II TINJAUAN PUSTAKA A. Beras (Oryza sativa L.) Beras merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil pengolahan gabah. Gabah terbentuk dari biji padi yang telah dipisahkan dari tanaman padi (Oryza sativa L.). Tanaman padi berasal dari Asia bagian timur dan India bagian utara. Tanaman padi tumbuh di daerah dengan letak geografis 30°LU sampai 30°LS dan tumbuh pada ketinggian 2500 m diatas permukaan laut. Di Indonesia padi mengalami adaptasi pada kisaran ketinggian 0-1500 m dpl. Suhu sesuai untuk pertumbuhan padi adalah 30-37°C, suhu minimum 10-12°C dan maksimum 40-42°C (Sadjat, 1976). Setelah padi dipanen, biji padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. Gabah yang telah kering disimpan atau dapat langsung ditumbuk atau digiling sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Hasil sampingan yang diperoleh dari pemisahan ini adalah: (1) sekam, dapat digunakan sebagai bahan bakar; (2) bekatul, merupakan serbuk kulit ari beras yang digunakan sebagai bahan makanan ternak; dan (3) dedak, yaitu campuran bekatul kasar dengan serpihan sekam yang kecil-kecil untuk makanan ternak. Beras merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (sekam), disebut beras pecah kulit (brown rice) sedangkan beras yang mengalami penyosohan sehingga kulit arinya terkelupas disebut beras giling (Hubeis, 1984). Tujuan penggilingan dan penyosohan beras diantaranya adalah untuk: (1) memisahkan sekam, kulit ari, bekatul, dan lembaga dari endosperma beras; (2) meningkatkan derajat putih dan kilap beras; (3) menghilangkan kotoran dan benda asing; dan (4) meminimalkan terjadinya beras patah pada produk akhir. Tinggirendahnya tingkat penyosohan, menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi.
4
Menurut Made Astawan (2010), pada proses penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh hasil beras giling, dedak dan bekatul. Sebagian dari protein, lemak, vitamin, dan mineral akan terbawa dalam dedak, sehingga kadar komponenkomponen tersebut di dalam beras giling menurun. Beras giling yang diperoleh akan berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna cokelat. Bagian dedak padi adalah sekitar 5-7% dari berat beras pecah kulit. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2010) menyebutkan bahwa makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan, makin putih warna beras giling yang dihasilkan. Akan tetapi, makin putih beras tersebut, makin miskin dengan zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Beras pecah kulit mengandung vitamin lebih besar dari pada beras giling. Penyosohan menurunkan secara drastis kadar vitamin B kompleks sampai 50% atau lebih. Kadar vitamin B1 pada beras pecah kulit adalah 0.32 mg/100 g, kemudian menurun menjadi 0.12 mg/100 g pada beras giling, dan menjadi 0.02 mg/100 g pada nasi. Untuk lebih jelasnya kandungan vitamin B1 pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar vitamin B1 pada beberapa bahan pangan Pangan nabati Kadar (mg/100g) Beras giling 0.12 Beras pecah kulit 0.32 Bekatul beras 0.82 Jagung pipil 0.33 Bekatul jagung 1.20 Kacang kedelai kering 1.07 Tempe kedelai 0.17 Tahu 0.06 Oncom 0.09 Wijen 0.93 Bayam 0.08 Cabai rawit segar 0.24 Sawi 0.09 Alpukat 0.05 Apel 0.04 Jambu biji 0.02 Jeruk manis 0.08 Mangga 0.08 0.09 Pisang mas Sumber: Direktorat Gizi Depkes 1992
5
1. Anatomi beras Beras secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari: (1) Aleuron, yaitu lapisan terluar yang sering ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit; (2) Endosperma, merupakan tempat sebagian besar pati dan protein beras berada; dan (3) Embrio, yaitu calon tanaman baru. Biji padi atau gabah terdiri dari dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut beras pecah kulit atau brown rice), dan 1828% kulit gabah atau sekam. Sumber lain menyatakan kisaran yang berbeda, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan varietas gabah, keadaan daerah penanaman, dan perbedaan pola budidayanya (Haryadi, 2006). Beras sebagai bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia menyumbang 40-80% protein. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% bekatul, 65-67% endosperma dan 2-3% lembaga. Lapisan bekatul paling banyak mengandung vitamin B1. Selain itu, bekatul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan niasin (Hernawati, 2002). Penampang biji beras dan bagian-bagiannya disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampang biji beras Sumber: Encyclopedia Britannica, Inc 1996
Endosperma merupakan bagian utama butir beras. Komposisi utamanya adalah pati, selain itu juga mengandung protein, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. (http://id.wikipedia.org/wiki/Beras).
6
2. Kandungan Gizi Beras Sebagaimana butir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati sekitar 80-85%. Beras juga mengandung protein, vitamin terutama pada bagian aleuron, mineral, dan air. Pati beras dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu amilosa dengan struktur tidak bercabang dan amilopektin yang berstruktur bercabang. Komposisi kedua golongan pati ini menentukan transparan atau tidaknya beras dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Beras pera memiliki kandungan amilosa lebih dari 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar, tidak berlekatan dan keras (Anonim, 2010). Kandungan beras secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan beras dengan nilai khasiat per 100 g Kandungan Gizi Kadar Tenaga 370 kkal (1530 kJ) Karbohidrat 79 g Gula 0.12 g Serat pangan 1.3 g Lemak 0.66 g Protein 7.13 g Air 11.62 g Tiamina (Vit. B1) 0.070 mg (5 %) Riboflavin (Vit. B2) 0.049 mg (3 %) Niasin (Vit. B3) 1.6 mg (11 %) Asam pantotenat (B5) 1.014 mg (20 %) Vitamin B6 0.164 mg (13 %) Asam folat (Vit. B9) 8 μg (2 %) Zat besi 0.80 mg (6 %) Fosforus 115 mg (16 %) Kalium 115 mg (2 %) Kalsium 28 mg (7 %) Magnesium 25 mg (7 %) Seng 1.09 mg (11 %) Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Beras
Di Indonesia diantara berbagai macam makanan pokok berpati, beras merupakan sumber kalori yang penting bagi sebagian besar penduduk, dengan menyuplai kalori sebanyak 60-80% dan protein 45-55% dari produk nasi. Beras menyumbang kalori sebesar 253 kalori dan 354 kalori untuk setiap 100 gram beras pecah kulit dan beras sosoh (Kusmiadi,
7
2010). Pada Tabel 3. dapat dilihat perbandingan komposisi gizi dari beras dengan biji-bijian lainnya. Tabel 3. Komposisi gizi beberapa serealia per 100 g Serealia
Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Kasar Mineral (g) (g) (g) (g) (g) (g) Barley 9.44 10.5 -12.5 2.1 – 2.3 69.3 – 73.5 2.85 -4.0 2.29 Soba 9.75 11.7- 13.3 3.40 71.50 2.10 Jagung 10.37 9.42 4.74 74.26 2.90 1.20 Millet 8.67 11.02 4.22 72.85 1.03 3.25 Oats 8.22 16.89 6.90 66.27 1.72 Beras merah 10.37 -12.37 6.61 -7.96 1 – 2.9 16-79 0.5 -1.3 0.6 -1.5 Beras putih 10.46 -13.29 6.5 – 6.8 0.52-0.58 79.15 – 81.68 0.17-0.28 0.49 -0.58 Gandum hitam (rye) 10.95 14.76 2.50 69.76 1.50 2.02 Cantel (Sorghum) 9.20 11.30 3.30 74.63 2.40 1.57 Gandum 9.5 -13.1 10.3 -15.4 1.54 -2.47 68.03 – 75.90 2.29 1.52 -1.89 Sumber: Drake, D.L., S.E. Gebhardt, R.H. Matthews. 1989. Composition of Foods: Cereal Grains and Pasta. United States Department of Agriculture.
B. Sirup Glukosa (Glucose syrup) 1. Pengertian Sirup glukosa (Glucose syrup) Peran gula sebagai pemanis sampai saat ini masih didominasi oleh gula pasir (sukrosa), walaupun ada beragam alternatif
bahan pemanis selain
sukrosa. Dewasa ini telah digunakan berbagai macam bahan pemanis alami dan sintesis baik itu yang berkalori, rendah kalori, dan nonkalori yang dijadikan alternatif pengganti sukrosa seperti siklamat, aspartam, stevia, dan gula hasil hidrolisis pati. Contoh gula hasil hidrolisis pati adalah sirup glukosa, fruktosa, dan maltosa (Virlandia, 2010). Menurut Habson Umar (1992) dan Tjokroaadikusumo (1986), sirup glukosa (glucose syrup) adalah nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 012978-1992 disajikan pada Tabel 4. Definisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 yaitu cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik.
8
Tabel 4. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 No 1
Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan: 1.1. Bau Tidak berbau 1.2. Rasa Manis 1.3. Warna Tidak berwarna 2 Air (% b/b) Max 20 3 Abu (%b/b) Max 1 4 Gula pereduksi dihitung sebagai D-Glukosa Min 30 (%b/b) 5 Pati Tidak ada 6 Cemaran logam: 6.1. Timbal (ppm) Max 1 6.2. Tembaga (ppm) Max 10 6.3. Seng (ppm) Max 25 7 Arsen (ppm) Max 0.5 8 Cemaran Mikroba: 8.1 Angka lempeng total Koloni/g Max 5×102 Max 20 8.2 Bakteri coliform APM/g Kurang dari 3 8.3 E.coli APM/g 8.4 Kapang Koloni/g Max 50 8.5 Khamir Koloni/g Max 50 Sumber: SNI 01-2978-1992
Menurut Sa’id (1987), sirup glukosa memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sukrosa diantaranya, sirup glukosa tidak mengkristal seperti sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%. Selain itu menurut Gitadewi et al. (2008), glukosa yang terdapat di dalam madu berguna untuk memperlancar kerja jantung dan dapat meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan tubuh. Glukosa merupakan sumber energi untuk seluruh sistem jaringan otot. Bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati (misalnya tapioka, sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian). Salah satu pati umbiumbian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Bouwkamp (1985), ubi jalar mengandung 20-30% pati. Pada saat ini sirup glukosa (glucose syrup) banyak digunakan dalam industri makanan, seperti penyedap rasa, pembuatan monosodium glutamat,
9
High Boiled Sweet, Caramels, Toffee, Fondants Creams, Gums, Jelies, Pastilles, Marsh mallow, Nougat, Frozen Dessert, Dried Glucose syrup, Maltodextrins (Dried Starch Hydrolisates), Soup sauce mixes, Coffee whitener, topping, dessert powders, plefillings, sugar confectionery dan Dextrose Monohydrate (D Glucose) (Fatimah, 2008). 2. Pelapisan dengan Sirup Glukosa (Glucose syrup Coating) Pembuatan glukosa melalui hidrolisis pati dengan asam dilakukan dengan mensuspensikan pati dalam air. Suspensi ini dipanaskan pada suhu 74°C sehingga terjadi proses gelatinisasi. Selanjutnya pati tergelatinisasi didinginkan menjadi 50°C dan ditambahkan enzim glukoamilase sehingga terjadi proses hidrolisis. Setelah proses hidrolisis selesai maka dilakukan filtrasi untuk memisahkan sirup glukosa dari pati tergelatinisasi. Untuk memperoleh sirup glukosa dengan kepekatan yang diinginkan dilakukan pemekatan pada evaporator. Terakhir warna sirup glukosa dihilangkan dengan penjernihan menggunakan resin macronet (Fatimah, 2008). Pelapisan dengan sirup glukosa (Glucose syrup coating) adalah pemberian lapisan tipis glukosa yang dapat dikonsumsi dan digunakan pada makanan dengan cara pemasakan. Pelapisan ini bertujuan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut. Penelitian ini menggunakan sirup glukosa sebagai bahan pelapisnya dengan bahan baku puffed rice. Penggunaan glucose syrup lebih ditekankan untuk bahan perekat dan pemanis pada pencetakan puffed rice dalam desain produk puffed rice cakes. C. Fruktosa (Fructose) Fruktosa disebut juga gula buah atau levulosa. Merupakan jenis sakarida yang paling manis, banyak dijjumpai pada mahkota bunga, madu dan hasil hidrolisa dari gula tebu. Di dalam tubuh, fruktosa didapat dari hasil pemecahan sukrosa. Fruktosa adalah gula sederhana dengan tingkat kemanisan yang paling tinggi namun kalorinya rendah. Jika dibandingkan dengan gula pasir sukrosa, fruktosa jauh lebih manis sehingga bisa mengurangi asupan kalori yang berlebih dalam tubuh (http://id.wikipedia.org/wiki/Fruktosa).
10
Gitadewi et al. menyebutkan bahwa fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati untuk digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati. Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga tidak mempengaruhi keluarnya insulin. Disamping itu, kelebihan fruktosa adalah memiliki kemanisan 2.5 kali dari glukosa (Winarno, 1982; Lehninger, 1990). D. Puffed rice 1. Sejarah puffed rice Puffed rice adalah jenis puffed grain yang terbuat dari beras, biasanya dibuat dengan memanaskan butir beras dengan tekanan dan suhu tinggi (Matz, 1959). Puffed rice digunakan dalam makanan ringan (camilan) dan sereal sarapan, dan juga makanan pinggir jalan yang populer di beberapa bagian di dunia. Di India dikenal sebagai bahan dasar bhelpuri seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Bhelpuri camilan khas dari India Bhelpuri merupakan hidangan puffed rice dengan kentang dan saus asam jawa yang tajam dan merupakan salah satu jenis camilan gurih. Bhelpuri juga disajikan di seberang India dan dikenal dengan nama yang berbeda-beda, seperti Churu Muri di Bangalore, Jhaal Muri di Kolkata (yang berarti puffed rice panas). Makanan ini adalah snack yang paling umum dijumpai di pinggiran jalan. Awalnya Bhelpuri adalah makanan cepat saji asli dari Gujarat. Kemudian lama kelamaan bergabung dengan budaya Mumbai dan akhirnya menjadi identik dengan Mumbai. Bhelpuri paling baik dikonsumsi segera
11
setelah dibuat, jika dibiarkan untuk sementara waktu maka dikhawatirkan dapat mengurangi kerenyahannya (http://en.wikipedia.org/wiki/Bhelpuri). Puffed rice sudah dikenal lama, prinsip umumnya pun sudah ada sejak beras dipanen dan dinikmati manfaat nutrisinya akan tetapi tidak tercatat dalam sejarah. Beras sendiri telah dibudidayakan selama lebih dari 7.000 tahun. Untuk hasil olahannya seperti puffed rice telah lama dikenal masyarakat sebagai camilan yang bergizi. Jipang merupakan salah satu bentuk camilan puffed rice yang terbuat dari berondong beras atau jagung. Meski tidak sepopuler dahulu tetapi jipang masih tetap dicari dan disukai banyak orang (Anonim, 2009). 2. Bahan baku Puffed rice memerlukan dua bahan yang penting yaitu beras dan air pada pembuatannya. Beras itu sendiri membutuhkan karakteristik tertentu untuk menghasilkan kualitas terbaik puffed rice. Selain itu air dianggap penting dalam persiapan awal karena diduga akan berpengaruh terhadap proses puffing. Bahan-bahan lain seperti garam (ditambahkan sebelum mengembang atau disemprotkan sesudah diatasnya) dan berbagai bumbu harus dipertimbangkan untuk kepentingan rasa dan gizi konsumen tetapi tidak terlalu signifikan dalam proses produksi (Anonim, 2009). 3. Sifat-sifat puffed rice Produk puffed rice merupakan camilan sehat karena terbuat dari beras dan merupakan sumber karbohidrat. Proses pembuatannya tidak menggunakan minyak, sehingga dapat disimpan pada suhu kamar dalam jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan bau tengik. Akan tetapi harus dikemas sedemikian rupa karena produk puffed ini bersifat higroskopis, yaitu mempunyai kemampuan untuk menyerap molekul air dari lingkungannya. E. Buah Kering (Dried fruits) Buah-buahan kering adalah buah yang diproses dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari langsung atau dengan cara buatan, tetapi tetap mempertahankan rasa dan aromanya. Buah-buahan kering ini banyak dipakai untuk menambah rasa karena bercita rasa lebih manis, terutama pada cake, kue kering, pudding dan masakan. Manfaat buah kering diantaranya: 12
a. Kandungan gula Kandungan gula dalam buah kering lebih banyak merupakan gula buah (fruktosa) yang lebih aman untuk kesehatan. Buah kering juga mengandung karbohidrat sehingga menjadi sumber energi tubuh. b. Kaya nutrisi Buah kering adalah sumber berbagai nutrisi sehat. Misalnya kalsium yang dibutuhkan tulang, gigi, rambut dan kuku, magnesium yang berguna untuk menstabilkan tekanan darah, potassium yang menjaga sistem kardiovaskular dan anti bengkak, natrium dan besi yang berguna untuk darah, serta serat yang dibutuhkan oleh sistem pencernaan. c. Bebas pewarna makanan Buah kering umumnya bebas pewarna makanan berbahaya. Semua warna pada buah merupakan bahan pewarna alami yang menyehatkan. Standar mutu buah kering menurut SNI 01-3710-1995 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Standar mutu buah kering menurut SNI 01-3710-1995 No Kriteria Uji Satuan 1 Keadaan: 1.4. Penampakan 1.5. Bau 1.6. Rasa 2 Air (% b/b) 3 Bahan tambahan: 3.1 Pemanis buatan (sakarin, siklamat) 3.2 Pewarna 3.3 Pengawet 4 Cemaran logam: 4.1. Timbal (Pb) mg/kg 4.2. Tembaga (Cu) mg/kg 4.3. Seng (Zn) mg/kg 4.4. Timah (Sn) mg/kg 4.5. Raksa (Hg) mg/kg 5 Cemaran Arsen (As) mg/kg 6 Cemaran mikroba: 6.1. E. Coli APM/g * Khusus untuk produk yang dikemas dalam kaleng Sumber: SNI 01-3710-1995
Persyaratan Normal Normal Normal Maks. 31 Max 1 Negatif Sesuai SNI 01-0222-1995 Sesuai SNI 01-0222-1995 Maks. 2,0 Maks. 5,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0/251* Maks 0,03 Maks. 1,0 <3
F. Biji Wijen Putih (Sesamum orientalis L.) Biji wijen merupakan tumbuhan asal Afrika yang berada di ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Bunga tertancap diantara kedua kalenjar,
13
berangkai pendek dan daun berwarna ungu atau putih. Mahkota bunganya berambut dan berlendir seperti kelopaknya. Dengan bunga berbentuk tabung yang membengkok kebawah (http://republika.co.id). Menurut Myra Sidharta dan Suryatini N Ganie (2008), wijen merupakan sumber asam amino esensial, yakni salah satu jenis asam amino yang harus didatangkan dari luar tubuh manusia. Biji wijen mengandung protein, vitamin B dan kalsium. Pada 100 mg biji wijen terkandung kalsium 1125 mg. Keutamaan kandungan protein pada biji wijen menjadikannya sebagai pengganti susu, telur, daging dan protein kedelai. Menurut Hembing Wijayakusuma (2001), wijen juga berkhasiat untuk pencegahan, pengobatan dan perawatan (http://republika.co.id). Biji wijen mengandung 50-53% minyak nabati, 20% protein, 7-8% serat kasar, 15% residu bebas nitrogen, dan 4.5-6.5% abu. Sedangkan pada 100 mg biji wijen terkandung kalsium 1125 mg jika dibandingkan dengan 2 gelas susu sapi segar yang hanya mengandung 600 mg kalsium (http://id.wikipedia.org/wiki/Wijen). Standar mutu biji wijen menurut SNI 01-3710-1995 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Standar mutu biji wijen menurut SNI 01-3716-1992 Karakteristik Kadar air, % (bobot/bobot) maks.
Wijen hitam I II 10 10
Wijen Putih 10
Biji rusak, % (bobot/bobot) maks.
10
10
10
Kadar kotoran, % (bobot/bobot) maks.
2
2
1
Wijen warna lain, % (bobot/bobot) maks.
0
10
0
Persyaratan SP-SMP-7-1975 (ISO/R 939-1969 E) SP-SMP-33-1975 (BS 595 : 1970 App C) SP-SMP-32-1975 (ISO/R 927-1969 E) SP-SMP-32-1975 (ISO/R 927-1969 E)
Sumber: SNI 01-3716-1992
G. Transisi Kaca (Glass transition) 1. Pengertian Glass transition (Transisi Kaca) Transisi kaca merupakan fenomena perubahan fase suatu bahan diantara fase liquid dan solid. Fenomena tersebut diaplikasikan pada bahan pangan untuk memprediksi sifat mekanis dan stabilitas bahan pangan dan selalu dihubungkan dengan peranan air sebagai plasticizer (Adawiyah, 2002).
14
Pada suhu rendah, polimer amorf merupakan material kaca yang keras dan ketika dipanaskan akan meleleh membentuk cairan yang encer. Akan tetapi, sebelum pelelehan biasanya terjadi keadaan seperti karet (rubbery). Suhu dimana polimer kaca yang keras menjadi materi dalam keadaan rubbery disebut suhu transisi kaca (Tg). Zone transisi difusi berada diantara keadaan rubbery dan liquid. Transisi difusi dari keadaan rubbery ke liquid biasanya spesifik untuk setiap sistem polimer dan tidak terdeteksi pada spesies dengan berat molekul rendah seperti air, etanol yang memiliki titik leleh yang tajam antara keadaan padatan dan cairan (Adawiyah, 2002). Perbedaan yang nyata antara bahan pangan dengan polimer sintetis amorf adalah pada komposisi kimianya. Bahan pangan merupakan campuran kompleks dari padatan dengan air, sedangkan polimer tersusun dari unit yang berulang dari molekul yang terkarakterisasi dengan baik. Yang membuat bahan pangan terlihat berbeda adalah tingkat heterogenitas dalam komposisi kimia dan dominasi keterlibatan air sebagai plasticizer (Adawiyah, 2002). Struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena berbagai proses seperti baking, pemekatan, drum drying, freeze drying, spray drying dan ekstrusi yaitu proses yang memisahkan air atau memekatkan suatu padatan.
Pemisahan pelarut air dengan evaporasi atau selama
pembuatan permen atau pemisahan es pada pembekuan menghasilkan suatu keadaan lewat jenuh dari solute-nya (Adawiyah, 2002). Pengaruh transisi kaca pada bahan pangan sangat besar terutama terhadap sifat-sifat mekanis atau tekstur bahan pangan (kerenyahan, kelengketan, kekakuan, pengempalan, viskositas dan lain-lain). Selain itu sifat transisi kaca, yang dapat pula dilihat sebagai parameter dari mobilitas air dari suatu bahan, memiliki pengaruh terhadap aktivitas biologis lainnya seperti aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisma dan secara langsung berpengaruh pula terhadap stabilitas bahan pangan selama penyimpanan (Adawiyah, 2002). 2. Suhu Transisi Kaca Bahan Pangan Ross (1995) menyebutkan bahwa transisi kaca merupakan transisi fase ordo ke dua yang terjadi pada kisaran suhu tertentu dimana materi solid yang
15
bersifat amorfous berubah menjadi keadaan liquid dan kental. Suhu transisi kaca biasanya dinyatakan sebagai titik awal (onset) atau titik tengah (midpoint) dari kisaran suhu transisi kaca. Pada transisi kaca terjadi perubahan yang dramatis pada volume bebas, mobilitas molekuler dan sifatsifat fisik yang dapat dideteksi dengan perubahan sifat-sifat mekanis, thermal dan dielektrik. Pada suhu diatas Tg, beberapa sifat fisik secara nyata dipengaruhi oleh peningkatan eksponensial mobilitas molekuler dan penurunan viskositas. Mobilitas molekuler dan viskositas berhubungan dengan transformasi struktural yang tergantung terhadap waktu, misalnya stickiness, collapse dan kerenyahan. Pada suhu diatas Tg, peningkatan mobilitas molekul akan menaikkan kemampuan difusi yang selanjutnya menyebabkan kristalisasi dari komponen pangan amorf (Ross, 1995). Menurut Jackson (1997), struktur kimia sangat mempengaruhi transisi kaca (terutama dihubungkan dengan mobilitas). Peningkatan polaritas rantai utama meningkatkan Tg. Berat molekul mempengaruhi Tg dengan nyata dimana pada berat molekul yang lebih rendah terjadi kelebihan volume bebas, dan ketika berat molekul meningkat, konsentrasi ujung rantai menurun sampai pada suatu keadaan dimana volume bebas menjadi dapat diabaikan. Levine dan Slade (1988) yang dikutip oleh Baik et al. (1997) menyatakan bahwa suhu transisi kaca (Tg) adalah spesifik untuk masingmasing senyawa dan tergantung dari volume bebas, derajat polimerisasi, geometris molekuler, kristalinitas dan berat molekul dari polimer. 3. Peranan Air Terhadap Suhu Transisi Kaca Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Arif (2010) terhadap beras, telah dilakukan proses puffing terhadap beras yang telah diukur kadar airnya, kemudian dilakukan metode kombinasi kadar air yaitu 14%, 16%, 18% dan 20% untuk melihat pengaruhnya terhadap proses puffing. Hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi kadar air beras maka suhu puffing semakin rendah. Hal ini berarti bahwa suhu transisi kaca (Tg) akan semakin rendah pada kadar air yang semakin tinggi.
16
H. Desain Produk Pangan Perancangan (desain) adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu
produk
yang
keberadaannya
dibutuhkan
oleh
masyarakat
untuk
meringankan hidupnya. Desain produk pangan adalah suatu rancangan yang digunakan untuk menciptakan suatu produk yang dapat mengoptimalkan penampakan produk, fungsi dan nilainya. Sasaran perencanaan desain produk pangan ditujukan untuk menghasilkan produk pangan yang berdaya jual, aman, bergizi, dan secara organoleptik disukai konsumen. I. Pengembangan Produk Pangan Pengembangan desain dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengamatan
terhadap
produk
pangan
yang
mempunyai
potensi
untuk
dikembangkan (diupgrade) menjadi makanan baru yang mempunyai nilai tambah. Jadi ditentukan sebuah produk sebagai acuan dalam pembuatan produk pangan berkualitas baik sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan untuk konsumennya (http://seafast.ipb.ac.id/). Kemudian dilakukan inovasi terhadap produk yang diamati untuk memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut. Selain itu pengembangan terhadap produk yang sudah ada ini diharapkan dapat memperkaya ketersediaan ragam camilan sehat dengan inovasi-inovasi baru dengan menambah nilai gizinya. Karena lama kelamaan konsumen cenderung menginginkan produk baru yang bergizi dan berbeda dari yang sudah ada. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi pada bidang pengolahan makanan juga sebagai jawaban dari tuntutan masyarakat luas akan tersedianya produk makanan yang mudah disajikan, aman, bergizi, memiliki karakteristik organoleptik yang menarik serta terjangkau, maka teknologi pengembangan produk pangan semakin berkembang dan diminati oleh kalangan pengolah makanan. Teknologi pengembangan produk pangan bukanlah teknologi yang baru tetapi telah lama ditemukan dan terus berkembang hingga saat ini.
17