LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten 2011
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) di Kabupaten Klaten diselesaikan. Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga profesional, dunia usaha dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Pengelolaan Sanitasi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Klaten. Buku ini telah disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak, yang berkompeten, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah melakukan survey, entry data, memberikan saran, pendapat dan kontribusinya sehingga buku dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Klaten dapat terselesaikan. Ibarat “tiada gading yang tak retak”, tidak menutup kemungkinan dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) masih terdapat berbagai kekurangan. Kami harap adanya masukan untuk penyempurnaan dokumen ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang terkait dengan kesehatan lingkungan di Kabupaten Klaten oleh semua pihak secara lengkap dan akurat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Klaten, 7 Desember 2011 KETUA POKJA AMPL KABUPATEN KLATEN
BAMBANG MARGONO, SH, MM
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
1
I.
PENDAHULUAN
Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Klaten Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
2
Pertanyaan-pertanyaan didalam kuesioner yang banyak mengandung hal-hal yang dalam norma masyarakat dinilai sangat privat dan sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban dan saluran drainase pembuangan air limbah. Sedangkan pada aspek perilaku dipelajari hal-hal yang terkait dengan higinitas dan sanitasi berupa cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan sampah. Data hasil Survey EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Klaten serta menjadi bahan masukkan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi kabupaten. Laporan EHRA ini merupakan dokumen awal sanitasi Kabupaten Klaten yang mengakomodasi masukkan dari berbagai pihak khususnya Pokja AMPL Kabupaten Klaten sebagai pemilik utama kegiatan, SKPD, Kecamatan, Kepala Desa/Kelurahan, Supervisor Lapangan dan Kader Kesehatan desa/kelurahan. Masukkan umpan balik dari Konsultasi Publik hasil survey EHRA dan Buku Putih Sanitasi pada tanggal 7 Desember 2011 untuk memperoleh masukkan bagi penulisan laporan. Kegiatan pengumpulan data dimulai dari Bulan September sampai Oktober Tahun 2011 difasilitasi oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) dalam penyelesaian laporan ini.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
3
II.
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011
Penentuan Target Area Survey
2.1.
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Klaten mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Klaten menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
4
pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Klaten. Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster Klaster 0
Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Klaten menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap
memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Klaten
No. Klaster
Jumlah
1
0
23 Desa
2
1
51 Desa
3
2
50 Desa
4
3
27 Desa
5
4
5 Desa 156 desa
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
5
Hasil klastering wilayah Kecamatan sebanyak 26 Kecamatan menghasilkan 10 Kecamatan terpilih dan dari 10 Kecamatan tersebut dilakukan klastering dari 156 Desa desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
klaster 0 sebanyak 15 %. klaster 1 sebanyak 33%, klaster 2 sebanyak 33%, klaster 3 sebanyak 17%, dan dan klaster 4 sebanyak 2 %.
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
2.2.
Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
6
Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana: •
n adalah jumlah sampel
•
N adalah jumlah populasi
•
d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja AMPL Kabupaten Klaten metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak X1 sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak X1 X 40 = 1.600 responden. 2.3.
Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei
Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 40 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-40 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2011 Kabupaten Klaten
No
1
2
Klaster
0
1
Kecamatan
Desa/Kel Terpilih
Jumlah Responden
Bayat
Gunung Gajah, Tegal Rejo
80
Klaten Tengah
Semangkak
40
Jatinom
Beteng
40
Trucuk
Mandong, Puluhan
80
Tulung
Bono, Kemiri, Mundu
120
Bayat
Krakitan
40
Cawas
Plosowangi, Bogor
80
Kalikotes
Jogosetran
40
Jatinom
Krajan
40
Karangnongko
Jiwan, Jagalan
80
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
7
No
3
4
5
2.4.
Klaster
2
3
4
Kecamatan
Desa/Kel Terpilih
Jumlah Responden
Prambanan
Kemudo
40
Trucuk
Mireng
40
Wonosari
Bolali
40
Bayat
Ngerangan, Talang
80
Klaten Tengah
Jomboran
40
Tulung
Sedayu
40
Cawas
Balak
40
Kalikotes
Gemblegan
40
Jatinom
Jemawan, Puluhan, Jatinom
120
Karangnongko
Logede
40
Prambanan
Cucukan
40
Wonosari
Tegalgondo, Gunting
80
Cawas
Nanggulan
40
Wonosari
Teloyo
40
Karangnongko
Kadilajo
40
prambanan
Brajan
40
Klaten Tengah
Mojayan
40
Trucuk
Planggu, Sajen
80
Cawas
Tirtomarto
40
Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut. •
Urutkan RT per RW per kelurahan.
•
Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
8
Jumlah total RT kelurahan : X. Jumlah RT yang akan diambil : Y Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan) misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z •
Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.
•
Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb. •
Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
•
Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5
•
Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2
•
Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
9
III.
HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN KLATEN
Pelaksanaan survey EHRA dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi eksisting sarana sanitasi yang ada ditingkat masyarakat serta perilaku masyarakat terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Indikator penentuan tingkat resiko kesehatan masyarakat didasarkan pada : 1) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, 2) Pembuangan Air Limbah Domestik, 3) Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, 4) Sumber Air, 5) Perilaku Higiene dan 6) Kasus Penyakit Diare
3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berkaitan dengan sampah merupakan masalah yang sangat memprihatinkan terutama sampah yang dihasilkan rumah tangga yang semakin hari semakin komplek permasalahannya dan tidak bisa ditangani dengan sistem persampahan yang ada. Maka untuk menangani limbah sampah rumah tangga terutama skala kabupaten perlu adanya peran serta masyarakat. Pengelolaan sangat penting dilakukan ditingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sampah dijadikan bahan baku kerajinan atau dijadikan kompos. Seperti yang telah dilakukan di Kelurahan Arcawinangun dimana sampah rumah tangga dikelola oleh BKM selaku pengelola Bank Sampah. Permasalahan persampahan yang dipelajari dalam survey EHRA antara lain: 1) cara pembuangan sampah 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah 3) praktek pemilahan sampah dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Sisi layanan pengangkutan juga dilihat dari aspek frekuensi atau kekerapan dan ketetapan waktu pengangkutan. Sebuah rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah, tetap memiliki resiko kesehatan tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Ketepatan pengangkutan sampah digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Enumerator dalam kegiatan survey EHRA diwajibkan untuk mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Secara mendetail data yang diperoleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga baik di desa maupun kelurahan di Kabupaten Klaten. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
10
Grafik 3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berdasar Desa Berdasar grafik 3.1. mayoritas desa tidak memiliki tempat pengelolaan sampah, terutama di desa Tegalrejo yaitu sebesar 47,5%
Grafik 3.2. Pengelolaan Sampah Berdasar Kluster Berdasar grafik 3.2. diperoleh data bahwa sebesar 46.6% kluster belum memiliki tempat pengelolaan sampah, prosentase terbesar (14.2%) berada di kluster 0.
Grafik 3.3 Frekuensi Pengangkutan Samah Tidak Memadai LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
11
Secara umum frekuensi pengangutan sampah tidak memadai karena tidak dilakukan setiap hari. Frekuensi terbesar pengangkutan sampah tidak memadai pada cluster 1 Grafik 3.4 Ketepatan waktu pengangkutan sampah
Secara umum pengangkutan sampah oleh responden sudah tepat waktu, akan tetapi di wilayah cluster 2 masih terdapat 3.3% responden yang lambat dalam penganggkutan sampah
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
12
Grafik 3.5 Pengolahan sampah setempat
Secara umum di wilayah setempat belum terdapat pengolahan sampah, prosentase terbesar tidak adanya penolahan sampah setempat terletak pada wilayah cluster 2 yaitu 23.6% dan prosentase terkecil pada cluster 4 yaitu 0.7%
3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik Praktek BAB (buang air besar) di tempat yang kurang memadai merupakan salah satu faktor meningkatnya resiko status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah dan juga mencemari sumber air minum warga. Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/kali/got/kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai. Sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Pembuangan tinja anak menurut masyarakat umumnya dianggap sepele. Kotoran/tinja anak dianggap berbeda dengan tinja orang dewasa, kotoran anak dianggap tidak berbahaya dan bisa dibuang kemana saja, termasuk ke ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang ataupun keranjang tempat sampah rumah tangga. Anggapan seperti ini sangat keliru karena pembuangan tinja baik anak maupun orang dewasa adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu diperhatikan karena sangat berbahaya dan dapat mencemari lingkungan dengan berbagai pathogen penyebab penyakit yang terkandung di dalamnya.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
13
Survey EHRA melakukan sejumlah wawancara kepada responden yang terkait dengan kondisi sarana dan prasarana jamban serta kebiasaan masyarakan melakukan BAB. Selain itu Enumerator diwajibkan melakukan pengamatan pada bangunan jamban/WC. Saluran Akhir Pembuangan Isi Tinja
Grafik 3.6. Saluran Pembuangan Isi Tinja
Berdasar hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden menggunakan tanki septic untuk pembuangan akhir isi tinja, namun masih ditemukan responden yang membuang isi tinja di cubluk, drainase, sungai, kolam dan kebun, prosentase terbesar di desa Jagalan yaitu sebesar 72.5%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
14
Grafik 3.7. Saluran Pembuangan Isi Tinja Hasil survei menunjukkan bahwa wilayah kluster dimana mayoritas responden masih membuang isi tinja berisiko yaitu di cubluk, drainase, sungai, kolam dan kebun adalah di kluster 0 yaitu sebanyak 33.3% dan prosentase terndah di kluster 4 yaitu 10%. Kualitas Tangki Septic
Grafik 3.8. Kualitas Tanki Septik Grafikl 3.8. menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah memiliki tanki septic yang suspek aman. Namun masih terdapat responden yang kondisi tanki septicnya tidak aman, prosentase terbesar di desa Brajan yaitu sebesar 65%.
Grafik 3.9. Kualitas Tanki Septik
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
15
Grafik 3.9. menunjukkan bahwa mayoritas wilayah kluster kondisi septic tank sudah suspek aman, namun di wilayah kluster 3 masih terdapat 18.6% responden memiliki tanki septic yang tidak aman.
Praktek Pembuangan Kotoran Anak Balita
Grafik 3.10. Praktek Pembuangan Tinja Balita
Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam pembuangan tinja anak balita termasuk dalam kategori tidak aman, prosentase terbesar di desa Bolali yaitu 46.3%.
Grafik 3.11. Praktek Pembuangan Tinja Balita
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
16
Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas wilayah kluster dalam pembuangan tinja anak balita termasuk dalam kategori tidak aman, prosentase terbesar di kluster 2 yaitu 18.7% dan prosentase terendah di wilayah kluster 4 yaitu 11.3% Kepemilikan Saluran Pengelolaan Limbah
Grafik 3.12. Kepemilikan Saluran Limbah Grafik 3.12. menunjukkan bahwa desa dengan prosentase paling tinggi tidak memiliki saluran limbah adalah desa Jiwan yaitu 97.5% dan prosentase terendah di desa Plosowangi yaitu 2.5%
Grafik 3.13. Kepemilikan Saluran Limbah Grafik 3.13. menunjukkan bahwa kluster dengan prosentase paling tinggi tidak memiliki saluran limbah adalah kluster 4 yaitu 57.5%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
17
3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir Kondisi saluran air rumah tangga merupakan indikator yang menjadi peranan penting pada Survey EHRA, karena saluran air yang tidak memadai beresiko memunculkan penyakit terutama deman berdarah dan malaria. Dalam pelaksanaan Survey EHRA masalah saluran air menjadi pengamatan tersendiri yang dilakukan oleh enumerator untuk mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah responden. Saluran air yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga. Enumerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Sedangkan saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna air cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya.
Grafik 3.14 Keberadaan Genangan Air Secara umum tidak ditemukan genangan air di halam rumah penduduk, namun masih terdapat juga genagan air di halam rumah penduduk khususnya di desa Plosowangi yaitu sebesar 45%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
18
Grafik 3.15. Keberadaan Genangan Air Secara umum tidak ditemukan genangan air di halam rumah penduduk, namun masih terdapat juga genangan air di halaman rumah penduduk khususnya di wilayah kluster 3 yaitu sebesar 13.6% dan prosentase ternedah di kluster 2 yaitu 4.8%.
3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kecukupan air dan kualitasi air akan sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumbur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditanggkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air minum yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Menurut pakar higinitas bahwa suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Dari sejumlah studi yang telah dilakukan oleh beberapa pakar menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur, dan sebaliknya kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare atau kesakitan yang disebabkan oleh air lainnya.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
19
Secara umum, sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kabupaten Klaten berasal dari 3 (tiga) sumber air minum utama yaitu 1) sumur yang terdiri dari sumur dalam dan sumur gali, 2) air ledeng PDAM, dan 4) mata air. Kualitas Air Bersih
Grafik 3.16. Air Bersih Secara umum air bersih yang digunakan sudah memenuhi syarat karena tidak tercemar tinja manusia. Namun masih terdapat responden dengan air masih tercemar, prosentase terbesar di desa Brajan yaitu sebesar 55%
Grafik 3.17. Air Bersih Secara umum air bersih yang digunakan sudah memenuhi syarat karena tidak tercemar tinja manusia. Namun masih terdapat responden dengan air masih tercemar, prosentase terbesar di Wilayah Kluster yaitu sebesar 24.2%.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
20
Pengelolaan Air
Grafik 3.18. Penyimpanan Air Berdasar Grafik 3.18. diketahui bahwa secara umum responden sudah melakukan penyimpanan air. Namun masih ditemukan juga responden yang tidak melakukan penyimpanan air. Prosentase terbesar responden yang tidak melakukan penyimpanan air adalah desa Mandong yaitu sebesar 60%.
Grafik 3.18. Penyimpanan Air Hasil survey EHRA menunjukkan bahwa secara umum respoden sudah melakukan penyimpanan air. Namun maih terdapat responden yang tidak melakukan penyimpanan air. Prosentase terbesar responden yang tidak melakukan penyimpanan air berada di wilayah kluster 0 yaitu sebesar 30,8%.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
21
3.5 Perilaku Higiene Kebiasaan masyarakat dalam hal mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu survey EHRA yang bertujuan untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kebiasaan mencuci tangan yang dilakukan oleh masyarakat dalam survey EHRA sangat berhubungan erat dengan kesehatan. Kebiasaan tidak mencuci tangan pada waktu-waktu penting merupakan salah satu faktor penyebab masuknya penyakit ke dalam tubuh, misalnya diare. Balita sangat rawan terkena diare. Bila kebiasaan mencuci tangan diterapkan pada waktu penting oleh masyarakat, khususnya yang memiliki anak Balita maka resiko Balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare dapat berkurang. Waktu cuci tangan yang penting diterapkan oleh masyarakat yang memiliki anak antara lain adalah : 1) sesudah buang air besar; 2) sesudah menceboki pantat anak; 3) sebelum menyantap makanan; 4) sebelum menyuapi anak; serta 5) sebelum menyiapkan makanan. 3.5.1. Praktek Cuci Tangan Pakai sabun
Grafik 3.19 Praktek Cuci Tangan pakai sabun
Secara umum penduduk sudah melakukan cuci tangan pakai sabun pada 5 waktu penting, namun di beberapa desa masih ditemukan penduduk yang tidak cuci tangan pada 5 waktu penting.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
22
Desa dengan penduduk tidak cuci tangan pada 5 waktu penting, prosentase tertinggi di desa Kadilajo yaitu 70%.
Grafik 3.20. Praktek Cuci Tangan pakai sabun
Hasil survey menunjukkan bahwa secara umum penduduk sudah melakukan cuci tangan pada 5 waktu penting, akan tetapi di kluster 3 masih ditemukan sebyak 10% penduduk tdak melakukan cuci tangan pada 5 waktu penting. 3.5.2. Ketersediaan Sarana CTPS di jamban
Grafik 3.21. Ketersediaan Air di Jamban Hasil survey terlihat, bahwa secara umum di jamban penduduk sudah tersedia air untuk CTPS. Namun di beberapa desa masih ditemukan jamban yang tidak tersedia air untuk CTPS, prosentase tertinggi di desa Nanggulan dengan prosentase sebesar 27.5%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
23
Grafik 3.22. Ketersediaan Air di Jamban Hasil survey terlihat, bahwa secara umum di jamban penduduk sudah tersedia air untuk CTPS. Namun di beberapa kluster masih ditemukan jamban yang tidak tersedia air untuk CTPS, prosentase tertinggi di kluster 0 dengan prosentase sebesar 11.3%
Grafik 3.23. Ketersediaan Sabun di Jamban Berdasar hasil survey diketahui bahwa mayoritas jamban penduduk sudah tersedia sabun untuk cuci tangan, namun masih ditemukan juga jamban penduduk yang tidak tersedia sabun. Prosentase tertinggi jamban yang tidak tersedia sabun adalh di desa Nanggulan yaitu 57.5%, tertinggi kedua di desa Tirtomarto yaitu 55%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
24
Grafik 3.24. Ketersediaan Sabun di Jamban Berdasar hasil survey diketahui bahwa mayoritas jamban penduduk tidak tersedia sabun untuk cuci tangan, prosentase tertinggi di kluster 4 yaitu sebesar 55% dan prosentase terendah di kluster 1 yaitu 8.7%. 3.5.2. Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah
Grafik 3.25. Kebiasaan Membuang Sampah Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas punduduk tidak memadai membuang sampai yaitu tidak dibuang setiap hari. Prosentase tertinggi desa dengan penduduk tidak memadai dalam membuang sampah adalah desa Semangkak (92.5%).
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
25
Grafik 3.26. Kebiasaan Membuang Sampah Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas punduduk tidak memadai membuang sampai yaitu tidak dibuang setiap hari. Prosentase tertinggi kluster dengan penduduk tidak memadai dalam membuang sampah adalah kluater 0 yaitu 17.1% dan prosentase terendah di kluater 1 yaitu 4.6% 3.5.3. Keberadaan Permasalahan Sampah
Grafik 3.27. Keberadaan Permasalahan Sampah Hasil survey menunjukkan masih adanya permasalahan sampah diantaranya ada lalat dan tikus, berbau busuk serta drainase yang mampet karena sampah. Prosentase tertinggi desa yang memiliki permasalahan sampah adalah desa Plosowangi sebesar 55%
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
26
Grafik 3.28. Keberadaan Permasalahan Sampah Hasil survey menunjukkan bahwa di wilayah kluster secara umum tidak terdapat permasalahan sampah, namun masih ditemukan juga adanya permasalahan sampah pada beberapa penduduk dengan prosentase pada masing-masing kluster sebesar 0.1%
3.6 Kejadian Penyakit Diare Penyakit diare dapat menyerang siapa saja dalam anggota keluarga tanpa pandang bulu. Mulai dari balita, anak-anak, anak remaja laki-laki, anak remaja perempuan, orang dewasa laki-laki, orang dewasa perempuan. Balita merupakan usia yang cukup rawan untuk terserang penyakit diare. Besaran kejadian penyakit diare dapat diindikasikan kurang memenuhinya sarana sanitasi yang ada di masyarakat .Kejadian Penyakit Diare
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
27
Grafik 3.29. Kejadian Diare Grafik 3.6.1. menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah mengalami diare, prevalensi tertinggi di desa Kadilajo yaitu sebesar 20,6%
Grafik 3.30. Kejadian Diare Hasil servei mendapatkan data bahwa mayoritas responden pernah mengalami diare, prevalensi tertinggi di wilayah kluster 3 yaitu sebesar 39,6% dan prevalensi terendah di wilayah kluster 4 yaitu 0%
.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
28
IV.
PENUTUP
Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah sebuah survey yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi yang ada di desa/kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilakuperilaku masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk promosi atau advokasi kesehatan lingkungan di Kabupaten Klaten sampai ke desa/kelurahan. Pelibatan kader kesehatan desa/kelurahan dan sanitarian Puskesmas sangat efektif dalam pencapaian sasaran berupa promosi dan advokasi dimaksud. Dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan dasar dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Klaten. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Klaten. Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang teridentifikasi di dalam dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Klaten. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan prasarana serta perilaku masyarakat di desa/kelurahan akan menghasilkan tingkat area beresiko di tiap desa/kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area beresiko tersebut diharapkan akan dapat mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Klaten 2012 – 2016. Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut, pelaksanaan Survey EHRA ini dapat dijadikan baseline data bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta pelaksanaan Survey EHRA di tahun-tahun mendatang. Survey EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survey dengan pelibatan masyarakat khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan pelaksanaan survey. Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survey di tahun-tahun mendatang diperlukan perbaikan terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan survey. LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
29
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN
30