KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN KINERJA DEPUTI BIDANG KOORDINASI PANGAN DAN PERTANIAN
2015
KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP KIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP
LAKIP 2015 _______________________________________________________
i
Soal Pangan adalah Soal Hidup Matinya Bangsa! Pidato Bung Karno pada saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia—kelak bernama Institut Pertanian Bogor (IPB), 27 April 1952.
Sumber: http://www.berdikarionline.com/bung-karno-soal-pangan-adalah-soal-hidup-matinya-bangsa
LAKIP 2015 _______________________________________________________
ii
Ringkasan Eksekutif -Kedaulatan Pangan merupakan salah satu Sektor Unggulan Nasional pada Nawacita Pemerintah Jokowi-JK yaitu pada Agenda Prioritas ke-7: Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 5 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian memiliki peran strategis dengan tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian. Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015-2019, telah disusun 3 Sasaran Strategis (SS) dan 4 Program Lintas Kerja. Pencapaian ketiga Sasaran Strategis (SS) pada tahun 2015 menunjukkan hasil yang menggembirakan. SS 1, yaitu terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang pangan dan pertanian yang berhasil dicapai dengan predikat SANGAT BAIK karena realisasi capaian (100%) melebihi target yang telah ditetapkan (85%). Begitu juga dengan SS 2, yaitu terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan pertanian, serta SS 3, yaitu terwujudnya efektivitas tata kelola pangan dan pertanian, yang juga dicapai dengan kriteria SANGAT BAIK. Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian, yaitu: (i) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan; (ii) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor; (iii) Koordinasi
ketersediaan
sarana
prasarana
pangan
dan
pertanian;
dan
(iv)
Penanggulangan kemiskinan petani. Pencapaian 4 (empat) Program Lintas Kerja tersebut juga menggembirakan. Produksi pangan yang capaian produksinya melebihi target adalah padi dan bawang merah. Ketersediaan pangan mayoritas mengalami surplus kecuali pada komoditas kedelai, kacang tanah, dan daging sapi. Adapun pergerakan harga pangan secara year on year (yoy) menunjukkan pola yang cukup stabil. Adapun yang mengalami
LAKIP 2015 _______________________________________________________
iv
penurunan di atas 1% dibanding yoy tahun sebelumnya antara lain cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, dan kedelai. Adapun komoditas yang cukup berfluktuatif harganya dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang putih, telur dan daging ayam ras. Capaian program pengembangan komoditi berorientasi ekspor untuk komoditas kelapa sawit dan karet mengalami penurunan ekspor di tahun 2015, sedangkan teh, kakao, dan perikanan mengalami kenaikan ekspor. Capaian program koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian di antaranya pencetakan sawah baru seluas 23.000 ha di Kabupaten, perluasan pertanian di lahan kering sebesar 250 ribu ha, rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 1.651.356 ha; Desa Mandiri Benih telah dimulai di 800 desa yang tersebar di 32 provinsi; dan pendirian 897 unit dimana 703 unit sudah berjalan dan 194 unit dalam proses pemberkasan. Program penanggulangan kemiskinan petani antara lain kegiatan pendahuluan pada Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian, dan asuransi pertanian. Namun di tahun 2015, terjadi peningkatan jumlah petani miskin, penurunan Nilai Tukar Petani (NTP), dan penurunan pendapatan per kapita petani yang disebabkan oleh terjadinya fenomena el nino dan gagal panen. Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 dalam menangani Quick Wins
Kementerian, yaitu Ketersediaan Beras dan Stabilisasi Harga Pangan juga SANGAT BAIK. Ketersediaan beras sepanjang tahun 2015 secara umum mengalami surplus tiap bulan kecuali pada Januari, Oktober, November, dan Desember sebagai dampak dari fenomena el nino. Harga Pangan cukup stabil ditandai oleh inflasi bahan makanan pada periode Januari-Desember 2015 (tahun kalender) sebesar 4,84%; lebih rendah dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 (11,83%) dan 2014 (10,88%). Berdasarkan capaian sasaran strategis serta program lintas kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian, masih perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian di bidang Pangan dan Pertanian terutama dalam pencapaian program pengembangan komoditas ekspor dan penanggulangan kemiskinan petani. Adapun sasaran strategis dan program yang sudah sesuai atau melebihi target, diharapkan dapat terus dipertahankan. Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan kedepan di tahun 2016 adalah :
LAKIP 2015 _______________________________________________________
v
a.
Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12 bulan, serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat kondisi yang terjadi pada kementerian/lembaga terkait.
b.
Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah dan hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah ditetapkan dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita terkait kedaulatan pangan.
c.
Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.
d.
Rekomendasi yang belum terselesaikan pada tahun 2015, agar ditindaklanjuti pada tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang sudah diselesaikan, agar dipantau dan dievaluasi implementasinya.
e.
Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan oleh masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan target yang telah direncanakan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
vi
Daftar Isi -Hal. KATA PENGANTAR
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1. Umum
1
1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
2
A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi
2
B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
3
C. Aspek strategis
5
D. Isu Strategis
6
BAB II. PERENCANAAN KINERJA
8
2.1. Rencana Strategis (Renstra)
8
2.2. Sasaran Strategis
9
2.3. Rencana Kerja (Renja) 2015
10
2.4 Perjanjian Kinerja (PK) 2015
11
2.5 Pengukuran Kinerja
13
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
17
3.1. Capaian Kinerja
17
A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1)
17
B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2)
25
C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3)
33
D. Rekapitulasi Capaian Kinerja
34
E. Capaian Program Lintas Kerja
35
a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan
36
b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor
46
c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian
58
d) Penanggulangan Kemiskinan Petani
62
3.2. Realisasi Anggaran
67
BAB IV. PENUTUP
70
LAMPIRAN
71
LAKIP 2015 _______________________________________________________
vii
Daftar Tabel -Hal. 2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019
9
2.2 Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015
11
2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015
12
3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan
17
3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan
18
3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan
19
3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura
23
3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian
24
3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis
24
3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan
25
3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi
26
3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I
28
3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan
33
3.11. Capaian Kinerja Tian Sasaran dan Indikator Kinerja
34
3.12. Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013-2014
35
3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015
37
3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)
38
3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)
39
3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan
40
3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan
44
3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional
48
3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014
51
3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015
58
3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian Tahun 2015
59
3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014
61
3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015
67
3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015
67
LAKIP 2015 _______________________________________________________
viii
Daftar Gambar -Hal. 1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
4
1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi
5
2.1. Visi, Misi, dan Tujuan
8
3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015
41
3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015
43
3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015
46
3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 – 2015
48
3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015
49
3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015
50
3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh
50
3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015
64
3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015
66
3.10. Pendapatan per kapita petani, 2010-2015
66
3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015
69
3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015
69
LAKIP 2015 _______________________________________________________
ix
Daftar Singkatan -APBN API Asdep BPDP BPOM BPS BULOG BUMN CBP CPO HBKN IHK IKU IP K/L KPA KUR LP2B MDM NAMPA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Angka Pengenal Impor Asisten Deputi Badan Pengelola Dana Perkebunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pusat Statistik Badan Urusan Logistik Badan Usaha Milik Negara Cadangan Beras Pemerintah Crude Palm Oil Hari Besar Keagamaan Nasional Indeks Harga Konsumen Indikator Kinerja Utama Indeks Pertanaman Kementerian/Lembaga Kuasa Pengguna Anggaran Kredit Usaha Rakyat Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Mechanically Deboned Meat National Meat Processors Association
NTP PAKDE PDB Permentan Perpres PK PMK PP PSO PTT QW Renja RENSTRA RPerpres RPJMN RPP SRG SS UU yoy
Nilai Tukar Petani Paket Deregulasi Produk Domestik Bruto Peraturan Menteri Pertanian Peraturan Presiden Penetapan Kinerja Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Pemerintah Public Service Obligation Pegawai Tidak tetap Quick Wins Rencana Kerja Rencana Strategis Rancangan Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Rancangan Peraturan Pemerintah Sistem Resi Gudang Sasaran Strategis Undang-Undang year on year
LAKIP 2015 _______________________________________________________
x
Bab I --
PENDAHULUAN
1.1. Umum Ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan pangan memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan nasional. Presiden Soekarno pernah berpidato bahwa Pangan
merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”. Oleh karena itu, perlu usaha secara besarbesaran, radikal, dan revolusioner. Kedaulatan Pangan menjadi agenda Prioritas pada Nawacita Pemerintahan yaitu Sub Agenda Prioritas pada Agenda Prioritas ke-7: Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik dan menjadi salah satu Sektor Unggulan Nasional. Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun Nomor 7 Tahun 2012, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka tiap K/L wajib menyusun LAKIP sebagai wujud pertanggungjawaban instansional yang
menggambarkan tentang akuntabilitas
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah. Oleh karena itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian perlu menyusun LAKIP sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kinerja selama tahun 2015 dan sekaligus sebagai sumber evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja tiap unit organisasi di bawahnya.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
1
1.2. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi a) Kedudukan Berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 5 Tahun 2015 tentag Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator. b) Tugas Pokok Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang Pangan dan Pertanian. c) Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pangan dan pertanian; b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pangan dan pertanian; c.
koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilisasi harga pangan;
d. pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan stabilisasi harga pangan;
LAKIP 2015 _______________________________________________________
2
e. koordinasi dan sinkronisasi, perumusan, dan pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan komoditi berorientasi ekspor; f.
koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian;
g. koordinasi, sinkronisasi, dan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan kemiskinan petani; h. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pangan dan pertanian; dan i.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator.
B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia a) Organisasi Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian dibantu oleh 5 (lima) Asisten Deputi, yaitu: 1) Asisten Deputi Pangan; 2) Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan; 3) Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura; 4) Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian; 5) Asisten Deputi Agribisnis. Asisten Deputi (Asdep) mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang masing-masing terkait pangan dan pertanian. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, masing-masing Asdep dibantu oleh 2 (dua) Kepala Bidang dan Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas pokok Kepala Bidang adalah melaksanakan penyiapan bahan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemantauan,
LAKIP 2015 _______________________________________________________
3
analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah dan kegiatan di bidang yang menjadi tugasnya. Selanjutnya masing-masing Kepala Bidang didukung oleh 2 (dua) Kepala Sub Bidang dan beberapa staf/kelompok jabatan fungsional. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian selengkapnya disajikan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Struktur di atas merupakan nomenklatur baru yang ditetapkan di tahun 2015 setelah sebelumnya bernama Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati. Susunan dan nomenklatur Eselon II juga sedikit berbeda dengan tahun 2014, yakni (i) Kelautan ditangani unit eselon II di Kemenko Kemaritiman; (ii) Asisten Deputi Kehutanan menjadi bagian dari Deputi lain; (iii) Asisten Deputi Agribisnis merupakan unit Eselon II baru.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
4
b) Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 sebanyak 46 orang, terdiri dari 39 PNS dan 7 Pegawai Tidak Tetap (PTT). Sedangkan berdasarkan pendidikan, S3 sebanyak 2 orang, S2 sebanyak 20 orang, S1 sebanyak 19 orang, Diploma 1 orang, dan SLTA 4 orang, sebagaimana terlihat pada gambar berikut: 25 20 20
14 19
11
10
5
15
5
1
10 4
5
2
1
0 S3
S2
S1
D2
SLTA
Gambar 1.2. Jumlah SDM Menurut Pendidikan dan Eselonisasi
Struktur SDM di atas telah cukup ideal dalam mendukung tugas yang dijalankan, meskipun dari 20 jabatan Eselon IV yang ada baru 50% (10 jabatan) terisi. Namun, kekurangan tersebut paling tidak telah didukung oleh Pelaksana.
C. Aspek strategis 1. Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar dan sangat penting dalam
pembangunan
pertanian.
Indonesia
dikenal
sebagai
pusat
keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sumberhayati berasal dari tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000 jenis jamur, 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
5
2. Indonesia juga memiliki sumberdaya biofisik yang cukup beragam untuk mendukung pengembangan pertanian antara lain adalah ketersediaan lahan, hara, dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah, sinar matahari yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara dan organisme-organisme, serta setidaknya memiliki 47 ekosistem alami yang berbeda. 3. Ketersediaan lahan yang cukup besar sangatlah potensial pengembangan sektor pertanian. Indonesia memiliki luas daratan 191,09 juta hektar. Dari luas daratan tersebut, sekitar 95,81 juta hektar yang potensial untuk pertanian, yang terdiri dari 70,59 juta hektar berada di lahan kering, 5,23 juta hektar di lahan basah non rawa, dan 19,99 juta hektar di lahan rawa. 4. Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan merupakan potensi tenaga kerja pertanian. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumahtangga masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. 5. Pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat, saat ini kelas menengah di Indonesia berjumlah 45 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 135 juta pada tahun 2030. 6. Produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produk segar maupun olahan.
D. Isu Strategis 1. Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Pangan, antara lain mengenai : a. Penyusunan Rancangan PP Ketahanan Pangan dan Gizi yang mencakup Cadangan
Pangan
Pemerintah
dan
cadangan
Pangan
Pemerintah Daerah; Penganekaragaman Pangan dan perbaikan Gizi masyarakat; kesiapsiagaan
Krisis
Pangan
dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
penanggulangan
6
Krisis Pangan; Distribusi
Pangan; perdagangan
Pangan,
Bantuan
Pangan; pengawasan; Sistem Informasi Pangan dan Gizi; dan peran serta masyarakat. b. Penyusunan Inpres pengadaan gabah/beras dan penyalurannya untuk melindungi pendapatan petani c. Cadangan Beras Pemerintah untuk stabilisasi harga d. Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting e. Operasi Pasar Murah dan kelancaran Distribusi Barang f.
Penambahan cadangan Raskin 13 dan 14
g. Pengalihan beras komersial Bulog menjadi PSO h. Pengendalian harga beras i.
Revitalisasi data pangan nasional (beras, jagung, daging sapi, dan Gula)
2. Pengembangan komoditas Berorietasi Ekspor, antara lain mengenai : a. Pengembangan industri nasional berbasis karet alam b. Pembentukan BLU Kelapa sawit untuk penyerapan CPO dan peningkatan ekspor c. Perhitunagn produksi kakao nasional untuk kepastian data ekspor d. Peningkatan produktivitas Teh Rakyat dalam rangak peningkatan ekspor teh 3. Penyediaan sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian, antara lain mengenai : a. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan b. Perbaikan jaringan irigasi c. Penggunaan pupuk organik 4. Penanggulangan Kemskinan Petani, antara lain : a. Penyempurnaan sistem dan Mekanisme Pembiayaan KUR dan asuransi pertanian b. Pemenuhan tenaga penyuluhan c. Harmonisasi peraturan mengenai sistem penyuluhan nasional
LAKIP 2015 _______________________________________________________
7
Bab II --
PERENCANAAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis (Renstra) Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian merupakan bagian dari penjabaran dari Permenko Nomor 11 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 20152019. Renstra tersebut juga mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) sebagai turunan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Renstra yang di dalamnya mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Visi, Misi, dan Tujuan Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015-2019 telah ditetapkan Visi, Misi, dan Tujuan sebagai berikut: VISI Terwujudnya
koordinasi,
sinkronisasi,
dan
pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif
TUJUAN
dan berkelanjutan di bidang Pangan dan Pertanian
1) Terwujudnya ekonomi
pertumbuhan
yang
inklusif
dan
berkelanjutan di bidang pangan dan pertanian
MISI 1) Meningkatkan perumusan,
koordinasi penetapan,
dan dan
sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidang pangan dan pertanian 2) Meningkatkan
pengendalian
2) Terwujudnya kinerja organisasi yang baik di bidang pangan dan pertanian
pelaksanaan
kebijakan di bidang pangan dan pertanian
Gambar 2.1. Visi, Misi, dan Tujuan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
8
2.2.
Sasaran Strategis Sasaran strategis yang ingin dicapai Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan
Pertanian dalam rangka mewujudkan tujuan 1 terkait dengan“ Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan pertanian”, akan ditunjukkan dengan dan sasaran strategis 1 dan 2 sedangkan sasaran strategis 3 merupakan bagian dalam rangka mendukung terlaksananya kinerja
fungsi
deputi
dan
jajaran
dibawahnya,
diperlukan
kelengkapan
kelembagaan yang berfungsi untuk mengelola organisasi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, baik dalam hal penyediaan sarana, prasarana, SDM
yang
memadai
guna
menciptakan
suasana
kerja
yang
kondusif,
sebagaimana perincian sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di bidang pangan dan pertanian, yaitu: 1) SS 1: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang pangan dan pertanian; 2) SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan bidang pangan dan pertanian; 2. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pencapaian tujuan mewujudkan kinerja organisasi yang baik di bidang pangan dan pertanian, yaitu: 3) SS 3: Terwujudnya efektivitas tata kelola kebijakan bidang pangan dan pertanian yang baik; Tabel 2.1. Sasaran Strategis Tahun 2015-2019 Sasaran Strategis/Indikator
Target 2015
2016
2017
2018
Sasaran Program (Outcome) 1: Terwujudnya Koordinasi dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
9
2019
Sasaran Strategis/Indikator
Target 2015
2016
2017
2018
2019
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
90
90
90
90
90
Sinkronisasi Kebijakan Pangan dan Pertanian Indikator
Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi pangan dan pertanian yang diselesaikan
Sasaran Program (Outcome) 2: Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Pangan dan Pertanian Indikator
Persentase kebijakan bidang pangan dan pertanian yang terimplementasikan
Sasaran Program (Outcome) 3: Terwujudnya efektivitas tata kelola pangan dan pertanian yang baik Indikator:
Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian
2.3. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015 Rencana Kerja (RKT) merupakan penetapan rencana capaian terhadap target indikator kinerja berdasarkan sasaran strategis/sasaran program yang telah
LAKIP 2015 _______________________________________________________
10
ditetapkan dalam Renstra. RK menguraikan program/sasaran strategis yang terdiri dari beberapa Indikator Kinerja (IK) serta beberapa target yang harus dicapai oleh pengemban amanah dalam hal ini pimpinan unit kerja sebagai pembuat janji. Berikut uraian tabel Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Tahun 2015. Tabel 2.2. Rencana Kerja (Renja) Tahun 2015
Sasaran Program
Indikator Kinerja
Terwujudnya Koordinasi
Persentase hasil
dan sinkronisasi
rekomen dasi koordinasi
kebijakan Pangan dan
dan sinkronisasi
Pertanian
kebijakan pangan dan
Target
Alokasi 2015
2015
(juta rupiah)
100%
8.392
100%
2.983
90%
225
pertanian yang diselesaikan Terwujudnya
Persentase kebijakan
pengendalian
bidang pangan dan
pelaksanaan kebijakan
pertanian yang
Pangan dan Pertanian
terimplementasikan
Terwujudnya efektivitas
Persentase partisipasi
tata kelola pangan dan
stakeholders dalam
pertanian yang baik
kebijakan pangan dan pertanian
2.4.
Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015
Perjanjian Kinerja (PK) merupakan suatu bentuk kesepakatan kinerja yang harus diwujudkan oleh pimpinan unit kerja atau penerima amanah sebagai janji
LAKIP 2015 _______________________________________________________
11
atau tanggung jawab kepada atasannya yang harus dicapai dalam suatu waktu tertentu. Dokumen PK ditandatangani oleh pembuat janji (pimpinan/penerima amanah) dan pimpinannya. Dokumen PK nantinya akan dimanfaatkan oleh setiap pimpinan disusun setelah ada kejelasan mengenai alokasi anggaran. Hal ini dimaksudkan agar dokumen PK dapat disusun secara lebih realistis dengan mempertimbagkan ketersediaan sumber dana yang nyata akan diperoleh. Dokumen PK berfungsi sebagai alat untuk melaporkan capaian realisasi kinerja LAKIP dan sebagai acuan target dalam menilai keberhasilan organisasi. Penetapan Kinerja dilampiri dengan Perjanjian Kinerja. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian adalah terbagi ke dalam 3 sasaran program dan 3 indikator, dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2015
Sasaran Program
Indikator Kinerja
Terwujudnya Koordinasi dan
Persentase hasil rekomendasi
sinkronisasi kebijakan
koordinasi dan sinkronisasi
Pangan dan Pertanian
kebijakan pangan dan pertanian
Target 2015 100%
yang diselesaikan Terwujudnya pengendalian
Persentase kebijakan bidang
pelaksanaan kebijakan
pangan dan pertanian yang
Pangan dan Pertanian
terimplementasikan
Terwujudnya efektivitas tata
Persentase partisipasi
kelola pangan dan pertanian
stakeholders dalam kebijakan
yang baik
pangan dan pertanian
LAKIP 2015 _______________________________________________________
100%
90%
12
2.5. Pengukuran Kinerja
Sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 adalah terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang pangan dan pertanian, dengan indikator kinerja: Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan. Persentase
kebijakan
bidang
pangan
dan
pertanian
yang
terimplementasikan. Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian. Kriteria dan cara pengukuran capaian ketiga indikator kinerja tersebut di atas dijelaskan sebagai berikut: 1. Indikator persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan Koordinasi
dan
sinkronisasi
kebijakan
pangan
dan
pertanian
yang
dilaksanakan pada tahun 2015 dalam rangka untuk mengatasi permasalahan ketersediaan dan stabilisasi harga pangan, pengembangan komoditi berorientasi eskpor, ketersediaan sarana dan parasarana pangan dan pertanian, dan penanggulangan kemiskinan petani, dengan hasil yang dugunakan berapa persen
LAKIP 2015 _______________________________________________________
13
(%) rekomendasi yang dihasilkan dan diselesaikan sebagai dasar pengukuran persentasi hasil rekomendasi. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi dikatakan efektif apabila persentase rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan. Semakin banyak rekomendasi dan sinkronisasi yang diselesaikan dan ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga maka sasaran strategis: “Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan Pangan dan Pertanian” akan semakin baik. Koordinasi diartikan sebagai kegiatan untuk menyamakan
persepsi,
pemahaman dan langkah tindaklanjut pihak-pihak terkait (K/L, BUMN, Swasta) dalam merencanakan, menyusun dan melaksanakan sebuah kebijakan di bidang pangan dan pertanian. Dalam melaksanakan koordinasi kebijakan diperlukan dukungan dari pihak-pihak terkait, yaitu: Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, BKPM, BPN, BPS, Pemda, BUMN, dan Swasta. Melalui rapat koordinasi
yang
dilaksanakan
oleh
Deputi
Pangan
dan
Pertanian,
direkomendasikan tentang langkah-langkah dan pembagian tugas serta tanggung jawab masing-masing pihak sesuai kewenangannya untuk melaksanakan kebijakan bidang pangan dan pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
14
Persentase hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian dalam >45-100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi yang dihasilkan. Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 85 – 100%, artinya hasil koordinasi sangat baik. Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 65 – 85%, artinya hasil koordinasi baik. Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai 45– 65%, artinya hasil koordinasi kurang. Apabila rekomendasi yang diselesaikan mencapai <45%, artinya hasil koordinasi sangat kurang. Untuk menghitung persentase tersebut, masing-masing kegiatan rekomendasi yang diselesaikan dibagi dengan rekomendasi yang dihasilkan, hasilnya dikalikan 100%. 2. Indikator
Persentase
kebijakan
bidang
pangan
dan
pertanian
yang
terimplementasikan Dalam rangka pencapaian sasaran strategis Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian,
pada tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan
pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian yang menghasilkan sebanyak 5 rekomendasi, terdiri dari: rekomendasi kebijakan bidang pangan (1), kebijakan Peternakan dan Perikanan (1), kebijakan bidang perkebunan dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
15
hortikultura (1), kebijakan bidang Prasarana, Sarana Pangan dan Pertanian (1), dan kebijakan bidang prasarana, sarana pangan dan pertanian (1). Dari rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan koordinasi tersebut, sebanyak 5 rekomendasi (100%) sudah diimplementasikan oleh Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, dan Swasta. Capaian kinerja persentase rekomendasi yang dapat dimplementasikan sebesar 100% sesuai dengan target sebesar 100%. 3. Indikator Persentase partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian Pengukuran indikator kinerja manajemen Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian dalam pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi, serta pengendalian kebijakan bidang pangan dan pertanian dilakukan dengan pengukuran partisipasi stakeholder dalam kehadiran. Persentase partisipasi stakeholder koordinasi dan sinkronisasi, sera pengendalian kebijakan pangan dan pertanian dalam >45100%, dimana semakin besar, semakin baik koordinasi yang dihasilkan. Berdasarkan tiga pengukuran indikator persentase hasil kinerja deputi tersebut, selanjutnya dimasukan ke dalam rekapitulasi Capaian Kinerja Tiap sasaran dan indikator kinerja.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
16
Bab III --
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja A. Capaian Sasaran Strategis 1 (SS 1) Sasaran Strategis 1 (SS 1), yaitu Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan indikator kinerja persentase (%) hasil rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan pangan dan pertanian yang diselesaikan. Penilaian kinerja tiap kegiatan sebagaimana tertuang pada tabel 2.3 di Bab II. Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.1. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 1 Tiap Kegiatan Target Kegiatan
(1) Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura Koordinasi Kebijakan Bidang Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian Koordinasi Kebijakan Bidang Agribisnis Total
Realisasi
Capaian Rekomendasi Rekomendasi Rekomendasi (%) dihasilkan diselesaikan
Capaian (%) (5)/(2)
Kriteria
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
5
85
8
6
120
Sangat Baik
4
85
4
4
100
Sangat Baik
4
85
4
4
100
Sangat Baik
3
85
3
3
100
Sangat Baik
2
85
3
2
100
Sangat Baik
18
100
22
19
106
Sangat Baik
Pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja tiap kegiatan telah tercapai dengan SANGAT BAIK dan melebihi target yang ditetapkan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
17
Adapun perincian Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi tiap Kegiatan sebagaimana dijabarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 3.2. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Status
1.
Perlu penyelesaian (pembahasan) draft RPP tentang Ketahanan Pangan dan Gizi sebagai amanah UU Pangan No. 18 Tahun 2012
Terselesaikan
2.
Perlu penetapan (pembahasan) draft Inpres tentang Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah dalam rangka melindungi tingkat pendapatan petani (HPP), stabilisasi harga beras, pengamanan Cadangan Beras Pemerintah, dan penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Perlu penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk keperluan stabilisasi harga beras serta bantuan sosial.
Telah diterbitkan PP No. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, telah diundangkan pada tanggal 19 Maret 2015 sebagai amanah UU Pangan No. 18 Tahun 2012 Telah diterbitkan/ditetapkan Inpres No 5 Tahun 2015 tentang Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah tanggal 17 Maret 2015
3.
4.
5.
6.
Perlu segera diselesaikan draft Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting sebagai amanah UU Perdagangan No.7 Tahun 2014. Untuk menjaga kestabilan harga menjelang, saat dan setelah HBKN (Puasa, Idul Fitri dan Natal), K/L terkait perlu memonitor secara intensif pergerakan harga, malaksanakan Operasi Pasar Murah dan menjaga kelancaran distribusi barang oleh K/L Teknis serta keterlibatan Pemda.
Perlu penambahan 2 kali Raskin (ke-13 dan ke-14) untuk antisipasi dampak El Nino terhadap
Penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), telah dicairkan dana sebesar Rp. 1,5 T (setara 170 ribu ton) oleh KPA Dana CBP (di Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu). Telah diterbitkan Perpres No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, telah diundangkan tanggal 15 Juni 2015 Telah dilakukan monitoring harga oleh K/L terkait (BPS, Kemendag), Operasi Pasar Murah oleh K/L yang dikoordinir oleh Kemendag dan Pengaturan Distribusi Barang dikoordinir oleh Kemenhub serta instruksi ke Pemda oleh Kemendagri dalam rangka menjaga kestabilan harga menjelang, saat dan setelah HBKN (Puasa, Idul Fitri dan Natal) Telah dilaksanakan penyaluran tambahan 2 kali Raskin, dengan realisasi s/d Desember 2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________
18
Terselesaikan
Terselesaikan
Terselesaikan
Terselesaikan
Terselesaikan
No.
7.
8.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
ketahanan pangan dalam rangka menjaga tingkat daya beli di masyarakat khususnya yang berpendapatan rendah Perlu pengalihan stok beras komersial BULOG menjadi PSO dengan pertimbangan stok beras yang dikuasai Pemerintah semakin menipis dalam rangka menjaga kestabilan harga beras
terhadap pagu 1 tahun sebesar 98,17%
Perlu pengadaan beras Luar Negeri untuk memastikan kecukupan stok akhir tahun Pemerintah di Tahun 2015 dalam rangka pengendalian harga beras di pasaran dan antisipasi dampak El Nino
Status
Telah dilakukan proses pengalihan stok beras komersial BULOG menjadi PSO namun masih terkendala administrasi dan payung hukum sebagai dasar pengalihan tersebut. Akan ditindaklanjuti di Tahun 2016 Telah disepakati alokasi impor sebesar 1,5 juta ton sampai dengan Maret 2016. Per Desember 2015 terealisasi sebesar ±389 ribu ton
Belum terselesaikan
Belum terselesaikan
Tabel 3.3. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Status
1.
Rekomendasi hasil perhitungan angka konsumsi dan kebutuhan nasional produk peternakan dan perikanan dalam rangka pemenuhannya antara lain: a. Angka konsumsi daging sapi tahun 2015 diperkirakan sebesar 2,56 kg/kapita dengan jumlah kebutuhan 653.980 ton dan tahun 2016 diperkirakan 2,61 kg/kapitaq dengan kebutuhan 674.690 ton.
Telah diverifikasi dan disepakati pemenuhan kebutuhan produk perikanan produk peternakan dan perikanan yaitu:
Terselesaikan
b. Angka konsumsi ikan tahun 2015 diperkirakan mencapai 40,90 kg/kapita dengan kebutuhan sebesar 10,45 juta ton dan tahun 2016 sebesar
b. Ketersediaan ikan untuk konsumsi tahun 2015 diprediksi dari dalam negeri sebesar 13,16 juta ton dan diperkirakan surplus sebesar
a. Ketersediaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi tahun 2015 diprediksi dari produksi dalam negeri sebesar 416.090 ton dan impor 237.890 ton, sedangkan tahun 2016 dari produksi dalam negeri sebesar 441.761 ton dan melalui impor sapi bakalan kuartal I 200.000 ekor dan kuartal II 150.000 ekor, yang akan dievaluasi secara berkala.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
19
No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
43,88 kg/kapita dengan kebutuhan 11,35 juta ton.
c.
2.
Angka konsumsi garam rumah tangga 2,09 kg/kapita dengan kebutuhan tahun 2015 sebesar 533.915 ton dan tahun 2016 sebesar 540.268 ton.
Tindaklanjut Regulasi dan deregulasi di bidang peternakan dan perikanan, yaitu: a. Penyusunan Draft RPP tentang Pemasukan Ternak dan Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan, sebagai amanah Pasal 36E UU 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Status
2,71 juta ton untuk kebutuhan ekspor, sedangkan tahun 2016 dari produksi dalam negeri sebesar 15,65 juta ton dan diperkirakan surplus sebesar 4,30 juta ton untuk pemenuhan kebutuhan ekspor. Ketersediaan garam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga tahun 2015 dari produksi dalam negeri diperkirakan sebesar 3,65 juta ton, dan tahun 2016 sebesar 3,98 juta ton. Kelebihan produksi untuk memasok kebutuhan aneka industri dengan spesifikasi low grade dan medium grade. Penyelesaian draft regulasi dan deregulasi bidang peternakan dan perikanan yakni: a. Telah dilakukan harmonisasi RPP tentang Pemasukan Ternak dan Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan, dan diusulkan dimasukan dalam Paket Kebijakan Ekonomi untuk percepatan penyelesaiannya. c.
b. Penyusunan RPP Pulau Karantina sesuai Amanat UU 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sebagai amanah Pasal 36E UU 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
b.
Telah dilakukan pembahasan RPP tentang Pulau Karantina, dan diusulkan dimasukan dalam Paket Kebijakan Ekonomi untuk percepatan penyelesaiannya.
c.
c.
Telah diterbitkan Permentan No. 58 Tahun 2015 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke Dalam
Perlu revisi Permentan No. 139 Tahun 2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke Dalam
LAKIP 2015 _______________________________________________________
20
Terselesaikan
No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
WNRI, untuk mengakomodir pengaturan pemasukan daging sapi potongan secondary cut oleh BUMN dan BUMD dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga dan periode pemasukan dilakukan setiap 4 bulan dalam setahun.
Status
WNRI sebagai pengganti Permentan 139 Tahun 2014.
d. Dalam rangka implementasi Cetak Biru Persusuan Indonesia diperlukan payung hukum dalam penguatan koordinasi Kementerian/Lembaga dalam pengembangan persusuan nasional.
d.
Telah disusun Draft Perpres Koordinasi Pengembangan Persusuan Nasional, untuk dibahas dengan Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait.
e.
Perlu pengaturan penataan kesimbangan pasar perunggasan sehingga peternak menjual ayam hidup diatas harga pokok produksi (HPP) dan konsumen memperoleh harga yang wajar.
e.
Telah disusun Draft Permendag tentang Penataan Keseimbangan Pasar Ayam Ras.
f.
Perlu penyederhanaan persyaratan dokumen Gross Akte dalam proses izin usaha perikanan tangkap, karena telah disampaikan pada saat pendaftaran kapal perikanan di Kemenhub.
f.
Percepatan revisi Permen. KP No. 30 Tahun 2012 jo. Permen. KP No. 57 Tahun 2014 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
g. Diperlukan dukungan keringanan bea masuk guna peningkatan daya saing industri peralatan penunjang perikanan dalam investasi usaha hilir perikanan
g.
Usulan revisi PMK Nomor 132 Tahun 2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea masuk Atas Barang Impor, terkait pembebanan bea masuk terhadap barang: Aluminium dan tembaga untuk komponen cold storage dikategorikan seperti logam mulia; Elektronik kompresor dikategorikan barang elektronik; dan Nylon bahan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
21
No.
3.
Rekomendasi
Tindaklanjut kebijakan di bidang peternakan dan perikanan, yaitu: a. Peningkatan Produksi DOC FS ayam ras terjadi kelebihan sehingga perlu dilakukan inventarisasi dan verifikasi data populasi GGPS, GPS dan PS ayam ras perusahaan perunggasan b. Perlu dilakukan fasilitasi perusahaan konsorsium produsen ayam dengan Asosiasi NAMPA bersama K/L terkait untuk memverifikasi kemampuan produksi dan suplai MDM serta kebutuhan MDM dari anggota Asosiasi NAMPA.
c.
4.
Tindak Lanjut
Status
baku jaring ikan dikategorikan barang tekstil. Telah dikeluarkan kebijakan di bidang peternakan dan perikanan a. Kementan telah menetapkan kebijakan cutting ayam PS broeler dari target 6 juta ekor, dilakukan secara bertahap dan terealisasi sebanyak 2 juta ekor.
Terselesaikan
b. Telah diperoleh kesepakatan awal antara para pihak bahwa perusahaan konsorsium produsen ayam ras melalui ARPUIN akan mensuplai MDM ayam untuk memenuhi permintaan anggota NAMPA, dengan harga jual MDM 0,9 dari harga ayam hidup di kandang.
Perlu dilakukan penetapan c. alokasi impor 2015, karna berdasarkan hasil penelaahan kebutuhan garam untuk Industri Aneka Pangan spesifikasi high grade sebesar 397.207 ton.
Disepakati penetapan alokasi impor garam untuk Industri Aneka Pangan tahun 2015 sebesar 397.000 ton, dalam rangka pengendalian impor garam.
d. Perlu percepatan implementasi Sistem Resi Gudang untuk komditi rumput laut dalam rangka stabilisasi harga rumput laut sehingga industri pengolahan rumput laut memperoleh bahan baku yang wajar.
e.
Bappebti Kemendag telah penerapan Sistem Resi Gudang (SRG) untuk komoditi rumput laut melalui pilot project di Makassar sebagai, yang bekerjasama antara Bappebti Kemendag dengan Asosiasi Rumput Laut (ARLI) dengan menggunakan 2 gudang milik anggota ARLI
Usulan kebijakan bidang peternakan dan perikanan, yaitu: a. Perlu ditetapkan pulau kecil sebagai pulau karantina untuk
Tindaklanjut usulan kebijakan terkait bidang peternakan dan perikanan, yakni: a. Kementan mengusulkan Pulau
LAKIP 2015 _______________________________________________________
22
Terselesaikan
No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Status
tindakan karantina maksimal bagi sapi indukan asal impor dari negara atau zona bebas penyakit PMK. b. Perlu dilakukan penyusunan Roadmap Swasembada Garam Nasional 2015-2019, dalam rangka peningkatan kualitas produksi garam untuk memenuhi konsumsi dan aneka industri.
Naduk, Provinsi Bangka Belitung sebagai Pulau Karantina untuk proses pentetapan lebih lanjut. b. Draft Roadmap Swasembada Garam Nasional 2015-2019, penyelesaiannya telah diserahkan kepada Kemenko Bidang Kemaritiman, dengan memperhatikan Surat Seskab No.B-397/Seskab/8/2015 tanggal 5 Agustus 2015.
Tabel 3.4. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Status
1.
Pengembangan industri nasional berbasis karet alam
Terselesaikan
2.
Penghitungan angka produksi kakao secara terintegrasi
3.
Tercukupinya pasokan gula untuk konsumsi langsung
4.
Perbaikan tata niaga cabe, bawang, dan rempah
Telah disusun regulasi pengembangan proyek prioritas industri ban, pengaspalan jalanjalan nasional dengan bahan campuran karet, dan pembangunan infrastruktur pendukung dari hulu sampai hilir. Telah disusun tim penghitung produksi kakao yang terdiri atas K/L dan asosiasi terkait guna melakukan penghitungan angka produksi kakao dengan metodologi yang disepakati bersama. Telah disusun neraca kebutuhan gula dan upaya peningkatan kapasitas gula berbasis tebu. a) Telah disusun lokasi penanaman yang mendekati sentra konsumen, penanaman di musim kering basah, serta membangun kemitraan dengan industri pengolah untuk komoditi cabe dan bawang. b) Peningkatan akses pengelolaan rempah dari hulu sampai hilir.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
23
Terselesaikan
Terselesaikan
Terselesaikan
Tabel 3.5. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Status
1.
Percepatan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) secara numerik dan spasial
Terselesaikan
2.
Percepatan irigasi
3.
Peningkatan penggunaan pupuk organik
Draft Inpres tentang Percepatan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Penundaan Alih Fungsi Lahan Sawah Rehabilitasi jaringan primer sekunder seluas 486.000 ha Perbaikan jaringan irigasi tersier seluas 1.651.356 ha Draft kebijakan pengembangan dan penggunaan pupuk organik
perbaikan
jaringan
Terselesaikan
Terselesaikan
Tabel 3.6. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agribisnis No.
Rekomendasi
1.
Rekomendasi Penyempurnaan Sistem dan Mekanisme Pembiayaan KUR dan Asuransi Pertanian Perlunya harmonisasi UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan UU 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Nasional Pemenuhan tenaga pendamping/penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan melalui mekanisme yang tidak bertentangan dengan undangundang
2.
3.
Tindak Lanjut Menyusun grand design pembiayaan pertanian
Status kredit
Terselesaikan
Penerbitan Perpres sebagai turunan UU 23/2014 agar ada kejelasan Fungsi dan Kelembagaan Penyuluh di 3 (tiga) Kementerian dapat diakomodir Menyusun Perpres tentang
Terselesaikan
Pengangkatan Tenaga Penyuluh Kontrak menjadi Penyuluh ASN (PNS dan PPPK)
LAKIP 2015 _______________________________________________________
24
Terselesaikan
B. Capaian Sasaran Strategis 2 (SS 2) Sasaran Strategis 2 (SS 2), yaitu Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan bidang pangan dan pertanian. Pencapaian SS tersebut diukur dengan indikator kinerja persentase (%) kebijakan bidang pangan dan pertanian yang
terimplementasi. Pengendalian
pelaksanaan
kebijakan
dilakukan
melalui
kegiatan
monitoring dan evaluasi, kunjungan kerja dan kunjungan lapangan untuk melihat efektivitas pelaksanaan rekomendasi yang telah dilaksanakan. Dari hasil monitoring dan evaluasi kemudian dilakukan analisis pelaksanaan kebijakan. Berdasarkan hasil analisis kebijakan bahwa keberhasilan capaian kinerja pada pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian sangat baik. Adapun pencapaian kinerja
pengendalian
masing-masing kegiatan
ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.7. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 2 (Pengendalian) Tiap Kegiatan Target Kegiatan
(1) Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura Koordinasi Kebijakan Bidang Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian Koordinasi Kebijakan Bidang Agribisnis Total
Rekomendasi
Realisasi
Capaian Rekomendasi Rekomendasi (%) dihasilkan terimplementasi
Capaian (%) (5)/(2)
Kriteria
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1
85
1
1
100
Sangat Baik
1
85
1
1
100
Sangat Baik
1
85
1
1
100
Sangat Baik
1
85
1
1
100
Sangat Baik
1
85
1
1
100
Sangat Baik
5
100
5
5
100
Sangat Baik
LAKIP 2015 _______________________________________________________
25
Rekomendasi terimplementasi dapat kami rinci sebagai berikut: Tabel 3.8. Rekomendasi Hasil Pengendalian yang Terimplementasi No.
Rekomendasi
Tindak Lanjut
1.
Perlu deregulasi terkait Permendag No.19 Tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.
2.
Perlu revisi Permentan No. 139 Tahun 2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke Dalam WNRI, untuk mengakomodir pengaturan pemasukan daging sapi potongan secondary cut oleh BUMN dan BUMD dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga dan periode pemasukan dilakukan setiap 4 bulan dalam setahun. Perlunya Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula, untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres), sebagai debirokratisasi dengan mengawasi impor gula berdasarkan performance perusahaan, penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait, rakortas. Mekanisme akan diatur di revisi Permendag. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/MDAG/PER/6/2015, untuk menghilangkan IT hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin. Perlu Permendag yang merevisi Permendag No. 54 Tahun 2015 tentang Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO), dan Produk Turunannya, untuk menambah cakupan pemeriksaan Surveyor sebagai acuan bea keluar, sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai dintegrasikan dengan pemeriksaan Surveyor, dan pemeriksaan kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat konfirmasi untuk kepentingan bea keluar semata serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua kali pemeriksaan fisik yang menjadi kendala kelancaran ekspor CPO.
Telah diterbitkan Permendag No. 103 Tahun 2015 yang ditetapkan tanggal 8 Desember 2015. Telah diterbitkan Permentan No. 58 Tahun 2015 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke Dalam WNRI sebagai pengganti Permentan 139 Tahun 2014.
3.
4.
5.
Telah diterbitkan Permendag No. 117 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula
Telah diterbitkan Permendag No. 71 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura
Telah diterbitkan Permendag No. 90 Tahun 2015 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya
LAKIP 2015 _______________________________________________________
26
Rekomendasi hasil kinerja pengendalian di atas juga masuk dalam PAKET KEBIJAKAN EKONOMI khususnya JILID I. Deregulasi yang terkait dengan tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sebanyak 39 regulasi (10 regulasi baru berupa rekomendasi kebijakan kelapa sawit dan biodisel dan 29 deregulasi lainnya). Untuk regulasi kelapa sawit telah dikeluarkan berupa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Peraturan tersebut telah terimplementasikan berupa terbentuknya BPDP Kelapa Sawit. Sejak terbentuknya BPDP kelapa sawit pada Juni 2015 telah terkumpul dana sebesar 6,6 Triliun (28 Desember 2015), dan telah disalurkan untuk mandatory biodisel (B15) baru 465 miliar. Paket deregulasi pemerintah dalam rangka merespon pelambatan perekonomian global dan menata fundamental kebijakan untuk perbaikan perekonomian nasional, yang berdampak pada jatuhnya harga komoditi pangan dan pertanian, maka pemerintah telah mengambil langkah-langkah nyata melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui berbagai paket kebijakan ekonomi. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian lebih banyak terkait pada paket ekonomi tahap I dari seluruh paket kebijakan ekonomia tahap I s.d VIII. Paket kebijakan ekonomi tahap I difokuskan pada kebijakan fiskal, moneter, finansial, dan dan sektor riil, dengan menderegulasi sebanyak 134 peraturan, dimana 116 harus selesai di bulan September, 10 di bulan Oktober, dan 8 PP harus selesai di bulan Desember, dengan perincian sebagai berikut:
LAKIP 2015 _______________________________________________________
27
Tabel 3.9. Progress Paket Deregulasi (PAKDE) Tahap I
Deregulasi Paket I dari jumlah 134 deregulasi tersebut yang terkait dengan Deputi Pangan dan Pertanian sebanyak 29 deregulasi terbagi ke dalam: a) Kemudahan Investasi 5 (3 RPP, 2 Permen), Efisiensi Industri 2 (2 Permen), Kelancaran Perdagangan 15 (3 RPP, 10 Permen, 2 Perka), Kepastian Bahan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
28
Baku Sumber Dalam Negeri 7 (1 PP, 1 Perpres, 5 Permen), dengan perincian sebagai berikut : a. Kemudahan Investasi 1) PP yang melaksanakan UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, untuk
memberikan
grandfather
clause
bagi
investasi
perkebunan
hortikultura. 2) PP yang merevisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. 3) RPP Usaha Wisata Agro Hortikultura. 4) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, untuk merubah pasal 14 yang mewajibkan divestasi kepada koperasi pekebun setempat. 5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi Peraturan
Menteri
Kehutanan
Nomor
P.16/Menhut-II/2014
tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. b. Efisiensi Industri 1) Pencabutan
Permenperin
No.
35/2015
tentang
Perubahan
atas
Permenperin No. 87/2013 tentang Pemberlakuan SNI minyak goreng sawit secara wajib untuk membatalkan kewajiban penjualan minyak goreng dalam kemasan dengan tujuan fortifikasi. 2) Revisi PMK
No.
176/2009 dan
Permenperin
No.
19/2010 untuk
menghilangkan persyaratan rekomendasi dalam rangka pemberian faslitas bea masuk bagi restrukturisasi/pengembangan industri serta multi tafsir pada kata “dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi …”.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
29
c.
Kelancaran Perdagangan dan Logistik : 1) RPP tentang Otoritas Veteriner. 2) RPP tentang perubahan kedua atas PP Nomor 10 tahun 2010 tentang tata cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. 3) RPP tentang Perubahan Kedua Atas PP nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. 4) Permendag yang menghilangkan kewajiban verifikasi surveyor (LS) dalam persyaratan
ekspor
Beras
berdasarkan
Permendag
No.
19/M-
DAG/PER/3/2014, sebagai debirokratisasi perizinan ekspor, karena sudah diawasi dengan SPE Beras dan tidak memerlukan penelitian laboratorium. 5) Permendag yang merevisi Permendag No. 54 Tahun 2015 tentang Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO), dan Produk Turunannya, untuk menambah cakupan pemeriksaan Surveyor sebagai acuan bea keluar, sehingga pemeriksaan fisik oleh Bea dan Cukai dintegrasikan
dengan
pemeriksaan
Surveyor,
dan
pemeriksaan
kepabeanan oleh Bea dan Cukai bersifat konfirmasi untuk kepentingan bea keluar semata serta debirokratisasi dengan mengintegrasikan dua kali pemeriksaan fisik yang menjadi kendala kelancaran ekspor CPO. 6) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Perubahan
Kelima
Atas
Keputusan
Menteri
Perindustrian
Dan
Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula, untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin (sebaiknya kebijakan perdagangan gula ini di tetapkan dengan Perpres), sebagai debirokratisasi dengan mengawasi impor gula berdasarkan performance perusahaan, penentuan di tentukan bersama Kementerian terkait, rakortas. Mekanisme akan diatur di revisi Permendag. 7) Permedag yang merevisi Permendag No 67/M-DAG/PER/11/2013 jo Permendag
No
10/M-DAG/PER/1/2014,
untuk
menghilangkan
SKPLBI/SPKPLBI sebagai izin penggunaan label berbahasa Indonesia menjadi pengawasan dengan sistem post audit di pasar dalam negeri.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
30
8) Permendag yang merevisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang ketentuan impor dan ekspor beras, untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin dalam impor beras kebutuhan industri. 9) Permendag yang merevisi Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-DAG/PER/6/2015, untuk menghilangkan IT hortikultura dan Surat Pertimbangan Teknis Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kemenperin. 10) Permendag yang merevisi Permendag No. 528/MPP/7/2002 tentang Ketentuan Impor Cengkeh, untuk menegaskan perizinan online dan menghilangkan persyaratan API dalam pengajuan perizinan. 11) Permentan yang merevisi Permentan Nomor 39/Permentan/SR.140/7/2015 tentang Pendaftaran Pestisida, untuk meningkatkan pengawasan dan memperberat sanksi peredaran pestisida. 12) Permentan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Syarat, tata Cara dan Standar Operasional prosedur pemberian rekomendasi teksnis izin usaha di bidang pertanian dalam rangka penanaman Modal. 13) Permenhub yang merevisi Permenhub nomor 32 tahun 2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang diangkut dengan pesawat udara, untuk memberikan perlakuan prioritas untuk ekspor produk hortikultura (sayur, bunga, buah). 14) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia 15) Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
31
d. Kepastian Bahan Baku Sumber Dalam Negeri 1) RPP Pemasukan Ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu yang berasal dari negara asal pemasukan atau zona dalam suatu negara asal pemasukan. 2) Perpres yang merevisi Perpres 172 tahun 2014 tentang Perubahan ketiga atas Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan / Jasa Pemerintah, untuk memasukan benih hortikultura melalui pengadaan langsung. 3) Permendag yang merevisi Permendag 39 Tahun 2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun untuk memberikan kemudahan pengadaan impor waste paper, skrap baja, dll sebagai bahan baku industri, sebagai deregulasi untuk memberikan kelancaran bahan baku industri. 4) Permendag
yang
mencabut
Permendag
No.
61/2004
Tentang
Perdagangan Gula Antar Pulau (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 334 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian, untuk mengatasi kendala kelancaran arus barang. 5) Permentan yang merevisi Permentan No.2 Tahun 2014 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina, untuk mempersingkat alur benih yang terlalu panjang akan menghambat penyediaan logistik benih. 6) Permentan
yang
merevisi
Permentan
Nomor
139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, untuk memperluas negara asal impor sebagai bahan baku kebutuhan industri dalam negeri. 7) Permendag yang merevisi Permendag No. 58/2012 ttg Ketentuan Impor Garam; Permenperin No. 134/2014 tentang Roadmap Garam Industri, untuk menghilangkan rekomendasi Kemenperin.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
32
C. Capaian Sasaran Strategis 3 (SS 3) Sasaran Strategis 3 (SS 3), yaitu Terwujudnya efektivitas tata kelola
pangan dan pertanian yang baik. Pencapaian SS tersebut diukur dengan indikator kinerja persentase (%) partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan
pertanian. Adapun pencapaian kinerja masing-masing kegiatan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.10. Target dan Realisasi Capaian Kinerja SS 3 Tiap Kegiatan Realisasi Rata-rata Rata-rata Peserta yang Capaian (%) Peserta yang diundang (4)/(3) dihadir
Kegiatan
Target Capaian (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
90
25
30
120
Sangat Baik
90
25
30
120
Sangat Baik
90
25
30
120
Sangat Baik
90
20
25
125
Sangat Baik
90
25
30
120
Sangat Baik
90
120
145
121
Sangat Baik
Koordinasi Kebijakan Bidang Pangan Koordinasi Kebijakan Bidang Peternakan dan Perikanan Koordinasi Kebijakan Bidang Perkebunan dan Hortikultura Koordinasi Kebijakan Bidang Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian Koordinasi Kebijakan Bidang Agribisnis Total
Kriteria
Tabel di atas memperlihatkan bahwa tata kelola kebijakan pangan dan pertanian sudah berjalan efektif yang ditunjukkan dengan kriteria SANGAT BAIK pada masing-masing Kegiatan. Capaian ini diharapkan akan terus dipertahankan pada tahun-tahun mendatang untuk kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
33
D. Rekapitulasi Capaian Kinerja Berdasarkan pengukuran kinerja tiap kegiatan di atas, maka Capaian Kinerja Deputi Pangan dan Pertanian Tahun 2015 selengkapnya disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.11. Capaian Kinerja Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja tahun 2015 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Terwujudnya
Persentase hasil
Koordinasi dan
rekomedasi koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
sinkronisasi kebijakan
Pangan dan Pertanian
pangan dan pertanian yang
Target
Realisasi
Capaian
Capaian
(%)
(%)
100
106
Sangat Baik
100
100
Sangat Baik
90
121
Sangat Baik
Kriteria
diselesaikan Terwujudnya
Persentase kebijakan
pengendalian
bidang pangan dan
pelaksanaan kebijakan
pertanian yang
Pangan dan Pertanian
terimplementasikan
Terwujudnya efektivitas
Persentase partisipasi
tata kelola pangan dan
stakeholders dalam
pertanian yang baik
kebijakan pangan dan pertanian
Tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam penetapan kinerja dengan realisasinya. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Kooordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 dinyatakan “sangat baik” (pencapaian lebih dari 85%) dan melebihi target yang ditetapkan. Perkembangan capaian kinerja Deputi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini sebagaimana diunjukkan pada capaian kinerja Deputi Tahun 2013-2014, seperti dalam Tabel berikut :
LAKIP 2015 _______________________________________________________
34
Tabel 3.12 : Capaian Kinerja Deputi Tahun 2013 dan 2014
2013
2014
Target
Realisasi
Persentase Capaian
Tingkat (Indeks) Efektivitas Koordinasi Perencanaan dan Penyusunan Kebijakan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
4
4,65
116,25
4
5
125,00
Persentase (%) Rekomendasi Koordinasi yang dapat diimplementasikan di Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
85%
92,86%
109,25%
100%
100%
100,00
Tingkat (Indeks) Efektivitas Pelaksanaan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Pangan dan Sumber Daya Hayati
4
4,05
101,05
4
5
125,00
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Persentase Capaian (%)
E. Evaluasi Capaian Kinerja Penjabaran tugas Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah dituangkan dengan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama masingmasing. Selain itu, sesuai penugasan yang tertuang pada Perpres Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Permenko Nomor 11 Tahun 2015 tentang Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, arah kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian juga ditekankan pada Program Lintas Kerja Koordinasi Pangan dan Pertanian, yaitu: a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan; b) Pengembangan komoditi berorientasi ekspor; c) Koordinasi ketersediaan sarana prasarana pangan dan pertanian; dan d) Penanggulangan kemiskinan petani.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
35
Capaian makro masing-masing Program Lintas Kerja di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Ketersediaan dan Stabilitas Harga Pangan Dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan, maka Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian) hampir setiap minggu/bulan mengadakan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan Stabilisasi Pangan yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Upaya ketersediaan dan stabilitas harga pangan dilakukan juga dalam rangka mencapai Quick Wins (QW) Kemenko Bidang Perekonomian yang terkait tupoksi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, yaitu “Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Beras.” Secara garis besar capaian makro ketersediaan dan stabilitas harga pangan sebagai berikut:
Produksi Pangan Utama Secara umum produksi komoditi pangan utama mengalami pertumbuhan selama 2014-2015. Namun, tingkat produksi beberapa komoditi tersebut masih belum mencapai target yang diharapkan. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini, produksi beberapa komoditi pangan utama terus menunjukkan pertumbuhan positif selama periode 2014–2015. Namun, realisasi produksi beberapa komoditi masih belum mencapai target yang diharapkan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
36
Tabel 3.13. Target dan Capaian Produksi Komoditi Pangan Utama, 2014-2015
Target
Capaian
Target
Capaian
(juta ton) Pertum-
Produksi
Produksi
Produksi
Produksi
buhan6)
2014
2014
2015
20155)
2014-2015
1. Padi 1)
70,24
70,85
73,44
74,99
5,84
2. Jagung2)
19,00
19,00
20,54
19,83
4,37
3. Kedelai 3)
1,00
0,95
1,29
0,98
3,16
4. Gula
2,97
2,63
3,10
2,72
3,42
5. Daging Sapi 4)
0,46
0,39
0,48
0,41
5,23
6. Cabai
1,89
1,87
2,12
2,01
7,41
7. Bawang Merah
1,00
1,23
1,01
1,26
2,51
KOMODITAS
Sumber: Kementerian Pertanian dan BPS (diolah) 1)
GKG, 2) Pipilan Kering (PK), 3) Biji kering, PJK: ARAM II 2015
4)
meat yield sapi lokal,
6)
pertumbuhan 2014-2015,
Ketersediaan Pangan Secara umum, ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2015 sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Pada umumnya, sebagian besar komoditi mengalami surplus, terdapat beberapa komoditas yang mengalami defisit, yaitu: kedelai, kacang tanah, dan daging sapi.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
37
Tabel 3.14. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan (ribu ton)
Sumber: Kementerian Pertanian
*) Perkiraan ketersediaan berasal dari produksi, untuk beras, gula pasir dan minyak goreng tidak memperhitungkan stok awal tahun. **) Perkiraan kebutuhan sudah termasuk kehilanggan pada saat proses produksi dan distribusi
Ketersediaan Beras Prognosa ketersediaan beras bulanan pada tahun 2015 seperti yang terlihat pada Tabel di bawah, umumnya mengalami surplus. Adapun bulan yang mengalami defisit antara lain Januari, Oktober, November, dan Desember. Defisit di akhir tahun disebabkan oleh el nino yang mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan dan puso.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
38
Tabel 3.15. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras (ribu ton)
Sumber: Kementerian Pertanian *) Kebutuhan beras nasional dihitung sebesar 124,89 kg/kap/th;
Pergerakan Harga Pangan Secara year on year, perkembangan harga pangan pokok terlihat pada tabel di bawah, di mana sebagian besar komoditas mengalami kenaikan yoy (periode Desember 2015 dibanding Desember 2014) lebih tinggi dibandingkan yoy tahun sebelumnya, kecuali: telur ayam, ikan kembung, beras umum, terigu, kedelai, minyak goreng, cabai rawit, dan cabai merah.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
39
Tabel 3.16. Perbandingan yoy Harga Pangan
Komoditas
Rata-rata Harga (Rp)
Perubahan (Persentase)
Des'13
Des'14
Des'15*)
Des'14 vs Des'13
Des'15 vs Des'14
Bawang Merah
31.190
18.456
29.095
(40,83)
57,65
Bawang Putih
14.416
17.340
25.519
20,28
47,17
Telur Ayam
17.079
19.473
22.150
14,02
13,75
Daging Ayam Ras
28.153
29.195
33.160
3,70
13,58
Daging Sapi
94.742
100.127
110.899
5,68
10,76
Ikan Bandeng
28.262
30.569
33.776
8,16
10,49
Gula Pasir
11.500
11.856
13.092
3,09
10,43
Beras Termurah
8.739
9.568
10.533
9,49
10,09
Ikan Kembung
27.941
32.067
34.713
14,77
8,25
Beras Umum
11.076
12.210
13.217
10,23
8,25
Tempe
11.433
11.538
12.454
0,91
7,94
Terigu
7.865
9.567
9.694
21,64
1,33
Kedelai
10.464
11.539
11.344
10,27
(1,69)
Minyak Goreng
12.292
12.788
12.205
4,04
(4,56)
Cabai Rawit
25.953
74.777
34.648
188,12
(53,67)
Cabai Merah
38.621
74.761
32.914
93,58
(55,97)
Sumber: BPS (diolah)
Pergerakan harga komoditas pangan tiap bulan menunjukkan pola yang cukup stabil, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Rata-rata kenaikan harga pangan per bulan pada umumnya masih di bawah 1%. Komoditas yang cukup berfluktuatif harganya dan kenaikannya tinggi adalah bawang merah, bawang putih, telur dan daging ayam ras. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pasokan karena sifatnya musiman dan mudah rusak (perishable).
LAKIP 2015 _______________________________________________________
40
Gambar 3.1. Perkembangan Harga Pangan Tiap Bulan, 2011-2015
BERAS UMUM
BERAS TERMURAH
MINYAK GORENG CURAH
MINYAK GORENG KEMASAN
KEDELAI
TEMPE
LAKIP 2015 _______________________________________________________
41
BAWANG MERAH
BAWANG PUTIH
CABE MERAH
CABE RAWIT
IKAN BANDENG
IKAN KEMBUNG
Sumber: BPS (diolah)
Sumber: BPS (diolah)
LAKIP 2015 _______________________________________________________
42
Perkembangan Inflasi Inflasi merupakan indikator yang menggambarkan perubahan positif harga atau lebih tepatnya Indeks Harga Konsumen (IHK), Sebaliknya, perubahan negatif IHK disebut deflasi. Bahan dasar penyusunan diagram timbang (bobot) IHK adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH) atau Cost of Living Survey yang dilakukan BPS, mencakup paket komoditas nasional sebanyak 859 barang/jasa sebagai dasar perhitungan inflasi. Pada grafik berikut digambarkan perkembangan inflasi umum dan inflasi
volatile food dari tahun 2011-2015. Terlihat bahwa inflasi sangat berfluktuatif mengikuti dinamika kebijakan ekonomi yang ada. Pergerakan inflasi pada awal tahun 2015 terlihat lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya, namun inflasi April dan Mei 2015 terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun 2013 dan 2014.
Gambar 3.2. Perkembangan Inflasi Umum dan Volatile Food Nasional 2011-2015
Bila kita agregasi, angka inflasi 2015 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dan 2014. Sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini, inflasi tahun kalender 2015 (Januari-Desember) sebesar 3,35%, lebih rendah dibandingkan inflasi tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi tahunan (year on year) 2015 sebesar 3,35% (target inflasi 2015 sebesar 4%±1% tercapai), juga masih lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan (yoy) 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 8,36% dan 8,38%.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
43
Tabel 3.17. Diagregasi Inflasi Umum dan Inflasi Pangan/Bahan Makanan
Inflasi
2013
2014
2015
Tahun Kalender (Jan-Des)
8,38
8,36
3,35
Des thd Des (yoy)
8,38
8,36
3,35
Tahun Kalender (Jan-Des)
11,83
10,88
4,84
Des thd Des (yoy)
11,83
10,88
4,84
Umum
Bahan Makanan
Sumber: BPS (diolah)
Inflasi pangan/bahan makanan juga menunjukkan hal yang sama. Angka inflasi pangan 2015 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dan 2014. Sebagaimana terlihat pada tabel di atas, inflasi bahan makanan pada periode Januari-Desember
2015
(tahun
kalender)
sebesar
4,84%;
lebih
rendah
dibandingkan inflasi pangan tahun kalender 2013 dan 2014. Tingkat inflasi pangan tahunan (year on year) tahun 2015 sebesar 4,84%, juga lebih rendah dibandingkan inflasi pangan tahunan (yoy) 2013 dan 2014. Sumbangan/andil
komoditas
per
bulan
terhadap
inflasi
nasional
sebagaimana ditampilkan pada tabel di bawah ini. Andil komoditas pangan terhadap inflasi nasional umumnya masih di bawah 0,05. Beberapa komoditi memberikan andil cukup tinggi (lebih dari 0,05), yaitu telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, dan bawang merah.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
44
Tabel 3.18. Andil beberapa komoditas terhadap Inflasi Nasional
No.
Komoditi
Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Juni‘15 Jul'15 Agt'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15 Des'15
A. Bahan Makanan
0,12
(0,32) (0,16) (0,15) 0,28
0,33
0,40
0,19 (0,23) (0,22) 0,07
0,65
1 Beras
0,07
0,11
0,09 (0,20) (0,04) 0,02
0,00
0,06
0,03
2 Minyak goreng
0,00
0,00
0,00 (0,01) 0,00
0,01
0,00
0,00 (0,02) 0,00 (0,01) 0,00
3 Daging sapi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,03
0,01
0,00
0,00
4 Daging ayam ras
0,09
(0,03) (0,08) 0,01
0,06
0,06
0,08
0,08 (0,13) (0,07) 0,02
0,07
5 Telur ayam ras
0,07
(0,02) (0,07) (0,01) 0,04
0,05
0,00
0,03 (0,01) (0,04) 0,01
0,07
6 Tepung terigu
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7 Cabe rawit
(0,06) (0,09) (0,01) (0,01) 0,01
0,00
0,03
0,05 (0,20) (0,07) 0,00
0,04
8 Cabe merah
(0,22) (0,28) (0,09) (0,01) 0,10
0,06
0,08
0,01 (0,09) (0,13) 0,00
0,17
9 Bawang merah
0,02
(0,01) 0,10
0,06
0,03
0,00
0,00 (0,08) (0,04) 0,02
0,00
0,14
10 Bawang putih
0,00
0,00
0,01
0,02
0,00
0,00
11 Tomat Sayur
0,01
(0,01) (0,02) 0,01
12 Kentang
0,00
0,00
(0,01) (0,01) 0,00
0,00
0,01
0,00
13 Jeruk
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14 Tempe
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15 Ikan Segar
0,08
0,00
(0,04) (0,02) 0,02
0,02
0,09 (0,01) 0,00
0,00 (0,01) 0,04
16 Ikan Diawetkan
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Makanan Jadi, B. minuman, rokok, dan tembakau
0,11
0,07
0,09
0,08
0,08
0,09
0,09
0,11
0,07
0,07
0,08
0,09
1 Gula Pasir
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,08
0,00
0,00
0,03
0,00
0,00
0,02
0,01
0,01
0,00
0,01
0,01 (0,01) 0,00 (0,02) 0,00
0,00
0,01
0,01
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Sumber : BPS (diolah)
LAKIP 2015 _______________________________________________________
45
b) Pengembangan Komoditi Berorientasi Ekspor 1)
Kelapa Sawit
Harga CPO kelapa sawit pada tahun 2015 ini cenderung mengalami penurunan, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dalam rangka untuk menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit, sebagai salah satu industri strategis nasional,
yang
berkontribusi
signifikan
terhadap
perekonomian
nasional,
penciptaan lapangan kerja serta mendukung terwujudnya ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai kondisi global termasuk mengatasi neraca perdagangan negara.
Gambar 3.3. Kondisi Harga CPO Tahun 2015
Dalam rangka mengatasi permasalahan CPO tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melakukan diskusi Publik Kelapa Sawit dengan seluruh stakeholdernya secara terus menerus, yang akhirnya menghasilkan 10
LAKIP 2015 _______________________________________________________
46
paket kebijakan, yang telah di press rilis oleh Bapak Menko Perekonomian, pada tangal 15 Juni 2015, di Graha Sawala, yaitu : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan. 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 3. Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang khusus untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan mengeluarkan Dana yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan dan dikonsulatasikan dengan Menteri PAN. 4. Penunjukan Komite Pengarah, Dewan Pengawas dan Eksekutif dari BLU yang akan menjalankan BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 5. Peraturan Menteri ESDM yang mengatur penggunaan Bahan Bakar Nabati yang mengharuskan penggunaan biodiesel di dalam campuran solar, atau mandatori biodiesel B-15. 6. Tarif Pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya diusulkan oleh Menteri Perindustrian dan dibahas antar kementerian di bawah koordinasi Menko Perekonomian. Pungutan berkisar antara US$10, US$20, US$30, US$40 dan US$50 per ton. 7. Harmonisasi
antara
Pungutan
dengan
Bea
Keluar
dilakukan
untuk
memperkuat instrumen fiskal guna mendorong pencapaian program hilirisasi industri sawit dan di sisi lain dapat mendukung kebijakan mandatori biodiesel serta pengembangan sektor perkebunan yang lestari dan berkelanjutan. Adapun penyesuaian Pungutan dan Bea Keluar diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan. 8. Peraturan yang mengatur sanksi administratif dan denda bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan aturan-aturan tersebut. 9. Badan Pengelola berkoordinasi dengan Kementerian Perdaganagan untuk menunjuk surveyor dalam melakukan verifikasi atau penelusuran teknis sesuai dengan perundang-undangan.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
47
10. Mandatori pembelian biodiesel dikoordinasikan antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dengan Kementerian ESDM dan Pertaminam sehingga proses pengadaan mandatori dapat berjalan dengan baik
Capaian Kinerja Kelapa Sawit Produksi kelapa sawit dimulai pada tahun 1980 dan ekspor CPO juga sudah dimulai pada tahun tersebut dari produksi 721.000 ton telah diekspor 503 ton, sejak tahun itu terus berkembang ekpor CPO dan turunannya. Namun pada tahun 2015 terjadi gejolak harga CPO, sehingga dari produksi CPO tahun 2015 diperkirakan sampai dengan akhir tahun hanya dapat diekspor sebesar 18 juta ton, atau turun dari tahun 2014 yang lalu. Namun dengan turunnya ekspor, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk memanfaatkan CPO sebagai biodisel, sebagaimana paket kebijakan yang telah dikeluarkan diatas.
35.000 Produksi CPO (000 ton)
30.000
Ekspor CPO (000 ton)
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 1980
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 3.4. Produksi dan Ekspor CPO Tahun 1980 - 2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________
48
2) Teh Produksi teh dunia setiap tahun mengalami peningkatan, namun sebaliknya produksi dan luasan teh di Indonesia mengalami penurunan, hal ini disebabkan antara lain tanaman teh milik rakyat sudah ada sejak jaman belanda dan belum diganti, harga pucuk yang semakin turun, kualitas rendah, konversi kebun teh ke komoditi lain, upah buruh dan transportasi yang semamin tinggi. Berkenaan
dengan
hal-hal
tersebut,
Kementerian
Koordinator
Bidang
Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian sejak tahun 2012 sampai saat ini telah mengkoordinasikan untuk penyelamatan agribisnis teh, melalui program rehabilitasi tanaman the rakyat. Perkembangan luas areal dan Produksi Teh Indonesia sejak tahun 2000-2014, adalah sebagai berikut:
Gambar 3.5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2010-2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________
49
Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Teh Indonesia tahun 2010-2015
Perkembangan Ekspor Teh Indonsia Negara tujuan ekspor Teh Indonesia antara lain: Inggris, Jerman, Belanda, Rusia, Amerika, Jepang, Timur Tengah, Afrika, Australia dan Negara lainnya.
Gambar 3.7. Negara Tujuan Ekspor Teh
LAKIP 2015 _______________________________________________________
50
Tabel 3.19. Nilai dan Volume Ekspor Teh Tahun 2010-2014
3) Kakao Industri hilir kakao di dalam negeri diproyeksikan menyerap 750-800 ribu ton biji
kakao pada 2015-2016. Produksi biji kakao nasional pun diharapkan
mencapai 1 juta ton tahun yang sama dari 500-600 ribu ton pada 2012. Dengan gerakan kako berkelanjutan, produksi biji kakao Indonesia diharapkan dapat mencapai 1 juta ton pada 2015-2016. Kapasitas produksi industri hilir kakao di dalam negeri mampu menyerap 750-800 ribu ton, selebihnya untuk pasar ekspor. Saat sekarang, konsumsi kakao olahan di dalam negeri baru 60-70 ribu ton per tahun dan diproyeksikan mencapai 150 ribu ton dalam 3-4 tahun ke depan. Tahun 2014 produksi kakao nasional sebanyak 709.331 ton, sedangkan pada tahun 2015 luas areal kakao seluas 1.764.260 hektar (angka sementara) dengan jumlah produksi 661.243 ton (angka sementara). Produksi kakao nasional didominasi oleh perkebunan rakyat (95,41%), melibatkan petani secara langsung sebanyak 1,64 juta KK.
Data dikumpulkan dari seluruh Kabupaten penghasil
kakao, direkapitulasi oleh Dinas Perkebunan Provinsi, dan kemudian menjadi data primer Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
51
Indonesia produsen ke-3 kakao dunia (0.43 juta ton), Pantai Gading (1.3), Ghana (0.74). Produksi kakao 2014 sekitar 700 ribu ton. Target produksi kakao 1 juta ton cukup berat karena harga sedang rendah. Sentra produksi kakao sebagian besar 60% berada di Sulawesi dan Sumatera, mayoritas (>95%) kakao kebun rakyat, penguasaan lahan 1 hektar atau kurang. Produktivitas kakao masih dalam kategori rendah, yakni 500 kg/ha, amat jauh dari potensinya yaitu 1,5 ton/ha. Sebagian besar kakao Indonesia untuk pasar ekspor Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pohon kakao menua (20 tahun), varietas lokal, sedikit hibrida dan somatic embryogeneis. Daya serang penyakit pod borer (PBK) dan penyakit layu (VSD = vascular streak dieback) yang mulai mewabah. Hasil survai di Sulawesi Selatan, sebagian besar petani kakao memanen cukup sering, yaitu setiap dua minggu (41%) dan setiap minggu (31%). Petani tidak melakukan fermentasi, karena harga kakao kering dinilai lebih penting (79%) dibanding kakao fermentasi (19%). Petani memperoleh informasi harga di tingkat desa (49%), kabupaten (52%), provinsi (10%) dan harga dunia (3%). Sebagai salah satu upaya promosi di dalam negeri, pada tanggal 16-20 September 2015 telah diselenggarakan Hari Kakao Indonesia di Yogyakarta. Gubernur DIY dalam sambutannya sangat mendukung peningkatan produktivitas tanaman kakao dari 500 kg biji kakao per ha menjadi 2 ton per ha, yang mampu meningkatkan pendapatan petani seiring pengembangan industri olahan makanan dan minuman cokelat, selaras dengan program Pemprov DIY yang sedang mengembangkan Desa Kakao di Gunungkidul dan Kulon Progo. Pengusaha industri kecil dan menengah cokelat juga perlu memperbaiki tampilan kemasan. Sentuhan kreativitas dapat menambah daya tarik produk. Sebagai contoh, inovasi cokelat monggo telah mampu meningkatkan omzet produknya walau masih di dalam negeri, namun produksinya terus meningkat hingga sekitar 300 kg per hari. Sejak tahun 2010 Kementerian Perindustrian telah mencanangkan kebijakan pengembangan industri pengolahan kakao melalui program hilirisasi.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
52
Salah satu kebijakan pemerintah adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji Kakao. Pemberlakuan BK Biji Kakao sejak tahun 2010 telah berhasil mengurangi ekspor biji kakao, dimana ekspor kakao pada tahun 2014 sebesar 333.678 ton turun menjadi 233.095 ton (angka sementara) pada tahun 2015. Ekspor kakao olahan Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2013 ekspor kakao olahan sebesar 196,3 ribu ton meningkat menjadi sebesar 242,2 ribu ton pada tahun 2014 atau mengalami peningkatan sebesar 23,3%. Namun di sisi lain masih terdapat kenaikan impor biji kakao, pada tahun 2014 sebesar 109,4 ribu ton mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya sebesar 30,7 ribu ton. Data ini menunjukkan adanya kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri, sehingga diperlukan upaya peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi tanaman kakao. Beberapa tantangan yang harus diselesaikan antara lain: 1. Kepercayaan investor yang rendah (risiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, dan tingginya korupsi). 2. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktek-praktek bisnis tidak etis dan lemahnya corporate governance. 3. Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah) 4. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak paten dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi). 5. Rendahnya kapasitas petani dari aspek pengetahuan, keterampilan, sikap maupun permodalan. Rendahnya kualitas SDM petani mengakibatkan petani
LAKIP 2015 _______________________________________________________
53
tidak mampu mengatasi masalah usaha taninya antara lain petani tidak merawat kebun kakao dengan baik dan petani tidak melakukan proses pra dan pasca panen dengan baik. Pada akhirnya, hal tersebut berpengaruh pada rendahnya produktivitas dan rendahnya pendapatan dan kesejahteraan para petani 6. Rendahnya nilai mutu kakao Indonesia di pasar internasional yang disebabkan oleh hama dan umur tanaman yg sudah sangat tua. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa precursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia. Beberapa rekomendasi untuk menjawab tantangan, antara lain: 1. Program gerakan kakao berkelanjutan sebagai lanjutan dari gerakan nasional kakao, untuk meningkatkan produksi dan kualitas kakao nasional. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui perluasan lahan tanaman kakao, yang dicanangkan 450 ribu hektar, yang bukan saja terkonsentrasi di wilayah Sulawesi saja tetapi ke beberapa wilayah lainnya seperti wilayah Sumatra, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Papua. Program ini mempunyai tiga kegiatan yaitu peremajaan tanaman kakao, rehabilitasi lahan dan insentifikasi melalui pemberian bantuan kepada petani berupa bibit unggul, pupuk dan sarana produksi lainnya. 2. Peningkatan mutu produk kakao dengan fermentasi, mengingat fermentasi bijih kakao akan menghasilkan nilai tambah kakao lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat terus ditingkatkan seiring dengan berkembangnya pemanfaatan kakao untuk bahan baku berbagai produk olahan, maupun untuk pasar ekspor. 3. Pengenaan tarif bea Keluar, untuk mengurangi ekspor dalam bentuk bijih kakao, dan lebih mendorong ekspor dalam bentuk olahan. 4. Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi merupakan langkah peningkatan daya saing, termasuk dalam akses perbankan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
54
dan fasilitas investasi permesinan dan pengolahan yang akan dapat meningkatkan kakao dan produk-produk turunannya. 5. Peningkatan infrastruktur seperti sarana jalan dan pelabuhan merupakan hal yang sangat penting guna mendukung kegiatan industri dalam negeri. Dukungan dana APBN sebesar lebih dari 5 persen khusus pengembangan infrastruktur diperlukan guna percepatan dan pengembangan infrastruktur dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain terus dilakukan peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor. Termasuk pengadaan resi gudang di daerah-daerah sentra kakao untuk menampung kakao yang siap ekspor pada saat panen raya. 6. Peningkatan kompetensi petani kakao sebagai faktor utama dalam kegiatan produksi, dengan penyuluhan, kursus maupun pelatihan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus tercapainya efisiensi. 7. Peningkatan produksi, penggunaan metode penghitungan angka produksi kakao yang tepat, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing kakao Indonesia. Disisi lain terus dilakukannya penelitian dan pengembangan (research and development) kakao dan produk berbahan kakao nasional.
4) Karet Ekspor beberapa komoditas andalan Indonesia termasuk karet sedang mengalami penurunan. Turunnya ekspor karet tercatat dalam data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, hingga Juni 2015 tercatat 1.303.590 ton, atau turun 3,1% dari periode yang sama di 2014 sebesar 1.345.210 ton. Pada kuartal I-2015, produksi karet Indonesia turun 7,3% menjadi 777.000 ton, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 838.000 ton, sementara pada periode Januari-Juni 2015, produksi karet Indonesia tercatat 1.617.500 ton.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
55
Produsen utama karet dunia adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Data hingga Agustus 2015 produksi karet Indonesia turun 7,3%, Thailand masih bisa tumbuh 15,5%, Malaysia turun 0,4% sedangkan Vietnam masih bisa tumbuh 20% dibanding triwulan I-2014. Harga karet turun dalam 3 tahun terakhir, dari USD 4,61 /kg pada tahun 2011 menjadi USD 1,29 /kg per Oktober 2015. Melambatnya perekonomian Tiongkok, Amerika Serikat dan Jepang, menyebabkan permintaan mereka terhadap karet alam menjadi berkurang.
Munculnya
Vietnam,
Kamboja,
Myanmar,
dan
Laos,
yang
memproduksi karet menjadikan meningkatnya pasokan dunia (over supply). Penyerapan industri dalam negeri baru sekitar 18% dari produksi nasional (sekitar 500.000 ton), sehingga Indonesia masih tergantung dengan ekspor, yang sebagian besar dalam bentuk crumb rubber. Sebagai negara terbesar kedua penghasil karet, penurunan harga karet dunia memukul Indonesia karena 85% produksi dihasilkan dari kebun rakyat yang menjadi tulang punggung bagi 2 juta kepala keluarga atau sekitar 10 juta jiwa. Dengan harga internasional berada pada kisaran USD 1,29 /kg, harga karet pada tingkat petani menjadi sekitar Rp.3.000Rp.5.000 /kg. Dalam rangka menyelamatkan petani karet, dan menurunnya permintaan negara importir, timbul gagasan berupa domestic demand creation, yang bertujuan untuk menyerap kelebihan pasokan karet alam dunia. Apabila penyerapan industri nasional dapat ditingkatkan maka ketergantungan terhadap pasar ekspor dapat dikurangi, serta harga akan menjadi lebih stabil. Hal ini merupakan bagian dari kesepakatan 3 Negara Anggota ITRC (Thailand, Indonesia, dan Malaysia) pada Ministerial Meeting di Kuala Lumpur bulan November 2014. Berdasarkan perhitungan awal, ditargetkan dapat menambah penyerapan karet alam dalam negeri sebesar 100.000 ton / tahun. Produk-produk berbasis karet alam lainnya yang dapat dikembangkan di dalam negeri antara lain karpet untuk sapi (cow mat), genteng karet, paving blok, bearing bangunan anti gempa, penguatan tebing, kasur lateks, dan benang karet. Prioritas lain dapat berbentuk
LAKIP 2015 _______________________________________________________
56
pengembangan karet untuk keperluan khusus seperti bidang kesehatan, otomotif, dan elektronik. Sedangkan industri barang modal dapat berupa ban pneumatic, ban luar dan ban dalam, ban vulkanisir ukuran besar (giant vulcanised tyre untuk pesawat dan offroad), serta barang karet untuk keperluan industri dan komponen otomotif. Proyek lain yang dapat menyerap karet dalam jumlah banyak adalah pembangunan jalan-jalan nasional. Badan Litbang Kementerian PU-Perumahan Rakyat ingin mengembangkan aspal karet secara bertahap dengan kandungan 5%-15%. Saat sekarang masih dalam skala laboratorium, dan akan segera dilakukan uji coba. Sebagai exercise, harga karet alam Rp.20.000/kg sebagai pengganti aspal, sedangkan harga aspal Rp.10.000/kg. Apabila kadar aspal karet 6% dengan kandungan 5% latek atau 7% karet alam padat, maka optimum yang dapat dicapai dengan asumsi 1 ton campuran, akan menghasilkan 46 m2 dengan tebal lapisan 5 cm (tebal minimum), sehingga dalam setiap 1 m2 pengaspalan ruas jalan akan digunakan 3 kg lateks cair atau 4,2 kg karet alam padat. Dalam rangka meningkatkan penyerapan karet alam oleh industri dalam negeri yang sudah berjalan, dibutuhkan payung hukum apabila terdapat selisih harga karet dalam negeri lebih tinggi dibanding dengan karet impor, sehingga pemerintah dapat melakukan intervensi maupun subsidi. 5)
Perikanan
Pertumbuhan rata-rata volume ekspor hasil perikanan dari tahun 2009 sampai tahun 2014 adalah sebesar 6,94%. Komoditas yang berkontribusi paling dominan sebagai komoditi ekspor adalah udang dan lobster, tuna dan cakalang, Total volume ekspor udang dan lobster pada tahun 2009 sebesar 151 ribu ton sedangkan pada tahun 2014 mencapai 196 ribu ton. Volume ekspor komoditi tuna, tongkol dan cakalang pada tahun 2009 sebesar 132 ribu ton dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 206 ribu ton.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
57
Tabel 3.20. Ekspor Komoditas Perikanan 2009-2015 Rincian
Volume Ekspor
Tahun 2009
2010
2011
2012
2013
2014*
2015**
0,88
1,10
1,16
1,23
1,26
1,27
0,51
(juta ton) Nilai Ekspor
2.466.202
2.683.831
3.521.091
3.853.658
4.181.857
4.641.913
2.016.473
(US $ 1.000) Sumber: BPS dan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2014. Keterangan : *angka sementara, ** data sampai Bulan Juni
Pertumbuhan rata-rata nilai ekspor hasil perikanan tahun 2009 sampai 2014 adalah sebesar 3,80 persen per tahun. Pada tahun 2009 nilai ekspor hasil perikanan sebesar US $ 2,5 miliar meningkat menjadi US $ 4,6 miliar pada tahun 2014. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan rata-rata nilai ekspor per tahun beberapa komoditi utama ekspor, seperti: udang, lobster serta tuna dan cakalang. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 31,2% yaitu dengan nilai sebelumya pada tahun 2010 US $ 2,6 menjadi US $ 3,5 pada tahun 2011. c) Koordinasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pangan dan Pertanian Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional guna tercapainya ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, pada tahun 2014 Presiden mencanangkan pencapaian kedaulatan pangan dalam salah satu nawacitanya. Salah satu Program Prioritas Pemerintah (Nawacita) yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana pangan dan pertanian adalah cita ke tujuh. Adapun capaian dari masing-masing kementerian terkait sebagaimana pada tabel di bawah ini.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
58
Tabel 3.21. Program Nawacita Penyediaan Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian Tahun 2015 No.
1
Nawacita
Kementerian Pertanian
Kementerian Lingkungan
Kementerian
Kementerian Pekerjaan
Hidup dan Kehutanan
Agraria dan Tata
Umum dan Perumahan
Ruang
Rakyat
Perluasan 1 juta ha
Proses pencetakan
Alokasi HPK seluas +10.000
Pembangunan jaringan
sawah baru
sawah di 12 kabupaten
ha di kabupaten Merauke.
irigasi seluas 150.000 ha
seluas + 23.000 ha
Dari hasil identifikasi lahan yang sesuai seluas + 417.728 ha
2
3.
4
Perluasan
Perluasan tanaman
Alokasi HPK yang sesuai
pertanian lahan
hortikultura,
untuk tebu di Kalimantan
kering 1 juta ha di
perkebunan dan
seluas + 42.059 ha, di NTT
luar Jawa
tanaman hijau
seluas + 14.129 ha, dan
makanan ternak di
untuk sawit di daerah
lahan kering 250 ribu
perbatasan seluas + 20.730
ha dalam proses
ha
Rehabilitasi 3 juta
Rehabiliatsi jaringan
Rehabilitasi jaringan
ha jaringan irigasi
irigasi tersier seluas
primer sekunder seluas
1.651.356 ha
486.000 ha
1.000 desa mandiri
Telah dimulai di 800
benih
desa yang tersebar di 32 propinsi
5
Reforma Agraria 9
Telah dilakukan identifikasi
Legalisasi asset
juta ha
kawasan hutan yang akan
sebanyak
dilepaskan dan didapatkan
107.150 bidang
yang potensial untukTORA seluas + 4.419.040 6
1.000 desa
Pendirian 897 unit
pertanian organik
UPPO dimana 703 unit sudah berjalan dan 194 unit dalam proses pemberkasan UPPO
7.
Pembangunan 49
Telah dilelang
waduk baru
pembangunan 13 waduk dan sudah tanda tangan kontrak 10 waduk
LAKIP 2015 _______________________________________________________
59
Pemerintah telah menetapkan cetak sawah seluas 2 juta hektar, kebijakan ini dilakukan dalam rangka untuk mengimbangi pengurangan alih fungsi lahan sawah yang terjadi secara terus menerus dan meningkat otomatis. Alih fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi non pertanian pada dasarnya terjadi akibat kompetisi adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, persaingan itu muncul karena akibat fenomena ekonomi dan sosial yakni keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya
kelangkaan
lahan
sebagai
akibat
meningkatnya
pertumbuhan jumlah penduduk, dan dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang makin meningkat. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya kebutuhan pangan (beras), yang mana pada tahun 2020 dan 2025 kebutuhan beras masing-masing sebanyak 39,13 juta ton dan 41,12 juta ton akibat meningkatnya jumlah penduduk sebanyak 271,07 juta jiwa (tahun 2020) dan 284,81 juta jiwa (tahun 2025). Di sisi lain luas lahan sawah makin menurun dan diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan beras untuk jumlah penduduk pada tahun 2020 dan 2025 diperlukan luas lahan sawah seluas 9,24 juta ha dan 9,77 juta ha, sehingga diperlukan tambahan atau perluasan lahan sawah seluas 1,11 juta pada tahun 2020 dan 1,64 juta ha tahun 2025 sedangkan luas lahan baku sawah tahun 2012 adalah seluas 8,13 juta ha (BPS, 2013) Bentuk
perlindungan
lahan
untuk
pertanian
guna
terjaminnya
keberlanjutan produksi pangan untuk memenuhi ketahanan dan kedaulatan pangan nasional telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Namun UU 41/2009 beserta 4 (empat) Peraturan Pemerintah turunannya belum dapat diterapkan secara efektif karena sampai saat ini belum ada kabupaten/kota yang menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara numerik dan spasial.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
60
Dari 492 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, baru 192 kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B (39%) dan semuanya hanya dalam bentuk numerik saja. Selain disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang makin meningkat, titik kritis ketahanan pangan atau tantangan usaha dalam pemenuhan jaminan kebutuhan pangan juga disebabkan oleh menurunnya ketersediaan air untuk produksi pertanian akibat kerusakan infrastruktur irigasi dimana dari total jaringan tersier yang ada 3.518.227,75 ha (49,24%) dikategorikan rusak. Adapun jaringan tersier yang rusak tersebut 950.745,6 ha (27,02%) merupakan kewenangan pusat, 552.737 ha (15,71%) merupakan kewenangan propinsi dan 2.014.745,15 ha (57,27%) merupakan kewenangan kabupaten/kota. Tabel 3.22. Luas Jaringan Irigasi Tersier yang Rusak Sampai Tahun 2014
Pembangunan 1.000 desa pertanian organik juga merupakan salah satu sasaran dalam nawacita. Sejak tahun 20078 Kemenetrian Pertanian telah melakukan kegiatan penyediaan alat pengolahan pupuk organik (APPO), rumah kompos/Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RP3O), dan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO).
Namun sampai saat ini pengembangan
penggunaan pupuk organik masih menghadapi berbagai kendala. Pertama, pupuk organik diperlukan dalam jumalh besar sehingga menimbulkan kesulitan dalam pengangkutan dan penggunaannya. Kedua, komposisi hara dalam pupuk organik
LAKIP 2015 _______________________________________________________
61
relatif rendah dan sangat bervariasi sehingga manfaatnya bagi tanaman baru tercapai dalam jangka panjang. Ketiga, sumber bahan untuk pupuk organik sangat bervariasi sehingga kualitas pupuk organik yang dihasilkan juga bervariasi. Keempat, harga pupuk organik yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga pupuk anorganik. d) Penanggulangan Kemiskinan Petani Koordinasi dan sinkronisasi perumusan penanggulangan kemiskinan petani yang telah dilakukan antara lain berupa kegiatan pendahuluan seperti pendekatan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sistem lelang pemasaran hasil pertanian petani yang dikoordinir, dan rencana pengangkatan penyuluh kontrak menjadi penyuluh ASN (PNS dan PPPK). Selain itu juga adanya program asuransi pertanian (saat ini masih terbatas pada tanaman padi) dapat juga menanggulangi kemiskinan petani. Kegiatan yang dilakukan
dalam
melaksanakan
hal
tersebut
melibatkan
Koordinasi dan
Sinkronisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. Pendekatan BUMR dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan cara memberikan good practices dalam bercocok tanam berdasarkan daya dukung/kesesuaian lahan dan iklim atau cuaca di tempat menanam. Selain itu juga terjadinya integrasi sistem informasi antara hulu dan hilir serta diterapkannya paradigma bisnis dan skala ekonomi dalam pengelolaannya. Pendekatan BUMDes dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan cara mengelola dana bantuan pemerintah untuk dijadikan modal bagi Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) setempat untuk akses modal dalam kegiatan usaha pertanian dengan bunga kecil/lunak yaitu 2% untuk 10 kali cicilan selama 10 bulan, adapun bagi petani miskin diberikan kelonggaran 20 kali cicilan selama 20 bulan. Hal tersebut tentunya akan sangat membantu petani miskin dalam melakukan usaha dibandingkan dengan pinjaman umum ke Bank konvensional dengan bunga sebesar 19-22% ataupun bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang bunganya 9-12%. BUMDes dalam pengelolaan usaha pertanian juga dibantu
LAKIP 2015 _______________________________________________________
62
dengan adanya gudang pupuk sehingga petani tidak pernah mengalami kesulitan pupuk. Pendekatan pengangkatan tenaga penyuluh kontrak menjadi penyuluh ASN dalam menanggulangi kemiskinan petani adalah dengan cara menyediakan tenaga pendamping bagi petani agar produktivitas pertanian dapat tercapai dengan baik, target kedaulatan pangan tercapai, dan kesejahteraan petani meningkat. Rekomendasi
terkait
koordinasi
dan
sinkronisasi
perumusan
penanggulangan kemiskinan petani ke depannya adalah dengan cara melibatkan petani dari hulu ke hilir, baik dari aspek budidaya, pengolahan, saprodi, pemasaran, dan kegiatan penunjang lainnya. Karena selama ini petani hanya berkecimpung dalam aspek budidaya saja dan belum pada aspek agribisnis lainnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu juga perlu dipikirkan segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk pertanian yang dihasilkan petani serta jaminan pasar dan harga komoditas dari pemerintah. Pada aspek pengolahan misalnya petani dapat menggunakan bantuan pemerintah untuk membeli alat pascapanen agar kualitas hasil panen dapat terjaga dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama, seperti menggunakan alat pengering hasil pertanian, cold storage (sistem pendingin), ataupun dapat melibatkan ibu-ibu PKK dalam membuat produk pangan sederhana. Pada aspek saprodi keterlibatan petani misalnya dapat dilakukan dengan membuat dan menjual pupuk kompos/pupuk kandang, pestisida nabati, benih unggul local, dan lain-lain. Pada aspek pemasaran petani harus memiliki posisi tawar yang kuat dalam penjualan hasil pertanian, misalnya dengan sistem lelang yang terkoordinir. Pada kegiatan penunjang lainnya misalnya petani bisa membangun BUMDes dari dana bantuan pemerintah untuk dikelola dengan baik. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh efektivitas kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan petani antara lain adalah jumlah petani miskin, NTP petani, dan pendapatan per kapita petani. Berikut adalah penjelasan masing-masing indicator tersebut.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
63
Jumlah petani miskin Ada empat faktor yang menyebabkan jumlah petani miskin bertambah signifikan sepanjang periode September 2014-Maret 2015, yaitu kenaikan harga produksi beras di tahun 2015 hingga 14 % dari tahun 2014, tidak adanya impor beras, dan “tidak adanya” subsidi BBM, dan adanya fenomena musim kemarau ekstrim akibat El Nino lebih awal di tahun 2015 yang menyebabkan turunya produksi petani bahkan gagal panen. Selain itu perlu diketahui juga bahwa inflasi dapat mempengaruhi jumlah petani miskin. Bantuan pemerintah kepada petani baik dari segi bibit, benih, pupuk, alsintan, pembangunan embung, saluran irigasi, dan lain-lain kemungkinan baru akan terasa manfaatnya dalam menurunkan jumlah petani miskin di tahun 2016. Peranan komoditas pangan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar (yakni sebesar 73%) dibandingkan peranan komoditi non-pangan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Komoditas pangan tersebut utamanya adalah beras, cabe rawit, gula pasir, dan rokok kretek filter (Republika 2015). Perlu dicatat juga berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, dari 26,14 juta rumah tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (56%) adalah petani gurem (Media Indonesia 2015).
Sumber: BPS 2014 dan Kompas 2015 Gambar 3.8. Jumlah Petani Miskin 2010-2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________
64
Grafik di atas menunjukkan jumlah petani miskin dari tahun 2010-2014 terus berkurang karena pada saat itu harga komoditas pertanian cukup baik, sehingga petani mendapatkan kesejahteraan dari hasil penjualan komoditasnya. Peningkatan jumlah kemiskinan petani pada tahun 2015 diakibatkan adanya gagal panen akibat fenomena El-Nino yang cukup parah dan harga pangan yang melonjak tinggi seperti harga beras di awal tahun 2015 akibat terlambatnya penyaluran raskin. Tingkat Kesejahteraan Petani Salah satu poin terpenting pada visi pembangunan ketahanan pangan nasional adalah upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Selain sebagai produsen, petani juga merupakan konsumen yang ikut terkena dampak apabila stabilisasi pangan tidak terjaga dengan baik. Tingkat kesejahteraan petani pada umumnya diformulasikan/digambarkan dari
Nilai
Tukar
Petani
(NTP).
NTP
merupakan
sebuah
proxy
yang
menggambarkan angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani (It) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani (Ib) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan untuk konsumsi sehari-hari maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. Perkembangan NTP sebagaimana terlihat pada grafik berikut. Nilai Tukar Petani 2015 secara umum lebih dari 100, mencerminkan bahwa petani masih sejahtera karena indeks harga yang diterima (hasil produksi) masih lebih besar dibandingkan indeks harga yang harus dibayarnya (untuk kebutuhan dan biaya produksi).
LAKIP 2015 _______________________________________________________
65
Gambar 3.9. Nilai Tukar Petani (NTP) Januari-Desember 2015
Pendapatan Per kapita Petani Grafik di bawah ini menunjukkan pendapatan per kapita petani dari tahun 2010-2014 terus meningkat akibat bagusnya harga komoditas pertanian yang tentunya akan berdampak signifikan terhadap pendapatan per kapita petani, namun pada tahun 2015 terjadi penurunan pendapatan per kapita secara tajam karena adanya gagal panen akibat fenomena El-Nino, jatuhnya harga komoditas pertanian akibat lesunya perekonomian dunia, serta naiknya harga pangan akibat beberapa sebab seperti terlambatnya penyaluran raskin pada awal tahun 2015 dan fenomena naiknya nilai tukar dolar yang terjadi pada tahun 2015. Hal tersebut lebih banyak diakibatkan oleh adanya faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi perekonomian duni yang susah untuk dikendalikan. Batas Garis Kemiskinan Menurut Bank Dunia US$ 2/kapita/hari
Garis Biru: Batas Garis Kemiskinan Menurut BPS Sep 2015 Rp 11.025,87/kapita/hari
Gambar 3.10. Pendapatan per kapita petani (BPS) 2010-2015
LAKIP 2015 _______________________________________________________
66
3.2. Realisasi Anggaran Total anggaran Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 sebesar Rp 11,6 miliar dan ditargetkan terealisasi 90% (Rp 10,4 miliar). Dalam pelaksanaannya s.d akhir tahun 2015, total realisasi anggaran sebesar 69,74% atau Rp 8,09 miliar. Tabel 3.23. Realisasi Anggaran Tiap Kegiatan Tahun 2015 No.
Kegiatan
Rencana
Realisasi
%
1
Koordinasi Kebijakan Pangan
2.700
1.711
63,37
2
Koordinasi Kebijakan
2.300
1.627
70,75
2.300
1.824
79,31
2.100
1.448
68,96
2.200
1.448
68,96
11.600
8.089
69,74
Peternakan dan Perikanan 3
Koordinasi Kebijakan Perkebunan dan Hortikultura
4
Koordinasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pangan dan Pertanian
5
Koordinasi Kebijakan Agribisnis Jumlah
Tabel 3.24. Realisasi Anggaran Tiap Sasaran dan Indikator Kinerja Tahun 2015 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Terwujudnya
Persentase hasil
Koordinasi dan
rekomen dasi
sinkronisasi
koordinasi dan
kebijakan Pangan
sinkronisasi kebijakan
dan Pertanian
pangan dan pertanian
Anggaran (Juta Rupiah) Rencana
Realisasi
%
8.392
5.060
60,32%
yang diselesaikan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
67
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Terwujudnya
Persentase kebijakan
pengendalian
bidang pangan dan
pelaksanaan
pertanian yang
kebijakan Pangan
terimplementasikan
Anggaran (Juta Rupiah) Rencana
Realisasi
%
2.983
2.833
94,97%
225
196
87,16%
11.600
8.089
69,74%
dan Pertanian Terwujudnya
Persentase partisipasi
efektivitas tata
stakeholders dalam
kelola pangan dan
kebijakan pangan dan
pertanian yang
pertanian
baik Jumlah
Target realisasi anggaran hanya mencapai 69,74% disebabkan beberapa hal yang lebih banyak disebaban oleh faktor non teknis, yaitu: 1. Perubahan nomenklatur organisasi dari Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati menjadi Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian 2. Kekosongan Pejabat Eselon I (Deputi) dan 1 Eselon II (Asisten Deputi) karena pensiun. 3. Penghematan anggaran perjalanan dinas. 4. Larangan mengadakan rapat di hotel, sedangkan kantor Menko memiliki keterbatasan ruangan rapat, yakni hanya memiliki 3 ruang rapat utama, 8 ruang rapat kecil di masing-masing deputi dan Sekretariat, padahal Kantor Menko memiliki fungsi koordinasi. 5. Akibat larangan rapat di hotel, anggaran belanja dialihkan menjadi rapat di kantor, kemudian larangan rapat di hotel di cabut, sedangkan anggaran telah sebagian besar dialihkan rapat di kantor.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
68
120 Target
Realisasi
100
80
60
40
20
0 Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Gambar 3.11. Perbandingan Target dan Realisasi Anggaran per bulan Tahun 2015
16 13,8
14 12 10
11,23
11,21 9,95
11,6 10,6 9,18 8,1
Anggaran
8
Realisasi
6 4 2 0 2012
2013
2014
2015
Gambar 3.12. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun 2012-2015
Dalam rangka mencapai kinerja Deputi, telah mengerahkan semua sumber daya yang ada secara maksimal seperti penggunaan alat, ruang kantor/ruang rapat, SDM, dan
LAKIP 2015 _______________________________________________________
69
anggaran.
Khusus anggaran, kami telah melakukan kegiatan yang seharusnya
dilaksanakan di luar kantor, kami laksanakan di kantor, dengan merevisi anggaran pertemuan luar kota ke rapat di kantor.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
70
Bab IV --
PENUTUP
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian tahun 2015 menyajikan pencapaian strategis, yang secara keseluruhan umumnya menunjukkan kinerja yang sangat baik, jika dilihat dari jumlah indikator kinerja yang telah melampaui target yang telah ditetapkan. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian mendapat tugas dan tanggungjawab yang sangat strategis dalam menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan pangan dan pertanian sesuai dengan Nawacita Pemerintahan dan Quick Wins Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Capaian makro beberapa program lintas kerja khususnya yang terkait ketersediaan dan stabilitas pangan, pengembangan komoditi ekspor, ketersediaan sarapa prasarana pangan dan pertanian, dan penanggulangan kemiskinan petani, mendapatkan hasil yang positif ditandai oleh tercapainya sasaran inflasi nasional, pemenuhan ketersediaan pangan, semakin meningkatnya kinerja ekspor komoditas unggulan, serta terjaganya Nilai Tukar Petani. Peningkatan
kualitas
dan
kuantitas
koordinasi,
sinkronisasi,
dan
pengendalian di bidang pangan dan pertanian akan terus ditingkatkan dengan melibatkan
dan
membutuhkan
komitmen
serta
dukungan
aktif
semua
kementerian/lembaga, BUMN, Swasta dan civil society. Keterlibatan semua
stakeholders tersebut mutlak diperlukan dalam rangka untuk mempercepat pencapaian tujuan kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. Saran rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan kedepan di tahun 2016 adalah : a.
Perencanaan kegiatan dan perencanaan anggaran agar disususn dalam 12 bulan, serta memperhatikan waktu dan SDM yang tersedia, serta melihat kondisi yang terjadi pada kementerian/lembaga terkait.
LAKIP 2015 _______________________________________________________
71
b.
Agar koordinasi dan sinkronisasi lebih difokuskan pada pemecahan masalah dan hambatan terkait agenda-agenda nasional dan pencapaian yang telah ditetapkan dalam Renstra Menko Perekonomian dan agenda Nawacita terkait kedaulatan pangan.
c.
Agar rekomendasi yang dihasilkan tidak bersifat umum, tetapi lebih kepada penyelesaian masalah dan peningkatan kinerja.
d.
Rekomendasi
yang
belum
terselesaikan
pada
tahun
2015,
agar
ditindaklanjuti pada tahun 2016. Sedangkan terhadap rekomendasi yang sudah diselesaikan, agar dipantau dan dievaluasi implementasinya. e.
Pengumpulan data dan evaluasi data berkala setiap triwulan, agar dilakukan oleh masing-masing Asisten Deputi, untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan target yang telah direncanakan. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
LAKIP 2015 _______________________________________________________
72
Lampiran --
LAKIP 2015 _______________________________________________________
73
Lampiran I
LAMPIRAN II
Manual Perhitungan IKU D2
1
Presentase Hasil Rekomendasi dan Sinkronisasi Kebijakan Pangan dan Pertanian yang diselesaikan
Definisi
: Diselesaikan rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian dengan K/L telah dibahas substansi dan draft rancangan Peraturan Perundangan Baru bidang Pangan dan Pertanian yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Satuan
: %
Teknik Menghitung
: Diselesaikan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi dan sinkronisasi yang diselesaikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi dan sinkronisasi yang dihasilkan (target), rancangan peraturan perundang-undangan baru bidang pangan dan pertanian. Target 2015 : 18 rancangan peraturan, R T
X100%
Sifat Data IKU
: Maximize
Sumber Data
: Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU
: Semesteran
Keterangan Lain
: Analisis capaian meliputi : kondisi sebelum adanya peraturan, hasil dan manfaat bila peraturan dapat diterbitkan
LAMPIRAN II
Manual Perhitungan
2
Presentase Kebijakan Bidang Pangan dan Pertanian Yang Terimplementasi
IKU KEMENTERIAN
Definisi
: Implementasi kebijakan fungsi pengendalian atas pelaksanaan kebijakan bidang pangan dan pertanian oleh K/L yang menghasilkan rekomendasi dan berimplikasi pada Rancangan perubahan Peraturan Perundangan yang ada
Satuan
: %
Teknik Menghitung
: Implementasi kebijakan pengendalian pangan dan pertanian = jumlah rekomendasi pengendalian yang terimplementasikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi pengedalian yang dihasilkan (target), rancangan perubahan peraturan perundangundangan yang ada dibidang pangan dan pertanian. r X100% Target 2015 : 100% (5 Rancangan Perubahan Peraturan) t
Sifat Data IKU
: Maximize
Sumber Data
: Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU
: Semesteran
Keterangan Lain
: Analisis capaian meliputi : kondisi pelaksanaan peraturan yang ada, hasil dan manfaat bila terjadi perubahan peraturan.
LAMPIRAN II
Manual Perhitungan IKU KEMENTERIAN
3
Persentase Partisipasi Stakehlders dalam Kebijakan Pangan dan Pertanian
Definisi
Mengukur budaya organisasi berbasis kinerja dan : kompetensi, dan tata kelola keuangan, serta partisipasi stakeholders dalam kebijakan pangan dan pertanian
Satuan
: % Gabungan nilai tata kelola keuangan (realisasi), Laporan Kinerja, dan partisipasi stakeholder dalam kebijakan pangan dan pertanian, Bobot Nilai : a) Realisasi Keuangan (bobot 30%) b) Laporan Kinerja ( bobot 30%) c) Partisipasi Stakeholder kebijakan pangan dan pertanian (bobot 40 %) Persentase Tingkat Kinerja = (aX30%)+(bX30%)+(cX40%)
Teknik Menghitung
: Persentase Tingkat Kinerja : 85≤n≤100 = 4 : Sangat Baik 65≤n<85 = 3 : Baik 45≤n<65 = 2 : Kurang n<45 = 1 : Sangat Kurang Target 2015 : 90%
Sifat Data IKU
: Maximize
Sumber Data
: Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Periode Data IKU
: Semesteran
Keterangan Lain
: -