perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PARTISIPASI PERE EMPUAN DALAM D MU USYAWAR RAH PEREN NCANAAN N PEMB BANGUNAN N SEBAGAI WUJUD PEMENUH P HAN HAK WARGA W NEG GARA DI BIIDANG POLITIK DI KELURAH HAN SEMA ANGGI, KECAMATAN PASA AR KLIWON KOT TA SURAK KARTA
SKRIPSII
D Disusun Oleeh: HANAN NTO ARI SAGORO S K6408069 9
FAKULTA AS KEGUR RUAN DAN N ILMU PEN NDIDIKAN N U UNIVERSI TAS SEBEL LAS MARE ET S SURAKART TA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEBAGAI WUJUD PEMENUHAN HAK WARGA NEGARA DI BIDANG POLITIK DI KELURAHAN SEMANGGI, KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKARTA
SKRIPSI
Disusun Oleh: HANANTO ARI SAGORO K6408069
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober, 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Hananto Ari Sagoro. PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEBAGAI WUJUD PEMENUHAN HAK WARGA NEGARA DI BIDANG POLITIK DI KELURAHAN SEMANGGI, KECAMATAN PASAR KLIWON, KOTA SURAKARTA. Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Oktober 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan rendah, dampak partisipasi perempuan terhadap pembangunan, serta bagaimana Musyawarah Perencanaan Pembangunan memenuhi hak konstitusional warga negara di bidang politik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, peristiwa atau aktivitas dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan snow ball sampling. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Sedangkan data dianalisis dengan model interaktif yang terbagi dalam dalam pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyusunan laporan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) partisipasi perempuan Kelurahan Semanggi masih tergolong rendah. Rendahnya partisipasi perempuan disebabkan dari beberapa faktor yang kebanyakan berasal dari perempuan sendiri, faktor- faktor tersebut antara lain yaitu: Kurangnya kesadaran perempuan untuk berpartisipasi dan sulitnya melepas kebiasaan dari panitia dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan, beban ganda perempuan, rendahnya pendidikan dan pengalaman, kurangnya sosialisasi dan minimnya undangan, kuatnya budaya patriarki, keterwakilan perempuan kurang representative mewakili perempuan, struktur masyarakat, tingginya etos kerja dan himpitan ekonomi. (2) partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang rendah menimbulkan beberapa dampak yang mempengaruhi kehidupan perempuan, diantaranya yaitu hasil keputusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang tidak perspektif gender, kurangnya penyediaan alokasi anggaran yang memenuhi kebutuhan kelompok perempuan, serta terjadinya diskriminasi dalam proses Musrenbang, (3) partisipasi politik perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan seperti yang diamanatkan dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di muka umum, serta mempengaruhi para pembuat keputusan belum bisa berjalan sebagaimana mestinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Hananto Ari Sagoro. WOMAN PARTICIPATION IN DEVELOPMENT PLANNING DISCUSSION AS THE MANIFESTATION OF CITIZEN’S RIGHT FULFILMENT IN POLITIC SECTOR IN SEMANGGI VILLAGE, PASAR KLIWON SUBDISTRICT, SURAKARTA CITY. Thesis: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, Surakarta, October 2012. The objective of research is to find out why the woman participation in Development Planning Discussion is still low, the effect of woman participation on the development, and how Development Planning Discussion fulfils the citizen’s constitutional right in politic sector. This study employed a descriptive qualitative method with a single embedded research strategy. The data source that used in this research are the informant, event or activity and the document. The sampling technique used was purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data used were observation, interview, and document analysis. The data’s validation was done using data trianggulations and method triangulations. Meanwhile the data was analyzed using interactive model divided into data collection, data reduction, data display, and conclusion drawing. The procedure of research included: preparation, data collection, data analysis, and research report writing stages. Based on the result of research, it could be concluded that: (1) woman participation in Semanggi Village is still low. The low participation of woman is because of many factors mostly deriving from the woman internally. They are: the woman’s less awareness of participating and the difficulty of removing the committee’s habit in organizing Development Planning Discussion, woman’s double burden, lower education and experience, less socialization and limited invitation, strong patriarchic culture, woman’s less representativeness, society structure, high work ethos and economic constraint. (2) The woman’s low participation in Development Planning Discussion exerted some effects on the woman life, including the non gender-oriented decision of Development Planning Discussion, inadequate budget allocation for meeting the woman group’s need, and sex discrimination in Development Planning Discussion process, (3) the woman’s political participation in Development Planning Discussion as mandated in Act No.9 of 1998 about the Freedom of Expressing Opinion Publicly, as well as affecting the decision makers had not run as due.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
"dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf “ (Al-Baqarah :228) Ada orang mengatakan padaku, “Jika engkau melihat ada hamba tertidur, jangan dibangunkan, barangkali ia sedang bermimpi akan kebebasan.”Kujawab, “Jika engkau melihat ada hamba tertidur, bangunkan dia dan ajaklah berbicara tentang kebebasan.” ( Khalil Gibran)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
1. Orang tua yang selalu mengantar menuju jalan harapan dan membekali dengan doa. 2. Kakak Achmadi J.S dan adik Astrian E.P yang selalu memberi semangat. 3. Santi Fauzie Bruandari atas segala rasa, doa, dan semangatnya. 4. Pak kos, Pak Daryanto yang memberikan kenyamanan tempat berteduh dan belajar. 5. Teman-teman kos jeruk. 6. Teman-teman PPKn 2008. 7. Almamater
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya serta dengan usaha keras, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis haturkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam rangka mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui atas permohonan ijin penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Sri Haryati, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan dan ijin dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Rima Vien P.H, SH.,MH, selaku pembimbing I yang sabar, arif dan bijak dalam memberikan masukan, dorongan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Muhammad Hendri Nuryadi, S.Pd.,M.Sc, selaku Pembimbing II yang dengan sabar, arif dan bijak dalam
memberikan
masukan, dorongan,
bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Moh. Muhtarom, S.Ag., M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang memberikan pengarahan selama masa perkuliahan. 7. Semua Dosen dan Karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu selama penulis menjalani kuliah hingga saat ini. 8. Bapak Agus Santoso selaku Lurah di Kelurahan Semanggi yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 9. Ibu Hening Budiastuti Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup Kelurahan Semanggi yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada penulis selama penelitian. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca guna dapat memperbaiki penulisan yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan.
Surakarta,
Oktober 2012
Penulis
Hananto Ari Sagoro
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
Halaman i
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN.............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK..................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRACT .................................................................................
vii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
6
BAB II LANDASAN TEORI ..........................................................................
8
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................
8
1. Tinjauan Tentang Partisipasi .........................................................
8
2. Tinjauan Tentang Perempuan dan Pembangunan .........................
17
3. Tinjauan Tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan. ...............................................................................
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Tinjauan Tentang Hak Konstitusional ..........................................
40
B. Hasil Penelitian yang Relevan ...........................................................
46
C. Kerangka Berfikir.. ............................................................................
48
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................
51
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
51
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .....................................................
52
C. Sumber Data.................................................................................
54
D. Teknik Sampling ..........................................................................
56
E. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
57
F. Validitas Data ...............................................................................
61
G. Analisis Data ...............................................................................
64
H. Prosedur Penelitian ......................................................................
66
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN .................................................
67
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .........................................................
67
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ..............................................
75
C. Temuan Studi ..............................................................................
103
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................................
105
A. Kesimpulan ................................................................................
105
B. Implikasi ...................................................................................
107
C. Saran ..........................................................................................
108
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
109
LAMPIRAN ....................................................................................................
111
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel. 1
Pendekatan dalam Pembangunan .......................................................... 22
2
Jadwal Kegiatan Penelitian................................................................... 52
3
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur.. .............................. 69
4
Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Semanggi ........................ 69
5
Komposisi Penduduk Menurut Agama................................................. 70
6
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............................... 71
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar . 1
Kerangka Berfikir .......................................................................... 50
2
Komponen-Komponen Analisi data Model Interaktif .................... 65
3
Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Semanggi ............... . 74
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran .
1
Daftar Nama-Nama Informan .........................................................
111
2
Pedoman Wawancara ......................................................................
123
3
Petikan Hasil Wawancara ...............................................................
126
4
Dokumentasi ...................................................................................
189
5
Daftar hadir Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi .......................................................................
6
192
Berita Acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi .......................................................................
199
7
Trianggulasi Data ......................................................... ..................
204
8
Trianggulasi metode ........................................................................
207
9
Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ...............................................................................................
10
Surat Permohonan Ijin Research / Try Out Kepada Kepala Kelurahan Semanggi .......................................................................
11
209
210
Surat Keputusan Tentang Ijin Penyusunan Skripsi Dari Dekan FKIP UNS.............................................................................. 211
12
Surat Permohonan Pengantar Ijin Skripsi Kepada Wali Kota Surakarta..........................................................................................
13
212
Surat Keterangan Telah Melakukan penelitian di Kelurahan Semanggi` ........................................................................................
commit to user
213
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang berdasar hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,” Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum, konstitusi merupakan hal yang sangat penting karena di dalamnya menjamin hak dan kewajiban warga negara. Salah satu bentuk hak dan kewajiban warga negara tersebut adalah terlibat atau berpartisipasi dalam pemerintahan, sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Wujud partisipasi warga negara di Indonesia dapat dilihat dari partisipasi warga negara, khususnya perempuan di dalam pengambilan keputusan baik dalam pemerintahan maupun di berbagai forum. Partisipasi warga negara di Indonesia mulai terbentuk sebagai akibat dari kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang bersifat top down. Selama itu pula, penyelenggaraan kebijakan publik di tanah air dapat dikatakan tidak memberi peluang yang cukup bagi warga masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Namun seiring jatuhnya orde baru model perumusan kebijakan yang bersifat top down tersebut perlahan mulai tergantikan dengan model perumusan kebijakan yang bersifat bottom up. Kebijakan pemerintahan yang bersifat bottom up tersebut pada akhirnya memunculkan berbagai usaha untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar warga negara, dalam hal ini khususnya yaitu hak perempuan di bidang politik, dimana hak tersebut diatur di dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum. Salah satu program yang dijalankan pemerintah untuk mewadahi hal tersebut dan sampai saat ini masih berjalan yaitu melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang dilakukan di setiap daerah. Dengan adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diharapkan partisipasi perempuan untuk berserikat, berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan untuk menyuarakan aspirasinya bisa berjalan sebagai wujud pemenuhan hak konstitusionalnya di bidang politik. Sebagaimana telah dijamin dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu sesuai dengan Pasal 199 ayat (6) UU No. 32 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa “Dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perkotaan, pemerintah daerah perlu mengikutsertakan masyarakat”. Keikutsertaan masyarakat ini dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Ini berarti dari semua unsur masyarakat harus terwakili, terutama dari keterlibatan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, mengingat jumlah penduduk perempuan secara kuantitas lebih banyak. Namun kenyataanya, dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak tersebut tidak diikuti dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Akibatnya partisipasi perempuan
dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
pun
menunjukan ketidakseimbangan, dimana ada dominasi oleh kaum laki-laki. Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan ini terlihat antara lain dalam pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan pada semua tahapan dalam forum, padahal akses dan partisipasi politik perempuan dalam setiap tingkatan dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dalam Musrenbang juga diatur dalam Konvensi yaitu pada Pasal 14 yang menyatakan bahwa: “Konvensi memberikan perhatian pada masalahmasalah khusus yang dihadapi oleh wanita perdesaan dan menghapus diskriminasi terhadap wanita di daerah perdesaan sehingga mereka dapat turut serta dan menikmati manfaat dari pembangunan desa”. Musyawarah perencanaan pembangunan ini merupakan akibat adanya azas otonomi daerah yang diatur di Undang-Undang No 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Aturan organik untuk pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis diatur dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Konsep musyawarah menunjukan bahwa forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan bersifat partisipastif dan dialogis, yang merupakan forum untuk merembugkan sesuatu dan berakhir pada pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama. Pada mekanismenya, keterlibatan masyarakat diatur secara berjenjang mulai dari masyarakat tingkat kelurahan, kecamatan, hingga tingkat kota. Aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangun (Musrenbang) disalurkan secara berjenjang pula melalui tahapan pembahasan di tingkat kelurahan, kecamatan, hingga terakhir pembahasan di tingkat kota sebagai akhir dari proses partisipasi warga di daerah. Di Kota Surakarta, mekanisme partisipasi di dalam Musrenbang diatur dengan Peraturan Walikota (Perwali) Surakarta Nomor 15 tahun 2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan
Petunjuk
Teknis
Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota, yang diawali di tingkat Kelurahan. Disebutkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) bahwa perempuan diupayakan ikut berpartisipasi sebanyak 30%. Bahkan, perwakilan perempuan harus dipastikan masuk ke dalam setiap pengiriman delegasi di setiap tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang lebih tinggi. Dalam prinsip-prinsip pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, baik untuk pemandu, peserta, maupun narasumber juga disebutkan bahwa dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan harus memperhatikan antara lain kesetaraan, musyawarah, anti dominasi, keberpihakan, anti diskriminasi, serta pembangunan kelurahan secara holistik. Prinsip-prinsip tersebut mengandung arti bahwa pelaksanaan musyawarah tidak memandang keberagaman, mulai dari jenis kelamin, umur, latar belakang, maupun status sosial. Karena pada dasarnya semua peserta memiliki hak yang sama di muka umum. Dengan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan (juklak), Petunjuk Teknis (juknis), serta prinsip Musyawarah Pelaksanaan Pembangunan tersebut diharapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
partisipasi
digilib.uns.ac.id
disetiap
Musyawarah
Perencanan
Pembangunan
(Musrenbang),
perempuan dapat ikut serta memasukkan agenda-agenda kebutuhannya, sehingga kebutuhan dan kepentingannya dapat terwakili dan akhirnya pemenuhan hak konstitusional dibidang politik pun bisa terwujud. Hani
Sutomo
(2008
:
http://konsorsiumsolo.multiply.com/journal)
mengatakan bahwa di Kota Surakarta sendiri, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan Kota Surakarta sudah dimulai sejak tahun 2001 dengan adanya Muskelbang, Muscambang dan Muskotbang. Musyawarah di tiga tingkatan ini melibatkan lintas pemangku kepentingan diikuti dua basis komunitas, yaitu basis teritorial (keterwakilan masyarakat RT, RW dan tokoh masyarakat) dan basis sektoral (keterwakilan komunitas becak, pedagang kaki lima, pengamen dan sebagainya). Pelibatan basis sektoral dalam perencanaan pembangunan partisipatif agar mereka dapat menyampaikan gagasan berkaitan dengan persoalan dan kebutuhan yang dihadapi. Setelah terbit Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri maka musyawarah kelurahan membangun (muskelbang) diubah menjadi musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Namun semenjak musrenbang tahun 2005 hingga 2008 partisipasi masyarakat mengalami penurunan setiap tahunnya. Florensia
Elia
Sujanti(2008:http://konsorsiumsolo.multiply.com/journal),
pengurus LPMK dan aktivis perempuan dari Kecamatan Pasar kliwon, juga mengungkapkan bahwa: Banyak usulan riil dari masyarakat yang selalu putus di tengah jalan. Apalagi peran perempuan semakin terpinggirkan, hal ini terlihat pada waktu Musrenbangcam, yang dikirim hanya ketua komisi, SC dan OC. Padahal kebanyakan mereka adalah kaum laki-laki. Biasanya pada Musrenbangcam ini kaum perempuan selalu kalah ”oyok” (adu argumentasi) dengan laki-laki. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil observasi peneliti ketika kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi pada 29 Januari 2012, yang acaranya dibuka oleh perwakilan Camat Pasar Kliwon yaitu Bapak Drs.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Siwinarno, MM dalam pidatonya tersebut beliau mengatakan bahwa ” Dari tahun ke tahun partisipasi warga mengalami penurunan”. Sejalan dengan hal tersebut kondisi partisipasi di Kelurahan Semanggi secara jelas bisa dilihat dari perbandingan jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan dimana jumlah penduduk perempuan mencapai 16.951 jiwa sedangkan penduduk laki-laki, yaitu 17.020 jiwa. Dengan jumlah penduduk perempuan yang secara kuantitas hampir seimbang dengan penduduk laki-laki seharusnya memiliki tingkat partisipasi yang seimbang pula, namun kenyataannya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2012 sangat bertentangan. Dari 200 jumlah undangan yang tersebar ada 127 peserta yang hadir, kemudian dari 127 peserta tersebut hanya ada 30 peserta yang mewakili perempuan atau sekitar 23 % dari keseluruhan peserta. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang tertera dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang menyebutkan bahwa perempuan diupayakan ikut berpartisipasi sebanyak 30%. Merujuk dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh pemenuhan hak konstitusional dalam musrenbangkel dengan mengambil judul penelitian Partisipasi Perempuan Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Warga Negara Di Bidang Politik Di Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta” B. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa perumusan masalah, dengan harapan agar lebih memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini. Adapun beberapa rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengapa partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta rendah ? 2. Apa dampak rendahnya partisipasi perempuan terhadap pembangunan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bagaimana Musyawarah Perencanaan Pembangunan memenuhi hak konstitusional warga negara di bidang politik khususnya perempuan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian. Suatu penelitian pastilah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuannya pun juga harus jelas, sehingga dapat mempermudah peneliti dalam pelaksanaanya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui mengapa partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta rendah;
2.
Untuk
mengetahui
pembangunan
dampak
rendahnya
partisipasi
perempuan
terhadap
di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota
Surakarta; 3.
Untuk mengetahui bagaimana Musyawarah Perencanaan Pembangunan dapat memenuhi hak konstitusional warga negara di bidang politik khususnya perempuan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian. Dari penelitian ini, dapat diambil manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis. Untuk menambah penelaahan ilmiah yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan di dalam bidang kewarganegaraan, dan juga diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis. a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang studi yang sesuai dengan penelitian ini. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi siapa saja yang ingin mengkaji lebih dalam lagi. c. Meningkatkan pengetahuan bersama tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan dan proses penganggaran. d. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka penyusunan strategi
untuk
meningkatkan
partisipasi
perempuan
Perencanaan Pembangunan.
commit to user
dalam
Musyawarah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Partisipasi a. Pengertian Partisipasi. Pergeseran sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat menjadi bagian atau stakeholder dalam pengambilan kebijakan di tingkat lokal. Partisipasi dalam konteks desentralisasi bukan menjadi sebuah tujuan melainkan adalah cara untuk mengkomunikasikan kepentingan masyarakat bersama pemerintah. Partisipasi dalam konteks ini bukan hanya keterlibatan masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di tingkat lokal maupun nasional. Partisipasi dalam konteks ini seperti yang dikemukakan Mubyarto yang mengartikan, “Partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri”. (Taliziduhu Ndraha, 1990:102) Partisipasi ditandai dengan keterlibatan secara terbuka (inclusion) dan keikutsertaan (involvment). Inclusion didefinisikan sebagai bentuk keterbukaan sistem terhadap setiap masyarakat yang terlibat. Sedangkan involvment didefinisikan bagaimana masyarakat terlibat. Sehingga partisipasi dalam konteks ini adalah memberikan ruang bagi siapa saja untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, terutama kelompok-kelompok masyarakat miskin, minoritas, rakyat kecil, perempuan dan kelompok-kelompok marginal lainya. Pada titik ini,
Saeful Muluk (2008:7)
mengungkapkan bahwa
“Marjinalisasi masih dialami oleh kelompok perempuan untuk berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan karena beranggapan bahwa itu adalah wilayah kegiatan laki-laki dan kalangan elit masyarakat”. Padahal dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kegiatan pembangunan dibutuhkan partisipasi dari semua lapisan masyarakat yang merupakan perwujudan dari kesadaran, kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benarbenar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh (aparat) pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki mutu hidupnya. Seperti yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha (1990:107) bahwa, “Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat”. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan semua anggota atau wakil-wakil masyarakat dari semua lapisan untuk ikut membuat keputusan dalam proses pembangunan yang merupakan perwujudan dari kesadaran, kepedulian serta tanggung jawab masyarakat termasuk di dalamnya memutuskan tentang rencana-rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sama halnya pengertian partisipasi secara etimologi, yaitu partisipasi berasal dari bahasa Inggris “participation” yang berarti “Peranserta atau keikutsertaan”. (Peter Salim 1988:599). Pengertian yang secara umum ditangkap dari penjelasan di atas adalah keikutsertaan. Jika dikaitkan dengan pembangunan dalam masyarakat berarti keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Keikutsertaan tersebut bisa dilakukan sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan anggota masyarakat yang lain. Bornby mengartikan “Partisipasi sebagai tindakan untuk mengambil bagian yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud untuk memperoleh manfaat”. (Totok Mardikanto, 2010:93) Sementara itu, Verhangen menyatakan bahwa “Partisipasi merupakan suatu bentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian, kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat”. ( Totok Mardikanto, 2010:94) Dari pengertian partisipasi yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan sacara aktif dan sukarela, dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang mencangkup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi, pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai dengan kriteria utama yang digunakan yang digunakan adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Pendapat tentang partisipasi tersebut hampir mirip dengan pendapat dari Griesgraber dan Gunter yang secara lebih spesifik mengatakan partisipasi adalah “Mekanisme yang melibatkan masyarakat dalam suatu program mulai dari tahap identifikasi sampai implementasi dan evaluasi”. (Khairul Muluk, 2008:48) Dengan proses keterlibatan masyarakat dari awal tersebut, maka masyarakat diharapkan mendapatkan akses informasi dan keterlibatan dalam suatu program secara menyeluruh, dari awal perencanaan hingga akhir suatu pogram, karena dengan adanya partisipasi masyarakat yang optimal dalam perencanaan diharapkan dapat membangun rasa pemilikan yang kuat dikalangan masyarakat terhadap hasilhasil pembangunan yang ada. Habermas (2006: 745) juga menyatakan: If, according to the discourse principle, the rules that claim validity must command the potential assent of all individuals, the principle of democracy guarantees the reasonable process of political opinion- and willformation through the institutionalization of a system of rights that assures equal participation to each individual in a process of legislation. Yang artinya jika, sesuai dengan prinsip wacana, aturan yang mengemukakan validitas harus memerintahkan persetujuan potensi semua individu, prinsip demokrasi politik menjamin proses yang wajar dari pendapat dan kehendak melalui pelembagaan sistem yang menjamin hak partisipasi yang sama untuk masing-masing individu dalam proses legislasi. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa partisipasi merupakan hak setiap individu tanpa membeda-bedakan dalam setiap legislasi. Dari penjelasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut dapat penulis simpulkan bahwa partisipasi merupakan pemberdayaan masyarakat yang mempunyai tujuan untuk mempengaruhi jiwa masyarakat itu sendiri agar memiliki rasa kepemilikan terhadap hasil-hasil pembangunan tanpa harus membedakan masing-masing individu baik dari derajat maupun jenis kelamin.. Sejalan dengan hal tersebut Hetifah Sj. Soemarto (2004:17) juga mengemukakan tentang arti partisipasi, yaitu: Proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka, karena dengan terlibat atau berpartisipasi secara langsung masyarakat akan merasakan pembangunan lebih nyata. Karena itu Yadaf mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan “Partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan,
pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, serta partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan”. (Totok Mardikanto, 2010:95) Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumberdaya lokal dan alokasi anggaranya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam banyak hal lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok kecil elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal. 2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang-orang kaya) dalam banyak hak lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut sumbanganya secara proporsional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk pengorbanan lain yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, yang sering dilupakan dalam pelaksanaan pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan proyekproyek pembangunan kemasyarakatan yang telah berhasil diselesaikan. Oleh sebab itu, perlu adanya kegiatan khusus untuk mengorganisir warga masyarakat guna memelihara hasil-hasil pembangunan agar manfaatnya dapat dinikmati dalam jangka panjang. 3) Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan. Kegiatan
pemantauan
dan
evaluasi
program
dan
proyek
pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuanya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan yang sangat diperlukan. 4) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab, tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan yang paling utama. Disamping itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. Sayangnya, partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering kurang mendapat perhatian pemerintah dan administrasi pembangunan pada umumnya, yang seringkali menganggap bahwa dengan selesainya pelaksanaan pembangunan itu otomatis manfaatnya akan pasti dapat dirasakan oleh masyarakat sasarnya. Padahal seringkali masyarakat sasaran justru tidak memahami manfaat dari setiap program pembangunan secara langsung, sehingga hasil pembangunan yang dilaksanakan tidak sia-sia. Dari keseluruhan kegiatan partisipasi tersebut di atas sebenarnya memiliki satu tujuan yaitu agar pemberdayaan masyarakat bisa terwujud sehinga masyarakat benar-benar bisa menikmati hasil dari proses yang telah diusahakan. Hal ini sejalan dengan pengertian partisipasi yang dikemukakan oleh Rahardjo Adisamsita (2006:41) bahwa: Partisipasi masyarakat sebagai pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam penyusunan perencanaan dan implementasi program atau proyek pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program pembangunan. Sementara itu Soetomo (2011:66) mengartikan pemberdayaan masyarakat secara khusus bahwa pemberdayaan masyarakat adalah: Pemberian peluang kepada seluruh lapisan masyarakat dari tingkat komunitas yang paling tinggi hingga terbawah karena komunitas tersebut mempunyai peluang dan kewenangan dalam pengelolaan pembangunan termasuk dalam proses pengambilan keputusan sejak identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dalam menikmati hasil pembangunan. Ini berarti pemberdayaan adalah untuk menyiapkan masyarakat agar mereka mampu dan bersedia secara aktif berpartisipasi dalam setiap program dan kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup (kesejahteraan) masyarakat, baik dalam pengertian ekonomi, sosial, fisik, maupun mental.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari penjelasan para ahli tersebut maka dapat penulis simpulkan bahwa partisipasi merupakan suatu pemberdayaan masyarakat sebagai pemberian peluang untuk berkontribusi dalam pembangunan. b. Bentuk-Bentuk Partisipasi. Gaventa dan Valderama mengemukakan bentuk partisipasi warga baik yang bersifat fungsional maupun spatial atau komunitas dapat berupa: 1) Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan anggota atau masyarakat di tingkat fungsional atau teritorial; 2) Memberikan saran dan kritik dalam konsultasi publik yang diselenggarakan oleh pemerintah; 3) Melakukan musyawarah warga dengan Pemerintah dalam perencanaan, alokasi anggaran, pembahasan peraturan daerah, dan pengelolaan barang publik; 4) Menjadi mitra pemerintah dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan pembangunan; 5) Mendapat kewenangan untuk melakukan kegiatan pembangunan di wilayah tempat organisasi itu berada; 6) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan yang telah disepakati bersama; 7) Memutuskan untuk menerima atau menolak program yang dirancang oleh pemerintah. (Suhirman, 2007:34) Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa peran masyarakat dalam partisipasi sangatlah vital. Masyarakat bisa menjadi mitra pemerintah bahkan sampai menolak maupun memutuskan yang menunjukkan bahwa dalam pembangunan, masyarakat mempunyai kekuasaan yang lebih. c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi. Berkembangnya partisipasi dalam proses pembangunan mensyaratkan adanya kepercayaan dan kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakatnya untuk terlibat secara aktif di dalam proses pembangunan. Artinya tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, memberikan indikasi adanya pengakuan pemerintah bahwa masyarakat bukanlah sekedar obyek atau penikmat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hasil pembangunan, melainkan subyek atau pelaku pembangunan yang memiliki kemampuan dan kemauan yang dapat diandalkan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Di samping itu, Geetz mengemukakan “Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat seringkali terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat sulit diajak maju”.(Totok Mardikanto 2010:104) Dilain pihak, kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat, juga dapat disebabkan karena mereka sudah terlalu lama direkayasa untuk tidak berfikir oleh pihak penguasa. Sehingga mereka lebih sukar menerima apapun yang harus dilakukan dibandingkan harus ikut memantau, merencanakan, dan mengevaluasi. Slamet menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: “1) Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi 2) Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; 3) Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.” (Totok Mardikanto, 2010:104) Kemudian Taliziduhu Ndraha (1990:106) juga menyatakan bahwa partisipasi bisa tumbuh dan berkembang melalui: 1) Upaya perbaikan kondisi dan peningkatan taraf-taraf hidup masyarakat melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat desa dan strategi kelompok sasaran (target groups )yaitu kelompok miskin; 2) Usaha penerapan demokrasi dalam pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan desa untuk berkembang secara mandiri jika kepada masyarakat desa diberi kepercayaan untuk memegang peranan desisif atas hal-hal yang menyangkut kepentingan mereka; 3) Pendekatan dan strategi dengan cara mengadakan proyek pembangunan desa yang menawarkan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat bisa tumbuh apabila pembangunan mempunyai tujuan sebagai pemenuhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebutuhan masyarakat, sehingga dengan kesempatan, kemauan, kepercayaan serta kemampuan dari masyarakat tujuan tersebut bisa diwujudkan. d. Perencanaan Partisipasi. Perencanaan partisipasi mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi. (http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2010/05/03/perencanaan-partisipatif/). Dari pendapat di atas bisa dipahami jika pada dasarnya perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Alexander Abe (2002:81) sebagai berikut : Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung) maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat. Diana Conyers (1994;154) mengemukakan ada 3 (tiga) alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat penting, yaitu sebagai berikut : 1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program-program pembangunan akan gagal; 2) Masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaanya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut; 3) Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri. Masyarakat sebagai sumberdaya pelaku pembangunan di suatu daerah harus diberdayakan dalam penyusunan rencana atau program pembangunan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoalan yang dihadapi, potensi yang dimiliki, dan kepentingan menurut kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Rahardjo Adi Samsita (2006:43) perencanaan partisipasi sangat diperlukan dalam pembangunan, karena : 1) Anggota masyarakat mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonominya dan mampu mengidentifikasi bidang-bidang atau sektorsektor yang perlu dilakukan perbaikan, dengan demikian diketahui arah pembangunan masa depan; 2) Anggota masyarakat dapat berperan serta untuk perencanaan masa depan masyarakatnya tanpa memerlukan bantuan para pakar atau instansi perencanaan pembangunan dari luar; 3) Masyarakat dapat menghimpun sumber daya dan sumber dana dari kalangan anggota masyarakat untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki masyarakat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan bisa berjalan lancar bukan karena adanya dana, akan tetapi yang lebih penting adalah perencanaan partisiasi dari masyarakat setempat, karena masyarakatlah yang mengetahui kepentingannya. 2. Tinjauan Tentang Perempuan dan Pembangunan a. Pengertian Seks dan Gender Dalam pembangunan, gender merupakan suatu strategi global yang berupaya untuk meningkatkan kepedulian akan aspirasi, kepentingan dan peranan perempuan dan laki-laki tanpa mengesampingkan harkat, kodrat, dan martabat perempuan dan laki-laki dalam segala bidang. Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu genus yang berarti tipe atau jenis. Secara mendasar konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. “Gender merupakan Sosial construct yang menentukan dan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sifat gender adalah cultur specific dan dinamis, artinya bervariasi dari satu lingkungan sosio-kultural ke lingkungan lain, dari satu waktu ke waktu yang lain”. (Moeljarto Tjokrowinoto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam Julia Cleves Mosse 1996: dalam Jurnal Kajian Perempuan dan Gender Vol 3 No.1 2002). Gender mempunyai makna yang berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Seks menunjukkan suatu jenis kelamin secara biologis yang dibedakan menjadi dua yaitu wanita dan pria. Seks merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia sejak lahir dan tidak bisa dirubah. Karena itu, seks merupakan kodrat manusia yang diterima tanpa bisa mengelak. Sedangkan gender adalah pembedaan sifat wanita dan pria yang tidak mengacu pada perbedaan biologis, tetapi mengacu pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan wanita dan pria dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu gender merupakan konstruksi sosial budaya yang akan membedakan dari masyarakat yang satu dengan yang lainya. Pengertian lain tentang seks atau jenis kelamin yaitu pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan itu secara permanen tidak berubah karena sifatnya given (ketentuan Tuhan). Sedangkan gender adalah”Suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun cultural”. (Jurnal Perempuan Warto, M.Hum No.8 Tahun VII, 1988:7). Sedangkan menurut Alif Basuki (2010:17) gender sendiri diartikan “Sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu dan tempatnya”. Hal itu sejalan dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarasutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. yang menjelaskan bahwa “Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi dan dapat berubah akibat keadaan sosial dan budaya masyarakat”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Riant Nugroho (2008: 3) mengungkapkan bahwa gender merupakan ”Behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstrukisikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang”. Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan, melainkan suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan dari lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu, budaya, status sosial, oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya. Dengan kata lain gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh ketentuan sosial. Sedangkan seks merupakan kodrat dari Tuhan yang tidak bisa dirubah karena bawaan sejak lahir. Ketika berbicara masalah gender tidak bisa lepas dari pengarusutamaan gender. Menurut Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan menyebutkan bahwa “Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional”. Sedangkan menurut Alif Basuki (2010:17) pengarusutamaan gender yaitu: Setrategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis, untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan lakilaki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal tersebut juga sejalan dengan Sylvia Walby dalam Gender and Development Vol. 8, No. 1, March 2000 yang mengungkapkan : While most work within this emergent perspective pays little attention to gender, it is incomplete without a gender dimension.There can be no democracy if women are not full political participants. Not only must women’ s empowerment be a focus for grassroots organisations (as was typical in the early empowerment approach), it must also be a focus for the state and the institutions of global governance. In order for an economy and a society to be productive, women as well as men need to be engaged fully, which can only effectively happen if the state, as well civil society, is democratic. Yang artinya sementara dalam pekerjaan muncul perspesktif kurang memperhatikan gender, demokrasi tidak lengkap tanpa perempuan menjadi peserta politik penuh, sehingga tidak terjadi dimensi gender. Tidak hanya harus pemberdayaan perempuan yang menjadi fokus bagi organisasi akar rumput (seperti khas dalam pendekatan pemberdayaan awal), juga harus menjadi fokus bagi negara dan lembaga-lembaga pemerintahan global. Agar perekonomian dan masyarakat menjadi produktif, perempuan maupun laki-laki harus terlibat penuh, yang hanya dapat secara efektif terjadi jika negara, masyarakat serta sipil berlaku demokratis Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengarusutamaan gender merupakan suatu cara untuk mengikis ketimpangan gender dengan melalui kebijakan-kebijakan yang selalu memperhatikan pengalaman serta aspirasi permasalahan laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Sedangkan gender dapat diartikan sebagai pembeda antara laki-laki dan perempuan dan pengarusutamaan gender adalah cara untuk mengurangi pembeda tersebut dengan cara dan kebijakan tertentu demi tercapainya pembangunan yang merata. b. Pendekatan Peranan Perempuan dalam Pembangunan. Di Indonesia, komitmen politik dari pemerintah untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan tercermin dari berbagai upaya yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan. Bahkan sebenarnya Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan hak dan kesempatan. Dari hal itulah dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan berarti ada suatu kepentingan berbeda yang harus diperjuangkan. Kepentingan ini tidak didasarkan pada peran biologis perempuan dan laki-laki melainkan peran sosial dan kekuasaan mereka serta perbedaan status yang ada dalam peran-peran sosial itu. Selama ini masih ada gambaran bahwa peran perempuan distrukturisasikan pada bidang domestik. Anggapan ini sudah barang tentu akan menjadi penghalang keikutsertaan perempuan secara aktif dalam proses pembangunan meskipun anggapan peran domestik belum tentu jelek. Hal tersebut secara tidak langsung dianggap tidak memperhitungkan kontribusi perempuan dalam pembangunan. Padahal perempuan adalah separuh dari jumlah manusia di dunia. Akibat dari hal itu kemudian muncul pendekatan perempuan dalam pembangunan yaitu Pendekatan Perempuan Dalam Pembangunan (Woman In Development /WID) dan Gender dan Pembangunan. Moeljarto Tjokrowinoto dalam Jurnal Perempuan No. 12 Tahun X 2001 mengemukakan bahwa Pendekatan WID cenderung memandang struktur sosial yang ada sebagai suatu yang given . Karenanya, wawasan ini tidak menaruh perhatian pada upaya untuk mempertanyakan mengapa perempuan kurang mendapat manfaat dari upaya dan strategi pembangunan. Titik berat perhatianya lebih pada bagaimana dapat mengintegrasikan perempuan dalam berbagai bidang pembangunan, tanpa banyak mempersoalkan sumber-sumber yang menyebabkan mengapa posisi perempuan dalam masyarakat inferior, sekunder dan dalam hubungan subordinasi terhadap laki-laki. Perbedaan mendasar antara pendekatan WID dan GAD dapat diketahui melalui table di bawah ini Tabel 1. Pendekatan dalam Pembangunan. Pendekatan.
Wanita Dalam Pembangunan Gender Dalam Pembangunan Berusaha mengintegrasikan Berusaha memberdayakan wanita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Fokus. Masalah.
digilib.uns.ac.id
wanita dalam pembangunan yang tidak setara. Wanita. Tidak diikutsertakan wanita dalam proses pembangunan.
Tujuan.
Pembangunan yang lebih efektif dan efesien.
Strategi.
1) Proyek-proyek untuk wanita. 2) Melibatkan wanita. 3) Proyek-proyek untuk wanita dan pria. 4) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan wanita. 5) Meningkatkan kemampuan wanita dalam mengelola rumah tangga
dan pria Hubungan antara wanita dan pria Ketidaksetaraan hubungan kekuasaan (antara kaya dan miskin, wanita dan pria) yang menghalangi pembangunan yang adil dan partisipasi penuh wanita. Keadilan, pembangunan yang berkelanjutan, wanita dan pria memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan dan kekuasaan. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan jangka pendek yang diperlukan wanita dan pria untuk meningkatkan kondisi mereka. Dalam waktu yang bersamaan menjawab kepentingan jangka panjang wanita dan pria.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya guna memasukan atau mengintegrasikan gender ke dalam pembangunan, karena sebenarnya baik perempuan ataupun laki-laki memiliki peran yang besar dalam pembangunan, oleh karena itu kemudian muncul pendekatan tentang gender yang diharapkan dapat menambah serta mendorong perempuan untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan. c. Pengertian Tentang Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Dari pengertian patisipasi dan gender di atas sudah jelas bahwa partisipasi perempuan dalam segala aspek kehidupan terutama dari sisi perencanaan sangatlah penting dan merupakan hak setiap manusia dalam pembangunan dalam rangka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengubah kondisi masyarakat ke arah keadaan yang lebih baik. Keadaan ini secara formal telah dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila”. Dengan demikian segenap masyarakat benar-benar merasa pembangunan menjadi bagaian dari hidupnya. Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan mutu kehidupan rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu pembangunan haruslah dipahami sebagai usaha bersama segenap warga negara untuk kepentingan bersama. Proses
untuk
mengintegrasikan
pertimbangan
gender
dalam
pembangunan adalah inti dari gender mainstreaming. Secara operasional, Riant Nugroho (2008:56) mengartikan bahwa Gender manstreaming merupakan upaya untuk memasukan atau mengintegrasikan kebijakan gender ke dalam organisasi dan lembaga pelaksana dan penyelenggaraan di keempat manajemen pembangunan yang berkesinambungan yaitu organisasi dan lembaga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Dari pengertian di atas dipahami bahwa gender mainstreaming merupakan upaya dalam aspek pembangunan yang meliputi arena pemahaman, pengambilan keputusan, serta pengalokasian sumber daya pembangunan. sehingga tidak hanya sekedar mengintegrasikan permasalahan gender dalam seluruh aspek pembangunan tetapi mencangkup upaya mengubah arus utama pembangunan agar lebih sensitif dan responsif. Dengan begitu tujuan pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dapat secara nyata dirasakan dan dinikmati oleh semua anggota masyarakat, laki-laki dan perempuan. Secara umum Alif Basuki (2010:20) menjelaskan permasalahanpermasalahan yang seringkali dihadapi oleh perempuan. Antara lain : 1) Masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan. 2) Masih rendahnya manfaat pembangunan bagi kaum perempuan. 3) Masih rendahnya perempuan terlibat di dalam pengambilan keputusan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Masih ada ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara laki-laki dan perempuan.
Terlepas dari permasalahan di atas, sebenarnya perempuan juga memiliki kekuatan untuk mengembangkan potensinya, meski terkadang belum disadari oleh perempuan.
Kemampuan
untuk
mengembangkan
potensi
setidaknya
akan
mendatangkan kekuatan sendiri. Kekuatan untuk berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat, tidak hanya sekedar sebagai pelaku program namun juga pengambil keputusan mengingat kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat sebab banyak ketentuan dalam berbagai undang-undang serta peraturan lain yang memberikan perlindungan yuridis. Perlunya peran aktif perempuan dalam pengambilan keputusan pertama kali dimuat di dalam GBHN 1993. Sebelumnya hanya disebutkan secara implisit dalam butir 1 GBHN 1988 bahwa ”Wanita, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber insani bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang kehidupan bangsa dan dalam semua kegiatan pembangunan”. Selain itu, Indonesia pun telah meratifikasi perjanjian, salah satunya yaitu perjanjian mengenai Hak Politik Perempuan (Convention on the Political Rights of Women). Akan tetapi meski sudah ditegaskan dan telah diatur perempuan masih belum bisa mencapai kesetaraan pada tataran kehidupan. Selain itu, tingkat partisipasi yang rendah dalam kehidupan publik dan politik juga masih saja terjadi, sehingga menyebabkan kesenjangan antara de jure dan de facto atau antara hak dan kenyataan partisipasi perempuan dalam kehidupan politik dan publik. Dalam Rekomendasi Umum No. 23 tentang Kehidupan Politik dan Publik Pasal 7 dan 8 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menyebutkan bahwa ”Negara-negara pihak wajib melakukan semua langkah tindak yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam kehidupan politik dan publik di negaranya, khususnya menjamin bagi perempuan, atas dasar kesetaraan dengan laki-laki, hak : 1) Untuk memilih dalam pemilihan umum dan jajak pendapat publik dan dapat dipilih dalam pemilihan untuk semua lembaga berdasarkan pemilihan umum; 2) Untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasi kebijakan dan menduduki jabatan publik dan menjalankan semua fungsi pemerintahan di semua tingkatan; 3) Untuk barpartisipasi dalam organisasi-organisasi non pemerintah dan asosiasi yang berhubungan dengan kehidupan publik dan politik negara.
d. Peraturan Perundangan yang Menjamin Partisipasi Perempuan dalam Proses Kebijakan Publik . Seperti diketahui, instrumen hukum dan kebijakan terkait partisipasi perempuan dalam proses kebijakan publik secara umum sudah cukup menjamin partisipasi perempuan mulai dari hak partisipasi perempuan sebagaimana dijamin dalam hak konsitusional warga negara dalam UUD 1945 maupun UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, ratifikasi konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan dalam UU No. 7 Tahun 1984 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Peraturan di tingkat nasional yang menjamin partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan daerah antara lain termuat dalam Pasal 10 ayat (2) butir k pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun 2007. Dikatakan bahwa “Kegiatan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan meliputi (juga) penetapan daftar nama 3-5 orang masyarakat yang komposisinya ada perwakilan perempuan sebagai delegasi dari peserta Musyawarah Perencanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembangunan Desa untuk menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan”. Pasal ini menjamin keterwakilan perempuan dalam mengawal Musyawarah Perencanaan Pembangunan hingga ke tingkat Musyawarah Perencanaan Pembangunan di atasnya. Sejalan dengan menguatnya pemberdayaan otoritas pembangunan desa, maka penguatan legalitas partisipasi perempuan dalam proses kebijakan publik di tingkat desa juga menguat. Hal ini terutama tampak pada implementasi instrumen hukum dalam praktek pembangunan desa yang partisipatoris dan legalitas pengarusutamaan gender menjadi syarat bagi program-program perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hingga ke tingkat daerah kecamatan dan perdesaan. Misalnya yang sangat tampak pada pengaturan dan panduan tentang pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Dalam
panduan
tentang
pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan, dijelaskan bahwa peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa adalah pemangku kepentingan (stakeholders) desa yang antara lain terdiri dari: Delegasi Dusun/RW; tiga pilar desa (Pemdes, BPD, LPMD); tokoh agama, tokoh adat; unsur perempuan; unsur pemuda; unsur keluarga miskin (gakin); organisasi kemasyarakatan desa, partai politik yang ada di desa; pengusaha, koperasi, kelompok usaha/pemasaran kelompok tani/nelayan, PPL; pelaku pendidikan (kepala sekolah, komite sekolah, guru); pelaku kesehatan (bidan desa, petugas kesehatan/pustu, PLKB); unsur pejabat pemerintah kecamatan; dan UPTD yang ada di kecamatan (FPPD dan Ford Foundation, 2008). Pencantuman secara khusus unsur perempuan sebagai delegasi yang disertakan dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan merupakan tindakan khusus (affirmative action). Merujuk pada ratifikasi Konvensi CEDAW, affirmative action merupakan tindakan sementara dengan tujuan untuk mendapatkan persamaan kesempatan dan perlakuan sama yang nyata antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian sebenarnya aturan-aturan mengenai keikutsertaan perempuan dalam forum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Musyawarah Perencanaan Pembangunan sebenarnya sudah cukup, akan tetapi belum sepenuhnya bisa berjalan. e. Dasar Hukum Pemberdayaan Perempuan di Indonesia. Kecenderungan mendistribusikan sumber daya pembangunan untuk kepentingan laki-laki telah menutup peluang perempuan untuk terlibat dalam semua aspek pembangunan dan menikmati hasil pembangunan. Oleh karena itu perlu adanya suatu dasar hukum yang mengatur dan mewadahi tentang upayaupaya pemberdayaan perempuan, dasar hukum yang mengatur pemberdayaan perempuan antara lain: 1) UUD 1945 Pasal 27 tentang persamaan Hak dan Kewajiban Warga Negara; 2) Undang-undang
No.7 Tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan (ratifikasi CEDAW); 3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 4) TAP MPR Nomor II dan IV tahun 2002; 5) Undang-Undang No.12 Tahun 2003 tentang Pemilu yang mengamanatkan kepada partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan anggota DPR-RI, DPRD Provinsi/Kab./Kota; 6) Undang-Undang
No.25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional; 7) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 8) PP No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009; 9) Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; 10) Keputusan Presiden No. 101 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan; 11) Keputusan Menteri Dalam Negeri No.132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender di daerah;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12) Konvensi Penghapusan Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the elimination of all forms of Discrimination Againts Women) Tahun 1979; 13) Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) Tahun 1994 di Kairo; 14) Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-5 Tahun 2000 di New York; 15) Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Developments Goals) Tahun 2000. Dengan adanya aturan-aturan tersebut diharapkan keadilan gender akan bisa tercapai sehingga kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan akan sama-sama menguntungkan atau memberi manfaat bagi laki-laki dan perempuan 3. Tinjauan tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan a. Pengertian Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan merupakan Forum tahunan tertinggi dalam penyusunan dan penetapan Daftar Skala Prioritas (DSP) pembangunan tingkat Kelurahan dan Rumusan Kegiatan Pembangunan Tahunan Anggaran berikutnya yang merupakan cerminan aspirasi masyarakat tingkat Kelurahan dan mengikat semua pihak dalam pembangunan. (Indra Bastian, 2007:110) Menurut Pasal 3 Peraturan Walikota (Perwali) Surakarta
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kelurahan berkedudukan sebagai forum tahunan stakeholders di tingkat kelurahan dalam penyusunan dan penetapan rumusan kegiatan serta Daftar Skala Prioritas kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RPJM Daerah dan disinkronkan dengan Prioritas Pembangunan Daerah, sebagai rujukan bahan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunancam dan kegiatan pembangunan tahun berikutnya. Menurut Saeful Muluk (2008:3) Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) kelurahan adalah “Forum musyawarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) kelurahan untuk menyepakati Rencana Kerja Kelurahan (Renja kelurahan) tahun anggaran berikutnya”. Menurut Saeful Muluk (2008:3) Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah “Forum perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah kelurahan bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan lainya”. Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah forum tahunan tertinggi yang diselenggarakan pemerintah kelurahan untuk menyepakati Rencana Kerja Kelurahan tahun anggaran berikutnya. b. Dasar Hukum Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Dasar hukum keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah dijamin dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang meletakkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, menciptakan rasa memiliki masyarakat
dalam
pengelolaan
pemerintahan
daerah,
menjamin
adanya
tranparansi, akuntabilitas, dan kepentingan umum, perumusan program dan pelayanan umum yang memenuhi aspirasi masyarakat. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, melembagakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di semua tingkatan pemerintahan dan perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan. Di dalamnya juga terkandung pentingnya sinkronisasi lima pendekatan perencanaan yaitu, pendekatan politik, partisipatif,
teknokratis,
bottom-up,
dan
top-down
dalam
perencanaan
pembangunan daerah. Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri tentang petunjuk teknis Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan, mengatur titik masuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Surat edaran bersama ini juga berisi pedoman tata cara, capaian, prosedur, proses, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mekanisme penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan dan forum pemangku kepentingan SKPD. Selain itu Peraturan Walikota Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum
Satuan Kerja Perangkat
Daerah
dan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan Kota telah menciptakan kerangka bagi Musyawarah Perencanaan Pembangunan untuk dapat mensinkronisasikan perencanaan bottom-up dan topdown dan merekonsiliasi berbagai kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan daerah.
c. Mekanisme Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Mekanisme
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kelurahan
dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Adapun petunjuk teknis
yang disebutkan dalam pedoman
pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan tahun 2012 sebagai berikut : 1) Organisasi Penyelenggara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan diselenggarakan oleh Panitia Ad Hoc yang ditetapkan dengan Keputusan Lurah, pada tahapan persiapan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Panitia Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan terdiri dari : a) Panitia Pengarah (Steering Committee/ SC) Susunan Keanggotaan Panitia Pengarah (SC) terdiri dari unsur pimpinan LPMK, unsur tokoh masyarakat dan unsur pemerintah kelurahan. Diupayakan keterwakilan perempuan minimal 30 % dari jumlah keanggotaan panitia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Tugas dan Fungsi Panitia Pengarah. (1) Mengikuti pelaksanaan agenda persiapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota; (2) Menyusun dan menetapkan jadwal, agenda, dan tempat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan; (3) Memfasilitasi dan memantau pelaksanaan musyawarah di tingkat RT/RW dan komunitas di tingkat kelurahan; (4) Mengumumkan
secara
terbuka
jadwal,
agenda,
dan
tempat
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan dilaksanakan; (5) Menerima pendaftaran dan atau mengundang peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan; (6) Mengarahkan
proses
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kelurahan agar pelaksanaannya berjalan lancar dan dapat mencapai sasaran dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku; (7) Memimpin Sidang Pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan; (8) Menyerahkan
hasil
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kelurahan kepada Panitia Pelaksana. 2) Panitia Pelaksana (Organizing Committee/ OC). Susunan Keanggotaan Panitia Pelaksana (OC) terdiri dari anggota masyarakat selain yang telah duduk di Panitia Pengarah (Steering Committee). Diupayakan keterwakilan perempuan sebesar 30 % dari jumlah panitia. a) Tugas dan Fungsi Panitia Pelaksana Panitia
Pelaksana
mempunyai
tugas
dan
fungsi
untuk
melaksanakan proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan sesuai dengan arahan Panitia Pengarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Narasumber a) Unsur Narasumber Narasumber terdiri dari : Lurah (selaku kepala wilayah dan kepala SKPD), pimpinan LPMK, Camat dan aparat kecamatan, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, Pejabat Instansi yang ada di Kelurahan, Lembaga
Keswadayaan
Masyarakat
(LKM),
Lembaga
Swadaya
Masyarakat (LSM), dan anggota DPRD yang berasal dari daerah pemilihan tersebut. b) Tugas Narasumber (1) Menyampaikan dan memberikan informasi yang perlu diketahui peserta sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, meliputi potensi kelurahan, analisa prioritas permasalahan, dan evaluasi pembangunan kelurahan tahun sebelumnya; (2) Lurah selain menyampaikan hal yang sebagaimana dimaksud pada angka 1, juga menyampaikan program/ kegiatan prioritas dari Rancangan Renja SKPD Kelurahan (khususnya Belanja Langsung kegiatan Urusan Pemerintahan Daerah). 4) Fasilitator Fasilitator bertugas untuk : a) Membantu Panitia Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan; b) Memfasilitasi dan memberikan asistensi kepada masyarakat dan peserta sidang
dalam
proses
pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan Kelurahan; c) Membantu kelancaran proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan dari Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan sampai dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan sehingga mulai dari awal fasilisator diharapka selalu mengawal jalanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Pendampingan Pendampingan
untuk
tahapan
pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta, dengan kegiatan antara lain : a) Memberikan penjelasan hal-hal yang diperlukan terkait pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan; b) Melakukan monitoring. 6) Peserta. Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan terdiri dari unsur : a) Pemerintah Kelurahan; b) LPMK; c) Unsur pengurus RT dan RW (utusan yang mewakili unsur ini dibekali surat
tugas
serta
berita
acara
hasil
musyawarah
perencanaan
pembangunan setempat); d) Tokoh masyarakat atau agama; e) Wakil Organisasi Sosial/ Kesenian/ Olah Raga/ Kerohanian/ Pemuda/ Perempuan dan Organisasi Kemasyarakatan lainnya di tingkat Kelurahan; f) Sektor Privat; g) Kelompok masyarakat yang terdapat di Kelurahan. Keterwakilan unsur perempuan diupayakan 30 % dari jumlah peserta. 7) Delegasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Delegasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan ke Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kecamatan,
dipilih
dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan dan disahkan oleh Pimpinan Sidang Pleno sebanyak-banyaknya tujuh (7) orang (diupayakan keterwakilan perempuan sebesar 30 % dari jumlah delegasi), terdiri dari : a) Unsur Pimpinan Sidang Pleno (SC);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Perwakilan Sidang Komisi; c) Ketua Tim Penyempurna Rumusan. 8) Mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kelurahan
diselenggrakan oleh Panitia Pelaksana. Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan diupayakan dilaksanakan pada waktu dan tempat yang memungkinkan peserta perempuan dapat terlibat secara optimal. Persidangan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan meliputi : a) Sidang Pleno I Dalam sidang pleno I dilakukan kegiatan : (1) Pemilihan pimpinan sidang dipimpin oleh Steering Commiittee; (2) Pemilihan pimpinan sidang dipimpin oleh Steering Commiittee; (3) Pengesahan tata tertib; (4) Paparan prioritas program atau kegiatan pembangunan di kecamatan dan hasil evaluasi pembangunan tahun sebelumnya oleh Camat atau Pemerintah Kecamatan; (5) Paparan prioritas program atau kegiatan kelurahan tahun berikutnya beserta informasi perkiraan jumlah alokasi dana; (6) Bantuan Pembangunan Kelurahan (blockgrant) oleh Lurah; (7) Paparan masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat kelurahan oleh beberapa perwakilan masyarakat (misalnya Ketua RW, Komite Sekolah, Ketua Kelompok Usaha, dan lain-lain); (8) Penetapan tata cara penyeleksian prioritas kegiatan. b) Sidang Komisi Dalam sidang komisi dilakukan kegiatan penyusunan, validasi, dan rekapitulasi : (1)DSP kegiatan yang akan didanai dengan alokasi anggaran dalam SKPD Kelurahan (sesuai pelimpahan sebagian kewenangan Walikota
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada Lurah), Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) dan atau Swadaya Masyarakat, BLM PNPM Mandiri didukung swadaya masyarakat serta sumber dana lainnya; (2)Rumusan
kegiatan
pembangunan
yang
akan
diusulkan
pada
Musyawarah Perencanaan Pembangunancam untuk ditangani SKPD. c) Sidang Pleno II Dalam sidang pleno II dilakukan kegiatan : (1) Paparan hasil sidang komisi; (2) Tanggapan; (3)Penetapan kegiatan unggulan kelurahan; (4) Pengesahan hasil sidang pleno II; (5) Pembentukan Tim Penyempurna Rumusan; (6)Penentuan delegasi ke Musyawarah Perencanaan Pembangunancam sebanyak-banyaknya tujuh orang yang terdiri dari : (a) Pimpinan Sidang Pleno; (b) Perwakilan Sidang Komis;. (c) Ketua Tim Penyempurna Rumusan. (7)Pembentukan Tim Perencana Kegiatan Pembangunan, Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan dan Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan tahun berikutnya; (8)Penandatanganan Berita Acara hasil-hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan diwakili oleh Pimpinan Sidang Pleno dan Ketua Sidang Komisi; (9)Penyerahan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan kepada Panitia Pengarah untuk diteruskan kepada Panitia Pelaksana. d) Pimpinan Sidang Pimpinan sidang terdiri dari Pimpinan Sidang Pleno dan Pimpinan Sidang Komisi. (1) Pimpinan Sidang Pleno
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pimpinan Sidang Pleno adalah Steering Committee, kecuali forum berkehendak/sepakat untuk memilih pimpinan sidang secara langsung dari peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Pimpinan Sidang Pleno terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. Sedangkan tugas pimpinan sidang pleno antara lain memimpin sidang pleno, mengesahkan tata tertib, memimpin pemilihan pimpinan sidang komisi, mengesahkan hasil keputusan sidang, menyerahkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan
kepada
panitia
pelaksana,
menetapkan
delegasi
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan untuk mengikuti Musyawarah
Perencanaan
Pembangunancam,
menetapkan
Tim
Penyempurna Rumusan Kegiatan, Menentapkan Pembentukan Tim Perencana Kegiatan Pembangunan, Pembangunan
dan
Tim
Tim
Monitoring
Pelaksanan Kegiatan
dan
Evaluasi
kegiatan
Pembangunan tahun berikutnya, menyusun berita acara hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan yang minimal memuat daftar prioritas kegiatan yang disepakati dan daftar nama delegasi yang terpilih, serta mengesahkan berita acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. (2) Pimpinan Sidang Komisi Pimpinan Sidang Komisi terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. Adapun tugas pimpinan sidang komisi yaitu memimpin sidang komisi, memfasilitasi perumusan dan validasi dalam rangka penyusunan DSP dan rumusan kegiatan pembangunan, menetapkan hasil sidang komisi. e) Keluaran (output) Keluaran (output) dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan adalah : (1)Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Kelurahan yang berisi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a) Rumusan Kegiatan Pembangunan untuk diusulkan ke Musyawarah
Perencanaan
Pembangunancam
dan
akan
dilaksanakan oleh SKPD (Form IV A); (b) DSP kegiatan pembangunan skala kelurahan yang akan didanai oleh alokasi dalam SKPD kelurahan (sesuai pelimpahan sebagian kewenangan Walikota kepada Lurah) (Form IV B); (c) DSP kegiatan pembangunan skala kelurahan yang akan didanai oleh alokasi Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) (Form IV C); (d) DSP kegiatan pembangunan skala kelurahan yang akan didanai oleh alokasi BLM PNPM Mandiri (Form IV D); (e) Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan untuk didanai dengan sumber dana lainnya selain dana sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d (Form IV E); (f) Daftar delegasi untuk mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunancam; (g) Susunan Keanggotaan Tim Penyempurna Rumusan Kegiatan; (h) Susunan Keanggotaan Tim Perencana kegiatan Pembangunan; (i) Susunan keanggotaan Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan; (j)Susunan
keanggotaan
Tim
Monitoring
dan
Evaluasi
Pelaksanaan; Kegiatan Pembangunan; (k)
Berita
Acara
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Kelurahan. f) Tim Penyempurna Rumusan Kegiatan Tim Penyempurna Rumusan Kegiatan ditetapkan dalam sidang pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Tugas
utama
Tim
Penyepurna
Rumusan
Kegiatan
adalah
menyempurnakan rumusan kegiatan pembangunan hasil Musyawarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perencanaan Pembangunan Kelurahan meliputi editing bahasa, sinkronisasi kegiatan dan penyempurnaan naskah. Anggota Tim Penyempurna Rumusan Kegiatan terdiri dari unsur ; Pimpinan Sidang Pleno dan Pimpinan Sidang Komisi, LPMK, dan unsur pemerintah kelurahan. g) Tim Perencana Kegiatan Pembangunan. Tim Perencana Kegiatan Pembangunan ditetapkan dalam sidang pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Tugas
utama Tim Perencana Kegiatan
Pembangunan adalah
merencanakan kegiatan pembangunan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kelurahan
yang
akan
dibiayai
dengan
Dana
Pembangunan Kelurahan (DPK) dan atau swadaya masyarakat. Anggota tim Perencana Kegiatan Pembangunan terdiri dari unsur ; masyarakat terkait, selain yang telah duduk di tim Perencana Kegiatan Pembangunan
dan
tim
Monitoring
dan
Evaluasi
Kegiatan
Pembangunan, LPMK, dan unsur pemerintah kelurahan. Keterwakilan unsur perempuan dalam tim diupayakan sebesar 30 %. h) Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan. Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan ditetapkan dalam sidang pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Tugas
tim
Pelaksana
Kegiatan
Pembangunan
antara
lain
;
melaksanakan kegiatan pembangunan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kelurahan
berdasarkan
rencana
kegiatan
yang
ditetapkan oleh tim Perencana Kegiatan Pembangunan, melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan kepada Lurah. Anggota Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan terdiri dari unsur ; masyarakat terkait, selain yang telah duduk di Tim Perencana Kegiatan Pembangunan
dan
Tim
Monitoring
commit to user
dan
Evaluasi
Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembangunan, Stakeholder pembangunan kelurahan. Keterwakilan unsur perempuan dalam tim diupayakan sebesar 30 %. i) Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan. Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan ditetapkan
dalam
sidang
pleno
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan Kelurahan. Tugas Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan antara lain ; melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan sejak ditetapkan hingga pelaksanaan DPK hasil Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
selesai,
mengawasi
pelaksanaan kegiatan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan yang akan dibiayai dengan Dana Pembangunan Kelurahan (DPK), yang rencana kegiatannya ditetapkan oleh Tim Perencana Kegiatan Pembangunan, menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan yang akan dibiayai dengan Dana Pembangunan Kelurahan (DPK), melaporkan hasil monitoring dan evaluasi kepada Lurah. Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan terdiri dari unsur : LPMK, Pemerintah Kelurahan, masyarakat terkait selain yang telah duduk di Tim Perencana Kegiatan Pembangunan dan Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan, stakeholder pembangunan kelurahan (orang yang paham terhadap obyek monitoring dan evaluasi). Keterwakilan unsur perempuan dalam tim diupayakan sebesar 30 %. j) Jadwal Penyelenggaraan. Proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Surakarta
menggunakan
mekanisme
Musyawarah
perencanaan
pembangunan, sesuai dengan Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bappenas Tahun 2006. Keterlibatan masyarakat dimulai pada tingkat Kelurahan hingga tingkat Kota. Jadwal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan di tingkat Kelurahan diselenggarakan selambat-lambatnya pada awal bulan Februari.
4. Tinjauan tentang Hak Konstitusional. 1) Pengertian Hak Konstitusional. Hak asasi manusia telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi menjadi hak konstitusional setiap warga negara atau constitutional rights (Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi dalam Jurnal Konstitusi:83 Vol 6 Nomor 3, September 2009). Hak-hak asasi manusia menjadi hak-hak konstitusional karena
statusnya yang lebih tinggi dalam hirarki norma hukum biasa, utamanya ditempatkan di dalam suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Hak konstitusional menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Penjelasan Pasal 51, adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia Konstitusi (Latin Constitution) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara, biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya, konstitusi pada umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. (id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi) diakses pada tanggal 27, Januari 2012, jam 13:37. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa konstitusi dibuat untuk mengatur pembagian dan pembatasan kekuasaan dalam negara, mengatur perlindungan konstitusional HAM, dan mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hal ini hak konstitusional adalah hak-hak yang dijamin di dalam UUD 1945. Sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi”. Elemen pokok negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap”fundamental right”.(tiada negara hukum tanpa pengakuan dan perlindungan terhadap “fundamental right”). Hak konstitusional warga negara yang meliputi hak asasi manusia dan hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 berlaku bagi setiap warga negara Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari perumusannya yang menggunakan frasa “setiap orang”, “segala warga negara”, “tiap-tiap warga negara”, atau ‘setiap warga negara”, yang menunjukkan bahwa hak konstitusional dimiliki oleh setiap individu warga negara tanpa pembedaan, baik berdasarkan suku, agama, keyakinan politik, ataupun jenis kelamin. Hak-hak tersebut diakui dan dijamin untuk setiap warga negara bagi laki-laki maupun perempuan. Bahkan UUD 1945 juga menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Dengan demikian, jika terdapat ketentuan atau tindakan yang mendiskriminasikan warga negara tertentu, hal itu melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, dan dengan sendirinya bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu setiap perempuan warga negara Indonesia memiliki hak konstitusional sama dengan warga negara Indonesia laki-laki. Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan karena statusnya sebagai perempuan, ataupun atas dasar perbedaan lainnya. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam. Realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan oleh negara. Perbedaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemampuan tersebut bukan atas kehendak sendiri kelompok tertentu, tetapi karena struktur sosial yang berkembang cenderung meminggirkannya. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang dilakukan tanpa memperhatikan
adanya
perbedaan
tersebut,
dengan
sendirinya
akan
mempertahankan bahkan memperjauh perbedaan tersebut. Agar setiap warga negara memiliki kemampuan yang sama dan dapat memperoleh perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang sama pula, diperlukan perlakuan khusus terhadap kelompok tertentu. Hanya dengan perlakuan khusus tersebut, dapat dicapai persamaan perlakuan dalam perlindungan konstitusional setiap warga negara.
dan pemenuhan hak
Oleh karena itu, UUD 1945 menjamin
perlakuan khusus tersebut sebagai hak untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama. Pasal 28H Ayat (2) menyatakan “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu menjamin kebebasan dan hak warga, maka mentaati hukum dan konstitusi pada hakikatnya mentaati imperative yang terkandung sebagai subtansi maknawi di dalamnya (imperative: hak-kak warga yang asasi) harus dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun, juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mempengaruhi jalanya proses pembuatan kebijakan publik. Menjadi warga negara Republik Indonesia menurut UUD 1945 mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem hukum dan pemerintahan. UUD 1945 mengakui dan menghormati hak asasi setiap individu manusia yang berada dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Penduduk Indonesia, apakah berstatus sebagai warga negara Indonesia atau bukan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak dasar yang diakui universal. Prinsip-prinsip hak asasi manusia itu berlaku pula bagi setiap individu warga negara Indonesia. Bahkan, di samping
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jaminan hak asasi manusia itu, setiap warga negara Indonesia juga diberikan jaminan hak konstitusional dalam UUD 1945. Di samping itu, terdapat pula ketentuan mengenai jaminan hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku bagi warga negara atau setidaknya bagi warga negara diberikan kekhususan atau keutamaan-keutamaan tertentu, misalnya hak atas pekerjaan, hak untuk menyuarakan pendapat atau berpolitik dan lain-lain yang secara bertimbal balik menimbulkan kewajiban bagi negara untuk memenuhi hak-hak itu khususnya bagi warga negara Indonesia. 2) Pengaturan Tentang Hak Konstitusional Warga Negara (Perempuan). Perempuan, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber daya insani pembangunan, mempunyai hak serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan di segala bidang. Kedudukan perempuan dalam masyarakat serta peranannya dalam pembangunan perlu dipelihara dan terus ditingkatkan sehingga dapat memberikan sumbangan yang sebanyak-banyaknya bagi pembangunan. Demi mencapai itu semua maka perlu suatu pengaturan yang memuat tentang hak perempuan, sehingga dapat menjamin hak-hak perempuan sebagai manusia dan sumberdaya utama dalam pembangunan. Pengaturanpengaturan tentang hak konstitusional perempuan tersebut antara lain yaitu: 1) Hak Konstitusional Warga Negara (Perempuan) dalam Pancasila dan UUD 1945. Hak-hak tertentu yang dapat dikategorikan sebagai hak konstitusional warga negara adalah : a) Hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku sebagai hak bagi Warga Negara dan penduduk yaitu : a) Pasal
28
berbunyi,
“Kemerdekaan
berserikat
dan
berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. b) Hak warga yang mencangkup Hak Asasi Manusia dapat dijabarkan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(1)Pasal 28A menyatakan, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. (2)Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. (3)Pasal 28F menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah,
dan
menyimpan
informasi
dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. (4)Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Ayat (2) berbunyi, ”Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. (5)Pasal 28H ayat (2) menyatakan, “Setiap orang berhak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Hal ini juga diutamakan bagi Warga Negara Indonesia, bukan bagi orang asing yang merupakan tanggung jawab negara asalnya sendiri untuk memberikan perlakuan khusus itu. Sebagai imbangan terhadap adanya jaminan hak konstitusional warga negara tersebut di atas, UUD 1945 juga mengatur dan menentukan adanya kewajiban konstitusional setiap warga negara. Serupa dengan hak-hak, kewajibankewajiban dimaksud juga terdiri atas (i) kewajiban sebagai manusia atau kewajiban asasi manusia, dan (ii) kewajiban sebagai warga negara. Bahkan, jika dibedakan lagi antara hak dan kewajiban asasi manusia dengan hak dan kewajiban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konstitusional warga negara, maka kewajiban-kewajiban dimaksud juga dapat dibedakan antara (i) kewajiban asasi manusia, (ii) kewajiban asasi warga negara, dan (iii) kewajiban konstitusional warga negara. 2) Hak Konstitusional Perempuan yang Dimuat dalam DUHAM. Hak konstitusional perempuan harus dilindungi dan ditegakkan. Hal tersebut sesuai dengan bunyi Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yaitu: a) Pasal 21 (1) Setiap orang mempunyai hak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui perwakilan-perwakilan yang dipilih dengan bebas. 3) Hak Konstitusional Perempuan yang Dimuat dalam UU No. 7 Tahun 1984 Di dalam Pasal 7 UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dijelaskan bahwa wanita mempunyai hak yang sama dengan pria untuk : a) Dipilih dan memilih; b) Berpartisipasi
dalam
perumusan
kebijakan
pemerintah
dan
implemantasnya; c) Memegang jabatan dalam perumusan kebijakan pemerintah dan melaksanakan fungsi pemerintahan di semua tingkat; d) Berpartisipasi dalam organisasi atau perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara. 4) Hak Konstitusional Dibidang Politik. Politik sangat berperan dalam kemajuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi, oleh karena itu perlu adanya payung hukum yang menjamin hak dan kewajiban warganegara di bidang politik, yang antara lain :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a)
digilib.uns.ac.id
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum;
b) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; c)
UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik;
d) UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD; e)
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Secara khusus hak tentang berpendapat diatur dalam UU No. 9
Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, dimana dijelaskan sebagai berikut: Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UndangUndang. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hak untuk mengemukakan pendapat secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara, sehingga disatu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis. B. Hasil Penelitian yang Relevan. Isu mengenai kiprah perempuan di sektor publik tidak akan pernah hilang, terutama di dalam partisipasinya yang berkaitan dengan pembangunan. Kondisi perempuan yang sekarang ini bisa dikatakan kurang mendapat perhatian di ranah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
publik atau biasa disebut sebagai ketimpangan gender sudah menjadi bahasa baku yang artinya pasti dikaitkan dengan kondisi perempuan yang terpuruk, atau tersubordinasi. Berbagai kendala yang membayangi dalam penyetaraan gender dalam segala aspek belum semua bisa terealisasikan. Mengenai
partisipasi
perempuan
dalam
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) penelitian yang relevan yaitu penelitian dari Sri Ekawati (2010) dengan judul “Partisipasi perempuan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (studi deskriptif kualitatif tentang partisipasi perempuan dalam musyawarah perencanaan pembangunan di Kelurahan Joyosuran, Kecamatan
Pasar
Kliwon,
Kota
Surakarta)”.
Dalam
penelitian
tersebut
menyimpulkan bahwa partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan tersebut sudah cukup baik, namun dalam pelaksanaan masih terdapat kekurangan. Sebagai jalan keluar untuk meningkatkan kontrol yang dimiliki perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan yaitu dengan memberikan dorongan dan kepercayaan untuk menduduki posisi yang strategis. Sehingga dengan posisi yang strategis tersebut perempuan ikut berperan dalam proses pengambilan keputusan dan juga memberikan motivasi kepada perempuan untuk memanfaatkan peluang atau kesempatan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan secara maksimal, serta untuk mengurangi faktor-faktor yang menghambat perempuan berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan dapat dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan kepada berbagai pihak khususnya perempuan. Sehingga dengan informasi yang diterima, perempuan mampu meningkatkan pengetahuan dan kepedulian dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan. Seharusnya juga dilakukan proses kaderisasi sehingga ada regenerasi untuk kader perempuan ikut terlibat dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan ke depannya. Selain itu seiring dengan proses perkembangan jaman diharapkan perempuan mampu meningkatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kapasitasnya. Sehingga siap dan mampu menghadapi wilayah publik yang kompetitif dan maskulin. C. Kerangka Berfikir. Kerangka berfikir merupakan acuan di dalam melaksanakan penelitian, kerangka berfikir isinya adalah jawaban dari rumusan masalah berdasarkan kajian teori. Sehingga dari teori yang telah dipaparkan di atas maka dapat dibuat kerangka berfikirnya. Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) kelurahan untuk menyepakati Rencana Kerja Kelurahan (Renja kelurahan) tahun anggaran berikutnya. Disebutkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) bahwa perempuan dalam suatu proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan diupayakan ikut berpartisipasi sebanyak 30% dari semua total peserta yang hadir dalam forum, sehingga forum tersebut benar-benar bisa mewakili perempuan. Bahkan, perwakilan perempuan harus dipastikan masuk ke dalam setiap pengiriman delegasi di setiap tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang lebih tinggi. Dengan partisipasi
disetiap
Musyawarah
Perencanan
Pembangunan
(Musyawarah
Perencanaan Pembangunan) maka sesuai dengan perwali tersebut partisipasi perempuan memang sangat diperlukan di kegiatan muyawarah dengan tujuan untuk menciptakan keadilan dalam pembangunan daerah dengan kata lain untuk mewujudkan responsife gender. Komponen pokok pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah masyarakat, pemerintah dan swasta. Sejauhmana partisipasi perempuan untuk mewujudkan hak konstitusionalnya, akan dipengaruhi pula oleh komponenkomponen yang ada disekitarnya yaitu komponen pemerintahan lokal setempat, komponen swasta, komponen masyarakat secara luas, dan juga bahkan dari internal unsur perempuan itu sendiri baik dari organisasi maupun perseorangan. Di dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan tersebut, pemerintah memberikan ruang kepada semua elemen dan struktur masyarakat, khususnya perempuan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berpartisipasi, untuk menyampaikan aspirasinya dan memperjuangkan hak-haknya sebagaimana telah diuraikan di dalam UUD 1945. Peserta dari masyarakat terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan di harapkan bisa seimbang, akan tetapi peraturan pemerintah saat ini mengisyaratkan untuk keterwakilan yaitu sebesar 30 %. Partisipasi perempuan yang ideal di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan diharapkan akan menghasilkan kebijakan yang bersperspektif gender. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi perempuan saat ini di dalam pengambilan kebijakan masih sangat rendah. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan
dalam
proses
kebijakan
publik
dan
perencanaan
pembangunan merupakan hal yang masih banyak ditemui di tingkat kecamatan dan desa. Begitu juga yang terjadi di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Dengan jumlah penduduk perempuan yang hampir seimbang dengan jumlah penduduk laki-laki seharusnya kondisi partisipasinya pun juga seimbang atau bahkan lebih tinggi daripada tingkat partisipasi laki-laki. Tetapi kenyataanya menunjukkan bahwa tingkat partisipasi perempuan di Kelurahan Semanggi masih rendah. Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan khususnya di dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan masih rendah yaitu sekitar 23% dari total keseluruhan peserta. Perwakilan-perwakilan di dalam masing-masing bidang pun juga tidak menujukkan adanya partitipasi perempuan yang bagus, karena secara kuantitas, jumlah perempuan yang terlibat kalah banyak dibandingkan dengan jumlah peserta laki-laki, terutama di dalam bidang infrastruktur dengan peserta keseluruhan adalah laki-laki. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi masih terjadi ketidakadilan gender dimana perempuan masih dipandang memiliki kemampuan yang lemah dibanding dengan laki-laki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal tersebut mengakibatkan munculnya hasil dari program-program pembangunan yang tidak berperspektif gender. Akibatnya, pembangunan untuk sektor yang memfokuskan pada kelompok perempuan menjadi tidak terjalankan. Dampaknya, pemenuhan kebutuhan perempuan baik di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi maupun kebutuhan dasar dan pendukung lainnya menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Input Pemerintah Daerah (Kelurahan)
Proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan
Output Kebijakan yang responsive gender
Partisipasi
Semua elemen dan unsur masyarakat
1. Organisasi penyelenggara 2. Panitia pelaksana 3. Narasumber 4. Fasilitator Gambar 1. Kerangka berfikir 5. Pendamping 6. Peserta 7. Delegasi BAB III
Hak Warga Negara (Perempuan)
commit to user
Tercapainya pemenuhan hak Warga Negara di bidang politik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BABIII METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Kualitas dari penelitian kualitatif tidak tergantung oleh luas tidaknya masalah dan besar kecilnya populasi tetapi ditentukan oleh ketajaman di dalam menganalisa data atau permasalahanya. Sehingga perlu adanya suatu pembatasan tempat penelitian yang jelas. Dalam penelitian kualitatif memandang permasalahan yang ada secara menyeluruh dan terkait dengan yang lainya. Tempat penelitian merupakan suatu lokasi dimana penelitian akan dilakukan untuk memperoleh data sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kelurahan Semanggi di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Pemilihan lokasi penelitian tersebut oleh peneliti didasarkan pada beberapa aspek, yaitu : Dilihat dari aspek administratif yaitu dari data yang diperoleh peneliti pada saat mengadakan pra penelitian didapat beberapa ketidaksesuaian antara kenyataan dengan peraturan yang ada, yaitu tentang keterwakilan perempuan di dalam Peraturan Walikota Surakarta dijelaskan bahwa perwakilan perempuan diusahakan minimal 30% dan dipastikan ada perwakilan dalam setiap pengiriman delegasi, akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukan data lain, diketahui bahwa dari 127 peserta hanya ada 30 peserta perempuan yang hadir. Selain itu jumlah penduduk yang hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan yaitu dengan perbandingan
jumlah
penduduk laki-laki 17.020 sedangkan jumlah penduduk perempuan 16.951 seharusnya memiliki perbandingan partisipasi yang seimbang pula. Hal tersebut juga menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian di Kelurahan Semanggi. Pemilihan penelitian Kota Surakarta, khususnya di Kecamatan Pasar Kliwon, lebih mengerucut lagi di wilayah Kelurahan Semanggi, karena struktur demografi, terutama struktur infrastruktur lebih kompleks dari pada kelurahan lain di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wilayah Kota Surakarta. Dari sisi etnisitas, wilayah ini dihuni tiga etnis besar, yaitu Jawa, Arab dan Cina. Dari struktur perekonomiannya, wilayah ini mewakili masyarakat dari struktur kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. 2. Waktu Penelitian Untuk melaksanakan penelitian ini direncanakan waktu penelitian empat bulan yang akan dimulai pada bulan maret 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. Kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian. Tahun 2012 No Kegiatan Jan 1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan Proposal
3.
Ijin Penelitian
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Penyusunan Laporan
Feb
Mar
Apr Mei
Jun Jul
Ags
Sep
B. Bentuk dan Strategi Penelitian. 1. Bentuk Penelitian Secara umum, penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan. Dalam penelitian ilmiah terdapat dua bentuk penelitian, yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif. Maksud dari penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang menitikberatkan pada proses yang diambil dari fenomena yang ada, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam. Sedangkan penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang menitikberatkan pada hasil yang dikerjakan dengan sistem statistik
commit to user
Okt
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang menghasilkan data berupa angka. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang diperlukan, maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, karena memaparkan objek yang diteliti (orang, lembaga atau lainnya) berdasarkan fakta. Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah “Tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya”. (Lexy J Moleong, 2008:3) Sedangkan Lexy Moleong sendiri mendefinisikan penelitian kualitatif adalah “Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa saja yang dialami oleh subyek penelitian misalkan perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi data, kata- kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”. (Lexy Moleong, 2008:6) Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa yang ada di lapangan.
2. Strategi Penelitian Setelah menentukan bentuk penelitian, selanjutnya akan ditentukan strategi penelitian yang dalam hal ini sangat penting untuk dilakukan agar masalah yang diteliti mampu diungkapkan dan dapat dipecahkan dengan akurat. Dalam penelitian deskriptif ada 4 macam strategi penelitian yang dapat digunakan untuk menyusun penelitian, yaitu: a
Tunggal terpancang Studi yang memusatkan pada variabel yang telah ditentukan terlebih dahulu atau dengan istilah, kemudian hanya menggunakan satu lokasi penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b
c
d
digilib.uns.ac.id
Ganda terpancang Sedang strategi penelitian Ganda terpancang yang membedakan hanya lokasi penelitian, yaitu ada dua lokasi yang digunakan. Tunggal holistik Studi yang mengarahkan pada subjeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded) Ganda holistik Studi yang mengarahkan pada dua subjeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded). (H.B. Sutopo, 2002:10) Dalam penelitian ini, penulis memilih strategi
tunggal terpancang yang
maksudnya yaitu sebagai berikut : tunggal yang artinya hanya ada satu lokasi yaitu Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Sedang terpancang artinya untuk mengetahui “Partisipasi Perempuan Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Warga Negara Di bidang Politik. C. Sumber Data Menurut Suharsimi Arikunto (2006:114) yang dimaksud dengan sumber data adalah “Sejauh dari mana data dapat diperoleh”. Selanjutnya menurut Lofland dan Lofland “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. (Lexy Moleong, 2008:157), Pendapat lain diungkapkan oleh H.B. Sutopo (2002:50), “Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, atau aktivitas, tempat atau lokasi, dokumen dan arsip serta berbagai benda lain”. Hal serupa mengenai sumber data dalam penelitian kualitatif juga diungkap oleh Sugiyono (2010:309) yang menyebutkan bahwa: Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan sumber data primer, dan sumber data sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekuder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Berdasarkan pendapat diatas, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini berupa informan, peristiwa atau aktivitas, serta dokumen atau arsip, lebih lanjut hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan Pengertian informan adalah individu yang memiliki informasi. Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Dengan sumber data ini maka akan diperoleh informasi, pernyataan maupun kata-kata yang diperoleh dari informan yang bersangkutan. Informan itulah yang disebut sebagai data primer yaitu orang yang tahu dan dapat dipercaya serta mengetahui secara mendalam data yang diperlukan, atau sering disebut informan kunci (key informan). Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai untuk untuk menggali informasi secara mendalam tentang Musyawarah Perencaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi adalah : a. Bapak Herdwiyanto selaku ketua panitia
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan. b. Suparno HS, BE, Dipl, S.Pd, ST, MM selaku ketua LPMK. c. Bapak Agus Santoso selaku Lurah Kelurahan Semanggi. d. 30 Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan perempuan e. 69 Perempuan yang tidak terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang merupakan sampel dari 23 RW di Keluahan Semaggi f. Tokoh
masyarakat
dari
Kelurahan
Semanggi
yang
mengikuti
Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Untuk lebih jelasnya mengenai daftar nama-nama informan dapat dilihat (pada lampiran 1 halaman 111)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Dokumen
Yang dimaksud dengan dokumen merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam penelitian ini, dokumen yang berkaitan dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang digunakan adalah : a. Undang- Undang Dasar 1945 terutama Pasal 28; b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999; c. Undang-Undang No. 32 tahun 2004; d. Peraturan Walikota Surakarta No. 15 Tahun 2011; e. Serta
berita
acara
dari
pelaksanaan
Musyawarah
Pelaksanaan
Pembangunan (Musrenbang) di Kelurahan Semanggi.
3.
Tempat dan Peristiwa
Sumber data lain yang tidak dapat dipisahkan dari sumber data di atas adalah tempat dan peristiwa. Tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana penelitian dapat dilakukan yaitu di Kelurahan Semanggi, Kota Surakarta. Adapun peristiwa permasalahan yang diteliti yaitu mengenai pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
D. Teknik Sampling Dalam penelitian kualitatif sampel akan ditunjukkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan bahwa sampel itu terkait dengan masalah yang diteliti, jujur, dapat dipercaya, dan datanya bersifat obyektif. Sampling pada penelitian kualitatif digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Hal ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong (2008: 224) yang mengatakan bahwa sampling memiliki tujuan di antaranya: “ 1. Untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik; 2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik pengambilan sampel ada beberapa cara, yaitu: a. Sampling Sistematis Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. b. Sampling Purposive Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. c. Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. (Sugiyono, 2010:123) Berdasarkan uraian di atas, maka teknik pengumpulan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Snowball Sampling dan Purposive Sampling, diharapkan dengan menggunakan kedua teknik ini peneliti dapat memperoleh data yang benar-benar akurat.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Data sangat diperlukan dalam penelitian guna membuktikan kebenaran suatu peristiwa, sehingga untuk mendapatkan data yang akurat, jelas, dan terperinci serta dapat dipertanggungjawabkan maka harus menggunakan teknik pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Interview atau wawancara Lexy J. Moleong (2008:135) berpendapat bahwa “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yaitu pewawancara (interviewer) percakapan itu dilakukan oleh dua pihak dan pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Menurut Sugiyono (2010:319), macam-macam wawancara di antaranya yaitu: ”wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan wawancara tidak struktur”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Wawancara terstruktur (Structured interview) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. b. Wawancara semistruktur (Semistrukture Interview) Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. c. Wawancara tak berstruktur (unstructured interview) Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Dalam sebuah wawancara, diperlukan langkah-langkah yang digunakan agar tujuan dari penelitian dapat tercapai. Lincoln dan Guba menjelaskan bahwa terdapat tujuh langkah dalam penelitian kualitatif yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan; Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan; Mengawasi atau membuka alur wawancara; Melangsungkan alur wawancara; Mengkonfirmasikan ihtisar hasil wawancara dan mengakhirinya; Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan; Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. (Sugiyono, 2010:322) Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menggunakan jenis wawancara
semistruktur, karena dalam melakukan wawancara penulis membuat kerangka pokokpokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai panduan wawancara. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar pokok-pokok yang telah direncanakan dapat tercakup seluruhnya dan hasil wawancara dapat mencapai sasaran. Untuk pedoman wawancara dalam penelitian ini dapat dilihat (pada lampiran 2 halaman 123). Jenis wawancara ini merupakan in-depth interview, di mana peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
responden secara lebih mendalam, kemudian yang menjadi subjek responden wawancara adalah masyarakat, khususnya perempuan baik yang terlibat di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan ataupun yang tidak terlibat, ketua panitia, dan Ketua LPMK serta tokoh masyarakat yang mungkin bisa menambah informasi. Sedangkan petikan hasil wawancara dari informan dapat dilihat (pada lampiran 3 halaman 126)
2. Observasi Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010:203), “Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis”. Teknik observasi pada dasarnya digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Spradley menjelaskan bahwa ”pelaksanaan teknik dalam observasi dapat dibagi menjadi observasi tak berperan serta, observasi berperan serta yang terdiri dari berperan pasif, berperan aktif, dan berperan penuh dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga (bagian) atau anggota kelompok yang sedang diamati”. (HB. Sutopo, 2002:65) Adapun hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Observasi berperan serta. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam observasi berperan serta ini dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu berperan aktif dan berperan pasif. Observasi berperan aktif maksudnya dalam penelitiannya, peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Hal ini bisa ditunjukkan peneliti tidak hanya sekedar berdialog yang mengarah pada kelengkapan datanya melainkan mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan datanya. Hal ini terasa berbeda dengan observasi berperan pasif, dalam observasi jenis ini peneliti hanya sekedar mendatangi lokasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain hanya sebatas pengamat pasif artinya peneliti hanya sekedar mengamati aktivitas dan perilaku subjek yang diteliti dan sebagainya. b. Observasi nonpartisipan atau tidak berperan serta. Dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. HB Sutopo ( 2002:65) menyebutkan bahwa “dalam observasi tak berperan kehadiran peneliti tidak diketahui oleh subjek yang diamati”. Dengan demikian di dalam observasi tak berperan dapat dilakukan dengan mengamati perilaku subjek peneliti dari jarak jauh. c. Observasi berperan penuh. Sugiyono (2002:68) menyebutkan bahwa “Dalam observasi berperan penuh peneliti memiliki peran dalam lokasi studinya”. Dengan definisi tersebut tentunya di dalam observasi berperan penuh peneliti benar-benar memiliki keterlibatan di dalam penelitiannya. Dengan demikian dari beberapa macam observasi di atas, maka observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif, maksudnya peneliti hanya sekedar mendatangi lokasi tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain hanya sebatas mengamati aktivitas dan perilaku subjek yang diteliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data dengan memperhatikan dan mengamati lokasi selama kunjungan dilakukan. Adapun dalam penelitian ini peneliti mengobservasi: 1) Sejauh mana tingkat partisipasi perempuan dalam mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi; 2) Proses pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi. 3. Analisis Dokumen Analisis dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dokumen yang telah terkumpul, mempelajari kemudian menganalisanya. Dokumen sebagai sumber data yang berbentuk tertulis atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gambar yang bisa merupakan keterangan tentang keadaan masa sekarang maupun keadaan di masa lampau yang sewaktu-waktu dapat dilihat kembali. Menurut Sugiyono (2010:329), “Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu”. Data-data dokumenter harus relevan dengan obyek penelitian. Dapat berupa laporan-laporan, artikel-artikel dan gambar di media masa, dokumen, dan lainnya yang mampu mendukung data yang diperlukan. Dalam penelitian ini dokumentasi kegiatan dapat dilihat (pada lampiran 4 halaman 189) Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, Perwali Kota Surakarta No.15 Tahun 2011, daftar hadir Musyawarah Perencanaan Pembangunan ( lampiran 5 halaman 192) serta berita acara dari pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi. (lampiran 6 halaman 199) F. Validitas Data Untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan, maka perlu adanya validitas data. Oleh karena itu, peneliti dapat menentukan cara untuk meningkatkan atau mengembangkan kevaliditasan dari data yang telah diperoleh tersebut. HB Sutopo (2002:79) menjelaskan bahwa ”validitas data merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian“. Untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Trianggulasi Lexy J. Moleong (2002:178) berpendapat bahwa “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu”. Patton menyatakan bahwa ada 4 macam teknik trianggulasi, yaitu : “Trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi peneliti, trianggulasi teori”. (HB. Sutopo, 2002:78)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Trianggulasi Data (data triangulation), artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda. b. Trianggulasi Metode (methodological trianggulation), jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk menguji kemantapan informasi yang diperoleh. c. Trianggulasi Peneliti (investigator trianggulati), hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. Dari informasi yang berhasil digali, diharapkan dapat terjadi kesepakatan pendapat yang sama dari beberapa peneliti. d. Trianggulasi Teori (theoretical trianggulation), trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Misalnya dalam membahas suatu permasalahan tertentu, peneliti menggunakan beberapa teori seperti teori sosial, teori budaya, dsb. Dari perspektif teori yang berbeda tersebut, peneliti akan memperoleh pandangan yang tidak hanya sepihak tetapi lebih lengkap, hingga akhirnya dapat dianalisis dan ditarik simpulan lebih utuh dan menyeluruh. 2. Informan Review Pengertian dari informan review adalah “Merupakan upaya pengembangan validitas data yang dilakukan dengan cara mengkomunikasikan unit-unit laporan yang telah disusun kepada informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (Key Informan)”. (HB. Sutopo, 2002:83) Dalam pelaksanaannya diperlukan diskusi agar terjadi kesamaan pemahaman antara peneliti dan informan. Hal yang perlu diingat apabila menggunakan cara ini, peneliti wajib memberi jaminan rasa aman bagi informannya, sebab hal ini terkadang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyangkut peristiwa yang sensitif dan tidak menyenangkan bagi informan tersebut. Dengan demikian, dalam prosedur validitas data melalui informan review ini dapat dilakukan dengan mengkonfirmasikan antara data yang diperoleh peneliti dengan informan yang dijadikan narasumber dalam penelitiannya.
3. Member Chek Dalam member chek
atau pengecekan anggota, laporan hasil penelitian
diperiksa oleh kelompok atau peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang tepat atau mencantumkan kekurangan untuk lebih dimantapkan. Selanjutnya Lexy J.Moleong (2008:337) mengungkapkan bahwa ”pengecekan anggota berarti peneliti mengumpulkan para peserta yang telah ikut menjadi sumber data dan mengecek kebenaran data dan interpretasinya”. Lexy J. Moleong (2008:337) menjelaskan bahwa cara memperoleh validitas data melalui pengecekan anggota (member check) dapat dilakukan dengan jalan: a. b. c. d.
Penilaian dilakukan oleh responden; Mengoreksi kekeliruan; Menyediakan tambahan informasi secara sukarela; Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis data; e. Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan. Cara ini hampir sama dengan triangulasi sumber atau data, hanya saja dalam member check dilakukan pada anggota yang terlibat di dalam penelitian sedangkan trianggulasi sumber atau data pelaksanaanya kepada mereka yang bukan anggota yang terlibat di dalam penelitian tetapi mereka yang menjadi objek penelitian. Dalam member check ini juga memungkinkan adanya kelemahan, misalnya apabila ada anggota yang terlibat mau menghancurkan hasil penemuan karena tidak sesuai dengan kebijakan yang ia buat. Dengan demikian, dari beberapa cara memperoleh validitas data di atas, maka dalam penelitian ini validitas data diperoleh dengan menggunakan Trianggulasi Data dan Trianggulasi Metode. Trianggulasi data yaitu data penelitian diambil dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbagai sumber data yang berbeda untuk menghasilkan data yang sejenis. Sumber data yang digunakan adalah informan dari masyarakat, khususnya perempuan baik yang terlibat di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan ataupun yang tidak terlibat, ketua panitia, perangkat kelurahan, tokoh masyarakat, Ketua LPMK, dokumen terkait, tempat, dan peristiwa. Hasil dari trianggulasi data dapat dilihat (pada lampiran 7 halaman 204). Sedangkan Trianggulasi Metode yang dipergunakan untuk memperoleh data yang sejenis dilakukan melalui berbagai teknik pengumpulan data dalam bentuk wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Untuk lebih jelasnya hasil dari trianggulasi metode dapat dilihat (pada lampiran 8 halaman 207) Adapun alasan memilih menggunakan Trianggulasi Data dan Trianggulasi Metode adalah untuk menutup kemungkinan apabila ada kekurangan data dari salah satu sumber atau salah satu metode maka dapat dilengkapi dengan data dari sumber atau metode lain.
G. Analisis Data Dalam penelitian kualitatif yang datanya berupa kata-kata dan tindakan, maka dalam menganalisis data digunakan teknik non statistik. Matthew B. Miles dan Michael Huberman (2008: 20) menyebutkan bahwa ”Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus menerus”. Selanjutnya Lexy J. Moleong (2008:289) menjelaskan bahwa “Sebenarnya inti analisis dalam penelitian kualitatif terletak pada tiga hal yang berkaitan yakni pendeskripsian fenomena, ,mengklarifikasikan, dan yang terakhir adalah bagaimana peneliti mampu mengaitkan konsep-konsep yang muncul dalam penelitiannya”. Ketiga hal tersebut pada dasarnya merupakan proses yang siklikal dan saling berkaitan satu sama lain. Menurut H. B. Sutopo (2002:91) proses analisis terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama tersebut adalah: “(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4) verifikasi atau pengambilan kesimpulan”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model “Interactive of Analisis yang dikembangkan oleh Matthew dan Michael Huberman. Proses analisis dengan model interaktif dapat digambarkan dan dibentuk skema sebagai berikut. 1 Pengumpulan Data
2 Reduksi Data
3 Sajian Data
4 Verifikasi/pengambilan kesimpulan
Gambar 2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (2002:96) Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka proses analisis data akan lebih jelas. Data yang terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Selain itu, dilakukan pada suatu proses siklus antara masing-masing tahap tersebut, sehingga komponen-komponen tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan, yang kemudian akan menghasilkan data yang tersusun secara sistematis. Lebih lanjut Matthew B Miles dan Huberman (2008:19) mengungkapkan, ”peneliti harus bergerak di antara empat sumbu kumparan selama pengumpulan data, selanjutnya bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu penelitiannya”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam penelitian dari awal sampai akhir. Kegiatan penelitian ini menggunakan beberapa tahapan yaitu “(1) Persiapan, (2), Pengumpulan data, (3) Analisis data, dan (4) Penyusunan laporan penelitian”. (H.B. Sutopo. 2002: 187-190). Adapun uraian dari tahap-tahap penlitian tersebut sebagai berikut : 1. Persiapan a. Mengurus perijinan penelitian; b. Menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman (daftar pertanyaan), dan menyusun jadwal kegiatan penelitian. 2. Pengumpulan Data a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan wawancara mendalam dan mencatat dokumen; b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul; c. Memilah dan mengatur data sesuai dengan kebutuhan. 3. Analisis Data. a. Menentukan teknik analisis data yang sesuai dengan proposal penelitian; b. Mengembangkan sajian data dan analisis lanjut; c. Setelah mendapat data yang sesuai dengan kebutuhan maka dilakukan proses verifikasi; d. Setelah selesai maka merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian; e. Merumuskan implikasi sebagai bagaian dari pengembangan saran dalam laporan akhir penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian. a. Penyusunan laporan awal; b. Review laporan : pertemuan diadakan dengan mengundang dua orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang telah disusun; c. Perbaikan laporan dan disusun sebagai laporan akhir penelitian; d. Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis. Kelurahan Semanggi merupakan wilayah yang termasuk salah satu Kelurahan yang luas di antara kelurahan-kelurahan yang ada di wilayah Kota Surakarta. Kelurahan Semanggi terletak di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, dengan perbatasan di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sangkrah, di sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Joyosuran, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasar Kliwon. Secara geografis, sebelah timur dari wilayah Kelurahan Semanggi terletak berdekatan dengan alur sungai Bengawan Solo. Dimana sebelah timur dari alur sungai bengawan Solo merupakan wilayah Kabupaten Sukoharjo. Dari sisi ancaman bencana, Kelurahan Semanggi memiliki kerawanan terkena bencana banjir, terutama ketika musim hujan. Ancaman bencana banjir menjadi salah satu hal yang menjadi antisipasi masyarakat dan pemerintah khususnya pemerintah Kelurahan Semanggi dalam melakukan pembangunan dalam bidang fisik di wilayahnya. Semisal program pembangunan dan perbaikan drahinase maupun jalan. Dari sisi sosial ekonomi, kedekatan geografis dengan wilayah Kabupaten Sukoharjo memiliki keuntungan bagi warga Kelurahan Semanggi. Dimana masyarakat Kelurahan Semanggi dapat melakukan kegiatan perekonomian dengan masyarakat di wilayah Kabupaten Sukoharjo secara lebih dekat. Profesi masyarakat Kelurahan Semanggi yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh, pedagang, wiraswasta dan lain sebagainya, mendapatkan keuntungan dengan kedekatan wilayah dengan kabupaten lain, karena dapat melakukan kegiatan perekonomian ke wilayah lain secara lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mudah karena geografis yang lebih dekat. Ataupun melakukan kegiatan perekonomian dengan masyarakat dari Kabupaten Sukoharjo yang masuk wilayah Kelurahan Semanggi. 2. Keadaan Demografi Dari sisi demografi, Kelurahan Semanggi yang memiliki luas 166,82 ha yang terbagi dalam 5 (lima) lingkungan, terdiri dari 23 (Dua Puluh Tiga) RW dan 131 (Seratus Tiga Puluh Satu) RT serta 9.046 Kepala Keluarga. Berdasar pada data demografi Kelurahan Semanggi pada bulan Maret 2012, Kelurahan Semanggi mempunyai penduduk kurang lebih 33.971 (Tiga Puluh Tiga Ribu Sembilan Tujuh Puluh Satu) orang dengan jenis kelamin laki-laki 17.020 (Tujuh Belas Ribu Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu) orang dan perempuan 16.951 (Enam Belas Ribu Sembilan Ratus Limat Puluh Satu) orang. Kelurahan Semanggi dikenal juga sebagai wilayah yang penduduknya sebagian besar merupakan pekerja dalam sektor konveksi. Dimana di wilayah Kelurahan Semanggi ini terdapat lokasi industri pakaian jadi, printing, sablon juga home industri lainya. Selain itu Kelurahan Semanggi juga menyimpan berbagai ragam budaya dan seni seperti karawitan, pewayangan, musik bambu, keroncong juga musik modern. Potensi ekonomi dan budaya tersebut pula yang melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunankel di rencanakan untuk dikembangkan melalui program atau kegiatan semisal pelatihan ataupun pemberian modal. Namun seringkali program atau kegiatan tersebut tidak dirasakan oleh kelompok perempuan. 3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin ini dapat dipergunakan untuk mengetahui jumlah penduduk usia produktif, non produktif dan belum produktif. Selain itu juga dapat menjadi petunjuk bagi kemungkinan perkembangan penduduk di masa yang akan datang. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin Kelurahan Semanggi dapat dilihat dari tabel berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur. Kel. Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) 0-4 1.056 978 2.034 5-9 1.391 1.291 2.682 10-14 1.400 1.312 2.712 15-19 1.505 1.415 2.920 20-24 1.373 1.430 2.803 25-29 1.645 1.539 3.184 30-39 2.982 2.818 5.800 40-49 2.368 2.446 4.814 50-59 1.833 1.937 3.770 60+ 1.467 1.785 3.252 Jumlah 17.020 16.951 33971 Sumber: Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi Tahun 2012 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Penduduk Distribusi penduduk Kelurahan Semanggi Menurut tingkat pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Semanggi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Tamat Akademi / Perguruan Tinggi 3.210 orang Tamat SLTA 8.167 orang Tamat SLTP 7.118 orang Tamat SD 2.546 orang Belum tamat SD 5.577 orang Tidak Tamat SD 3.082 orang Tidak Sekolah 2.237 orang Jumlah 31.937 orang Sumber: Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi Tahun 2012 Berdasarkan dari table tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Semanggi termasuk tinggi, hal ini dibuktikan dengan jumlah lulusan paling banyak pendidikan tertinggi adalah lulusan SLTA (25,5%), tamat SLTP (22,3%), belum tamat SD (17,5%), tamat Akademi/Perguruan Tinggi (10,1%), sedangkan yang lain tidak tamat SD dan tidak sekolah (16,7%).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama Kelurahan Semanggi terdiri dari berbagai macam etnis suku bangsa, dengan keyakinan masing-masing. Berikut ini adalah data mengenai jumlah pemeluk agama yang terdapat di Kelurahan Semanggi Tabel 5 Komposisi penduduk menurut agama No. 1 2 3 4 5 6
Agama Jumlah Islam 29.654 Kristen Protestan 2.353 Kristen Khatolik 1.737 Hindu 31 Budha 9 Konghucu 5 Jumlah 33.971 Sumber: Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi Tahun 2012 Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan Semanggi beragama Islam (87,3%), sedangkan yang lain Kristen Protestan (6,9%), Kristen Katolik (5,1%), Budha dan Hindu. 6. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pada bagian ini menjelaskan mengenai mata pencaharian penduduk Kelurahan Semanggi serta akumulasi jumlah penduduk dengan mata pencaharian yang disajikan dalam bentuk tabel berikut : Tabel 6. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mata Pencaharian Petani Sendiri Buruh Tani Nelayan Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengangkutan PNS/ TNI/ Polri Pensiunan
Jumlah 0 0 0 689 3.550 3.182 4.400 1.584 286 338
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11
Lain-lain Jumlah
digilib.uns.ac.id
15.226 29.255
Sumber: Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi Tahun 2012 Berdasarkan data tersebut di atas secara umum mayoritas penduduk Kelurahan Semanggi adalah pedagang (15,04%) buruh industri (12,1%), buruh bangunan (10,8%), dan lainnya (PNS, pengangkutan, pensiunan, dan pengusaha). Pada umumnya pedagang yang ada di Kelurahan Semanggi adalah pedagang di Pasar Notoharjo atau Pasar klitikan, serta pedagang makanan, kemudian untuk buruh industri yang ada di wilayah Semanggi adalah industri sablon, pembuatan tangki kendaraan bermotor, serta kompor minyak. Pemilik industri merupakan orang lokal di mana tenaga kerja yang digunakan adalah mayoritas orang lokal. 7. Infrastruktur Dari sisi infrastruktur perekonomian, Kelurahan Semanggi didukung dengan keberadaan empat pasar yang berada di wilayah Kelurahan Semanggi tersebut. Kelurahan Semanggi mempunyai 4 (empat) pasar yaitu Pasar Ayam, Pasar Besi, Pasar Notoharjo, dan Pasar Rakyat. Dengan keberadaan empat pasar tersebut, kegiatan perekonomian masyarakat dapat lebih mudah dilakukan, baik dalam pembelian barang jasa maupun penjualan barang dan jasa. Keberadaan sentra home industri seperti pembuatan shuttle cock, pembuatan kompor, dandang, sepatu, alat musik, boga dan lain sebagainya yang terletak di Kelurahan Semanggi, dengan adanya empat pasar tersebut, juga mendapatkan kemudahan dalam akses ke pasar. Untuk menunjang perekonomian, pemerintah Kota Surakarta telah mendukung wilayah tersebut dengan membangun Sub Terminal Semanggi yang sudah mulai beroperasi. Dengan pembangunan subterminal tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan dan penyerapan pengangguran. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan kegiatan industri warga Kelurahan Semanggi, juga disusun kegiatan atau program pengembangan kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perekonomian melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi. Adanya koperasi dan kelompok lain yang menunjang kegiatan ekonomi seperti pemberian pinjaman kepada masyarakat dan usaha kecil menengah yang sampai saat berjalan dengan baik sangat memerlukan dana segar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membantu usaha-usaha ekonomi yang mereka operasikan. Guna memperlancar serta memberikan pelayanan baik yang juga keahlian yang memadai, koperasi, perempuan, kader sangat memerlukan perhatian yaitu peningkatan sumber daya manusia melalui berbagai macam pelatihan, kursus ketrampilan berbagai bidang yang profesional serta penyuluhan hukum menujang kegiatan ekonomi serta penyaluran tenaga kerja. Upaya peningkatan kualitas SDM tersebut dilakukan oleh pemerintah Kelurahan Semanggi melalui penyelenggaraan pelatihan yang telah diusulkan dan disepakati melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunankel. Salah satu sasaran kegiatan pelatihan tersebut adalah kelompok perempuan. Namun demikian, salah satu kendala dalam pengembangan perekonomian masyarakat tersebut, adalah keberadaan UMKM ini masih mengalami kendala rendahnya produktivitas usaha, terbatasnya akses-akses terhadap permodalan, rendahnya kualitas kelembagaan usaha. 8. Struktur Organisasi Pemerintahan Struktur organisasi pemerintahan merupakan suatu gambaran tentang garis koordinasi ataupun garis komando dalam melaksanakan sutu pemerintahan. Organisasi pemerintahan di Kelurahan Semanggi mencakup : a. Lurah; b. Sekretaris; c. Pelaksana; d. Kasi Tata Pemerintahan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup; f. Kasi Pemberdayaan masyarakat: g. Kasi Budaya dan Agama; h. Kasi Pengelola Administrasi Kependudukan; i. Kasi Pengendali Pembangunan Lingkungan: j. Pengelola Administrasi Kesmas; k. Pelaksana. Kelurahan Semanggi dipimpin oleh seorang kepala kelurahan (Lurah). Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengatur dan mengendalikan semua jalannya kegiatan pemerintahan, kepala kelurahan dibantu oleh perangkat kelurahan. Perangkat Kelurahan Semanggi terdiri dari Sekretaris dan 7 Kasi yaitu Kasi Tata Pemerintahan, Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Kasi Pemberdayaan masyarakat, Kasi Budaya dan Agama, Kasi Pengelola Administrasi Kependudukan, Kasi Pengendali Pembangunan Lingkungan. Untuk kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunankel yang diadakan setiap tahunnya berada di bawah ampuan Seksi Pemerintahan. Untuk lebih jelasnya tentang struktur organisasi di Kelurahan Semanggi dapat di lihat pada gambar berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lurah
Sekretaris
Kelompok Jabatan Fungsional
Pelaksana
Kasi Tata Pemerintahan
Kasi Pembangunan Dan LH
Kasi Pemberdayaa n Masyarakat
Kasi Budaya Dan Agama
Pengelola Administrasi Kependuduka
Pengendalian Pembangunan Lingkungan
Pengelola Administrasi KESMAS
Pelaksana
Sumber: Kelurahan Semanggi Tahun 2012 Gambar.3 Struktur Organisasi Pemerintah Kelurahan Semanggi.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Rendahnya Partisipasi Perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Proses
dalam
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunankel
pada
hakekatnya merupakan forum untuk mensosialisasikan program atau kegiatan pembangunan yang telah direncanakan di tingkat RW. Proses diskursus perencanaan pembangunan sesungguhnya justru berada di tingkat RW. Karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam tingkatan tersebut, usulan program bermula dari unsur-unsur masyarakat yang terlibat. Meskipun demikian, pada tingkat RW kekuatan perempuan untuk mengajukan usulan sangat lemah. Dalam proses tersebut posisi yang kuat dimiliki oleh unsur masyarakat yang memiliki status sebagai stakeholder masyarakat. Jikalaupun terdapat unsur perempuan yang berpartisipasi dalam ruang musyawarah tersebut, hanya sebagai pendengar dari usulan yang diajukan dan disusun. Rendahnya partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) merupakan suatu permasalahan yang belum terpecahkan di Kelurahan Semanggi. Hal tersebut sejalan dengan pernyatan dari ketua LPMK yaitu Bapak Suparno yang menyatakan bahwa “ Dari dulu sampai sekarang partisipasi perempuan di Musyawarah Perencanaan Pembangunan rendah, tidak hanya di Semanggi saja kalau menurut saya, tapi disemua tempat dan diberbagai forum tampaknya partisipasi perempuan juga rendah”. (wawancara dengan Bapak Suparno, di Balai Pertemuan, Kelurahan Semanggi, 2012). Sejalan dengan hal tersebut Bapak Herdwiyanto selaku ketua panitia pelaksana Musyawarah Perencanaan Pembangunan juga mengungkapkan bahwa Sebenarnya penduduk Kelurahan Semanggi ini sangat banyak juga beragam akan tetapi memiliki kesibukan sendiri-sendiri, seperti dari etnis Arab yang memiliki rasa sosial rendah misalkan saja dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan kemarin yang jika kita lihat perwakilan dari etnis Arab tidak ada, mungkin tidak dapat undangan ataupun diundang tidak mau saya juga kurang tau karna undangan itu adalah kewengan dari RW, tapi memang dari dulu etnis Arab itu jarang yang mengkuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan. (wawancara dengan Bapak Herdwiyanto, di Kelurahan Semanggi, 2012). Di dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunankel Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Tahun 2012 aktivitas perempuan bisa dikatakan kurang aktif di dalam forum tersebut tapi juga ada yang memberikan masukan di dalam forum sidang komisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ternyata terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu: a. Kurangnya kesadaran perempuan untuk berpartisipasi dan sulitnya melepas kebiasaan dari panitia dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab masih rendahnya perempuan untuk berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah kurangnya kesadaran dari diri perempuan. Di dalam Juklak dan Juknis Perwali No. 15 Tahun 2011 sudah diatur tentang keterwakilan perempuan yaitu sebanyak 30%. Akan tetapi dengan adanya peraturan dari Kota Surakarta yang sudah jelas bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan tersebut kurang mendapat perhatian khususnya dari perempuan. Hal tersebut mengakibatkan Peraturan Walikota No. 15 Tahun 2011 menjadi wacana belaka tanpa adanya pelaksanaan yang benar-benar nyata. Selain kesadaran dari perempuan yang belum tahu sejauh mana mereka harus melibatkan diri dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, ternyata kebiasaan dari panitia yang mengundang dengan acuan dari tahun lalu juga berpengaruh. Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu Mar yang menyatakan bahwa” Yang mengikuti jangan hanya mereka yang dekat dengan orang kelurahan tapi kalau bisa semua diundang”. Akibatnya aturan-aturan yang ada di dalam Perwali belum bisa terlaksana dikarenakan masih sulitnya menghilangkan kebiasaan yang sudah ada yaitu kebiasaan tentang siapa saja yang diundang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan dari Bapak Senen selaku Sekretaris Kelurahan Semanggi yang menyatakan bahwa : Setau saya kalau dulu, peserta Musyawarah Perencanaan (musren) itu statusnya diundang. Sedangkan dalam peraturan yang sekarang, UU No. 32 Tahun 2004, siapa saja boleh menyampaikan dan datang ke forum tersebut. Tetapi pihak panitia terkadang masih belum melepaskan kebiasaan siapa yang biasanya harus diundang. Nah, inilah kendala-kendalanya. (wawancara Bapak Senen di Kelurahan Semanggi, 2012). Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran dari perempuan sangatlah penting, aturan tentang 30% keterwakilan perempuan tidak akan bisa berjalan tanpa adanya kesadaran serta kebiasaan dari pihak Kelurahan yang belum bisa melepas kebiasaan yang ada, yaitu dengan mengundang orang-orang yang sudah terbiasa hadir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan sehingga bisa dikatakan bahwa peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan dari tahun ke tahun hampir sama, hal tersebut jelas bisa menutup peluang warga masyarakat khususnya perempuan yang ingin ikut serta dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan. b. Beban ganda perempuan. Beban kerja domestik yang menimbulkan beban ganda bagi perempuan yang hendak beraktivitas publik. Mengenai tantangan beban kerja ganda yang dialami perempuan seperti informasi yang disampaikan oleh Ibu Markukuh, yang menyatakan bahwa, “Perempuan itu kadang banyak kendalanya, kalau aktif di luar rumah. Kadang suami melarang, anak-anak tidak ada yang mengurusi. Kalaupun boleh keluar dengan syarat pekerjaan rumah harus sudah selesai”. (wawancara dengan Ibu Markukuh, di Kelurahan Semanggi, 2012). Hal ini didukung oleh pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Supardi selaku Perwakilan RW yaitu sebagai berikut, ” Perempuan mau jadi wanita karier lebih banyak waktunya di luar rumah bagi saya nggak apa-apa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tapi tanggung jawab utamanya sebagai istri melayani suami dan sebagai ibu mengurus rumah tangga juga harus diselesaikan dulu. Kalau sudah silakan mau melakukan apa”. (wawancara dengan Bapak Supardi, di
Kelurahan
Semanggi, 2012). Beban ganda ternyata tidak dialami oleh para perempuan yang tidak mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan namun perempuan yang mengikuti pun juga merasa bahwa perempuan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga yang tidak bisa ditinggalkan, sejalan dengan hal tersebut Ibu Hening Budiastuti menyatakan bahwa: Kalau saya sebagai perempuan yang banyak diluar karena setiap hari saya harus ke kelurahan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga harus selesai dulu seperti memasak, karna sudah menjadi kebiasaan sebelum berangkat ke kelurahan pasti pekerjaan rumah semua sudah beres. Kalau belum beres rasanya kurang plong. Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa peran domestik diyakini bukan menjadi beban bagi perempuan sekalipun itu harus dibagi dengan aktivitas perempuan di luar (peran publik). Dengan anggapan tersebut ketika perempuan harus berada di luar rumah untuk melakukan aktivitas publik, maka tanggung jawab perempuan atas pekerjaan domestik harus sudah dapat diselesaikan. Akibatnya, ketika perempuan masuk wilayah publik akan memunculkan beban ganda (double burden) pada diri perempuan. Beban kerja domestik ini terlihat dalam pernyataan informan perempuan yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan yang juga menganggap bahwa pekerjaan domestik menjadi tugas dan pekerjaan perempuan di dalam keluarga. c. Rendahnya pendidikan dan pengalaman. Faktor rendahnya pendidikan serta kurangnya pengalaman dalam mengkuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan berakibat tidak siapnya perempuan memasuki wilayah-wilayah publik yang kompetitif dan maskulin, seperti yang dituturkan oleh Ibu Nunuk sebagai berikut, ”Dari sisi perempuan sendiri tidak punya persiapan dan kadang tidak peduli. Perempuan tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berani ngomong di dalam forum, tersendak-sendak, grogi, bahkan sampai ”anyep kabeh”. Dari faktor perempuan yang tidak tahu apa-apa tadi tidak mau belajar”. (wawancara dengan Ibu Nunuk, di Kelurahan Semanggi, 2012). Disisi lain terkadang perempuan juga mempunyai keberanian serta kemauan untuk menyuarakan aspirasinya sebagai wujud pemenuhan hak politik seperti yang disampaikan oleh Ibu Haryani sebagai berikut : ”Kalau saya sendiri kemarin masuk dalam Komisi Sosial Budaya bidang pendidikan usulan yang saya sampaikan adalah peningkatan anggaran PAUD”. Hal tersebut juga diperkuat pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Aryani Purwaningsih, sebagai berikut : Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel kemarin banyak perempuan yang datang hanya sebagai undangan. Atau malah hanya ”unthul bawang”. Jadi kadang dia sendiri datang harus ngapain saja tidak tahu. Bisanya hanya ”manthuk-manthuk”. Tapi ada juga yang aktif ikut di mengusulkan di sidang komisi walaupun jumlahnya masih sedikit dan hanya sebagai anggota saja(wawancara dengan Ibu Aryani Purwaningsih, Kelurahan Semanggi, 2012). Hal ini juga dikemukakan oleh Ibu Ana Rosiana sebagai berikut: “Dilihat dari tingkat pendidikan itu tidak bisa menjamin, kalau di masyarakat itu yang penting pengalamannya. Sedangkan ibu-ibu di sini itu kadang merasa tidak mampu kalau mengurusi Musyawarah Perencanaan Pembangunankel, padahal laki-laki belum tentu juga ”. (wawancara dengan Ana Rosiana, di Kelurahan Semanggi, 2012). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Semanggi sebagian besar perempuan yang hadir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah adalah mereka yang hadir pada tahuntahun sebelumnya, hal ini menunjukkan kesempatan yang diberikan kepada perempuan lain pun kurang. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pengalaman sangat dibutuhkan dalam proses mengikuti Musyawarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perencanaan Pembangunan khususnya bagi perempuan. Karena ternyata pendidikan tanpa disertai dengan pengalaman juga akan berakibat kurang aktifnya perempuan yang merasa kurangnya rasa percaya diri. d. Kurangnya sosialisasi dan minimnya undangan. Kurangnya
sosialisasi
tentang
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunankel serta minimnya undangan terhadap kader-kader perempuan sehingga menyebabkan perempuan kurang persiapan untuk bisa aktif di dalam forum. Hal ini bisa dicontohkan ketika peneliti mewawancarai sebagian masyarakat Kelurahan Semanggi. Dari hasil wawancara diketahui bahwa masih ada masyarakat Kelurahan Semanggi khususnya perempuan yang belum mengetahui Musyawarah Perencanaan Pembangunan, disisi lain ada yang sudah mengetahui akan tetapi tidak bisa mengikuti dikarenakan tidak mendapat undangan. Dan yang paling memprihatinkan beberapa masyarakat belum mengetahui apa dan mengapa Musyawarah Perencanaan Pembangunan itu dilaksanakan, dan apa peran, tugas, dan tanggung jawab perempuan di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan seperti pernyataan dari Ibu Madira yang menyatakan, “Saya baru dengar kali ini, setau saya kalau di Kelurahan itu ketika orang-orang ditanya mau ngapain jawabnya rapat, jadi yang saya tau hanya rapat, kalau Musyawarah Perencanaan Pembangunan saya kurang tau” .”(wawancara dengan Ibu Madira, di RW
Kelurahan
Semanggi, 2012). Pernyataan terkait juga diungkapkan oleh informan Ibu Sarmi, sebagai berikut: ”Di tempat saya ada tapi perempuannya tidak banyak yang terlibat. Yang diundang orang yang pintar-pintar saja, kalau saya sebagai pedagang Pak RW nya mau ngundang juga mikir-mikir”. Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Widarti sebagai berikut : Kalau seperti saya ini taunya hanya menghitung uang, jadi masalah seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan saya kurang tau, tapi alangkah baiknya jika ada sosialisasi program-program kelurahan kepada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semua masyarakat kelurahan baik dari pedagang, ibu rumah tangga, pokoknya semuanya biar masyarakat juga tau program kelurahan. .”(wawancara dengan Ibu Widarti di Kelurahan Semanggi, 2012). Minimya undangan yang disebabkan kurang kuatnya aturan tentang juga berdampak pada kehadiran perempuan di dalam proses pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Di dalam Perwali No. 15 Tahun 2011 yaitu di Pasal 20 disebutkan: (1) Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunankel meliputi perwakilan semua unsur masyarakat yang berdomisili di kelurahan setempat; (2) Keikutsertaan peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mendaftar kepada dan atau diundang oleh Panitia Pelaksana; (3) Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh Panitia Pelaksana. Hal tersebut sangat membatasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan karena pada dasarnya undangan merupakan ketetapan dari panitia, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Juwadi Selaku Ketua RW menyatakan bahwa : Kurang berpartisipasinya perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan ini yang pertama karena keterbatasan undangan, dimana undangan itu dari setiap RW diwajibkan untuk mengirimkan 4 orang sebagai perwakilan di setiap bidang, dan untuk pemilihanya pun juga saya pertimbangkan, maksudnya yang saya beri undangan adalah orang-orang yang jika dilihat memiliki potensi yang sesuai dengan bidang-bidang di Musyawarah Perencanaan Pembangunan, yang kedua yaitu karena kesibukan masing-masing karena rata-rata penduduk di Kelurahan Semanggi ini bekerja ikut dengan orang, jadi susah untuk ditinggalkan. Apalagi untuk etnis Arab, orang-orang Arab yang ada di Kelurahan Semanggi ini rata-rata kalau di ajak untuk berkumpul dan bermusyawarah itu sulit, keculi dalam hal bisnis.(wawancara dengan Bapak Juwadi, di RW Kelurahan Semanggi, 2012). Dari pernyataan-pernyataan di atas bisa diketahui bahwa sosialisasi program-program dari pemerintah kepada masyarakat sangatlah penting karena masyarakatlah subyek dan obyek utama pembangunan. Pengetahuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan program yang dijalankan oleh pemerintah juga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi karena dengan mengetahui secara keseluruhan baik manfaat dan tujuan program maka akan ada rasa ketertarikan sendiri untuk ikut berpartisipasi.
e. Kuatnya budaya patriarki. Masih
kuatnya
budaya
patriarki
sehingga
laki-laki
masih
mendominasi dalam posisi yang strategis. Menurut Wells dalam Jurnal Perempuan No. 8 Tahun VII 1998 Patriarki sering dipahami sebagai suatu dominasi laki-laki atas perempuan, yang terlihat dari harapan sosial yang menempatkan laki-laki lebih tinggi atas perempuan. Hal ini seperti informasi yang disampaikan oleh Ibu Efontri Umiani, sebagai berikut : ”Belum seimbang. Hal ini disebabkan karena tradisi laki-laki sejak dulu pegang peranan dan dalam pembentukan panitia hanya untuk orang-orang tertentu saja hanya pindah posisi saja tapi orangnya tetap sama”. Hal senada juga disampaikan oleh informan Ibu Endah Basuki, sebagai berikut : ”Masih banyak laki-laki yang menjadi panitia karena ini merupakan tradisi sejak dulu. Karena sejarahnya seperti itu jadi sulit untuk merubahnya”. Pernyataan tentang masih kuatnya budaya patriarki juga di benarkan oleh perempuan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Khuzaimah, sebagai berikut : ”Selama ini perempuan hanya dianggap sebagai konco wingking jadi semua masih dipercayakan pada kaum laki-laki saja. Perempuan itu ya di rumah tugasnya ngurusi anak sama masak”. Permasalahan perempuan terkait dengan posisi strategis disebabkan oleh berbagai faktor. Diantaranya faktor internal atau dari dalam diri perempuan kadang kala menolak apabila ditawarkan posisi strategis. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sri Slamet, sebagai berikut : Ya tadi, kadang perempuan itu sendiri tidak paham harus apa, mau ngapain. Kalau mau usul juga bingung. Karena dia datang hanya utusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari RT/RW sekedar untuk memenuhi undangan. Ada juga yang sebenarnya pintar mas, tapi karena tidak ada waktu dan tidak ada undangan tidak datang ke Musyawarah Perencanaan Pembangunankel. Menanggapi komentar yang disampaikan oleh informan perempuan tentang kurangnya minat perempuan menduduki posisi strategis, Bapak Suparno HS selaku Ketua LPMK Kelurahan Semanggi menyatakan : Apabila yang menjadi kendala itu adalah faktor SDM, sebenarnya itu hanya anggapan ibu-ibu saja. Banyak ibu-ibu yang merasa tidak mampu padahal ketika ada banyak tugas, ibu-ibu mampu menyelesaikannya. Saya berkali-kali menawarkan kesempatan kepada perempuan karena saya menilai ibu-ibu lebih mengetahui kepentingan dan kebutuhan, bukan seperti yang bapak-bapak inginkan. Kehadiran peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunankel Semanggi tahun 2012 mayoritas masih didominasi oleh laki-laki. Pernyataan tersebut seperti yang disampaikan oleh ibu Bambang sebagai berikut : Kalau Musyawarah Perencanaan Pembangunankel tahun ini jumlah perempuan yang datang tidak begitu banyak, jika dilihat setiap perwakilan dari RW itu empat orang dan rata-rata laki-laki semua. Ada perempuanya tapi mungkin dari perwakilan itu hanya ada satu atau mungkin malah tidak ada. Saya sendiri ikut juga baru satu kali ini tahuntahun kemarin saya tidak dapat undangan. (wawancara dengan Ibu Bambang, di Kelurahan Semanggi, 2012). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Ibu Susi selaku staff Kelurahan Semanggi : ”Kalau tahun ini pesertanya sudah ada peningkatan dari tahun kemarin. Tapi tetap masih banyak peserta laki-lakinya. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel kemarin banyak perempuan yang datang hanya sebagai undangan. Atau malah hanya ”unthul bawang”.(wawancara dengan Ibu Susi, di RW Kelurahan Semanggi, 2012). Selain itu aktivitas perempuan juga bisa dilihat dari keterlibatannya dalam susunan kepanitiaan Musyawarah Perencanaan Pembangunankel. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel Semanggi Tahun 2012 susunan kepanitiaannya masih didominasi oleh laki-laki. Yang memperkuat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dominasi laki-laki yaitu posisi yang strategis masih banyak dikuasai. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ibu Hening Budiastuti selaku sekretaris dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, ”Masih banyak laki-laki yang menjadi panitia karena ini merupakan tradisi sejak dulu. Karena sejarahnya seperti itu jadi sulit untuk merubahnya.ada perempuan tapi rata-rata perempuan itu menjadi seksi konsumsi atau di presensi. Kalau untuk jadi ketua itu jarang atau mungkin malah tidak ada”. (wawancara dengan Ibu Hening Budiastuti, di Kelurahan Semanggi, 2012). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Ibu Susi yang menyatakan “Kebanyakan perempuan posisinya sebagai anggota dan seksi konsumsi. Katanya kalau perempuan pantasnya di bagian belakang”.(wawancara dengan Ibu Susi, di Kelurahan Semanggi, 2012). Pernyataan ini dipertegas lagi oleh Bapak Tugiman sebagai berikut: ”Selama ini keterlibatan perempuan dalam panitia Musyawarah Perencanaan Pembangunankel masih dalam bidang tertentu. Dan sebenarnya selalu ada yang terlibat tapi hanya di sie itu-itu saja yaitu konsumsi dan administrasi”.(wawancara dengan Bapak Tugiman di Kelurahan Semanggi, 2012). Selain itu, kurang berminatnya perempuan untuk menjadi ketua ataupun jabatan yang lebih strategis lainnya juga dikarenakan perempuan sudah merasa repot dengan kegiatan rumah tangganya. Jumlah perempuan di Kelurahan Semanggi masih banyak yang berusia produktif yang lebih memilih untuk mendidik anak dan mengelola rumah tangga daripada harus menghadiri forum Musyawarah Perencanaan Pembangunankel karena perempuan ternyata dibatasi oleh berbagai faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik, seperti adanya harapan tradisional pada peran dan kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, kasta dan ketidaksetaraan kelas, kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang hukum atau undang-undang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Keterwakilan perempuan kurang representative mawakili perempuan. Faktor lain rendahnya peran perempuan adalah keterwakilan perempuan kurang representatif. Jumlah peserta perempuan yang hadir hanya 30 orang dari jumlah peserta yang hadir yaitu 127 orang. Rendahnya tingkat kehadiran perempuan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri serta keberanian perempuan dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya pada forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Akibatnya perempuan yang hadir belum bisa mewakili perempuan-perempuan lainya untuk menyuarakan aspirasi. Hal ini disampaikan oleh Atut Ira: ”Dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, masih ditemui adanya sikap perempuan yang kurang partisipatif. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya keberanian serta kepercayaan diri dari peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan itu sendiri.” Ibu Heru juga membenarkan pendapat tersebut: Biasanya ibu-ibu yang hadir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan lebih sedikit dibanding bapak-bapak dan kurang didukung dengan sumberdaya manusia yang memadahi, dari mereka yang hadir biasanya kurang mempunyai keberanian untuk menyampaikan aspirasinya, karena merasa kurang mendapatkan dukungan dari kaumnya, disamping itu juga sangat dipengaruhi adanya budaya setempat. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa kehadiran perempuan mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan perencanaan pembangunan yang partisipatif dan responsive gender. Out put dari pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah Rencana Kerja Pembangunan Kelurahan Semanggi yang dituangkan dalam Daftar Usulan Rencana Pembangunan (DURP) wilayah Kelurahan Semanggi tahun 2012. Daftar Usulan Kegiatan Pembangunan tersebut merupakan suatu dokumen penting untuk memberi gambaran kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dengan potensi dan kebutuhan masyarakat Kelurahan pada tahun 2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil telaah di lapangan, setidaknya terdapat beberapa kondisi sosial historis yang menjadi sumber dan kendala aksi. Jika dilakukan pemilahan, maka hambatan tersebut berada dalam ruang Pemerintah, Masyarakat dan juga Privat. Pada ruang pemerintahan, regulasi yang menempatkan pemerintah sebagai unsur dominan dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan tetap masih menjadi hal yang sulit dihilangkan. Pada ruang masyarakat, tradisi lokal menjadi bagian lain dari kendala untuk melakukan aksi. Dan dalam ruang privat, arus kapitalisme (sistem paham ekonomi) menjadi hal yang sulit dibendung, untuk mengajak perempuan khususnya untuk lebih tertarik beraktivitas
menghadiri
proses-proses
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan dari pada mencari laba. Keterjebakan perempuan dalam ruang ini sangat nyata, bagaimana perempuan yang bekerja, semisal di perusahaan, pabrik, kantor, toko, sulit melepaskan diri dari jam kerja yang padat serta beban kerja yang besar sehingga mereka sulit menemukan kesadaran dan ruang untuk berdiskursus dalam pembanguan di wilayahnya. g. Struktur masyarakat. Hambatan partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel juga tidak lepas dari kondisi dominasi struktur-struktur tertentu dari masyarakat. Dominasi struktur masyarakat yang dimaksud adalah forum Musyawarah yang sudah tertanam sebagai sebuah ruang untuk mereka yang memiliki status sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama atau sejenisnya. Musyawarah Perencanaan Pembangunankel yang diawali pada wilayah RW lebih banyak didominasi oleh orang-orang tua yang mendapatkan status sebagai tokoh masyarakat maupun juga tokoh agama setempat. Meskipun dalam wilayah tersebut memungkinkan kehadiran dari perempuan, namun dalam beberapa kasus, perempuan tidak lebih sebagai “pengamat” bagaimana
diskusi
antar
tokoh-tokoh
masyarakat
tersebut
berjalan.
Pemerintah sebenarnya telah mempunyai inisiatif yang baik terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keterlibatan perempuan yang dituangkan dalam Pedoman pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunankel, meski pada ruang yang sangat kecil. Namun, upaya pendemokrasian demokrasi pada tingkatan lingkungan tersebut mendapatkan hambatan dengan budaya yang ada. Pada ranah yang selaras dengan itu, bahwa budaya menghormati tokoh-tokoh masyarakat menjadi hal yang tidak berbanding lurus dengan upaya mewujudkan ruang publik atau forum yang demokratis, yang menempatkan kesetaraan dalam berpendapat. Namun tidak demikian dengan yang terjadi di wilayah Semanggi, budaya menghormati tokoh-tokoh masyarakat justru menjadi bumerang bagi upaya mewujudkan ruang publik yang demokratis. Forum musyawarah menempatkan aspirasi, pendapat dari golongan tertentu atau tokoh masyarakat sebagai sesuatu yang sulit terbantahkan, terlebih dari elemen pemerintahan. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Nita Wijayanti yang menyatakan bahwa, “Sebenarnya perempuan juga tidak kalah dengan laki-laki, akan tetapi kalau dilihat di Musyawarah Perencanaan Pembangunan ini yang di undang itu pak RW dan tokoh masyarakat yang kebanyakan lakilaki. Jadi ya perempuan sudah kalah”. Selain tantangan untuk lebih mengimplementasikan budaya hormatmenghormati tersebut pada tatanan yang lebih tepat, masih terdapat budaya masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian pula dari pemerintah serta masyarakat itu sendiri. Terdapat sebuah kebiasaan, meski tidak bisa di generalisir, yaitu bahwa kegiatan yang sudah diputuskan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel biasanya hanya untuk orang-orang di sekitar kekuasaan RW. Kegiatan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang diimplementasikan pada tingkatan RW biasanya dikoordinir oleh Ketua RW. Namun seringkali yang kemudian terjadi adalah bahwa kegiatan tersebut hanya diperuntukkan kepada tetangga-tetangga sekitar rumah ketua RW atau orang-orang yang dekat secara personal dengan ketua RW setempat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rofiah bahwa, ”Kegiatan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunankel, semisal pelatihan, biasanya untuk PKK atau untuk orang yang dekat dengan RW, Jadi semua tidak bisa mengikuti”. h. Kesibukan kerja dan himpitan ekonomi. Kesibukan kerja serta himpitan ekonomi menuntut perempuan untuk meninggalkan segala urusan sosialnya demi mencukupi kebutuhan hidup. Terdapat motif kuat yang dapat ditangkap baik dari keterlibatan perempuan maupun yang tidak terlibat dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan.
Motif
tersebut
adalah
motif
ekonomi.
Danindra
mengungkapkan bahwa : Perempuan yang terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah mereka yang ingin mendapatkan peluang dalam mendapatkan kegiatan-kegiatan pelatihan ataupun bantuan-bantuan permodalan usaha. Mereka berharap memiliki kesempatan yang lebih untuk berusaha, meskipun mereka dihadapkan pada rangkaian acara dan seremonial yang tidak sedikit. (wawancara dengan Danindra, di Kantor Kelurahan Semanggi, 2012). Motif partisipasi yang muncul dari perempuan yang mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan tidak jauh dari lingkaran persoalan ekonomi. Sebagian perempuan memandang bahwa dengan keterlibatannya dalam
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunankel,
setidaknya
dapat
mengakses informasi program ataupun kegiatan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel. Program atau kegiatan yang diharapkan tentunya adalah kegiatan yang dapat semakin memperbesar peluang mereka untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan. Hal tersebut mereka sadari sebagai wujud kemandirian mereka dalam menghadapi kondisi sosial dan ekonomi yang semakin sulit. Perempuan yang berada dalam struktur ekonomi menengah, masih memandang terdapat kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Hal ini berbeda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari perempuan kelas bawah, maupun kelas atas yang meninggalkan ruangruang Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Harapan dari perempuan yang mempunyai motif ekonomi tersebut setidaknya
menemukan
ruangnya.
Dalam
program
di
Musyawarah
Perencanaan Pembangunankel tahun 2012 misalnya, terdapat program peningkatan kualitas SDM dalam bentuk pelatihan atau kursus. Pemerintah kelurahan sendiri berpendapat, dengan peningkatan kualitas SDM, diharapkan perempuan dapat mengikuti dan diharapkan bisa mandiri dalam bekerja ataupun dapat mudah mencari pekerjaan. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Tukino “Sebagian perempuan yang ikut musyawarah berharap dapat mencari peluang semacam pelatihan ketrampilan dan lainya, karena biasanya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan ada kegiatan pelatihan yang sering diadakan setiap tahunnya.”(wawancara dengan Ibu Tukino, di RW Kelurahan Semanggi, 2012). Di sisi lain perempuan yang tidak mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan kebanyakan juga karena alasan ekonomi serta mementingkan pekerjaanya. Hal tersebut sesuai dengan wawancara peneliti dengan Bapak Agus yang juga selaku Lurah di Kelurahan Semanggi yang mengungkapkan bahwa ”Sebenarnya perempuan di Kelurahan Semanggi ini sangat banyak, akan tetapi sangat sulit untuk dikumpulkan karena lebih mementingkan pekerjaanya, paling kalau bisa kumpul itu diatas jam 16.00 sesudah jam kerja, itupun masih susah”. (wawancara dengan Bapak Agus, di Kelurahan Semanggi, 2012). Dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunankel, jika dilihat dari partisipasinya, maka masyarakat yang terlibat dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunankel adalah dari etnis Jawa. Meski sebenarnya dari sisi pendidikan dan perekonomian etnis Arab dan Cina berada dalam struktur menengah ke atas, namun partisipasi perempuan dari dua etnis tersebut sama sekali tidak ada. Hal tersebut diungkapkan oleh Supardi, selaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perwakilan RW yang juga menjadi peserta dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel Semanggi tahun 2008 yang menyatakan bahwa, ”Perempuan Arab sulit dikumpulkan, demikian pula dengan perempuan Cina. Yang banyak terlibat adalah orang-orang asli sini (orang jawa). Tapi saya kurang tahu mengapa.”(wawancara Bapak Supardi, di Kelurahan Semanggi, 2012). Etnis Cina dan Arab merupakan warga yang mendominasi struktur masyarakat kelas atas di Kelurahan Semanggi. Sebagian besar mereka memiliki usaha. Namun partisipasi mereka dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel merupakan sesuatu hal yang harus dikaji lebih lanjut. Namun pada lain sisi, sebenarnya masyarakat Arab maupun Cina juga memiliki relasi yang kuat dalam hubungan kemasyarakatan dengan lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal. Dari pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan atau usahalah yang lebih penting dibandingkan dengan ikut berperan serta dalam musyawarah khususnya Musyawarah Perencanaan Pembangunankel. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Iyan selaku ketua RT 02 RW XIX yang menyatakan bahwa “Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunankel peserta di beri undangan oleh RW serta diberi uang transport, kalau tidak ada uang transportnya mungkin banyak yang tidak berangkat karna lebih baik kerja bisa mendapat uang dari pada ikut musyawarah”. Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat satu alasan yang kuat mengenai rendahnya patisipasi perempuan di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, rendahnya partisipasi tersebut dikarenakan mengabaikan
kesibukan
kerja
Musyawarah
dari
masyarakat
Perencanaan
Semanggi
Pembangunan
dan
sehingga memilih
pekerjaan. Sedangkan dari beberapa perempuan yang mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan ternyata ada motif tertentu yang diharapkan yaitu mendapat peluang dari program-program yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Dampak Rendahnya Partisipasi Perempuan Terhadap Pembangunan Di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta
Pria dan wanita mempunyai persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang. Dalam hal persamaan kedudukan, baik pria maupun wanita samasama berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam kedudukan sebagai subjek pembangunan, pria dan wanita mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan. Karena, dalam proses pembangunan kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan perlakuan (diskriminasi). Terutama, jika wanita bergerak di sektor publik dirasakan banyak ketimpangan. Begitu juga partisipasi perempuan di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, partisipasi perempuan di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan dinilai kurang begitu aktif atau bisa dikatakan bahwa partisipasi perempuan masih rendah. Akibat perlakuan yang diskriminatif serta partisipasi yang masih rendah, perempuan belum memperoleh manfaat yang optimal dalam menikmati hasil pembangunan. Perempuan sebagai bagian dari proses pembangunan nasional, yaitu sebagai pelaku sekaligus pemanfaat hasil pembangunan, masih belum dapat memperoleh akses, berpartisipasi, dan memperoleh manfaat yang setara dengan laki-laki, terutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan pembangunan di semua bidang dan semua tingkatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akibat dari rendahnya partisipasi tersebut menimbulkan beberapa dampak yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan wanita. Dampakdampak tersebut antara lain : a.
Hasil keputusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang tidak
perspektif gender. Proses melibatkan
Musyawarah
partisipasi
Perencanaan
masyarakat
dari
Pembangunan
semua
golongan
perlu tanpa
diskriminasi, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian Musyawarah Perencanaan Pembangunan akan menghasilkan rancangan pembangunan yang sesuai kehendak dan kebutuhan masyarakat, terutama perempuan. Pembangunan
Selama baik
ini, di
pelaksanaan tingkat
pusat
Musyawarah maupun
Perencanaan
daerah,
belum
mengakomodir dan memperhatikan kebutuhan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan hanya dijadikan formalitas saja tanpa pernah diberikan kesempatan bersuara atau di dengar suaranya. Terkait dengan partisipasi perempuan dalam pelaksanaan pembangunan nasional, ada berbagai kebijakan di tingkat nasional yang telah mengaturnya. Akan tetapi dengan banyaknya kebijakan tersebut, tidak serta merta membuka ruang partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, karena semua kebijakan tersebut tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen mulai dari Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah. Musyawarah Perencanaan Pembangunan diberbagai tingkatan, keterlibatan perempuan masih sangat rendah dan biasanya perwakilan masyarakat yang terlibat di dominasi kaum laki-laki. Sebagian besar perempuan terutama tidak memperoleh informasi dan kesempatan untuk terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Akibatnya, kepentingan perempuan tidak ada dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Peran perempuan juga masih sangat minim dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, implementasi, menikmati manfaat hasil pembangunan, sampai evaluasi proses pembangunan. Akibatnya, pembangunan yang dilaksanakan jauh dari muatan kepentingan strategis dan kebutuhan praktis perempuan. Hal tersebet seperti yang dinyatakan oleh Ibu Kristin yang berpendapat bahwa, “Kita lihat saja Pembangunan di Semanggi ini kalau tidak jalan ya tanggul, kalau pembangunan fisik yang benar-benar khusus untuk perempuan jarang”. Kurangnya
partipasi
perempuan
dalam
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan berpengaruh terhadap keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, hal tersebut sejalan dengan penuturan dari Ibu Dories SH yang menyatakan bahwa: Kalau kita lihat tahun kemarin, hasil dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan itu lebih menuju pada pembangunan fisik seperti cor jalan, pembangunan tanggul dan lain-lain. Padahal yang lebih penting itu adalah peningkatan layanan terhadap ibu-ibu, misalkan kalau ibu hamil diberi tambahan gizi, sebenarnya itu sudah ada, tapi masih kurang. Yang saya harapkan yaitu misalkan dengan pembangunan rumah bersalin atau pembangunan rumah gizi, karna ibu hamil lebih penting. Dengan penambahan gizi maka anak yang dilahirkan pun diharapkan bisa cerdas, kalau cerdas imbasnya juga ke masyarakat. Selama ini perumus atau pembuat kebijakan umumnya adalah kaum laki-laki, karena itu dampak kebijakan
cenderung
lebih
menguntungkan pihak laki-laki. Hal tersebut sejalan dengan penuturan dari Ibu Endang Hartiwi yang menyatakan bahwa, Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi telah dilakukan secara runtut, dari presentasi prioritas masalah yang ada di Masing-Masing RW, prioritas kebutuhan dari masing-masing RT, Jadi sudah sesuai dengan ketentuan yang ada, namun pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan diskusi kelompok belum semua peserta bisa ikut aktif dalam menyampaikan pendapatnya, terutama ibu-ibu. Ibu Marsih menambahkan bahwa, “Menurut pendapat saya pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi Kemarin betul-betul bisa dilakukan secara sistimatis, hanya sayangnya ibu-ibu masih kelihatan belum partisipatif, banyak ibu-ibu yang memilih untuk berdiam diri.“ Dari pernyataan di atas menunjukan bahwa pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan sudah sistimatis sebagaimana ketentuan yang berlaku. Namun, jika dicermati lebih lanjut, pelaksanaan diskusi kelompok yang membahas prioritas usulan masing-masing bidang belum melibatkan partisipasi aktif perempuan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Suwardi sebagai berikut, “Peran serta perempuan dalam diskusi kelompok belum nampak
malahan di sini tidak ada
perwakilan dari kelompok perempuan, karena mungkin ini bidang infrastruktur jadi kurang cocok untuk perempuan”. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa peran perempuan dalam diskusi kelompok masih rendah. Rendahnya peran perempuan disebabkan karena materi yang dibahas kurang menarik. Sebagian besar usulan berupa usulan fisik yang dianggap belum bersifat responsif gender. Dari 175 usulan yang diajukan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Semanggi, ternyata hanya 5 usulan yang mengakomodir kebutuhan perempuan. b.
Kurangnya penyediaan alokasi anggaran yang memenuhi kebutuhan kelompok perempuan. Perencanaan penganggaran yang berpihak pada perempuan merupakan suatu konsep dari perencanaan partisipasi. Menurut Saeful Muluk (2008:95) menyatakan bahwa “Prinsip dasar dari penganggaran yang berpihak pada perempuan merupakan suatu kesetaraan dan keadilan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keadalian bukan berarti sama persis”. Kebutuhan dasar merupakan hak semua orang, akan tetapi pelaksanaanya bisa berbeda. Dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan dapat dikatakan bahwa tujuan dari Pemerintah adalah memfokuskan pembangunan sebagai upaya mengurangi ketimpangan anggaran antara laki-laki dan perempuan dengan mengacu pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua. Proses perencanaan penganggaran merupakan sebuah mekanisme formal dalam menetukan pengalokasian sumberdaya keuangan publik untuk membiayai program pembangunan dan pelayanan publik. Karena rencana pada dasarnya membutuhkan anggaran untuk melaksanakan. Untuk masalah anggaran peneliti diarahkan untuk bertanya kepada ibu Rofiah, S.Ag yang lebih mengetahui tentang alokasi dana, dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa: Pada dasarnya biaya dalam melaksanakan hasil keputusan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan itu ada beberapa, yang pertama dari BLM PNPM Kelurahan, Alokasi dalam SKPD Kelurahan, dan yang dibiayai dari Dana Pembangunan Kelurahan Swadaya Kelurahan. Secara prinsip, Anggaran haruslah mencerminkan kebutuhan warga masyarakat secara nyata. Oleh karenanya, Anggaran dapat menjadi indikator yang konkrit tentang sejauhmana pemerintah kelurahan memiliki kepekaan, keberpihakan, dan prioritas terhadap upaya-upaya menjawab kebutuhan kelompok kelompok masyarakat yang di dalam nya termasuk perempuan. Dengan mencermati alokasi dana tersebut, dapat terlihat sejauhmana komitmen pemerintah kelurahan terhadap pemenuhan hak-hak warganya. Suatu pemerintahan harus
menjalankan
amanahnya untuk
mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Agar amanah tersebut bisa terwujud, maka perlu perubahan paradigma pemerintahan, yaitu melihat bahwa masyarakat tidak homogen. Kondisi bahwa masyarakat bersifat heterogen memunculkan fakta bahwa ada kebutuhan-kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok masyarakat. Misalnya, kelompok dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemampuan berbeda memiliki kebutuhan khusus dalam hal prasarana publik yang ramah dengan kondisi mereka. Begitu pula dengan perempuan dan laki-laki. Perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan laki-laki, misalnya karena perbedaan fisik (perempuan hamil, sementara laki-laki tidak) maupun karena perbedaan karena kontruksi sosial (perempuan lebih banyak mengurus rumah tangga, sementara laki-laki tidak). Pemahaman dan pemenuhan atas kebutuhan yang berbeda ini merupakan pijakan awal jika ingin melakukan penguatan dan pemberdayaan kelompok-kelompok yang selama ini kurang beruntung (seperti kelompok miskin, perempuan, kemampuan berbeda) menuju tercapainya keseteraan dan keadilan gender. Dengan mengakomodasikan adanya kebutuhan yang berbeda diharapkan penyelesaian masalah pembangunan akan dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya strategi pembangunan yang dinamakan dengan strategi pengarusutamaan gender. Strategi Pengarusutaman Gender ini merupakan salah satu strategi pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam RPJM 2005-2009. Dalam RPJM 2005-2009 disebutkan bahwa ada empat strategi pembangunan, yaitu: a) b) c) d)
Partisipasi. Good governance. Pengarusutamaan gender. Pembangunan berkelanjutan.
Kondisi di Kelurahan Semanggi sendiri untuk saat ini dalam hal anggaran yang yang memenuhi kebutuhan perempuan masih dirasa kurang oleh sebagian masyarakat perempuan hal ini diungkapkan oleh Ibu Hernita Selaku ketua PKK yang menyatakan bahwa: Kalau ditanya masalah alokasi dana khusus untuk perempuan masih kurang, khusus di PKK sendiri anggaran operasional dalam 1 tahun itu kalau tidak salah yang dianggarkan kemarin dalam Musyawarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perencanaan Pembangunan sekitar 22.000.000 akan tetapi itu kan untuk PKK seluruh Kelurahan Semanggi. Padahal kalau dihitung di Semanggi ini ada 23 RW bahkan 100 an lebih RT dan setiap RT itu ada PKK. Ya bisa anda kira-kira sendiri anggaran sekian itu cukup atau tidak. Karna kalau uang itu seberapa banyaknya pasti kurang. Minimnya keterlibatan perempuan mengakibatkan usulan yang dihasilkan kurang berpihak kepada perempuan. Usulan pembangunan fisik dan infrastruktur masih menjadi hal yang sering ditemui. Akan tetapi sebenarnya di dalam form IV C sudah ada tentang anggaran untuk kegiatan penyuluhan kesetaraan gender, bantuan ibu hamil beresiko, serta bantuan operasional PKK, yang di dalam berita acara tertulis untuk bantuan kesetaraan gender mendapat bantuan Rp.2000.000 untuk PKK serta bantuan ibu hamil beresiko yang mendapat Rp. 23.000.000 akan tetapi terkadang usulan itu hilang ketika sudah sampai pada tingkat Musyawarah Perencanaan Pembangunan diatasnya, baik itu Kecamatan, Kota, Maupun Nasional. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Agus selaku Kepala Kelurahan yang mengemukakan bahwa, “Sebenarnya usulan yang khusus untuk perempuan sudah ada akan tetapi terkadang usulan itu tidak bisa terealisasi dikarenakan terhapus atau tidak disetujui di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat Kecamatan”. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan seberapa besar pengaruh partisipasi terhadap perencanaan yang imbasnya pada hasil pembangunan. Akan tetapi selain dari partisipasi juga harus ada dorongan serta dukungan pemerintah
untuk merealisasikan usulan yang telah
terencana, hal ini terbukti dalam tingkatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan terkadang banyak usulan yang terhapus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Kurangnya
percaya
diri
perempuan
dalam
proses
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan karena minimnya dukungan. Pentingnya
partisipasi
perempuan
dalam
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan, dimana ketika bicara pembangunan harusnya hasil pembangunan dirasakan sama antara perempuan dan laki-laki. Ketika proses pelaksanaan itu tidak diikuti semua unsur masyarakat akan sulit bisa mengakomodasi kepentingan semua golongan, terutama perempuan.
Di
beberapa
daerah
partisipasi
perempuan
dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan sudah ada walau masih kecil, tapi dibanyak daerah lainnya partisipasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan masih didominasi oleh laki-laki. Idealnya, proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan perlu melibatkan
partisipasi
masyarakat
dari
semua
golongan
tanpa
diskriminasi, baik laki-laki maupun perempuan karena semua warga Negara khususnya warga Kelurahan Semanggi memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjadi peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Untuk memperkuat hal tersebut Undang-Undang 1945 juga telah mengaturnya. Hal tersebut nampak jelas di atur di dalam Pasal 28
yang menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undanag-undang”. Namun selama ini Musyawarah Perencanaan Pembangunan dirasa masih mengabaikan apa yang tertera dalam Pasal 28 Undang-Undang
Dasar.
pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan cenderung belum mengakomodir dan memperhatikan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan masih minim, sehingga mereka merasa kurang meiliki dukungan yang mengakibatkan kurangnya rasa percaya diri untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengemukakan pendapat guna menyuarakan aspirasi yang menyangkut kebutuhan mereka. Berdasarkan
Buku
Pedoman
Pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan
pembangunan
daerah
Rencana harus
Pembangunan
dirumuskan
secara
dijelaskan
bahwa
responsive
dan
berkeadilan dengan prinsip kesetaraan jender. Pengarusutamaan jender merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan jender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai sektor kehidupan dan pembangunan. Dengan pengarusutamaan jender diharapkan perempuan mempunyai akses untuk berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk dalam proses pengambilan keputusan pada perencanaan pembangunan. Namun dalam proses pengambilan keputusan pada forum diskusi kelompok, kondisi yang terjadi sangat berbeda. Peran perempuan dalam pengambilan keputusan ternyata masih rendah. Hal ini disampaikan oleh Bapak Suparno yang menyatakan bahwa: Perempuan masih kurang keberaniannya bahkan kurang percaya diri apalagi untuk duduk setara dengan laki-laki, karena merasa kurang mendapatkan dukungan dari kaumnya. Aspirasi mereka kadang-kadang kurang didengar karena jumlah mereka yang sedikit, ditambah lagi dengan masih adanya kecenderungan dari peserta laki laki yang masih menitik beratkan pada pembangunan yang bersifat fisik tanpa mempertimbangkan aspek gender didalamnya. Ibu Farimita menambahkan sebagai berikut: “Jumlah peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang hadir hanya sekitar 30 orang itupun mewakili organisasi PKK dan Karang Taruna.” Sedangkan Wiwin Septiani selaku perwakilan KTI berpendapat bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi, masih ditemui adanya sikap perempuan yang kurang partisipatif. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya keberanian dan kepercayaan diri perempuan tersebut karena tidak didukung sepenuhnya oleh SDM yang memadahi dan adanya faktor budaya yang kurang berpihak pada perempuan. Sehingga mereka memilih untuk diam dan tidak mau menyampaikan pendapat mereka dalam proses pengambilan keputusan. Kurangnya keberanian dalam menyampaikan aspirasi karena merasa kurang mendapat dukungan dari kaumnya telah membawa perempuan pada posisi yang sulit. Kepentingan perempuan tidak terakomodir dan partisipasi mereka dinilai rendah. Kondisi ini membenarkan teori tentang gender yang menimbulkan ketidakadilan gender. Masyarakat bukanlah hanya sekadar konsumen pembangunan, tapi subyek dari pembangunan yang peran sertanya di dalam suatu perencanaan sangat penting dan dibutuhkan dengan tujuan bisa mendapatkan hasil dari pembangunan yang benar-benar adil dan merata sesuai dengan harapan. Sehingga hak-hak konstitusional warga negara bisa terpenuhi dengan adanya pembangunan yang mempertimbangkan keadilan.
3. Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara Di bidang Politik Khususnya Perempuan Di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta Melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Hak asasi manusia telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, salah satunya yaitu hak politik yang dimiliki oleh setiap orang, selain dalam UUD 1945 hak politik juga tercantum di dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Mengemukakan Pendapat di Muka Umum. Musyawarah Perencanaan pembangunan atau biasa disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah titik awal dari pemenuhan hak-hak untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perempuan. Musyawarah Perencanaan Pembangunan harus mengakomodir semua hak-hak masyarakat, dengan mengalokasikannya pada program yang benar-benar untuk menjawab masalah-masalah hak dasar masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan diharapkan mampu digunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menggunakan hak politiknya untuk berpendapat di muka umum sesuai amanat dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Semanggi memenuhi hak konstitusional Warga Negara khusunya perempuan di bidang politik yaitu melalui beberapa cara, dimana hak politik di Kelurahan Semanggi sendiri berwujud : a. Musyawarah. Musayawarah merupakan salah satu wujud partisipasi di bidang politik. Di Kelurahan Semanggi khususnya dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan musyawarah sudah bisa berjalan akan tetapi masih banyak kekurangan dikarenakan perempuan belum bisa secara aktif mengikuti, kalaupun hadir perempuan hanya sebagai pendengar, hal tersebut serupa dengan pernyataan ibu Mita yang menyatakan bahwa “Programprogam yang ada di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan sudah ada, peserta disini biasanya hanya dimintai pendapat apakah setuju atau tidak”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang diharapkan sebagai sarana pemenuhan hak konstitusional warga negara belum bisa terlaksana akibat dari sistem pelaksanaanya yang masih menggunakan usulan-usulan yang sudah ada. b. Mengemukakan pendapat di muka umum. Mengemukakan pendapat di muka umum yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945, dimana di dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 28 E menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluakan pendapat”. Di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan penyampaian pendapat sangat berpengaruh terhadap keputusan yang dihasilkan. Akan tetapi penerapan Pasal 28 E Undang-Undang
Dasar
1945
di
dalam
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan belum bisa maksimal. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari ibu Kristin yang menyatakan bahwa “Jarang ada perempuan yang beradu pendapat di dalam musyaawarah mungkin karena merasa kalah dengan lakilaki, atau kurang percaya diri juga bisa”. Hal tersebut juga diperkuat dengan peryataan dari ibu Aryani yang meyatakan bahwa “Sebenarnya unek-unek itu banyak, tetapi kalau mau menyampaikan susah, jadi lebih baik diam saja”. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Musyawarah Perencanaan Pembangunan belum bisa sepenuhnya memenuhi hak konstitusional perempuan dikarenakan dari faktor perempuan sendiri yang kurang mempunyai rasa percaya diri untuk ikut andil dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan. 5) Berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya. Proses pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan dimana usulanusulan yang ada merupakan usulan dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan tahun-tahun sebelumnya menutup adanya partisipasi politik yaitu dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya sehingga Musyawarah Perencanaan Pembangunan belum secara maksimal dapat memenuhi hak konstitusional warga negara khusunya perempuan karena dengan adanya usulan-usulan yang sudah ada akan secara otomatis menutup peluang warga terutama perempuan. Hal tersebut tidak sejalan dengan Hak Konstitusional Perempuan yang Dimuat dalam UU No. 7 Tahun 1984. Di dalam Pasal 7 UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dijelaskan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wanita mempunyai hak yang sama dengan pria untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implemantasnya.
C. Temuan Studi Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
diuraikan,
maka
dapat
dikemukakan temuan studi sebagai berikut : 1) Kelurahan Semanggi yang mempunyai perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang bertolak belakang dengan tingkat partisipasi perempuannya. Hal ini disebabkan karena masyarakat Semanggi lebih mementingkan pekerjaan. Akan tetapi ada sebagian masyarakat yang mengartikan dengan mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan akan memperoleh manfaat sebagai contoh mendapat modal usaha dan lainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bornby dalam Totok Mardikanto (2010:93) yang menyatakan partsipasi sebagai tindakan untuk mengambil bagian yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud untuk memperoleh manfaat. 2) Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan Semanggi menghasilkan output berupa usulan-usulan pembangunan yang akan dikirim ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat selanjutnya, dengan usulan-usulan yang telah dirumuskan tersebut bertujuan untuk mengubah masyarakat ke arah keadaan yang lebih baik. Keadaan ini secara formal telah dirumuskan dalam Pembukaan undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila”. 3) Dalam mengupayakan pemenuhan hak-hak konstitusional warga Negara (perempuan) melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan, Kelurahan Semanggi telah mengupayakan hal-hal sesuai dengan apa yang tertera di dalam Perwali No. 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk
teknis
Pelaksanaan
Musyawarah
Perencanaa
Pembangunan
Kelurahan dengan mengundang perempuan untuk berpartisipasi dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merencanakan pembangunan sebagai bentuk partisipasi politik dengan keterwakilan 30%. Akan tetapi kuota tersebut belum bisa terpenuhi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan. Berdasarkan temuan studi yang telah diuraikan di depan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Partisipasi Perempuan Kelurahan Semanggi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan masih tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor - faktor tersebut yaitu : i. Kurangnya kesadaran perempuan untuk berpartisipasi dan sulitnya melepas kebiasaan dari panitia dalam pelaksanaan Musrenbang. Aturan pemerintah tentang keterlibatan perempuan dalam Musrenbang sudah jelas yaitu dalam Perwali No. 15 Tahun 2011. Akan tetapi dalam pelaksanaanya kesadaran dari warga khususnya perempuan masih sangat rendah, sehinga apa yang tercantum dalam Perwali belum sepenuhnya bisa terlaksana. Selain itu kebiasaan dari panitia yang belum bisa meninggalkan kebiasaan yang ada menambah sulitnya perempuan untuk ikut andil dalam Musrenbang. j. Beban ganda perempuan. Tanggung jawab pekerjaan rumah yang tidak bisa ditinggalkan menjadi salah satu faktor minimnya perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam forum. Tanggung jawab tersebut akan menjadi beban ganda bagi perempuan yang ikut dalam forum ketika apa yang menjadi kewajibanya dirumah belum terselesaikan. k. Rendahnya pendidikan. Rendahnya pendidikan serta kurangnya pengalaman dalam mengkuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan berakibat tidak siapnya perempuan memasuki wilayah-wilayah publik yang kompetitif. l. Kurangnya sosialisasi dan minimnya undangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kurangnya sosialisasi tentang Musrenbangkel serta minimnya undangan
terhadap
kader-kader
perempuan
sehingga
menyebabkan
perempuan kurang persiapan untuk bisa aktif di dalam forum m. Kuatnya budaya patriarki. Masih kuatnya budaya patriarki sehingga laki-laki masih mendominasi dalam posisi yang strategis sehingga mengakibatkan perempuan kurang mendapatkan tempat untuk berpartisipasi. n. Keterwakilan kurang representative. Rendahnya tingkat kehadiran perempuan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri serta keberanian perempuan dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya pada forum Musrenbang. o. Struktur masyarakat. Struktur masyarakat yang ada menjadi penghambat partisipasi perempuan
karena
masyarakatlah
yang
masyarakat mempunyai
masih andil
menilai besar
bahwa
tokoh-tokoh
terhadap
kemajuan
pembangunan. p. Tingginya Etos Kerja dan Himpitan Ekonomi. Himpitan ekonomi serta etos kerja yang tinggi menuntut perempuan untuk berfikir dua kali dalam keinginannya mengikuti Musrenbang.
2. Rendahnya partisipasi perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan ternyata juga berdampak terhadap sisi kehidupan perempuan itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat partisipasi perempuan yaitu: a.
Hasil keputusan Musrenbang yang tidak perspektif gender;
b.
Kurangnya penyediaan alokasi anggaran yang memenuhi kebutuhan kelompok perempuan;
c. 3.
Terjadinya diskriminasi dalam proses Musrenbang.
Partisipasi politik perempuan dalam Musrenbang seperti apa yang diamanatkan di dalam
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendapat di Muka Umum
yang antara lain musyawarah, menyampaikan
pendapat di muka umum, serta mempengaruhi para pembuat keputusan yang diharapkan akan mampu memenuhi hak konstitusional warga negara belum bisa terealisasi karena adanya beberapa faktor yaitu: a.
Terpakunya usulan-usulan Musrenbang dari tahun ke tahun sehingga menutup peluang bagi warga untuk berpartisipasi baik untuk melakukan musyawarah maupun untuk mempengaruhi para pembuat keputusan;
b.
Kurangnya rasa percaya diri perempuan sehingga kurang keberanian untuk memnyapaikan pendapat dimuka umum masih banyak dialami oleh para peserta perempuan sehingga perempuan hanya berperan sebagai peserta pasif sebagai penerima keputusan.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka implikasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Karena tingkat partisipasi perempuan di Kelurahan Semanggi masih rendah, maka diharapkan Pemerintah Kelurahan mampu mengupayakan penyelenggaraan Musrenbang yang benar-benar sesuai dengan perwali No. 15 Tahun 2011 yaitu dengan keterwakilan perempuan sebanyak 30 % bisa terpenuhi, selain itu juga perlu adanya kesadaran dari diri perempuan tentang pentingnya berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan sehingga pembangunan yang responsive gender bisa terwujud; 2. Karena banyaknya dampak yang ditimbulkan akibat dari kurang aktifnya peserta perempuan dalam Musrenbang, maka diharapakan bisa menjadi catatan tersendiri terutama bagi perempuan di Kelurahan Semanggi agar bisa berpartisipasi sesuai dengan aturan yang ada dalam Perwali dan juga bagi Kelurahan Semanggi untuk senantiasa mengusahakan dan memberi dorongan kepada perempuan agar bisa berperan aktif dalam Musrenbang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Karena partisipasi perempuan di dalam bidang politik belum maksimal sehingga belum terpenuhinya hak konsitusional, maka bisa diasumsikan bahwa aturan yang ada seperti UUD 1945 belum begitu kuat untuk menjadi pedoman aturan dalam pelaksanaan Musrenbang maka munculah Perwali No.15 Tahun 2011 yang diharapkan mampu meningkatkan patisipasi perempuan dalam Musrenbang. C.Saran Dari hasil penelitian yang telah penulis laksanakan tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran antara lain sebagai berikut : 1. Bagi
Kelurahan
Semangggi
yaitu
dari
setiap
hasil
perencanaan
pembangunan yang sudah final dari tingkat Kecamatan hendaknya disampaikan kembali kepada masyarakat terhadap perubahan-perubahan yang sudah dirumuskan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, sehingga masyarakat masih memiliki optimisme dan bisa mengetahui hasilnya serta perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang panitia serta peserta yang dharapkan ada perubahan dari tahun ke tahun. 2. Diperlukan sebuah media komunikasi antara Pemerintah Kelurahan dengan masyarakat khusunya perempuan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. 3. Perlu adanya strategi yaitu dengan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan para pihak, mengidentifikasi lembaga dan institusi yang memiliki kepedulian yang sama tentang isu kesetaraan gender, misalnya LSM, melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat atau tokoh kunci lainnya yang memiliki pengaruh kuat dan memiliki kesepahaman yang sama terhadap isu keadilan gender.
commit to user