II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hidroponik Hidroponik adalah suatu cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Perbedaan bercocok tanam dengan tanah dan hidroponik yaitu, apabila dengan tanah, zat-zat makanan diperoleh tanaman dari dalam tanah. Sedangkan hidroponik, makanan diperoleh tanaman dari dalam air yang mengandung zat-zat anorganik. (Mikrajuddin 2007). Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol. Dengan pengembangan teknologi , kombinasi sistem hidroponik dengan membran mampu mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata lebih efisien ( minimalys sistem ) dibandingkan dengan kultur tanah , terutama untuk tanaman berumur pendek. Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan satuan produktivitas yang sama. (Lonardy 2009). Salah satu media yang dapat digunakan untuk sistem hidroponik adalah gel. Pengaturan ukuran gel dalam media tanam sangat diperlukan, karena dapat mempercepat proses penyerapan air dan penyimpanan air oleh media. Selain itu ukuran gel juga mempengaruhi penyediaan ruang untuk pengakaran tanaman. Keuntungan lain penggunaan gel dapat menghindarkan adanya hewan tanah, dapat diberi pewarna sehingga dapat mempercantik untuk tanaman hias. (Hakim,2006) Selain gel masih ada media tanam lain yang dapat dimanfaatkan untuk hidroponik, misalnya arang sekam, Arang sekam merupakan hasil dari pembakaran kulit gabah. Menurut Murniati (dalam Sari,2009) bahwa arang sekam memiliki sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2 gr/cm3 , kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama , bakteri dan gulma. 4
5
Menurut Pramono ( dalam Rahmawaty,2009: ) menyatakan bahwa media dalam hidroponik berfungsi sebagai penopang tanaman dan memiliki syarat seperti struktur yang stabil selama pertumbuhan tanaman , bebas dari zat berbahaya bagi tanaman, bersifat inert, memiliki daya pegang air yang baik, drainase dan aerase yang baik. Vertical garden menurut Setianingsih (2012) merupakan sebuah tanaman hias yang terdiri dari bermacam–macam bunga yang ditanam secara vertikal sehingga menyerupai taman. Indonesia sendiri memanfaatkan vertical garden untuk mengurangi polusi yang di timbulkan akibat dari perubahan tata guna yang semula berupa lahan persawahan berubah alih fungsi menjadi kawasan pemukiman maupun kawasan industry. Sehingga keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi berkurang. Dalam segi lingkungan taman vertical ini merupakan system yang hidup untuk mengurangi kadar polusi udara pada sebuah ruangan sehingga tercipta lingkungan yang bersih. Budidaya dengan teknik vertikultur pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan budidaya di kebun atau di lahan datar. Perbedaan paling mendasar terletak pada penggunaan lahan produksi. Andoko (2004) menyampaikan bahwa teknik vertikultur memungkinkan dilakukan pembudidayaan diatas lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah tanaman jauh lebih banyak dibanding di lahan datar dengan luas yang sama. Media tanam yang digunakan pada teknik vertikultur ini sama dengan media tanam di lahan datar, tetapi jumlah penggunaan pada teknik vertikultur lebih sedikit dibanding di lahan datar. Penanaman dengan teknik vertikultur dapat memberikan aspek estetis karena tanaman yang tampil berderet secara vertikal dapat menampilkan nuansa keindahan. Oleh karena itu, umumnya budidaya dengan teknik vertikultur banyak dilakukan oleh ibu rumah tangga, pensiunan atau remaja untuk sekedar menyalurkan hobi. Bangunan vertikultur di halaman rumah dengan aneka jenis tanaman yang berderet ke atas memang sungguh memikat mata serta menimbulkan perasaan puas dan bangga pada pemiliknya. Disamping dapat
6
menampilkan keindahan, bukan berarti penanaman dengan teknik vertikultur tidak dapat diterapkan untuk tujuan komersial. Dengan dasar pemikiran bahwa vertikultur dapat melipatgandakan jumlah tanaman dan produksi maka teknik ini secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan komersial. Investasi yang dibutuhkan untuk penerapan teknik vertikultur ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Namun, dengan produksi yang lebih tinggi karena populasi tanaman lebih banyak maka investasi tersebut dapat tertutupi (Sutarminingsih 2007). B. Nutrisi Hidroponik Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan daun tanaman. Aplikasi melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan larutan pada akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam-mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan
akar-akar
tanaman
selalu
bersentuhan
dengan
larutan
(Suwandi 2006). Larutan nutrisi digunakan sebagai sumber pasokan air dan mineral nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik, sehingga harus tepat dari segi jumlah komposisi ion nutrisi dan suhu. Larutan nutrisi ini dibagi dua, yaitu unsur makro (C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg) dan unsur mikro (B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo dan Zn). Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC) larutan tersebut (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Dalam pembuatan larutan nutrisi, baik untuk sayuran daun, batang dan daun, bunga serta buah, dibuat dua macam pekatan A dan B. Kedua pekatan tersebut baru dicampur saat akan digunakan. Pekatan A dan B tidak dapat dicampur karena bila kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion sulfat
7
dalam pekatan B akan terjadi endapan kalsium sulfat sehingga unsur Ca dan S tidak dapat diserap oleh akar. Tanaman pun menunjukkan gajala defisiensi Ca dan S. Begitu pula bila kation Ca dalam pekatan A bertemu dengan anion fosfat dalam pekatan B akan terjadi endapan ferri fosfat sehingga unsur Ca dan Fe tidak dapat diserap oleh akar (Sutiyoso 2009). Efisiensi penggunaan larutan nutrisi berhubungan dengan kelarutan hara dan kebutuhan hara oleh tanaman. Bila EC tinggi maka larutan nutrisi semakin pekat, sehingga ketersediaan unsur hara semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika EC rendah maka konsentrasi larutan nutrisi rendah sehingga ketersediaan unsur hara lebih sedikit (Sufardi 2005). Pemberian nutrisi pada selada dapat membuat tanaman tumbuh seperti pada tanah. Adapun besarnya EC pada awal pemindahan bibit dan beberapa hari setelah itu berbeda. Biasanya pada awal bibit dipindahkan pada sistem hidroponik, nilai EC sebesar 1.0- 1.2 dan ph 5.8-6.2, baru setelah 20 hari EC-nya ditambahkan menjadi 1.5- 2.0 ms/cm. Baru setelah 35 hari selada tersebut dapat dipanen (Susila dan Koerniawati 2005). C. Media Hidroponik Media (substrat) ada dua macam, yaitu substrat organik dan substrat anorganik. Substrat organik berupa pakis, sekam bakar, debog pisang, cocopeat dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat anorganik meliputi pecahan batu bata, kerikil, gabus dan sebagainya. Media/substrat yang biasa digunakan adalah sekam bakar, rockwool-grodan atau cocopeat. Media tanam juga dapat dikombinasikan antara media yang satu dengan media yang lain dengan perbandingan tertentu atau yang telah direkomendasikan. Misalnya pasir dengan cocopeat dengan perbandingan 1:1, pecahan batu bata dengan debog pisang dan sebagainya (Setyaningsih 2009). Dalam sistem hidroponik media tanam yang digunakan tidak berfungsi sebagai tanah. Media tanam hanya berfungsi untuk menopang tanaman dan menjaga kelembaban tanaman.Oleh karena itu, media tanaman yang digunakan
8
harus berasal dari bahan yang porous dan steril. Pemberian pupuk dilakukan dengan melarutkan pupuk dengan konsentrasi tertentu yang kemudian disiramkan ke dalam tanaman hidroponik (Dwi 2008). Hidroponik dengan media (substrat) diartikan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media tanaman porous selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi dan oksigen secara cukup.Substrat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa kriteria tertentu supaya tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Beberapa diantaranya sebaiknya bersifat porus, mudah meloloskan air, dll (Marsoem 2002). D. Persemaian Benih Hidroponik Persemaian tanaman untuk budidaya secara hidroponik dilakukan dengan dua cara melihat dari ukuran biji yang digunakan sebagai benih. Persemaian benih besar, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam air hangat selama 2-3 jam dan langsung ditanamkan dalam wadah semai yang berisi media dan telah disiram dengan air. Benih diletakkan dengan pinset secara horisontal 4-5 mm dibawah permukaan media. Transplanting bibit dari wadah semai ke wadah yang lebih besar dapat dilakukan ketika tinggi bibit sekitar 12-15 cm (28-30 hari setelah semai). Persemaian benih kecil, pertama siapkan wadah semai dengan media
setebal
5-7
cm.
Di
tempat
terpisah
tuangkan
benih
yang
dicampurkandengan pasir kering steril secukupnya dan diaduk merata. Benih yang telah tercampur dengan pasir ditebarkan di atas permukaan media semai secara merata, kemudian ditutup dengan media semai tipis-tipis (3-5 mm). Setelah itu permukaan wadah semai ditutup dengan kertas tisu yang telah dibasahi dengan handsprayer kemudian simpan di tempat gelap dan aman.Wadah semai sebaiknya dikenakan sinar matahari tiap pagi selama 1-2 jam agar perkecambahan tumbuh dengan baik dan sehat (menghindari etiolasi). Setelah benih mulai berkecambah, kertas tisu dibuang, setelah benih berumur 3-4 minggu
9
setelah semai benih dipindahkan ke dalam pot atau polybag pembibitan, caranya adalah dengan mencabut kecambah di wadah semai (Widodo 2005). Media persemaian adalah tempat untuk menumbuhkan benih atau biji menjadi bibit tanaman yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Ada banyak tanaman hortikultura yang dibudidayakan dengan melalui tahap penyemaian terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengurangi kematian akibat tanaman yang belum siap dengan kondisi lapangan. Baik itu melindunginya dari cuaca ataupun gangguan lainnya. Beberapa jenis yang biasa disemaikan antara lain tomat, cabe, sawi, selada dan sebagainya (Gadner dan Mitchell 2005). Media untuk persemaian harus mempunyai aerasi baik, subur dan gembur, misalnya campuran pasir, pupuk kandang dan sekam yang sudah disterilkan dengan perbandingan 1:1:1. Media yang gembur, maka akar akan tumbuh lurus dan memudahkan pemindahan bibit ke polibag pembesaran. Biji yang akan disemaikan ditabur merata di atas media, lalu ditutup lagi dengan media setebal 1-2 cm dan disiram dengan gembor sampai basah (Nurwardani 2008). E. Selada Selada (lactuca sativa) tumbuh sebagai sayuran daun, salah satu tanaman salad yang paling halus di dunia ini. Selada dianggap sebagai raja dari tanaman salad. Tanaman tahunan atau dua tahunan beriklim sedang ini dari keluarga Asteraceae (tumbuhan berbunga). Sayuran ini biasanya dikonsumsi dingin dan mentah dalam salad, hamburger, taco, dan beberapa hidangan lainnya. Selada kaya akan garam mineral dengan unsur - unsur alkali sangat mendominasi. Hal ini yang membantu menjaga darah tetap bersih, pikiran dan tubuh dalam keadaan sehat. Selada juga memasok vitamin C dan K, kalsium, serat, folat, dan zat besi. Vitamin K berfungsi membantu pembekuan darah (Tatik Wardayat 2012) Taksonomi tanaman selada adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
10
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji) Kelas
: Dicotyledonae (Berkeping Dua)
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Lactuca
Spesies: Lactuca sativa var. crispa L Selada termasuk tanaman semusim yang banyak mengandung air (herbaceous). Batangnya pendek berbuku – buku sebagai tempat kedudukan daun. Daun – daun selada berbentuk bulat panjang, yang mana panjangnya ± 25 cm dan lebar ±15 cm (Rukmana, 2005). Selada yang ditanam di dataran rendah cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25°C. Jenis tanah yang disukai selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih mengandung humus. Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap tanah-tanah yang miskin hara asalkan diberi pengairan dan pupuk organik yang memadai. Sebaiknya tanah tersebut bereaksi netral. Jika tanah asam, daun selada menjadi kuning. Oleh karena itu, untuk tanah yang asam sebaiknya dilakukan pengapuran terlebih dahulu sebelum penanaman. Secara morfologi, organ – organ penting yang terdapat pada tanaman selada adalah sebagai berikut. a. Daun Daun tanaman selada memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam, bergantung pada varietasnya. Misalnya, jenis selada yang membentuk krop memiliki bentuk daun bulat atau atau lonjong degan ukuran daun lebar atau besar, daunnya ada yang berwarna hijau tua, hijau terang, dan ada yang berwarna hijau agak gelap. Sedangkan jenis selada yang tidak membentuk krop, daunnya berbentuk bulat panjang, berukuran besar, bagian tepi daun bergerigi (keriting), dan daunnya ada yang berwarna hijau tua, hijau
11
terang, dan merah. Daun selada memiliki tangkai daun lebar dan tulang – tulang daun menyirip. Tangkai daun bersifat kuat dan halus. Daun bersifat lunak dan renyah apabila dimakan, serta memiliki rasa agak manis. Daun selada umumnya memiliki ukuran panjang 20 cm – 25 cm dan lebar 15 cm atau lebih. b. Batang Tanaman selada memiliki batang sejati. Pada tanaman selada yang membentuk krop, batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat dan terletak pada bagian dasar yang berada di dalam tanah. Sedangan selada yang tidak membentuk krop (selada daun dan selada batang) memiliki batang yang lebih panjang dan terlihat. Batang bersifat tegap, kokoh, dan kuat dengan ukuran diameter berkisar antara 5,6 cm – 7 cm (selada batang), 2 cm – 3 cm (selada daun), serta 2 cm – 3 cm (selada kepala). c. Akar Tanaman selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar serabut menmpel pada baying, tumbuh menyebar, ke semua arah pada kedalaman 20 cm – 50 cm atau lebih. Sedangkan akar tunggangnya tumbuh lurus ke pusat bumi. Perakaran tanaman selada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang subur, genbur, mudah menyerap air, dan kedalaman tanah (solum tanah) cukup dalam. d. Biji Biji tanaman selada berbentuk lonjong pipih, berbulu,agak keras, berwarna coklat, tua, serta berukuran sangat kecil, yaitu panjang 4 mm dan lebar 1mm. Biji selada merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (perkembangbiakan). e. Bunga Bunga tanaman selada berwarna kuning, tumbuh lebat dalam satu rangkaian. Bunga memiliki tangkai bunga yang panjang sampai data
12
mencapai 8 cm atau lebih. Tanaman selada yang ditanam di daerah yang beriklim sedang (subtropik) mudah atau cepat berbuah. Menurut Darsono (2008) dalam Sari (2011) R/C ratio merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan menggunakan rasio penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Dengan kriteria hasil: R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien, R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik
impas atau Break Event Point (BEP), R/C ratio < 1 usaha tidak
menguntungkan dan tidak layak. B/C ratio merupakan angka perbandingan hasil penjualan dengan total biaya produksi, sekaligus menunjukkan tingkat efisiensi pendapatan suatu usaha tani. Semakin besar B/C ratio maka semakin menguntungkan usaha tani tersebut. Suatu usaha dapat dikatakan layak dan dikembangkan apabila hasilnya lebih dari satu. Semakin tinggi B/C ratio maka berakibat semakin tinggi keuntungan yang diterima ( Reny 2011). Menurut Soekartawi (2006) dalam Reny (2010), analisis BEP atau nilai impas adalah suatu teknis analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable, keuntungan, volume penjualan BEP dalam penelitian merupakan pengukuran dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi output menghasilkan total penerimaan yang sama dengan pengeluaran BEP dalam unit dan dalam Rupiah.