PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA SECARA DI BAWAH TANGAN (PENELITIAN PADA PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE CABANG MEDAN DAN PT. ORIX INDONESIA FINANCE CABANG MEDAN)
TESIS
Oleh MARTINUS TJIPTO 077011079/MKn
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA SECARA DI BAWAH TANGAN (PENELITIAN PADA PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE CABANG MEDAN DAN PT. ORIX INDONESIA FINANCE CABANG MEDAN)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh MARTINUS TJIPTO 077011079/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Judul Tesis
: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN (PENELITIAN PADA PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE CABANG MEDAN DAN PT. ORIX INDONESIA FINANCE CABANG MEDAN) Nama Mahasiswa : Martinus Tjipto Nomor Pokok : 077011079 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N) Ketua
(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota
(Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus: 25 Juni 2009
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal: 25 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N
Anggota
:
1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum 2. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum 3. Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn 4. Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK Perusahaan pembiayaan dalam pembiayaan kendaraan bermotor yang pembayarannya secara angsuran oleh konsumen, melakukan pengikatan atas kendaraan itu sebagai jaminan fidusia. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) mewajibkan jaminan fidusia dengan akta notaris dan didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk memperoleh sertifikat jaminan fidusia. Akan tetapi perusahaan pembiayaan melakukan pengikatan jaminan fidusia tidak dengan akta notaris dan tidak didaftarkan, sehingga pengikatan itu adalah pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan. Akibatnya perusahaan pembiayaan mendapat kendala apabila debitur tidak sanggup lagi membayar angsuran sesuai yang diperjanjikan (wanprestasi), yang seharusnya dapat melakukan eksekusi atas jaminan itu sebagai kreditur yang didahulukan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, kedudukan hukum dan perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis secara pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang terkait tentang perjanjian pembiayaan konsumen, dan didukung dengan wawancara kepada responden, yaitu: Kepala Bagian atau Pimpinan perusahaan pembiayaan, Notaris, Pengacara dan debitur perusahaan pembiayaan di Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan, lembaga pembiayaan konsumen yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan melakukan perjanjian fidusia di bawah tangan disebabkan beberapa faktor, yaitu: membantu nasabah menekan biaya, persaingan bisnis, dan nilai plafon kredit yang relatif kecil dan jangka waktu kredit yang relatif pendek, sehingga tidak sebanding dengan pengeluaran biaya untuk pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran fidusia yang dipersyaratkan UUJF. Kedudukan hukum perjanjian fidusia secara di bawah tangan adalah sebagai perjanjian jaminan fidusia yang tidak memenuhi syarat formalitas sesuai UUJF yang mewajibkan dengan akta notaris dan didaftarkan, tidak berarti bahwa perjanjian jaminan itu adalah batal, tetapi jika konsumen/debitur wanprestasi atau cidera janji, maka lembaga pembiayaan konsumen harus melakukan gugatan perdata ke pengadilan yang mana perjanjian itu hanya sebagai perjanjian biasa, yang tidak mempunyai kekuatan bagi lembaga pembiayaan konsumen itu sebagai kreditur preferensi (yang didahulukan) atas jaminan kebendaan tersebut. Disarankan kepada lembaga pembiayaan khususnya PT. Olympindo Multi Finance dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan, membuat kebijakan biaya akta fidusia ditanggung penuh oleh perusahaan. Pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar surat kuasa debitur segera dibuat akta fidusia dan didaftarkan, sehingga tidak menunggu terjadinya debitur wanprestasi baru dilakukan, dan untuk pengikatan yang baru langsung dilakukan secara akta fidusia sesuai ketentuan UUJF. Dalam hal kompetisi bisnis dengan mempermudah proses tetap dilakukan analisis atau survei atas kemampuan membayar konsumen, dan kalau konsumen tidak layak maka harus ditolak, sehingga dapat diminimalisir debitur yang wanprestasi. Kata Kunci: Lembaga Pembiayaan, Akta Fidusia Secara di Bawah Tangan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRACT Company of finance in defrayal of motor vehicle which is its credit payment by consumer, doing cordage of that vehicle as guarantee of fiduciary. Law No. 42 1999 about Fiduciary (UUJF) oblige guarantee of fiduciary with notary deed registered at institute registration of fiduciary to obtain guarantee certificate of However company of defrayal do cordage of guarantee of fiduciary do not notary deed and do not be registered, so that that cordage is cordage of guarantee fiduciary underhand (akta bawah tangan). As a result company of defrayal get constraint if debtor do not ready to again pay for credit as promised (wanprestasi), ought to earn execute of that guarantee as creditor which prioritize. Therefore, by research about cause factors institute defrayal do agreement of made fiduciary underhand, legal status and protection of law to creditor in agreement of fiduciary underhand, if happened default. This research have the character of analytical descriptive with approach juridical normative that is research of done document study or bibliography or addressed only at related regulations about agreement of consumer finance, and supported with interview to responder, that is: Superintendent or Head company of institution financial, Notary, Lawyer and debtor in Medan city. Result of research show, institute financial taken as research object in Medan city do agreement of fiduciary is underhand caused by some factor, that is: assisting client depress expense, emulation of business, and credit plafond value which is small relative and credit duration which is short relative, ill assorted so that with expenditure of expense for the making of notary deed and expense registration of fiduciary which qualify UUJF. Legal status agreement of fiduciary underhand is as agreement of guarantee of fiduciary ineligible of formality according to UUJF obliging with notary deed and registered, did not mean that agreement of that guarantee is cancelation, but if consumer/debitor of default, hence institute financial have to do civil suing to justice, which is that agreement only as agreement of habit (perjanjian biasa), what don’t have strength to institute consumer financial as creditor of prioritize (preferen) of materialism guarantee. It is suggested to defrayal institute specially PT. Olympindo Multi Finance Medan Branch and PT. Orix Indonesia Finance of Medan Branch, making policy of act expense of fiduciary accounted on full by company. Cordage of guarantee of fiduciary underhand on the basis of debtor letter of attorney is immediately made by act of fiduciary and registered, so that do not await the happening of debtor default (wanprestasi) just is conducted, and for conducted direct new cordage act fiduciary according to UUJF. In the case of business competition by watering down process remain to analyze or survey of ability pay for consumer, and if consumer improper hence have to be refused, so that earn debtor minimize which is debt default. Keywords: Institution Financial, Fiduciary Deed in Underhand. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama dengan segala kerendahan hati terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan anugerah-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN (Penelitian pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril berupa bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, diucapkan terima kasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing, juga kepada Dosen Penguji Bapak Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., dan Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum., atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Selanjutnya diucapkan terima kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Wakil Direktur serta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan. 5. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga selalu membantu dan memotivasi penulis selama masa studi untuk penyelesaian tesis dan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn). Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda almarhum Daniel Tjipto dan Ibunda almarhumah Margaretha Ida yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada abang-abang dan kakak-kakak penulis tercinta. Selanjutnya, diucapkan terima kasih kepada orang tua mertua penulis, Bapak Boni Firman dan Ibu almarhumah Yosephine Salim, yang juga menjadi motivasi bagi penulis demi penyelesaian tesis ini. Secara khusus diucapkan terima kasih kepada isteri tercinta A. Nita Ernawati dan anak-anak tersayang Valerio Xaverius Tjipto, Marshall Xaverius Tjipto, Frederick Xaverius Tjipto, atas motivasi dan doa kalian telah dapat diselesaikan tesis ini.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.
Medan, Juni 2009 Penulis,
Martinus Tjipto
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
I.
II.
Identitas Pribadi Nama
:
Martinus Tjipto
Tempat/ Tgl. Lahir
:
Medan, 9 Mei 1967
Alamat
:
Jl. Kangkung No. 150 D Medan.
Agama
:
Kristen Katolik
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Pekerjaan
:
Pegawai Swasta
Status
:
Kawin
Ayah
:
Alm. Daniel Tjipto
Ibu
:
Alm. Margaretha Ida
Orang Tua Nama
III. Pendidikan 1. SD Budi Murni 1
Tahun 1976 – 1981
2. SMP Budi Murni 1
Tahun 1981 – 1984
3. SMU Budi Murni 1
Tahun 1984 – 1987
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Darma Agung
Tahun 1987 – 1992
5. S-2 Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Tahun 2007 – 2009
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .....................................................................................................
i
ABSTRACT.....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vi
DAFTAR ISI..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
ix
BAB I.
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
10
D. Manfaat Penelitian .................................................................
11
E. Keaslian Penelitian ................................................................
12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...............................................
13
1. Kerangka Teori ...............................................................
13
2. Konsepsi ..........................................................................
21
G. Metode Penelitian ..................................................................
24
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMBAGA PEMBIAYAAN MELAKUKAN PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN ...............................................................
28
A. Pengertian Jaminan Fidusia...................................................
28
B. Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia ....................
30
C. Faktor-Faktor Penyebab Lembaga Pembiayaan Melakukan Perjanjian Fidusia yang Dibuat di Bawah Tangan ...............
38
BAB II.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB III. KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN...............................
48
A. Perjanjian pada Umumnya ...................................................
48
1. Pengertian Perjanjian ......................................................
48
2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian .....................................
50
3. Asas-asas Perjanjian .......................................................
55
4. Jenis-jenis Perjanjian ......................................................
59
5. Hapusnya Suatu Perjanjian .............................................
60
B. Perjanjian Jaminan Fidusia Secara di Bawah Tangan ..........
61
C. Kedudukan Hukum Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan ..................................................................
69
BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN, JIKA TERJADI WANPRESTASI.......
76
A. Akta Otentik (Akta Notaris) ..................................................
76
B. Perjanjian-Perjanjian dalam Pelaksanaan Pembiayaan Konsumen .............................................................................
83
C. Perlindungan Hukum terhadap Penerima Fidusia dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat di Bawah Tangan, Jika Terjadi Wanprestasi ..............................................................
87
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
100
A. Kesimpulan............................................................................
100
B. Saran .....................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
103
BAB V.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1.
Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Pendaftaran dan Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia yang berlaku pada Departemen Kehakiman Tahun 2000 ..........................................
36
Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Tahun 2000 .......................................................
37
Jumlah Penjualan dan Jenis Pengikatan Jaminan yang Dilakukan PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan Tahun 2006 s/d 2008 ...
42
2. 3.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga
keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Paket kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember 1988 mulai memperkenalkan usaha lembaga pembiayaan yang tidak hanya kegiatan sewa guna usaha saja, tetapi juga meliputi jenis usaha pembiayaan lainnya. Paket kebijaksanaan 1988 tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988
tentang
Lembaga
Pembiayaan
dan
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Adanya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ini, maka kegiatan lembaga pembiayaan diperluas menjadi 6 (enam) bidang usaha, yaitu: Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
a. b. c. d. e. f.
sewa guna usaha (leasing); modal ventura (venture capital); anjak piutang (factoring); pembiayaan konsumen (consumer finance); kartu kredit (credit card); perdagangan surat berharga (securities company).
Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut multi finance company. 1 Dari keenam bidang usaha di atas, perlu dibedakan khususnya untuk bidang usaha sewa guna usaha (leasing) dengan pembiayaan konsumen (consumer finance). Hal ini mengingat secara awam sering diartikan setiap bidang usaha pembiayaan kredit kendaraan bermotor sebagai leasing, padahal kedua bidang usaha tersebut adalah berbeda. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa menyewa antara lessor dengan lessee. 2
1
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 6. Ibid., hal. 6. Djoko Prakoso, Leasing dan Permasalahannya, Dahara Prize, Semarang, 1990, hal. 1, disebutkan, perusahaan leasing adalah perusahaan yang menawarkan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat produksi dengan batas waktu menengah atau panjang, dan disini pihak penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu objek lessee ditambah dengan, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan oleh lessor. 2
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Sedangkan yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembiayaan angsuran atau berkala oleh konsumen. 3 Dari definisi pembiayaan konsumen tersebut terdapat empat hal penting yang merupakan dasar dari pembiayaan konsumen, yaitu: 4 a. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen. b. Objek pembiayaan adalah barang kebutuhan konsumen, seperti komputer, barang elektronik, kendaraan bermotor dan lain-lain. c. Sistem pembiayaan angsuran dilakukan secara berkala, biasanya secara bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen. d. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan tertentu. Selanjutnya dalam tulisan ini difokuskan pada bidang usaha pembiayaan konsumen (consumer finance) kredit kendaraan bermotor, yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan di kota Medan yaitu PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan. Dalam melakukan pembiayaan untuk kredit pembelian kendaraan bermotor, maka lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya suatu jaminan yaitu kendaraan bermotor itu sendiri sebagai jaminan dari kredit yang diberikan. Dengan kata lain lembaga pembiayaan sebagai kreditur mensyaratkan adanya suatu jaminan dari debitur. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
3 4
Sunaryo, op cit. hal. 7. Ibid.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 5 Di samping itu, jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda. 6 Adanya jaminan tersebut memang sangat diinginkan oleh kreditur, karena dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut. 7 Mengenai rumusan hukum jaminan, telah diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mensyaratkan bahwa tanpa diperjanjikan pun seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutangnya. Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. 8 Menurut sifatnya, jaminan dapat dibedakan menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Pasal 1131 mencerminkan adanya jaminan umum, yaitu: “segala hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Selanjutnya yang dinyatakan dalam Pasal 1132 adalah sebagai berikut: “hak kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi setiap orang yang
5
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 50. 6 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Creditverband, Gadai, dan Fiducia, Alumni, Bandung, 1987, hal. 227-265. 7 Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 14. 8 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004, hal. 2. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
menghutangkan padanya, pendapatan penjualan atas benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Misalnya dalam hal Bank yang telah memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas suatu jaminan hutang, maka Bank tersebut mendapatkan hak preferensi. Sedangkan jaminan khusus terdiri dari jaminan per(se)orangan dan jaminan kebendaan. Jaminan per(se)orangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban si berhutang atau debitur. 9 Misalnya perjanjian penanggungan/borgtoch (Pasal 1820 KUH Perdata), perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata), dan perjanjian tanggung renteng. Jaminan yang bersifat umum dirasa kurang cukup dan kurang aman, karena dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari debitur. Oleh karena itu kreditur dapat meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan yang merupakan perjanjian jaminan khusus, yang menunjuk barang-barang tertentu milik debitur sebagai jaminan pelunasan hutang. 10 Jaminan khusus lazimnya dinamakan jaminan kebendaan, yaitu jaminan yang memberikan hak kepada kreditur atas suatu kebendaan milik debitur, yakni hak untuk memanfaatkan benda tersebut jika debitur melakukan wanprestasi.11 Yang termasuk dalam jaminan kebendaan antara lain adalah hak gadai, hipotek dan fidusia. Menurut 9
R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 15. 10 Ibid., hal. 31. 11 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2 Hak-hak yang Memberi Jaminan, Ind Hill-Co, Jakarta, 2002, hal. 16. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Stein dalam bukunya J. Satrio mengatakan bahwa pada waktu permulaan KUH Perdata, memang lembaga jaminan gadai dan hipotek sudah cukup memenuhi kebutuhan praktek penjaminan. Pada masa itu, lalu lintas kredit belum berkembang dan benda yang digadaikan terutama berupa benda seni dan perhiasan.12 Kenyataan sekarang ini jaminan gadai maupun hipotek tidak lagi memenuhi kebutuhan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sri Soedewi bahwa perkembangan ekonomi dan kebutuhan akan lembaga jaminan yang dapat menampung kebutuhan kredit dari masyarakat, perlu diimbangi dengan perluasan lembaga-lembaga jaminan yang telah ada. Lembaga jaminan hendaknya perlu segera dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, terutama karena kenyataan di Indonesia bahwa: 1. Perusahaan-perusahaan kecil, pertokoan, pengecer rumah makan memerlukan kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya, 2. Pegawai-pegawai kecil rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangga, 3. Perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabrik-pabriknya. Usaha-usaha pertanian memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya. 13 Kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan di Indonesia, telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, yang sekaligus
12
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 9. 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Bulak Sumur, Yogyakarta, 1977, hal. 74. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
sebagai pengganti dari Lembaga Hipotek atas tanah dan crediet-verband. Di samping itu hak jaminan lainnya yang banyak digunakan adalah gadai. Mempertegas pendapat di atas, J. Satrio mengatakan bahwa problematik yang dihadapi dalam dunia usaha, yang menimbulkan kebutuhan akan adanya lembaga jaminan lain, selain gadai yaitu dibutuhkannya suatu lembaga jaminan, yang memungkinkan diberikannya benda bergerak sebagai jaminan, tetapi benda tersebut tetap berada dalam tangan dan tetap bisa dipakai untuk usaha si pemberi jaminan.14 Praktek fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu instrumen jaminan kebendaan bergerak yang bersifat non-possessory security. Berbeda dengan jaminan kebendaan bergerak yang bersifat possessory security 15 , seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan sang debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut. Keberadaan praktek fidusia di Indonesia sebelum diundangkannya UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dilandaskan kepada yurisprudensi dari Hoge Raad Belanda yang dikenal sebagai putusan Bier Brouwerij Arrest, di mana hakim untuk pertama kali mengesahkan adanya mekanisme penjaminan seperti tersebut. 16 Dan juga sedikit sekali panduan yang dapat dipegang sebagai referensi bagi keberlakuan instrumen fidusia. Yang patut dicatat adalah 14
J. Satrio, op. cit., hal. 10. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 1980, hal 25-28. 16 Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 60. 15
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
beberapa yurisprudensi seperti putusan Mahkamah Agung (MA) No. 372 K/Sip/1970 atas perkara BNI cabang Semarang vs. Lo Ding Siang, serta putusan No. 1500K/ Sip/1978 atas perkara BNI 1946 melawan Fa Megaria yang mengakui fidusia sebagai suatu instrumen jaminan. 17 Ada juga beberapa ketentuan perundang-undangan yang menyinggung fidusia sebagai suatu instrumen jaminan. Meskipun begitu, secara umum tidak ada panduan teknis mengenai pelaksanaan instrumen fidusia tersebut. Lahirnya jaminan fidusia merupakan murni didasarkan pada ketentuan Pasal 1320 jo. 1338 KUH Perdata mengenai kebebasan berkontrak. Tidak ada suatu standar baku mengenai syarat formal penjaminan fidusia. Juga tidak ada karakteristik lain yang umumnya terdapat pada suatu instrumen jaminan. Tidak ada hak prioritas yang dimiliki oleh kreditur penerima fidusia. Lebih fatal lagi, tidak ada institusi pendaftaran yang bertanggung jawab untuk melakukan pencatatan terhadap setiap pembebanan fidusia, sehingga pada masa itu fidusia benarbenar merupakan instrumen yang kurang dapat diandalkan di mata para kreditur. Memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberi kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, maka pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 2000.
17
Tan Kamelo, op. cit., hal. 7-8.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitur). Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia khususnya dalam Pasal 5 ayat (1) mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan atas benda dengan jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Selanjutnya dalam Pasal 11 dan 12 mensyaratkan bahwa benda bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. 18 Ketentuan di atas menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan, maka perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan yang hanya diketahui oleh kedua belah pihak saja tidak mempunyai kekuatan sebagai perjanjian fidusia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi, apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Jaminan fidusia yang dibuat secara di bawah tangan menyulitkan kedudukan lembaga pembiayaan sebagai kreditur apabila pihak debitur wanprestasi atau debitur tidak sanggup lagi membayar angsuran pinjaman sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan atas kendaraan bermotor yang sekaligus dijadikan jaminan fidusia atas fasilitas kredit yang diberikan, yang seharusnya lembaga pembiayaan tersebut dapat melakukan eksekusi atas kendaraan bermotor tersebut sebagai kreditur yang didahulukan. Namun lembaga pembiayaan mendapat hambatan dalam
18
Berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUJF, pendaftaran jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Jika kantor fidusia di tingkat II (kabupaten/kota) belum ada maka didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tingkat Propinsi. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
pelaksanaannya karena pengikatan kendaraan bermotor sebagai jaminan kredit tersebut hanya dilakukan dengan pengikatan fidusia secara di bawah tangan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan (Penelitian pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Medan).
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan dari apa yang diuraikan dalam latar belakang tersebut di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan? 2. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi?
C.
Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan. 2. Untuk mengetahui kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara praktis maupun teoritis, yaitu: 1. Secara praktis, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan atau referensi bagi lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan baik bank maupun non-bank, dalam memberi kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat dibebankan fidusia serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ada. 2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai perjanjian Jaminan Fidusia.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan
khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul ”Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan (Penelitian pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun judul-judul penelitian terdahulu yang membahas tentang jaminan fidusia, antara lain: 1. Kajian Yuridis Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia pada Unit Simpan Pinjam Koperasi Swamitra di Medan, diteliti oleh saudara Rumiris Ramarito Nainggolan (NIM : 067011078); 2. Perlindungan Hak Kreditur dengan Jaminan Fidusia berdasarkan UU Nomor 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, diteliti oleh saudara Amelia Kosasih (NIM : 017011072). Dari judul-judul penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa belum ada yang membahas secara khusus tentang perlindungan hukum terhadap penerima fidusia dalam perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan. Dengan demikian, penelitian ini adalah baru pertama kali dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi, 19 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 20 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis. 21 Kerangka teoritis yang digunakan dalam menelaah perlindungan hukum terhadap penerima fidusia dalam perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan didasarkan pada teori John Rawls yang dikenal dengan teori Rawls bahwa Hukum sebagai Justice as Fair. 22 Dengan teori Rawls, 23 bagaimanapun juga, cara yang adil untuk mempersatukan berbagai kepentingan adalah dengan tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri. Teori Rawls, 24 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya yakni prinsip kebebasan dan prinsip fair. Dengan prinsip kebebasan bahwa setiap orang berhak 19
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 20 Ibid, hal. 16. 21 M. Solly Lubis, op. cit, hal. 80. 22 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Penerbit PT. Toko Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hal. 76. 23 Ibid., hal. 80. 24 Ibid., hal. 81. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya, dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat. Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Ketentuan ini merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti dalam hal pembiayaan/kredit. Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penerima fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit (kreditur) dan pihak pemberi fidusia sebagai pihak yang menerima kredit (debitur). Pihak kreditur penerima fidusia dalam kaitannya dengan tulisan ini adalah lembaga keuangan nonbank, yaitu suatu perusahaan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya bergerak dalam membiayai pembelian kendaraan bermotor secara kredit. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur pemberi fidusia adalah pihak yang membeli kendaraan bermotor dari distributor/showroom kendaraan bermotor tersebut melalui lembaga pembiayaan itu. Apabila berbicara mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian pokoknya, yang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan. Di samping itu, perjanjian pembiayaan dan/atau perjanjian fidusia tersebut dapat yang dibuat secara otentik maupun di bawah tangan, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1319 KUH Perdata, yang Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
menegaskan semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian terdapat di dalam buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya
dapat
dikesampingkan,
sehingga
hanya
berfungsi
mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu: 25 1. unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian; 2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian; 3. unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian. Pemahaman dari perjanjian pada umumnya yang diuraikan di atas, bahwa materi perjanjian pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami
25
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet.VII, Alumni, Bandung, 1985, hal. 20.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
dan menyusun mengenai perjanjian pembiayaan/kredit. Perjanjian pembiayaan/kredit tidak secara khusus diatur dalam KUH Perdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUH Perdata. Perjanjian pembiayaan/kredit dilandaskan oleh ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang. Menurut KUH Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. 26 Dalam hal perjanjian pembiayaan/kredit terjadi via dealer/showroom terlebih dahulu dibuat perjanjian kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan dealer/ showroom untuk mempermudah pembeli/konsumen dalam mengajukan atau mengurus kredit kendaraan bermotor. Di samping itu perbuatan perjanjian kerjasama tersebut juga dimaksud untuk mempermudah atau memperlancar hubungan bisnis antara dealer/showroom dan lembaga pembiayaan itu sendiri dengan baik. Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya. 27 Artinya, pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. 26
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alvabetha, Jakarta, 2005, hal. 96. Konsep harta kekayaan meliputi aspek ekonomi dan aspek hukum. Dari aspek ekonomi, harta kekayaan menitikberatkan pada nilai kegunaan sedangkan dari aspek hukum, harta kekayaan selain mempunyai nilai ekonomi juga merupakan benda modal yang dapat dialihkan kepada pihak lain karena ada peraturan hukumnya, lebih lanjut lihat Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 9-12. 27
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. 28 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain sebelum kewajibannya terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis. Benda yang dijadikan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik. 29 Berbeda halnya dengan objek fidusia, benda jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan hak tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik pemegang hak 28
R. Subekti, op.cit, hal. 27. Rumusan pengertian benda dalam Pasal 1 angka 4 UUJF. Bandingkan dengan Pasal 1131 KUH Perdata. 29
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
atas tanah tersebut. 30 Secara teoretis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan atas tanah saja, sedangkan benda-benda yang ada di atasnya bukan merupakan benda bagian dari tanah melainkan benda yang memiliki status hukum tersendiri. 31 Ini berarti, UUHT pada prinsipnya menganut asas pemisahan horizontal. 32 Pengecualian atas asas tersebut hanya dimungkinkan apabila bangunan/rumah yang ada di atas tanah tersebut adalah kepunyaan dari pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukum pun dapat dibenarkan bahwa asas itu memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum tanah yang dianut UUPA, antara tanah dan bangunan/rumah yang ada di atasnya adalah terpisah satu sama lain. Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya sertipikat jaminan fidusia. 33 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke karakter). Oleh karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna mulai dari tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya. Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 UUJF yang berbunyi sebagai berikut: 30
Pasal 4 jo. Penjelasan Umum angka 6 UUHT. Pasal 15 UUHT. 32 UUHT adalah amanat UUPA yang didasarkan kepada hukum adat. 33 Pasal 14 UUJF. 31
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. (2) Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh Kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia. Jadi pengalihan perjanjian pokok dalam mana diatur hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia, mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. Selanjutnya kreditur baru harus mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 UUJF, bunyinya hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya, yaitu bersifat acessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang manjadi objek jaminan fidusia. 34 Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian pembiayaan/ kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh KUH Perdata.
34
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 290. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata sepakat mengenai kredit antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit/pembiayaan dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian pembiayaan/kredit. 35 Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUH Perdata. 36 Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa dalam hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. 37 Penjelasan di atas memberikan pemahaman, kalau interaksi atau hubungan yang dilakukan oleh orang yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan hubungan hukum yang menciptakan hak dan
35
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 182-183. 36 Pasal 1320 KUH Perdata 37 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 42. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
kewajiban di antara satu dengan atau terhadap lainnya.38 Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga orang atau anggota masyarakat merasa aman kepentingannya. Demikian juga halnya dalam perjanjian fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dalam pembiayaan konsumen kredit kendaraan bermotor. 2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 39 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 40 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut: a. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan, bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 41
38
Gr. Van der Burght, (ed. Wila Chandra Wila Supriadi), Buku tentang Perikatan dalam Teori dan Yurisprundensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 1 mengatakan “perikatan adalah suatu hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu, sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”. 39 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 10. 40 Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 35. 41 Tan Kamello. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal. 33. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
b. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. 42 c. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 43 d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang. e. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang. f. Akta jaminan fidusia adalah akta di bawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 44 g. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
42
Pasal 1 angka 1 UUJF.
43
Bandingkan pengertian jaminan fidusia dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Dalam pasal ini, pembentuk undang‐undang mengidentifikasi bangunan merupakan benda tidak bergerak sebagai objek fidusia. Menurut penulis bangunan di atas tanah orang lain adalah benda bukan tanah. 44
Tan Kamelo, op. cit., hal. 32.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 45 h. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang. 46 i. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 47 j. Kreditur preferensi adalah kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak secara didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan. 48 k. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan terlindungi kepentingannya dalam masyarakat dari orang lain sehingga yang bersangkutan merasa aman.
45
Pasal 1 angka 11 Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998.
46
Bandingkan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 47 Bandingkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 48 Sutan Remy Syadeini, Hukum Jaminan dan Kepailitan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, 2000, hal. 7. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
G.
Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang berdasarkan data dan fakta objektif,
sehingga kebenaran data dapat dipertanggung-jawabkan secara normatif maupun empiris. Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder atau disebut juga penelitian kepustakaan. 49 Dalam melakukan penelitian ini, digunakan pendekatan yuridis-normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yuridis-normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumendokumen dan berbagai teori. 50 Kemudian dari semua data yang didapat, akan dianalisis secara kualitatif, yang bertujuan untuk mengungkapkan permasalahan dan pemahaman dari kebenaran data yang ada. Semua data, fakta dan keterangan-keterangan yang diperoleh berdasarkan langkah penelitian tersebut kemudian diolah dan dianalisis, serta dirangkumkan secara keseluruhan untuk dituangkan kedalam tesis ini. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis-normatif 51 yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan
49
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op. cit, hal. 10. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 11. 51 Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13. 50
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah dan dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas, serta data lainnya yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini mengenai tindakan lembaga pembiayaan dalam melaksanakan perjanjian jaminan fidusia. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, sebagai salah satu lembaga pembiayaan di Kota Medan, dan sebagai perbandingan juga dilakukan penelitian di PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang ada serta dibantu dengan data yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. 52 Dan data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. 53
52
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 121. 53 Ibid., hal. 122. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; 3) Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; 4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain: 1) Perjanjian yang dibuat antara lembaga pembiayaan dengan nasabahnya (debitur), akta jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia. 2) Buku-buku, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, serta penelitian lainnya yang berhubungan dengan tulisan ini. c. Bahan Hukum Tersier, meliputi: kamus hukum, kamus bahasa Inggris, dan kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah. 5. Alat Pengumpul Data Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Studi dokumen, dilakukan dengan menelaah semua literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yang dilakukan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
b. Studi lapangan, dilakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada para responden, yaitu: 1) Kepala Bagian PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, 2) Pimpinan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan. 3) Notaris di Kota Medan sebanyak 2 (dua) orang, yaitu: Notaris John H.M. Situmorang, S.H., dan Notaris Hotdin Simbolon, S.H., M.Kn. 4) Pengacara/Advocaat A. Madjid Hutagaol, S.H. 5) Nasabah/debitur PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan sebanyak 2 (dua) orang, yaitu: Nixon Simamora dan Veralina. 6. Analisis Data Analisis data terhadap data primer dan data sekunder mengenai pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan dan bagaimana perlindungan hukumnya bagi lembaga pembiayaan sebagai kreditur jika terjadi wanprestasi, yang dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaaan, pengelompokan, pengolahan dan kemudian dievaluasi sehingga diketahui validitasnya, lalu dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduksi, yaitu berpikir dari hal yang umum menuju hal yang lebih khusus, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum, sehingga analisis data diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMBAGA PEMBIAYAAN MELAKUKAN PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN
A.
Pengertian Jaminan Fidusia Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Beberapa ciri yang tampak dalam perumusan tersebut sebagaimana dikemukakan J. Satrio, antara lain: 54 a. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda; b. Atas dasar kepercayaan; c. Benda itu tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pengalihan hak milik adalah hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan, dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima jaminan. Pengertian atas dasar kepercayaan, tidak ada penjelasan resmi dalam UndangUndang Fidusia. Kata “kepercayaan” mempunyai arti bahwa pemberi jaminan percaya, bahwa penyerahan ”hak miliknya” tidak dimaksudkan untuk benar-benar menjadikan kreditur pemilik atas benda yang diserahkan kepadanya dan bahwa 54
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 159. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
nantinya kalau kewajiban perikatan pokok, untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi, maka benda jaminan akan kembali menjadi milik pemberi jaminan. Benda tetap dalam penguasaan pemilik benda, maksudnya adalah bahwa penyerahan itu dilaksanakan secara contitutum possesorium, yang artinya penyerahan “hak milik” dilakukan dengan janji, bahwa bendanya sendiri secara physic tetap dikuasai oleh pemberi jaminan. Jadi kata-kata “dalam penguasaan” diartikan tetap dipegang oleh pemberi jaminan. 55 Menurut V. Oven sebagaimana dikutip J. Satrio, yang diserahkan adalah hak yuridisnya atas benda tersebut. Dengan demikian hak pemanfaatan (hak untuk memanfaatkan benda jaminan) tetap ada pada pemberi jaminan. Dalam hal demikian maka hak milik yuridisnya ada pada kreditur penerima fidusia, sedang hak sosial ekonominya ada pada pemberi fidusia. 56 Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, dalam jaminan Fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Hal ini dikuatkan lagi dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) yang menyatakan bahwa setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji akan batal demi hukum. Dalam Pasal 1 UUJF dinyatakan, bahwa: Jamian Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam 55 56
Ibid., hal. 160. Ibid.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Objek Jaminan Fidusia (benda) telah diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 UUJF, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah sebagai berikut: 57 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum; dapat atas benda berwujud; dapat juga atas benda tidak berwujud termasuk piutang; benda bergerak; benda tidak bergerak yang tidak dapat dengan hak tanggungan; benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik; baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri; 8. dapat atas satu satuan atau jenis benda; 9. dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda; 10. termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia; 11. termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 12. benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia;
B.
Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pasal 4 UUJF dinyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian
ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Yang dimaksud prestasi di sini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. 57
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Baktii, Bandung, 2003, hal. 22-23.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia diatur pada Pasal 5 yang berbunyi: 58 (1) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia; (2) Terhadap pembuatan Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Akta Jaminan Fidusia haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 59 (1) haruslah berupa akta notaris; (2) haruslah dibuat dalam bahasa Indonesia; (3) harus berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: a. Identitas pihak pemberi fidusia: Nama lengkap, agama, tempat tinggal/tempat kedudukan, tempat lahir tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan; b. Identitas pihak penerima fidusia, yakni tentang dana seperti tersebut di atas; c. Haruslah dicantumkan hari, tanggal, dan jam pembuatan akta fidusia; d. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia; e. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yakni tentang identifikasi benda tersebut, dan surat bukti kepemilikan. Jika benda selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan (inventory) haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut; f. Berapa nilai penjaminannya; g. Berapa nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Mengacu Pasal 1870 KUH Perdata, bahwa Akta Notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya. Jadi, bentuk akta otentik dapat dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia.
58 59
Ibid., hal. 20. Ibid., hal. 21.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Munir Fuady, jika ada alat bukti Sertipikat Jaminan Fidusia dan sertipikat tersebut adalah sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harus ditolak. Para pihak tidak cukup misalnya hanya membuktikan adanya fidusia dengan hanya menunjukkan Akta Jaminan yang dibuat Notaris. Sebab menurut Pasal 14 ayat (3) UU Fidusia No. 42 Tahun 1999, maka dengan akta jaminan fidusia, lembaga fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia tersebut adalah pada saat didaftarkan di kantor Pendaftaran Fidusia. 60 Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 UUJF sebagai berikut: (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan; (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Pendaftaran jaminan fidusia itu, berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUJF adalah kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Jika kantor fidusia di tingkat II (kabupaten/kota) belum ada maka didaftarkan Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tingkat Propinsi. Pihak yang berhak mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia adalah penerima fidusia, kuasa ataupun wakilnya, dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat: a. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia; b. Tanggal nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia; c. Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia; d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan Fidusia; e. Nilai penjaminan; dan f. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 60
Ibid., hal. 34.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Tanggal pencatatan Jaminan Fidusia pada Buku daftar Fidusia adalah dianggap sebagai tanggal lahirnya jaminan Fidusia. Pada hari itu juga Kantor Pendaftaran Fidusia di Kanwil Kehakiman di Tingkat Provinsi (jika Kantor Fidusia di tingkat kabupaten/kota belum ada) mengeluarkan/menyerahkan Sertipikat Jaminan Fidusia kepada pemohon atau Penerima Fidusia. 61 Dalam sertipikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertipikat tersebut mempunyai eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya adalah sertipikat Jaminan Fidusia ini dapat langsung dieksekusi tanpa melalui proses persidangan dan pemeriksaan melalui Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. 62 Dalam hal terdapat kekeliruan penulisan dalam sertipikat Jaminan Fidusia yang telah diterima oleh pemohon, maka dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya sertipikat tersebut, pemohon wajib memberitahukan kepada kantor untuk diterbitkan sertipikat perbaikan. Penerbitan sertipikat perbaikan tersebut tidak dikenakan biaya. 63
61
Lihat, Pasal 4 PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. 62 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 142. 63 Pasal 5 PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pendaftaran jaminan fidusia ini sesuai dengan UUJF dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di seluruh Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, maka diberitahukan bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota propinsi di seluruh Indonesia telah dibentuk di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Azas Manusia Republik Indonesia dan berlaku efektif operasional sejak tanggal 1 April 2001, sehingga kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tidak boleh menerima lagi pendaftaran Jaminan Fidusia. Jadi, pendaftaran jaminan fidusia tidak lagi ke pusat tetapi sudah dapat dilaksanakan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI daerah masing-masing. Tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta, yang tata caranya adalah sebagai berikut: 1. Permohonan jaminan fidusia diajukan kepada Menteri; 2. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dikenakan biaya; 3. Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri; 4. Permohonan pendaftaran tersebut diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia melalui kantor oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan jaminan fidusia dengan dilengkapi pula: Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
a. Salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia, b. Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia, c. Bukti pembayaran biaya jaminan fidusia. 5. Pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia memeriksa kelengkapan persyaratan; 6. Dalam hal persyaratan tidak lengkap pejabat harus langsung mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon; 7. Dalam hal kelengkapan persyaratan sudah lengkap pejabat mencatat jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan; 8. Pada saat yang sama diterbitkan dan diserahkan sertipikat jaminan fidusia kepada pemohon. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehakiman, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Tabel 1. Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Pendaftaran dan Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia yang Berlaku pada Departemen Kehakiman Tahun 2000 No.
Jenis Penerimaan Bukan Pajak
1
Biaya pendaftaran jaminan Fidusia: a. Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) b. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam sertipikat Jaminan Fidusia Biaya permohonan penggantian sertipikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang: a. Untuk nilai penjamnan sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) b. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam sertipikat Jaminan Fidusia Biaya permohonan penggantian sertipikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang: a. Untuk nilai jaminan sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) b. Untuk nilai penerimaan di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
2
3
4
5
Satuan
Tarif
Per akta
Rp. 25.000,00
Per akta
Rp. 50.000,00
Per permohonan
Rp. 10.000,00
Per akta
Rp. 25.000,00
Per akta
Rp. 50.000,00
Per permohonan
Rp. 10.000,00
Per akta
Rp. 25.000,00
Per akta
Rp. 50.000,00
Sumber data: Lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Besar biaya pendaftaran dan pembuatan akta jaminan fidusia, ditentukan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Tahun 2000 No
Nilai Penjaminan
Besar Biaya
1
< Rp. 50.000.000,00
Paling banyak Rp. 50.000,00
2
> Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00
Rp. 100.000,00
3
> Rp. 100.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00
Rp. 200.000,00
4
> Rp. 250.000.000,00 s/d Rp. 500.000.000,00
Rp. 500.000,00
5
> Rp. 500.000.000,00 s/d Rp. 1.000.000.000,00
Rp. 1.000.000,00
6
> Rp. 1.000.000.000,00 s/d Rp. 2.500.000.000,00
Rp. 2.000.000,00
7
> Rp. 2.500.000.000,00 s/d Rp. 5.000.000.000,00
Rp. 3.000.000,00
8
> Rp. 5.000.000.000,00 s/d Rp. 10.000.000.000,00
Rp. 5.000.000,00
9
> Rp. 10.000.000.000,00
Rp. 7.500.000,00
Sumber data: Lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ketentuan pengikatan jaminan kebendaan sebagaimana yang diatur dalam UUJF di atas, mengakibatkan pengikatan jaminan fidusia harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang (Notaris) dan didaftarkan pada lembaga pendaftaran jaminan fidusia, pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM R.I di Ibukota propinsi masing-masing, yang dalam pelaksanaannya memakan waktu dan memerlukan biayabiaya.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
C.
Faktor-Faktor Penyebab Lembaga Pembiayaan Melakukan Perjanjian Fidusia yang Dibuat di Bawah Tangan Lembaga pembiayaan konsumen dalam melakukan pembiayaan dengan
pengikatan jaminan (kendaraan roda empat/mobil) yang ditawarkan kepada konsumen dilakukan dengan suatu perjanjian yang dibuat antara pihak lembaga pembiayaan dengan calon pembeli kendaraan bermotor, yang mana kendaraan bermotor itu dijadikan jaminan atas pembiayaan yang diberikan. Artinya, kendaraan bermotor tersebut merupakan jaminan dalam perjanjian pembiayaan tersebut. Adapun dokumen dan persyaratan yang perlu dipersiapkan oleh konsumen untuk melakukan permohonan pembiayaan adalah sebagai berikut: 64 1. Dokumen yang harus disiapkan konsumen terdiri dari: a. Fotocopy KTP (Pemohon & Penjamin); b. Fotocopy Kartu Keluarga (Pemohon & Penjamin)/Surat Nikah (bagi sudah menikah); c. Fotocopy Rekening Listrik/Telepon/Air; d. Fotocopy tabungan/slip gaji. 2. Persyaratan harus dipenuhi konsumen: a. Berkas yang telah diserahkan tidak dikembalikan kepada konsumen yang bersangkutan; b. Pihak perusahaan berhak menolak permohonan kredit tanpa memberitahukan alasan; 64
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
c. Uang muka termasuk asuransi kehilangan Kendaraan Bermotor; d. Bersedia disurvei oleh petugas survei. Apabila permohonan pembiayaan diterima, maka dilakukan perjanjian pembiayaan dan pengikatan jaminan. Dalam prakteknya, sebelum dilakukan perjanjian pembiayaan maka terlebih dahulu pihak perusahaan pembiayaan memberikan surat pemberitahuan bagi pemohon (Form Aplikasi, kertas berwarna hijau), yang berisikan tentang: cara pembayaran angsuran, penagihan, sanksi dan asuransi dalam perjanjian, yang juga ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu perusahaan dan konsumen. 65 Pengikatan jaminan yang dilakukan lembaga pembiayaan konsumen dengan konsumen adalah suatu bentuk jaminan fidusia, karena dalam hal ini walaupun kendaraan bermotor itu adalah sebagai jaminan pembiayaan yang diberikan pada lembaga pembiayaan tersebut, namun kendaraan bermotor tersebut (secara fisik) tetap dipegang atau dapat digunakan oleh konsumen yang menjaminkan sesuai dengan perjanjian. Pengikatan jaminan untuk benda bergerak (jaminan fidusia) diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Dalam Pasal 1 angka 1 dinyatakan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
65
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perjanjian jaminan fidusia sama seperti perjanjian penjaminan lainnya, yang merupakan perjanjian yang bersifat asesoir, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 UUJF, merupakan ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Dan perjanjian jaminan fidusia termasuk dalam perjanjian formil, karena berdasarkan Pasal 5 bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Kemudian dalam Pasal 11 ayat (1) dinyatakan akta tersebut wajib didaftarkan ke Kantor Fidusia, dan dikeluarkan Sertifikat Jaminan Fidusia. Hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian yang menyelenggarakan pembiayaan kendaraan roda empat/mobil bagi konsumen menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi kendaraan roda empat yang dijadikan jaminan tersebut. Dimana pihak perusahaan menyediakan kendaraan roda empat yang diminta oleh konsumen
kemudian
diatasnamakan
konsumen
sebagai
debitur
(penerima
kredit/pinjaman), dan sebaliknya konsumen (debitur) menyerahkan kepada lembaga pembiayaan yang dijadikan objek penelitian (kreditur) kendaraan itu sebagai jaminan secara fidusia. Dengan kata lain, konsumen sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada lembaga pembiayaan sebagai penerima fidusia, atas dasar kedua belah pihak sama-sama sepakat menggunakan jaminan fidusia terhadap benda milik konsumen (debitur). Oleh karena itu dalam perjanjian pembiayaan Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
tersebut dibuat dengan judul “Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia”, kemudian juga di dalam perjanjian dicantumkan katakata: 66 “Bahwa Kedua belah pihak setuju untuk membuat Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia, (selanjutnya disebut “Perjanjian”) berupa pembiayaan Konsumen (Financing/Refinancing) 1 (satu) unit Kendaraan Bermotor (untuk selanjutnya disebut “Kendaraan) dengan spesifikasi sebagai berikut:…” Perjanjian
pembiayaan
konsumen
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
pembiayaan yang dijadikan objek penelitian, secara tegas menyatakan perjanjian pembiayaan itu dengan pengikatan jaminan fidusia. Akan tetapi, lembaga pembiayaan ini dalam membuat perjanjian jaminan fidusia tersebut dibuat tidak dalam akta Notaris, tetapi hanya ditandatangani oleh para pihak dalam perjanjian, dan juga tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertipikat fidusia. Hal ini terlihat dari jumlah penjualan dan pengikatan jaminan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian dengan konsumen mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 di Kota Medan pada tabel berikut ini:
66
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Tabel 3. Jumlah Penjualan dan Jenis Pengikatan Jaminan yang Dilakukan PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan Tahun 2006 s/d 2008 No 1.
Lembaga Pembiayaan dan Jenis Pengikatan
2006
2007
2008
-
-
-
602
726
788
602
726
788
-
-
-
586
708
756
586
708
756
PT. Olympindo Multi Finance Cab. Medan: a. Akta Notaris b. Tidak dalam Akta Notaris Jumlah
2.
Jumlah Penjualan/ Tahun
PT. Orix Indonesia Finance Cab. Medan: a. Akta Notaris b. Tidak dalam Akta Notaris Jumlah
Sumber: Data diolah dari Perusahaan Pembiayaan yang dijadikan objek penelitian Tahun 2009.
Pengikatan jaminan yang dilakukan perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 dalam tabel di atas, terlihat bahwa semua perjanjian pengikatan jaminan atas pembiayaan kendaraan bermotor roda empat itu dilakukan tidak dalam akta Notaris (akta di bawah tangan). Dengan demikian perjanjian jaminan fidusia yang dilakukan lembaga pembiayaan tersebut dengan konsumen adalah merupakan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan. Undang-undang jaminan fidusia menghendaki agar perjanjian jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris dan didaftarkan, maka jaminan fidusia yang dilakukan secara di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta yang dibuat di hadapan Notaris adalah akta otentik yang Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikkan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti yang kuat. Perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan yang tidak dibuat dengan akta notaris dan tidak didaftarkan untuk memperoleh sertipikat jaminan fidusia dapat menimbulkan akibat hukum yang komplek dan berisiko. Kreditur dalam melakukan hak eksekusinya akan dianggap sepihak dan kesewenang-wenangan dari kreditur, dan juga mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia dalam perjanjian pembiayaan di atas juga belum penuh (lunas) sesuai dengan nilai barang atau sebaliknya debitur (konsumen) sudah melaksanakan kewajibannya sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa di atas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian lagi milik kreditur. Jadi, perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan memberikan akibat hukum kepada perjanjian itu sebagai perjanjian jaminan yang bukan sebagai akta otentik. Namun dalam kenyataannya perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan, melakukan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan. Adapun faktor penyebab perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan melakukan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat secara di bawah tangan adalah:
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
1. Mengurangi Konsumen
besarnya
Biaya
Administrasi
yang
harus
dikeluarkan
Pengikatan jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF, harus dilakukan dengan akta notaris dan didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, yang dalam melakukan pembuatan akta dan pendaftaran tersebut maka diperlukan biaya-biaya yang harus ditanggung sendiri oleh konsumen, sehingga hal ini sangat memberatkan bagi konsumen. Menurut responden dari PT. Orix Indonesia Cabang Medan, biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen/debitur dalam pengambilan kredit dengan jaminan fidusia meliputi biaya administrasi pada perusahaan, biaya pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia belum termasuk premi asuransi, sedangkan untuk pengambilan kredit dengan jaminan biasa (bukan jaminan fidusia) hanya meliputi biaya administrasi dan premi asuransi (lebih murah biayanya jika dibandingkan dengan Jaminan Fidusia) tanpa ada biaya pembuatan akta maupun biaya pendaftaran Jaminan Fidusia. Di mana sering terjadi biaya-biaya ini akan mengurangi besarnya kredit pinjaman yang diterima konsumen atau calon debitur. Sehingga hal ini menyebabkan pada perusahaan pembiayaan dilakukan pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan. 67 Oleh karena itu lembaga pembiayaan membuat perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan adalah bertujuan membantu nasabah menekan biaya. Karena, biaya yang mahal akan memberatkan
67
Wawancara dengan Bapak Hansen Oei, Branch Manager PT. Orix Indonesia Cabang Medan, tanggal 22 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
nasabah sehingga akan berpengaruh pada keinginan nasabah untuk tidak mengambil kredit lagi di kemudian hari. 2. Persaingan bisnis pada Perusahaan Pembiayaan Konsumen Penerapan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang mana selain biaya yang mahal juga memerlukan persyaratan-persyaratan yang rumit dan perlu waktu yang lama. Kebanyakan para nasabah menginginkan waktu yang cepat untuk proses administrasi sehingga kredit segera dapat dicairkan, sehingga dengan proses yang mudah dan biaya yang rendah tersebut maka lembaga pembiayaan konsumen tidak kehilangan konsumennya, karena konsumen akan memilih pada lembaga pembiayaan konsumen yang prosesnya lebih mudah dan biayanya murah. Hal ini juga dibenarkan kedua konsumen/debitur PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan yang dijadikan responden, dengan menyatakan bahwa dalam melakukan permohonan pembiayaan (kredit) kendaraan bermotor pada lembaga pembiayaan tersebut tidak dikenakan biaya yang mahal dan prosesnya cepat. 68 Perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan biayanya relatif murah karena tidak mengeluarkan biaya untuk pembuatan di hadapan Notaris dan pendaftaran, namun demikian seharusnya perusahaan pembiayaan harus melakukan pengikatan pembiayaan secara akta notaris dan didaftarkan, karena perjanjian di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna, 68
Wawancara dengan Nixon Simamora dan Veralina, selaku Debitur pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 3 dan tanggal 4 Mei 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
sehingga untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diwaarmeking ke hadapan notaris atau penetapan pengadilan oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti yang kuat, yang akhirnya juga harus mengeluarkan biaya. 69 3. Jumlah kredit kecil dan jangka waktu kredit relatif pendek Perusahaan pembiayaan konsumen pada umumnya menyalurkan pembiayaan (kredit) adalah dengan maksud konsumen/debitur untuk membeli kendaraan bermotor dengan bantuan pembiayaan dari lembaga pembiayaan konsumen, dan debitur setuju untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan tersebut secara fidusia kepada lembaga pembiayaan konsumen (kreditur) yang jumlah pembiayaannya relatif kecil. Apabila nilai pinjamannya kecil dan jangka waktu kreditnya relatif pendek, kurang lebih sekitar satu tahun dengan persyaratan dan mekanisme perjanjian jaminan fidusia sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dirasa tidak efektif, karena kemungkinan resiko terjadi cidera janji adalah kecil, sehingga tidak sebanding dengan pengeluaran biaya-biaya pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran fidusia tersebut. 70 Biaya yang tidak sebanding sebagaimana dikemukakan di atas, memang dapat diterima, namun alasan mengenai risiko terjadi cidera janji itu bukan karena besar atau kecilnya kredit yang diberikan, karena dalam perjanjian pembiayaan sering terjadi adanya tunggakan pembayaran bahkan sampai macet, yang akhirnya dilakukan 69
Wawancara dengan Bapak John H.M. Situmorang, S.H., selaku Notaris di Kota Medan, tanggal 21 April 2009 di Medan. 70 Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
penarikan terhadap kendaraan yang dijadikan jaminan fidusia tersebut oleh perusahaan pembiayaan. Undang-undang menginginkan pengikatan jaminan fidusia harus dilakukan secara akta notaris dan didaftarkan, namun dari pembahasan di atas diketahui, perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian melakukan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan karena faktor-faktor sebagai berikut: 1. Untuk membantu nasabah menekan biaya (efisiensi); 2. Persaingan Bisnis; 3. Kreditnya kecil dan jangka waktu kredit relatif pendek.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB III KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN
A.
Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeenkomst dalam bahasa Belanda. Kata overeenkomst tersebut lazimnya diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sama artinya dengan perjanjian. Akan tetapi, adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. 71 Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan, yang dilakukan oleh subjek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari
71
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985,
hal. 97. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, yang mengatakan bahwa “perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”. 72 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 73 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 74 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum di mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. 75 Pendapat-pendapat di atas, memberikan pengertian pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas pada Pasal 1313 KUH Perdata, ternyata mendapat kritik dari para sarjana hukum karena masih mengandung
72
Ibid., hal. 97-98. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36. 74 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, 73
hal. 49. 75
Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia, op. cit., hal. 1.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
kelemahan-kelemahan. Sehingga di dalam prakteknya menimbulkan berbagai keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat kurang lengkap, namun di lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang perjanjian menurut KUH Perdata tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Pengertian perjanjian tersebut mengandung unsur-unsur (hukum bisnis): 76 1. Ada perbuatan hukum, perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama 1 orang atau lebih dan merupakan dua perbuatan hukum yang masing-masing bersifat tunggal; 2. Ada persesuaian kehendak dari beberapa orang; 3. Persesuaian kehendak itu harus dinyatakan; 4. Persesuaian kehendak yang sesuai itu harus saling tergantung satu sama lain; 5. Kehendak itu diajukan untuk menimbulkan suatu akibat hukum untuk kepeningan pihak yang satu atas beban pihak yang lain atau bertimbal balik. 2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus memenuhi 4 syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu; d. Adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subjek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subjektif. Syarat ketiga dan keempat
76
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 20.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
adalah syarat yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian oleh karena itu disebut syarat objektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut: a. Kata sepakat Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak kesatu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjar dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai UndangUndang bagi mereka yang membuatnya. 77 KUH Perdata tidak menjelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Subekti, 78 yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang
77 78
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992, hal. 4. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 23-24.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak. b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak) Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian: 1) Orang yang belum dewasa; 2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian; dan 3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-Undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuanpersetujuan tertentu.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin”. Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. 79 Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah. Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur untuk kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertentu) maka usia yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah mendasarkan Pasal 1330 KUH Perdata. c. Adanya suatu hal tertentu Pengertian adanya suatu hal tertentu, dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
79
Lihat, Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 78. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal Pengertian adanya sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, 80 sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat subjektif dan syarat objektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subjektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa
80
Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 319. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null and void. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif mengakibatkan suatu perjanjian batal demi hukum. 3. Asas-Asas Perjanjian Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian, yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta sunt-servanda. Di samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas kepribadian. a. Asas kebebasan berkontrak Asas ini disebut juga sebagai asas otonomi para pihak (partij autonomie). Asas ini terkandung dalam perkataan “persetujuan”, dari perkataan tersebut dapat diketahui bahwa: 1) Semua orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian; 2) Semua orang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun juga; 3) Semua orang bebas untuk menentukan sendiri isi dan syarat-syarat perjanjian; Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
4) Semua orang bebas untuk menentukan bentuk perjanjian; 5) Semua orang bebas untuk menentukan pada hukum mana perjanjian yang dibuat itu akan ditundukkan. Asas kebebasan berkontrak ini ada pembatasannya yaitu: Pasal 1337 KUH Perdata yang intinya adalah perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. Bahkan sekarang ini perkembangannya pembatasan tersebut berkembang lebih luas lagi, yakni bahwa di dalam perkembangannya
asas
kebebasan
berkontrak
itu
mengalami
pembatasan-
pembatasan, yaitu: 81 (1) Tidak boleh bertentangan dengan moral, kebiasaan dan ketertiban umum; (2) Dibatasi oleh terbentuknya badan-badan usaha yang dalam kehidupan perekonomian dewasa ini memegang peranan yang lebih penting daripada individu, sehingga kebebasan individu kadang-kala terdesak; (3) Adanya campur tangan penguasa yang bertindak sebagai pelindung terhadap pihak yang ekonominya lebih lemah; (4) Adanya usaha untuk memberantas perjanjian-perjanjian yang tidak memenuhi rasa keadilan. b. Asas konsensualisme Asas ini tercantum dalam perkataan “persetujuan yang dibuat secara sah” dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Pasal ini erat hubungannya dengan ketentuan Pasal 1370 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian yang pertama, yaitu sepakat dari mereka yang mengikatkan diri. Menurut J. Satrio, perjanjian yang telah terbentuk dengan tercapainya kata sepakat (consensus) di antara para pihak. Perjanjian ini tidak memerlukan formalitas lain lagi sehingga dikatakan juga perjanjian ini sebagai perjanjian bebas bentuk. Jika 81
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 9-10.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
perjanjian ini dituangkan dalam bentuk tertulis, maka tulisan itu hanya merupakan alat bukti saja dan bukan syarat untuk terjadinya perjanjian. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian konsensuil. Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara tertulis atau dengan akta Notaris, akan tetapi hal ini ada pengecualiannya yaitu undang-undang menetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian karena adanya ancaman batal apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata, seperti perjanjian hibah harus dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus secara tertulis. Perjanjian yang ditetapkan dengan suatu formalitas tertentu tersebut dengan perjanjian formil. c. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang. Dari kalimat ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya “hakim” untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut. Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum. Asas ini dapat dipertahankan sepenuhnya dalam hal: (1) Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang; (2) Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
d. Asas itikad baik Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi debitur maupun bagi kreditur. Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam hukum benda (pengertian subjektif) maupun dalam hukum perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) (pengertian objektif). 82 Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih. Seorang pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak mengetahui tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang dibelinya, dalam arti cacat mengenai asal-usulnya. Sedangkan pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata adalah bahwa dalam pelaksanaan perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata juga memberikan kekuasaan pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan. e. Asas kepribadian Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana yang terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
82
Subekti, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hal. 42.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pasal 1315 menyebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317. Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain, maka asas ini dinamakan asas kepribadian. 4. Jenis-jenis Perjanjian Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, di mana peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk perjanjian itu: 1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. 2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undangundang bagi masing-masing pihak.83 Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam, yaitu: a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang; b. Perikatan untuk berbuat sesuatu; c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. 5. Hapusnya Suatu Perjanjian
83
R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1978,
hal. 10. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Ketentuan tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian diatur pada titel ke-4 dalam Buku III KUH Perdata. Hapusnya persetujuan berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapus seluruh perjanjian, tetapi belum tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapus persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan pelaksanaan, sebab ini berarti bahwa pelaksanaan persetujuan telah dipenuhi debitur. Cara-cara penghapusan perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata, yaitu: a.
Pembayaran;
b.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c.
Pembaharuan hutang atau novasi;
d.
Perjumpaan hutang atau kompensasi;
e.
Percampuran hutang;
f.
Penghapusan hutang;
g.
Musnahnya barang yang menjadi hutang;
h.
Lampau waktu (daluwarsa).
Bab III Bab IV KUH Perdata mengatur berbagai cara tentang hapusnya suatu perikatan, baik perikatan itu bersumber dari perjanjian maupun dari undangundang. 84
B.
Perjanjian Jaminan Fidusia Secara di Bawah Tangan
84
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1996, hal. 155. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir atau perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya (perjanjian kredit). Jadi terjadinya perjanjian fidusia itu didahului adanya perjanjian kredit. Selain adanya perjanjian kredit atau pengakuan hutang tersebut, hal-hal yang penting diketahui oleh kreditur dalam hal terjadinya fidusia adalah: 85 a) Perjanjian konsensuil Di antara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) mengadakan perjanjian yang isinya bahwa pemberi fidusia/debitur meminjam sejumlah uang dan berjanji ia akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia sebagai jaminan kepada kreditur/penerima fidusia. b) Perjanjian kebendaan Di antara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) mengadakan perjanjian penyerahan benda/barang fidusia secara constitum possessorium. Penyerahan mana dilakukan oleh pemberi fidusia/debitur kepada penerima fidusia/kreditur. Penyerahan secara constitum possessorium berarti barang jaminan kredit atau barang fidusia tetap berada dalam kekuasaan debitar ini berarti berlawanan dengan penyerahan nyata dalam gadai. c) Perjanjian pinjam pakai
85
Mariam Darus Badrulzaman, dalam H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 279. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Di antara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) mengadakan perjanjian pinjam pakai. Pinjam pakai ini adalah konsekuensi logis dari penyerahan secara constitum possessorium, yang mana pada penyerahan tersebut yang diserahkan adalah hak miliknya sehingga hak milik atas: barang jaminan tersebut tetah berpindah kepada kreditur/bank. Dengan demikian, penguasaan/ penggunaan oleh debitur terhadap barang tersebut adalah karena pinjam pakai. 86 Mengenai perpindahan atau pengalihan hak milik dimaksud haruslah tetap mengacu pada sistem hukum jaminan yang berlaku, yaitu bahwa hak penerima jaminan atau kreditur/tidak dibenarkan menjadi pemilik yang penuh atas barang tersebut. Artinya, kewenangan kreditur hanyalah kewenangan yang berhak atas barang jaminan. Sebagai bukti dan konsekuensi logis mengenai hal ini adalah bahwa kreditur hanya berhak menjual barang-barang jaminan di muka umum, di
mana
hasil
penjualannya
dipergunakan
untuk
membayar
hutang
debitur/pemberi fidusia. 87 Para pihak dalam perjanjian tentulah antara pemberi fidusia atau debitur dan penerima fidusia atau kreditur (bank atau lembaga pembiayaan). Adapun hak dan kewajiban para pihak tersebut, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut: 88 a) Hak dan kewajiban pemberi fidusia
86
Ibid., hal. 280. Ibid. 88 Ibid., hal. 280-282. 87
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Hak dari pemberi fidusia adalah: 1) Berhak menguasai barang jaminan yang difidusiakan, untuk menunjang kelanjutan usahanya, bahkan memperjualbelikan jika itu adalah stok barang dagangan. 2) Berhak meminta/menerima sisa hasil penjualan barang jaminan yang difidusiakan setelah dikurangi dengan pembayaran pelunasan hutanghutangnya. 3) Berhak meminta kembali hak milik yang telah diserahkannya kepada penerima fidusia/kreditur/bank apabila hutangnya telah dibayar lunas. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pemberi fidusia adalah: 1) Berkewajiban memelihara dan menjaga keselamatan barang jaminan yang difidusiakan, termasuk dengan cara mengasuransikannya. 2) Berkewajiban melaporkan keadaan barang jaminan yang difidusiakan, utamanya untuk barang yang diper dagangkan atau stok barang dagangan. 3) Berkewajiban membayar seluruh hutang sampai lunas, terutama dari hasil penjualan barang jaminan yang difidusiakan apabila ia wanprestasi. b) Hak dan kewajiban penerima fidusia Hak penerima fidusia adalah: 1) Berhak mengawasi barang jaminan yang difidusiakan, sebagaimana hak yang telah diberikan kepadanya sebagai pemilik atas barang jaminan tersebut. 2) Berhak menjual barang jaminan (di muka umum) jika debitur/pemberi fidusia wanprestasi, sebagaimana hak yang diberikan oleh sistem hukum jaminan.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
3) Berhak mengambil pelunasan dari hasil penjualan atas barang jaminan yang difidusiakan jika debitur/pemberi fidusia wanprestasi. Sedangkan yang menjadi kewajiban pemberi fidusia adalah: 1) Berkewajiban memberikan kekuasaan kepada pemberi fidusia/debitur atas barang jaminan yang difidusiakan penyerahan mana dilakukan secara pinjam pakai. 2) Berkewajiban menyerahkan kelebihan dari harga hasil penjuatan atas barang jaminan setelah dikurangi hutang debitur/pemberi fidusia. 3) Berkewajiban menyerahkan kembali hak milik atas barang jaminan yang difidusiakan kepada pemberi fidusia/debitur, apabila hutangnya telah dibayar lunas. Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya, yaitu bersifat accesoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang mendahuluinya. Fidusia sebagai perjanjian assessoir, dijelaskan Munir Fuady sebagai berikut: 89 Sebagaimana perjanjian jaminan hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotek atau hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian yang assessoir (perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assessoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini yang merupakan perjanjian pokok adalah hutang piutang. Karena itu konsekuensi dari perjanjian assessoir ini adalah jika perjanjikan pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian assessoir juga ikut menjadi batal.
89
Munir Fuady, op. cit., hal. 19.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, sebagai suatu perjanjian assessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut: 90 1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok; 2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok; 3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. Semua perjanjian pengikatan jaminan bersifat accesoir artinya perjanjian pengikatan jaminan eksistensinya atau keberadaannya tergantung perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang. Perjanjian pengikatan jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi tergantung pada perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sehingga perjanjian kredit harus dibuat lebih dahulu baru kemudian perjanjian pengikatan jaminan. Dengan demikian kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir mempunyai akibat hukum, yaitu: 91 a. b. c. d.
Eksistensinya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit) Hapusnya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit) Jika perjanjian pokok batal, perjanjian jaminan ikut batal. Jika perjanjian pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut beralih juga perjanjian jaminan tanpa adanya penyerahan khusus.
Jadi, jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir karena sebab lain maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Jika perjanjian kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan jaminan ikut batal juga.
90 91
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 124-125. Sutarno, op. cit., hal. 143.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Sebaliknya jika perjanjian pengikatan jaminan cacat dan batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok tidak batal. Debitur tetap harus melunasi hutangnya sesuai perjanjian kredit. 92 Dalam hukum perjanjian adanya suatu persetujuan (kesepakatan) adalah merupakan sesuatu hal yang mutlak, yang dikenal dengan asas konsensualitas. Asas konsensualitas yang terdapat dalam hukum perjanjian KUH Perdata berasal dari kata “konsensus” berarti sepakat. Dengan kesepakatan, dimaksudkan bahwa di antara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu kehendak, artinya: apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga dikehendaki pihak yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan setuju ataupun bersamasama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan tertulis sebagai bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas pernyataan tertulis itu. 93 Asas konsensualitas yang dianut dalam KUH Perdata itu ada juga kekecualiannya, yaitu terhadap perjanjian-perjanjian yang oleh undang-undang itu sendiri mengharuskan adanya suatu formalitas ataupun perbuatan yang nyata setelah dipenuhinya asas kesepakatan tersebut. Pelanggaran (tidak diturutinya) terhadap ketentuan formalitas yang telah ditentukan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian-perjanjian inilah yang dinamakan perjanjian “formal” atau pula yang dinamakan perjanjian-perjanjian “riil”. 94 Perjanjian Jaminan Fidusia adalah termasuk dalam perjanjian formil, karena berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Bahkan akta tersebut wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan kemudian baru dikeluarkanlah Sertipikat Jaminan Fidusia. 92 93
Ibid., hal. 143-144. R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, cetakan I, Alumni, Bandung, 1976,
hal. 13. 94
R. Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan VIII, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 4.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Ketentuan undang-undang di atas, mewajibkan bagi para pihak dalam melakukan perjanjian pengikatan jaminan fidusia harus dengan akta notaris. Sehingga suatu perjanjian jaminan fidusia yang dibuat tidak dengan akta notaris bukanlah sebagai akta jaminan fidusia memenuhi syarat dalam UUJF tersebut. Tetapi hanya sebagai akta perjanjian biasa atau akta di bawah tangan. Pengertian akta di bawah tangan adalah surat yang sengaja dibuat oleh orangorang oleh pihak-pihak sendiri tidak dibuat di hadapan yang berwenang, untuk dijadikan alat bukti. 95 Selain itu, dalam Pasal 1869 BW ditentukan adanya batasan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena: 96 a. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan; atau b. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan; atau c. Cacat dalam bentuknya. Meskipun demikian, akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Suatu hukum kebendaan mempunyai satu sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak 95
Kohar A., Notaris dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal. 34. Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris, Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, cetakan pertama, 2008, hal. 94-95. 96
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (1) “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka para pihak-pihak yang membuatnya seperti suatu undangundang. Akan tetapi, mengenai sah tidaknya suatu perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kata sepakat, cakap untuk membuat perjanjian (bertindak), adanya suatu hal tertentu, syarat adanya suatu sebab/kausa yang halal. 97 Jadi walaupun dalam perjanjian pengikatan jaminan fidusia telah dipenuhi adanya kata sepakat dari para pihak yang layak dalam berperjanjian, adanya objek yang diperjanjikan tetapi juga harus dipenuhi adanya sebab yang halal, yaitu suatu ketentuan undang-undang seperti ketentuan UUJF bahwa pengikatan jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta notaris. Oleh karena itu akta jaminan fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris ini yang dimaksudkan dengan akta jaminan fidusia secara di bawah tangan.
C. Kedudukan Hukum Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan Perjanjian jaminan fidusia yang dilakukan lembaga pembiayaan konsumen dengan masyarakat yang menjadi konsumen dalam pembiayaan itu dilakukan atas dasar persetujuan atau kesepakatan dari kedua belah pihak untuk melakukan perjanjian dengan melakukan penandatangan perjanjian jaminan yang dibuat. 97
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata..., op. Cit, hal. 113.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan, dalam proses pembiayaan tersebut membuat suatu perjanjian pembiayaan dengan adanya jaminan terhadap hak milik barang bergerak (kendaraan bermotor) yang dibeli konsumen. Perjanjian pengikatan jaminan tersebut berjudul “Perjanjian Pembiayaan dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fiducia”. 98 Perjanjian pembiayaan yang dilakukan perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian sejauhmana memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, dapat dijelaskan berikut ini: Pertama, adanya kata sepakat dari mereka melakukan perjanjian. Selanjutnya, pemberian kata sepakat yang sah apabila pemberian kata sepakat tidak diberikan karena kekhilafan atau paksaan dan penipuan dengan kata lain kesepakatan terjadi secara bebas, tidak ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. 99 Demikian juga halnya dalam perjanjian PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dengan konsumen, pada Bagian 2 angka 3 Perjanjian, “kedua belah pihak telah sepakat untuk tunduk dan patuh kepada seluruh syarat perjanjian”. Kedua, cakap untuk membuat perjanjian (bertindak), 100 dari naskah perjanjian lembaga pembiayaan tersebut dapat diketahui bahwa yang membuat perjanjian sudah dewasa (karena sudah berkeluarga) terlihat dari pernyataan dalam perjanjian yang dinyatakan “dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, dan dalam 98
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. 99 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa Yakarta, 1996, hal. 23. lihat juga Pasal 1321 KUH Perdata, 100 Pasal 1329 dan Pasal 1330 KUH Perdata. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
melakukan tindakan hukum di bawah ini telah mendapat persetujuan isteri/suami” (Bagian 2 angka 2 Perjanjian). Jadi, sudah cakap untuk bertindak, mempunyai cukup kemampuan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Ketiga, adanya suatu hal tertentu, adapun yang dimaksud adalah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi dapat berupa 3 hal, yaitu untuk menyerahkan/memberikan sesuatu, untuk melakukan suatu perbuatan tertentu atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu. 101 Hal ini terlihat Bagian 2 Perjanjian, yang dinyatakan “bahwa sehubungan dengan maksud debitur untuk membeli kendaraan bermotor dengan bantuan pembiayaan dari kreditur, maka kreditur dan debitur setuju untuk mengadakan Perjanjian Pembiayaan dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia…” Keempat, syarat adanya suatu sebab/kausa yang halal. Yaitu tujuan bersama yang hendak dicapai atau isi perjanjian, sebagaimana lebih lanjut berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam perjanjian tersebut memang tidak berisi hal-hal yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, akan tetapi perjanjian pembiayaan dengan jaminan kendaraan bermotor (fidusia) yang dilakukan perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian dengan konsumen/debitur tersebut tidak dibuat dalam akta notaris sebagai Akta Jaminan Fidusia dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran 101
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata…, op. cit., hal. 12-13.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Fidusia, sehingga hal ini bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 12 UUJF, yang mensyaratkan perjanjian itu dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan juga disyaratkan, benda yang dibebani dengan jaminan wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Perjanjian fidusia yang dibuat perusahaan pembiayaan dengan konsumen yang dikemukakan di atas, hanya memenuhi hanya memenuhi tiga syarat dari empat syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, karena perjanjian fidusia itu tidak dibuat dengan akta notaris yang diharuskan undang-undang, sehingga perjanjian fidusia itu tidak memenuhi syarat adanya suatu sebab atau kausa yang halal. Syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata di atas merupakan syarat-syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian itu dianggap sah. Walaupun dengan adanya kata sepakat atau kesesuaian di antara para pihak dalam perjanjian itu, namun dengan pembuatan perjanjian jaminan fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris dan tidak didaftarkan, maka jaminan fidusia itu telah melanggar ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), yang mensyaratkan suatu perjanjian jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta Notaris, dan ketentuan Pasal 11 dan 12 yang mensyaratkan benda bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib pula didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Jadi perjanjian itu hanya sebagai perjanjian jaminan fidusia di bawah tangan. Dengan
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
demikian lembaga pembiayaan tersebut tidak dapat disebut sebagai penerima fidusia. 102 Kedudukan perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian bukanlah sebagai penerima jaminan juga dibenarkan oleh responden dengan menyatakan di dalam perjanjian tersebut telah memenuhi adanya kata sepakat di antara para pihak yang dapat dibuktikan dengan adanya tanda tangan dari para pihak. Selain daripada itu, para pihak juga sudah cakap untuk bertindak atau membuat perjanjian, hal mana juga dapat dilihat bahwa mereka telah memenuhi syarat umur untuk bertindak atau telah berstatus menikah, di samping itu juga terdapat adanya sesuatu hal yang diperjanjikan yaitu perjanjian tentang pembiayaan pembelian kendaraan bermotor secara cicilan yang dijadikan jaminan dalam perjanjian itu. Akan tetapi, perjanjian itu dibuat secara di bawah tangan, artinya tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu dan tanpa adanya pendaftaran atas jaminan fidusia tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia, Memang perjanjian tersebut tidaklah menjadi batal tetapi hanya sebagai perjanjian biasa yang berkekuatan tidak sebagai alat bukti yang sempurna. 103 Kedudukan hukum perjanjian jaminan fidusia yang dilakukan secara di bawah tangan bukanlah sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan eksekutorial sesuai Pasal 29 ayat (1) huruf a UUJF, dan dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia itu, maka perusahaan finance tidak mempunyai hak preferent atas barang jaminan sesuai ketentuan UUJF berikut ini: Pasal 27 ayat (1) UUJF menentukan penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Di mana hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hak yang didahulukan dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 27 ayat (2)). Kemudian juga hak yang didahulukan dari 102
Wawancara dengan Bapak Hotdin Simbolon, S.H., selaku Notaris di Kota Medan, tanggal 23 April 2009 di Medan. 103 Wawancara dengan Bapak A. Madjid Hutagaol, S.H., selaku Pengacara/Advocaat di Kota Medan, tanggal 21 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia (Pasal 27 ayat (3)). Ketentuan dalam di atas berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalam undang-undang tentang kepailitan 104 menentukan bahwa benda yang menjadi objek jaminan fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi. 105 Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 UUJF, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (Pasal 28). Dengan demikian perusahaan pembiayaan yang membuat perjanjian fidusia secara di bawah tangan tidak berkedudukan sebagai kreditur yang didahulukan dari kreditur-kreditur lain untuk mengeksekusi barang jaminan fidusia dalam rangka pelunasan atau pembayaran hutang debitur.
104
Kepailitan Perseroan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 105 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 65-66. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN, JIKA TERJADI WANPRESTASI
A.
Akta Otentik (Akta Notaris) Pengertian akte atau akta sebagaimana dikemukakan Kohar, “Akte adalah
suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti tentang kejadian yang telah ditandatangani, seperti jual beli, sewa menyewa, hutang-piutang, pinjam-meminjam, mendirikan badan usaha dan lain sebagainya”. 106 Dalam praktek perjanjian biasa dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis ini lazim dituangkan dalam bentuk akta Notaris/akta otentik, dan akta di bawah tangan. Menurut Kohar, “akta yang dibuat di hadapan notaris itu akta otentik, sedangkan akta yang dibuat hanya pada pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya akta di bawah tangan”. 107 Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. 108
106
Kohar A., op. cit., hal. 33. Ibid., hal. 6. 108 Lihat, Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 107
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Dalam ilmu hukum dikenal adanya 2 macam akta notaris, yakni: akta jabatan (yang dibuat oleh Notaris), dan akta partij (yang dibuat di hadapan Notaris). Pada akta jabatan, Notaris menuangkan apa yang diketahui, dilihat, disaksikan dan dialami olehnya tentang suatu peristiwa yang dihadiri dan diikuti olehnya, dalam bentuk yang otentik dalam akta yang demikian, apa yang diuraikan dalam akta merupakan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang tidak dapat disangkal oleh siapapun juga, sehingga sudah sewajarnyalah jika akta semacam ini memiliki kekuatan eksekutorial, seperti halnya suatu keputusan hakim yang berkekuatan hukum pasti. Akta semacam inilah yang mungkin dikeluarkan dalam bentuk grossenya. Sedangkan pada akta partai, notaris hanya menuangkan kehendak yang diutarakan oleh (para) pihak dalam suatu akta, yang kebenaran akan isi materiilnya sendiri ada di antara (para) pihak itu sendiri. Di sini jelas Notaris tidak mungkin memberikan suatu kekuatan pada akta yang dibuat di hadapannya, jika kebenaran materiil dari akta itu sendiri tidak jelas. Kebenaran materiil dari akta yang demikian jelas harus diuji di muka Pengadilan, yang akan menentukan secara adil kebenaran yang ada di antara (para) pihak. Namun demikian terhadap akta-akta partai tertentu, seperti yang disebutkan dalam Pasal 224 HIR tersebut, Undang-Undang memberikan kemungkinan untuk diperlukan seperti halnya suatu putusan hakim yang berkekuatan pasti. 109 Berdasarkan Pasal 1 angka 7 dan Pasal 38 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), yang dimaksud dengan akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata 109
Lihat, Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 83.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
cara yang ditetapkan dalam undang-undang jabatan notaris, yaitu setiap akta Notaris terdiri atas: a. Awal kata atau kepala akta; b. Badan akta; dan c. Akhir atau penutupan akta. Pasal 38 ayat (2) UUJN menyatakan, awal kata atau kepala akta memuat: a. Judul akta; b. Nomor akta; c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. Pasal 38 ayat (3) UUJN menyatakan, badan akta memuat: a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. Pasal 38 ayat (4) UUJN menyatakan, akhir atau penutup akta memuat: a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud pasal 16 ayat (1) huruf 1 atau pasal 16 ayat (7); b. Uraian tentang penandatangan dan tempat penandatangan atau penerjemahan akta apabila ada; c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan dan kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pasal 16 ayat (1) huruf 1 UUJN menyatakan dalam menjalankan jabatannya Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Pasal 41 UUJN menyatakan, apabila ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Pasal 39 UUJN menyatakan sebagai berikut: (1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Paling sedikit berumur 18 tahun (delapan belas) atau telah menikah; dan b. Cakap melakukan perbuatan hukum; (2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenankan oleh 2 (dua) penghadap lainnya; (3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) dinyatakan secara tegas dalam akta. Pasal 40 UUJN menyatakan: (1) Setiap kata yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain; (2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah: b. Cakap melakukan perbuatan hukum; c. Mengerti bahasa yang digunakan dan paraf; dan d. Dapat membubuhkan tandatangan dan paraf; dan e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah, dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis kesamping sampai dengan derajat ketiga dalam Notaris atau para pihak; (3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap; (4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Pemahaman dari isi pasal di atas, bahwa identitas penghadap dan identitas aksi benar-benar telah dikenal oleh Notaris dan harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hal tersebut terkait dengan sahnya tidaknya seseorang untuk melakukan atau membuat suatu perjanjian. Pasal 43 ayat (1) UUJN menyatakan, segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. Menurut Kohar, bahwa akta yang dibuat oleh Notaris berbeda dengan akta yang dibuat di hadapan Notaris. Akta Notaris adalah akta yang dibuat oleh notaris dan akta yang dibuat di hadapan notaris yakni bahwa yang membuat akta itu adalah yang bersangkutan yaitu pihak-pihak. Jadi kalimat dalam akta itu adalah kalimat para pihak sendiri. Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan, yaitu: 110 a) Kekuatan pembuktian formal, yaitu membuktikan bahwa para pihak betulbetul sudah menerangkan dan menyatakan apa yang ditulis dalam akta tadi. b) Kekuatan pembuktikan material, yaitu membuktikan bahwa para pihak betul-betul bahwa peristiwa/kejadian yang disebutkan dalam akta itu telah terjadi. c) Kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga, yaitu para pihak pada tanggal tersebut dalam akta telah menghadap notaris dan melakukan tindakan sebagai disebut dalam akta.
110
Kohar A., op. cit., hal. 34-35.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notanis, sehingga akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu: 111 1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8), yaitu jika Notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isi akta. 3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39 dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan: 1) Pasal 39 bahwa: a. Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum. b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya. 2) Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa derajat pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. 4. Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk din sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
111
Ibid., hal. 95-96.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Berdasarkan ukuran atau batasan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1869 BW, maka pasal-pasal tersebut dalam UUJN yang menegaskan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut mengakibatkan akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Surat yang sengaja dibuat oleh orang-orang oleh pihak-pihak sendiri tidak dibuat di hadapan yang berwenang atau di hadapan Notaris yang disebut sebagai akta di bawah tangan dapat dimintakan cap di Notaris, dengan 2 cara: a. Legalisasi atau pengesahan Legalisati akta di bawah tangan, adalah para penandatangan akta itu harus datang menghadap notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah. Kemudian notaris memeriksa tanda kenal (KTP, SIM) atau tanda kenal lainnya. Selanjutnya Notaris membacakan akta di bawah tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud surat di bawah tangan itu. Apabila akta di bawah tangan yang dibuat para pihak yang dihadapkan kepada notaris untuk dilakukan legalisasi tersebut diketahui bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka akta di bawah tangan itu harus dirubah. Akan tetapi apabila yang bersangkutan tidak mau merubahnya, maka akta di bawah tangan yang dihadapkan para pihak itu tidak boleh dilegalisasi oleh notaris yang bersangkutan. Dengan demikian akta di bawah tangan yang dihadapkan para pihak kepada notaris untuk dilegalisasi itu sah, apabila: 1) Isinya tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku; 2) Yang menanda tangani betul orangnya yang bersangkutan; 3) Tanggalnya memang dibuat pada waktu ditandatangani itu, bukan tanggal lainnya.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
b. Di-waarmerking atau didaftar Waarmerking akta di bawah tangan adalah para penandatangan tidak perlu menghadap kepada notaris, cukup surat yang sudah ditandatangani itu dibawa ke notaris. Oleh karena itu, dalam waarmerking ini notaris hanya mendaftar, jadi tidak menjamin: 1) bahwa isinya diperkenankan oleh hakim; 2) apakah yang menandatangani memang betul orang yang bersangkutan; 3) apa tanggal yang ada pada akta di bawah tangan itu memang ditandatangani pada waktu itu.
B.
Perjanjian-Perjanjian dalam Pelaksanaan Pembiayaan Konsumen Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen di Indonesia, pada dasarnya
tidak hanya dibuat satu macam perjanjian yang dibuat oleh para pihak, tetapi juga dibuat berbagai jenis perjanjian lainnya. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian pembiayaan. Perjanjian pembiayaan merupakan perjanjian yang dibuat antara kreditor/pemberi fasilitas dengan nasabah/penerima fasilitas untuk membiayai dalam pembelian kendaraan bermotor. Dan perjanjian pembiayaan ini, lahirlah perjanjian tambahan atau accesoir lainnya. Masing-masing lembaga pembiayaan, mempunyai jenis perjanjian tambahan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. 112
112
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Buku Dua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 135. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perjanjian tambahan yang dibuat tersebut, antara lain: 113 a. Perjanjian pemberian jaminan fidusia; b. Perjanjian pengalihan kreditor; c. Perjanjian pemberian kuasa pembebanan jaminan fidusia. Perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang dibuat antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, di mana pemberi fidusia menyerahkan jaminan berdasarkan kepercayaan kepada penerima fidusia, untuk jaminan suatu utang. Pemberi fidusia ini adalah konsumen sebagai penerima fasilitas dari perusahaan pembiayaan, sedangkan penerima fidusia adalah pemberi fasilitas, yaitu perusahaan pembiayaan. Persetujuan
pengalihan
kreditur
maksudnya
adalah
pengalihan
hak
perusahaan pembiayaan tersebut kepada kreditur lain. Dengan dilakukan pengalihan kreditur ini, maka debitur yang telah mendapat pembiayaan dari perusahaan pembiayaan (kreditur) untuk pembelian kendaraan bermotor berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Konsumen, harus memenuhi kewajiban kepada kreditur yang menerima peralihan. Kewajiban-kewajiban debitur dalam perjanjian pengalihan kreditur antara PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dengan PT. Bank Pertama, Tbk, dengan judul “Persetujuan Pengalihan Kreditur” adalah sebagai berikut: 114
113
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. 114 Ibid. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
1. Menyetujui pengalihan seluruh hak Kreditor kepada PT BANK PERMATA Tbk., berkedudukan di Jakarta (“Bank”), dan menyetujui Bank dapat mengalihkan lagi kepada pihak lain siapapun; 2. Mengakui seluruh hak Kreditor berdasarkan Perjanjian Pembiayaan dan Perjanjian Jaminan menjadi hak Bank sejak Kreditor mengalihkan Pembiayaan Debitor kepada Bank; 3. Akan tetap melaksanakan setiap hak dan kewajiban Debitor berdasarkan Perjanjian Pembiayaan maupun Perjanjian Jaminan melalui Kreditor, sepanjang Bank tidak secara tertulis menentukan lain; 4. Persetujuan ini tidak dapat diubah, dibatalkan baik sebagian maupun seluruhnya, selama belum dilunasinya seluruh kewajiban Debitor sehubungan dengan Pembiayaan Debitor. Perjanjian pemberian kuasa merupakan perjanjian yang dibuat antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, di mana penerima kuasa diberi kewenangan untuk membuat dan menandatangani surat tanda penerimaan surat kendaraan atau dokumen-dokumen lainnya. Pemberi kuasanya adalah penerima fasilitas/debitur, sedangkan penerima kuasanya adalah lembaga pembiayaan. Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, memberikan batasan, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, “untuk atas namanya”, menyelesaikan suatu pekerjaan. Definisi di atas memberi pengertian bahwa perjanjian pemberi kuasa adalah merupakan perjanjian sepihak. Kemudian makna kata-kata “untuk atas namanya” berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian ini menjadi tanggung jawab Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas-batas kuasa yang diberikan (Pasal 1807 KUH Perdata). 115 Pasal 1793 KUH Perdata menentukan bahwa suatu surat kuasa, dapat dibuat antara lain, dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dalam hal tertentu, pihakpihak dalam perjanjian pemberian kuasa, terikat pada syarat-syarat formil, surat kuasa yang harus otentik. Kemudian, dalam Pasal 1803 ayat (2) KUH Perdata, disebutkan suatu surat kuasa dapat dilimpahkan (substitusi) oleh penerima kuasa kepada orang lain (pihak ketiga). Pada umumnya surat kuasa selalu diberikan dengan klausul, “surat kuasa ini diberi hak substitusi”. Jika penerima kuasa tidak diberi wewenang untuk itu, tapi kemudian ia melimpahkannya kepada orang lain maka pelimpahan itu tidak sah. Kecuali untuk mengurus barang-barang yang berada di luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi kuasa. Pemberian kuasa dalam perjanjian pembiayaan adalah konsumen sebagai debitur memberikan kuasa pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan untuk melakukan pengikatan secara fidusia, yang dibuat secara di bawah tangan yang diberi judul “Surat Kuasa Pembebanan Jaminan Fidusia”, yang hanya ditandatangani kedua belah pihak pemberi dan penerima kuasa. Dalam surat kuasa tersebut disebutkan, bahwa debitur dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri dan untuk melakukan tindakan hukum tersebut dalam surat kuasa ini sudah memperoleh persetujuan dari suami/isteri yang turut menandatangani surat kuasa ini, selanjutnya disebut Pemberi Kuasa, memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada PT. Olympindo Multi Finance sebagai Penerima Kuasa. 115
Djaja S. Meliala, Penuntut Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hal. 7. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perusahaan pembiayaan dengan adanya surat kuasa berhak: untuk membuat dan menandatangani Akta Jaminan Fidusia berikut penambahan dan/atau perubahannya menurut syarat-syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia berikut peraturan pelaksanaannya yang telah dan/atau akan ada dikemudian hari, guna menjamin dan menanggung pembayaran dengan baik segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar oleh Pemberi Kuasa/selaku Debitur. 116 Dalam surat kuasa tersebut disebutkan, bahwa selama hutang Debitur belum dibayar lunas kepada Penerima Kuasa, Kuasa ini tidak akan berakhir oleh karena sebab-sebab apapun juga termasuk tetapi tidak terbatas oleh sebab-sebab yang tencantum dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 KUH Perdata Indonesia. 117
C.
Perlindungan Hukum terhadap Penerima Fidusia dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat di Bawah Tangan, Jika Terjadi Wanprestasi Lembaga pembiayaan konsumen sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
melakukan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan, yang seharusnya dilakukan dengan akta notaris dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia untuk
116
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. 117 Pasal 1813 berbunyi: Pemberian kuasa berakhir: dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa; dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa; dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa; dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. Pasal 1814 berbunyi: Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya, dan dapat memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu. Pasal 1815 berbunyi: Penarikan kuasa yang hanya diberitahukan kepada penerima kuasa, tidak dapat diajukan kepada pihak ketiga yang telah mengadakan persetujuan dengan pihak penerima kuasa karena tidak mengetahui penarikan kuasa itu; hal ini tidak mengurangi tuntutan hukum dari pemberi kuasa terhadap penerima kuasa. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
memperoleh sertifikat jaminan fidusia sesuai ketentuan undang-undang jaminan fidusia. Sehingga perlakuan lembaga pembiayaan membuat jaminan fidusia secara di bawah tangan sangat mempengaruhi perlindungan hukum terhadap lembaga pembiayaan tersebut. PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan juga pada PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan, sebagai lembaga pembiayaan dalam pengikatan jaminan fidusia yang dibuat dengan judul “Perjanjian Pembiayaan dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fiducia”. Di mana jaminan itu ditandatangani oleh kreditur (perusahaan pembiayaan), debitur dan pemberi jaminan. Jadi perjanjian tersebut telah dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yaitu lembaga pembiayaan konsumen sebagai kreditur dan konsumen sebagai debitur.118 Menentukan sahnya suatu perjanjian harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu sah harus memenuhi empat syarat, yaitu: adanya kata sepakat, kecakapan untuk membuat perjanjian, dan adanya suatu hal tertentu. Akan tetapi sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengikatan jaminan yang dibuat perusahaan pembiayaan hanya memenuhi tiga syarat dari ketentuan tersebut, karena tidak akta perjanjian jaminan fidusia tidak dibuat dengan akta notaris sesuai ketentuan UUJF, sehingga tidak memenuhi syarat keempat dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut.
118
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan, dan juga wawancara dengan Bapak Hansen Oei, Branch Manager PT. Orix Indonesia Cabang Medan, tanggal 22 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Perjanjian jaminan fidusia yang dibuat perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian tersebut, melanggar ketentuan undang-undang. Karena perjanjian fidusia itu tidak dituangkan dalam perjanjian pembiayaan atau jaminan barang bergerak/kendaraan bermotor nasabahnya dalam bentuk akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia, maka pihak perusahaan pembiayaan ini tidak memiliki sertipikat Jaminan Fidusia sehingga perjanjian jaminan fidusia itu hanyalah sebagai jaminan fidusia secara di bawah tangan dan tidak dicatat dalam Buku Daftar Fidusia. Oleh karena itu, lembaga pembiayaan tersebut tidak dapat disebut sebagai penerima fidusia dan juga tidak memiliki hak preferensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Menurut ketentuan undang-undang, para kreditur mempunyai hak penuntutan pemenuhan hutang terhadap seluruh harta kekayaan debitur baik yang berwujud, benda bergerak maupun benda tidak bergerak, baik benda-benda yang telah ada maupun yang akan ada (Pasal 1131 KUH Perdata). Jika hasil penjualan atas bendabenda tersebut ternyata tidak mencukupi bagi pembayaran piutang para kreditur, maka hasil tersebut dibagi-bagi antara para kreditur secara seimbang sesuai dengan besarnya piutang masing-masing (Pasal 1132 KUH Perdata). 119 Hak pemenuhan dari para kreditur yang demikian itu adalah sama dan sederajat satu dengan lainnya, tidak ada yang diutamakan. Mereka mempunyai hak bersama-sama terhadap seluruh harta kekayaan debitur. Mereka disebut kreditur konkuren. 120
119 120
Munir Fuady, op. cit., hal. 40. Ibid.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Asas persamaan hak dari para kreditur itu tidak mengenal kedudukan yang diutamakan atau preferensi (voorrang), tidak ada yang lebih didahulukan dengan lainnya. Juga tidak mengenal hak yang lebih tua dan hak yang lebih muda (asas prioritet). Namun dalam hal-hal tertentu asas persamaan hak menurut keseimbangan piutang dari kreditur bersama ini dapat terganggu, yaitu dengan adanya para kreditur di antara kreditur bersama ini mempunyai kedudukan preferensi, di mana pemenuhan piutangnya harus didahulukan dari yang lain, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Hanya pada jaminan kebendaan saja kreditur mempunyai hak mendahului sehingga kreditur berkedudukan sebagai kreditur privilege yang dapat mengambil pelunasan terlebih dahulu dari barang jaminan tanpa memperhatikan kreditur lainnya.121 Di samping kreditur konkuren, juga dikenal adanya kreditur preferen di mana pemenuhan piutangnya didahulukan (vorrang) daripada piutang-piutang yang lain. Kreditur seperti ini mempunyai hak preferensi. Yang dimaksud dengan hak preferensi adalah hak dari kreditur pemegang jaminan tertentu untuk terlebih dahulu diberikan haknya (dibandingkan kreditur lainnya) atas pelunasan hutang debitur yang diambil dari hasil penjualan atas barang jaminan hutang tersebut. 122 Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan itu timbul karena memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa piutang-piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya daripada piutang-piutang yang lain. Hal demikian itu dapat terjadi pada piutang-piutang dengan jaminan fidusia. Kemudian, juga untuk pemenuhan
121 122
Ibid., hal. 41. Ibid.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
yang didahulukan itu timbul karena memang telah ditentukan oleh undang-undang, yaitu para pemegang previlegi. Berdasarkan Pasal 1133 KUH Perdata bahwa para kreditur pemegang hipotek, gadai dan previlegi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (diutamakan) dari piutang-piutang lainnya. Kemudian diatur lebih lanjut pada Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata bahwa hak gadai dan hipotek lebih diutamakan dari previlegi, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam hal-hal tertentu previlegi mempunyai kedudukan lebih diutamakan dari gadai dan hipotek (hak tanggungan), yaitu sebagaimana ketentuan Pasal 1139 ayat (1), bahwa biaya-biaya perkara yang disebabkan karena penghukuman untuk melelang benda bergerak atau tidak bergerak, dibayar lebih dulu daripada piutangpiutang yang lain, bahkan lebih dulu daripada hipotek dan gadai. Kemudian dalam Pasal 1149 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan biaya perkara yang semata-mata disebabkan
karena
pelelangan
dan
penyelesaian
warisan,
didahulukan
pembayarannya daripada gadai dan hipotek. 123 Menurut Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan, para pemegang hak gadai dan hipotek menurut undang-undang mempunyai kedudukan yang terkuat (kreditur separatis). Selaku kreditur separatis, para pemegang hak gadai dan hipotek dapat melaksanakan haknya dengan cepat/mudah dan dengan tidak terpengaruhi dengan adanya kepailitan. Prosedurnya lebih mudah karena tidak melalui prosedur sita 123
Ibid., hal. 42.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
jaminan (beslag) lewat juru sita dan tidak berlaku ketentuan-ketentuan beslag yang diatur dalam hukum acara. Di samping itu kreditur separatis juga terbebas dari ongkos-ongkos budel seumumnya. 124 Kemudian dalam hal penyitaan terhadap benda debitur bagi kreditur yang tidak mempunyai hak preferensi, maka dengan adanya beslag tersebut tidak akan mengakibatkan bahwa benda-benda yang dilakukan beslag itu melulu hanya untuk pemenuhan piutang kreditur yang bersangkutan dan menyampingkan krediturkreditur lain. Penyitaan mengandung keuntungan dalam beberapa hal, yaitu kreditur dapat menyuruh menjual benda jaminan di muka umum dan mengambil hasilnya untuk pemenuhan piutangnya. Debitur tidak dapat lagi menjual dan menyerahkan kepada orang lain ataupun membebaninya dengan gadai atau hipotek terhadap bendabenda yang telah disita tersebut. 125 Jadi dapat dipahami bahwa baik dalam penyitaan maupun kepailitan, kedua-duanya merupakan pemblokiran terhadap benda-benda debitur. Debitur tidak dapat mengadakan perubahan status kebendaan atas bendabenda yang telah terkena disita tersebut. Debitur juga tidak mempunyai kewenangan untuk menguasai benda tersebut. Ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUJF menyatakan, dalam sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh 124 125
Ibid. Ibid., hal. 43.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cidera janji, maka penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasannya sendiri. Pelaksanaan eksekusi dapat dilakukan dengan 3 cara sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UUJF: Pertama, secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial); kedua, secara parate eksekusi yakni menjual di depan pelelangan umum; ketiga, penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara tersebut dapat diperoleh harga tertinggi dan menguntungkan para pihak. Apabila eksekusi tersebut dilakukan menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka eksekusi tersebut batal demi hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Berkaitan dengan hasil eksekusi tersebut, bagi pihak penerima fidusia yang memiliki hak preferensi atau hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya dalam mengambil pelunasan piutangnya, maka hak preferensi itu tidak hapus walaupun pemberi fidusia mengalami kepailitan dan atau likuidasi sebagaimana diatur Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 126
126
Pasal 27 dan Penjelasan Pasal Pasal 27 ayat (3) UUFJ menyatakan Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya, untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, dan hak itu tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia, karena Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Lembaga pembiayaan konsumen yang membuat perjanjian fidusia secara di bawah tangan tidak berkedudukan sebagai penerima fidusia yang memiliki hak preferensi, sehingga jika debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji maka lembaga pembiayaan konsumen itu tidak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), tetapi perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan itu hanya merupakan perjanjian atau pengikatan di antara para pihak sebagai perjanjian biasa, yang tidak mempunyai kekuatan bagi lembaga pembiayaan konsumen sebagai kreditur yang didahulukan atas jaminan kebendaan tersebut. Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikkan ulang (penetapan pengadilan) oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum atau tidak sah. Akta di bawah tangan adalah sah karena para pihak mengakui keberadaan dari isi akta tersebut. 127 Lembaga pembiayaan konsumen dalam pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan menimbulkan akibat hukum yang kompleks dan beresiko, jika
127
Wawancara dengan Bapak A. Madjid Hutagaol, S.H., selaku Pengacara/Advocaat di Kota Medan, tanggal 21 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
terjadi wanprestasi oleh debitur, maka lembaga pembiayaan konsumen sebagai kreditur yang melakukan hak eksekusinya akan dianggap sepihak karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya belum terbayar lunas sesuai dengan nilai barang atau debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian atau pembayaran cicilan dari perjanjian yang dilakukan. Sehingga di atas barang tersebut terdapat hak sebagian milik konsumen/debitur dan sebagian lagi milik kreditur. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. 128 Menurut responden, debitur yang mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan di bawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat. Maka upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia tersebut dapat dilaporkan atas tuduhan penggelapan sesuai Pasal 372 KUH Pidana menandaskan bahwa: “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,
128
Pasal 1365 KUH Perdata, berbunyi: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. 129 Kondisi
di
atas,
dapat
terjadi
kekeliruan
(blunder)
karena
dapat
mengakibatkan para pihak saling menuntut, karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik kedua belah pihak, baik kreditur maupun debitur, sehingga dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan untuk mendudukkan porsi masing-masing pemilik atas barang tersebut untuk kedua belah pihak. Dengan demikian, walaupun asas perjanjian “pacta sun servanda” menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi langsung (parate eksekusi). Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke pengadilan melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Untuk mengantisipasi lemahnya posisi kreditur (PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan) dalam melaksanakan eksekusi terhadap barang jaminan apabila debitur wanprestasi, maka berdasarkan suatu perjanjian bawah tangan yang telah ditandatangani oleh debitur dengan judul “Perjanjian Pembiayaan Konsumen
129
Wawancara dengan Bapak A. Madjid Hutagaol, S.H., selaku Pengacara/Advocaat di Kota Medan, tanggal 21 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia” di kemudian hari apabila dirasa perlu oleh kreditur maka surat kuasa tersebut diproses pembuatan akta fidusianya secara notariel untuk mendapatkan sertipikat fidusianya. Hasil wawancara dengan responden dinyatakan, upaya yang dilakukan PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan sebagai kreditur terhadap debitur sebelum dinyatakan wanprestasi adalah terlebih dahulu memberikan peringatanperingatan, yaitu: 130 1. Peringatan pertama merupakan teguran awal yang disampaikan PT. Olympindo Multi Finance kepada debitur agar debitur senantiasa berbuat sebagaimana yang telah diperjanjikan. 2. Peringatan kedua pada hakikatnya merupakan peringatan yang disampaikan PT. Olympindo Multi Finance menindaklanjuti peringatan pertama yang juga belum dipenuhi oleh debitur. Peringatan kedua ini lebih tegas dari pada peringatan pertama, dengan harapan agar debitur benar-benar melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. 3. Peringatan ketiga merupakan teguran akhir yang dilakukan PT. Olympindo Multi Finance terhadap debitur yang tetap tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya meskipun telah diperingatkan sebelumnya, jika debitur tetap tidak mengindahkan peringatan terakhir ini maka kendaraan debitur yang sebagai
130
Wawancara dengan Bapak Wira Warman, Kepala Bagian Operasi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan, tanggal 20 April 2009 di Medan. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
jaminan tersebut ditarik oleh PT. Olympindo Multi Finance dengan terlebih dahulu proses pembuatan sertipikat fidusia telah selesai. Jika setelah dinyatakan melakukan wanprestasi, namun debitur tetap mengabaikan apa yang menjadi kewajibannya, maka pihak PT. Olympindo Multi Finance menyerahkan sepenuhnya kepada debitur agar angsuran untuk pelunasan pembayaran kendaraan bermotor (mobil) segera dilunasi sesuai dengan perjanjian. Hal ini dimaksudkan agar debitur segera melunasi dengan harta kekayaan (uang) yang telah dimiliki oleh debitur, atau apabila hal ini tidak tersedia maka PT. Olympindo Multi Finance menyelesaikan hal tersebut melalui jalur hukum dengan cara menggugat debitur secara perdata melalui Pengadilan. Perbuatan hukum di atas, dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan adalah atas dasar adanya surat kuasa yang diberikan debitur pada saat perjanjian pembiayaan dilakukan kepada perusahaan pembiayaan, sehingga perusahaan pembiayaan (Penerima Kuasa) diberi hak untuk: 131 1. Memasuki ruangan tempat tinggal atau kantor Pemberi Kuasa (debitur) dan di tempat lain di mana kendaraan tersebut berada. 2. Menarik/mengambil kendaraan tersebut baik yang berada dalam penguasaan Konsumen maupun pihak lain. 3. Menjual kendaraan tersebut kepada siapa pun dan syarat-syarat lain yang dianggap baik oleh Penerima Kuasa (perusahaan pembiayaan) dan hasil penjualan tersebut diperhitungkan dengan semua jumlah yang terhutang Pemberi Kuasa 131
Ibid.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
kepada
Penerima
Kuasa
termasuk
dan
tidak
terbatas
pada
biaya
penarikan/pengambilan kenderaan, perbaikan dan biaya-biaya lainnya. 4. Melakukan, semua tindakan kepemilikan atas kendaraan antara lain membuat dan menandatangani surat tanda terima pembayaran, surat-surat Balik Nama, surat pemblokiran STNK dan BPKB, serta klaim asuransi kendaraan dan sebagainya, untuk keperluan tersebut Penerima Kuasa berhak menghadap kepada Pejabat/ instansi yang berwenang maupun pihak lainnya. Setiap tuntutan atau klaim yang timbul akibat pelaksanaan kuasa ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemberi Kuasa (debitur). Penyelesaian terhadap debitur yang wanprestasi melalui pengadilan adalah langkah terakhir yang dilakukan, dengan terlebih dahulu melakukan musyawarah dan mufakat dengan debitur yang wanprestasi. Walaupun penarikan kendaraan dapat dilakukan langsung oleh pihak perusahaan pembiayaan atas dasar surat kuasa yang diberikan
debitur,
tetapi
tetap
diupayakan
agar
debitur
secara
sukarela
mengembalikan kendaraan tersebut untuk menyelesaikan hutangnya. Jadi, lembaga pembiayaan konsumen yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia akan sangat merugikan lembaga pembiayan itu karena tidak punya hak eksekutorial atas jaminan kebendaan sebagaimana yang ditentukan dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan dari pembahasan yang dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut: A.
Kesimpulan 1. Lembaga pembiayaan konsumen yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan melakukan perjanjian fidusia di bawah tangan disebabkan beberapa faktor, yaitu: membantu nasabah menekan biaya, persaingan bisnis, dan nilai plafon kredit yang relatif kecil dan jangka waktu kredit yang relatif pendek, sehingga tidak sebanding dengan pengeluaran biaya untuk pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran fidusia yang dipersyaratkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Kedudukan hukum perjanjian fidusia secara di bawah tangan adalah sebagai perjanjian jaminan fidusia yang tidak memenuhi syarat formalitas. Walaupun dalam Pasal 1338 KUH Perdata semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Namun, terhadap asas konsensualitas yang dianut dalam KUH Perdata itu ada juga pengecualiannya, yaitu terhadap perjanjian-perjanjian yang oleh undangundang itu sendiri mengharuskan adanya suatu syarat formalitas ataupun perbuatan yang nyata setelah dipenuhinya asas kesepakatan, seperti halnya pengikatan jaminan untuk barang bergerak (fidusia) yang harus didaftarkan
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
pada lembaga Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka dengan tidak dipenuhinya formalitas yang telah ditentukan tersebut, tidak berarti bahwa perjanjian jaminan itu adalah batal, tetapi sebagai perjanjian biasa yang tidak memberikan kedudukan hak preferen dan kekuatan titel eksekutorial bagi pihak kreditur. 3. Perjanjian fidusia antara debitur dengan lembaga pembiayaan konsumen sebagai kreditur yang dibuat secara di bawah tangan mengakibatkan lembaga pembiayaan tersebut tidak terdaftar sebagai penerima fidusia, sehingga jika konsumen/debitur wanprestasi atau cidera janji, maka lembaga pembiayaan konsumen harus melakukan gugatan perdata ke pengadilan yang mana perjanjian itu hanya sebagai perjanjian biasa, yang tidak mempunyai kekuatan bagi lembaga pembiayaan konsumen itu sebagai kreditur preferensi (yang didahulukan) atas jaminan kebendaan tersebut.
B.
Saran 1.
Kepada lembaga pembiayaan khususnya PT. Olympindo Multi Finance dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan agar adanya kebijakan penekanan biaya yang relatif tinggi dalam pembuatan akta fidusia yang ditanggung oleh debitur sering menjadi kendala sehingga tidak dilakukannya akta fidusia, maka sebaiknya biaya tersebut ditanggung penuh oleh perusahaan.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
2.
Kepada lembaga pembiayaan yang telah melakukan pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan yang biasanya disertai dengan surat kuasa yang telah diberikan debitur untuk segera dilakukan akta fidusia dan didaftarkan ke lembaga jaminan fidusia, sehingga tidak menunggu terjadinya debitur wanprestasi baru dilakukan hal tersebut. Kemudian ke depan bagi pengikatan jaminan fidusia yang akan dilakukan dapat langsung dilakukan akta fidusia sesuai dengan UUJF.
3.
Kepada lembaga pembiayaan agar dalam hal kompetisi bisnis dengan mempermudah proses bagi konsumen, juga harus tetap melakukan analisis atau survei atas kemampuan membayar konsumen (debitur) dan kalau memang konsumen tersebut tidak layak maka harus ditolak, sehingga dapat diminimalisir debitur yang wanprestasi.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A, Kohar, Notaris dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983. Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Material, Jilid II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984. Adjie, Habib, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris, Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, cetakan pertama, 2008. Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Penerbit PT. Toko Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002. Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-bab tentang Creditverband, Gadai, dan Fiducia, Alumni, Bandung, 1987. _____, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, edisi pertama, cetakan kedua, Alumni, Bandung, 1993. _____, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, edisis kedua, cetakan kedua, Alumni, Bandung, 1996. _____, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung, 2003. H.S, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. _____, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Buku Dua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008. Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984. Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2 Hak-hak yang Memberi Jaminan, Ind Hill-Co, Jakarta, 2002. Kamelo, Tan., Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
______, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002. Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni dengan Judul Buku Asli General Theori of Law and State, Alih Bahasa Somardi, Rimdi PRESS, Jakarta, 1995. Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Edisi
Ketiga,
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. M, Hisyam (penyunting), Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985. _____, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994. _____, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Rahadjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prakoso, Djoko, Leasing dan Permasalahannya, Dahara Pirze, Semarang, 1990. S. Meliala, Djaja. Penuntut Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut KitabKitab Undang-Undang Hukum Perdata, Nuansa Aulia, Bandung, 2008. Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. _____, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Setiawan, R., Hukum Perikatan-Perikatan pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, P3ES, Jakarta, 1989. Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993. ______, Hak Jaminan dan Kepailitan, Makalah Pembanding dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, BPHN Departemen Hukum dan Perundang-undangan dengan PT. Mandiri (Persero), Jakarta, tgl. 9 – 10 Mei 2000. _____, Hukum Jaminan dan Kepailitan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 1, Thn 2000. Soebekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996. Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, UI – Press, Jakarta, 1982. _____, Teori yang Murni Tentang Hukum, Alumni, Bandung, 1985. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990. Sofwan Sri Soedewi Masjchoen, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Bulak Sumur, Yogyakarta, 1977. _____, Beberapa Pembuatan Usulan Penelitian, Sebuah Panduan Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1980. _____, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2003. Subekti, R, Azas Konsensualisme Dalam Hukum Perjanjian, Himpunan Karya Ilmiah Guru-guru Besar Hukum di Indonesia, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1974. _____, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, cetakan I, Alumni, Bandung, 1976. _____, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982. Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
_____, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cetakan XVII, PT. Intermasa, Jakarta, 1983. _____, Aneka Perjanjian, Cet.VII, Alumni, Bandung, 1985. _____, Aneka Perjanjian, cetakan VIII, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989. _____, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989. _____, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992. _____, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1996. _____, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. _____, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001. Sumardjono, Maria S.W., Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, PT. Gramedia, Yogyakarta, 1989. Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Supriadi, Wila Chandra Wila (ed), Buku tentang Perikatan dalam Teori dan Yuriprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Suryodiningrat, R.M., Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1978. Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alvabetha, Jakarta, 2005. Tiong, Oey Hoey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Peraturan Perundang-undangan Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asas Manusia RI Nomor M.03-PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta. Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kehakiman.
Martinus Tjipto : Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan), 2009 USU Repository © 2008