PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
TESIS
Oleh MUHAMMAD FAJRIN PANE 067005017/HK
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Muhammad Fajrin Pane 067005017 Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH)
(Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa,B.,M.Sc)
Tanggal lulus: 25 Agustus 2008
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal 25 Agustus 2008 ____________________________________________________________________
PANITIA UJIAN TESIS Ketua Anggota
: :
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Adanya pembagian pekerja dengan PKWT dan PKWTT, berawal dari adanya pekerjaan yang memang membutuhkan waktu tertentu dalam pelaksanaan pekerjaannya. PKWT berdasarkan Pasal 56 ayat (2) dinyatakan bahwa PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas jangka waktu tertentu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dari kedua jenis pekerjaan tersebut di atas, PKWT atas dasar jangka waktu, menimbulkan implikasi bagi pekerja/buruh. Implikasi ini disebabkan dengan diakuinya PKWT atas dasar jangka waktu menimbulkan interpretasi bahwa pekerjaan yang tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara dapat diperjanjikan berdasarkan PKWT atas dasar jangka waktu. Penafsiran ini tentu tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat (2) yang menyatakan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Bahkan dalam ayat (7) dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat (2) ini akan berakibat PKWT tersebut demi hukum berubah menjadi PKWTT. Berkaitan dengan hal tersebut, maka permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah tentang pengaturan PKWT dalam peraturan perudang-undangan di bidang ketenagakerjaan, persesuaian bentuk pengaturan PKWT dalam perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja dengan peraturan perundang-undangan serta perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang terikat dengan PKWT. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menganalisis norma hukum baik dalam peraturan perundangundangan melalui penelitian kepustakaan maupun teknik pendukung lainnya seperti wawancara. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan PKWT dalam peraturan perundang-undangan menimbulkan perbedaan tafsir, PKWT yang diterapkan pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, dengan berbagai alasan pekerja menerima PKWT meskipun bertentangan dengan perundang-undangan, perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh masih lemah dan tidak memadai hal ini terbukti masih ditemukan dalam perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha terdapat hal-hal yang merugikan pihak pekerja/buruh, maka disarankan pemerintah harus segera merevisi UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenegakerjaan khususnya Pasal 56 ayat (2a) dan Pasal 59 ayat (2) yang menimbulkan inkonsistensi dan perbedaan tafsir dalam pengaturan PKWT. Kata kunci : Pekerja/buruh, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
The existence of job sharing with PKWT and PKWTT is initiated from the availability of job that requires certain time in implementing it. PKWT, based on Article 56 (2), is stated that, as meant in Article 56 (1), PKWT is based on a certain period of time or the accomplishment of a certain job. Of the two kinds of jobs, PKWT based on period of time brings implication to the workers. This implication is caused by the recognition of PKWT based on period of time which brings an interpretation that the job which is not based on its kind, nature or temporary activity can be put into agreement based on period of time. This interpretation is surely not in line with Article 59 (2) stating that PKWT can be applied for a permanent job. Even, in Article 59 (7) it is stated that violation of Article 59 (2) can turn PKWT, for the sake of law, into PKWTT. In relation to the above condition, the problems discussed in this study are about how PKWT is regulated in the regulation of legislation in the sector of manpower, the concurrence on the form of PKWT regulation in the work agreement between the employer/businessman and the worker with the regulation of legislation and legal protection for the workers bound to PKWT. This study was carried out based on the normative juridical approach. The data obtained through library research and interviews were then analyzed based on the legal norms found in the regulation of legislation. This result of this study reveals that regulation of PKWT found in the regulation of legislation brings a different interpration, PKWT applied by the employer/businessman is not in line with the stipulation of legislation in the sector of manpower, with various reasons the workers accept the PKWT although it is against the existing legislation, legal protection for the workers is still limited and inadequate and this is proven to be still found in the work agreement made by the employer because there are still many clauses that inflict loss to the workers. Therefore, the government is suggested to revise Law No.13/2003 on Manpower especially Article 56 (2a) and Article 59 (2) that have brought inconsistency and different interpretation in the regulation of PKWT. Key words: Workers, Temporary Work Agreement, Manpower.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kami menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan materil maupun bantuan moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis,DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister; 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Sunarmi, SH, M.Hum serta Dr. Mahmul Siregar, SH,
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan ide yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku penguji tesis penulis. 6. Prof. Dr. Abdullah Syah, MA (Guru Besar IAIN Sumatera Utara) yang Mulia telah berkenan memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana USU. 7. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sumatera Utara Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA yang juga telah berkenan memberikan rekomendasi dan motivasi kepada penulis untuk melanjutkan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana USU 8. Seluruh Dosen penulis pada program Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan. 9. Walikota Tanjungbalai Periode 2000-2010 Bapak dr. H. Sutrisno Hadi, Sp.OG serta keluarga yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis dan keluarga besar penulis semoga selalu dalam lindungan Allah Swt. 10. Ketua DPRD Tanjungbalai Abanganda H. Romay Noor, SE serta keluarga yang selalu memberikan hal yang terbaik dalam setiap perlakuannya kepada penulis sebagai adiknya baik secara moril maupun materil dan seluruh Anggota DPRD Kota Tanjungbalai semoga sukses selalu dalam setiap moment kehidupannya
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
serta petunjuk dan kemuliaan serta keberkahan Allah Swt juga selalu diberikan kepada mereka. 11. Direktur POLITEKNIK TANJUNGBALAI (POLTAN) Ir. T. Tibri, MT beserta seluruh civitas akademika. 12. Ketua DPD KNPI Sumut Periode 2008-2011 Abanganda Ir. H. M. Yasir Ridho Loebis beserta segenap rekan juang fungsionaris DPD KNPI Sumut Periode 2008-2011, Ketua Pemuda Muslimin Indonesia Sumatera Utara Abanganda Zaharuddin, Bang Joni Koto, Ricky Fahreza serta pengurus lainnya, rekan juang di KIMPG Sumut, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Aktivis Forum Indonesia Muda (FIM) wadah di mana jati diri penulis dibentuk secara organisatoris. 13. Para senior penulis yang telah banyak membantu khususnya kepada Drs. Ansari, MA,
M.Ramadhan,
S.Ag,
H.Fadly
Nurzal,
S.Ag,
Drs.Azhari
Akmal
Tarigan,M.Ag, Majda El-Muhtaj,M.Hum dan isteri, Zulham,SHI,M.Hum dan isteri, Mustafa Kamal Rokan,SHI,MH serta senior penulis lainnya yang tak tersebut. 14. Rekan-rekan seperjuangan di Program Ilmu Hukum SPS USU khususnya di kelas Hukum Bisnis SPS USU stambuk 2006. 15. Seluruh staf pegawai di Program studi Ilmu Hukum SPS USU atas bantuan teknis, motivasi dan kebaikan-kebaikan yang kalian berikan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
16. Kak Yosi atas bantuannya sudah bersedia diwawancara, junior penulis Gilang Medina, SH dan Ayu Manalu, SH atas bantuannya dalam membantu penyelesaian tesis penulis. 17. Lady Quatro Yulius, SE atas motivasi, dorongan, saran dan kritikan serta bantuan sudah berkenan menemani seminar di tengah kesibukannya telah merelakan waktunya untuk menjadi teman dekat, teman diskusi, teman berdebat yang baik untuk sharing dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan. 18. Seluruh Keluarga Besar di Tanjungbalai saudara-saudara penulis (Abang dan Kakak) : H. Romay Noor, SE, Iriani Wa’dah, BA, Zairil Wathan, Husnah Wardah, S.Pd, Dra. Nazla, Hendra Gunawan dan seluruh abang-abang dan kakak ipar serta para keponakan penulis yang lucu-lucu dan terkadang sedikit nakal kalian adalah sumber inspirasi penulis dalam hidup terima kasih atas bantuan dan curahan kasih sayang yang diberikan semoga Allah selalu memberikan limpahan rahmat kepada kalian, I love you all. Terakhir dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati persembahan do’a dan terima kasih tak terhingga karena penulis rasanya tak akan mampu membalas kebaikan yang diberikan mereka berdua dan tesis ananda ini persembahkan kepada kedua orang tua tercinta yang telah berjasa melahirkan, mengasuh sampai membesarkan dengan penuh rasa kasih sayang dengan merelakan segalanya dalam kehidupan mereka demi kemajuan anak-anaknya yang di akhir hayatnya terlebih kepada Ayahanda Alm. H. Ma’ruf Pane yang tidak sempat menyaksikan ananda meraih gelar Sarjana dan Magister serta Ibunda Almh. Hj.Asnah yang juga tak sempat
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
menyaksikan ananda meraih gelar Magister, dalam setiap do’a ananda mohonkan: “Ya Allah ampuni, rahmati, ma’afkan segala dosa dan kesalahan mereka, muliakan dan lapangkan kubur serta hindarkan mereka berdua dari siksa api neraka amin”. Sebagai manusia biasa karya penulis ini tentu tidak terlepas dari kesalahan, untuk itu sebagai sebuah karya ilmiah tesis ini terbuka terhadap kritik dan saran yang konstruktif dan merupakan harapan penulis demi perbaikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri dan pembaca serta semua orang yang membutuhkan hasil penelitian ini.
Medan, Agustus 2008 Penulis
Muhammad Fajrin Pane NPM. 067005017
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Muhammad Fajrin Pane
Tempat/Tanggal lahir
: Tanjungbalai/23 Oktober 1981
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Dosen Politeknik Tanjungbalai (POLTAN)
Pendidikan
: - Sekolah Dasar Negeri 130004 Tanjungbalai - MTsS YMPI Sei. Tualang Raso Tanjungbalai - MAS YMPI Sei. Tualang Raso Tanjungbalai - Fakultas Syari’ah IAIN Sumatera Utara tamat tahun 2004 - Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2008.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ………………………………………………………………….. ABSTRACT ……………………………………………………………….... KATA PENGANTAR ……………………………………………………… RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
BAB I
:
BAB II :
.
i ii iii viii ix
PENDAHULUAN .…………………………………………..
1
1. Latar Belakang …………………………………………....
1
2. Permasalahan .……………………………………………
8
3. Tujuan Penelitian ..………………………………………
9
4. Manfaat Penelitian ..………………………………………
9
5. Keaslian Penelitian ….……………………………………
10
6. Kerangka Teori dan Konsepsi ……………………………
10
7. Metode Penelitian ……………………………...................
23
PENGATURAN PKWT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG KETENAGAKERJAAN …………………………………....
26
A. Pengaturan Tentang Perjanjian Secara Umum …………..
26
B. Pengaturan Tentang Perjanjian Kerja ……………………
34
C. Pengaturan PKWT Dalam Peraturan Perundang-undangan………………………………………………………
46
1. Pengaturan PKWT Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Menimbulkan Perbedaan Tafsir …………
47
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III :
2. Persyaratan PKWT……………………………………
50
3. Kategori Pekerjaan Dalam PKWT ……………………
55
4. Jangka Waktu PKWT …………………………………
59
5. Berakhirnya PKWT ……………………………………
60
6. Peralihan PKWT Menjadi PKWTT ……………………
64
PERSESUAIAN PKWT DALAM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN …
66
A. PKWT Yang Diterapkan Pengusaha Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-undangan …………………………
67
1. Lamanya PKWT ……………………………………..
67
2. Sifat Pekerjaan ………………………………………
67
3. Perlindungan Terhadap Pekerja (upah, jaminan sosial dan kesejahteraan .……………………………………
68
B. Pekerja Menerima PKWT Meskipun Bertentangan Dengan
BAB IV :
Perundang-undangan …………………………………….
69
1. Alasan Ketidaktahuan …………………………………
69
2. Alasan Kebutuhan………………………………………
69
C. Sosialisasi Terhadap Pekerja Masih Kurang ……………..
70
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PKWT ……………….............................................
72
A. Hak Pekerja Dalam Perjanjian Kerja .……………………
72
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam PKWT
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tidak Memadai……………………………………………
77
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) …………….
77
2. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ……………………
88
3. Perlindungan Upah .……………………………………
93
C. Akibat Hukum Bagi Pelanggar Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Ketenagakerjaan ……..
99
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ………………………………………...
99
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek ………………………………………………...
103
D. Perubahan Substansi Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Di Bidang Ketenagakerjaan Yang Mengatur Tentang PKWT ………………………………………………….. BAB V :
104
KESIMPULAN DAN SARAN ..………………………….
108
A. Kesimpulan ..…………………………………………….
108
B. Saran ……………………………………………………..
110
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
112
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dalam perjanjian kerja waktu tertentu (selanjutnya disingkat PKWT) dianggap perlu, paling tidak didasarkan pada empat alasan, yaitu: Pertama, PKWT merupakan fenomena baru yang hadir dengan tujuan awal mengisi pekerjaan yang memang mempunyai batasan waktu dalam pengerjaannya. Kedua, PKWT merupakan bagian dari perubahan hukum di bidang ketenagakerjaan/perburuhan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Organski bahwa bangsa yang baru merdeka akan melaksanakan pembangunan melalui tiga tahap satu persatu yaitu unifikasi, industrialisasi dan kesejahteraan sosial. 1 Dalam fase industrialisasi yang ditandai dengan akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi, dimana hukum berpihak pada kaum industrialis, aturan PKWT lahir untuk menjawab kebutuhan industrialisasi. Ketiga, penerapan aturan dari PKWT melahirkan masalah baru bagi pekerja/buruh dan pengusaha yaitu dalam menentukan
persyaratan,
kategori
dan
kondisi
seperti
apa
yang
dapat
diberlakukannya PKWT. Keempat, bagaimana perlindungan terhadap pekerja/buruh yang terikat dengan PKWT.
1
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), hlm. xi.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Kepentingan terhadap pekerja mulai diperhatikan pada saat negara memasuki tahap negara kesejahteraan. Sebenarnya Indonesia tidak mengalami satu persatu tahapan unifikasi, industrialisasi dan negara kesejahteraan yang memakan waktu ratusan tahun tiap tahapnya. Indonesia mengalami ketiga tahapan secara bersamaan. Pada saat yang sama melakukan unifikasi terhadap peraturan hukumnya, juga melakukan industrialisasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman dan pada saat yang sama harus juga memperhatikan perlindungan terhadap konsumen, tenaga kerja, sebagaimana negara-negara yang sudah maju. Pada periode ini negara mulai memperhatikan antara lain kepentingan tenaga kerja kemudian tuntutan terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang melindungi pihak yang lemah sangatlah kuat. 2 Untuk melindungi pekerja/buruh dari permasalahan perburuhan yang kompleks, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Di Indonesia Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang berlaku pada saat ini yaitu UndangUndang No. 13 Tahun 2003. Mengenai perlindungan bagi pekerja/buruh secara umum dalam Undang-Undang tersebut diatur mengenai perlindungan terhadap penyandang cacat, perlindungan terhadap perempuan, perlindungan terhadap waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, juga perlindungan dalam hal pengupahan dan dalam hal kesejahteraan.
2
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia (1950-2000), Kampus UI Depok Jakarta, 5 Februari 2000, hlm. 14.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Namun perlindungan di tersebut sebagian besar hanya berlaku bagi pekerja dengan status tetap atau yang terikat dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (selanjutnya
disingkat
PKWTT).
Sedangkan
bagi
pekerja
dengan
PKWT
pengaturannya diatur dalam Keputusan Menteri. Adanya pembagian pekerja dengan PKWT dan PKWTT, berawal dari adanya pekerjaan yang memang membutuhkan waktu tertentu (terbatas) dalam pelaksanaan pekerjaannya. Berbeda dengan pekerja dengan PKWTT yang pada Pasal 1603q KUHPerdata ayat (1) yang dinyatakan bahwa pekerjaan yang lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik dalam perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula menurut kebiasaan. Sedangkan PKWT berdasarkan Pasal 56 ayat (2) dinyatakan bahwa PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas jangka waktu tertentu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dari kedua jenis pekerjaan untuk waktu tertentu tersebut di atas, PKWT atas dasar jangka waktu, menimbulkan implikasi bagi pekerja/buruh. 3 Implikasi ini disebabkan dengan diakuinya PKWT atas dasar jangka waktu ini menimbulkan interpretasi bahwa pekerjaan yang tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara dapat diperjanjikan berdasarkan PKWT atas dasar jangka waktu. Penafsiran ini tentu tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat (2) yang menyatakan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
3
Aloysius Uwiyono, Implikasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi, Vol. 22 No. 5, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, 2003), hlm. 10.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Bahkan dalam ayat (7) dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat (2) ini akan berakibat PKWT tersebut demi hukum berubah menjadi PKWTT. 4 Berangkat dari uraian tersebut maka seyogyanya aturan PKWT atas jangka waktu direvisi karena tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat (2). Adanya interpretasi bahwa PKWT dapat diperjanjikan dengan tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara, melahirkan praktek perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang tidak sesuai dengan tujuan pengaturan PKWT. Hal ini bisa disebabkan karena setidaknya 3 alasan, yaitu: Pertama, ketidaktahuan dari salah satu atau masing-masing pihak pekerja/buruh dan pengusaha. Kedua, karena kekosongan hukum. Ketiga, ada iktikad buruk dari pengusaha dan ketidaktahuan pekerja/buruh juga karena inkonsistensi dalam Pasal 56 ayat (2) dan 59 ayat (2) yang memungkinkan PKWT dengan tidak berdasarkan jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara dapat dilaksanakan. Akibatnya perlindungan terhadap pekerja/buruh menjadi lemah, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi, di antaranya tidak berhak atas sejumlah tunjangan (jamsostek, asuransi kecelakaan, pensiun), uang penghargaan kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), upah yang lebih rendah, tidak adanya jaminan kerja dan jaminan pengembangan karir. Bahkan belakangan muncul fenomena adanya PHK massal dan penggantian status pekerja oleh perusahaan dari PKWTT menjadi PKWT.
4
Ibid.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Praktik-praktik yang menyimpang dari ketentuan undang-undang ini merupakan salah satu dari tuntutan buruh pada saat melakukan demonstrasi besarbesaran. 5 Kondisi buruh yang sudah memprihatinkan, ditambah adanya diskriminasi perlindungan terhadap pekerja PKWT menambah keprihatinan itu. Terlepas dari tujuan pengusaha untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi, juga tujuan pengusaha agar dapat menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya, perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh juga harus tetap menjadi prioritas. Pentingnya perlindungan bagi pekerja/buruh biasanya berhadapan dengan kepentingan pengusaha untuk tetap dapat bertahan (survive) dalam menjalankan usahanya. Sehingga seringkali pihak yang terkait secara langsung adalah pengusaha dan pekerja/buruh. 6 Secara umum persoalan perburuhan lebih banyak diidentikkan dengan persoalan antara pekerja dengan pengusaha. 7 Pemahaman demikian juga dipahami sebagian besar para pengambil kebijakan perburuhan sehingga terjadi reduksi pemahaman terhadap buruh sebagai pekerja dan buruh sebagai suatu profesi dan kategori sosial. Pemahaman tersebut mengakibatkan perlindungan terhadap pekerja/buruh dengan PKWT menjadi sangat lemah.
5
Tim Kontan, Ada Apa Dengan Buruh, Majalah Kontan Vol. II/EDISI XXIII, 07-20 Mei 2006, Jakarta, 2006, hlm. 9 6 Eggy Sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, (Jakarta: Renaissan, 2005), hlm.1. 7 Muslimin B.Putra, Buruh dalam Proses Penyusunan Kebijakan, Paper disampaikan pada Workshop Kebijakan Partisipatif Peran Pemuda dalam Proses Penyusunan Perundang-undangan yang diselenggarakan Komite Advokasi Buruh (KAB) pada tanggal 27 Juni 2005 di gedung YLBHI Jakarta.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menghadapi realita tersebut, peran pemerintah diperlukan untuk melakukan campur tangan dengan tujuan mewujudkan perburuhan yang adil melalui peraturan perundang-undangan. 8 Hubungan antara pengusaha dan buruh idealnya merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Namun seringkali posisi pekerja/buruh tidak seimbang dengan posisi pengusaha. Ketidakseimbangan posisi tersebut di antaranya karena rendahnya pendidikan pekerja/buruh sehingga tidak mengetahui hak dan kewajibannya, tidak memiliki keahlian khusus serta regulasi dalam hukum perburuhan tidak seimbang dalam mengatur hak dan kewajiban pihak pekerja/buruh dan pengusaha. Melihat
kenyataan
di
atas,
dituntut
adanya
perlindungan
terhadap
pekerja/buruh khususnya dengan status PKWT. Ditinjau dari segi perlindungan perburuhan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan perlindungan perburuhan yang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: aspek perlindungan sosial, perlindungan ekonomis dan perlindungan teknis. Perlindungan sosial pada dasarnya merupakan suatu perlindungan perburuhan yang bertujuan agar pekerja/buruh dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia, bukan hanya sebagai faktor produksi (faktor ekstern, melainkan diperlakukan sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya (faktor intern atau konstitutif).9 Sedangkan perlindungan ekonomis merupakan perlindungan perburuhan yang
8 9
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hlm. 12. Aloysius Uwiyono, Op.Cit.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
bertujuan agar pekerja/buruh dapat menikmati penghasilan secara layak dalam memenuhi kebutuhan hidup baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Sebagaimana diketahui bahwa lahirnya hukum ekonomi sendiri disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan perekonomian yang berfungsi untuk mengatur dan
membatasi
kegiatan-kegiatan
ekonomi
dengan
harapan
pembangunan
perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat. 10 Akhirnya perlindungan teknis merupakan perlindungan yang bertujuan agar buruh dapat terhindar dari segala resiko yang timbul dalam suatu hubungan kerja. Pemerintah yang bersikukuh untuk mempertahankan PKWT karena memang ada pekerjaan yang memiliki batas dalam pengerjaannya. 11 Untuk tujuan itu, Pemerintah
menerbitkan
Undang-Undang
No.
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan dengan Kepmen No. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT yang ditandatangani pada 21 Juni 2004. Dalam Kepmen itu dijelaskan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun. Peraturan itu juga mengatur sistem PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman dan PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru. Diharapkan dengan adanya pengaturan dalam Kepmen tersebut tidak ada lagi adagium bahwa perlindungan yang diberikan terhadap pekerja/buruh merupakan
10
Advendi Simangunsong, Hukum dan Ekonomi, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm.4. Rochmad Fitriana, Sistem Subkontrak Antara Benci dan Kebutuhan, diakses dari http://www.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&pared_id=33307 1&patop_id=010, terakhir kali diakses pada tanggal 8 Februari 2008. 11
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
hambatan masuknya investasi ke dalam negeri. Padahal hambatan investasi harus diatasi secara serentak yaitu pemberantasan terhadap korupsi, birokrasi yang membuat biaya tinggi, perbaikan infrastruktur, keamanan, penegakan hukum dan perburuhan. 12 Berdasarkan uaraian di atas, penulis memilih judul Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Ditinjau Dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
B. Permasalahan Berangkat dari latar belakang penelitian tersebut maka penelitian ini difokuskan pada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan mengatur tentang PKWT? 2. Bagaimana PKWT diatur dalam perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, apakah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang terikat dalam PKWT?
12
Proses Revisi Dimulai Dari Awal, Forum Tripatrit Nasional Libatkan Buruh, Pengusaha dan Pemerintah, diakses dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0604/08/utama/2567076.htm. Diakses reakhir kali tanggal 8 Februari 2008.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur tentang PKWT. 2. Mengetahui dan menganalisis sejauh mana PKWT diatur dalam perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3. Mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang terikat dalam PKWT.
D. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan tidak hanya bersifat teoritis berupa dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya penelitian di bidang ketenagakerjaan/perburuhan tentunya, tapi juga manfaat praktis dalam bentuk untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dalam PKWT ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan. Dengan demikian diharapkan pekerja/buruh khususnya dalam hal ini yang terikat dalam PKWT dan pengusaha mengetahui sekaligus terjamin hak-hak dan kewajibannya dan pada gilirannya pekerja/buruh serta pengusaha dapat saling merasakan kesejahteraan. Selain itu juga penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan masukan kepada
pembuat
peraturan
dalam
hal
ini
Pemerintah,
agar
hukum
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
ketenagakerjaan/perburuhan itu seimbang dalam mengatur hak dan kewajiban pihak pekerja/buruh dan pengusaha.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran yang telah penulis lakukan di perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dalam PKWT ditinjau dari UndangUndang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan kejujuran.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi Seperti yang ditegaskan oleh Iman soepomo tujuan pokok hukum perburuhan adalah terlaksana dan terwujudnya keadilan sosial. Hukum ketenagakerjaan tidak bisa dilepaskan dari tujuan awal dilahirkannya sebagai hukum yang mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan guna tercapainya keadilan sosial. Dalam hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha terjadi perbedaan bahkan kesenjangan di antara kedua belah pihak yakni terletak pada posisi tawar (bergaining position). Secara yuridis pekerja/buruh memang manusia yang bebas, sebagaimana prinsip bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan, berhak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
layak. Namun secara sosiologis hal ini sering ditemukan, pekerja/buruh tidak menempati posisi di mana dia harus diberlakukan sebagai manusia yang bermartabat, tidak hanya sebagai faktor produksi tetapi juga pihak yang ikut menentukan keberhasilan seorang pengusaha. Begitu juga sebaliknya dengan pihak pengusaha menganggap dirinya adalah pihak yang juga berhak mendapatkan keadilan dalam hubungannya dengan pihak pekerja/buruh. Pada gilirannya sampai pada permasalahan bahwa rasa keadilan mana yang harus dikedepankan dan didahulukan apakah pekerja/buruh dengan kondisinya yang serba terbatas dan lemah baik dari keberadaannya dalam mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan upah yang dijanjikan guna tercapainya tujuan negara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dengan menekan angka kemiskinan dan penggangguran. Pihak pengusaha dengan segala kelebihan modal yang dimilikinya mampu mendapatkan pekerja/buruh yang sesuai dengan kebutuhannya akibat tingginya angka pengangguran menjadikan posisi pekerja/buruh menjadi serba dilematis. Pengusaha dengan alasan selalu ingin membatasi biaya operasional/ produksi yang dikeluarkannya hingga menekan pada titik yang serendah mungkin. Hal di atas seperti ditegaskan sebelumnya bila dibiarkan terus-menerus maka akan tetap jauh dari kenyataan tujuan yang tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945 dalam alinea keempat 13 yang menyatakan bahwa : kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang 13
Lihat UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dapat tercapai. Sistem hubungan pekerja/buruh dengan pengusaha suatu bangsa senantiasa mencerminkan sistem pembangunan yang pada dasarnya adalah cerminan sistem ekonomi atau sistem pembangunan dan ideologi yang dianut. Misalnya sistem ekonomi yang serba liberalistik, kapitalistik ataupun serba etatis, komunistik akan melahirkan sistem hubungan industrial yang sama sebagai pencerminannya. 14 Pengaruh politik ekonomi juga sangat menentukan Hukum Ketenagakerjaan, dalam era globalisasi perdagangan, hukum yang berlaku adalah hukum pasar bebas yang menghendaki peranan pemerintah menjadi semakin berkurang dan peranan swasta manjadi lebih besar. Hukum ini berlaku juga untuk bidang ketenagakerjaan. 15 Menurut para ahli seperti dijelaskan Bismar Nasution, masalah mendasar organisasi sosial adalah bagaimana mengkoordinir kegiatan ekonomi jutaan individu. Secara fundamental hanya ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, secara terpusat melalui paksaan seperti yang dilakukan oleh negara totaliter dengan menggunakan militer. Kedua, kerjasama sukarela (voluntary) di antara individu 14
Suhardiman, Kedudukan, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Dalam Pembangunan Indonesia, dalam Hukum Kenegaraan Republik Indonesia, Teori, Tatanan dan Terapan, Peny. Selo Soemardjan, (Jakarta: YIIS dan PT. Gramedia,tt), hlm. 104-105. 15 Aloysius Uwiyono, Implikasi Hukum Pasar Bebas Dalam Kerangka AFTA Terhadap Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hlm. 41 dalam Agusmidah, Politik Hukum dalam Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi, (Medan: SPS USU, 2006), hlm. 27.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
melalui mekanisme pasar. Model masyarakat yang diorganisir secara sukarela dikenal dengan
free private enterprise exchange economy, yang diistilahkan Bismar
Nasution dalam hal ini sebagai sistem ekonomi pro pasar.16 Namun tidak semua hal dalam Hukum Ketenagakerjaan dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Selain itu sistem hukum Indonesia juga tidak memberi ruang yang cukup luas untuk itu. Di sinilah pemerintah ditantang untuk menjalankan kebijakan perburuhan yang mampu mengakomodir semua kepentingan, baik pemilik modal, pekerja/buruh maupun pemerintah sendiri. 17 Jika dirujuk kepada cita-cita yang ingin dicapai hukum, paling tidak ada tiga yaitu keadilan, kepastian dan ketertiban. Selanjutnya kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa menimbulkan konflik (conflict of interest). Melalui hukum, konflik itu bisa ditekan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan
itu
dilakukan
dengan
membatasi
dan
melindungi
kepentingan-kepentingan tersebut.
16
Lihat Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU, (Medan: USU, 2004), hlm. 1. Sistem ekonomi pro pasar lebih berhasil mensejahterakan masyarakat dibandingkan sistem ekonomi sosialis. Bandingkan misalnya apa yang terjadi di antara Korea Utara dan Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan dengan Cina Daratan (sebelum Deng Xiaoping) atau antara Jerman Barat dan Jerman Timur sebelum robohnya tembok Berlin dalam Milton Friedmen, Capitalism and Freedom, (Chicago: The University of Chicago Press, 2002),hlm. 15. 17 Aloysius Uwiyono, Op. Cit. Hal ini juga ditegaskan Bismar Nasution bahwa kehadiran sistem ekonomi.yang diistilahkannya dengan sistem pro pasar tentunya tidak menghilangkan peran pemerintah, sebaliknya sangat membutuhkan peran pemerintah karena pandangan yang menyatakan bahwa peran pemerintah harus dibuat seminimal mungkin, kalau bisa sampai ke titik nol, dikatakan kurang tepat diterapkan di Indonesia. Peran pemerintah yang dibutuhkan adalah sebagai forum untuk menetapkan rule of the game dan sebagai wasit yang menafsirkan dan mengakkan (enforce) dari rule of the game yang sudah ditetapkan,dalam Ibid, hlm. 2.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Hukum dalam pengertiannya yang utama adalah suatu aturan yang dicitacitakan dan diwujudkan dalam Undang-undang, namun sebelumnya perlu ditegaskan bahwa hukum memiliki dua pengertian yang perlu dipahami: 18 1. Hukum dalam arti keadilan (keadilan= iustitia). Maka di sini hukum menandakan peraturan yang adil tentang kehidupan masyarakat, sebagaimana dicita-citakan. 2. Hukum dalam arti Undang-Undang atau lex/wet. Kaidah-kaidah yang mewajibkan itu dipandang sebagai sarana untu mewujudkan aturan yang adil tersebut. Hukum ketenagakerjaan seperti yang telah disinggung merupakan hukum yang dibentuk untuk mengadakan keadilan dalam hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Secara sosial ekonomi posisi pengusaha dan pekerja/buruh sangat bertolak belakang. Hal ini menyebabkan hubungan antara keduanya diatur oleh hukum, yaitu hukum yang adil. Keadilan yang merupakan tujuan dasar dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum bahkan yang menjadi tujuan hidup bernegara tidak akan dicapai dengan menyerahkan sistem ekonomi
semata-mata pada mekanisme pasar. 19 Keadilan
bukanlah nilai yang diperhitungkan dari ekonomi pasar karena itu pendekatan pasar harus selalu didikuti oleh pendekatan normatif, salah satunya melalui hukum yang meletakkan batas-batas dan aturan-aturan. 20
18
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 49. Diungkapkan pula oleh Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini dalam Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), hlm. 57, dalam Agusmidah, Op. Cit, hlm. 27. 20 Agusmidah, Op. Cit, 27-28. 19
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam sejarah filsafat hukum ide konsensus muncul pada abad XVII. Pemikir-pemikir tentang hukum sampai pada keyakinan bahwa harus diminta suatu persetujuan dari pihak anggota masyarakat untuk membentuk Undang-undang. Hal ini berarti bahwa yang berkuasa dalam negara harus menyatakan kehendak rakyat dalam menentukan tata hukum negara. Dalam hal ini Rousseau paling jelas meminta suatu kehendak umum supaya negara didirikan secara hukum dan juga supaya hukum disusun sesuai dengan tuntutan keadilan. 21 Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerjasama sosial khususnya yang dilakukan oleh negara. 22 Di negara Indonesia yang mendasarkan diri pada Pancasila, keadilan sosial dengan tegas dinyatakan dalam Sila Kelima Pancasila. Nilai ini telah dicoba untuk dilaksanakan salah satunya dengan menetapkan tujuan negara yang sama diketahui adalah memajukan kesejahteraan umum. Masalah keadilan timbul dalam situasi yang oleh John Rawls disebut Circumstances Of Justice (COJ) suatu rumusan yang berasal dari David Hume. David Hume menyebut COJ untuk menggambarkan bahwa keadilan baru merupakan 21
Theo Huijbers, Op. Cit, hlm. 296. Karenanya dalam literatur keadilan sosial sering juga disebut sebagai keadilan distributif. Ada perbedaan antara keadilan sosial dan keadilan distributif di mana keadilan sosial bukan sekedar masalah distribusi ekonomi saja, melainkan jauh lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik, ekonomi dan semua aspek masyarakat yang lain. Keadilan telah dikaji secara filsafat bahkan sejak awal sejarah filsafat itu sendiri dalam karya Plato yang terkenal Republic, dapat diberi anak judul Tentang Keadilan. Plato berkeyakinan bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan dan keadilan baginya adalah keseimbangan atau harmoni. Harmoni artinya bahwa warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara, di mana masing-masing warga menjalani hidup secara baik sesuai kodrat dan posisi sosialnya, dalam Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Rawls dan Hebermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm.6,8, dalam Agusmidah, Op. Cit, hlm. 131. 22
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
keutamaan yang relevan (relevant virtue) hanya apabila terjadi kelangkaan dan orangorang tidak spontan tergerak dalam ikatan emosional untuk mengulurkan bantuan. COJ Rawls adalah objektif COJ yaitu situasi normal konflik klaim dimana kerjasama antar manusia mungkin dan perlu. Masalah keadilan atau ketidakadilan mustahil dibicarakan dalam konteks manusia yang masih dalam status alamiah atau pra sosial. 23 Pada sisi lain hubungan ketenagakerjaan masuk dalam lingkup hubungan ekonomi di mana pelaku bisnis berhak mendapatkan keadilan ekonomi. Dalam keadilan ekonomi berlaku aturan main hubungan-hubungan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip etik, sedangkan keadilan sosial merupakan hasil dari dipatuhinya aturan main keadilan ekonomi tersebut. 24 Menurut G.Ripert 25 diaturnya masalah kerja dalam hukum sosial tersendiri (dalam hal ini hukum ketenagakerjaan) adalah akibat kenyataan sosial yang dalam kehidupan ekonomis mengalami perubahan atau pergeseran, di mana perlindungan kepentingan kerja dalam perjanjian kerja merupakan kepentingan umum yang tidak dapat lagi diabaikan berdasarkan asas kebebasan individu serta otonomi individu dalam mengadakan perjanjian kerja.
23
Agusmidah,Op.Cit, hlm. 132. Mubyarto, Indonesia Unik Karena Ketahanan Ekonomi Rakyatnya (Laporan Pertemuan dengan Presiden Megawati 18 Maret 2002), Jurnal Ekonomi Rakyat diakses dari http://www.ekonomirakyat.org/galeri_wat/wartalip-2.htm, diakses terakhir kali tanggal 12 November 2006 dalam Agusmidah, Op. Cit, hlm. 133. 25 La Regime Democratique et Le Droit Civil Moderne, 1936 dalam FJHM Van der Ven, Pengantar Hukum Kerdja, Terj. Sridadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1969), hlm. 9 dalam Agusmidah, Op. Cit, hlm. 3. 24
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Bergesernya persepsi tersebut tidak lepas dari pengalaman sejarah negara Ripert yang telah membuktikan bahwa gerakan politik buruh mampu membawa Perancis menjalani Revolusi. Jadi menurutnya kekuatan politik pekerja/buruh sebagai faktor utama yang mendorong Hukum Ketenagakerjaan menjadi bagian dari hukum publik. Maka dalam penelitian ini penggunaan teori perubahan hukum turut digunakan karena penulis berpendapat bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja mengalami perubahan. Paling tidak ada empat perubahan tersebut yaitu: 26 Pertama, perubahan yang berasal dari luar sistem hukum yakni masyarakat, namun dampaknya hanya berakhir pada perubahan sistem hukum itu sendiri. Kedua, perubahan yang berasal dari luar yakni dari masyarakat dan membawa dampak pada perubahan masyarakat. Ketiga, perubahan dari dalam sistem hukum itu sendiri, namun hanya berdampak secara internal hukum. Keempat, perubahan dari dalam hukum dan berdampak ke luar atau ke masyarakat. Perubahan hukum sebagaimana digambarkan oleh Friedman pada dasarnya akan melahirkan karakteristik hukum dipandang dari posisi dan hubungannya dengan masyarakat, yaitu substansi hukum yang represif, otonom dan responsif. 27 Model Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia dianggap model hukum korporatis 28 yang
26
Satya Arinanto, Kumpulan Tulisan Politik Hukum 2, Pilipe Nonet and Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), hlm.117. 27 Ibid. 28 Tamara Lothion, The Political Consequences of Labor Law Regimes: The Contractualist and Corporatist Models Compared, Cardozo Law Review, Vol. 7, 1986, hlm. 1. Lihat dalam Agusmidah, Op. Cit.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
mengatur hubungan ketenagakerjaan melalui jalan legislasi dalam bentuk perundangundangan. Untuk itu dalam penelitian ini juga menggunakan teori hukum perburuhan sebagai suatu bentuk intervensi pemerintah terhadap mekanisme perburuhan melalui peraturan perundang-undangan yang telah membawa perubahan mendasar, yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yaitu bersifat privat yang melekat pada prinsip adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara buruh dengan pengusaha atau majikan, sekaligus juga sifat publik dalam artian adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang ketenagakerjaan/perburuhan
dan
ikut
campur
tangannya
pemerintah
dalam
menetapkan besarnya upah. 29 Pemerintah (negara) harus mampu memposisikan dirinya sebagai regulator yang bijak melalui sarana pembentukan dan pelaksanaan Hukum Ketenagakerjaan dikarenakan Hukum Ketenagakerjaan akan menjadi sarana utama untuk menjalankan kebijakan
pemerintah
di
bidang
ketenagakerjaan
itu
sendiri.
Kebijakan
ketenagakerjaan (labor policy), di Indonesia dapat dilihat dalam UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara, juga dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. 30 Selanjutnya mengenai pengertian hukum perburuhan dapat didefinisikan sesuai pernyataan Iman Soepomo bahwa hukum perburuhan adalah suatu himpunan
29 30
Lalu Husni, Op. Cit, hlm.10. Agusmidah, Op. Cit, hlm. 30-31.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. 31 Menurut Eggy Sudjana secara umum penyebab lemahnya kondisi pekerja/buruh di Indonesiadi antaranya yakni: 32 1. Lemahnya posisi tawar tenaga kerja berhadapan dengan pemilik perusahaan atau industri karena keahlian dan tingkat pendidikan yang rendah 2. Kebijakan pemerintah yang kurang responsif dan akomodatif terhadap perubahanperubahan yang terjadi di masyarakat. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran tulisan ini berikut dijelaskan definisi operasional dari istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. 33 2. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 34
31
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. VI, (Jakarta: Djambatan, 1983),
hlm.3. 32
Eggy Sudjana, Nasib Dan Perjuangan Buruh di Indonesia, makalah disampaikan pada diskusi Publik Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia yang diselenggarakan Pusat Kajian Ketenagakerjaan Majelis Nasional KAHMI Center , Jakarta, 24 Juni 2005, hlm.2-3. 33
Rumusan ini berdasarkan Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 34 Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 35 4. Pengusaha ialah: 36 a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 5. Perusahaan adalah: 37 a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 6. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 38 35
Pasal 1 Butir 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 1 Butir 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 37 Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 36
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
7. Perjanjian Kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. 39 8. Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas: 40 a. Jangka waktu; atau b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu. 9. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: 41 a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 10. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. 42 11. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur 38
Pasal 1 Butir 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 40 Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 41 Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 42 Pasal 1 Butir 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 39
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 43 12. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 44 13. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 45 14. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. 46
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian tentang perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dalam PKWT berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini
43
Pasal 1 Butir 16 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.. Pasal 1 Butir 25 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 45 Pasal 1 Butir 30 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 46 Pasal 1 Butir 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 44
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
merupakan suatu metode penelitian yuridis normatif. Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis analisis terhadap norma hukum, baik hukum dalam arti law as it is written in the books (dalam aturan perundang-undangan) maupun dalam arti law as it is decided by judge through judicial process (putusanputusan pengadilan). 47 Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. 48 Dengan demikian objek yang dianalisis adalah norma hukum, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun yang sudah konkrit telah ditetapkan oleh Hakim dalam kasus-kasus yang diputuskan di pengadilan.
2. Sumber data Karena penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif maka upaya untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan data sekunder baik yang bersifat bahan hukum primer, sekunder maupun tersier seperti doktrin-doktrin dan perundangundangan atau kaedah hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun data sekunder terdiri dari:
47
Ronald Dworkin, Legal Research, Deadalus, Spring, 1973, hlm.250, sebagaimana dikutip dari Inocentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Op. Cit,hlm.35. 48 Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 57.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Bahan Hukum Primer yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-101/MEN/2004 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Putusan Pengadilan, Kitab Undang-Udang Hukum Perdata. b. Bahan Hukum Sekunder yaitu kumpulan artikel/tulisan, jurnal kajian perburuhan dan analisis sosial, makalah-makalah, media internet. 3. Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan meliputi teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan (library research), sebagai suatu teknis pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur atau studi dokumen dan teknik pendukung lainnya seperti wawancara. Studi kepustakaan dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Medan. 4. Analisis data Data dari hasil penelitian dianalisis secara kualitatif, artinya data-data yang ada dianalisis secara mendalam, holistik dan komprehensif dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan hukum ketenagakerjaan 2. Mencari doktrin, asas-asas atau prinsip ilmu hukum dalam perundang-undangan
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Membuat kategori dari bahan-bahan yang dikumpulkan dari konsep-konsep yang lebih umum 4. Mencari
hubungan
antara
kategori-kategori
tersebut
dan
menjelaskan
hubungannya antara satu dengan yang lain 5. Setelah dilakukan analisis dari langkah-langkah yang dilakukan di atas, maka ditarik kesimpulan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II PENGATURAN PKWT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG KETENAGAKERJAAN
Sebelum memasuki ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang PKWT, terlebih dahulu akan diuraikan tentang perjanjian secara umum dan tentang perjanjian kerja.
A. Pengaturan Tentang Perjanjian Secara Umum Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. “Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.” 49 Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dengan adanya pengertian perjanjian seperti ditentukan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian
49
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hlm. 6.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan keududukan perjanjian kerja. 50 Pengertian perjanjian kerja mempunyai arti yang luas dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut dibuat, hal ini terjadi karena di dalam pengertian perjanjian menurut konsepsi Pasal 1313 KUHPerdata hanya menyebutkan tentang pihak yang atau lebih mengikatkan dirinya pada lain dan sama sekali tidak menentukan untuk tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat. Menurut Abdul Kadir Muhammad menyebutkan bahwa di dalam suatu perjanjian termuat beberapa unsur, yaitu: 51 a. Adanya pihak-pihak b.Adanya persetujuan antara para pihak c. Ada tujuan yang akan dicapai d. Sepakat mereka yang mengikatkan diri e. Kecakapan membuat suatu perjanjian Untuk sahnya perjanjian, harus memenuhi beberapa syarat (Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), yaitu: 1. Sepakat Mereka Mengikatkan Dirinya
50
Djumadi, Perjanjian Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 13. Di dalam pengertian perjanjian kerja tidak dalam kedudukan yang sama dan seimbang karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dari bekerja di bawah perintah orang lain dalam hal ini adalah pengusaha. 51 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 78.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Yang dimaksud dengan sepakat ialah kedua belah pihak mengadakan perjanjian telah mencapai persesuaian kehendak, sehingga apa yang telah dikehendaki oleh salah satu pihak dikehendaki pula oleh pihak yang lainnya. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan dari pihak manapun, tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan (Pasal 1321, 1322, 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perbuatan itu, tidak berada di bawah ancaman, baik dengan paksaan, kekerasan jasmani, maupun dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya dengan membuka rahasia, sehingga orang itu terpaksa menyetujui perjanjian itu (Pasal 1324 Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Tidak ada kekhilafan atau kekeliruan, apabila salah satu pihak tidak khilaf tentang hal yang pokok yang diperjanikan atau tentang sifat-sifat penting barang yang menjadi obyek perjanjian atau dengan siapa diadakan perjanjian itu. Tidak ada penipuan, dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu. Menipu adalah dengan sengaja melakukan tipuan muslihat dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui (Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Misalnya dalam jual beli seorang penjual mengatakan kepada calon pembeli bahwa barang itu masih baru padahal sebelumnya ia telah mengecat barang itu, ia memberikan kesan yang memeperdayakan seolah-olah keadaannya baru sehingga pembeli tadi terjerumus olehnya.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Pada umumnya seorang yang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum, apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai 21 tahun ataupun telah kawin walaupun benar belum berumur 21 tahun. Di dalam Pasal 1330 Kitab UndangUndang Hukum perdata disebutkan beberapa golongan orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan wanita bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka dan bagi istri ada izin dari suaminya. Dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963, istri sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum jadi tidak perlu lagi izin dari suaminya dan Pasal 108 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi. Selain kecakapan, ada lagi yang disebut kewenangan, apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya membuat perjanjian. Tidak ada kewenangan apabila tidak mendapat kuasa untuk itu. Jadi untuk dapat membuat suatu perjanjian, seorang itu harus dewasa, sehat pikirannya dan tidak dibatasi atau dikurangi wewenangnya di dalam melakukan perbuatan hukum. Badan hukum yang membuat perjanjian harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain sebagai berikut:
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Adanya harta kekayaaan terpisah b. Mempunyai tujuan tertentu c. Mempunyai kepentingan sendiri d. Ada organisasi Dengan terpenuhinya keempat syarat tersebut, barulah badan hukum tersebut bisa disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subjek hukum dan setelah suatu badan hukum memenuhi syarat sebagai pendukung hak dan kewajiban, maka badan hukum tersebut telah bisa melakukan hubungan hukum. 3. Suatu hal tertentu Suatu perjanjian disyaratkan harus mengenai hal tertentu. Hal ini penting untuk menetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Barang yang menjadi objek perjanjian sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Misalnya jual beli cabai, harus ditentukan jenis apa, cabai rawit atau cabai kering. 4. Suatu sebab yang halal Yang dimaksud sebab atau causa yaitu mengenai isi perjanjian yang menggambarkan perjanjian yang menunjukkan tujuan yang akan dicapai oleh pihakpihak. Misalnya dalam perjanjian jual beli, isi perjanjian adalah pihak yang satu menghendaki hak milik atas barang dan pihak lainnya menghendaki sejumlah uang diserahkan, selanjutnya sebab atau causa itu halal menurut undang-undang, apabila tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Suatu sebab atau causa yang dikatakan tidak halal (dilarang undang-undang)) misalnya jual beli candu, membunuh orang. Perjanjian yang bercausa tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya jual beli manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang bercausa tidak halal (bertentangan dengan kesusilaan) membocorkan rahasia perusahaan, berbuat cabul. Sebenarnya keempat syarat tersebut di atas, dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: 52 a. Syarat subyektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. b. Syarat obyektif adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian itu, ini meliputi hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam suatu syarat subyektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga selama tidak dibatalkan (oleh hakim), atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Dengan demikian nasib suatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya.
52
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 94.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Lain halnya dengan suatu syarat obyektif, jika suatu syarat itu tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Asas kebebasan berkontrak, yang menjadi asas utama dalam suatu perjanjian dalam suatu perjanjian pada mulanya dipengaruhi oleh pandangan individual dan kebebasan individu baik kebebasan berkontrak berpangkal pada kesamaan kedudukan para pihak, pandangan terhadap hak milik sebagai hak yang paling sempurna serta adanya prinsip bahwa setiap orang harus memiliki sendiri setiap kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan suatu perjanjian serta setiap orang harus dipandang sama dan diperlukan sebagai orang bebas dan dengan kedudukan maupun hak yang sama. Kebebasan
liberal
yang
mengagungkan
individualisme
mempunyai
pandangan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama akan dapat menimbulkan ketidakadilan yang besar bagi seseorang, baik di bidang sosial, politik maupun ekonomi. Oleh karena itu pemerintah harus ikut campur tangan dalam hal pembuatan suatu perjanjian yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kelompok-kelompok tertentu, yang pada umumnya mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi yang relatif lemah. 53 Campur tangan pemerintah diperlukan, ditinjau dari pihak pengusaha dipandang layak karena bertujuan untuk melindungi pihak yang lemah, dalam hal ini buruh, agar tercapai keseimbangan yang mendekatkan masyarakat pada tujuan negara yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk tiap-tiap warga negara. Di dalam penjelasan umum, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Buruh antara lain disebutkan bahwa pada pokoknya mengakui adanya serta berdasarkan atas kemauan dari kedua belah pihak itu, serta berdasarkan atas kemauan dari kedua belah pihak itu, untuk mendapatkan persetujuan tentang apa yang dikehendaki. Tetapi walaupun demikian kekuasaan itu harus dibatasi, yakni di dalam lingkungan apa yang oleh pemerintah yang dianggap layak. Dalam perjanjian pada umumnya dan perjanjian kerja pada khususnya asas kebebasan berkontrak tetap menjadi asas yang utama, namun dalam ketentuan yang mengatur tentang itu terdapat ketentuan-ketentuan tersendiri, hal ini dikarenakan antara pihak yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu, baik mengenai kondisi, kedudukan hukum dan berbagai hal antara mereka yang membuat perjanjian kerja. Pihak yang satu, dalam hal ini pekerja mempunyai
53
J. M. Van Duane (dkk), sewaktu memberikan penataran Hukum Perjanjian terhadap dosendosen hukum perdata seluruh Indonesia pada bulan Januari 1997 di Fakultas Hukum UGM dalam Djumadi, Op.Cit., hlm. 26.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kedudukan dan kondisi dari pihak lainnya yaitu pihak pengusaha atau majikan. Dengan adanya kenyataan bahwa antar para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut ada perbedaan, yaitu kondisi dan kedudukan yang berbeda dan tidak seimbang sehingga diperlukan adanya intervensi dari pihak ketiga yaitu pemerintah guna memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja.
B. Pengaturan Tentang Perjanjian Kerja Adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian pada umumnya dengan perjanjian kerja, merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini disebabkan jika di dalam suatu perjanjian antara pihak yang membuatnya mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang. Namun tidak demikian halnya dalam ketentuan tentang perjanjian kerja, karena antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja, walaupun pada prinsipnya mempunyai kedudukan dan derajat yang sama dan seimbang, akan tetapi dikarenakan berbagai aspek yang melingkari di sekelilingnya, maka kenyataan menunjukkan bahwa kedudukan dan derajat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut menjadi tidak seimbang. 54 Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut arbeidsoverencom mempunyai beberapa pengertian. KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian 54
Djumadi, Op.Cit, hlm. 27.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kerja sebagai suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh) mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah yang lain yaitu majikan untuk sewaktu-waktu tertentu melakukan suatu pekerjaan dengan menerima upah. 55 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. 56 Selain pengertian normatif di atas, Iman Soepomo berpendapat bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan buruh dan majikan terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 57 Perjanjian yang demikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan. 58 Dengan demikian adalah kurang tepat bila Mr. Wirjdono Prodjodikoro
55
Pasal 1601 a KUHPerdata. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 57 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, Edisi Revisi 2003), 56
hlm. 70. 58
Ibid.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
menggunakan istilah perburuhan untuk menunjuk istilah perjanjian kerja. Sedangkan untuk perjanjian kerja beliau menggunakan istilah persetujuan perburuhan bersama. 59 Mr. R. Subekti juga menggunakan secara kurang tepat istilah persetujuan perburuhan untuk perjanjian kerja sedangkan perjanjian perburuhan diberinya nama persetujuan perburuhan kolektif. 60 Dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas menunjukkan bahwa posisi yang satu (pakerja/buruh) adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Apabila dibandingkan dengan posisi dari pihak majikan dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja maka posisi hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam posisi yang sama dan seimbang. Jika menggunakan Pasal 1313 KUHPerdata, batasan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Bekerja pada pihak lainnya menunjukkan bahwa pada umumnya hubungan itu sifatnya adalah bekerja di bawah pihak lain. Sifat ini perlu dikemukakan untuk membedakan dari hubungan antara dokter misalnya dengan seseorang yang berobat dimana dokter itu melakukan pekerjaan untuk orang yang berobat namun tidak berada di bawah pimpinnannya. Karena itu perjanjian antara dokter dengan orang berobat bukanlah merupakan perjanjian kerja melainkan perjanjian melakukan pekerjaan
59
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu dalam Iman Soepomo, Ibid. 60 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Keempat, hlm.358 dan 362 dalam Iman Soepomo, Ibid.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
tertentu. Jadi dokter bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan hubungan anatara mereka bukanlah hubungan kerja. Adanya buruh ialah hanya jika ia bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya serta menerima upah dan adanya majikan jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak kesatu. Hubungan buruh dan majikan tidak juga terdapat pada pemborongan pekerjaan yang ditujukan kepada hasil pekerjaan. Bedanya perjanjian pemborongan pekerjaan dengan perjanjian melakukan tertentu ialah bahwa perjanjian melakukan pekerjaan ini tidak melihat hasil yang dicapai. Jika orang yang berobat itu tidak menjadi sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia, dokter itu telah memenuhi kewajibannya menurut perjanjian. 61 Menyimak perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut di atas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “di bawah perintah pihak lain”. Di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah hubungan antara bawahan dengan atasan (subordinasi). Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah kepada pihak pekerja/buruh yang secara sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya. Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagekerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena hanya menunjuk pada hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang 61
Ibid, hlm. 52.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah upah. Pengertian perjanjian kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagekerjaan ini tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tulisan, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan pengertian Perjanjian Kerja di atas dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yaitu: 62 a. Adanya unsur Pekerjaan (work) Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian). Pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja dan hanya dengan seizin majikanlah pekerja dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 a yang berbunyi: “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.” Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya. Maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. b. Adanya unsur Perintah 62
Lalu Husni, Op. Cit, hlm. 56.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien dan pengacara dengan kliennya. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja karena dokter dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien. c. Adanya Waktu Tertentu 63 Dalam melakukan pekerjaan haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya tidak boleh sekehendak hati dari majikan atau dilakukan seumur hidup. Pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan dan pelaksanannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan ketertiban umum. d. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan perjanjian kerja. Bahkan dapat dikatakan tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah maka suatu hubungan tersebut bukanlah merupakan hubungan kerja. Seperti seorang narapidana yang diharuskan untuk melakukan pekerjaan tertentu atau seorang mahasiswa perhotelan yang sedang malakukan praktek di sebuah hotel. 63
Djumadi, Op.Cit, hlm. 39.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata maksudnya bahwa pihak-pihak yang melakukan perjanjian kerja harus sepakat, seia sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu harus dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian merupakan syarat mutlak, maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha harus dalam keadaan cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batas umur minimal 18 tahun.64 Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya (waras). Adanya pekerjaan yang diperjanjikan dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Objek perjanjian yaitu pekerjaan harus halal, yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas. 64
Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian kerja tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian sedangkan syarat adanya pekerjaan yang dieperjanjkan dan pekerjaan yang diperjanjikan tersebut harus halal sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang dipenuhi adalah syarat subjektif maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara bebas demikian juga oleh orang tua/wali atau pengampu bagi pihak yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim. Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan atau tertulis. 65 Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan. 65
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan: 66 a. Nama, alamat perusahaan serta jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayaran; f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat; i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja; Selain hal-hal di atas terdapat juga beberapa hal lainnya yang perlu diatur dalam suatu perjanjian kerja: 67 a. Macam pekerjaan; b. Cara-cara pelaksanaannya; c. Waktu atau jam kerja; d. Tempat kerja; e. Besarnya imbalan kerja, macam-macamnya serta cara pembayarannya; f. Fasilitas-fasilitas yang disediakan majikan/perusahaan bagi pekerja/buruh/pegawai g. Biaya kesehatan/pengobatan bagi buruh/pegawai/pekerja; 66
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 23. 67
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
h. Tunjangan-tunjangan tertentu; i. Perihal cuti; j. Perihal izin meninggalkan pekerjaan; k. Perihal hari libur; l. Perihal jaminan hidup dan masa depan pekerja; m. Perihal pakaian kerja; n. Perihal jaminan perlindungan kerja; o.Perihal penyelesaian masalah-masalah kerja; p. Perihal uang pesangon dan uang jasa; q. Berbagai masalah yang dianggap perlu. Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk jangka waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesai pekerjaan tertentu. Kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian umumnya disebut prestasi. Dalam hal prestasi ini Soebekti menulis: “suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajibankewajiban juga memperoleh yang dianggap sebagai kebalikan pengusaha dan
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
sebaliknya
apa
yang
menjadi
hak
pengusaha
akan
menjadi
kewajiban
pekerja/buruh”. 68 Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja/buruh menghasilkan hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Secara normatif pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. 69 Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjajian Kerja Bersama (PKB). Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Dalam perjanjian kerja, karena merupakan salah satu dari bentuk khusus perjanjian, apa yang dikemukakan oleh Soebekti di atas berlaku juga. Artinya apa yang menjadi hak pekerja/buruh akan menjadi kewajiban pengusaha dan sebaliknya apa yang menjadi hak pengusaha akan menjadi kewajiban pekerja.70 Pekerja/buruh yang baik adalah buruh yang menjalankan kewajibankewajibannya dengan baik, yang dalam hal ini kewajiban untuk melakukan atau tidak
68
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 60. 69 Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 70 Lalu Husni, Loc. Cit.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama, seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. 71 Selain itu Pekerja/buruh yang melakukan hubungan kerja harus mentaati peraturan perusahaan, secara normatif peratuaran perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 72 Dengan pengertian tersebut, jelas bahwa peraturan perusahaan dibentuk oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila peraturan perusahaan tersebut teah terbentuk, pengusaha diwajibkan untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan yang bersangkutan. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat: a. Hak dan kewajiban pengusaha; b. Syarat kerja; c. Tata tertib perusahaan; d. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan paling lama dua (2) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Ketentuannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
71 72
Pasal 1603d KUHPerdata. Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
C. Pengaturan PKWT Dalam Peraturan Perundang-Undangan Pengertian perjanjian kerja tertentu atau lebih lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada ditentukan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. 73 Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu disebutkan bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. 74 Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. 75 Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap atau status pekerjanya adalah pekerja tetap. 73
Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986. Pasal 1 huruf a Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu. 75 Pasal 1 huruf b Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu. 74
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Pengaturan PKWT Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Menimbulkan Perbedaan Tafsir Alasan pemerintah melegalkan sistem kerja dengan PKWT adalah untuk menuntaskan masalah pengagguran. Hal ini dapat dilihat bahwa sistem PKWT baru ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, walaupun dengan batasan-batasan yang tidak terlalu ketat. Pada Undang-Undang sebelumnya yaitu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Tentang Kerja dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, hubungan kerja tidak tetap tersebut tidak ada diatur, sebaliknya juga tidak ada dilarang. Sehingga kalau terjadi hubungan kerja kontrak dikarenakan masyarakat menggunakannya sebagai suatu kebiasaan. Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan
memberikan landasan yuridis yang lebih kuat dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya. Hal ini dapat terlihat bahwa PKWT terdapat pengaturan tersendiri dalam sub bab tentang hubungan kerja. Kemudian dibuatlah peratuan pelaksananya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Pengaturan tentang PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menimbulkan pengertian ganda sekaligus perbedaan tafsir dalam merumuskan tentang pekerjaan kontrak (apakah menurut jangka waktunya atau
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
menurut selesainya pekerjaan). Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (2). Pengertian ganda tersebut dapat dilihat dalam hal: 76 1. Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT. Apakah pekerjaan menurut jangka waktu atau menurut selesainya pekerjaan. Menurut jangka waktu, tidak mempersoalkan apakah pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja bersifat tetap atau tidak tetap. Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan sistem PKWT namun bentuk pekerjaannya adalah pekerjaan inti yang juga dilakukan pekerja yang berstatus tetap. Dengan kata lain batasan yang diberikan oleh Undang-Undang tentang PKWT telah ditafsirkan secara sepihak oleh kalangan pengusaha yang hanya berpegang pada bunyi Pasal 56 ayat (2); 2. Aturan tentang pembaruan perjanjian (Pasal 59 ayat (6)) digunakan sebagai dasar untuk terus-menerus menggunakan pekerja kontrak meskipun pekerjaan yang dilakukan adalah jenis pekerjaan inti dan tetap. Dalam hal ini pemerintah berkeinginan untuk memberikan kesempatan bagi pengusaha yang akan menggunakan sistem kerja kontrak dengan lebih leluasa. Hal ini didukung oleh kondisi pasar kerja yang menyediakan banyak tenaga kerja potensial sehingga mengganti pekerja lama dengan pekerja baru bukan hal yang sulit bagi pengusaha. Untuk menghindari multitafsir ini maka perlu ditetapkan secara tegas tentang: a. Kategori pekerjaan tetap dan tidak tetap; b. Kategori pekerjaan inti dan non inti; 76
Agusmidah, Op.Cit, hlm. 339.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Syarat perpanjangan dan pembaharuan PKWT; d. Sanksi yang tegas bagi pelanggaran butir-butir di atas. Mengenai jangka waktu PKWT juga diatur dengan tegas termasuk persoalan syarat perpanjangan dan pembaharuan PKWT dan sanksi apa yang dapat dijatuhkan pada pengusaha apabila melanggar ketentuan. Seorang pekerja yang dipekerjakan dalam PKWT tidak boleh terikat dengan perjanjian kerja selama lebih dari 3 (tiga) tahun, namun masih terdapat celah bagi pengusaha untuk dapat lebih lama lagi mengikat pekerja dengan sistem PKWT, yaitu dengan melakukan perpanjangan dan pembaharuan PKWT. Dalam usulan rumusan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan oleh pemerintah disebutkan bahwa perlu dilakukan perubahan pengaturan tentang PKWT yang terdapat dalam Pasal 59, antara lain: 77 a. PKWT yang dilakukan atas dasar jangka waktu dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan; b. PKWT yang didasarkan atas jangka waktu dapat diadakan untuk paling lama lima tahun; c. Setelah berakhirnya PKWT sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan pekerja/buruh berhak atas santunan yang besarnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
77
Bahan Tripartit, Usulan Rumusan Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, 8 Februari 2006, Jakarta, 2006.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
d. PKWT yang dilakukan secara terus-menerus dan melebihi jangka waktu lima tahun demi hukum berubah menjadi PKWTT; e. Dalam hal hubungan kerja diakhiri sebelum berakhirnya PKWT yang disebabkan oleh pengusaha maka pengusaha wajib membayar sisa upah dan santunan yang seharusnya dierima sampai berakhirnya PKWT; f. Dalam hal hubungan kerja sebelum berakhirnya PKWT yang disebabkan oleh pekerja melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja maka pekerja tidak berhak atas santunan dan pekerja yang bersangkutan wajib membayar sisa upah dan santunan yang seharusnya diterima sampai masa berakhirnya PKWT; g
Dalam hal PKWT yang dilakukan atas dasar selesainya pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (2) huruf b, tidak ada pembatasan jangka waktu;
h. PKWT atas selesainya suatu pekerjaan harus memuat batasan suatu pekerjaan dinyatakan telah selesai.
2. Persyaratan PKWT Sebagaimana perjanjian kerja pada umumnya, PKWT harus memenuhi syaratsyarat pembuatan sehingga perjanjian yang dibuat dapat mengikat dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Untuk pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja tertentu terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yang terdiri dari dua macam syarat, yaitu syarat formil dan syarat materil. Syarat materil diatur dalam
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Syarat-syarat materil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 78 a. Kesepakatan dan kemauan bebas dari kedua belah pihak; b. Adanya kemampuan dan kecakapan pihak-pihak untuk mebuat kesepakatan; c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan; d. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materil dari perjanjian kerja tertentu disebutkan bahwa kesepakatan kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud ayat (1) pada angka 1 da 2 atau tidak memenuhi syarat subjektif maka perjanjian dapat dibatalkan, 79 yaitu dengan permohonan atau gugatan kepada pengadilan, sedangkan yang bertentangan dengan ayat (1) angka 3 dan 4 atau tidak memenuhi syarat objektif maka secara otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum. 80 Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu harus dibuat secara tertulis. 81 Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. PKWT tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. 82 Masa percobaan adalah masa atau waktu
78
Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 80 Djumadi, Op.Cit, hlm. 67, akibat hukum dari tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut juga sama dengan akibat yang diatur dalam perjanjian pada umumnya yang menganut asas konsensualisme seperti diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 81 Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 82 Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 79
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Walau demikian, dalam masa percobaan ini pengusaha tetap dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Ketentuan tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam PKWT adalah karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. PKWT yang mensyaratkan adanya masa percobaan, maka PKWT tersebut batal demi hukum. 83 PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. 84 Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP. 100/VI/2004 disebutkan bahwa dalam PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. 85 Apabila dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Selanjutnya dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai, namun apabila dalam
83
Abdul Khakim, Op. Cit, hlm. 35, hal ini diatur dalam Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 84 Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 85 Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100/VI/2004.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaruan PKWT. Pembaruan sebagaimana yang dimaksud yaitu dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja dan selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Selain itu disebutkan juga para pihak dapat mengatur hal lain dari ketentuan tersebut yang dituangkan dalam perjanjian. Adapun syarat-syarat formal yang harus dipenuhi oleh suatu kesepakatan kerja tertentu adalah sebagai berikut: 86 a. Kesepakatan kerja dibuat rangkap 3 (tiga), masing-masing digunakan untuk pekerja, pengusaha dan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat yang masingmasing memiliki kekuatan hukum yang sama; b. Kesepakatan kerja harus didaftarkan pada kantor Departemen Tenaga Kerja Setempat, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani kesepakatan kerja tertentu; c. Biaya yang timbul akibat pembuatan kesepakatan kerja tertentu semuanya ditanggung oleh pengusaha; d. Kesepakatan kerja tertentu harus memuat identitas serta hak dan kewajiban para pihak sebagai berikut: 87 a. Nama dan alamat pengusaha atau perusahaan; 86 87
Djumadi, Op. Cit,hlm. 67. Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja; c. Jabatan atau jenis/macam pekerjaan; d. Besarnya upah serta cara pembayaran; e. Hak dan kewajiban pekerja; f. Hak dan kewajiban pengusaha; g. Syarat-syarat kerjanya; h. Jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja; i. Tempat atau alokasi kerja; j. Tempat dan tanggal kesepakatan kerja dibuat serta tanggal berlakunya; k. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak tidak boleh lebih rendah dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 88 Bila syarat-syarat perjanjian kerja tersebut lebih rendah maka syarat-syarat yang berlaku adalah yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Dalam Pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100/VI/2004 disebutkan bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.
88
Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Kategori Pekerjaan Dalam PKWT Dalam praktek sering terjadi penyimpangan terhadap kategori pekerjaan untuk PKWT dengan latar belakang dan alasan tertentu kadang terdapat pengusaha dengan sengaja memperlakukan PKWT untuk jenis pekerjaan yang bersifat rutin dan tetap. 89 Dalam PKWT terdapat beberapa kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT sebagai dasar adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang sifatnya musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP 100/MEN/VI/2004 terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT antara lain terdapat dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 12. Hal-hal yang diatur tersebut antara lain:
89
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm. 36.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifanya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun, harus memuat antara lain: 90 a. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. b. Jangka waktunya paling lama 3 (tiga) tahun. c. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat pekerjaan selesai. d. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. e.
Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaharuan PKWT.
f. Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. g. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. h. Para pihak dapat mengatur hal lain yang dituangkan dalam perjanjian. 2. PKWT untuk pekerjaan yang sifatnya musiman, hal yang diatur antara lain: 91
90
Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004.
91
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. b. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. c. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. d. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan PKWT untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan harus membuat daftar nama pekerja /buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. 92 e. PKWT tersebut tidak dapat dilakukan pembaharuan. 93 3. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, hal yang diatur antara lain: 94 a. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. b. PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. c. PKWT tersebut juga tidak dapat dilakukan pembaruan.
92
Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. 94 Pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. 93
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
d. PKWT tersebut hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. 95 4. Perjanjian kerja harian atau lepas, hal yang diatur antara lain: 96 a.
Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
b.
Perjanjian kerja harian lepas tersebut dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
c.
Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
d.
Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam hal tersebut dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.
e.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para buruh/pekerja.
95
Pasal 9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. 96
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
f.
Perjanjian kerja harian lepas dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat: a. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja b. Nama/alamat pekerja/buruh c. Jenis pekerjaan yang dilakukan d. Besarna upah dan atau imbalan lainnya.
g.
Daftar pekerja/buruh harian lepas tersebut disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak mempekerjakan pekerja/buruh. PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, 97 yaitu
pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
4. Jangka Waktu PKWT Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat (3) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu yang boleh diperjanjikan adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang atau diperbaharui untuk satu kali saja karena satu hal tertentu. Perpanjangan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang 97
Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja tertentu tidak boleh melebihi dari 3 (tiga) tahun. Walaupun demikian karena alasan-alasan yang mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu dengan seizin Menteri Tenaga Kerja ketentuan tersebut dapat dikesampingkan. 98 Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir tanpa adanya pemutusan hubungan kerja. Sedangkan pembaruan adalah melakukan hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. Dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam PKWT maka secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum.
5. Berakhirnya PKWT Mengenai berakhirnya hubungan kerja dalam kesepakatan kerja tertentu terdapat dua kemungkinan yaitu karena: 99 a. Demi hukum yaitu karena berakhirnya waktu atau objek yang diperjanjikan atau yang disepakati telah lampau. b. Pekerja meninggal dunia, dengan pengecualian jika yang meninggal dunia pihak pengusaha maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir. Bahkan suatu kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir walaupun pengusaha jatuh pailit.
98 99
Djumadi, Op.Cit,hlm. 68. Ibid, hlm. 69
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam Pasal 16 ayat (1 dan 2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986 yang berbunyi bahwa: kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berlangsung terus sampai saat waktu yang telah ditentukan dalam kesepakatan kerja atau pada saat berakhirnya/selesainya pekerjaan yang telah disepakati dalam kesepakatan kerja 100 , kecuali karena: 1. Kesalahan berat akibat perbuatan pekerja, 101 misalnya: a. Memberikan keterangan palsu sewaktu membuat kesepakatan kerja; b. Mabuk, madat, memakai obat bius atau narkotik di tempat kerja; c. Mencuri, menggelapkan, menipu atau melakukan kejahatan lain; d. Menganiaya, menghina secara kasar, mengancam pengusaha, keluarga pengusaha atau teman sekerja; e. Membujuk pengusaha atau teman sekerjanya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan atau kesusilaan; f. Dengan sengaja atau kecerobohannya merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya milik perusahaan; g. Dengan sengaja walaupun sudah diperingatkan membiarkan dirinya atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; h. Membongkar rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan. 2. Kesalahan berat akibat perbuatan pengusaha, 102 antara lain sebagai berikut
100
Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986. 101
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja keluarga atau anggota rumah tangga pekerja atau membiarkan hal itu dilakukan oleh keluarga, anggota rumah tangga atau bawahan pengusaha; b. Membujuk pekerja, keluarga atau teman sesama pekerja untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan dengan kesusilaan atau hal itu dilakukan bawahan pengusaha; c Berulang kali tidak membayar upah pekerja pada waktunya; d. Tidak memenuhi syarat-syarat atau tidak melakukan kewajiban yang ditetapkan dalam kesepakatan kerja; e. Tidak memberikan pekerjaan yang cukup pada pekerja yang penghasilannya didasarkan atas hasil pekerjaan yang dilakukan; f. Tidak atau tidak cukup menyediakan fasilitas kerja yang disyaratkan kepada pekerja; g. Memerintahkan pekerja walaupun ditolak oleh pekerja untuk melakukan sesuatu pekerjaan pada perusahaan lain, yang tidak sesuai dengan kesepakatan kerja; h. Apabila dilanjutkan hubungan kerja dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan jiwa atau kesehatan pekerja sewaktu kesepakatan kerja diadakan; i. Memerintahkan pekerja untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak layak dan tidak ada hubungannya dengan kesepakatan kerja sebagaiamana yang dimaksud ayat. 102
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Karena ada alasan-alasan memaksa, 103 maksudnya adalah bahwa berakhirnya hubungan kerja tersebut karena alasan tidak terduga dan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya. Selanjutnya disebutkan apabila pengusaha atau pekerja ternyata mengakhiri kesepakatan kerja untuk waktu tertentu, sebelum waktunya berakhir atau selesainya pekerjaan tertentu yang telah ditentukan dalam kesepakatan kerja, pihak yang mengakhiri kesepakatan kerja tersebut diwajibkan membayar kepada pihak lainnya, kecuali bila putusnya hubungan kerja karena kesalahan berat atau alasan memaksa sebagaimana dimaksud pada Pasal 17, 19 dan 20. 104 Maksud dari ketentuan Pasal tersebut di atas adalah bahwa pengusaha maupun pekerja pada saat akan mengakhiri atau memutuskan hubungan kerja dan ternyata waktu atau objek yang telah mereka sepakati belum sampai atau berakhir, maka konsekuensinya pihak yang melakukan inisiatif untuk mengakhiri hubungan kerja diwajibkan untuk membayar sejumlah ganti rugi seperti upah pekerja sampai waktu atau sampai pekerjaannya seharusnya selesai. Kecuali bila berakhirnya hubungan kerja tersebut karena kesalahan berat atau alasan-alasan yang memaksa. Pihak yang ingin mengakhiri hubungan kerja karena alasan-alasan tersebut juga harus meminta izin terlebih dahulu kepada Panitia Penyelesaian Perburuhan Tingkat Daerah Atau Tingkat Pusat (P4D/P). Pengusaha sebelum mengakhiri hubungan kerja dapat memberikan surat peringatan terakhir kepada pekerja karena 103
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986. 104
Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1986.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kesalahannya, apabila pekerja tetap menolak untuk mentaatinya maka pengusaha dapat memberikan pemutusan hubungan kerja.
6. Peralihan PKWT Menjadi PKWTT Dalam hal PKWT tidak dipenuhi syaratnya maka PKWT juga dapat berubah menjadi PKWTT. Hal ini diatur dalam Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP.100/VI/2004 dan dapat terjadi bila: 1). PKWT yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. 105 2). Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. 3). Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan. 4). Dalam hal pembaruan PKWT tidak melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. 5). Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap buruh dengan hubungan PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan 105
Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100/VI/2004.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III PERSESUAIAN PKWT DALAM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembuatan PKWT yang dibuat oleh pengusaha pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi pengusaha dan juga pekerja. Dalam hal ini PKWT memiliki peranan yang cukup besar baik terhadap pengusaha maupun pekerja. Hal ini dapat diketahui karena PKWT tersebut merupakan suatu ketentuan hukum yang bersifat mengikat bagi pengusaha dan pekerja. Dalam PKWT tersebut telah diatur ketentuanketentuan
tentang
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
buruh/pekerja
dan
pengusaha/majikan, jika PKWT yang telah disetujui tersebut dilanggar oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat menuntut sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PKWT. Dalam bab ini akan dianalisa adalah mengenai persesuaian PKWT yang dibuat oleh beberapa pengusaha (terlampir) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menimbulkan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Dari hubungan kerja tersebut akan adanya perjanjian kerja di antara kedua belah pihak. Contoh kontrak kerja PKWT yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini akan dikaji dan dianalisa menurut peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
A. PKWT yang Diterapkan Pengusaha Tidak Sesuai dengan Ketentuan Perundang-undangan
1. Lamanya PKWT Dalam hal jangka waktu, pada salah satu contoh perjanjian kerja (Nomor:001/APT.K/SPK/2002 (sebagaimana terlampir)) tidak disebutkan dalam klausul perjanjian tersebut berapa lama pekerja melakukan pekerjaannya, akan tetapi dalam klausul tersebut perjanjian kerja akan berakhir apabila pekerja telah berusia 50 (lima puluh) tahun. Klausul tersebut bertentangan dengan Pasal 59 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 106 Artinya dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materil dari PKWT disebutkan bahwa kesepakatan kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1) pada huruf d 107 atau tidak memenuhi syarat objektif maka secara otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum.
2. Sifat Pekerjaan Pada
perjanjian
kerja
(Nomor:001/APT.K/SPK/2002
(sebagaimana
terlampir)) juga disebutkan pada Pasal 1 angka 3 bahwa tugas pekerjaan yang diberikan kepada pihak pekerja/buruh dilaksanakan dalam waktu yang tidak ditentukan selama pihak yang bersangkutan masih dibutuhkan. Hal ini bertentangan 106
Bahwa pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga tahun). 107 Bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 52 ayat (3) menyatakan bahwa perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
dan tidak sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 108
3. Perlindungan terhadap pekerja (upah, jaminan sosial dan kesejahteraan) Salah satu perjanjian kerja (Nomor:001/APT.K/SPK/2002 (sebagaimana terlampir)) tidak mencantumkan waktu kerja sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 77 109 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan hal ini bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan akibatnya batal demi hukum. Perusahaan ini hanya mengatur waktu kerja lembur. Selanjutnya dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan dengan perjanjian
kerja
(Nomor:
ECP/PKWT/XII/2007/SPV/OFF-207
(sebagaimana
terlampir)) tidak ada mencantumkan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini jelas tidak sesuai dengan Pasal 86 110 dan 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
108
PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 109 Bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. 110 Pada ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
B. Pekerja Menerima PKWT Meskipun Bertentangan Dengan Perundangundangan
1. Alasan ketidaktahuan Adanya interpretasi bahwa PKWT dapat diperjanjikan dengan tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan sementara, malahirkan praktek perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang tidak sesuai dengan tujuan pengaturan PKWT. Hal di atas bisa disebabkan salah satunya kaerena ketidaktahuan. Ketidaktahuan dari salah satu atau masing-masing pihak pekerja/buruh dan pengusaha. Berdasarkan penelusuran lewat wawancara di lapangan peneliti menemukan bahwa pekerja/buruh ada bahkan relatif banyak yang tidak mengetahui sepenuhnya tentang isi atau kalusul dalam perjanjian serta konsekuensi yang akan mereka terima ketika ada iktikad buruk dari pengusaha dan ketidaktahuan pekerja/buruh juga inkonsistensi dalam Pasal 56 ayat (2) dan 59 ayat (2) yang memungkinkan PKWT dengan tidak berdsarkan jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara dapat dilaksanakan.
2. Alasan kebutuhan Selain alasan ketidaktahuan di atas, alasan kebutuhan hidup juga faktor yang tidak kalah pentingnya ketika pekerja/buruh dihadapkan pada sulitnya lapangan pekerjaan dan persaingan dalam hal mencari lapangan pekerjaan. Pengusaha bisa dengan mudah secara sepihak melakukan tindakan yang dapat merugikan posisi pekerja/buruh dikarenakan ketidakseimbangan posisi di antaranya karena rendahnya
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
pendidikan pekerja/buruh sehingga tidak mengetahui hak dan kewajibannya, tidak memiliki keahlian khusus serta regulasi dalam hukum ketenagakerjaan tidak seimbang dalam mengatur hak dan kewajiban pihak pekerja/buruh dan pengusaha. Dari realita tersebut akibatnya perlindungan terhadap pekerja/buruh menjadi lemah, hal ini dapat dilihat dai beberapa indikasi, di antaranya tidak berhak atas sejumlah tunjangan (Jamsostek, Asuransi Kecelakaan, pensiun), uang penghargaan kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), upah yang lebih rendah, tidak adanya jaminan kerja dan jaminan pengembangan karir.
C. Sosialisasi Terhadap Pekerja Masih Kurang Secara umum persoalan ketenagakerjaan lebih banyak diidentikkan dengan persoalan antara pekerja dengan pengusaha. Pemahaman demikian juga dipahami sebagian besar para pengambil kebijakan perburuhan sehingga terjadi reduksi pemahaman terhadap buruh sebagai pekerja sebagai suatu profesi dan kategori sosial. Pemaahaman tersebut mengakibatkan perlindungan terhadap pekerja/buruh dengan PKWT menjadi sangat lemah. Menghadapi realita tersebut, peran pemerintah diperlukan melakukan campur tangan dengan tujuan mewujudkan perburuhan yang adil melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu, pihak Departemen Tenaga Kerja sebagai wakil pemerintah bersama-sama dengan pihak pengusaha dituntut agar adanya sosialisasi secara terus-menerus kepada pekerja karena ditemukan bahwa masih kurangnya sosialisasi khususnya kepada pekerja/buruh menyangkut pemahaman terhadap
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
perlindungan pekerja/buruh dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 terlebih menyangkut PKWT. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan dan evaluasi serta memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pengusaha atau perusahaan yang tidak mengindahkan aturan dalam ketentuan peraturan ketenagakerjaan.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PKWT
A. Hak Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dilihat dari sudut pandang ilmu hukum, masalah yang menyangkut dengan Hak Asasi Manusia yang tidak boleh dilanggar, sudah merupakan bagian dari hukum positif di Indonesia. Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara lengkap tentang Hak-hak Asasi Manusia akan tetapi hak untuk hidup, hak persamaan dalam hukum, kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan pendapat telah dijamin dalam konstitusi. Di samping itu sebagai anggota PBB Indonesia terikat deklarasi universal Hak Asasi Manusia. Meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak berarti Indonesia boleh melanggar Hak-hak Asasi tersebut karena konvensi ini telah menjadi International Customary Law dimana Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati dan melindunginya. 111 Adapun hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: 1. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5);
111
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan, Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hlm. 139.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal6); 3. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan
kompetensi
kerja
sesuai
dengan
bakat,
minat
dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11); 4. Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12 ayat (3)); 5. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat (1)); 6. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi (Pasal 23); 7. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31); 8. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat (1); 9. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat (2);
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
10. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh (Pasal 84); 11. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat (1); 12. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat (1)); 13. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99ayat (1)); 14. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh (Pasal 104 ayat (1)); 15. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137); 16. Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah (Pasal 145); Adapun hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah antara lain sebagai berikut:
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 3 ayat (2)); 2. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja (Pasal 8 ayat (1)); 3. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian (Pasal 12 ayat (1)); 4. Tenaga kerja, suami atau istri dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Pasal 16 ayat (1)); 5. Setiap tenaga kerja atau keluarganya berhak atas Jaminan Hari Tua, karena faktor usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap atau beberapa alasan lainnya (Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap pekerja/buruh dalam status apapun termasuk PKWT atau PKWTT sesuai dengan ketentuan di atas berhak menerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pengaturan hak atas kebebasan berserikat yang diimplementasikan dalam bentuk serikat pekerja, di dalamnya terkandung hak (right) yang antara lain meliputi: 1. Hak membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga secara mandiri; 2. Hak memilih wakil organisasi secara bebas tanpa tekanan atau campur tangan pihak lain; 3. Hak mengorganisasikan kegiatan administrasi dan aktivitas secara bebas dan mandiri; 4. Hak membuat program kerja organisasi; 5. Hak untuk bebas dari campur tangan pemerintah dalam menjalankan kegiatannya;
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
6. Hak untuk melakukan kerja sama dalam bentuk federasi atau konfederasi, maupun melakukan afiliasi dengan organisasi-oragnisasi pekerja pada tingkat internasional; 7. Hak membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; 8. Hak mewakili pekerja dalam penyelesaian perselisihan industrial; 9. Hak mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan. Pasal 23 deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia 1948 menentukan bahwa: 1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara bebas, atas kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta atas perlindungan dari pengangguran; 2. Setiap orang tanpa diskriminasi apapun berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; 3. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dan menguntungkan yang menjamin suatu eksistensi yang layak bagi martabat manusia untuk dirinya sendiri dan keluarganya dan dilengkapi, manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial lainnya; 4. Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh guna melindungi kepentingan-kepentingannya.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam PKWT Tidak Memadai Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasionalnya. Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada dasarnya program ini menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah. Oleh sebab itu pengusaha memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek mengenai hak pekerja atas jaminan sosial menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jamsostek. Dengan demikian undang-undang ini tidak mengeksklusifkan status pekerja tertentu saja yang dapat disertakan dalam program jamsostek, termasuk pekerja yang terikat PKWT maupun PKWTT juga. Semakin meningkatnya peran tenaga kerja dalam pembangunan nasional dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan sering kali berakibat pada tingginya resiko yang mengancam keselematan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, dengan demikian perlu upaya perlindungan tenaga kerja.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Perlindungan tenaga kerja yang diperlukan baik yang melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja dilakukan melalui jamsostek. Karena melalui program ini diharapkan dapat memberikan ketenangan kerja dan dampak positif terhadap usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja. 112 Jamsostek menanggulangi resiko-resiko kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercipta karena jamsostek mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi berbagai resiko sosial ekonomi tersebut. Selain itu, jamsostek diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan pembanguan nasional. 113 Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. 114 Jamsostek adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada di lingkungan perusahaan dalam hal penyelamatan, perlindungan sehubungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga Kerja dan Perusahaan). Sedangkan pengertian yang diungkapkan oleh Iman Soepomo: 112
Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 114. 113 Ibid. 114 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Jamsostek yang menyatakan bahwa Jaminan sosial adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh diluar kesalahannya
tidak
melakukan
pekerjaan,
jadi
menjamin
kepastian
pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya. 115 Berdasarkan uaraian di atas jelas bahwa program jamsostek merupakan bentuk perlindungan ekonomis dan perlindungan sosial. Dikatakan demikian, karena program ini memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang atas berkurangnya penghasilan dan perlindungan dalam bentuk pelayanan perawatan atau pengobatan pada saat seorang pekerja tertimpa resiko-resiko tertentu. Maka dapat ditarik kesimpulan, jaminan sosial mempunyai beberapa aspek, antara lain: 116 1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya; 2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan fikirannya kepada perusahaan tempat dimana mereka bekerja; 3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang; 4. Menciptakan ketenagakerjaan, karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko-resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga kerja;
115 116
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1981), hlm, 136. Ibid.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
5. Dengan adanya jamsostek akan menciptakan ketenagakerjaan yang pada akhirnya akan mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi resiko ekonomi. Kebijaksanaan tenaga kerja di bidang jaminan sosial mempunyai keselarasan dengan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila yaitu dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dan merata baik materil dan spiritual. Sementara kita ketahui bahwa pembangunan itu bersifat dinamis, dimana sangat besar pengaruhnya didalam kehidupan manusia, kegiatan usaha semakin meningkat dan tidak terlepas pula dari resiko yang akan menimpa mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu penanganan secara serius terhadap perlindungan tenaga kerja. Keberadaan jamsostek sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja di suatu perusahaan sangat besar manfaatnya, oleh sebab itu sebagai langkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat memasukkan tenaga kerja dalam program jamsostek yang dikelola oleh PT.Jamsostek itu sendiri. Perlunya jamsostek di suatu perusahaan karena perusahaan yang memasukkan tenaga kerjanya dalam program jamsostek adalah perusahaan yang telah bijaksana pemikirannya dan telah bertindak: 117
117
Y. W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Manajemen Tenaga Kerja, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 92.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Melindungi para buruh/tenaga kerja sedemikian rupa dalam menghadapi kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya mutakhir maupun karena penetapan tenaga kerja pada proyek-proyek di luar daerah dalam rangka menunjang pembangunan. 2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat atau menabung yang dapat menikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus dihadapi buruh/tenaga kerja beserta keluarganya. 3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak diharapkan. 4. Memberikan ketenangan kerja kepada seluruh buruh/tenaga kerja beserta keluarganya, karena terjadinya kecelakaan yang sama sekali yang tidak diharapka, mereka telahn berhak memperoleh jaminan yang layak yang tidak perlu sulit-sulit mengurusnya. Program jamsostek dibiayai dari, oleh dan untuk peserta. Dengan pengumpulan dana dari jumlah yang relatif kecil terkumpul dan yang memberikan perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan pada pesertanya. Dalam sistem jamsostek berlaku prinsip gotong-royong dalam arti kerja sama antara yang mampu dan kurang mampu, antara yang berusia tua dan yang berusia muda, antara yang sehat dan yang sakit. Dengan demikian jamsostek salah satu wujud dari pemerataan pembangunan, bagi para peserta jamsostek juga.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menciptakan kemandirian, dalam arti tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam menghadapi resiko kehidupan. Dengan jamsostek, pesertanya tidak perlu menggantungkan diri pada orang lain pada saat pesertanya menjadi tua dan tidak mampu bekerja. Demikian juga peserta tidak perlu belas kasihan orang lain pada saat membutuhkan biaya untuk perawatan sewaktu menderita sakit atau mengalami kecelakaan. Ketidaktergantungan pada orang lain ini merupakan manifestasi kemandirian yang menempatkan harga diri manusia pada tingkat yang setinggi-tingginya. Program jamsostek merupakan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) yang didirikan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Secara yuridis penyelenggaraan program jamsostek dimaksudkan sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (sekarang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). 118 Adapun dasar hukum pelaksanaan program jamsostek ialah: a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagerjaan; b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek; c. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program jamsostek; d. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program jamsostek; 118
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm. 68.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
e. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program jamsostek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1998; f. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program jamsostek; g. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program jamsostek; h. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja; i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-03/MEN/1993 Tentang Penyelengaraan Program jamsostek; j. Peraturan Menteri Tenag Kerja PER-04/MEN/1993 Tentang jaminan Kecelakaan Kerja. Ada beberapa hal penting yang berkenaan dengan pelaksanaan program jamsostek, antara lain sebagai berikut: a. Setiap Tenaga Kerja berhak atas jamsostek (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992);
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Setiap perusahaan wajib melaksanakan program jamsostek bagi tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan hubungan kerja (Pasal 4 ayat (1) da Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992); 119 c. Setiap tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992; d. Yang termasuk tenaga kerja dalam program jamsostek Pasal 8 ayat (2) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992) ialah: a) Peserta magang atau siswa/murid yang bekerja di perusahaan, baik menerima upah atau tidak; b) Mereka yang memborong pekerjaan, kecuali jika yang memborong adalah perusahaan; c) Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan. e. Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit akibat hubungan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja, baik selama atau setelah hubungan kerja (Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993); f. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992;
119
Sebagai informasi, di Medan masih banyak perusahaan yang sengaja tidak mengikuti aturan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Program Jamsostek dengan tidak mendaftarkan para karyawannya. Oleh karenanya pemerintah Kabupaten/Kota diminta mendesak pengusaha segera mendaftarkan seluruh tenaga kerja di wilayahnya yang belum masuk program jamsostek. Kakanwil I PT. Jamsostek, H. Mas’ud Muhammad mengatakan bahwa masih ada 64,70 % lagi tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta jamsostek. (Medan: Waspada, DPRD Sumatera Utara Dukung Dibentuknya Perda Jamsostek, Sabtu, 14 Juni 2008), hlm. 15.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
g. Setiap tenaga kerja atau keluarganya berak atas Jaminan Hari Tua, karena faktor usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap atau beberapa alasan lainnya (Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992); h. Tenaga kerja dan keluarganya berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) (Pasal 16 Undang-Undang nomor 3 Tahun 1992); i. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha. (Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992), sedangkan Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992); j. Besarnya Iuran Jamsostek (Pasal 9 PP Nomor 14 Tahun 1993): a) Jaminan Kecelakaan Kerja berkisar antara 0,24 % sampai dengan 1,74% dari upah sebulan, yang ditanggung oleh pangusaha; b) Jaminan Hari Tua sebesar 5,70% dari upah sebulan, ditanggung oleh pengusaha 3,70% dan pekerja 2%; c) Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,30% dari upah sebulan, yang ditanggung oleh pengusaha; d) Jaminan Hari Tua sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang berkeluarga dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja bujang, yang ditanggung oleh pengusaha. k. Penyelenggara Program Jamsostek dilakukan oleh Badan Penyelenggara sebagai BUMN yang dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992);
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
l. Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), wajib membayar jamsostek dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) bulan (Pasal 26 Undang-Undang Nmor 3 Tahun 1992); m. Pengendalian terhadap penyelenggaraan program jamsostek oleh Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan oleh Pemerintah sedangkan dalam pengawasan mengikutsertakan unsur pengusaha dan unsur tenaga kerja dalam wadah yang menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992); n. Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); o. Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan; p. Sanksi administratif, ganti rugi atau denda bagi pengusaha dan badan penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan (PP Nomor 14 Tahun 1993);
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
a) Pencabutan izin usaha bagi pengusaha yang sudah diperingatkan, tetapi tetap tidak melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1); b) Denda sebesar 2% perbulan bagi pengusaha yang terlambat membayar iuran kepesertaan seperti diatur pada Pasal 10 ayat (3); c) Ganti rugi sebesar 1% perhari dari umlah jaminan yang terutang bagi Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 (Pasal 47 PP Nomor 14 Tahun 1993). Dari berbagai pengaturan tentang jamsostek yang telah diuraikan di atas terlhat bahwa program jamsostek merupakan hal yang penting dalam perlindungan terhadap pekerja. Pekerja dalam hal ini adalah pihak yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha. Program jamsostek merupakan kewajiban yang haurs dipenuhi oleh pengusaha terhadap pekerjanya. Dalam kaitannya dengan pekerja kontrak maka pekerja kontrak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan melalui jamsostek. Maka perusahaan harus memberikan perlindungan kepada pekerja kontrak dengan memasukkan pekerja kontrak tersebut dalam program jamsostek.
2. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Kesehatan merupakan nikmat dari Tuhan Yang Maha Esa dan Hak Asasi Manusia yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, setiap manusia ingin mendapatkan kesehatan tersebut dan menjaganyasemaksimal mungkin agar terhindar
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
dari penyakit yang selalu mengganggu aktivitas manusia itu sendiri. Menurut Iman Soepomo, kesehatan kerja adalah: 120 “Aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan kesusilaaan dalam seseorang itu melakukan atau karena ia itu melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja”. “Tujuan norma-norma kesehatan kerja ini ialah memungkinkan buruh itu mengenyam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan khusunya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, sebagai wanita yang merupakan ibu dan calon ibu, sebagai calon muda dan anak yang masih harus mengemban jasmani dan rohaninya”. Menurut Suma’mur dalam bukunya yang berjudul “Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan”, keselamatan kerja adalah: 121 “Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkngannya serta caracara melakukan pekerjaan”. Dalam bukunya yang lain berjudul “Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja”, Suma’mur memberikan pengertian kesehatan kerja adalah:122
120
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Kerja), (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1981), hlm. 7. 121 Suma’mur, Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hlm. 1. 122 Suma’mur, Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, (Jakarta: Gunung Agung, 1980), hlm. 1.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
“Spesalisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental mapun sosial dengan usaha-usaha preventif
dan
kuratf
terhadap
penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan ang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum”. Dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja/buruh.Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, perlu penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (Sistem Manajemen K3). Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/19996, yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses an sumber daya yang dibutuhkan
bagi
pengembangan,
penerapan,
pencapaian,
pengkajian
dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. 123 Tujuan dan sasaran sistem manajemen K3 adalah menciptakan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tercptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. 124 Sejalan dengan upaya untuk melaksanakan Peraturan PemerintahNomor 14 Tahun1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, khususnya Pasal 2 ayat (4) yang telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, maka perusahaan dapat menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Dengan mempertimbangkan hal ini, perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan untuk ikut dalam pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan badan penyelenggara. Penanggung jawab Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja adalah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja dilakukan secara bersamasama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja. Pengawasan atas
123 124
Siswanto Sastrohadiwiryo, Op.Cit, hlm. 45. Ibid.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilakukan oleh pejabat/petugas yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu: 125 a. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagai pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja; b. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagai ahli teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja. Perusahaan
yang
bermaksud
menyelengarakan
sendiri
pemeliharaan
kesehatan bagi tenaga kerjanya dapat melakukan dengan cara sebagai berikut: a. Menyediakan sendiri atau bekerja sama dengan fasilitas Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK); b. Bekerja sama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan; c. Secara bersama-sama dengan perusahaan lain menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani pengusaha atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang selanjutnya harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan 125
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm. 65.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau alang dalam rangka peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. 126 Beberapa peraturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja; d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1983 Tentang Instalasi Alam Kebakaran Otomatik; e. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Nomor
PER-01/MEN/1978
Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penerbangan dan Pengangkutan Kayu; f. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Nomor
PER-02/MEN/1980
Tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja; g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1984 Tentang Pengawasan Terpadu Bidang Ketenagakerjaan. Sama halnya dengan pekerja yang mempunyai status tetap maka pekerja kontrak juga mempunyai hak untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Artinya dalam melakukan pekerjaannya maka pekerja kontrak wajib mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerjanya. Para pekerja kontrak juga cenderung melakukan pekerjaan yang sama dengan pekerja tetap. Oleh sebab itu 126
Siswanto Sastrohadiwiryo, Op.Cit, hlm. 47.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
perlindungan yang diberikan kepada pekerja kontrak haruslah sesuai dengan apa yang diterima oleh pekerja tetap yang melakukan jenis pekerjaan yang sama.
3. Perlindungan Upah Dampak langsung yang dialami pekerja atas status sebagai pekerja kontrak adalah soal upah. Ada kecenderungan menurunnya besaran upah saat pekerja menjadi pekerja kontrak. 127 Hal ini mengakibatkan diskriminasi upah antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak, walaupun jenis pekerjaan yang dilakukan sama. Pemahaman mengenai kompensasi tidak sama dengan upah.Upah adalah salah satu perwujudan riil dari pemberian kompensasi. Bagi perusahaan, upah adalah salah satu perwujudan dari kompensasi yang paling besar diberikan kepada tenaga kerja. Pengertian kompensasi selain terdiri atas upah, dapat berupa tunjangan innatura, fasilitas perumahan, fasilitas kenderaan, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, pakaian seragam (tunjangan pakaian) dan sebagainya yan dapat dinilai denan uang serta cenderung diberikan secara tetap. Oleh karena itu apabila perusahaan pada suatu saat mengadakan rekreasi dengan para tenaga kerjanya, uang untuk alokasi rekreasi tersebut bukan merupakan kompensasi. Jadi, kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga
127
Temuan Tim Kajian Akademis USU dalam penelitian lapangan menemukan bahwa pekerja dalam PKWT hanya mendapatkan upah pokok saja yang besarannya tidak melebihi dari UMSP dalam Agusmidah, Op. Cit, hlm. 198.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 128 Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanijan kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau dnilai dalam bentk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981). Dari penjelasan dua (2) peraturan perundang-undangan di atas, maka upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara nomatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan perundang-undangan, dengan batasan nilainya tidak boleh lebih dari 25 % (dua puluh lima persen) dari upah yang seharusya diterima (Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981).
128
Siswanto Sastrohadiwiryo, Op.Cit, hlm. 181.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sesuai Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum, yaitu upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Berdasakan Peraturan Menteri Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/ME/2000, jangkauan wilayah berlakunya upah minimum meliputi: a. Upah Minimun Provinsi (UMP) berlaku di seluruh Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi; b. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berlaku dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota. Di samping itu, upah minimum berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) disebut Upah Minimum Sektoral, yang terbagi menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER01/MEN/1999, penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM); b. Indeks Harga Konsumen (IHK); c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan; d. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; e. Kondisi pasar kerja; f. Tngkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/ME/2000, dalam pelaksanaan upah minimum perlu memperhatikan beberapa hal: a. Besarnya Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) minimal 5% lebih besar dari Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) (Pasal 5); b. Perusahaan dilarang membayar upah lebih dari Upah Minimum Provinsi (UMP)/ Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP)/ Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) (Pasal 13); c. Upah minimum berlaku untuk semua status pekerja, baik tetap, tidak tetap maupun percobaan (Pasal 14 ayat (1); d. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (Pasal 14 ayat (2); e. Peninjauan besarnya upah bagi pekerja di atas masa kerja 1 (satu) tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja dan pengusaha (Pasal 14 ayat (3); f. Bagi pekerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih, upah rata-rata sebulan minimal upah minimum di perusahaan yang bersangkutan (Pasal 15 ayat (1)); g. Pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah yang telah diberikan lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku (Pasal 17);
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
h. Bagi pengusaha yang melanggar Pasal 7, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 dikenakan sanksi; 1) Pidana kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah); 2) Membayar upah pekerja sesuai putusan hakim. Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 8 1981 menyatakan bahwa upah harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja secara tepat waktu sesuai kesepakatan. Apabila pengusaha terlambat membayar upah, maka pengusaha wajib membayar denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh (Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Atau tambahan upah (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Pengganti Upah) kepada pekerja/buruh sebesar: a. 5% per hari keterlambatan, untuk hari keempat sampai hari kedelapan b. 1% per hari keterlambatan, untuk hari kesembilan dan seterusnya. Dengan catatan tidak boleh melebihi 50% dari upah keseluruhan yang seharusnya diterima oleh pekerja. Adapun dasar hukum perlindungan upah adalah antara lain: a. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 Tentang Persetujuan Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya; b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah; d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/ME/2000 Tentang Perubahan Pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum; e. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP49/MEN/2004 Tentang Ketentuan Struktur Dan Skala Upah; f. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP231/MEN/2003 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur; g. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP231/MEN/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum; h. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor SE01/MEN/1982 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981.
C. Akibat Hukum Bagi Pelanggar Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Ketenagakerjaan
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur akibat hukum bagi pelanggar (pekerja dan pengusaha) yang tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Bentuk akibat hukum yang dapat dikenakan bagi yang melanggar ketentuan tersebut terdiri atas dua (2) macam yaitu; a. Ketentuan pidana; dan b. Sanksi Administratif. Ad. a. Ketentuan Pidana Pasal 183 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 184 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 185 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143 dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 186 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 187 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
(2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3) dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 188 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111, Pasal 114 dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 189 Sanksi pidana penjara, kurungan dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau gantim kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh. Ad. b. Sanksi Administratif Pasal 190
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (10, Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3) dan Pasal 160 ayat (1)dan ayat (2) Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan kegiatan usaha; d. pembekuan kegiatan usaha; e. pembatalan persetujuan; f. pembatalan pendaftaran; g. penghentian sementara sebagaian atau seluruh alat produksi; h. pencabutan ijin. (3) Ketentuan mengena administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek Undang-Undang Jamsostek ini hanya mengatur ketentuan pidananya saja. Tidak ada mengatur mengenai sanksi administratif dan hanya terdiri dar dua (2) Pasal saja yaitu antara lain sebagai berikut: Pasal 29
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
(1) Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 19 ayat (2), Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26, diancam dengan kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah). (2) Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selamalamanya 8 (delapan) bulan. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 30 Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) terhadap pengusaha, tenaga kerja dan Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi administrasi, ganti rugi atau denda yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
D. Perubahan Substansi Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Di Bidang Ketenagakerjaan Yang Mengatur Tentang PKWT Membicarakan
perlindungan
terhadap
buruh
haruslah
bermula
dari
pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antara buruh-majikan. Dalam hunbungan buruh-majikan, posisi buruh selalu subordinatif dengan majikan. Hal ini merupakan
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
kesejatian akibat tidak seimbangnya kekuasaan ekonomi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan politik yang melekat pada buruh dan pada majikan. Secara sosiologis buruh adalah orang atau kelompok yang tidak bebas. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain daripada tenaganya saja, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain dan majikan inilah pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja itu, 129 atau yang dalam hubungan-hubungan pribadi disebut sebagai kelemahan sruktural. 130 Secara sederhana ketidakseimbangan hubungan buruh-majikan ini dapat diilustrasikan dengan pengalaman setiap orang saat melamar pekerjaan. Orang yang melamar pekerjaan pasti membutuhkan pekerjaan tersebut karenanya tidak berani dan tidak dapat menentukan syarat-syarat kerja. Apabila ada yang berani menentukan syarat-syarat kerja semisal gaji, maka resiko tidak diterima apabila pengusaha tidak setuju dengan penawaran dari pelamar kerja tersebut, harus ditanggung oleh si pelamar tersebut. Dengan demikian sebenarnya tidak pernah ada kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja. Hal serupa mengenai aturan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disingkat dengan KKWT) yang telah meluaskan praktek kerja kontrak. Pelanggaran
129
A. S. Finawati, Buruh Di Indonesia: Dilemahkan Dan Ditindas dalam Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 8. Diakses dari http//www.pemantaukeadilan.com/detil/detil.php?id=168&tipe=opini pada tanggal 1 Juni 2008. 130 A. S. Finawati, Buruh Di Indonesia: Dilemahkan Dan Ditindas, ed. A.A.G.Peter dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial Buku Teks Sosiologi Hukum Buku III, (Jakarta: Sinar Harapan, 1990), hlm. 69, diakses dari http//www.pemantaukeadilan.com/detil/detil.php?id=168&tipe=opini pada tanggal 13 Juni 2008.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
tidak hanya untuk ketentuan waktu kontrak (yang tidak boleh melebihi 2 tahun dan perpanjangan 1 kali dengan total keseluruhan masa kontrak tidak boleh melebihi 3 tahun), tetapi juga untuk jenis pekerjaan yang boleh dikontrak. Berdasarkan dari data di lapangan dapat dilihat bahwa ternyata pemberlakuan KKWT sudah merupakan kondisi umum dari hubungan industrial. Hal ini bukan saja terjadi d perusahaan swasta, namun juga terjadi pada Badan Usaha Milik Negara....”Data lapangan menunjukkan bahwa sistem kerja kontrak inipun hampir terjadi di semua jenis pekerjaan. Dari bagian kebersihan, keamanan sampai ke bagian pembukuan/accounting, marketing, perencanaan serta penjualan. Dari segi jabatan pun dapat dilihat bahwa sistem kerja kontrak juga terjadi dari posisi yang paling rendah seperti office boy, satpam sampai ke supervisor bahkan manager.” 131 Setelah bertahun-tahun melewati proses pembahasan serta beberapa kali mengalami pengunduran pengesahan akibat penolakan buruh, akhirnya undangundang ini disahkan dalam rapat paripurna DPR tanggal 25 Februari 2003. Melengkapi substansi undang-undang ini yang bermasalah, proses pembahasan bahkan pengesahan serta pengundangannya juga bermasalah. Setelah beberapa kali penolakan besar-besaran oleh buruh terhadap rencana pengesahan RUU Ketenagakerjaan (saat itu masih bernama RUU PPK) antara lain
131
A. S. Finawati, Buruh Di Indonesia: Dilemahkan Dan Ditindas, Adi Haryadi dan Timboel Siregar, Penelitian Pekerja Kontrak Di 5 Kota Besar Di Indonesia: Quo Vadis Pekerja Kontrak, Kerja sama AIRC (ASPEK) Indonesia Research Centre) dan ACILs (American Centre for International Labor Solidarity), diakses dalam http//www.pemantaukeadilan.com/detil/detil.php?id=168&tipe=opini pada tanggal 13 Juni 2008.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
akhir Juli 2002 dan 23 September 2002, 132 untuk melegitimasi bila undang-undang ini disetujui oleh buruh, maka DPR melibatkan serikat buruh secara intensif dan akhirnya membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang anggota serikat buruh. Tugasnya adalah membahas substansi undang-undang. Persetujuan mereka yang tergabung dalam tim kecil terhadap RUU Ketenagakerjaan ini kemudian dilegitimasi sebagai persetujuan seluruh buruh. Selain masalah pendanaan tim kecil yang tidak jelas asal-usulnya, pembentukan tim kecil yang manipulatif, tidak partisipatif serta transparan menyebabkan keanggotaan orangorang dalam tim kecil ini akhirnya ditolak serikat buru di mana mereka menjadi anggota, bahkan serikat buruh mereka ikut menjadi pemohon judicial review UndangUndang Ketenagakerjaan. Di luar masalah prosedural, substansi pasal-pasal undang-undang ini sangat jelas menggambarkan upaya sistematis untuk melepaskan tanggung jawab Negara akan kewajiban melindungi buruh. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengurangi atau menghilangkan perlindungan yang telah ada dalam undang-undang sebelumnya.
132
A. S. Finawati, Buruh Di Indonesia: Dilemahkan Dan Ditindas, Kompas Cyber Media, diakses dari http//www.pemantaukeadilan.com/detil/detil.php?id=168&tipe=opini pada tanggal 13 Juni 2008.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pengaturan tentang PKWT terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, PKWT juga memiliki aturan pelaksana yaitu
Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu. Peraturan-peraturan tersebut mengatur antara lain tentang persyaratan, kategori pekerjaan, jangka waktu, berakhirnya perjanjian, peralihan PKWT menjadi PKWTT. Namun demikian dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengandung beberapa pasal yang inkonsisten yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan tafsir. Inkonsistensi ini di antaranya terdapat pada Pasal 56 ayat (2a) dengan Pasal 59 ayat (2). Inkonsistensi tersebut antara lain adalah apakah PKWT didasarkan pada jangka waktu atau menurut selesainya pekerjaan. Selain itu, dalam peraturan yang mengatur tentang PKWT juga tidak terdapat sanksi yang tegas yang dapat dijatuhkan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Pemerintah juga belum maksimal melakukan pengawasan secara aktif dalam hal PKWT. 2. Berdasarkan penelitian terhadap Surat Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pengusaha dan hasil wawancara singkat dengan pekerja/buruh, ditemukan PKWT yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKWT
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang diterapkan pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu klausul dalam perjanjian kerja tersebut khususnya mengenai lamanya atau jangka waktu pekerjaan. Dari kedua perjanjian kerja (terlampir) tersebut tidak ada mencantumkan jangka waktu pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya. Padahal Undang-Undang dan peraturan lainnya mengharuskan pekerjaan tersebut selama 3 (tiga) tahun. Selain itu pekerja menerima PKWT meskipun bertentangan dengan UndangUndang dengan berbagai alasan di antaranya alasan ketidaktahuan dan alasan kebutuhan. Peran sosialisasi, evaluasi serta pengawasan dari Pemerintah seperti menindak tegas kepada pihak pengusaha yang ditemukan masih membuat PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan masih lemah. 3. Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan, santunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan Hak Asasi Manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma-norma yang berlaku dalam perusahaan. Dengan demikian dalam penulisan ini bentuk perlindungan kerja tersebut antara lain : a. Jamsostek; b. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja; c. Perlindungan upah. Ketiga jenis perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan sebaikbaiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja kepada pekerja/buruh. Jika melakukan pelanggaran maka akan dikenakan sanksi, baik sanksi pidana atau
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
sanksi administratif. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur akibat hukum bagi pelanggar (pekerja dan pengusaha) yang tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Bentuk akibat hukum yang dapat dikenakan bagi yang melanggar ketentuan tersebut terdiri atas dua (2) macam yaitu: a. Ketentuan Pidana diatur dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 189 UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; dan b. Sanksi Administratif diatur dalam Pasal 190.
B. Saran 1. Pemerintah perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terutama Pasal ayat (2a) dan Pasal 59 ayat (2) yang menimbulkan inkonsistensi dan perbedaan tafsir dalam pengaturan PKWT. Jangka waktu PKWT dibuat dengan penetapan hanya untuk jangka waktu maksimal atas suatu PKWT seperti lima sampai delapan tahun. Selain itu perlu ditetapkan secara tegas tentang pekerjaan tetap dan tidak tetap serta pekerjaan inti dan non inti. PKWT tidak dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu saja, tetapi diserahkan saja pada kondisi aktual pasar tenaga kerja. Pengusaha wajib untuk memberikan informasi tentang isi perjanjian kepada pekerja/buruh baik secara individu maupun bersifat publik demi menumbuhkan pemahaman arti suatu perjanjian kerja dan memenuhi aspek inform consent atau right to be informed bagi buruh. Perlu adanya sanksi yang tegas terhadap pengusaha yang melanggar
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
aturan mengenai PKWT sehingga dapat memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh. Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja harus melakukan sosialisasi, pengawasan dan evaluasi secara aktif dan terus-menerus terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan PKWT. 2. Untuk pengusaha atau perusahaan harus menyesuaikan Surat Perjanjian Kerja, khususnya PKWT dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi menyangkut hak-hak pekerja secara umum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena kebanyakan dari Surat Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pengusaha tidak ada mencantumkan hak-hak pekerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan hanya kewajiban saja yang dituntut untuk dikerjakan. Dengan begitu, kondisi sosial ekonomi pun akan teratasi dengan baik. 3. Mengenai perlindungan kerja, sebaiknya program perlindungan kerja harus tertuju kepada yang berhak karena selama ini, program perlindungan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh perusahaan. Buktinya pada Surat Perjanjian dengan Nomor ECP/PKWT/XII/2007/OFF-207 (terlampir) tidak ada mencantumkan program perlindungan kerja dan diharapkan setiap perusahaan harus mendaftarkan pekerjanya pada Badan Penyelenggara. Dengan demikian Pemerintah harus tegas dalam menindak dengan memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku siapapun pengusaha yang ditemukan terbukti melanggar aturan ketenagakerjaan tersebut.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku Anggraeni, A. M. Tri, Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Purse Ilegal atau Rule of Reason, Jakarta: Universitas Indonesia, 2003. Arinanto, Satya, Kumpulan Tulisan Politik Hukum 2, Pilipe Nonet and Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004. Asikin, Zainal, et.al, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 1993. Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alimni, 1986. Halim, A. Ridwan, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 1995. Husni, Lalu, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2003. Ibrahim, Jhonny Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006. Khakim, Abdul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1982. Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijdaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Nasution, Bahder Johan, Hukum Ketenagakerjaan, Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Bandung: Mandar Maju, 2004. Print, Darwin, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-haknya), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994. Rasuanto, Bur, Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Rawls dan Hebermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Samsul, Inosentius, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004. Saputra G. Karta dan RG Widianingsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Bandung: Armico, 1982. Sastrohadiwiryo, Siswanto, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II, 2003. Simangunsong, Advendi, Hukum dan Ekonomi, Jakarta: Grasindo, 2004. Soepomo, Iman, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Kerja), Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. VII, 1981. ..........................., Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. VI, Jakarta: Djambatan, 1983. Sudjana, Eggy, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, Jakarta: Renaissan, 2005. Suhardiman, Kedudukan, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Dalam Pembangunan Indonesia, dalam Hukum Kenegaraan Republik Indonesia, Teori, Tatanan dan Terapan, Peny. Selo Soemardjan, Jakarta: YIIS dan PT. Gramedia,tt. Suma’mur, Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta; Gunung Agung, Cet. III, 1980. ................., Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan, Cet. II, Jakarta: Gunung Agung, 1985. Sunindhia, Y.W Dan Ninik Widiyanti, Manajemen Tenaga Kerja, Jakarta: Bina Aksara, 1987. Van der Ven, FJHM, Pengantar Hukum Kerdja, Terj. Sridadi, Yogyakarta: Kanisius, 1969.
II. Jurnal Ilmiah, Makalah, Disertasi, Surat Kabar Agusmidah, Politik Hukum dalam Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi, Medan: SPS USU, 2006. Lothion, Tamara, The Political Consequences of Labor Law Regimes: The Contractualist and Corporatist Models Compared, Cardozo Law Review, Vol. 7, 1986.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Nasution, Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam llmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU, Medan: USU, 2004. Putra, Muslimin B, Buruh dalam Proses Penyusunan Kebijakan, Paper disampaikan pada Workshop Kebijakan Partisipatif Peran Pemuda dalam Proses Penyusunan Perundang-undangan yang diselenggarakan Komite Advokasi Buruh (KAB) di gedung YLBHI Jakarta, 27 Juni 2005. Rajagukguk, Erman, Peranan Hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia (1950-2000), Kampus UI Depok Jakarta, 5 Februari 2000. Sudjana Eggy, Nasib Dan Perjuangan Buruh di Indonesia, makalah disampaikan pada diskusi Publik Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia yang diselenggarakan Pusat Kajian Ketenagakerjaan Majelis Nasional KAHMI Center , Jakarta, 24 Juni 2005. Tim Kontan, Ada Apa Dengan Buruh, Majalah Kontan Vol. II/EDISI XXIII, 07-20 Mei 2006, Jakarta, 2006. Uwiyono, Aloysius, Implikasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Jakarta, 2003. ..………………….., Implikasi Hukum Pasar Bebas Dalam Kerangka AFTA Terhadap Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003. Waspada, DPRDSU Dukung Dibentuknya Perda Jamsostek, Medan: Sabtu, 14 Juni 2008.
III. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen, Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 80 Tahun 1957 Tentang Persetujuan Konvensi Internasional Labour Organization (ILO). Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Ketenagakerjaan. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 05/Men/1986. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi PER03/MEN/1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi PER04/MEN/1993 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER01/Men/1981 Tentang Kewajban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER02/Men/1983 Tentang Instalasi Alam Kebakaran Otomatik. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER03/Men/1984 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER01/Men/1999 Tentang Upah Minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan Pasal 21. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008
IV. Internet Finawati, A.S, “Buruh Di Indonesia : Dilemahkan Dan Ditindas”, http://www.pemantau keadilan.com/detil/deti.php?id=168&tipe=opini. ......................, “Buruh Di Indonesia : Dilemahkan Dan Ditindas”, editor A.A.G Peters Dan Koesriani Siswosoebroto, http://www.pemantau keadilan.com/detil/deti.php?id=168&tipe=opini. ......................, “Buruh Di Indonesia : Dilemahkan Dan Ditindas”, Adi Haryadi Dan Timboel Siregar, Penelitian Pekerja Kontrak Di 5 Kota Besar di Indonesia: Quo Vadis Pekerja Kontrak. Kerja sama AIRC (ASPEK Indonesia Research Centre) dan ACILs (American Centre for International Labor Solidarity), http://www.pemantau keadilan.com/detil/deti.php?id=168&tipe=opini. ......................, “Buruh Di Indonesia : Dilemahkan Dan Ditindas”, Kompas Cyber Media, http://www.pemantau keadilan.com/detil/deti.php?id=168&tipe=opini. Fitriana, Rochmad, “Sistem Subkontrak Antara Benci dan Kebutuhan”, http://www.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema=PORT AL30&pared_id=333071&patop_id=010. Kasim, Umar, “Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja”, Informasi Hukum Vol. 2 Tahun VI, 2004 http://www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hukum/vol2_vi_2004/phk. php. Mubyarto, “Indonesia Unik Karena Ketahanan Ekonomi Rakyatnya (Laporan Pertemuan dengan Presiden Megawati 18 Maret 2002)”, Jurnal Ekonomi Rakyat diakses dari http://www.ekonomirakyat.org/galeri_wat/wartalip2.htm. “Proses Revisi Dimulai Dari Awal, Forum Tripatrit Nasional Libatkan Buruh, Pengusaha dan Pemerintah”, http://www.kompas.com/kompascetak/0604/08/utama/2567076.htm.
Muhammad Fajrin Pane : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu…, 2008 USU e-Repository © 2008