30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP Tbk) adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen bermutu, termasuk produk semen khusus. PT ITP Tbk didirikan pada tanggal 16 Januari 1985 yang merupakan penggabungan 6 (enam) perusahaan semen yang memiliki 8 (delapan) buah pabrik. Enam perusahaan tersebut bergabung menjadi PT ITP Tbk, kedelapan pabrik tersebut berada di satu lokasi di Citeurup Bogor, Jawa Barat. Berikut enam perusahaan di bawah adalah : a. PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE) Pada tahun 1973 PT DICE membangun pabrik semen pertama di daerah Citeureup dengan kapasitas terpasang sebesar 500.000 ton/tahun semen abu-abu, selesai pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1975. Pabrik ini menjadi pabrik ke satu (Plant-1). Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Perseroan. Pada tanggal 4 Agustus 1976, DICE membangun pabrik kedua dengan kapasitas 500.000 ton semen per tahun. Pabrik ini kemudian menjadi pabrik kedua dari Perseroan (Plant-2). Peralatan pada kedua plant ini menggunakan produksi Kawasaki Heavy Industries Ltd, Jepang. b. PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE) Pada tanggal 26 Desember 1978 PT PICE meresmikan pabrik semen pertamanya yang memiliki kapasitas produksi 1.000.000 ton semen per tahun. Pabrik ini kemudian menjadi pabrik semen ketiga dari Perseroan (Plant-3). Pada tanggal 17 November 1980, PICE meresmikan pabrik semen kedua dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton semen per tahun. Pabrik ini menjadi pabrik semen keempat dari Perseroan (Plant-4). Peralatan menggunakan produksi buatan KDH Humboldh Wedag HG, Jerman.
31
c. PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE) Tanggal 11 Maret 1981 PT PIICPE meresmikan pabrik semennya. Pabrik semen ini memproduksi 150.000 ton semen putih (White Cement/WC) dan 50.000 ton semen sumur minyak (Oil Well Cement/OWC) per tahun. Produksi WC dimulai pada tahun 1982, sedangkan OWC diproduksi pada tahun 1983. Pabrik semen ini kemudian menjadi pabrik semen kelima dari Perseroan (Plant-5). d. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE) Tanggal 5 September 1983 PT PAUICE meresmikan pabrik semennya dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik ini kemudian menjadi pabrik keenam dari Perseroan (Plant-6). e. PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE) Tanggal 16 Desember 1984 PT PIAICE meresmikan pabrik semen dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik semen ini kemudian menjadi pabrik ketujuh dari Perseroan (Plant-7). f. PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE) Tanggal 26 Juli 1985 PT PAMICE meresmikan pabrik semen dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik semen ini kemudian menjadi pabrik kedelapan Perseroan (Plant-8). Pada tahun 1991 Perseroan mengambil alih kepemilikan PT Tridaya Manunggal Perkasa Cement (TMPC) yang memiliki kapasitas 1.200,000 ton/tahun, pabrik semen ini terletak di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Pabrik semen ini menjadi pabrik ke sembilan (Plant-9). Pada tahun 1996, Perseroan menyelesaikan pembangunan pabrik ke 10 (Plant-10) dengan lokasi dan kapasitas yang sama dengan pabrik ke 9. Pada tanggal 1 Maret 1999 pabrik kesebelas (Plant-11) yang terletak di Citeureup, Bogor, Jawa Barat diresmikan dengan kapasitas terpasang 2.400.000 ton per tahun. Tanggal 29 Desember 2000 dari hasil merger antara Perseroan dengan PT Indocement Investama dan PT Indo Kodeco Cement (IKC), maka
32
Perseroan menjadi pemilik pabrik semen di Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Pabrik tersebut menjadi pabrik Perseroan keduabelas (Plant-12). Tanggal 5 Desember 1989 status Perseroan menjadi perusahaan publik (go public), di mana Perseroan mencatatkan sebagian sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Dengan status sebagai perusahaan publik, maka nama Perseroan ditambah dengan “Tbk.” (yang berarti Terbuka) menjadi PT ITP Tbk. Selanjutnya, pada tanggal 26 September 1994 Perseroan mencatatkan seluruh sahamnya di BEJ dan BES. Pada 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd. (anak perusahaan Heidelberg Cement Group/”Kimmeridge”) telah membeli seluruh saham Perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan PT Holdiko Perkasa. Dengan demikian, pada tanggal tersebut Kimmeridge telah resmi menjadi pemegang saham Perseroan. Pada 24 April 2001, Kimmeridge melaksanakan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas sahamsahamnya serta saham-saham PT Mekar Perkasa dan PT Kaolin Indah Utama. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Kimmeridge menjadi pemegang 45,48% saham Perseroan. Heidelberg Cement Group adalah produsen semen kelas dunia yang berpusat di Jerman, menjadi pemegang saham pengendali Perseroan. Dengan masuknya Perseroan ke dalam Heidelberg Cement Group (melalui Kimmeridge), Perseroan memperoleh manfaat keahlian teknis dan keuangan bertaraf internasional, serta dukungan jaringan global di bidang pemasaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tanggal 25 Juni 1985, Pemerintah RI memutuskan untuk penyertaan modal umum pada PT ITP sebesar 35% dari total saham Rp 364.333.840,00 sedangkan 65% selebihnya dimiliki oleh pihak swasta. Setelah mengalami beberapa perubahan, maka susunan pemegang saham saat ini adalah :
Gambar 10. Susunan pemegang saham PT ITP Tbk. (PT ITP Tbk. Data per 30 Juni 2009a)
33
4.2 Lokasi Pabrik dan Terminal Distribusi Lokasi suatu industri merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dengan memiliki lokasi yang tepat, maka perkembangan suatu industri dapat menjadi lebih baik. Lokasi pabrik semen yang dimiliki PT ITP Tbk terdapat di tiga lokasi yang berbeda, yaitu : 1. Kompleks pabrik Citeureup, Bogor berjumlah 9 pabrik dengan luas area 200 Ha dan memiliki kapasitas produksi 11,9 juta ton semen/tahun. 2. Kompleks pabrik Palimanan, Cirebon berjumlah 2 pabrik dengan luas area 37 Ha dan memiliki kapasitas produksi 2,6 juta ton semen/tahun. 3. Kompleks pabrik Tarjun, Kalimantan Selatan berjumlah 1 pabrik dengan luas area ± 20 Ha dan memiliki kapasitas produksi 2,6 juta ton semen/tahun. PT ITP Tbk memiliki empat terminal distribusi yaitu terminal Tanjung Priok, terminal Semarang, terminal Surabaya dan terminal Lombok. PT ITP juga mempunyai 9 gudang penyimpanan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, yaitu Serang, Sunda Kelapa, Sukabumi, Cimareme (Bandung), Pemalang, Semarang, Pati, Magelang dan Surabaya. PT ITP Tbk unit pabrik Citeureup sendiri memiliki lokasi yang dikatakan strategik. PT ITP Tbk juga memiliki akses jalan sangat baik, karena letaknya yang strategik. Ini bisa dilihat dengan adanya akses jalan tol Jagorawi yang hanya berjarak beberapa kilometer dari lokasi pabrik, sehingga perusahaan dengan mudah memasarkan produknya kepada masyarakat ataupun industri lain. Dengan lokasi sangat strategik, maka secara logika tidaklah sulit bagi PT ITP Tbk untuk memenuhi permintaan konsumen (pasar) dalam memenuhi kebutuhan semen, khususnya Indonesia.
34
4.3 Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan a. Struktur organisasi Sebagi suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri dan perdagangan produk semen, maka perusahaan membagi unit dalam organisasi secara fungsional. Kekuasaan tertinggi terletak pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sedangkan untuk melaksanakan kegiatan operasional dipegang oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh RUPS. Sebagai wakil dari pemegang saham dalam melaksanakan
pengawasan
disusun
dewan
komisaris
dan
untuk
melaksanakan kegiatan eksekutif sehari-hari direksi mengangkat plant division manager untuk mengawasi jalannya pabrik. Struktur organisasi PT ITP Tbk dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada tanggal 14 Mei 2008, maka susunan Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan adalah sebagai berikut : Dewan Komisaris Komisaris Utama
: DR. Albert Scheuer
Wakil Komisaris Utama (merangkap komisaris Independen)
: Sudwikatmono
Wakil Komisaris Utama (merangkap komisaris Independen)
: I Nyoman Tjager
Komisaris Independen
: Sri Prakash
Komisaris
: DR. Lorenz Naeger
Komisaris
: DR. Bernd Scheifele
Komisaris
: Daniel Gauthier
Dewan Direksi Direksi Utama
: Daniel Lavalle
Wakil Direksi Utama
: Tedy Djuhar
Direktur (Komersial)
: Nelson Borch
Direktur (Keuangan)
: Christian Kartawijaya
Direktur (SDM)
: Kuky Permana
35
Direktur (Teknik)
: Hasan Imer
Direktur
: Beni S. Santoso
Direktur
: Ernest G. Jelito
Tugas dan Wewenang serta Urutan Hirarki 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) a. Membubarkan perusahaan dan mengembangkan usaha b. Mengangkat dan memberhentikan pengurus 2. Dewan Komisaris a. Memberhentikan dan mengangkat direksi perusahaan b. Mengesahkan anggaran dan belanja perusahaan c. Mengawasi jalannya perusahaan 3. Dewan Direksi a. Menyusun dan melaksanakan anggaran dan belanja perusahaan b. Mengelola dan mengembangkan jalannya perusahaan 4. Plant Coordinator a. Mengkoordinir pengelola operasional plant dan divisi penunjang b. Menyusun dan melaksanakan anggaran dan belanja perusahaan 5. Plant/Division Manager a. Mengkoordinir operasional department haed di bawahnya. b. Menyusun dan melaksanakan anggaran belanja plant/division 6. Department Head 7. Section Head/Superintendent 8. Foreman 9. Pelaksana 10. Pembantu Pelaksana
b. Jumlah Pegawai PT ITP Tbk PT ITP Tbk yang bergerak di bidang pembuatan semen sebagai bisnis utama, dimana secara ekonomi dan politis memiliki nilai strategik. Didukung oleh ± 5.000 tenaga kerja dengan berbagai keahlian, dari tahun ke tahun menunjukkan kinerja yang semakin baik. Sistem kerja mengacu
36
pada penerapan teknologi proses yang semakin canggih, sumber daya manusia yang semakin handal, administrasi yang tertib dan penggabungan infrastruktur yang baik, sehingga semua berintegrasi dengan baik merupakan jaminan langsung pada pabrik ini. Berikut adalah jumlah karyawan PT ITP Tbk (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah karyawan PT ITP Tbk Lokasi
Jumlah (orang)
Head Office
619
Citeureup
3.120
Cirebon
715
Tarjun
757
Total 5.211 Sumber : PT ITP Tbk per Oktober 2009b.
4.4 Bidang Usaha PT ITP Tbk telah memproduksi berbagai semen. Produksi semen yang dihasilkan mempunyai merek dagang “Tiga Roda”.
Gambar 11. Merek dagang produk semen PT ITP Tbk
37
Semen yang dihasilkan mempunyai berbagi jenis dan kegunaannya, yaitu : a. Semen Portland Tipe I Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika), BS 12, 1996 (Inggris) Semen Portland adalah hidraulic binder (material yang mempunyai sifat-sifat adesif dan kohesif) yang dalam penggunaannya tidak memiliki persyaratan khusus, misalnya untuk bangunan perumahan, gudang bertingkat, jalan, jembatan, dan dapat dipakai sebagai bahan baku komponen bangunan seperti asbes semen, ubin, batako, paving block, eternit dan lain-lain. b. Semen Portland Tipe II Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika) Jenis semen Portland dapat digunakan untuk bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat sedang atau panas hidrasi rendah, misalnya untuk kontruksi beton massa seperti bendungan, bangunan di daerah rawa dan lainlain. c. Semen Portland Tipe V Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika) Jenis semen Portland yang biasanya digunakan untuk proyek-proyek khusus dengan ketahanan pada sulfat tinggi, misalnya untuk tiang pancang, kontruksi bangunan di daerah gambut, dan lain-lain. d. Semen Portland Putih (semen putih) Standar : SNI 15-0129-1998 (Indonesia) Jenis semen ini, pada umumnya digunakn untuk pembuatan ubin teraso, patung-patung dan dekorasi lainnya serta sebagai pengisi lantai atau tembok dan keramik. Produk ini merupkan satu-satunya diproduksi di Indonesia. e. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) Standar : API Spesification 10 A (American Petrolium Institute), Class G-HSR (High Sulfat Resistant), SNI 15-3044-1992 Kelas G Jenis semen ini khusus digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun lepas pantai.
38
f. Semen Portland Pozzolan (Pozzolan Portland Cement – PCC) Standar : SNI 15-0302-1999 (Indonesia) Semen Portland Pozzolan yang diproduksi PT ITP adalah jenis IP-U yang dapat digunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton. 4.5 Proses Pembuatan Semen Sejauh ini terdapat empat macam proses pembuatan semen, dibedakan berdasarkan kondisi fisik bahan baku yang diumpankan ke dalam tanur. Pemilihan jenis proses tergantung kepada bahan baku yang tersedia, kondisi fisik dan kimia bahan baku, pertimbangan teknis dan ekonomi. Proses-proses tersebut adalah : 1. Proses basah (wet process) Pada proses ini, material memiliki kadar air 25-37%. Material lalu digiling hingga terjadi proses pencampuran. Slurry yang memenuhi syarat dimasukkan kedalam kiln untuk dibakar. Tahap pembakaran dalam rotary kiln mencakup proses : a.
Drying : Penguapan air.
b.
Calcination : Disosiasi CaCO3 menjadi CaO dan CO2, dekomposisi tanah liat.
c.
Sintering : Tahap saat sebagian bahan baku mulai meleleh.
d.
Reaction : Terbentuknya C2S, C3S, C3A dan C4AF. Setelah klinker terbentuk (dengan suhu pembakaran kiln 1.450oC),
dilakukan pendinginan secara cepat, lalu hasilnya disimpan dalam penyimpanan klinker. Kemudian dilakukan penambahan gypsum (3-5%) dan digiling. Kebutuhan panas pada proses basah adalah 1.200-1.300 kcal/kg klinker. 2. Proses semi basah Proses semi basah dikenal dengan nama shaft kiln process. Umpan tepung bahan baku dengan kadar air 15-25% dicampur langsung dengan batu bara dan air membentuk coke. Coke kemudian diumpankan ke dalam tanur tegak. Proses pengeringan, pemanasan awal dan kalsinasi terjadi
39
secara berurutan dalam tanur. Kebutuhan panas pada proses ini sekitar 850 kcal/kg klinker. 3. Proses semi kering Proses semi kering menggunakan umpan bahan dengan kandungan air 10-15%, dibentuk berupa butiran yang kemudian dijadikan umpan prapemanas. Kebutuhan panas pada proses ini 850-900 kcal/kg klinker. 4. Proses kering Umpan Tanur berupa butiran tepung baku halus dengan kadar air 0,5-3,5%. Pada proses ini penguapan air dan prakalsinasi berlangsung dalam suspension preheater, sedangkan dalam tanur berlangsung proses kalsinasi sisa dan pembentukan klinker. Digunakan umpan kering untuk suspension preheater dan rotary kiln, dengan tahap proses. a.
Drying : Dalam suspension preheater, bertujuan menghilangkan kadar air.
b.
Calcination : Terjadi didalam suspension preheater dan rotary kiln.
c.
Reaction : Dalam rotary kiln.
4.6 Diagram Alir Proses Produksi semen membutuhkan bahan baku yang bersifat kering, proporsional, dan homogen sebelum ditransfer ke dalam tanur pembakaran. Hasil pencampuran ini dikenal dengan nama klinker, yang kemudian dihaluskan dengan campuran gipsum di dalam penggilingan semen untuk menghasilkan OPC atau dicampur dengan bahan aditif lainnya untuk menghasilkan tipe semen yang lain. Rataan sekitar 960 kg klinker menghasilkan satu ton OPC. Tahapan proses produksi semen adalah : 1. Penambangan Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat, pasir besi dan gipsum. Batu kapur, tanah liat dan pasir silika di tambang dengan cara pengeboran dan peledakan dan kemudian dibawa ke mesin penggiling yang berlokasi
40
tidak jauh dari tambang. Bahan yang telah digiling kemudian dikirim melalui ban berjalan atau dengan menggunakan truk. Dalam sistem proses basah, bahan baku dimasukkan ke dalam tanur dengan wujud aslinya yang masih basah, sehingga membutuhkan konsumsi panas yang relatif tinggi. Dalam sistem proses kering, bahan baku telah dikeringkan dan dimasukkan ke tanur dalam bentuk bubuk. Ini memberikan keuntungan sehingga digunakan oleh produsen semen saat ini. PT ITP menggunakan proses tanur kering, yang mengkonsumsi panas lebih sedikit dan lebih efisien dibandingkan proses tanur basah. 2. Pengeringan dan Penggilingan Semua bahan yang sudah dihancurkan dikeringkan di dalam pengering yang berputar untuk mencegah pemborosan panas. Kadar air dari material tersebut menjadi turun sesuai dengan kontrol kualitas yang telah ditentukan sesuai standar yang telah ditetapkan. Setelah disimpan di Raw Mill Feed Bins, campuran material yang telah mengikuti standar dimasukkan ke dalam penggilingan. Dalam proses penggilingan ini, pengambilan contoh dilakukan setiap satu jam untuk diperiksa agar komposisi masing-masing material tetap konstan dan sesuai dengan standar. Setelah itu tepung yang telah bercampur itu dikirimkan ke tempat penyimpanan. 3. Pembakaran dan Pendinginan Dari tempat penyimpanan hasil campuran yang telah digiling, material yang telah halus itu dikirim ke tempat pembakaran yang berputar dan bertemperatur sangat tinggi sampai menjadi klinker. Setelah klinker ini didinginkan, dikirim ke tempat penyimpanan. Selama proses ini berlangsung, peralatan yang canggih digunakan untuk memantau proses pembakaran yang diawasi secara terus menerus dari Pusat Pengendalian. Bahan bakar yang dipergunakan adalah batu bara, kecuali untuk semen putih dan oil well cement digunakan gas alam.
41
4. Penggilingan Akhir Klinker yang sudah didinginkan kemudian dicampur dengan gipsum yang masih diimpor, kemudian digiling untuk menjadi semen. Penggilingan ini dilaksanakan dengan sistem close circuit untuk menjaga efisiensi serta mutu yang tinggi. Semen yang telah siap untuk dipasarkan ini kemudian dipompa ke dalam tangki penyimpanan. 5. Pengantongan Dari silo tempat penampungan, semen dipindahkan ke tempat pengantongan untuk kantong maupun curah. Pengepakan menjadi efisien dengan menggunakan mesin pembungkus dengan kecepatan tinggi. Kantong-kantong yang telah terisi dengan otomatis ditimbang dan dijahit untuk kemudian dimuat ke truk melalui ban berjalan. Sedangkan semen curah dimuat ke lori khusus untuk diangkut ke tempat penampungan di pabrik, atau langsung diangkut ke Tanjung Priok untuk disimpan atau langsung dikapalkan.
Diagram alir proses pembuatan semen terlihat pada Gambar 12. 1
2
3
4
5
Gambar 12. Diagram alir proses pembuatan semen
42
4.7. Pemetaan Level 1 PT ITP Tbk dalam menjalankan operasi produksinya menerapkan rantai pasok yang melibatkan berbagai tahapan-tahapan mata rantai dari supplier hingga ke pelanggan. Rantai pasok PT ITP mempunyai 2 jalur pasokan. Jalur pasokan pertama yang disebut dengan proses pesanan barang jadi (semen) pada Gambar 13.
Supplier
PT ITP
Main Distributor
City Distributor
Toko/End-user
Gambar 13. Rantai pasok jalur pertama PT ITP (PT ITP, 2009a) Keterangan : Aliran material Aliran Informasi dan data Aliran uang Pada Rantai pasok jalur pertama PT ITP, dalam memenuhi pesanan pelanggannya diawali dengan memesan kebutuhan bahan baku pembuatan semen kepada pemasok-pemasok yang telah dipilih perusahaan (Tabel 5). Tabel 5. Pemasok bahan baku PT ITP. Pemasok
Barang yang dipasok
1. PT Aneka Tambang Cilacap
Pasir besi
2. PT Pertamina (Persero)
Bahan bakar minyak
3. PT Adaro Indonesia
Batu bara
4. Mondi Packaging Dynas AB
Kertas kraft
5. PT Politama Pakindo
Kertas Woven
6. United Overseas Commodity
Gypsum
7. Refratechnik Asia Ltd
Bata api
Sumber : Data PT ITP, 2009c.
43
Setelah bahan baku tersedia, PT ITP melakukan proses produksi yang telah dijelaskan pada 4.5 untuk menghasilkan produk semen jadi. Produk semen jadi yang disediakan PT ITP berupa bulk dan bag semen. Bulk semen adalah semen yang dijual berbentuk curah, dijual per truk tank semen. Bag semen adalah semen yang dijual dalam bentuk yang sudah dikantongi. Satu kantong semen berisi 50 kg semen. Bag semen dapat ditemui di berbagai toko bangunan. Masyarakat biasa menyebut satu bag semen dengan sebutan satu sak semen. Permintaan akan semen di PT ITP pada jalur pertama melalui 2 distributor. Toko pelanggan memesan semen kepada City Distributor, setiap CD mempunyai wilayah pemasaran dan toko pelanggan masing-masing, serta bertanggungjawab untuk mencari pelanggan baru, fungsi lain dari CD adalah memelihara wilayah pemasarannya dari serangan pesaing dan membuat program promosi untuk menarik pelanggan baru. Setelah pesanan dari toko terkumpul semua, data pesanan di proses melalui sistem WOMS (Web Order Management System) data dari WOMS ini di kirim ke server Main Distributor (MD) untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data. Dalam pengolahan data ini termasuk juga melakukan seleksi terhadap pelanggan yang masih mempunyai piutang, bila masih mempunyai piutang dan sudah jatuh tempo belum melakukan pembayaran, maka oleh sistem secara otomotis pesanannya tidak akan di proses. Hasil pengolahan data dari WOMS kemudian diunggah
ke komputer pusat PT ITP. Oleh
petugas PT ITP, pesanan dipilah berdasarkan wilayah pemasaran untuk menentukan dispatch origin, yang dimaksud dengan dispatch origin adalah pusat distribusi, baik plant atau warehouse. Tujuan dari penentuan dispatch origin ini adalah untuk efisiensi ongkos angkut truk yang disewa oleh PT ITP. Kemudian dispatch origin mengunduh DO (Delivery Operation) dan mencetaknya dari perusahaan. Dispatch origin menentukan waktu pengiriman sesuai dengan keinginan pelanggan, yaitu harapan pengiriman yang dicantumkan di data DO. Proses pesanan selesai, pengiriman semen dilakukan. PT ITP menyuruh armadanya untuk mengirimkan barang pesanan pelanggan ke tempat tujuan pelanggan.
44
Nama-nama distributor PT ITP adalah : 1. PT Bangunsukses Niagatama Nusantara
9.
2. PT Intimegah Mitra Sejahtera
10. PT Nusa Makmur Perdana
3. PT Angkasa Indah Mitra
11. PT Kirana Semesta Niaga
4. PT Saka Agung Abadi
12. PT Cipta Pratama Karyamandiri
5. PT Kharisma Mulia Abadijaya
13. PT Indo Timur Prima
6. PT Primasindo Cipta Sarana
14. PT Citrabaru Mitra Perkasa
7. PT Samudera Tunggal Utama
15. PT Sumber Abadi Sukses
8. PT Adikarya Maju Bersama
PT Royal Inti Mandiri Abadi
Pada jalur rantai pasokan kedua yang disebut dengan proses fisik, di awali dari PT ITP menerima pesanan dari distributor/toko/end-user langsung. Selanjutnya PT ITP langsung mengirimkan pesanan ke tempat tujuan masingmasing. Pembelian semen melalui PT ITP, minimal transaksi pembelian adalah 1 DO (1 DO = 160 sak semen = 8 ton). Rantai pasok jalur kedua disajikan pada Gambar 14.
Pemasok
PT ITP
Distributor/Toko/End-user
Gambar 14. Rantai pasok jalur kedua PT ITP (PT ITP, 2009a) Keterangan :
Aliran material Aliran informasi dan uang
Pada pemetaan level 1 terdapat ruang lingkup unsur-unsur proses SCOR pada rantai pasok PT ITP, disajikan pada Tabel 6.
45
Tabel 6. Ruang lingkup unsur-unsur proses SCOR. No.
Unsur Proses
Mata Rantai 1 (Supplier)
Mata Rantai 2 (PT ITP)
Mata Rantai 3 (Main Disributor)
Mata Rantai 4 (City Distributor)
1
Plan
Perencanaan supply bahan baku seperti pasir besi, gypsum, tanah liat, batubara, bahan bakar dan perencanaan finansial.
Perencanaan kebutuhan raw mill, perencanaan persediaan semen, persiapan maintenance, perencanaan produksi dan perencanaan delivery.
Perencanaan pemenuhan permintaan semen di wilayahnya.
Perencanaan pemenuhan permintaan semen di wilayahnya.
2
Source
Pengadaan bahan baku untuk memasok bahan baku ke ITP dan membuat kesepakatan dengan client.
Pemesanan semen ke ITP.
Pemesanan semen ke main distributor.
3
Make
Tidak ada proses membuat, karena bahan baku tersedia dari alam langsung diangkut ke ITP.
Pemesanan, pengiriman, pemeriksaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pemerolehan bahan baku dari pemasok, memilih pemasok dan membuat kesepakatan dengan pemasok. Memproduksi dan melakukan packing semen.
Main distributor tidak merubah, baik bentuk maupun kemasan semen.
City distributor tidak merubah, baik bentuk maupun kemasan semen.
Mata Rantai 5 (Toko/Enduser) Perencanaan pembelian semen, perencanaan persediaan semen dan perencanaan jumlah pemakaian semen. Pembelian semen melalui city distributor.
Tidak ada proses membuat oleh toko/enduser. Toko sebagai penjual semen kiloan, sedangkan enduser sebagai pemakai akhir. 45
46
Lanjutan Tabel 6. Ruang lingkup unsur-unsur proses SCOR. No.
Unsur Proses
4
Deliver
5
Return
Mata Rantai 1 (Supplier)
Mata rantai 2 (PT ITP)
Mata Rantai 3 (Main Disributor)
Mata Rantai 4 (City Distributor)
Melakukan Melakukan pengangkutan bahan packaging/pengemasan baku ke ITP sesuai prosedur ITP, melakukan pengiriman dengan transportasi yang tepat dan tepat waktu, mengelola proses pesanan dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan (main distributor,city distributor dan toko / end-user). Mengelola Pembuatan klaim atas pengembalian bahan bahan baku yang tidak baku yang tidak sesuai permintaan ke sesuai permintaan pemasok dan mengelola dari PT ITP dan klaim atas semen yang menyediakan kurang, karena dicuri transportasi untuk atau rusak karena pecah pengiriman bahan dan basah dari pelanggan baku pengganti ITP. Mengganti barang yang kurang.
Mengelola proses pesanan, menjaga hubungan baik dengan pelanggan (city distributor,toko/enduser) dan mengatur pembukuan kredit.
Mengelola proses pesanan, pelayanan pelanggan dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan (toko / end-user).
Mengelola klaim dari pelanggan dan melaporkannya kepada ITP.
Mengelola klaim dari pelanggan dan melaporkannya kepada main distributor.
Mata Rantai 5 (Toko/Enduser) Toko melakukan pengiriman kepada end-user setiap ada pembelian. Enduser tidak melakukan proses pengiriman karena dipakai sendiri. Pembuatan klaim atas semen yang kurang ke city distributor.
46
47
4.8. Metrik Kinerja SCOR Level 1 Rantai pasok semen Tiga Roda akan diukur dengan metrik kinerja level 1, yaitu kinerja penyampaian PT ITP dalam menyampaikan semen kepada pelanggan (toko/end-user). Bolstorff
(2003) menjelaskan bahwa analisis
level satu dimulai dengan mendefinisikan tujuan bisnis perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok yang akan dilakukan sejalan dengan strategi perusahaan dan fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian logistic division PT ITP, disebutkan bahwa tujuan bisnis PT ITP didefinisikan sebagai berikut : 1. Memberikan tingkat pelayanan terbaik. 2. Meningkatkan keuntungan perusahaan. Tujuan pertama dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari tiga indikator di bawah ini : a. Delivery performance. b. Responsiveness to customer demand. c. Flexibility to demand changes. Tujuan kedua dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari dua indikator di bawah ini : a. Supply chain cost. b. Asset management efficiency. Setelah mengetahui tujuan bisnis di atas langkah selanjutnya mengukur metrik-metrik pada SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis tersebut. Berdasarkan perhitungan yang ditampilkan pada Lampiran 4-5, metrik-metrik yang diberikan oleh SCOR dapat dilihat pada kolom data aktual pada Tabel 7. Untuk tujuan bisnis yang pertama, data yang tersedia adalah untuk POF dan OFCT. Sementara untuk tujuan kedua, data yang tersedia adalah untuk COGS dan CTCCT. Setelah mendapatkan data aktual dan mengkalkulasi
berdasarkan
keempat metrik tersebut, langkah selanjutnya menentukan posisi aktual dan menetapkan kinerja target untuk masing-masing metrik berdasarkan data benchmark. Data benchmark diperoleh dari Global Supply Chain Benchmark tahun 2010 untuk industri semen yang dikeluarkan oleh SCC, sebuah lembaga
48
non-profit yang independen di Amerika Serikat. Global Supply Chain Benchmark 2010 merupakan hasil kerjasama antara SCC dan APQC (American Productivity and Quality Center)/http://www.apqc.org, sebuah lembaga
non-profit
yang
bergerak
dalam
bidang
riset
mengenai
benchmarking untuk perusahaan-perusahaan dalam industri tertentu. Data benchmark ini digunakan untuk menentukan kinerja target, memberikan gambaran mengenai besarnya gap antara kinerja perusahaan dengan kinerja perusahaan yang menjadi acuan dalam data benchmark dan tren kinerja dari tahun ke tahun, serta membantu dalam mengarahkan pengembangan rantai pasok. Data benchmark terdiri dari 3 kategori, yaitu superior, advantage dan parity. Data pada kategori superior diperoleh dari persentil 90 perusahaanperusahaan dengan nilai terbaik untuk masing-masing metrik. Data pada kategori parity diperoleh dari rataan nilai perusahaan pada posisi median (rataan nilai tengah). Sedangkan data pada kategori advantage merupakan rataan nilai tengah antara kategori superior dan parity (Bolstorff, 2003). Apabila data aktual dari suatu metrik berada di posisi superior, artinya kinerja perusahaan berdasarkan metrik tersebut sudah dalam posisi terbaik, sehingga tidak perlu lagi dilakukan analisis pada level 2. Namun, bila data aktual berada di posisi advantage, parity, atau di bawah parity, maka harus dilakukan analisis lebih rinci pada level-level selanjutnya. Dalam menetapkan kinerja target untuk setiap metrik, SCC menjelaskan ketentuan penetapan tersebut dalam Bolstorff, 2003. Kinerja target pada kategori superior ditetapkan hanya untuk satu atribut yang menjadi fokus perusahaan atau metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang utama. Demikian juga dengan kinerja target pada kategori advantage hanya diberikan pada satu atribut yang menjadi fokus berikutnya. Sedangkan, kinerja target kategori parity ditetapkan untuk dua atribut lainnya. Data aktual dan benchmark dari industri sejenis secara global yang terdiri dari tiga kategori untuk mengetahui posisi kinerja PT ITP pada Tabel 7.
49
Tabel 7. Metrik SCOR model level 1 Performance Atribute
Level 1 Metric
Data Aktual (a)
Superior (b)
Advantage (c)
Parity (d)
Supply Chain Reliability
POF (RL.1.1) (%)
82,43
99
90,8
80
Supply Chain Responsiveness
OFCT (RS.1.1) (hari)
2
1,6
4
7
Supply Chain Costs
Supply Chain Management Cost
N/A
N/A
N/A
N/A
COGS (CO.1.2) (%)
53,84
27,3
50
64,3
CTCCT (AM.1.1) (hari)
53
25
41
62,5
Return on Supply Chain Fixed Assets
N/A
N/A
N/A
N/A
Supply Chain Asset Management
Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia) Target kinerja Sumber : 1. (a) Data divisi logistik PT ITP 2009d. 2. (b), (c), (d) Global SCC Benchmark Januari 2010. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis memberikan tingkatan layanan terbaik, metrik POF pada data aktual PT ITP berada di antara parity dan advantage. Sedangkan metrik OFCT berada di antara advantage dan superior. PT ITP harus menetapkan kinerja target untuk POF dan OFCT pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan bisnis yang utama yaitu memberikan tingkat layanan terbaik. Metrik
untuk
tujuan
bisnis
kedua,
meningkatkan
keuntungan
perusahaan, yaitu COGS pada data aktual PT ITP berada di antara parity dan advantage. Sedangkan CTCCT pada data aktual PT ITP berada di antara parity dan advantage. Data aktual COGS dan CTCCT tidak dapat diperoleh dalam satu angka yang pasti, karena data bersifat rahasia. Dalam mengolah data COGS dan CTCCT, data tersebut diperoleh dari neraca konsolidasi triwulan PT ITP, per 30 September 2009. Dengan asumsi perusahaan yang menetapkan pengurangan biaya pada produksi dan operasi perusahaan, COGS berada pada posisi antara parity dan advantage, serta mengacu pada Tabel 7 terlihat bahwa target COGS yang ingin dicapai berada pada posisi advantage.
50
Dalam SCOR Model, tidak disarankan terdapat lebih dari satu tujuan bisnis dengan kinerja target pada posisi superior. Lingkup proyek pengembangan rantai pasok yang kompleks, menghendaki adanya pembatasan kinerja target pada posisi superior, agar usaha perbaikan yang dilakukan hanya pada satu tujuan bisnis. Oleh karena itu, kinerja target untuk COGS ditetapkan pada posisi advantage. Terakhir, kinerja target untuk CTCCT, yaitu pada posisi parity. Hal ini juga disebabkan aturan dalam SCOR yang tidak memungkinkan lebih dari satu target pada posisi advantage. Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah melakukan gap analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan antara kondisi aktual dengan yang ditargetkan. Besarnya perbedaan tersebut diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan, apabila kinerja ditingkatkan sampai mencapai target (Bolstorff, 2003). Besarnya perbedaan berdasarkan gap analysis disajikan dalam Tabel 8, dimana kolom opportunity diisi dengan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja untuk metrik-metrik tersebut ditingkatkan sampai pada posisi yang ditargetkan. Untuk menghitung opportunity, diperlukan data nilai total pendapatan dan persentase laba kotor yang dihasilkan oleh produk semen (Bolstorff, 2003). Namun karena data keuangan bersifat rahasia dan peneliti melakukan penelitian di bulan Desember, dimana perusahaan belum melakukan tutup buku, maka besarnya opportunity dihitung menggunakan beberapa angka pendekatan. Pertama, laba kotor PT ITP diambil dari neraca konsolidasi triwulan per 30 September 2009. Peneliti mengambil data keuangan dari neraca konsolidasi triwulan per 30 September 2009, karena PT ITP melakukan laporan keuangan setiap triwulan tahun berjalan. Laporan akhir tahun PT ITP belum dapat diterima oleh peneliti, karena peneliti melakukan penelitian di bulan Desember. Berdasarkan laporan keuangan PT ITP per 30 September 2009, diketahui besarnya laba kotor 46,16%. Kedua, total pendapatan dihitung berdasarkan penjualan dari total produksi semen selama triwulan September 2009.
51
Tabel 8. Gap analysis antara data aktual dengan kinerja target Performan ce Atribute
Level 1 Metric
Data Aktual
Superior
Advantage
Parity
Supply Chain Reliability Supply Chain Responsive ness
POF (RL.1.1) (%)
82,43
99
90,8
80
Requirement Gap 16,6
OFCT (RS.1.1) (hari)
2
1,6
4
7
2
Supply Chain Costs
Supply Chain Management Cost COGS (CO.1.2) (%)
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
53,84
27,3
50
64,3
3,8
Rp 127.956.658 .590 **)
53
25
41
62,5
9,5
Mengurangi beban bunga dan opportunity cost
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
Supply CTCCT Chain (AM.1.1) Asset (hari) Manageme nt Return on Supply Chain Fixed Assets Keterangan : N/A = not available *) Lihat Tabel 9 * *) Lihat Tabel 10
Target kinerja
Terdapat beberapa metode dalam SCOR Model yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya opportunity untuk POF. Salah satu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah LOM
(Bolstroff, 2003). Dengan
metode ini dapat diketahui besarnya kesempatan yang hilang untuk memperoleh pendapatan tertentu dengan kinerja POF dan COGS saat ini. Hal tersebut adalah bila PT ITP dapat memperbaiki kinerjanya, maka mengalami peningkatan pendapatan. Cara menghitung opportunity untuk metrik POF dan COGS dijelaskan Tabel 9 – 10.
Opportunity
Rp 552.146.310 .636 *) Meningkatkan kehandalan pasokan/pen giriman N/A
52
Tabel 9. Tabel perhitungan opportunity untuk POF dengan LOM Komponen Hasil Perhitungan Total pendapatan (Rp) 7.218.814.234.817 POF aktual (%) 82,43 POF target (superior) : % 99 Total pendapatan x ((100-POF aktual)/100) (a) : Rp 1.268.345.661.057 Total pendapatan x ((100-POF target)/100) (b) : Rp 72.188.142.348 Selisih (a) dan (b) : Rp 1.196.157.518.709 Laba kotor (%) 46,16 Laba kotor x selisih (opportunity) : Rp 552.146.310.636 Besarnya opportunity untuk metrik OFCT dalam mencapai target sejalan dengan opportunity yang berasal dari POF. Apabila OFCT makin rendah, artinya waktu tunggu makin pendek, maka otomatis membuat nilai POF semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan (Bolstroff, 2003). Opportunity untuk metrik COGS diperoleh dengan menghitung besarnya penurunan COGS bila target tercapai. Penurunan tersebut secara langsung menandakan peningkatan dalam laba kotor atau laba operasi seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Tabel perhitungan opportunity untuk COGS dengan LOM Komponen Total pendapatan (Rp) COGS aktual (%) COGS target (advantage) : % Total pendapatan x COGS aktual (a) : Rp Total pendapatan x COGS target (b) : Rp Selisih (a) dan (b) : Rp Laba kotor (%) Laba kotor x selisih (opportunity) : Rp
Hasil Perhitungan 7.218.814.234.817 53,84 50 3.886.609.584.025 3.609.407.117.409 277.202.466.616 46,16 127.956.658.590
Terakhir, perhitungan besarnya opportunity dari CTCCT diperlukan data besarnya biaya bunga per hari, tetapi karena perusahaan tidak berkenan memberikannya, maka besarnya opportunity tidak dapat ditentukan.
53
4.9. Pemetaan Level 2 Pada pemetaan level 2 ini, setiap proses inti dalam SCOR akan ditampilkan lebih rinci dari proses-proses rantai pasok perusahaan. Ada tiga tipe proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Tipe proses SCOR pada PT ITP dijelaskan sebagai berikut : 1. Planning (Perencanaan) Proses perencanaan pada PT ITP sudah sangat baik. Dimulai dari perencanaan rantai pasok secara keseluruhan, yaitu proses perencanaan pengadaan bahan baku dari pemasok, perencanaan kebutuhan bahan baku oleh PT ITP, perencanaan persediaan semen, persiapan peralatan, perencanaan produksi, perencanaan pengiriman kepada pelanggan, hingga perencanaan pelayanan klaim dari pelanggan. PT ITP telah dapat menyeimbangkan permintaan dan penawaran agregat dalam bisnis penyampaian/pengiriman semen kepada pelanggannya sehingga dapat mencapai target dalam mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan. 2. Excecution (Pelaksanaan) Pelaksanaan proses-proses SCOR pada PT ITP juga sudah sangat baik. Departemen Produksi telah membuat proses penjadwalan produksi semen dengan baik sehingga dapat menyediakan kebutuhan semen dengan tepat sesuai permintaan pasar. Departemen Supply membuat proses penjadwalan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku dari pemasok yang dijadwalkan secara tepat dalam jumlah maupun waktu dengan persediaan bahan baku yang cukup untuk meminimalisir biaya angkut truk dan biaya penggudangan, serta menjalin hubungan baik dengan para pemasok. Bagian proses pemesana dan pengkapalan di Departemen Logistik juga telah melayani pesanan pelanggan dengan baik dan melakukan pengiriman yang bekerjasama dengan perusahaan ekspedisi dengan tepat waktu sesuai harapan pengiriman yang ditetapkan. 3. Enable Sistem Informasi yang mendukung dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sangat penting. PT ITP telah memiliki MIS (Management
54
Information System) yang baik dengan pemasok dan distributor-distributor baik di ITP sendiri maupun di anak perusahaannya. Sistem Informasi yang diterapkan di PT ITP adalah aplikasi berbasis web, sistem tersebut bernama WOMS (Web Order Management System). WOMS dapat diaskses hanya orang tertentu saja/organisasi yang hanya mempunyai kerjasama bisnis dengan PT ITP. Sistem WOMS menghilangkan proses pendataan
pemesanan
pelanggan
secara
manual,
sehingga
dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi produktivitas, serta biaya. Di dalam sistem WOMS juga dapat diketahui distributor dan toko yang bermasalah akibat dari penunggakan tagihan yang belum dibayar. PT ITP telah memiliki sistem informasi yang menghubungkan database dari departemen saru ke database departemen lainnya. Setiap departemen terdapat jaringan Local Area Network (LAN) maupun Wireless Local Area Network (WLAN) yang memudahkan transfer data yang dibutuhkan karyawan menjadi lebih cepat dan efisien, sehingga memaksimalkan produktivitas kerja karyawan. Dalam operasi produksi, PT ITP juga menerapakan pengontrolan mesin-mesinnya dengan menggunakan teknologi informasi. PT ITP mempunyai departemen CCP (Central Control Panel) yang berfungsi untuk mengamati dan memantau setiap proses-proses produksi melalui komputer. Apabila ada kesalahan proses produksi dan kerusakan pada mesin, maka dapat langsung diketahui melalui layar komputer dan langsung dapat segera ditangani penyebab permasalahan teknis yang terjadi. Selain itu, untuk mewujudkan manajemen informasi yang baik, perlu adanya komunikasi dan hubungan baik dengan pemasok, distributor dan antar departemen dalam perusahaan. PT ITP memberikan pelatihan kepada setiap karyawan dan distributornya bila ada perubahan dalam sistem. Pada pemetaan level 2, proses dalam sebuah rantai pasok pada perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi 30 kategori proses inti (Gambar 15).
55 P1 – Plan Supply Chain Mengidentifikasi, membuat penjadwalan, membuat prioritas dan menghitung aggregate kebutuhan rantai pasok
S2-Source MakeTo-Order Product 1. Pengadaan 2. Kontrak pelayanan 3. Pengiriman material
P3-Plan Make : 1. Perencanaan SDM 2. Perencanaan proses 3. Material Production Schedule (MPS) 4. Perencanaan mesin/peralatan & fasilitas
P4-Plan Deliver 1. Perencanaan pengiriman 2. Perencanaan standar mutu
M2-Make-to-order 1. Pabrikasi 2. Pengepakan 3. Material placement
D3-Deliver Engineered-to-Order Product 1. Pengiriman 2. Persiapan dokumen 3. Pencetakan DO 4. Finished good report
SR1-Return Defective Product 1. Pengecekan produk yang rusak 2. Perbaikan produk yang rusak 3. Pengembalian produk yang rusak 1. Claim/Complaint report
DR1-Return Defective Product 2. Perbaikan produk yang rusak 3. Pengembalian produk yang rusak 4. Claim/Complaint report
Enable : 1. Membuat dan mengelola aturan main tiap proses Plan Source 2. Melakukan penilaian kinerja tiap proses 3. Mengelola data 4. Mengelola persediaan 5. Mengelola aset modal Rantai pasok/keuangan 6. Mengelola transportasi 7. Mengelola konfigurasi rantai pasok 8. Mengelola peraturan 9. Mengelola risiko proses pada rantai pasokan 10. Mengidentifikasi unsur proses
P5-Plan Return Perencanaan pelayanan claim pelanggan
PELANGGAN
PEMASOK
P2-Plan Source 1. Perencanaan material handling 2. Vendor planning
Make
Deliver
Perjanjian pemasok
Gambar 15. Pemetaan level 2 rantai pasok produk semen
Return
56
Model SCOR menguraikan dari lima proses level 1 (plan, source, make, deliver dan return) menjadi 12 (dua belas) tipe proses pelaksanaan (execution) dan lima tipe proses perencanaan (planning) (Bolstroff, 2003). Berikut adalah penjelasan masing-masing untuk tipe proses planning dan execution : 1. Plan Plan Supply Chain (P1) adalah proses mengambil data permintaan aktual dan membangun suatu rencana pasokan untuk rantai pasok, didefinisikan oleh ruang lingkup rencana metrik rantai pasok. Langkahlangkah dasar memerlukan : a. Unit peramalan yang biasa untuk pemasaran dan penjualan. b. Rencana pasokan yang membatasi peramalan berdasarkan ketersediaan atau sumber daya, seperti persediaan, kapasitas produksi dan transportasi. c. Suatu
langkah
seimbang
dimana
pengecualian
demand/supply
diselesaikan dan diperbarui pada sistem. Plan Source (P2) adalah proses membandingkan persyaratan total material dengan batasan peramalan P1 yang dibuat dan membangun sebuah perencanaan sumber daya persyaratan material berdasarkan P3 untuk memuaskan landed cost dan tujuan persediaan menurut tipe komoditas. Perubahan bentuk menjadi suatu material ini melepaskan jadwal yang membiarkan pembeli mengetahui berapa banyak produk yang harus terbeli berdasarkan pesanan biasa, persediaan dan persyaratan ke depan. Hal ini dilakukan untuk item pada tagihan material dan dikelompokkan berdasarkan pemasok atau tipe komoditas. Tipe proses planning ini berhubungan dengan memulai praktek perencanaan persyaratan material. Plan make (P3) adalah proses membandingkan pesanan produksi aktual sekaligus pesanan replenishment yang berasal dari P4 terhadap perkiraan terbatas P1 yang telah dihasilkan dan menghasilkan rencana sumber jadwal induk produksi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan tujuan persediaan. Ini berarti bahwa keperluan material, P2, berdasarkan item dan jadwal induk produksi. Hal ini dilakukan untuk setiap lokasi
57
pabrik dan bisa digabungkan menurut tipe daerah atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini sangat dekat dengan praktek-praktek penjadwalan induk produksi. Plan deliver (P4) adalah proses membandingkan pesanan aktual yang telah disepakati dengan P1 dan mengembangkan rencana sumber distribusi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini merupakan kebutuhan replenishment yang menginformasikan plant manager seberapa banyak produk yang direncanakan, P3; dan visibilitas dalam inventory yang telah dijanjikan. P4 dilakukan untuk tiap lokasi gudang dan dapat digabungkan ke tingkat regional atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktik dari perencanaan kebutuhan distribusi. Plan return (P5) adalah proses menggabungkan pengembalian yang telah direncanakan dan menghasilkan rencana sumber pengembalian untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini memiliki arti bahwa kebutuhan pengembalian yang menginformasikan tipe, volume dan jadwal pengembalian yang telah direncanakan dan pengembalian yang tidak direncanakan tetapi telah diketahui kepada tim pabrikasi, tim perawatan dan tim logistik. P5 dilakukan untuk tiap gudang dan pengembalian perawatan dan dapat digabungkan pada tingkat regional atau tipe geografi lainnya. 2. Source Tipe proses source level 2, terdiri dari source stocked product (S1), source make-to-order-product (S2) dan source engineer-to-order product (S3), mencirikan suatu perusahaan dalam membeli bahan baku dan barang jadi. Faktor utama dalam menentukan tipe proses source memicu kejadian dari plan, make dan deliver dan keadaan barang di pemasok ketika pemesanan dilakukan. S1 dibuat untuk persediaan, berdasarkan persyaratan peramalan dari plan, make atau deliver dan pada pemasok telah tersedia item dalam persediaan barang jadi sebelum pesanan pembeliaan. S2 dibuat untuk pesanan, berdasarkan persyaratan pesanan pelanggan yang spesifik dari
58
make atau deliver dan supplier harus mengubah bahan baku atau barang setengah jadi dalam merespon suatu pesanan pembelian. S3 untuk rekayasa pesanan, berdasarkan pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari make atau deliver. Pemasok yang memenuhi syarat harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum pesanan dilakukan. Jumlah pesanan pembeliannya tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan sering hanya dilakukan sekali. 3. Make Tipe proses make level 2, yaitu make-to-stock (M1), make-to-order (M2) dan engineered-to-order (M3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengubah status bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan kemudian menjadi barang jadi. Faktor utama dalam
menentukan
tipe
proses make memicu kejadian dari plan atau deliver dan keadaan material ketika pemesanan dilakukan. M1 dipicu oleh peramalan atau keperluan penambahan stok dari plan. Proses pengubahan dilakukan sebelum pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu, tetapi berkaitan dengan skala ekonomis produksi. M2 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan tertentu dari deliver, yaitu pengubahan bahan mentah atau barang setengah jadi dilakukan sebagai reaksi atas pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan sama dengan jumlah pesanan pelanggan. M3 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari deliver. Spesifikasi teknik pabrikasi harus diselesaikan sebelum pengerjaan pesanan dilakukan. Jumlah pesanan yang dikerjakan tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan biasanya dilakukan satu kali. 4. Deliver Tipe proses deliver level 2, yaitu deliver stocked product (D1), deliver make-to-order product (D2) dan deliver engineer-to-order (D3), mencirikan bagaimana suatu perusahaan memproses barang jadi dalam merespon pesanan pelanggan.
59
D1 dipicu oleh peramalan dari plan yang menempatkan barang jadi dalam persediaan di atas basis yang dijanjikan ada sebelum pesanan pelanggan. Tingkat persediaan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu. D2 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu pada barang jadi yang direncanakan untuk diubah, dikumpulkan atau dibentuk setelah penerimaan pesanan pelanggan. D3 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu dan desain atau spesifikasi manufaktur yang sudah lengkap sebelum penjualan pesanan dilakukan. Jumlah penjualan pesanan sama dengan jumlah pesanan pelanggan dan biasanya hanya sekali dilakukan. 5. Return Tipe proses return level 2, yaitu return defective product (R1), return maintenance repair and overhoul (MRO) product (R2) dan deliver return excess product (R3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengembalikan barang jadi dalam merespon hak pengembalian pelanggan. Prose return seringkali terdapat pada gudang, tetapi dapat pula diterapkan pengiriman langsung pada pabrikan atau pemasok. Ada dua perspektif terbentuk dalam tipe proses return, yaitu return form customer (DRx) dan return to suppliers (SRx). Faktor utama dalam menentuakan tipe proses memicu kejadian plan pelanggan dan keadaan barang ketika pesanan pelanggan dilakukan. R1 dipicu oleh warranty claim oleh pelanggan yang skalanya kecil dan product recall oleh sumber daya internal yang skalanya besar. Keduanya, pelanggan dan sumber daya internal, melaksanakan langkah proses dalam plan return. R2 dipicu oleh kejadian pemeliharaan yang direncanakan oleh plan return atau kejadian pemeliharaan yang tidak direncanakan oleh engineering, maintenance atau technical resources lain. R3 dipicu oleh pengembalian persediaan yang direncanakan berdasarkan perjanjian
kontrak
dengan
pelanggan
khusus
atau
pengembalian
persediaan yang tidak direncanakan berdasarkan kategori data manajemen untuk ruang yang tidak dibutuhkan bagi retail atau distributor.
60
Dengan demikian, dari penjelasan tersebut yang merujuk pada toolkit SCOR level 2 (Gambar 12), PT ITP melakukan proses planning (P1-P5), executing (S2, M2, D3, DR1 dan SR1) dan enabling. Dalam kasus PT ITP yang bergerak di bidang penyampain semen kepada distributor dan toko/end-user, kategori proses yang sangat kritis untuk PT ITP sesuai tujuan perusahaan adalah kategori D3. Kategori D3 diimplementasikan oleh PT ITP yang melakukan penjualan dan pengiriman semen berdasarkan by order (berdasarkan permintaan semen di pasar), sehingga jumlah penjualannya sama dengan jumlah permintaan pelanggan. PT ITP tidak lama-lama menyetok semennya di gudang, antara lain karena daya tahan semen yang tidak tahan lama jika disimpan dan juga PT ITP setiap harinya memproduksi semen 1 ton per 0,003 jam (PT ITP, 2009a). PT ITP memproduksi semen sebanyak itu diimbangi dengan permintaan kebutuhan semen dalam negeri yang terus meningkat sepanjang tahun. Semen telah dianggap sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia modern yang harus tersedia secara memadai, karena semen sebagai kebutuhan pokok pembangunan. Sebagai kebutuhan pokok pembangunan, maka pertumbuhan semen sebanyak dua kali pertumbuhan ekonomi. Hal ini kemudian dijadikan pembenaran bahwa harus selalu ada tempat bagi pabrik semen untuk selalu melangsungkan produksinya. 4.10. Peta Geografis Aliran Material Gambar 16 menunjukkan letak pabrik dan terminal-terminal distribusi milik PT ITP. Gambar 16 adalah gambar peta yang dilihat dari sisi pelanggan.
61
Gambar 16. Customer-facing map Keterangan :
Pabrik Terminal distribusi Gudang Perpindahan secara fisik semen berupa bulk (semen curah) terjadi
dari pabrik PT ITP (warna biru) ke terminal-terminal distribusi (warna merah). Namun ada beberapa end-user seperti kontraktor meminta semen bulk dan PT ITP pun bisa mengirimnya langsung. Perpindahan secara fisik semen berupa bag (semen kantong) terjadi dari pabrik PT ITP ke gudanggudang distribusi (warna pink). Hal tersebut dimaksudkan agar mengurangi biaya ekspedisi semen ke pelanggan di seluruh tanah air, agar pelanggan dengan mudah mendapatkan semen tiga roda dimanapun berada, sehingga sesuai dengan
tujuan bisnis
perusahaan
yaitu
meningkatkan pelayanan dan keuntungan perusahaan. Peninjauan rantai pasok pada level 2 lebih detil dilakukan pada pengidentifikasian nilai metrik POF dan OFCT yang masih kurang baik. Sedangkan pengidentifikasian nilai metrik COGS dan CTCCT tidak perlu diukur, karena dengan menganalisis POF dan OFCT akan langsung memberikan dampak perbaikan pada nilai COGS dan CTCCT. Dalam perhitungan POF dan OFCT, perlu diperhatikan ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantits (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung, serta
62
kondisi barang (perfect condition). Apabila ada salah satu syarat tersebut di atas yang tidak terpenuhi, maka pelayanan yang diberikan PT ITP kurang baik. Berdasarkan data logistik tahun 2009, diketahui penyebab ketidaksempurnaan
dalam
pemenuhan
pesanan
disebabkan
oleh
pengiriman barang yang tidak tepat waktu (not in time). Penyebab pengiriman barang yang tidak tepat waktu dimulai dari hilir ke hulu dapat ditelusuri pada proses delivery, make dan source. Pada proses pengiriman, nilai POF sekitar 80%. Angka ini diperoleh dari perkiraan atas berapa persen ketepatan pengiriman barang dalam hal kuantitas yang sesuai dengan dengan permintaan barang. Sedangkan nilai OFCT sekitar 2 hari. Angka disebut diperoleh dari rataan pengiriman barang sampai di pelanggan sesuai dengan harapan pengiriman pelanggan. Pada proses make, nilai POF hampir 100%. Angka tersebut diperoleh berdasarkan perkiraan atas berapa persen kebutuhan bagian produksi yang dapat dipenuhi oleh bagian penggudangan bahan baku untuk proses produksi. Hal ini didukung oleh lokasi penggudangan bahan baku yang satu lokasi dengan pabrik. Setiap pabrik PT ITP terdapat gudang bahan baku semen. Nilai OFCT sekitar 1 hari. Pada proses source, nilai POF sekitar 95%. Angka tersebut diperoleh berdasarkan perkiraan atas berapa persen jumlah pesanan bahan baku dari PT ITP yang dapat dipenuhi oleh pemasok dengan baik berdasarkan ketiga syarat yang telah disebutkan tadi. Nilai OFCT sekitar 2 hari. Tabel 11 nilai POF dan OFCT pada proses deliver, make dan source. Tabel 11. Nilai POF dan OFCT pada proses deliver, make dan source Metrik
Deliver
Make
Source
POF (%)
80
99
95
OFCT (hari)
2
<1
2
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diintepretasikan bahwa PT ITP pada proses deliver, nilai POF 80% dan OFCT sebesar 2 hari. Dari nilai POF, PT ITP dalam memenuhi permintaan pelanggan dari segi
63
ketepatan waktu dan kuantitas dinilai kurang baik. Dalam fakta di lapangan banyak terjadi pengiriman terlambat, jumlah semen tidak sesuai permintaan pelanggan dan semen tidak terkirim. Pengiriman kuantitas semen yang tidak sesuai dengan permintaan pelanggan dikarenakan semen rusak akibat kemasan pecah, terkena hujan dan dicuri diperjalanan. Pengiriman tidak terkirim ini dikarenakan pihak ekspedisinya terjadi kehabisan armada atau terjadi faktor lain yang diluar jangkauan, seperti bencana, mesin mogok, dan lain-lain. Pada proses ini nilai OFCT terbilang baik, karena jika tidak terjadi apa-apa pengiriman semen hanya memakan waktu 2 hari. Misal, pelanggan melakukan DO (delivey operation) semen ke pihak city distributor, maka langsung ditindak lanjuti oleh main distributor hingga informasi sampai ke PT ITP pada hari itu juga. PT ITP baru akan menyuruh pihak ekspedisi untuk mengirimkan pesanan pelanggan pada hari berikutnya. Pada proses make, nilai POF 99% dan OFCT < 1 hari. Dari nilai POF dan OFCT tersebut, PT ITP mendapatkan kebutuhan bahan baku sesuai dengan ketepatan waktu dan kuantitasnya dari gudang bahan baku yang satu lokasi dengan pabrik. Pada proses source, nilai POF 95% dan OFCT 2 hari. Dari nilai POF tersebut dapat dijelaskan bahwa pemasok mengirim kebutuhan bahan baku semen cukup baik. Hal ini didukung oleh banyaknya pemasok yang menjalin kerjasama bisnis dengan PT ITP. PT ITP sangat loyalitas dengan para pemasoknya. OFCT sebesar 2 (dua) hari dinilai baik, kebutuhan bahan baku dikirim sebagian berasal dari impor negara luar dan juga dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan ketiga nilai tersebut beserta analisisnya, terlihat bahwa proses deliver memiliki kinerja paling rendah. Ketidaktepatan pengiriman yang dilakukan PT ITP secara keseluruhan dapat menghambat tujuan bisnis perusahaan yaitu meningkatkan pelayanan pelanggan. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses deliver menjadi rendah, maka dilakukan penelitian pada level 3.
64
4.11. Pemetaan Level 3 Analisis pemetaan level 3 dilakukan untuk melihat lebih detil proses deliver, karena memiliki kinerja paling rendah berdasarkan analisis level 2. Pemetaan level 3 dilakukan atas semua aktivitas dalam proses deliver, sehingga diperoleh Gambar 17 konfigurasi saat ini (As-IsProcess). Gambar tersebut memperlihatkan pengelolaan pengiriman material (deliver) di PT ITP yang terdiri dari input (masukan), process elements (proses unsur) dan outputs (keluaran).
65 D3 Deliver Engineered-to-order product
Inputs : Membuat rencana pengiriman, mengelola persediaan produk jadi.
Process Elements
Output
Inputs
Process Elements
Outputs
Identifikasi kebutuhan pesanan pelanggan
Balance delivery resources with delivery requirement
Data pesanan yang telah disusun
Tanggal pengiriman, komunikasi rencana SCM
D3.1
D3.2
D3.3
D3.4
D3.5
Memperoleh dan merespon permintaan pelanggan
Penawaran dan menerima kontrak pembelian
Memasukkan data pesanan, mengolah data dan mengirimkan data pesanan ke server
Pencetakan DO (Delivery Operation),pemi -lihan dispatch origin
Merencanakan, mengatur transportasi dan menempatkan barang
Informasi pelanggan
Catatan pesanan
Time order entry
Data pesanan pelanggan
Mengelola transportasi, Time order entry
Surat DO Dokumen pengiriman
Mengelola transportasi
D3.6
D3.7
D3.8
Menentukan rute transportasi
Melengkapi dokumen
Pengaturan pengiriman barang dan invoicing
Mengelola informasi pengiriman
Surat jalan
D3.9
D3.10
Menerima dan memverifikasi barang kepada pelanggan
Penempatan produk di tempat pelanggan
Payment Term Payment request
D3.11 Memberikan surat tagihan dan menerima pembayaran produk
Uang pembayaran
65
Gambar 17. Pemetaan level 3 Rantai Pasok Produk Semen (As-Is-Process)
66
4.12
Implikasi Manajerial 1. Bidang produksi dan operasi Penerapan manajemen rantai pasok di PT ITP Tbk pada bidang produksi dan operasi adalah : a. Pengiriman semen selama 2 hari (OFCT = 2 hari) yang melewati target yang telah diterapkan sebelumnya, dinilai sangat baik. PT ITP memproduksi semen telah terjadwal. Pembagian informasi data produksi dan permintaan yang akurat (update) dan dibantu komputer ke setiap anggota rantai pasokan, sehingga setiap anggota rantai pasokan dapat melakukan penjadwalan secara efektif. Hal ini telah menciptakan kelancaran dan kecepatan aliran pasokan semen ke pelanggan, sehingga kebutuhan semen pelanggan tepat waktu. b. Nilai POF 82,43% berada antara parity dan advantage. Ketepatan kuantitas pasokan semen sangat ditentukan oleh pihak transportasi. PT ITP telah menyerahkan aktivitas pengiriman semen ke perusahaan jasa transportasi. PT ITP dapat mencapai target superior dengan merancang jaringan distribusi yang tepat, mempertimbangkan aspek fleksibilitas dan kecepatan respon terhadap pelanggan. 2. Bidang keuangan Nilai COGS 53,84% berada di antara parity dan advantage. Penurunan COGS dapat membuat peningkatan dalam laba operasi perusahaan. Dalam hal ini, PT ITP dapat menekan COGS dengan menciptakan koordinasi taktis maupun operasional sehingga kegiatan produksi, pengadaan material, maupun pengiriman produk bisa dilakukan dengan efisien dan tepat waktu. Koordinasi yang dilakukan tidak hanya dilakukan di internal perusahaan, melainkan dalam anggota rantai pasokan, seperti menentukan berapa banyak produk yang diproduksi, informasi tentang data penjualan terakhir di tingkat
67
ritel dan berapa banyak stok produk yang masih pemasok miliki adalah penting bagi PT ITP. Nilai CTCCT 53 hari berada di antara parity dan advantage. PT ITP telah melewati target yang telah diterapkan, yaitu parity. Semakin pendek waktu yang dibutuhkan, maka semakin bagus bagi rantai pasokan. Perusahaan yang bagus biasanya memiliki siklus CTCCT pendek. Pemendekan hari dapat dilakukan, PT ITP dituntut mempunyai keahlian bernegoisasi dan memiliki kemampuan untuk menerjemahkan strategis perusahaan ke dalam sistem pemilihan dan evaluasi pemasok. 3.
Bidang Pemasaran Penerapan
manajemen
rantai
pasokan
secara
otomatis
memunculkan kegiatan mediasi pasar, yaitu bertujuan untuk mencari titik temu antara apa yang diinginkan pelanggan dengan yang dibuat dan dikirim oleh anggota rantai pasokan. Perusahaan melakukan survei pasar untuk mendapatkan promosi produk apa yang disukai oleh pelanggan pada suatu musim jual, merancang produk yang mencerminkan
keinginan
pasar
tersebut,
meramalkan
tingkat
permintaan dan pelayanan purna jual. 4.
Bidang SDM Pada bidang SDM, seluruh pekerja yang terlibat dalam integrasi rantai pasokan harus memiliki keahlian sesuai bidangnya masing-masing. Profesionalitas dari pekerja menentukan keberhasilan rantai pasokan. Pelayanan yang professional dapat menciptakan penyaluran bahan baku dari pemasok hingga produk jadi ke pelanggan tepat waktu dan jumlahnya, atau disebut just-in-time. Hal ini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan perusahaan.