KAJIAN EFEKTIVITAS FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU (TAX ALLOWANCE)
LAPORAN AKHIR
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEDEPUTIAN BIDANG KOORDINASI EKONOMI DAN MAKRO KEASDEPAN FISKAL
Hal 1 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan karunia-NYA, Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di DaerahDaerah Tertentu (Tax Allowance) ini untuk cakupan kajian nasional ini dapat terselesaikan dengan baik. Kajian ini dimaksudkan untuk menjadi evaluasi atas pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur tentang kebijakan pemberian fasilitas keringanan pajak penghasilan korporasi (tax allowance). Kajian ini menjadi riset yang pertama yang menggunakan informasi primer yang berasal dari dunia usaha/ korporasi. Riset serupa yang dilakukan di Negara lain sebagian besar membahas mengenai tax incentive. Kajian dilaksanakan selama 3 bulan yang dimulai pada September 2015 sampai dengan akhir di bulan Nopember 2015. Perencanaan dilaksanakan pada bulan Agustus dan September. Pengumpulan data kajian ini dilakukan dua tahap, tahap pertama dimulai pada awal kajian yang berupa data sekunder yang digunakan penulisan gambaran umum pelaksanaan kebijakan tax allowance. Tahap kedua berupa pengumpulan data primer yang dilakukan pada bulan Oktober – Nopember digunakan sebagai dasar analisis dan pembahasan. Hasil kajian ini kemudian akan sangat berguna untuk penentuan kebijakan dan langkah strategis berikutnya oleh pihak – pihak yang berkepentingan langsung dengan persoalan tax allowance. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang sudah berpartisipasi, sehingga laporan akhir kajian ini dapat tersusun sesuai dengan yang ditargetkan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan di beberapa aspek, oleh karena itu masukan dan ide yang membangun senantiasa diharapkan demi tercapainya peningkatan kualitas di waktu – waktu yang akan datang.
Jakarta, Nopember 2015 Tim Peneliti
Hal 2 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
RINGKASAN A. Ringkasan Eksekutif Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di BidangBidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) merupakan salah satu langkah yang ditempuh pemerintah yang berguna sebagai evaluasi pelaksanaan kebijakan yang sudah dikeluarkan sejak tahun 2007. Kebijakan pemberian keringanan atas pajak penghasilan korporasi (tax allowance) berguna sebagai stimulus pertumbuhan investasi, ditengah kondisi perekonomian nasional yang belum cukup stabil di beberapa sektor. Setiap diperbaiki peraturan mengenai tax allowance ini diharapkan terdapat peningkatan jumlah penerima manfaat. Namun demikian berdasarkan data BKPM, terjadi hal yang berkebalikan dari harapan tersebut. Jumlah perusahaan penerima fasilitas ini justru cenderung berkurang. Pertanyaan kajian yang dirumuskan bermuara pada dua aspek, yakni aspek makro dan aspek mikro ekonomi. Dua pertanyaan kajian yang bermuara pada aspek makro ekonomi adalah: 1). bagaimana perubahan kebijakan regulasi mengenai fasilitas tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai tahun 2015?, 2). bagaimana dampak implementasi tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri yang
kosong di Indonesia?. Dua pertanyaan kajian lain yang bermuara pada aspek mikro ekonomi yakni: 1). beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia sejak tahun 2007, 2). apa sajakah kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pelaku bisnis di dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance?. Tujuan akhir dari kajian ini untuk menjawab efektif tidaknya kebijakan tax allowance yang telah diluncurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan investasi. Manfaat kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan di bidang fiskal dan penyempurnaan regulasi yang berkaitan dengan fasilitas tax allowance di Indonesia. Kajian ini juga berupaya memberikan rekomendasi mengenai pelaksanaan kebijakan fasilitas tax allowance dan dampak kebijakan fasilitas tax allowance dalam perekonomian. Desain kajian ini menggunakan model survei cross sectional yang kemudian disajikan secara deskriptif dengan pendekatan penelitian mixed method (gabungan kualitatif dan kuantitatif). Populasi dalam kajian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam PMA dan PMDN. Ukuran sampel dipertimbangkan berdasarkan jenis penelitian, model penentuan sampel, asumsi Hal 3 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang dibangun, dan keterbatasan yang dihadapi. Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini sejumlah 30 perusahaan yang berada di beberapa kawasan industri. Informasi yang diberikan oleh perusahaan di lakukan pengecekan silang ke beberapa pihak terkait dengan kebijakan tax allowance, misalnya DJPD dan BKPM. Jumlah sampel tersebut merupakan batas minimal agar informasi secara statistik dapat dilakukan analisis. Jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan sifat analisis, tingkat keyakinan peneliti, dan keterbatasan kajian ini sendiri. Analisis deskriptif yang sifatnya korelatif jumlah sampel sebanyak 30 unit (Gay dan Diehl, 1992 : 146). Pemilihan sampel di atas didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah penelitian. Pertanyaan kajian pertama mengenai perubahan kebijakan tax allowance yang tertuang dalam peraturan pemerintah di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015 dijawab dengan content analysis. Hasilnya bahwa Pemerintah sudah berupaya memperbaiki regulasi berkaitan dengan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan. Pertanyaan kedua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia kajian ini dijawab dengan melakukan penelusuran lapangan dan mendapatkan informasi dari
perusahaan. Hasilnya bahwa persoalan sosialiasi yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, dan kepedulian dari manajemen menjadi faktor paling dominan yang mempengaruhi sebuah perusahaan mau mengajukan fasilitas tax allowance atau tidak. Pertanyaan kajian ketiga yakni mengenai kendala dan masalah yang dihadapi perusahaan dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance dijawab dengan menelusuri ke lapangan untuk mendapatkan jawaban dari perusahaan. Hasilnya bahwa selama memanfaatkan fasilitas tax allowance perusahaan merasa keberatan dengan pemeriksaan keuangan perusahaan yang sangat mendetail termasuk dengan model pengawasan dan control pasca menerima tax allowance. Terdapat pula perusahaan yang merasa proses pengajuan rumit dan birokrasi yang belum memuaskan investor. Pertanyaan keempat kajian mengenai dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri yang kosong dijawab dengan melakukan analisis dan pemetaan daftar penerima tax allowance dalam klasifikasi pohon industri di Kementerian Perindustrian. Informasi dari perusahaan yang dihimpun melalui penelusuran ke obyek kajian sifatnya mendukung analisis dari cara sebelumnya. Kesimpulan yang bisa diangkat dalam kajian ini: 1) pemerintah sudah berupaya Hal 4 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
memperbaiki regulasi berkaitan dengan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan., 2). Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance berasal dari internal dan eksternal perusahaan, seperti adanya harapan pengurangan pajak penghasilan yang bisa dimanfaatkan untuk mengkompensasi pengeluaran lain seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan pengeluaran perusahaan lainnya. Faktor yang paling dominan justru berasal dari eksternal perusahaan., 3). Kendala dan hambatan dalam pemanfaatan tax allowance yakni: persoalan sosialiasi yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, tingkat kepedulian dari manajemen perusahaan, dan adanya dugaan masih adanya pungutan diluar ketentuan dalam proses pengajuan mendapatkan fasilitas tax allowance tersebut. Kendala paling sedikit disebutkan oleh perusahaan adalah pertimbangan untung rugi (costbenefit) perusahaan itu sendiri., 4).Fasilitas tax allowance di beberapa perusahaan mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja, artinya fasilitas tersebut memberikan dampak bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Fasilitas tax allowance juga dapat mengisi pohon industri yang masih kosong karena terdapat beberapa perusahaan yang masuk dalam pohon industri
yang masih harus dikembangkan atau industri yang belum didirikan di Indonesia. Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tax allowance sebenarnya cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan investasi nasional. Rekomendasi agar target tersebut bisa tercapai: 1
Sebaiknya pemerintah dalam memberikan fasilitas keringanan tax allowance pada saat perusahaan sudah dalam tahap pertumbuhan, atau minimal tambahan keringanan bisa lebih dari 2 tahun dari posisi perusahaan pada saat sudah berada di tahap pertumbuhan.
2
Perubahan orientasi metode sosialisasi dari quantity oriented menjadi quality oriented. Perlu juga meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam hal keseragaman dan pembagian materi dan cakupan yang jelas antar lembaga tersebut. Sosialisasi yang dilakukan dapat sekaligus menjadi forum konsultasi dan tutorial bagi perusahaan yang berminat mengajukan fasilitas tax
allowance. 3
Sinkronisasi dan koordinasi diantara lembaga yang terkait, utamanya menyangkut masalah penyempurnaan administrasi pendataan dan kepatuhan terhadap peraturan kebijakan tersebut.
Hal 5 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
B. Ringkasan Temuan Terdapat perusahaan yang merasa tidak mengajukan permohonan tax allowance, namun masuk di daftar penerima yang diterbitkan oleh BKPM
Beberapa perusahaan yang mengajukan fasilitas tax allowance di tahun 2007 menyebutkan bahwa tidak merasa mengajukan fasilitas, namun dimasukkan di dalam daftar penerima fasilitas yang dikeluarkan BKPM. Penelusuran ke obyek kajian menghasilkan bahwa perusahaan yang menerima fasilitas tax allowance pada tahun 2007 tersebut menyatakan pada saat itu terhitung masih pada tahap awal perusahaan beroperasi. Terdapat dugaan bahwa dikarenakan produk yang dihasilkan memenuhi KBLI (pengelompokan sektor usaha) yang ditentukan perundang – undangan maka secara otomatis dimasukkan di daftar penerima tax allowance saat pengurusan IP. Terdapat perusahaan yang mendapatkan fasilitas tax allowance dengan tanpa membuat pengajuan terlebih dahulu ke BKPM sesuai dengan tata cara pengajuan
Kebalikan dari temuan pertama, temuan kedua ini adalah adanya perusahaan yang sudah menerima dan menikmati fasilitas tax allowance namun dipengumuman resmi BKPM tidak tercatat sebagai penerima. Pada tahun 2007 BKPM mengumumkan sebanyak 52 perusahaan menerima keringanan pajak penghasilan. Namun ternyata hasil penelusuran
lapangan menemukan adanya perusahaan yang pada tahun tersebut sudah menikmati fasilitas tersebut namun belum tercatat. Dugaan sementara yang perlu dikaji lebih mendalam adalah proses pengajuan dan faktor kepatuhan terhadap prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Sosialisasi yang dilakukan terkait fasilitas tax allowance dilaksanakan dalam sebuah forum besar dan info yang diberikan kurang bisa dipahami oleh peserta
Persoalan sosialisasi kebijakan yang belum cukup efektif merupakan temuan yang penting dalam kajian ini. Pola sosialisasi kebijakan tax allowance pada 2007 sampai dengan periode 2011 memiliki cakupan jumlah peserta yang besar. Ratusan peserta dari perusahaan berkumpul di satu tempat untuk mengikuti kegiatan sosialisasi. Persoalan narasumber yang memberikan sosialisasi juga menjadi masalah, sehingga proses ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pemahaman perusahaan menjadi tidak sempurna ketika yang diutus mengikuti sosialisasi bukan orang kunci (key person) dalam bidang pajak. Hasil penelusuran lapangan menemukan bahwa dalam hal pajak maka hanya manager akunting yang dilibatkan. Pada saat yang sama pihak manajemen tertinggi menghendaki kehadirannya, maka kemudian diutuslah perwakilan untuk menghadiri sosialisasi dari pemerintah. Hal 6 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pengusaha/ pelaku bisnis tidak terlalu mempermasalahkan ada tidaknya fasilitas keringanan pajak dari pemerintah tetapi lebih mementingkan kenyamanan berusaha, dan kepastian birokrasi
Perusahaan asing yang berada di Indonesia merasa bahwa dunia usaha di Indonesia yang paling diperhatikan adalah persoalan kenyamanan berusaha dan kepastian birokrasi daripada masalah ada tidaknya fasilitas keringanan pajak (tax allowance). Kenyamanan berusaha dapat dilihat dari frekuensi terjadinya mogok kerja atau demontrasi dari tenaga kerja. Hal itu terjadi sebagai akibat dari adanya kebijakan yang menyangkut kehidupan kaum pekerja, misalnya mengenai tingkat upah dan kesejahteraan. Persoalan birokrasi oleh pengusaha dipandang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan, terutama dari aspek transparansi dan implementasi. Persoalan transparansi merupakan keterbukaan informasi dan akses publik terhadap pelaksanaan kebijakan. Pada implementasinya setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengusaha dipandang masih memiliki hambatan, seperti pungutan di luar ketentuan dan politik kepentingan. Hal inilah yang tidak disukai para pengusaha.
Hal 7 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
HALAMAN PENGESAHAN Nama Kegiatan
: Kajian Efektivitas Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/ Atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance)
Waktu Pelaksanaan : September – Nopember 2015 Tempat
: Nasional, Indonesia
Penyelenggara
: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Dan Makro Keasdepan Fiskal dengan CV. Catur Pawestri Mukti Surakarta
Maksud dan Tujuan : Terlampir Nilai pekerjaan
: Rp. 184.536.000,-
Direktur CV. CPM
Surakarta, Nopember 2015 Team Leader
Muhammad Arif, ST
Sarjiyanto, SE., MBA Asdep Fiskal Kemenko Perekonomian
Andie Megantara, SH., MM., Ph.D
Hal 8 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………… Kata Pengantar …………………………………………………………… Ringkasan ………………………………………………………………………. Halaman Pengesahan ………………………………………………………… Daftar Isi ……………………………………………………………………… Daftar Tabel ……………………………………………………………………… Daftar Gambar ………………………………………………………………………
1 2 3 7 8 9 10
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah …………………………………………………… Rumusan Masalah …………………………………………………………… Tujuan Kajian …………………………………………………………………… Manfaat Kajian ……………………………………………………………………
11 17 17 18
BAB II LANDASAN TEORI Landasan Teori …………………………………………………………… Perbandingan Regulasi Tax Incentive ………………………………… Kajian Terdahulu ……………………………………………………………
19 25 30
BAB III METODOLOGI Metodologi Penelitian ……………………………………………………… Sampel dan Teknik sampling ………….…………………………………… Jenis dan Teknik Pengumpulan data …………………………………… Teknik Analisis Data ………….………………………………………………
33 34 37 38
BAB IV PEMBAHASAN DAN TEMUAN A. Pembahasan ………………………………………………………………… Perubahan Kebijakan ….………………………………………………… Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Tax Allowance …………………………………… Kendala dan Permasalahan ………..…………………………………… Dampak Tax Allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengisian pohon industri ……………. B. Temuan …………………………………..…………………………………… BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan …………………………………..…………………………………… Rekomendasi …………………………………..…………………………………… Daftar Pustaka
41 41 78 83 91 94 98 99
Hal 9 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR TABEL Tabel I.1. Penilaian Lembaga Pemeringkat Investasi
…………………………… 12
Tabel I.2. Kondisi Infrastruktur dan Kualitas Logistik dan Kompetensi 2007-2014
…………………………… 14
Tabel I.3. Kondisi Lingkungan Makroekonomi 2007-2012
…………… 15
Tabel IV.1. Bidang Usaha PP 62/2008
…………………………………………… 47
Tabel IV.2. Perbedaan Prasyarat PP. 62/2008 dan PP.52/ 2011
…………………………………………… 48
Tabel IV.3. Perbedaan Prasyarat PP.52/2011 dan PP.18/2015
…………………………………… 53
Tabel IV.4. Perbedaan Prasyarat dalam PP 52 dan PP.18
…………………………………… 62
Tabel IV.5. Perbedaan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
…………………………………… 71
Tabel IV.6. Penambahan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
…………………………………… 74
Tabel IV.7. Penghapusan Bidang Usaha dalam PP.52 dan PP.18
…………………………………… 75
Tabel IV.8. Penghapusan Bidang dalam PP. 52 dan PP.18
…………………………………… 76
Tabel IV.9. Tanggapan Responden
…………………………………… 79
Hal 10 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Grafik I.1. Daya Saing negara ASEAN-6
………………………………………… 14
Grafik I.2. Tren Penerima Tax Allowance
………………………………………… 16
Grafik II.1. Kurva Maksimum Profit
………………………………………… 21
Gambar IV.1. Tingkat Pemahaman Responden Gambar IV.2. Porsi Pengawasan dan Kontrol TA Grafik IV.3. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja 2010
………………………………………………… 84 ……………………………………………… 87 ………………………………………… 91
Hal 11 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Perekonomian Indonesia selama satu dasawarsa terakhir dibandingkan dengan Negara-negara di kawasan ASEAN-6 mengalami peningkatan kinerja (ditunjukkan dalam grafik I.1 dan I.2). Peningkatan tersebut sebagai dampak dari kebijakan ekonomi makro dan reformasi kebijakan yang efektif pada saat itu. Namun, peningkatan kinerja perekonomian tersebut tidak diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Grafik I.1. The Global Competitiveness Index (GCI) menunjukkan bahwa daya saing Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam, meskipun lebih baik dibandingkan dengan Filipina dan Vietnam. Tabel I.1. Penilaian Lembaga Pemeringkat Investasi Negara Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Kamboja
S&P BB+ ABBB+ BBBBB
Fitch BBBABBB+ B+ BB
Moodys Baa3 A3 Baa1 B1 BB
FDI (Juta US$) 207,200 143,400 193,700 73,710 128,100
Laju Ekspor 2,01 % 4,59 % 3,07 % 10,78 % 18,88 %
Philipina
BBB
BBB-
Baa2
30,380
8,86 %
Sumber: S&P (2015); Fitch (2014); Moodys (2014) dan World Bank (2014) Berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat investasi sebagaimana pada tabel I.1. menunjukkan bahwa Negara yang memiliki daya saing tinggi (Malaysia dan Thailand) cenderung diikuti dengan ranking peringkat investasi yang lebih baik, sehingga mendorong jumlah investasi ke negara tersebut khususnya investasi asing lebih besar. Dengan kata lain penilaian yang positif dari lembaga pemeringkat investasi akan membuktikan
Hal 12 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
peningkatan investasi di negara tersebut dan selanjutnya akan mendorong peningkatan daya saing negara tersebut. Data aliran FDI dan pertumbuhan ekspor di Indonesia dibandingkan negara lainnya menarik untuk dicermati karena dari sisi jumlah FDI Indonesia berada diperingkat pertama tetapi dari sisi lain yaitu pertumbuhan ekspor barang dan jasa, Indonesia berada diperingkat terakhir. Fenomena anomali tersebut diduga karena menurut perspektif investor, investasi di Indonesia masih sangat terbuka untuk dikembangkan. Di sisi lain pertumbuhan ekspor per tahun yang tertinggal dibandingkan negara lain menunjukkan bahwa setelah berinvestasi di berbagai sektor ekonomi di Indonesia, produk yang dihasilkan kurang kompetititif atau tidak mampu bersaing secara kompetitif dalam transaksi perdagangan internasional. Selain hal tersebut, laju dari ekspor Indonesia yang tertinggal tersebut sebagai konsekuensi melemahnya permintaan internasional terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh industri – industri di Indonesia. Implikasi atas kondisi tersebut diduga berdampak pada pelambatan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan antisipatif yang tepat dan terintegratif yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan menumbuhkembangkan industri – industri sektoral tersebut. Salah satu fokus kebijakan pemerintah adalah berusaha mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekspor secara agregat. Kebijakan yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah meningkatkan daya saing industri dan mendorong tumbuhnya industri baru di berbagai sektor ekonomi melalui bermacam insentif kebijakan moneter maupun fiskal. Dua target sasaran tersebut tidaklah mudah untuk diwujudkan, karena adanya beberapa faktor kendala seperti persoalan kelembagaan (institutional), infrastuktur (infrastructure), maupun kondisi lingkungan makroekonomi (macroeconomics environment).
Hal 13 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Grafik I.1.
Sumber: The Global Competitiveness Index (GCI), 2011-2015 Faktor kendala kelembagaan berupa struktur organisasi yang besar mengakibatkan proses birokrasi menjadi kompleks dan rumit, kualitas dan penempatan SDM yang tidak tepat, serta beragam regulasi yang seringkali tumpang tindih. Faktor kelembagaan menjadi tidak efektif dan efisien. Faktor kendala kedua adalah persoalan infrastruktur yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan ketahanan dan tumbuhkembangnya industri nasional. Kondisi infrastruktur tersebut antara lain belum terpenuhinya suplai listrik, air, sarana komunikasi, dan infrastruktur dasar di kawasan-kawasan
tertentu.
Tabel
1.2.
menjelaskan
bahwa
kondisi
infrastruktur, kualitas logistik, dan kompetensi Indonesia masih dibawah Malaysia dan Thailand. Tabel 1.2. Kondisi Infrastruktur dan Kualitas Logistik dan Kompetensi 2007-2014 Kondisi Infrastruktur Kualitas Logistik Indonesia 2.71 2.86 Malaysia 3.45 3.42 Thailand 3.20 3.18 Vietnam 2.71 2.87 Kamboja 2.30 2.48 Filipina 2.56 2.92 Sumber : Logistics Performance Index (2007-2014) Negara
Hal 14 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Faktor kendala ketiga adalah kondisi macroeconomic environments yang dilihat dari persoalan tingginya inflasi, tingkat suku bunga yang belum kompetitif, volatilitas nilai tukar, dan country risk. Tabel 1.3. menunjukkan bahwa volatilitas inflasi Indonesia berada diposisi kedua setelah Vietnam. Nilai volatilitas inflasi Indonesia jauh di atas Malaysia dan Thailand. Indikator lain adalah pada saat nilai kurs Indonesia dan Vietnam mengalami depresiasi nilai mata uang, Malaysia dan Thailand serta Filipina mengalami apresiasi. Begitu juga volatilitas suku bunga kredit yang diberikan sektor perbankan. Suku bunga kredit Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand, dan dengan perubahan suku bunga yang relatif lebih cepat. Kondisi tersebut membuat investor melakukan perhitungan bisnis yang mendalam untuk melakukan investasi. Oleh karena itu dalam kerangka meningkatkan ketahanan dan menumbuh kembangkan industri maka pemerintah merumuskan
kebijakan fiskal yang tepat sasaran dan prudent untuk
mengatasi hambatan – hambatan tersebut. Tabel 1.3. Kondisi Lingkungan Makroekonomi 2007-2012 Volatilitas Inflasi Kurs Suku Bunga Indonesia 0.41 0.01 0.27 Malaysia 0.05 -0.03 0.08 Thailand 0.06 -0.03 0.05 Vietnam 2.28 0.05 0.92 Filipina 0.20 -0.03 0.28 Sumber : World Bank (2007-2012) Negara
Salah satu kebijakan fiskal yang diyakini dapat untuk meningkatkan ketahanan dan menumbuhkembangkan industri adalah pemberian fasilitas pajak penghasilan dalam bentuk tax allowances. Kebijakan fiskal tersebut secara spesifik bertujuan untuk mendorong investasi, baik investasi pada industri lama atau industri baru. Fasilitas pengurangan pajak penghasilan dalam bentuk tax allowance tersebut di Indonesia mulai dijalankan sejak
Hal 15 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
keluarnya Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Peraturan tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008. Perubahan berikutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2011 dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2015. Substantif dari peraturan pemerintah dan berbagai revisi tersebut berkaitan dengan persyaratan pengajuan, proses pengajuan dan cakupan bidang usaha yang mendapatkan fasilitas tax allowance. Perubahan regulasi dari tahun 2007 sampai dengan 2015 tersebut sebenarnya dilakukan guna memberikan ruang yang lebih terbuka bagi perusahaan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan data BKPM tahun 2007-2013 menunjukkan bahwa perusahaan yang menerima fasilitas tax allowance kecederungannya semakin menurun. Tren penurunan ini dapat dilihat pada grafik 1.3. yang menjelaskan bidang usaha yang telah menerima fasilitas tax allowance sejak tahun 2007. Grafik I.2.
PENERIMA TAX ALLOWANCE Jumlah (perusahaan)
70
64
60 50
40 30 20 10 0
8
11
5
4
3 2 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: BKPM, 2013
Hal 16 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa upaya mendorong perusahaan agar melakukan peningkatan investasi melalui perangkat kebijakan tax allowance perlu dilakukan terus menerus.
Berbagai hal sebagaimana
diuraikan di atas menuju pada dugaan sementara bahwa kebijakan tax allowance yang dilakukan pemerintah sampai saat ini belum memenuhi harapan yang diinginkan pemerintah. Inilah yang menjadi alasan perlunya dilakukan kajian mendalam mengenai efektifitas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang keringanan pajak dalam bentuk tax allowance. 1.2. RUMUSAN MASALAH Beberapa persoalan utama yang hendak diungkap melalui kajian ini adalah: a. bagaimanakah perubahan kebijakan yang tertuang dalam tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015? b. faktor-faktor apa
yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax
allowance di Indonesia sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah tentang tax allowance pada tahun 2007? c. kendala dan permasalahan apa yang dihadapi pelaku bisnis untuk mendapatkan tax allowance? d. bagaimanakah dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja, pengisian pohon industri yang kosong (intermediate dan hilirisasi industri)? 1.3. TUJUAN KAJIAN Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari dilakukannya kajian ini adalah mengidentifikasi beberapa hal berikut ini: a. melihat perubahan kebijakan perbandingan pelaksanaan regulasi mengenai fasilitas tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai tahun 2015 menurut beberapa pihak terkait utamanya dari pelaku bisnis sebagai pihak yang menjadi sasaran dari kebijakan ini,
Hal 17 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia sejak tahun 2007, c. informasi mengenai kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pelaku bisnis di untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance, d. dampak implementasi tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia dan pengisian pohon industri yang kosong (intermediate dan hilirisasi industri). 1.4. MANFAAT KAJIAN a. Bagi Pemerintah Manfaat kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan di bidang fiskal dan menyempurnakan regulasi yang berkaitan dengan fasilitas tax allowance di Indonesia. Kajian ini juga berupaya memberikan rekomendasi mengenai efektifitas pelaksanaan kebijakan fasilitas tax allowance dan dampak kebijakan fasilitas tax allowance dalam perekonomian.
Hal 18 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1. Kajian Teori Fiskal Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam kehidupan suatu negara. Fungsi pemerintah dalam perekonomian modern diklasifikasikan dalam 3 golongan besar yaitu: 1). fungsi alokasi yakni pemerintah sebagai penyedia dan pengalokasi sumber-sumber ekonomi, karena pada dasarnya sumber daya ekonomi adalah terbatas, 2). fungsi distribusi merupakan peran pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi tersebut dapat berlangsung secara efisien, 3). fungsi stabilisasi yakni pemerintah sebagai stabilisator, menjaga roda perekonomian agar berjalan dengan normal. Optimalisasi peran pemerintah dapat dilakukan melalui kebijakan ekonomi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka mengendalikan perekonomian.
Kedudukan
Bank
Indonesia
sebagai
otoritas
yang
menjalankan kebijakan moneter. Kebijakan moneter dilakukan dengan tujuan untuk: 1). menjaga stabilitas ekonomi; 2).menjaga stabilitas harga (terutama untuk mengatasi inflasi); 3). meningkatkan kesempatan kerja; dan 4). memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara untuk menciptakan stabilitas ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta keadilan dalam distribusi pendapatan. Adapun contoh mengubah penerimaan dan pengeluaran adalah mengurangi atau menambah pajak dan subsidi. Dari pengertian tersebut maka kebijakan fiskal dapat digunakan
Hal 19 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Keynes (1776) dalam Mankiw menyebutkan kebijakan fiskal efektif untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dampaknya pengurangan pengangguran. Instrumen kebijakan fiskal salah satunya dengan mengubah pengeluaran pemerintah (G) dan mengubah pajak (T). Berkaitan dengan instrumen pajak yang memiliki fungsi regulerend, pemerintah dapat memanfaatkan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. Perubahan pada sisi pajak menyebabkan perubahan disposibel income (pendapatan
yang
siap
dibelanjakan).
Dampak
berikutnya
adalah
peningkatan permintaan agregat. Bila permintaan agregat meningkat, para produsen atau pengusaha akan menambah jumlah produksinya. Oleh karena itu diperlukan tambahan investasi. Penambahan jumlah investasi secara langsung berdampak penyerapan tenaga kerja, utamanya jika jenis investasi yang dilakukan bersifat labor intensive. Dengan demikian, pemerintah bisa mengurangi jumlah pengangguran. Secara metodologis konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Kebijakan pajak berhubungan erat dengan harga faktor produksi modal yaitu suku bunga riil. Fisher menjelaskan bahwa besar kecilnya suku bunga riil ditentukan oleh suku bunga nominal dan tingkat inflasi. Formula Fisher menjelaskan rη = rr + ⎍ dan rr = rη - ⎍, dimana rr adalah suku bunga riil yang pengaruhnya negatif terhadap investasi, artinya peningkatan pajak akan mendorong peningkatan suku bunga riil sehingga akan berdampak pada penurunan tingkat investasi (Mankiw, 2009: 411).
Hal 20 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perspektif mikro kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya saing perusahaan di Indonesia dengan asumsi bahwa persaingan perusahaan kompetitif. Tingkat persaingan perusahaan yang kompetitif hanya menghasilkan profit ekonomis. Hal ini berarti harga yang terbentuk adalah harga pasar (market clearing price) dan perusahaan merupakan price taker, tetapi keberlangsungan perusahaan masih tetap terjaga. Mankiw (2009: 48-55) secara matematis menjelaskan fungsi produksi perusahaan adalah sebagai berikut: Q = F (K, L) ..................................................................................................... (2.1) dimana Q : Jumlah output, L: Jumlah tenaga kerja, dan K : Jumlah kapital. Besar kecilnya jumlah output yang dihasilkan perusahaan tergantung pada penggunaan faktor produksi (K dan L). Berdasarkan persamaan tersebut dapat disusun profit ekonomis yang didapatkan perusahaan adalah: PQ = RK+WL ................................................................................................... (2.2) Dalam kondisi pasar persaingan yang kompetitif, profit yang didapatkan adalah profit sehingga rumusannya menjadi: PQ - (RK+WL)=0 ............................................................................................ (2.3) Perspektif perusahaan, peningkatan jumlah permintaan faktor input sangat tergantung pada produktivitas faktor produksi tersebut yaitu kapital dan tenaga kerja. Ukuran produktivitas faktor produksi adalah MPL (Marginal Product of Labor) dan MPK (Marginal Product of Capital). Besar kecilnya MPL dan MPK berbanding lurus dengan upah riil (W/P) dan suku bunga riil (R/P). Hubungan antara upah riil dan suku bunga riil digambarkan dalam fungsi permintaan tenaga kerja dan fungsi permintaan kapital (yang merupakan bentuk lain dari fungsi investasi). Pada saat nilai MPL dan MPK tinggi, maka fungsi permintaan tenaga kerja dan investasi oleh perusahaan akan meningkat. Hal itu terjadi meskipun tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan adalah keuntungan ekonomis (Mankiw, 2009:53).
Hal 21 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Teori ekonomi maksimisasi profit perusahaan menjelaskan bahwa pajak atas keuntungan ekonomi dalam jangka pendek tidak dapat dirubah. Maksimisasi profit perusahaan menyesuaikan dengan jumlah output yang diproduksi per tahun agar nilai biaya marjinal sama dengan nilai penerimaan marjinal. Hal tersebut ditunjukkan oleh grafik 2.1. pajak atas keuntungan ekonomi sebagai berikut. MC AC E
P
● A AC* ● G
F
Q*
O
MR=P
● B ●
Q
Grafik 2.1. menjelaskan bahwa area PGEF adalah tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan sebelum adanya pajak. Setelah adanya pajak keuntungan perusahaan adalah area AGBF. Artinya kebijakan pajak berdampak
pada
penurunan
keuntungan
ekonomi
yang
diperoleh
perusahaan (Hyman, 2005:596). Bentuk pengenaan pajak perusahaan salah satunya adalah pajak penghasilan badan atau korporasi. Peningkatan pajak penghasilan badan atau korporasi yang signifikan akan menurunkan tingkat investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dampak kebijakan pajak yang signifikan akan menurunkan tingkat Return on Invesment (ROI) perusahaan. Insentif pajak penghasilan yang diterapkan di Indonesia merupakan salah satu cara meningkatkan Return on Invesment (ROI) yang diterima perusahaan. Peningkatan ROI yang signifikan diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia, sehingga dalam jangka panjang dan agregat diharapkan dapat meningkatkan MPK (marginal product of capital). Secara subtantif dikeluarkanya PP No 18 Tahun 2015 oleh pemerintah sebagai pengganti dari PP No 52 Tahun 2011 merupakan instrumen kebijakan fiskal berupa tax allowance yang secara spesifik bertujuan untuk
Hal 22 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Instrumen fiskal tersebut secara lugas menyebutkan adanya pengurangan pajak penghasilan jika berinvestasi dalam bidang usaha dan atau daerah tertentu seperti yang disyaratkan dalam peraturan. Dampak pengurangan pajak penghasilan menurut Keynes mampu mengurangi pengangguran sedangkan menurut beberapa penelitian dapat menarik investor asing agar masuk ke suatu negara (Blostrom dan Koko, 2003; Clark, et al., 2000). Masuknya investor asing ke dalam suatu negara akan menambah iklim usaha sehingga akan menyerap tenaga kerja yang berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat dan akhirnya meningkatkan pendapatan negara. Negara-negara berkembang menggunakan instrumen fiskal dengan menurunkan tarif pajak penghasilan bahkan ada yang membebaskan pajak penghasilan dalam kurun waktu tertentu untuk meningkatkan investasi. Menurut IMF, insentif pajak penghasilan tersebut tidak akan memberikan dampak jika tidak dikoordinasikan dengan kebijakan lain yang berhubungan dengan iklim usaha seperti infrastruktur. Irlandia merupakan salah satu negara yang berhasil dalam menarik investasi asing dengan menggunakan kebijakan fiskal berupa pengurangan pajak penghasilan dan tidak sampai dalam kebijakan pembebasan pajak penghasilan (Clark, et al., 2000). Prinsip kerja kebijakan tax incentives dengan kebijakan tax allowance adalah sama. Keduanya fokus pada pemberian fasilitas tertentu untuk mendorong peningkatan investasi di suatu negara, terutama bagi negara berkembang. Menurut Lent (1971) kebijakan tax incentives dilakukan oleh negara berkembang karena terbatasnya pembentukan kapital di domestik untuk mendorong industrialisasi, sedangkan sumber daya manusianya (labor) melimpah, sehingga diperlukan aliran kapital dari negara lain. Bentuk tax incentives antara lain tax holiday, subsidi berdasarkan peningkatan serapan tenaga kerja, investment allowance dan investment grant, serta punggutan pajak berdasarkan payrolls. Berbagai skema prinsip dasarnya
Hal 23 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
sama dengan tax allowance, misalnya subsidi pajak bagi perusahaan yang dapat penyerapan tenaga kerjanya meningkat. Padahal kebijakan tax allowance dilakukan oleh negara berkembang juga bertujuan untuk meningkatkan serapan tenaga kerja, melalui peningkatan jumlah kapital atau peningkatan investasi. 2.1.2. Teori Efektifitas Hidayat (1986) mendefinisikan bahwa efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu: pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Empat hal yang dapat digunakan untuk menggambarkan tentang efektivitas, yaitu : 1.
mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya,
2.
mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik,
3.
membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi hasil yang bermanfaat,
4.
menangani tantangan masa depan. Senada dengan Hidayat, Steers (1985:87) memberikan pengertian
untuk efektifitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”. Berkaitan dengan dua pengertian di atas, bahwa untuk mengukur efektifitas suatu kebijakan adalah dengan membandingkan tujuan kebijakan dengan target/ output yang diharapkan. Dengan demikian, untuk mengukur efektifitas kebijakan tax allowance dilakukan dengan membandingkan tujuan substansi kebijakan yang dikeluarkan dengan dibandingkan dengan
Hal 24 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
implementasi di lapangan. Aspek yang diperbandingkan mulai dari tata cara/ prosedur, tujuan, dan dampak yang diharapkan dengan yang sudah tercapai. Jika kondisi yang terjadi saat ini bersesuaian dengan target yang ditetapkan maka dapat dikatakan pelaksanaan kebijakan sudah efektif. 2.1.2. PERBANDINGAN REGULASI TAX INCENTIVE DI BEBERAPA NEGARA Bentuk fasilitas keringanan pajak yang diberikan negara kepada korporasi dapat bermacam-macam bentuknya. Masing-masing negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Malaysia, Vietnam, dan Thailand juga memberikan fasilitas keringan pajak yang secara internasional di kenal dengan tax incentive.
Tax incentive yang diterapkan di negara-negara
tersebut juga dikenakan pada penghasilan korporasi sebagaimana tax allowance yang diterapkan di Indonesia. Tujuan tax incentive juga sama tax allowance, yakni mengurangi jumlah pajak yang disetorkan. Tax allowance sejatinya merupakan bagian dari tax incentive. Namun demikian, dengan melihat kemiripan objek yang mendapatkan fasilitas, maka dalam kajian ini antara tax incentive dan tax allowance dianggap serupa. 2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Malaysia. Program fasilitas perpajakan untuk investasi baru di Malaysia diluncurkan sejak tahun 1986 dan telah melalui beberapa perubahan dan perubahan yang terbarunya melalui “The Promotion of Investment Act 1986 derived from Malaysian Income Tax Act, 1967” yang berlaku sejak 20 Oktober 2001. Fasilitas perpajakan yang diatur oleh peraturan ini adalah fasilitas perpajakan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan telah mendapat status yang disebut sebagai “Pioneer Status”. Perusahaan yang berhak mendapat status ini haruslah melakukan investasi pada produk yang berhasil mendapatkan status “Promoted Product” atau jasa yang mendapat status “Promoted Activity” dari Menteri Perindustrian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan status “Pioneer Status” tersebut:
Hal 25 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
a.
Perusahaan mempekerjakan > 500 Karyawan.
b.
Aktiva tetap perusahaan (di luar Tanah) minimal 25 Miliar Ringgit Malaysia (+/- Rp 58 Triliun).
c.
Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut memiliki kontribusi pada pengembangan perekonomian dan teknologi negara Malaysia.
2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Thailand Dalam rangka desentralisasi pengembangan negaranya sejak tahun 1993, Thailand telah membagi wilayahnya menjadi 3 bagian dan memberikan fasilitas perpajakan mengikuti pembagian ke 3 bagian daerah tersebut. Akan tetapi krisis ekonomi yang menghantam dunia pada tahun 1998 memberikan dampak berkurangnya investasi yang dilakukan di negara Thailand. Sehingga pada tahun 2000 melalui Board of Investment Announcement No. 1/2543 mengenai “Policies and Criteria for Investment Promotion”, Thailand melakukan perubahan fasilitas–fasilitas perpajakan untuk investasi baru yang dilaksanakan pada 3 Zona daerah (Zona 1, Zona 2, Zona 3). Ada pun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh investor yaitu: a. investasi dengan nilai dibawah 500 juta Baht (diluar nilai tanah dan modal kerja) maka diberikan kriteria sebagai berikut: 1) nilai tambah yang diberikan oleh investasi tidak boleh dibawah 20% dari pendapatan kecuali untuk proyek manufaktur elektronik, agrikultur dan proyek yang diberikan persetujuan khusus oleh pemerintah, 2) rasio hutang dengan modal investasi tidak boleh melebihi 3 banding 1, 3) proses kerja harus menggunakan mesin baru dan proses kerja modern. Bila menggunakan mesin lama maka harus melalui persetujuan dari pemerintah, 4) harus
mengaplikasikan
sistem
perlindungan
lingkungan
yang
memadai. Untuk proyek-proyek yang berkaitan dengan limbah berbahaya maka harus melalui persetujuan pemerintah,
Hal 26 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. investasi dengan nilai diatas 500 juta Baht (diluar nilai tanah dan modal kerja) maka kriteria–kriteria diatas harus dipenuhi dan harus mendapat persetujuan dari pemerintah dengan menyerahkan studi proyek sesuai dengan yang disyaratkan, c. untuk investasi yang berasal dari proyek privatisasi lembaga pemerintah maka perlakuan fasilitasnya sebagai berikut: 1) proyek yang dilakukan badan usaha milik negara tidak diberikan fasilitas, 2) untuk proyek konsesi Build Operate Transfer atau Build Transfer Operate (KSO di Indonesia) yang dilakukan oleh swasta, agensi yang memiliki proyek tersebut harus menyerahkan proyek tersebut kepada pemerintah untuk dilelang dan pelelangnya akan diberikan fasilitas perpajakan apa saja yang diberikan, 3) untuk proyek Build Own Operate termasuk yang disewakan kepada pihak swasta atau pembayarannya sewanya diberikan kepada pemerintah, maka diberlakukan fasilitas pada umumnya, 4) untuk privatisasi Badan Usaha Milik Negara, hanya perluasan usaha setelah privatisasi yang diberikan fasilitas, 5) untuk investasi yang dimiliki oleh asing, maka kriteria yang diberlakukan adalah sebagai berikut: a.
kepemilikan lokal Thailand haruslah minimal 51% dari investasi yang diajukan atas sektor agrikultur, peternakan, perikanan, pertambangan dan pengolahan hasil tambang dan jasa sesuai dengan “Schedule One of the Foreign Business Act B.E 2542”,
b.
kepemilikan asing boleh lebih dari 51% dari investasi yang diajukan atas proyek manufaktur di semua zona,
c.
pemerintah
memiliki
wewenang
untuk
mengatur
jumlah
kepemilikan saham asing untuk proyek-proyek yang mendapat fasilitas apabila dirasakan perlu.
Hal 27 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2.1.2.1. Fasilitas Perpajakan Untuk Penanaman Investasi Di Vietnam. Fasilitas perpajakan untuk penanaman modal investasi baru yang diberikan di Vietnam berupa fasilitas tarif pajak penghasilan. Tarif pajak penghasilan tahunan di negara Vietnam normalnya sebesar 25%, tapi melalui “Decree No.24/CP year 2000 Regulating in Detail the Implementation of the New Law on Foreign Investment in Vietnam – Chapter IV: Article 46-49” memberikan fasilitas sebagai berikut: a.
tarif pajak penghasilan 20% selama 10 tahun sejak produksi komersial;
b.
proyek manufaktur dalam “Zona Industri” yang tidak termasuk dalam Encouraged Sector dan diluar dari lingkup point 2 dan 3 dibawah. Dan juga mendapat pembebasan Pajak Penghasilan Badan 100% untuk 1 tahun dan pembebasan 50% untuk 2 tahun sejak perusahaan menghasilkan laba komersial;
c.
tarif pajak penghasilan 15% selama 12 tahun sejak produksi komersial, atas investasi yang memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini: 1) investasi pada encouraged sector, 2) investasi pada daerah yang belum maju kondisi sosial ekonominya, 3) perusahaan eksportir yang bergerak di bidang jasa, 4) Perusahaan pada “zona industri” yang atas hasil produksinya diekspor sebanyak lebih dari 50%, 5) perusahaan yang pada akhirnya (saat proyek selesai) akan diberikan
kepada
pemerintah
Vietnam
tanpa
penggantian
kompensasi, d.
dan atas perusahaan yang memenuhi kriteria diatas juga berhak mendapat pembebasan pajak penghasilan badan 100% untuk 2 tahun dan pembebasan 50% untuk 3 tahun berikutnya sejak perusahaan menghasilkan laba komersial,
e.
Tarif pajak penghasilan 10% selama 15 tahun sejak produksi komersial, atas investasi yang memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini: 1) memenuhi 2 dari kriteria pada point 2 di atas,
Hal 28 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2) masuk dalam salah satu jenis investasi khusus pada Encouraged Sector, 3) investasi pada daerah yang belum maju kondisi sosial ekonominya yang masuk dalam Encouraged Sector, 4) perusahaan yang bergerak untuk membangun infrastruktur pada “Zona Industri”, 5) investasi pada sektor kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ilmiah. Atas perusahaan yang memenuhi kriteria diatas juga berhak mendapat pembebasan Pajak Penghasilan Badan 100% untuk 4 tahun dan pembebasan 50% untuk 4 tahun berikutnya sejak perusahaan menghasilkan laba komersial. Encouraged Sector yang dimaksud meliputi sektor-sektor berikut: 1)
sektor barang ekspor,
2)
sektor pertanian, agrikultural, peternakan, kehutanan dan perikanan,
3)
investasi pada pengembangan teknologi tingkat tinggi,
4)
sektor perlindungan alam (suaka alam),
5)
sektor penelitian dan pengembangan,
6)
sektor industri yang penyerapan tenaga kerjanya tinggi,
7)
investasi yang bisa memhematkan penggunaan bahan baku alam,
8)
pengembangan infrastruktur dan produksi berskala besar. Pemberian fasilitas di atas tidak meliputi proyek-proyek hotel, gedung
perkantoran, apartemen yang bersifat untuk disewakan, finance, perbankan, asuransi, perdagangan umum, dan sektor jasa yang terkait dengan proyek tersebut (kecuali proyek di daerah industri, kawasan berikat dan di daerah penelitian dan pengembangan) (Wijaya, 2013).
Hal 29 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2.1.3 KAJIAN TERDAHULU Sesi ini membahas mengenai beberapa kajian mengenai tax allowance di beberapa negara berbeda. Kajian tax allowance memiliki dampak yang berbeda tergantung pada objek studi. Hasil kajian yang berbeda tersebut dapat digunakan sebagai pendukung sekaligus pembanding untuk hasil yang hendak dicapai pada kajian ini. Hasil yang dapat digunakan sebagai pendukung tentunya yang berasal dari objek kajian yang memiliki kemiripan dengan kondisi Indonesia. Hasil kajian yang berasal dari objek berbeda sama sekali dengan kondisi Indonesia sifatnya menjadi pembanding keilmiahan kajian. 2.1.3.1 Pajak Dan Pertumbuhan Industri Baru (FDI dan PMA) Penelitian yang berusaha mengungkap keterkaitan antara kebijakan pajak korporasi dengan pertumbuhan investasi asing menghasilkan temuan yang berbeda-beda. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pajak dengan pertumbuhan investasi asing (FDI). Hasil kajian yang menyatakan tidak ada keterkaitan (negative effect) antara tingkat pajak korporasi dengan FDI diungkap pertama kali oleh Hartman pada tahun 1985. Hartman (1985) menemukan bahwa tingkat pajak tidak cukup mendorong pertumbuhan FDI. Sementara itu, Slemrod (1991) menemukan bahwa ketidaksignifikanan pengaruh tingkat pajak korporasi dengan FDI terjadi pada kasus-kasus tertentu. Wheeler dan Mody (1992) menghasilkan kajian yang menyatakan tidak signifikan pengaruh tingkat pajak korporasi dengan pertumbuhan FDI. Wheeler dan Mody menyatakan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan FDI adalah harga tenaga/upah kerja dan kualitas infrastruktur. Hasil kajian yang menyatakan bahwa tingkat pajak merupakan alat pendorong pertumbuhan FDI cukup banyak. De Mooij dan Enderveen (2005) menemukan hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pajak korporasi dengan pertumbuhan FDI. Dampak negatif tingkat pajak korporasi
Hal 30 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
terhadap FDI dinyatakan signifikan. Pendapat De Mooij dan Enderveen juga diperkuat oleh temuan Talpos dan Vancu (2009) yang mengevaluasi kebijakan pajak terhadap FDI di 27 negara Eropa. Djankov dkk (2010) juga menemukan kenyataan yang demikian juga ketika mengevaluasi kebijakan di lebih dari 85 negara. Penelitian yang lain yang mendukung kebijakan fasilitas pajak penting bagi pertumbuhan investasi dilakukan oleh Becker, Marcus, Martin (2012). Becker, Marcus, Martin (2012) melakukan kajian keterkaitan tinggi rendahnya pajak terhadap investasi di beberapa perusahaan lintas negara. Tiga hal yang menjadi pembahasan dalam penelitiannya yakni: 1). Dampak pembayaran pajak terhadap alokasi modal perusahaan, 2). Urgensi kebijakan pajak terhadap perkembangan investasi industri, 3). Hubungan antara arus kas perusahaan dan investasi. Desain penelitian yang digunakan yakni penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pengujian hipotesis, melakukan pengujian sebab akibat, menggunakan variabel yang dinotasikan secara spesifik, dan laporannya mengandung analisis statistik. Johnson dan Christensen (2008) menyebutkan jika salah satu atau beberapa ciri tersebut ada di dalam suatu penelitian, maka bisa dimasukkan ke dalam jenis penelitian kuantitatif. Hasil penelitian Becker, Marcus, Martin tersebut yang mendukung kajian ini adalah hasil kajian yang kedua, yakni urgensi kebijakan pajak terhadap perkembangan investasi industri. Hasilnya menyebutkan bahwa pajak merupakan alat kebijakan yang penting. Jika perusahaan memiliki peluang investasi yang berbeda, maka tarif pajak mengubah jenis investasi yang mungkin dilakukan. Tingginya tingkat pajak dapat diberlakukan pada industri yang sudah berdiri/mapan, sementara pajak rendah dapat diberlakukan untuk mendorong tumbuhnya industri-industri baru. Hasil penelitiaanya menyimpulkan bahwa variabel yang penting bagi pertumbuhan FDI adalah tingkat upah tenaga kerja, keterbukaan sistem
Hal 31 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
perekonomian, ukuran pasar, kualitas infrastruktur, dan stabilitas ekonomi. Sedangkan untuk variabel tingkat pajak korporasi masih perlu dikaji lebih lanjut. 2.1.3.2. Kebijakan Fasilitas Pajak Tidak Memiliki Dampak (Zero Sum Game) Chirinko yang bekerja sebagai akademisi di Universitas Emory bekerjasama dengan Wilson yang bekerja di Bank Sentral San Fransisco Amerika Serikat melakukan kajian terhadap kebijakan fasilitas keringanan pajak (Tax Incentive) yang dikeluarkan negara bagian San Fransisco pada tahun 2008. Tujuan utama Chirinko dan Wilson melakukan kajian tentang kebijakan fasilitas keringanan pajak (Tax Incentive) ini meneliti efektifitas kebijakan tersebut terhadap peningkatan investasi dan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi produktif lainnya di San Fransisco. Tujuan lainnya yakni mengkaji jumlah investasi yang diperoleh dari negara bagian yang lain. Penelitian Chirinko dan Wilson dilatarbelakangi oleh kenyataan semakin tingginya fasilitas keringanan pajak (Tax Incentive) yang dikeluarkan negara bagian San Fransisco. Rata-rata keringanan pajak yang diberikan pada tahun 2004 mencapai lebih dari 6 %. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat secara pesat. Penelitian Chirinko dan Wilson
ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan keunggulan alat uji ekonometrika untuk membuktikan
hipotesis
yang
dikembangkan.
Data
yang
digunakan
merupakan data sekunder yang merupakan data panel dari 48 negara bagian dalam periode lebih dari 20 tahun terakhir. Data yang dipakai misalnya berasal dari survei tahunan bidang manufaktur, data nasional dari Biro Ekonomi, dan berbagai jenis data terkait dengan variabel penentu pajak. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model permintaan kapital (Capital Demand Model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model permintaan modal (Capital Demand Model) juga mengungkapkan bahwa kebijakan pajak ibukota negara tampaknya menjadi zero-sum game diantara negara-negara bagian.
Hal 32 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB III METODOLOGI DAN RENCANA KERJA 3.1. METODOLOGI YANG AKAN DIGUNAKAN Perumusan masalah dalam penelitian ini dijawab dengan metodologi penelitian tertentu. Metodologi yang dipakai dalam suatu penelitian tergantung pada pertanyaan penelitian (Saunders, 2009: 133). Sesi ini membahas metodologi penelitian yang dijabarkan lebih detail menjadi beberapa sub bagian sebagai berikut. 3.1.1. Desain dan Lingkup Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk pengambilan kebijakan idealnya adalah menggunakan pendekatan campuran (mixed method) yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hal itu dikarenakan pendekatan campuran (mixed method) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebenarnya sejalan, dan banyak penelitian yang bagus menggunakan pendekatan tersebut (Saunders, 2009: 133; Howe, 1988). Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplorasi (exploratory research). Penelitian model eksplorasi fokus pada pengalian informasi secara cermat dan mendalam mengenai karakteristik fakta (individu, kelompok, dan keadaannya) yang ditemukan dalam penelitian. Pengungkapan faktafakta selama proses penelitian dengan hasil yang konsisten sangat penting untuk menjelaskan suatu kasus. Sebuah studi eksplorasi merupakan alat yang berharga untuk mencari tahu hal yang terjadi, menemukan wawasan baru, mengajukan pertanyaan, dan untuk menilai fenomena dalam dalam sudut pandang tertentu (Robson 2002: 59). Pendekatan kedua sebagai penyempurna dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Model yang digunakan dalam pendekatan kuantitatif adalah statistik deskriptif. Hasil pengujian pendekatan
Hal 33 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
kuantitatif diharapkan menguatkan temuan fenomenologis dari hasil analisis pendekatan kualitatif. Ruang lingkup penelitian (scope of research) dalam penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan di Indonesia yang berkaitan langsung dengan adanya kebijakan tax allowances di Indonesia. Asumsi yang dipakai untuk membatasi lingkup penelitian, maka kajian ini mengambil fokus pada 3 kriteria perusahaan yang berkaitan dengan tax allowances, yakni: 1) perusahaan yang telah menerima fasilitas tax allowances, 2) perusahaan yang mengajukan fasilitas tax allowances namun tidak memenuhi syarat (tidak lolos), 3) perusahaan yang memenuhi kriteria penerima fasilitas tax allowances sebagimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah. Perusahaan dari ketiga kriteria tersebut menjadi populasi dalam penelitian
ini.
Populasi
tersebut
kemudian
digunakan
sebagai
pertimbangan menentukan jumlah dan teknik sampling. Penentuan teknik sampling penting untuk menetapkan jumlah sampel. Jumlah sampel yang diambil diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang sesungguhnya terkait dengan kebijakan tax allowances. Perusahaan yang menjadi sampel kajian ini diambil dari beberapa kawasan industri. Lokasi pertama yakni di kawasan industri JABABEKA, Cikarang, Bekasi. Lokasi keduanya di kawasan industri di SOLO RAYA yang meliputi Kota Solo, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri. Lokasi ketiga yakni di kawasan industri di Bandung Jawa Barat. 3.1.2. Sampel dan Teknik Sampling Sampling dalam kajian ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a.
Desain penelitian ini berupa studi eksplorasi dengan pendekatan mixed method
Hal 34 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan di Indonesia yang berkaitan dengan kebijakan tax allowance. Hal ini disebabkan karena tujuan utama penelitian ini adalah menggali informasi (eksplorasi) dari pelaku bisnis mengenai implementasi kebijakan pemberian fasilitas pajak (tax allowance) yang kemudian akan diuraikan secara deskriptif. Desain penelitian inilah yang menjadi salah satu pertimbangan untuk ukuran sampel yang diambil. b.
Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel berkaitan dengan tujuan dan pertanyaan penelitian, sehingga teknik yang tepat untuk pengambilan sampel di kajian ini non probability sampling. dengan pendekatan purposive sampling. Purposive bermakna bahwa perusahaan yang dapat menjadi informan adalah yang memenuhi kriteria yang dirumuskan. Kriteria yang dirumuskan mengacu kepada urgensi perusahaan di perekonomian nasional yang diatur dalam PP tentang pemberian fasilitas keringanan pajak penghasilan korporasi (tax allowance). Kriteria yang dimaksud adalah kesesuaian produk suatu perusahaan dengan KBLI-nya (Klasifikasi Baku Lapangan Kerja Indonesia).
Kemudian
setelah
perusahaan
dikelompokkan
berdasarkan kriteria tersebut kemudian dengan menggunakan judgment
peneliti
dipilihlah
sampel
yang
diharapkan
dapat
memberikan informasi mengenai pelaksanaan tax allowance. Metode demikian lazim digunakan dalam sebuah studi dengan pendekatan deskriptif. c.
Tingkat kepercayaan peneliti utamanya terhadap informasi dan data informan Peneliti memiliki keyakinan bahwa informasi yang diberikan oleh informan dalam satu kriteria akan cenderung sama dan tidak berbeda. Perusahaan yang masuk di kriteria sudah pernah menerima fasilitas tax allowance diyakini penulis akan memberikan informasi
Hal 35 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang tidak jauh berbeda. Begitu pula perusahaan yang masuk dalam kriteria pernah mengajukan fasilitas tax allowance, namun belum lolos penilian akan cenderung memberikan informasi yang serupa. Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang kemudian mendasari pemikiran bahwa sampel untuk kajian ini tidak menggunakan kaidah penentuan sampel sebagaimana untuk penelitian parametrik. d.
Asumsi yang dibangun Asumsi dalam penelitian merupakan hal-hal diluar kendali peneliti. Walau demikian jika asumsi ini ditiadakan, maka suatu riset akan menjadi tidak relevan (Simon, 2011). Beberapa asumsi yang dibangun dalam kajian ini antara lain: 1). Tidak ada perbedaan informasi dari informan terkait perbedaan lokasi usaha, 2). Keterwakilan klasifikasi sektor usaha lebih penting daripada keterwakilan wilayah, 3). Informasi yang diberikan perusahaan merupakan informasi yang diakui keakuratannya.
e.
Keterbatasan yang ada. Kajian ini akan sangat komprehensif jika mampu mendapatkan informasi dari 3 jenis perusahaan yang terkait dengan tax allowance. Pertama, perusahaan yang terdaftar di BKPM sebagai penerima. Kedua, perusahaan yang pernah mengajukan fasilitas tax allowance namun tidak lolos. Ketiga perusahaan yang belum mengajukan fasilitas keringanan tersebut namun memenuhi kualifikasi yang ditetapkan peraturan. Keterbatasan yang dihadapi peneliti terkait dengan data ketiga kelompok perusahaan sebagaimana tersebut diatas, adalah data perusahaan yang sudah menerima tax allowance saja yang tersedia. Data untuk kelompok perusahaan lain tidak dapat dihimpun
karena
memang
tidak
dapat
diakses.
Persoalan
keterbatasan waktu, biaya, dan sumber daya secara ilmiah dapat pula dimasukkan sebagai pertimbangan penentuan ukuran sampel. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka dalam
Hal 36 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
penelitian ini jumlah sample ditentukan sebanyak 30 perusahaan. Jumlah tersebut cukup memenuhi syarat minimum untuk sebuah studi deskriptif. 3.2. JENIS DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA a. Jenis Data Data yang digunakan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini adalah yang berasal dari subyek (self report data), data penelitian yang berupa sikap, opini, pengalaman, atau karakteristik seseorang individu atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian/informan (Indriantoro dan Supomo 1999:145). Data tersebut dikategorikan sebagai berikut: 1) Data Primer Data primer yang perlu dihimpun untuk penyelesaian kajian ini, misalnya:
data
mengenai
persepsi
implementasi serangkaian peraturan
pelaku
bisnis
terhadap
tax allowance. Data ini
selanjutnya dikumpulkan dari sumber pertama yakni pelaku bisnis yang secara khusus berhubungan langsung dengan permasalahan yang diamati, dalam hal ini terutama yang menyangkut dengan efektifitas implementasi fasilitas tax allowance di Indonesia. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bersumber dari studi kepustakaan berkaitan dengan permasalahan yang sedang diamati (Cooper dan Emory, 1998: 191). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai jumlah penerima manfaat tax allowance, jumlah investasi, dan data-data sosial ekonomi yang mendukung hasil penelitian yang diperoleh dari literatur-literatur, jurnal manajemen dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), data dari Dirjen Pajak, dan instansi terkait yang relevan dan dapat diyakini validitas datanya.
Hal 37 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b. Teknik Pengumpulan Data 1) Wawancara mendalam Metode pengumpulan data dengan cara wawancara secara mendalam (Indepth Interview) secara langsung dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara terkait permasalahan
pelaksanaan
tax
allowance
semenjak
diimplementasikan pada tahun 2007 sampai dengan 2015. 2) FGD (Focus Group Discussion) Model diskusi terfokus yang bertujuan untuk menggali informasi tambahan sekaligus menjadi media sinkronisasi temuan penelitian menggunakan metode wawancara mendalam. Pihak-pihak yang dapat diikutsertakan sebagai peserta di dalam FGD ini antara lain: DJP, perwakilan pengusaha, BKPM, dan pihak terkait lainnya. 3) Dokumentasi
adalah
teknik
pengumpulan
data
dengan
cara
menghimpun naskah, data, artikel yang mendukung pembahasan mengenai implementasi tax allowance di Indonesia. 4) Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dalam rangka mendapatkan dasar berpikir, kajian-kajian terdahulu mengenai pelaksanaan tax allowance, dan teori akademis yang berguna sebagai pijakan alur berpikir penyelesaian kajian ini. 3.3. TEKNIK ANALISIS DATA 3.3.1.1. Teknik Analisis untuk Pendekatan Kualitatif a) Pertanyaan kajian pertama yakni tentang perubahan kebijakan yang tertuang dalam tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015, dijawab dengan cara membandingkan regulasi tentang tax allowance dari tahun 2007 sampai tahun 2015. Beberapa hal dari regulasi yang diperbandingkan ditinjau dari beberapa aspek, yakni: prosedur dan persyaratan pengajuan fasilitas, cakupan bidang usaha penerima, lama pengajuan fasilitas, dan perubahan jenis fasilitas yang diberikan. Hal 38 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
b) Pertanyaan kajian kedua yakni faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia dianalisis dengan menggunakan content analysis. Data dari hasil wawancara dan FGD terkait alasan-alasan yang mendorong pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia kemudian dilakukan analisis dan diuraikan secara deskriptif. c) Pertanyaan kajian ketiga yakni kendala dan permasalahan apa yang dihadapi pelaku bisnis untuk mendapatkan tax allowance dianalisis dengan menggunakan content analisys. Data yang dipakai dan dianalisis untuk menjawab kajian ketiga ini adalah informasi mengenai kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yang pernah mengajukan fasilitas tax allowance. Informasi dari perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai penerima fasilitas tax allowance namun belum mengajukan dapat digunakan sebagai pelengkap dan pembanding dari informasi yang diberikan oleh perusahaan yang sudah menerima tax allowance. d) Pertanyaan kajian keempat yakni mengenai dampak fasilitas tax allowance utamanya terhadap penyerapan tenaga kerja, pengisian pohon industri baru (produk intermediate dan industri hilir) dapat dijawab dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi pola investasi yang dilakukan perusahaan setelah menerima fasilitas tax allowance. 3.3.1.2. Teknik Analisis untuk Pendekatan Kuantitatif Penilaian dampak instrumen kebijakan perpajakan terhadap peningkatan aliran investasi dan teknologi merupakan suatu kebutuhan untuk menjelaskan peran perpajakan dalam pertumbuhan ekonomi (Boskin, 1988). Model Keynes menunjukkan bahwa insentif pajak dapat meningkatkan tabungan dan juga pembentukan kapital dan likuiditas usaha, sehingga mendorong peningkatan permintaan agregat dan mengurangi pengangguran. Insentif pajak merupakan salah satu kebijakan fiskal. Tujuan kebijakan fiskal dengan didasarkan
Hal 39 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pada teori pertumbuhan eksogen yang dijelaskan Solow adalah untuk meningkatkan pembentukan kapital dan peningkatan kinerja total faktor produksi (TFP). Kebijakan insentif pajak akan mendorong peningkatan pembentukan kapital. Pada saat permintaan terhadap kebijakan insentif pajak meningkat maka akan mendorong harga sewa kapital lebih rendah. Hal itu bermakna bahwa ketika harga sewa capital mengalami penurunan, maka permintaan terhadap kapital tersebut juga meningkat. Untuk menunjukkan pengaruh kebijakan tax allowance terhadap pembentukan kapital di Indonesia dalam analisis kuantitatif digunakan dengan pendekatan analisis deskriftif. Analisis tersebut salah satunya mengambarkan realokasi penggunaan fasilitas tax allowance yang diterima oleh perusahaan untuk meningkatkan jumlah penerimaan tenaga kerja, pembaharuan teknologi tepat guna, dan alokasi budget untuk rencana ekspansi bisnis. Ekspansi bisnis tersebut diharapkan dapat mengisi pohon industri yang kosong.
Hal 40 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB IV PEMBAHASAN DAN TEMUAN A. PEMBAHASAN 1.
Perubahan Kebijakan Yang Tertuang Dalam Tax Allowance Di Indonesia Mulai Tahun 2007 Sampai Dengan 2015 Regulasi tentang tax allowance mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun 2007 pemerintah memberikan fasilitas pajak berupa tax allowance yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. PP tersebut kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008. Perubahan selanjutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 dan terakhir Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Pemberlakuan
peraturan pemerintah ini bertujuan
meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Dampak yang diharapkan adalah pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan atau daerah tertentu. Berikut ini disajikan perubahan Peraturan Pemerintah Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-Bidang Usaha
Tertentu
dan/atau
di
Daerah-Daerah
Tertentu
sejak
diberlakukannya Peraturan Pemerintah tahun 2007 sampai dengan 2015. Peraturan Pemerintah No 62 Tahun 2008 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 terdapat perubahan dan penambahan beberapa pasal yaitu: a.
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: “Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
Hal 41 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka: 1) fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dicabut; 2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan; dan 3) tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. b.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: 1) pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini akan dievaluasi dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, 2) evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
c.
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A yang berbunyi sebagai berikut: “Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri semen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I1 Peraturan Pemerintah ini, yang melakukan rekonstruksi akibat bencana tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, dapat memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.” Perubahan pasal 4 dimaksudkan untuk lebih menekankan bahwa
fasilitas pajak penghasilan yang telah diberikan akan dicabut, diberi sanksi atau tidak akan diberikan fasilitas lagi jika perusahaan tidak memenuhi syarat seperti pada pasal 2 (1) dan pasal 3 Peraturan pemerintah No 62 Tahun 2008. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007 fasilitas tersebut akan dicabut, diberi sanksi atau tidak diberi fasilitas lagi ketika tidak memenuhi pasal 3 saja dari Peraturan Pemerintah ini.
Hal 42 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Sedangkan perubahan pada pasal 5 menjelaskan evaluasi terhadap peraturan pemerintah ini semula dilaksanakan maksimal 1 tahun diubah menjadi maksimal 2 tahun. Hal ini dimaksudkan supaya peraturan pemerintah yang sudah berlaku tidak terus menerus diganti karena jangka satu tahun setelah tanggal pelaksanaan peraturan pemerintah belum bisa dilihat dampaknya bagi masyarakat pengguna peraturan pemerintah tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 juga terdapat penambahan pasal yaitu pemberian fasilitas PPh bagi industri semen yang melakukan rekonstruksi di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengalami bencana tsunami. Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah untuk menarik investor industri semen supaya berminat untuk melaksanakan investasi dalam bentuk rekonstruksi di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 ini terdapat beberapa tambahan pasal sebagai penyempurnaan Peraturan sebelumnya, tambahan tersebut yaitu: a.
Pasal 2(a):
“ Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80%”. b.
Pasal 4B :
“ Bagi WP yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini dapat diberikan fasilitas PPh sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 sepanjang: 1) Memiliki
rencana
penanaman
modal
paling
sedikit
Rp.
1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah); dan
Hal 43 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2) Belum beroperasi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku. Penambahan pasal 2(a) pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 dimaksudkan untuk mengikat wajib pajak yang menerima fasilitas PPh. Penerima fasilitas PPh baru bisa memanfaatkan fasilitas ini setelah
merealisasikan
investasinya
minimal
80%.
Sedangkan
penambahan pasal 4B adalah untuk melonggarkan syarat penerima pajak penghasilan supaya lebih banyak lagi penanam modal yang menanamkan modal di Indonesia. Persyaratan penerima fasilitas tax allowance sejak diberlakukannya PP No 52 Tahun 2011 tidak bersifat kumulatif. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 kembali diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Pada Peraturan Pemerintah terbaru tersebut menambahkan dan perubahan beberapa pasal seperti di bawah ini: a.
Pasal 2 (2) huruf d angka 4: Semula kompesasi kerugian diberikan untuk waktu 5 tahun maksimal 10 tahun dengan ketentuan tambahan 1 tahun pada PP no 18 tahun 2015 terdapat tambahan 2 tahun untuk : 1) Tambahan 2 tahun apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 1000 orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturutturut. 2) Tambahan 2 tahun apabila Penanaman Modal berupa perluasan dari usaha yang telah ada pada Bidang–bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu yang diatur pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b sebagian sumber pembiayaannya berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) WP pada satu tahun pajak sebelumnya diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman modal. 3) Tambahan 2 tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% dari nilai total penjualan, untuk Penanaman Modal pada bidang
Hal 44 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
usaha tertentu yang diatur pada ayat (1) huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat. b.
Pada pasal 3 menjelaskan kriteria Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan: 1) Memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor 2) Memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar 3) Memiliki kandungan lokal yang tinggi
c.
Pasal 3 pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 diubah menjadi pasal 4 yang terdiri dari 2 ayat yaitu: 1) aturan tentang larangan bagi perusahaan yang mendapat fasilitas untuk
tidak menggunakan aktiva tetap selain untuk tujuan
pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang dimaksud kecuali diganti dengan aktiva baru dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Semula jangka waktu dalam Peraturan Pemerintah no 52 tahun 2011 adalah 6 tahun sejak saat mulai berproduksi secara komersial. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No 18 tahun 2015 jangka waktunya adalah mana yang lebih lama antara jangka waktu 6 tahun sejak mulai berproduksi secara komersial atau masa manfaat aktiva sesuai dengan ketentuan dalm pasal 2(2) huruf b angka 1, 2) mengatur tentang larangan bagi perusahaan yang mendapat fasilitas untuk tidak menggunakan aktiva tidak berwujud selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud yang dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud baru sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 terdapat penambahan pasal tentang pemberian kompensasi. Semula kompensasi bisa diberikan tambahan 1 tahun. Pada PP Nomor 18 Tahun 2015 ditambahkan lagi menjadi 2 tahun jika memperkerjakan tenaga kerja minimal 1000 orang
Hal 45 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
selam 5 tahun berturut turut, sebagian sumber pembiayaannya berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) WP pada satu tahun pajak sebelumnya diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman modal atau melakukan ekspor paling sedikit 30% dari nilai total penjualan. Selain ada beberapa tambahan dan perubahan pasal juga terdapat perbedaan baik jumlah maupun jenis bidang usaha yang mendapat fasilitas pajak penghasilan, di bawah ini akan dijelaskan perbedaan bidang usaha dan daerah tertentu yang mendapat fasilitas pajak penghasilan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 sampai dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Jumlah Bidang Usaha tertentu dan Daerah Tertentu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 terdapat 15 bidang usaha tertentu (lampiran I) dan 9 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (lampiran II) yang mendapat fasilitas PPh. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah
no 62 tahun 2008 terdapat 23
Bidang Usaha Tertentu
(lampiran I) dan 15 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (lampiran II) yang mendapat fasilitas PPh. Penambahan jumlah bidang usaha yang terdapat pada Tabel IV.1 adalah untuk lebih meningkatkan investasi di sektor-sektor tersebut yang sampai tahun 2008 masih kurang peminatnya. Berikut ini penambahan bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 yang mendapat fasilitas pajak penghasilan.
Hal 46 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.1 Penambahan Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah Tertentu yang Mendapat Fasilitas PPh menurut Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 No
Bidang Usaha Tertentu (Lampiran 1)
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (Lampiran 2)
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Tanaman Pangan
2
Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman IUPKKK-HTI (HTI)
Pengembangan Budidaya Hortikultura
3
Penambangan dan Pemanfaatan Batubara Mutu Rendah (Low Rank Coal)
Kelompok Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
4
Pengusahaan Tenaga Panas Bumi
Kelompok Industri Akumulator Listrik dan Batu Baterai
5
Kelompok Industri Susu dan Makanan dari Susu
Kelompok Industri Pembuatan dan Perbaikan Kapal dan Perahu
6
Pengilangan Minyak Bumi
Transhipment Port
7
Pembangunan Kilang Mini Gas Bumi (Industri Pemurnian dan Pengolahan Gas Bumi)
8
Kelompok Industri Serat Buatan
1
Sumber: PP No. 62 Tahun 2008 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 terdapat penambahan lagi bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu yang mendapat fasilitas pajak penghasilan dalam bentuk tax allowance. Jumlah bidang usaha yang mendapat fasilitas pajak penghasilan bertambah menjadi 52 bidang usaha tertentu (lampiran 1) dan 77 bidang usaha tertentu dan daerah tertentu (lampiran 2).
Hal 47 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.2. Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Bidang Usaha Tertentu (Tax Allowance) menurut PP No 62 Tahun 2008 dengan PP No 52 Tahun 2011 No
1
Jenis Bidang Usaha menurut PP 62 Tahun 2008 Pengembangan Peternakan: Pengembangan usaha peternakan besar/kecil
Jenis Bidang Usaha menurut PP 52 Tahun 2011 Pertanian Tanaman, Peternakan, Perburuan dan Kegiatan YBDI: Pembibitan dan Budidaya Sapi Potong Kehutanan dan Penebangan Kayu: Pengusahaan hutan jati
2
Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman IUPHHK-HTI(HTI): Penguasahaan hutan jati, hutan pinus, hutan mahoni, hutan sono keling, hutan Albasia/Jeunjing, hutan cendana, hutan akasia, hutan ekaliptus, hutan lainnya
3
Kelompok Industri Susu dan Makanan dari Susu
Industri Makanan dari Cokelat dan Kembang Gula Industri Makanan Bayi
4
Kelompok Industri Makanan Lainnya: Industri bumbu masak dan penyedap masakan Kelompok Industri Tekstil dan Industri Pakaian Jadi
Industri Tekstil: Industri yang menghasilkan kain untuk keperluan industri
5
6
7 8
Kelompok Industri Bubur Dihapus Kertas (Pulp), Kertas dan Kertas Karton/Paper board Tidak mendapat fasilitas
Industri pembuatan minyak pelumas.
Industri kimia dasar anorganik khlor dan alkali
Dihapus
Hal 48 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tidak mendapat fasilitas
Industri Kimia Dasar Organik untuk Bahan Baku Zat Warna dan pigmen.
Tidak mendapat fasilitas
Industri Kimia Dasar Organik yang Menghasilkan Bahan Kimia Khusus
Tidak mendapat fasilitas
Industri Damar Buatan ( Resin Sintetis) dan bahan baku plastik
Industri Kimia Dasar lainnya
Dihapus
Tidak mendapat fasilitas
Industri Serat/Benang/Strip Filamen Buatan.
Kelompok industri karet dan Barang dari Karet
Dihapus
Tidak mendapat fasilitas
Industri Ban Luar dan Ban Dalam
16
Kelompok Industri Barang Barang dari Porselen
Dihapus
17
Kelompok Industri Logam Dasar bukan Besi
Dihapus
Tidak mendapat fasilitas
Industri Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya: Industri barang dari kawat
Tidak mendapat fasilitas
Industri semi konduktor dan komponen elektronik lainnya
Tidak mendapat fasilitas
Industri Televisi dan/atau perakitan televisi
Tidak mendapat fasilitas
Industri alat ukur dan alat uji elektronik
22
Tidak mendapat fasilitas
Industri Peralatan Fotografi
23
Kelompok Industri Mesin dan
Dihapus
9
10
11 12 13 14 15
18
19 20 21
Hal 49 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perlengkapannya Tidak mendapat fasilitas
Industri Pengubah tegangan, pengubah arus, dan pengontrol tegangan
Tidak mendapat fasilitas
Industri Batu Baterai Kering (Batu Baterai primer)
Tidak mendapat Fasilitas
Industri lampu tabung gas (lampu pembuang listrik)
Tidak mendapat fasilitas
Industri peralatan listrik rumah tangga
28
Tidak mendapat fasilitas
Industri Mesin fotocopy
29
Tidak mendapat fasilitas
Industri Mesin Pendingin
30
Kelompok industri elektronika dan telematika
Dihapus
31
Kelompok industri alat angkut darat
Dihapus
Tidak mendapat fasilitas
Industri komponen dan perlengkapan sepeda motor roda dua dan tiga
Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan Beal
Dihapus
Tidak mendapat fasilitas
Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau lebih
Tidak mendapat fasilitas
Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan: Jasa Reparasi Kapal, Perahu, dan Bangunan Terapung.
36
Tidak mendapat fasilitas
Pembangkitan Tenaga Listrik
37
Tidak Mendapat Fasilitas
Pengadaan Gas Alam dan Buatan
24
25 26 27
32
33
34
35
Hal 50 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
38 39 40
Tidak Mendapat Fasilitas
Penampungan, Penjernihan, dan Penyaluran Air Bersih
Tidak mendapat fasilitas
Pengumpulan Sampah yang Tidak Berbahaya
Tidak Mendapat Fasilitas
Pengelolaan dan Pembuangan Sampah yang Tidak Berbahaya
Tidak Mendapat Fasilitas
Konstruksi Bangunan Pengolahan, Penyalurandan Penampungan Air Minum, Air Limbah dan Drainase
Tidak mendapat fasilitas
Angkutan Perkotaan
Tidak Mendapat Fasilitas
Kegiatan Pemrograman Komputer
Tidak Mendapat Fasilitas
Kawasan pariwisata
41
42 43 44
Sumber: PP No 62 Tahun 2008 dengan PP No 52 Tahun 2011 Jumlah Bidang Usaha tertentu
menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2011 yang semula 52 setelah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 menjadi 66 bidang usaha tertentu. Sedangkan Jumlah bidang usaha tertentu dan daerah tertentu
pada
lampiran 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah sebelumnya tidak mengalami penambahan hanya terdapat perubahan bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, yang mendapat fasilitas tax allowance. Berikut rincian perbedaan antar kedua peraturan pemerintah tersebut: a.
Perbedaan
berdasarkan
syarat
yang
harus
dipenuhi
untuk
mendapatkan fasilitas PPh untuk Bidang Usaha Tertentu (lampiran I):
Hal 51 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.3. Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Bidang Usaha Tertentu (Tax Allowance) (Lampiran 1) No
Bidang Usaha
Perbedaan PP No 52 Tahun PP No 18 Tahun 2011 2015
PERTANIAN TANAMAN, PETERNAKAN, PERBURUAN DAN KEGIATAN YBDI 1
Pembibitan dan Bududaya sapi potong
Terdapat persyaratan -
-
KEHUTANAN DAN PENEBANGAN HUTAN Pengusahaan Hutan 2 Jati
pembibitan sapi potong harus > 5000 ekor/tahun Budidaya penggemukan sapi lokal> 5000 ekor/siklus
Tidak ada persyaratan jumlah ekor yang harus tersedia
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, dan pemasaran produk tanaman jati minimal 5000 Ha
Tidak ada persyaratan jumlah minimal tanaman Jati yang digunakan dalm pembibitan, penanaman dan pemasaran produk.
Terdapat persyaratan minimal investasi 100 M, Tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan
INDUSTRI MAKANAN 3
Industri makanan dari coklat dan kembang gula
Hal 52 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
untuk investasi baru atau minimal 200 orang untuk perluasan, harus menggunakan minimal 50% komponen lokal dan minimal 50% produk yang dihasilkan mengandung coklat 4
Industri makanan bayi
Terdapat persyaratan minimal investasi 100 M, Tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru atau minimal 200 orang untuk perluasan, bermitra dengan UMKM/Koperasi
Hanya terdapat pesyaratan untuk bermitra dengan UMKM/Koperasi.
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 600 M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
INDUSTRI PRODUK DARI BATU BARA DAN PENGILANGAN MINYAK BUMI 5
Industri pembuatan minyak pelumas
Hal 53 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI BAHAN KIMIA DAN BARANG DARI BAHAN KIMIA 6
Industri Kimia dasar Anorganik lainnya
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratn baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
7
Industri Kimia Dasar Organik yang bersumber dari Hasil Pertanian
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 500M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratn baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
8
Industri Kimiadasar Organik untuk Bahan Baku Zat Warna dn Pigmen, Zat Warna dan Pigmen
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, melakukan alih tehnologi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya, hanya terdapat persyaratan melakukan alih tehnologi
9
Industri Kimia Dasar Organik yang bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam dan Batubara Industri
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 900M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
10
Industri Kimia Dasar Organik yang menghasilkan Bahan
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 500M dan tenaga
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga
Hal 54 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Kimia Khusus
kerja minimal 100 orang
kerjanya
11
Industri Damar buatan (Resi Sintetis) dan Bahan Baku Plastik
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
12
Industri Karet Buatan
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
13
Industri Bahan Kosmetik dan Komestik, termasuk Pasta Gigi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
14
Industri serat/benang/strip filament buatan
15
Industri Serat Stapel Buatan
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, dan melakukan alih teknologi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya harus dilakukan alih tehnologi.
Hal 55 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK Terdapat 16 Industri Ban Luar persyaratan : dan Ban Dalam Investasi minimal 500M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN DAN PERALATANNYA 17
Industri barang dari kawat
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan serta melakukan alih tehnologi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya diharuskan untuk melakukan alih tehnologi
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
INDUSTRI KOMPUTER, BARANG ELEKTRONIK DAN OPTIK 18
Industri semi konduktor dan komponen elektronik lainnya
Hal 56 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
19
Industri televisi dan/atau perakitan televisi
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang untuk investasi baru dan minimal 100 orang untuk perluasan
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
20
Industri alat ukur dan alat uji elektronik
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK 21
Industri pengubah tegangan (transformotor), pengubah arus (rectifier), dan pengontrol tegangan (voltage stabilizer)
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, Diatas 500KV dan melakukan alih tehnologi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya mensyaratkan di atas 500 KV dan melakukan alih tehnologi
22
Industri Batu Baterai kering (Batu Baterai Primer)
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya
Hal 57 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
orang untuk investasi baru dan minimal 100 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
mensyaratkan untuk menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
23
Industri Lampu Tabung Gas ( Lampu pembuang LIstrik)
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang untuk investasi baru dan minimal 100 orang untuk perluasan, dan terintegrasi dengan komponennya.
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya mensyaratkan harus terintegrasi dengan komponennya
24
Industri peralatan listrik rumah tangga
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang untuk investasi baru dan minimal 100 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya.
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL 25
Industri Mesin Fotocopy
Hal 58 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
kerjanya hanya mensyaratkan untuk menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
26
Industri Mesin Pendingin
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 50M dan tenaga kerja minimal 300 orang untuk investasi baru dan minimal 100 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya mensyaratkan penggunaan tehnologi ramah lingkungan
27
Industri mesin dan perkakas mesin untuk pengerjaan logam
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya mensyaratkan untuk menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
28
Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya hanya
Hal 59 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan, dan menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
mensyaratkan untuk menggunakan tehnologi ramah lingkungan.
Terdapat persyaratan : Investasi minimal 100M dan tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER 29
Industri suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor roda empat atau lebih
INDUSTRI DAN ALAT ANGKUT 30
Industri kapal dan perahu
Terdapat persyaratan: Investasi minimal 50 M, tenaga kerja minimal 300 orang dan kapal diatas 50.000 DWT
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
31
Industri komponen dan Perlengkapan Sepeda Motor Roda Dua dan Tiga
Terdapat persyaratan: Investasi minimal 100 M, tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
Terdapat persyaratan:
Tidak ada persyaratan baik
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN 32
Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan
Hal 60 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Bangunan Terapung
Investasi minimal 50 M, tenaga kerja minimal 300 orang dan Kapaldiatas 50.000 DWT
Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya
Terdapat persyaratan: Investasi minimal 50 M, tenaga kerja minimal 300 orang dan air minum yang memenuhi persyaratan SNI
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya, hanya menjelaskan persyaratan harus untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah
Terdapat persyaratan: Investasi minimal 50 M, tenaga kerja minimal 300 orang , kapasitas angkut minimal 20.000 orang/hari dan tidak ada subsidi
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya, hanya mensyaratkan tidak ada subsidi
Terdapat persyaratan: Investasi minimal 50 M, tenaga kerja minimal 300 orang
Tidak ada persyaratan baik Investasi maupun jumlah tenaga kerjanya,
PENGADAAN AIR 33
Penampungan, Penjernihan dan Penyaluran Air Bersih
ANGKUTAN DARAT DAN ANGKUTAN MELALUI SALURAN PIPA 34
Angkutan perkotaan
REAL ESTATE 35
Kawasan Pariwisata
Hal 61 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
(labor intensive) atau Investasi minimal 100 M, tenaga kerja minimal 100 orang (Capital intensive) Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015 b.
Perbedaan
berdasarkan
syarat
yang
harus
dipenuhi
untuk
mendapatkan fasilitas PPh untuk Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (lampiran II): Tabel IV.4. Perbedaan Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (Tax Allowance) (Lampiran 2) Perbedaan No
Bidang Usaha
PP No 52 Tahun 2011
PP No 18 Tahun 2015
PERTANIAN TANAMAN, PETERNAKAN, PERBURUAN DAN KEGIATAN YBDI 1
Pertanian Tanaman Jagung
2
Pertanian Tanaman Kedelai
Tidak ada persyaratan - untuk benih jagung khusus harus menghasilkan lebih besar dari 2000 ton/tahun - Untuk Budidaya jagung, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha Terdapat persyaratan: Tidak ada persyaratan - untuk benih kedelai khusus harus menghasilkan Terdapat persyaratan:
Hal 62 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
3
Pertanian Padi
4
Petanian Buahbuahan Tropis
lebih besar dari 1000 ton/tahun - Untuk Budidaya kedelai, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha Terdapat persyaratan: Tidak ada persyaratan - untuk benih Padi harus khusus menghasilkan lebih besar dari 2000 ton/tahun - Untuk Budidaya padi, luas tanah harus lebih besar dari 3000 ha Terdapat persyaratan: Tidak ada persyaratan - untuk benih Budidaya khusus pisang, luas tanah harus lebih 500Ha - Untuk Budidaya Nenas, luas tanah harus lebih besar dari 500 Ha - Untuk Budidaya Mangga, luas tanah harus lebih besar dari 500 Ha
KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU 5
Pengusahaan Hutan Pinus
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
6
Pengusahaan hutan mahoni
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
7
Pengusahaan hutan sonokeling
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
Hal 63 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
8
Pengusahaan Hutan Albiasa/Jeunjing
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
9
Pengusahaan Hutan Cendana
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
10
Pengusahaan Hutan Akasia
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
11
Pengusahaan Hutan Ekaliptus
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
12
Pengusahaan Hutan Lainnya
Terdapat persyaratan minimal luas tanah 5.000 Ha
Tidak ada pesyaratan khusus
PERIKANAN 13
Penangkapan Pisces/Ikan Bersirip di Laut
Terdapat persyaratan: menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau menggunkan mesin berkekuatan minimal 180 DK
Tidak ada persyaratan khusus
14
Penangkapan Crustacea
Terdapat persyaratan: menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau menggunkan mesin berkekuatan minimal 180 DK
Tidak ada persyaratan khusus
15
Penangkapan Mollusca di Laut
Terdapat persyaratan: menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau
Tidak ada persyaratan khusus
Hal 64 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
menggunkan mesin berkekuatan minimal 180 DK INDUSTRI MAKANAN 16
Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota Air (bukan udang) dalam kaleng
Untuk ikan kaleng dan cooked loin (tuna atau cakalang kaleng kapasitas produksi minimal 30 ton/hari
Tidak ada persyaratan khusus
17
Industri pembekuan biota air lannya
Udang beku dan/atau udang breaded produksi minimal 10 ton/hari
Tidak ada persyaratan khusus
18
Industri Pengolahan dan Pengawetan Lainnya untuk Biota Air Lainnya
Untuk udang bekudan/atau udang brended produksi minimal 10 ton/hari
Tidak ada persyaratan khusus
19
Industri pengolahan dan pengawetan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng
Terdapat persyaratan :
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Industri pengolahan sari buah dan sayuran
Terdapat persyaratan :
Industri Margarin
Terdapat persyaratan :
20
21
Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Minimal investasi 70 M, jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Hal 65 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit
Terdapat persyaratan :
Industri Minyak Makan dan Lemak Nabati dan Hewani lainnya
Terdapat persyaratan :
Industri Pengolahan Susu Bubuk dan Susu Kental
Terdapat persyaratan :
25
Industri Gula Pasir
26
Industri Kakao
Terdapat persyaratan: Kapasitas minimal 70.000 ton/tahun Terdapat persyaratan :
22
23
24
Minimal investasi 60 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Minimal investasi 70 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Minimal investasi 100 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang serta berproduksi minimal 50 ton/tahun
Minimal investasi 100 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang 27
Industri Pengolahan Kopi dan Teh
Terdapat persyaratan : Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja hanya ada persyaratan berproduksi minimal 50 ton/tahun Tidak ada persyaratan khusus Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Hal 66 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI TEKSTIL 28
Industri Persiapan Serat Tekstil
Terdapat persyaratan minimal luas 500 H
29
Industri Karpet dan Permadani
Terdapat persyaratan :
30
Industri Non Woven (bukan tenunan)
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS 31 Industri Penyamakan Kulit
Minimal investasi 80 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan serta melakukan alih tehnologi Terdapat persyaratan : Minimal investasi 70 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang untuk investasi baru dan minimal 50 orang untuk perluasan serta melakukan alih tehnologi
Tidak ada persyaratan khusus Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja hanya ada persyaratan harus melaksanakan alih tehnologi Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja hanya ada persyaratan harus melaksanakan alih tehnologi
Tidak ada persyaratan baik Minimal investasi 50 M investasi/modal dan jumlah tenaga maupun jumlah kerja minimal 100 tenaga kerja orang serta khusus hanya ada kulit reptile harus persyaratan berasal dari untuk bahan dari penangkaran/budidaya kulit reptil harus berasal dari penangkaran/bud idaya Terdapat persyaratan :
Hal 67 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
32
33
34
Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari
Terdapat persyaratan :
Industri Sepatu Olah Raga
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 200 orang
Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 200 orang
Industri Sepatu Olah Terdapat persyaratan : Tehnik Minimal investasi 50 M Lapangan/Keperluan dan jumlah tenaga Industri kerja minimal 200 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG KERTAS 35
36
37
Industri Bubur Kertas
Industri Kertas Budaya
Industri Kertas Berharga
Terdapat persyaratan : Minimal investasi 2T dan jumlah tenaga kerja minimal 200 orang Terdapat persyaratan : Minimal investasi 1,5 T dan jumlah tenaga kerja minimal 200 orang Terdapat persyaratan : Minimal investasi 250 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Hal 68 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
38
38
39
Industri Kertas Khusus
Terdapat persyaratan :
Industri Kertas dan Papan Kertas Bergelombang
Terdapat persyaratan :
Industri Kertas Tissue
Terdapat persyaratan :
Minimal investasi 250 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Minimal investasi 1 T dan jumlah tenaga kerja minimal 200 orang
Minimal investasi 250 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
INDUSTRI BAHAN KIMIA DAN BARANG DARI BAHAN KIMIA 40
Industri Kimia Dasar Terdapat persyaratan : Organik yang Minimal investasi 300 Bersumber dari Hasil M dan jumlah tenaga Pertanian kerja minimal 100 orang
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
41
Industri Bahan Peledak
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Terdapat persyaratan : Minimal investasi 300 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK
Hal 69 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
42
Industri Semen
Terdapat persyaratan : Minimal investasi 300 M, jumlah tenaga kerja minimal 150 orang, Industri menyerap tenaga kerja, Industri yang mendukung pembangunan Infrastruktur dan mendukung pengembangan industri dan wilayah
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja hanya mensyaratkan industri tersebut menggunakan tehnologi yang ramah lingkungan
INDUSTRI LOGAM DASAR 43
44
45
Industri Besi dan Baja Dasar (Iron and Steel Making)
Industri Pembuatan logam dasar mulia
Industri Pembuatan logam dasar bukan besi
Terdapat persyaratan: a. Untuk Besi dan Baja dalam bentuk kasar : Investasi minimal 400 M dan tenaga kerja minimal 100 orang b. Untuk baja yang terintegrasi proses continue: Investasi minimal 1 T dan tenaga kerja minimal 100 orang Terdapat persyaratan : Minimal investasi 400 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Terdapat persyaratan : Minimal investasi 400 M dan jumlah tenaga
Tidak terdapat persyaratn khusus
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal
Hal 70 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
46
Industri penggilingan logam bukan besi
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN 47 Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung
kerja minimal 100 orang
maupun jumlah tenaga kerja
Terdapat persyaratan :
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Minimal investasi 400 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang
Terdapat persyaratan :
Tidak ada persyaratan baik investasi/modal maupun jumlah tenaga kerja
Minimal investasi 50 M dan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang serta Kapal diatas 500 DWT Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015 c.
Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu yang mendapat Fasilitas
Pajak Penghasilan setelah Diberlakukannya PP No 18 Tahun 2015 Tabel IV.5 Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Perbedaan No Bidang Usaha PP No 52 Tahun PP No 18 Tahun 2011 2015 PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM DAN PANAS BUMI 1 Pertambangan Biji Bukan merupakan Bidang Usaha Tembaga Bidang Usaha Tertentu yang Tertentu yang mendapat fasilitas mendapat fasilitas PPh PPh 2 Pertambangan emas Bukan merupakan Bidang Usaha dan perak Bidang Usaha Tertentu yang Tertentu yang mendapat fasilitas mendapat fasilitas PPh PPh
Hal 71 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
INDUSTRI TEKSTIL 3 Industri pemintalan benang (spinning)
4
Industri Pertenunan
5
Industri Penyempurnaan kain dan industri percetakan kain
6
Industri Kain rajutan
INDUSTRI BAHAN KIMIA DAN BARANG DARI BAHAN KIMIA 7 Industri kimia dasar anorganik khlor dan alkali INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK 8 Industri Pembuatan logam dasar bukan besi INDUSTRI KOMPUTER, BARANG ELEKTRONIK DAN OPTIK 9 Industri Komputer dan/atau perakitan komputer
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Hal 72 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
10
Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless)
11
Industri peralatan komunikasi lainnya
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL 12 Industri mesin pertanian
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER 13 Industri kendaraan roda empat atau lebih
14
Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan industri trailer dan semi trailer INDUSTRI DAN ALAT ANGKUT 15 Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
PERGUDANGAN DAN JASA PENUNJANG ANGKUTAN 16 Penangan Kargo (Bongkar Muat Barang)
Bukan merupakan Bidang Usaha Bidang Usaha Tertentu yang Tertentu yang mendapat fasilitas mendapat fasilitas PPh PPh Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015
Hal 73 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
d.
Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu yang
Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan setelah Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Tabel IV.6 Penambahan Jenis Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentuyang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Perbedaan No Bidang Usaha PP No 52 Tahun PP No 18 Tahun 2011 2015 PERIKANAN 1
Pembesaran ikan air tawar di keramba jarring apung
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI MAKANAN 2
Industri Berbasis Daging Lumatan dan Surimi
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
3
Industri pengolahan Susu Segar dan Krim
Bukan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
4
Industri Berbagai Macam Pati Palma
5
Industri Produk Masak Lainnya
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK 6 Industri Sarung Tangan Karet
Hal 74 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
fasilitas PPh
PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
INDUSTRI LOGAM DASAR 7
Industri Penggilingan Baja (steel rolling)
INDUSTRI FURNITURE 8
Bidang Usaha Bidang Usaha Tertentu yang Tertentu yang tidak mendapat mendapat fasilitas fasilitas PPh PPh Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015 e.
Industri Furnitur dari Rotan dan atau Bambu
Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak
Penghasilan (Tax Allowance) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Tabel IV.7 Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) No
Bidang Usaha
PENGOLAHAN SAMPAH DAN DAUR ULANG 1 Pengumpulan sampah yang tidak berbahaya
2
Pengelolaan dan Pembuangan Sampah yang Tidak Berbahaya
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL 3 Konstruksi Bangunan Pengolahan, Penyaluran dan Penampungan Air
Perbedaan PP No 52 Tahun PP No 18 Tahun 2011 2015 Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bukan merupakan Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas
Hal 75 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Minum, Air Limbah PPh dan Drainase Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015 f.
Penghapusan Bidang Usaha Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak
Penghasilan (Tax Allowance) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Tabel IV.8 Penghapusan Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu yang Mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Perbedaan No Bidang Usaha PP No 52 Tahun PP No 18 Tahun 2011 2015 INDUSTRI MAKANAN 1 Industri Bidang Usaha Bukan merupakan penggaraman/pengeringan Tertentu yang Bidang Usaha Ikan mendapat Tertentu yang fasilitas PPh mendapat fasilitas PPh 2 Industri Bidang Usaha Bukan merupakan pengasapan/pemagangan Tertentu yang Bidang Usaha Ikan mendapat Tertentu yang fasilitas PPh mendapat fasilitas PPh 3 Industri pemindangan ikan Bidang Usaha Bukan merupakan Tertentu yang Bidang Usaha mendapat Tertentu yang fasilitas PPh mendapat fasilitas PPh 4 Industri Pengolahan dan Bidang Usaha Bukan merupakan Pengawetan Lainnya untuk Tertentu yang Bidang Usaha Ikan mendapat Tertentu yang fasilitas PPh mendapat fasilitas PPh 5 Pengolahan rumpu laut Bidang Usaha Bukan merupakan Tertentu yang Bidang Usaha mendapat Tertentu yang fasilitas PPh mendapat fasilitas PPh INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA 6 Industri Kapal dan Perahu Bidang Usaha Bidang Usaha
Hal 76 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
7
Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL 8 Konstruksi Jalan Raya
Tertentu yang mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang mendapat fasilitas PPh
Bidang Usaha Tertentu yang tidak mendapat fasilitas PPh
PERGUDANGAN DAN JASA PENUNJANG ANGKUTAN 9 Penanganan Kargo (Bongkar Muat Barang)
Bidang Usaha Bidang Usaha Tertentu yang Tertentu yang mendapat tidak mendapat fasilitas PPh fasilitas PPh Sumber: PP No 52 Tahun 2011 dan PP No 18 Tahun 2015 Tabel IV.3 dan IV.4 dapat lihat persyaratan untuk mendapatkan fasilitas pajak penghasilan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 lebih fleksibel dan lebih mudah dibandingkan dengan persyaratan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015. Perubahan persyaratan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan minat bidang usaha untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia. Selain
dengan
mempermudah
persyaratan,
Pemerintah
juga
melakukan penambahan bidang usaha yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) sebanyak 16 Bidang Usaha Tertentu dan 8 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu seperti yang terlihat dalam Tabel IV.5 dan IV.6. Pemerintah juga melakukan penghapusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan melalui tax allowance beberapa Bidang Usaha Tertentu sebanyak 3 bidang usaha dan 9 bidang usaha tertentu dan daerah tertentu (Tabel IV.7 dan Tabel IV.8). Penghapusan ini dilaksanakan karena bidang usaha ini kurang diminati oleh investor.
Hal 77 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Fasilitas Tax Allowance Di Indonesia Sejak Diberlakukan Peraturan Pemerintah Tentang Tax Allowance Sejak diberlakukanya Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di BidangBidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, pemerintah Indonesia secara resmi menerapkan kebijakan insentif pajak bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Tujuan dari dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang fasilitas pengurangan pajak tersebut adalah untuk mendorong peningkatan investasi langsung, mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Peraturan Pemerintah ini memberikan fasilitas pengurangan pajak dalam beberapa aspek yaitu: 1). pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) yang dibebankan selama 6 (enam) tahun masingmasing sebesar 5 % (lima persen), 2). penyusutan dan amortisasi dipercepat, 3). Pengenaan PPh sebesar 10% (sepuluh persen) atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri atau tarif yang lebih rendah apabila terdapat Tax Treaty, dan 4). Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut jumlah penerima manfaat fasilitas ini semakin berkurang sebagaimana tersaji di grafik I.3. Oleh karena itu perlu dikaji beberapa hal yang melatarbelakangi pemanfaatan fasilitas itu sendiri.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa
Perusahaan penerima maanfaat Fasilitas tersebut, dapat diperoleh informasi bahwa sebagian besar perusahaan belum memahami betul tujuan pemerintah memberikan fasilitas keringanan pajak penghasilan atau tax allowance ini. Hal ini dibuktikan oleh jawaban yang diberikan oleh informan yang menjawab secara detail sebagai berikut:
Hal 78 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Tabel IV.9 Pertanyaan dan Tanggapan Informan Terkait Motivasi/Faktor yang melatarbelakangi mengajukan fasilitas tax allowance Pertanyaan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance Perusahaan ingin mengurangi penghasilan netto
Perusahaan ingin mempercepat amortisasi dan penyusutan
Perusahaan mengenakan PPh 10% atas Deviden yang dibayarkan ke WP Luar Negeri
Jawaban Informan
Analisis
Berdasarkan hasil indepth interview dan penggalian data terdapat 56% perusahaan yang menjadi informan, menjawab bahwa motivasi/ faktor yang melatar belakangi untuk mendapatkan fasilitas tax allowance adalah ingin mendapatkan pengurangan/ keringanan pendapatan netto perusahaan. Berdasarkan hasil Indepth Interview dan penggalian data lapangan hanya 15 % perusahaan yang menjawab bahwa dengan tax allowance, manfaat yang diterima perusahaan adalah bisa mempercepat penyusutan dan amortisasi assetnya
Hal ini mengindikasikan, perusahan memandang tujuan pemerintah memberikan fasilitas tax allowance hanya untuk mengurangi pendapatan netto perusahaan saja.
67 % dari informan yang ditanya tidak menjawab bahwa dengan tax allowance perusahaan akan
Hal ini mengindikasikan, kurangnya pemahaman di perusahaan, bahwa dengan adanya fasilitas tax allowance bisa mempercepat penyusutan dan amortisasi asset, bukan hanya akan mengurangi pendapatan netto saja. Hal ini juga menunjukkan kurangya pemahaman tujuan dari skema pengurangan tarif Hal 79 dari 123
Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Perusahaan ingin mengkompensasi kerugian
Jawaban Selain dari tujuan PP Perusahaan mendapatkan masukan dari konsultan untuk memanfaatkan keringanan
Perusahaan dapat informasi dari perusahaan lain
dapat mengenakan PPh 10% atas Devidennya yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri Secara eksplisit 20% jawaban informan menyatakan dengan adanya fasilitas keringanan dalam tax allowance, perusahaan mengkompensasi kerugian selama perusahaan belum mampu memberikan profit.
pajak penghasilan ini dampaknya bagi dividen perusahaan
Berdasarkan temuan 73% Perusahaan yang menjadi informan, mendapatkan informasi dan memanfaatkan keringanan pajak/ tax allowance berkat dorongan dari konsultan pajak yang membantu menangani pajak Ada 21% informan menyatakan motivasi mengajukan dan memanfaatkan fasilitas tax
Hasil wawancara menunjukkan bahwa motivasi perusahaan mengajukan fasilitas tax allowance, banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal perusahaan, bisa karena jasa konsultan atau pengaruh dari luar perusahaan Hasil wawancara menunjukkan bahwa motivasi perusahaan mengajukan fasilitas tax
Fakta ini menunjukkan, bahwa: perusahaan tidak menyadari bahwa, dengan fasilitas tax allowance yang diberikan pemerintah sebetulnya sudah mengkompensasi kerugian selama perusahaan belum bisa menghasilkan profit, karena posisi perusahaan masih dalam tahapan awal
Hal 80 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
allowance berkat adanya informasi dari perusahanperusahaan lain.
Tidak ada motivasi khusus mengajukan fasilitas tax allowance,
Hampir 81% informan (baik yang sudah mendapatkan dan yang belum mengajukan fasilitas tax allowance ) tidak memiliki motivasi khusus dalam mengajukan fasilitas ini, perusahaan mengajukan fasilitas tax allowance motivasinya adalah selama ada fasilitas yang diberikan oleh pemerintah maka perusahaan ingin memanfaatkan fasilitas ini
allowance, dipengaruhi juga oleh faktor eksternal perusahaan, bisa karena jasa konsultan atau pengaruh dari luar perusahaan Setiap ada fasilitas yang diberikan maka perusahanperusahaan akan berusaha mengajukan fasilitas tersebut. Hal ini perlunya sosialisasi dan pemahaman yang mendalam bagi perusahanperusahaan.
Sumber: Data Primer,2015 (diolah) Berdasarkan Indepth Interview dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tax allowance di Indonesia sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah tentang Tax allowance pada tahun 2007 masih dipengaruhi oleh faktor eksternal perusahaan. Pada tahap awal pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1 tersebut pada tahun 2007 informasi dan maksud dimunculkannya kebijakan ini belum sepenuhnya dipahami oleh perusahaan. Hasil
Hal 81 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
wawancara dengan informan yang merupakan perusahaan yang masuk dalam daftar penerima fasilitas tax allowance tahun 2007, beberapa perusahaan menyatakan belum memahami sepenuhnya tata cara, prosedur dan prasayat yang harus dipenuhi untuk dapat memanfaatkan fasilitas tax allowance ini. Temuan yang perlu diangkat terkait implementasi pelaksanaan kebijakan tax allowance adalah adanya masalah manajemen data dan semangat eforia kebijakan pada tahap awal. Kedua hal tersebut perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan sistem dan mekanisme evaluasinya. Konsistensi dan ketataan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi dasar kebijakan ini. Menurut Informan yang merupakan perusahaan terdaftar pemerima tahun 2007 menyatakan: “PT kami merasa tidak mengajukan fasilitas keringanan ini, mungkin pada saat pendataan perusahaan kami dianggap layak oleh BKPM untuk masuk, sehingga terdaftar sebagai penerima fasilitas Tax Allowance.” Sumber: In depth Interview, 2015 Pada tahun awal diberlakukannya kebijakan tax allowance ada beberapa perusahaan yang merasa tidak mengajukan secara resmi untuk mendapatkan fasilitas ini, namun terdaftar di BKPM sebagai penerima manfaat fasilitas tax allowance. Hal ini dimungkinkan pada awal tahapan pelaksanaan kebijakan atau implementasi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 tetang tax allowance, belum banyak perusahaan yang mengetahui adanya kebijakan tersebut. Diduga masuknya perusahaan tersebut menjadi penerima manfaat tax allowance terjadi lantaran perusahaan tertentu sudah memenuhi syarat maka oleh BKPM disertakan dalam daftar penerima tanpa membuat pengajuan. Hasil penggalian data di lapangan menunjukkan kurangnya sosialisasi dan pemberian pemahaman terhadap kebijakan tax allowance dari pemerintah kepada calon penerima manfaat. Tahun 2007 memang
Hal 82 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
merupakan awal diberlakukanya kebijakan fasilitas tax allowance, sehingga pada tahap ini masih tahapan penyesuaian dan sinkronisasi antar lembaga dan instansi yang terkait yang menjadi pelaksana dari implementasi kebijakan ini. 3.
Kendala Dan Permasalahan yang Dihadapi Pelaku Bisnis Untuk Mendapatkan Tax Allowance Pembahasan mengenai kendala dan permasalahan yang dihadapi perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance dijawab dengan menelusuri ke obyek kajian untuk mendapatkan jawaban dari perusahaan. Penghimpunan informasi ke perusahaan mulai dari awal proses pengajuan dan pasca dinyatakan sebagai penerima tax allowance oleh BKPM. Informasi yang diberikan kalangan usaha menjadi bahan evaluasi untuk penyempurnaan kebijakan dan implementasinya di kemudian hari. Informasi dari kalangan usaha untuk menganalisis bagian ini kemudian dikelompokkan ke dalam 2 bagian besar.
Bagian pertama
adalah jawaban yang berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan, dan bagian kedua jawaban yang tidak berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan. Jawaban yang berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan lebih dipentingkan dalam analisis ini, karena dengan informasi-informasi tersebut pemerintah melalui lembaga yang berwenang dapat menentukan langkah untuk perbaikan kebijakan dan implementasi. Bagian pertama berisikan jawaban informan yang menyatakan bahwa kendala dan permasalahan yang dihadapi pelaku bisnis, antara lain: 1). perusahaan belum memahami benar tentang tata cara pengajuan dan manfaatnya bagi perusahaan, 2). keberatan dengan pengawasan dan kontrol pasca menerima fasilitas tax allowance, 3). adanya dugaan dari perusahaan mengenai kerumitan dan belum transparansinya birokrasi, 4). adanya dugaan dari perusahaan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax allowance perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan lain, dan 5). tidak tahu informasi tentang adanya fasilitas tax allowance.
Hal 83 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hasil analisis untuk bagian ini dapat langsung disikapi oleh otoritas pengambil kebijakan. a. Perusahaan belum memahami benar tentang tata cara pengajuan dan manfaatnya bagi perusahaan Berikut adalah gambar yang menunjukkan proporsi tingkat pemahaman perusahaan akan adanya peraturan mengenai tata cara pengajuan dan manfaat fasilitas keringanan pajak (tax allowance): Gambar IV.1
Sumber: Data Primer, 2015 (diolah) Jumlah perusahaan yang benar-benar memahami tata cara pengajuan fasilitas keringanan pajak yang diatur perundang-undangan jumlahnya lebih sedikit (23%) dibandingkan dengan perusahaan yang belum mengetahui secara lengkap (34%) dan perusahaan yang tidak mengetahui sama sekali (43%). Berikut beberapa petikan wawancara yang dilakukan ke perusahaan yang sudah mengetahui tata cara dan manfaat tax allowance:
Hal 84 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pertanyaan: “Apakah perusahaan sudah mengetahui tata cara pengajuan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance ini?” Jawaban informan 1: “ Itu kan sudah diatur dalam peraturan, kalau yang terbaru tahun 2015. Perusahaan mengisi form pengajuan ke BKPM yang diurus di Bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Kemudian diverifikasi BKPM untuk diambil keputusan bersama DJP dan Kementerian Keuangan. Yang dinyatakan layak maka akan menerima. Jadi hanya ke BKPM pusat saja tidak seperti dulu yang bolak-balik kesana kemari. Lebih simple lah sekarang itu…” Jawaban informan 2: “ Ya, waktu itu ada sosialisasi sebelumnya dalam sebuah forum besar seluruh perusahaan di kawasan ini yang jumlahnya ratusan dikumpulkan kemudian dikasih penjelasan. Yang salah satunya adalah tata cara pengajuan tersebut…” Sumber: In depth Interview, 2015 Informan pertama memberikan jawaban dengan ekspresi wajah yang meyakinkan, sedangkan untuk informan kedua dengan ekspresi wajah sedikit mengingat kembali proses pengajuan di tahun 2008. Namun kemudian informan kedua menunjukkan booklet kecil yang merupakan buku panduan dan peraturan tentang pelaksanaan kebijakan tax allowance. Keberadaan booklet sosialisasi tersebut mendukung analisis bahwa perusahaan benar-benar mengetahui kebijakan tax allowance itu sendiri. Sementara itu berikut adalah petikan jawaban yang diberikan oleh perusahaan yang belum mengetahui secara pasti dan tidak mengetahui tentang tata cara pengajuan dan manfaat tax allowance:
Hal 85 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pertanyaan: “Apakah perusahaan sudah mengetahui tata cara pengajuan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance ini?” Jawaban informan 3: “ …secara pastinya saya belum mendapatkan informasi, hanya saja kan sekarang kita bisa mencari tahu melalui internet…” Jawaban informan 4: “Perusahaan pernah mendapatkan undangan sosialisasi dan ditugaskanlah saya, hanya saja pada waktu itu karena forum besar ya sehingga penjelasannya tidak dapat dipahami dengan baik… ” Jawaban informan 5: “saya belum tahu ada fasilitas keringanan itu ya…apakah ada semacam sosialisasi atau apa ke perusahaan?...memang seberapa besar fasilitas keringanan itu, jangan-jangan ndak seberapa?” Sumber: In depth Interview, 2015 Tampak sekali bahwa informan belum memahami mekanisme dan tata cara pengajuan tax allowance. Jawaban lain yang senada dengan informan 3, 4, 5 relatif banyak ditemukan pada saat wawancara mendalam. Jumlahnya dapat dilihat di gambar IV.1. Bahwa proporsinya lebih besar daripada jumlah informan yang sudah benar-benar mengetahui kebijakan ini. Berangkat dari proporsi jumlah tersebut, kajian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan belum mengetahui secara pasti tata cara pengajuan dan manfaat dari tax allowance. b. Keberatan dengan pengawasan dan kontrol pasca menerima fasilitas, Informan yang menyatakan bahwa adanya kontrol dan pengawasan pasca dinyatakan sebagai penerima tax allowance jumlahnya tidak banyak. Namun demikian hal ini perlu menjadi salah satu bahan evaluasi terkait dengan kebijakan ini. Perusahaan yang merasa keberatan dengan mekanisme pengawasan dan control pasca menerima fasilitas sekaligus
Hal 86 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
merupakan perusahaan yang belum memahami sepenuhnya mengenai kebijakan tax allowance. Gambar. IV.2
Proporsi Perusahaan yang merasa Keberatan dengan pengawasan dan kontrol Keberatan
Netral
30% 70%
Sumber: In depth Interview, 2015 Perusahaan dalam menerima insentif tax Allowance merasa keberatan jika harus menyampaikan beberapa laporan keuangan perusahaan, misalnya jumlah realisasi penanaman modal, jumlah kapasitas dan realisasi produksi, rincian aktiva tetap yang digunakan, jumlah penghasilan/ omset dan data serupa lainnya. Persoalan utama terletak pada beban pekerjaan yang dirasakan oleh bagian keuangan/ akunting perusahaan itu sendiri. Sekilas permasalahannya terletak di bagian akunting perusahaan, akan tetapi sebetulnya itu merupakan sebuah sebab-akibat yang kumulatif. Pihak manajemen yang kurang mendukung, beban kerja yang padat, dan persoalan penyiapan data yang tidak mudah menjadi penyebabnya. Persoalan lain yang ditemukan dari hasil observasi ke obyek kajian yang perlu disikapi oleh pengambil kebijakan adalah adanya dugaan dari perusahaan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax allowance, maka perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan lain. Dugaan ini muncul dan melekat dalam persepsi perusahaan dan menjadi
Hal 87 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
pertanda bahwa pengurusan birokrasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Bagian kedua ini menganalisis jawaban dari korporasi yang tidak berkaitan langsung dengan pihak pengambil kebijakan. Berikut adalah beberapa jawaban dari informan terkait kendala dan permasalahan dalam pemanfaatan fasilitas tax allowance: 1). persoalan internal manajemen perusahaan, 2). pertimbangan cost-benefit yang dinilai tidak sebanding, 3). perusahaan tidak cukup peduli (awareness) terhadap kebijakan tax allowance. Hasil analisis untuk bagian ini dapat diupayakan untuk diperbaiki walupun secara tidak langsung oleh pengambil kebijakan, karena penentu keberhasilan bukan di pengambil kebijakan namun terletak di internal perusahaan sendiri. Persoalan internal manajemen perusahaan yang berdampak pada jumlah penerima tax allowance dideskripsikan sebagai berikut. Sebuah perusahaan terdapat divisi akunting yang memiliki tugas khusus. Berkenaan dengan pengurusan keuangan termasuk pajak sepenuhnya diserahkan kepada bagian ini. Pada saat ada sosialisasi tentang kebijakan tertentu terkait keuangan diutuslah bagian ini. Kasus yang sering terjadi di PMA adalah kesulitan komunikasi antara manajemen dan bagian akunting ini. Pihak manajemen yang mayoritas merupakan ekspatriat (orang asing) seringkali sulit dalam hal berkomunikasi dengan karyawan lokal meskipun sudah menggunakan jasa penerjemah. Kendala komunikasi ini pada akhirnya informasi yang dibawa oleh bagian akunting tidak mendapatkan respon yang positif dari pihak manajemen. Hasil akhirnya dapat diduga perusahaan tidak merespon sosialisasi kebijakan tertentu termasuk kebijakan tentang tax allowance. Berikut adalah kutipan dari indepth interview yang dilakukan:
Hal 88 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pertanyaan: “Kenapa ada fasilitas keringanan pajak, tetapi perusahaan tidak mengajukan?” Jawaban informan: “…beban kerja akunting itu kan banyak..nah kalau menerima keringanan tax allowance itu tentu kan ada pemeriksaan data dan dokumen segala macem.. itu menambahi beban bagian akunting. Belum lagi pihak owner nya yang kalau orang asing mah susah diajak ngobrol, Sumber: Indepth ndak Interview, 2015 ujung-ujungnya ada hasil…” Pertimbangan cost-benefit yang dinilai tidak sebanding menjadi kendala juga bagi perusahaan dalam memanfaatkan fasilitas tax allowance ini. Jawaban tersebut diberikan oleh sebagian besar informan yang berasal dari perusahaan yang belum menerima
fasilitas
tax allowance.
Perusahaan yang dimaksud juga menggunakan jasa konsultan dalam menangani pajaknya. Perusahaan yang demikian beranggapan bahwa untuk mengajukan fasilitas tax allowance harus mengeluarkan sejumlah biaya lagi. Biaya tersebut adalah biaya tenaga konsultan dan biaya-biaya lain yang sifatnya tak terduga. Biaya tak terduga yang dimaksud bisa muncul dari kerumitan birokrasi yang ada. Perusahaan beranggapan bahwa kerumitan birokrasi dapat diselesaikan dengan mengorbankan sejumlah dana. Berikut adalah petikan indepth interview dengan informan mengenai pertimbangan cost-benefit dalam pengajuan fasilitas tax allowance: Pertanyaan: “Kenapa ada fasilitas keringanan pajak, tetapi perusahaan tidak mengajukan?” Jawaban informan: “Begini, disini kan menggunakan jasa konsultan untuk menangani persoalan pajak..nah, kalau akan mengajukan fasilitas keringanan itu berarti perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan buat bayar jasa konsultan..belum lagi nanti kalau ada tambahan biaya lain yang ndak tau pastinya..biasa kan namanya juga birokrasi” Sumber: Indepth Interview, 2015
Hal 89 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Faktor lain yang tidak bersinggungan langsung dengan pengambil kebijakan yakni perusahaan tidak cukup peduli (awareness) terhadap kebijakan tax allowance. Perusahaan penanaman modal asing pada khususnya menyatakan bahwa yang terpenting bagi perusahaan adalah kenyamanan berusaha dan kepastian hukum. Hasil penelusuran ke objek kajian menemukan fakta bahwa persoalan demonstrasi tenaga kerja menjadi salah satu indikator belum kondusifnya tingkat kenyamanan berusaha di Indonesia. Keberadaan fasilitas pajak penghasilan dinilai perusahaan tidak lebih penting daripada tingkat kenyamanan berusaha dan transparansi birokrasi.
Pada saat kondisi kenyamanan berusaha dan transparansi
sudah terpenuhi, barulah kemudian dipertimbangkan persoalan ada tidaknya fasilitas keringan pajak penghasilan tersebut. Transparansi birokrasi erat kaitannya dengan penegakan hukum. Faktor yang tidak bersinggungan dengan pihak pengambilan kebijakan ini tidak harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menyusun kebijakan tax allowance. Faktor yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah 1). adanya dugaan dari perusahaan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tax allowance, maka perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya dan pungutan lain, dan 2). perusahaan menduga dan merasa keberatan jika harus menyampaikan beberapa laporan keuangan perusahaan secara berkala sebagai bentuk kontrol dan pengawasan pasca menerima fasilitas tax allowance. Kedua faktor yang disebutkan terakhir dinyatakan oleh perusahaan yang belum memahami sepenuhnya mengenai kebijakan tax allowance. Pada saat dilakukan wawancara, perusahaan tidak mengetahui secara pasti pola sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Perusahaan juga menyatakan belum pernah mengikuti sosialisasi mengenai fasilitas keringanan pajak penghasilan ini. Perusahaan sudah menggunakan jasa
Hal 90 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
konsultan dalam menangani pajak perusahaan, namun demikian tidak ada informasi tentang fasilitas tax allowance. 4.
Dampak Fasilitas Tax Allowance Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, Pengisian Pohon Industri Yang Kosong Dampak fasilitas tax allowance terhadap penyerapan tenaga kerja dapat dianalisa dengan pendekatan realisasi penyerapan jumlah tenaga kerja
pasca
implementasi
kebijakan
pelaksanaan
Fasilitas
Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia. Kebijakan
implementasi
kebijakan
pelaksanaan
Fasilitas
Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) mulai berlaku efektif pada tahun 2007, sehingga pasca 2007 ditambah dengan masa investasi berjalan secara produktif rata-rata minimal 3 tahun. Bila ditarik garis lurus masa produktifitas investasi pada tahun 2007, maka titik optimum dalam industri adalah pada awal tahun 2010 dan seterusnya. Secara makro dapat dilihat adanya peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada awal tahun 2010. Jumlah dan tren realisasi penyerapan jumlah tenaga kerja dapat diketahui dari grafik dibawah ini: Grafik IV.1 Jumlah Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja tahun 2010
Sumber: BKPM, 2015: 25
Hal 91 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Penyerapan jumlah tenaga kerja pada tahun 2010 baik yang bersumber dari Penanaman Modal Asing (PMA), maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) cukup tinggi, bahkan pada triwulan ke-4 mengalami peningkatan hampir 100% dari triwulan ke-3. Kontribusi peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja bersumber dari Penanaman Modal Asing (PMA). Hal ini menunjukkan adanya penyerapan jumlah tenaga kerja yang besar pasca diberlakukanya implementasi kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia pada tahun 2007. Hasil konfirmasi di lapangan (penelusuran data primer ke perusahaan) juga mendukung analisis data secara statistik diskriptif peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja tersebut. Pada wawancara dengan informan di perusahaan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) pada tahun 2007 menyatakan memang dengan adanya fasilitas keringanan tax allowance ini perusahaan bisa melakukan reinvestment. Reinvestment dapat dilakukan perusahaan menggunakan kompensasi keringanan pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan. Pernyataan informan: “ Perusahaan kami telah memanfaatkan Tax allowance sejak 2007, memang ada dampaknya terhadap keuangan perusahaan, karena seharusnya bayar pajak tinggi, bisa dialihkan untuk menambah gaji karyawan..pada tahun 2008 tenaga kerja disini sejumlah 800, nah saat ini ada 1200 an orang” Sumber: Indepth Interview, 2015 Berdasarkan wawancara terdapat perusahaan yang pada tahun 2007 mengajukan tax allowance dan mendapatkan persetujuan, rata-rata ada kenaikan jumlah tenaga kerjanya. Walaupun tidak secara langsung kenaikan jumlah tenaga kerja dipacu oleh adanya tax allowance, namun
Hal 92 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
dengan adanya fasilitas tax allowance sudah memberikan kontribusi bagi perusahaan untuk melakukan efisiensi dan perluasan industri sehingga perusahaan bisa menjadi lebih besar kapasitas produksinya. Hal itu karena sesungguhnya tujuan pemerintah memberikan fasilitas tax allowance adalah untuk memberikan kompensasi kepada perusahaan dan memacu tumbuhnya investasi atau perluasan usaha sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut di atas sejalan dengan salah satu tujuan kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia. Salah satu tujuan yang dimaksud yakni mengutamakan jenis investasi yang padat karya yang dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak sehingga meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan perekonomian. Kebijakan implementasi pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia juga telah berhasil mengisi pohon industri yang masih kosong. Hal ini dibuktikan dengan melakukan pemetaan pohon industri yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian dengan mencocokkan (link and match) perusahanperusahaan yang terdaftar di BKPM sebagai penerima fasilitas tax allowance. Dari link and macth ada beberapa perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima tax allowance dapat mengisi pohon industri yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Perusahaan yang sudah mengisi pohon industri adalah industri farmasi dan industri alumunium. Walaupun tidak semua perusahaan yang terdaftar mampu mengisi pohon industri yang direncanakan oleh Kementerian Perindustrian, namun sudah ada beberapa yang bisa mengisi pohon industri yang ada.
Hal 93 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
B. TEMUAN Berdasarkan penggalian data dilapangan ada beberapa temuan penelitian yang perlu diangkat dalam laporan penelitan ini. Salah satu hal yang penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah permasalahan data dan kepatuhan prosedur pengajuan fasilitas tax allowance. Hasil wawancara di lapangan, ada perusahaan yang secara resmi terpublikasi di BKPM sebagai penerima fasilitas tax allowance. Pada saat dikonfirmasi perusahaan tersebut tidak merasa mengajukan untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Hasil wawancara,
ternyata
dalam
memanfaatkan
fasilitas
tax
allowance,
perusahaan tidak harus mengajukan secara resmi seperti dalam peraturan BKPM. Pada saat ada pemeriksaan pajak, perusahaan cukup menyebutkan bahwa perusahaan memanfaatkan fasilitas tax allowance ini. Perusahaan yang bersangkutan tidak perlu menunjukkan bukti legalitas semacam surat keputusan. Perusahaan hanya mengatakan kalau ada peraturan tentang tax allowance dan Perusahaan memanfaatkan fasilitas ini. Seperti yang disampaikan Informan: “kami memanfaatkan tax allowance dan belum pernah mengajukan ke BKPM, yang penting ada undang-undangnya dan ketika pemeriksaan pajak, kita sampaikan kalau ada aturan tentang fasilitas tax allowance, dan petugas pajak juga sdh bisa menerima karena memang sdh ada aturannya” Sumber: Indepth Interview, 2015 Dari jawaban informan tersebut dapat disampaikan bahwa, ternyata dilapangan untuk memanfaatkan fasilitas tax allowance perusahaan tidak perlu mengajukan seperti yang tertera dalam peraturan BKPM dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme pengajuan fasilitas Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Hal ini perlu upaya korektif terhadap kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Hal 94 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu. Temuan penelitian yang perlu diangkat dalam laporan ini selain data dan
kepatuhan
pelaksanaan
perundang-undangan
adalah:
adanya
keengganan perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas keringanan tax allowance adalah pasca ditetapkan sebagai Perusahaan yang menerima akan selalu dipantau dan diaudit oleh petugas pajak. Sehingga ada perusahaan yang sudah mengetahui mengenai fasilitas keringanan pajak penghasilan atau tax allowance ini, namun masih enggan untuk mengajukan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance ini. Berdasarkan jawaban informan: “kami sudah tau mengenai fasilitas tax allowance, tapi belum mengajukan keringan ini, karena pasca ditetapkan sebagai penerima fasilitas tax allowance, perusahaan akan selalui diaudit dan diawasi oleh petugas pajak. Sehingga dengan keterbatasan pegawai keuangan dan beban kerja masingmasing yang tinggi, mungkin akan merepotkan dan menganggu kinerja maka kami belum mengajukan ini...” Sumber: Indepth Interview, 2015 Adanya pandangan seperti di atas, kemungkinan informasi yang diperoleh Perusahaan belum sepenuhnya paham sesuai dengan tujuan dan maksud dari kebijakan pemerintah ini. Sehingga sebagai bahan evaluasi maka
perlunya
mengubah
strategi
sosialisasi
dengan
pendekatan
pendampingan kepada perusahaan. Temuan lain yakni harapan para investor secara umum dalam menjalankan usahanya di Indonesia berupa kondisi iklim usaha yang nyaman, kepastian hukum, stabilitas ekonomi dan politik, serta birokrasi pelayanan yang cepat dan trasparan. Para pelaku usaha, berdasarkan indepth interview berpendapat, dunia usaha atau perusahaan-perusahaan tetap bisa bertahan tanpa fasilitas-fasilitas dari Pemerintah. Perusahaan akan berupaya taat dan tunduk pada peraturan yang ada, termasuk untuk membayar pajak. Perusahaan lebih menginginkan adanya perhatian dari Pemerintah terutama masalah fasilitas infrastruktur dan fasilitas-fasilitas
Hal 95 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
non infrastruktur yang dapat meningkatkan kemudahan dan kenyamanan berusaha. Berikut adalah petikan wawancara ke perusahaan: Pertanyaan: Apakah perusahaan Bapak/ Ibu mengetahui adanya fasilitas keringanan pajak penghasilan?, apakah perusahaan sudah memanfaatkan? Jawaban 1: “perusahaan sebetulnya tidak perlu fasilitas-fasilitas keringanan pajak, yang kami butuhkan kenyamanan dan kemudahan fasilitas dari pemerintah dalam berusaha, sehingga perusahaan bisa jalan dan bisa produktif, akhirnya bisa menenuhi kewajiban bayar pajak” Sumber: Indepth Interview. 2015 Jawaban 2: “kami akan berusaha taat dan bayar pajak, baik ada fasilitas keringanan maupun tidak, yang kami inginkan adalah adanya kenyamanan dan kepastian aturan. Karena kadang-kadang kami merasa antara aturan dan praktiknya tidak sesuai, misal di aturan tidak ada biaya dan tarifnya...tapi ya kadang-kandang ada sejumlah pungutan yang harus dibayar” Sumber: Indepth Interview. 2015 Jawaban 3: “Sebagai Pengusaha yang di butuhkan fasilitas insfrastruktur yang memadai, dan iklim usaha yang kondusif......salah satu yang kita hadapi sekarang yang membuat pusing adalah demo buruh....katanya ini akan ada aksi mogok kerja dan perusahan-perusahaan yang tidak mendukung akan di sweeping oleh serikat.....hal seperti ini lho yang kadang-kadang membuat pengusaha pusing...” Sumber: Indepth Interview. 2015 Kondisi infrastruktur di beberapa kawasan industri di Indonesia sebetulnya sudah cukup kompetitif dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat disalah satu obyek kajian, yakni kawasan Jababeka Cikarang Jawa Barat yang merupakan kawasan terbesar di Asia Tenggara. Di kawasan ini pemerintah sudah menyediakan kawasan dengan segenap kelengkapannya. Akses jalan, suplai energi, dan instalasi pengelolaan limbah yang terintegrasi sudah tersedia. Namun disamping kondisi insfrastruktur yang cukup memadai, para pelaku usaha juga masih
Hal 96 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
perlu mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalankan operasional perusahaan sehari-hari. Kondisi kenyamanan baik dari lingkungan eksternal perusahaan maupun lingkungan secara luas di perusahaan. Salah satu contoh situasi yang mengganggu kenyamanan perusahaan adalah berkaitan dengan buruh/ tenaga kerja. Buruh/tenaga kerja di perusahaan yang tergabung dalam SPI (Serikat Pekerja Indonesia) ketika mengajukan tuntutan dengan melakukan demontrasi dan aksi mogok kerja sangat
membuat
tidak
nyaman
situasi
perusahaan.
Permasalahan
perusahaan juga berasal dari luar lingkungan perusahaan, misal adanya pungutan dan konflik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sekitar kawasan perusahaan.
Hal 97 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Analisis perubahan kebijakan yang tertuang dalam tax allowance di Indonesia mulai tahun 2007 sampai dengan 2015 menunjukkan bahwa pemerintah sudah berupaya memperbaiki regulasi berkaitan dengan fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) mulai dari cakupan usaha, prosedur, kriteria dan prasyarat pengajuan. Perubahan tersebut diarahkan pada peningkatan jumlah investasi nasional. 2. Secara umum faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tax allowance berasal dari faktor eksternal perusahaan, seperti: saran/ masukan dari konsultan pajak untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, informasi dari perusahaan lain yang sudah memanfaatkan fasilitas. Satu faktor yang berasal dari internal perusahaan yakni adanya harapan pengurangan pajak penghasilan yang bisa dimanfaatkan untuk mengkompensasi pengeluaran lain seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan pengeluaran perusahaan lainnya. 3. Kendala dan permasalahan yang dihadapi pelaku bisnis untuk mendapatkan tax allowance berturut-turut dari yang paling menonjol karena sering disebutkan oleh informan, yakni: persoalan sosialiasi yang belum efektif, persoalan internal manajemen perusahaan, tingkat kepedulian dari manajemen perusahaan, dan adanya dugaan masih adanya
pungutan
diluar
ketentuan
dalam
proses
pengajuan
mendapatkan fasilitas tax allowance tersebut. Kendala paling sedikit disebutkan oleh perusahaan adalah pertimbangan untung rugi (costbenefit) perusahaan itu sendiri. 4. Fasilitas tax allowance di beberapa perusahaan mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja, artinya fasilitas tersebut memberikan dampak bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Fasilitas tax allowance juga dapat mengisi pohon industri yang masih kosong karena terdapat
Hal 98 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
beberapa perusahaan yang masuk dalam pohon industri yang masih harus dikembangkan atau industri yang belum didirikan di Indonesia. Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tax allowance sebenarnya cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan investasi
nasional.
Berdasarkan
penelusuran
ke
perusahaan
sebetulnya banyak perusahaan yang antusias untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Persoalan akses informasi dan birokrasi yang paling penting untuk ditindaklanjuti oleh pengambil kebijakan agar target investasi nasional dapat terealisasi. B. Rekomendasi Kajian Efektifitas Tax Allowance Berdasarkan hasil pembahasan dan temuan dalam Kajian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance), maka terdapat beberapa rekomendasi dan catatan-catatan kritis yang dapat disampaikan sebagai upaya evaluasi implementasi pelaksanaan kebijakan ini di waktu yang akan datang. Adapun beberapa rekomendasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1.
kebijakan dasar dari dikeluarkannya peraturan pemerintah tentang fasilitas pengurangan pajak tersebut adalah untuk mendorong peningkatan investasi langsung, mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hanya saja pada awal kebijakan dikeluarkan, yakni pada tahun 2007 terdapat kecenderungan kebijakan kurang mendapatkan perhatian bagi dunia industri. Hal ini dibuktikan masih banyak perusahaan yang belum memanfaatkan fasilitas ini. Hasil Indepth Interview dengan perusahaan
yang
sudah
menerima
fasilitas
tax
allowance
menunjukkan, ada anggapan bahwa manfaat yang diterima tidak signifikan bagi perusahaan. Tetapi secara analisis ekonomi sebetulnya
Hal 99 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Pemerintah sudah memberikan fasilitas keringanan yang cukup signifikan bagi perusahaan. Rekomendasi: sebaiknya pemerintah dalam memberikan fasilitas keringanan tax allowance pada saat perusahaan sudah dalam tahap pertumbuhan, atau minimal tambahan keringanan bisa lebih dari 2 tahun dari posisi perusahaan pada saat sudah berada di tahap pertumbuhan. Tahap pertumbuhan perusahaan yang dimaksud terjadi ketika perusahaan sudah mampu membukukan profit dari kegiatan operasionalnya. Itu dapat dievaluasi dari laporan keuangan perusahaan. Argumentasi teoritisnya sebagai berikut: Pada saat fasilitas tax allowance diberikan dan berlaku efektif pada saat perusahaan mulai beroperasi, maka dalam tahap ini sebetulnya perusahaan pada posisi/ tahap pertumbuhan (introduction) sehingga perusahaan belum bisa membukukan posisi profit. Kondisi ini jika kebijakan tax allowance sudah berlaku efektif, maka sebenarnya pemerintah sudah mengkompensasi kerugian yang cukup signifikan. Akan tetapi karena posisi perusahaan dalam kondisi “rugi” maka insentif pajak tersebut menjadi kurang terasa bagi perusahaan. Ilustrasinya seperti dalam gambar berikut:
Sumber: levitt (1978)
Hal 100 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Ilustrasinya bisa diamati dari tampilan grafik diatas. Pada tahap pengembangan awal perusahaaan masih pada kondisi rugi investasi. Pada tahap pengenalan ini investasi baru mulai menghasilkan produksi, namun rata-rata perusahaan belum mampu mencatatkan pembukuan yang positif/ profit. Tahap yang tepat dampaknya langsung dirasakan oleh perusahaan ketika keringanan pajak penghasilan/ tax allowance adalah pada tahap pertumbuhan. Pada tahapan
pertumbuhan
ini
kondisi
perusahaan
sudah
mulai
menghasilkan profit dan posisi investasi sudah mulai membuahkan hasil, sehingga pada tahap ini ketika ada sedikit pengurangan/ fasilitas keringan (tax allowance) dari pemerintah dampaknya langsung bisa dirasakan oleh Perusahaan. Negara yang sudah memberikan insentif pajak semacam tax allowance pada tahap pertumbuhan adalah di Vietnam. Di Vietnam ditegaskan dalam regulasinya fasilitas keringan insentif pajak akan berlaku efektif ketika perusahaan sudah pada tahapan laba. 2.
Sosialisasi dan advokasi bagi perusahaan perlu adanya berubahan strategi dan orientasi yang lebih baik. Permasalahan implementasi suatu kebijakan akan terlaksana dengan optimal mana kala adanya pengertian dan pemahaman yang benar terhadap kebijkan tersebut. Pada implementasi kebijakan pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia, berdasarkan kajian ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman terkait isi kebijakan ini bagi korporasi. Terbukti masih banyak anggapan informasi tentang tax allowance yang cukup beragam dan membuat perusahaan jadi bingung. Informasi yang beraneka ragam tersebut mulai dari tatacara pengajuan, proses pendaftaran, pasca penetapan sebagai penerima fasilitas.
Hal 101 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Rekomendasi: perlunya merubah strategi dan orientasi metode sosialisasi dari quantity oriented menjadi quality oriented. Pemahaman perusahaan lebih penting daripada jumlah perusahaan yang menjadi peserta sosialisasi. Perlu juga meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam hal keseragaman dan pembagian materi dan cakupan yang jelas antar lembaga tersebut. Proses sinkronisasi dan koordinasi tersebut tetap masih harus mengedepankan tugas pokok fungsi lembaga masing-masing. Sosialisasi yang dilakukan dapat sekaligus menjadi forum konsultasi dan tutorial bagi perusahaan yang berminat mengajukan fasilitas tax allowance. Untuk meningkatkan kualitas sosialisasi kebijakan implementasi pelaksanaan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) maka perlu menyusun materi atau silabus sosialisasi bersama antar lembaga terkait. Sebaiknya program sosialisasi dilakukan secara terkoordinir melibatkan pihak-pihak yang terkait. Bila memungkinkan model sosialisasi dilakukan dalam forum yang kecil di tindak lanjuti dengan pendampingan, serta adanya media sosialisasi yang mudah untuk menyampaikan pesan kepada calon penerima manfaat. Pemerintah atau lembaga terkait dalam melakukan program sosialisasi harus memastikan bahwa para peserta yang mewakili perusahaan adalah orang-orang yang tepat yakni pihak yang berhubungan langsung dengan bidang keuangan atau perpajakan. 3.
Implementasi kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia sejak diterbitkannya Peraturan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2007 tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008. Perubahan berikutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2011 dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2015. Pada dasarnya merupakan kebijakan yang efektif untuk dilakukan pemerintah, mengingat pajak memiliki fungsi reguleren
Hal 102 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
yang efektif dalam mencapai tujuan jangka pendek dan panjang secara makro ekonomi. Dengan demikian,
dalam mengawal pelaksanaan
implementasi kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) di Indonesia perlunya meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi diantara lembaga yang terkait. Utamanya menyangkut masalah penyempurnaan administrasi pendataan dan kepatuhan terhadap peraturan kebijakan tersebut.
Hal 103 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
DAFTAR PUSTAKA Becker Bo., Jacob Marcus., Jacob Martin. (2012). Payout taxes and the allocation of investment. Journal of Financial Economics 107 (2013) 1–24. Retrieve from: http://www.sciencedirect.com/science/journal/0304405X/107/1 Blomstrom, M., & Kokko, A. (2003). The Economics of Foreign Direct Investment Incentives. Working Paper 9489. Cambridge: National Bureau of Economic Research. Boskin J. Michael. (1988). Tax Policy and Economic Growth: Lessons from the 1980s,” Journal of Economic Perspectives, Vol. 2, No. 4 Chirinko S. Robert & Wilson J.Daniel. (2008). State Investment Tax Incentives: A Zero-Sum Game?. Federal Reserve Bank of San Francisco Working Paper Series. Working Paper 2006-47. Retrieve from: http://www.frbsf.org/publications/economics/papers/2006/wp0647k.pdf Clark. et. all. (2000). Tax Incentives and Foreign Direct Investment: A Global Surve. UNCTAD: ASIT Advisory Studies No. 16 Cooper, Donald R.C. dan Emory, William. (1998). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Erlangga De Mooij, R.A., & Enderveen, S,. (2005). Explaining the Variation in Empirical Estimates of Tax Elasticities of FDI. Tinbergen Institute Discussion Paper. 05-108/3. Retrieve from: http://www.tinbergen.nl/discussionpapers/05108.pdf Djankov, S. Et.all. (2010). The Effect of Corporate Taxes on Investment and Entrepreneurship. American Economic Journal. Macroeconomics, 2(3).31-64 Gay, L.R. dan Diehl, P.L. (1992). Research Methods for Business and. Management. New York: MacMillan Publishing Company Hartman, D.G. (1985). Tax Policy and Demand Investment. Journal of Public Economics, (26)1, 107-21 Hidayat. (1986). Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Hal 104 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Howe, K. (1988). Against the quantitative-qualitative incompatibility thesis – or Dogmas die hard. Educational Researcher, Vol. 17, No. 8, pp. 10–16. Hyman, David N, (2005). “Public Finance: A Contempory Application of Theory to Policy 8ed ”. South – Western. USA: Thomson Learning Indriantoro Nur dan Supomo Bambang. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE Johnson, R. B., & Christensen, L. (2008). Educational research: Quantitative, qualitative and mixed approaches (3rd Ed.). Thousand Oaks, CA: SAGE. Lent, George E,. (1971). “Tax Incentives for the Promotion of Industrial Employment in Developing Countries”. Staff Papers International Monetary Fund), Vol. 18, No. 2. pp. 399-419 Mankiw, N.Gregory. (2009). “Macroeconomics 7ed”. USA: Worth Publishers Robson, C. (2002). Real World Research (2nd ed.). Oxford: Blackwell Saunders, M., Lewis, P., and Thornhill, A. (2009). Research methods for business students. Prentice Hall Simon Marilyn Simon, M. K. (2011). Assumptions, Limitations and Delimitations. USA. Available at: http://dissertationrecipes.com/wpcontent/uploads/2011/04/AssumptionslimitationsdelimitationsX.pdf Slemrod, J. (1991). Tax Effects on Foreign Direct Investment in The United States: Evidence in a cross-country Comparison. In Hunady and Orviska Steers, M. Richard. (1985). Efektifitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Talpos, I., & Vancu. I. (2009). Corporate Income Taxation Effects on Investment Decisions in The European Union. Annales Universitatis Apulensis Series Economic. 11(1). 51 Wheeler., D., & Mody, A,.(1992). International Location Investment Decisions: The Case of U.S Firms. Journal of International Economics. (33) Wijaya Chahya Williem. (2013). Fasilitas Pajak Investasi Baru, Tarif Efektif Dan Aliran Masuk FDI Studi Komparatif Antara Indonesia Dengan Afrika Selatan, Malaysia, Thailand Dan Vietnam. Available at:
Hal 105 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
http://www.tsm.ac.id/mb/mb.5.3.november.2013/1_mb_5_3_nov13_wi lliem.pdf ____________. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Tertentu dan/ atau di Daerah-daerah Tertentu. ____________. (2007). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. _______.2007 – 2014. The Logistics Performance Index and Its Indicators. World Bank. ____________. (2008). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. _______. (2011 – 2015). The Global Competitiveness Report. World Economic Forum _______.(2012). Transparency International Corruption Perceptions Index. Ernst and Young _______.(2013). Laporan Tahunan. Badan Koordinasi Penanaman Modal ____________. (2015). Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Tertentu dan/ atau di Daerah-daerah Tertentu. ______. https://www.standardandpoors.com/diakses pada 16 Nopember 2015 ______.http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=2&country =IDN&series=&period=# diakses pada 14 Nopember 2015 ______.https://www.fitchratings.com/web_content/nrsro/nav/NRSRO_Exhibi t-1.pdf. Diakses pada 14 Nopember 2015 ______.https://www.moodys.com/researchandratings. Nopember 2015
Diakses
pada
15
Hal 106 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
LAMPIRAN 1. Data Perusahaan Penerima Fasilitas Tax Allowance
Hal 107 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 108 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 109 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 110 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 111 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 112 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 113 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 114 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 115 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Hal 116 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
2. KLASIFIKASI JENIS PERUSAHAAN DAFTAR PERUSAHAAN PENERIMA FASILITAS TAX ALLOWANCES NO
NAMA PERUSAHAAN
TGL KEP
LOKASI
PRODUK
4.
26-Nov-07
Jakarta
laboratory equipments
26-Nov-07
Sulsel
Industri Gula
Hilir
10.
PT Tranindo Sinar Utama PT Semesta Margareksa PT Semesta Berjaya
TIPE USAHA Hilir
26-Nov-07
Jakarta
Industri Gula Kemasan
Hilir
17.
PT Pradja Pharin
26-Nov-07
Jawa Barat
Farmasi
Hilir
28.
PT Intiguna Primatama PT Informatics Oase
26-Nov-07
Riau
Manufactur of Copy paper
Hilir
26-Nov-07
Jakarta
Hilir
26-Nov-07
Jakarta
26-Nov-07
Banten
26-Nov-07
Jawa Barat
sistem pembangkit listrik, Penyedia energi terbarukan
Hilir
42.
PT Indo Sukses Sentra Usaha PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk PT Hariff Daya Tunggal Engineering PT Ecorea Logis- Tech
jasa konsultasi teknologi informasi manufaktur dan penjualan bahan kimia sulfonasi woodfree paper
26-Nov-07
Jakarta
43.
PT Dodo Activewear
26-Nov-07
Jakarta
Industri Pakaian Jadi
47.
PT Bumifood Industry
26-Nov-07
Jawa Timur
56.
PT. Samsung Electronics Indonesia PT. Frisian Flag
31 2008
Jawa Barat
Cashew nut manufacturer Electronic
Jakarta
Susu kental manis
Hilir
PT. Tri Wahana Universal PT. Mercedes Benz Indonesia PT. Panasonic Gobel Energy PT. Medisafe Technologies PT. Sinar Pure Foods International PT. Sinar Alam Permai
Jakarta
Hilir
Jakarta
Industri minyak/ operator kilang minyak Automotive/ Kendaraan roda 4
Jawa Barat
Electronic
Hilir
Sumut
Hilir
Sulut
Alat Kesehatan/ Sarung tangan kesehatan ikan tuna dalam kaleng
Sumsel
Produk dari minyak sawit
Hilir
Jakarta
Automotive and spare part
Hilir
Jakarta
Hilir
7.
PT Astra Daihatsu Motor PT.Nissan Motor Indonesia PT Wahana Citra Nabati PT Sinar Gaya Busana
11. 14.
9.
32. 33. 34. 37.
58. 61. 64. 67. 68. 69. 71. 73. 76. 2.
Okt
Hilir Hilir
Hilir
and
Hilir peanut
Hilir Hilir
Hilir
Hilir
26-Nov-07
Jakarta
Automotive and motorcycle engineering Palm Oil Plantation
26-Nov-07
Jawa Barat
Garmen
Hulu
PT Semeru Surya Steel
26-Nov-07
Jakarta
Industri baja
Hulu
PT Sahabat Dan Makmur
26-Nov-07
Jakarta
Palm Oil Plantation
Hulu
Mewah
Hulu
Hal 117 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
18. 21. 22. 24. 25. 26. 27. 29. 30. 31. 35. 40. 41. 48. 53. 54. 55. 57. 59. 60. 63. 65. 66. 70. 72. 1. 3. 5. 6.
PT Nissui Investment And Management Indo PT Mulia Cemerlang Abadi Multi Industry PT Molax Global Sukabumi PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry PT Little Giant Steel
26-Nov-07
Jakarta
Hulu
Banten
Industri perikanan (budidaya udang) Garmen
26-Nov-07 26-Nov-07
Jawa Barat
Garmen
Hulu
26-Nov-07
Sumut
Industri kertas
Hulu
26-Nov-07
Jateng
Industri Baja
Hulu
PT Kawashima Engineering Plastic Indonesia PT Kawasaki Motor Indonesia PT Inti Mukti Kahuripan PT Inti Hijau Kahuripan PT Internex Indonesia
26-Nov-07
Jawa Barat
Industri cetakan plastik
Hulu
26-Nov-07
Jakarta
Hulu
26-Nov-07
Jakarta
Pembuatan motor Unidentified
26-Nov-07
Jakarta
Unidentified
Hulu
26-Nov-07
Jakarta
ICT Solution Provider
Hulu
PT Horizon Agro Industry PT Eterindo Nusa Graha PT Ejs Agro Mulia Lestari PT Bhumi Sriwijaya Energy PT. Semen Andalas Indonesia PT. Sino Indonesia Shunlida Fishing PT. Nubika Jaya
26-Nov-07
Jakarta
pertanian dan perkebunan
Hulu
26-Nov-07
Jakarta
Hulu
26-Nov-07
Sumut
26-Nov-07
Jakarta
Biodiesel manufacturing, Oilpalm plantation Tanaman hortikultura dan bunga Coal mining and energy
16 Des 2008 28-Nov-08
Aceh
Industri Semen
Hulu
Papua
Penangkapan ikan/nelayan
Hulu
11-Nov-08
Sumut
Palm Oil Plantation
Hulu
PT. Pelita Agung Agrindustri PT. Cemerlang Energi Perkasa PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero) PT. Indorama Synthetics Tbk PT. Wilmar Bioenergi Indonesia PT. Musim Mas
07 2008
Riau
oil and energy company
Hulu
Jakarta
Bioenergy
Hulu
Kalbar
Tanaman Perkebunan
Hulu
Jakarta
Textile & Raw Material Textile
Hulu
Jakarta
Hulu
Sumut
producing gasoline, kerosene, distillate fuel oils, residual fuel Perusahaan Kelapa sawit
Sumut
Industri kertas
Hulu
Jawa Timur
Palm Oil Plantation
Hulu
26-Nov-07
Jakarta
Interim
26-Nov-07
Jawa Barat
26-Nov-07
Jawa Barat
26-Nov-07
Jawa Barat
bidang usaha industri bio ethanol automotive and motorcycle engineering part manufacturing motors and generators Plastic and rubber production
PT. Lontar Papyrus Pupl & Paper Industry PT Wilmar Nabati Indonesia PT Wana Hasil Gemilang PT Tsuzuki & Asama Manufacturing PT Tae Hang Indonesia PT Surya Multindo
Okt
dan
perakitan
Hulu
Hulu
Hulu Hulu
Hulu
Interim Interim Interim
Hal 118 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Industri 8.
Part 26-Nov-07
Jawa Barat
26-Nov-07
Sulsel
13.
PT Shin Heung Indonesia PT Sekishin Farina Wood Indonesia PT Satonas Utama
26-Nov-07
Jawa Barat
15.
PT Putra Adil Laksana
26-Nov-07
Jakarta
16.
PT Progress Diecast
26-Nov-07
Jawa Barat
19.
PT Navatani Persada
26-Nov-07
Jakarta
20.
PT Murini Samsam
26-Nov-07
Jakarta
23.
PT Marumo Indonesia Forging PT FSCM Manufacturing Indonesia PT Excel Metal Industry PT Delta Jaya Mas
26-Nov-07
Jawa Barat
26-Nov-07
12.
38. 39. 44. 45. 46. 49. 50. 51. 62. 75. 77. 36. 52. 74.
Industri sub assy, komponen elektronik Industri pengolahan kayu (ekspor kayu) Manufacture and sales of motorcycle brakes rental dan servis alat berat
Interim
Interim
Jakarta
casting atau percetakan spare part outomotif, elektronik Laminated Veneer Lumber manufacturing Perkebunan Sawit dan Pengolahan Minyak Sawit Transportation equipment manufacturing Automotive spare part
26-Nov-07
Jawa Barat
car wheels
Interim
26-Nov-07
Jawa Timur
PT Daido Indonesia Manufacturing PT Cahaya Angkasa Abadi PT Batara Sura Mulia
26-Nov-07
Jawa Barat
industrial hose/ manufacturer Motorcycle spare part
26-Nov-07
Jawa Timur
26-Nov-07
Jawa Barat
PT Banyu Lancar Unggul Engineering PT Arezda Purnama Loka PT. Power Clutch Indonesia PT Nissin Manufacturing Indonesia PT. Indorama
26-Nov-07
Kaltim
26-Nov-07
Jakarta
PT Hatarindo Wood Industry PT Adhisakti Kreasi Persada PT Aria Persada Indonesia
selang
Interim Interim Interim
Interim Interim Interim Interim
Interim Interim
Electricity components manufacturer Radiator for automotive
Interim
Minyak-Bahan Bakar & Pemanas Sealing & Greasket ( Outomotif Spear Part) Power Cluntch Spear Part
Interim
Jawa Barat
Automotive and engineering Part
Interim
30-Mar-09
Jakarta
Industrial products:Polypropylene, Polyester, Spun Yarns, Fabrics
26-Nov-07
Jakarta
26-Nov-07
Jakarta
Jakarta
motorcycle
Interim
Interim Interim
Interim
Jakarta
Hal 119 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
3. PEDOMAN WAWANCARA
PEDOMAN WAWANCARA A. IDENTITAS PERUSAHAAN Nama Perusahaan : ................................................................................................. Alamat Kantor Pusat : ................................................................................................. NPWP : ................................................................................................. No dan Tgl IP : ................................................................................................. Instansi Penerbit IP : ................................................................................................. Bidang Usaha : ................................................................................................. KBLI : ................................................................................................. Cakupan : ................................................................................................. Daerah : ................................................................................................. Estimasi Produksi : ............................................................................(Bulan/Tahun) Investasi Usaha
: ...................................................................................(Rp/US$)
Sumber Investasi
:
PMDN
PMA
Jumlah Tenaga Kerja : ................................................Orang Pemasaran Ekspor : .................................................% Komponen Dalam Negeri: ....................................................% Biaya Pemb. Infrastruktur / Sosial di Lokasi Usaha : .............................................(Rp/US$) B. TANGGAPAN MENGENAI FASILITAS TAX ALLOWANCE DARI PEMERINTAH 1. Apakah Perusahaan Anda mengetahui mengenai Fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan oleh Pemerintah? Sebutkan dan dari mana informasinya .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 2. Apakah Perusahaan yang Anda kelola ini memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan pemerintah? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 3. Apakah Perusahaan Anda yang mengajukan fasilitas pajak penghasilan/ Tax Allowance lebih ke padat modal atau padat karya dalam beroperasinya? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 4. Apakah alasan yang mendasari Perusahaan Anda mengajukan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
5. Apakah menurut Anda, proses pengajuan untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini sangat mudah Hal 120 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
dilakukan oleh Perusahaan .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Apakah menurut Anda, peraturan/ regulasi yang mengatur untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal ini semakin mudah dilaksanakan bagi pengusaha .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Apakah faktor yang mendorong Perusahaan mengajukan Fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance di Indonesia, Sebutkan? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Adakah kendala/ hambatan yang dihadapi Perusahaan untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal, Sebutkan .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Apakah proses untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal, berjalan sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan berjalan secara transparan............................................................................................................ .............................................................................................................................. Bagaimanakan peran Instansi/ Kementrian Sektoral yang membidangi usaha Perusahaan Anda untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan / Tax Allowance untuk penanaman modal .............................................................................................................................. Kondisi bagaimanakah yang diharapkan dari fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberlakukan di Indonesia sekarang ini .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Bagaimana menurut anda sebaiknya regulasi dan tata cara permohonan fasilitas Pajak Penghasilan/ Tax Allowance yang diberikan pemerintah? .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
Hal 121 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
4. FOTO PENELUSURAN LAPANGAN
Salah satu indepth Interview
Produk Perusahaan Hal 122 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015
Salah Satu Kawasan Objek Kajian
Diseminasi Laporan Akhir
Hal 123 dari 123 Laporan Akhir Kajian Tax Allowance 2015