LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang
Kota Sabang November 2012
KATA PENGANTAR Bismillahiraahmanirrahim Dengan memanjatkan puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridha Nya, Laporan studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) telah selesai disusun adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang. Studi EHRA merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadapa pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik maupun non fisik.Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam penentuan program dan kegiatan. Segala upaya telah dilakukan demi kesempurnaan pelaksanaan studi EHRA tahun 2012 di Kota Sabang, namun kami mengakui masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kami membuka ruang sebesar-besarnya untuk saran dan kritik yang bersifat membanggun dari berbagai pihak yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya, semoga Laporan EHRA Kota Sabang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Sabang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita semua.
Kota Sabang,
Desember 2012
Kepala Dinas Kesehatan Kota Sabang
(_____________________)
RINGKASAN EKSEKUTIF Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang. Dengan ukuran populasi Kota Sabang sebesar 9.161 Rumah Tangga, dan untuk memenuhi kaidah statistik, maka Pokja Sanitasi Kota Sabang melalui Dinas Kesehatan Kota Sabang mengambil sempel sebesar 720 Rumah Tangga. Sampel ini didistribusikan secara merata ke seluruh desa yang ada di Kota Sabang dengan jumlah sampel per desa sebanyak 40 sampel. Sampel dipilih dengan menggunakan cara acak (Random Sampling) sehingga memenuhi kaidah “Probability Sampling”, dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri. Unit sampling utama (Primary Sampling Unit) adalah Jurong/Lingkungan yang dipilih secara random proporsional berdasarkan total Jurong/Lingkungan per Gampong. Unit analisis dalam EHRA adalah rumah tangga, sementara yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-60 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya. Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Klastering wilayah Gampong di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong untuk kegiatan studi EHRA menghasilkan distribusi sebegai berikut: 1. Klaster 0 sebanyak 5,56 % ( 1 Gampong). 2. Klaster 1 sebanyak 94,44 % (17 Gampong), 3. Untuk Klaster 2, 3, dan 4 sebanyak 0 %. Studi EHRA yang telah dilakukan pada bulan September – Oktober 2012 di Kota sabang telah menghasilkan analisis Indeks Resiko berdasarkan tingkat resiko mencakup beberapa hal berikut : 1. Sumber Air Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi sumber air terlindungi, penggunaan sumber air tidak terlindungi dan kelangkaan air. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Krueng Raya beresiko sangat tinggi, dimana hasil survey menunjukkan 94% beresiko terhadap sub sektor ini. Gampong lain yang perlu menjadi perhatian adalah Gampong Kuta Ateuh dan Gampong Cot Ba’u yang termasuk kedalam ketegori Gampong beresiko tinggi. 2. Persampahan Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi pengelolaan sampah, frekuensi pengangkutan sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, dan pengolahan sampah setempat. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong diwilayah perkotaan seperti Kuta Ateuh, Kuta Timu dan Kuta Barat mempunyai indeks resiko terendah. Gampong Krueng Raya, Batee Shoek, Ujong Kareung, Jaboi, Keuneukai, Paya, Beurawang, Anoe Itam dan Paya Seunara. 3. Air Limbah Domestik Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi tangki septik suspek aman, pencemaran karena pembuangan isi tangki septik dan pencemaran karena SPAL. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ujong Kareung, Ie Meulee, Kuta Ateuh dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara gampong Kuta Barat, Paya Keuneukai, Jaboi, Cot ii
Ba’u, Keuneukai, Batee Shoek, Kuta Timu, dan Beurawang termasuk kedalam Gampong dengan indeks resiko tinggi. 4. Banjir/Genangan Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi adanya genangan air setinggi 30 cm yang tergenang lebih dari 2 jam. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ie Meulee termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara Gampong Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya termasuk kedalam kategori Gampong dengan indeks resiko tinggi. 5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting, dinding dan lantai jamban yang bebas dari tinja, jamban yang bebas dari kecoa dan lalat, keberfungsian penggelontor, ketersediaan sabun didalam atau didekat jamban, pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air, dan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Paya dan Jaboi termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara Gampong Krueng Raya, Batee Shoek, Ujong Kareung, dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan kategori indeks resiko tinggi. Secara keseluruhan, Indeks Resiko Sanitasi (IRS) yang dianalisa dengan cara menggabungkan indeks resiko di setiap sub sektor menunjukkan bahwa Gampong Ie Meulee dan Ujong Kareung termasuk kedalam kategori Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) sangat tinggi. Sementara Gampong Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara termasuk dalam Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) tinggi. Berdasarkan hasil analisis yang telah disebutkan diatas, maka Gampong yang termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi dan indeks resiko tinggi berdasarkan indeks resiko per sub sektor maupun indeks resiko sanitasi (IRS) secara keseluruhan harus menjadi prioritas dalam penanganan permasalahan sektor sanitasi oleh Pemerintahan Kota Sabang dan menjadi acuan serta memberi arah pengembangan strategi bagi Pemerintahan Kota Sabang dalam mengatur strategi pemecahan permasalahan untuk sektor sanitasi.
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2011 ............................................................ 2
2.1. Penentuan Target Area Survey ....................................................................................... 2 2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden ............................................................................. 4 BABA III. HASIL STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012 ... .................................................... 6
3.1. Karakteristik Responden ................................................................................................. 6 3.2. Persampahan................................................................................................................... 8 3.3. Limbah Domestik ........................................................................................................... 12 3.4. Genangan ....................................................................... Error! Bookmark not defined.6 3.5 Sumber Air ...................................................................... Error! Bookmark not defined.7 3.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ....................................................................... 20 3.7 Indeks Risiko Sanitasi..................................................................................................... 25 IV. PENUTUP ......................................................................................................................... 27
iv
BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilakuperilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Gampong. Studi EHRA dipandang perlu untuk dilakukan di Kota Sabang karena : 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Gampong dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kota dan kecamatan serta dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Gampong 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat Gampong untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Gampong. Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal. 4. Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Sabang Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Sabang dengan penanggungjawab utama Dinas Kesehatan Kota Sabang . Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Sabang dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota Sabang.
1
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas Kesehatan Kota Sabang . Sementara Kepala Juru Malaria Lingkungan (Ka.JML) bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para supervisor dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah Jurong. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total Jurong dalam setiap Gampong yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel per Gampong adalah 40, sementara jumlah sampel per Jurong merupakan hasil pembagian dari jumlah sampel per Gampong dengan jumlah Jurong yang ada didalam Gampong tersebut. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Sabang dan dibantu tanaga tambahan dari Kesekretariatan Pokja Sanitasi Kota Sabang dalam hal ini Bappeda Kota Sabang. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah tdilatih secara khusus dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan untuk program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality control, supervisor wajib melakukan spot check dengan mendatangi 5% rumah yang telah disurvei oleh enumerator. Pada saat spot check, supervisor secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benarbenar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja Pokja Sanitasi Kota Sabang. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dengan susunan Tim EHRA sebagai berikut: 1. Penanggungjawab : Pokja Sanitasi Kota Sabang 2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan 3. Anggota : Bappeda dan Dinas Kesehatan 4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas 5. Supervisor : Kepala Juru Malaria (Ka.JML) 6. Tim Entry data : Dinas Kesehatan dan Bappeda. 7. Tim Analisis data : Pokja Kota Sabang dan Fasilitator PPSP 8. Enumerator : Juru Malaria Lingkungan (JML) 2.1
Penentuan Target Area Survey
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara
2
metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Sabang mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau Gampong. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kota Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Error! Reference source not found.. Wilayah (kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/gampong yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko sanitasi untuk Kota Sabang. Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Kriteria Klaster Klaster 0
Wilayah gampong yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kota Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Error! Reference source not found.. Wilayah (kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster
tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/gampongyang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
3
Tabel 2. Hasil klastering Gampong Kota Sabang Nama Gampong No. Klaster Jumlah 1 0 1 Ujong Kareueng Gampong Anoi Itam Gampong Kuta Ateuh Gampong Cot Ba’u Gampong Kuta Timu Gampong Cot Abeuk Gampong Kuta Barat Gampong Balohan Gampong Aneuk Laot Gampong Paya Seunara Gampong Jaboi 2 1 17 Gampong Batee Shok Gampong Beurawang Gampong Iboih Gampong Keuneukai Gampong Krueng Raya Gampong Paya Gampong Ie Meulee 3 2 0 4 3 0 5 4 0 Klastering wilayah Gampong di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong menghasilkan distribusi sebagai berikut: 1. Klaster 0 sebanyak 5,56%. 2. Klaster 1 sebanyak 94,44%, 3. Klaster 2 sebanyak 0%, 4. Klaster 3 sebanyak 0%, dan 5. Klaster 4 sebanyak 0%. Untuk lebih jelasnya distribusi gampong kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Error! Reference source not found.
2.2
Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap Gampong diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel yang mewakili Jurong dipilih secara random dan mewakili semua Jurong yang ada dalam Gampong tersebut. Jumlah responden per Gampong 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di Jurong yang ada di
4
Gampong tersebut dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per Jurong. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2. Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 396. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan gampong berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Sabang metetapkan mengampil sampel disemua gampong yang ada di Kota Sabang sebagai area survey sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 18 X 40 = 720 responden.
5
BAB III HASIL STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012 Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tentang hasil studi EHRA yang telah dilaksanakan secara menyeluruh di 18 gampong yang ada di Kota Sabang dalam bentuk grafik dan narasi penjelasan terhadap grafik tersebut. 3.1
Karakteristik Responden
3.1.1
Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
Grafik 2. Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
Grafik diatas menunjukkan bahwa, dari 720 responden studi EHRA di Kota Sabang 97,2 % merupakan istri dari kepala keluarga, sementara 2,8 % sisanya merupakan anak yang berumur 18 tahun keatas dan sudah menikah. 3.1.2
Kelompok Umur Responden
Dari Grafik 3 berikut menjelaskan bahwa persentase dari perwakilan kelompok umur yang terlibat menjadi responden studi EHRA di Kota Sabang adalah sebagai berikut : 1. Responden yang berumur diatas 45 tahun adalah 25,6% dari total 720 responden. 2. Responden yang berumur diantara 41 sampai dengan 45 tahun adalah 13,5% dari total 720 responden. 3. Responden yang berumur diantara 36 sampai dengan 40 tahun adalah 17,5% dari total 720 responden. 4. Responden yang berumur diantara 31 sampai dengan 35 tahun adalah 17,1% dari total 720 responden.
6
5. Responden yang berumur diantara 26 sampai dengan 30 tahun adalah 15,4% dari total 720 responden. 6. Responden yang berumur diantara 21 sampai dengan 25 tahun adalah 9,4% dari total 720 responden. 7. Responden yang berumur diantara 18 sampai dengan 20 tahun adalah 1,5% dari total 720 responden.
Grafik 3. Kelompok Umur Responden
3.1.3
Status Kepemilikan Rumah
Grafik 4. Status Kepemilikan Rumah
Grafik diatasmenjelaskan bahwa 75,3% dari responden status kepemilkan rumahnya merupakan milik sendiri, 5,1% merupakan rumah dinas, 1,8% berbagi dengan keluarga yang lain, 3,36% berstatus sewa atau kontrak, 11,9% berstatus rumah milik orang tua, sementara 1,9 % sisanya memberi jawaban lainnya. 7
3.1.4
Tingkat Pendidikan Terakhir
Grafik 5. Tingkat Pendidikan Terakhir
Hasil studi EHRA menunjukkan bahwa persentase tingkat pendidikan terakhir dari 720 responden yang diambil sebagai sampel adalah sebagai berikut : 1. Tidak bersekolah secara formal sebanyak 10 %. 2. Tamatan SD sebanyak 22%. 3. Tamatan SMP sebanyak 24,7%. 4. Tamatan SMA sebanyak 29,9%. 5. Tamatan SMK sebanyak 2,2%. 6. Tamatan Universitas/Akademi sebanyak 11%. 3.2.
Persampahan
3.2.1. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah Studi EHRA yang ditunjukkan melalui grafik 6 berikut, menemukan bahwa kondisi sampah dilingkungan rumah masih perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Sabang melalui instansi terkait adalah dari sisi banyaknya nyamuk dilokasi tumpukan sampah, dimana 48,6% responden dari 720 responden yang mewakili 18 gampong yang ada di Kota Sabang menyatakan hal tersebut.
8
Grafik 6. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah
3.2.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Grafik 7. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Grafik diatas menjelaskan bahwa persentase terbesar untuk pengelolaan sampah rumah tangga adalah dibakar yaitu 74,3%, sementara kebiasaan responden untuk mengumpulkan dan membuang sampah ke TPS hanya sebesar 19, 2 %.
9
3.2.3. Tingkat Pengelolaan Sampah
Grafik 8. Tingkat Pengelolaan Sampah
Melalui grafik diatas, studi EHRA menunjukkan bahwa 80,1% responden merasa tingkat pengelolaan sampah melalui instansi terkait di Kota Sabang belum memadai, sementara 19,9% responden lainnya merasa sudah memadai.
3.2.4. Pengelolaan Sampah Setempat
Grafik 9. Pengelolaan Sampah setempat
10
Grafik diatas menunjukan bahwa kesadaran masyarakat di Kota Sabang untuk melakukan pengolahan sampah setempat masih sangat rendah, dimana hanya 4,3 % yang sudah melakukan pengolahan sampah setempat. Sementara 95,7 % lainnya belum melakukannya.
3.2.5. Indeks Risiko Sanitasi Pada Persampahan Indeks risiko sanitasi pada persampahan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gamponggampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor persampahan yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah persampahan di Kota Sabang adalah : 1. Gampong dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Keuneukai, Jaboi, Ujong Kareung, Batee Shoek, Kreueng Raya, Paya, Beurawang, Anoe Itam dan Paya Seunara. 2. Gampong dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Cot Abeuk, Aneuk Laot, Balohan, Ie Meulee dan Iboih. Indeks risiko sanitasi pada persampahan di Kota Sabang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini. Tabel 3. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Persampahan
11
Grafik 10. Indek Risiko Sanitasi Pada Persampahan
3.3.
Limbah Domestik
3.3.1. Jenis dan Kepemilikan Kloset
Grafik 11. Jenis dan Kepemilikan Kloset
Grafik diatas menunjukkan bahwa di Kota Sabang masih ada 24, 6% responden yang tidak memiliki jamban, 2,2% menggunakan kloset cemplung dan plengsengan, 3,8% menggunakan kloset duduk siram 12
leher angsa, dan yang paling banyak digunakan oleh responden yaitu 69,4% adalah kloset jongkok leher angsa. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa 57,3% responden di gampong Paya tidak memiliki jamban. 3.3.2. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Grafik 12. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Hasil studi EHRA berdasarkan grafik diatas dapat diartikan sebagai berikut : 1) 53,5 % responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah tangki septik. 2) 4,6% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah pipa sawer. 3) 19,03% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah cubluk/lobang tanah. 4) 0,14 % responden menyatakan membuang langsung ke drainase. 5) 2,8% responden menyatakan membuang ke sungai/danau/atau pantai. 6) 12,4 % responden menyatakan membuang ke kebun/tanah lapang, dan 7) 7,6% responden menyatakan tidak tahu.
13
3.3.3. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik 13. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik diatas menunjukkan bahwa sejumlah 73,2% responden menggunakan tangki septik suspek aman, sementara 26,8% responden sisanya terindikasi menggunakan tangki septik suspek tidak aman. Hasil EHRA juga menunjukkan bahwa 82,5% responden dari gampong Kuta Barat menggunakan tangki septik suspek tidak aman. 3.3.3. Pencemaran Karena SPAL
Grafik 14. Pencemaran Karena SPAL
Grafik diatas menunjukkan bahwa 50,6 % dari keseluruhan responden tidak aman dari pencemaran karena SPAL, sementara 49,4% responden lainnya aman dari pencemaran SPAL. Gampong dengan persentase tertinggi terhadap kondisi tidak aman dari pencemaran SPAL adalah Kuta Barat yaitu 95 %, disusul Ujong Kareung sebesar 90%, Paya Seunara 65% dan Ie Meulee 65%.
14
3.3.3. Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik Tabel 3. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
Grafik 15. Indek Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
15
3.4.
Genangan
3.4.1. Wilayah Genangan Air
Grafik 16. Wilayah Yang Sering Terjadi Genangan
Garfik diatas menunjukkan bahwa hanya 16,9 % responden yang menyatakan adanya genangan di kawasan mereka, sementara sisanya sebesar 83,1 % menyatakan tidak ada genangan. Gampong Ie Meulee merupakan gampong dengan jumlah responden paling tinggi yaitu 50% responden yang menyatakan bahwa ada genangan dikawasan mereka. 3.4.2. Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan Tabel 4. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan
16
Grafik 16. Indek Risiko Sanitasi Pada Genangan
Indeks risiko sanitasi pada genangan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor genangan yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah genangan di Kota Sabang adalah : 1. Gampong dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Ie Meulee. 2. Gampong dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya. 3.5.
Sumber Air
3.5.1. Pencemaran Sumber Air Grafik 17 berikut menunjukkan bahwa 98,2% responden memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air yang mereka miliki tercemar. Hanya 2,8% responden yang memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air yang mereka miliki tidak tercemar .
17
Grafik 17. Kemungkinan Terhadap Sumber Air Tercemar
3.5.2. Penggunaan Sumber Air
Grafik 18. Pengguanaan Sumber Air Yang Telindungi dan Tidak Terlindungi
Berdasarkan grafik diatas, 68,8% responden beranggapan mereka menggunakan sumber air yang tidak terlindungi dan 31,2% sisanya beranggapan mereka menggunakan sumber air yang terlindungi. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa 100% responden yang berasal dari gampong Cot Abeuk beranggapan bahwa mereka menggunakan sumber air yang tidak aman atau tidak terlindungi.
18
3.5.3. Kelangkaan Air Bersih
Grafik 18. Kelangkaan Air Bersih
Grafik diatas memberikan gambaran bahwa 30,1% responden mengalami kelangkaan air, sementara 69,9% lainnya tidak mengalami kelangkaan air. Garfik diatas juga menunjukkan bahwa 100% responden yang berasal dari gampong Krueng Raya mengalami kelangkaan air. 3.5.4. Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air Tabel 5. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
19
Grafik 19. Indek Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Indeks risiko sanitasi pada sumber air merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gamponggampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor sumber air yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah sumber air di Kota Sabang adalah : 1. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Kreueng Raya. 2. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Kuta Ateuh dan Cot Ba’u.
3.6.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
3.6.1. Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Grafik 20 berikut menunjukkan bahwa kebiasaan CTPS dilima waktu penting masih sangat kecil, dimana hanya 11,8% responden yang mempunyai kebiasaan tersebut. Sementara 88,2 % sisanya belum terbiasa melakukan CTPS dilima waktu penting.
20
Grafik 20. Kebiasaan Melakukan CTPS di Lima Waktu Penting
3.6.2. Lantai dan Dinding Jamban Bebas Dari Tinja
Grafik 21. Persentase Lantai dan Dinding Jamban Bebas Dari Tinja
Grafik hasil studi EHRA diatas menunjukkan bahwa masih ada 41 % jamban responden yang lantai dan dindingnya belum bersih dari tinja.
21
3.6.3. Jamban Bebas Dari Kecoa Dan Lalat
Grafik 22. Persentase Jamban Bebas Dari Kecoa dan Lalat
Hasil studi EHRA melaui grafik diatas menunjukkan bahwa masih ada 40% jamban responden yang belum bebas dari kecoa dan lalat. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa hampir 90% jamban di gampong Paya tidak bebas dari kecoa dan lalat. 3.6.4. Keberfungsian Penggelontor Jamban
Grafik 23. Keberfungsian Penggelontor Jamban
22
Hasil studi EHRA menemukan sebesar 28,2 % dari total keseluruhan responden penggelontor jambannya tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Penggelontor jamban yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya terbesar berada di gampong Paya, yaitu 53%. 3.6.5. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban
Grafik 24. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
Grafik diatas menunjukkan bahwa 41% dari keseluruhan responden tidak menyediakan sabun didalam atau didekat jamban, sementara 59% responden berlaku sebaliknya. 3.6.6. Pencemaran Pada Wadah penyimpanan Air
Grafik 25. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
23
Studi EHRA menemukan bahwa jumlah responden yang wadah penyimpanan dan pengananan airnya terindikasi tercemar hanya 9% sementara 81% sisanya tidak tercemar. 3.6.7. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
Grafik 25. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Grafik diatas menunjukkan bahwa perilaku BABS di Kota Sabang masih sangat tinggi, dimana 80,6% responden melakukan BABS dan hanya 19,4 % responden yang sudah tidak melakukan BABS. 3.6.8. Indeks Risiko Sanitasi Pada Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Tabel 6. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
24
Grafik 26. Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
Indeks risiko sanitasi pada PHBSmerupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor PBHS yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah PHBS di Kota Sabang adalah : 1. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Kreueng Raya. 2. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Kuta Ateuh dan Cot Ba’u. 3.7
Indeks Risiko Sanitasi
IndeksRisiko Sanitasi yang telah dipelajari dalam studi EHRA meruapakan akumulasi terhadap keseluruhan indeks resiko sanitasi per sub sektor. Gampong yang harus menjadi fokus perhatian Pemerintah Kota Sabang terkait dengan permasalahan sanitasi adalah sebagai berikut : 1. Gampong dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Ie Meulee dan Ujong Kareueng. 2. Gampong dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara. Indeks risiko sanitasi terhadap gampong-gampong yanag ada di Kota Sabang secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini.
25
Tabel 7. Hasil Skoring Studi EHRA Untuk Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang
Grafik 26. Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang
26
PENUTUP Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Studi EHRA merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadapa pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik maupun non fisik.Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam penentuan program dan kegiatan. Studi EHRA yang telah dilaksanakan di Kota Sabang pada tahun 2012 ini merupakan sebuah langkah awal dan merupakan data dasar bagi studi EHRA selanjutnya. Idealnya studi EHRA dilaksanakan secara berkala selam 3 (tiga) tahun sekali, sehingga data yang telah dihasilkan dapat terus di update seiiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di Kota sabang.
27