IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Aliran Udara Kipas terhadap Penyerapan Etilen dan Oksigen
Konsentrasi Etilen (ppm)
Pada ruang penyerapan digunakan kipas yang dihubungkan dengan rangkaian sederhana seperti pada gambar 7. Kecepatan kipas dapat diatur dengan cara mengubah resistansi potensiometer yang ada pada rangkaian. Pengukuran kecepatan kipas dilakukan dengan menggunakan tachometer. Adapun kecepatan kipas yang digunakan adalah 700 rpm dan 1800 rpm yang menghasilkan laju aliran udara 0.159 m3/s dan 0.408 m3/s. Perhitungan performansi kipas dapat dilihat pada Lampiran 3. Kipas mulai digunakan sekitar 15 menit sebelum pengambilan sampel. Hal ini dilakukan untuk menghomogenisasikan udara yang ada pada ruang penyerapan. Data hasil penyerapan etilen dan oksigen untuk masing-masing kecepatan kipas dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar 12 menyajikan perbandingan penyerapan etilen untuk penggunaan kalium permanganat dan asam askorbat yang sama dalam dua kecepatan kipas yang berbeda. Gambar 13 memperlihatkan hasil penyerapan oksigen untuk penggunaan kalium permanganat dan asam askorbat yang sama dalam dua kecepatan kipas yang berbeda. Dari Gambar 13 terlihat bahwa putaran kipas mempengaruhi kecepatan reaksi kimia antara kalium permanganat dan etilen di dalam ruang penyerapan. Berdasarkan cepatnya etilen terserap oleh kalium permanganat, penggunaan kipas 700 rpm memberikan hasil penyerapan yang lebih baik dibanding dengan kipas 1800 rpm. Pada dasarnya kecepatan putaran kipas tidak mempengaruhi langsung reaksi kalium permanganat dan etilen. Dari hasil pengamatan, jika kecepatan udara diperbesar maka suhu berkurang dan kelembaban udaranya pun berkurang. Dalam hal ini kipas 1800 rpm menghasilkan suhu dan kelembaban udara lebih rendah dibanding dengan penggunaan kipas 700 rpm walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan (Lampiran 2). Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia. Umumnya kenaikan suhu mempercepat laju reaksi dan sebaliknya penurunan suhu akan memperlambat reaksi. Pada kipas 700 rpm untuk kombinasi penyerapan etilen dan oksigen yang sama, suhu di ruang penyerapan lebih tinggi dibanding dengan kipas 1800 rpm. Tingginya suhu pada akhirnya akan mempercepat reaksi kalium permanganat dan etilen sehingga etilen mampu terserap dalam waktu yang relatif singkat.
600 400 200 0 0
2
4
KMnO4 Jenuh, C6H8O6 60%, 1800 rpm (R1K1A2) KMnO4 Jenuh, C6H8O6 60%, 700 rpm (R2K1A2) (a)
6
8 Waktu (jam)
Konsentrasi Etilen (ppm)
600 400 200 0 0 2 4 KMnO4 10%, C6H8O6 40%, 1800 rpm (R1K2A1) KMnO4 10%, C6H8O6 40%, 700 rpm (R2K2A1)
6
8 Waktu (jam)
Konsentrasi Etilen (ppm)
(b) 600 400 200 0
0 2 4 KMnO4 10%, C6H8O6 60%, 1800 rpm (R1K2A2) KMnO4 10%, C6H8O6 60%, 700 rpm (R2K2A2)
6
8 Waktu (jam)
(c) Gambar 13. Konsentrasi etilen pada kecepatan 1800 rpm dan 700 rpm untuk perlakuan, a) R1K1A2 dan R2K1A2, b) R1K2A1 dan R2K2A2, dan c) R1K2A2 dan R2K2A2.
Kecepatan kipas pun turut memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap penyerapan oksigen (Gambar 14). Penggunaan kipas 700 rpm memperlihatkan hasil yang lebih baik dalam menyerap oksigen. Dalam waktu pengukuran yang sama, konsentrasi oksigen dengan menggunakan kipas 700 rpm cenderung lebih rendah dibanding dengan kipas 1800 rpm. Namun, kelembaban di ruang penyerapan lebih tinggi. Hal ini disebabakn oleh reaksi asam askorbat dan oksigen menghasilkan H2O lebih cepat dari penggunaan kipas 1800 rpm sehingga menyebabkan ruangan menjadi lebih lembab. Analisa sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan rata-rata konsentrasi etilen atau oksigen yang terserap akibat dari perbedaan waktu, namun tidak ada perbedaan nyata rata-rata konsentrasi etilen atau oksigen akibat dari perbedaan penggunaan kecepatan kipas yang berbeda dan juga tidak ada perbedaan nyata rata-rata konsentrasi eilen atau oksigen akibat dari interaksi waktu dengan kecepatan kipas (Lampiran 5).
Konsentrasi Oksigen (%)
21,5 21 20,5 20 0 4 8 12 KMnO4 Jenuh, C6H8O6 40%, 1800 rpm (R1K1A1) KMnO4 Jenuh, C6H8O6 40%, 700 rpm (R2K1A1)
16
20
16
20
24 Waktu (jam)
Konsentrasi Oksigen (%)
(a) 21,5 21 20,5 20 0
4
8
12
KMnO4 Jenuh, C6H8O6 60%, 1800 rpm (R1K1A2) KMnO4 Jenuh, C6H8O6 60%, 700 rpm (R2K1A2)
24 Waktu (jam)
Konsentrasi Oksigen (%)
(b) 21,5 21 20,5 20 0
4
8
12
16
20
KMnO4 10%, C6H8O6 40%, 1800 rpm (R1K2A1) KMno4 10%, C6H8O6 40%, 700 rpm (R2K2A1)
24 Waktu (jam)
Konsentrasi Oksigen (%)
(c) 21,5 21 20,5 20 0 4 8 12 KMnO4 10%, C6H8O6 60%, 1800 rpm (R1K2A2) KMnO4 10%, C6H8O6 60%, 700 rpm (R2K2A2)
16
20
24 Waktu (jam)
(d) Gambar 14. Konsentrasi okisgen pada kecepatan 1800 rpm dan 700 rpm untuk perlakuan, a) R1K1A1 dan R2K1A1, b) R1K1A2 dan R2K1A2, c) R1K2A1 dan R2K2A1, dan d) R1K2A2 dan R2K2A2.
Konsentrasi etilen dan oksigen dari setiap perlakuan mengikuti persamaan-persamaan seperti yang terdapat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan penyerap etilen yang paling mendekati model linier adalah R2K2A1 dengan nilai koefisien determinsai (R2) tertinggi yaitu 84.1%. Pada penyerapan oksigen, perlakuan yang paling mendekati persamaan linier adalah R1K1A2 dengan nilai koefisien determinsai (R2) tertinggi yaitu 89.9%. Tabel 5. Persamaan regresi linier perlakuan penyerapan etilen Perlakuan
Persamaan
R2
R1K1A2
y = -112.14x + 460.69
0.671
R1K2A1
y = -98.570x + 401.33
0.507
R1K2A2
y = -107.09x + 444.27
0.623
R2K1A1
y = -127.12x + 535.83
0.791
R2K1A2
y = -105.18x + 426.97
0.580
R2K2A1
y = -126.33x + 541.46
0.841
R2K2A2
y = -101.90x + 409.52
0.529
Tabel 6. Persamaan regresi linier perlakuan penyerapan oksigen Perlakuan
Persamaan
R2
R1K1A1
y = -0.036x + 21.086
0.625
R1K1A2
y = -0.088x + 21.143
0.899
R1K2A1
y = -0.036x + 21.000
0.625
R1K2A2
y = -0.079x + 21.086
0.890
R2K1A1
y = -0.057x + 21.057
0.800
R2K1A2
y = -0.107x + 21.214
0.750
R2K2A1
y = -0.079x + 21.143
0.890
R2K2A2
y = -0.046x + 21.027
0.686
4.2 Pengaruh Konsentrasi Kalium Permanganat terhadap Penyerapan Etilen
Konsentrasi Etilen (ppm)
Hasil penelitian menunjukan konsentrasi etilen cenderung menurun tiap jam pengukuran dan umumnya etilen mampu terserap habis oleh arang aktif yang telah dicelupkan ke dalam kalium permanganat dalam waktu kurang dari 8 jam (Gambar 15). 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 0
2
R1K1A2 R1K2A2
4 Waktu (jam) R2K1A1 R2K2A1
6 R2K1A2 R2K2A2
8 R1K2A1
Gambar 15. Penyerapan etilen dengan KMnO4 Pada penggunaan kipas 1800 rpm, kalium permanganat 75%, asam askorbat 60% (R1K1A2), etilen mulai terserap di jam pengukuran ke-2 dan pada pengukuran jam selanjutnya tidak ada sisa etilen di ruang penyerapan. Perlakuan R1K2A2 (kipas 1800 rpm, kalium permanganat 10%, asam askorbat 60%) menunjukan konsentrasi etilen menurun di setiap jam pengukuran dan mulai habis pada pengukuran jam ke-8. Konsentrasi etilen yang terukur pada perlakuan kipas 700 rpm, KMnO4 75%, asam askorbat 60% (R2K1A2) dan kipas 700 rpm, KMnO4 10%, C6H8O6 40% (R2K2A1) menurun tiap jam pengamatan dan mulai habis pada pengukuran di jam ke-6 untuk R2K2A1 di jam ke-8 untuk R2K1A2. Pada penggunaan kipas 700 rpm, KMnO4 75%, C6H8O6 40% (R2K1A1) etilen mulai terserap pada jam ke-2 menjadi 273.325 ppm dan sudah tidak terdeteksi lagi pada pengukuran selanjutnya. Hal yang sama terjadi pada KMnO4 10%, C6H8O6 60% (R2K2A2). Etilen yang terukur pada jam ke-2 adalah 19.190 ppm dan pada jam ke-4, ke-6, dan ke-8, tidak ada etilen yang terukur. Dari semua perlakuan penggunaan KMnO4 rata-rata mampu menyerap habis etilen selama delapan jam kecuali R1K2A1. Pada perlakuan tersebut etilen masih ada di pengukuran jam ke-8. Dalam hal ini, KMnO4 yang sebelumnya telah dijerapkan kedalam arang aktif (terjadi proses adsorpsi) sudah tidak dapat menyerap etilen lagi karena partikel-partikel kosong yang terdapat pada arang aktif telah terisi oleh etilen di pengukuran jam sebelumnya. Seperti halnya dikemukakan oleh Pramudianti (2004), yang menyatakan bahwa mekanisme penyerap etilen sesuai dengan mekanisme adsorpsi dimana proses adsorpsi pada arang melalui tiga tahapan dasar yaitu: 1) zat terserap pada arang bagian luar 2) zat bergerak melalui pori-pori arang, 3) zat terserap ke dinding bagian dalam arang. Menurut Reynold (1982), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adapun mekanisme penyerapan adalah sebagai berikut :
Molekul adsorbat berpindah menuju lapisan terluar dari adsorben. Karbon aktif dalam kesatuan kelompok mempunyai luas permukaan pori yang besar sehingga dapat mengadakan penyerapan terhadap adsorbat. 3. Sebagian adsorbat ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar teradsorpsi di dalam pori-pori adsorben dengan cara difusi. 4. Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar molekul adsorbat akan teradsorpsi dan terikat di permukaan. Tetapi bila permukaan pori adsorben sudah jenuh dengan adsorbat maka akan terjadi dua kemungkinan, yaitu, (a) terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya, dan (b) tidak terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi akan terus berdifusi keluar pori. Seperti diketahui pada bahasan sebelumnya bahwa hasil reaksi antara KMnO4 dan etilen akan menghasilkan mangan dioksida (MnO2). Adanya MnO2 diperkirakan menempel di permukaan arang aktif dan menutupi partikel kosong arang aktif sehingga arang aktif tidak mampu lagi menyerap etilen atau dapat dikatakan arang aktif telah jenuh. Pada Gambar 16 diketahui bahwa daya serap KMnO4 10% cenderung lebih baik dalam menyerap etilen dibandingkan dengan KMnO4 75%. Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi zat yang bereaksi semakin cepat reaksi yang berlangsung. KMnO4 75% memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan KMnO4 10% sehingga bereaksi lebih cepat. Ratih et. Al (1996) menyatakan bahwa suatu zat akan bereaksi apabila zat-zat tersebut bercampur dan saling bersinggungan. Persinggungan tersebut terjadi pada bagian permukaan zat. Makin banyak bagian zat yang bersinggungan, makin banyak pula kemungkinan terbentuknya zat baru, sehingga dapat dikatakan makin luas sentuhan, makin cepat reaksinya.
Konsentrasi Etilen (ppm)
1. 2.
600 400 200 0 0
2
4 R1K1A2
6
8 Waktu (jam)
R1K2A2
Konsentrasi Etilen (ppm)
(a) 600 400 200 0 0
2
4 R2K1A1
6 R2K2A1
(b)
8 Waktu (jam)
Konsentrasi Etilen (ppm)
600 400 200 0 0
2
4 R2K1A2
6 R2K2A2
8 Waktu (jam)
(c) Gambar 16. Penyerapan etilen dengan konsentrasi KMnO4 yang berbeda pada kecepatan dan konsentrasi asam askorbat yang sama. KMnO4 75% mengoksidasi etilen dengan cepat dan hasil reaksi antara KMnO4 75% dengan etilen akan menghasilkan mangan dioksida yang berupa endapan. Endapan ini melekat pada permukaan arang aktif sebagai media penyerap. Semakin banyak tumbukan antara partikel KMnO4 75% dengan etilen maka reaksi yang terjadi semakin cepat dan endapan mangan dioksida pun semakin banyak menempel pada permukaan arang aktif. Hal inilah yang diduga mempengaruhi kemampuan media penyerap dalam menyerap etilen yang semakin lama semakin berkurang. Selain itu, KMnO4 10% yang konsentrasinya lebih rendah dibanding dengan KMnO4 75% sehingga menghasilkan endapan mangan dioksida lebih lambat, memiliki daya serap yang lebih baik karena endapan mangan dioksida tersebut tidak terlalu menutupi permukaan media penyerap akibat dari lambatnya reaksi yang terjadi antara KMnO4 dan etilen. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan rata-rata tingkat penyerapan etilen akibat dari perbedaan waktu namun tidak ada perbedaan rata-rata tingkat penyerapan etilen akibat dari perbedaan perlakuan penyerap etilen yang digunakan (Lampiran 6a). Gambar 17 menyajikan laju penyerapan etilen yang dapat dihitung berdasarkan konsentrasi etilen. Gambar 17 menunjukkan bahwa laju penyerapan etilen yang paling optimal untuk setiap perlakuan terjadi pada pengukuran di jam ke-2. Pada jam pengukuran selanjutnya terlihat bahwa laju penyerapan etilen semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena daya serap kalium permanganat semakin berkurang, seiring dengan bertambahnya waktu pengukuran. Laju penyerapan etilen yang paling besar terjadi pada perlakuan R1K2A1 di jam ke-2 yaitu sebesar 0.0283 ml/g/jam. Penambahan konsentrasi KMnO4 akan memperkecil laju penyerapan etilen. Hal ini diduga dengan semakin tinggi molaritas larutan KMnO4, daya serap penyerapan etilen semakin rendah, sehingga memperkecil laju penyerapannya. Analisa statistik untuk laju penyerapan etilen terdapat pada Lampiran 6b yang memperlihatkan bahwa waktu pengukuran memberikan pengaruh nyata terhadap laju penyerapan etilen.
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 2
4 R2K2A2 R1K2A2
6 Waktu (jam) R2K2A1 R1K2A1
8 R2K1A2 R1K1A2
R2K1A1
Gambar 17. Laju penyerapan etilen oleh KMnO4
4.3 Pengaruh Konsentrasi Asam Askorbat terhadap Penyerapan Oksigen Konsentrasi oksigen yang terserap oleh asam askorbat yang dijerapkan pada arang aktif menurun sejalan bertambahnya waktu (Gambar 18). Pada kecepatan 1800 rpm, KMnO4 75%, asam askorbat 40% (R1K1A1), oksigen baru terserap di jam ke-20. Penggunaan kipas 1800 rpm, KMnO4 75%, asam askorbat 60% (R1K1A2) memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan R1K1A1 karena oksigen mulai terserap di jam ke-12 dan terus menurun sampai 20.6 % pada jam ke-24. Pada penggunaan KMnO4 10%, asam askorbat 40% (R1K2A1), konsentrasi oksigen mulai berkurang pada jam ke-8 menjadi 20.8% dan tidak ada pengurangan konsentrasi oksigen lagi sampai jam ke-24. Penggunaan KMnO4 75%, asam askorbat 40%, kecepatan 700 rpm (R2K1A1) dan KMnO4 10%, asam askorbat 60%, kecepatan 700 rpm (R2K2A2) mulai mereduksi oksigen pada pengukuran jam ke-8 menjadi 20.8% dan turun menjadi 20.6% di jam ke-24 untuk R2K1A1. Perlakuan KMnO4 75%, asam askorbat 60% (R2K2A2) mulai mereduksi oksigen di jam ke-12 dan kemudian turun menjadi 20.65 di jam ke-24. Konsentrasi oksigen pada perlakuan KMnO4 10%, asam askorbat 40% (R2K1A2) mulai berkurang setelah 12 jam dan kemudian menurun lagi di jam ke-16 sampai jam ke24 menjadi 20.5%. Dari kedelapan perlakuan ini dapat dikatakan bahwa R2K1A2 merupakan penyerap oksigen yang paling baik karena mampu mereduksi oksigen dari 21% menjadi 20.5%. Penggunaan asam askorbat sebagai penyerap oksigen hanya mampu mereduksi oksigen sampai 20.5% selama 24 jam. Hal ini mungkin saja disebabkan karena konsentrasi asam askorbat sebagai penyerap oksigen masih belum optimal dalam mereduksi atau mengoksidasi oksigen di dalam ruang penyerapan.
21
Konsentrasi Oksigen (%)
20,9 20,8 20,7 20,6
R1K1A1 R1K2A1 R2K1A1 R2K2A1 R1K1A2 R1K2A2 R2K1A2 R2K2A2
20,5 20,4 0
4
R1K1A1
8
R1K2A1
12 R2K1A1
16
20 Waktu (jam)
R2K2A1
24
R1K1A2
R1K2A2
R2K1A2
R2K2A2
Gambar 18. Penyerapan oksigen dengan asam Askorbat
Konsentrasi Okisgen (%)
Menurut Pratt (1969) di dalam Abeles (1973) konsentrasi yang rendah dari oksigen akan menghambat produksi etilen. Hal ini akan memberikan pengaruh pada respirasi sehingga akan menghambat aksi etilen dalam pematangan buah. Namun berdasarkan pengamatan, tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan dari penggunaan penyerap oksigen terhadap pengurangan konsentrasi etilen. Konsentrasi oksigen yang mampu diserap oleh asam askorbat rata-rata terjadi pada jam ke-8 sedangkan etilen pada jam tersebut mampu tereduksi habis oleh kalium permanganat. Dalam hal ini, penurunan konsentrasi etilen tersebut tidak dipengaruhi langsung oleh keberadaan oksigen melainkan dipengaruhi oleh efektifitas kalium permanganat dalam mereduksi etilen. Hal ini diperkuat juga oleh hasil analisa sidik ragam yang menunjukan bawha tidak ada pengaruh konsentrasi oksigen terhadap penyerapan konsentrasi etilen (Lampiran 7a). Demikian halnya pada rata-rata perlakuan penyerapan oksigen yang tidak memberikan pengaruh pada tingkat penyerapan oksigen, namun ada perbedaan rata-rata tingkat penyerapan oksigen akibat dari perbedaan waktu (Lampiran 7b). 21,1 21 20,9 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4 0
4
8
12
16
Waktu (jam) R1K1A1
R1K1A2
20
24
Konsentrasi Okisgen (%)
(a) 21,1 21 20,9 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4 0
4
8
12
R1K2A1
16
20
24
R1K2A2
Konsentrasi Okisgen (%)
(b) 21,1 21 20,9 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4 20,3 20,2 0
4
8
12
16
20
24
Waktu (jam) R2K1A1
R2K1A2
Konsentrasi Okisgen (%)
(c) 21,1 21 20,9 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4 0
4
8
12
16
20
24
Waktu (jam) R2K2A1
R2K2A2
(d) Gambar 19. Penyerapan oksigen dengan konsentrasi asam askorbat yang berbeda pada kecepatan dan konsentrasi KMnO4 yang sama.
Laju Penyerapan Oksigen (ml/gram/jam)
Sama halnya dengan penggunaan KMnO4 pada penyerapan etilen, pada penyerapan oksigen pun konsentrasi yang lebih rendah, yaitu asam askorbat 40% yang memiliki daya serap yang lebih baik dibandingkan dengan asam askorbat 60% (Gambar 19). Hal ini bisa jadi karena oksigen yang ada pada ruang penyerapan mengoksidasi asam askorbat 60% lebih cepat dari asam askorbat 40% sehingga arang aktif yang telah dicelupkan pada asam askorbat 60% lebih cepat jenuh dibandingkan dengan arang aktif yang telah dicelupkan pada asam askorbat 40%. Berdasarkan data yang diperoleh dari penyerapan oksigen oleh asam askorbat, dapat ditentukan laju penyerapannya. Laju penyerapan oksigen yang paling optilmal terdapat pada perlakuan R2K2A1 yaitu sebesar 2.5 ml/gram/jam pada pengukuran di jam ke-16 (Gambar 19). Berbeda halnya dengan laju penyerapan etilen yang memperlihatkan nilai yang cukup besar diawal pengukuran, pada penyerapan oksigen, pengurangan konsentrasi oksigen mulai ada pada jam ke-8 sehingga lajunya pun baru dapat diketahui setelah jam ke-8 untuk beberapa perlakuan. Laju penyerapan oksigen cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya waktu. Hal ini menandakan bahwa daya serap oksigen semakin berkurang akibat dari kejenuhan asam askorbat dalam menyerap oksigen (proses adsorpsi yang antara karbon aktif sebagai adsorben dan oksigen sebagai adsorbat). Reynold (1982) menyatakan bahwa adsorpsi gas oleh zat padat ditandai oleh (a) adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu adsorben dapat menyerap suatu gas dalam jumlah besar, tetapi menyerap gasgas lain dalam jumlah yang lebih kecil, (b) adsorpsi terjadi sangat cepat, dimana kecepatan adsorpsinya semakin berkurang dengan semakin banyaknya gas yang diserap, (c) adsorpsi tergantung dari luas permukaan adsorben, semakin porus adsorben maka semakin besar daya adsorpsinya, dan (d) jumlah gas yang diadsorpsi persatuan berat adsorben tergantung pada tekanan parsial (partial presure) gas, dimana semakin besar tekanan maka semakin banyak gas diserap. Selain itu, asam askorbat hanya mampu menyerap oksigen disekitar kolom penyerap (di dalam paralon) atau di sekitar sachet arang aktif saja dan tidak menyerap oksigen yang menyebar diseluruh ruang penyerapan. Sagala (2010) menyatakan bahwa kurang sensitifnya asam askorbat menunjukkan bahwa asam askorbat lebih dapat bereaksi dengan menyerap oksigen yang berada di dalam jaringan sel buah dibandingkan oksigen yang berada di sekitarnya (chamber) sehingga kurang efektif sebagai penyerap oksigen. Analisa sidik ragam untuk laju penyerapan oksigen terdapat pada Lampiran 7c yang memperlihatkan bahwa waktu pengukuran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju penyerapan oksigen.
2,5 2 1,5 1
R2K2A2 R2K2A1 R2K1A2 R2K1A1 R1K2A2 R1K2A1 R1K1A2
0,5 0 t4
t8
t12
R1K1A1
t16 t20 Waktu (jam)
t24
R1K1A1
R1K1A2
R1K2A1
R1K2A2
R2K1A1
R2K1A2
R2K2A1
R2K2A2
Gambar 20. Laju penyerapan oksigen oleh asam askorbat
4.4 Pola Penyerapan Etilen dan Oksigen Berdasarkan laju penyerapan etilen dan oksigen yang diperoleh dari penelitian dapat diketahui pola penyerapan etilen dan oksigen. Untuk penyerapan etilen, dilakukan pendekatan model penyerapan etilen berdasarkan penelitian Sholihati (2004) yang menggunakan kalium permanganat untuk memperpanjang umur simpan pisang raja pada suhu 28 °C yang mengikuti persamaan: E = 0.0002t2 – 0.0009t + 0.0014 Keterangan: E : Laju penyerapan etilen (ml/gr/jam) t : Waktu (jam)
0,014
0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4
6
8
Waktu (jam) R1K1A2 duga
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
Gambar 20 menyajikan nilai laju penyerapan etilen berdasarkan model Sholihati (2004) dan laju penyerapan etilen hasil penelitian. Pada Gambar 20 terlihat bahwa laju penyerapan etilen hasil penelitian cenderung memiliki nilai yang cukup berbeda dengan laju penyerapan etilen berdasarkan model.
0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2 R1K2A1
(a)
6
8
Waktu (jam) duga
(b) 0,014
0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4
6
Waktu (jam) R1K2A2
(c)
duga
8
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
4
0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4
R2K1A1
(d)
6
Waktu (jam) duga
8
0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4
6
8
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
0,014
0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4
8
Waktu (jam)
Waktu (jam) R2K2A1
6
R2K1A2
duga
(f) Laju penyerap etilen (ml/gram/jam)
(e)
duga
0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 2
4 6 Waktu (jam) R2K2A2
8
duga
(g) Gambar 21. Perbandingan pola penyerapan etilen berdasarkan model dengan (a) laju R1K1A2, (b) laju R1K2A1, (c) laju R1K2A1, (d) laju R2K1A1, (e) laju R2K1A2, (f) laju R2K1A1, dan (g) laju R2K2A2.
Adanya perbedaan pola penyerapan diatas dapat disebabkan oleh perbedaan media yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian Sholihati (2004) digunakan pisang sebagai bahan observasi yang masih dapat melakukan aktivitas biologis setelah pemanenan seperti respirasi dan memproduksi etilen dalam jumlah tertentu. Bisa jadi tingginya laju penyerapan etilen dipengaruhi oleh tingginya produksi etilen yang dilakukan oleh pisang dan atau efektivitas media penyerap yang masih mampu menyerap etilen lebih banyak di jam akhir pengukuran dibandingkan dengan awal pengukuran. Sedangkan pada penelitian ini etilen yang diteliti berasal dari etilen yang sengaja diinjeksikan kedalam ruang penyerapan. Selain itu, pada penelitian ini, kemampuan bahan penyerap semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu pengukuran. Untuk itu, perlu disusun pola penyerapan etilen yang lebih mendekati kondisi nyata (hasil penelitian). Gambar 22 menunjukkan pola penyerapan etilen berdasarkan hasil penelitian. Pola penyerapan etilen ini membentuk persamaan polonomial kuadratik, yaitu: E(t) = α + β1t + β2t2 E(t) = 0.0426 - 0.0127t+0.0009t2
(7) (8)
= variabel bebas = waktu pengukuran (jam) = variabel tak bebas = laju penyerapan etilen (ml/gram/jam) = dugaan parameter intersep model = 0.0426 = koefisien regresi model = -0.0127 = koefisien regresi model = 0.0009
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
t E(t) α β1 β2
0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R1K1A2
2
4
6
Waktu (jam)
8
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
(a) 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R1K2A1
2
4
6
8
Waktu (jam)
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
(b) 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R1K2A2
2
4
6
8
Waktu (jam)
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
(c) 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R2K1A1
2
4
6 (d)
8
Waktu (jam)
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
0,03
duga
0,025
R2K1A2
0,02 0,015 0,01 0,005 0 2
4
6
8
Waktu (jam)
(e) Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R2K2A1
2
4
6
8
Waktu (jam)
Laju penyerapan etilen (ml/gram/jam)
(f) 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
duga R2K2A2
2
4
6
8
Waktu (jam)
(g) Gambar 22. Laju penyerapan etilen duga dan etilen eksperimen untuk (a) R1K1A2, (b) R1K2A1, (c) R1K2A1, (d) R2K1A1, (e) R2K1A2, (f) R2K1A1, dan (g) R2K2A2. Untuk mengetahui pola penyerapan oksigen, pertama dilakukan validasi terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengacu kepada penelitian Sagala (2010). Pada penelitianya, penyerapan oksigen memperlihatkan pola linear selama 4 hari pengamatan. Untuk itu, model penyerapan oksigen yang disusun adalah dengan melakukan pendekatan model linier, yaitu: E(t) = α + β1t t E(t) α β
= = = =
variabel bebas variabel tak bebas dugaan parameter intersep model koefisien regresi model
(9)
Pola penyerapan oksigen mengikuti persamaan: E(t) = 21.02 – 0.0158 t
(9)
t = waktu pengukuran (jam) E(t) = konsentrasi oksigen (%)
Konsentrasi oksigen (%)
Pola penyerapan oksigen disusun berdasarkan konsentrasi oksigen setelah penyerapan. Dari persamaan (9) diketahui bahwa nilai intersep adalah 21.02 yang menggambarkan bahwa pada awal pengukuran (t=0), konsentrasi oksigen adalah 21.02% sedangkan koefisien regresi model bernilai negatif yang menyatakan bahwa setiap penambahan 1 jam pengukuran, maka konsentrasi oksigen akan berkurang sebesar 0.0158%. Validasi penyerap oksigen terdapat pada Gambar 22. 21,1 21 20,9 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4
duga
0
8
16
24
R1K2A1
Waktu (jam)
(a)
Konsentrasi oksigen (%)
21,2 21 duga
20,8
R1K1A2
20,6 20,4 20,2 0
8
16
24
Waktu (jam)
(b) Konsentrasi oksigen (%)
21,2 21
duga
20,8 20,6 20,4 20,2 0
8
16
24 (c)
Waktu (jam)
R1K2A2
Konsentrasi oksigen (%)
21,2 21
duga
R2K1A1
20,8 20,6 20,4 20,2 0
8
16
24
Waktu (jam)
(d) Konsentrasi oksigen (%)
21,2 21
duga
R2K2A1
20,8 20,6 20,4 20,2 0
8
16
24
Waktu (jam)
(e) Konsentrasi oksigen (%)
21,2 21
duga
20,8
R2K1A2
20,6 20,4 20,2 20 0
8
16
24
Waktu (jam)
(f) Konsentrasi oksigen (%)
21,2
duga R2K2A2
21 20,8 20,6 20,4 0
8
16
24
Waktu (jam)
(g) Gambar 23. Pola penyerapan oksigen duga dan oksigen eksperimen untuk (a) R1K1A2, (b) R1K2A1, (c) R1K2A1, (d) R2K1A1, (e) R2K1A2, (f) R2K1A1, dan (g) R2K2A2.