4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Itik Lokal Jantan Ternak itik merupakan salah satu jenis unggas air (water fowl) karena unggas ini suka berenang di perairan. Itik termasuk kelas aves, ordo Anseriformes ,famili Anatidae, sub famili Anatinae, genus Anas. Itik yang ada di Indonesia berasal dari keturunan itik liar yang bernama Mallard yang sampai saat ini tersebar di seluruh dunia. Itik keturunan Mallard di Indonesia dikenal dengan nama yang sesuai dengan tempat keberadaannya, seperti itik Tegal, itik Bali, itik Alabio dan itik Mojosari (Srigandono, 1986). Menurut Suharno dan Amri (2003), itik Tegal merupakan itik Indian Runner dari jenis Itik Jawa (Anas javanicus). Suharno dan Setiawan (2001) menyatakan bahwa itik Tegal memiliki cirri khas yaitu berbadan langsing dan berbulu tegak. Secara umum buu itik Tegal berwarna kecoklatan dangan variasi totol-totol putih. Namun demikian, akibat oleh penyebarannya yang luas seringkali dijumpai itik Tegal dengan warna bulu yang sudah bergeser dari aslinya. Bentuk itik Tegal menyerupai botol dengan leher panjang, memiliki warna bulu beragam yaitu coklat kemerahan (lemahan), totol-totol coklat (branjangan), hitam (irengan), coklat kehitaman (blorong), coklat muda totol hitam (jarakan) dan putih (putihan). Itik Tegal branjangan paling banyak digembalakan, sedangkan yang paling banyak diternakkan adalah jenis lemahan (Simanjuntak, 2002). Menurut Windhyarti (2003), ciri utama itik Tegal adalah bentuk badan tegak lurus (tidak horizntal) pada saat berjalan dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung sampai kebelakang, bentuknya menyerupa botol. Kepalanya kecil, matanya bersinar terang dan terletak agak di bagian atas, serta lehernya panjang dan bulat. Potensi
itik
cukup
menarik
bagi
penduduk
pribumi.
Pemeliharaannya sangat mudah dan mempunyai ketahanan hidup sangat
4
5
tinggi sehingga angka mortalitasnya cukup rendah (Murtidjo, 2006). Itik juga memiliki daya adaptasi yang tinggi serta mempunyai cita rasa daging dan telur yang gurih (Djanah, 1985). Kandungan protein daging itik sebesar 21,40%, lebih tinggi dari kandungan protein daging ayam, sapi dan domba (Mangku, 2005). B. Ikan Lemuru Menurut Dwiponggo (1982), klasifikasi ikan lemuru adalah sebagai berikut : Phylum
: Chordate
Class
: Osteicyes
Ordo
: Malacoptrygii
Famili
: Clupeidae
Genus
: Sardinella
Sub
: Genusardinella cv
Spesies
: Sardinella longiceps Sebagai salah satu hasil perairan laut, ikan lemuru merupakan jenis
ikan yang tergolong mudah rusak (perishable food). Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (60 - 84%) dan pH tubuh ikan mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroba yang lain. Daging ikan juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga ikan yang tidak ditangani, hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa antioksidan sering mengalami ketengikan (Hendro, 2011). Minyak ikan lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan lemuru. Proses pengalengan ikan lemuru diperoleh rendaman berupa minyak sebesar 5% (b/b) dan dari proses penepungan sebesar 10% (b/b). Pengalengan 1 ton ikan lemuru akan diperleh 50 kg limbah berupa minyk ikan dan selanjutnyadari satu
6
ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan lemuru (Setiabudi, 1990). C. L-karnitin L-karnitin
mempunyai
nama
kimia
3-hidroksi-4-trimetil-
aminobutirat. L-karnitin merupakan senyawa yang mirip asam amino yang mempunyai struktur seperti gambar dibawah ini
L-karnitin pada jaringan hewan ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu karnitin bebas, asilkarnitin rantai pendek yang larut dalam asam dan asilkarnitin rantai panjang yang tidak larut dalam asam. L-karnitin merupakan nutrien non-esensial karena sebagian besar hewan dapat mensintesis sendiri dari asam amino dalam tubuhnya. Pada mamalia, Lkarnitin disintesis terutama dalam hati dan ginjal yang berasal dari asam amino lisin dan metionin (Suwarsito, 2004). L-karnitin memiliki dua fungsi utama yaitu pertama sebagai kofaktor untuk mengangkut asam lemak rantai panjang menyeberangi bagian dalam membrane mitokondria. Semua jaringan tubuh, kecuali otak, menggunakan asam lemak ikatan panjang untuk menghasilkan bioenergi. Pada jaringan otot dan jantung, kontribusi bioenergi berasal dari reaksi beta oksidasi terhadap asam lemak ikatan panjang. Asam lemak ikatan panjang membutuhkan L-karnitin untuk mengangkutnya menyeberangi bagian dalam membrane mitokondria. Mitokondria sel disinilah terjadi respirasi sel, yang dikenal sebagai pembentukan bioenergi Adenosin Triphospat (ATP). Fungsi kedua L-karnitin adalah memindahkan asam lemak ikatan sedang (medium) dan pendek dari dalam mitokondria untuk menjaga jumlah koenzim A dalam sel tetap stabil (BPOM RI, 2005).
7
L-karnitin mempunyai potensi yang positif untuk meningkatkan pertumbuhan dan katabolisme lemak sehingga sangat dibutuhkan dalam pakan yang mengandung lemak (Mohseni et al., 2008). Beberapa fungsi lain dari L-karnitin yaitu sebagai fasilitator metabolisme yang diperlukan untuk mengoksidasi asam lemak rantai panjang dalam mitokondria, lalu menghasilkan energi metabolik (Flanagan et al., 2010; Zhang et al., 2014). Arslan (2006) menambahkan bahwa pemberian L-karnitin dalam pakan dapat meningkatkan aksi protein sparring effect dari lemak, sehingga energi dari protein sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Penambahan L-karnitin dalam pakan yang mengandung lemak sangat dibutuhkan, L-karnitin berperan dalam transfer asam lemak rantai panjang untuk melintasi membran dalam mitokondria menuju ke matriks mitokondria sehingga meningkatkan hasil energinya (Owen,1996). Uktolseja (2008) menyatakan bahwa pemberian L-karnitin yang diikuti oleh penambahan lemak dapat meningkatkan deposisi protein yang secara nyata akan memperbaiki bobot potong karena adanya sparring effect baik oleh lemak maupun karbohidrat.
Selanjutnya Suplementasi L-karnitin
juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol daging, dapat meningkatkan digestibilitas nutrient, memperbaiki konversi pakan dan dapat menurunkan kandungan lemak karkas ( Owen et al., 2001). D. Asam Lemak Asam Lemak Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus yang terdiri dari jumlah atom karbon genap (4,6,8 dan seterusnya) dan diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid = SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acid = MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acid = LCFA). Semakin banyak rantai C yang
8
dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya semakin tinggi (Silalahi dan Nurbaya, 2011; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbonakan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Dalam jumlah besar, asam lemak trans dapat berpengaruh terhadap metabolisme asam lemak tak jenuh lainnya ( misalnya asam linoleat dan asam linolenat ) dengan cara kompetisi dalam memperebutkan enzim 6-denaturase yang ada dalam retikulum endoplasma dan berpengaruh terhadap proses- proses seperti trombogenesis, menghambat sebagian
konversi
asam
linoleat
menjadi
arakidonat,
sehingga
menghambat produksi eikosanoit oleh jaringan.. Asam lemak trans dapat menyebabkan kurangnya kemampuan penghambatan terhadap terjadinya agregasi platelet dibanding asam lemak cis (Wikanta, 2014).
9
E. Otot Unggas Jaringan otot merupakan bagian yang penting yang menyusun bererapa organ pada tubuh unggas. Secara garis besar ada tiga tipe otot, yaitu: otot polos, otot jantung dan otot skeletal. Unggas mempunyai dua jenis/macam otot, yaitu otot merah (red muscle) dan otot putih (white muscle). Otot merah mengandung mioglobin yang berfungsi sebagai pengikat besi dan pembawa komponen oksigen, tetapi otot putih tidak. Mioglobin sama seperti hemoglobin pada manusia, sebagai pigmen warna merah pembawa oksigen pada darah (Nesheim et al., 1979). Pada otot merah kandungan lemak lebih banyak dan protein lebih sedikit dibanding otot putih (Nuhriawangsa, 1994). Otot merah memiliki mioglobin lebih banyak dibanding otot putih. Aktivitas dari otot juga mempengaruhi warna dari otot, pada otot paha mempunyai warna lebih gelap dibanding otot dada, karena pada paha lebih banyak mempunyai cekaman untuk berdiri dan menyangga tubuh dibanding pada dada (North, 1978). Sesaat setelah penyembelihan otot akan berubah menjadi daging dan mengalami proses patologis yang dinamakan rigor mortis atau kaku bangkai. Otot berubah menjadi kaku karena kenaikkan tegangan otot sehingga kehilangan elastisitas. Kaku bangkai dimulai dari tubuh bagian depan melanjut ke belakang dan biasanya hilang dengan urutan yang sama (Akoso, 1993). F. Jaringan Adiposa Jaringan adiposa merupakan suatu model terintegrasi antara sistem endokrin dan signaling dalam regulasi metabolisme energi. Jaringan adiposa mengandung pembuluh darah dan persyarafan yang berperan dalam memelihara kebutuhan keseimbangan energi dan penyimpanan energi. (Flier, 2010). Jaringan adiposa tersusun atas kumpulan sel-sel adiposit. Sel-sel adiposit tidak hanya berfungsi sebagai
10
penyimpanan lemak, tetapi juga berfungsi sebagai pengatur keseimbangan energi dan homeostasis tubuh (Bernlohr et al., 2002) Sel-sel
adiposit
berasal
dari
tipe
sel
preadiposit
lalu
berdiferensiasi melalui dua jalur adipogenik yaitu lemak putih (white fat) dan lemak coklat (brown fat). Lemak putih sebenarnya tampak bewarna kekuningan karena akumulasi berbagai macam pigmen. Sel adiposa jenis ini berbentuk globular berukuran besar (unilocular) tak bermembran. Jaringan lemak putih berperan utama dalam regulasi transpor lipid (Bautista et al., 2011). Jaringan lemak cokelat terdiri atas sel-sel yang banyak mengandung sitokorm mitokondria. Mitokondria tersebut dikelilingi oleh globul-globul lipid multilokular. Morfologi ini mendukung peran lemak coklat dalam proses pemakaian simpanan lemak dalam waktu cepat. Selain itu, jaringan lemak cokat mengandung thermogenin, sejenis protein yang berperan dalam transport elektron dari fosforilasi oksidatif dan menghamburkan gradien proton melewati membran mitokondria bagian dalam sehingga menghasilkan lebih banyak panas dibandingkan ATP (Reed 2009). Awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat, tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dan cepat (Berg dan Butterfield, 1976). Forrest et al (1975) mengatakan bahwa perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, ginjal dan alat pencernaan kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging, dibawah kulit, sebelum urat daging dan antara urat daging. Jaringan lemak yang terdapat diantara serat-serat urat daging tidak hanya memperlunak daging, tetapi juga memperlezat rasa. Frandson (1992) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada ternak, tetapi berbeda dalam depot lemak.
11
G. Bobot Potong Bobot potong itik yaitu bobot itik yang ditimbang sebelum disembelih setelah dipuasakan selama 12 jam untuk mengosongkan makanan dalam saluran pencernaan (Soeparno, 1994). Umur pemotongan sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas dari ternak unggas. Sunari et al., (2001) menjelaskan bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup sering digunakan sebagai ukuran produksi dalam bidang peternakan. Scanes et al., (2004) menyatakan pada semua unggas, pertambahan berat badan jantan lebih cepat dibandingkan dengan berat badan betina dan memerlukan pakan yang lebih banyak daripada betina. Moran (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan termasuk berat badan dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, umur, dan lingkungan. Bobot potong dipengaruhi oleh konsumsi ransum. Supriyadi (2011) menyatakan bahwa bobot badan itik jantan yang dijadikan pedaging berkisar 1,2-2,6 kg/ekor dengan pemeliharaan selama 10-12 minggu, ketika menjadi karkas bobotnya berkisar 0,6-1,1 kg/ekor. Soeparno (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Lestari et al., (2005) menyatakan, pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan pertambahan bobot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong yang tinggi sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi. H. Karkas dan Persentase Karkas Karkas
adalah
bagian
tubuh
unggas
setelah
dilakukan
penyembelihan secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku (Standar Nasional Indonesia, 2009). Belawa (2004) menyatakan berat karkas adalah berat potong dikurangi berat darah, bulu, kepala, kaki dan
12
organ dalam. Siregar (1980) menyatakan karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus. Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan berat hidup, dimana semakin bertambah berat hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat (Murtidjo, 1987). Selanjutnya Sudiyono dan Purwatri (2007) menyatakan berat karkas juga dipengaruhi oleh konsumsi pakan, kandungan energi dan protein. Menurut Belawa (2004) persentase karkas adalah berat karkas dibagi berat potong dikalikan dengan 100%. Jull (1975), bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh berat badan akhir dan berat non karkas. Daryanti (1982) menyatakan bahwa persentase karkas ditentukan juga oleh persentase non karkas, bagian tubuh yang terbuang seperti bulu, darah dan organ viscera. Semakin tinggi bobot potong, maka semakin tinggi pula bobot karkas yang diperoleh (Matitaputty et al., 2011). I. Persentase Dada Nilai persentase dada adalah nilai perbandingan persentase dada dengan persentase karkas diperoleh dengan cara membagi bobot dada dengan bobot karkas dikali 100%. Bobot dada yang tinggi memungkinkan persentase karkas juga tinggi (Hadiwiyoto, 1992). Menurut Soeparno (2005), proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen utama karkas, selain dipengaruhi oleh umur dan bobot hidup. Berat karkas akan mempengaruhi persentase karkas dan bagianbagiannya. Bagian dada dan bagian paha berkembang lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan pada bagian sayap (Abubakar dan Nataamijaya, 1999). Selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus-menerus dengan kadar laju pertumbuhan relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat sehingga rasio otot dengan tulang meningkat selama pertumbuhan (Soeparno, 1994).
13
J. Lemak Abdominal Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat di sekeliling ampela, usus, otot sekitar perut sampai ischium, bursa fabrisius dan kloaka Lemak abdominal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kelebihan lemak akan menyebabkan kelebihan energi di dalam tubuh yang tidak bisa dimanfaatkan dengan sempurna. Kelebihan lemak ini bisa disebabkan
beberapa
faktor
diantaranya
pemberian
pakan
yang
mengandung energi yang berlebih dan aktivitas/gerak yang sedikit (Sukada et al., 2007). Menurut Anggorodi (1995) pertumbuhan jaringan lemak ditentukan oleh ada atau tidaknya energi hasil metabolisme yang berlebih di dalam tubuh.Pemeliharaan itik secara intensif akan meningkatkan lemak terutama lemak abdominal yang terdapat di sekitar rongga perut atau juga disekitar ovarium. Penimbunan lemak merupakan hasil ikutan yang cenderung
meningkat dengan berat badan dan bertambahnya umur (Rasyaf, 2001). Menurut Iskandar et al. (2000), persentase lemak perut terlihat semakin tinggi dengan meningkatnya kandungan gizi pakan. Menurut Bintang dan Antawidjaja (1995), semakin menurunnya taraf energi dalam pakan terdapat kecenderungan penurunan lemak abdominal ternak entog. Menurut Abbas dan Rusmana (1995), serat kasar berpengaruh terhadap kandungan lemak tubuh itik fase pertumbuhan.
14
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah suplementasi minyak ikan lemuru dan L-karnitin dalam ransum pakan itik lokal jantan dapat meningkatkan bobot potong, persentase karkas, persentase dada dan persentase lemak abdominal itik lokal jantan.