PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR :
3 TAHUN 2009
TENTANG
IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SAMPANG,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka pembinaan, pengawasan serta pengendalian terhadap penyelenggaraan pelayanan umum yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak pada kesehatan manusia serta dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, maka perlu ditertibkan izin penyelenggaraan dibidang pelayanan kesehatan; b. bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dipandang perlu mengatur Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan dengan menetapkan dalam suatu Peraturan Daerah Kabupaten Sampang;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 2. Undang-Undang .....
-2-
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Peraturan .....
-3-
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan
Presiden
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002; 18. Peraturan …..
-4-
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/MENKES/PER/IV/1986 tentang Upaya Pelayanan Swasta Dibidang Medik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84/MENKES/PER/ II/1990; 19. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 23. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 1998 tentang Komponen Penetapan Tarif Retribusi; 24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1189A/MENKES/SK/X/1999 tentang Wewenang Penetapan Izin Di Bidang Kesehatan; 25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi Dan Praktek Perawat; 26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi Dan Izin Fisioterapis; 27. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi Dan Izin Kerja Perawat Gigi; 28. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi Dan Izin Refraksionis Optisien; 29. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktek Bidan; 30. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik; 31. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1424/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Optik; 32. Keputusan .....
-5-
32. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/MENKES/SK/III/2003 tentang Laboratorium Kesehatan; 33. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 679/MENKES/SK/V/2003 tentang Registrasi Dan Izin Kerja Asisten Apoteker; 34. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit; 35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 36. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 357/MENKES/SK/V/2006 tentang Registrasi Dan Izin Kerja Radiografer; 37. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/SK/IV/2007 tentang Izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktek Kedokteran; 38. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 39. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 41. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sampang Nomor 6 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sampang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sampang Tahun 1989 Seri C);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAMPANG dan BUPATI SAMPANG
MEMUTUSKAN : Menetapkan : .....
- 6-
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Sampang. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Sampang. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Sampang. 4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Sampang. 5. Dinas Kesehatan Daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang. 6. Kepala Dinas Kesehatan Daerah adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang. 7. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk menangani izin penyelenggaraan pelayanan kesehatan. 8. Kas Daerah adalah Kas Umum Daerah Kabupaten Sampang. 9. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, atau Organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. 10. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara kesehatan yang dilakukan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. 11. Pelayanan Kesehatan adalah bagian integral dari jaringan medik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, perorangan, kelompok, perusahaan yayasan atau Badan Usaha Milik Pemerintah, yang meliputi upaya preventif, promotif, kuratif (penyembuhan)
dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
12. Sarana .....
-7-
12. Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi Balai Pengobatan (BP), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Balai Kesejateraan Ibu dan Anak (BKIA), Rumah Bersalin, Klinik Kecantikan, Klinik Perawatan Penderita Narkoba, Rumah Sakit Umum, Praktek Berkelompok Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Dokter Gigi Spesialis, Praktek Perorangan Dokter , Apotik, Toko Obat, Instalasi Penguji Alat Kesehatan, Bidan dan Perawat serta sarana kesehatan lainnya. 13. Tenaga Kesehatan adalah Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi, Dokter Gigi Spesialis, Perawat, Bidan, Apoteker, Asisten Apoteker, Perawat Gigi, Fisioterapi, Refrksionis Optisien, Radiografi. 14. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), adalah suatu badan otonom, mandiri, non struktural, dan bersifat independen yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. 15. Sertifikat Kompetensi adalah Lulus uji kompetensi untuk Dokter dan Dokter Gigi yang dibuat/dikeluarkan oleh kolegium terkait, untuk Bidan dan Perawat dikelurkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi. 16. Surat Izin Praktek selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga kesehatan jenis tertentu (Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Fisioterapis) yang memerlukan kewenangan untuk menjalankan praktek sesuai dengan profesinya. 17. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Apoteker, Asisten Apoteker, Perawat,Perawat Gigi, Refraksionis Optisien, Radiografer untuk tenaga kesehatan. 18. Surat Izin Praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek perorangan atau berkelompok. 19. Surat Izin Praktek Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan praktek perorangan. 20. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. 21. Pelayanan Medik adalah pelayanan medik dasar dan pelayanan medik spesialis terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas medis. 22. Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan Dokter Umum atau Dokter Gigi. 23. Pelayanan Medik Spesialis adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis atau sekelompok Dokter Spesialis.
-8-
24. Pelayanan Medik Penunjang adalah upaya kesehatan yang diberikan oleh laboratorium medik laboratorium kesehatan, apotik, toko obat, laboratorium gigi dan optik. 25. Perawatan Kesehatan adalah pelayanan perawatan kesehatan antara lain berupa pertolongan persalinan, asuhan keperawatan terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (bidan dan perawat). 26. Rumah Sakit Umum adalah tempat yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik tertentu, pelayanan medik penunjang, pelayanan instalasi dan pelayanan secara rawat jalan dan rawat inap. 27. Rumah Bersalin adalah tempat yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas termasuk pelayanan keluarga berancana serta perawatan bayi baru lahir. 28. Klinik Kecantikan adalah bentuk pelayanan terhadap individu berupa penambahan, pengurangan, dan mengubah kulit, wajah atau bagian tubuh lainnya yang dilaksanakan oleh tenaga medis. 29. Praktek Perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis dengan atau tanpa menggunakan pelayanan medik penunjang. 30. Praktek Berkelompok adalah penyelenggaraan pelayanan medik secara bersama oleh Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis dengan atau tanpa menggunakan pelayanan medik penunjang. 31. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) atau Klinik Ibu dan Anak adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar kepada wanita hamil, bayi dan anak pra sekolah, dan pelayanan keluarga berencana. 32. Balai Pengobatan adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan, baik pelayanan kesehatan umum maupun kesehatan gigi. 33. Apotik adalah saranan pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pelayanan kesehatan penunjang dalam melakukan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. 34. Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan penguji terhadap bahan yang berasal dari manusia, atau bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan, atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat.
-935. Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematologi, mikrobiologi klinik, imunologi klinik, dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan terutama untuk penunjang upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 36. Laboratorium Kesehatan Masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan di bidang mikrobiologi, fisika, kimia, dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama yang menunjang upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. 37. Toko Obat adalah pedagang eceran obat berada disuatu tempat tertentu yang melakukan pekerjaan menyimpan dan menjual obat-obatan bebas dan bebas terbatas kepada masyarakat. 38. Klinik Perawatan Penderita Narkoba adalah sarana yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pemgobatan serta pemulihan kesehatan terhadap ketergantungan Narkotika, Alkohol, Psykotropika, Zat Aditif (NAPZA). 39. Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi adalah Badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tertentu. 40. Surat Izin adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan dibidang kesehatan sesuai dengan disiplin ilmu bagi tenaga kesehatan jenis tertentu. 41. Surat Izin Praktek Fisioterapis selanjutnya disebut SIPF adalah bukti tertulis yang diberikan kepada fisioterapis untuk menjalankan praktek perseorangan. 42. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 43. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 44. Penyidik Tindak Pidana dibidang retribusi daerah, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II …..
- 10 -
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2 Dengan nama Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan dipungut retribusi atas setiap pemberian Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. Pasal 3 Obyek retribusi adalah setiap pemberian Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. Pasal 4 Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. BAB III JENIS DAN BENTUK PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN Bagian Kesatu Jenis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Pasal 5 (1) Semua penyelenggaraan sarana Kesehatan harus memiliki Izin. (2) Semua tenaga medis, apoteker, bidan, perawat dan asisten apoteker harus memiliki Izin Praktek dan Izin Kerja.
Pasal 6
Jenis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan yang wajib memiliki Izin : 1. Bentuk Pelayanan Medik Dasar : a. Praktek Perorangan Dokter; b. Praktek Perorangan Dokter Gigi;
- 11 -
c. Praktek Berkelompok Dokter; d. Praktek Berkelompok Dokter Gigi; e. Penyelenggara Balai Pengobatan; f. Penyelenggara Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA); g. Penyelenggara Rumah Bersalin. 2. Bentuk Pelayanan Medik Spesialis (Rujukan) adalah : a. Praktek Perorangan Dokter Spesialis; b. Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis; c. Praktek Berkelompok Dokter Spesialis; d. Praktek Berkelompok Dokter Gigi Spesialis; e. Rumah Sakit Umum; f. Klinik Perawatan Penderita Narkoba; g. Klinik Kecantikan. 3. Bentuk Pelayanan Medik Penunjang adalah : a. Apotek; b. Laboratorium Medis; c. Laboratorium Kesehatan; d. Laboratorium Gigi; e. Optik; f. Toko Obat; g. Radiologi. 4. Bentuk Surat Izin Praktek bagi Tenaga Kesehatan : a. Dokter, Dokter Gigi; b. Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis; c. Bidan; d. Perawat; e. Fisioterapis. 5. Bentuk Surat Izin Kerja bagi Tenaga Kesehatan : a. Bagi Asisten Apoteker; b. Perawat Gigi; c. Perawat Refraksionis Optisien; d. Radiografis; e. Fisioterapis.
- 12 -
Bagian Kedua Bentuk Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Pasal 7
Upaya penyelenggaraan sarana kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh : a. Perorangan; dan b. Badan.
BAB IV KETENTUAN PERIZINAN
Bagian Kesatu Permohonan Perizinan
Pasal 8
(1) Setiap orang atau Badan yang hendak melakukan jenis dan bentuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus mendapat izin dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. (2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir yang ditetapkan.
Bagian Kedua Masa Berlaku Izin
Pasal 9
(1) Masa berlaku izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), meliputi : a. Surat Izin Praktek Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis berakhirnya sama dengan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI);
- 13 -
b. Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) berakhirnya sama dengan Surat Izin Bidan (SIB) yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi; c. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) berakhirnya sama dengan Surat Izin Perawat (SIP) yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. (2) Apabila dalam penyelenggaraan secara kesehatan belum memenuhi persyaratan atas standar minimal kesehatan dapat diberikan izin sementara. (3) Izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku selama 6 (enam) Bulan. (4) Masa berlaku izin sarana kesehatan selama 5 (lima) tahun.
Bagian Ketiga Jangka Waktu Penerbitan
Pasal 10
Instansi Pelaksana atau pejabat yang diberi pelimpahan wajib menerbitkan izin dalam jangka waktu : a. Surat Izin Praktek Tenaga Kesehatan tertentu antara lain Dokter, Dokter Gigi, Bidan, Perawat dan Fisioterapis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, dengan ketentuan apabila persyaratan telah dilengkapi; b. Izin Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Rumah Bersalin, Apotik, Optik dan Toko Obat paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.
Bagian Keempat Sanksi Administratif
Pasal 11
Setiap pelanggaran terhadap ketentuan Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan atau pencabutan izin.
BAB V .....
- 14 -
BAB V GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 12
Retribusi Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
BAB VI PRINSIP DALAM PENETAPAN STRUKTUR DALAM PENETAPAN DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 13
(1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya perizinan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi biaya administrasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya survey lapangan, biaya pengendalian, biaya pengawasan dan pembinaan. (3) Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. Izin Penyelenggaraan Praktek bagi Tenaga Kesehatan (Surat Izin Praktek) yang dilaksanakan, dikenakan retribusi sebagai berikut : 1. Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis, sebesar Rp.350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah); 2. Dokter dan Dokter Gigi sebesar Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah); 3. Bidan dan Perawat sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah); b. Izin Penyelenggaraan Sarana Kesehatan, pemohon dikenakan retribusi sebagai berikut : 1. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai sampai 100 m² atau kurang, sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah); 2. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai sampai 250 m² sebesar Rp.1.025.000,- (satu juta dua puluh lima ribu rupiah); 3. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai sampai 500 m² sebesar Rp.1.900.000,- (satu juta sembilan ratus ribu rupiah);
- 15 -
4. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai sampai 750 m², sebesar Rp.2.775.000,- (dua juta tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); 5. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai sampai 1.000 m² sebesar Rp.3.650.000,- (tiga juta enam ratus lima puluh ribu rupiah); 6. Sarana Pelayanan Kesehatan berdasarkan luas lantai lebih dari 1.000 m², sebesar Rp.4.380.000,- (empat juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah); c. Khusus untuk Optik, Apotik dan Toko Obat yang berada di plasa dan gedung pertokoan yang luas bangunan sampai dengan 100 m² dikenakan retribusi sebesar Rp.1.500.000,(satu juta lima ratus ribu rupiah) dan selebihnya dikenakan retribusi sebesar Rp.10.000,(sepuluh ribu rupiah) per m²; d. Selain pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf b, pemohon Izin Sarana Kesehatan yang menggunakan alat-alat yang memanfaatkan sinar radiasi dikenakan retribusi, sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 14
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16 .....
- 16 -
Pasal 16
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sampang.
Ditetapkan di : Sampang pada tanggal
: 2
Maret
BUPATI SAMPANG, ttd
NOER TJAHJA Diundangkan di : Sampang pada tanggal
:2 Maret
2009
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SAMPANG ttd drh. HERMANTO SUBAIDI, MSi Pembina Utama Muda NIP. 510 111 084 Lembaran Daerah Kabupaten Sampang Tahun 2009 Nomor : 3
2009
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG
NOMOR : 3
TAHUN 2009
TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN I. UMUM Dalam upaya lebih memantapkan perkembangan Otonomi Daerah yang lebih mandiri dalam melaksanakan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan serta penegakan hukum dan dampak negatif dari pemberian izin dalam rangka melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan, maka perlu disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi dewasa ini. Bahwa untuk melaksanakan kewenangan tersebut perlu diatur Izin Penyelenggaraan Kesehatan dengan suatu Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan Peraturan Daerah ini. Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 Cukup jelas.