,74) d. Variabel Pengawasan Pengukuran variabel pengawasan didasarkan pada skala ordinal yang dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada. e. Variabel Promosi K3 Pengukuran variabel promosi K3 didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan 8 pertanyaan dan jawaban disusun dengan pembobotan (skoring) sebagai berikut:
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Skor 1 bila Ada Skor 0 bila Tidak Ada Berdasarkan total skor dicari mean sebagai cut of point kemudian dikatagorikan sebagai berikut: Baik, apabila responden mendapat skor ≥ mean (1,35) Tidak Baik, apabila responden mendapat skor < mean (1,35) f. Variabel Pelatihan Pengukuran variabel pelatihan didasarkan pada skala ordinal yang diukur dengan 2 pertanyaan selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut: Ada, apabila responden pernah mengikuti pelatihan K3RS Tidak Ada, apabila responden tidak pernah mengikuti pelatihan K3RS g. Variabel Investigasi Pengukuran variabel investigasi didasarkan pada skala ordinal yang dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada. h. Variabel Pelaporan Pengukuran variabel pelaporan didasarkan pada skala ordinal yang dikatagorikan sebagai berikut ada dan tidak ada.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen No.
Variabel
A.
Variabel Dependen Kecelakaan Kerja Variabel Independen Perilaku
1 B. 1.
Pengetahuan Sikap Tindakan
2.
Manajemen K3
Pengawasan Promosi K3 Pelatihan Investigasi Pelaporan
3.7.
Alat Ukur
Skala Ukur
• Pernah • Tidak Pernah
Kuesioner
Ordinal
• • • • • • • • • • • • • • • •
Kuesioner
Ordinal
Kuesioner
Ordinal
Observasi
Ordinal
Dokumen
Ordinal
Kuesioner
Ordinal
Kuesioner
Ordinal
Dokumen
Ordinal
Dokumen
Ordinal
Sub Variabel
Kategori
Baik Kurang Setuju Tidak Setuju Benar Salah Ada Tidak Ada Baik Tidak Baik Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada
Metode Analisa Data Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan menggunakan metode
analisa: 4. Analisis univariat Untuk menjelaskan distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan), dan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5. Analisis bivariat Untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan) dengan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja. Analisa data dan pengujian hipotesis penelitian yang digunakan adalah uji ChiSquare (Budiarto, 2002).
Χ2 = ∑
(O - E) 2 E
Keterangan: O (Observed) = Nilai hasil pengamatan E (Expected) = Nilai ekspektasi
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beralamat di Jl. Tgk.H.
M. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m² dengan luas bangunan 174.728 m². Tanggal 22 Februari 1979 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 51/Menkes/SK/II/1979 ditetapkan sebagai rumah sakit kelas C. Hadirnya Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh maka terjadilah perubahan, perkembangan dan peningkatan RSUZA Banda Aceh menjadi rumah sakit kelas B pendidikan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 233/Menkes/SK/IV/1983 tanggal 11 Juni 1983, dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 153/Menkes/SK/II/1998 tentang persetujuan rumah sakit umum daerah yang digunakan sebagai tempat pendidikan calon dokter dan dokter spesialis. Tanggal 1 Januari 2004 sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUZA Banda Aceh No. 445/BPK-RSUZA/2004 ditetapkan Kebijakan Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana di RSUZA Banda Aceh. Kegiatan yang ditetapkan adalah memberikan pelayanan keselamatan kerja, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, pengembangan staf, pencatatan, pelaporan, evaluasi K3, dan penyuluhan K3 di lingkungan RSUZA Banda Aceh. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tujuan K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Meningkatkan kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja RSUZA Banda Aceh untuk mencapai derjat kesehatan yang optimal, 2) Menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja serta meningkatkan produktivitas kerja. Visi K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Terciptanya tempat kerja dan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi semua karyawan dan pelanggan yang akan menunjang RSUZA Banda Aceh sebagai rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan yang prima di wilayah NAD, 2) Mempertinggi mutu pekerjaan dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan RSUZA Banda Aceh. Misi K3RS RSUZA Banda Aceh adalah: 1) Mengamankan dan melindungi pasien, pengunjung, serta karyawan RSUZA Banda Aceh dari bahaya dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan, alat kerja, dan bahan-bahan yang digunakan dalam pekerjaan, proses kerja, dan lingkungan kerja, serta meningkatkan produktivitas kerja bagi karyawan rumah sakit secara paripurna dan bermutu, 2) Mengamankan, menyelamatkan jiwa dan harta benda serta kelangsungan fungsi rumah sakit dari bahaya kebakaran dan bencana yang terjadi di dalam maupun di luar lingkungan RSUZA Banda Aceh. Falsafah K3RS RSUZA Banda Aceh adalah dengan optimalisasi aktivitas keselamatan kerja, kebakaran, dan kewaspadaan bencana di RSUZA Banda Aceh maka akan tercapai pelayanan paripurna RSUZA Banda Aceh.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Laboratorium Patologi Klinik merupakan salah satu bidang pelayanan kesehatan di RSUZA Banda Aceh yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, serologi, urinalisa, dan ruang sampel. Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus mengenai K3RS karena mempunyai resiko terjadinya kecelakaan kerja yang tinggi. Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh didukung oleh berbagai jenis ketenagaan yang terdiri dari tenaga medis (dokter spesialis patologi klinik) berjumlah 2 orang, tenaga paramedis non perawat (analis) berjumlah 23 orang yaitu: 4 orang di bagian hematologi; 4 orang di bagian kimia klinik; 4 orang di bagian mikrobiologi klinik; 3 orang di bagian serologi; 4 orang di bagian urinalisa; dan 4 orang di ruang sampel, serta tenaga non medis (administrasi) berjumlah 2 orang, yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, dan honorer.
4.2.
Analisis Univariat Analisis univariat untuk menjelaskan distribusi frekuensi dan persentase dari
masing-masing variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, pelatihan K3) dan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.2.1. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 23 responden pada umumnya pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yaitu sebanyak 16 orang (69,6%) dan 7 orang (30,4%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. Kecelakaan Kerja 1. Tidak Pernah 2. Pernah Jumlah
Frekuensi 7 16 23
Persentase 30,4 69,6 100,0
Berdasarkan Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 16 orang (69,6%) yang pernah mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh ternyata jenis kecelakaan kerja yang terbanyak adalah luka terkena objek gelas yaitu sebesar 29,2%, kemudian disusul oleh tertusuk jarum suntik sebesar 27,1%, luka terkena tabung reaksi sebesar 22,9%, tertumpah bahan kimia yang berbahaya sebesar 10,4%, terjatuh sebesar 8,3%, dan terpeleset sebesar 2,1%. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Kecelakaan Kerja Tertusuk jarum suntik Tertumpah bahan kimia berbahaya Terpeleset Luka terkena tabung reaksi Luka terkena objek gelas Terjatuh Jumlah
Frekuensi 13 5 1 11 14 4 48
Persentase 27,1 10,4 2,1 22,9 29,2 8,3 100,0
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Berdasarkan Tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 16 orang (69,6%) yang mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh ternyata yang bekerja di bagian kimia klinik (4 orang) dan urinalisa (4 orang) semuanya pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu masing-masing sebesar 25,0%, selanjutnya yang bekerja di bagian serologi sebanyak 3 orang pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 18,75%, yang bekerja di bagian hematologi dan ruang sampel masing-masing sebanyak 2 orang pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 12,5%, dan di bagian mikrobiologi klinik paling sedikit pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 1 orang (6,25%). Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja di Bagian Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bagian Hematologi Kimia Klinik Mikrobiologi Klinik Serologi Urinalisa Ruang Sampel Jumlah
Frekuensi 2 4 1 3 4 2 16
Persentase 12,50 25,00 6,25 18,75 25,00 12,50 100,00
4.2.2. Perilaku A. Pengetahuan Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 23 responden, yang berpengetahuan kurang sebanyak 12 orang (52,2%) dan 11 orang (47,8%) berpengetahuan baik.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. 1. Baik 2. Kurang
Pengetahuan
Jumlah
Frekuensi 11 12 23
Persentase 47,8 52,2 100,0
C. Sikap Berdasarkan Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang bersikap tidak setuju yaitu berjumlah 13 orang (56,5%) dari pada bersikap setuju yaitu sebanyak 10 orang (43,5%). Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. 1. Setuju 2. Tidak Setuju
Sikap
Jumlah
Frekuensi 10 13 23
Persentase 43,5 56,5 100,0
D. Tindakan Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang bertindakan salah dalam bekerja di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh yaitu berjumlah 12 orang (52,2%) dari pada bertindakan benar yaitu sebanyak 11 orang (47,8%). Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. 1. Benar 2. Salah
Tindakan
Jumlah
Frekwensi 11 12 23
Persentase 47,8 52,2 100,0
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
4.2.3. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja A. Promosi K3 Berdasarkan Tabel 4.7 di bawah ini menunjukkan bahwa promosi K3 di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh termasuk dalam katagori tidak baik yaitu 65,2%, sedangkan katagori baik sebesar 34,8%. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Promosi K3 di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. Promosi K3 1. Baik 2. Tidak Baik Jumlah
Frekuensi 8 15 23
Persentase 34,8 65,2 100,0
B. Pelatihan K3 Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang tidak ada mengikuti pelatihan K3 yaitu berjumlah 14 orang (60,9%) dari pada yang ada mengikuti pelatihan K3 yaitu sebanyak 9 orang (39,1%). Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pelatihan K3 di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh No. Pelatihan K3 1. Ada 2. Tidak Ada Jumlah
Frekuensi 9 14 23
Persentase 39,1 60,9 100,0
C. Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan Data sekunder mengenai pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak diperoleh di bagian K3RS RSUZA Banda Aceh oleh karena bagian K3RS tidak pernah melakukan pengawasan, tidak pernah melakukan investigasi bila terjadi Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kecelakaan kerja, dan tidak pernah membuat laporan mengenai kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, sehingga variabel pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak dapat dilakukan uji statistik pada penelitian ini.
4.3.
Analisis Bivariat Analisis bivariat untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara
variabel independen yang meliputi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, pelatihan) dengan variabel dependen yaitu kecelakaan kerja. Analisa data yang digunakan adalah uji Chi-Square. 4.3.1. Perilaku B. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang berpengetahuan kurang yaitu berjumlah 12 responden di mana 11 orang (91,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja sedangkan 11 responden yang berpengetahuan baik sebanyak 6 orang (54,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Tabel 4.9. Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh
No
Pengetahuan
1 2
Baik Kurang Jumlah
Kecelakaan Kerja Tidak Pernah n % n % 6 54,5 5 45,5 1 8,3 11 91,7 7 30,4 16 69,6
Jumlah n % 11 100,0 12 100,0 23 100,0
p-Value 0,027
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada Confidence Interval (CI) 95% menunjukkan probabilitas (p) < 0,05 (p = 0,027) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan ada
hubungan
antara
pengetahuan
dengan
terjadinya
kecelakaan
kerja
di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti. C. Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang bersikap tidak setuju yaitu berjumlah 13 responden di mana 12 orang (92,3%) pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 6 orang (60,0%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Tabel
4.10.
Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh
No
Sikap
1 2
Setuju Tidak Setuju Jumlah
Kecelakaan Kerja Tidak Pernah n % n % 6 60,0 4 40,0 1 7,7 12 92,3 7 30,4 16 69,6
Jumlah n % 10 100,0 13 100,0 23 100,0
Kerja
p-Value 0,019
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p = 0,019) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan sikap pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara sikap dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
D. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang bertindakan salah yaitu berjumlah 12 responden di mana 11 orang (91,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 11 responden yang bertindakan benar sebanyak 6 orang (54,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Tabel 4.11. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh
No
Tindakan
1 2
Benar Salah Jumlah
Kecelakaan Kerja Tidak Pernah n % n % 6 54,5 5 45,5 1 8,3 11 91,7 7 30,4 16 69,6
Jumlah n % 11 100,0 12 100,0 23 100,0
p-Value 0,027
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p = 0,027) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan tindakan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara tindakan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti. 4.3.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja A. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa dari 15 responden yang mendapat promosi K3 yang tidak baik 13 orang (86,7%) pernah mengalami
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
kecelakaan kerja dan dari 8 responden yang mendapat promosi K3 yang baik 5 orang (62,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Tabel 4.12. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh
No
Promosi K3
1 2
Baik Tidak Baik Jumlah
Kecelakaan Kerja Tidak Pernah n % n % 5 62,5 3 37,5 2 13,3 13 86,7 7 30,4 16 69,6
Jumlah n % 8 100,0 15 100,0 23 100,0
p-Value 0,026
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p = 0,026) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan promosi K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara promosi K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti. B. Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa paling banyak responden yang tidak mengikuti pelatihan K3RS yaitu berjumlah 14 orang di mana 13 orang (92,9%) pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 9 responden yang ada mengikuti pelatihan K3RS sebanyak 6 orang (66,7%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Tabel 4.13. Hubungan Pelatihan dengan Terjadinya Kecelakaan di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh
No
Pelatihan
1 2
Ada Tidak Ada Jumlah
Kecelakaan Kerja Tidak Pernah n % n % 6 66,7 3 33,3 1 7,1 13 92,9 7 30,4 16 69,6
Jumlah n % 9 100,0 14 100,0 23 100,0
Kerja
p-Value 0,005
Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan p < 0,05 (p = 0,005) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan pelatihan K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, artinya hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara pelatihan K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh terbukti.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB V PEMBAHASAN
5.1.
Kecelakaan Kerja Berdasarkan hasil penelitian terhadap 23 responden di Laboratorium Patologi
Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009 menunjukkan bahwa 69,6% pekerja pernah mengalami kecelakaan kerja dan 30,4% pekerja tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendria dan fitri (2006) bahwa pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2006 sebesar 52,2%. Hal ini menunjukkan peningkatan kejadian kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh pada tahun 2008. Menurut
Pulungsih
(2005)
selama
tahun
2000
di RSUPN
Cipto
Mangunkusumo tercatat 9 kecelakaan kerja beresiko terpajan HIV di kalangan petugas kesehatan yang dilaporkan. Kejadian tersebut menimpa 7 perawat, 1 dokter, dan 1 petugas laboratorium. Sementara di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2001 terjadi 1 kali kecelakaan kerja terpajan HIV pada petugas laboratorium. Jenis kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh Tahun 2008 yang terbanyak adalah luka terkena objek gelas sebesar 29,2% kemudian disusul oleh tertusuk jarum suntik sebesar 27,1% dan luka terkena tabung reaksi Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
sebesar 22,9%. Mayoritas pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah di bagian kimia klinik dan urinalisa masing-masing yaitu 25,0%, selanjutnya 18,75% pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di bagian serologi, dan masing-masing 12,5% pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di bagian hematologi dan ruang sampel, serta yang paling sedikit pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah di bagian mikrobiologi klinik yaitu sebesar 6,25%. Secara teoritis menurut Perdhaki (2000) kegiatan di laboratorium kesehatan mempunyai risiko untuk terjadinya kecelakaan yang berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Seiring dengan kemajuan IPTEK maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Pelayanan laboratorium di rumah sakit merupakan pelayanan yang perlu memperhatikan secara khusus segi K3RS ini karena mempunyai risiko yang lebih tinggi dan memerlukan penataan ruangan yang khusus, peralatan yang khusus dan pengelolaan bahan berbahaya secara khusus pula. Oleh karena itu pengelola rumah sakit perlu mengetahui secara rinci berbagai hal yang berkaitan dengan K3RS agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor manusia karena kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, kurangnya kesadaran dari direksi dan karyawan sendiri untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga di kalangan karyawan banyak yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi SOP kerja (Pusat Kesehatan Kerja, 2003). Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
5.2.
Hubungan Pengetahuan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada
hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009, dari 12 pekerja yang berpengetahuan kurang 11 pekerja (91,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja sedangkan 11 responden yang berpengetahuan baik sebanyak 6 pekerja (54,5%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Pekerja yang tingkat pengetahuannya masih kurang mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang berpengetahuan baik oleh karena pekerja yang berpengetahuan kurang pada umumnya tidak mengetahui resiko kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik serta perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hendria dan Fitri (2006) yang menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja. Hasil tersebut menunjukkan semakin baik tingkat pengetahuan maka angka kecelakaan kerja semakin rendah. Suma´mur (1996) juga menyatakan bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah dan pencegahan didasarkan atas pengetahuan tentang sebab-sebab kecelakaan kerja itu terjadi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku sehingga pengetahuan yang lebih baik akan memantapkan seseorang untuk mengambil keputusan lebih mantap. Pengetahuan merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut Hartati (2006) laboratorium umumnya digunakan untuk berbagai kegiatan, misalnya praktikum, penelitian, dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi. Oleh karena dalam laboratorium melibatkan banyak orang maka risiko bahaya kerja di laboratorium juga dapat melibatkan banyak orang, sehingga semua yang terlibat di laboratorium harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Para pekerja laboratorium diharapkan terus meningkatkan pengetahuannya tentang sifat-sifat bahan dan teknik percobaan serta pengoperasian peralatan sebagaimana seharusnya. Kemampuan untuk mengendalikan bahaya kecelakaan di laboratorium memungkinkan para pekerja dapat menciptakan sendiri suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat bekerja dan berkarya secara maksimal. Diketahui pula bahwa dari 11 pekerja yang berpengetahuan baik 5 pekerja (45,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang berpengetahuan baik juga mengalami kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, ada yang bersikap tidak setuju, dan ada yang bertindakan salah saat bekerja, pada survey pendahuluan diketahui pula bahwa hand scund tidak cukup diberikan ke Laboratorium Patologi Klinik oleh Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUZA Banda Aceh yang dapat mengakibatkan sebagian pekerja tidak menggunakan hand scund saat bekerja walaupun pekerja tersebut mengetahui akan resiko bekerja bila tidak menggunakan hand scund.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Menurut
Hartati (2006)
pekerja tahu
akan
peraturan tetapi tidak
melaksanakannya karena menganggap kurang leluasa, misalnya ketika menggunakan sarung tangan karet dan baju pelindung. Ginting (2006) menyatakan bahwa Budaya K3 di laboratorium berhasil dengan baik jika pekerja mengetahui, memahami, dan melaksanakan prinsip bekerja aman, selamat, dan sehat, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan persiapan seluruh pekerja, mulai top manajemen hingga ke pekerja pelaksana, maupun mitra kerja. Hartati (2006) menyatakan bahwa masalah keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium diberikan perhatian dan penekanan yang cukup sejalan dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian dan analisis. Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang jelas, terperinci dan menyeluruh tentang bahaya di laboratorium serta berupaya menciptakan keselamatan kerja di labortorium. Pekerja di laboratorium harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap kemungkinan timbul risiko kecelakaan di laboratorium, harus senantiasa meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam menta′ati peraturan, dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Hendaklah disadari bahwa kecelakaan dapat berakibat kepada dirinya maupun orang lain serta lingkungannya.
5.3.
Hubungan Sikap dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan ada
hubungan sikap pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 13 pekerja yang Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
bersikap tidak setuju 12 orang (92,3%) pernah mengalami kecelakaan kerja sedangkan 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 6 orang (60,0%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bersikap tidak setuju mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang bersikap setuju. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk mewujud sikap menjadi suatu tindakan nyata diperlukan faktor pendukung. Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak akan tetapi sikap dan tindakan nyata sering kali jauh berbeda (Notoatmodjo, 2003). Menurut Hartati (2006) para pekerja ada yang lalai dan sengaja tidak mematuhi peraturan selama bekerja di laboratorium. Sering dijumpai pekerja enggan menggunakan APD, selain itu pekerja enggan dalam mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan peralatan, sifat bahan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan di laboratorium sebelum bekerja. Hal tersebut akan sangat berbahaya dan berisiko besar bagi keamanan di laboratorium. Sarwono (1993) menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap positif atau negatif tergantung pada segi positif atau negatif dari komponen pengetahuan. Makin banyak segi positif dari komponen pengetahuan maka makin
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
penting komponen itu, akan makin positif sikap yang terbentuk. Sebaliknya makin banyak segi negatif dari komponen pengetahuan makin negatif sikapnya. Menurut Annanto (1993) proses pembentukan sikap berlangsung melalui proses belajar sosial. Proses pembentukan sikap yang positif karena adanya interaksi sosial yang dialami individu. Diketahui pula bahwa 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 4 pekerja (40,0%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bersikap setuju mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bertindakan salah saat bekerja. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang akan menentukan sikap yang terwujud dalam tindakan nyata akan tetapi tidak selamanya demikian bahkan bisa terjadi sebaliknya, perilaku negatif tetapi sikap dan pengetahuan positif karena sikap juga dipengaruhi oleh situasi, pengalaman, dan nilai. Pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga tertentu, dan faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan.
5.4.
Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada
hubungan tindakan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 12 pekerja yang bertindakan salah 11 pekerja pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 91,7%, sedangkan dari 11 pekerja yang bertindakan benar 6 pekerja tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 54,5%, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bertindakan salah saat bekerja di Laboratorium Patologi Klinik mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada yang bertindakan benar oleh karena masih ada pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tidak menggunakan jas lab, memakai hand scund bekas, tidak menggunakan hand scund, jarum suntik yang telah digunakan tidak dibuang pada tempat yang telah disediakan, dan tidak menyimpan bahan kimia dengan benar. Penelitian Hendria dan Fitri (2006) yang menyatakan bahwa dari 18 pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang tidak menggunakan APD saat bekerja sebesar 55,6% mengalami kecelakaan kerja. Menurut Hartati (2006) pekerja tahu akan peraturan tetapi tidak melaksanakannya karena menganggap kurang leluasa, misalnya ketika menggunakan sarung tangan karet dan baju pelindung. Diketahui pula bahwa 11 responden yang bertindakan benar sebanyak 5 pekerja (45,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bertindakan benar mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bersikap tidak setuju.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Pusat Kesehatan Kerja (2003) yang menyatakan bahwa kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, sebagai faktor penyebab sering terjadi kecelakaan kerja oleh karena kurang kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Tresnaningsih (2007) menyatakan bahwa tidak mungkin menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benarbenar jitu untuk menghilangkan tindakan karyawan yang tidak aman.
5.5.
Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan ada
hubungan promosi K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Jumlah pekerja Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh yang memperoleh promosi K3 yang tidak baik adalah 15 orang, sebanyak 13 orang (86,7%) pernah mengalami kecelakaan kerja, pada penelitian ini pekerja yang memperoleh promosi K3 yang tidak baik mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang memperoleh promosi K3 yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua pekerja memperoleh program promosi K3 yang berjalan di RSUZA.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Sebaiknya promosi K3 di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh harus diberikan ke semua pekerja sehingga dapat meningkatkan pengetahuan pekerja dengan harapan dapat merubah sikap dan tindakan sehingga pekerja dapat bekerja dengan memperhatikan kaedah keselamatan dan kesehatan kerja saat bekerja di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Marpaung (2006) yang menunjukkan bahwa promosi kesehatan dengan ceramah dan brosur sangat berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pekerja, penelitian Bakar (2004) menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan setelah diberikan penyuluhan. Rusyiati (1995) mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang benar dan komunikatif dengan menggunakan media yang tepat. Diketahui pula bahwa 8 responden yang memperoleh promosi K3 yang baik sebanyak 3 pekerja (37,5%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang memperoleh promosi K3 yang baik mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena masih ada pekerja yang berpengetahuan kurang, ada yang bersikap tidak setuju, ada yang bertindakan salah saat bekerja, dan ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, serta bisa juga oleh karena media promosinya kurang tepat. Menurut Marpaung (2006) usaha untuk meningkatkan pengetahuan pekerja yang lebih baik tidak mudah karena membutuhkan waktu dan cara tersendiri dalam mewujudkannya. Promosi kesehatan harus didukung oleh media yang tepat, agar Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
efektif dapat meningkatkan pengetahuan pekerja. Metode ceramah merupakan cara yang efektif dalam menyampaikan informasi oleh karena terjadi dialog antara narasumber dengan pekerja. Begitu juga dengan media brosur adalah salah satu media yang memuat secara lengkap tentang materi disertai gambar dengan kata-kata yang mudah dipahami serta mudah dibawa kemana-mana sehingga memberikan banyak kesempatan bagi pekerja untuk membaca dan mengingatnya. Astuti (2002) mengemukakan bahwa dengan metode pendidikan kesehatan dengan ceramah, tanya jawab, dan pemberian brosur dapat meningkatkan pengetahuan. Penelitian Supardi (2002) yang menemukan adanya peningkatan pengetahuan yang bermakna setelah dilakukan penyuluhan dibandingkan dengan sebelum penyuluhan. Menurut Subarniati (1996) peningkatan pengetahuan melalui media brosur dapat terjadi sepanjang media tersebut sampai kesasaran, akibat proses pengindraan pada suatu objek melalui indera penglihatan dapat mempengaruhi sebesar 83% pengetahuan subjek.
5.6.
Hubungan Pelatihan K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95% menunjukkan bahwa ada
hubungan pelatihan K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 14 pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan K3 sebanyak 13 pekerja (92,9%) pernah mengalami kecelakaan kerja, dari 9 pekerja yang mengikuti pelatihan K3 sebanyak 6 pekerja (66,7%) tidak pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan K3 mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang pernah mengikuti pelatihan K3. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lopez (2003) dan Sugiharto (2002) yang menyatakan adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan seseorang setelah mendapat pelatihan. Pierewan (1999) menyatakan pelatihan efektif meningkatkan kemampuan peserta pelatihan, karena proses belajar, teori Green (1980) menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Notoatmodjo (1993) pelatihan adalah salah satu proses pendidikan, melalui pelatihan sasaran belajar akan memperoleh pengalaman yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku. Diketahui pula bahwa 9 responden yang pernah mengikuti pelatihan K3 sebanyak 3 pekerja (33,3%) pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang pernah mengikuti pelatihan K3 mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena masih ada pekerja yang berpengetahuan kurang mengenai K3 walaupun sudah mendapatkan pelatihan K3, ada yang bersikap tidak setuju, ada yang bertindakan salah saat bekerja, dan ada yang tidak memperoleh promosi yang baik, serta bisa juga oleh karena pekerja kurang terampil walaupun sudang mengikuti pelatihan K3. Tujuan pelaksanaan pelatihan K3 pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan
dan
keterampilan
pekerja
dalam
melakukan
pekerjaannya
di Laboratorium Patologi Klinik. Stoner (1982) menyatakan bahwa pelatihan dapat menambah keterampilan kerja. Menurut Pusat Kesehatan Kerja (2003) yang Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
menyatakan bahwa kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, sebagai faktor penyebab sering terjadi kecelakaan kerja oleh karena kurang kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
5.7.
Pengawasan, Investigasi, dan Pelaporan Peneliti tidak memperoleh data mengenai pengawasan, investigasi, dan
pelaporan oleh karena bagian K3RS tidak pernah melakukan pengawasan, tidak pernah melakukan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja, dan tidak pernah membuat laporan kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh oleh karena belum ada supervisor untuk melakukan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja, investigasi kecelakaan kerja, dan membuat laporan kecelakaan kerja. Diketahui pula bahwa sekretaris bagian K3 bukan seorang tenaga profesional K3RS (manajer K3 atau ahli K3). Menurut Kepmenkes RI (2007) organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap dan sekretaris organisasi/unit pelaksanaan K3 adalah seorang tenaga profesional K3RS, yaitu manajer K3 atau ahli K3. Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauhmana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
5.8.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup desain penelitian, di mana
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan desain cross sectional survey dengan pendekatan kuantitatif, sehingga cenderung belum sepenuhnya dapat menjelaskan secara keseluruhan mengenai determinan kecelakaan kerja, mengingat variabel yang diteliti hanya didasarkan pada perilaku dan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, namun peneliti membandingkan hasil penelitian ini dengan teori dan hasil penelitian lain yang relevan guna menambah khazanah pembahasan determinan kecelakaan kerja.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut: 1. Perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pekerja berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. 2. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (promosi K3, dan pelatihan) berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. 3. Pengawasan, investigasi, dan pelaporan tidak dapat dilakukan uji statistik oleh karena belum pernah dilakukan pengawasan, investigasi, dan pelaporan kecelakaan akibat kerja.
6.2.
Saran
1. Bagian K3 RSUZA Banda Aceh hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan pelatihan dan promosi K3 kepada seluruh pekerja dengan harapan dapat merubah sikap dan tindakan sehingga pekerja dapat bekerja dengan
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
memperhatikan kaedah keselamatan dan kesehatan kerja di Laboratorium Patolog Klinik RSUZA Banda Aceh. 2. Supervisor hendaknya dapat menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan, investigasi kecelakaan dan membuat laporan kecelakaan kerja, serta menindak lanjuti keadaan atau tindakan yang tidak aman agar kecelakaan kerja tersebut tidak terulang lagi di masa yang akan datang. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel penelitian dari determinan
kecelakaan
kerja
secara
komprehensif
sehingga
dapat
diidentifikasi kejadian kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh secara keseluruhan, dan dapat dibandingkan dengan beberapa rumah sakit guna memperoleh khazanah penelitian dengan perbedaan karakteristik organisasi rumah sakit.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Annanto; Ghufron, A.; Tjokrosanto, S., 1993, Government Official Knowledge and Attitude on Handling of AIDS in Yogyakarta, The Journal of Indonesian Epidemiologi, 2: 31-48. Astuti, D.; Supardi, S.; Sumarni, 2002, Peranan Pendidikan Kesehatan pada Ibu terhadap Reinfeksi Penyakit Cacing pada Anak Usia Sekolah Dasar, Sains Kesehatan. Vol. 15, No. 2: 145-153. Azwar, S., 2003, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Cetakan VII, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 2003, Buku Standart Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam. Budiarto, E., 2002, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta. Bakar, A., 2003, Efektifitas Penyuluhan Gizi oleh Kader dengan Media Pood Model di Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Coggon, D.; Rose, G.; Barker, D.J.P., 1996, Epidemiologi Bagi Pemula, EGC, Jakarta. Depkes, R.I., 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Jakarta. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI, 2006, Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan, Jakarta. Hartati, 2006, Keselamatan Kerja, Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan di Laboratorium, FMIPA, Unair, Surabaya. Hasyim, H., 2005, Manajemen Hiperkes dalam Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran Unsri, Sumatera Selatan.
Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Hendria & Fitri, L., 2006, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja pada Pekerja Laboratorium di Bagian Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Ginting, R., 2006, Analisis Perilaku Petugas Laboratorium Patologi Klinik terhadap Pengendalian Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RSU dr. Pirngadi Medan, Program Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Green, L.; Kreuter, W.M.; Deeds, G.S.; Partridge, B.K., 1980, Health Education Planing, A Diagnostic Approach, Mayfield Publishing Company, California. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta. Komite K3, 1994, Seminar K3 di Rumah Sakit, Jakarta. Kompas, 2003, Standar Keselamatan Kerja di Indonesia Paling Buruk di Asia Tenggara. Lopez, P.Y., 2003, Promosi Kesehatan pada Kader Posyandu dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan tentang Penanggulangan Malaria di Kabupaten Timor Tengah Utara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Laporan Tahunan, 2006, Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Marpaung, L.T., 2006, Pengaruh Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Pekerja untuk Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan Meubel PT. Yunesia Tanjung Morawa, Program Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Murti, B., 1996, Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. _______, 2006, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Matondang, A.R; Nazlina; Wahyuni, D.; Lubis, H.S., 2007, Modul Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Notoadmodjo, S., 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta. _______, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta. _______, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. _______, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Tesis, 2007, Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Pierewan, A.D.; Fitria, M.; Cahyani,P.; Kautsyar, R.; Dzakiah, L., 1999, Efektifitas Pelatihan Pengelolaan Emosi untuk Meningkatkan Kemampuan Negosiasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. PMK Perdhaki, 2000, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3RS) di Laboratorium, Radiologi, dan Farmasi, Jakarta. Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pulungsih, S.P.; Murniati, D.; Soeroso, S., 2005, Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit dengan Perhatian Khusus pada Keselamatan Kerja Petugas Kesehatan, Medicinal Jurnal Kedokteran, Volume 4 No. 2. Pusat Kesehatan Kerja, 2003, Keselamatan Kerja di Sarana Kesehatan, Jakarta. _______, 2008, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Depkes, R.I., Jakarta. Ratni, N., 2006, Materi Kuliah K4, http://www.elearning.upnjatim.ac.id/courses /LKK31115/document /k_3.ppt?cidReq=LKK31115Riyadi, S., 2007, Konsep Penyebab Incident, Bina Kesehatan Kerja, Jakarta. Rogers, Everett, 1983, Diffusion of Innovation, Third Edition, The Free Press, United States of America. Rusyiati, Y., 1995, Pengaruh Komunikasi terhadap Perilaku Kepala Keluarga dalam Pencegahan Malaria, Jurnal Epidemiologi Nasional, Vol. 3: 19-22. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.
Santosa, S., 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Sarwono, S., 1993, Sosiologi Kesehatan Konsep Beserta Aplikasinya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Shariff, S.M., 2007, Occupational Safety and Health Management, University Publication Centre (UPENA), Universiti Teknologi MARA, Malaysia. Stoner, J.A.F., 1982, Management, Prectice Hall Inc, New Jersey. Subarniati, R.; Saenun; Qomaruddin, M.B.; Rahayuwati, L.; Hargono, R., 1996, Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Ilmu Perilaku, Universitas Airlangga, Surabaya. Sugiharto, D.; Doejachman; Wahyuni, B., 2003, Pendidikan Kesehatan Melalui Metode Kombinasi Ceramah dan Diskusi tentang HIV/AIDS pada Kader di Kecamatan Grinsing, Jawa Tengah. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, Alfabeta, Bandung. Suma`mur, P.K., 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta. _______, 1987, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV. Haji Masagung, Jakarta. Supardi, S.; Sampurno, O.D.; Notosiswoyo, M., 2002, Pengaruh Ceramah dan Media Leaflet terhadap Perilaku Pengobatan Sendiri Sesuai dengan Aturan, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 30 No. 3 Hal. 128-138. Tresnaningsih, E., 2007, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Pusat Kesehatan Kerja, Jakarta, http://www.depkes.go.id/index.php ?option=articles&task=viewarticle&artid=127<emid=3-51kWirahadikesumah, R.D., 2007, Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Yanri, Z., 2005, Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja, Lembaga ASEAN OSHNET, Indonesia. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.