KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2012
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta Pusat www.ekon.go.id
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012.
Laporan ini merupakan pertanggungjawaban Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian atas pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam melaksanakan program dan kebijakan di bidang Perekonomian, sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2009 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian telah menetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama. Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter, (2) Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha. Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Stakeholders dalam rangka membangun perekonomian Indonesia yang lebih baik. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, Maret 2013 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
M. HATTA RAJASA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
RINGKASAN EKSEKUTIF Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah melakukan upaya perbaikan dalam rangka terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), melalui pelaksanaan kebijakan program dan kegiatan di bidang perekonomian. Peraturan Presiden nomor 92 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden nomor 24 Tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Negara serta susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara mengamatkan bahwa tugas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah membantu Presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian. Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian telah ditetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama. Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter, (2) Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja tahun ini telah berlandasakan pada hasil-hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB pada tahun 2012 yang lalu.
Berdasarkan pengukuran capaian kinerja tahun 2012, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah berkomitmen untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja tahun 2012, terhadap capaian target Indikator Kinerja
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
Utama (IKU), menunjukkan hasil kinerja (outcome) yang BAIK, sebagaimana tercermin dalam capaian dari masing-masing Sasaran Strategis (SS) sebagai berikut : Capaian Kinerja No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
2011
2012
1.
Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter
Kualitas tindakan antisipasi terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter
(belum ditetapkan dalam IKU Kementerian)
Baik
2.
Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri
Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri
(belum ditetapkan dalam IKU Kementerian)
88.95 (perhitungan terlampir dalam Bab III)
3.
Terwujudnya implementasi program kerja utama
Komposit Indeks dari Indeks Ketahanan Pangan, Ketahanan Energi, Percepatan Pembangunan Infrastruktur, serta Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
83.65
Outcome Terjaganya nilai tukar rupiah dan suku bunga pada tahun 2012
Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga diatas 6%, walaupun banyak mitra dagang Indonesia mengalami krisis. Hal itu dapat dipertahankan karena satu dan lain hal karena kerjasama LN juga diarahkan pada penemuan pasar non tradisional 87 walaupun masih (perhitungan ada hal-hal yang terlampir dalam harus diusahakan Bab III) percepatan pencapaian targetnya (missal, lifting minyak bumi, panjang jalan tol), Koordinasi dan Sinkronisasi dalam 4 prioritas nasional ini telah memberikan kontribusi yang signifikan kepada pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
(melalui peningkatan investasi), maupun penurunan kemiskinan (melalui program KUR, Raskin, dsb).
Hasil penghitungan terhadap capaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2012, merupakan hasil kinerja (outcome) Kementerian Koordinator sebagai lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi kebijakan bidang Perekonomian. Hal tersebut sebagaimana tercermin dalam penghitungan komposit indeks terhadap Ketahanan Pangan, Ketahanan Energi, Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Perbaikan Iklim Investasi (SS.3). Sedangkan untuk capaian target IKU untuk Sasaran Strategis (SS.1) : Keselarassan Pengelolaan Fiskal dan Moneter dan (SS.2): Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pencapian hasil kinerja (outcome) secara keseluruhan. Akhirnya upaya dan kerja keras yang telah dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menunjukkan capaian kinerja yang baik. Namun demikian, kerja keras dan dukungan dari semua pihak masih diperlukan dalam rangka mendukung capaian kinerja yang lebih baik pada masa yang akan datang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
2012
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif BAB I
PENDAHULUAN A
Latar Belakang …………………………………………………………….…
B. Tugas Pokok dan Fungsi C. Struktur Organisasi BAB II
1
……………………………………….………
2
………………………………………...…………
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. Renstra 2010-2014
BAB III
1. Visi
…………………………………………….………..…………….…
4
2. Misi
……………………………………………………………………………..
4
3. Tujuan ………………………………………………………………………….…
4
4. Sasaran Strategis …………………………………………………………...
5
B. Rencana Kinerja Tahun 2012 ……………………………………………...
5
AKUNTABILITAS KINERJA A. Pengukuran Capaian Kinerja
………………………………………….…
7
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja … ………………………………...
9
1. Keselarasan Pengelolaan Fiskal dan Moneter …………………..
9
2. Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama Ekonomi Luar Negeri ………………………………………………………… 20 3. Terwujudnya Implementasi Program Kerja Utama …………… 34 BAB IV
PENUTUP …………………………………………………………………………………
Lampiran: 1. Formulir RKT 2012 2. Formulir Pengukuran Kinerja Tahun 2012 3. Capaian Target IKU Tahun 2012
75
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Sebagai organisasi yang menangani kebijakan di bidang perekonomian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian terus berbenah untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya yaitu membantu Presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian. Sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah melakukan perubahan dalam rangka mendukung penguatan organisasi dan akuntabilitas kinerja menuju terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance). Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2012 merupakan salah satu pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, kebijakan, program dan kegiatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kepada masyarakat . Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama semua pihak dalam melaksanakan sinkronisasi dan sinkronisasi pelaksanaan progam dan kegiatan terhadap kementerian yang dikoordinasi. Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas koordinasi di bidang perekonomian, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Nomor: PER-03/M.EKON/07/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian sebagai pengganti Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian sebelumnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memacu peningktan kinerja individu dan organisasi dan memenuhi tuntutan stakeholders terkait kebijakan di bidang perekonomian, serta meningkatkan kinerja organisasi yang lebih berorientasi pada pencapaian hasil. Disamping itu banyaknya kegiatan ad-hoc
yang membutuhkan penangan lebih
spesifik dan beban kerja yang semakin meningkat.
1
B.
Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian/Lembaga bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas membantu presiden dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan fungsi: a) Koordinasi perencanaan dan peyusunan kebijakan di bidang perekonomian b) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian c) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b d) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya e) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya f)
Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh presiden
g) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada presiden
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan: 1. Kementerian Keuangan 2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kementerian Perindustrian 4. Kementerian Perdagangan 5. Kementerian Pertanian 6. Kementerian Kehutanan 7. Kementerian Perhubungan 8. Kementerian Kelautan dan Perikanan 2
9. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 10. Kementerian Pekerjaan Umum 11. Komunikasi dan Informasi 12. Kementerian Riset dan Teknologi 13. Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah 14. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal 15. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara
Adapun susunan organisasi eselon I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terdiri atas: 1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2. Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan 3. Deputi Bidang Koordinasi Energi, Sumber Daya Mineral dan Kehutanan 4. Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan 5. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah 6. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional 7. Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 8. Staf Ahli Bidang Hukum dan Kelembagaan 9. Staf Ahli Bidang Persaingan Usaha 10. Staf Ahli Bidang Penanggulangan Kemiskinan 11. Staf Ahli Bidang Investasi dan Kemitraan Pemerintah-Swasta 12. Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan 13. Staf Ahli Bidang Inovasi Teknologi dan Lingkungan Hidup 14. Inspektorat C.
Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: PER-
03/M.EKON/07/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian, struktur organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah sebagai berikut :
3
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 20102014 merupakan proses yang berkelanjutan dan sistematis dalam rangka melaksanakan kebijakan di bidang perekonomian untuk mewujudkan tercapainya sasaran strategis yang telah ditetapkan. Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencakup visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis sebagai berikut:
A.
Rencana Strategis 2010-2014 1.
Visi
“Terwujudnya lembaga koordinasi dan sinkronisasi pembangunan ekonomi yang efektif dan berkelanjutan”. Visi ini menunjukkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terhadap kementerian terkait untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang perekonomian, sehingga menjadikan perekonomian nasional yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi. 2.
Misi
“Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan,
penyusunan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian”. Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan tantangan dan hambatan di bidang ekonomi, dan perkembangan perekonomian di dalam negeri maupun internasional dalam
kondisi era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan masyarakat
akan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. 3.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam rangka melaksanakan visi dan misi Kemenko Perekonomian adalah “membaiknya Perekonomian Indonesia”.
4
4. Sasaran Strategis Sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis dan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja organisasi. Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Renstra 2010-2014, yaitu “membaiknya perekonomian Indonesia” telah ditetapkan sasaran strategis sebagai berikut :
B.
No.
Sasaran Strategis
1.
Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter
2.
Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerja sama ekonomi luar negeri
3.
Terwujudnya implementasi program kerja utama
Indikator Kinerja Utama
Target 2012
Target 2013
Target 2014
Kualitas tindakan antisipasi terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter
Baik
Baik
Baik*
Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri
80
80
80
Komposit Indeks dari Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha
4
4
4
Rencana Kinerja Tahun 2012 Sebagai penjabaran dari Renstra 2010-2014, telah ditetapkan Rencana Kinerja Tahun
(RKT) 2012, dalam rangka pencapaian sasaran yang ingin dicapai pada setiap tahunnya. Adapun Rencana Kinerja Tahun 2012 Kemenko Bidang Perekonomian tertuang dalam dokumen RKT 2012, sebagai berikut :
5
No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
1.
Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter
Kualitas tindakan antisipasi terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter
2.
Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerja sama ekonomi luar negeri
3.
Terwujudnya implementasi Komposit Indeks dari Indeks program kerja utama ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha
Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri
Target 2012 Baik
80
4
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2012 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), yang disusun berdasarkan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010-2014 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, memuat informasi tentang sasaran strategis dan indikator kinerja, serta target yang ingin dicapai pada tahun 2012, yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen Penetapan Kinerja (PK) 2012.
6
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) 2010 –2014, Kemenko Perekonomian telah menetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yaitu : (1) Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter, (2) Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri dan (3) Terwujudnya implementasi program kerja utama.
Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Kualitas tindakan terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter, (2) Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri, dan (3) Komposit Indeks dari Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, perbaikan iklim investasi dan iklim usaha, serta percepatan pembangunan infrastruktur.
A.
PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA Pengukuran capaian kinerja dihiitung berdasarkan capaian realisasi target Indikator
Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2012, sebagai berikut :
No. 1.
2.
Sasaran Strategis Keselarasan pengelolaan fiskal dan moneter
Indikator Kinerja Utama
Kualitas tindakan antisipasi terhadap potensi ketidakstabilan fiskal dan moneter Meningkatnya Peningkatan peran kerjasama Indonesia ekonomi luar dalam rangka negeri
Target 2012 Baik
Realisasi
80
88.95 Perhitungan terlampir
Baik
Kinerja
Outcome
Baik Terjaganya nilai tukar rupiah dan suku bunga pada tahun 2012
111%
Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga diatas 6%, walaupun banyak mitra dagang
7
No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
Target 2012
Realisasi
Kinerja
kerja sama ekonomi luar negeri
3.
Terwujudnya implementasi program kerja utama
Komposit Indeks dari Indeks ketahanan pangan, ketahanan energi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi dan iklim usaha
4
4 (nilai komposit indeks 87) Perhitungan terlampir
Baik
Outcome Indonesia mengalami krisis. Hal itu dapat dipertahankan karena satu dan lain hal karena kerjasama LN juga diarahkan pada penemuan pasar non tradisional walaupun masih ada hal-hal yang harus diusahakan percepatan pencapaian targetnya (missal, lifting minyak bumi, panjang jalan tol), Koordinasi dan Sinkronisasi dalam 4 prioritas nasional ini telah memberikan kontribusi yang signifikan kepada pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja (melalui peningkatan investasi), maupun penurunan kemiskinan (melalui program KUR, Raskin, dsb).
8
B.
Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Berdasarkan pengukuran capaian kinerja, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah berkomitmen untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja tahun 2012, melalui perhitungan realisasi capaian Indikator Kinerja Utama (IKU), dan menunjukkan hasil kinerja (Outcome) yang BAIK. Adapun penjelasan terhadap evaluasi dan analisis keberhasilan capaian kinerja dari masing-masing Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah sebagai berikut : 1. Keselarasan Pengelolaan Fiskal dan Moneter Perkembangan ekonomi 2012 masih diliputi dengan situasi yang dinamis terutama terkait pemulihan kondisi perekonomian di Eropa dan Amerika Serikat. Sementara imbas krisis global sudah mulai merasuk ke sistem perekonomian Indonesia. Sebagai bentuk respon aktif terhadap situasi tersebut, kegiatan koordinasi makro melaksanakan pertemuan secara rutin antarpemangku kepentingan untuk membahas berbagai kemungkinan dari variasi sudut pandang dan metodologi sebagai referensi langkah antisipasi dan bahan masukan kebijakan. Forum ini menekankan pendalaman terhadap isu-isu penting dan hasil kajian lembaga internasional, seperti IMF, ADB dan Bank Dunia terhadap perkembangan terkini perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan 13 kali kegiatan diskusi dalam 2 bentuk, yaitu (1) Economist Talk sebagai dialog interaktif dengan 1 (satu) orang pakar ekonomi domestik atau dari lembaga internasional terkait serta (2) Forum Diagnosa Ekonomi sebagai pertemuan kajian oleh beberapa ahli yang membedah persoalan secara bersama-sama sebuah tema yang telah disiapkan. Penyelenggaraan forum ini telah memberikan manfaat berupa rujukan dalam penyusunan rekomendasi kebijakan serta berhasil menjadi sarana sinkronisasi dengan para pemangku kepentingan kebijakan. Forum ini pun berkontribusi memberikan pemahaman yang lebih jelas terhadap isu terkini perekonomian yang selanjutnya dipublikasikan pada media Tinjauan Ekonomi dan Keuangan. Diskusi berhasil mewadahi pendapat dan menjadi jembatan komunikasi antara institusi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan para pengamat dan peneliti ekonomi yang memiliki variasi perspektif dalam mencermati
9
respon pemerintah. Sejauh ini pelaksanaan forum belum menemui hambatan. Pada umumnya peserta forum lebih menyukai tema yang berkaitan dengan kesejateraan sosial dan perkembangan ekonomi global ditinjau dari banyaknya peserta yang hadir dalam diskusi.
Tim Lintas-Instansi dan Forum Internasional Kegiatan koordinasi makro pada tahun 2012 juga dilaksanakan dengan terlibat aktif dalam beberapa pelaksanaan kegiatan tim lintas-instansi, yaitu Tim Persiapan Redenominasi Mata Uang (TPRMU), Tim Pengendalian Inflasi Nasional, Tim Extrative Industries Transparancy Initiative Indonesia, dan Program Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dalam skala internasional, kegiatan koordinasi makro terlibat sebagai peserta OECD Financial Education Forum yang pada tahun 2012 mendiskusikan pentingnya membangun pendidikan keuangan dan perlindungan nasabah keuangan untuk menghindari terulangnya krisis keuangan tahun 2008 akibat instrumen keuangan yang semakin kompleks dan tidak sebanding dengan pengetahuan nasabah. Hasil kegiatan ini bermanfaat dalam memberikan masukan untuk program pendidikan dan perlindungan konsumen keuangan yang sejak tahun 2013 menjadi tanggung jawab OJK. Beberapa kasus penipuan oleh lembaga keuangan mikro di Indonesia melandasi pertimbangan bahwa pendidikan keuangan dan perlindungan konsumen sangat penting. Selain itu kontribusi pertumbuhan dari konsumsi masih dominan sebanding dengan pertumbuhan kredit konsumsi, sehingga masyarakat memerlukan pemahaman yang jelas mengenai konsekuensi dan risiko keputusan di sektor keuangan.
10
Koordiansi Kebijakan Fiskal
Pemerintah senantiasa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi di berbagai bidang sesuai dengan sasaran pertumbuhan sebesar 7% pada tahun 2014. Upaya perbaikan iklim investasi merupakan kunci untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Setelah berjuang selama 14 tahun sejak krisis ekonomi tahun 1998 untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia, akhirnya posisi investment grade dari Fitch untuk pinjaman dalam mata uang asing maupun lokal. Hal tersebut menunjukkan tingginya kepercayaan asing terhadap prospek ekonomi Indonesia. Penguatan investasi sebagai sumber pertumbuhan, perlu terus dijaga. Untuk itu, berbagai upaya guna mendorong tumbuhnya investasi, telah dan terus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan.
Di antara berbagai upaya tersebut, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu, telah diterbitkan PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-daerah Tertentu yang telah diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008. Diakui bahwa rendahnya realisasi pemanfaatan fasilitas PP No. 1 Tahun 2007 yang telah diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008 dalam kurun waktu 2007 s/d 2010, karena dampak dari situasi global yang kurang menguntungkan. Maka dalam rangka lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung di bidang usaha-usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu,
dilakukan perubahan kedua atas PP Nomor 1 Tahun 2007, yaitu
dengan
diterbitkannya PP No. 52 Tahun 2011, yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2011. Dalam Perubahan PP tersebut mencakup perubahan tambahan Bidang Usaha Baru, perubahan Cakupan Produk dari Bidang Usaha, dan Cakupan Wilayah yang dinilai layak untuk memperoleh fasilitas. Bidang Usaha yang memperoleh fasilitas Tax Allowance sebanyak 129 Bidang Usaha, yang terdiri dari 52 Bidang Usaha Tertentu dan 77 Bidang Usaha Tertentu Di Daerah Tertentu.
Perlu disadari bahwa insentif pajak hanyalah salah satu faktor daya tarik investasi, disamping kemudahan pelayanan dan perijinan, besarnya pasar domestik, akses pasar
11
internasional, infrastruktur, dan SDM. Oleh karena itu, kita tidak dapat berharap terlalu banyak dari insentif jika hambatan investasi lainnya tidak diatasi. Daya tarik investasi mestinya sedapat mungkin disiapkan secara fundamental, sehingga investasi yang masuk akan lebih berkualitas daripada sekadar memanfaatkan berbagai insentif dan setelah itu akan melakukan relokasi ke negara yang memberikan insentif yang lebih menarik. Dengan kondisi makro ekonomi Indonesia yang semakin membaik, serta meningkatnya peringkat Indonesia pada investment grade, merupakan momentum yang tepat untuk menarik investasi. Diharapkan dengan adanya insentif fiskal melalui PP Nomor 52 Tahun 2011 ini para investor tertarik untuk melakukan investasi baru maupun perluasan usaha pada bidang-bidang usaha yang diberikan fasilitas tersebut. Sebagaimana PP Nomor 1 Tahun 2007 dan PP 62 Tahun 2008, PP 52 Tahun 2011 ini dapat diimplementasikan atau dapat dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha, jika Peraturan Pelaksanaannya telah diterbitkan oleh intansi teknis, antara lain Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Dirjen Pajak dan Peraturan Kepala BKPM. Sampai
sejauh
ini,
Menteri
Keuangan
telah
menerbitkan
PMK
Nomor:
144/PMK.Oll/2012 tanggal 3 September 2012 tentang pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Atau di Daerah-Daerah Tertentu. Untuk Peraturan Dirjen Pajak dan Peraturan Kepala BKPM masih dalam proses penyusunan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus mendorong percepatan penyelesaian Peraturan Pelaksanaan dimaksud melaui rapat-rapat koordinasi baik di tingkat Tim Teknis (Eselon II) maupun tingkat Tim Pelaksana (Eselon I).
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Untuk mempercepat pemberdayaan UMKM, pada tahun 2007 telah diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Tujuan diterbitkannya kebijakan tersebut adalah dalam rangka pemberdayaan UMKM, penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya di dalam Inpres juga dirumuskan bahwa kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKM mencakup: peningkatan akses pada sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahaan, peningkatan
12
pasar produk UMKMK dan reformasi regulasi UMKMK. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan akses UMKMK pada sumber pembiayaan.
KUR merupakan program pembiayaan yang diberikan perbankan kepada UMKMK yang feasible namun belum bankable dan diberikan untuk usaha produktif, yaitu antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam. Pemerintah memberikan penjaminan kredit bagi program KUR melalui PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun bank pelaksana yang menyalurkan KUR tersebut adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank BNI Syariah serta 26 BPD yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh Indonesia. Mengingat keterbatasan sektor UMKMK dalam mengakses sumber pembiayaan, sedangkan disisi lain sektor ini mempunyai potensi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja (97,2%) dan memberikan kontribusi 57,8% terhadap PDB, maka penyaluran KUR ditargetkan terus meningkat sampai dengan tahun 2014. Penyaluran KUR tahun 2012 mencapai Rp 33,471 triliun, melebihi jumlah yang ditargetkan yaitu Rp. 30 triliun, dengan jumlah debitur 1,9 juta UMKM. Secara akumulatif penyaluran KUR sejak tahun 2007 hingga bulan Desember 2012 sebesar Rp. 96,89 trilyun dengan jumlah debitur sebesar 7,7 juta. Tingkat Non Performing Loan (kredit bermasalah) rata-rata sebesar 3,6%. Rata-rata NPL tersebut cenderung meningkat pada periode Januari-Desember 2012 (dari 2,6% menjadi 3,6%). Pada posisi akhir Desember 2012 ada 7 bank pelaksana yang NPL nya di atas 5,0% (3 Bank Nasional dan 4 BPD).
13
Gambar 1: Realisasi Penyaluran KUR 2007 – 2012
Penyaluran KUR menurut sektor ekonomi tahun 2012 masih didominasi oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 51,65% (14,16% di antaranya terintegrasi dengan sektor hulu), diikuti sektor pertanian dan perikanan sebesar 17,08%, sektor lain-lain sebesar 16,26%, dan gabungan sektor lainnya 12,09%. Sehingga penyaluran KUR di sektor hulu (pertanian, perikanan dan kelautan, kehutanan, industri dan sektor hulu terintegrasi) sebesar 33,74%.
Gambar 2: Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi
14
Berdasarkan sebaran regional, penyaluran KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan persentase tertinggi untuk Provinsi Jawa Tengah, yaitu 15,52% atau sebesar Rp. 5,17 triliun. Selanjutnya Provinsi Jawa Timur mendapatkan penyaluran KUR sebesar Rp. 4,93 triliun (14,82%), Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 4,09 triliun (12,30%), disusul Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp. 1,97 triliun (5,94%) dan Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 1,94 triliun (5,79%).
Di sisi lain, realisasi plafon KUR pada provinsi-provinsi di luar pulau Jawa masih belum optimal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh domisili debitur di luar Pulau Jawa yang jauh dari akses perbankan. Provinsi dengan penyaluran KUR terendah diantaranya
Provinsi
Maluku Utara dan Provinsi Bangka Belitung yaitu masing-masing hanya sebesar Rp. 101,8 milyar (4.533 debitur) dan Rp. 123,5 milyar (5.887 debitur). Dengan mendorong BPD, Pemda dan Kementerian teknis agar lebih agresif dan inovatif dalam menyiapkan calon debitur KUR, akan meningkatkan optimalisasi penyaluran KUR secara lebih merata.
Gambar 3: Penyaluran KUR per Provinsi
15
Meski pelaksanaan KUR tahun 2012 cukup berhasil dan telah melampaui target, namun masih ada beberapa kendala dan tantangan, antara lain: Kondisi geografis Indonesia yang luas menyebabkan tingginya biaya overhead sehingga biaya penyediaan akses perbankan menjadi lebih mahal; Tingkat pemahaman sebagian masyarakat terhadap layanan perbankan masih rendah; Tingginya risiko pembiayaan di beberapa sektor ekonomi terutama pertanian, karena tergantung pada alam; Aktivitas atau domisili beberapa debitur terutama di luar Pulau Jawa yang jauh dari akses perbankan membuat masyarakat enggan berhubungan dengan bank; Tingkat pemahaman sebagian masyarakat terhadap layanan perbankan yang rendah sehingga lebih memilih untuk berhubungan dengan penyedia jasa keuangan informal; Beberapa usaha di sektor ekonomi tertentu masih membutuhkan dukungan akses terhadap sarana, prasarana produksi dan pemasaran; Perbedaan penafsiran terhadap isi ketentuan dalam PMK, SOP dan MOU antara bank pelaksana, perusahaan penjamin dan pemerintah (BPKP dan Ditjen. Perbendaharaan), menyebabkan tidak terbayarnya IJP KUR.
Untuk mengatasi kendala atau hambatan tersebut, serta dalam rangka pencapaian target, konsolidasi dan keberlanjutan program KUR, maka upaya yang sudah dan akan dilakukan yaitu antara lain: -
Penyelesaian revisi SOP Pelaksanaan KUR;
-
Penyelesaian SOP Pengawasan KUR;
-
Penyelesaian revisi Peraturan Menteri Keuangan tentang KUR;
-
Penyelesaian permasalahan penjaminan baik untuk klaim yang masih dalam proses maupun pembayaran IJP yang tertunda;
Dengan koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak yang terkait dengan KUR yaitu Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah, Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin diharapkan target penyaluran KUR 2013 dapat tercapai. Dengan demikian akan semakin dirasakannya manfaat program KUR bagi pengembangan UMKM sehingga pada gilirannya dapat menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi angka kemiskinan masyarakat.
16
Koordinasi Dan Sinkroninasi Kebijakan Perbankan Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di bidang Perbankan difokuskan pada permasalahan efektivitas pelaksanaan kebijakan perbankan dalam pengelolaan dan pengedaran uang tunai. Berbagai skema pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatnya akses pembiayaan UMKM dan Koperasi dan memberdayakan sektor ini, diantaranya: - Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, tidak feasible dan tidak bankable dibiayai dengan PKBL, Dana Bergulir dan Dana Bantuan Sosial - Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, feasible dan tidak bankable dibiayai dengan Kredit Usaha Rakyat dan Sertifikasi Hak Atas Tanah - Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, feasible dan bankable dibiayai dengan perbankan pada umumnya. - Pembiayaan untuk UMKM yang potensial, bankable dan tidak feasible dibiayai dengan Kredit Program seperti KKPE, KPEN-RP dan lain-lain. Koordinasi kebijakan bidang perbankan dalam pelaksanaannya masih banyak yang belum optimal mencapai sasaran, sehingga diperlukan suatu koordinasi di lapangan. Koordinasi tersebut diperlukan terutama untuk mendukung percepatan dan perluasan program kredit/pembiayaan baik melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau kredit program lainnya melalui Kebijakan Penetapan Suku Bunga Perbankan termasuk Kredit Usaha Rakyat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan penetapan Suku Bunga Perbankan. Berdasarkan hasil penelaahan terhadap kebijakan suku bunga kredit perbankan, disimpulkan masih ada ruang bagi bank untuk merumuskan suku bunga kredit dengan cara meningkatkan efisiensi, mengurangi margin dan menurunkan overhead costnya. Di samping itu, terdapat juga permasalahan kelembagaan dan peraturan di bidang perbankan
yang
ketidaksinkronan,
memerlukan maka
koordinasi
dibutuhkan
dan
harmonisasi.
langkah-langkah
strategis
Dalam
hal
terjadi
Kemenko
Bidang
Perekonomian untuk mencarikan solusi terbaik terhadap permasalahan yang dialami perbankan khususnya di daerah.
17
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan LKBB Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan LKBB dititikberatkan pada kegiatan berikut ini: Mengawal perubahan peraturan sektoral di bidang sektor jasa keuangan seperti sektor perasuransian, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, perusahaan penjaminan, pegadaian, dan lembaga keuangan mikro serta lembaga-lembaga lain yang menghimpun dana masyarakat. Koordinasi ini dimaksudkan sebagai konsekuensi dari pendirian OJK pada awal tahun 2013; Harmonisasi substansi peraturan perundangan sektoral jasa keuangan dengan peraturan perundang-undangan OJK sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan yang ada; Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai bagian dari sektor jasa keuangan yang mempunyai peran strategis dalam pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya UMKMK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UU LKM yang telah disahkan oleh DPR; Peraturan dan pengembangan kelembagaan penjaminan kredit/pembiayaan yang dioptimalkan khususnya untuk mendorong peningkatan investasi dan peranannya dalam akses pembiayaan bagi UMKM khususnya di daerah-daerah sehingga dapat mendorong dan meningkatkan aspek pemerataan kewirausahaan bagi UMKM di daerah yang pada gilirannya dapat menumbuhkembangkan perekonomian daerah.
Koordinasi Penguatan Kelembagaan Pengendalian Inflasi Daerah Untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil pemerintah bersama Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi nasional. Inflasi nasional 77,5% terbentuk oleh inflasi daerah dan sisanya 22,5% andil DKI Jakarta. Memperhatikan besarnya andil inflasi daerah terhadap terbentuknya inflasi nasional, maka perlu kerjasama Kementerian/Lembaga, Bank Indonesia, dan Daerah. Dalam upaya meningkatkan kerjasama pengendalian inflasi antara Pemerintah, Bank Indonesia, dan Daerah maka dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). TPID merupakan
lembaga
daerah
yang
dibentuk
berdasarkan
SK
Kepala
Daerah,
(Gubernur/Bupati/Walikota) yang keanggotaanya terdiri dari SKPD/Dinas, Bank Indonesia,
18
Kepolisian Daerah dan Asosiasi Pelaksana Usaha BUMN/Swasta di daerah. Untuk meningkatkan sistem pelaksanaan sinkronisasi perencanaan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi pengendalian inflasi daerah, telah dibentuk Pokja Nasional TPID sesuai MoU antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan tanggal 16 Maret 2011 Nomor: MoU-01/M.Ekon/03/2011, Nomor: 300-194 Tahun 2011, dan Nomor: 13/1/681/DKN/NK. Adapun tujuan koordinasi penguatan kelembagaan pengendalian inflasi daerah yaitu: - Mengidentifikasi sumber-sumber tekanan inflasi daerah baik inflasi volatile food maupun administered price. - Menyusun rekomendasi penyelesaian permasalahan inflasi daerah kepada Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati/Walikota maupun Kementerian/ Lembaga. - Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengendalian inflasi daerah bersama SKPD/Dinas terkait. Target kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah adalah sebagai berikut: - Mencapai inflasi nasional yang rendah dan stabil sebesar 5 % dengan deviasi ± 1% (tahun 2010-2012). - Penguatan kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah pada 66 kota penghitungan inflasi (Susenas, 2007). Pada tahun 2012, Tim Koordinasi Penguatan Kelembagaan Pengendalian Inflasi Daerah telah melaksanakan kegiatan sebagai berikut: - Telah dilakukan penguatan kelembagaan TPID, tercatat telah terbentuk 85 TPID di berbagai daerah: - TPID tingkat Propinsi sebanyak 33 (seluruh propinsi) - TPID tingkat Kab/Kota sebanyak 52 Kab/kota (termasuk 4 Kab/Kota yang bukan Kota inflasi) - Masih terdapat 16 Kab/kota yang termasuk dalam basis penghitungan inflasi (SBH 2007) namun belum membentuk TPID Tersedianya hasil Focus Group Discussion (FGD) Pembentukan Pusat Informasi Harga bersama Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian/Lembaga terkait.
19
Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia baik di tingkat pusat (TPI) maupun di daerah (TPID) telah menghasilkan rendahnya inflasi Bulan Desember tahun 2012 yang mencapai 4,30%, lebih rendah dari sasaran inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 5 ± 1%. Di dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah, masih dihadapi beberapa kendala sebagai berikut: -
Masih perlu ditingkatkannya kerjasama antar daerah dalam mengatasi sumber tekanan inflasi baik yang bersifat regulasi daerah maupun non regulasi.
-
Masih belum adanya konektivitas data harga antara stakeholder pengelola informasi data dalam pengendalian inflasi daerah. Sebagai tindak lanjut kegiatan koordinasi pengendalian inflasi daerah, pada tahun
2013 ini kiranya perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: -
Perlunya
dilaksanakan
fasilitasi
kerjasama
ekonomi
antardaerah
dan
Kementerian/Lembaga untuk mengatasi sumber tekanan inflasi secara terpadu. -
Perlunya penyiapan panduan dan piranti lunak pusat informasi harga yang terkoneksi dengan para pemangku kepentingan pengendalian inflasi daerah.
2. Peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri Hasil-hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kerjasama ekonomi dan pembiayaan
internasional
mencakup
hal-hal
yang
dituangkan
dalam
bentuk
agreement/memorandum of understanding/term of reference, dimana perjanjian tersebut mempunyai dampak pada perdagangan, investasi dan pembiayaan. Selama tahun 2012, telah berhasil diselesaikan agreement/memorandum of understanding/term of reference/joint statement sebanyak 14 buah kesepakatan dari target yang ditetapkan sebanyak 12 buah (75% dari 16 objek) sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan pada awal tahun 2012, atau mempunyai kinerja 117 persen. Disamping
itu,
juga
telah
berhasil
mencapai
penyelesaian
draft
agreement/memorandum of understanding/term of reference/joint statement sebesar 70% dari target 70% (tahap ke-3 dari lima tahapan perundingan) atau mempunyai kinerja 100%. Dimana tahapan penyelesaian perjanjian meliputi: (1) tahap penjajagan, (2) tahap perundingan, (3) tahap perumusan naskah, (4) tahap penerimaan naskah, dan (5) tahap penandatanganan. 20
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis peningkatan kerjasama ekonomi luar negeri sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen PK 2012 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menghasilkan beberapa agreement di bidang kerjasama ekonomi dan pembiayaan internasional yang disetujui sebagai berikut : a. Kerjasama Indonesia-Korea Selatan Kerjasama RI-Korea melanjutkan kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya, Pertemuan Working Level Task Force Meeting Republik Indonesia-Republik Korea (RI-ROK) dimana tahun 2012 ini telah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, dengan hasil-hasil sebagai berikut : Memorandum of Understanding between The Ministry of Knowledge Economy of The Republic of Korea and The Coordinating Ministry For Economic Affairs of The Republic of Indonesia on Cooperation in The Field Of Green Cars, yang ditandatangani oleh menko Perekonomian dan Minister for Knowledge Economy of Korea pada tanggal 8 Nopember 2012 di Denpasar, Bali. Agreed Minutes the 3rd Korea-Indonesia Joint Working Level Task Force on Economic Cooperation yang berisi kesepakatan-kesepakatan dari delapan working group yaitu (1) Working Group on Trade and Investment, (2) Working Group on Industry Cooperation, (3) Working Group on Energy and Mineral Resources, (4) Working Group on Construction & Infrastructure, (5) Working Group on Environment Industry, (6) Working Group on Forestry, Agriculture and Fisheries(7) Working Group on Defense Industry, dan (8) Working Group on Policy Support and Financing Development Joint Declaration of Jeju Initiative (RI-Korea), yang ditandatangani pada pertemuan ke-3 Korea-Indonesia Joint Working Level Task Force on Economic Cooperation di Jeju, Korea Selatan pada tanggal 12 Oktober 2012.
b.
Kerjasama Indonesia-Jepang Kerjasama RI-Jepang diwadahi dalam bentuk Indonesia-Japan joint Economic Forum,
Steering Committee Meeting of the Metropolitan Priority Areas for Investment and Industry dan High Level Consultation Meeting for Investment Promotion. Hasil-hasil dalam kerjasama antara RI dengan Jepang selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:
21
Joint Press Release of the 4th Indonesia-Japan Joint Economic Forum, dilaksanakan di Tokyo, Jepang pada tanggal 8 Oktober 2012 dengan beberapa hasil perundingan dengan isu perkembengan pelaksanaan MP3EI, Isu Investasi Jepang di Indonesia (iklim investasi, anti dumping, permasalahan minerba) serta bantuan Jepang terhadap pembangunan Infrastruktur. Joint Press Release on the Third Steering Committee Meeting of the Metropolitan Priority Areas for Investment and Industry (RI-Japan), dilaksanakan di Tokyo, Jepang pada tanggal 9 Oktober 2012. Berisi tentang perwujudan 5 Flagship Projects, dari 18 Fast Tracks Project yang mencakup MRT DKI Jakarta, pembangunan Pelabuhan Cilamaya, New Academic Research Clusters, dan Sistem pengolahan saluran limbah di DKI Jakarta.
c.
Kerjasama Indonesia-Taiwan Selama tahun 2012, telah mengkoordinasikan Proyek Pengembangan Wilayah
Kepulauan Morotai sebagai Kawasan Ekonomi yang merupakan perwujudan kerjasama RI dengan Pemerintah Taiwan. Kerjasama tersebut
tertuang dalam “Memorandum of
Understanding between the Indonesian Economic and Trade Office to Taipei and the Taipei Economic and Trade Office on the Morotai Development Project”, yang ditandatangani di Taipei pada tanggal 4 Desember 2012. Tujuan dari MoU ini adalah: untuk mendukung pembentukan kawasan ekonomi khusus untuk memfasilitasi masuknya investasi di Pulau Morotai, dan untuk memfasilitasi pembangunan Pulau Morotai dalam berbagai bidang yaitu: forest management, eco-tourism, responsible agriculture, studies, dan fisheries and aquaculture.
d.
Kerjasama Indonesia-Singapura Kerjasama ekonomi Indonesia dan Singapura bersifat saling melengkapi dan
memiliki tingkat komplementaritas yang tinggi. Indonesia memilki sumberdaya alam dan
sumber
daya
manusia
yang
besar
sedangkan
Singapura
memiliki
kemampuan pengetahuan dan tehnologi tinggi, jaringan ekonomi serta sumber daya keuangan yang besar. Kondisi ini menjadikan Indonesia dan Singapura saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain.
22
Pertemuan bilateral anata Presiden RI dengan PM Lee Hsien Loong pada tanggal 12 November 2009 telah menyepakati perlunya penyelenggaraan retreat para menteri kedua negara sekitar bulan Mei 2010, untuk mereview hubungan yang selama ini telah terjalin dengan baik, sehingga kedua negara dapat melakukan stock taking atas berbagai capaian kerjasama, dan sekaligus memproyeksikan langkah-langkah yang perlu dilakukan. Selanjutnya pada kunjungan Presiden RI ke Singapura pada tanggal 17 Mei 2010, Presiden RI telah melakukan pertemuan dalam bentuk Leaders’ Retreat dengan PM Singapura. Pada kesempatan tersebut kedua kepala pemerintahan mencatat kunjungan kerja Menko Perekonomian RI ke Singapura, 10 Mei 2010 serta mendukung hasil pertemuan yang telah mengidentifikasi gagasan-gagasan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, antara lain dengan membentuk 6 working groups (WG) di bidang: (a) kerja sama ekonomi di Batam, Bintan dan Karimun (BBK) dan kawasan ekonomi khusus lainnya; (b) investasi; (c) perhubungan udara; (d) pariwisata; (e) tenaga kerja; dan (f) agribisnis. Masing-masing WG tersebut akan mengadakan pertemuan setiap 3 (tiga) bulan dan melaporkan hasil pembahasan kepada para Pemimpin setiap 6 bulan. Mengenai hal ini, kedua Pemimpin berharap agar dalam setiap pertemuan WG dapat dicapai kemajuan kerjasama. Dalam rangka menindaklanjuti hasil kesepakatan Leaders’ Retreat Indonesia Singapura 2010 telah dilakukan Pertemuan Tingkat Menteri. Pertemuan tingkat menteri ini dipimpin oleh Menko Perekonomian M. Hatta Rajasa dari pihak Indonesia dan Menteri Perdagangan dan Industri Lim Hng Kiang dari pihak Singapura. Pertemuan ini telah dilakukan dua kali, dimana pertemuan pertama diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2011 dan pertemuan kedua diselenggarkan di Singapura pada tanggal 23 Februari 2012. Pertemuan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kemajuan kegiatan kerjasama pada enam working group tersebut.
e.
Commercial Dialogue RI-AS Sebagai tindak lanjut kerjasama di bidang ekonomi antara negara Republik Indonesia
dengan AS melalui Trade and Investment Council (TIC), dibentuklah forum Commercial Dialogue RI-AS dalam kerangka Comprehensive Partnership RI-AS. Commercial Dialogue merupakan forum complementary dari Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dan bersifat mutual benefit bagi kedua negara dengan prinsip win win.
23
Selain itu juga Commercial Dialogue berupaya untuk mendorong peningkatan hubungan bilateral dengan melibatkan unsur pemerintah dan sektor swasta serta memfokuskan kerjasama ke dalam 6 (enam) pilar utama, yaitu: investment climate, trade expansion, small and medium entreprises, entrepreneurship, clean energy, dan industrial cooperation. Adapun mekanisme dan format CD yaitu agenda dialog ditentukan kedua belah pihak dan CD tidak hanya membahas mengenai capacity building cooperation namun juga isu-isu non tariff barrier, infrastruktur, ICT, inovasi, ketahanan pangan dan energi, perubahan iklim, enterpreneurship dan pengembangan UKM. CD ke-2 dilaksanakan di New York, Amerika Serikat pada tanggal 25 September 2012, dengan agenda utama presentasi atas beberapa proposal project yang diusulkan oleh pihak Indonesia dan Amerika Serikat. Proposal project tersebut yaitu proposal Water Resources Management, Energy Service Company (ESCO) Capacity Development and pilot project, Welding Cooperation, Defining & Contextualizing SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) to Bolster Trade (keempatnya diusulkan dari pihak Indonesia) sedangkan Clean and Reliable Electric Power Solution, Sustainable Forestry Creating Economic Opportunity dan Innovation and IP Empowerment (keduanya diusulkan pihak Amerika Serikat). Berdasarkan hasil pembahasan steering committee kedua negara, Energy Service Company (ESCO) Capacity Development and pilot project, dan Welding Cooperation telah disetujui untuk dilaksanakan dalam kerangka Commerical Dialogue. Untuk itu sebagai persiapan pelaksanaan project perlu disusun action plan agar pelaksanaan dapat dilakukan dengan baik. Dalam kerangka CD ke-2 juga telah ditandatangani MoU kerjasama antara American Welding Society (AWS) dan Indonesia Welding Society (IWS). Dalam MoU tersebut, AWS dan IWS telah sepakat untuk berkolaborasi untuk meningkatkan masing-masing kegiatan teknis di bidang tenaga las dan pengelasan yang terkait teknologi. Kerjasama antara AWS-IWS akan mendorong dan menghasilkan program untuk kepentingan bersama bagi komunitas pengelasan kedua negara. Lingkup kolaborasi dari kerjasama tersebut yaitu exchange of technical staff and members, project development, conferences-seminars-symposiums, study missions and visits, publications, use of name and publicity, dan validity.
24
AWS akan bertindak sebagai provider untuk program sertifikasi engineer dan welder dengan kualifikasi berstandar internasional dan akan memberdayakan IWS secara organisasi untuk melayani bidang pengelasan di Indonesia dan diharapkan akan semakin berperan bagi organisasi-organisasi yang menjadi binaannya. IWS akan menyediakan database engineer dan welder, mengakomodasi peningkatan kualifikasi personil, membuat program sertifikasi, menentukan skedul dan training facility, dan lain-lain. IWS juga akan bertindak sebagai arranger/link&match bersama dengan BNP2TKI untuk masuk ke dalam bursa kerja pengelasan di Amerika Serikat, yang saat ini banyak di isi oleh tenaga kerja dari Amerika Latin/Selatan, karena tenaga muda Amerika Serikat tidak banyak yang mau bekerja di sektor pengelasan.
f. Penandatangan Mou RI – New Zealand Penandatanganan 4 (empat) MoU ditandatangani dalam kunjungan Perdana Menteri New Zealand John Key pada tanggal 15 – 18 April 2012 di Istana Merdeka Jakarta. Penandatangan MoU tersebut disaksikan secara langsung oleh masing-masing Kepala Negara. Adapun Mou yang ditandangani antara Indonesia dan New Zealand dalam bidang Kerja Sama Energi Terbarukan (Panas Bumi), bidang Kerja Sama Lingkungan, bidang Kerja Sama Ketenagakerjaan dan bidang Kerja Sama Pertanian.
g.
Kerjasama Indonesia-Australia Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA–CEPA)
Sebagai tindak lanjut Pertemuan Tahunan Kepala Pemerintahan yang ke-2 (The 2nd Annual Leaders Meeting/ALM 2), di Darwin, Australia,
tanggal 2-4Juli 2012, telah dilakukan
perundingan pertama IA-CEPA pada akhir tahun 2012. Tahap perundingan pertama IA-CEPA di Jakarta diselenggarakan pada tanggal 26-27 September 2012. Adapun hasil-hasil pertemuan antara lain : pentingnya memperluas perdagangan dan investasi kedua negara mengingat Indonesia dan Australia adalah dua ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara; menindaklanjuti outcome dari ASEAN-Australia-New Zealand FTA (ANZFTA) yang telah entry into force bagi Indonesia pada bulan Januari 2012, dengan memperhatikan perkembangan di fora regional dan multilateral;
25
pentingnya merangkul erat para stakeholders termasuk sektor bisnis dan nonpemerintah; terdapat kemajuan berarti dalam memfinalisasi guiding principles and objectives, walaupun masih terdapat sejumlah isu minor untuk difinalisasi. Kedua pihak sepakat untuk menunggu arahan dari pertemuan Menteri Perdagangan kedua negara (Trade Ministers’ Meeting ke-10) tanggal 12 Oktober 2012), serta selesainya laporan Business Partnership Group sebelum memfinalisasi dokumen guiding principles and objectives. Kedua pihak sepakat adanya suatu Trade Negotiating Committee (TNC) untuk mengawasi negosiasi IA-CEPA, dengan didukung oleh Negotiating Groups. Annual Leaders’meeting Ke-2 Indonesia-Australia Di Darwin (2-4 Juli 2012) Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono telah mengadakan kunjungan kerja ke Darwin, Australia dalam rangka Annual Leaders’Meeting ke-2 Indonesia-Australia pada tanggal 2-4 Juli 2012. Kunjungan kerja Presiden RI ke Darwin tersebut telah memberikan arti yang sangat strategis dalam penguatan komitmen kedua negara untuk pengembangan hubungan kerja sama yang lebih kuat, semakin matang dan komprehensif. Hal ini tercermin dari substansi pertemuan Presiden RI dengan Perdana Menteri Australia sebagai berikut: Bidang Ekonomi, Perdagangan dan Investasi: Guna mencapai target perdagangan US$ 15 miliar pada tahun 2015 dan seiring pemberlakuan AANZFTA bagi Indonesia pada 10 Januari 2012, kedua pemimpin menyepakati peluncuran negosiasi formal pertama Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada akhir tahun 2012. Terkait upaya percepatan pembangunan ekonomi di seluruh Indonesia termasuk di koridor 5 dan 6 MP3EI, Presiden RI mengusulkan kerja sama di bidang cattle industry dan mengundang Australia untuk melakukan joint investment di bidang tersebut, yang dinilai sebagai suatu win-win formula. Menanggapi hal tersebut, Australia berencana untuk menginvestasikan USD 100 juta dalam program pembibitan sapi (breeding). Presiden RI telah mengundang pihak PM Australia untuk mendorong kemitraan dalam pembangunan infrastruktur terkait dengan peningkatan konektivitas antara Indonesia dan Australia, khususnya antara Northern Territory dengan wilayah RI koridor 5 dan 6 MP3EI (Bali, NTB, NTT, Papua dan Maluku). Diharapkan bahwa peningkatan konektivitas tersebut dapat bersinergi dengan kerja sama ekonomi lainnya di kawasan seperti BIMP-EAGA, IMT-GT dan SIJORI.
26
h. Kerjasama Bilateral Indonesia-Rusia The Indonesian-Rusian Road Map on Economic and Technical mid-term Cooperation Till The Year of 2013 Road Map tersebut disepakati kedua belah pada tanggal 29 Juli 2011 setelah melakukan perundingan pada tanggal 28-29 Juli 2011 di Moscow, Rusia. Pada Road Map tersebut terdapat 39 (tiga puluh sembilan) substansi yang antara lain terdiri dari 7 (tujuh) substansi bidang General Events sedangkan
32 (tiga puluh dua) substansi mencakup
Projects of Bilateral Cooperation by Economic Sectors termasuk diantaranya usulan kerjasama terkait Master Plan di mana pihak Rusia tertarik dan mempertimbangkan terlibat dalam pembangunan 6 (enam) koridor ekonomi yang ditawarkan pihak Indonesia. Dibidang perdagangan tercatat bahwa perkembangan ekspor - impor antara kedua negara sampai November 2011 total perdagangan termasuk migas mencapai US$ 2,24 juta atau meningkat sebesar 42.06 persen dibanding periode yang sama tahun 2010. Dengan demikian sektor perdagangan telah melampaui target yang telah disepakati pada Roadmap kerjasama Ekonomi dan Teknik sampai tahun 2013 sebesar 2 billion USD. Sementara realisasi investasi Rusia di Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2011 tercatat telah mencapai US$ 2,1 juta umumnya dibidang pariwisata seperti hotel dan restoran. Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Rusia dibentuk berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Federasi Rusia dan Pemerintah Republik Indonesia tentang Kerjasama Ekonomi dan Teknik yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1999. Pada saat pelaksanaan High Level Meeting on Economic Cooperation Indonesia - Rusia yang berlangsung pada tanggal 27 Oktober 2011, SKB Indonesia-Rusia ditingkatkan levelnya ke tingkat Menteri dimana kedua belah pihak sepakat bahwa pihak Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan pihak Rusia dipimpin oleh Deputi Perdana Menteri Rusia. Pada SKB VIII yang diselenggarakan di Moscow, Russia pada tanggal 25 Juni 2012 disepakati untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, di antaranya bidang ekonomi, investasi, perdagangan, energi, dan pariwisata, dengan hasil-hasil sebagai berikut : Penandatanganan Term of Reference of the Russian-Indonesia Joint Commission on Trade, Economic and Technical Cooperation. Penandatanganan Protocol of the Eight Session of the Russia Indonesian Joint Commission on Trade, Economic and Technical
27
Cooperation. Draft Road Map of The Projects of Cooperation in The Field of modernization of The Economy of Russia and Indonesia in The Period of 2012 – 2015. Sebagai bagian daripada program Sidang Komisi Bersama Indonesia-Rusia, pihak Rusia mengajukan usulan baru berupa Road Map of The Projects of Cooperation in The Field of modernization of The Economy of Russia and Indonesia in The Period of 2012 – 2015. Direncanakan finalisasi daripada program Road Map tersebut selesai sebelum pelaksanaan Sidang Komisi Bersama ke-9 tahun 2013.
i. Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Arab Saudi Sidang Komisi Bersama (SKB) RI – Arab Saudi dibentuk berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Republik Indonesia. Pertemuan SKB ke-9 telah diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tanggal 26-27 April 2012. Dalam pertemuan tersebut kedua pihak sepakat untuk meningkatkan hubungan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan (industri, energi,pertambangan, Keuangan dan investasi) dan bidang lainnya seperti kerjasama hukum, pendidikan, kebudayaan, makanan, obat-obatan dan sebagainya. Pada pertemuan ini telah dihasilkan Agreed Minutes of the Ninth Joint Commission Meeting between the Republic of Indonesia and the Kingdom of Saudi Arabia.
j. Kerjasama Bilateral Indonesia – Kazakhstan Joint Mission ke Kazakhstan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 dan dilanjutkan dengan kunjungan Menko Perekonomian ke Kazakhstan pada bulan Mei 2012 dengan tujuan untuk menindaklanjuti rencana kerjasama bilateral pada sektor industri, perdagangan dan investasi dan negosiasi akhir atas konsep nota kesepahaman bilateral. Kedua pihak telah menyepakati rencana penyelenggaraan the 1st Joint Economic Commission Indonesia – Kazakhstan di Bali, Jakarta pada November 2012 dan terbentuknya 5 (lima) kelompok kerja yaitu (1) Investasi dan Perdagangan; (2) Industri dan Pertanian; (3) Migas dan Energi; (4) Kesehatan dan Farmasi; serta (5) Infrastruktur dan Logistik. Selama kegiatan tersebut dilaksanakan telah ditandatngani beberapa kesepakatan berupa : MoU antara PT.Indofarma dan Interek Group tentang Kerjasama dibidang Farmasi
28
Exclusive Marketing, Sales and Distribution Agreement between PT.Indofarma and LLP JV Indofarma-Kazakhstan MoU antara The Joint-Stock Company Kazakhstan dan Tim Logistik Indonesia Contract of Intents between PT.Locus Group International/PT.Locus Entertainment and Hotel Diplomat and Business Centre LLP tentang Pembangunan Pusat Spa dan Fitness Memorandum of Understanding antara PT.Pertamina and KazMunaygas EP tentang Kerjasama dibidang Minyak dan Gas MoU antara BKPM dan “Kaznex Invest” National Export and Investment Agency, JSC tentang Kerjasama Promosi Investasi MoU antara PT.Pos Indonesia dan Kazakhstan Post tentang Kerjasama dibidang Pos.
k. Development Program Loan (DPL) Pada tahun 2012, Kedeputian Bidang Kerjasama Ekonomi telah mengkoordinasikan pelaksanaan DPL Institusional, Tax Administration, Social and Investment (DPL Instansi). Adapun hasil yang dicapai antara lain adalah: Di bidang Penguatan pengelolaan keuangan sektor publik telah dilakukan penguatan formulasi anggaran dan sistem M&E dengan adanya peningkatan hasil orientasi Medium Term Expenditure Framework (MTEF) di dalam proses penganggaran. Dilakukan juga penguatan di dalam sistem eksekusi anggaran dengan cara perampingan eksekusi anggaran dan fleksibilitas pengelolaan anggaran (SPAN), mengembangkan pengelolaan keuangan yang lebih baru dengan menggunakan Information System (IFMIS), peningkatan fungsi akuntansi dan audit pemerintahan, dan modernisasi di dalam sistem perpajakan. Di bidang upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan peningkatan pengukuran dan sasaran terhadap orang miskin, peningkatan pengurangan kemiskinan dengan target rumah tangga dan community based. Adapun negosiasi DPL INSTANSI antara Pemerintah Indonesia dengan World Bank telah dilakukan pada 9 Oktober 2013, dan telah disepakati untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2012 sebesar US$ 300,000,000. Selain program tersebut, dilakukan pula negosiasi untuk The Financial Sector and Investment Climate Reform and Modernization Development Policy Loan (FIRM DPL) sebesar US$ 100,000,000 dan The Connectivity Development Policy Loan sebesar US$ 100,00,000.
29
Selain program DPL INSTANSI, pada tanggal 12 April 2012 juga telah dilakukan negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan World Bank untuk program Economic Resilience, Investment and Social Assistance in Indonesia (PERISAI) Development Policy Loan with Deferred Drawdown Option. Negosiasi ini telah menyepakati pinjaman siaga sebesar US$ 2.000,000,000. Debt Swap Dalam tahun 2012, telah dilakukan koordinasi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Italia tarkait Debt Swap Program Pengurangan Kemiskinan melalui Pendidikan Berbasis Lingkungkan. Program Debt Swap Italia II ini berpotensi menghapus hutang Indonesia sebesar kurang lebih 12,000,000 Euro. Sampai saat ini, masih dalam pembahasan draft agreement Debt Swap. Pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Jerman untuk Debt Swap untuk pelestarian 4 satwa langka, yaitu badak Sumatra, badak Jawa, harimau, dan gajah yang berlokasi di Sumatra bagian selatan dan Banten. Program Debt Swap Jerman VI ini berpotensi mengurangi hutang Indonesia sebesar 20,000,000 Euro, dan sampai saat ini masih dalam proses pembahasan mekanisme off shore trust fund yang akan digunakan. Dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme perdagangan karbon antar negara, pada tahun 2012 telah dibentuk Tim Koordinasi Perundingan Perdagangan karbon Antar Negara (TKPPKA) berdasarkan SK Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang mempunyai tugas sebagai berikut: Melakukan perundingan atas skema perdagangan karbon dengan pihak negara partner yang berminat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia. Mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap permasalahan dan hambatan dalam perundingan atas skema perdagangan karbon antar negara. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang diperlukan dala pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan karbon antar negara kepada tim pengarah. Melaksanakan tugas terkait lainnya yang diberikan tim pengarah. Selama tahun 2012, TKPPKA telah melakukan berbagai pertemuan dan koordinasi dengan negara Jepang dan kementerian terkait. Kerjasama yang disepakati adalah Joint Crediting Mechanism (JCM). Pertemuan dan perundingan dengan pemerintah Jepang
30
dilakukan terutama untuk membahas landasan kerjasama perdagangan karbon dan skema dasar dari operasionalisasi sistem perdagangan karbon yang dibangun bersama oleh kedua negara. Saat ini, dokumen yang telah dibahas oleh kedua belah pihak, yaitu: ‘Low Carbon Partnership between the Government of Japan and the Government of the Republic Indonesia dan Rules of Implementation for The Joint Crediting Mechanism (JCM) telah hampir tuntas dibahas dan hanya menyisakan beberapa kalimat yang masih belum menemukan kesepahaman. Kedeputian Kerjasama Bidang Ekonomi dan Pembiayaan Internasional juga ikut berperan dalam berbagai forum kerjasama ekonomi multilateral, seperti UNESCAP, UNCTAD, UNFCCC, WEF/WEFEA, WTO, OECD, G8/OKI, dan G-20, IRU.
l. APEC Apec New Strategy On Structural Reform (ANSSR) Dalam agenda ANSRR setiap Ekonomi APEC diminta untuk menyampaikan pledge/perencanaan reformasi struktural dengan sektor prioritas spesifik (infrastruktur, keuangan, transportasi, energi, pendidikan, UKM, Jaring Pengaman Sosial) atau isu spesifik (regulatory reform, public sector governance, corporate governance and law, competition policy, ease of doing business). Terkait hal tersebut, Indonesia telah menyampaikan update terhadap 2 (dua) pledge/perencanaan ANSSR, yaitu reformasi birokrasi dan reformasi regulasi, antara lain berupa: pelaksanaan Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), Penerbitan UU No. 12/2011 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundangan dan Laporan OECD on Regulatory Reform Review on Indonesia. Update program reformasi regulasi dan reformasi birokrasi tersebut akan dilaporkan Indonesia dalam ANSSR mid-term review pada penyelenggaraan Senior Officials Meeting (SOM)-1 APEC di Jakarta pada bulan Januari 2013. APEC Ease of Doing Business Pada pelaksanaan APEC Ease of Doing Business Action Plan khususnya yang menyangkut indikator enforcing contract, telah dilakukan diagnostic study dan juga kajian terhadap enforcing contract di Indonesia. Studi tersebut dikoordinatori oleh Kemenko Perekonomian yang bekerjasama dengan Korea sebagai champion economy untuk indikator
31
enforcing contract. Hasil dari dua kegiatan tersebut menghasilkan rekomendasi penting yaitu perlu dibentuknya Small Claims Court (pengadilan dengan perkara kecil/cepat) dalam sistem peradilan di Indonesia.
Rekomendasi tersebut saat ini sedang diusulkan agar dapat
dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP yang baru. Dengan adanya perbaikan pada indikator enforcing contract diharapkan dapat mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya murah dalam penyelesaian perkara-perkara kecil. Hal tersebut tentunya juga memiliki implikasi terhadap aktifitas bisnis di Indonesia yang sudah menjadi bagian dari aktifitas bisnis global. Dengan adanya sistem peradilan yang baik tentunya dapat menjamin kelancaran bisnis dan masuknya investor baik lokal maupun asing yang akan berinvestasi di Indonesia. Selain Enforcing Contracts, juga telah dilakukan diagnostic study on Dealing with Construction Permits yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian dan bekerjasama dengan Singapura sebagai champion economy untuk indikator Dealing with Construction Permits serta Dinas Tata Ruang Pemda DKI Jakarta.
Hasil dari diagnostic tersebut saat ini
sedang dalam taraf finalisasi dan akan dilaporkan pada pertemuan APEC 2013.
m. ASEAN Asean Framework Equitable Economic Development (EED) Sebagai implementasi dari the ASEAN Framework for Equitable Economic Development, telah dilakukan stock taking berupa pembangunan kapasitas dan inisiatif pada sectoral bodies. Pembangunan kapasitas dan inisiatif-inisiatif tersebut memiliki tujuan untuk mempersempit kesenjangan pembangunan diantara Negara-negara anggota ASEAN, khususnya negara-negara CMLV. Disamping itu, juga telah diajukan untuk pendirian ASEAN Forum on Financial Inclusion (AFFI).
Asean Regional Economic Comprehensive Partnership Telah dicapai kemajuan pada implementasi ASEAN Framework Agreement on Regional Economic Partnership (RCEP), dimana hal tersebut ditandai dengan telah di endorsenya the Guiding Principles dan Approaches to Negotiating the RCEP pada Pertemuan KTT ASEAN ke-21, tanggal 20 November 2012 di Pnom Penh, Kamboja.
32
Dengan telah di endorse-nya the Guiding Principles dan Approaches to Negotiating the RCEP maka FTA di ASEAN tidak lagi terbatas pada negara-negara anggota ASEAN saja melainkan lebih luas lagi dengan melibatkan 6 negara mitra dialog lainnya yaitu China, Korea, Jepang, India, Australia dan New Zealand. Hal ini bertujuan untuk menjaga sentraliti ASEAN dan posisi tawar ASEAN pada perekonomian global.
Asean Economic Community (AEC)-Blueprint 2015 Sebagai upaya mendorong pelaksanaan Komitmen Indonesia pada AEC-Blueprint 2015, telah diterbitkan Inpres 11/2011 tentang Pelaksanaan komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pelaksanaan Inpres tersebut telah menghasilkan keluaran sebanyak 102 keluaran (81%) dari 126 keluaran yang tercatum dalam Inpres 11/2011 tersebut. Terdapat peningkatan atas hasil-hasil yang dicapai di tahun 2012 jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang baru menghasilkan 75 keluaran (59,9%). Masih terdapat 24 keluaran yang tersisa yang saat ini masih dalam proses penyelesaian. ASEAN Economic Community (AEC) 2015 merupakan komitmen kawasan untuk menjadikan ASEAN sebagai: i) pasar tunggal dan basis produksi, ii) kawasan berdaya saing tinggi, iii) kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan iv) integrasi kedalam perekonomian dunia.
ASEAN Economic Community (AEC) adalah perwujudan integrasi
ekonomi kawasan ASEAN yang dinamis dan kompetitif dimana kesenjangan ekonomi antar negara semakin diperkecil. Sebagai persiapan Indonesia dalam integrasi ASEAN 2015 nanti, maka perlu diperkuat dan ditingkatkan daya saing nasional utamanya pada sektor-sektor prioritas yang ada sehingga dapat bersaing dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Terkait hal tersebut, telah disusun suatu Policy Paper mengenai kesiapan daya saing Indonesia menuju ASEAN Economic Community 2015 berikut dengan rencana aksinya. Policy Paper tersebut nantinya akan disampaikan kepada Presiden untuk mendapat arahan mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menghadapi AEC 2015.
Movement Of Natural Persons (MNP) Untuk mengatur pergerakan tenaga kerja di sektor-sektor jasa (Moda 4) khususnya menyangkut bidang business visitors; intra-corporate transferees; contractual service
33
suppliers; dan other categories as may be specified in the Schedules of Commitments for the temporary entry and temporary stay of natural persons of the Member State,
telah
ditandatangani ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons (MNP Agreement). Penandatanganan tersebut telah dilakukan pada Pertemuan Preparatory AEM pada tanggal 19 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja. Persentase (%) penyelesaian draft agreement dibidang kerjasama ekonomi dan pembiayaan internasional yang sedang dibahas. Adapun draft agremeent/perjanjian yang sudah mencapai tahap ke-3 (tahap perumusan naskah perjanjian) yaitu sebagai berikut: The Outline of Five-Year Economic and Trade Cooperation Program between Indonesia and the Peoples’s Republic of China. Agreement on Debt for Development Swap between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of Italian Republic
3.
Terwujudnya Implementasi Program Kerja Utama
a.
Ketahanan Pangan
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi kebijakan ketahanan pangan (beras, gula, dan daging)
Tercapainya keberhasilan prioritas bidang ketahanan pangan : a. Stabilitas harga (kenaikan dan penurunan harga) b. Pertumbuhan produksi
Target 2012
Realisasi
Kinerja %
Ket
- Beras : <25% - Gula : <25% - daging sapi : <25%
11.79% 11.64% 13.82%
100 100 100
Rata-rata kenaikan harga mingguan y-o-y selama Jan-Des 2012
- Beras : 3,2%
4.87%
152
- Gula : 5,4%
8.31%
154
- daging sapi : 7,3%
16.28%
223
Berdasarkan Aram II 2012, produksi padi (GKG) sebesar 68.96 juta ton (sumber:BPS) Berdasarkan Taksasi Nopember 2012 produksi GKP 34
c. Volume stok akhir
- Beras : 1,5 juta ton
2.29 jutaTon
153
- Gula : 1,1, juta ton
1.03 juta ton
94
- daging sapi : 40,3 ribu ton
30.88 ribu ton
77
sebesar 2.58 juta ton Produksi daging tahun 2012: 414.87 ribu ton Posisi stok beras di gudang BULOG per 27 Des 2012 sebesar 2.29 juta ton
Hasil koordinasi kebijakan bidang pertanian dan kelautan mencakup hal-hal yang dituangkan dalam bentuk regulasi (UU, PP, Keppres, Inpres, dan sejenisnya), hal-hal yang dinyatakan sebagai kebijakan (pernyataan atau arahan Presiden, pernyataan atau arahan Menteri Koordinator, dan sejenisnya walaupun tidak disertai dengan regulasi), serta hal-hal yang terkait dengan fasilitasi (komunikasi, negosiasi, koordinasi dan sejenisnya) yang kemudian dilanjutkan dengan bentuk regulasi atau bentuk hukum lain atau kebijakan lain dalam lingkup Kantor Menko Perekonomian maupun dalam lingkup lembaga lain.
Koordinasi Kebijakan Perberasan Beras merupakan komoditas salah satu jenis pangan pokok yang bersifat strategis di negara kita. Sekitar 95 persen masyarakat masih menjadikan beras sebagai makanan pokok. Dari sisi pengeluaran golongan masyarakat berpendapatan rendah, sekitar 65 persen pendapatannya digunakan untuk kebutuhan pangan dan sekitar 24 persen di dalamnya ditujukan untuk pembelian beras. Nilai ekonomi beras cukup tinggi atau mencapai sekitar Rp 325 miliar, sehingga sumbangan terhadap inflasi cukup signifikan. Di samping itu melibatkan jumlah rumah tangga petani padi hingga sebanyak 14,9 juta RT. Arah kebijakan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Untuk itu telah ditetapkan juga sasaran strategis dengan memantapkan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga bahan pangan pokok untuk keseluruhan lapisan masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014, Pemerintah telah menetapkan target produksi gabah/padi dengan kenaikan 3,2 persen per tahun.
35
Tabel III.1 Sasaran Produksi Padi, 2010 – 2014 Ribu ton Komoditas
2 010
Padi1)
2 011
6 6.680
2 012
6 8.800
2 013
7 1.000
2 014
7 3.300
7 5.700
Pertumbuhan (% per tahun)
3,2
Keterangan : 1) GKG Sumber: Kementan Berdasarkan ARAM II 2012 (BPS), produksi padi tahun 2012 mencapai 68,96 juta ton GKG atau meningkat 4,87 persen dari tahun 2011. Peningkatan tersebut disebabkan meningkatnya produktivitas sebesar 2,79 persen dan luas panen 2,03 persen. Peningkatan produktivitas terbesar terjadi di Jawa, sedangkan peningkatan terbesar luas panen terjadi di luar Jawa. Pencapaian produksi tahun 2012 tersebut melebihi dari target yang ditetapkan dalam Roadmap pencapaian surplus beras 10 juta ton, yaitu sebesar 67,82 juta ton GKG (peningkatan sebesar 3,2 persen). Perkembangan produksi padi menurut provinsi tahun 2011-2012 sebagai berikut: Tabel III.2 Perkembangan Produksi Padi Menurut Provinsi Sentra Produksi, 2011-2012
Sumber: BPS (diolah)
Tabel III.2 Perkembangan Produksi Padi Menurut Provinsi Sentra
36
Sesuai Inpres No. 5/2011, Kementerian Pertanian telah menyempurnakan Road Map Pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton pada tahun 2014. Untuk itu telah dilaksanakan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan secara intensif dengan Kementerian dan Lembaga terkait. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan koordinasi pada aspek yang bersifat antisipasi dan respons atas perubahan iklim global, yaitu penajaman analisis dan diseminasi iklim, optimalisasi dan peningkatan luas lahan dan irigasi, ketersediaan saprodi, serta langkah terobosan pada aspek perlindungan petani seperti penggantian puso. Capaian dan dukungan dari beberapa K/L terkait dalam pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton dimaksud antara lain: Kementerian Pertanian: (1) Perluasan areal seluas 58.053 ha (target 100 ribu ha), (2) Perbaikan jaringan irigasi seluas 340.375 ha, (3) Penyaluran pupuk bersubsidi sebesar 6.520.220 ton, (4) Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi seluas 1,5 juta ha dari target 3,2 juta ha, (5) Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi sebanyak 37.866 ton dari target 66.000 ton, (6) Bantuan alat penggilingan padi (RMU) di 105 lokasi (unit), (7) Terbentuknya 832 kelompok lumbung pangan masyarakat di 32 provinsi, (8) Bantuan benih padi CBN sebanyak 28.984 ton (pengadaan tahun 2012: 19.801 ton dan sisa stok akhir 2011 sebesar 9.182 ton) dan yang telah disalurkan 16.508 ton. Kementerian BUMN: (1) Melalui Program GP3K oleh BUMN Pangan (PT. SHS, PT. Pertani, PT. Pupuk Indonesia, dan Perum Perhutani) telah memanfaatkan lahan kawasan hutan untuk tanaman padi dengan pola tanam tumpang sari seluas 21.000 ha dari target 55.500 ha dan penanaman padi melalui intensifikasi seluas 897.000 ha, (2) Penguatan fungsi BUMN dalam pengadaan dan pengelolaan cadangan gabah/beras pemerintah. Kementerian Pekerjaan Umum: (1) Rehabilitasi layanan jaringan irigasi, jaringan reklamasi rawa, dan jaringan irigasi air tanah, (2) Peningkatan/pembangunan jaringan irigasi telah mencapai 51.391 ha dari target 70.246 ha, (3) Rehabilitasi jaringan irigasi telah mencapai 220.799 ha dari sasaran 300.817 ha. Kementerian Perdagangan: (1) Menugaskan Perum BULOG terkait pelaksanaan OP secara Nasional dalam rangka menjaga stabilitas harga beras, (2) Penyediaan laporan tinjauan pasar komoditi (commodity market review) oleh Tim Komoditi Spesialis, (3) Menyediakan informasi harga beras di 33 propinsi, (4) Percepatan implementasi Sistem Resi Gudang sebagai sarana penyimpanan gabah/beras serta alternatif pembiayaan bagi petani dan pelaku
37
usaha (Jumlah Pemanfaatan Gudang: 38 gudang dan volume komoditi dalam Resi Gudang: 9.000 ton). Kementerian Perhubungan: (1) Meningkatkan fungsi infrastruktur transportasi untuk mendukung distribusi gabah/beras melalui penyediaan 8 kapal penyeberangan SDP, (2) Pembangunan jalur ganda kereta lintas utara Jawa dalam rangka menyediakan sarana transportasi distribusi gabah/beras pada daerah-daerah yang terkena dampak kondisi iklim ekstrim. BMKG: (1) Terpasangnya peralatan pengamatan pos agroklimat otomatis (AAWS/Agro Automatic Weather Station) sebanyak 65 lokasi di daerah kabupaten sentra pangan (90% terinstal), (2) Melaksanakan kegiatan sekolah lapang iklim tahap 1 dan 2 di 18 propinsi sentra pangan (12 provinsi), serta (3) Penyusunan buku informasi iklim. BPN: Dukungan dalam mengurangi laju penyusutan luas lahan dan meningkatkan pemanfaatan lahan terlantar melalui sosialisasi Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dalam rangka Pengendalian alih fungsi tanah pertanian (30 provinsi). Disamping itu, melalui Rakortas Tingkat Menteri Bidang Perekonomian telah diputuskan adanya realokasi anggaran pada APBN-P2012 untuk Kementerian Pertanian sebesar: Rp 1,735 triliun untuk peningkatan produksi yang bersumber dari: (1) Dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan sebesar Rp 1,4 triliun untuk kegiatan masing-masing: SLPTT (Paket Utuh), OPT, dan Pasca Panen Rp 1,233 triliun dan bantuan penanggulangan puso padi Rp 200 miliar, (2) Dana Cadangan Ketahanan Pangan sebesar Rp 335,565 milyar untuk bantuan pestisida dan prasarana pasca panen (termasuk untuk jagung dan kedelai).
Untuk menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga maka dilakukan juga upaya pemantapan ketersediaan pengamanan stok nasional melalui optimalisasi pengadaan beras BULOG dari pembelian dalam negeri, dengan penyesuaian HPP terhadap tingkat harga pasar, telah pula dilakukan koordinasi penyiapan penyesuaian kebijakan HPP Gabah/Beras sampai terbitnya Inpres No. 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Inpres memberikan instruksi kepada 8 Menteri dan seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai tupoksinya masing-masing, berisi antara lain:
38
(1) Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah, (2) Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran cadangan beras pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana dan rawan pangan, bantuan dan/atau kerjasama internasional serta keperluan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan (3) Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) oleh Perum BULOG. Realisasi pengadaan BULOG dari dalam negeri pada tahun 2012 cukup tinggi mencapai 3,64 juta ton atau 85,19 persen dari prognosa sebesar 4,27 juta ton, merupakan angka tertinggi selama 5 tahun terakhir. Adapun penyesuaian HPP dimaksud sebagai berikut: Tabel III.3 Perbadingan 2 (dua) HPP dalam Inpres Terakhir
Rata-rata harga gabah bulanan (Januari s.d Desember 2012) kualitas GKP di petani dan GKG di penggilingan masing-masing sebesar Rp 4.130,79 per kg dan Rp 4.851,92 per kg, masih lebih tinggi dibandingkan HPPnya. Untuk GKP di tingkat petani terdapat perbedaan sebesar 25,18% dengan HPP-nya dan GKG di tingkat penggilingan terdapat perbedaan sebesar 16,91%. Selama Januari s.d Desember 2012, harga GKP di petani dan GKG di penggilingan berada di atas HPPnya, meskipun terlihat turun saat panen raya, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
39
Gambar III.1 Harga Gabah dan HPP nya, Januari – Desember
Harga beras Desember 2012 vs Desember 2011 (Y-o-Y) naik 6,17%, namun masih lebih rendah dibandingkan kenaikan Desember 2011 vs Desember 2010 sebesar 11,21%, serta kenaikan Desember 2010 vs Desember 2009 sebesar 29,24% sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar III.2 Perkembangan Harga Beras, 2009-2012 Melihat kondisi pangan baik di dalam negeri maupun global dimana berbagai negara cenderung mengamankan stoknya karena kondisi iklim yang mempengaruhi produksi, maka Pemerintah tidak mengambil resiko atas kelangkaan dan keterbatasan stok beras domestik, sehingga harus mengambi keputusan mengimpor beras secara terbatas. Jumlah impor yang ditetapkan untuk periode Oktober – Desember 2012 sebesar 720 ribu ton, sementara realisasi impor sampai dengan akhir Desember 2012 mencapai 607 ribu ton atau 84,31 persen. Dari pengadaan baik dalam negeri, luar negeri maupun stok awal 2012, dan setelah dikurangi total penyaluran untuk Raskin, golongan anggaran, kebutuhan darurat dan operasi pasar, maka diperoleh stok akhir tahun 2012 sebesar 2,25 juta ton melebihi yang ditargetkan, relatif tinggi dibandingkan dengan stok akhir pada tahun sebelumnya yang hanya sekitar 1,12 juta ton atau meningkat 2 kali lipat. Secara rinci terlihat sebagai berikut (kondisi s.d 27 Desember 2012): -
Realisasi pengadaan dalam negeri (PSO) sebesar 3.640.381 ton (85,19% terhadap prognosa Desember 2012);
40
-
Pengadaan komersial sebesar 20.022 ton (24,20% terhadap prognosa Desember 2012);
-
Kontrak pengadaan luar negeri Oktober-Desember 2012 sebesar 720.000 ton, terealisasi sebesar 607.000 ton (84,31%);
-
Rencana Raskin s.d Desember 2012 sebanyak 3.410.161 ton, terealisasi sebanyak 3.346.158 ton (98,12%);
-
Realisasi OP sebesar 297.574 ton (beras medium: 198.937 ton dan beras premium: 98.637 ton);
-
Stok setara beras sebesar 2.245.192 ton (termasuk CBP sebesar 435.660 ton).
Hingga saat ini Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP Tanaman Pangan pada tahun 2012 (rata-rata Januari s.d Desember 2012) mencapai 104,70 atau naik 1,83% dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya. Pada Desember 2012, NTP Tanaman Pangan mencapai 106,27. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat petani di perdesaan meningkat karena semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat tingkat kemampuan/daya beli petani.
Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Pangan Pokok Dalam upaya membantu beban masyarakat berpendapatan rendah telah dilakukan percepatan penyaluran Raskin sekaligus untuk meredam gejolak harga beras. Sehingga untuk mengisi kekosongan penyaluran Raskin pada akhir tahun 2012, maka telah diambil kebijakan penyaluran Raskin ke-13 sebesar alokasi Raskin 1 (satu) bulan. Selama periode Puasa/Lebaran dicapai stabilitas harga bahan pangan melalui langkah, antara lain: i) pemantauan dan evaluasi perkembangan harga pangan pokok secara intensif, baik harian maupun mingguan; ii) melaksanakan Rakortas Tingkat Menteri hampir setiap minggu selama periode tersebut; iii) melakukan Safari Ramadhan di berbagai daerah; iv) menetapkan kebijakan OP beras BULOG secara intensif di daerah-daerah yang harganya naik; v) memutuskan kebijakan Pasar Murah Bahan Pangan Pokok selama Ramadhan, dan vi). Untuk kelancaran arus barang menjelang HBKN, telah ditetapkan mulai tanggal 15 Agustus (H-4) pukul 00.00 WIB s/d tanggal 19 Agustus 2012 (H1) pukul 24.00 WIB kendaraan angkutan
41
barang di Provinsi Lampung, Provinsi di Pulau Jawa, dan Provinsi Bali dilarang beroperasi, kecuali BBM, BBG, ternak, bahan pokok (beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah, bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam dan telur), pupuk, susu murni, dan barang antaran pos. Selain itu, dalam upaya stabilisasi harga kedelai di tingkat petani dan pengrajin tahu tempe, saat ini sedang dibahas upaya mencari solusi terbaik melalui perluasan Peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan pokok beras dan non beras (kedelai). Kebijakan ini diharapkan ada jaminan harga di tingkat petani kedelai dan pengrajin tahun/tempe, sehingga tidak hanya akan lebih memacu upaya pencapaian target swasembada tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan pengrajin tahu-tempe. Secara umum untuk stabilisasi harga bahan pangan pokok yaitu: beras, gula, minyak goreng, kedelai, terigu, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam dimonitor dan dievaluasi secara intensif melalui Tim Stabilisasi Pangan, yang pada tahun 2012 telah melakukan Rakortas Tingkat Menteri dan Rapat Koordinasi Teknis tingkat Eselon I yang dilaksanakan di Jakarta maupun di daerah laiinya. Berdasarkan BPS, stabilitas harga tahun 2012 lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga rata-rata Desember 2012 vs Desember 2011 (yo-y) untuk beras 6,12 persen sebelumnya 11,21 persen, minyak goreng -0,52 persen sebelumnya 1,66 persen, telur ayam 5,26 persen sebelumnya 8,83 persen, dan terigu -0,182 persen sebelumnya -0,13 persen, sedangkan gula pasir, daging sapi, dan daging ayam sedikit lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Tabel III.4 Perkembangan Harga Pangan Pokok dibandingkan tahun sebelumnya
42
Gambar III.3 Perkembangan Stabilitas Harga Bulanan untuk tiap komoditas. Beras
Minyak Goreng
Gula Pasir
Daging Sapi
Daging Ayam
Telur Ayam
Terigu
Kedelai
43
Koordinasi Kebijakan Agroindustri yang Bermutu dan Bergizi Seimbang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penganekaragaman pangan menurut UU Pangan No. 18 Tahun 2012 mengandung pengertian upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Kesejahteraan rakyat dan kestabilan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan dimana ketersediaan pangan makin tahun makin meningkat hal ini ditunjukkan dari data BPS bahwa penduduk dunia yang terus meningkat dari tahun ke tahun memerlukan tambahan produksi pangan, sehingga perlu sinergi dan kerja keras bersama antara pemerintah, dunia usaha, para pakar dan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan atau keperluan pangan yang terus meningkat di seluruh dunia. Kebutuhan pangan dunia tidak selamanya dibarengi dengan peningkatan produksi yang signifikan, hal ini sebabkan terdapat berbagai hambatan dan tantangan antara lain produksi pangan sering terganggu karena faktor iklim yang ekstrim dan penambahan lahan baru (ekstensifikasi) serta peningkatan produksi (intensifikasi) masih belum optimal dan banyak kendala lain yang dihadapi. Perubahan iklim global ekstrim telah menyebabkan produksi dan pasokan pangan dunia terganggu, sementara permintaan pangan semakin meningkat karena laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini berdampak pula pada volatilitas harga pangan yang kurang menguntungkan, baik bagi konsumen maupun bagi produsen. Konsumsi Beras Indonesia perkapita per tahun pada tahun 2011 terbesar di Asia yaitu 139 kg dan telah direvisi menjadi 113 kg, Malaysia 80 kg, Thailand 70 kg, Jepang 50 kg, Korea 40 kg, dan diharapkan dengan pengurangan konsumsi beras nasional 1,5% setiap tahun, maka Indonesia bisa menjadi negara eksportir terbesar. Salah satu kebijakan pemerintah dalam menghadapi masalah ketersediaan pangan tersebut adalah melalui percepatan pelaksanaan diversifikasi pangan.
44
Peningkatan Diversifikasi Pangan merupakan salah satu dari 4 sukses pembangunan pertanian, target peningkatan diversifikasi pangan ini merupakan kontrak Menteri Pertanian kepada Presiden yang harus selalu dilaporkan perkembangannya. Salah satu keberhasilan dalam peningkatan
penganekaragaman pangan sangat berkaitan dengan ketersediaan,
stabilitas/realibilitas suplai, keterjangkauan, kecukupan konsumsi, kontribusi komoditi lokal, tingkat keragaman pangan/sumber gizi, tingkat ketergantungan pangan impor. Penganekaragaman pangan seharusnya berdasarkan kearifan lokal setempat dengan memanfaatkan bahan dasar non beras dan non terigu, hal ini sangat berkaitan dengan pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras, yang dapat meningkatkan skor PPH. Pentingnya diversifikasi pangan yang utama adalah memperkuat ketahanan pangan, yang dalam hal ini menitikberatkan pada masalah konsumsi pangan. Adapun tujuan penganekaragaman pangan antara lain: 1) Menurunkan konsumsi beras per kapita guna menurunkan tekanan pada beras sebagai komoditas strategis; 2) Meningkatkan konsumsi pangan lokal; 3) Meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kuantitas dan kualitas; dan memperluas pilihan masyarakat dalam mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman (3BA). Berdasarkan situasi konsumsi pangan nasional saat ini, pemerintah berupaya menurunkan konsumsi beras dan terigu serta meningkatkan konsumsi pangan hewani, kacang-kacangan, sayuran dan buah, dan umbi-umbian. Konsumsi padi-padian langsung oleh rumahtangga pada tahun 2011 yaitu 316 gram/kap/hr (idealnya 275 gram/kap/hr). Selain beras, konsumsi kelompok pangan minyak dan lemak juga sudah berlebih. Sementara konsumsi kelompok pangan lainnya seperti pangan hewani, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur dan buah masih kekurangan. Sedangkan target PPH tahun 2014 adalah 93 dan 2015 adalah 95, saat ini angka PPH tahun 2012 baru mencapai 89,8. Adapun permasalahan utama yang dihadapi saat ini dari hasil koordinasi adalah sebagai berikut. Belum tercapainya skor mutu keragaman dan keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan; Cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi masyarakat desa dan kota; Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal;
45
Lambatnya perkembangan, penyebaran dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima; Masih belum optimalnya pemberian insentif bagi dunia usaha dan masyarakat pengembang aneka produk olahan pangan lokal; dan Kurangnya fasilitas pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas pangan 3B. Upaya – upaya yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini adalah: Peningkatan keanekaragaman pangan dapat disesuaikan dengan karakteristik daerah. Dalam hal ini, strategi peningkatan diversifikasi pangan dilakukan melalui program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP). Upaya penganekaragaman pangan yang utama adalah menambah konsumsi buah, ikan, daging, dan susu, serta menambah konsumsi karbohidrat atau energi dari selain beras-padi. Upaya di tingkat mikro adalah perubahan budaya makan rumah tangga dan optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Sedangkan di tingkat makro adalah pengembangan industri pengolahan pangan lokal (beras/nasi non padi dan kudapan). Tahapan kegiatan P2KP dimulai sejak tahun 2010 untuk tahap pembelajaran, tahun 2011 untuk tahap pembelajaran dan fasilitasi, hingga tahun 2012 – 2015 untuk tahap pembinaan dan aplikasi/implementasi. Saat ini, program P2KP telah dilaksanakan pada 6.000 kelompok wanita di 162 kabupaten yang mengembangkan 1 pekarangan sebagai rumah pangan lestari. Adapun kegiatan P2KP diuraikan sebagai berikut: -
Pemberdayaan Kelompok Wanita: Bertujuan mengembangkan pola pikir ibu rumah tangga/wanita tentang komposisi menu makanan ke arah 3BA dan meningkatkan citra positif pangan sumber karbohidrat non beras dan terigu.
-
Optimalisasi
Pemanfaatan
Pekarangan:
Bertujuan
mengoptimalkan
sumberdaya pekarangan rumah menjadi sumber bahan pangan 3BA. -
Sosialisasi dan Promosi: Bertujuan mengembangkan pemahaman dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi pangan 3BA. Dalam rangka sosialisasi, saat ini tengah dilaksanakan lomba cipta menu non beras di 33 Propinsi. Lomba cipta menu ini telah dilaksanakan setiap tahun, tetapi follow up-nya masih kurang.
46
Pengembangan Usaha Pangan Lokal dan Aplikasi Teknologi oleh UMKM Pangan Lokal di Pedesaan. Sebagai contoh, beras cerdas yang terbuat dari tepung MOCAF yang dikembangkan di Jember dan Jawa Barat. Peralatannya pun sederhana sehingga dapat dikembangkan dalam skala UMKM. Tindak Lanjut Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan perlu peningkatan komitmen dan koordinasi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, para pemangku kepentingan yang bergerak di bidang pangan (pengusaha yang bergerak di bidang industri
pangan),
serta
dari
masyarakat
sehingga
terjalin
sinergisme
dalam
pengimplementasiannya. Perlu pembinaan/pemberdayaan petani untuk terus mengembangkan usahanya. Tidak hanya menjual row material tetapi ada pemberdayaan petani untuk mengolah hasil tanamannya sehingga mempunyai value added. Untuk itu diperlukan akses permodalan yang mudah diakses oleh petani dan industri kecil (UMKM). Perlu mengenalkan/sosialisasi keanekaragaman pangan lokal ke usia anak-anak sekolah. Terkait jargon one day no rice, perlu adanya penajaman payung hukum sebagai implementasi peraturan pemerintah terkait percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
b.
Ketahanan Energi Sasaran Strategis
Ketersediaan dan Keterjangkauan energi dalam negeri
Indikator Kinerja
Target 2012
Pemenuhan pasokan energi Jumlah hari stock BBM PSO nasional Premium Minyak Tanah 17 hari Solar 30 hari 19 hari a. Jumlah wilayah 3 wilayah mengalami padam listrik bergilir (beban puncak ≥ 10 MW)
Realisasi
15 hari 52 hari 20 hari 0
Kinerja
88% 173% 105% 100%
Ket
Konsumsi Premium meningkat Total wilayah :28 estimasi tidak pada 25 wilayah
47
1. Pemenuhan kebutuhan energi a. Rasio elektrifikasi b. Penurunan Kuota BBM bersubsidi Premium Minyak Tanah Solar
c. Rasio pemenuhan Gas dalam negeri Industri Listrik d. Rasio pemenuhan batubara dari dalam negeri
73,6 % 44.04 jt K APBN-P 1.23 jt KL APBN-P II
35 % 46 % 100 %
76.50%
104%
45.11%
100%
35% 46% 100%
100% 100% 100%
Upaya pengendalian dibidang usaha pertambanhan, kehutanan, perkebunan, kendaraan BUMN/BUMD, kendaraan dinas
Peran sektor ESDM dan Kehutanan dalam pembangunan nasional tidak terbatas hanya dalam bentuk sumber devisa dan penerimaan negara saja, tetapi mencakup kegiatan ekonomi lain seperti penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan baku industri, bahan bakar domestik dan memacu efek berantai ekonomi, di samping menyumbang faktor dominan dalam pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam untuk mendukung kemakmuran rakyat diperlukan tiga aspek yaitu ketersediaan, aksesibilitas dan daya beli. Dari sisi ketersediaan, Indonesia memiliki potensi pemasokan energi dengan keragaman yang berlimpah. Namun, dari aspek aksesibilitas dan daya beli, kemampuan Indonesia masih belum optimal. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam juga perlu memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability) sumber energi agar dapat memberikan manfaat yang besar bagi generasi yang akan datang dalam jangka panjang. Pada tahap ini, maka program konservasi niscaya menjadi keharusan.
48
Penerimaan Negara dari sektor ESDM tahun 2012, tercatat sebesar Rp 415,20 triliun, atau 103 % dari target penerimaan pada APBN-P Tahun 2012 sebesar Rp 404,68 triliun. Jika dibanding dengan penerimaan tahun 2011 sebesar Rp 387,97 triliun, jumlah penerimaan tersebut mengalami kenaikan 7 persen. Sub sektor migas, masih menjadi penyumbang terbesar yaitu sebesar Rp 289 triliun (104 % dari target APBN-P). Disusul sub sektor pertambangan umum sebesar Rp 123,59 triliun (98 % terhadap target APBN-P), sub sektor panas bumi sebesar Rp 0,74 triliun (212 % dari target APBN-P) dan lainnya Rp 1,87 triliun (235 % dari target APBN-P). Sedangkan investasi di sektor ESDM mencapai 28,34 miliar dollar AS. Subsektor migas menjadi penggerak investasi terbesar dengan nilai sebesar 18,21 miliar dollar AS, diikuti sub sektor ketenagalistrikan sebesar 5,62 miliar dollar AS, minerba sebesar 4,20 miliar dollar AS, dan EBT sebesar 0,31 miliar dollar AS. Namun
demikian
disisi
lain,
subsidi
BBM
juga
semakin
meningkat.
Realisasi subsidi energi pada tahun 2012 mencapai Rp. 306 triliun atau 151,5 persen dari yang dianggarkan, dengan rincian Rp 211,9 triliun untuk BBM dan subsidi listrik sebesar Rp 94,6 triliun atau 145,7 persen dari pagu APBN-P 2012 sebesar Rp 64,9 triliun. Pada APBN 2013, Pemerintah dan DPR sepakat mengalokasikan Rp 274,7 triliun untuk subsidi energi dengan rincian sebanyak Rp 193,8 triliun untuk subsidi BBM dan Rp 80,9 triliun untuk subsidi listrik. Pada tahun 2013, subsidi energi diproyeksikan turun menjadi sebesar Rp 272,4 triliun dengan rincian subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 78,6 triliun. Potensi sektor ESDM mencakup sumber daya alam energi dan mineral yang dikandung oleh bumi Indonesia, antara lain: energi fosil cadangan minyak bumi 8,2 miliar barrel, gas bumi 170 TSCF, batubara 21,0 miliar ton, energi non fosil sumber daya panas bumi 28 GW, tenaga air 75 GW, mineral cadangan nikel 627 juta ton, tembaga 41 juta ton, bauksit 24 juta ton, emas 3 ribu ton, dan granit 13 juta meter kubik. Berdasarkan data tersebut, Indonesia memiliki berbagai sumber energi mulai dari minyak dan gas bumi, batubara dan sumber energi yang terbarukan yang melimpah. Namun demikian, cadangan minyak bumi saat ini dalam kondisi yang deplesi, walaupun gas bumi cenderung meningkat. Untuk energi baru dan terbarukan, meskipun Indonesia memiliki potensi beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Berbagai potensi energi baru dan terbarukan tersebut, antara lain: sumber energi nabati, gas, panas bumi, energi nulkir, energi surya, energi angin dan energi laut.
49
Untuk menyikapi ketergantungan minyak terhadap negara lain dan mengoptimalkan potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energi yang bertumpu pada kebutuhan (demand side management), menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat good-governance di sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan serta energi alternatif. 1.
Minyak Bumi Dengan adanya kebijakan bahan bakar murah yaitu bahan bakar minyak yang
disubsidi membuat kegiatan perekonomian Indonesia sangat ditumpang oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi. Beberapa upaya yang dilakukan agar merubah penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi menjadi pengguna bahan bakar minyak non subsidi atau mengurangi ketergantungan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi sehingga beban keuangan pemerintah serta upaya mendorong energI alternative lainnya sangat sulit dilakukan. Hal ini terkait dengan paradikma yang berkembang dimasyarakat bahwa bahan bakar minyak bersubsidi sebagai satu-satunya penyuplai kebutuhan bahan bakar. Pemikiran tersebut menyebabkan beban subsidi bahan bakar tidak dapat tertanggulangi lagi oleh Anggaran Penerimaan dan Belanja Nasional (APBN) sehingga pada akhirnya pemerintah melakukan pengaturan volume bahan bakar minyak bersubsidi. Kebijakan Stok Bahan Bakar Minyak. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, saat ini kebutuhan bahan bakar minyak nasional terus meningkat sekitar 8% per tahun. Posisi stok BBM nasional hingga saat ini berkisar pada level 21 hari dan kebutuhan BBM Nasional saat ini rata - rata 170.000 kilo liter per hari. Kuota Bahan Bakar Bersubsidi (PSO). Dalam APBN-P 2012 jumlah volume jenis BBM Tertentu (bersubsidi) ditetapkan sebesar 40,00 juta KL terdiri atas: Bensin Premium 24,41 juta KL; Minyak Tanah 1,70 juta KL; Minyak Solar 13,89 juta KL. Adanya menambah kuota volume Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu Tahun 2012 sebesar 4.040.000 KL (Empat Juta Empat Puluh Ribu Kilo Liter) telah disetujui oleh DPR-RI, maka ditetapkan kembali Kuota Volume Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu Tahun 2012 oleh BPH Migas, sebagai berikut :
50
Bensin Premium
27.807.150 juta KL; Minyak Tanah 1.200.000
juta KL; Minyak Solar
14.875.019 juta KL.
Gambar 2.
Realisasi Pemakaian Bakar Minyak bersubsidi
Ket :*) Bulan September 2012
Realisasi Kuota BBM Bersubsidi. Data konsumsi Jenis BBM Tertentu tahun 2012 telah mengalami over kuota terhadap kuota APBN-P 2012 sebesar 109,5 %, sehingga diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi sampai akhir tahun 2012 bisa mencapai 45 Juta KL. Memperhatikan peningkatan pemakaian bahan bakar minyak subsidi (BBM Jenis Tertentu), maka untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun 2012, Pemerintah mengupayakan untuk penambahan sebesar 4,04 Juta KL sehingga total volume BBM subsidi tahun 2012 adalah sebesar 44.04 Juta KL. Kuota volume masing masing Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu yang distribusikan oleh PT Pertamina untuk seluruh wilayah Indonesia berdasarkan penyesuaian APBN-P Tahun 2012 adalah 43.882.169 KL dengan rincian : Bensin Premium : 27.807.150 KL; Minyak Tanah : 1.200.000 KL; Minyak Solar : 14.875.019 KL. Sampai dengan akhir November tahun 2012 realisasi penyaluran BBM bersubsidi dibandingkan dengan kuota APBN-P Penyesuaian tahun 2012 adalah sebagai berikut :
51
a) Premium Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 27.807.150 KL
Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012 : 25.262.926 KL (90.8% kuota) Potensi over kuota s/d 31 Des 2012
:
401.527 KL (101.4% kuota)
b) Minyak Tanah Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 1.200.000 KL
Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012 : 1.065.982 KL (88.8% kuota) Tidak berpotensi over kuota c) Solar Kuota APBN-P Penyesuaian 2012
: 14.875.019 KL
Realisasi Penyaluran s/d tanggal 24 Nov 2012 Potensi over kuota s/d 31 Des 2012
:
: 13.910.077 KL (93.5 % kuota) 827.571 KL (105.5 % kuota)
Dari gambaran realisasi tersebut di atas maka diusulkan penambahan 1,2 Juta KL dengan perincian Premium/Biopremium sebesar 0,5 juta KL, dan minyak Solar/Biosolar sebesar 0,73 juta KL kepada DPR, dengan pendanaan untuk tambahan kuota tersebut bersumber dari penyisiran anggaran K/L TA 2013 yang tidak dipakai sehingga defisit APBN tidak melebihi 3 %. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, terjadinya peningkatan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi disebabkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor pada jenis sepeda motor dan Kendaraan Roda Empat dengan rata rata kenaikan 8 % per tahun. Disamping adanya peningkatan jumlah kendaraan, perbedaan harga yang cukup signifikan menyebabkan pengguna bahan bakar minyak bersubsidi enggan menggunakan bahan bakar minyak non subsidi sesuai dengan anjuran dari pemerintah. 2.
Gas Kebutuhan gas di Indonesia terus meningkat, karena gas bumi merupakan salah satu
sumber energy alternative yang memiliki potensi besar. Di sisi lain, pasokan gas bumi cenderung belum dapat memenuhi kebutuhannya disebabkan karena sumber gas yang besar berada jauh dari konsumen dan telah terikat jangka panjang dengan luar negeri. Keterbatasan infrastruktur baik pipa maupun terminal penerima LNG menyebabkan potensi gas belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna dalam negeri.
52
Pemenuhan Gas Untuk PLN Pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTG/PLTGU) yang dikelola PT PLN melalui anak Perusahaan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) meliputi PLTGU Muara Karang, PLTGU/PLTG Muara Tawar, PLTGU Gresik dan PT Indonesia Power meliputi PLTGU Tanjung Priok, PLTGU Tambak Lorok, PLTGU Grati dan PLTGU Belawan belum dapat terpenuhi seluruh kebutuhan gasnya. Total kebutuhan gas PLN tahun 2012 yang sebesar 1.602 bbtud hanya terpenuhi sebesar 1,193 bbtud. Dalam rangka memenuhi kebuthan gas untuk PLN, telah dilakukan pembangunan FSRU Teluk Jakarta pada tahun 2011 oleh PT Nusantara Regas dengan pelaksana Golar Energy sumber gas dari LNG Bontang sebesar 200 bbtud dan telah beroperasi bulan April 2012 untuk pemenuhan pasokan gas PLN Muara Tawar. Untuk PLN Batam rencananya akan mendapat gas dari Natuna kurang lebih 75 mmscfd yang seluruhnya untuk memenuhi energy primer pembangkit listrik di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). PT. PLN Batam dan PT. Universal Batam Energy secara terpisah telah menandatangani gas sales Agreement (GSA) dengan Primer Oil West Natuna tahun 2008. Sesuai GSA tersebut, PLN Batam dan PT UBE berkewajiban membangun fasilitas transportasi gas delivery point di Pulau Batam ke lokasi fasilitas pembangkit. Pemerintah Provinsi Kepri telah memberikan rekomendasi izin penetapan lokasi rencana kegiatan pembangunan fasilitas Pemping Seksi I di Pulau Pemping, yang telah dikeluarkan tanggal 27 September 2012. Status saat ini pembangunan infrastruktur pipa dalam proses, dan direncanakan gas in dapat terlaksana akhir tahun 2013. Gambar 3. Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Nasional 2007-2012 9.000
1.600
8.000
1.400
7.000
1.200
6.000
1.000
MBOEPD
MMSCFD
10.000
5.000
800
4.000
600
3.000 2.000
400
1.000
200
0
Sumber : Kementerian Produksi (MMSCFD) 7.283 ESDM 7.460
2009
2010
2011
2012*
7.962
8.857
8.415
8.557
Produksi (MBOEPD)
1.373
1.527
1.451
1.475
Pemenuhan Gas untuk Pupuk
2007
2008
1.256
1.286
0
53
Gas PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Untuk tahun 2012 pasokan gas untuk PT. PIM terpasok sebanyak 7 kargo LNG dari swap Bontang untuk pengoprasian 1 unit pabrik. Untuk tahun 2013 dan 2014 membutuhkan pasokan gas sekitar 12 kargo LNG pertahun untuk pengoprasian 2 unit pabrik yang rencananya akan dipasok dari Blok A, namun untuk tahun 2013 pasokan gas untuk PIM belum ada kepastian dikarenakan Blok A baru akan produksi tahun 2014. Gas Pupuk Kaltim (PKT). PT Pupuk Kaltim memiliki 5 buah pabrik Urea dengan kapasitas total 2,98 juta ton dan 4 buah pabrik Amoniak dengan kapasitas total 1,85 juta ton per tahun. Kebutuhan gas untuk PKT 1 , PKT 2, PKT 3, PKT 4 adalah sebesar 285 mmscfd, sejauh ini pasokan gas berasal dari KKKS Total, Inpex, Vico dan Chevron yang disuplai melalui GSA jangka panjang tidak menghadapi kendala. Sejalan dengan program revitalisasi maka Pabrik Kaltim 1 yang telah berusia tua (dibangun tahun 1984) akan digantikan menjadi PKT 5 yang akan beroperasi pada tahun 2014. Kebutuhan gas bumi khusus untuk PKT 5 adalah sebesar 85 mmscfd dimana untuk utilitasnya menggunakan batubara. Pemenuhan Gas untuk Transportasi Permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi adalah belum adanya road map pemanfaatan BBG untuk transportasi yang komprehensif. Untuk mengatasi kendala yang ada, pada bulan Juni 2012 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Perpres tersebut menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya sampai akhir 2013, pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) menyediakan dan mendistribusikan BBG jenis "compressed natural gas" (CNG). Infrastruktur Gas Untuk mengatasi kendala pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri maka pemerintah telah memutuskan untuk membangun infrastruktur penerima LNG yaitu LNG receiving terminal. Tiga buah LNG receiving terminal akan dibangun di Jawa bagian Barat, Sumatra Utara, dan Jawa Tengah. Pembangunan tiga receiving terminal tesebut diharapkan dapat memenuhi pasokan gas di Pulau Jawa dan Sumatera khususnya pasokan gas untuk PLN, Pabrik Pupuk dan Industri.
54
Infrastruktur FSRU Jabar. Operasional Floating Storage Regasification Terminal (FSRU) di Jawa Barat/Teluk Jakarta akan dilaksanakan oleh PT Nusantara Regas (JV antara PT PGN 40 % dan PT Pertamina 60 %) dengan kapasitas 3 MTPA (400 mmscfd). Untuk tahap pertama gas yang akan disuplai dari blok Mahakam sebesar 200 mmscfd setara dengan kapasitas 1,5 MTPA selanjutnya dipakai untuk memenuhi kekurangan gas PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok. Infrastruktur FSRU Belawan. Untuk memenuhi shortage kebutuhan industri dan listrik pembangunan FSRU di Sumatera Utara akan dilaksanakan oleh PT PGN dengan sumber pasokan gas dari kilang LNG Tangguh. Kapasitas FSRU direncanakan 1.8 MTPA atau setara 240 mmscfd dengan target penyelesaian kuartal ketiga 2013. Permasalahan pembangunan FSRU di Sumut adalah kepastian sumber gas dari Tangguh serta pembelian gas dari PLN termasuk sejumlah 28 perijinan. PLN telah setuju untuk membeli gas sebanyak 140 mmscfd. Proses negosiasi dengan LNG SPA dengan BP Tangguh dan pemasok potensial lainnya juga sedang berlangsung, sementara proses pelelangan untuk FSRU Provider juga telah selesai dengan pelaksana kontraktor Hoegh LNG. Namun hasil keputusan rapat di Kantor Wakil Presiden pada tanggal 13 Maret 2012 pembangunan FSRU Belawan dipindah ke Lampung. Infrastruktur FSRU Jawa Tengah & Pipanisasi Transjawa. Semula, Pertamina selaku pelaksana proyek FSRU Jateng, memutuskan untuk menghentikan rencana pembangunan FSRU tersebut dengann alasan rencana pemerintah merelokasi FSRU Belawan ke Lampung membuat FSRU Jateng sudah tidak layak lagi. Namun hasil rapat Wapres tanggal 2 Agustus memutuskan bahwa pembangunan proyek Terminal FSRU Jateng oleh Pertamina harus dilanjutkan kembali. Kementerian ESDM mendorong proyek FSRU dipercepat rampung pada kuartal keempat 2014.
3.
Pertambangan Umum Sumber daya mineral dan batubara Indonesia walaupun prospektif tetapi terbatas.
Eksplorasi Sumber daya mineral terus diusahakan untuk mengetahui dan menambah jumlah cadangannya. Begitu juga dengan produksi terutama tembaga, emas, perak, timah, nikel, besi, bauksit terus meningkat. Produksi mineral terutama dilakukan oleh perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Untuk sumber daya batubara saat ini 105,2 miliar ton (MT) yang diantaranya cadangan sebesar
21,13 MT. Untuk tahun 2012 55
direncanakan produksi batubara Indonesia sebesar 332 juta ton dan terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan batubara dalam negeri saat ini sebesar 24% dari produksi, selebihnya sebesar 76% untuk ekspor. Produksi batubara berasal dari BUMN sebesar 4%, PKP2B sebesar 77%, dan KP/IUP sebesar 19%.
Gambar 4 : Perkiraan Produksi dan DMO
Rencana Produksi; 2011; 326,65
Rencana Produksi; 2012; 332
Perkiraan Produksi dan Konsumsi Batubara Nasional (juta ton)
Rencana Produksi DMO DMO; 2011; 78,97
DMO; 2012; 82
Sumber : Kementerian ESDM
Rancangan Inpres tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri Untuk meningkatkan nilai tambah dari mineral dan batubara dan sesuai dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, bahwa pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara harus dilakukan di dalam negeri, tidak boleh diekspor dalam bentuk bijih. Perusahaan tambang yang telah ada sebelum undangundang tersebut diberi waktu sampai dengan 2014 sudah harus melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sebagai gambaran, ekspor bijih mineral pada bebrapa tahun terakhir meningkat dengan pesat yang berdampak pada tidak berkembangnya industri pengolahan mineral di
56
dalam negeri. Ekspor biji nikel periode 2008-2011 meningkat 8 kali (+ 4 jt ton menjadi 33 jt ton); biji/pasir besi meningkat 7 kali (kurang 2 jt ton menjadi 13 jt ton); dan biji tembaga meningkat 11 kali (+1 ribu ton menjadi 14 ribu ton); biji bauksit meningkat 5 kali (+ 8 jt ton menjadi 40 jt ton). Sebagai implementasi dari kewajiban meningkatkan nilai tambah mineral sesuai dengan amanat dari UU No 4 Tahun 2009 maka dikeluarkan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral. Di dalam Peraturan Menteri tersebut diatur bahwa perusahaan pertambangan tidak boleh lagi mengekspor bijih mineral ke luar negeri, baik bijih mineral logam maupun bukan logam. Bijih mineral harus dinaikan nilai tambahnya melalui pengolahan dan pemurnian. Dari jenis mineral logam ada 14 jenis mineral logam yang diatur, diantaranya adalah emas, perak, tembaga, timah, besi, nikel, timbal, aluminium, kromium, molibdenum dan platina. Munculnya permasalahan dari penerapan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tersebut maka dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang memutuskan dilakukan revisi terhadap Pemen ESDM No 7 tahun 2012, sehingga dikeluarkanlah Permen ESDM No 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian. Dalam rangka mempercepat pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ditugaskan oleh Presiden untuk menyusun Rancangan Instruksi Presiden mengenai Percepatan Pembangunan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009), ketentuan dalam pasal Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus disesuaikan (renegosiasi). Untuk melaksanakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut maka Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Tim Evaluasi Untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara, dimana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ditunjuk sebagai Ketuanya. 57
beberapa isu strategis yang akan disesuai dalam Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Isu strategis tersebut yaitu : Luas wilayah, Perpanjangan jangka waktu kontrak, Penerimaan negara/royalti, Kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian, Kewajiban untuk divestasi, Kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri Kemajuan renegosiasi KK dan PKP2B yang telah dilakukan sampai dengan tahun 2012, menghasilkan kesepakatan antara pemerintah dengan perusahaan pemegang KK yaitu : Setuju seluruhnya dan siap ditandatangani : 2 perusahaan; Setuju sebagian : 30 perusahaan; Belum setuju seluruhnya : 5 perusahaan. Sedangkan dengan perusahaan pemegang PKP2B yaitu : Setuju seluruhnya dan siap ditandatangani : 9 perusahaan;Setuju sebagian : 65 perusahaan. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara ternyata masih dianggap kurang berkeadilan, berkesimbangan, dan kurang memiliki kepastian hukum. Beberapa hal aturan pokok yang direvisi antara lain : Tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan, Tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Tentang Divestasi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
4.
Energi dan Ketenagalistrikan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap I dan II
(Fast Track Program, FTP I dan II) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kekurangan pasokan tenaga listrik guna menopang kegiatan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi tetap dapat dipertahankan. Program 10.000 MW Tahap I (FTP I) terdiri dari 35 proyek (total kapasitas 9.911 MW), dengan rincian Indonesia bagian Barat sebanyak 11 Proyek (1.586 MW), Indonesia bagian Timur sebanyak 14 proyek (835 MW), dan Jawa-Bali sebanyak 10 proyek (7.490 MW). Dari ke35 proyek FTP I, sampai dengan Oktober 2012 telah terealisasi/terlaksana pembangunan- nya sebesar 4.450 atau 45%, dan pada bulan November dan Desember 2012 realisasinya akan 58
bertambah sebesar 421 MW. Direncanakan, realisasi program FTP I akan ber-tambah sebesar 3.269,5 MW pada 2013, dan sebesar 1.736,5 MW pada 2014. Proyek FTP I yang sudah beroperasi adalah sebanyak 6 proyek di Jawa-Bali. Kemudian, proyek 10.000 MW / FTP I yang ditargetkan beroperasi komersial pada November 2012-Desember 2012 adalah sebanyak 7 proyek (421 MW), berlokasi di Indonesia bagian Barat (114 MW) dan Indonesia bagian Timur (307 MW), Program 10.000 MW Tahap II (FTP II) terdiri dari 98 proyek (total kapasitas 10.047 MW), dengan rincian sebanyak 26 proyek (3.757 MW) dilaksanakan oleh PT PLN (Persero), dan sebanyak 72 proyek (6.290 MW) dilaksanakan oleh Independent Power Producer (IPP). Sumber energi yang digunakan pada program 10.000 MW Tahap II lebih banyak menggunakan energi terbarukan, dengan rincian, panas bumi (49%), batubara (30%) tenaga air (17%), PLTGB (3%), dan PLTG (1%). Sedangkan untuk program 10.000 MW Tahap I keseluruhannya menggunakan batubara. Berbeda dengan program FTP I, program FTP II dilaksanakan tidak hanya oleh PLN tetapi juga oleh sektor swasta (Independent Power Producer/IPP). Status Program 10.000 MW Tahap II sampai saat ini adalah : Proyek PLTGB Tanjung Batu 8 MW yang direncanakan COD tahun 2013 dibatalkan, untuk dikeluarkan dari daftar proyek FTP II – PLN), karena sistem Tanjung Batu (Pulau Kondur) akan dipasok dari Tanjung Balai Karimun melalui kabel laut; Tiga proyek dengan total kapasitas 77 MW yaitu PLTU Melak, PLTU Ketapang, dan PLTU Bau-bau berpotensi mengalami kemunduran jadwal COD dari semula direncanakan pada 2013 mundur menjadi 2014 s.d. 2015; Dua proyek Independent Power Producer (IPP) yaitu PLTU Nunukan 2x7 MW dibatalkan atau dikeluarkan dari daftar proyek FTP II – IPP, karena sedang dibangun PLTMG Sembakung 8 MW bertahap menjadi 18 MW dengan kabel laut, memanfaatkan sumber gas dari lapangan Sembakung dan Sebuku Kaltim, dan satu lagi, PLTA Simpang Aur 23 MW total, proses pengadaan dihentikan karena potensi air hasil FS tidak sesuai dengan keekonomian kapasitas yang diusulkan pengembang; Tiga proyek IPP yaitu PLTU Tanjung Pinang 2x15 MW, PLTU Luwuk 2x10 MW, dan PLTU Sumbawa 2x 10 MW diusulkan diubah dari proyek FTP II – IPP ke proyek FTP II – PLN, dengan harapan proyek dapat selesai lebih cepat. Tarif Tenaga Listrik
59
Tarif tenaga listrik (TTL) merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka memasok kebutuhan energi listrik untuk masyarakat dengan harga yang wajar dan menjamin kualitas yang baik dalam rangka menggerakkan roda perekono-mian Indonesia. TTL yang ada saat ini tidak ekonomis yang berakibat membengkaknya beban APBN untuk subsidi listrik. Masalahnya, biaya pokok produksi (BPP) listrik lebih besar dari harga penjualan tenaga listrik. Di tengah keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberi subsidi, hal ini akan berdampak pada berkurangnya alokasi anggaran untuk sektor lainnya, sehingga akan menghambat pertumbuhan sektor yang bersangkutan. Untuk mendapatkan solusi atas masalah BPP listrik itu, telah dilakukan Rakor Menko Perekonomian pada 23 Februari 2012 dengan hasil : disepakatinya rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) atau kenaikan TTL akan dilakukan secara bertahap, sesuai Road Map kenaikan listrik. Pemerintah berencana untuk melakukan penyesuaian TTL dengan kenaikan 15% pada 2013. Penyesuaian TTL tersebut telah dibahas dalam Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI tentang Pembahasan dan Penetapan Asumsi Dasar Subsidi Listrik dalam RUU APBN TA 2013 pada tanggal 17 September 2012. Komisi VII DPR RI menyetujui usulan dari pemerintah mengenai subsidi sektor kelistrikan sebesar Rp 78,63 triliun dengan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pening-katan rasio elektrifikasi serta tidak membebani kepada rakyat kecil yaitu para pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA. Dengan kenaikan TTL sebesar 15%
pada 2013, dibutuhkan subsidi tahun berjalan sebesar Rp 78,63
triliun. Apabila tidak dinaikkan diperlukan Rp 93,52 triliun. Artinya, mendapat penghematan anggaran sebesar Rp 14,89 triliun jika kenaikan TTL 15% dilakukan. Penerima
subsidi
terbesar adalah dua golongan, yaitu R1/450 VA dan R1/900 VA (total: 39.180.800 pelanggan) yang mencapai 53,1% (Rp 41,76 triliun) dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2013. Para pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA berjumlah 40,8 juta atau 75% dari total pelanggan se Indonesia. Untuk pelanggan I3 dan I4 tidak akan mengalami kenaikan lebih dari 15%;
5.
Extractive Industries Tranparency Initiative (EITI)
60
Perkembangan kegiatan EITI Indonesia saat ini berfokus pada penyusunan laporan pertama dan mengomunikasikan transparansi industri ekstraktif ini seluas-luasnya kepada pemangku kepentingan. Secara umum, kemajuan cukup baik meskipun diwarnai dengan berbagai keterlambatan. Hal ini dapat dimaklumi karena pelaksanaan EITI ini memang baru untuk pertama kalinya. Kegiatan seperti pengadaan serta administrasi menjadi perhatian utama untuk mengejar kemajuan. Salah satu bagian dari penyusunan laporan adalah mengumpulkan hasil isian formulir pelaporan dari industri dan instansi pemerintah. Hingga saat ini, telah terkumpul sebanyak 126 formulir dari total 129 unit produksi migas dan pertambangan yang harus mengumpulkan. Tiga yang tak mengembalikan terdiri dari 2 perusahaan timah yang telah tutup dan 1 perusahaan IUP batubara di Kalimantan Timur. Di samping unit produksi, ada 27 mitra kontraktor migas (dari total 100) yang belum mengirim laporan. Dari instansi Pemerintah Pusat, 5 dari 6 instansi telah mengembalikan laporannya, yaitu (dahulu) BPMIGAS, Ditjen Migas, Ditjen Minerba, Ditjen Anggaran, dan Ditjen Perimbangan Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang dalam proses mengisi formulir pelaporan mereka. Hal ini karena data yang diisi oleh Ditjen Pajak tergantung pada pengumpulan lembar otorisasi untuk membuka data pajak dari perusahaan mineral dan batubara. Sebagian besar dari seluruh perusahaan wajib lapor telah memberikan lembar otorisasi pada saat mengirimkan laporan, tetapi sebagian lagi tidak mengirimkan. Hingga saat ini masih terdapat 6 perusahaan yang belum memberikan lembar otorisasi. Batas waktu pengembalian lembar otorisasi yaitu 19 November 2012. Bersamaan dengan kegiatan itu, dilaksanakan proses pengadaan rekonsiliator. Rekonsiliator independen adalah salah satu syarat untuk memproduksi laporan yang berkualitas. Proses ini telah dimulai sejak pertengahan tahun ini. Namun terjadi keterlambatan di mana salah satu penyebab keterlambatan adalah surat persetujuan (NO Objection Letter) dari Bank Dunia untuk setiap tahapan pengadaan yang berdampak pada lambatnya proses administrasi. Pada saat ini proses pengadaan telah selesai dan telah ditetapkan pemenangnya dan telah memulai pekerjaan penyusunan laporan rekonsiliasi. Tahap berikutnya adalah validasi, validasi pada intinya adalah mekanisme evaluasi dari pihak luar secara independen. Validasi ini dimaksudkan untuk memberikan penilaian secara menyeluruh atas semua stakeholder mengenai apakah pelaksanaan EITI telah
61
konsisten dengan Prinsip dan Kriteria EITI. Laporan validasi akan berisi tentang pembelajaran (lesson learned), informasi tentang permasalahan dan input yang dinyatakan oleh stakeholder, dan rekomendasi untuk pelaksanaan EITI di masa depan. Pelaksanaan validasi dilakukan oleh perusahaan Validator yaitu perusahaan yang memiliki sertifikasi khusus yang dikeluarkan oleh Sekretariat Internasional EITI untuk melakukan validasi. Validator akan diseleksi melalu proses lelang yang berlaku di Indonesia. Pembiayaan berasal dari APBN dengan perkiraan biaya sebesar USD 70 ribu. Proses validasi akan mengikuti persyaratan sesuai Peraturan EITI tahun 2011 yang dilakukan secara konsultatif antara validator dengan Tim Pelaksana dan Dewan EITI. Pada saat ini sedang proses pengadaan validator dan dijadwalkan selesai pada bulan Februari 2013, sedang pelaksanaan validasi direncanakan dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2013, di mana Laporan Validasi harus diserahkan kepada Dewan EITI pada bulan April 2013.
62
c.
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target 2012
Realisasi
Kinerja %
Peningkatan aksebilitas dan konektivitas
Pembangunan fisik baru dan peningkatan kapasitas jalan nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
4.360 Km
2.813 km
65 %
Pembangunan fisik baru panjang jalur kereta api termasuk jalur ganda
210 Km
291 km
139%
Persentase rumah tangga yang terlayani broad band (internet berkecepatan tinggi)
10%
11 km
110%
Ket Data per Sept 2012
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti sarana transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Infrastruktur transportasi berperan sebagai tulang punggung dalam proses produksi maupun dalam menunjang mobilisasi manusia dan distribusi komoditi ekonomi dan ekspor. Sarana dan prasarana lainnya seperti telekomunikasi, listrik, dan air juga merupakan elemen sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri, dan pertanian.
63
Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,7 persen. Untuk mencapai target tersebut maka infrastruktur harus didorong agar bisa menstimulasi iklim usaha dan tidak menimbulkan hambatan dalam distribusi barang, diperkirakan sekitar Rp 1,400 trilliun dibutuhkan untuk investasi sektor infrastruktur selama periode 2010-2014. Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu terwujudnya implementasi program kerja utama dimana salah satunya percepatan pembangunan infrastruktur, dimana pelaksanaannya telah dilakukan beberapa kegiatan antara lain melalui kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Penataan Ruang. Pada tahun 2012 telah ditetapkan 4 Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi yaitu Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat, sehingga total Perda RTRW Propoinsi sebanyak 14 telah ditetapkan. Selanjutnya telah diselesaikannya 137 dari total 398 RTRW Kabupaten dan 36 dari total 93 RTRW Kota. Masih ada 19 Provinsi, 196 Kabupaten dan 37 Kota yang belum menetapkan Perda RTRW. Pada tahun 2012, dilakukan kegiatan paduserasi yang dilaksanakan dalam rangka usulan perubahan kawasan hutan dan telah menyelesaikan kajian terpadu terhadap sepuluh provinsi berikut yaitu: Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Dari kesepuluh provinsi tersebut, baru Maluku Utara yang telah mendapatkan persetujuan Substansi Kehutanan. Sementara Aceh dan Papua Barat masih dalam proses pembahasan dan kajian tim terpadu. Banyaknya persoalan kehutanan dalam proses penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW),
mengakibatkan
terhambat
proses
penyelesaian
Perda
RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota. Dalam rangka mempercepat penyelesain perda RTRW tersebut maka pada tahun 2012 telah diselesaikan draft Mekanisme Percepatan Penyelesaian Perda RTRW Propinsi terkait kehutanan (Holding Zone) berupa Raperpres
dan peraturan
pelaksanaannya berupa SKB Tiga Menteri (Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteria Dalam Negeri) Regulasi Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena secara nasional berpengaruh sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan
64
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah di dalamnya yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Di dalam PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ditetapkan 76 KSN yang memiliki kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi, serta pertahanan dan keamanan. KSN ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Hingga saat ini, telah ditetapkan 4 (empat) Perpres RTR KSN Perkotaan yaitu RTR Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008), Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres 55/2011) dan Mebidangro (Perpres 62/2011). Sedangkan untuk Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan Pada tahun 2012 telah ditetapkan 3 Peraturan Presiden RTR Pulau, yaitu Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan, Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Jawa-Bali dan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sumatera. Selanjutnya,
telah
dilakukan
beberapa
pembahasan
Raperpres
KSN
dan
Pulau/Kepulauan di BKPRN, antara lain :Raperpres RTR KSN Taman Nasional Gunung Merapi; Raperpres RTR KSN Danau Toba; Raperpres RTR KSN Kawasan Borobudur dan Sekitarnya; Raperpres RTR KSN Perbatasan Kalimantan;Raperpres RTR KSN Perbatasan Maluku Utara dan Papua Barat; Raperpres RTR KSN Perbatasan Papua; Raperpres RTR KSN Perbatasan Nusa Tenggara Timur; Raperpres RTR KSN Perbatasan Maluku; Raperpres RTR Pulau Papua; Raperpres RTR Pulau Nusa Tenggara; dan Raperpres RTR Kepulauan Maluku. Terlaksananya Penyelesaian Konflik Rencana Pemanfaatan Ruang. Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, maka dibentuk Kelompok Kerja Bidang Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik (Pokja IV BKPRN), yang bertugas membantu Tim Pelaksana dalam koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik penataan ruang. Untuk itu, melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Selaku Ketua Tim Pelaksana BKPRN No. 339/KPTS/M/2012 menunjuk Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua Pokja IV BKPRN. Pada tahun 2012 ini telah dilakukan pembahasan konflik pemanfaatan ruang, yaitu :
65
Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pengembangan Kawasan Perumahan, Komersil dan Industri di Kecamatan Tigaraksa dan Balaraja Terkait Zone B6 dan P5 Perpres No. 54 Tahun 2008 di Kabupaten Tangerang, Banten; Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pembangunan Kawasan Perumahan dan Pariwisata Terkait Zona B6 dan P5 Perpres No. 54 Tahun 2008 di Kabupaten Tangerang, Banten; Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Perubahan Rekomendasi Pemanfaatan Ruang Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Terkait Regulasi Perpres No. 54 Tahun 2008 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Pembangunan PLTU Di Taman Wisata Alam Laut Daerah Ujungnegoro-Roban Terkait PP No. 26 Tahun 2008 di Kabupaten Batang, Jawa Tengah; Konflik Pemanfaatan Ruang Dalam RTRW Kabupaten Kebumen Sehubungan dengan Pertanahan; dan Pembahasan Rencana Pembangunan Bali International Park (BIP). Terlaksananya Koordinasi Kebijakan Pengembangan Wilayah. Kegiatan 3rd Steering Committee dan Pengesahan Strategic Plan Jabodetabek Metropolitan Priority Area (MPA). Pertemuan Steering Committee ke-3 dilaksanakan di Kota Tokyo pada bulan Oktober 2012 guna membahas dan menyepakati materi final yang meliputi isu-isu ekonomi, investasi dan perdagangan yang menjadi kepentingan bersama. Disepakati pula adanya Strategic Plan dan 5 proyek flagship dalam pengembangan Jabodetabek MPA. Kesepakatan pembangunan infrastruktur kawasan Jabodetabek adalah program MPA senilai Rp 410 T atau 3,4 T Yen, dimana 55 persennya dibiayai oleh swasta dan sisanya akan dilakukan dengan skema Public Private Partnership (PPP), APBN dan mekanisme lain. Dalam Program MPA Jabodetabek, telah ditetapkan 45 Priority Projects, 17 Fast Track Projects dan 5 calon Flagship Project, yaitu: Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) baik North South maupun East West; Development of a New International Cilamaya Port; Pembangunan Third Runway Soekarno-Hatta International Airport; Pengembangan New Academic Research Cluster dan Pembangunan Sewerage System in DKI Jakarta.
Hasil pemantauan dan Evaluasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam dan Sabang.
66
Penyusunan RPP tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pelabuhan dan Bandar Udara pada KPBPB Batam; penyusunan RPP Perubahan Wilayah KPBPB Batam; serta perencanaan Batam menjadi logistic base industri migas. Beberapa point sebagai hasil kegiatan tersebut adalah; Sebelum usulan pengembangan wilayah disampaikan kepada Dewan Nasional, maka beberapa hal yang perlu disiapkan antara lain; dukungan politik dari Pemkot, BP Batam dan DPRD; investor kunci dan business plan; master plan; kajian-kajian yang pernah dikerjakan; dan peta lokasi. Nantinya rapat Dewan Nasional akan menetapkan kebijakannya, jika diterima oleh Dewan Nasional maka akan ditindak lanjuti ke Presiden ijin prakarsa untuk perubahan PP No. 5 tahun 2011. Jika nantinya Presiden menyetujui akan ditindaklanjuti lagi sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 mengenai Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Terkait penyusunan RPP Pelabuhan dan Bandara, Kantor Menko menjadi pemrakarsa dan dengan demikian rumusannya akan dikoordinasikan dengan instansi terkait. RPP ini akan tetap mengacu pada PP 47/2009 tentang kebandar udaraan dan PP 61/2009 terkait kepelabuhanan serta UU 36/2000 tentang KPBPB. Terkait Pengembangan Batam sebagai logistic base akan coba di koordinasikan terkait usulan perubahan pada PMK 135/PMK.06/2009 pasal 5 yakni barang-barang yang masuk batam belum bmn dan jika DPIL baru terhitung BMN. KPBPB Sabang melakukan pengembangan mengacu pada business masterplan KPBPB Sabang, dalam tahapan pembangunan infrastruktur. Total anggaran operasional BP KPBPB Sabang bernilai Rp 392,2 M, dengan rincian 75% dari APBN dan 25% dari APBD Provinsi Aceh. Kegiatan pembangunan infrastruktur pada tahun 2013 sedang difokuskan saat ini adalah pembangunan pelabuhan di teluk Sabang dan infrastruktur pendukungnya seperti jalan akses dan dermaga container. Pada bulan Desember 2012, telah ada tiga kapal pesiar yang singgah di Sabang. Oleh karena itu sedang dipertimbangkan juga untuk mengembangkan industriindustri pariwisata serta pendukungnya. Sektor industri di kawasan Sabang hanya diberikan alokasi lahan sebesar 5 Ha dengan prioritas utama adalah industri perikanan. Hal ini dikarenakan untuk menjaga kawasan hutan di P. Weh sebagai kawasan hijau. Sementara untuk capaian Sekretariat KP3EI Tahun 2012 meliputi : Sekretariat KP3EI telah melakukan validasi/pemuktahiran data investasi sektor riil dan infrastruktur MP3EI
67
bersama Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja Konektivitas serta Tim Kerja Regulasi. Berdasarkan kegiatan tersebut total investasi MP3EI mengalami peningkatan dari Rp. 4.012 Trilliun menjadi Rp. 4.934Triliun yang terdiri dari atas investasi sektor riil sebesar Rp. 2.557,5 Triliun, investasi pengembangan konektivitas/infrastruktur sebesar Rp.2.372,9 Triliun dan investasi untuk SDM-IPTEK (biaya pelatihan) sebesar RP. 4.4 Triliun.
Untuk mempermudah faslitias penyediaan
enabler dalam rangka percepatan
realisasi realisasi sektor riil, Sekretariat KP3EI telah mengembangkan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang tersebar di seluruh Koridor Ekonomi. Berdasarkan kegiatan tersebut, telah diindikasikan sebanyak 151 KPI yang tersebar di seluruh Koridor Ekonomi dan 81 KPI diantaranya adalah KPI Prioritas. Total investasi pada KPI prioritas mencapai 69% dari total seluruh investasi MP3EI.
Sekretariat KP3EI dan Tim Kerja Koridor Ekonomi telah menyusun rencana aksi yang berisi detail kegiatan yang akan dilakukan oleh K/L terkait upaya untuk menyelesaikan masalah yang ada guna mempercepat realisasi investasi sektor riil maupun pembangunan infrastruktur. Pelaksanaan dari rencana aksi akan di-monitor dan difasilitasi secara terus menerus oleh KP3EI.
Rencana aksi tersebut juga akan memuat langkah-langkah dalam proses penyusunan ataupun revisi terhadap beberapa peraturan, yang terdiri dari 3 UU, 21 Peraturan Pemerintah (PP), 21 Peraturan Presiden (Perpres), 1 Keputusan Presiden (Keppres), 1 Inpres dan 10 Peraturan Menteri atau Kepala Badan.
Pelaksanaan Groundbreaking proyek investasi sektor riil dan pembangunan infrastruktur hingga Desember 2012 telah mencapai Rp. 624 Triliun (184 proyek) dengan rincian Rp. 412 Triliun (111 Proyek) untuk Groundbreaking tahun 2011 dan Rp. 212 Triliun (73 proyek) untuk Groundbreaking tahun 2012.
Penyelesaian permasalahan transportasi perkotaan tidak dapat dilakukan secara sektoral namun harus terintegrasi dalam rencana tata ruang untuk menjamin keberlanjutan
68
pengembangan kawasan perkotaan itu sendiri. Untuk itu telah diselenggarakan FGD di Bandung, Makassar, Denpasar, dan Medan dengan maksud menyediakan sarana bagi semua pihak untuk saling bertukar ide dan merumuskan rencana tindak lanjut ke depan dalam rangka percepatan perbaikan sistem dan jaringan transportasi perkotaan. Pembentukan OTJ dan penyusunan RITPJ merupakan bagian dari 20 Langkah Penanganan Transportasi Jabodetabek. RPerpres OTJ dan RITPJ telah disampaikan kepada Presiden dan hingga kini masih dilaksanakan kegiatan koordinasi dan harmonisasi dengan berbagai Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah terkait untuk dapat mempercepat penetapannya. Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa sampai dengan November 2012 sudah mencapai 65 %.. MRT Jakarta akan dibangun sepanjang 110.8 km, yang terdiri dari Koridor SelatanUtara (Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23.8 km dan Koridor Timur-Barat sepanjang 87 km. Pembangunan MRT dimulai dengan Koridor Selatan-Utara tahap pertama, yaitu jalur Lebak Bulus-Bundaran HI. Pembangunannya sampai saat ini belum dapat dilaksanakan karena masih dilakukan pembahasan terkait komposisi pembebanan pinjaman antara Pempus dan Pemprov DKI Jakarta. Untuk MRT Koridor Timur-Barat masih dalam tahap kajian skema pembiayaan dan pemilihan financial arrangement antara Pempus dan Pemda dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Perpres 53/2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, terbit pada bulan Maret 2012. Kemudian pada tanggal 28 Desember 2012, ditetapkan Permenhub Nomor PM 67/2012 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, sebagai pedoman dalam perhitungan IMO. Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penugasan Kepada PT Pelindo II (Persero) untuk membangun dan mengoperasikan Terminal Kalibaru Pelabuhan Tanjung Priok. PT Pelindo II (Persero) telah melakukan lelang konstruksi yang dimenangkan oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero). Saat ini PT Pelindo II (Persero) sedang menunggu izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup agar ground breaking dapat dilaksanakan.
69
Peraturan Presiden RI Nomor 02 Tahun 2012 tentang Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ditandatangani oleh Presiden RI tanggal 5 Januari 2012. Dalam melaksanakan tugasnya, KNKT dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan. Untuk melanjutkan proses pembentukan panitia KNKT, maka telah ditandatangani Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Anggota Keselamatan Transportasi. Sampai saat ini telah terdapat draft nama calon anggota Komite Nasional Keselamatan Transportasi tetapi belum disahkan. Pembahasan mengenai RPP Pengelolaan Pelabuhan Batam dan RPP Pengelolaan Bandara Batam, telah disampaikan berupa Surat Menko Perekonomian kepada Presiden untuk izin prakarsa. Perkembangan sampai akhir 2012, diputuskan beberapa hal terkait permasalahan pembangunan KSISS ini. Keputusan yang diambil tersebut antara lain adalah Pembangunan KSISS akan tetap dilanjutkan, dan tetap terintegrasi dengan Kawasan, Pembangunan tidak menggunakan APBN dan Inisiator harus dilibatkan dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan FS harus segera dilaksanakan. Jika semua permasalahan dapat diselesaikan pada akhir 2012 ini, maka FS harus sudah mulai dilaksanakan pada awal 2013. Terlaksananya koordinasi terkait kerjasama Indonesia-China. Untuk mendukung kerjasama tersebut, maka dibentuklah Working Group on Indonesia-China Economic Trade Five Year Cooperation Plan. Untuk itu dilakukan pembahasan Teknis Draft The Outline of Five Year Economic and Trade Cooperation Program Between Indonesia-China. Terlaksananya koordinasi terkait kerjasama Indonesia-Korea. Working Group on Construction and Infrastructur adalah bentukan dari Joint Task Force. Working Group membahas langkah-langkah untuk memfasilitasi proyek-proyek kerjasama yang sedang berlangsung dan proyek-proyek baru yang diusulkan.
70
d. Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Sasaran Strategis Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha (perbaikan peringkat penilaian investasi)
Indikator Kinerja Meningkatnya jumlah daerah yang membentuk lembaga PTSP
Meningkatnya jumlah daerah yang mendelegasikan kewenangannya kepada lembaga PTSP, khususnya untuk penyelesaian perizinan memulai usaha/starting business di daerah DKI dan Batam yang menjadi tujuan investasi
Meningkatnya jumlah PTSP didaerah yang dapat melakukan proses penyelesaian perizinan
Target 2012
Realisasi 2012
Kinerja %
Ket
477 di Provinsi, Kabupaten dan kota
468 di Provinsi, Kabupaten dan kota
98
-
2
1
50%
- Untuk di DKI Jakarta pelimpahan kewenangan terkendala karena adanya Perda yang memberikan kewenangan kepada dinasdinas sehingga pelimpahan kewenangan oleh Gubernur tidak dapat dilakukan - Untuk kota Batam pelimpahan kewenangan terkendala karena adanya proses perizinan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Batam dan Kota Batam
17 hari
>17
50%
Belum terlaksananya proses perizinan memulai usaha/starting business dalam waktu 17 hari karena: (a) 71
memulai usaha/starting business bidang investasi sesuai kesepakatan 4 (empat) Menteri dan Kepala BKPM selama 17 hari kerja
Meningkatnya peringkat Doing Business Indonesia pada tahun 2013 pada peringkat dibawah 100
masih banyak kewenangan yang belum didelegasikan kepada PTSP sehingga proses perizinan tidak dapat dilakukan secara terintegrasi satu tempat pelayanan; (b) adanya salah satu komponen perizinan memulai usaha/starting business terkait dengan izin tenaga kerja yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen dimaksud 75
129
58
Karena PTSP DKI Jakarta yang dijadikan barometer oleh IFC/World Bank dalam melakukan survey pemeringkatan pelayanan perizinan masih belum sesuai dengan target waktu 17 hari dan biaya perizinan masih mahal
Dalam rangka terwujudnya implementasi program kerja utama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dimana salah satunya adalah Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha, telah dilakukan evaluasi dan analisis terhadap capaian kinerja sebagai berikut :
72
1) Meningkatnya jumlah daerah yang membentuk lembaga PTSP dari target sebanyak 477 lembaga di Provinsi dan Kapupaten/kota telah tercapai sebayak 468 lembaga di Provinsi, dan Kabupaten/Kota karena ada beberapa Kapupaten/kota yang belum membentuk lembaga PTSP. 2) Meningkatnya jumlah daerah yang mendelegasikan kewenangannya kepada lembaga PTSP, khususnya DKI Jakarta dan Batam, kedua wilayah tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal, karena untuk DKI Jakarta pelimpahan kewenangan terkendala karena adanya Perda yang memberikan kewenangan kepada dinas-dinas sehingga pelimpahan kewenangan oleh Gumernur tidak dapat dilakukan. 3) Berkurangnya jumlah hari dalam pengurusan perijinan memulai usaha/starting business paling lama 17 hari kerja, namun dalam pelaksanaannya masih banyak yang diatas 17 hari kerja, belum terealisasinya starting business paling lama 17 hari kerja. Karena: a. masih banyak kewenangan yang belum didlegasikan kepada PTSP sehingga proses perizinan tidak dapat dilakukan secara terintegrasidatu tempat pelayanan; b. adanya salah satu komponen perizinan memulai business terkait dengan izin tenaga kerja yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen dimaksud. 4) Meningkatnya Doing Business Indonesia pada tahun 2013 dibawah peringkat 100 atau target pada posisi 75, namun ternyata peringkat doing business pada tahun 2012 menurun dari 126 menjadi peringkat 129, karena PTSP DKI yang barometer oleh IFC/World Bank dalam melakukan survey pemeringkatan pelayanan perizinan masih belum sesuai dengan target waktu 17 hari dan biaya perizinan masih mahal 5) Untuk Rekomendasi kebijakan industri dan perdagangan yang terimplementasikan dengan target capaian IKU 85%, dan realisasi capaiannya 83%, sehingga diperoleh capaian kinerja 98%, hal tersebut dikarenakan : a. belum seluruhnya ada unit pengelola pada kementerian/lembaga yang telah berintegrasi delam portal INSW, dimana dari 18 kementerian/lembaga baru 16 kementerian/lembaga yang telah ada unit pengelola portal INSW. b. masih ada daerah-daerah yang belum mendelegasikan pengurusan izin kepada lembaga PTSP yang telah dibentuknya dan masih lamanya proses memulai usaha/ starting bussiness di beberapa daerah c. belum selesainya rancangan perubahan Perpres DNI dan belum terealisasinya rencana investasi di beberapa daerah 6) Sedangkan untuk Indeks efektifitas pelaksanaan kebijakan dibidang industri dan perdagangan, target capaian IKU 85%, dan dengan realisasi 82%, sehingga diperoleh capaian kinerja yang dicapai 96%, hal tersebut dikarenakan :
73
a. Masih ada peraturan-peraturan tentang kebijakan dibidang industri dan perdagangan yang belum dilaksanakan secara efektif. b. Masih ada kebijakan daerah yang tumpang tindih dengan kebijakan pusat 7) Prosentase penyelesaian kasus-kasus dibidang industri dan perdagangan, target capaian IKU 85%, dan dengan realisasi 84%, sehingga diperoleh capaian kinerja 99%, hal tersebut dikarenakan : a. Masih lemahnya peraturan pendukung kebijakan di bidang industri dan perdagangan b. Prosentase rekomendasi kebijakan logistik nasional yang terimplementasikan target 85%
dengan realisasi 85%, sehingga kinerja yang dicapai 100%, yaitu dengan ditetapkannya Roadmap Sistem Logistik Nasional.
74
BAB IV PENUTUP
Sebagai lembaga yang melaksanakan kebijakan di bidang perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah memberikan kontribusi dalam memajukan perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil penghitungan terhadap capaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2012 terhadap sasaran strategis terwujudnya implementasi program kerja utama, dengan nilai komposit indeks 87 (BAIK), meningkat 3.35 point dari tahun 2011.
Pada tahun 2011, hasil capaian kinerja terhadap komposit indeks dari Ketahanan Pangan, Ketahanan Energi, Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha, berada pada nilai 83.65.
Pengukuran Capaian Target IKU tahun 2012, disamping dilakukan terhadap ke empat indeks tersebut, juga dilakukan terhadap sasaran strategis lainnya, yaitu Keselarasan pengelolaan Fiskal dan Moneter dan Meningkatnya peran Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi luar negeri yang menunjukkan hasil yang BAIK.
Implementasi keberhasilan capaian Kinerja tersebut, merupakan capaian outcome Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam melakukan tugas dan fungsinnya sebagai lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi kebijakan di bidang Perekonomian.
Sementara itu di tahun 2012 untuk pertama kalinya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendapatkan predikat ” WTP tanpa catatan” dari BPK, setelah selama beberapa tahun sebelumnya mendapat predikat WTP dalam Pengelolaan Keuangan Negara.
75
Pada tahun 2012 pula, Kemenko Perekonomian telah menggunakan rencana aksi yang merupakan rincian kegiatan dari setiap IKU untuk mempermudah pencapaian target-target yang telah ditetapkan didalam PK pada masing-masing unit kerja. Terhadap Capian Target IKU semesteran telah disampaikan kepada unit kerja Eselon I untuk dijadikan pembanding, sehingga mendorong kompetisi kinerja kearah yang lebih baik di masing-masing unit kerja.
Tantangan kedepan, diusahakan Kementerian Koordinator segera dapat membangun sistem pengumpulan data kinerja online secara memadai, serta dapat memakai evaluasi penilaian kinerja individu terkoneksi kedalam sistem karier, perbaikan manajemen, dan remunerasi.
Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari dukungan, kerjasama semua pihak dalam melakukan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus berbenah diri dalam rangka meningkatkan hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja pada masa yang akan datang.
76