25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Aspek Fisik dan Biofisik 4.1.1. Wilayah Administrasi Lingkar Danau Maninjau Wilayah lingkar Danau Maninjau secara administrasi merupakan kesatuan dari Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumetera Barat. Kecamatan Tanjung Raya terletak pada 100°05‟-100°16‟ Bujur Timur. Luas kecamatan ini 150,76 Km², mencakup sembilan Nagari, yaitu Maninjau, Bayur, Duo Koto, Paninjauan, Koto Kaciak, Koto Gadang, Koto Malintang, Tanjung Sani, dan Sungai Batang (Gambar 6). Pusat pelayanan administrasi kecamatan terletak di Nagari Maninjau. Menurut hierarkhi formal administrasi pemerintahan di bawah kecamatan adalah nagari yang dipimpin oleh Wali Nagari. Setiap nagari di kecamatan ini memiliki struktur tersebut. Konsep sistem pemerintahan nagari ini memiliki keunikan dan kompleksitas lebih dibandingkan sistem pemerintaan formal kelurahan atau desa pada umumnya di Indonesia. Secara administratif, batas-batas Kecamatan Tanjung Raya adalah sebagai berikut: 1. Utara : Kecamatan Palembayan 2. Timur : Kecamatan Matur dan Kecamatan IV Koto 3. Selatan : Kabupaten Padang Pariaman dan Kecamatan Lubuk Basung 4. Barat : Kecamatan Lubuk Basung
4.1.2. Aksesibilitas dan Sirkulasi Pusat Kecamatan Tanjung Raya, Nagari Maninjau, berjarak tempuh sekitar 143 kilometer dari Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Kota Bukittinggi, dan 27 kilometer dari Lubuk Basung, pusat pemerintahan Kabupaten Agam. Aksesibilitas di kawasan Danau Maninjau atau Kecamatan Tanjung Raya adalah jalan provinsi kelas-II dan jalan kabupaten kelas-III.
26
Gambar 6. Peta Aksesibilitas (BAPPEDA, 2010) Jalan provinsi tersebut, jika diakses dari arah timur atau kota Bukittinggi, melewati Kelok-44, suatu atraksi lanskap yang sekaligus menunjukkan perbatasan administrasi Kecamatan Tanjung Raya dan Matur. Jalan Provinsi ini melewati nagari-nagari di bagian utara Danau Maninjau antara lain Nagari Maninjau, Bayua, Duo Koto, Koto Kaciak, Koto Gadang, dan berakhir di Koto Malintang
27
yang berbatasan langsung dengan pusat Kabupaten Agam, Kecamatan Lubuk Basung (Gambar 6). Secara fisik dampak dari nagari-nagari yang dilewati jalan provinsi ini adalah kecenderungan orientasi bagunan menjadi ke arah jalan, dan semakin modern atau terurbanisasi. Sedangkan akses sekunder di lingkar Danau Maninjau ini adalah jalan kabupaten yang mengelilingi bagian selatan danau. Karena intensitas pergerakan atau sirkulasi yang tidak terlalu intensif, maka nagari-nagari yang dilewati jalur sekunder ini cenderung lebih terkonservasi.
4.1.3. Iklim Wilayah Kabupaten Agam memiliki pola curah hujan yang sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan topografinya, karena sebagian besar Kabupaten Agam terletak pada daerah pegunungan dan sebagian lagi terletak tidak jauh dari pantai Barat Sumatera. Keadaan ini membuat Kabupaten Agam sangat dipengaruhi oleh angin pegunungan dan angin laut. Kecamatan Tanjung Raya termasuk dalam daerah yang terletak di ketinggian 461,5 meter di atas permukaan laut. Hal ini membuat wilayah lingkar Danau Maninjau memiliki suhu rata-rata antara 23°C - 31°C, dengan kelembaban nisbi sebesar 95%, kecepatan angin 23 km/jam, dan curah hujan rata-rata wilayah lingkar Danau maninjau mencapai 2.500-3.500 mm/tahun dengan bulan kering selama 1-2 bulan berturutturut. Berdasarkan peta iklim oleh Oldeman (1979) dan hidroklimat dasar oleh Bakosurtanal (1987), Kabupaten Agam dibagi ke dalam 4 kelas curah hujan (Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian Geografik Spesifik Produk Kabupaten Agam Tahun 2001). Klasifikasi iklim oldeman pada kecamatan Tanjung Raya terbagi tiga yaitu, Oldeman B1, B2, dan C1 (Gambar 7). Wilayah Oldeman B1 adalah wilayah yang sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik, dan produksi tinggi bila panen pada kemarau. Oldeman B2 dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. Oldeman C1 adalah wilayah yang hanya dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali dalam satu tahun.
28
Gambar 7. Peta Iklim Tipe Oldeman (BAPPEDA, 2010) 4.1.4. Geologi, Tanah, dan Topografi Berdasarkan aspek geomorfologi, Kabupaten Agam merupakan bagian rangkaian Bukit Barisan yang memanjang dari barat laut ke tenggara dan selatan. Morfologi dataran pembentuk Danau Maninjau berupa endapan allluvium sungai dan danau yang berupa bahan-bahan lepas, berukuran dari lempung hingga
29
kerakal, serta endapan kipas alluvium (Gambar 8). Batuan tertua di areal wilayah Maninjau adalah batuan filit, batu gamping, granodiorit, dan diabas yang berasal dari era geologi Palaeozoik Tersier atau kurang lebih 542 sampai 251 juta tahun yang lalu. Dari singkapan-singkapan batuan di dasar sungai-sungai di sepanjang Lembah Antokan, diperoleh urut-urutan batuan vulkanik Maninjau sebagai berikut: basalt, breksi tufaan, piroksen andesit, breksi lahar dan tufa batu apung. Selain satuan morfologi pedataran, daerah Danau Maninjau juga termasuk ke dalam satuan morfologi Gunungapi Strato, dari daerah dengan kemiringan cukup terjal hingga melandai ke arah barat sekitar Lubuk Basung dan Sungai Limau. Pada morfologi ini bagian puncak dan lereng bagian atas merupakan aliran permukaan atau resapan, sedangkan pada bagian kaki gunung ditafsirkan sebagai daerah akumulasi air tanah. Daerah Danau Maninjau merupakan bagian dari Sistem Patahan Besar Sumatera (The Great Sumatran Fault Sistem). Pada bagian tengah merupakan patahan utama yang aktif. Sesuai dengan jenis morfologinya, Danau Maninjau juga termasuk ke dalam satuan morfologi Gunung Api Strato. Data dalam Laporan Peninjauan Danau Maninjau, Kanwil Deptamben Propinsi Sumatera Barat, DGTL, 1997, menyebutkan bahwa bagian tengah Gunung Maninjau ditempati oleh kaldera dengan ukuran panjang + 20 Km dan lebar + 8 Km. Luas Danau Maninjau + 100 Km2 dihitung dari bagian bawah kaldera. Secara umum, fisiografis dan jenis tanah Kawasan Danau Maninjau, dalam hal ini dipresentasikan oleh Kecamatan Tanjung Raya, termasuk satuan wilayah yang berbukit. Bahan induk tanahnya terdiri dari tuff vulkanik, ada yang sedang melapuk atau belum melapuk sama sekali. Tanah yang terbentuk adalah kelompok inceptiol, entisol, dan oxisol, atau yang dikenal sebagai andosol dan latosol. Pemanfaatan lahan saat ini dominan budidaya tanaman semusim. Berdasarkan Data Pokok Pembangunan Daerah Tahun 2000 (dalam, Rencana Tata Ruang Kawasan Maninjau), jenis tanah di Kecamatan Tanjung Raya antara lain adalah : Latosol (15,432 Ha), Andosol (4,863 Ha), Latosol dan Regosol
(7,708 Ha),
Organiosol (1,308 Ha), dan Lain-lain (5,560 Ha). Khusus untuk kawasan Danau Maninjau, sebagian besar daerah di sekitar danau terdiri dari jenis tanah andosol
30
dari kaldera Maninjau. Sebagian kecil diantaranya adalah tanah jenis alluvium (Gambar 8).
Gambar 8. Peta Geologi (BAPPEDA, 2010) Di danau Maninjau ini terdapat beberapa buah pulau kecil. Semakin ke arah bagian selatan danau, mempunyai kedalaman yang semakin tinggi dengan lereng (slope) yang semakin curam. Titik-titik terdalam dari danau ini berada di wilayah
31
bagian selatan. Sedangkan daerah bagian barat Danau Maninjau memiliki kedalaman lebih dari 20 meter, dengan lereng (slope) pada dasar danau yang terjal. Dinding kaldera secara keseluruhan hampir berupa tangga (undak-undak), khususnya di bagian selatan dan tenggara. Di bagian utara relatif terbuka dan landai, merupakan areal persawahan penduduk, sebaliknya di bagian selatan dan tenggara.
Gambar 9. Peta Topografi (BAPPEDA, 2010)
32
Secara visual, tampak dari atas morfologi landform Gunung Maninjau tidak memperlihatkan bentuk sebuah gunungapi yang lengkap, tetapi berbentuk sebuah kerucut terpancung. Puncak-puncak bukit yang tinggi-tinggi hampir-hampir mengelilingi kaldera Maninjau, terutama di Utara dan Selatan dengan ketingian mencapai 1500 m pada Puncak Gunung Rangkian di utara dan 1252 m pada puncak Gunung Tanjung Balit di selatan (Gambar 9). Kemiringan lereng di Kawasan Danau Maninjau terdiri dari: 1. Sekitar 115,51 Ha lahan berkemiringan 0-2% 2. Sekitar 32,73 Ha lahan berkemiringan 2-15% 3. Sekitar 21,80 Ha lahan berkemiringan 15-40% 4. Sekitar 73,99 ha lahan berkemiringan >40%. 4.1.5. Hidrologi Sejumlah kecil sungai bermuara ke dalam danau, dan setelah berputar-putar akhirnya mengalir keluar melalui sungai Batang Antokan. Secara ekosistem, Kawasan Danau Maninjau merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Antokan dan juga termasuk Satuan Wilayah Sungai (SWS) Anai Sualang. Sungai yang mengalir pada kawasan tersebut adalah Sungai Batang Masang dan Batang Manggau. Air permukaan di kawasan ini sebagian besar akan mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Berdasarkan data, ditemukan 88 sungai yang bermuara di Danau Maninjau, yang mana 34 sungai berair sepanjang tahun dan sisanya berair pada waktu musim hujan. Wilayah lingkar Danau Maninjau ini merupakan kesatuan Daerah Aliran Sungai Batang Antokan, yang merupakan pintu keluar air atau outlet Danau Maninjau (Gambar 10). Berdasarkan Laporan Penelitian Pencemaran dan Kerusakan Danau Maninjau, 2001, debit sungai diperkirakan mencapai 781 L/dtk. Daerah ini memiliki sarana irigasi yang bersumber pada Batang Anai dan Batang Arau. Berdasarkan morfologi dan litologinya, keterdapatan air tanah di daerah ini merupakan akumulasi air tanah yang potensial. Kecamatan Tanjung Raya memiliki keterbatasan air tanah, karena dari struktur hidrogeologinya terlihat bahwa di beberapa daerah sekeliling danau adalah merupakan daerah
33
dengan ketersediaan air tanah langka. Kondisi sumber air yang justru cukup produktif tersebar di wilayah sekitar punggung luar bukit yang mengelilingi danau Maninjau. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah di balik punggung luar bukit sekeliling danau sekaligus merupakan daerah resapan air, sementara danau yang terletak relatif lebih tinggi tidak atau kurang memiliki sumber air jika dibandingkan dengan wilayah di sekeliling danau. Hal ini juga tidak terlepas dari sejarah pembentukan danau Maninjau. Sumber air bagi danau ini pada dasarnya berasal dari air hujan, aliran perkolasi bawah tanah, dan juga dari berbagai aliran permukaan baik melalui sungai-sungai maupun saluran drainase yang ada di sekelilingnya dan bermuara di danau. Sungai-sungai yang bermuara di danau memiliki perbedaan tipe. Sungaisungai di lingkar Danau Maninjau memiliki dua pola umum yaitu linier dan dendritik. Pola Linier adalah pola sungai yang tidak bercabang, sedangkan pola dendritik adalah pola sungai yang bercabang. Artinya, di daerah yang sungainya berpola linier, keterbatasan air cenderung menjadi persoalan. Sementara di daerah berpola dendritik, pembukaan lahan cenderung lebih cepat terjadi. Sebaran litologi akuifer juga terdapat di pesisir Danau Maninjau, dengan kelulusan dan ketebalan yang cukup. Sebagian sistem akuifer dengan aliran melaui ruang antar butir dan rekahan terdapat di Maninjau dan sekitar Lubuk Basung. Kelulusan sistem akuifer pada batuan gunung api muda seperti ini adalah sedang sampai tinggi (10-1 – 10+1 m/hari) –(Todd, 1980). Berdasarkan fluktuasi tinggi muka air danau, diketahui bahwa pola fluktuasi muka air Danau Maninjau adalah sebanding dengan pola curah hujan. Hal ini mengindikasikan bahwa curah hujan yang jatuh ke danau maupun yang mengalir melalui pola penyaluran memiliki kontribusi yang cukup besar (LIPI, 2001). Fenomena rutin yang terjadi di Danau Maninjau adalah tubo balerang atau racun belerang. Endapan belerang dari dasar danau secara rutin akan naik ke permukaan disebababkan pola angin darat yang juga rutin melewati Danau Maninjau. Fenomena ini secara ekologis merupakan hal yang menguntungkan, karena biasanya terjadi pada masa ledakan populasi satwa endemik danau. Masyarakat setempat memanfaatkan fenomena ini sebagai masa panen masal. Namun akhirakhir ini karena aktivitas budidaya ikan non endemik yang sangat intensif
34
membuat endapan pencemaran danau tidak lagi hanya belerang tetapi juga zat-zat yang terkandung dalam pakan ikan tersebut (eutrofikasi). Hal ini menyebabkan fenomena tubo ini tidak menentu dan merusak pola regenerasi satwa endemik yang teracuni dan mati sebelum masa panen. Hal ini mangancam keberlanjutan ekosistem danau.
Gambar 10. Peta Daerah Aliran Sungai (BAPPEDA, 2010)
35
Berdasarkan kedalaman dan komunitas tumbuhan dan hewan yang menghuninya, danau dapat dibagi menjadi 4 daerah, yaitu : 1. Daerah Litoral. Merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari dapat menembus dengan optimal. Komunitas organisme sangat beragam. 2. Daerah Limnetik. Daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Komunitas yang menghuninya adalah golongan ganggang dan sianobakteri. 3. Daerah Profundal. Merupakan daerah dalam yang dihuni oleh komunitas cacing dan mikroba. 4. Daerah Bentik. Sementara berdasarkan produksi materi organiknya, danau dapat digolongkan menjadi : 1. Danau Oligotropik. Danau dalam, kekurangan makanan. Air jernih, dihuni oleh sedikit organisme. 2. Danau Eutropik. Danau dangkal dan kaya kandungan makanan. Berair keruh, di dalamnya terdapat bermacam-macam organisme yang menempatinya. Danau oligotrofik dapat berubah menjadi danau eutropik. Perubahannya dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari limbah dan buangan rumah tangga, pestisida pertanian dan sebagainya, yang memperkaya danau dengan kandungan nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi alga danau (blooming algae), dan akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Pengkayaan ini disebut sebagai “eutrofikasi”, dan mengakibatkan air danau tidak dapat digunakan lagi, pendangkalan, dan mengurangi keindahan danau.
4.1.6. Penutupan dan Penggunaan Lahan Danau Maninjau yang terletak di daerah pegunungan memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya, pemanfaatan lahan di pegunungan cukup terbatas. Selain disebabkan oleh kondisi topografi yang cukup beragam, keterbatasan sarana dan prasarana pendukung, juga disebabkan oleh adanya ketentuan perundangan yang melarang atau membatasi pemanfaatan lahan secara intensif.
36
Berdasarkan dokumen RTR Kawasan Danau Maninjau (BAPPEDA Agam, 2003), tinjauan intensitas kegiatan budidaya berdasarkan kepadatan bangunan dapat “didekati” melalui penampakan kawasan terbangun berdasarkan interpretasi citra satelit, dengan anggapan kawasan terbangun tersebut mencakup konsentrasi penduduk dan kegiatannya, serta kegiatan budidaya lainnya yang sifatnya non terbangun, seperti pertanian lahan basah, perkebunan, hutan produksi, dan lainlain. Berdasarkan hal ini maka Kawasan Danau Maninjau dapat dibagi atas 3 sub kawasan, yaitu kawasan budidaya intensitas tinggi, sedang, dan rendah. Kawasan budidaya intensitas tinggi terdapat di sebelah utara Kawasan Danau Maninjau. Pada kawasan ini, budidaya yang dilakukan lebih variatif dibandingkan kawasan lainnya, seperti permukiman, persawahan, hutan dan kebun campuran. Tingginya intensitas di sebelah utara karena kawasan tersebut dilalui oleh jaringan jalan regional yang menghubungkan ibukota kabupaten, Lubuk Basung dengan Bukittinggi. Kedua kota tersebut merupakan simpul koleksi dan distribusi pergerakan barang dan orang, sehingga intensitas pergerakan pada jaringan jalan tersebut relatif tinggi. Sementara di kawasan budidaya intensitas sedang terdapat di persimpangan Pasar Maninjau. Kegiatan budidaya yang ada meliputi perumahan, hutan, persawahan dan kebun campuran. Kawasan intensitas sedang dilalui oleh pintu masuk ke Maninjau (yang berlanjut dengan jaringan jalan regional di sebelah utara). Akibatnya, kawasan tersebut berpotensi untuk mulai berkembang dengan jalan sebagai development trigger. Saat ini ruas jalan yang melayani kawasan intensitas sedang adalah ruas jalan kolektor yang berada di tepian danau. Kawasan budidaya intensitas rendah terletak di sisi selatan dan baratdaya danau, meliputi hutan, sedikit sawah, sedikit lahan terbangun (permukiman) dan semak. Perbedaan antara kawasan budidaya tersebut adalah pada luasan kegiatannya. Selain lebih variatif, luas kegiatan budidaya intensitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kawasan lainnya. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 1981 samapai tahun 2002 terjadi sangat drastis (Gambar 11). Pada bagian blok A dan C, di bagian utara, terlihat adanya perkembangan yang mulai menyebar (Lihat gambar A dan C). Di bagian A (tahun 2002) terlihat mulai adanya endapan di tubuh air sebagai akibat buangan
37
kegiatan di daratan. Pada blok B, di bagian timur, mulai terjadi perkembangan kawasan terbangun dan penggunaan lahan menjadi lebih variatif sehingga hutan mulai berkurang akibat konversi menjadi kebun campuran dan pertanian lahan basah. Titik penyebaran pembukaan dan pemanfaatan lahan terlihat semakin banyak di daerah sebelah utara dan timur danau. Pada tahun 2002, di sebelah baratdaya telah terbentuk semak, sementara berdasarkan tutupan lahan tahun 1981 daerah tersebut merupakan kelompok hutan dan kebun campuran. Pada blok D tahun2002, di bagian barat, mulai berkembang kegiatan budidaya yang menempel langsung di bibir danau. Punggung danau bagian barat ini juga berkembang terkonversi menjadi permukiman. Pada beberapa titik juga terlihat konversi sebagian lahan menjadi semak belukar yang semula merupakan hutan. Hal ini menunjukkan adanya indikasi lahan resapan air yang semakin berkurang.
Gambar 11. Perubahan Tutupan Lahan
38
Gambar 12. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 (BAPPEDA, 2010) Penggunaan lahan terbaru dalam dokumen RTRW Kabupaten Agam 20102030 menunjukkan bahwa konversi penggunaan lahan semakin intensif dibanding data tahun 2002 (Gambar 12). Peta tersebut juga menunjukkan pada bagian timur didominasi sawah yang membentang sampai ke bagian utara, kelompok hutan yang pada data tahun 2002 masih cukup tebal mengelilingi batas Kecamatan
39
Tanjung Raya tersisa dengan luasan yang sangat kecil. Hal serupa juga terlihat pada bagian selatan sampai ke bagian barat danau. Luasan konversi hutan massif pada data tahun 2002 telah terkonversi menjadi kebun campuran dan beberapa pemukiman serta budidaya jala apung yang langsung menempel di dinding tebing danau. Hal tersebut menunjukkan suatu kesimpulan bahwa interaksi manusia dan alam semakin intensif seiring waktu yang terus berjalan. Interaksi manusia dan alam ini juga dipengaruhi kondisi fisik dan biofisik lanskapnya. Daerah yang memiliki bentukan lahan yang relatif datar cenderung mendukung interaksi lebih intensif dan pesat, sehingga konversi lahan juga semakin intensif. Tekanan ekonomi juga membuat manusia memanfaatkan danau sebagai common resource secara berlebihan. Indikator pemanfaatan berlebihan ini terlihat dengan semakin banyaknya endapan dari buangan limbah pemukiman dan tren budidaya perikanan jala apung atau karamba yang semakin tidak terkontrol.
4.1.7. Visual Kualitas visual wilayah lingkar Danau Maninjau secara umum sangat tinggi. Hal ini disebabkan morfologi atau bentukan lahan Kecamatan Tanjung Raya yang memiliki topografi dan tutupan lahan yang sangat beragam, sehingga membuat kesatuan lanskap yang lengkap. Bukit-bukit yang mengelilingi danau membentuk dinding hijau raksasa. Susunan dinding bukit ini membentuk kesatuan, unity, latar belakang pemandangan dan juga meninbulkan kesan sangat alami. Intensitas interaksi manusia dengan lanskap semakin intensif seiring perkembangannya, demi memenuhi kebutuhan hidup. Persawahan, kolam-kolam budidaya ikan air tawar atau tabek, perkebunan campuran atau parak, dan pemukiman masyarakat lokal menyebar menjadi kesatuan pemandangan yang unik. Berbagai aktivitas pemanfaatan lahan tersebut tersebar di sekeliling lereng bukit yang melandai ke arah danau. Aneka macam aktivitas dan pemanfaatan lahan tersebut juga membentuk keragaman visual yang tinggi, mulai dari beragam aktifitas produksi sampai wisata. Setiap jenis bentukan lahan di lingkar Danau Maninjau ini memiliki karakter visual masing-masing yang berbeda.
40
Karakter visual yang terlihat dari jalur utama gerbang Kecamatan Tanjung Raya, Kelok-44, adalah suatu atraksi lanskap jalan yang berliku-liku menurun kearah danau yang sekaligus menunjukkan perbatasan administrasi Kecamatan Tanjung Raya dan Matur (Gambar 13). Pemandangan dari Kelok-44 ini merupakan pandangan dari bagian timur danau kearah barat. Komposisi pemandangan ke arah danau akan terlihat sangat unik didukung dinamisnya elevasi dan ketinggian, serta pergerakan di jalur tersebut.
Gambar 13. Lanskap Danau Maninjau dari Kelok-44
Bentukan lahan di bagian utara danau maninjau yang lebih datar memberikan kualitas visual dengan jarak dan sudut pandang yang sangat lebar dan luas. Penggunaan lahan sebagai pusat produksi membuat komposisi lanskap pertanian di sekitarnya sangat menyatu dengan lanskap alami. Persawahan pada bagian utara ini cukup luas, dan sebagian besar berada pada bibir danau. Komposisi dataran yang luas ini menjadi ciri tersendiri pada elemen visual wilayah bagian utara Danau Maninjau (Gambar 14).
Gambar 14. Lanskap Bagian Utara Danau Maninjau
41
Lanskap pertanian juga terdapat pada bagian tenggara danau. Lahan datar yang tidak terlalu luas membuat sudut pandang pada daerah ini lebih sempit. Keunikan pada daerah ini adalah pemandangan bibir danau yang langsung bersentuhan dengan persawahan, dan bukit terjal di sisi belakang yang sangat dekat. Pada beberapa titik, kebun campuran atau Parak menambah komposisi elemen visual bagian tenggara danau ini (Gambar 15). Kumpulan kalong (Pteropus vampyrus) pada daerah ini sering terlihat pada sore hari, dan hal ini juga merupakan atraksi visual yang unik pada bagian ini.
Gambar 15. Lanskap Bagian Tenggara Danau Maninjau
Pada wilayah bagian selatan Danau Maninjau karakter visual lanskapnya didominasi oleh susunan tebing curam dan beberapa kebun campuran atau Parak. Wilayah ini adalah area paling rawan bencana longsor dan banjir bandang disertai lumpur dan bebatuan lepas dari bukit, masyarakat setempat menyebut bencana ini dengan istilah galodo. Hal tersebut menyebabkan dibeberapa titik aliran air banyak terkumpul bebatuan lepas dari bukit akibat galodo tersebut (Gambar 16). Interaksi manusia langsung dengan danau berupa budidaya ikan pada jala apung atau karamba menyebar hampir di sekeliling bibir danau. Secara visual yang terlihat dari akses utama jalan lingkar Danau Maninjau terdapat pada bagian timur perbatasan antara Nagari Sungai Batang dan Tanjung Sani, dan pada bagian barat danau yang berdekatan dengan pintu keluar ait atau outlet Danau Maninjau. Hal ini jua membentuk suatu karakter visual lanskap yang unik (Gambar 17).
42
Gambar 16. Lanskap Bagian Selatan Danau Maninjau
Gambar 17. Lanskap Bibir Pantai dan Tebing Danau Maninjau
4.2. Aspek Sosial Budaya 4.2.1. Demografi Di Kecamatan Tanjung Raya, jumlah penduduk pada tahun 2001 mencapai 29.663 jiwa, atau sekitar 7,08 % dari total jumlah penduduk di Kabupaten Agam. Berdasarkan data 1997-2001 maka dapat dikatakan bahwa perkembangan penduduk di Kabupaten Agam mengalami kondisi naik dan turun. Pada periode
43
1997-1999, perkembangan penduduk cenderung meningkat (0,32%), sedangkan pada kurun 1999-2000, perkembangan penduduk menurun drastis (-4,39%). Pada tahun 2001, jumlah penduduk di Kabupaten Agam menunjukkan peningkatan kembali. Penduduk Kabupaten Agam diperkirakan mencapai 437.293 jiwa pada tahun 2013. Dengan anggapan proporsi sebaran penduduk di tiap kecamatan adalah sama pada saat ini, maka dapat diketahui jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Raya. Proporsi jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Raya terhadap jumlah penduduk Kabupaten Agam adalah 7,08%. Dengan demikian, jumlah penduduk Kawasan Danau Maninjau pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 30.961 jiwa atau meningkat sekitar 4,38% dari tahun 2001.
Tabel 9. Data Sensus Penduduk Kecamatan Tanjung Raya Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah Umur (jiwa) (jiwa) (jiwa) (tahun) 0-4 1.566 1.596 3.162 5-9 1.588 1.627 3.215 6.320 6.607 12.927 10 - 14 1.681 1.707 3.388 15 - 19 1.485 1.677 3.162 20 - 24 894 1.063 1.957 25 - 29 838 1.022 1.860 3.364 4.034 7.398 30 - 34 794 939 1.733 35 - 39 838 1.010 1.848 40 - 44 806 929 1.735 45 - 49 720 830 1.550 2.470 2.929 5.399 50 - 54 518 599 1.117 55 - 59 426 571 997 60 - 64 446 613 1.059 65 - 69 337 508 845 1.325 2.063 3.388 70 - 74 297 471 768 75 + 245 471 716 Jumlah 13.479 15.633 29.112 Sumber: BPS, 2007
Kategori
Praproduktif
Produktif Aktif
Produktif Pasif
Pascaproduktif
Kecamatan Tanjung Raya, tempat Danau Maninjau berada, memiliki 29.112 jiwa penduduk (BPS, 2007). Dengan lahan seluas 244,03 Km2, Kecamatan Tanjung Raya memiliki kepadatan penduduk yang relatif rendah, jika dibandingkan dengan sepuluh kecamatan lain yang ada di Kabupaten Agam.
44
Kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Raya hanya 119,29 jiwa/Km2. Perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa, jumlah penduduk laki-laki adalah 13.479 jiwa atau 46,3% dan jumlah penduduk perempuan adalah 15.633 jiwa atau 53,7% (Tabel 9). Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Kategori atau kelas produktivitas dapat ditentukan berdasarkan kelompok umur. Penduduk dengan kelompok umur 0 sampai 19 tahun atau yang seharusnya dalam usia wajib pendidikan formal dikategorikan sebagai Pra-produktif, 20 sampai 39 tahun dikategorikan sebagai Produktif Aktif, 40 sampai 59 tahun dikategorikan sebagai Produktif Pasif, dan kelompok umur yang lebih dari 60 tahun dikategorikan sebagai Pasca-produktif (Tabel 3). Jumlah dan perbandingan jumlah penduduk berdasarkan kategori produktivitas menunjukkan bahwa, jumlah penduduk pada Kategori Pra-produktif adalah 12.927 jiwa atau 44,4%, jumlah penduduk pada Kategori Produktif Aktif adalah 7.398 jiwa atau 25,4%, jumlah penduduk pada Kategori Produktif Pasif adalah 5.399 jiwa atau 18,5%, jumlah penduduk pada Kategori Pasca-produktif adalah 3.388 jiwa atau 11,6%. Data lapangan Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Tanjung Raya menyebutkan dari 8.051 rumah tangga yang terdata, terdapat 8.213 kepala keluarga. Hal ini menunjjukan bahwa dalam satu rumah terdapat lebih dari satu keluarga. Jumlah dan perbandingan kepala keluarga berdasarkan status pekerjaannya menyebutkan bahwa di Kecamatan Tanjung Raya terdapat, 6.804 atau 82,8% kepala keluarga memiliki pekerjaan dan sisanya 1.409 atau 17,2% kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran. Jumlah kepala keluarga yang berstatus pengangguran ini cukup besar dan menjadi indikator bahwa setiap anggota keluarganya hidup dibawah garis kesejahteraan. Berdasarkan klasifikasi Tahap Keluarga Sejahtera oleh BPS, jumlah dan perbandingannya menunjukkan bahwa Kecamatan Tanjung Raya terdapat, 158 atau 1,9% Keluarga Pra Sejahtera, 2.177 atau 26,5% Keluarga Sejahtera-I, 3.970 atau 48,3% Keluarga Sejahtera-II, 1.486 atau 18% Keluarga Sejahtera-III, dan 422 atau 5,1% Keluarga Sejahtera-III Plus. Jumlah dan perbandingan kepala keluarga berdasarkan status pendidikannya menunjukan bahwa, 1.467 kepala keluarga atau 17,9% tidak lulus SD, 4.262
45
kepala keluarga atau 51,9% lulus SD dan SLTP, 2.047 kepala keluarga atau 24,9% lulus SLTA, dan sisanya 437 kepala keluarga atau 5,3% lulus Perguruan Tinggi atau yang setara. Angka persentase status tingkat pendidikan kepala keluarga ini berpengaruh pada kualitas kehidupan dan daya saingnya. Hasil wawancara dengan seorang pemerhati budaya di Maninjau, Bahaluddin DT. Tanameh, menyebutkan bahwa pendidikan formal saat ini telah bergeser esensinya. Banyak elemen pendidikan dasar yang bermuatan budaya yang seharusnya menjadi dasar identitas tidak lagi didapat siswa sejak sistem pendidikan formal hasil kolonialisme diterapkan. Kawasan Danau Maninjau merupakan bagian yang memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Agam. Kegiatan perokonomian unggulan di kecamatan ini terletak pada sektor dan sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, serta pariwisata. Kegiatan pertanian tanaman pangan di Kawasan Danau Maninjau memberikan kontribusi pada produksi komoditi padi sawah, cabe, tomat, pisang, dan jeruk. Kontribusi yang cukup signifikan, dalam skala kabupaten, adalah pada komoditi padi sawah (8,25%) dan cabe (4,16%), sedangkan untuk komoditi lainnya masih di bawah 1%, seperti tomat (0,73%), pisang (0,97%), dan jeruk (0,24%). Kegiatan perkebunan yang menonjol berdasarkan produksinya di Kawasan Danau Maninjau adalah perkebunan komoditi kulit manis, yang mana produksinya mencakup 3,61 % dari total produksi di Kabupaten Agam. Selain itu, kontribusi produksi komoditi kelapa dalam juga cukup baik, yaitu sekitar 2,04 %. Kegiatan perikanan yang dominan di Kawasan Danau Maninjau adalah perikanan budidaya, terutama budidaya keramba. Produksi budidaya perikanan di Kawasan Danau Maninjau (Kecamatan Tanjung Raya) merupakan yang terbesar di Kabupaten Agam (sekitar 74,2%). Di kawasan ini pula diterapkan kebijakan budidaya ikan nila pola intensif yang terdiri dari 27.761 KAT (7,86%) dan 44.600 KRB (7,74%).
4.2.2. Lembaga Kemasyarakatan Wilayah lingkar Danau Maninjau ini secara administratif merupakan satuan wilayah Kecamatan Tanjung Raya. Tidak berbeda dengan umumnya struktur
46
hierakhi pemerintahan di Indonesia, Kecamatan Tanjung Raya berada di bawah wilayah pemerinyahan Kabupaten Agam, dan Kabupaten Agam dibawah pemerintahan
Provinsi
Sumatera
Barat.
Sistem
hubungan
lembaga
kemasyarakatan yang berbeda dari wilayah lainnya di Indonesia adalah sistem Nagari yang secara administratif berada di bawah Kecamatan. Dalam historis ketatanegaraan, „Nagari‟ merupakan sebutan bagi desa di jaman dahulu. Namun sebenarnya, dari sisi sistem dan filosofinya, kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Nagari menurut Mochtar Naim (dalam BAPPEDA, 2003), merupakan lambang mikrokosmik dari sebuah tatanan makrokosmik yang lebih luas. Di dalam konsep nagari tersebut terkandung makna sebuah negara dalam artian miniatur. Tabel 10. Perbedaan Konsepsi Nagari dan Desa NAGARI DESA Sifat: Self-contained, otonom, dan mampu Tidak otonom, merupakan unit membenahi diri sendiri. pemerintahan terendah dari sebuah sistem birokrasi. Perangkat: Eksekutif Desa (tidak ada perangkat otonom tertentu) Legislatif Yudikatif Hubungan dengan pihak lain: Ikatan daerah dan kekerabatan adat Hubungan vertikal dengan unit (primordial-konsanguinal) pemerintahan yang lebih tinggi struktural-fungsional dalam artian sentralistis, hirarkis vertikal teritorial-pemerintahan yang efektif. Hubungan vertikal (ke Luhak dan ke Alam) Hubungan horizontal (ke samping antara sesama nagari), terutama adalah kaitan emosional tetapi tidak struktural-fungsional. Sumber: Mochtar Naim (dalam BAPPEDA, 2003) Nagari bersifat self-contained, otonom, dan mampu membenahi diri sendiri. Perangkat pemerintahan nagari juga mencakup unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif seperti layaknya sebuah negara, dimana unsur tersebut merupakan kesatuan holistik bagi berbagai perangkat tatanan sosial budaya lainnya. Mochtar Naim juga menyebutkan bahwa desa memperlihatkan gambaran yang sebaliknya,
47
desa merupakan perangkat terendah dari suatu sistem birokrasi yang sentralistis, hirarkis-vertikal, dan sentripetal, dimana pusatnya berada di luar budayanya sendiri (Tabel 10). Konsep Nagari dapat menjadi dasar pemanfaatan dan pengelolaan lahan, terutama yang terkait dengan hak kepemilikan tanah ulayat. Tanah ulayat di sini didasari
pada
prinsip
kepemilikan
komunal
yang
penggunaan
dan
pendistribusiannya tunduk kepada hukum adat. Disini Nagari akan berperan untuk mengatur penggunaan dan pendistribusian tersebut. Semua keputusan menyangkut penggunaan dan pendistribusian lahan didasari pada persetujuan Kerapatan Adat Nagari. Secara umum, lembaga dan instrumen pemerintahan suatu nagari terdiri dari : 1. KAN (Kerapatan Adat Nagari), merupakan Lembaga Pengusul dan Pensosialisasi Kebijakan. Lembaga ini beranggotakan Niniak Mamak dari setiap suku. Niniak Mamak merupakan orang yang dianggap sebagai pimpinan dalam sukunya masing-masing atau dalam bahasa umum disebut sebagai tetua adat. Sebagai pemimpin terdepan dalam suatu suku, Niniak Mamak mempunyai peran untuk mewakili dan menggali aspirasi anak kamenakan dan mensosialisasikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan dari tingkat Nagari, 2. BPN (Badan Pengawas Nagari), merupakan Lembaga pengawas kebijakan. Lembaga Legislatif ini terdiri dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, wakil-wakil masyarakat. Kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan atau diusulkan dalam Nagari diawasi dan dikontrol oleh lembaga ini. 3. MTTS (Musyawarah Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan), Merupakan media atau instrumen dalam Nagari berbentuk majelis atau musyawarah. Musyawarah ini mempertimbangkan, menilai, dan menjadi penasehat kebijakan Nagari sebelum disahkan. Musyawarah ini terdiri dari unsur Niniak Mamak (tetua adat), Alim Ulama (pemuka agama), dan Cadiak Pandai (orang-orang berpendidikan, akademisi, profesional, dan sejenisnya). Lembaga MTTS mempunyai peran untuk menilai dan
48
mempertimbangkan kebijakan/ ketentuan yang akan diterapkan dalam masyarakat, 4. PEMERINTAHAN
NAGARI.
Merupakan
lembaga
pelaksana
pemerintahan. Melaksanakan semua kebijakan atau ketentuan yang telah disepakati oleh lembaga-lembaga dan instrumen yang ada dalam Nagari. Pemerintahan Nagari ini juga merupakan Lembaga yang mengurusi administrasi Nagari. Dimensi lain dari sistem pemerintahan Nagari adalah perlunya alokasi ruang untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pemerintahan Nagari. Berdasarkan Perda Kabupaten Agam No. 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa dalam pemekaran Nagari harus memenuhi syarat-syarat adanya: 1. babalai bamusajik (memiliki balai adat dan mesjid) 2. balabuah batapian (memiliki jalan dan sempadannya) 3. basawah baladang (memiliki sawah dan ladang) 4. babanda buatan (memiliki sistem irigasi dan drainase) 5. batanaman nan bapucuak (bercocok tanam yang berpucuk) 6. mamaliaro nan banyao (memelihara yang bernyawa) 7. basuku basako (memiliki suku dan kelompok) 8. niniak mamak nan ampek suku (tetua adat dari empat suku) 9. baadat balimbago (memiliki adat dan lembaga) 10. bapandam pakuburan (memiliki tempat pemakaman) 11. bapamedanan (memiliki „medan‟ atau ruang terbuka sosial) 12. kantua nagari (memiliki kantor nagari).
4.2.3. Filosofi dan Nilai-Nilai Masyarakat lingkar Danau Maninjau merupakan masyarakat Minangkabau. Sesuai dengan penjelasan pada tinjauan pustaka, masyarakat Minangkabau secara tradisional telah memiliki prinsip filosofis yang mengatur konsepsi hidup dan kehidupan masyarakatnya. Filosofi adat Minang tersebut adalah Alam Takambang Jadi Guru atau filosofi ekologis. Masyarakat Minang telah memasukkan alam sebagai bagian dari kehidupan mereka secara integral untuk berpikir secara logis.
49
Mereka belajar dari alam untuk kemudian menjadikannya sebagai inspirasi bagi prinsip hidup dan kehidupannya. Tergambarkan juga sebagai suatu citra umum bagaimana masyarakat Minangkabau tumbuh dan berkembang secara dinamis, dengan memahami sepenuhnya prinsip hubungan sebab akibat dalam fenomena alam, dikenal dengan filosofi bakarano bakajadian. Pemahaman mereka akan substansi alamiah seperti air, udara, tanah dan api sebagai unsur bebas di alam dibarengi dengan pemahaman yang cukup mengenai bagaimana unsur-unsur bebas tersebut dapat bersatu dan membentuk sebuah kesatuan universal, yaitu dunia. Mereka memahami bagaimana justru perbedaan yang memungkinkan dunia ini berkembang secara dinamis dan saling melengkapi satu sama lain. Pemahaman filosofis seperti ini diyakini telah melekat pada pribadi orang Minang, melalui konsepsi keberadaan seseorang dan umat manusia secara umum.
4.2.4. Sistem Adat dan Budaya Sistem adat yang berlaku di masyarakat lingkar Danau Maninjau adalah adat Minangkabau. Secara mendasar tidak ada perbedaan khusus dari masyarakat Minangkabau di daerah lainnya. Hal ini karena sejarah asal-usul masyarakatnya adalah masyarakat Minangkabau perantau atau pendatang yang akhirnya menetap. Sudah umum di Minangkabau ini bahwa adanya Tambo yaitu „Di dalam Sejarah ada Dongeng, dan di dalam Dongeng ada Sejarah.‟ Maka konon katanya seluruh masyarakat Minangkabau yang tersebar luas di banyak daerah berasal dari puncak Gunung Marapi, terpecah menjadi tiga luhak, lalu turun secara bertahap hidup nomaden, lalu akhirnya membuat Koto dan Nagari, dan inilah yang diterima secara umum oleh masyarakat Minangkabau. Begitu pula sama halnya dengan asal mula masyarakat selingkar Danau Maninjau. Mereka turun dari Gunung Marapi membentuk Luhak Agam, lalu ke Sungai Puar, terus ke bawah, sebagian masuk ke lawang (cikal bakal masyarakat Bayur dan Tigo Koto), sebagian lagi ke puncak bukit Maninjau dan mereka „meninjau‟ lama dari bukit Maninjau ke arah danau karena kahwatir bahwa danau akan meluap dan mengancam kehidupan mereka (inilah cikal bakal toponimi Maninjau dan sekitarnya), begitu pula dengan masyarakat di bagian barat danau (Tanjung Sani dsk) pendatang berasal dari
50
daerah pesisir Pariaman. Bahasa atau aksen masyarakat Tanjung Sani cenderung berbeda dengan masyarakat bagian timur danau. Maka secara kesejarahan, adat budaya yang terdapat di lingkar Danau Maninjau saat ini adalah adat budaya bawaan yang tetap berakar pada adat budaya Minangkabau. Minangkabau memiliki hierakhi sistem adat yang terdiri dari unsur inti (core element) dan unsur turunan (peripheral element). Masing-masing unsur ini terbagi lagi menjadi dua tingkatan. Unsur inti (core element) adat terbagi menjadi adat nan sabana adat (adat yang benar-benar adat) pada tingkat filosofis dan adat nan diadatkan (adat yang diadatkan) pada tingkat teoritis. Unsur inti (core element) dari adat ini tidak dapat diubah dalam kondisi apapun karena merupakan dasar atau acuan dari sistem adat tersebut. Tataran di bawahnya, elemen adat turunan (peripheral element) terbagi menjadi adat nan teradat (adat yang teradat) pada tingkat metodologis dan adat istiadat (adat yang terlihat) pada tingkat praktis. Elemen turunan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan aktual masyarakat dan umumnya berfungsi praktis dalam menjaga hubungan antar masyarakat, kekeluargaan internal, momen-momen atau kejadian penting, dan kehidupan sehari-hari.
4.3. Pengaruh Eksternal 4.3.1. Kebijakan dan Peraturan Pemerintah - RTRW Kebijakan pemerintah adalah faktor eksternal yang mempengaruhi pola lanskap. Kebijakan ini terangkum dalam dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam hal ini, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW) Agam dirancang oleh pemerintah daerah Kabupaten Agam. Tujuan RTRW Kabupaten Agam Tahun 2010-2030 adalah, „Mewujudkan AGAM sebagai Kabupaten Industri AGRO, KELAUTAN, dan PARIWISATA, berbasis Mitigasi Bencana serta Konservasi‟. Tujuan umum ini dijabarkan lebih teknis dalam Kebijakan dan Strategi, Rencana Struktur Ruang Wilayah, Rencana Pola Ruang Wilayah, Penetapan Kawasan Strategis, Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah, Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hak dan Kewajiban Serta Peran Masyarakat, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
51
Kebijakan dan Strategi Dalam mewujudkan tujuan RTRW Kabupaten Agam, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan dan strategi yang secara umum merupakan peluang atau opportunities menuju keberlanjutan. Beberapa kebijakan dan strategi tersebut antara lain: 1. Pelaksanaan pembangunan
yang berbasis
mitigasi bencana serta
konservasi dalam rangka pengurangan resiko bencana, dengan strategi: a. membangun pemahaman masyarakat tentang kebencanaan dan konservasi; b. mewujudkan struktur dan pola ruang yang berbasis mitigasi bencana dan konservasi; c. meningkatkan kualitas bangunan publik dan hunian yang ramah bencana; d. mengembangan kegiatan-kegiatan yang mendukung konservasi yang bernilai terhadap pelestarian lingkungan dan sekaligus juga bernilai sosial-ekonomi; e. menyusun program dan pembangunan berbagai perangkat keras dan lunak dalam upaya mitigasi berbagai bencana alam, seperti tsunami, gempa, longsor, banjir, kebakaran hutan dan ancaman bencana lainnya; dan f. memantapkan tata batas kawasan lindung untuk seluruh wilayah Kabupaten Agam. 2. Pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis agro, pariwisata dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi tinggi yang dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah lingkungan, dengan strategi: a. menetapan komoditas unggulan sesuai dengan potensi lingkungan dan kondisi sosial budaya setempat; b. mengembangkan industri pengolahan hasil produksi agro dan kelautan sesuai
komoditas
unggulan
kawasan
dan
kebutuhan
pasar
(agroindustri dan agribisnis, agro wisata, perikanan tangkap dan perikanan budidaya);
52
c. meningkatkan produksi pertanian hortikultura dan peternakan melalui pendekatan Agropolitan; d. mengembangkan ekonomi perikanan dan kelautan melalui pendekatan minapolitan; e. mengembangkan
sistem
pertanian
organik
dalam
rangka
meningkatkan daya saing produk dan penyelamatan lingkungan; dan f. melakukan revitalisasi dan pembangunan prasarana dan sarana produksi agro dan kelautan secara terpadu. 3. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan serta pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang mampu mendukung pengembangan wilayah secara merata, dengan strategi: a. mengurangi kesenjangan ekonomi dan infrastruktur antara Agam bagian Timur dan Agam bagian Barat; b. mengembangkan kawasan perkotaan dan perdesaan yang berbasiskan mitigasi bencana dan konservasi, sebagai kawasan permukiman yang layak huni; c. meningkatkan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi wilayah secara proporsional dan memadai sesuai kebutuhan masyarakat pada setiap pusat permukiman (kawasan); dan d. mengembangkan dan membangun prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang. 4. Peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan modernisasi
pertanian
serta pengelolaan kegiatan ekonomi
yang
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan strategi: a. meningkatkan
produktivitas
hasil
pertanian,
perkebunan
dan
peternakan melalui penerapan teknologi pertanian, intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian; b. mendorong pemakaian bibit
unggul dalam usaha perkebunan,
perikanan, peternakan untuk mendapatkan produksi dengan kualitas yang lebih baik dan bernilai ekonomi tinggi;
53
c. meningkatkan pemanfaatan lahan non produktif secara lebih bermakna (kegiatan produksi) bagi peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan masyarakat; dan d. meningkatkan sistem pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan sumber daya manusia dan kelembagaan serta fasilitasi sertifikasi yang dibutuhkan. 5. Peningkatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung yang meliputi, hutan suaka alam, hutan lindung, mempertahankan kawasan lindung > 30% dari luas daerah administrasi serta fungsi lindung lainnya, dengan strategi: a. memfasilitasi penetapan tata batas kawasan lindung dan budidaya untuk memberikan kepastian rencana pemanfaatan ruang dan investasi; b. mensinergikan
program
pelestarian
lingkungan
dalam
rangka
mendukung Kebijakan Sumatera Barat sebagai Provinsi Konservasi; c. meningkatkan pelaksanaan program rehabilitasi lingkungan, terutama pemulihan fungsi hutan lindung yang berbasis masyarakat dengan pendekatan hutan lestari masyarakat sejahtera; d. meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dalam
pengelolaan
keanekaragaman hayati; dan e. meningkatkan kerjasama regional, nasional dan internasional dalam rangka pemulihan fungsi kawasan lindung terutama hutan lindung dan hutan cagar alam. 6. Pengembangan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis konservasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan strategi: a. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam untuk sumber energi terbarukan yaitu tenaga air, tenaga surya, gelombang laut, dan lainlain; b. meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dalam
pemanfaatan
dan
pengelolaan sumber energi yang terbarukan (renewable energy); dan
54
c. mengembangan kegiatan konservasi yang bernilai lingkungan dan sekaligus juga bernilai sosial-ekonomi, yaitu hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat. 7. Pengembangan kawasan dan objek wisata yang ramah lingkungan dan bersesuaian dengan budaya lokal, dengan strategi: a. menyusun skenario pengembangan kepariwisataan secara terpadu yang ramah lingkungan dan bersesuaian dengan budaya lokal; b. menetapkan kawasan-kawasan wisata di seluruh Kabupaten Agam; c. mengembangkan berbagai potensi wisata sesuai dengan potensi kawasan yang dimiliki (alam, budaya, kreasi) secara arif dan ramah lingkungan; d. meningkatkan kegiatan pariwisata melalui pembangunan prasarana dan sarana pendukung, pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta pemasaran yang lebih agresif dan efektif; e. mengembangkan kapasitas SDM pengelola kepariwisataan; dan f. meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya pengembangan sektor kepariwisataan.
Rencana Struktur Ruang Wilayah Dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW, pemerintah juga menetapkan Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Agam yang meliputi: Sistem Perkotaan, Sistem Jaringan Transportasi, Sistem Jaringan Energi, Sistem Jaringan Telekomunikasi, Sistem Jaringan Sumber Daya Air, dan Sistem Prasarana Lingkungan. Kebijakan tentang Sistem Perkotaan di Kecamatan Tanjung Raya diarahkan di Nagari Maninjau sebagai ibukota kecamatan dengan fungsi perkotaan sebagai berikut: 1. pusat pelayanan pemerintahan kecamatan; 2. pusat pelayanan kegiatan sosial skala kecamatan; 3. pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa dari wilayah; 4. sebagai pendorong pengembangan industri pariwisata;
55
5. sebagai kawasan strategis Propinsi Sumatera Barat dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; 6. sebagai pusat pengembangan kawasan perikanan darat (Sentra Minapolitan di Danau Maninjau); 7. pendukung pengembangan Kota Lubuk Basung; dan 8. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). Kebijakan tentang Sistem Jaringan Transportasi yang terkait dengan pengembangan sistem transportasi danau ditujukan untuk keperluan pariwisata Danau Maninjau serta penunjang budidaya perikanan air tawar. Mengembangkan angkutan danau yang dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata yang ada di Danau Maninjau berupa pembangunan dermaga untuk mendukung pariwisata di Muko-Muko, Linggai dan Sungai Batang dan pembangunan dermaga untuk pengumpul produksi perikanan yang lokasinya disesuaikan dengan dengan Master Plan Minapolitan. Rencana pengembangan prasarana pembangkit
energi
sebagaimana
dimaksud pada kebijakan Sistem Jaringan Energi yang terkait dengan Danau Maninjau, dilakukan melalui: 1. mengoptimalkan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Danau Maninjau dengan kapasitas terpasang sebesar 68 MW, dengan upaya pelestarian kawasan resapan air pada catchment area. 2. merencanakan pengembangan energi geothermal (panas bumi) di Kecamatan Tanjung Raya. Kebijakan menganai Sistem Jaringan Sumber Daya Air meliputi: Sistem Wilayah Sungai (SWS), Daerah Aliran Sungai (DAS), Danau dan Embung; Sistem Jaringan Irigasi; Sistem Air Baku untuk Air Bersih; Jaringan Air Bersih untuk Kelompok Pengguna; dan Sistem Pengendalian Banjir di Wilayah Kabupaten. Kebijakan Sistem Wilayah Sungai diarahkan dan direncanakan sebagai berikut: 1. rencana penataan daerah aliran sungai melalui upaya pelestarian kawasan lindung dan kawasan konservasi untuk menjaga tata air;
56
2. kawasan bermasalah seperti banjir dan tanah longsor dilakukan penanganan khusus berupa pembangunan insfrastruktur pengendalian banjir dan pelaksanaan kegiatan pelestarian lingkungan seperti pemulihan lahan kritis dan penanaman hutan kembali (reboisasi); Kebijakan Sistem Jaringan Irigasi diarahkan dan direncanakan sebagai berikut: 1. peningkatan daya guna irigasi dengan pembangunan embung, waduk, bendung, bangunan bagi, pintu air, dan saluran; 2. peningkatan pemeliharaan dan peningkatan sarana prasarana irigasi termasuk saluran-saluran irigasi; 3. peningkatan peran irigasi sebagai penyedia air bagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan maupun perikanan; 4. pemanfaatan air permukaan seperti sungai dan danau yang ada dalam upaya penyediaan air kebutuhan irigasi; dan 5. Pelestarikan wilayah hulu sungai sebagai daerah resapan air dalam menjaga debit mata air, sungai dan danau tetap stabil. 6. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan, pemeliharan maupun pemanfaatan daerah irigasi sebagai basis dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan. Kebijakan Sistem Air Baku untuk Air Bersih diarahkan dan direncanakan untuk pemenuhan kebutuhan kelompok masyarakat dengan memanfaatkan sumber air baku yang tersedia pada pada masing-masing daerah dan diupayakan terlebih dahulu melalui pengeolahan (water treatment plant) sebelum didistribusikan ke rumah-rumah. Kebijakan Sistem Air Bersih untuk Kelompok Pengguna dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Agam dengan menggunakan sistem perpipaan. Konsep penanganan air bersih sebagai berikut: 1. mengoptimalkan pemanfaatan sumber air bersih yang ada saat ini ; 2. peningkatan kapasitas produksi dan distribusi dengan memperbesar diameter pipa, penambahan jaringan pipa transmisi, distribusi dan tersier (SR) ;
57
3. memperbaiki jaringan distribusi yang rusak dan pemeliharaan jaringan guna meminimalisasi kebocoran selama distribusi ; 4. peyediaan pompa-pompa cadangan pada tiap-tiap unit PDAM sehingga jika terjadi kerusakan, produksi dan distribusi air bersih tidak terganggu ; 5. pada daerah perbukitan diarahkan penggunaan sumur bor dengan pengelolaan pada masing-masing nagari ; 6. penyediaan air bersih diutamakan untuk daerah-daerah padat penduduk seperti ibukota kecamatan dan pusat-pusat permukiman. 7. pengembangan jaringan jalan dapat dimanfaatkan sebagai akses penunjang dalam pemanfaatan jaringan-jaringan baru. Kebijakan Sistem Pengendalian Banjir ditujukan untuk menjamin lancarnya pengaliran air pada badan sungai sehingga tidak terjadi genangan atau banjir. Konsep penanganan banjir di kabupaten agam melalui program : 1. Rehabilitasi dan Reboisasi kawasan hulu dan DAS 2. Pembangunan bangunan pengendali daya rusak air (banjir) seperti normalisasi sungai alur sungai dan perkuatan tebing sungai. 3. Menetapkan sebagian dari kawasan banjir sebagai kawasan lindung karena merupakan bagian dari eksostim rawa/tanah basah (wet land).
Rencana Pola Ruang Wilayah Rencana pola ruang wilayah di Kabupaten Agam terdiri dari Pola Ruang Kawasan Lindung dan Pola Ruang Kawasan Budidaya. Kebijakan Pola ruang untuk kawasan lindung yang terkait dengan Danau Maninjau meliputi: 1. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya meliputi: hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Luas kawasan hutan lindung yang direncanakan di Kabupaten Agam hingga tahun 2030 adalah seluas 28.060 Ha.
Kawasan hutan lindung yang
direncanakan di Kecamatan Tanjung Raya seluas ± 5.450 ha. Sedangkan Sebaran kawasan resapan air Kabupaten Agam menyebar di lokasi Kawasan Hutan Lindung dan catchment area Kawasan Danau Maninjau yang ada di Kecamatan Tanjung Raya;
58
2. kawasan perlindungan setempat meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air. Kawasan sempadan sekitar danau /waduk sebagaimana yang dimaksud diatas adalah kawasan Danau Maninjau dan Waduk Batang Agam dengan kriteria sempadan ditetapkan sebagai berikut : a. daratan dengan jarak 50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi air danau/waduk; atau b. daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik tepian danau/waduk. Kawasan sempadan mata air sebagaimana yang dimaksud diatas meliputi daratan dengan jarak 50-100 meter mengelilingi mata air, dan secara fisik berupa jalur hijau yang ditanami pohon atau tanaman laut yang memiliki fungsi konservasi; 3. kawasan suaka alam dan pelestarian alam meliputi: Suaka Alam Maninjau Utara dan Selatan yang berada di Kecamatan Matur, Tanjung Raya, IV Koto, Palembayan dengan luas kurang lebih 17.910 Ha; 4. kawasan rawan bencana meliputi: a. kawasan rawan tanah longsor, tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Berdasar jenis gerakan tanah, tipe jatuhan terdapat di Kecamatan Tanjung Raya, b. kawasan rawan banjir, berada pada sepanjang aliran sungai. Pada Kecamatan Tanjung Raya terletak di Nagari Koto Kaciak dan Nagari Koto Gadang; 5. kawasan lindung geologi meliputi kaldera maninjau akibat letusan gunung api purba pada Kecamatan Tanjung Raya, kebijakan pemerintah khususnya untuk sekitar Nagari Tanjung Sani tepatnya Jorong Batu Nanggai,
Galapung,
Muko
jalan
yang
secara
geologi
tidak
direkomendasikan untuk dijadikan pemukiman penduduk; Kebijakan Pola ruang untuk kawasan Budidaya yang terkait dengan Danau Maninjau meliputi: 1. rencana kawasan pertanian meliputi kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan lahan basah dan kawasan peternakan. Peruntukan
59
kawasan peternakan sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagai pengembangan ternak besar dengan core bisnis sapi potong yang dikembangkan di Kecamatan Tanjung Raya dan
Malalak dengan
komoditas Sapi PO dan Brahman; 2. rencana kawasan perkebunan meliputi: a. Rencana
pengembangan
kawasan
perkebunan
cengkeh
akan
diprioritaskan pada Kecamatan Tanjung Raya, Matur serta Malalak; b. Rencana
pengembangan
kawasan
perkebunan
casiavera
akan
diprioritaskan pada Kecamatan Malalak, Matur serta Tanjung Raya; c. Rencana pengembangan kawasan perkebunan pala akan diprioritaskan pada Kecamatan Tanjung Raya; 3. rencana kawasan perikanan meliputi kawasan perikanan budidaya. Rencana pengembangan perikanan budidaya Kabupaten Agam termasuk dalam pengembangan kawasan Minapolitan dengan pusat di kawasan Maninjau. Rencana pengembangan perikanan budidaya ikan air tawar di kawasan Danau Maninjau meliputi: a. sentra Budidaya Ikan Air tawar: nila, patin dan majalaya serta Pengembangan Keramba Jaring Apung (KJA) Ramah Lingkungan dan UPR Nila dan Majalaya di sekitar kawasan Danau Maninjau; b. sentra Budidaya Ikan Patin dan Pengolahan Lele di Kecamatan Tanjung Raya; 4. rencana kawasan pariwisata di Kecamatan Tanjung Raya terdiri atas: a. Kawasan pariwisata alam yaitu: Danau Maninjau, Sarasah Gasang, Pantai Gasang, Agrowisata Kelok 44, Aia Badarun, Mata Air Panas, Asai, Muko-muko, Air Terjun Simpang Dingin, Potensi Wisata Perikanan Linggai, Pemandian Putri, Potensi Wisata Agro Durian, Wisata Burung Tanjung Ujung, Air Terjun Gadih, Air Tigo Raso, Rizal Beach, Bukit Pelatungan, Area Take Off Peralayang, Potensi Bentang Alam, Persawahan, dan Mesjid Bayur; b. Kawasan pariwisata budaya yaitu: Wisata Dakwah dan Qoryah Thoyyibah, Mesjid Raya Paninjauan, Surau Gadang Usang, Mesjid Syekh Amarullah, Makam Syekh Amarullah, Makam Syekh Dr. H.
60
Abdul Karim Amarullah (Inyiak Rasul), Perpustakaan H. Abdulkarim Amarullah (Inyiak Rasul), Museum Rumah Kelahiran Buya HAMKA, Surau Buya HAMKA, Makam Haji Oedin Rahmani, Benteng Jepang Muko – muko, Rumah Tuanku Lareh Koto Kaciak, Rumah Orang Tua Tuanku Lareh Kaciak, Rumah R. Rasuna Said; c. Kawasan pariwisata buatan dan minat khusus yaitu: Paralayang dan arum jeram di Sungai Antokan; 5. rencana kawasan permukiman, meliputi : kawasan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan. Pengembangan kawasan pemukiman perkotaan akan dikembangkan pada ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan kawasan strategis perbatasan sebagai antisipasi pertumbuhan penduduk akibat pertumbuh secara alamiah maupun akibat urbanisasi dan berbagai fasilittas pendukungnya. Sedangkan pengembangan kawasan pemukiman perdesaan akan dikembangkan diseluruh kabupaten Agam sebagai antisipasi pertumbuhan penduduk akibat pertumbuh analamiah dan fasilitas pendukungnya;
Penetapan Kawasan Strategis Tujuan penetapan Kawasan Strategis adalah menetapkan kawasan-kawasan yang menurut perkiraan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan strategis ditetapkan dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yaitu kawasan Danau Maninjau yang berdasarkan RTRWP tahun 2008-2028 juga ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi. Kecamatan Tanjung Raya dengan Danau Maninjau yang berada di dalamnya ditetapkan sebagai kawasan strategis dalam berbagai skala, mulai dari skala nasional sampai tingkat kecamatan. Dalam konsep pengembangan pariwisata nasional, Kawasan Danau Maninjau termasuk ke dalam wilayah pengembangan A, yang merupakan wilayah dengan jumlah wisatawan terbesar kedua setelah Jawa dan Bali dengan produk andalan berupa alam pegunungan dan budaya Melayu. Selain itu kawasan Danau Maninjau juga ditetapkan sebagai
61
Kawasan Pengembangan Pariwisata dalam Kawasan Andalan Agam-Bukittinggi dan juga Sebagai Kawasan Pengembangan Sumber Energi dan Jaringan Kelistrikan pada PP No. 47 Tahun 1997 Tentang RTRWN.
Gambar 18. Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau (BAPPEDA, 2010)
62
Pada skala provinsi, kawasan Danau Maninjau ditetapkan sebagai pusatpusat pendukung pertumbuhan yang diarahkan di Lubuk Basung dan Bukittinggi, dengan potensi ekonomi wilayah belakang adalah pertanian dan pariwisata dalam RTRW Propinsi Sumatera Barat (dalam review RTRW Kab. Agam, 1995-2005). Pengembangan wilayah prioritas yang dimaksud pada kebijakan ini adalah kawasan pariwisata, kawasan pertanian tanaman pangan, dan penanganan lahan kritis (Gambar 18). Beberapa kebijakan yang terangkum dari beberapa dokumen diantaranya adalah, Keppres RI No. 32 Tahun 1990, PP No. 47 Tahun 1997, dan Review RTRW Kab. Agam (1995-2005), menyebutkan bahwa kawasan Danau Maninjau harus dijadikan Kawasan perlindungan lingkungan setempat, sempadan danau dan sekitar mata air. Kebijakan ini terkait keberlanjutan daya dukung lingkungan yang potensi dampaknya mencakup skala regional Kabupaten Agam. Berdasarkan booklet yang diterbitkan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Sumatera Barat, Kawasan Danau Maninjau yang termasuk dalam Kecamatan Tanjung Raya ditetapkan sebagai salah satu daerah sentra budidaya ikan Nila. Penerapan budidaya perikanan dilakukan melalui beberapa media, baik kolam jaring apung, keramba, kolam air deras, bahkan sawah. Kawasan Danau Maninjau, yang terkait dengan Lubuk Basung mendukung peran kota tersebut sebagai kota orde II. Lebih lanjut, Kecamatan Tanjung Raya, sebagai bentuk administratif Kawasan Danau Maninjau, dalam Review RTRW Kabupaten Agam ditetapkan bahwa fungsi pusat kegiatan di Kecamatan Tanjung Raya untuk wilayah perkotaan merupakan fungsi kegiatan khusus, dengan urutan orde ke IV. Adapun selengkapnya mengenai fungsi perkotaan Maninjau (Tanjung Raya) seperti tercantum dalam Review RTRW Kabupaten Agam adalah sebagai berikut: 1. sebagai pusat pelayanan jasa skala kecamatan 2. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan 3. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan 4. sebagai pusat koleksi distribusi barang dan jasa skala kabupaten 5. sebagai pendorong pengembangan industri pariwisata 6. sebagai pusat koleksi dan distribusi barang skala kecamatan (pelayanan pedesaan)
63
Adapun arahan pengembangan kota dalam kaitannya dengan wilayah yang lebih luas maka fungsi kota diarahkan sebagai: 1. pusat pengembangan kawasan permukiman (SKP) atau sebagai pusat kegiatan lainnya. 2. sebagai pendorong pengembangan kawasan pariwisata dan pendorong kawasan strategis lainnya. 3. sebagai pendorong pengembangan kawasan perikanan jala apung di Danau Maninjau. Prioritas pengembangan kota diarahkan pada peningkatan struktur fungsi kawasan perkotaan dan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan, selain juga meningkatkan pelayanan sarana transportasi terhadap kawasan pedesaan untuk mendorong sektor-sektor produksi di kawasan pedesaan dan meningkatkan penataan kawasan permukiman yang mampu mendorong kawasan wisata.
Arahan Pemanfaatan ruang wilayah Arahan Pemanfaatan ruang wilayah mengacu pada: rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan
rencana kawasan strategis kabupaten. Arahan
pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan. Indikasi program utama pemanfaatan ruang meliputi: indikasi program utama perwujudan struktur ruang, indikasi program utama perwujudan pola ruang, dan indikasi program utama perwujudan kawasan strategis. Indikasi sumber pendanaan terdiri dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten. Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud terdiri dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, BUMN, swasta, dan masyarakat. Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud terdiri dari 4 (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu: 1. tahap pertama, lima tahun pertama (2010 – 2014) yang terbagi atas program tahunan; 2. tahap kedua, lima tahun kedua (2015 – 2019); 3. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2020 – 2024); dan 4. tahap keempat, lima tahun keempat (2025 – 2030).
64
Indikasi-indikasi dari kebijakan arahan pemanfaatan ruang di atas merupakan suatu peluang sekaligus ancaman. Secara umum hal-hal tersebut adalah peluang, dan ancaman dapat terjadi apabila pada prakteknya yang menjadi indikasi pelaksana di luar pemerintah seperti BUMN, swasta, dan masyarakat memiliki pemahaman yang kurang terhadap RTRW ini sebagai acuan mereka dalam pemanfaatan ruang wilayah.
Arahan Pengendalian Pemanfaatan ruang Arahan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud meliputi: ketentuan umum peraturan zonasi, perizinan, pemberian intensif dan disinsentif, dan arahan sanksi. Ketentuan umum peraturan zonasi menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh pemerintah kabupaten. Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud diatas meliputi ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang dan ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang. Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah dan prasarana lainnya. Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya. Perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Jenis-jenis perizinan yang termasuk kedalam kategogari izin pemanfaatan ruang meliputi : 1. izin prinsip, merupakan izin yang diberikan pemerintah yang menyatakan kegiatan
yang
dimohonkan
secara
prinsip
diperkenankan
untuk
diselenggarakan dan belum dapat dijadikan dasar untuk pelaksanaan kegiatan; 2. izin lokasi, merupakan izin yang diberikan pemerintah kepada pemohon untuk memanfaakan ruang lebih besar 1 Ha bagi kegiatan non pertanian dan > 25 bagi kegiatan pertanian; 3. izin Mendirikan Bangunan, merupakan izin yang diberikan pemerintah kepada pemohon sebagai tanda bukti bahwa permohonan yang
65
bersangkutan sudah sesuai dengan peruntukan tata ruang, aturan zonasi, serta aturan teknis keselamatan bangunan; 4. izin lainnya berdasarkan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku, merupakan izin yang diberikan pemerintah dalam hal ini izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan masing-masing instansi atau sektor yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Ketentuan insentif berlaku untuk kawasan yang didorong pertumbuhannya, yaitu: 1. pemberian insentif
pada kawasan perkotaan seperti pembangunan
prasarana dan sarana perkotaan secara memadai; 2. pemberian insentif pada kawasan pertanian dapat berupa pembangunan irigasi teknis/desa, pembangunan jalan produksi, perbaikan perumahan petani, dan lain-lain, sedangkan pada kawasan sentra pertanian penting untuk dibangun berbagai fasilitas penunjang agar sentra tersebut dapat berfungsi optimal; 3. pemberian insentif
pada
kawasan perkebunan dapat berupa pemba-
ngunan dan peningkatan jalan produksi, penyediaan lahan, gudang penyimpanan, fasilitas pengolahan (pabrik), pengemasan dan lain-lain ; 4. pemberian insentif pada kawasan pesisir berupa pemberian kemudahan untuk berinvestasi, membangun fasilitas penunjang pelabuhan seperti dermaga, tempat pelelangan ikan, bantuan alat tangkap, industri pengolahan hasil perikanan dan lain-lain; 5. pemberian insentif pada kawasan wisata adalah pembangunan prasarana dan sarana perhubungan, penataan lingkungan dan bangunan, penyediaan berbagai fasilitas penunjang pariwisata, promosi dan pemasaran ; 6. pemberian insentif pada kawasan pusat agropolitan adalah memberikan kemudahan investasi, perencanaan ruang secara detil sehingga tercipta kepastian pemanfaatan ruang, pembangunan kelengkapan fasiltas pusat agropolitan, dan lain-lain ; dan
66
7. pemberian insentif pada kawasan stategis berupa pembangunan prasarana dan sarana pehubungan, kemudahan dalam investasi, sarana produksi dan pengolahan pasca panen dan lain-lain. Disinsentif
merupakan
perangkat
untuk
mencegah,
membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Kawasan yang perlu dikendalikan dan dibatasi perkembangnnya diberikan ketentuan disinsentif, yang mungkin diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. pemberian disinsentif pada kawasan rawan bencana; dapat dikenakan kepada masyarakat yang melakukan pembangunan pada kawasan rawan bencana ; 2. pemberian disinsentif pada kawasan pertanian dan perkebunan dengan tidak dilakukannya pembinaan pada petani kebun yang mempunyai kegiatan perkebunan pada kawasan lindung ; dan 3. pemberian disinsentif
pada
kawasan pertambangan; dimana batasan
dalam pengembangan kegiatan pertambangan adalah selama kegiatan penambangan tersebut tidak menimbulkan dampak lingkungan yang penting dan dalam plekasanaan kegiatan pertambangan tersebut harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengenaan
sanksi
merupakan
arahan
ketentuan
pengenaan
sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah kabupaten. Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk: 1. peringatan tertulis, 2. penghentian sementara kegiatan, 3. penghentian sementara pelayanan umum, 4. penutupan lokasi, 5. pencabutan izin, 6. pembatalan izin, 7. pembongkaran bangunan, dan 8. pemulihan fungsi ruang.
67
Tindakan pidana adalah tindakan yang menimbulkan kerugian secara perdata, sanksi ini diterapkan akibat pelanggaran yang ada menimbulkan masalah pada perorangan atau
masyarakat secara umum. Sanksi perdata terkait dengan
pemanfaatan ruang diterapkan sesuai peraturan perundangan berlaku. Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak dan Kewajiban Serta Peran Masyarakat Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: 1. mengetahui rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci di daerah; 2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; 3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; 4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; 5. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan 6. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: 1. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; 2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; 3. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan 4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah. Kewajiban untuk
68
menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud dilakukan melalui penempelan atau pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan sistem informasi tata ruang. Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan RTRW Daerah
diselenggarakan
dengan
cara
musyawarah
antara
pihak
yang
berkepentingan. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Daerah, masyarakat wajib berperan dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran masyarakat dapat berbentuk: 1. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku; 2. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu wilayah daerah/kota di daerah; 3. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah; 4. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW daerah yang telah ditetapkan; 5. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau kegiatan menjaga, memelihara, serta meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk: pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah daerah/kota di daerah, termasuk pemberian informasi atau
69
laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud; dan bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang. Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk.
Ketentuan Peralihan Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan daerah ini. Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW. Pada saat peraturan ini berlaku, sambil menunggu penetapan kawasan hutan yang baru disyahkan, peta pola ruang yang diacu adalah pola ruang yang disusun berdasarkan Kepmen Hutbun 422 Tahun 1999, dan secara otomatis berlaku Pola Tata Ruang yang baru jika usulan perubahan kawasan hutan secara resmi ditetapkan. Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka seluruh pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang ini, masih tetap berlaku sampai pemerintah daerah dapat menyediakan ganti rugi. Pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Ketentuan Penutup Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 09 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.
70
4.3.2. Aktivitas Wisata Berdasarkan studi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Danau Maninjau diketahui bahwa pengembangan kegiatan pariwisata dibagi ke dalam 5 kawasan dengan fungsi utama yang berbeda-beda, yaitu: 1. Kawasan Wisata A, dengan fungsi utama kawasan pusat wisata utama 2. Kawasan Wisata B, dengan fungsi utama kawasan pertanian dan budidaya perikanan/wisata hidro 3. Kawasan Wisata C, dengan fungsi utama kawasan kawasan wisata sekunder (wisata alam terbuka dan budidaya perikanan/wisata hidro) 4. Kawasan Wisata D, dengan fungsi utama kawasan PLTA (wisata ilmiah) 5. Kawasan Wisata E, dengan fungsi utama kawasan taman wisata (taman burung dan areal pemancingan) Dengan mempertimbangkan kontribusi Kawasan Danau Maninjau terhadap perekonomian Kabupaten Agam serta peran kawasan tersebut berdasarkan kebijakan-kebijakan
terkait
yang
menaunginya,
maka
secara
kebijakan
perkembangan Kawasan Danau Maninjau di masa mendatang diarahkan pada pengembangan sektor pariwisata, pertanian tanaman pangan, perikanan, dan perkebunan. Hal ini didukung pula oleh informasi dan hasil observasi lapangan. Di luar kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah terkait pariwisata tersebut, pariwisata memang merupakan potensi besar yang dapat menjadi andalan kawasan lingkar Danau Maninjau ini. Pariwisata di lingkar Danau Maninjau sudah dikenal hingga wisatawan mancanegara. Keindahan Danau Maninjau telah diakui banyak orang. Presiden Soekarno menggambarkan keindahan Maninjau dengan pantun "Jangan dimakan arai pinang kalau tidak dengan sirih yang hijau. Jangan datang ke Tanah Minang kalau tak mampir ke Maninjau." Pendapat lain datang dari mantan Menteri Muda Malaysia asal Sumatera Barat, A Samad Idris yang pernah datang ke Maninjau berupa puisi "Naik bendi ke Sungai Tanang dihela dengan dua pedati. Banyak danau di Ranah Minang, Danau Maninjau pilihan hati. Akan tetapi, pengelolaaan wisata dan penerimaan masyarakat terhadap wisatawan belum dapat mencapai titik ideal. Hasil survey dari 100 orang responden acak di lingkar danau maninjau tentang pendapat mereka terhadap „pengaruh wisatawan atau perantau yang hadir
71
di lingkungan mereka‟ adalah, 82% menjawab baik, 15% menjawab buruk, dan sisanya 3% tidak menjawab atau abstein. Selanjutnya pertanyaan mengenai respon mereka terhadap wisatawan yang datang adalah, 6% menolak dengan keras; 74% menerima dengan memberi pengetahuan budaya, adat-istiadat, dan aturan setempat; 19% menerima apa adanya; dan 1% tidak menjawab (Gambar 19).
Gambar 19. Persentase Persepsi Masyarakat tentang Aktivitas Wisata
Dari hasil survey kuisioner tersebut persepsi masyarakat terhadap pariwisata cukup baik, hanya saja beberapa golongan yang berpengaruh seperti tetua adat cukup khawatir terhadap pengaruh aktivitas pariwisata terhadap budaya lokal. Hal tersebut mempengaruhi tumbuhnya industri pariwisata yang sehat. Hal ini dianggap sebagai ancaman bagi pemerhati budaya lokal. Maka perlu ada interaksi dan komunikasi yang terbuka dari berbagai pihak terkait untuk memajukan potensi pariwisata Danau Maninjau tanpa harus mengurangi atau merusak nilainilai budaya lokal.
4.4. Analisis Karakteristik Keberlanjutan Lanskap Budaya 4.4.1. Ekologi Secara ekologis, kawasan lingkar Danau Maninjau ini dapat diklasifikasikan melalui pendekatan tingkat intensitas interaksinya (derajat pengubahan manusia terhadap lanskap alami). Semakin besar pengubahan lanskap alaminya maka semakin rendah pula nilai ekologisnya. Mengacu pada pola penggunaan lahan eksisting, tingkat intensitas interaksi di Kecamatan Tanjung Raya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu alami (hutan) seluas 64,4 km², transisi (kebun
72
campuran dan semak belukar) seluas 36,5 km², intensif (sawah dan pemukiman) seluas 49,9 km², dan klasifikasi sangat intensif (karamba) untuk non lahan daratan atau interaksi langsung pada danau seluas 2,8 km² (Gambar 20).
Gambar 20. Klasifikasi Ekologis Kelompok ekosistem alami (hutan) rata-rata tersebar pada ketinggian di atas 900 m dpl dan pada kemiringan lahan yang curam sampai sangat curam (berbukit atau bergunung). Kelompok ekosistem dengan interaksi intensif (pemukiman dan
73
sawah) umumnya tersebar pada ketinggian 500 – 900 m dpl dan pada kemiringan lahan yang datar sampai landai. Diantara kelompok ekosistem alami dan interaksi intensif masih terdapat kelompok interaksi transisi (kebun campuran dan semak belukar), kebun campuran juga merupakan lahan produksi bagi masyarakat, tetapi secara pemanfaatan mereka menganut sistem parak yaitu kearifan lokal sejenis agroforestry, sehingga strata vertikal vegetasi tetap terjaga. Sistem parak ini perlu dipertahankan dan semak belukar disekitarnya yang merupakan lahan tidur dapat dioptimalkan fungsinya menjadi parak. Kelompok transisi ini tersebar pada kemiringan landai hingga curam. Karamba jala apung merupakan suatu kelompok interaksi yang sangat intensif. Sangat intensif dan mengancam karena keberadaanya langsung di atas danau yang merupakan ekosistem rapuh. Berbagai spesies
endemik
hidup
mengembangbiakkan
di
spesies
dalam
danau
intoduksi
dari
dan luar
kegiatan yang
budidaya dapat
ini
merusak
keseimbangan ekosistem asli danau yang diikuti dampak turunannnya seperti eutrofikasi, pendangkalan, dan sejenisnya (Gambar 21). Persentase luasan kelompok ekologis daratan pada setiap nagari adalah sebagai berikut: Bayua
: 93% intensif, 4% transisi, 3% alami;
Maninjau
: 90% intensif, 10% transisi, 0% alami;
Duo Koto
: 70% intensif, 12% transisi, 18% alami;
Tj. Sani
: 10% intensif, 52 transisi, 38% alami;
S. Batang
: 33% intensif, 17% transisi, 50% alami;
Kt. Kaciak
: 45% intensif, 3 transisi, 52% alami;
Kt. Gadang
: 42% intensif, 5 transisi, 53% alami;
Kt. Malintang : 10% intensif, 17 transisi, 73% alami; Paninjauan
: 23% intensif, 0 transisi, 77% alami.
Nagari Maninjau, Bayua, dan Duo Koto merupakan nagari-nagari yang didominasi oleh kelompok interaksi (pengubahan lanskap alami) intensif. Nagari Tanjung Sani didominasi oleh kelompok interaksi transisi. Nagari Sungai Batang, Koto Kaciak, Koto Gadang, Koto Malintang, dan Paninjauan merupakan nagarinagari yang didominasi oleh kelompok intensitas interaksi yang rendah atau masih
74
cukup alami. Hal ini berhubungan dengan kepadatan penduduk pada aspek sosial ekonomi dari setiap nagari.
Gambar 21. Ilustrasi Penampang Danau (BAPPEDA, 2010) 4.4.2. Sosial Ekonomi Pertumbuhan penduduk pada Kecamatan Tanjung Raya selama 12 tahun sangat rendah, hanya mencapai 4,38%. Indikator dari aspek sosial ekonomi yang sangat mempengaruhi keberlanjutan lanskap budaya secara spasial adalah kepadatan penduduk. Klasifikasi kepadatan penduduk per-nagari di Kecamatan Tanjung Raya dari data sensus tahun 2007 adalah sebagai berikut: Maninjau
: 2.579 jiwa dengan luas 3,4 km² (759 jiwa/ km²) sangat padat;
Duo Koto
: 2.775 jiwa dengan luas 6,6 km² (420 jiwa/ km²) sangat padat;
Bayua
: 4.679 jiwa dengan luas 13,6 km² (344 jiwa/ km²) cukup padat;
75
Kt. Kaciak
: 4.012 jiwa dengan luas 12,3 km² (326 jiwa/ km²) cukup padat;
Paninjauan
: 1.767 jiwa dengan luas 6,3 km² (280 jiwa/ km²) cukup padat;
Kt. Gadang
: 1.799 jiwa dengan luas 7,3 km² (246 jiwa/ km²) kurang padat;
Tj. Sani
: 5.606 jiwa dengan luas 40,2 km² (139 jiwa/ km²) kurang padat;
S. Batang
: 3.385 jiwa dengan luas 25 km² (135 jiwa/ km²) kurang padat;
Kt. Malintang : 2.509 jiwa dengan luas 21,8 km² (115 jiwa/ km²) kurang padat.
4.4.3. Sejarah Spiritual Budaya Karakter budaya dari masing-masing nagari ini pada dasarnya memiliki kesamaan akar budaya, tetapi perkembangannya berjalan masing-masing dengan pengaruh dan ketahanan yang berbeda-beda. Hasil analisis, dari data jumlah titiktitik situs sejarah budaya dan peran lembaga adat kemasyarakatan dalam mengorganisir
dan
melestarikan
kegiatan-kegiatan
adat
kemasyarakatan
(Lampiran 5), menunjukkan bahwa Nagari Sungai Batang adalah satu-satunya nagari yang termasuk dalam kriteria nagari dengan nilai sejarah, spiritual, dan budaya tinggi, dengan jumlah situs sejarah budaya mencapai sembilan titik dan kegiatan lembaga adat kemasyarakatan cukup baik. Nagari yang termasuk dalam kelompok nilai sejarah, spiritual, dan budaya rendah adalah Nagari Koto Gadang dan Koto Malintang dengan jumlah situs sejarah budaya dan kegiatan lembaga adat kemasyarakatan yang terdata kurang dari tiga. Enam nagari lainnya termasuk dalam kelompok nilai sedang.
76
Gambar 22. Klasifikasi Lanskap Budaya
77
4.4.4. Total Nilai Karakteristik Keberlanjutan Lanskap Budaya Setelah menilai setiap komponen aspek analisis dalam analisis karakteristik lanskap budaya (ekologi, sosial ekonomi, dan sejarah spiritual budaya), dihasilkan total akumulasi nilai setiap nagari tersebut (Tabel 11). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa Nagari Sungai Batang adalah nagari dengan nilai karakteristik lanskap budaya tertinggi, Maninjau dan Duo Koto dengan nilai rendah, sedangkan enam nagari lainnya dengan nilai sedang.
Tabel 11. Penilaian Karakteristik Keberlanjutan Lanskap Budaya NAGARI
MANINJAU BAYUA SUNGAI BATANG PANINJAUAN KOTO KACIAK KOTO GADANG KOTO MALINTANG DUO KOTO TANJUNG SANI
ASPEK SEJARAH, SOSIAL SPIRITUAL EKONOMI BUDAYA 2 1 2 2 3 3 2 2 2 2 1 3 1 3 2 1 2 3
TOTAL EKOLOGI 1 1 3 3 3 3 3 1 2
4 5 9 7 7 7 7 4 7
RENDAH SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH SEDANG
Sungai Batang merupakan nagari madani atau sentra budaya religi yang juga dikenal secara nasional karena di nagari ini banyak lahir tokoh-tokoh Islam yang cukup berpengaruh secara nasional. Peran kontrol dari wali nagari dan elemen lembaga adat setempat cukup berpengaruh terhadap perkembangan pada aspekaspek yang mempengaruhinya. Maninjau adalah pusat, gerbang utama, dan ibukota kecamatan, seharusnya nagari ini adalah nagari paling terurbanisasi tetapi dengan fungsi kota tersebut Maninjau tetap menjaga orientasi pengembangannya sebagai pusat wisata yang harus berkelanjutan. Duo Koto merupakan nagari yang cukup berkembang sebagai salah satu nagari produsen padi sawah dan palawija karena dilalui jalur primer jalan provinsi yang menghubungkan Kota Bukittinggi, Lubuk Basung, dan Kabupaten Padang Pariaman, tetapi ternyata masih terdapat cukup banyak situs sejarah budaya di nagari ini. . Orientasi perkembangan budaya masyarakat pada
78
kelompok nagari ini adalah ekonomis praktis. Hal ini menyebabkan eksploitasi berlebihan dalam berbagai aktivitas pertanian dan perikanan. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan pada lahan produksi pertanian, pemberian pakan ikan yang berlebihan juga dilakukan pada lahan produksi perikanan. Hal tersebut adalah sebagian indikator bahwa masyarakat telah meninggalkan nilainilai budaya dalam memanfaatkan alam. Bayua adalah wilayah yang didominasi oleh lahan budidaya pertanian tetapi tetap memiliki perkampungan tradisional dan beberapa situs bersejarah budaya yang dijaga dan dilestarikan. Nagari Paninjauan, Koto Kaciak, memiliki kesamaan karakter budaya dari aktivitas masyarakat dalam pola penggunaan lahannya. Sebagai nagari berkembang, peran lembaga adat dan kemasyarakatan dua nagari ini cukup baik dalam upaya melestarikan dan menjaga kegiatan-kegiatan adat kemasyarakatan. Tetapi pada nagari ini tidak terdapat bangunan-bangunan atau situs sejarah budaya yang cukup serius dijaga atau dilestarikan. pengaruh urbanisasi juga terlihat dengan jelas pada pemukiman masyarakat, hampir seluruh bangunan-bangunan pemukiman terpengaruh gaya modernisasi urban. Koto Gadang dan Koto Malintang merupakan pusat lahan produksi pertanian. Perputaran ekonomi juga cukup tinggi nagari ini karena jalur sirkulasi primer melewatinya. Nagari Tanjung Sani cukup tertinggal pengaruh perkembangan, karena aksesibilitas dan letaknya cukup terisolir, karakter budaya pada nagari ini cukup besar dipengaruhi aspek fisik dan biofosik daerahnya, wilayah datar yang sangat sempit dan terbatas membuat masyarakat lebih dekat dengan danau, ancaman longsor membuat masyarakat lebih waspada, cukup kompak dan peduli terhadap alam sekitarnya, hubungan historis perkembangan nagari ini dengan salah satu daerah di nagari Sungai Batang membuat karakter visual lanskap budayanya memiliki kesamaan.
4.5. Analisis Keberlanjutan 4.5.1. SWOT Analisis keberlanjutan dijabarkan secara deskriptif dengan metode analisis SWOT untuk merumuskan strategi-strategi menuju keberlanjutan. Faktor yang diidentifikasi adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
79
bersumber pada aspek fisik dan biofisik lanskap serta aspek sosial-ekonomi, dan budaya-spiritual masyarakat setempat. Faktor eksternal bersumber pada aspek kebijakan dan peraturan pemerintah di atas tingkat kecamatan dan aktivitas wisata dari luar kawasan Danau Maninjau. Penjabaran lebih spesifik dari identifikasi faktor internal dan eksternal terdapat pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Tingkat Kepentingan Faktor Internal Faktor Kekuatan (Strength) S1
Secara administratif wilayah tersatukan dalam satu kecamatan sehingga mempermudah pengelolaan dan sistem otonomi nagari dan kelembagaan adat masih dipertahankan mendukung kontrol adat budaya
S2
Kondisi fisik geologi, tanah, dan topografi memiliki sejarah khusus dan keragaman bentukan lahan yang unik
S3
Memiliki spesies endemik (ikan danau) yang merupakan sumberdaya protein dengan pola hidup mendukung untuk dipanen
S4
Kepentingan Kuat (3) Sedang (2) Sangat kuat (4)
Kepadatan penduduk yang rendah dengan pola penggunaan lahan masih cukup beragam dan kontribusi produktif skala kabupaten cukup signifikan pada pertanian tanaman pangan dan perkebunan
S5
Tingkat
Masyarakat lokal pernah memiliki kearifan lokal sistem pemanfaatan lahan (parak) yang sejenis dengan agroforestry
Faktor Kelemahan (Weakness) W1 Memiliki jenis tanah yang rawan erosi dan longsor pada beberapa titik dengan topografi sangat terjal W2 Fenomena tubo balerang (racun belerang) yang semakin sering terjadi dengan akumulasi pencemar lainnya (eutrofikasi) akibat aktivitas budidaya intensif ikan nila (introduksi) semakin banyak pada danau W3 Orientasi masyarakat dalam pemanfaatan lahan ke arah ekonomis praktis jangka pendek kurang memperhatikan keberlanjutan karena tingkat pendidikan petani dan nelayan relatif rendah W4 Sistem inti budaya matrilineal mempengaruhi regenerasi budaya internal menjadi lemah karena kecenderungan merantau meninggalkan kampung halaman tinggi
Kuat (3)
Kuat (3)
Tingkat Kepentingan Lemah (3) Lemah (3)
Sangat lemah (4)
Sangat lemah (4)
80
Tabel 13. Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Tingkat Kepentingan
Faktor Peluang (Opportunity) O1 O2
Dilalui akses utama jalur provinsi (Bukittinggi-Lb Basung-Padang) membuka peluang ekonomi dan pariwisata Kebijakan RTRW Kabupaten Agam Tahun 2010-2030 dengan tujuan „Mewujudkan Agam sebagai Kabupaten Industri Agro, Kelautan, dan Pariwisata, berbasis Mitigasi Bencana serta Konservasi‟ cukup ideal secara legal karena memperhatikan aspek-aspek daya dukung lingkungan
T2
Sangat tinggi (4)
Tingkat Kepentingan
Faktor Ancaman (Threats) T1
Tinggi (3)
Dilalui akses utama jalur provinsi dikhawatirkan sebagian masyarakat lokal mengancam ketahanan budaya lokal dengan pengaruh kejutan budaya dan modernisasi Kebijakan yang menetapkan Kawasan Danau Maninjau sebagai salah satu daerah sentra budidaya ikan nila intensif (spesies introduksi) mengancam keseimbangan ekosistem danau dan mendorong petani berubah profesi menjadi nelayan karena lebih instan dan cukup menjanjikan
Sangat besar (4)
Sangat besar (4)
Setelah melakukan penentuan tingkat kepentingan, tahap selanjutnya adalah penentuan bobot (Tabel 14 dan 15).
Tabel 14. Pembobotan Faktor Internal Simbol S1 S2 S3 S4 S5 1 3 2 2 S1 3 4 3 3 S2 1 1 1 1 S3 2 1 3 2 S4 2 1 3 2 S5 2 1 3 2 2 W1 2 1 3 2 2 W2 1 1 2 1 1 W3 1 1 2 1 1 W4
W1 W2 W3 W4 2 2 3 3 3 3 4 4 1 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 1 1 2 1 1 2
Tabel 15. Pembobotan Faktor Eksternal Simbol O1 O2 T1 3 3 O1 1 2 O2 1 2 T1 1 2 2 T2 Total
T2 3 2 2
Total 18 27 10 18 18 18 18 10 10 147
Total 9 5 5 5 24
Bobot 0,12 0,18 0,07 0,12 0,12 0,12 0,12 0,07 0,07 1,00
Bobot 0,38 0,21 0,21 0,21 1,00
81
Kemudian, peringkat dan bobot dari masing-masing faktor dikalikan untuk memperoleh skor pembobotan (Tabel 16 dan Tabel 17) guna menentukan kuadran strategi. Total skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE dapat diketahui posisi tapak studi pada suatu kuadran yang menyatakan kekuatan dan kelemahannya melalui matriks internal-eksternal (IE) (Gambar 3).
Tabel 16. Skor Pembobotan Faktor Internal S S1
S2 S3
S4
S5
Faktor Kekuatan (Strength) Secara administratif wilayah tersatukan dalam satu kecamatan sehingga mempermudah pengelolaan dan sistem otonomi nagari dan kelembagaan adat masih dipertahankan mendukung kontrol adat budaya Kondisi fisik geologi, tanah, dan topografi memiliki sejarah khusus dan keragaman bentukan lahan yang unik Memiliki spesies endemik (ikan danau) yang merupakan sumberdaya protein dengan pola hidup mendukung untuk dipanen Kepadatan penduduk yang rendah dengan pola penggunaan lahan masih cukup beragam dan kontribusi produktif skala kabupaten cukup signifikan pada pertanian tanaman pangan dan perkebunan Masyarakat lokal memiliki kearifan lokal sistem pemanfaatan lahan parak yang sejenis dengan agroforestry
W Faktor Kelemahan (Weakness) W1 Memiliki jenis tanah yang rawan erosi dan longsor pada beberapa titik dengan topografi sangat terjal W2 Fenomena tubo balerang (racun belerang) yang semakin sering terjadi dengan akumulasi pencemar lainnya (eutrofikasi) semakin banyak pada danau W3 Orientasi masyarakat dalam pemanfaatan lahan ke arah ekonomis praktis jangka pendek kurang memperhatikan keberlanjutan karena tingkat pendidikan petani dan nelayan relatif rendah W4 Sistem inti budaya matrilineal mempengaruhi regenerasi budaya internal menjadi lemah karena kecenderungan merantau meninggalkan kampung halaman tinggi.
Bobot Rt Skor 0,12
3
0,37
0,18
2
0,37
0,07
4
0,27
0,12
3
0,37
0,12
3
0,37
bobot
Rt Skor
0,12
3
0,37
0,12
3
0,37
0,07
4
0,27
0,07
4
0,27
Total
3,02
82
Tabel 17. Skor Pembobotan Faktor Eksternal O Faktor Peluang (Opportunity) O1 Dilalui akses utama jalur provinsi (Bukittinggi-Lb BasungPadang) membuka peluang pariwisata O2 Kebijakan RTRW Kabupaten Agam Tahun 2010-2030 dengan tujuan „Mewujudkan Agam sebagai Kabupaten Industri Agro, Kelautan, dan Pariwisata, berbasis Mitigasi Bencana serta Konservasi‟ cukup ideal secara legal karena memperhatikan aspek-aspek daya dukung lingkungan.
Bobot Rt Skor
T T1
Bobot Rt Skor
T2
Faktor Ancaman (Threats) Dilalui akses utama jalur provinsi dikhawatirkan sebagian masyarakat lokal mengancam ketahanan budaya lokal dengan pengaruh kejutan budaya dan urbanisasi Kebijakan yang menetapkan Kawasan Danau Maninjau sebagai salah satu daerah sentra budidaya ikan nila intensif (spesies introduksi) mengancam keseimbangan ekosistem danau dan mendorong petani berubah profesi menjadi nelayan karena lebih instan dan cukup menjanjikan.
0,38
3
1,13
0,21
4
0,83
0,21
4
0,83
0,21
4
0,83
Total
3,63
Pembobotan dari setiap faktor internal menghasilkan jumlah skor atau nilai yang cukup tinggi (3,02). Hasil pembobotan dari faktor eksternal juga menghasilkan nilai yang tinggi (3,63). Jumlah nilai dari masing-masing faktor tersebut menunjukkan bahwa strategi yang akan disusun seharusnya berorientasi pada strategi pertumbuhan dan pengembangan (growth strategy) yang termasuk pada kuadran I diagram model strategi (Rangkuti, 2009). Tujuan strategi ini adalah mencapai pertumbuhan. Pertumbuhan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kualitas lanskap budaya kearah keberlanjutan dengan meningkatkan kualitas sumber daya (manusia dan lingkungan alami), meningkatkan inovasi, kualitas layanan, dan akses produk (lanskap budaya via pariwisata) ke pasar yang lebih luas dengan terkontrol. Konsentrasi strategi ini dapat dicapai melalui integrasi vertikal agar terjadi hubungan baik yang mendukung pertumbuhan, membangun kerjasama dan pengembangan yang baik di sektor produksi dan membangun jaringan pasar yang luas.
83
4.5.2. Rekomendasi Keberlanjutan Hasil dari analisis di atas adalah rumusan strategi atau rekomendasi keberlanjutan, sesuai dengan urutan tingkat kepentingannya sebagai berikut: 1. Memperkuat dan mengembangkan berbagai kebijakan, peraturan, kontrol aspek legal, dan program solutif dan aplikatif yang lebih spesifik untuk mendukung keberlanjutan lanskap budaya; 2. Meningkatkan kualitas generasi budaya dengan pendidikan budaya sejak dini pada generasi muda, membuka peluang dan memberi insentif pada perantau untuk berinvestasi di kampung halaman, guna meningkatkan kualitas ketahanan budaya yang otomatis mengembangkan sektor pariwisata; 3. Meningkatkan pemahaman dan kualitas sumber daya manusia harus dengan berbagai pendidikan terkait dan sosialisasi ulang mengenai kekayaan alam dan kearifan lokal yang dimiliki, agar terjadi optimalisasi produktifitas (efektif+efisien) pada sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan yang ramah pariwisata, dan tidak mudah terbawa arus modernisasi yang menyebabkan degradasi lanskap budaya; 4. Mengurangi intensitas pencemaran dengan mengurangi budidaya ikan nila (introduksi) intensif di atas danau, karena terdapat subtitusi spesies endemik yang lebih bernilai dan berkelanjutan; 5. Melestarikan spesies endemik danau agar dapat dikembangkan menjadi fokus komoditas budidaya unggulan dan bernilai jual tinggi yang mendukung pariwisata dan keberlanjutan ekosistem danau; 6. Mengoptimalkan kekuatan atau potensi fisik dan biofisik alami melalui peningkatan kualitas pengelolaan lahan dengan sosialisasi ulang sistem pemanfaatan lahan (parak) yang berbasis kearifan lokal adat budaya setempat, guna meningkatkan nilai-nilai lokal dan daya jual wisata minat khusus yang mendukung aktivitas pariwisata berkelanjutan; 7. Melakukan program pengendalian atau mitigasi bencana bersama masyarakat
setempat
berbasis
budaya atau
kearifan lokal guna
meningkatkan karakter khusus yang mendukung aktivitas pariwisata berkelanjutan;
84
8. Mengembangkan, mempertahankan, dan mengelola kualitas layanan dari objek-objek wisatanya masing-masing berbasis pada adat-budaya nagari dan kearifan lokal untuk mengoptimalkan profit dari pariwisata.